Pena Wasiat (Juen Jui Pi) Jilid 09

Pek Bwe segera tertawa dingin.

"Aku rasa. hal ini tidak mudah kau dapatkan!" sahutnya.

Dengan ujung bajunya Pi Kay menyeka peluh yang telah membasahi jidatnya, sambil menahan sakit bisiknya.

"Aku tak ingin mati, kaupun boleh hidup lebih jauh" "Maksudmu kau hendak memunahkan racun yang

mengeram didalam tubuhku?"

"Benar, tapi kau pun harus berjanji, setelah kupunahkan racun yang mengeram di tubuhmu, kau harus lepaskan aku pula untuk pergi meninggalkan tempat ini"

"Tidak! Kalau begitu barter kita tak bisa dilangsungkan" Pek Bwee segera menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Kenapa? kita kan satu nyawa ditukar dengan satu nyawa, aku tidak mendapat keuntungan, kaupun tidak menderita kerugian"

"Persoalannya sekarang adalah aku masih punya kesempatan sedangkan kau sudah tidak punya kesempatan lagi, aku bisa segera merenggut selembar nyawamu ."

"Jika aku mati, kau toh akan mampus juga, akhirnya juga setali tiga uang" sambung Pi Kay lagi.

"Tidak, tidak sama! Aku bisa menggeledah sakumu untuk menemukan obat pemunah tersebut, andaikata dalam sakumu terdapat sepuluh botol obat, lima botol terdiri dari racun dan lima botol obat pemunahnya, itu berarti aku masih mempunyai lima puluh persen kesempatan untuk hidup lebih lanjut!"

"Yang paling tepat perhitungannya adalah kau masih ada kesempatan hidup hanya sepuluh persen, sebab walaupun separuh botol yang kubawa adalah racun dan separuh botol yang lain adalah obat pemunah, namun obat pemunah tersebut bukannya bisa digunakan semua, kau ada kemungkinan selama minum obat, hal mana mungkin akan mempercepat proses bekerjanya racun yang mengeram di tubuhmu"

Pek Bwe segera tertawa, tukasnya:

"Watakku selamanya adalah tidak doyan kekerasan, tidak pula kelembutan, sekarang kau hanya ada satu kesempatan untuk bisa hidup lebih lanjut. !"

Cengkeramannya pada pergelangan tangan lawan segera dikendorkan, ini membuat penderitaan Pi Kay jauh berkurang.

"Apa syaratmu, cepat katakan!" seru Pi Kay.

"Mengaku dulu dengan terus terang, siapa nama aslimu. mau apa datang ke kota Siang-yang dan mengapa kau turun tangan sekeji ini terhadap seseorang yang masih asing bagimu "

Setelah tertawa dingin, terusnya:

"Masih ada satu hal lagi yang paling penting, berikan obat pemunah itu kepadaku"

Pi Kay mengerutkan dahinya, tapi terpaksa dia merogoh juga ke sakunya untuk mengeluarkan sebuah botol porselen.

"Inilah obat pemunahnya!" ia berseru, Pek Bwe menerima botol itu dengan tangan kirinya, kemudian setelah menotok jalan darah penting di tubuh Pi Kay, katanya sambil tertawa:

-oOo>d’w<oOo-

“DUDUKLAH yang baik disitu, bila berani melakukan sesuatu gerak gerik yang mencurigakan, jangan salahkan kalau aku akan merenggut nyawamu !"

Setelah membuka tutup botol dan mengeluarkan sebuah butir pil berwarna putih, katanya kembali. "Sekarang, buka mulutmu lebar-lebar coba dulu sebutir!"

Dibawah ancaman kematian, Pi Kay berubah menjadi sangat penurut sekali, ia segera membuka mulutnya dan menelan pil tadi.

Menunggu pil itu sudah masuk kedalam perutnya, Pek Bwe baru menelan pula dua butir katanya.

"Dua butir sudah cukup?"

Pi Kay manggut manggut. Setelah menelan pil tadi, ia berkata lagi:

"Selanjutnya apa yang musti kulakkuan.." "Mengatur napas agar obat itu mulai bekerja"

"Semoga saja obat yang kau berikan kepadaku itu adalah obat pemunah yang sebenarnya"

Setelah menotok kembali jalan darah bisu ditubuh Pi Kay, diam diam dia mulai mengatur napas untuk bersemedi.

Ternyata Obat itu memang betul betul obat pemunah yang mujarab, setelah mengatur napas daya obat tersebut mulai bereaksi, Pek Bwe merasakan racun dalam tubuhnya mulai lenyap tak berbekas.

Akhirryn setelah pengaruh racun itu lenyap, sama sekali, dia baru menepuk bebasjalan darah bisu orang, katanya:

"Sekarang, aku ingin mendengarkan asal usulmu lebih dulu, nah katakanlah!" Pi Kay menghela napas panjang.

"Sebetulnya siapakah namamu? Tak kusangka sedemikian hebatnya kepandaianmu"

Pek Bwe segera berkata.

"Pi Kay, ingatlah baik-baik, yang bertanya sekarang adalah aku, bukan kau, cuma bila kau bersedia menjawab pertanyaanku dengan sejujurnya lohu pun bersedia untuk memberitahukan asal usulku yang sebenarnya kepadamu"

Pi Kay manggut manggut.

"Baiklah!" ia berkata, "akan kusebutkan dulu namaku, aku betul betul she Pi, cuma bukan bernama Kay!"

"Lantas siapa namamu" "Pi Sam long"

Mendengar nama itu Pek Bwe segera berseru:

"Oooh kiranya kau adaleh Tok hong (lebah beracun) Pi Sam!"

"Kau juga tahu akan aku?" Pi Sam-lo tampak agak tertegun.

"Apakah kau adalah anak murid dari Kiu-ci tok-siu (kakek beracun berjari sembilan) Sang-Kong-sin?"

"Dugaanmu benar, aku berurutan nomor tiga"

'Seng Kong sin dengan lohu bukan cuma kenal saja bahkan  mempunyai  hubungan  persahabatan  yang   cukup akrab, entah pernahkah ia membicarakan soal diriku ini kepada kalian?"

“Kau orang tua belum menerangkan siapa namamu, darimana boanpwe bisa menjawab?"

"Lohu adalah Pek Bwe" "To heng siu, Pek Bwe?"

"Betul itulah lohu!?” Pek Bwe mengangguk.

"Suhu pernah menyinggung soal cianpwe, katanya tempo hari dia orang tua pernah ditolong oleh cianpwe"

"Ah, cuma satu urusan kecil, tidak terhitung seberapa" "Tapi suhu selalu memikirkannya dihati, beliau pernah

berpesan kepada aku serta kedua orang suhengku agar bersikap hormat bila bertemu dengan kau orang tua dalam dunia persilatan, sungguh tak nyana boanpwe telah meracuni kau orang tua, jika kejadian ini sampai diketahui suhu, niscaya kulitku akan dikelupas!" 

Pek Bwe segera tertawa terbahak bahak,

"Haaahhh ...haaahhh....haaahhh, tidak mengapa, Aaai tak tahu dia tak bersalah. kau toh tidak tahu siapakah diriku, mana aku bisa menyalahkanmu?"

"Pek ya!' Kata Pi Sam long kemudian, “suhu pernah melukiskan raut wajahmu kepada kami. tapi kau sedikitpun tidak mirip saja boanpwe meski punya nyali yang besar juga tak akan berani turun tangan terhadap dirimu"

“Lohu sedang menyamar, tentu kau tak akan mengenaliku. saudara Pi. aku lihat kau pun bukan berwajah yang sesungguhnya!" "Boanpwe mengenakan selembar kulit manusia, silahkan Pek ya menyebut Pi Sam kepadaku, sebuatan saudara tak berani boanpwe terima. "`

Setelah berhenti sejenak, terusnya.

“Locianpwe, cepat bebaskan dulu jalan darahku yang telah kau totok itu.”

"Oya hampir saja aku kelupaan!" seru Pek Bwe sambil tertawa.

Tangan kanannya bergerak cepat melepaskan dua pukulan ketubuh Pi Sam, seketika itu jugs bebaslah jalan darahnya yang tertotok.

Buru buru Pi Sam long mengeluarkan kembali sebuah botol porselen dari sakunya, sambil membuka penutup botol itu katanya.

"Cepat! Cepat telan pil yang berada dalam botol ini" "Apa yang telah terjadi?" tanya pek Bwe agak tertegur. "Pil yang barusan locianpwe telan bukan obat pemunah

...."

“Aku sudah mencoba untuk atur pernapasan, rasanya racun yang mengeram ditubuhku telah lenyap,” tukas Pek Bwe.

“Aku tahu, pil itu bernama Yan tok wan, setelah ditelan memang sari racun ditubuh akan lenyap untuk sementara waktu, padahal sesungguhnya racun itu hanya tertekan oleh daya kerja obat, begitu kambuh maka kehebatannya berpuluh puluh kai lipat akan lebih dahsyat, bahkan kemungkinan akan merenggut nyawa”.

“Oooh, tampaknya kepandaian suhumu dalam mempergunakan racun makin lama semakin lihay saja”. Pi Sam-long sendiri menelan sebutir lebih dulu, kemudian baru berkata lagi.

“Locianpwe, cepat telan, lalu kita ketempat penginapanku untuk mendesak keluar sari racun itu lebih dulu, kemudian kita baru bercakap-cakap lagi”.

Menyaksikan kegelisahan yang menyelimuti wajahnya, Pek Bwe tak berani berayal lagi, buru buru ia telan pil yang disodorkan kepadanya itu.

Setelah menyimpan kembali botol pil itu Pi Sam long berkata:

“Hayo berangkat! Tempat ini bukan tempat untuk berbicara, mari kita bercakap cakap dirumah penginapan saja"

“Jauhkah dari sini?

“Tidak terlalu jauh, diseberang jalan sana rumah penginapan Hong im-khan-can”.

Agaknya dia sangat gelisah, sebelum Pek Bwe berbicara lagi, dia telah beranjak dan meninggalkan tempat itu.

Terpaksa Pek Bwe harus mengikuti dibelakangnya.

Tempat yang ditinggali Pi Sam long dalam rumah penginapan Hong im adalah sebuah kamar kelas satu dihalaman kedua.

Mungkin untuk menunjukkan ketuusan hatinya, begitu berada dalam kamar, ia segera melepaskan topeng kulit manusianya hingga tampak wajah aslinya.

“Locianpwe silahkan duduk dipembaringan untuk bersemedi dan mendesak keluar sari racun dari tubuh, boanpwe akan menyiapkan air panas untukmu"

"Kenapa? Apakah perlu membersihkan badan?" "Bila racun itu sudah didesak keluar oleh locianpwe dengan tenaga dalammu, maka sari racun akan berubah menjadi keringat yang berbau busuk, tentu saja badan musti dibersihkan"

Paham keadaan demikian, walaupun dalam hati kecilnya Pek Bwe masih agak curiga, namun ia tidak enak untuk memperlihatkan diwajahnya, maka jago tua inipun mengangguk.

"Kalau begitu aku musti merepotkan kau!"

Dengan cepat ia duduk bersila, memejamkan mata dan mulai atur pernapasan untuk mendesak keluar sari racun dari dalam badan.

Betul juga, begitu mulai bersemedi dia baru merasakan bahwa racun jahat masih tetap mengeram dalam tubuhnya.

Untung saja tenaga delam yang dimilikinya cukup sempurna, setelah bersemedi sekian waktu, akhirnya peluh sebesar kacang mengucur keluar membasahi sekujur badannya.

Lamat-lamat Pek Bwe mulai mengendus bau amis yang sangat busuk bercampur dengan air keringatnya. Bahkan makin lama bau busuk tersebut makin menebal sehingga amat menusuk hidung.

Tapi dengan mengucurnya keringat berbau busuk itu, ia merasa racun dalam tubuhnya mulai lenyap, akhirnya ketika ia selesai bersemedi sekujur tubuhnya telah basah kuyup.

Ketika membuka matanya kembali, tampak Pi Sam long dengan senyuman dikulum telah berdiri dihadapannya.

Andaikata Pi Sam long berniat mencelakainya, maka disaat Pek Bwe sedang mengatur pernapasan tadi, ia pasti sudah turun tangan, Seandainya sampai begini, sekalipun Pek Bwe punya cadangan nyawa sebanyak sembilan lembarpun pasti akan habis semua ditangannya.

Sambil tersenyum Pi Sam long berkata:

"Locianpwe air telah kusiapkan, silahkan membersihkan badan lebih dulu sebelum bercakap-cakap!" Dalam kamar mandi sudah tersedia air segentong besar dan satu stel baju, persiapannya ternyata cukup

Selesai membersihkan badan dan ganti pakaian baru, Pek Bwe mendapatkan baju itu pas betul dengan perawakan tubuhnya, tanpa terasa ia mulai berpikir.

"Walaupun nama bocah ini dalam dunia persilatan kurang baik, namun kepandaiannya dalam pergaulan cukup hebat"

Keluar dari kamar mandi, dalam kamar teah tersedia semeja hidangan lezat. Pi Sam long yang berada disisinya segera berkata sambil tertawa:

"Locianpwe, setelah mengatur napas untuk mendesak keluar racun dari tubuh, kekuatan cianpwe pasti banyak berkurang, silahkan bersantap sedikit sambil bercakap cakap"

Ketika itu Pek Bwe sudah muncul dengan wajah yang sebenarnya, sambil duduk ia lantas berkata seraya tertawa:

"Kau melayani aku dengan cara begini, sebetulnya apa tujuanmu?"

"Suhu setelah meninggalkan pesan kepada hamba, dan boanpwe berjodoh bisa berkenalan dengan cianpwe, tentu saja boanpwe harus melayani dengan sebaik baiknya, masa aku bisa bertujuan lain?" 'Baik. kaupun boleh duduk!" kata Pek Bwe sambil tertawa, "menghadapi pelayananmu terhadap lohu, paling tidak akupun harus membantu dirimu, mari kita bicarakan dulu persoalan lohu"

"Aku tahu, jika kau orang tua tidak sedang menjumpai masalah yang sangat penting, tak nanti kau akan pergi dengan wajah menyaru."

"Betul, untuk gampangnya, lohu akan bertanya dan kau yang menjawab"

"Boanpwe turut perintah"

"Sekarang katakan dulu, kenapa kau datang kemari, dan mengapa harus dengan jalan menyaru?, Apakah kau takut asal usulmu diketahui orang lain?"

"Kedatangan Boanpwe kemari adalah atas undangan orang, tujuannya adalah untuk menghadapi Kay-pang, maka aku terpaksa musti berganti rupa dengan jalan menyaru"

Satu ingatan segera melintas dalam benak Pek Bwe, pikirnya:

"Bagus sekali, baru sepatah kata tujuanku sudah tercapai, ini menunjukkan kalau dia berbicara sejujurnya" Berpikir demikian, diapun lantas berkata:

"Siapakah yang mengundangmu untuk datang kemari menghadapi Kay-pang.? Kau toh tahu Kay-pang adalah organisasi besar yang anggotanya tersebar sampai dimana mana, bila bermusuhan dengan Kay-pang, apakah kau bisa tancapkan kakimu kembali dalam dunia persilatan di kemudian hari?"

"Itulah sebabnya terpaksa boanpwe harus menyamar, sedngkan    mengenai    siapa    yang    telah    mengundang boanpwe, kalau dibicarakan mungkin locianpwe tak akan percaya"

"Apakah orang itu berkain cadar. "

"Bukannya berkain cadar, dia adalah seorang perempuan" jawab Pi Sam long cepat.

"Perempuan? Perempuan macam apakah dia"

"Seorang perempuan berusia dua puluh empat lima tahunan yang sangat genit, tapi orangnya royal sekali, ia mengundangku kemari dengan janji bila aku turun tangan dua kali kemudian angkat kaki, maka dia akan memberi lima ribu tahil perak sebagai balas jasanya, bahkan sebelum bekerja, ia memberi persekot dua ribu lima ratus tahil perak lebih dahulu"

"Siapa nama perempuan itu?" tanya Pek Bwe setelah termenung sebentar.

"Dia tak mau menyebutkan nama aslinya, tapi semua orang memanggilnya sebagai nona Sui" Pek Bwe segera mendehem pelan.

"Pi Sam, aku rasa bukan melulu lantaran uang saja kau bersedia untuk memberikan bantuanmu?"

"Ketajaman mata cianpwe memang luar biasa, boanpwe tak berani membohongi dirimu, nona Sui memang seorang gadis yang genit dan pandai bermain cinta"

Mendengar itu Pek Bwe segera menghela napas panjang. "Ai, jika uang dan perempuan bekerja sama tak heran

kau bisa ditaklukkan olehnya"

"Sesungguhnya antara perguruan boanpwe dengan pihak Kay-pang memang mempunyai sedikit perselisihan, maka boanpwe  menyanggupi  permintaannya,  siap  tahu nasibku memang tak mujur, baru turun tangan sudah bertemu dengan kau orang tua"

"Masih untung aku yang kau jumpai, jika orang Kay pang yang menjadi korbanmu, bukan berhasil sebaliknya malah akan mendatangkan kesulitan yang sangat besar buat Seng Kong sin. Betul antara suhumu dengan Kay-pang terjadi perselisihan, tapi bukan suatu dendam kesumat sedalam lautan, sudah lama Kay-pang melepaskan persoalan ini untuk tidak dipersoalkan kembali, kenapa kau justru malahan mencari garagara-"

Pi Sam long tertawa getir.

"Mungkin iman boanpwe belum cukup terlatih, sehingga mudah diperalat mereka” katanya:

"Kau tak bisa dikatakan diperalat" ujar Pek Bwe sambil etrtawa, "andaikata kau tidak setuju, siapapun tak akan berhasil memaksamu, apalagi suhumu tidak terlalu mementingkan soal aturan, rasanya kalian yang menjadi muridnya juga tak pernah terikat oleh peraturan perguruan bukan?"

"Walaupun dalam perguruan kami tidak berlaku peraturan rumah tangga tapi suhu pernah berpesan kami tidak meracuni tiga hal"

"Tiga hal yang mana?"

"Pertama tidak meracuni orang berbakti kepada orangtua, setia kepada atasan, kedua tidak meracuni perempuan yang saleh dan ksatria yang jujur, ketiga tidak meracuni orang yang tak pandai bersilat"

Pek Bwe segera tertawa: "Kay-pang selamanya menitik beratkan pada kesetiaan dan jiwa ksatriaan, jika kau meracuni orang Kay-pang bukankah berarti telah melanggar pantangan kedua?"

"Pek locianpwe, sepanjang tahun orang Kay-pang melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, terus terangnya saja mereka tidak terhitung seorang kesatria yang jujur, betul peraturan perkumpulan mereka menitik beratkan pada soal kesetiaan namun mereka pribadi bukan seorang kesatria, suhu pernah menerangkan secara khusus kata jiwa kesatria tersebut, karena suhu tak ingin kami menganggap semua yang gagah dalam dunia persilatan orang-orang ksatria yang jujur'

"Mari kita tak usah membicarakaa soal itu Iagi, hanya ingin kuketahui nona Sui saat ini berada dimana?, tahukah kau?"

"Aku hanya tahu ia berdiam dalam lorong tersebut, sedangkan rumah yang manakah yang dihuni, boanpwe kurang begitu jelas"

Pek Bwe termenung dan berpikir sebentar, kemudian katanya.

"Asal gangnya diketahui, rasanya jauh lebib baik daripada mencari secara membabi buta diseluruh kota Siang-yang, katakanlah kepadaku, dia berada di gang mana?"

"Tentang soal itu mah, boanpwe sanggup menghantar cianpwe kesitu"

"Bagus sekali, lohu masih ingin menanyakan akan satu hal"

"Bila cianpwe ada pertanyaan, silahkan saja ditanyakan, pokoknya asal boanpwe sanggup melaksankan, pasti akan boanpwe kerjakan sedapat mungkin" "Apa pula yang terjadi dengan si nona berbaju hijau yang berada diloteng Wong kang lo?"

"Siapakah mereka? Datang dari mana?”

“Boanpwe sendiri juga kurang jelas, tapi mereka bukan sekomplotan dengan nona Sui, tentang soal ini boanpwe berani menjamin kebenarannya"

"Kenapa kau berani memastikan demikian"

"Perintah pertama yang boanpwe terima dari mereka adalah meracuni nona berbaju hijau itu, maka boanpwe baru sengaja memilih tempat sedekat itu dengan mejanya, tapi sejak kemunculan locianpwe, mereka lantas memberi perintah kepada boanpwe agar meracuni locianpwe, pokoknya aku telah mengabulkan permintaannya untuk turun tangan sebanyak dua kali, bila semuanya berjalan lancar, hari ini juga aku bisa terima sisa uang yang lain dan segera meninggalkan tempat ini"

"Selama ini lohu memperhatikan terus sekeliling tempat itu, mengapa tidak kulihat orang yang memberi tanda kepadamu?"

Pi Sam long segera tertawa.

“Mereka mengatur segala, sesuatunya dengan sempurna, setiap hal yang kecil dan sepelepun mereka atur dengan teratur dan cermat, dengan mempergunakan suatu kode tertentu mereka memberi tanda kepadaku untuk turun tangan, biasanya kode itu sekitar menggunakan alat yang ada di loteng itu, dengan sendirinya gerak gerik mereka tak akan menimbulkan perhatian orang"

Pek Bwee manggut-manggut "Jadi kalau begitu, sewaktu lohu membawamu meninggalkan tempat itu, jejak kita tentu sudah mereka ketahui bukan?'

"Yaa, mereka sudah tahu"

"Kenapa tidak nampak ada orang yang menyusul datang?'

"Sebab aku telah memberi tanda agar mereka jangan menyusul kemari"

“Sungguhkah mereka bisa percaya dengam perkataanmu?”

Kata Pek Bwee sambil tersenyum. "Mungkin saja tak percaya, tapi paling tidak merekapun tak berani segera melanggar nya"

"Pi Sam, apakah dipihak mereka sana terdapat banyak orang?"

"Kau maksudkan nona Sui sekalian?"

"Yaa. Pi Sam, tentu sudah lama bukan kau melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, pernahkah kau dengar tentang suatu organisasi yang sangat misterius?”

Mendengar pertanyaan itu, Pi Sam long menjadi tertegun, kemudian serunya tertahan:

"Betul! Kalau bukan disinggung locianpwe akupun tak sampai berpikir ke situ, cara kerja mereka memang menyerupai suatu organisasi, tapi anehnya tak seorangpun yang tahu akan munculnya organisasi yang sangat  besar itu"

"Pi Sam, lohu hendak mengetes dirimu, coba mcnurut pendapatanmu apa yang menyebabkan terjadinya hal ini?" "Mungkin mereka adalah suatu organisasi yang baru saja dibentuk dalam dunia persilatan”

'Mungkin juga mereka adalah suatu organisasi dalam dunia persilatan yang telah kita ketahui, tapi muncul kembali dengan wajah yang lain?" Sambung Pek-Bwe.

"Betul Kalau mereka adalah suatu organisasi yang baru muncul dalam dunia persilatan, paling tidak kita pasti akan mendengar tentang kabar beritanya."

"Pi Sam, belakangan ini apa saja yang pernah kau dengar dari dunia persilatan?'”

"Tidak ada, selama setahun lebih, dunia persilatan tampaknya sangat tenang"

“Semenjak kedatanganmu di kota Siang yang kau temukan sesuatu yang aneh”

Pi Sam long termenung dan berpikir sejenak, kemudian jawabnya:

"Tampaknya organisasi kaum nelayan Siang yang cuan pang telah ketimpa suatu kejadian penting, belasan buah sampan cepat mereka telah berlabuh semua di dermaga, biasanya sampan-sampan tersebut dipakai oleh  mereka yang berkedudukan tinggi dalam organisasi perahu, tidak mungkin bukan dalam waktu singkat ada puluhan buah sampan yang berlabuh menjadi satu di dermaga andaikata tidak terjadi suatu peristiwa besar?"

Mendengar ucapan tersebut, kembali Pek Bwee berpikir didalam hati:

'Nampaklah perkumpulan Pay-kau yang memimpin organisasi organisasi perahu sudah mulai melakukan aksi, sekalipun Pay-kau tidak menunjukan rasa terima kasih yang tebal  kepada  Leng  kang  seperti  apa  yang  diperlihatkan pihak Kay-pang, namun merekapun tidak melupakan budi kebaikan Leng kang terhadap Pay-kau, dari perkumpulannya begitu banyak sampan cepat didermaga, menandakan kalau banyak jago lihay dari pihak Pay-kau telah berkumpul dikota Siang yang"

Tentu saja kemungkinan berkumpulnya orang orang itu adalah disebabkan kematian dari Tiong Leng kang.

Terdengar Pi Sam long berkata lebih lanjut,

"Kalau berbicara menurut keadaan biasanya, ini menandakan kalau banyak jago lihay dari Pay-kau telah berkumpul disini"

Ketika berbicara sampai disitu, mendadak ia menjadi terperanjat sendiri sambil melompat bangun gumamnya:

"Yaa, heran amat, mau apa begitu banyak jago dari Pay kau berkumpul disini?"

Melihat kekagetan orang, Pek Bwe tertawa, dia segera mengalihkan kembali pokok pembicaraai ke soal lain katanya:

"Pi Sam, menurut pendapatanmu, apakah mereka juga sudah mengetahui akan gerak gerikmu?"

"Soal ini sulit untuk dikatakan!"

"Sekarang apakah kau masih berani untuk kembali?" tanya Pek Bwe kemudian sambil tertawa ewa. Pi Sam long berpikir sejenak laku jawabnya:

"Aaai, mereka belum mengetahui keadaanku yang sebenarnya, tentu saja keadaanku masih aman sekali"

"Jangan terlalu dipaksakan, kalau kau merasa posisimu sudah mulai terancam oleh mara bahaya maka carilah akal untuk pergi" Dengan suara rendah ia menyatakan tempat tersebut bahkan memberi tahukan pula kepadanya apa yang harus dikatakan.

Mendengar itu Pi Sam long segera manggut manggut. "Locianpwe" katanya, “aku lihat kau seperti lagi

menyelidiki sesuatu. Apakah masih perlu menyamar?" Pek Bwe segera tersenyum dan menggeleng.

"Tak usah, selama berkelana dalam dunia persilatan hampir puluhan tahun lamanya aku tak pernah ganti nama tak pernah ganti rupa, sekalipun hari ini kugunakan topeng kulit manusia, namun rasanya kurang leluasa. Apalagi pihak lawan tak dapat mengenali aku, orang sendiripun sama juga tak dapat mengenaliku"

"Eeeh kenapa?, Apakah locianpwe masih mengutus anak buah yang lain nya?" tanya Pi Sam long cepat.

Pek Bwe hanya tertawa, dia segera mengalihkan kembali pembicaraan ke soal lain, katanya kembali:

"Oleh sebab itu lebih baik lohu berjalan dengan wajah yang sebenarnya saja"

"Tolong tanya, locianpwe bermaksud hendak kemana?" "Rumah makan Wong kang lo, nona berbaju hijau itu

sangat mencurigakan, dua orang perempuan setengah umur

yang mengiringi juga bukan manusia baik baik, musti kembali kesitu karena tempat yang kalut, tepat sebagai tempat untuk beradu otak dengan lawan"

"Baiklah, kalau begitu locianpwe harap berjalan selangkah lebih duluan, boanpwe pun akan kembali ke situ, cuma aku tak bisa meniru cara locianpwe, aku harus menyamar lebih dulu" "Baik, kalau begitu lohu akan berangkat selangkah lebih duluan"

"Locianpwe lebih baik berhati hati, keluar lewatjendela saja"

"Jangan kuatir" Pek Bwa tertawa, "lohu bisa berhati hati"

Setelah berputar satu lingkaran, dia muncul kembali dl rumah makan Wong kang-lo. Kali ini ia muncul dengan wajah Pek Bwe yang asli, betul juga, kedatangannya segera menarik perhatian beberapa orang.

Pek Bwe pun diam-diam memperhatikan sekitar tempat itu, ia menemukan paling tidak ada empat lima orang yang sedang memperhatikan dirinya didalam rumah makan Wong kang lo tersebut.

Orang-orang itu semua mengenakan pakaian yang amat bersahaja, sedikit pun tidak membawa bau sebagai seorang jago persilatan.

Walaupun demikian, Pek Bwe tahu bahwa orang orang itu adalah kawanan jago persilatan yang telah menyamar.

Tamu yang bersantap dalam rumah makan Wong Kang lo itu masih tetap banyak, nona berbaju hijau itupun masih tetap duduk ditempatnya semula.

Dua orang perempuan setengah baya pun duduk pula ditempat semula.

Pek Bwe mencari tempat duduk, memanggil pelayan dan memesan sayur dan arak. pada saat itulah salah seorang dari dua orang perempuan setengah umur itu memalingkan kepalanya secara tiba-tiba dan memandang sekejap ke arah Pek Bwe.

Melihat kejadian itu, Pek Bwe mengerutkan dahinya, lalu berpikir. "Agaknya perempuan itu kenal dengan aku, kenapa lohu tidak teringat akan dirinya? Di manakah kami pernah bersua?"

Sementara itu, dari bawah tangga muncul kembali seorang tamu, dia adalah seorang sastrawan berbaju biru yang perlente, dengan langkah yang gagah ia masuk ke dalam ruangan.

Orang itu langsung menuju ke meja yang ditempati Pek Bwe dan duduk tepat dihadapannya, lalu sambil tertawa katanya:

"Lo-heng, bagaimana kalau aku numpang duduk disini?" "Silahkan, silahkan!" jawab Pak Bwe sambil tertawa

hambar.

Setelah duduk, orang berbaju biru itu bertanya lagi. "Lo heng, tolong tanya apakah kau she Pek?

"Terlalu banyak orang yang kenal dengan lohu didunia ini, tolong tamya siapakah nama anda"

Orang itu bukannya menjawab, sebaliknya bertanya kembali:

"Apakah kau adalah Pek Bwe Pek loyacu, orang persilatan menyebutmu sebagai To heng siu (kalek sakti yang berjalan seorang diri) Pek Tayhiap?"

"Lote kau pandai amat mengumpak orang mana loya-cu mana Pek tayhiap membunt hatiku menjadi gembira saja, coba katakan, ada urusan apa kau datang mencari aku?"

"Kalau begitu aku tidak salah mencari orang!" bisik orang berbaju biru itu.

"Orang yang kau cari memang benar aku. Tak bakal salah lagi, akulah To heng siu Pek Bwe" "Bagus, bagus sekali tampaknya nasibku memang lagi mujur"

"Lote kau sudah banyak berbicara tapi tak sepatah katapun yang berguna" tegur Pek Bwe sambil berkerut kening.

Manusia berbaju biru itu segera tertawa.

"Ini namanya melemparkan batu bata mencari batu kemala, kata kata yang enak didengar tentu saja akan segera kuutarakan."

"Lohu siap mendengarkan dengan seksama!" ucap Pek Bwe dengan wajah serius.

"Aku ingin menjual semacam benda kepadamu, entah bolehkah kita bicarakan soal harganya?"

"Harus kulihat dulu benda macam apakah benda itu, kalau barangnya bagus tentu saja harganya tinggi, kalau barangnya jelek siapa yang mau membayar mahal?"

"Sepucuk surat!" "Surat? Surat siapa?"

Orang berbaju biru itu memandang sekejap sekeliling tempat itu, ketika dilihatnya ada beberapa pasang mata sedang memperhatikan ke arahnya, ia segera menghela napas panjang.

"Aai. ! Aku lihat, tempat ini kurang cocok kalau dipakai

sebagai tempat untuk berunding"

"Oooh, maksudmu kau hendak berpindah ke tempat lain saja untuk membicarakan persoalan ini?"

"Betul, apakah Pek loya-cu tertarik untuk melanjutkan perundingan ini?"

Pek Bwe segera tertawa "Setiap masalah tiada yang tak bisa dibicarakan, lohu rasa tempat ini paling cocok untuk merundingkan persoalan itu, jadi kalau hendak berbicara, silahkan diutarakan”

Manusia berbaju biru itu termenung sebentar, akhirnya ia berkata setengah berbisik. "Masalah tentang perguruan Bu khek-bun”.

"Bu khek-bun? Kenapa dengan Bu khek-bun?" "Bukankah orang orang Bu-khek-bun sudah tertimpa

musibah?"

"Ehmm"

Orang berbaju biru itu segera merendahkan suaranya, pelan pelan dia berkata lagi: "Seorang she Tiong yang menyuruh aku membawa sepucuk surat datang kemari!"

Ucapan tersebut ibaratnya sebuah martil berat yang menghantam dada Pek Bwe, sekujur tubuhnya kontan bergetar keras.

Tiba tiba ia bangkit berdiri tapi segera duduk kembali, katanya kemudian dengan suara lembut: "Orang muda kuhormati secawan arak kepadamu"

Sementara pelayan telah menyiapkan sepasang sumpit dan sebuah cawan untuk pemuda itu, Pek Bwe segera memenuhi isi cawannya.

"Terima kasih terima kasih" kata orang berbaju biru itu ia segera mengangkat cawan dan meneguk isinya sampai habis..

Pek Bwe meneguk pula secawan arak, kata nya kemudian:

"Lote siapa namamu"

"Aku she Ciu, bernama Ciu Kim im" Ciu Kim im?, dengan cepat otaknya berputar kencang, berusaha untuk mengingat siapa gerangan Kim im ini.

Sebelum ia berhasil mendapatkan jawabannya sambil tertawa Ciu Kim im telah berkata lagi: "Pek cianpwe, apakah tempat ini tidak kurang leluasa untuk berbicara ?"

"Ciu lote, asal kita merendahkan suara pembicaraan kita, sekalipun orang lain agak curiga, mereka tak akan menduga apa yang sedang kita bicarakan"

"Pek locianpwe, kenapa kau bersikeras untuk mengedakan pembicaraan disini?"

“Apakah kau tidak merasa, bahwa suatu badai besar akan segera melanda ditempat? jika kita tinggal disini, maka pasti ada kesempatan untuk kita guna menonton keramaian ini”.

Ciu Kim im hanya tertawa dan tidak banyak berbicara lagi.

Ternyata Pek Bwe cukup dapat menguasahi diri, diapun tidak bertanya lagi:

Dalam pada itu, salah seorang dari dua orang perempuan setengah umur itu telah bangkit berdiri, katanya mendadak:

"Nona, kita harus berangkat!"

Nona berbaju hijau itu segera menggeleng kan kepalanya berulang kali, sahutnya.

"Ia berjanji akan datang kemari, tak nanti dia akan membohongi diriku, aku harus menunggu lagi disini"

"Nona, sekirang tengah hari sudah lewat ia telah berjanji tak akan lewat tengah hari" ucap perempuan setengah umur itu sambil menghela napas. "Gin-so, kita sudah menempuh perjalanan sejauh ini datang kemari. siapa tahu kalau sepanjang jalan ia sudah menjumpai kejadian yang lain.?"

Gin so berpaling dan memandang sekejap kearah perempuan setengah umur lain jang masib duduk itu, bisiknya:

"Toaci. menurut pendapatmu apa yang harus kita lakukan?"

"Kalau nona segan melakukan perjalanan, apa yang musti ku lakukan?"

“Kau turunlah lebih dulu untuk menyiapkan kereta, aku akan menemani nona untuk duduk sebentar lagi”.

Agaknya Ginso masih ingin mengucapkan sesuatu, tapi ketika kata kata itu sampai di ujung bibir segera ditelannya kembali. dengant langkah lebar dia segera berlalu dari situ, bahkan buntalan juga lupa dibawa serta.

Pek cianpwe tiba tiba Ciu Kim im berbisik, “pengetahuanmu cukup luas, apakah pernah menjumpai nona ini sebelumnya?”

Pek Bwe segera menggeleng.

"Aku tidak kenal dengannya, akupun tak pernah mendengar tentang dirinya"

"Agaknya ia sedang menungga kedatangannya seseorang?"

Pek Bwe mengangguk.

“Betul, dia berjanji dengan seseorang untuk bertemu diloteng Wong kang lo, sekarang ia telah datang memenuhi janji, sebaliknya yang lain tidak datang untuk menepati janjinya" "Sudahkah Pek loya cu perhatikan dengan seksama, nona ini mempunyai paras muka yang cukup cantik" bisik Ciu Kim im.

"Ehmm, kecantikannya memang mengagumkan, meski lohu tidak memperhatikan dengan seksama namun dalam sekilas pandangan bisa kubedakan mana batu mana kumala"

"Pek ya kita tetap tinggal disini apakah lantaran nona tersebut?"

"Kalau dibilang kerena dia sih tidak, lohu cuma ingin tahu siapakah yang telah berjanji dengannya?"

Sementara itu tengah hari sudah lewat, tamu yang bersantapun banyak yang sudah buyar, tapi masih ada belasan orang lainnya yang belum juga mau berlalu dari sana.

Diam diam Pek Bwe menghitung jumlahnya kecuali dia Ciu Kim im, si nona berbaja hijau dan perempuan setengah baya itu, diatas loteng masih ada delapan orang.

Empat orang duduk berkelompok dalam satu meja, sedangkan empat orang yang lain terpisah dalam dua meja, mereka sedang berbisik bisik membicarakan sesuatu, agaknya semuanya berkomplot.

Ciu Kim im mencoba untuk bersabar, tapi akhirnya habis sudah kesabarannya, dengan cepat tegurnya.

"Pek ya agaknya kau tidak terlampau menguatirkan persoalan itu?"

“Kau maksudkan surat itu?"

"Benar! Kalau Pek ya tidak berharap mengetahui lebih banyak tentang persoalan itu, aku ingin mohon diri lebih dahulu" Pek Bwe segera tersenyum. "Orang she Tiong yang ada didunia tak terhitung jumlahnya, entah siapakah, pemuda yang kau maksudkan, apa pula hubungannya dengan lohu?"

Melihat ketenangan orang Ciu Kim im berpikir pula: "Jahe tua ini betul betul pedasnya bukan kepalang, dia

begitu tenang dan pandai menguasai diri, sungguh membuat orang tak dapat menebak apakah ia sedang gelisah atau tidak?"

Berpikir demikian, katanya kemudian.

"Konon pemuda itu bernama Tiong it-ki, cuma betul atau tidak aku tak terlalu yakin karena daya ingatanku kurang baik"

Pek Bwe pun manggut manggut.

“Kalau dia berkata Tiong It-ki, memang benar ada hubungannya dengan lohu”.

"Apa hubunganmu dengannya?"

“Masih famili, Nah, lote! Sekarang berikan surat itu kepadaku."

Ciu Kim-im kembali celingukan kesana kemari, kemudian katanya.

"Pek-ya. apakah kau hendak meminta surat tersebut disini juga?"

"Benar, disini juga?"

“Aku rasa tempat ini kurang begitu baik" ucap Ciu Kim im sambil tertawa lebar.

“Jangan kuatir lote, usiaku sudah tua, banyak sudah kejadian yang kualami, jangankan baru daratan atau sungai, samudra luaspun pernah kukunjungi. Jangan toh baru urusan sekecil ini, masalah lebih besarpun aku juga berani" Jika Pek-ya memang berkata begitu, baiklah aku akan menuruti perintah saja.

Dari sakunya dia mengeluarkan sebuah sampul surat dan menyerahkannya kedepan.

“Silahkan dibuka!” katanya.

Setelah menerima sampul surat itu, Pek Bwe menimangnya sebentar, kemudian sambil tertawa dia berkata.

Isi sampul surat ini kecuali selembar surat, entah masih ada apalagi isinya.?

"Pekya surat itu belum pernah kurobek, diatasnya masih disegel dengan lak merah!"

Pek Bwe manggut manggut, diapun merobek sampul surat tersebut.

Ternyata isinya kecuali selembar kertas surat, masih ada dua butir pil dan sebuah mata kunci.

Sikap Pek Bwe sangat wajar, setelah membaca isi surat itu dengan seksama pelan pelan ia masukkan kembali kedalam sampul dan berkata:

"Ciu lote. tahukah kau apa pang ditulis dalam surat tersebut?"

“Entahlah”, Ciu Kim-im menggelengkan kepalanya berulang kali “aku belum pernah membaca isi surat itu, jadi aku tak tahu apa isinya”

Sambil tertawa Pek-Bwe mengelus jenggotnya yang putih.

"Ciu lote, perlukah kuberitahukan hal ini kepadamu?" ia berkata. "Bila Pek locianpwe, merasa tiada halangannya bagiku untuk ikut mengetahui, dengan senang hati akan cayhe dengarkan"

"Baiklah, isi surat itu tak lebih hanya merupakan suatu perintah yang amat memaksa orang" Setelah tertawa dingin, Pek Bwe berkata kembali:

“Dalam surat itu, dia minta lohu untuk melaksanakan apa yang diperintahkan oleh nya”

"Maksud locianpwe?"

"Ciu lote, sudah kau lihat ke dua butir pil tadi?" "Yaa, sudah kulihat, pil mustika apakah itu?"

"Pil racun! Dalam surat sudah tertulis jelas, lohu harus menelan pil beracun itu, kemudian membawa kunci tersebut dan ikut lote pergi, setelah tiba didepan sebuah gedung, buka pintu gerbang gedung itu dengan kunci tersebut”

"Dalam gedung itu " tukas Ciu-Kim-im "Disitulah cucu luarku Tiong-It-ki berada!"

"Oooh,rupanya keturunan langsung, apakah Pek-ya akan pergi menengoknya?"

"Aaaai pergi ke sana?, Lohu sih ingin pergi, cuma akupun merasa agak kuatir!"

"Apa yang kau kuatirkan?" "Selembar nyawaku!"

"Pek-ya kan sudah terbiasa melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, banyak angin dan badai yang pernah kau jumpai, masalah persoalan sekecl inipun kau pikirkan dihati?' "Yang lain lohu tak usah merasa kuatir, yang kuatirkan justru adalah kedua butir pil beracun itu, aku takut perutku tak tahan"

"Maksud Pekya ."

"Begini saja Ciu lote, mari kita bekerja sama saja" "Apakah aku dapat membantu?"

Pek Bwe memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu pikirnya:

"Empat orang yang duduk sendiri sendiri itu salah satu diantaranya pasti Sam long, entah Siau-hong si bocah itu ikut datang atau tidak.

Tujuannya muncul dengan wajah asli adalah ingin cepat cepat bertemu dengan Cu Siau-hong, tapi ia merasa amat kecewa, karena selama ini tidak memperoleh tanda dari yang diharapkan

Pek Bwe telah perhatikan setiap sudut loteng Wong kang lo tersebut, akan tetapi ia selalu tak berhasil menemukan jawaban dari Cu Siau-hong.

Beberapa kali sudah ia menunjukkan kode yang dijanjikan dengan anak muda itu, setelah dinantikan jawabannya tak pernah kunjung tiba, akhirnya Pek  Bwe pun mengambil kesimpulan bahwa Cu Siau-hong tidak berada dirumah makan itu.

Persoalan tentang nona berbaju hijau itu jelas akan terjadi perkembangan lain, tapi bagaimanapun juga jauh lebih penting daripada soal yang menyangkut diri Tiong It ki.

Setelah berpikir sekian lama, akhirnya Pek Bwe memutuskan untuk meninggalkan loteng Wong-kang lo, dia ingin mengorek keterangan yang lebih banyak lagi dari mulut-Ciu Kim im tersebut.

Demikianlah, sesudah mengambil keputusan, katanya sambil tertawa:

“Tentu saja dapat! cuma hal ini tergantung apakah lote bersedia membantu atau tidak...”

"Coba katakan dulu! Asal bisa kulakukan tentu tak akan kutampik"

"Bagus sekali”, ia lantas bangkit berdiri, berjalan ke samping Ciu Kim im dan menyekal tangannya, "Ciu lote. aku sudah tua dan liang kubur semakin dekat dengan diriku, terus terang saja soal mati hidup tak pernah kupikirkan lagi di hari, Tapi aku sangat berharap, dengan kepergianku ini dapat bertemu dengan IT-ki."

Ketika tangannya digenggam orang, Ciu Kim im merasa hatinya sangat tegang, sebenarnya ia bermaksud melancarkan serangan. tapi ketika dirasakan  genggaman jari tangan Pek Bwe sama sekali tak bertenaga, ia menjadi lega pula, sahutnya sambil tertawa:

"Aku pikir, mungkin kalian bisa saling berjumpa muka' "Lote, terue terang saja, andaikata pil ini kutelan,

dapatkah aku segera mati?;'

"Aku rasa mungkin tidak, kalau pil itu sudah dimakan lantas mematikan, mana mungkin kau bisa berjumpa dengan cucu luarmu?"

Pek Bwe segera manggut manggut. "Betul juga perkataanmu itu, hanya saja."

Tiba tiba kelima jari tangannya dirapatkan, kontan saja Ciu  Kim  im  merasakan  lengan  kanannya  menjadi kaku. segenap tenaganya lenyap tak berbekas, paras mukanya segera berubah bebat.

"Pek ya!" serunya, "apa maksudmu?"

"Ciu lote, aku hanya ingin kau suka memberitahuku untuk menelan kedua butir pil beracun ini"

"Eeeh, hal ini mana boleh terjadi"

Menggunakan kesempatan dikala ia sedang berbicara inilah Pek Bwe bertindak cepat, tiba-tiba tangan kanannya menyentil, dua butir pil beracun itu segera meluncur masuk kedalam tenggorokan Ciu Kim im.

Begitu tepat sentilannya dan cepat gerakannya, membuat Ciu Kim im yang pada dasarnya memang sama sekali tak siap itu segera menelan kedua butir pil itu kedalam mulutnya.

Pek Bwe meletakkan sekeping uang perak keatas meja, kemudian berseru:

"Pelayan, uang sisa kuhadiahkan kepadamu.., untuk membelikan satu stel pakaian untuk binimu"

Diantara ucapan terima kasih dari sang pelayan, Pek Bwe menarik tangan Ciu Kim im dan mengajaknya meninggalkan rumah makan Wong-kang lo tersebut.

Beberapa kali Ciu Kim im berusaha untuk mengerahkan tenaga sambil meronta, tapi setiap kali ia meronta sekali, jari tangan Pek Bwe mencengkeramnya makin kencang.

Hal mana segera membuat Ciu Kim im sama sekali kehilangan kesempatannya untuk melawan.

Meskipun begitu kalau dilihat dari luaran, seakan akan Pek Bwe sedang menuntun Ciu Kim-im, seperti seorang sobat lama sedang memayang temannya yang sedang mabuk. Setelah meninggalkan loteng Wong kang lo pelan pelan Pek Bwe berkata:

"Ciu lote, mulai sekarang kau musti bekerja sama denganku, jika berani meronta lagi, jangan salahkan kalau lohu pun tak akan berlaku sungkan sungkan lagi terhadap dirimu"

Waktu itu Ciu Kim im merasakan separuh badannya kaku, jalannya susah dan harus bersandar ditubuh Pek Bwe baru bisa berjalan, tak terlukiskan rasa sedih dan mendongkol yang bergelora dalam hatinya'

Sambil tertawa dingin, dia berseru:

"Kau laknat tua, rase terkutuk, manusia licin, paling banter aku mampus ditanganmu"

"Betul, memang tepat ucapanmu, kalau ingin membunuh dirimu aku hanya perlu menotok jalan darah kematianmu saja"

“Jika aku mati ditanganmu, dengan cara apa kau bisa berjumpa dengan Tiong It-ki?”

"Cucu luarku itu mempunyai nilai yang sepuluh kali lipat lebih berharga darimu dalam pandangan mereka, sekalipun mereka menyaksikan aku membunuh dirimu, tak nanti mereka berani mencelakai cucu luarku itu..."

"Bagus amat perhitunganmu!"

"Tentu saja! Mereka bisa mempertahankan nyawa cucu luarku, hal mana menunjukkan bahwa ia berharga jika masih hidup, bahkan nilainya lebih tinggi dari pada kematianmu. Ciu lote, kau tak lebih hanya seorang manusia kelas empat, manusia semacam dirimu ini meski mampus delapan atau sepuluh orang lagi juga tak akan mereka pikirkan didalam hati" Ciu Kim im terteguh sesaat kemudian katanya:

"Benar juga perkataanmu, aku sesungguhnya bukan orang mereka!" Pernyataannya ini dengan cepat membuat Pek Bwe berbalik menjadi tertegun.

"Kalau kau bukan orang mereka, mengapa kau bersedia mendengarkan perintah mereka?"

"Apa boleh buat, istri dan anakku telah terjatuh ketangan mereka untuk menebuskan bini dan anakku itu mereka menitahkan kepadaku untuk menghantar surat ini kepadamu, mereka telah berjanji asal aku bisa membawamu ketempat yang telah ditentukan, maka bini dan anakku akan dilepaskan. Aai, Siapa tahu, siapa tahu aku malah kena dicelakai olehmu!`

"Sungguhkah pengakuanmu ini?" tanya Pek Bwe kemudian

?oooO)d.w(Oooo?

“Aai! Didalam keadaan seperti ini apa gunanya aku berbohong kepadamu?” keluh Ciu Kim im.

Pek Bwe termenung dan berpikir sebentar kemudian katanya kembali:

"Ciu lote kini anak binimu sudah terjatuh ketangan orang lain, aku pikir kau tentunya juga tak ingin mati bukan?"

"Aaai, Antara kita berdua tak pernah terikat dendam sakit hati atau pembunuhan, tapi aku telah mencelakaimu, sekalipun kau membunuh aku, hal ini juga sudah sepantasnya"

"Kau berbuat demikian karena dipaksa orang, itupun bukan kesalahannmu, cuma andaikata kau bersedia untuk bekerja sama dengan lohu, sekarang masih belum terlambat bagimu" “Terlambat sudah Pek ya, aku telah menelan pil beracun itu, bila racun itu mulai bekerja maka tubuhku akan lumpuh lebih dahulu. dua belas jam kemudian jiwaku baru melayang, Aku hanya berharap agar locianpwe bersedia cepat cepat memberi keputusan saja kepadaku, agar aku bisa terbebas dari segala penderitaan,”

"Kenapa?"

"Aku sudah pasti akan mati, tapi aku berharap bisa melindungi nyawa anak biniku, jika locianpwe bersedia memenuhi keinginanku, bunuhlah aku sekarang juga, bila aku sudah mati nanti, mungkin merekapun akan mengampuni jiwa anak biniku!"

"Seandainya kau bersedia untuk bekerja sama dengan lohu, bukan saja dapat menolong jiwa anak binimu, bahkan nyawamu pun mungkin masih bisa diselamatkan!"

“Tolong tanya kerja sama macam apakah yang kau harapkan?” tanya Ciu Kim im

Sambil tertawa Pek Bwe lantas membeberkan rencanna yang telah disusunnya itu. Selesai mendengarkan rencana itu, Ciu Kim im segera manggut-manggut, katanya: "Baiklah! Akan kucoba"

"Lote, kau harus dapat menahan diri, lohu percaya kemungkinan kita untuk berhasil besar sekali"

"Pek ya" kata Ciu Kim-im sambil tertawa getir, “kalau aku yang musti mati, tak akan kusesali dengan hati yang tulus, tapi kalau sampai memperngaruhi mati hidup bini dan anakku, pertaruhan ini baru terasa amat besar sekali"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar