Pena Wasiat (Juen Jui Pi) Jilid 51

Gou Jit masih menggenggam gagang pedangnya namun dua orang lelaki berbaju hitam yang berada dikiri kanannya telah meloloskan senjata mereka dari dalam sarung.

“Bagus sekali” seru Cu Siau-hong lagi.

“Kalian bertiga boleh turun tangan bersama-sama, aku harap kalian bisa menyambut tiga jurus serangan pedangku.”

“Apa kau bilang?”

Cu Siau-hong merasa bahwa pada saat ini sudah merupakan saatnya untuk menampilkan diri, sebab terhadap kawanan jago tersebut, semakin baik penampilannya sekarang, berarti sasaran lawanpun akan semakin tertuju kepadanya seorang.

Itu berarti pula dia akan mengurangi ancaman bahaya maut untuk banyak orang yang tak berdosa.

Itulah sebabnya Cu Siau-hong telah mengambil keputusan untuk tidak merahasiakan identitasnya lagi.

Dia hendak menggunakan ilmu silat yang paling lihay dan paling ampuh untuk merobohkan musuhnya. Dia ingin menjadi seorang yang secara lamat-lamat paling dihormati dan paling disegani dalam hati para jago tersebut.

Sementara itu Gou Jit telah meloloskan pedangnya.

Tiga orang jago pedang hitam itu saling berpandangan sekejap, kemudian secara tiba-tiba turun tangan bersama sama.

Tiga bilah pedang bagaikan tiga titik cahaya kilat secara terpisah menusuk datang dari tiga arah yang berlawanan.

Sementara itu Cu Siau-hong sudah memikirkan beberapa macam gaya serangan yang mungkin dipergunakan lawannya untuk melancarkan serangan.

Dan ternyata serangan gabungan dari ketiga orang ini justru merupakan salah satu macam yang dipikirkan Cu Siau-hong.

Tiga titik cahaya pedang secepat sambaran kilat membentuk selapis jaring pedang yang amat tebal dan rapat.

Setiap orang mengucurkan keringat dingin demi memikirkan keselamatan Cu Siau-hong, sebab bukan sesuatu yang mudah untuk menghindarkan diri dari serangan tersebut.

Dengan cepat Cu Siau-hong mencabut pedangnya dan menciptakan selapis cahaya tajam untuk melindungi diri, sekejap mata kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap terbungkus dibalik cahaya pedang tersebut.

Berapa kali dengusan tertahan segera berkumandang memecahkan keheningan.

Cahaya pedang segera sirap dan segala sesuatunya pulih kembali, tenang seperti sediakala. Pedang Cu Siau-hong kini sudah dimasukkankembali kedalam sarungnya.

Ketiga orang lelaki berbaju hitam itu masih tetap berdiri tegak ditempat semula, hanya dari tenggorokan mereka tiba-tiba saja menyembur keluar darah segar.

Kemudian ketiga orang itupun roboh terjungkal keatas tanah.

Setiap korbannya roboh dengan tenggorokannya tertusuk oleh pedang anak muda tersebut.

Itulah sebabnya pula setiap korbannya hanya sempat mengeluarkan dengusan tertahan belaka.

Tiga orang dengan tiga tusukan pedang yang secara telak menembusi tenggorokan mereka.

Tidak ada orang yang melihat jelas bagaimana cara Cu Siau-hong mencabut keluar pedangnya, tapi mereka hanya melihat tiga orang lelaki berbaju hitam itu melancarkan serangan.

Itulah selapis jaring pedang yang berhasil diciptakan dari serangan gabungan yang amat dahsyat, tapi Cu Siau-hong tgoh berhasil juga lolos dari jarring tersebut, bahkan berhasil membereskan ketiga orang lawannya tanpa membuang banyak waktu.

Serangan tersebut benar-benar luar biasa, ibaratnya Guntur yang membelah bumi di siang hari bolong, bukan saja berhasil membunuh tiga lelaki berbaju hitam itu, bahkan membuat semua jago yang hadir di arena menjadi tertegun dan berdiri melongo saking kagetnya.

Untuk beberapa saat lamanya, suasana menjadi amat hening,   sepi   dan   tak   kedengaran   sedikit   suara   pun, sedemikian heningnya sampai debaran jantung setiap orang pun lamat-lamat kedengaran.

Menanti lama kemudian setelah ketiga sosok mayat itu terkapar di tanah, Oh Hong cu baru pertama-tama yang buka suara lebih dahulu, katanya:

“Benar-benar sebuah ilmu pedang yang hebat, sungguh merupakan sebuah ilmu pedang yang hebat, setengah abad lebih lohu hidup didunia ini, baru pertama kali ini kusaksikan ilmu pedang yang begitu cepat bagaikan sambaran kilat.”

Diantara sekian banyak jago yang hadir di arena, Tham Ki wan boleh dibilang merupakan orang yang paling  merasa sedih atas kejadian tersebut, sebab kalau berbicara dari ilmu pedang yang begitu sakti dari Cu Siau-hong, andaikata dia ingin membunuhnya, maka hal itu sesungguhnya merupakan suatu perbuatan yang amat mudah bagaikan membalikkan telapak tangan.

Tapi Cu Siau-hong selalu bersikap sabar dan mengalah kepadanya, hal ini mencerminkan betapa besarnya jiwa pemuda tersebut.

Sambil menjura Cu Siau-hong segera berkata :

“Oh tua, beruntung sekali aku tidak menyia-nyiakan harapanmu.”

“Lote, kau memang hebat, tampaknya enghiong memang muncul dari kaum muda,” puji Oh Hong cun.

Dalam pada itu Thian Pak liat sudah datang mendekat pula, katanya kemudian dengan suara rendah :

“Cu siaute, ketiga jurus ilmu pedangmu itu betul-betul luar     biasa,     Cuma     sayang     belum     sempat  mereka melancarkan serangan sudah keburu mampus lebih dulu diujung pedangmu.”

Cu Siau-hong tertawa:

“Saudara Thian, siaute merasa banyak kesulitan yang muncul akibat banyak bicara, oleh sebab itu siaute merasa berkewajiban untuk menampilkan diri dan menyelamatkan kesulitan-kesulitan yang ada.

“Aku lihat peristiwa ini bukan suatu peristiwa yang terjadi karena kebetulan,” kata Si Eng pula, “melainkan merupakan suatu pembunuhan yang amat terencana, saudara Cu, dengan penampilan ilmu silatmu yang sangat lihay, hal ini bisa meningkatkan pula kewaspadaan mereka, bisa dibayangkan pula bahwa penghadangan-penghadangan yang mungkin mereka lakukan, selanjutnya sudah pasti akan sepuluh kali lipat lebih keji dan menakutkan daripada yang dulu-dulu.”

“Betul”

“Aaai..didalam kenyataan, sekalipun kita benar-benar menyerahkan perempuan itu kepada mereka, belum tentu mereka akan melepaskan kita dengan begitu saja,” ucap Thian Pak liat.

Oh Hong cun segera berbisik:

“Cu lote, sebetulnya siapa sih perempuan itu? Mengapa bisa terdapat begitu banyak orang yang hendak membunuhnya?”

Cu Siau-hong menghela napas panjang.

“Aaai..harap cianpwe percaya, aku benar-benar tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya.”

Selama beberapa hari ini dia tak pernah melaksanakan janjinya dengan Siau-hong, sebaliknya Siau-hong pun  tidak mempunyai kesempatan untuk memberitahukan keadaan yang sebenarnya kepada dia.

Bahkan boleh dibilang selama beberapa hari ini mereka berdua sama sekali tak berkesempatan untuk saling bertemu muka.

Pada waktu itulah seorang lelaki kurus kecil berbaju hitam sedang berjalan mendekati Cu Siau-hong.

Bila kaum perempuan harus mengenakan pakaian lelaki, biasanya perawakan mereka akan nampak jauh lebih kecil daripada perawakan tubuh lelaki yang sebenarnya.

Tapi sekarang ada empat orang lelaki kecil yang bersama-sama berjalan mendekat.

Perawakan mereka memang tidak terlalu besar tapi gayanya sewaktu berjalan tidak banyak berbeda dengan lelaki biasa.

Namun Cu Siau-hong tahu keempat orang itu adalah Lik Hoo, Ui Bwee, Ang Bo tan dan Siau-hong.

Empat orang perempuan itu rata-rata sudah berpengalaman sangat luas, mereka semua sangat pandai untuk mengendalikan diri.

Setelah mendekati Cu Siau-hong, keempat orang itu mengurungnya rapat-rapat.

Oh Hong cun yang menyaksikan kejadian itu, segera berseru dengan suara cemas:

“Hei,..mau apa kalian semua?”

“Oh tua, tak menjadi soal, mereka ada urusan hendak bertanya kepadaku…”

Empat orang nona cantik setelah melalui suatu penyaruan yang amat sempurna, kini mereka telah  berubah wajah sama sekali dan pada hakekatnya sukar untuk dikenali.

Cu Siau-hong harus mengamati sekian waktu sebelum dapat mengenali Siau-hong, maka tanyanya kemudian sambil tertawa:

“Adakah sesuatu persoalan yang hendak kau beritahukan kepadaku?”

Siau-hong manggut-manggut sambil berjalan semakin mendekat, pada hakekatnya dia telah menempelkan diri didepan wajah Cu Siau-hong.

Terpaksa Cu Siau-hong harus membungkukkan badannya sambil menempelkan telinganya disisi bibir nona tersebut.

Suara bisikan Siau-hong sangat lirih, sedemikian lirihnya sehingga Cuma Cus Siau-hong seorang yang dapat mendengar.

“Mereka hendak membunuhku, bahkan tidak sayang untuk mengorbankan segala apapun.”

Cu Siau-hong segera mengangguk. “Yaa..aku mengerti.”

“Aku tidak kenal dengan orang-orang itu, tapi mereka bersedia melindungi aku dengan sepenuh tenaga, apakah hal ini dikarenakan dirimu?”

“Bukan begitu, mereka mempunyai semangat pendekar yang menyala-nyala, mereka merasa sudah sepantasnya untuk memberi perlindungan untukmu.”

“Aaai..lantas apa yang harus kulakukan sekarang?,” tanya Siau-hong kemudian sambil menghela napas. “Cara yang terbaik adalah mengutarakan segala sesuatu yang kau ketahui, bukan saja hal mana akan sangat membantu terhadap kami semua yang hadir disini sekarang, terhadap segenap umat persilatan yang ada di dunia ini pun merupakan suatu bantuan yang besar sekali.”

“Maksudmu, aku harus mengumumkan apa yang kuketahui itu dihadapan umum?”

“Benar.!”

Dengan cepat Siau-hong menggeleng:

“Tidak, tidak bisa!” serunya. “Mengapa?”

“Sebab bila kuucapkan segala sesuatunya secara blak blakan, mereka pasti akan merasa tidak tenteram, sebaliknya kalau membohongi mereka pun bukan suatu cara yang baik, aku rasa sebaiknya kita memberikan suatu gambaran masa depan yang kosong dan tanda Tanya besar dalam benak mereka saja, agar mereka selalu waspada, mungkin hal mana akan lebih baikan bagi mereka”

Apa yang diucapkan olehnya sangat masuk diakal, diantara beberapa orang itu memang jarang sekali ada orang yang memiliki tekad seperti Cu Siau-hong.

Terpaksa Cu Siau-hong harus manggut-manggut, katanya kemudian:

“Baiklah!, Cuma aku tetap berharap bisa mengetahui latar belakang dari persoalan tersebut secepatnya.”

“Kau lupa barangkali…” “Tentang soal apa?”

“Aku toh belum menemani dirimu tidur semalaman.” Cu Siau-hong menjadi tertegun dan untuk beberapa saat lamanya tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun.

Sesudah tertawa licik, Siau-hong berkata lagi:

“Cuma, kemungkinan besar aku dapat berubah pikiran, pilihlah beberapa orang yang kau percaya dan malam nanti kita boleh berbincang-bincang dalam tempat pemondokanku.”

Mendadak dari tengah udara dikejauhan sana berkumandang suara keleningan emas yang dibunyikan amat nyaring.

Begitu mendengar suara keleningan tersebut, paras muka Siau-hong segera berubah hebat.

“Aaah..diapun telah datang!”, pekiknya tertahan. “Siapa?”

“Kim leng tui hun siu (kakek keleningan emas pengejar sukma)!”

Beberapa patah kata itu diucapkan dengan suara cukup keras sehingga semua jago yang berdiri sekitar sana pun dapat mendengar dengan amat jelas,

“Kim leng tui hun siu?”, belum pernah kudengar tentang nama kakek keleningan emas pengejar sukma ini !”

“Aku pernah mendengar tentang namanya,” Oh Hong cun segera menanggapi dengan cepat.

Sementara itu Siau-hong sekalian berempat telah mengundurkan diri secara tergesa-gesa dari tempat itu.

“Oh tua,“ Cu Siau-hong segera berkata, “manusia macam apa sih kakek keleningan emas pencabut sukma itu?” “Seorang pembunuh kelas satu dari dunia persilatan, pada tiga puluh tahun berselang dikala ia masih berkelana dalam dunia persilatan, didalam satu tahun ia telah membunuh dua belas orang jago lihay, tapi tak seorangpun yang pernah bertemu dengannya, mereka hanya mendengar suara keleningan emasnya saja.”

Cu Siau-hong segera mendongakkan kepalanya memandang angkasa, lalu bertanya lagi:

“Apakah keleningan emasnya dapat terbang?”

“Mungkin saja, lagi pula terbang tinggi sekali, yaa sangat tinggi, jarang orang bisa bertemu dengan manusia yang bernama kakek keleningan emas pengejar sukma, bahkan keleningan emasnya pun jarangkali orang dapat melihatnya.”

“Kalau begitu orang itu sangat misterius?”

“Bukan misterius, melainkan amat rahasia, penuh diliputi hawa pembunuhan serta kengerian yang luar biasa”

“Oh tua, seandainya tak pernah orang dapat melihat wajahnya, mengapa setiap orang memanggilnya sebagai kakek keleningan emas pengejar sukma?”

“Walaupun orang jarang sekali dapat bertemu muka dengannya, namun orang yang dapat mendengar suara keleningannya tidak sedikit.”

“Oh tua, toh dia disebut sebagai kakek siu, berarti dia adalah seorang yang sudah kakek-kakek?”

“Tiga puluh tahun berselang ia sudah disebut Kim leng tui hun siu, tiga puluh tahun kemudian ternyata ia masih hidup, meski dahulu dia bukan seorang kakek, paling tidak sekarang sudah menjadi seorang kakek sungguhan.” “Selama satu tahun, ia telah membunuh dua belas orang, kalau disejajarkan dengan pembunuh lainnya, orang lain masih belum bisa dianggap sebagai seorang manusia yang amat buas dan berbahaya.”

“Sekalipun orang yang dibunuh olehnya tidak terlalu banyak, namun kedua belas orang itu mempunyai keturunan yang istimewa, bila orang lain yang ingin membunuh salah seorang diantaranya, mungkin mereka harus menyusun rencana semenjak satu tahun berselang.” 

“Jika begitu, Kim leng tui hun siu adalah seorang yang sangat menakutkan?”

“Benar, sangat menakutkan, yang lebih aneh lagi setelah membunuh dua belas orang jago lihay, tiba-tiba saja manusia aneh tersebut turut lenyap tak berbekas, lenyap selama tiga puluh tahun lamanya, sungguh tak disangka tiga puluh tahun kemudian ia muncul kembali didalam dunia persilatan.”

“Mungkin saja selama ini dia masih berkelana terus dalam dunia persilatan, cuma keleningan emasnya telah disimpan, tiga puluh tahun berselang dia masih seoarng pemuda yang ingusan hanya sengaja menyaru sebagai seoarng kakek maka setelah menanjak usia, siapa lagi yang bisa mengenali dia? Toh ilmu menyaru muka merupakan sesuatu yang lumrah bagi setiap umat persilatan?”

Oh Hong cun menjadi tertegun sesudah mendengar perkataan tersebut, katanya kemudian:

“Ehmm, memang masuk diakal, sesungguhnya hal ini memang merupakan sesuatu peristiwa yang sangat sederhana, tapi aneh selama puluhan tahun ini mengapa belum pernah ada orang yang dapat berpikir sampai kesitu..?” “Munkin tiada orang yang pernah berpikir sampai kesitu, padahal asal orang mau berpikir sebentar saja, maka segala sesuatunya dapat ditemukan dengan jelas.”

“Ooohh…”

“Sekarang kita harus merundingkan secara baik-baik, bagaimana caranya untuk menghadapi kakek keleningan emas pengejar sukma tersebut?”

Pek bi taysu yang selama ini selalu berpandangan tinggi dan angkuh, sekarang bagaikan menjumpai suatu masalah yang besar dan berat saja, wajahnya nampak amat serius.

Thian Pak liat, Tham Ki wan, Si Eng dan H Hou poo juga termenung sambil membungkam diri.

Keadaan tersebut mencerminkan dua kemungkinan, pertama setiap orang menaruh perasaan was-was dan segan terhadap kakek keleningan emas pengejar sukma, sehingga sama sekali tidak mempunyai semangat dan keberanian untuk melawan musuh.

Kedua, mungkin mereka tak dapat menemukan akal yang baik untuk mengatasi kesulitan mana, oleh sebab itu mereka hanya membungkam diri belaka dalam seribu bahasa.

Cu Siau-hong yang menyaksikan kejadian itu segera menghembuskan napas panjang, katanya kemudian :

“Saudara sekalian, bila munculnya keleningan emas itu hanya sebagai semacam peringatan, maka hal ini erat hubungannya dengan kemunculan manusia-manusia berbaju hitam itu, orang-orang tersebut mati diujung pedangku, maka seandainya kakek keleningan emas pengejar sukma hendak membalaskan dendam bagi mereka, orang pertama yang mereka cari sudah pasti adalah diriku.” Thian Pak liat sekalian sama-sama mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap kea rah Cu Siau-hong.

Sambil tertawa kembali Cu Siau-hong berkata : “Seandainya kakek keleningan emas pengejar sukma

hendak membunuh kalian, aku percaya, sekalipun kita menyerahkan diri dengan begitu saja pun ia sama saja akan turun tangan terhadap kita.”

“Benar” sahut Si Eng.

“Aku tidak tahu, seorang jagoan lihay yang sesungguhnya sebetulnya memiliki ilmu silat sampai pada taraf yang bagaimana, tapi aku pikir, kemampuan yang dimiliki seoarng sudah pasti mempunyai semacam batasan tertentu, sekalipun keleningan emas bisa terbang, itupun semacam rahasia yang dibuat secara khusus, sudah jelas bukan semacam ilmu sihir ataupun ilmu hitam lainnya.”

“Perkataan dari saudara Cu memang benar” kata Thian Pak liat kemudian, “kalau toh kita tak dapat menyerahkan diri dengan begitu saja untuk dibantai musuh, satu-satunya jalan adalah melakukan perlawanan secara gigih.”

“Melawan..” kata Oh Hong cun.

“Aku tidak berani mengatakan secara pasti apakah dia pasti mempunyai sangkut pautnya dengan ketiga orang itu, cuma kita tak bisa tidak untuk membuat persiapan” sambung Cui Siau-hong cepat.

“Cu lote…”

“Oh tua, bukankah kakek keleningan emas pengejar sukma hanya seorang saja?”

“Benar!”

“Asalkan dia berani menampakkan diri maka akulah yang pertama-tama akan menghadapinya.” Berapa patah kata ini sungguh merupakan suatu suntikan semangat yang paling mujarab, kontan saja Thian Pak liat dan Tham Ki wan sekalian merasakan semangatnya berkobar kembali.

Mendadak Oh Hong cun tertawa terbahak-bahak: “Haaahhh…haaah..   haaah..   bagus   sekali   !”  serunya

kemudian, “kalian yang masih muda-muda saja tidak takut,

lohu yang sudah lanjut usia begini mengapa harus memikirkan soal mati hidup? Baik, akupun akan mendukung usahamu itu.”

Cu Siau-hong segera membeberkan suatu rencananya yang amat sempurna dan sekali lagi membagi tugas kepada semua orang yang ada.

Seng Tiong-gak, Su Eng dan Jit hou sekalian memikul tanggungjawab yang terberat.

Pek bi taysu dan dua belas lohan menerima pula tugas yang terhitung amat penting.

Tapi orang yang benar-benar akan menghadapi kakek keleningan emas pengejar sukma hanya Cu Siau-hong, Thian Pak liat, Si Eng, Ho Hou poo dan Tham Ki wan sekalian.

Seng Hong, Hoa Wan, Ong Peng dan Tan Heng sekalian bertugas memberi bantuan bilamana diperlukan.

Keseraman dan kengerian yang diciptakan akibat dari berbagai perubahan ini telah membuat para jago persilatan yang hadir diarena sama-sama memiliki suatu dorongan semangat yang berkobar, mereka pun sadar, hanya melakukan apa yang diperintahkan kepada merekalah jiwa mereka baru terhindar dari ancaman bahaya maut yang lebih besar. Diluar dugaan sama sekali, secara beruntun dua hari lewat dengan selamat, tiada suatu kejadian pun yang berlangsung selama ini.

Kakek keleningan emas pengejar sukma juga sama sekali tidak menampakkan diri.

Namun setiap orang dapat merasakan semacam daya tekan tak berwujud yang secara diam-diam bergolak, daya tekanan tak berwujud itu terasa semakin lama semakin bertambah berat menekan dada setiap orang.

Tengah hari ketigapun menjelang tiba.

Oh Hong cun memperhatikan sekejap lembah bukit diujung jalan sana, kemudian katanya:

“Setelah lewat dua hari kita akan tiba di tebing Yang jit gay tersebut..”

“Oh tua,” kata Thian Pak liat cepat, “sekalipun kita sudah sampai ditebing Yang jit gay, lantas bisa apa? Kalau toh mereka bisa membunuh orang ditengah jalan, mengapa tidak berani melakukan pembunuhan pula di puncak bukit Yang jit gay?”

“Tentu saja berbeda, ditempat itu berkumpul para jago dari seluruh kolong langit aku rasa belum tentu kakek keleningan emas pengejar sukma berani melakukan pembunuhan disitu.”

“Maksud Oh tua, bila mereka ingin menghadapi kita, maka mereka pasti akan turun tangan sebelum kita sampai di puncak Yang jit gay ?” tanya Si Eng.

Oh Hong cun manggut-manggut. “Yaa,,didalam hal ini lohu berani menjamin.”

“Kalau begitu hari ini adalah hari yang terpenting,” kata Thian Pak liat cepat. “Dan tempat ini adalah tempat yang paling bagus dan strategis,” sambung Tham Ki wan.

“Betul, itulah sebabnya kita harus segera berhenti,” ucap Cu Siau-hong pula.

Walaupun Oh Hong cun sudah mengerti akan maksud yang sebenarnya dari perkataan itu, tak urung toh dia bertanya lagi:

“Berhenti?, mengapa ?”

“Oh tua, coba kau periksa bentuk lembah dan bukit terjal tersebut, permukaan tebing di kedua sisi lembah tersebut makin lama makin menjulang tinggi ke angkasa, sementara selat yang terbentang di bagian tengahnya pun makin lama semakin bertambah sempit, asal kita sudah memasuki sejauh seratus kaki saja, bisa jadi kita akan segera terjebak dalam keadaan yang berbahaya sekali, musuh yang bersembunyi disekitar sana pasti akan turun tangan bersama-sama, akibatnya kita akan menderita korban dan kerugian yang besar sekali.”

“Tapi hanya ada satu jalan ini yang bisa kita lewati  untuk mencapai puncak tebing Yang jit gay tersebut,” seru Oh Hong cun cepat.

“Maksudku, kita harus berangkat sendiri dahulu, makin sedikit jumlahnya semakin baik, sehingga seandainya  terjadi suatu perubahan yang tak terduga, kita bisa menghadapinya secara baik.”

“Kalau begitu hentikan seluruh pasukan didepan mulut lembah, sedangkan kita beberapa orang masuk lebih dahulu untuk melihat keadaan,” sambung Thian Pak liat.

“Lohu sebagai pemimpin rombongan, tentu saja tidak boleh ketinggalan…,” kata Oh Hong cun cepat. Cu Siau-hong tersenyum. “Aku siap mengiringimu !”

Tham Ki wan dan Thian Pak liat sekalian serentak menyanggupi pula secara bersama-sama.

Keputusan yang terakhir adalah Oh Hong cun dengan membawa lima pemimpin dari pasukan ngo heng, berangkat lebih dahulu memasuki lembah tersebut untuk melakukan pemeriksaan.

Cu Siau-hong dan Thian Pak liat segera berangkat lebih dulu sebagai pembuka jalan.

Setelah memasuki lembah sejauh seratus kaki, dua sisi tebing yang menjulang tinggi keangkasa makin lama semakin terjal, lembah yang membentang ditengah pun kini luasnya Cuma dua tiga kaki.

Mendadak Cu Siau-hong menghentikan langkahnya dan berseru dengan suara lantang:

“Saudara sekalian, sekarang kalian boleh turun, kami sudah menemukan jejak kalian itulah sebabnya pasukan induk kami berhenti dimuka lembah sana.”

Ucapannya yang mantap dan tegas mencerminkan seakan-akan dia benar-benar mengetahui kalau pihak lawan berada disana.

Dengan suara lirih Oh Hong cun segera berbalik:

“Tham lote, coba kau perhatikan kedua sisi tebing tersebut, apakah ada akal untuk mengatasi keadaan?”

Sebelum Tham Ki wan sempat menjawab, dari sisi dinding tebing tersebut telah berkumandang suara tertawa dingin. Kemudian dari belakang batu besar lebih kurang berap puluh kaki dihadapan merfeka muncul seseorang.

Walaupun jarak diantara kedua belah pihak terpaut puluhan kaki tapi Cu Siau-hong dapat mengenalinya sebagai seorang kakek.

Seorang kakek yang mempunyai jenggot putih sepanjang dada.

Dengan suara rendah Cu Siau-hong segera berbisik: “Saudara Thian, sudahkah kau lihat orang itu?” Thian Pak liat menggeleng.

“Terlampau jauh, aku tak dapat melihat dengan terlalu jelas,” sahutnya kemudian.

“Dia adalah seorang kakek yang memelihara jenggot putih, aku tidak tahu apakah dia adalah si kakek keleningan emas pengejar sukma atau bukan…”

Tampak kakek berjenggot putih sepanjang dada itu mendadak melompat kedepan dan ternyata ia melompat turun keatas tanah dari ketinggian empat puluh lima kaki.

Sekalipun seorang memiliki ilmu meringankan tubuh yang amat sempurna, bila berani melompat turun dengan cara begini, niscaya dia akan terluka parah, tapi orang itu sama sekali tidak menderita luka apapun juga.

Sewaktu hampir mencapai permukaan tanah, mendadak sepasang telapak tangannya menekan kebawah, segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat segera menghantam permukaan tanah.

Tenaga pukulan itu sangat kuat sekali, orang lain hanya menyaksikan sepasang tangannya menekan pelan diatas tanah, tahu-tahu tubuhnya yang meluncur ke bawah seakan-akan  memperoleh  suatu  pengendalian  yang hebat, tubuhnya segera melejit dan tegak berdiri kembali diatas permukaan tanah.

Cukup ditinjau dari kemampuannya ini, mau tak mau semua orang merasakan juga hatinya bergetar keras.

Thian Pak liat, Si Eng, Ho Hou poo, Tham Ki wan maupun Oh Hong cun menyadari bahwa mereka tidak memiliki kemampuan seperti ini.

Namun Cu Siau-hong seolah-olah sama sekali tidak memikirkan hal tersebut didalam hati, ia segera menyongsong maju kemuka dan berkata sambil tertawa:

“Apakah saudara adalah kakek keleningan emas pengejar sukma?”

Orang itu mengenakan jubah panjang berwarna hitam, jenggotnya yang putih seperti salju terurai sepanjang dada, namun wajahnya merah segar seperti wajah kanak-kanak.

Kalau dilihat dari paras mukanya, dia semestinya baru berusia tiga puluh empat puluh tahunan, tapi kalau dilihat dari jenggotnya yang panjang dan memutih, paling tidak sudah mencapai tujuh delapan puluh tahunan.

Kalau dilihat dari ilmu meringankan tubuh dan jenggotnya yang panjang, semestinya ilmu silat yang dimiliki orang ini sudah mencapai puncak kesempurnaan yang luar biasa.

Baju hitam dengan jenggot berwarna putih dia Nampak sangat angker dan berwibawa.

Tampak orang itu mengelus jenggotnya yang panjang terurai sepanjang dada itu, lalu berkata dengan suara sedingin es: “Bocah cilik, sebutkan namamu, lohu ingin menilai bobotmu, apakah kau cukup berhak atau tidak untuk berbicara dengan lohu.”

Cu Siau-hong segera tertawa dingin.

“Heeeh… heeehh.. heehhh.. lebih baik kaupun menyebutkan lebih dahulu identitasmu, akupun ingin tahu apakah kau orang tua mempunyai nama besar yang pantas untuk disegani,”

“Heehmmm..sunnguh besar bacotmu !” dengus kakek berjenggot putih itu sambil tertawa seram.

“Apakah kau pun tidak merasa bahwa lagakmu sendiri pun cukup membuat orang merasa mual?”

-oo>d’w<oo-

Paras muka kakek berjenggot putih itu segera berubah hebat.

“Kakek keleningan emas pengejar sukma, apakah nama ini cukup bagiku untuk bersikap demikian kepadamu?”, serunya.

“Oohhh, rupanya benar-benar kau.”

“Ayo sebutkan sekarang siapa namamu?”, desak kakek berjenggot putih lagi dengan suara dingin.

“Cu Siau-hong, seorang anak muda dari angkatan muda yang tidak punya nama besar sekalipun, sudah kusebutkan juga belum tentu akan kau ketahui…”

Kakek keleningan emas pengejar sukma tertawa hambar. “Lohu mah sudah pernah mendengar akan namamu

itu.” “Ooh ..hal ini benar-benar diluar dugaan boanpwe.”

“Cu Siau-hong, lohu datang untuk minta orang kepadamu,” seru kakek keleningan emas pengejar sukma dingin.

“Aku toh berada disini !”

“Bukan kau yang kucari, lohu menghendaki orang lain, seorang dayang kecil.”

“Locianpwe, lebih baik bekuklah aku lebih dahulu sebelum mengerahkan sasaranmu kepada orang lain.”

Mendadak kakek keleningan emas pengejar sukma mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

“Haah,..haah…haahh..Cu Siau-hong, setiap orang yang pernah berjumpa dengan lohu pasti tak akan melepaskan kau dengan begitu saja.”

Cu Siau-hong tertawa dingin.

“Heehh.. heeh.. heehh.. setiap orang yang pernah berjumpa dengan kau pasti mati..?”

“Benar.”

“Aku telah berjumpa dengan dirimu, tapi sekarang bukankah aku masih tetap berada dalam keadaan hidup?”

“Sebentar lagi, kau akan segera menerima hakmu itu.” “Ooh kalau begitu akan kunantikan segala pemberianmu

tersebut, kalau kau merasa punya kemampuan, keluarkan saja semuanya tanpa harus sungkan-sungkan.”

Kakek keleningan emas pengejar sukma segera mengayunkan tangan kanannya, tapi mendadak ia berhenti lagi seraya berkata: “Cu Siau-hong, nama buas lohu sudah amat termashur dalam dunia persilatan, setiap orang yang bertemu denganku rata-rata merasa takut kepadaku.”

Cu Siau-hong segera tertawa.

“Apa sih yang menakutkan dengan dirimu,?” katanya.

Pertanyaan tersebut segera membuat kakek keleningan emas pengejar sukma menjadi tertegun.

“Apa kau bilang?”

“Aku bilang, kau adalah manusia, sedikitpun tidak menakutkan orang lain lain takut kepadamu karena merasa takut mati..”

“Jadi kau tidak takut mati?” tukas kakek keleningan emas pengejar sukma.

“Tidak, aku tidak takut, lagi pula kau toh belum tentu mampu untuk membinasakan aku.”

Kakek keleningan emas pengejar sukma segera tertawa dingin, katanya kemudian:

“Cu Siau-hong, sebenarnya lohu masih mempunyai beberapa patah kata yang hendak diberitahukan kepadamu, tapi oleh karena sikapmu begitu kurang ajar, maka lohu merasa tidak perlu untuk banyak berbicara lagi denganmu.”

Mendadak dia merangkap sepasang telapak tangannya, serentetan cahaya tajam segera meluncur kedepan dengan kecepatan luar biasa.

Dalam selisih jarak yang demikian dekatnya itu, entah siapa saja pasti akan merasa sulit untuk meloloskan diri dari ancaman tersebut.

Tapi Cu Siau-hong telah membuat persiapan. Disaat sepasang telapak tangan lawan mulai bergerak itulah, tubuhnya sudah melejit ketengah udara.

Serentetan cahaya tajam yang berkilauan itulah segera menyambar lewat persis melalui bawah kakinya.

Padahal Cu Siau-hong sama sekali tidak tahu kalau musuhnya hendak melancarkan serangan dengan menggunakan senjata rahasia, namun hatinya selalu waspada dan mempertinggi rasa was-wasnya, apalagi dia pun sudah menduga kalau kakek keleningan emas pengejar sukma ini pasti mempunyai berbagai teknik membunuh yang lihay dan luar biasa.

Itulah sebabnya baru saja pihak musuh menggerakkan tangannya, dia lantas melejit ke tengah udara untuk menghindar diri.

Setelah tertegun untuk beberapa saat lamanya, tiba-tiba kakek keleningan emas pengejar sukma mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

“Haah…haah..haaah..bagus sekali ! Cu Siau-hong, kau memang benar-benar memiliki suatu kepandaian yang sangat hebat.”

Tubuhnya melesat ketengah udara bagaikan sebatang pena yang dibidikkan lewat busur, dia langsung meluncur kedepan dan mengejar kearah Cu Siau-hong.

Belum lagi orangnya tiba, tangan kanannya sudah digetarkan keras, serentetan cahaya pelangi kembali meluncur kemuka dengan kecepatan bagaikan samparan petir.

Kakek keleningan emas pengejar sukma ini memang benar-benar merupakan seorang manusia yang luar biasa, pedangnya bergerak mengikuti gerakan tubuh, pedang lemasnya secepat sambaran petir sudah meluncur kemuka. Disaat Cu Siau-hong melejit ketengah udara tadi tangan kanannya sudah mengggenggam gagang pedangnya.

Maka dia segera meloloskan pedangnya sambil menyerang kearah bawah.

“Traaang !,” sepasang senjata segera saling membentur sehingga menimbulkan suara benturan yang nyaring.

Diantara dentingan nyaring itulah terlihat dua sosok bayangan manusia itu saling berjumpalitan sejauh tujuh depa kearah samping.

Lalu dari selisih jarak sejauh tujuh depa inilah, kedua belah pihak sama-sama saling menyerang sebanyak tujuh jurus serangan.

Ketujuh serangan tersebut semuanya dilancarkan dengan gerakan yang nyata dan kekuatan yang sesungguhnya.

Alhasil Cu Siau-hong tidak menderita kerugian apa-apa, namun diapun tidak berhasil meraih keuntungan apa-apa.

Sesudah melayang turun keatas tanah, Cu Siau-hong segera melintangkan pedangnya didepan dada sambil bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.

Tapi kakek keleningan emas pengejar sukma berdiri tanpa senjata lagi, pedangnya entah telah disimpan kemana.

Tergerak hati Cu Siau-hong setelah menyaksikan kejadian tersebut, serunya tanpa terasa.

“Pedang dibalik ujung baju, jarum raja langit?”

Kakek keleningan emas pengejar sukma segera manggut manggut.

“Tepat sekali, sungguh luas pengetahuanmu,” pujinya,”pedang lohu jarang yang dikenal orang, tak  nyana kau berhasil menebak secara jitu, kau orang pertama yang bisa menebak ilmuku ini secara jitu sekali.”

Sesungguhnya Cu Siau-hong pernah melihat benda semacam itu didalam catatan Bu beng kiam boh, oleh karena itu dia bisa menyebutkan nama senjata lawannya secara tepat.

Kembali Cu Siau-hong berkata:

“Jarum raja langit bisa membunuh orang disaat musuh tak siap, pedang dibalik ujung baju mempunyai tiga jurus serangan kilat pengejar nyawa perenggut sukma, bukankah demikian?”

Paras muka kakek keleningan emas pengejar sukma segera berubah sangat hebat.

“Kau…”

“Rupanya kau membunuh orang dengan mengandalkan jarum pedang tersebut…,” sela Cu Siau-hong lebih jauh.

Mendadak terdengar Thian Pak liat menimbrung. “Jarum raja langit menempati urutan ketiga didalam

urutan senjata rahasia, jarum itu disebut pula sebagai Bu im ciam (jarum tanpa bayangan), sungguh tak pernah kusangka kalau kakek keleningan emas pengejar sukma juga merupakan seorang ahli didalam mempergunakan senjata rahasia.”

Kakek keleningan emas pengejar sukma manggut manggut.

“Baik !. setiap orang yang hadir di arena hari ini, jangan harapkan ada yang bisa pergi meninggalkan tempat ini dalam keadaan hidup.” “Saudara, untuk melukai aku seorangpun kau belum tentu mampu, apa gunanya kau mesti sesumbar terlampau awal?”, sela Cu Siau-hong sambil mengejek dingin.

Pedangnya segera digetarkan, lalu secara tiba-tiba dia melancarkan tiga puluh dua jurus serangan pedang secara beruntun.

Ketiga puluh dua jurus serangan itu dilepaskan secara beruntun dan tanpa berhenti, kedahsyatan maupun kehebatannya sungguh mengerikan hati siapa saja.

Ternyata kakek keleningan emas pengejar sukma kena terdesak oleh rangkaian serangan itu mundur terus sejauh satu kaki lebih dari posisi semula,

Kini paras muka kakek keleningan emas pengejar sukma telah berubah menjadi hijau membesi, dia sedang berusaha keras untuk merebut posisi dan melancarkan serangan balasan.

Akan tetapi ketiga puluh dua jurus serangan berantai dari Cu Siau-hong itu telah menciptakan selapis cahaya pedang yang amat kuat dan tebal, sedikitpun tidak memberi setitik ruang kosong pun yang dapat dimanfaatkan olehnya untuk melepaskan serangan balasan.

Menanti Cu Siau-hong sudah selesai mempergunakan ketiga puluh dua jurus pedangnya, barulah kakek keleningan emas pengejar sukma mendapat kesempatan untuk berbuat demikian, tiba-tiba saja dia melancarkan serangan balasan.

Kali ini dia belum sampai mengeluarkan senjata andalannya, melainkan meneter dan menyerang dengan mempergunakan serangan tangan kosong. Namun Cu Siau-hong mengerti, rupanya si kakek keleningan emas pengejar sukma sedang menantikan kesempatan yang baik.

Kesempatan baik yang dirasakan cocok begitu muncul, sudah pasti dia akan melancarkan serangan dahsyat dengan pedang dalam ujung baju serta jarum raja langitnya secara berbarengan.

Semakin tidak gampang kakek keleningan emas pengejar sukma itu menggunakan pedangnya, semakin tinggi kewaspadaan Cu Siau-hong didalam menghadapinya.

Oleh karena itu Cu Siau-hong segera mengambil posisi bertahan, gerakan pedangnya diputar dan dimainkan secara ketat dan rapat sekali untuk melindungi seluruh badan.

Walaupun perubahan jurus pukulan dari kakek keleningan emas pengejar sukma terhitung banyak sekali, akan tetapi selama ini dia tak pernah berhasil untuk menyarangkan serangannya kebalik cahaya pedang lawan.

Seseorang, apabila bisa bertarung seimbang dengan kakek keleningan emas pengejar sukma tanpa berhasil menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah, boleh dibilang hal ini merupakan suatu peristiwa besar yang akan menghebohkan seluruh dunia persilatan.

Padahal disitu hadir banyak sekali jago-jago kelas satu dunia persilatan, setiap orang dapat melihat walaupun Cu Siau-hong memainkan jurus pedangnya dengan perubahan yang tak terduga, namun sama sekali tidak menyerang dengan sepenuh tenaga.

Sebaliknya si kakek keleningan emas pengejar sukma justru memutar sepasang telapak tangannya bagaikan roda, sekuat tenaga dia melancarkan desakan yang amat gencar. Tapi dia selalu gagal untuk melontarkan daya tekanan pukulannya itu kebalik cahaya pedang lawan yang sangat rapat itu.

Dalam waktu singkat, kedua belah pihak sudah saling bertarung puluhan gebrakan banyaknya, akan tetapi keadaan masih tetap seimbang, siapapun tidak berhasil meraih kemenangan apapun.

Menyaksikan sampai disitu, dengan suara lirih Oh Hong cun segera berbisik:

“Thian lote, bagaimana menurut pendapatmu tentang ilmu pedang yang dimiliki Cu Siau-hong ini?”

“Kelihayannya sama sekali diluar dugaan siapapun.” “Aaai..tampaknya   ombak   belakang   sungai  Tangkang

memang selalu mendorong ombak didepannya, orang baru

akan selalu menggantikan generasi yang lama, dengan kepandaian silat yang dimiliki Cu lote sekarang, sesungguhnya dia bisa membuat orang benar-benar kagum padanya.”

“Memalukan, sungguh memalukan sekali,” sambung Tham Ki wan pula, “padahal usia saudara Cu paling muda diantara kita, namun dalam kenyataan ilmu silatnya sepuluh kali lipat jauh lebih hebat daripada kita semua.”

Si Eng tertawa.

“Sepuluh kali lipat mah tidak sampai, hanya saja dia memang lebih tangguh daripada kita semua, terutama sekali dalam permainan pedangnya, aku melihat terdapat banyak sekali titik kelemahan.”

“Saudara Si, menurut kau, dimanakah terdapat banyak sekali titik kelemahan dalam permainan pedangnya itu?”, tanya Thian pak liat sambil tertawa. “Walaupun ilmu pedang yang dimiliki saudara Cu sangat lihay, tapi ada beberapa jurus diantaranya sudah jelas dapat memapas kutung sepasang tangan si kakek keleningan emas pengejar sukma, tapi kenyataannya dia sama sekali tidak melepaskan serangan mautnya.”

“Aku pikir, dibalik kesemuanya itu sudah pasti ada sebab-sebabnya..”

“Apabila sisa kekuatan yang ada diujung pedang sudah habis terpakai, maka kemungkinan besar akan mempengaruhi perubahan selanjutnya dari jurus-jurus pedangnya sehingga berakibat serangan tidak bisa menuruti kemauan perasaan lagi. Tapi menurut pendapatku, kemungkinan besar dia bisa berhasil dengan serangannya itu untuk memotong sepasang telapak tangan dari kakek keleningan emas pengejar sukma.”

Sementara itu Seng Hong, Hoa Wan, Tan Heng dan Ong Peng juga telah menyusul datang, mereka semakin mendekati arena pertarungan, melewati Tham Ki wan dan Ho Hou poo sekalian seakan-akan orang-orang tersebut ada maksud untuk terjun ke arena memberi bantuan. 

Thian Pak liat yang menyaksikan kejadian tersebut segera berteriak keras:

“Berhenti !”

Ong Peng sekalian segera berhenti. Sambil berpaling Seng Hong berseru:

“Thian yaa..”

“Aku tahu,” tukas Thian Pak liat dengan cepat, “kalian pasti menguatirkan keselamatan jiwa dari saudara Cu bukan? Namun lebih baik kalian jangan mengganggu dia. Kalian    tak    bakal    bisa    membantu    apa-apa, malahan sebaliknya bisa mengakibatkan pikirannya dan perhatiannya menjadi bercabang-cabang”

Ong Peng segera mengiakan dan mundur sejauh delapan depa lebih ke belakang.

Sementara itu pertarungan sengit yang berlangsung antara Cu Siau-hong dengan kakek keleningan emas pengejar sukma masih berlangsung dengan amat ramainya, kedua belah pihak sama-sama belum berhasil menentukan keunggulan untuk pihaknya.

Namun kalau dilihat dari sikap maupun mimik wajah kedua belah pihak, bisa diketahui kalau pertarungan yang sedang berlangsung itu sudah memasuki tahap yang sangat tegang.

Paras muka kakek keleningan emas pengejar sukma berubah menjadi berat sekali, sedangkan paras muka Cu Siau-hong berubah menjadi amat serius.

Mendadak terdengar Thian Pak liat berbisik lirih: “Saudara Si, sudah kau lihat ?”

“Melihat apa?”

“Selama ini kakek keleningan emas pengejar sukma tak pernah mempunyai kesempatan untuk mencabut keluar pedangnya.”

“Ya, hal ini memang merupakan kejadian yang amat sulit dimengerti, padahal dia melancarkan serangan dengan ngotot dan bertenaga sekali, tapi anehnya mengapa dia tak mau meloloskan pedangnya untuk meneter lawan?”

“Selama ini dia masih menunggu dan menunggu terus, menunggu sampai Cu Siau-hong membuat suatu kesalahan, nah pada saat itulah dia akan melancarkan sergapan mautnya untuk mencabut nyawa pemuda itu.” “Apakah selama ini Cu Siau-hong tak pernah membuat suatu kesalahan apapun?”, tanya Si Eng.

“Inilah merupakan sebab utama mengapa selama ini dia tak mau menggunakan pedang secara sembarangan.”

“Dan ini pula yang menjadi alasan mengapa Cu Siau hong selama ini tak berani menyerempet bahaya untuk mencari kemenangan.”

“Sesungguhnya pertarungan yang sedang berlangsung saat ini merupakan suatu pertarungan yang amat seru sekali, kedua belah pihak sama-sama merupakan jago lihay yang berilmu tinggi didalam dunia persilatan, dalam pertarungan adu jiwa ini, tak bisa dihindari lagi adu kecerdasan pun perlu dilakukan.”

“Padahal bila kita mau mengamati jalannya pertarungan dari sisi arena, mungkin kitapun akan memperoleh suatu hasil yang besar sekali.”

Mendadak dari tengah arena berkumandang suara pekikan nyaring yang memekikkan telinga.

Jenggot panjang yang terurai sepanjang dada dari kakek keleningan emas pengejar sukma itu tahu-tahu beterbangan dengan kencangnya semuanya meluncur bagaikan sebuah duri yang keras.

Serentetan cahaya putih tiba-tiba saja ikut meluncur keluar dari balik ujung baju dari kakek keleningan emas pengejar sukma tersebut.

Cahaya putih itu meluncur sambil menggulung kedepan, seketika itu juga seluruh tubuh Cu Siau-hong digulung dibalik cahaya putih yang tajam tersebut.

Tiada orang yang melihat jelas jalannya pertarungan di antara kedua belah pihak. Sebab kedua-duanya sama-sama melancarkan gerakan mereka dengan kecepatan yang luar biasa, kecepatan sama sekali tak bisa diikuti dengan pandangan mata.

Sewaktu mereka berhasil melihat jelas keadaan yang sebenarnya ditengah arena, pertarungan tersebut telah berakhir.

Tampak Cu Siau-hong berdiri sambil menggenggam pedangya erat-erat, paras mukanya pucat pias, sementara didepan dadanya telah bertambah dengan dua buah mulut luka, darah segar masih mengucur keluar dengan amat derasnya.

Sedangkan si kakek keleningan emas pengejar sukma sudah membalikkan badan dan berlalu dari situ.

Dia pergi dengan langkah yang amat tergesa-gesa, gerakan tubuhnya cepat sekali bagaikan sambaran petir, didalam beberapa kali kelebatan saja bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.

Hoa Wan dan Seng Hong segera maju kedepan untuk membimbing tubuh Cu Siau-hong.

Sementara itu Cu Siau-hong sudah melepaskan pedangnya dan pelan-pelan duduk ke atas tanah.

Seng Hong segera berbisik:

“Majikan, kau..”

Cu Siau-hong menggelengkan kepalanya berulang kali tanpa menjawab sepatah katapun, dia hanya pelan-pelan duduk keatas tanah kemudian bersila dan mengatur pernapasan.

Thian Pak liat datang mendekat, kemudian serunya: “Lebih baik jangan mengganggu dia, biarlah dia duduk sambil mengatur pernapasan, sekarang dia memerlukan waktu untuk beristirahat..”

Seng Hong, Hoa Wan, Ong Peng dan Tan Heng tidak banyak berbicara, serentak mereka mundur kebelakang.

Tapi merekapun tidak mundur terlampau jauh, melainkan menyebarkan diri diempat penjuru untuk melindungi keselamatan dari Cu Siau-hong.

Dari penampilan wajah mereka, terlihat jelas betapa kuat dan setianya mereka terhadap si anak muda tersebut.

Sambil manggut-manggut Oh Hong cun lantas berkata: “Bagus ! Bagus sekali !, sejak terjun ke dalam dunia

persilatan, mungkin baru pertama kali ini si kakek keleningan emas pengejar sukma tidak berhasil membunuh orang yang pernah berjumpa dengan raut wajah aslinya, juga untuk pertama kalinya dia dipukul sampai melarikan diri terbirit-birit.”

“Heran,” kata Ho Hou poo kemudian, “aku dengar keleningan emasnya merupakan senjata yang sangat ganas, buas dan tangguh, mengapa selama pertarungan berlangsung dia sama sekali tidak pernah mempergunakannya?”

“Seandainya dia masih berkemampuan untuk mengeluarkan ilmu sakti keleningan emasnya, aku percaya tak akan melarikan diri, sudah pasti dia akan berusaha membunuh Cu Siau-hong dahulu, kemudian membunuh kita semua,” kata Thian Pak liat cepat.

“Maksud saudara Thian?” “Dia sudah terluka parah !” Ho Hou poo segera berpaling, dia melihat paras muka Cu Siau-hong masih nampak amat serius, dua buah mulut luka membekas diatas dadanya, sementara darah kental masih nampak mengucur keluar dengan amat derasnya.

Sesudah menghembuskan napas panjang, Ho Hou poo segera berbisik:

“Saudara Thian, luka yang dideritanya sangat parah, kemungkinan besar mulut lukanya itu selain besar juga amat dalam.”

“Ya, dia memang terluka parah, namun tidak sampai membahayakan keselamatan jiwanya.”

“Aku lihat keadaan luka yang diderita oleh Cu Siau-hong itu harus kita sembuhkan secepatnya.”

“Oooh…”

Dia sudah berbicara setengah harian, namun semua orang masih belum memahami maksud tujuan yang sebenarnya.

Dengan kening berkerut, Thian Pak liat segera berkata: “Saudara Ho, sudah setengah harian lamanya kau

berbicara, tapi aku masih belum memahami maksud hatimu itu.”

Ho Hou poo segera tertawa.

“Sesungguhnya hal ini gampang untuk mengerti, dalam sakuku terdapat semacam obat yang merupakan obat mujarab untuk menyembuhkan pelbagai luka bekas tusukan atau bacokan, seandainya luka yang dideritanya tidak terlampau parah, tentu saja tidak perlu mempergunakan obatku ini, sebab terlampau sayang, oleh sebab itu aku ingin mengetahui dengan jelas lebih dahulu bagaimanakah keadaan luka dari saudara Cu sekarang..” “oohhh..rupanya begitu.”

“Saudara Ho,” Si Eng segera menyela, “seandainya kau benar-benar mempunyai sesuatu obat yang amat mujarab, sudah sepantasnya bila kau keluarkan sedari tadi, tak usah mencla mencle macam begitu.”

Thian Pak liat tertawa, katanya pula:

“Aku pikir obat mestika yang dimiliki saudara Ho itu sudah pasti tak ternilai harganya, oleh karena itu merasa sayang untuk mengeluarkannya..”

“Saudara Ho, bila kau tak mau mengeluarkannya secara sembarangan, dapatkah kau terangkan obat mestika apakah itu?”, seru Si Eng pula.

“boleh saja, apakah kalian berdua mengetahui tentang po mia san..?”

Paras muka Thian pak liat segera berubah hebat setelah mendengar perkataan itu, serunya tanpa terasa.

“Po mia san? Kau mempunyai bubuk pelindung nyawa?”

“Benar ! Aku mempunyai po mia san, bahkan hanya satu bungkus, satu bungkus po mia san ini sudah puluhan tahun lamanya berada dalam sakuku, selama ini aku tak pernah mempergunakannya.”

“Konon po mia san dibuat dari hati gajah empedu ular, hati badak dan ditambah dengan ramuan obat lainnya sebelum menjadi obat mestika tersebut, entah perkataan ini benar tidak?”

“Empedu gajah, hati badak merupakan bahan-bahan obat yang sukar diperoleh tapi kalau empedu ular memang merupakan bahan yang paling mudah diperoleh dan lagi kecuali ketiga macam bahan utama tersebut harus disertai juga dengan dua belas macam ramuan obat lainnya.” “Kini, orang yang bisa membuat obat tersebut sudah mati, konon dia meninggalkan dua belas bungkus obat tersebut, dalam saku siaute terdapat sebungkus, berarti dalam dunia persilatan beredar sebelas bungkus lainnya, hanya tak seorang manusia pun yang tahu obat-obatan itu sudah terjatuh ketangan siapa.”

Pada saat itulah mendadak Cu Siau-hong membuka matanya lalu berkata:

“Saudara Ho, bila obat tersebut mahal harganya, lebih baik jangan dipergunakan secara sembarangan, apalagi luka yang siaute derita sekarang tidak terlampau parah.”

Seraya berkata, pelan-pelan dia bangkit berdiri.

“aahhh, benar, seandainya luka yang tidak terlampau parah, memang kelewat sayang untuk mempergunakannya.”

Mendadak dia menutup mulutnya rapat-rapat sebelum ucapan tersebut selesai diucapkan.

Bukan Cuma Ho Hou poo saja yang menemukan hal itu bahkan Thian Pak liat serta Si Eng pun segera mengetahui kalau gelagat tidak beres.

Ternyata dari kedua mulut luka didada Cu Siau-hong tersebut mereka saksikan darah berwarna merah tua meleleh keluar.

Bukan begitu saja, bahkan paras muka Cu Siau-hong yang semula pucat pun kini sudah dilapisi oleh hawa hitam.

Inilah gejala dari keracunan hebat.

“Aduh celaka !” Oh Hong cun segera berseru tertahan, “rupanya si kakek keleningan emas pengejar sukma adalah seorang jago yang mempergunakan racun.” “Darimana Oh tua bisa tahu?,” tanya Thian Pak liat cepat.

“Sudah banyak tahun dia tak pernah melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, terhadap persoalan tua Bangka itu pun sudah banyak yang kulupakan, dalam kenyataan setiap orang yang terluka ditangannya, jenasah yang ditemukan selalu berada dalam keadaan rusak dan busuk, bahkan seringkali sudah berubah menjadi segumpal darah.”

Dengan langkah lebar dia berjalan menghampiri Cu Siau-hong, mencengkeram baju pemuda itu dan serunya:

“Lote, jangan kelewat keras kepala, biar kuperiksa dahulu keadaan dari lukamu itu.”

Dengan cepat dia merobek pakaian yang dikenakan Cu Siau-hong tersebut.

Tampaklah dua buah mulut luka memanjang diatas dada Cu Siau-hong, mulut lukanya tidak terlampau lebar, hanya empat lima hun, akan tetapi dalamnya mencapai setengah inchi lebih.

Tiada seorang manusia pun yang sempat melihat senjata tajam apakah yang telah dipergunakan untuk melukai pemuda itu.

Kini kedua mulut luka mana telah berubah menjadi semu hitam.

Darah masih mengalir keluar, hanya saja darah yang meleleh keluar itupun sudah berubah menjadi hitam pekat.

Oh Hong cun menghembuskan napas panjang, kemudian menegur.

“Lote, dengan cara apakah dia telah melukaimu?” Cu Siau-hong tertawa getir. “Aku telah melepaskan sebuah tusukan ke tubuhnya dan menghadiahkan sebuah pukulan ke dadanya, akan tetapi dadaku kena dihajar pula oleh sambaran ujung jarinya.”

“Tapi jelas yang tertera diatas dadamu bukan bekas jari, melainkan semacam senjata tajam.”

“Seharusnya jari tangannya memang tak mungkin bisa mengenai diriku tapi secara tiba-tiba jari tangannya itu dapat memanjang lima inci dari keadaan semula.”

“Kalau begitu yang digunakan semacam panah jari tangan, dia selalu mengenakan panah itu dalam kukunya dan sukar untuk ditemukan bila tidak diperhatikan dengan seksama, sungguh tak kusangka si kakek keleningan emas pengejar sukma yang begitun termashur namanya juga akan mempergunakan panah kuku untuk melukai orang.”
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar