Pena Wasiat (Juen Jui Pi) Jilid 22

 “Dibalik ketenangan yang menyelimuti permukaan di empang ini, seakan-akan tersembunvi semacam hawa pembunuhan yang mengerikan sekali."

'Betul, empang ini memang seakan-akan memberikan suatu perasaan yang berbeda di hati manusia" Ong Peng segera membungkuk dan memungut sebiji batu, kemudian katanya pelan:

"Coba kita buktikan bersama, apa berbedanya antara ikan di dalam empang ini dengan ikan lain?"

Diam-diam hawa murninya disalurkan, kemudian tangan kanannya diayunkan ke depan, dari batu cadas tadi diiringi desingan angin tajam langsung menyambar ke atas tubuh salah seekor ikan leihi tersebut.

Gerak serangannya itu dilakukan sangat cepat dan luar biasa sekali, dalam waktu singkat seekor ikan leihi sudah menggelepar.

Dengan cepat tubuh ikan itu tenggelam ke dalam empang, tapi dengan cepatnya telah mengapung kembali.

Ternyata sambitan batu yang dilancarkan oleh Ong Peng itu telah berhasil membinasakan seekor ikan leihi di air.

"Suatu serangan yang hebat !" seru Tang Cuan dengan suara rendah.

Ong Peng tertawa getir, katanya:

"Andaikata tidak berhasil melihat apa-apa, mungkin aku su pengemis kecil bakal mendapat makian."

Air empang yang semula bening dan bersih, dengan cepat muncul noda darah yang menyebar ke mana-mana, darah tersebut berasal dari tubuh ikan leihi yang terbunuh itu. Ikan tersebut sangat besar dan lagi gemuk sekali, maka darah yang mengalir keluar pun sangat banyak.

Mendadak dari balik ketenangan empang tersebut muncul suatu gelombang yang maha dahsyat, menyusul kemudian sebuah mulut raksasa yang mengerikan muncul dari balik gelombang dahsyat tersebut dan menyambar ikan leihi mati yang terapung diatas permukaan air itu dan segera menelannya

Mulut itu besar sekali, dapat terlihat giginya yang tajam dan memancarkan sinar berkilauan.

Permukaan empang segera terjadi goncangan ombak yang mengerikan, beribu-ribu ekor ikan leihi segera berlarian kesana kemari menyelamatkan diri.

Semacam kemampuan binatang yang sedang ketakutan dan melarikan diri, kaburnya ikan kembali mengakibatkan terjadinya gelombang dahsyat diatas permukaan air.

Pek Bwe dan Tan Tiang kim sampai tertegun dibuatnya menyaksikan adegan tersebut.

Pek Hong, Tang Cuan lebih ternganga lagi sampai sampai mata mereka terbelalak besar, mulut melongo dan untuk sesaat lamanya tak tahu apa yang musti dilakukan.

Gelombang dahsyat itu berlangsung kurang lebih sepertanak nasi lamanya, kemudian suasana pelan-pelan menjadi tenang kembali.

Dan akhirnya suasana diatas permukaan empang itu pulih kembali menjadi seperti sedia kala.

Pek Bwe segera menghembuskan napas panjang, katanya: "Sudah kalian saksikan, makhluk aneh apakah itu?" "Tidak mirip ikan" kata Tang Cuan, “seandainya benar benar ikan, sudah dapat dipastikan itu sejenis ikan yang aneh sekali"

'Apa lagi yang dapat kau saksikan?" tanya Tan Tiang kim.

"Gelombang air empang menggulung terlampau hebat, tidak berhasil kulihat macam apakah bentuk wujudnya"

"Kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang sangat aneh, sudah separuh abad lamanya aku si pengernis tua berkelana dalam dunia persilatan, tapi belum pernah ku jumpai makhluk se aneh itu, sudah pasti makhluktersebut bukan seekor ikan!"

"Kalau bukan ikan, lantas apa?"

'Sekalipun ikan berada didalam air, tapi sewaktu bergerak tubuhnya sama sekali tidak menimbulkan gelombang sedahsyat itu"

"Jangan-jangan makhluk itu adalah naga?" tanya Pek Bwee

"Kita semua sudah sering mendengar tentang naga, tapi macam apakah wujud naga yang sesungguhnya, belum pernah kujumpai"

"Andaikata didunia ini benar-benar terdapat naga, aku rasa tak nanti makhluk tersebut bakal menyembunyikan diri dalam empang yang begini kecilnya ini"

"Sekarang kita sudah tahu cara untuk memancingnya keluar"

"Oooh, bagaimana caranya?"

Dengan amat lirih jawab Tan Tiang kim. "Pek Hong, tidakkah kau perhatikan, makhluk aneh itu tidak dapat menahan diri begitu mengendus bau darah? Asal darah mengalir dipermukaan air, maka dia pasti menampakkan diri"

"Benar!" kata Pek Bwe manggut-manggut.

"Dengan begitu, kitapun sudah mengetahui dengan jelas akan satu hal"

"Maksudmu ?"

"Ancaman bahaya maut dari empang ini terletak didalam air, asal kita tidak turun ke air maka kita pun tak usah merasa kuatir atau takut dengan ancaman itu"

Mendadak Ong Peng buka suara, pelan-pelan ujarnya. "Sekarang masih ada satu masalah lagi yang belum bisa

terduga, adakah sesuatu cara pun yang mereka miliki untuk

memancing kita terjun kedalam air?"

'Yaa, itulah merupakan kunci dati semua persoalan ini." "Jika ia tak mampu memancing kita turun ke air, maka

bagaimanapun hebatnya ancaman bahaya maut dalam air, juga jangan harap bisa melukai kita semua'

'Benar, benar!"

Dengan suara lirih Ciu Heng menyela:

"Sekarang, agaknya bukan saat buat kita untuk mencari jawaban tersebut, asal kita sudah memahami persoalannya, lebih baik berusaha keras untuk menghindarkan diri dari sekitar empang itu toh beres"

"Baik! sekarang kita akan pergi kemana lagi ?"

'Masih ada sebuah kebun burung dan kandang harimau, aku rasa pemandangan kebun raya inipun cuma begitu saja!" "Secara, tiba-tiba mereka membendung mengalirnya pengunjung yang akan berdatangan ke kebun raya ini" ujar Pek Bwec, hal mana paling tidak menerangkan satu hal, yakni mereka telah bersiap sedia untuk turun tangan terhadap kita, hanya belurn bisa ditentukan dimanakah mereka akan turun tangan?".

“Dalam kebun raya Ban-hoa-wan konon cuma ada dua tempat yang paling berbahaya”, ujar Pek Hong, “satu adalah empang ikan leihi dan yang lain adalah kandang macan, sekarang terbukti kalau mereka tidak turun tangan di empang ikan leihi, itu berarti serangan mungkin akan dilancarkan dikandang macan."

"Baiklah! Mari kita tinjau dulu keadaan dalam kandang macan tersebut " kata Tan Tiang kim kemudian.

Ong Peng segera membalikkan badan dan berjalan lebih dulu sebagai penunjukjalan.

"Coba kau lihat, sekarang kita sudah menantang mereka secara terang-terangan, agaknya kitapun tak perlu untuk merisaukan hal-hal yang lain lagi" kata Pek Bwe.

"Yaa seandainya mereka sudah mempersiapkan pembunuh-pembunuhnya disekitartempat ini, itu berarti semua gerak gerik kita telah diketahi mereka dengan sangat jelas sekali'

"Benar!"

"Bila mereka hendak mencarimu, tak usah kita mencari merekapun mereka bakal muncul sendiri, sebaliknya jika mereka tak ingin berjumpa denganmu, sekalipun kau mencarinya juga, belum tentu akan ketemu"

"Setelah Tan heng menyinggung soal ini, aku jadi teringat kembali akan satu hal, dalam kebun raya ini tampaknya selain beberapa orang yang kita jumpai  didepan pintu gerbang tadi, tak seorang manusiapun yang kita jumpai lagi dalam kebun raya ini"

"Aku rasa mereka pasti memiliki tempat persembunyian yang sangat rahasia letaknya dan kini sedang mengawasi gerak-gerik kita secara diam-diam, tapi kita toh sudah berada disarang macan, rasanya soal-soal semacam itu tak perlu dibongkar lagi"

"Maksudmu kita tunggu saja sampai mereka turun tangan lebih dahulu .. ?" tanya Pek Bwee.

"Yaa, agaknya cuma cara ini yang bisa kita pergunakan untuk menghadapi segala kemungkinan yang bakal terjadi'.'

Tapi anehnya kenapa sampat sekarang belum nampak juga Seng Tiong-gak dan Siau-hong? Kemana mereka telah pergi? seru Pek Hong dengan perasaan cemas.

Sementara itu Pek Bwee juga merasa agak gelisah, katanya pula:

"Betul! Andaikata kedua orarg bocah ini sudah masuk ke dalam kebun raya Ban hoa-wan, sudah seharusnya berjumpa muka dengan kita semua...!"

"Kalian berdua tak usah kuatir". hibur Tan Tiang kim, "aku jamin Cu kongcu pasti tak akan mengalami sesuatu kejadian apapun."

Atas dasar apa kau berani berkata begitu?” tanya Pek Hong.. Tan Tiang kim segera tertawa.

"Selama ini Kay-pang bisa bertahan terus didalam dunia persilatan, meski kadang kala jaya kadang kala lemah tapi mampu bertahan terus tanpa ada putusnya tentu saja memiliki keistimewaan yang lain daripada yang lain, terutama sekali mengenai kemampuan menilai orang, aku yakin kemampuan kami ini sama sekali tidak berada dibawah kemampaan orang lain "

"Maksudmu, kita semua sudah berada dibawah pengawasan Kay-pang ?"

"Kali ini pasukan Kay-pang dipimpin langsung oleh pangcu, meski tak bisa dikatakan segenap inti kekuatan Kay-pang diikut sertakan, paling tidak semua yang dikirim kemari adalah jago-jago pilihan yang bisa di andalkan"

"Tapi apa sangkut pautnya hal ini dengan hilangnya Siau-hong dan Tiong-gak?"

"Besar sekali sangkut pautnya, kita sekarang berada dibawah pengawasan orang-orang Kay-pang, Siau-hong  dan Tiong-gak juga berada dibawah pengawasan orang Kay-pang, andaikata mereka sampai terjadi sesuatu maka sedari tadi anak murid Kay-pang sudah melepaskan tanda bahaya"

"Ooooh. !"

Sementara pembicaraan berlangsung, sampailah mereka didepan sebuah bangunan gedung.

Gedung itu didirikan ditengah kerumunan aneka bunga yang sangat indah, suatu bangunan rumah yang mungil tapi indah dan mempersonakan sekali...

Sepasang pintu gerbangnya tertutup rapat sekali. Dengan suara lirih Ong Peng lantas berbisik.

"Ta tianglo, gedung ini adalah tempat tinggal dari pemilik kebun raya Ban-hoa-wan!"

"Aku kenal dengan dia!' kata Pek Bwee.

"Perlu tidak kita ketuk pintu sambil melihat keadaan?" tanya Tan Tiang kim sambil tertawa. "Untuk melihat keadaan rasanya juga boleh..."

'Ong Peng, Coba kau mengetuk pintu, tapi mesti berhati hati!"

Ong Peng mengiakan, dengan langkah lebar dia lantas maju ke depan dan mengetuk pintu.. Diluar dugaan, ternyata ada orang yang berdiam didalam rumah gedung tersebut.

Baru saja pintu diketuk, dengan cepat pintu itu dibuka orang, kemudian muncullah seorang nyonya setengah umur yang perlente dan barparas muka cantik.

Ong Peng menjadi tertegun, lalu menyapa.

"Tolong tanya hujin, apakah pemilik kebun raya Ban hoa-wan ada disini?"

"Siapakah kau? Ada urusan apa?'

"Ada orang ingin bertanya dengannya!" "Siapa? Sekarang orangnya ada dimana?'

"Tepat berada didepan hujin!" sela Pet Bwe tiba-tiba.

"Tolong tanya siapa namamu?" 'tegur nona berbaju perlente itu dengan suara dingin.

"Aku she Pek, bernama Pek Bwe"

Dengan cepat nyonya berbaju perlente itu menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Tidak kenal, mungkin kalian salah mencari orang"

Pek Bwe segera maju selangkah dan menjulurkan kaki kanannya kedalam pintu, kemudian katanya lagi. "Tunggu sebentar, benarkah tempat ini adalahr tempat tinggal pemilik kebun raya Ban-hoa-wan?" Paras muka nyonya perlente itu berubah hebat, serunya dengan suara dingin.

"Kalian adalah perampok!"

"Hujin, kau tidak usah berlagak pilon lagi”. "Aku..."

"Sudah jelas hujin memiliki ilmu silat yang hebat, buat apa masih berlagak terus" tukas Pek Bwe.

'Sedari kapan aku memberitahukan kepadamu kalau aku tidak pandai bersilat?"

Tangan kanannya diayunkan, mendadak toya besi menyambar kebawah dengan kecepatan luar biasa. Menghadapi ancaman tersebut, terpaksa Pek Bwee harus menarik kakinya sambil melompat mundur. Begitu Pek Bwee dipaksa keluar dari pintu, "Blaam! 'pintu rumah dibanting keras-keras.

Pek Bwe menjadi marah sekali, segera bentaknya:

"Bagus sekali! Terhadap teman lama yang sudah berpuluh-puluh tahun bersahabatpun kau berlagak tidak kenal, kalau memang kau tidak tahu budi lebih dulu, jangan salahkan kalau akupun tak akan setia kawan"

Suasana dalam gedung itu sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.

Tapi dari dalam dinding pekarangan segera dilemparkan keluar sebuah papan nama yang bertuliskan: "BARANG SIAPA BERANI MASUK, MATI !"

Melihat tulisan tersebut, Pek Bwee tertawa terbahak bahak.

"Haahh....haaahh....haahh....sobat lama, kita sama-sama sudah   tahu   sampai   dimanakah   taraf   kepandaian  yang dimiliki masing-masing, ingin aku lihat dengan cara apakah kau hendak membunuh diriku.”

Sambil menarit napas ia bersiap sedia menerjang masuk lewat dinding pekarangan. "Berhenti!" Tan Tiang-kim segera berteriak keras.

Pek Bwee tertawa. "Kau "

"Gelagatnya tidak beres", tukas Tan Tiang kim. "Apanya yang tidak beres?"

“Tidakkah kau lihat tanda tangan di atas papan nama tersebut”.

"Tidak! Aku hanya membaca tulisan orang siapa berani masuk mati"

"Coba kau lihat diatas papan nama itu terdapat telapak tangan berjari enam"

"Telapak tangan berjari enam? Apa arti dari lambang itu?"

“Itulah perlambang dari Lak ci sin-mo (iblis sakti berjari enam) atau dengan perkataan lain iblis tersebut berdiam di dalam gedung bangunan tersebut."

"Masa Lak ci sin mo si gembong iblis tua itu masih belum mampus?"

"Tanda enam jari tersebut telah menerangkan dengan jelas bahwa dia berdiam disana."

"Oooh ..."

'Coba bayangkan, apakah kita perlu menengok ke dalam?" "Sudah jelas pemilik kebun raya Ban hoa-wan ini adalah It tiap hui cun (satu resep sembuh kembali), mengapa secara tiba-tiba bisa berubah menjadi Lak ci sin mo?..”

"Soal ini aku si pengemis tua kurang jelas, mari kita masuk untuk melihat keadaan! Akan kulindungi dirimu dari belakang"

"Baik! Mari kitamasuk!"

"Kau masuklah lebih dulu!" kata Tan Tiang kim sambil tertawa.

Pek Bwee manggut-manggut, dia lantas menghampiri pintu itu dan melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke atas pintu gerbang tersebut.

"Blaaamm !"' suatu hentakan keras menggelegar memecahkan keheningan, menyusul kemudian pintu itupun terpentang lebar.

Pelan-pelan Pek Bwee melangkah masuk ke dalam.

Tan Tiang kim berpaling memandang sekejap ke arah Pek Hong lalu katanya:

“Kalian berjaga-jaga disini, tak usah turut masuk." Pek Hong mengangguk.

"Tan cianpwe, jika sampai terjadi pertarungan, harap memberi khabar kepada kami, serunya.

Dalam pada itu Pek Bwe sudah masuk ke dalam sebuah gedung kecil, tampak seorang kakek berbaju putih sedang berdiri sambil bergendong tangan disana.

Dengan kening berkerut Pek Bwee lantas berseru: "Apakah kau adalah pemilik kebun raya Ban-hoa-wan?" "Siapa pula kau?" kakek berbaju putih itu balik bertanya. "Lohu adalah Pek Bwee!"

"Apakah To-heng siu (kakek yang berjalan sendiri)` "Betul, apakah kau adalah Ihiap hui can?"

"Apakah kau tidak melihat tanda yang lohu pancangkan didepan rumah itu..!"

“Lak ci sin mo?”

“Pek Bwe, kau tidak seharusnya masuk kemari, sebab selama lohu mempunyai peraturan yang ketat serta disiplin yang keras”.

"Maksudmu, barang siapa berani melanggar peringatanmu maka kau akan membunuhnya?"

"Betul, Pek Bwe kau hendak menyerahkan diri? Ataukah memaksa lohu untuk turun tangan?"

Jawab Pek Bwe sambil tertawa.

"Sudah lama kudengar orang berkata bahwa ilmu pukulan Im hong ciang yang kau miliki luar biasa hebatnya, sungguh beruntung lohu mendapat kesempatan untuk mnerima petunjuk darimu hari ini!"

“Selama tiga puluh tahun terakhir ini belum pernah ada orang yang berhasil meloloskan diri dari serangan Im hong ciang ku itu dalam keadaan selamat", ujar Lak ci sin mo dengan suara dingin.

"Tapi sungguh tidak beruntung, kau telah bertemu denganku"

"Baik! Sambutlah tiga buah seranganku lebih dulu!"

"Tak usah sungkan-sungkan, silahkan saja untuk turun tangan!" Pelan-pelan Lak ci sin mo mengayunkan telapak tangan kanannya di tengah udara, kemudian katanya. "Hati-hati saudara!"

Pek Bwe menarik napas panjang-panjang, segenap tenaga dalam yang dimilikinya di himpun menjadi satu, kemudian ujarnya dingin:

"Silahkan turun tangan!"

Mendadak Tan Tiang kim munculkan diri dengan langkah cepat, serunya sambil tertawa:

"Lak ci sin mo sungguh tak kusangka kita akan bersua kembali didalam kebun raya Ban-hoa-wan ini"

"Pengemis tua, itulah yang dinamakan sempit dunia ini bagi orang yang bermusuhan!"

Tan Tiang kim tertawa, katanya lagi.

"Tempo hari dengan kemampuanku seorangpun kau tak mampu melukai diriku dengan pukulan Im hong ciang itu, apalagi sekarang kami berdua, memangnya kau sanggup berbuat banyak?"

"Selama banyak tahun belakangan ini, kekuatan Im hong ciang yang lohu yakinkan sudah tidak seperti dahulu lagi"

"Iblis tua kau tak lebih cuma mengandalkan ilmu Im hong ciang untuk melukai orang, tapi kau harus tahu, sepuluh tahun berselang kau tak sanggup melukaiku, sepuluh tahun kemudian kau juga tak akan mampu melukai diriku"

Lak ci sin mo tertawa keras, serunya.

"Hei pengemis tua, apakah kau ingin mencoba!'

"Setelah aku si pengemis tua berani datang ke mari, tentu saja soal mana tak terpikirkan olehku, cuma aku hendak memberitahukan dirimu lebih dulu, jika pukulanmu tak mampu melukai aku si pengemis tua, maka akupun akan melancarkan serangan balasan dengan sepenuh tenaga"

"Masih ada aku" sambung Pek Bwe, "tak ada salahnya kau si iblis tua boleh rasakan juga kehebatanku"

Tan Tiang kim segera menggeserkan badannya membentuk posisi mengepung bersama Pek Bwe, lalu katanya.

"lblis tua sekarang boleh turun tangan!"

Pelan-pelan Lak ci sin mo mengayunkan telapak tangan kanannya, mendadak secepat sambaran kilat dia lancarkan sebuah pukulan ke arah Pek Bwee.

Semenjak tadi Pek Bwee telah menghimpun tenaganya sambil bersiap sedia, melihat datangnya pukulan itu, dia bersikap seakan-akan hendak menyongsong datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.

Akan tetapi, begitu serangan dari Lak ci sin mo sudah hampir mengenai tubuhnya, tiba-tiba Pek Bwe mengigos ke samping dan menghindarkan diri dari datangnya ancaman tersebut.

Dalam saat bersamaan, Tan Tiang kim segera melepaskan sebuah pukulan dahsyat.

Sekalipun Pek Bwee telah berkelit denagn gerakan yang cukup cepat, tapi tak urung dia merasakan juga ada segulung tenaga pukulan yang sangat dingin berhembus lewat dari sisi tubuhnya dan mengibarkan ujung bajunya itu.

Ia dapat merasakan bahwa pukulan tersebut membawa angin serangan yang dingin dan merasuk tubuh. Sementara itu serangan dari Tan Tiang kim telah meluncur tiba, serangan yang sangat kuat itu memaksa Lak ci sin mo harus mundur selangkah ke belakang.

Sambil membalikkan badan, Lak ci sin mo segera mengayunkan telapak tangan kanannya. Kali ini serangan tersebut dilancarkan ke arah Tan Tiang kim.

Agaknya Tan Tiang kim sama sekali tidak gentar menghadapi ancaman pukulan Im hong ciang tersebut, dengan cepat dia mengayunkan juga tangan kanannya untuk menyambut datangnya ancaman itu.

Ternyata pukulan udara kosong yang dimiliki Tan Tiang kim telah mencapai puncak kesempurnaan, tenaga pukulan yang disertakan dalam setiap serangan sangat kuat an besar, begiut pukulan dilepaskan maka angin serangan Im hong ciang yang dilancarkan Lak ci sin mo itu segera terbendung balik.

Tan Tiang kim segera tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh...      haaahhh...      haaahh...      bagaimana    ?

Walaupun   selama   banyak   tahun   belakangan   ini tanpa

pukulan Im hong ciang mu itu sudah mendapat kemajuan yang pesat, tapi aku si pengemis tua tidak menganggur saja"

"Ilmu pukulan Im hong ciang memang amat lihay" kata Pak Bwe pula, "Siapa terkena pukulan tentu mampus, tapi itu baru berhasil bila angin pukulannya bersarang telak ditubuh sasarannya, bila ingin pukulan Im hong ciang tidak mengenai sasarannya, aku rasa itu mah belum cukup merupakan suatu ancaman"

"Iblis tua, bila Im hong ciang milikmu itu tak sanggup dikembangkan lagi, maka keadaan tersebut ibaratnya Sun Go khong kehilangan tongkat Kim kong pang, jika ingin mengandalkan kepandaian silat yang kau miliki itu untuk merobohkan kami berdua, rasanya dihati kecilmu pasti sudah ada perhitungannya bukan?"

"Kalian hendak menggertak lohu?"

"Tak bisa dikatakan sebagai suatu gertakan, aku si pengemis tua hanya berbicara sejujurnya" Sesudah berhenti sebentar, lanjutnya.

"Yang tidak kupahami adalah mengapa kau si iblis tua bisa sampai dikebun raya ini?'

“Kau benar-benar tidak tahu? Ataukah sudah tahu pura pura bertanya"

"Jika aku si pengemis tua sudah tahu, buat apa masih banyak berbicara lagi?"

Lak ci sin mo termenung sebentar, lalu jawabnya.

"Kalau memang kau bertanya dengan sungguh hati maka akupun akan menjawab dengan sejujurnya"

"Aku siap mendengarkan penjelasanmu itu.”

“Lohu bukan orang yang berdiam disini, aku bisa berada disini karena aku sedang disekap di tempat ini”.

"Kau disekap disini? Hei iblis tua, kau bukan sedang bergurau bukan ?"

Lak ci sin mo segera mendengus dingin.

"Hmmm! Kau anggap gurauan semacam ini menarik bagiku? Apakah lohu sengaja hendak mencoreng mukaku dengan tinta bak?"

"Aku si pengemis tua menjadi bertambah heran, aku  lihat kau si iblis tua masih utuh kaki tanganmu, ilmu silatpun tidak punah, siapa yang telah menyekapmu ditempat ini?" "Soal itu adalah soal pribadiku sendiri, agaknya tidak perlu kubicarakan terlalu jelas denganmu."

“Iblis tua aku si pengemis bertanya dengan sungguh hati, siapa tahu aku bisa membantu dirimu.”

"Kau bisa membantu? bagaimana mungkin aku bisa mempercayai dirimu?"

"Iblis tua, kamipun tak usah membohongi kau dan lagi kau sudah memperoleh bukti bahwa Im hong ciang milikmu itu masih belum mampu untuk melukai kami, mau mundur kami bisa pergi, mau maju kami bisa menyerang, sesungguhnya tak perlu kami bicarakan pertukaran dengan syarat dengan dirimu bukan?"

"Aaai...! Padahal sekalipun kuberitahukan kepadamu juga tak ada guannya!"

"Cobalah katakan, mungkin kami masih bisa memberikan jasa baik untukmu "

"Baik! Lohu akan menceritakan kepada kalian!" "Kami akan mendengarkan baik-baik!"

"Kau tentunya tahu bukan, sehebat-hebatnya seorang enghiong, keluarga lebih diutamakan?"

"Apakah keluargamu ada persoalan?" tanya Tan Tiang kim dengan perasaan tercengang.

"Kesalahan paling besar yang pernah kulakukan sepanjang hidupku adalah punya istri, lebih besar kesalahan ini setelah punya seorang putra dan seorang putri"

Setelah berhenti sejenak, terusnya.

"Tentunya kau juga tahu bukan, cinta kasih orang tua terhadap anaknya adalah paling mulia?" "Sepanjang hidup aku si pengemis tua tak pernah berkeluarga, soal ini tidak begitu kupahami!"

"Lohu bisa rela berdiam disini meski ilmu silatku tidak punah adalah dikarenakan anak istriku telah ditahan oleh mereka sebagai sandera, aku harus berusaha keras untuk melindungi keselamatan jiwa mereka."

"Hei Iblis tua! Tidak sedikit jago persilatan yang mati diujung pukulan Im hong ciangmu, masa kau juga memikirkan keselamatan anak binimu?" seru Tan Tiang kim.

"Itu mah berbeda, mereka. "

Sambil tertawa Pek Bwee segera menukas.

"Tan heng, walaupun perangai iblis tua ini rada aneh dan suka menyendiri, tapi dia tidak lebih cuma berada dalam kedudukan antara golongan lurus dan sesat, betul banyak yang mampus di tangannya, tapi orang yang dibunuh kebanyakan bukan orang baik-baik."

Lak ci sin mo segera menghela napas panjang.

"Aaaai, sekarang lohu harus menerima pembalasan yang setimpal"

"Pembalasan apa?"

"Anak istriku disandera orang, sedang aku dipaksa untuk menjaga gedung ini .....'..

“Dengan menyandera anak istrimu, apa mereka hanya memberi jabatan seringan ini kepadamu?" sela Tan Tiang kim.

'Hmm jangan kau anggap tugas ini ringan, lohu selain diwajibkan menjaga gedung ini, akupun diperintahkan untuk membunuh setiap orang yang berani memasuki tempat ini" 'Sudah berapa orang yang kau bunuh ditempat ini' "Baru pertama kali ini kujumpai kalian"

"Lantas sudah berapa hari kau sampai disini?" tanya Pek Bwe.

"Tiga hari."

"Kau baru datang selama tiga hari?"

'Lohu tak boleh meninggalkan gedung ini barang selangkahpun, tapi orang lainpun dilarang masuk kemari"

"Tapi bukankah kami sudah masuk kemari?"

"Tugas yang lohu peroleh adalah orang boleh masuk dalam keadaan hidup, tapi ia jangan harap bisa keluar dalam keadaan hidup"

"Hei iblis tua, siapa yang telah menyandera anak istrimu?" seru Tan Tiang kim..

"Jika lohu tahu orangnya, sudah dari dulu dulu aku mencarinya untuk berduel"

Tan Tiang kim menghela napas panjang.

'Hei iblis tua, paling tidak tentunya kau tahu bukan siapa yang menyuruhmu datang kemari?"

Dengan cepat Lak ci sin mo menggelengkan kepalanya, sambil tertawa getir ia berkata: "Perintah itu datangnya lewat sepucuk surat..."

"Sepucuk surat...? 'seru Tan Tiang Kim agak tertegun.

' Benar! Surat itu dibuat dengan tulisan tangan istriku, hanya sekilas pandangan saja aku telah mengenalinya"

"Jadi berbicara sekian lama, rupanya kau telah diperalat orang tanpa kau sendiri mengetahui siapakah orang itu?" "walaupun lohu tidak tahu siapakah orang itu? Tapi aku yakin orang itu sudah pasti ada hubungannya dengan kebun raya Ban-hoa-wan.”

'Betul, iblis tua kamipun dipancing orang untuk memasuki kebun raya Ban-hoa-wan, bagaimana? Perlu tidak bagi kita untuk bekerja sama?"

"Kerja sama bagaimana ?"

"Bertindak bersama kami, besar kemungkinan kau bisa berjumpa dengan orang yang menyandera anak istrimu itu?"

"Tidak bisa, lohu tak dapat menyerempet mara bahaya ini."

Mendengar jawaban tersebut Tan Tiang kim segera tertawa dingin.

"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... kalaupun merasa takut begitu bagaimana mungkin anak istrimu bisa ditemukan?" katanya.

"Bila lohu ikut dirimu dan seandainya anak biniku sampai mati terbunuh, bagaimana mungkin aku bisa menanggung resikonya."

"Hei iblis tua, bila mereka hendak membunuh anak istrimu, mereka sudah mempunyai alasan yang kuat untuk membinasakannya"

"Kenapa ?"

"Sebab kami sudah memasuki gedung ini dan lagi belum mati, tentunya kau sendiri juga mengerti, sekalipun kau hendak menyerang kami dengan sepenuh tenaga, belum tentu sanggup untuk menangkan aku si pengemis tua. ?"

"Memangnya kau dapat menangkan lohu?`' Lak ci sin mo balik bertanya sambil tertawa dingin. "Itu sih tidak, kita setali tiga uang, siapapun tak mampu menenangkan yang lain"

"Itu mah kurang lebih" ejek Lak ci sin mo sambil tertawa dingin.

"Seandainya ditambah dengan Pek Bwe seorang maka kemungkinan kami untuk menang menjadi bertambah besar dan jelas"

Lak ci sin mo menghembuskan napas panjang, katanya kemudian:

"Oleh sebab itu, kalian telah mencelakai diriku !"

"lblis tua, urusan sudah menjadi begini, apakah kau belum juga sadar apakah..."

Lak ci sin mo menjadi gusar sekali, tukasnya.

"Kau si pengemis tua tak pernah kawin dan hidup membujang sepanjang masa, tentu saja kau tak akan tahu bagaimana rasanya punya anak bini"

"Yaa, jika kau tidak percaya dengan perkataan aku sipengemis tua, akupun tak bisa berbuat apa-apa lagi", kata Tan Tiang kim sambil tertawa lebar, "orang persilatan ada peraturan, tidak mengusik perempuan, tidak mengganggu yang lemah, mereka bukan cuma menindas binimu saja, juga menculik putra-putrimu, manusia semacam ini apakah masih dapat dipercaya?..

Lak-ci sin-mo menggelengkan kepalanya berulang kali. "Perduli apa saja yang kau ucapkan, lohu tak dapat

mempercayai perkataanmu itu" katanya.

"Iblis tua kau toh kan masih belum sadar juga, lebih baik kita berpisah sampai disini saja"

"Kalian mau pergi..' "Kalan tidak, memangnya kami hendak bertarung dulu denganmu?" sambung Pek Bwee.

Lak ci sin mo menghembuskan napas panjang.

"Aaaai...! Kepergian kalian ini bukan sama artinya dengan mencelakai anak istri ku?'

"Yaa, apa boleh buat lagi? Tak ada salahnya kau pikirkan persoalan ini pelan-pelan, bila sudah mendapatkan jawabannya, keluarlah dari sini, dan carilah kami..`

Setelah berjalan dua langkah, mendadak ia berpaling sambil katanya lagi:

"Hei, iblis tua! Apakah cuma kau seorang yang berada di dalam gedung ini?"

"Benar, cuma aku seorang!"

Pek Bwe tidak banyak berbicara lagi, dengan langkah lebar dia berlalu dari situ.

Tan Tiang kim mengikuti dari belakangnya dan sekalian menutup pintu rumah, setelah itu katanya:

"Pek heng, apakah kau berhasil melihat sesuatu?" "Agaknya mereka sudah melakukan persiapan yang

cukup matang. Lak ci sin mo tidak lebih hanya langkah catur pertama yang dipersiapkan"

"Betul! Agaknya dalam serangan tadi, si gembong iblis tua itu belum menyerang dengan sepenuh tenaga.."

"Tapi kenapa?" sela Pek Bwe.

"Mungkin belum sampai waktunya untuk beradu jiwa" "Yaa, paling tidak dia juga mengerti bahwa dia masih

bukan tandingan dari kita berdua" "Tapi jika dia ditambah dengan beberapa orang lagi, maka dengan cepat mereka akan menjadi musuh tangguh kita"

"Jadi kalau begitu kita seharusnya merobohkan dia, atau paling tidak memunahkan ilmu silatnya"

"Aaai....! Seandainya kedudukan kita berbalikan, Lak ci sin mo sudah pasti mampus sedari tadi" Sembari bercakap cakap kedua orang itu melanjutkan langkahnya kedepan.

Pek Hong sekalian segera mengikuti di belakang Tan Tiang kim berdua, mereka cuma mendengarkan pembicaraan itu dengan tenang, tak seorangpun yang turut menimbrung atau banyak bertanya.

Terdengar Pek Bwe berkata lagi.

"Hei pengemis tua, aku rasa makin dipikir keadaan semakin tidak beres, masa dalam gedung itu hanya ada Lak ci sin mo seorang?"

"Menurut pendapatmu masih ada siapa lagi?" "In tiap hui cun!"

"Apakah orang itu adalah It tiap hui cun atau bukau, aku tidak tahu, tapi memang tak bakal salah lagi jika dalam gedung itu masih terdapat orang lain"

"Apakah sedari tadi kau sudah tahu?" 'Yaa, aku sudah tahu sedari tadi" "Kenapa tidak kau katakan? "Dikatakan pun apa gunanya?"

"Semestinya kita harus masuk untuk melakukan penggeledahan, siapa tahu kalau It tiap hui cun bisa ditemukan?" "Sekalipun bisa ditemukan apalagi gunanya? Mereka punya sepuluh macam siasat, kita punya rencana matang, menanti mereka sudah tiba saatnya untuk muncul sendiri, sekarang aku rass tak perlu menggebuk rumput mengejutkan ular"

'Hei pengemis tua, agaknya kau mempunyai rencana yang matang dalam hatimu?"

Tan Tiang kim berpaling dan memandang sekejap ke arahnya, lalu jawabnya sambil tertawa.

"Jago lihay dari Kay-pang sudah banyak yang berdatangan kemari, lebih baik lagi jika dapat menemukan orang orang mereka dalam jumlah besar, dengan begitu pertarungan baru akan berlangsung dengan ramai dan meriah"

"Pengemis tua, persoalan paling penting yang harus kita lakukan sekarang adalah berusaha untuk menemukan Tiong It-ki"

"Ooooh... !"

"Oleh sebab itu apabila kita mengulur waktu untuk bertarung, kita ulur waktu sebisanya."

"Baik!” Kata Tan Tiang kim sambil mengangguk, kau dan orang Bu-khek-bun bertugas mencari orang, sedangkan aku si pengemis pun dengan orang-orang Kay-pang untuk khusus menghadapi musuh"

"Baiklah, cuma lebih baik lagi jika orang Kay-pang bisa bekerja sama dengan kami' Tan Tiang kim segera tertawa.

"Soal ini tak usah Pek heng kuatirkan, menolong Tiong It-ki juga merupakan harapan dari Kay-pang .... cuma. "

"Cuma kenapa?" “Kebun raya Ban-hoa-wan begini luas dan lebar, darimana kita bisa tahu mereka se?sungguhnya bersembunyi dimana?"

"Masalah ini memang merupakan suatu persoalan, lohu selalu memikirkan hal ini, tapi tidak berhasil juga kutemukan suatu cara yang baik untuk mencari tempat persembunyian Tiong It-ki"

“Oleh karena itu kita harus pelan-pelan mencari, mencari kesempatan dan beradu nasib, jika harus mencari tanpa tujuan, bagaimana mungkin bisa ditemukan? Kesemuanya ini harus menggunakan sedikit akal dan kecerdikan”.

“Sekarang kita akan kemana?'

"Kandang macan, tempat itu seharusnya merupakan tempat yang paling berbahaya dalam kebun raya Ban-hoa wan`

“Pengemis tua, kau mengatakan kandang macan paling berbahaya, apakah macan-macan dalam kandang itu bisa keluar untuk melukai orang?"

Kalan dibilang cuma macan itu bisa keluar untuk melukai orang saja, hal mana justru bukan sesuatu yang aneh, maka aku pikir sudah pasti persiapan mereka bukan hanya sampai disitu saja"

"Dalam kandang macan, isinya melulu macan, kalau bukan macan yang diandalkan, memangnya masih ada apa lagi?'

"Aku tidak tahu, cuma aku yakin didalam kandang macan itu sudah pasti terdapatjebakan lain yang menakutkan" "Menurut keterangan dari Ti Thian hua, tempat yang paling menakutkan dalam kebun raya Ban-hoa-wan ini bukan kandang macan, melainkan empang ikan leihi"

"Walaupun empang ikan leihi berbahaya, tapi harus mempunyai suatu syarat mutlak' kata Tan Tiang kim.

"Syarat apa?"

"Sang korban musti tercebur dulu ke dalam air"

“Itu berarti asal kita tidak terjatuh ke air, mereka pun tak akan mampu untuk melukai kita?.

"Tapi aku percaya mereka pasti mempunyai cara untuk mendorong kita masuk ke air"

"Apa caranya?"

"Soal ini aku juga kurang terang, pokoknya kebun raya Ban-hoa-wan ini meski sepintas lalu bagaikan tempat rekreasi yang berpemandangan sangat indah, tapi sesungguhnya tempat ini merupakan suatu tempat yang berbahaya sekali"

Sementara pembicaraan masih berlangsung, mereka sudah tiba diluar kandang macan.

Yang dimaksudkan sebagai kandang macan adalah sebuah pagar kayu yang tingginya satu kaki lima depa, membentuk gerakan lingkaran menurut keadaan medan disana dan memisahkan antara bagian dalam dan bagian luar dengan sederet pagar.

Tanah didalam pagar kayu itu sangat luas, paling tidak juga mencapai dua bau, itu berarti tempat bergerak macan macan tersebut cukup luas dan lebar, karenanya macan yang ada dalam kandang semuanya kelihatan angker dan menyeramkan. Begitu besar kandang itu dengan begitu banyak macan yang berada disitu, tapi anehnya tak nampak sesosok bayangan manusia yang berada disitu.

Pek Bwe berdiri diluar pintu pagar sambil menengok ke dalam, kemudian pelan-pelan berkata: "Tan heng, apakah kau telah menyaksikan sesuatu?"

'Aku si pengemis tua sedang berpikir, mengapa didalam kandang itu tidak nampak tempat khusus untuk memberi makan macan-macan itu?"

"Siaute juga sedang merasa curiga, agaknya harimau harimau ganas itu seakan-akan tak pernah diberi makanan saja"

Diam-diam Tan Tiang kim mencoba untuk menghitung jumlah binatang buas itu, ternyata jumlahnya mencapai delapan belas ekor.

Dengan perasaan terperanjat dia lantas berpikir.

"Seekor harimau saja membutuhkan makanan yang besar sekali porsinya, apalagi delapan belas ekor sekaligus, mungkin membutuhkan beberapa ekor kambing sehari, wah lama kelamaan bisa bangkrut kalau begitu terus!"

Setelah itu Pek Bwee juga sedang berpikir, jika harimau harimau itu diberi makanan, sudah pasti akan tampak sisa sisanya disana, tidak mungkin tempat semacam itu bisa dibersihkan setiap hari, tapi anehnya mengapa disitu tiada sisa makanan yang tertinggal?"

Dalam pada itu, harimau-harimau ganas dalam kandang itu pelan-pelan sudah berkumpul menjadi satu, delapan belas ekor harimau dengan tiga puluh enam buah matanya bersama-sama ditujukan ke tubuh beberapa orang itu dengan garang. Sinar mata harimau-harimau ganas itu hampir seluruhnya memancarkan sinar lapar dan bengis yang cukup menggidikkan hati siapapun yang melihatnya.

Tan Tiang kim dan Pak Bwe adalah orang-orang yang sudah seringkali melakukan perjalanan didalam gunung. merekapun sudah punya beberapa kali pengalaman berjumpa dengan harimau, akan tetapi setelah menyaksikan sinar mata dari harimau-harimau tersebut, bergetar juga perasaan mereka berdua.

Sebab sinar mata dari harimau-harimau itu adalah sinar mata harimau kelaparan yang siap menerkam mangsanya.

Malahan mereka yang tidak berpengalaman dalam soal harimau pun segera timbul juga perasaan bahwa harimau harimau tersebut tidak bermaksud baik setelah menyaksikan keadaan itu.

"Saudara Pek, sekarang aku mengerti dengan cara apa mereka memberi makan kepada harimau-harimau itu" kata Tan Tiang kim kemudian.

"Bagaimana caranya?"

"Pek heng seandainya mereka gunakan sebuah kerangkeng besi yang didalamnya telah diberi makanan, lalu masukkan kerangkeng tadi ke dalam kandang macan, bukankah macan-macan itu akan berebut masuk kedalam kerangkeng itu?"

"Betul, setelah memberi makan kepada harimau itu dan tempat dalam kandang dibersihkan, kerangkeng besi itu bisa didorong masuk lagi ke dalam kandang dan melepaskan penutup kerangkeng itu, dengan demikian tempat disini tidak akan di jumpai jejak apa-apa lagi!"

"Aku rasa tak usah musti memakai kerangkeng besi, sebuah kerangkeng dari kayu saja sudah lebih dari cu ku p" "Entah kerangkeng apa yang mereka gunakan, aku rasa cara itu sudah tak bakal salah lagi"

"Pek heng kau masih melihat apa lagi?"

"Agaknya macan-macan ini seringkali makan manusia, maka begitu melihat ada manusia, mereka lantas menunjukkan selera dan napsu yang besar sekali"

"Betul! Disinileh letak keseraman dari kandang macan, sekarang macan-macan itu sudah mulai lapar, agaknya mereka siap menerkam kita setiap ada kesempatan.

“Seandainya dalam keadaan seperti ini secara tiba-tiba muncul satu orang saja untuk membuka kandang tersebut, macan-macan itu sudah pasti akan menerkam kita dengan penuh napsu"

"Locianpwe", kata Tang Cuan, “seandainya kedelapan belas ekor macan itu muncul bersama dari dalam kandang, sanggupkah kita untuk menghadapinya?".

"Sulit untuk dikatakan, seandainya kita seorang harus menghadapi seekor macan, bagaimanapun ganasnya macan itu aku yakin kita masih sanggup untuk menghadapinya, jika kita berlima harus menghadapi sepuluh ekor macan, entah bagaimana akhirnya, kita pasti ada yang terluka, sebaliknya jika delapan belas ekor macan itu menerkam bersama, diantara kita pasti ada beberapa orang yang terluka parah".

"Tan cianpwe, betulkah ke delapan belas ekor harimau itu semuanya ganas?"

Agaknya ucapan tersebut belum selesai diucapkan, mendadak ia tutup mulut dan tidak berbicara lagi. "Kalau memang begitu, lebih baik kita cepat-cepat tinggalkan tempat ini", kata Pek Hong. "Andaikata mereka ada maksud untuk menyerang kita dengan macan-macan itu, aku rasa terlambat sudah buat kita untuk pergi meninggalkan tempat ini"

Mendadak terdengar suara auman macan yang mengerikan hati berkumandang memecahkan keheningan.

Seekor harimau mengaum, harimau-harimau yang lainpun turut mengaum, maka dalam waktu singkat  suasana disekitar tempat itu diliputi oleh suara auman harimau yang saling bertahut-sahutan.

Berada dalam keadaan begini, sekalipun Tan Tiang kim berpengalaman amat lihai, tak urung dibuat tidak tenteram juga oleh suara auman macan yang amat hebat itu.

Pak Hong dan Tang Cuan sekalipun tanpa terasa segera meraba gagang pedang masing-masing. Dengan kening berkerut Pek Bwe berkata:

"Auman harimau itu bersahut-sahutan, tampakmya binatang-binatang buas itu siap melakukan suatu tindakan, kita musti berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang tidak diharapkan"

"Betul!" kata Tan Tiang kim sambil mengangguk, "jika pintu yang dibuka hanya satu, kita harus manfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya, tapi kalau pintu kandang yang dibuka sangat banyak sehingga kita tak sanggup membendungnya, sudah pasti kedelapan belas ekor harimau itu akan keluar dari kandang bersama, akibatnya beberapa orang diantara kita pasti akan menjadi korban"

"Tan heng, bagaimana kalau kita hadapi dengan kecerdikan?" tanya Pek Bwe. "Mungkin korban yang jatuh akan lebih sedikit"

Pek Bwee segera memperkeras suaranya seraya berseru. "Kalau begitu dengarkan baik-baik, jika harimau harimau itu keluar dari kandang nanti, kira harus mencari akal untuk menyumbat pintu kandang yang terbuka. Kemudian sekuat tenaga menyerangnya sampai mati, adapun kepandaian yang kalian miliki, pergunakan semua tanpa ragu-ragu, baik itu senjata rahasia maupun senjata tajam"

Setelah berhenti sejenak, terusnya:

"Andaikata harimau itu sudah keluar dari kandang, maka kalian jangan sekali-kali menghadapi dengan kekerasan, tapi pergunakanlah sedikit kecerdasan"

Auman harimau yang keras dan menggetarkan sukma masih berkumandang terus, suasana begini semakin menciutkan perasaan setiap orang yang berada disana.

-oOo>d’w<oOo-

TAPI anehnya pintu kandang tiada yang terbuka, sedangkan kawanan harimau itu pun tak ada yang menyerbu keluar dari sana.

Mendadak terdengar serentetan suara aneh yang sangat rendah bergema dari balik auman harimau tersebut.

Mendengar pekikan suara aneh tadi, auman harimau yang bersahut-sahutan itu segera berhenti sama sekali.

Suasana didalam kandang harimau itupun pulih kembali dalam ketenangan seperti sedia kala.

Tapi rombongan harimau itu belum membubarkan diri, mereka masih berkumpul menjadi satu, sambil mengawasi kelompok manusia diluar kandang.

"Rupanya harimau-harimau di dalam kandang ini sudah mendapat   pendidikan   yang   ketat"   kata   Tan Tiangkim dengan dingin. "berada dalam kendali orang lain, aku rasa lebih susah lagi untuk dihadapinya"

?oooO)d.w(Oooo?

ANEHNYA dari empang ikan leihi kita sudah sampai di kandang macan, kenapa mereka belum juga turun tangan?." Kata Pek Bwee.

"Belum sampai waktunya"

Pek Bwe berpaling dan memandang sekeliling tempat itu, lalu katanya:

"Agaknya kandang macan ini letaknya berada dipaling belakang dari kebun raya Ban-hoa-wan, kalau mereka belum juga turun tangan, lantas mereka bersiap-siap akan turun tangan dimana?'

"Mereka sedang menunggu '

Belum lagi ucapan tersebut diselesaikan tiba-tiba terdengar seseorang berkata dengan dingin:

"Kebun raya Ban-hoa-wan adalah tempat tinggal jago lihay, kalian berani memasukinya berarti kalian harus mati"

Suara ini seakan-akan datang dari suatu tempat yang sangat jauh, Tan Tiang kim hanya bisa menentukan arah datangnya suara tersebut, tapi tidak melihat darimana orang itu berbicara.

Kontan saja Tan Tiang kim merasakan hatinya bergetar keras, tapi mimik wajahnya masih tetap menunjukkan ketenangan yang luar biasa, setelah menarik napas panjang, serunya:

"Jago lihay dari manakah yang telah memberi petunjuk?

Kenapa tidak segera munculkan diri?". Suara yang dingin menyeramkan itu kembali berkumandang.

'Tan Tiang kim, apa sangkut pautnya antara urusan Bu khek-bun dengan perkumpulan Kay-pang? Kenapa kau mencampurinya?"

"Siapakah yang tidak tahu kalau Kay-pang dan Bu-khek bun mempunyai hubungan yang akrab, apanya yang musti diherankan?"

Suara yang dingin menyeramkah tadi berkata lagi. "Aaai

.....!.Lohu menjadi agak menyesal dan sedih" "Apa yang musti kau sesalkan?"

"Bagaimanapun juga kau mempunyai nama yang cukup tersohor dalam dunia persilatan, bila hari ini mesti mampus dalam kebun raya Ban-hoa-wan, bukankah hal itu merupakan suatu peristiwa yang patut disesalkan?

"Aku si pengemis tua sudah hidup enam puluh tahun lebih, masa hidupku sudah cukup panjang, sekalipun harus mati disini hari ini, bagi aku si pengemis tug maah bukan terhitung sesuatu peristiwa yang pantas disesalkan!"

Sementara itu Tan Tiang kim sudah tahu kalau suara tersebut berasal dari puncak pohon pekyang tinggi besar disebelah barat kandang macan itu.

Daun pohon itu sangat rimbun dan lebat, sehingga sukar untuk dilihat dimanakah orang itu menyembunyikan diri.

Tapi Tan Tiang kim adalah seorang jago kawakan yang sudah lama sekali berkelana dalam dunia persilatan, meskipun terkejut didalam hati, namun diluar ia cuma tertawa dingin.

"Besar amat bacotmu!" serunya. "Tan Tiang kim!" kata suara dingin itu dengan nada menyeramkan, "tampaknya tidak sedikit jumlah anggota Kay-pang yang berdatangan pada hari ini."

"Anggota Kay-pang tak terhitung jumlahnya yang sudah mencapai ribuan orang, dapatkah kau lihat berapa banyak jago kami yang telah berdatangan hari ini?"

"Tan Tiang kim!" suara yang dingin itu kedengaran agak marah, "sungguh tidak beruntung lohu harus  melihat dirimu lebih dulu. "

"Melihat aku kenapa?" "Melihat kau bakal mampus!"

Tan Tiang kim segera tertawa terbahak-bahak.

"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... sayang sekali, aku masih segar bugar"

Tidak terdengar uara jawaban lagi, agaknya orang itu sudah pergi meninggalkan tempat itu. Tan Tiang kim mendehem berat, kemudian serunya lagi.

"Saudara, kalau toh kau berani membentak dan menegur aku Tan Tiang kim, kenapa tidak berani untuk menampakkan diri?"

Sekalipun sudah diulangi beberapa kali, ternyata tidak terdengar juga ada orang yang memberi jawaban.

Pek Bwee menghembuskan napas panjang. "Tampaknya mereka sudah pergi!"

"Hmm! Bangsat itu berlagak misterius, agaknya orang itupun merupakan seorang-jago kawakan yang sudah seringkali melakukan perjalanan di dalam dunia persilatan"

Belum sempat Tan Tiang kim menjawab, tampak bayangan   manusia   berkelebat   lewat,   seorang   manusia berbaju putih sudah menampakkan diri dibalik kandang macan itu.

Tampak orang itu melompat dua kali dengan menutulkan ujung kakinya diatas papan kayu itu, kemudian dengan enteng dan melampaui pagar kayu tadi dia melayang turun dihadapan Tan Tiang kim mengawasi orang itu lekat-lekat, kemudian serunya dengan dingin:

"Kau adalah "

Orang itu mengenakan baju serba putih, usianya antara tiga puluh tahunan, pedang tersoren di punggung dan wajahnya sangat asing, baik Tan Tiang kim maupun Pek Bwee tak ada yang mengenalinya.

"Kaukah yang bernama Tan Tiang kim?" tegur orang berbaju putih itu dengan wajah serius.

"Betul, aku si pengemis tualah orangnya" "Bagus sekali, serahkan nyawamu!"

"Kau hendak membunuh aku si pengemis tua?"

"Yaa, aku mendapat tugas untuk kemari mencabut selembar nyawamu!" tiba-tiba Tang Cuan maju selangkah ke depan, kemudian serunya:

"Sobat, kasar amat sikapmu!"

Orang berbaju putih itu memandang sekejap ke arah Tang Cuan, kemudian tegurnya: "Siapakah kau?"

"Aku Tang Cuan!" "Minggir kau dari situ!"

Tang Cuan segera tertawa dingin, katanya:

"Tan cianpwe adalah seorang yang sangat terhormat, tak nanti ia sudi bertarung dengan manusia macam kau" Dengan cepat orang berbaju putih itu meraba gagang pedangnya, kemudian membentak keras: "Minggir kau!"

Tang Cuan juga meloloskan pedangnya dari sarung. "Kau musti menangkan dulu pedang dari aku orang she

Tang sebelum bertempur melawan Tan locianpwe"

Mendadak tampak cahaya tajam berkilauan di angkasa, sekilas bayangan dingin langsung membacok ke tubuh Tang Cuan.

Dengan cepat Tang Cuan menggerakkan pedangnya untuk menangkis "Traang!" ia sudah membendung

serangan pedang dari orang berbaju putih itu,

Suatu pertempuran sengit dengan cepat berkobar dengan hebatnya.

Sepasang pedang saling menyambar bagaikan sambaran kilat dengan cepatnya kedua belah pihak sudah berada dalam keadaan seimbang dan siapapun tak sanggup mengalahkan yang lain.

Ilmu pedang Cing peng kiam hoat yang diyakinkan Tang Cuan meski sudah mencapai kesempurnaan sebesar delapan bagian, tapi untuk menghadapi serangan gencar dari manusia berbaju putih itu, dia masih selisih satu tingkat.

Sekalipun demikian, setiap kali Tang Cuan sudah terdesak dan hampir menderita kekalahan, tiba-tiba saja muncul satu jurus tangguh yang segera merebut kembali keadaan yang berbahaya menjadi menguntungkan. Jurus jurus aneh yang digunakan itu semuanya amat lihay, ganas dan luar biasa, hal mana memaksa kemenangan yang hampir saja diraih orang berbaju putih itu secara tiba-tiba lenyap tak berbekas. Dengan demikian, maka suasana pertarunganpun menjadi kalut dan tidak diketahui mana yang menang dan mana yang kalah. Dalam waktu singkat ratusan gebrakan sudah lewat, tapi pertempuran sengit masih berlangsung terus dengan ramainya, menang kalah masih belum juga diketahui.

Tan Tiang kim yang menjumpai keadaan itu menjadi sangat keheranan, dengan suara lirih dia berkata:

"Saudara Pek, tak kusangka kalau ilmu pedang Cing peng kiam hoat ternyata demikian lihay dan luar biasanya, kejadian ini sungguh diluar dugaan aku si pengemis tua".

Pek Bwe mengerti jurus-jurus aneh yang sakti dan muncul berulang kali itu bukan jurus pedang dari ilmu Cing peng kiam hoat asli, melainkan merupakan jurus-jurus pedang ajaran dari Cu Siau-hong.

Cuma, beberapa jurus serangan itu sudah dilebur ke dalam ilmu pedang Cing peng kiam hoat, jadi kalau dibilang jurus-jurus serangan itupun merupakan jurus serangan dari Cing peng kiam hoat, hal itupun tak dapat dianggap salah..

Berpikir demikian, pelan-pelan dia menjawab.

"Selama banyak tahun belakangan ini, aku sudah keluar dari perkampungan Ing-gwat-san-ceng, jadi terhadap perkembangan dari ilmu pedang Cing peng kiam hoat kurang begitu paham"

Sementara itu Tan Tiang kim secara diam-diam telah mengerahkan tenaga dalam nya untuk bersiap-siap, dia telah bersiap-siap untuk setiap saat turun tangan menolong Tang cuan.

Walaupun begitu, tapi selama ini dia tak pernah turun tangan untuk membantu. Perubahan jurus pedang yang dimainkan lelaki berbaju putih itu makin lama kelihatan semakin ganas, setiap jurus serangan yang dipergunakan rata-rata merupakan jurus mematikan yang dahsyat dan penuh diliputi hawa pembunuhan yang mengerikan.

Untuk menghadapi serangan-serangan dahsyat dari orang berbaju putih itu, Tang Cuan juga kelihatan makin lama semakin bertambah payah..

Sekalipun demikian, Tang Cuan justru makin bertarung semakin mantap, permainan pedang Cing peng kiam ditangannya juga semakin kuat dan meyakinkan.

Kecuali disaat-saat yang amat berbahaya, dia baru menggunakan jurus aneh untuk menolong diri, boleh dibilang sebagian besar diat bertarung menggunakan ilmu pedang Cing peng kiam.

Ketika ratusan jurus sudah lewat, tapi lelaki berbaju putih itu belum juga berhasil merobohkan Tang Cuan, hatinya mulai gelisah dan cemas sekali, peluh sebesar kacang mulai jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar