Pena Wasiat (Juen Jui Pi) Jilid 43

Cahaya api, gulungan ombak di samudra membentuk segulung asap tebal berwarna hitam yang membumbung hingga mencapai dua kaki lebih.

Empat buah sampan kecil itu segera hancur berantakan tak ada wujudnya lagi, orang yang berhasil menubrukkan sampannya adalah Hee Hay dan Lau Hong.

Sekarang, tinggal sampan yang diayun oleh Toan San mengejar dua buah sampan lawan.

Tampak sampan itu berputar putar menentang ombak dengan suatu gerakan-gerakan yang lincah dan cekatan, Toan San menutup kedua jalan lewat dari kedua buah sampan tersebut.

Setelah saling berkelit kian kemari, mendadak salah satu diantara ke dua buah sampan kecil itu berputar balik dan malah siap menerjang sampan dari Toan San.

Dalam situasi seperti ini, mau tak mau Toan San harus menghindarkan diri.

Oleh sebab itu, mau tak mau Toan San harus mendayung sampannya untuk menyingkir jauh-jauh dari situ. Dengan terjadinya peristiwa ini, maka hal mana segera memberi kesempatan kepada sampan kedua untuk memanfaatkan peluang itu.

Secepat sambaran kilat sampan itu mendayung kemuka dan langsung menerjang keperahu besar.

Waktu itu sampan kecil yang ditumpangi Toan San telah berada tiga kaki dari tempat semula, sekalipun dia ingin mengorbankan jiwanya untuk menghadang sampan itu juga tak sempat lagi.

Dalam pada itu sampan kecil mana sudah berada tiga empat kaki dari sasarannya sementara gerakan sampan itu makin lama semakin cepat.

Empat orang kelasi yang berada diatas perahu besar sekuat tenaga menggoyangkan perahu mereka untuk menghindarkannya ke samping.

Tapi pertama karena tali jangkar terlalu pendek sehingga pergeserannya tidak banyak, kedua pihak lawan datang amat cepat maka tak sempat mereka menggeser perahu itu.

Tapi goncangan perahu yang menyebabkan terjadinya ombak   justru   membuat   sampan   kecil   yang sebenarnya menerjang ke tubuh perahu, kini miring ke belakang dan mengancam buritan.

Tampaknya sampan kecil itu segera akan berhasil menerjang buritan perahu besar itu, mendadak dari balik permukaan air melompat keluar sesosok bayangan manusia yang langsung menerjang ke ujung sampan itu.

Dia adalah Hee Hay.

Jelas dia hendak mengorbankan jiwanya untuk tenggelam bersama sampan kecil itu. Kegagahan orang ini benar-benar mengagumkan sekali.

Dengan suara keras Cu Siau-hong segera berteriak. "Jangan bertindak gegabah, biarkan saja ditubruk, toh

yang bakal hancur hanya buritannya saja". Padahal teriakannya itu sudah terlambat.

Sewaktu Hee Hay menerjang sampan kecil itu, tindakan mana telah terlambat selangkah, ia tidak berhasil menerjang ujung perahu sebaliknya malah menghantam tubuh sampan tadi.

Dengan diterjangnya tubuh sampan itu, otomatis gerakan sampan itu turut menjadi oleng, akibatnya sampan tadi menyambara lewat hanya berapa inci disisi buritan perahu besar.

Pelbagai peristiwa tragis telah terjadi, barang siapa terkena tubrukan sampan itu maka selain sampan korban akan hancur berantakan, orang yang mendayung sampan itupun ikut meledak dan hancur berantakan.

Keadaan waktu itu benar-benar amat kritits dan berbahaya sekali, selisih beberapa inci saja bisa berakibat fatal. Namun pendayung tersebut tidak berdiam diri belaka, tiba-tiba dayungnya dihantamkan kedepan dan menghajar bahu kiri Hee Hay secara telak, Dayung itu segera patah menjadi dua bagian, sedangkan Hee Hay yang kena terhajar segera tenggelam kedasar sungai.

Pada saat itulah Ong Peng, Tan Heng segera mengayunkan tangannya, empat titik cahaya tajam dengan cepat meluncur ke muka membelah ke angkasa.

Cara melancarkan serangan waktu kecepatan dan sasaran semuanya digunakan dengan tepat ditambah pula lelaki pendayung itu sedang memusatkan perhatiannya pada sampan bagaimana mungkin ia dapat menghindarkan diri dari serangan senjata rahasia itu.

Dimana senjata rahasia itu menyambar lewat, dengan telak menghajar bagian mematikan dari lelaki pendayung perahu itu.

Dua batang panah tanpa bulu menghajar ulu hatinya dengan telak.

Sementara dua batang teratai baja menghajar pula nona berbaju hijau itu secara telak.

Begitu sampan tadi kehilangan kendali, dengan cepat terseret oleh arus sungai dan terbawa ke tempat kejauhan.

Pada saat Ong Peng dan Tan Heng melepaskan senjata rahasia tadi, Seng Hong dan Hoa Wan telah menceburkan diri ke dalam air.

Beberapa kejadian itu hampir semuanya berlangsung pada saat yang bersamaan. Dibimbing oleh Seng Hong dan Hoa Wan, Hee Hay dinaikkan ke atas perahu besar. Untung saja tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna, walaupun serangan dayung itu dukup keras, namun tidak sampai menghajarnya hingga pingsan.

Toan San, Lau Hong dan Ma Hui segera berlompatan naik ke atas sampan kecil.

Dalam pertarungan ini mereka berhasil merebut kemenangan total, dari sepuluh buah sampan lawan, sembilan diantaranya telah hancur, sedang sisa satu telah kabur menyelamatkan diri.

Diatas perahu, Cu Siau-hong memandang sekejap ke wajah Hee Hay, kemudian pelan-pelan bertanya.

"Bagaimana dengan keadaan lukamu?"

'Oooh, tidak apa-apa, lukanya tidak terlampau parah, hamba masih sanggup untuk mempertahankan diri"

Toan San segera mencengkeram luka diatas bahu Hee Hay tersebut, dengan kening berkerut hampir saja Hee Hay menjerit perlahan...

Namun dia masih tetap menggigit bibir menahan diri..

Toan San menghembuskan napas pelan, kemudian ujarnya:

"Loji, lukamu tidak enteng, tulang bahumu telah hancur" 'Waktu itu siaute kuatir dia menghajar tulang igaku,

maka kusambut serangannya dengan bahu kanan" 'Apakah tulang bahumu telah patah?"

Hee Hay tertawa getir.

"Sekalipun tulang bahuku hancur juga tak mengapa" 'Hee Hay, kau harus baik-baik beristirahat" kata Cu Siau-

hong tiba-tiba. Ui It hou yang berada disampingnya segera mengeluarkan sebuah botol porselen, membuka penutupnya dan mengeluarkan sebutir pil setelah itu sambil diansurkan ke depan katanya:

"Saudara Hee, pil ini baik untuk menyembuhkan luka, telanlah lebih dahulu" Hee Hay menerima pil tersebut dan segera ditelan.

"Toan San" kata Cu Siau-hong kemudian, "bimbinglah dia kedalam ruangan untuk beristirahat, coba periksalah sekali lagi bagaimana dengan keadaan lukanya"

"Tak usah kuatir majikan, keselamatan hamba tidak terancam..." kata Hee Hay sambil tersenyum.

"Apa yang terjadi barusan, hanyalah suatu bentrokan pertama dengan musuh tangguh, untuk selanjutnya masih banyak hadangan yang bakal kita jumpai, oleh sebab itu kau harus segera menyembuhkan lukamu itu"

"Hamba mengerti!' kata Hee Hay sambil membungkukkan badan.

Cu Siau-hong menitahkan untuk menjalankan perahu, dengan cepat perahu itu berangkat. Berapa puluh li kemudian perahu itu menepi di muara pantai sungai yang sepi dan terpencil.

Cu Siau-hong segera mengumpulkan kedelapan orang kelasinya, setelah meninggalkan sesuatu pesan agar mereka berhati-hati dengan membawa tujuh harimau dan empat orang gagah mereka naik ke darat dan kembali ke kota Siang yang.

Kali ini gerak gerik mereka dilakukan amat rahasia, bukan saja telah merubah wajah masing-masing dan lagi bergerak dalam beberapa rombongan dengan tingkat sosial yang berbeda-beda. Ketika bahu yang diderita Hee Hay diperiksa diketahii kalau luka tersebut tidak terlampau parah, hanya sebuah tulang bahunya yang menderita luka.

Dengan dasar tenaga dalam yang sempurna, setelah tulang yang patah disambung rasa sakitpun berkurang.

Ong Peng berhasil mendapatkan sebuah kereta kuda dengan demikian Hee Haypun bisa melanjutkan perjalanan dengan menumpang kereta.

Kini Hee Hay berdandan sebagai seorang saudagar kaya yang sedang sakit dan ingin pulang desa, sementara Lik Hoo dan Ui Bwee menyamar sebagai pelayannya.

Ang Bo tan melakukan perjalanan bersama Ong Peng dan Tan Heng, mereka menyamar sebagai dua orang lelaki dusun menghantar seorang dusun masuk kota.

Jit hou dan su eng muncul dengan dandanan yang berbeda-beda dengan mempergunakan kereta itu sebagai pusat pengintaian, mereka saling mempertahankan suatu selisih jarak tertentu agar bisa saling membantu bilamana diperlukan.

Cu Siau-hong dengan mengajak Seng Hong dan Hoa wan berjalan paling dulu dengan langkah cepat.

Walaupun mereka bertiga melakukan perjalanan bersama, bukan berarti berkumpul menjadi satu, diantara ke tiga orang inipun terdapat suatu selisih jarak tertentu.

Kini Cu Siau-hong telah berganti dandanan dengan ilmu menyaru muka yang sangat lihay dari Ong Peng, dia telah merubah Cu Siau-hong menjadi seorang lelaki setengah umur yang menunggang keledai, jenggot panjangnya berwarna putih, dandanan muka memberikan gambaran kepada pemuda itu sebagai seorang hartawan desa yang kaya. Seng Hong dan Hoa wan berdandan sebagai bocah dusun, lagipula sebentar mereka berjalan di depan sebentar di belakang, kedua orang itu kerapkali berganti dandanan mereka.

Sekalipun pihak lawan amat licik, tak nanti mereka bisa menyangka kalau Cu Siau-hong bakal memecahkan rombongannya menjadi kelompok-kelompok kecil yang melakukan perjalan sendiri.

Sebab mereka tahu cara ini merupakan suatu cara yang sangat berbahaya sekali.

Apalagi bila dihadang atau diserang orang secara besar besaran, kekuatan yang bersatu padu tentu saja jauh lebih besar daripada kekuatan yang terpecah belah.

Vetul melakukan perjalanan semacam ini tak akan berselisih terlalu jauh tapi berjalan dengan jalan berpencar mempunyai bahaya yang jauh lebi besar.

Sekarang Cu Siau-hong sudah merasa kalau kelompok yang dihadapinya sekarang bukan cuma ganas dan kejam, lagipula amat licin, yang lebih menakutkan lagi, adalah pentolan mereka yang selalu menyembunyikan diri di belakang layar, walaupun orang itu muncul secara terang terangan, belum tentu orang akan mengetahui jika orang tersebut ada sangkut pautnya dengan peristiwa ini.

Orang yang paling dekat hubungannya dengan pentolan organisasi itu tampaknya adalah Keng Ji kongcu, tapi Keng Ji kongcu telah mati, dia mati dengan menutup mulutnya rapat-rapat, tiada setitik rahasia organisasipun yang dibocorkan olehnya.

Orang kedua adalah adik seperguruan dari Keng-ji kongcu,   sepintas   lalu   ia   seperti   sudah   berbicara amat banyak, tapi bila dipikirkan kembali, diapun tidak membocorkan rahasia apapun.

Tapi Cu Siau-hong berhasil menemukan sebuah rahasia yakni gerak-gerik mereka selama ini terus menerus berada dibawah pengawasan lawan, maka dia berusaha mencari sebuah akal agar pihak lawan kehilangan jejak mereka dan tak bisa mengawasi gerak geriknya lagi.

Satu-satunya cara untuk menghilangkan jejak sendiri adalah menyembunyikan diri dengan sebaik-baiknya.

Dia harus menggunakan rahasia untuk menghadapi rahasia, sebab cara semacam ini adakalanya bisa mendatangkan suatu hasil yang luar biasa.

Tapi kalau menyuruh ketua Kay-pang atau Pay-kau yang melakukan perbuatan semacam ini, maka jelas hal ini tak mungkin bisa mereka laksanakan.

Setelah melalui pelbagai perobahan yang dahsyat dan menegangkan urat syaraf, Cu Siau-hong dapat menarik kesimpulan kalau anak buahnya sanggup untuk melaksanakan tugas berat ini.

Dia bertekad untuk menyerempet bahaya dengan harapan bisa menemukan sesuatu titik terang.

Tempat dimana mereka mendarat berada enam tujuh puluh li dari kota Siang yang, jarak tersebut tak bisa  diangap jauh, tapi tidak bisa dibilang dekat pula.

Cu Siau-hong duduk diatas keledainya dengan mata terpejam dan seolah-olah terkantuk-kantuk, padahal dalam kenyataan dia selalu mengawasi sekeliling tempat itu dengan seksama. Dia berharap bisa menemukan orang-orang yang mencurigakan atau benda yang mencurigakan, tapi dia selalu merasa kecawa.

Hingga hampir tiba di kota Siang yang, dia belum berhasil juga menemukan manusia yang patut dicurigai.

Menanti hari hampir gelap, Cu Siau-hong sekalipun sudah tiba di sebuah kota kecil, tempat itu berada sepuluh li diluar kota Siang yang.

Walaupun kota tersebut tidak terlalu besar, paling banter cuma terdiri dari dua ratus keluarga, namun disitu terdapat empat buah rumah penginapan yang besar.

Empat buah rumah penginapan yang cukup bersih dan besar menurut ukuran kotanya.

Setelah memasuki kota, Cu Siau-hong segera turun dari keledainya dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.

Jarak antara jalan raya utara sampai pintu gerbang selatan paling banter hanya dua puluhan kaki.

Cu Siau-hong tidak berhasil menemukan rumah makan yang lumayan, bahkan berhasil pula menemukan sebuah toko kelongtong yang cukup lumayan...

'Namun ke empat buah rumah penginapan itu sangat megah, mewah dan mentereng, di depan pintu tergantung lampu-lampu lentera, dalam ruangan dan dipasang banyak lampu, suasana terang benderang bagaikan siang hari saja.

Semestinya tempat itu tak mungkin bisa terdapat banyak tamu yang beristirahat. Tapi kenyataan justru tidak demikian. Tamu yang berada disitu banyak sekali, bahkan kebanyakan sedang minum arak sambil bertaruh, suasana ramai sekali.

Cu Siau-hong memperhatikan suasana di situ dengan seksama, suasana seperti ini bukan suasana pesta perkawinan.

Sekalipun dianggap suatu pesta perkawinan tak mungkin empat tempat sama-sama ada pesta perkawinan.

Kota tersebut adalah sebuah kota kecil yang tenang diluar kota besar, kalau dilihat sawah yang terbentang diseputar kota seharusnya pekerjaan penduduk disitu sebagian besar adalah petani,

Apa yang terjadi dalam keempat buah rumah penginapan sekarang, terasa begitu aneh dan tak sesuai dengan keadaan pada umumnya.

Dalam hati kecilnya Cu Siau-hong merasa sangat keheranan.

Tiba-tiba suatu ingatan melintas di dalam benaknya, andaikata mereka tinggal di tempat ini, sekalipun seluruh kota Siang-yang dibongkar, tak bakal tempat persembunyian mereka akan ditemukan, tak akan ditemukan seorang manusia yang mencurigakan pun.

Tiba-tiba saja dia merasa kalau tempat ini kelewat banyak hal-hal yang mencurigakan.

Cu Siau-hong segera berhenti, lalu sambil menuntun keledainya berjalan kearah rumah penginapan itu.

Seorang lelaki yang berdandan sebagai pelayan segera maju kemuka dengan langkah cepat dan menghalangi jalan pergi Cu Siau-hong, tegurnya dengan lantang.

"Hei, tua bangka, mau ke mana kau?" Sekarang Cu Siau-hong menyamar sabagai seorang kakek yang agak bungkuk, maka dengan suara yang parau dan tua ia menjawab:

Lohan hendak mencari tempat penginapan!"

"Kakek kecil, penginapan kami sudah penuh sesak, aku lihat lebih baik kau pindah ke tempat lain saja" seru pelayan itu sambil menggelengkan kepalanya berulang kali ...

"Kenapa? Kalian tidak senang menerima tamu". "Bukannya tak senang, tapi sesungguhnya penginapan

kami sudah penuh, lebih baik carilah kerumah penginapan lain."

Dengan cepat Cu Siau-hong menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya kemudian:

"Berapa buah rumah penginapan di kota ini sudah kujelajahi, padahal kotanya kecil!, heran, masa semuanya bisa penuh? Masa hari ini sudah kedatangan banyak  orang?"

"Kakek kecil, salah besar kalau kau bicara demikian, kami sebagai pengusaha rumah penginapan tentu saja makin senang kalau tamunya makin banyak, kalau semua orang berpendapat seperti kau, apa gunanya kami membuak rumah penginapan?"

"Baiklah, bila disini tidak menerima tamu, tempat lain tentu ada yang mau menerima"

"Siau lo tau-cu, padahal kau seharusnya tahu, dari sini sampai di kota Siang yang sudah tak terlampau jauh lagi", kata pelayan itu sambil tertawa. "bila menempuh perjalanan dengan keledai, paling banter satu jam kemudian sudah sampai, tempat itu lebih besar dan rumah penginapan ada dimana-mana,  asal  kau  punya  uang,  rumah   penginapan macam apa saja tersedia, malah jauh lebih baik daripada disini."

Cu Siau-hong ada maksud untuk mengajaknya berbicang-bincang lebih lama maka kembali ujarnya:

"Waaah... kalau menginap di kota, biayanya tentu lebih besar, kalau dihitung-hitung jauh lebih murahan berdiam di rumah penginapan di kota kecil."

"Harga murah tak bakal mendapat barang bagus dari Lom keng sampai ke Peking, yang dibeli tidak sebagus yang dijual, bila kau enggan mengeluarkan biaya banyak, jangan harap kau bisa memperoleh barang berkwalitet baik".

"Hidup loji amat sederhana, selama hidup sudah terbiasa hidup menghemat, dengan susah payah kutabung beberapa tahil perak, masa aku mesti menggunakannya dengan royal?'.

"Siau Lotaucu, kau toh sudah tua, kalau uang cuma disimpan melulu, memangnya hendak kau bawa masuk kubur?"

Sementara Cu Siau-hong mengajak pelayan itu berbincang-bincang, sepasang matanya memperhatikan sekeliling tempat itu dengan seksama.

Ternyata dalam rumah penginapan itu dibuka juga warung makan, saat itu tampak banyak orang sedang minum arak sambil bertaruh...

Setelah, memperhatikan sekejap tamu-tamu disana, pelan-pelan Cu Siau-hong bertanya lagi: "Darimana datangnya orang-orang itu?"

Kontan pelayan itu mendelik besar.

"Siau Locu, apahah kau tidak merasa urusan yang kau campuri sudah kelewat banyak?" "Benar! Benar! Benar ....memang aku si orang tua banyak mulut"

Memutar badan dia segera beranjak pergi dari situ.

Seng Hong dan Hoa Wan telah menunggu kedatangannya dibalik tempat kegelapan.

Cu Siau-hong langsung keluar lewat pintu selatan, sedang Seng Hong sekalian mengikuti dibelakangnya, mereka tetap mempertahankan suatu jarak tertentu.

Cu Siau-hong masuk ke dalam sebuah hutan lebat dan berkumpul dengan Su eng dan Jit Hou, kemudian ia baru berkata:

'Barusan aku telah menemukan suatu perisriwa, orang orang yang berada dalam rumah penginapan itu mencurigakan sekali?”

"Bagaimana sih keadaan yang sebenarnya?' tanya Ong Peng.

"Kujumpai kemungkinan besar mereka adalah orang orang dari organisasi rahasia yang sedang kita cari-cari"

"Bagus sekali... bukankah hal ini berarti jejak mereka berhasil ditemukan tanpa bersusah payah"

"Sampai kini masih belum berhasil ditemukan tanda tanda buktinya, tentu saja terlampau awal untuk memutuskan bahwa mereka adalah orang-orang dari organisasi rahasia tersebut..

'Perkataan kongcu memang benar, seandainya mereka berdiam ditempat seperti ini, kendatipun kita mengobrak abrik seluruh kota Siang yang, rasanya belum tentu bisa menemukan jejak mereka"

"Hari ini kita berhasil menemukannya tanpa sengaja, ini berarti suatu peluang yang sangat baik bagi kita. Sekarang harus dicarikan sebuah akal untuk membuktikan persolan ini"

"Kongcu, bagaimana kalau tugas mencari tahu asal usul mereka ini diserahkan kepada kami tiga bersaudara saja?" tanya Lik Hoo tiba-tiba.

"Serahkan kepada kalian?" Lik Hoo manggut-manggut.

"Benar! Barusan, kamipun lewati tempat itu, kami saksikan pula sekelompok manusia-manusia tersebut..."

"Apakah kalian berhasil menyaksikan sesuatu?" tanya Cu Siau-hong sambil tertawa.

"Yaa, telah kami saksikan, kebanyakan orang-orang itu adalah manusia persilatan biasa'

'Sebagian? Lantas manusia macam apakah sebagian yang lain?"

Di dalam masalah ini, pengalaman Cu Siau-hong masih kalah jauh bila dibandingkan dengan pengalaman dari Lik Hoo tiga bersaudara.

Lik Hoo termenung sejenak, kemudian katanya: "Kongcu, kami tak berani tinggal kelewat lama di sana

karena itu kami pun tak sempat melihat hingga jelas, 'tapi

pemandangan disana telah meninggalkan semacam kesan dalam benak kami, agaknya orang-orang itu tidak mirip orang yang seringkali melakukan perjalanan dalam dunia persilatan.

“Oooh.... apakah disebabkan kalian cukup lama bergaul dalam organisasi tersebut, maka lebih banyak yang kalian ketahui dalam hal ini'! "Bukan begitu, betul kami tinggal disanaa sudah cukup lama, tapi tidak banyak manusia yang sempat berhubungan dengan kami, namun berdasarkan pengalaman kami yang matang dalam dunia persilatan, hanya dalam sekilas pandangan saja orang itu sudah cukup meninggalkan suatu kesan yang sangat mendalam bagi kami apakah dia adalah jago kawakan dalam dunia persilatan atau orang yang baru terjun ke arena dunia persilatan, semuanya dapat kami tentukan dengan jelas"

"Maksudmu diantara orang-orang tersebut ada sebagian diantaranya merupakan manusia-manusia yang baru saja terjun ke dalam dunia persilatan "

"Benar, kendatipun mereka mencampur baurkan diri dengan orang-orang itu, tapi dalam sekilas pandangan saja, aku masih dapat membedakan mereka dengan jelas, apakah dia sering melakukan perjalanan dalam dunia persilatan atau tidak"

Kembali Cu Siau-hong termenung bebertapa saat lamanya, setelah itu dia baru berkata: 'Apakab kalian sudah mempunyai suatu rencana, bagaimana caranya mendekati mereka?"..

"Kongcu, untuk melakukan pekerjaan semacam ini, tiada suatu peraturan tertentu yang mengaturnya, tapi aku percaya kami masih mempunyai akal untuk mendekati mereka."

“Lik Hoo! Kalian telah menghianati organisasi tersebut, terhadap kalian orang-orang mereka tentu amat membenci hingga merasuk ke tulang sumsum, seandainya rahasia kalian sampai ketahuan, besar kemungkinan mereka akan membunuh kalian"

"Kongcu melakukan perjalanan di dalam dunia persilatan hakekatnya merupakan suatu perjalanan yang penuh mara bahaya, berkat kebijaksanan kongcu, kami tiga bersaudara dapat selalu mendampingimu, hal ini menunjukkan kalau kami sudah bertekad untuk meninggalkan jalan sesat dan kembali ke jalan benar. disamping itu kamipun sudah lama mempersiapkan diri secara baik-baik"

"Mempersiapkan apa?"

"Mengorbankan diri demi kepentingan kongcu, itulah yang kami inginkan "

"Mengorbankan diri? Apa maksudmu?" seru Cu Siau hong dengan wajah terperanjat.

'Kongcu mungkin apa yang kami bicarakan tidak terlampau jelas, maksud kami tak nanti kami akan membuat kongcu merasa malu, bilamana perlu kami sudah siap untuk menghabisi nyawa kami sendiri'

"Ooh ini. "

"Masalah ini merupakan persoalan yang kami putuskan sendiri, dan lagi kamipun sudah mempersiapkan diri sebaik baiknya" tukas Lik Hoo lagi dengan suara lantang.

'Mengapa kalian bisa mempunyai jalan pemikiran semacam ini?"

Lik Hoo tertawa.

'Tak ada waktu terlambat bagi orang jahat yang bertobat, kalau toh kami sudah kembali ke jalan yang benar, maka sudah sepantasnya pula kalau menunjukkan suatu kebaktian kami bagi kepentingan masyarakat."

"Lik Hoo. " Cu Siau-hong menghela napas panjang.

"Kongcu" kembali Lik Hoo menukas, "tak usah kita bicarakan lagi masalah ini, soal itu merupakan urusan pribadi   kami   sendiri   kongcu,   tentunya   kau   tak   akan menghalangi niat kami untuk mewujudkan sedikit rasa bakti kami bagi kepentingan umat banyak bukan?"

"Baik, kalian boleh pergi! Aku hanya menyerahkan satu persoalan saja, bisa dapat tak usah mati, lebih baik jangan mati, sebab saat ini kami sedang membutuhkan bantuan orang"

"Aku mengerti"

“Jahat atau mulianya seorang hanya tergantung pada jalan pemikiran masing-masing, ujung pedang bisa membunuh orang, tapi orang-orang dari golongan lurus maupun sesat semuanya dapat menggunakan pedang, Cuma ada yang dipakai untuk berbuat amal dan kebajikan, ada pula yang digunakan untuk melakukan kejahatan."

"Terima kasih banyak atas petunjuk kongcu, kami dapat menyayangi nyawa kami sebaik-baiknya, sekarang kongcu dan saudara sekalian kembali dulu ke Siang yang, satu dua hari kemudian kami bertiga bersaudara tentu akan menyusul kesana"

"Baik, jumlah kita amat sedikit, padahal persoalan yang harus diselesaikan kelewat banyak, akupun tidak meninggalkan orang untuk memnatu usaha kalian lagi."

"Jangan! Jangan sekali-kali berbuat demikian, meninggalkan orang disini untuk membantu kami malahan membuat kami tak sanggup bekerja dengan leluasa."

Kemudian setelah membungkukkan badan memberi hormat, dia menambahkan lebih jauh: "Kongcu, kami akan mohon diri lebih dulu"

Menanti ketiga orang itu sudah meninggalkan tempat tersebut, Ong Peng segera berbisik lirih: "Kongcu, perlukah kita meninggalkan beberapa orang disini untuk membantu mereka bilamana diperlukan?"

"Perlu... bahkan, kita semua harus tetap tinggal disini!" Setelah menghembuskan napas panjang, dia melanjutkan:

"Berbicara dari kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki perguruan besar dalam dunia persilatan dewasa ini, terus terang saja kita bukan takut terhadap musuh yang bagaimana hebatnya, yang mengerikan justru adalah tingkah laku mereka yang misterius serta kepandaian mereka memperalat orang lain yang sebenarnya tak tersangkut dan tak tahu apa-apa, Asal kita dapat menemukan tempat dari organisasi mereka dipusatkan dan menemukan pentolannya, anggaplah tugas kita sudah tercapai"

-oOo>d’w<oOo-

"UCAPAN kongcu memang benar" Ong Peng manggut manggut.

Su Eng dan Jit Hou sama-sama merasa amat kagum setelah mendengar perkataan itu.

Dengan suara rendah Seng Hong berbisik:

"Kongcu, bagaimana kalau aku dan Hoa Wan mengadakan hubungan kontak lebih dulu dengan mereka?'

"Baik, berangkatlah dulu kalian berdua, tapi ingat,jangan sampai merusak atau menggagalkan rencana yang telah disusun mereka bertiga"

"Akan hamba ingat selalu"

Tak lama setelah keberangkatan Seng Hong dan Hoa Wan, kembali Cu Siau-hong memerintankan tujuh harimau untuk bertindak. Melihat itu, Toan San segera berseru dengan suara lirih: "'Kongcu, kami berempat "

Sambil tersenyum Cu Siau-hong menukas: "Luka yang diderita Hee Hay belum sembuh, sedang persoalan yang kita hadapi sangat mendesak, aku merasa amat tak tenang karena tak dapat memberi kesempatan kepadanya untuk merawat lukanya secara baik-baik sebelum bertindak kembali, lebih baik kau bersama Lau Hong dan Ma Hui tetap tinggal disini untuk melindunginya..

?oooO)d.w(Oooo?

HEE HAY segera melompat bangun, sambil berseru: "Kongcu, kau tak usah kuatir bagiku, setelah beristirahat

selama berapa hari dan makan pil mustajab lukaku sudah sembuh tujuh delapan bagian, sekarang aku sudah dapat turun tangan untuk melakukan pertarungan"

Dengan sorot mata yang tajam Cu Siau-hong memperhatikan wajah Hee Hay lekat-lekat, kemudian dengan perasaan kuatir dan perhatian penuh ia berkata:

"Hee Hay, luka yang kau derita tidak ringan, selama berapa hari ini kau pun tidak beristirahat secara baik-baik, untung masa depaa masih panjang, kita tak lebih cuma pejuang paling depan saja untuk menegak kan keadilan dan kebenaran dalam dunia persilatan, tapi nampaknya pihak lawan sudah mengetahui jelas keadaan kita dan tampaknya mereka berusaha untuk membunuh kami sampai mati. hal ini membuktikan kalau pihak lawan memiliki ketajaman mata dan pendengaran yang luar biasa, sekarang kita tak lebih baru mulai dari awal, selanjutnya entah berapa banyak pertarungan sengit yang bakal dilangsungkan, buat apa kau mesti mempersoalkan kesempatan yang satu kali ini?" 'Kongcu, aku benar-benar berada dalam keadaan baik" seru Hee Hay lagi.

'Cukup baik pun harus tinggal disini dan beristirahat, jangan kuatir, kalian berempat pun tak bakal menganggur, kita gunakan saja hutan ini sebagai tempat persembunyian, kalian harus berusaha mempersiapkan sedikit jebakan diseputar hutan ini"

"Hamba siap menerima perintah"

"Kongcu" bisik Toan San pula, "sebelah timur menempel pada bukit, kita bersembunyi di sudut tenggara saja selain dapat digunakan untuk melawan musuh, juga tersedia jalan mundur"

"Baik, carilah sebuah tempat yang tenang agar Hee Hay bisa beristirahat dengan tenang, Ia hanya baru bisa sembuh tiga sampai lima hari lagi, tapi jika harus bergerak sekarang, luka lama yang belum sembuh bisa bertambah parah, bila sampai begitu niscaya dia akan menjadi cacad seumur hidup..."

'Hamba akan menjaganya baik-baik, kongcu begitu menaruh perhatian kepadanya, sudah sepantasnya bila dia tahu menyayangi diri sendiri"

Hee Hay tidak berbicara lagi, tapi air mata telah membasahi sepasang matanya, karena terharu.

Sambil tertawa Cu Siau-hong berkata lagi: "Sekarang pergilah kalian mengatur persiapan, sedang akupun harus ke sana untuk menengok keadaan disitu"

"Hamba sekalian menghantar keberangkatan kongcu" "Tak usah" Cu Siau-hong mengulapkan tangannya

sambil tertawa. Kemudian dengan mengajak Ong Peng dan Tan Heng berangkatlah anak muda itu meninggalkan tempat tersebut.

Memandang bayangan punggung Cu Siau-hong yang menjauh. Hee Hay menghela napas panjang, katanya: “Toan lotoa, kongcu benar-benar baik terhadap kita, sungguh membuat hati orang terharu"

Toan San tertawa.

"Majikan begitu baik terhadap kita, terpaksa kita hanya bisa membalas dengan tubuh kita dan membantunya dengan penuh tenaga"

"Baik! Bisa berbakti kepada manusia macam kongcu, sekalipun benar-benar harus mati juga dapat mati dengan mata meram"

'Loji sekarang beristirahatlah baik-baik, Kongcu begini menyayangi kita, sudah sepantasnya kalau kita pun tahu menyayangi diri sendiri"

"Aku bisa baik-baik merawat diri, sekarang mari kita pikirkan bagaimana menyusun jebakan disekitar hutan ini"

`Loji, berbaring dan beristiratlah! Serahkan saja persoalan ini kepada kami"

Dari empat buah rumah penginapan yang ada dikota kecil itu, meski besarnya hampir sama, tapi rumah penginapan Sin kang terhitung paling megah dan mewah.

Dalam rumah penginapan Sin kang terdapat sebuah ruangan yang sangat besar, waktu itu banyak orang berada dalam ruangan tersebut, cahaya lampu gemerlapan menyinari seluruh penjuru.

Dalam ruangan itu tersedia lima buah meja makan, meja makan tersebut dibentuk model bunga bwe, ditengahnya terdapat sebuan meja yang ditempati empat orang sedang empat meja lainnya ditempati masing-masing dengan delapan orang.

Hidangannya amat mewah, lagipula setiap orang sedang bersantap dengan riang gembira. Ruangan itu dibangun sangat aneh, letaknya berada di dalam halaman lapisan kedua..

Pintu gerbang di depan sudah ditutup rapat, padahal sekarang belum tiba waktunya pintu penginapan ditutup.

Tapi Keramaian yang diselenggarakan dalam ruangan itu justru baru saja dimulai. Mendadak seorang yang berdandan pelayan berjalan masuk ke dalam ruangan dan membisikkan sesuatu kepada seorang kakek setengah tua yang duduk di meja bagian tengah.

Kakek itu memakai jubah panjang berwarna abu-abu, memelihara jenggot bercabang lima dan nampaknya sangat keren dan gagah.

Tampak dia manggut-manggut seraya menyahut: "Baik!

Suruh mereka masuk kemari"

Pelayan itu mengiakan dan mengundurkan diri dari situ.

Tak lama kemudian, ia muncul kembali sambil membawa dua orang gadis yang cantik jelita, mereka berjalan masuk dengan langkah yang amat lambat sekali,

Dua orang gadis itu mengenakan gaun berwarna hijau yang seorang memeluk alat Pie Pa. sedangkan yang lain memegang seruling kemala.

Dua orang nona yang mengenakan baju berwarna hijau ini rata-rata berwajah cantik, tapi kalau diperhatikan dengan seksama dapat diketahui kalau mereka berdua sudah melakukan suatu penyaruan yang amat seksama. Pupur dan gincu hampir menutupi paras muka mereka yang sesungguhnya. Kedua orang ini tak lain adalah hasil penyaruan dari Lik Hoo serta Ui Bwe. Sedangkan Ang Bo tan tak nampak diri.

Orang berbaju abu-abu itu memperhatikan mereka berdua beberapa saat, mendadak sambil tertawa tergelak serunya:

'Kemarilah kalian berdua, coba akan kupandang wajah kalian"

Dengan wajah tersipu-sipu Lik Hoo dan Ui Bwe maju mendekat, lalu setelah memberi hormat bisiknya: "Toaya !"

"Ehmm, apakah kalian adalah dua bersaudara?" "Kami bersaudara misan"

"Aku adalah piau ci, dan dia adalah piau moay." Orang berbaju abu-abu itu tertawa.

"Siapa namamu?" tanyanya lagi. "Siau li bernama Siau hiang"

"Ooah,.. siau hiang, seharum orangnya" goda orang itu lagi tertawa.

"Aaaah toaya, terlalu memuji"

"Baik" kata orang berbaju abu-abu itu selanjutnya 'kalau dilihat dari alat pie-pa yang kau bawa, tentunya kalian bisa membawakan beberapa buah lagu bukan?"

"Sejak kecil siau li sudah berkelana ditempat luar, mengikuti ibu mengembara kemana-mana, tentu saja bisa membawakan beberapa lagu, asal toaya senang dan sudi memberi berapa mata uang, kami sudah merasa senang'

Orang berbaju abu-abu itu tertawa terbahak-bahak. "Haaahhhh... haaaahhh... haaaahhh.. bocah perempuan ayu, toaya tak punya apa-apa, yang kupunyai cukup beberapa keping uang perak, malam ini kalian berdua bersaudara misan benar-benar telah berjumpa dengan dewa harta, baiklah sekarang bawakan dulu beberapa buah lagu, asal suara kalian merdu dan enak didengar, toaya pasti akan memberi persen yang amat besar"

Lik Hoo memandang sekejap ke arah saudaranya, lalu berkata:

'Piau moay, nasib kita sungguh beruntung, kita harus baik-baik menghibur tuan ini."

Dia lantas mengangkat alat pie pa nya dan memetik tali senarnya beberapa kali.

Ui Bwe menempelkan pula serulingnya di ujung bibir dan mulai meniup...

Perpaduan seruling dan alat pie pa segera mengumandangkan serangkaian suara yang merdu merayu.

Setelah lagu pembukaan berakhir, Lik Hoo mulai tarik suara membawakan sebuah lagu yang amat memedihkan hati.

Suaranya yang merdu diiringi perpaduan musik yang indah membuat suasana dalam ruangan seketika berubah menjadi sunyi senyap, nampak setiap orang mengalihkan perhatian mereka ke arah ke dua orang perempuan itu..

Sekarang mereka baru merasa bukan saja kedua orang gadis ini pandai menyanyi, lagipula paras muka mereka amat cantik dan menawan hati.

Ketika satu lagu telah selesai dibawakan, Lik Hoo berhenti memetik tali senar alat pie pa nya, sedang Ui Bweejuga berhenti meniup serulingnya.. Dengan lemah gemulai Lik Hoo memberi hormat, lalu katanya dengan suara lembut, 'Apabila pembawaan lagu kami jelek dan tak sedap didengar, harap toaya jangan mentertawakan"

Orang berbaju abu-abu itu tertawa terbahak-bahak, dia merogoh ke dalam sakunya.. dan mengeluarkan sekeping siau goan poo (kepingan emas) dan dilemparkan ke atas meja, kemudian ia berkata:

"Nona cantik, coba kau lihat cukup tidak?'

Lik Hoo berpaling, dalam sekilas pandangan saja ia dapat melihat kalau kepingan emas tersebut paling tidak berbobot dua tahil lebih.

Ia lantas berlagak seperti terkejut, kemudian sesudah termangu-mangu sesaat baru gumamnya: "Toaya, itu kan emas!'

'Uang perak hanya menyesakkan saku saja, selamanya toaya tak pernah membawa barang yang bernilai rendah"

Lik Hoo berlagak seperti tersipu-sipu, dia memungut uang emas itu dan menjura. 'Terima kasih toaya!" katanya kemudian, selesai berkata dia membalikkan badan dan berlalu menuju keluar.

'Hei, nona cantik, tunggu sebentar!'. orang berbaju abu abu itu berseru tiba-tiba.

"Toaya, kau masih ada petunjuk apa lagi!" tanya Lik Hoo sambil membalikkan badan'.

'Nona cantik, kalau kau harus  menggantungkan hidupmu dengan menjual suara seharian bekerja keras, paling mendapat berapa uang? Lebih baik tinggal disini saja, menemani aku semalam..Tanggung kau akan peroleh uang perak sebesar kau bekerja selama tiga tahun penuh!" "Aku... siau li hanya menjual suara, tidak menjual kehormatan!"

'Ooh... hanya menjual suara, tidak menjual kehormatan? Nona cantik, terus terang kuberitahukan kepadamu, toaya sudah lama berkelana dalam dunia persilatan, aku adalah seorang manusia yang pernah menjumpai badai sebesar apapun, tapi toaya bukan seorang lelaki yang terlalu gemar bermain perempuan, hari ini aku telah tertarik tehadap kepadamu, ini berarti suatu keberuntungan bagimu, apalagi aku toh akan memberi uang kepadamu? Ketahuilah, sekalipun toaya enggan membayar, sekalipun kau punya sayap juga tak nanti bisa lolos dari sini"

"Aaah, seorang tayjin masa akan tertarik kepada seorang manusia rendah? Apakah toaya benar-benar akan tertarik dengan perempuan rendah macam kami ini?.

Pada saat itulah seorang lelaki setengah umur melompat bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mendekat, katanya:

"Nona, cantik, Ciu toako kami telah jatuh hati kepadamu, itu berarti keuntungan bagimu, aku tak percaya sebagai orang yang mengembara sambil menjual suara kalian hanya menjual suara tidak menjual badan'

"Toako "

"Toaya adalah Kau toako kami" tukas lelaki setengah umur itu lagi, "asal kau bersedia tinggal disini, siapa tahu besok kami sudah memanggilmu sebagai enso"

'Soal ini .... siau ii tak berani menerimanya" kata Lik Hoo amat lirih..

Kembali lelaki setengah umur itu tertawa terbahak bahak. "Haaahhh .. haaahhh.. haaaahhh ... tak berani menerimanya? Jadi kau bersedia untuk tinggal disini?"

"Aku.. aku.."

Seorang lelaki berusia tiga puluh tahunan yang berada disisinya mendadak menimbrung:

"Saudara Sik Jit, aku lihat kau memang kebangetan, bagaimanapun orang toh seorng nona cilik, tidak menolak berarti setuju, masa kau hendak memaksa orang untuk berterus terang..'

Lelaki yang dipanggil Sik Jit itu nampak tertegun kemudian ujarnya:

'Betul juga perkataanmu itu, nona cantik, kemari duduklah disamping toako kami."

Dia lantas menarik tangan Lik Hoo dan pelan-pelan menuntunnya ke samping lelaki berbaju abu-abu itu.

Dengan setengah berjalan setengah diseret, Lik Hoo mengikuti kemauan lelaki tersebut, dengan kepala  tertunduk rendah hanya menggunakan sedikit tenaga saja, Sik Jit telah menyeret tubuh Lik Hoo dan mendudukkannya ke sisi tubuh lelaki berbaju abu-abu itu.

Lelaki berbaju abu-abu itu nampak gembira sekali, sambil memegang wajah Lik-Hoo berbentuk bulat telur itu. ujarnya sambil tertawa:

"Nona cilik, lohu tak bakal menyia-nyiakan dirimu'

Dengan wajah sedih dan murung, Lik Hoo berkata: "Khu ya, aku menuruti kemauanmu, cuma aku harap

kau sudi melepaskan piau moay ku itu"

Kembali lelaki berbaju abu-abu itu tertawa tergelak. "Haaahhh... haaaahhh... haaahhhh... baik. baik .." Dengan memperkeras suaranya dia melanjutkan.

"Harap kalian dengarkan perkataanku baik-baik, memandang diatas wajah cantik enso kalian, lepaskan adik misannya"

Mungkin orang she Khu ini merupakan pemimpin yang sangat berpengaruh dalam kelompok ini, begitu ia berseru ternyata tak seorang manusiapun yang berani membantah.

Ui Bwee dengan membawa seruling kemala nya segera beranjak pergi meninggalkan tempat itu.

Memandang gadis cantik disisinya yang makin dipandang makin menarik hati itu, mendadak orang berbaju abu-abu itu bangkit berdiri lalu sambil menggenggam tangan Lik Hoo, serunya berulang kali

"Perjamuan sudah bubar, perjamuan sudah bubar, waktu untuk beristirahat!"

Lik Hoo segera diseret masuk ke dalam sebuah ruangan indah ditengah halaman gedung.

Seolah-olah sudah kebelet dan tak nanti menunggu lebih lama, begitu masuk ke dalam pintu, orang berbaju abu-abu itu segera melepsaskan semua pakaian yang dikenakan.

Melihat keadaan tersebut sambil menghembuskan napas panjang Lik Hoo segera berkata. "Tutuplah pintu itu lebih dulu!"

Mungkin saking bernapsunya, dia sampai lupa untuk menutup pintu.

Orang berbaju abu-abu itu segera tertawa jengah, dia berpaling dan merapatkan pintu besar.

Cepat amat gerakan tubuhnya, hanya sekejap mata sebagian  besar  pakaian  yang  di  kenakan  telah dilepaskan semua hingga kini tinggal sepotong celana dalam yang amat minim!.

Lik Hoo sangat tenang, juga pandai menahan diri, sebab adegan semacam ini sudah terlampau sering dijumpai.

Mungkin kecantikan wajah Lik Hoo membuat dia merasa malu sendiri, tiba-tiba serunya sambil tertawa. "Nona Hiang, hayo kemarilah!'

Kemudian dia melompat naik ke atas pembaringan, menarik selimut dan ditutupkan keatas tubuhnya.

Lik Hoo meletakkan alat pie pa tersebut keatas meja, kemudian pelan-pelan berjalan mendekati pembaringan, melepaskan tusuk konde dari kepalanya hingga rambutnya terurai ke bawah dan berkata:

"Khu toaya, siapa sih namamu?'

`Khu Piau!'

Lik Hoo duduk ditepi pembaringan dan membelai dada Khu Piau dengan lembut kembali ujarnya.

'Kalian benar-benar bernyali besar, berbuat semena-mena seenak hati, berani benar menahan aku disini secara paksa'

Khu Piau tertawa terbahak-bahak:

'Haaaahhh... haaahhh... haaaahhh... bernyali besar? Semua perbuatan kami rata-rata bernyali besar, berpuluh kali lipat lebih nekad daripada perbuatanku sekarang."

"Piau moay ku bisa jadi akan mengadukan persoalan ini ke pengadilan, apakah kau pun tidak takut" sela Lik Hoo.

'Mengadukan kepada pengadilan?" Khu Piau segera tergelak, "baik, biarkan saja dia mengadukan persoalan ini, bila aku orang sge Khu tidak memiliki kemampuan apa apa, masa berani menahanmu disini?" "Ooh...? Kalau begitu kalian benar-benar tidak takut langit tidak takut bumi, apakah di dunia ini benar-benar tak ada orang yang kalian takuti?"

"Soal ini, aku Khu lotoa tak berani membual, aku juga takut orang bahkan takutnya bukan kepalang."

"Siapakah orang itu?" tanya Lik Hoo tertawa, "mengapa orang itu bisa membuatmu ketakutan setengah mati?"

"Banyak sekali, cuma nona Siau hiang, persoalan ini sama sekali tak ada hubungannya dengan dirimu, malam ini kita harus mencari kesenangan sepuas-puasnya"

Tangan kanan Lik Hoo yang meraba, menggaruk dan mengelus secara halus ditubuh Khu Piau tersebut kontan saja membuat api birani dari lelaki itu membara dengan cepatnya, bahkan makin lama semakin menjadi.

Tiba-tiba Khu Piau membalikkan badan sambil merentangkan sepasang lengannya siap memeluk tubuh Lik H oo...

Tapi pada saat itulah mendadak ia merasa jalan darah Hoo ciat hiat diatas lehernya dicekik orang, kemudian seluruh kekuatan yang ada dalam tubuhnya punah tak berbekas.

Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini sama sekali diluar dugaan Khu Piau, tak heran kalau lelaki tersebut menjadi tertegun.

Sambil tertawa hambar Lik Hoo segera berkata:

"Khu lotoa, seandainya seorang bocah perempuan yang sering berkalana dalam dunia persilatan tidak memiliki sedikit ilmu simpanan, bagaimana mungkin ia berani bergerak seorang diri di tempat umum?" Khu Piau mementangkan mulutnya ingin berteriak, tapi jari tangan Lik Hoo yang mencekik lehernya makin bertambah kencang.

Terdengar gadis itu berkata lagi:

“Khu lotoa, janganlah terlampau tak tahu diri, hari-hati kalau kurenggut selembar jiwamu."

"Kau..."

"Aku hendak mengajakmu bertukar syarat!" tukas Lik Hoo.

"Baik, baik... katakan"

"Beritahu kepadaku segala persoalan yang kau ketahui, kemudian aku akan tinggal disini dan melayanimu semalam suntuk, besok pagi aku akan pergi dan kita boleh menganggap masing-masing pihak sebagai orang asing yang tidak saling mengenal, bukan saja cara ini bisa memenuhi selera napsumu, kaupun tak usah kehilangan muka, tapi kaupun boleh saja berlagak menjadi seorang enghiong hohan, Cuma kau mesti ingat, asal kutambah tenagaku dalam cekikan ini, niscaya selembar nyawamu akan lari ke alam baka..."

"Bila kau berani membunuhku, jangan harap kau bisa pergi meninggalkan rumah penginapan ini"

“Kau tak usah menggertak atau mencoba menakut nakuti diriku, aku tak akan mempan oleh gertak sambalmu itu, lebih baik pertimbangkan sendiri untung ruginya, baru kemudian mengambil keputusan"

Walaupun selama ini nyawa Khu Piau sudah berada ditangan Lik Hoo, namun ia enggan menyerah dengan begitu saja, apalagi setelah menyaksikan kulit badan Lik Hoo   yang   putih   bersih   dan   potongan   badannya yang ramping, napsu berahinya kembali berkobar..Tak tahan dia lantas berseru:

"Benarkah kau bersedia menemani aku semalaman suntuk?"

"Ehmmm "

"Baiklah, apa yang harus kukatakan?" "Kalian datang dari mana" "Perkampungan Pek hoa san-ceng!"

"Dimanakah letak perkampungan Pek hoa san-ceng tersebut?"

"Perkampungan Pek hoa san-ceng di kota Lam yang amat termashur namanya, hampir setiap manusia mengetahuinya"

'Apa kedudukan kalian di dalam perkampungan Pek hoa san-ceng?"

"Tukang kebun!"

"Siapa nama kepala kampung kalian?"

"Kepala kampung kami bernama Ban Poo san"

******************************* Halaman  s/d  Hilang

*******************************

Sik Jit menjerit kesakitan, butiran keringat dingin segera jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuhnya. Ternyata tenaga totokan tersebut kelewat besar hingga menghancur lumatkan tulang bahunya.

"Hayo bicara, Kalian datang dari mana?" bentak Ong Peng "Lam yang hu!"

"Lam yang hu sangat besar, seharusnya terdapat suatu daerah tertentu bukan?"

"Aku tidak tahu"

Lik Hoo yang berada disisinya segera mengayunkan sebuah tendangan keras yang membuat tubuh Sik Jit terguling-guling di atas tanah, katanya:

"Tak usah ditanya lagi, aku sudah tahu, mereka berasal dari kota Lam yang perkampungan Pek hoa san-ceng"

"Mereka tak mungkin bisa mengetahui kelewat banyak, tapi untuk menghukum orang-orang inipun merupakan suatu pekerjaan yang memeras otakjuga..." kata Cu Siau hong sambil tertawa.

"Paling baik-jika mereka dibunuh sampai ludas saja..." usul Ong Peng yang berada disampingnya.

"Akupun tahu, cuma kita tak boleh berbuat demikian"

Setelah termenung sebentar, dengan suara rendah dia lantas berpesan beberapa patah kata kepada Ong Peng.

Selesai mendengar perkataan itu, Ong Peng nampak tertegun, dia mengawasi wajah Cu Siau-hong tanpa berkedip, sampai lama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun.

"Terlampau berbahaya bukan?" tegur Cu Siau-hong. "Kelewat berani, tapi kelewat aneh pula, hamba akan

segera menurunkan perintah"

?oooO)d.w(Oooo?

Tiga hari kemudian, ada serombongan manusia bergerak menuju ke kota Lam yang, inilah keputusan dari Cu Siau hong, dia membawa Sik Jit sekalian memasuki hutan lalu Jit Hou, Su eng, Ong Peng, dan Tan Heng masing-masing memilih seorang, mengguna kan caranya masing-masing untuk mencari tahu keadaan yang sebenarnya, setelah itu, mereka menyaru sebagai orang-orang itu dan berangkat menuju ke perkampungan Pek hoa san-ceng.

Cu Siau-hong sendiri dengan membawa Seng Hong, Hoa wan menyusul di belakang, sebaliknya Lik Hoo, Ui Bwe, Ang Bo tan, dan Seng Tiong-gak berada dalam satu rombongan.

Masing-masing dengan suatu penyaruan yang berbeda berangkat menuju ke kota Lam yang.

Kini situasi dalam dunia persilatan sudah amat kritis, maka Cu Siau-hong dengan mempergunakan tenaga manusia yang terbatas untuk melakukau suatu tindakan yang paling berani.

Sik Jit dibawah kuasa Ong Peng telah menyanggupi untuk bekerja sama dan membawa mereka kembali ke perkampungan Pek hoa san-ceng.

Jelas rencana ini merupakan suatu rencana yang sangat berani dan amat serius.

Perkampungan Pek hoa san-ceng terletak dibawah kaki bukit To san di sebelah selatan kota Lam yang.

Perkampungan itu sangat oesar dan luas, tapi sekilas pandangan tak akan menemukan sesuatu hal yang mencurigakan.

Sekeliling perkampungan itu tumbuh aneka ragam bunga yang berwarna warni, sekalipun tak sampai seratus jenis, paling tidak pun ada sembilan puluh sembilan macam. Dibawah pimpinan Sik Jit, para jago menelusuri sebuah jalan kecil beralas batu putih dan langsung menembusi hutan bunga.

Diam-diam Ong Peng merasa keheranan, hutan bunga yang begitu besar dan lebar ternyata tidak diberi penjagaan, sepanjang jalan tiada orang yang menghadang perjalanan mereka, tak ada pula yang menegur.

Setelah melalui kebun bunga yang panjangnya dua li, mereka baru sampai dimuka pintu gerbang perkampungan.

Sebuah dinding pekarangan terbuat dari batu hijau yang amat tinggi mengelilingi seputar perkampungan dan memisahkan perkampungan tersebut dari dunia luar.

Dua pintu gerbangpun berada dalam keadaan tertutup rapat.

Ong Peng mencoba untuk meraba pintu itu, terasa olehnya kedua belah pintu gerbang itu terbuat dari besi baja yang tebal dan kuat.

Sik Jit segera maju menghampiri dan mengetuknya beberapa kali, tak lama kemudian pintu gerbang terbuka lebar.

Dua orang centeng yang berpakaian pekerja kasar masing-masing berdiri di kedua belah samping pintu.

Setelah memasuki pintu gerbang, Ong Peng baru dapat menyaksikan wajah yang sebenarnya dari seluruh perkampungan tersebut.

Tampak bangunan rumah sambung menyambung dan terdiri dari ratusan lebih, tapi sekilas pandangan bangunan bangunan itu seperti dibangun menjadi satu. Ong Peng hanya dapat merasakan ketidak beresan tempat itu, namun tidak berhasil mengetahui dimanakah letak ketidak beresan tersebut.

Suasana dalam gedung amat hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun bahkan sesosok manusiapun tak nampak.

Sik Jit membawa berapa orang itu langsung menuju ruangan dalam kemudian katanya:

"Saudara sekalian kembali ke kamar masing-masing dan beristirahat, selesai bersantap malam nanti, kemungkinan besar cengcu akan mengundang kalian dan menanyakan kisah perjalanan..."

"Tak usah beristirahat" tiba-tiba seorang berseru dengan suara dingin seperti es, "sekarang juga cengcu hendak bertanya kepada kalian!"

Menyusul perkataan tersebut, dari balik pintu kamar masing-masing ruangan muncul delapan orang manusia berbaju ringkas, warna merah yang membawa golok dan berikat pinggang berwarna merah..

Golok Yan leng to mereka sudah dihunus dari sarungnya, sementara posisi menyerang telah diperlihatkan oleh orang-orang tersebut, paras muka Sik Jit berubah hebat, gumamnya lirih:

'Aaaah... pembunuh berikat pinggang merah"

Dalam pada itu dari ruang tengah telah muncul seorang lelaki setengah umur yang mengenakan baju berwarna hijau.

Ong Peng segera mengalihkan sorot matanya ke depan dan memperhatikan orang berbaju hijau itu sekejap, lalu pikirnya: 'Orang ini mirip seorang cengcu, entah siapakah dia?" Dalam pada itu Sik Jit telah menjura seraya berkata: "Ciu congkoan, dimanakah cengcu?"

"Cengcu terlalu repot, lagi pula dia sudah menyerahkan semua perintahnya dengan jelas, aku rasa dia tak perlu datang sendiri"

Setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, katanya lagi: "Sik Jit, inilah prajurit-prajurit kalah perang yang kau bawa pulang?"

"Dimana Khu Piau?'

Ong Peng berdiri disamping Sik Jit dan bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan, asal dia mengucapkan hal-hal yang tidak menguntungkan maka dia akan segera turun tangan untuk merenggut jiwa nya.

Sik Jit memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian pelan-pelan mengangguk.

"Benar! lnilah orang-orang kita yang berhasil dibawa pulang, sungguh tidak beruntung Khu Piau telah tewas"

Lelaki setengah umur berbaju hijau itu tertawa hambar, lalu katanya.

"Sik Jit, kalau Khu Piau saja tewas, masa kau bisa  pulang dengan selamat... ?"

"Ciu congkoan, kami sudah pergi selama beberapa hari, selama ini kami berjuang mati-matian menyerempet bahaya, sekalipun pulang tanpa hasil, toh perjuangan itu tetap ada, masa lantaran Khu Piau tidak pulang maka kami harus dihukum mati semua?"

Ciu congkoan tertawa dingin. "Sik Jit, kalian tidak seharusnya pulang lagi kemari" serunya.

"Kami keluar dari perkampungan Pek hoa san-ceng, mengapa tidak boleh kembali ke sini?" Ciu congkoan tertawa hambar.

"Sik Jit, aku lihat nyalimu makin lama semakin besar..." dia menjengek.

"Seandainya kalian bersikeras hendak membunuh kami, sekalipun Sik Jit berlutut ditanah dan memohon kepada kau Ciu congkoan, apakah kau dapat mengampuni kami?"

"Tidak dapat, bagaimanapun juga, kau harus mati" "Itulah dia, kalau toh kami sudah harus mati, kenapa

tidak boleh mati sebagai seorang enghiong?"

"Benar juga perkataanmu itu, nah bunuhlah sekarang juga !"

Perkataan yang terakhir ditujukan kepada seorang pembunuh yang berada di depan pintu ruangan.

Pembunu tersebut segera mengiakan, dia melompat ke depan sambil mengayunkan goloknya melepaskan bacokan.

Belum sempat Sik Jit menghindarkan diri, Ong Peng telah mengangkat tangan kanannya, sebilah bisau pendek telah menyambut datangnya bacokan tersebut.

"Traaanng... !" ketika sepasang senjata saling beradu, terjadilah suatu bentrokan yang amat nyaring.

Dengan cepat Sik Jit melompat mundur beberapa langkah, tangan kanannya merogoh ke dalam saku dan mengeluarkan sepasang senjata garpu.

Tindakan ini sama sekali diluar dugaan Ciu congkoan, serunya dengan nada tercengang. "Sik Jit, kalian berani melawan?"

Sebenarnya Sik Jit hendak menceritakan keadaan yang sebenarnya kepada Ciu congkoan, kemudian bermaksud minta ampun, tapi dia sama sekali tidak menyangka kalau Ciu congkoan telah mempersiapkan pembunuh-pembunuh berikat pinggang merahnya untuk menghadang dirinya.

Situasi dan keadaan yang memaksa membuat Sik Jit harus berpihak kepada Ong Peng sekalian. Mendengar teguran itu, sambil tertawa dingin Sik Jit berkata:

"Heeehhhh ....heeehhh...heeehh... Ulurkan kepala juga sekali bacokan, menarik kepala juga sekali bacokan, kalau toh Ciu congkoan hendak membunuh kami, terpaksa kami pun harus beradu jiwa denganmu!"

`Baik, Akan kulihat sampai dimanakah kemampuan yang kalian miliki! Hayo, saudara sekalian kepung mereka dan bunuh!"

Delapan orang pembunuh bergolok itu membentak keras, serentak mereka mengayunkan goloknya sambil melancarkan serangan.

Tan Heng merentangkan tubuhnya ke depan dan menghadang di muka Sik Jit, dengan cepat dia terlibat dalam suatu pertarungan yang seru melawan seorang pembunuh berikat pinggang merah.

Sementara itu tujuh harimau telah mempersiapkan diri sebaik-baiknya, dengan cepat mereka mencincing pakaian dan mencabut keluar golok masing-masing.

Suatu pertarungan masal pun tak dapat dihindari lagi.

Su Eng belum turun tangan, Ciu congkoan juga tidak turun tangan, Ong Peng serta Sik Jit masih tetap berpeluk tangan belaka. Ilmu golok yang dimiliki tujuh harimau sangat ganas dan lihay, bertarung dengan kawanan pembunuh berikat pinggang merah, teryata mereka lebih banyak menyerang dari pada mempertahankan diri.

Beberapa orang itu memiliki ilmu silat yang sangat tinggi, bukan saja jauh diluar dugaan Cui congkoan, bahkan Sik Jit sendiripun sama sekali tidak menyangka.

Sekarang Sik Jit baru merasa kalau keselamatan dirinya amat aman dan terjamin. selama ini dia selalu berada didalam perlindungan yang ketat dari Ong Peng sekalian.

Sementara pertarungan berlangsung Su Eng dan Ong Peng selalu mengawasi Ciu congkoan dengan pandangan dingin.

Sepasang mata Ciu congkoan berapi-api karena gusar dia menatap wajah Sik Jit lekat-lekat, kemudian tegurnya dengab dingin:

"Apakah orang-orang ini adalah orang-orang yang kalian bawa keluar dari sini?"

"Bukan. bahkan Khu Piau sendiripun tidak memiliki ilmu silat sebaik ini" sahut Sik Jit dingin.

"Lantas mereka adalah..."

"Orang-orang perkampungan Ing-gwat-san-ceng" tukas Sik Jit cepat, “sebenarnya aku dipaksa mereka untuk datang kemari, dan akupun sebenarnya ingin mencari kesempatan untuk memberi tahukan keadaan yang sebenarnya kepada kalian sehingga dapat mencari suatu akal untuk menghadapi orang-orang itu, tapi sungguh tak disangka ternyata kalian mempunyai niat yang begitu kejam dan buas, sehingga akupun hendak kalian bunuh. Oleh sebab itu, kini terpaksa aku harus sungguh-sungguh bekerja sama dengan mereka' "Besar amat nyalimu, berani menghianati perkampungan Pek hoa san-ceng..." seru Ciu congkoan dingin.

"Aku menghianati perkampunagn Pek hoa san-ceng, paling-paling hukuman mati yang akan dijatuhkan kepada diriku, tidak berhianatpun kalian sama saja akan membunuhku. Ciu congkoan. bukan cuma aku, bahkan segenap anggota perkampungan Pek hoa san-ceng akan dibuat bergidik oleh cara kerjamu itu..”

Ciu Congkoan mendengus dingin.

"Hmmm! Budak sialan, besar amat nyalimu, berani bicara seenaknya sendiri ..." ia berteriak sambil menahan geram.

Sik Jit segera tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh....haaaahhh...haaaaahhh      ..      benar,     aku

memang   seorang   budak,   tapi   bagaimana   dengan   kau

sendiri? Kau tak lebih hanya berkedudukan lebih tinggi dari pada kami, kau tak lebih cuma seorang budak besar belaka, suatu ketika bila kaupun melakukan suatu kesalahan, siapa tahu kau bakal menerima akibat seperti apa yang ku alami sekarang dihukum mati oleh majikan"

Ciu congkoan agak tertegun sesudah mendengar perkataan itu, sesaat kemudian ia baru berseru: "Kau tak usah mengacau belotak keruan!"

"Aku tahu, dalam hati kecilmu pun mengerti, bukan cuma kau, bahkan cengcu sendiripun tak lebih hanya seorang budak biasa .." jengek Sik Jit sinis.

?oooO)d.w(Oooo?

"TUTUP MULUT!" bentak Ciu congkoan dengan gusar "bila kau berani menghina Siang cengcu kami, akan kuhukum mati dirimu!" Baru selesai dia berkata, mendadak terdengar beberapa kali jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memecahkan keheningan, percikan darah segar menyebar kemana-mana, tiga sosok tubuh manusia roboh terkapar diatas tanah dalam keadaan tak bernyawa.

Ke tiga orang itu semuanya adalah jago-jago pembunuh berikat pinggang merah, baru bertarung beberapa gebrakan melawan tujuh harimau, sudan ada tiga orang diantaranya yang roboh binasa.

Luka mereka semua terletak diatas tenggorokan, sebuah tusukan maut yang sekaligus merenggut nyawa mereka.

Ketiga orang itu sama semua keadaannya, jelas terluka oleh sebuah jurus serangan yang sama. Ciu congkoan makin tertegun dibuatnya, segera termangu sesaat teriaknya keras-keras:
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar