Pena Wasiat (Juen Jui Pi) Jilid 03

Setelah tandu itu berhenti, tak seorang-pun diantara mereka yang bersuara, suasana di sekeliling tempat itupun pulih kembali didalam keheningan yang luar biasa.

Tak bisa disangkal lagi, disinilah pertemuan rahasia itu diselenggarakan....

Cu Siau-hong pusatkan semua perhatian nya untuk mengawasi suasana di bawah sana.

Selang sesaat kemudian, dari arah perkampungan Ing gwat-san-ceng muncul kembali sesosok bayangan manusia yang bergerak mendekat dengan kecepatan tinggi.

Bayangan manusia itu berhenti kurang lebih dua kaki di depan tandu.

Kalau dilihat dari potongan tubuh orang itu, tak salah lagi kalau dia adalah ibu gurunya Pek Hong. "Aaah, sunio benar-benar telah datang kemari!" pikir Cu Siau-hong dengan perasaan terkejut.

Ia lantas menghimpun tenaga dalamnya untuk mendengarkan pembicaraan yang sedang berlangsung di bawah sana.

Kedengaran orang yang berada dalam tandu itu berkata dengan suara yang dingin: "Silahkan duduk!"

Seorang lelaki berbaju hitam yang berdiri disamping kiri segera mengambil sebuah kursi lipatan dari dalam tandu dan diletakkan di depan tandu itu.

Pelan-pelan Pek Hong maju beberapa langkah ke depan dan duduk dikursi itu. "Terima kasih!" katanya.

"Hidangkan air the!" kembali orang dalam tandu itu berseru. Laki-laki baju hitam yang ada di sebelah kanan mengambil secawan air teh dari dalam tandu dan dihantar ke depan...

Pek Hong menerimanya dan minum setegukan. "Terima kasih!" kembali katanya.

"Malam ini adalah pertemuan kita untuk ke tujuh kalinya, aku harap dimalam ini juga kita bisa memperoleh suatu penyelesaian.”

Pelan-pelan Pek Hong menurunkan cawan tehnya dan berkata:

"Setiap tengah malam aku telah datang ke mari untuk berjumpa dengan kau, perbuatan ini sudah melanggar adat kesopanan seorang perempuan yang telah bersuami, maaf kalau besok malam aku tidak akan datang lagi. Maka dari itu malam ini juga kita harus bisa memberikan suatu penyelesaian.”

Kalau didengar dari pembicaraan mereka berdua, tampaknya kedua orang itu sudah lama saling berkenalan.

"Bila kau masih mempunyai perasaan persahabatan denganku, aku harap mengalah-lah sebagian untukku" kata Pek Hong "kejadian ini sudah berlangsung dua puluh tahun lamanya, apa lagi yang musti dipersengketakan".

"Kalau aku bisa menerima kenyataan tersebut, tak nanti aku akan datang kemari untuk mencarimu" sahut orang dalam tandu.

"Masa mudaku sudah lewat, rambutku mulai memutih, tahukah kau bahwa aku yang sekarang bukan Pek Hong yang dulu lagi."

"Aku tahu, waktu hanya membawa pergi masa mudamu, bukankah rambut kitapun telah mulai beruban ?" "Tahun ini anakku telah berusia delapan belas tahun, ia sudah pantas untuk kawin dan punya anak."

"Bila aku mau kawin, mungkin sekarang-pun sudah membopong cucu" sambung orang dalam tandu dengan

"Kalau kau mendesak aku terus menerus sulit buat kita untuk berbicara lebih jauh.."

"Aku hanya mengharapkan jawabanmu saja, mengabulkan dan menampik!"

"Aku tidak dapat mengabulkan permintaanmu." "Jadi kau menampik?"

"Aku ....aku..."

“Aku hendak mendengar dengan mata kepalaku sendiri kau mengatakan kata tampikan sebab dengan begitu aku baru bisa turun tangan”.

"Lepaskanlah dia orang tua”, pinta Pek Hong "aku bersedia menerima kematian darimu"

Orang dalam tandu itu menghela nafas panjang.

"Aaai. yang kuminta adalah Pek Hong yang bisa berbicara dan tertawa, sudah dua puluh tahun aku menantikanmu, masa aku disuruh menantikan sesosok mayat!"

"Tapi perbuatanmu itu sama pula artinya dengan memaksa aku untuk mati. "

"Kau harus mengerti, kematianmu tak bisa menyelesaikan simpul mati ini, bisa jadi urusan malah akan semakin runyam."

"Maksudmu, sekalipun aku telah mati, kau pun tak akan melepaskan mereka ?" "Aku tak ingin menyaksikan ada darah yang bercucuran, lebih-lebih tak ingin melihat ada orang yang binasa,  tapi bila setitik darah sudah meleleh keluar, maka akan lebih banyak darah lagi yang akan mengucur keluar, bila seorang mati maka mungkin ada orang yang lebih banyak lagi bakat mati"

Pek Hong menghembuskan napas panjang.

"Kita sama-sama sudah mencapai setengah umur, apakah persoalan ini harus dikembangkan menjadi suatu peristiwa berdarah?"

Tiba-tiba orang dalam tandu itu tertawa panjang, suaranya sedih dan mengenaskan.

"Benar! Kita semua telah mencapai setengah umur" katanya, “ia pun sudah mengecap kegembiraan dan kesenangan bersamamu selama dua puluh tahun, maka mulai sekarang ia harus menyerahkan kau kepadaku..."

Tiba-tiba Pek Hong melompat bangun, teriaknya:

"Kau kau telah menganggapku sebagai manusia macam apa'"

"Tentu saja sebagai manusia! Seorang manusia yang tak pernah kulupakan barang sedetikpun selama dua puluh tahun ini, dalam dua puluh tahun ini aku telah merasakan penderitaan yang paling besar, aku berlatih ilmu silat dengan tekun tak lain adalah menunggu kesempatan seperti hari ini, aku hendak merampasmu kembali dari cengkeraman Tiong Leng Kang"

"Benarkah kau hendak bertindak buas seperti itu?"

"Pek Hong, bagaimanakah ilmu silat ayah mu, aku rasa kau pasti mengetahui jelas, aku tidak melakukan tindak penyergapan     atau     perbuatan     licik     lainnya     untuk merobohkan dia, ku bekuk dia dengan kepandaian silat yang kumiliki sekarang, aku tidak percaya kalau  kepandaian silat yang dimiliki Tiong Leng Kang telah melampaui kehebatan ayahmu"

"Bu-khek-bun adalah suatu kekuatan yang besar dan kuat, keadaannya jauh berbeda dengan keadaan ayahku, kuat atau lemah ayah ku hanya seorang diri..."

"Akupun datang dengan membawa banyak jago" sela orang dalam tandu itu dengan cepat, "tapi asal orang-orang Bu-khek-bun tidak mengandalkan jumlah banyak untuk bermain kerubut, akupun tak akan minta kepada mereka untuk membantuku, lebih baik lagi jika secara jantan dan ksatria Tiong Leng Kang berani melakukan duel satu lawan satu dengan diriku, bila aku mati, kalian boleh hidup berdampingan sampai hari tua, kalau Tiong Leng Kang yang mati maka dia harus menerima pembalasan akibat ulahnya pada dua puluh tahun berselang"

Dari pembicaraan tersebut, seolah-olah dia masih belum tahu kalau Tiong Leng Kang kini sudah merupakan seorang jago yang disegani oleh umat persilatan.

Pek Hong menghela napas panjang.

"Aai.. bagaimana keadaan ayahku sekarang?" ia bertanya.

“Sekarang ayahmu berada dalam keadaan baik-baik tidak terlukapun tidak kehilangan ilmu silatnya, cuma jahe selamanya makin tua makin pedas, maka terpaksa kutotok jalan darahnya"

"Bolehkah kujumpai dirinya?"

"Boleh saja, cuma ia berada di suatu tempat sepuluh li dari sini, karena aku tidak membawanya serta" "Sepuluh li dari sini?"

"Di sini ada tandu dua orang tukang tanduku adalah orang-orang persilatan yang bertenaga besar, tidak menjadi soal baginya untuk menggotong kelebihan seorang.

"Duduk setandu denganmu?" "Yaa, kau tidak berani?"

"Aku tidak berani, kau tahu sekarang aku masih  berstatus Tiong hujin."

"Sungguh tak kusangka nona Pek yang liar seperti seekor kuda dan tidak takut langit tidak takut bumi kini menjadi seorang perempuan yang alim."

"Dulu dan sekarang berbeda jauh, dulu aku adalah Pek Hong, sekarang aku telah menjadi istrinya Tiong Leng Kang, malam-malam kutemui dirimu di sini sudah merupakan suatu pelanggaran adat kesopanan apalagi duduk setandu denganmu"

"Kau tidak ingin menjumpai ayahmu?"

"Ingin, tapi tak ingin membuat persoalan ini menjadi tak terselesaikan selama beberapa malam aku keluar rumah pada kentongan ketiga, pulang pada kentongan kelima itupun kulakukan tanpa  sepengetahuan  Tiong  Leng  Kang. "

"Mengapa kau tidak katakan kepadanya?" tukas orang dalam tandu sambil tertawa dingin.

"Aku tak ingin dia menyaksikan kalian bentrok senjata sehingga mengakibatkan darah bercucuran, tapi sekarang tampaknya aku sudah tidak berdaya lagi."

"Pek Hong, kau anggap dengan andalkan beberapa jurus imu pedang Cing ping kiam hoatnya itu, ia sudah mampu untuk menandingiku?" "Hmmm! Jangan memandang enteng diri Leng Kang.." dengus Pek Hong. “sekalipun kau sudah berlatih dua puluh tahun, belum tentu kau merupakan tandingannya!"

"Kenapa tidak dicoba? Dalam seratus jurus aku akan menyuruhnya mampus dengan tubuh berceceran darah!"

Pembicaraan kedua orang itu dilangsungkan dengan suara keras, Cu Siau-hong yang bersembunyi di belakang batu karang dapat mendengarkan semua pembicaraan dengan jelas, hawa amarah segera berkobar dalam dadanya.

Tapi ia berusaha keras untuk mengendalikan hawa amarahnya, ia merasa keadaan dan saat seperti ini bukan saat yang tepat baginya untuk munculkan diri.

Cuma Cu Siau-hong merasa perjalanannya malam ini tidak sia-sia, paling tidak toh telah membuktikan kesalahan pahamannya terhadap ibu gurunya.

Sekalipun Seng Tiong-gak secara langsung tidak mengatakan apa-apa, tapi dari sikap maupun nada suaranya yang marah dan penuh penderitaan siapa pun dapat mengetahui betapa besarnya kecurigaannya terhadap Pek Hong.

Dalam kenyataannya ketika untuk pertama kalinya Tang Cuan dan Cu Siau-hong mengetahui kejadian tersebut merekapun tercekam pula dalam perasaan yang sama.

Sekarang jalan pikiran Cu Siau-hong sudah makin terbuka, dia tahu meskipun subonya mengadakan pertemuan dengan orang ditengah malam buta namun ia sama sekali tidak melakukan perbuatan asusila Bahkan walaupun berada di bawah ancaman ia tetap menjaga kesucian tubuhnya.

Kedengaran Pek Hong menghela napas panjang lalu berkata: "Rupanya diantara kita berdua sudah tak akan bisa dijumpai suatu cara penyelesaian yang disetujui kedua belah pihak lagi”.

"Pek Hong, sebenarnya aku mengira malam ini  persoalan diantara kita dapat diselesaikan, tapi tak kusangka cintamu terhadap Tiong Leng Kang lebih dalam lagi dari samudra bahkan keselamatan ayahmu sendiripun tidak kau gubris..."

"Apakah kau benar-benar hendak membunuh ayahku?" sela Pek Hong,

"Kalau sudah jengkel, kaupun bisa kubunuh apalagi ayahmu!"

Paras muka Pek Hong berubah hebat. "Kau.. kau.."

Orang dalam tandu itu tertawa dingin, ia menukas pembicaraan Pek Hong yang belum selesai:

"Dengarkan baik-baik, hanya kau yang bisa menolong ayahmu, hanya kau juga yang bisa menolong Tiong Ling kang serta segenap anggota perguruan Bu khek-bun, apapun yang kau pikirkan, sebuah permintaan harus kau penuhi. "

"Ulangilah sekali lagi, apa yang kau inginkan?"

"Aku tidak takut ada orang mendengarkan perkataanku ini, apa salahnya kalau ku ulangi sekali lagi" Sesudah berhenti sebentar, ia melanjutkan.

"Aku harap kau suka pergi bersamaku pergi mengikutiku dalam keadaan utuh dan hidup, maka ayahmu akan segera kulepaskan. Tiong Leng Kang serta segenap anggota perguruan Bu-khek-bun juga akan kulepaska n"

"Sekalipun aku setuju, Ling-kang belum tentu akan setuju!" Cu Siau-hong yang bersembunyi di belakang batu karang menjadi terperanjat pikirnya.

"Sejak munculkan diri sunio selalu menunjukkan keteguhan hatinya, ia tidak takut ancaman, tidak pula menerima pancingan, kenapa sikapnya secara tiba-tiba bisa berubah?"

Pelan-pelan Pek Hong mencabut keluar sebuah pisau belati lalu katanya lembut.

“Bila aku bunuh diri di sini juga, apakah kau bersedia melepaskan Leng Kang dan Bu khek-bun"

"Tidak mungkin. Ayahmu pertama-tama akan kubunuh lebih dulu, kemudian akan kutemui Ti-ong Leng Kang dan mengajak berduel, kecuali ia berhasil membunuhku, kalau tidak aku pasti akan memusnahkan Bu-khek-bun dari muka bumi"

Pek Hong tertawa getir.

"Baiklah!" ujarnya kemudian "kalau toh kematianku tak dapat menyelesaikan persoalan ini, agaknya aku mesti memberitahukan kejadian ini kepada Leng Kang!"

“Pek Hong, hingga sekarang aku tidak mencelakai anggota Bu-khek-bun secara tiba-tiba, hal ini disebabkan aku masih teringat dengan hubungan kita dimasa lampau coba kalau aku sudah kalap perguruan Bu-khek-bun telah musnah di tanganku."

"Yakinkah kau bisa melakukan perbuatan itu?"

"Aku bersedia melakukan perbuatan yang lebih besar dan lebih hebat, karena tujuanku hanya ingin memaksa Tiong Ling-kang agar menyerahkan kau kepadaku"

"Cukup! Aku rasa tak ada persoalan yang bisa kita, bicarakan lagi!" "Aku memberi sebuah kesempatan lagi kepadamu, besok malam pada kentongan ketiga ajaklah Tiong Leng Kang datang kemari aku hendak melangsungkan duel satu lawan satu dengannya"

"Apakah semua murid Bu-khek-bun perlu juga datang?" "Tidak usah, hanya kalian berdua yang boleh datang!" "Baik!" kata Pek Hong sambil manggut-manggut,

"kukabulkan permintaanmu itu besok malam aku pasti akan

datang bersama Ling-kang!"

"Ingat, jangan lewat kentongan ketiga!"

"Yaa, aku pasti datang tepat pada waktunya'!"

"Bila selewatnya kentongan ketiga kalian belum juga datang, maka perbuatan pertama adalah membunuh Pek Bwee lebih dulu."

"Aku mengerti!" katanya.

Kemudian tanpa banyak berbicara lagi dia lantas putar badan dan berlalu dari situ.

Menanti bayangan punggung Pek Hong sudah lenyap dari pandangan mata, orang dalam tandu itu menitahkan anak buahnya agar berangkat meninggalkan tempat itu.

Malam yang gelap pun pulih kembali dalam keheningan yang mencekam,

Dengan sabar Ciu Siau-hong menunggu beberapa saat lagi di situ, setelah benar-benar yakin kalau orang dalam tandu itu telah pergi jauh, diam-dia iapun ngeloyor turun dari atas tebing. an kembali ke perkampungan Ing-gwat-san ceng:

Tiba di bawah pohon waru, tampak Seng Tiong-gak serta Tang Cuan telah menunggu di situ. Waktu itu kentongan lima belum tiba. Sebelum Seng Tiong-gak, sempat buka suara Cu Siau-hong telah bertanya lebih dulu.

"Apakah subo telah pulang?"

"Yaa, malam ini dia pulang rada awal ! " jawabnya. "Sute, apa yang berhasil kau lihat ?" tanya Tang Cuan

pula.

"Hampir saja kita menaruh salah sangka terhadap subo!" "Salah sangka?" bisik Seng Tiong-gak tertegun.

Cu Siau-hong menghela nafas, ia lantas menceritakan apa yang telah dilihatnya selama ini. Ketika kisah itu selesai dituturkan, Seng Tiong-gak lantas berseru:

"Aaah ....jadi ada peristiwa semacam itu ? Siapakah nama orang yang berada dalam tandu?"

"Selama ini ia tak pernah menyebutkan nama sendiri, subo sendiripun tak pernah menyebut namanya."

"Suhu pasti mengetahui nama orang itu?" seru Tang Cuan.

"Toa suheng, suhu memang tahu orang itu, tapi siapa yang akan pergi menanyakan persoalan ini?"

"Yaa, sulit juga, kecuali subo mengatakan sendiri, memang tidak ada orang lain yang sanggup mengucapkan persoalan ini kepada suhu."

"Susiok, subo telah berjanji dengan orang yang berada dalam tandu untuk berjumpa lagi besok malam pada kentongan ketiga, demi keselamatan Pek lo-tayya aku percaya subo pasti tak akan mengingkari janjinya"

"Itu berarti subo pasti memberitahukan persoalan ini kepada suhu!" sambung Tang-Cuan. "Yang menjadi persoalan sekarang adalah latihan malam suhu telah selesai atau belum, coba kalau sudah selesai urusan tentu akan terselesaikan" kata Cu Siau-hong.

"Jadi maksudmu Siau-hong, subomu tak akan memberitahukan persoalan ini kepada suhu?" tanya Seng Tiong-gak.

"Keponakan memang berpendapat demikian, aku kuatir subo akan memenuhi janji itu sendirian"

"Setelah kita mengetahui persoalan ini, tentu saja tak akan kita perkenankan subomu pergi memenuhi janji seorang diri"

"Maksud susiok. " tanya Tang Cuan.

"Biar aku mewakili suheng dan enso untuk memenuhi janji tersebut" tukas Seng Tiong-gak.

"Susiok, sebagai murid Bu-khek-bun, tecu semua berkewajiban untuk menanggulangi semua kesulitan yang kita hadapi, biar tecu saja yang memenuhi janji itu"

Seng Tiong-gak tertawa.

"Kalian semua belum menjalankan pelantikan, sebagai murid yang belum tamat belajar kalian tak boleh melakukan pertarungan, rasanya hanya aku seorang yang pantas untuk melaksanakan tugas ini"

"Susiok, orang dalam tandu mempunyai pembantu yang sangat banyak" kata Cu Siau-hong, "bagaimanapun juga susiok tak boleh pergi seorang diri."

"Betul!" sambung Tang Cuan, "persoalan ini mempunyai sangkut paut yang besar sekali dengan keselamatan perguruan kita, keputusan tak bisa kita ambil secara gegabah, bagaimanapun juga kita musti melaporkan kejadian ini kepada suhu" "Betul juga perkataan toa suheng" kata Cu Siau-hong pula, "bila kejadian ini sampai berkembang lebih lanjut, mungkin akan menyangkut mati hidupnya Bu-khek-bun, kita tak boleh mengambil keputusan sendiri sehingga mengakibatkan timbulnya kesalahan besar"

Seng Tiong-gak termenung beberapa saat, lalu katanya kemudian:

"Setelah fajar menyingsing nanti, akan kujumpai enso lebih dulu, agar ia mau memberitahukan persoalan ini kepada su-heng "

Setelah berhenti sebentar, ia menambahkan: "Jangan kita beritahukan persoalan ini kepada It-ki"

Tang Cuan dan Cu Siau-hong segera membungkukkan badan sambil mengiakan.

Tak lama setelah fajar menyingsing, Seng Tiong-gak telah pergi ke ruangan belakang.

Waktu itu Pek Hong dan Tiong Ling-kang telah duduk saling berhadapan sambil sarapan bagi. Melihat kedatangannya, Tiong Ling-kang segera bangkit sambil menyongsong kedatangannya.

"Tiong-gak!" ia berkata, "sepagi ini sudah bangun tidur, ayoh duduklah dan bersama sama sarapan pagi" Seng Tong gak berpaling memandang sekejap ke arah Pek Hong, lalu katanya pula:

"Menjumpai enso!"

"Duduklah!" jawab Pek Hong sambil tertawa, seakan akan tak pernah terjadi apa-apa.

Bahkan ia turun tangan sendiri untuk mempersiapkan mangkuk dan sumpit untuk Seng Tiong-gak. "Sute, makanlah!" Sesungguhnya banyak urusan penting yang hendak dibicarakan Seng Tiong-gak, tapi ketika dilihatnya Pek Hong bersikap tenang terpaksa iapun harus bersabar diri.

Tiba-tiba Tiong Leng Kang meletakkan mangkuk dan sumpitnya lalu berkata sambil tertawa:

"Tiong-gak, bersantaplah pelan-pelan aku sudah selesai dan akan keluar sebentar, selama dua bulan belakangan ini kita belum pernah bercakap-cakap, hari ini kita musti bicara baik-baik"

"Silahkan suheng!" sahut Seng Tiong-gak sambil berdiri dengan hormat. Tiong Leng Kang tertawa, ia bangkit dan berlalu dari ruangan.

Setelah Tiong Leng Kang pergi jauh, Seng Tiong-gak baru berbisik:

"Enso beberapa malam ini siapa yang telah kau jumpai?" "Darimana kau bisa tahu?" tanya Pek Hong dengan paras

muka berubah hebat..

"Kebetulan siaute sedang meronda dalam perkampungan, secara tidak sengaja kutemui enso keluar tiap malam, orang itu. "

Pek Hong segera menggelengkan kepalanya berulang kali, tukasnya:

"Sute, jangan kau lanjutkan pembicaraan mu, soal ini jangan sampai diketahui su-hengmu"

"Enso, kejadian ini mempengaruhi mati hidup perguruan Bu-khek bun kita, sebagai seorang ciangbunjin kenapa Suheng tak boleh tahu?"

Sekali lagi Pek Hong tertegun, ditatapnya wajah Seng Tiong-gak lekat-lekat, setelah termenung agak lama ia bertanya lagi: "Sute, berapa banyak yang telah kau ketahui?"

"Yang siaute ketahui cuma sebanyak itu, enso persoalan ini bukan persoalan seorang, bukan juga persoalan suheng, tapi menyangkut seluruh perguruan Bu-khek bun, maka  dari itu dengan memberanikan diri siaute harap agar kejadian ini dilaporkan kepada toa suheng. "

"Jangan kau lanjutkan" tukasnya "sute, sebentar akan ku ajak kau rundingkan persoalan ini, mari atasi bersama persoalan serius itu"

Tiba-tiba suara Tiong Leng Kang berkumandang datang dari luar: "Persoalan apakah itu? Takut aku tahu?"

Sambil berkata dia lantas melangkah masuk ke dalam ruangan.

Pek Hong dan Seng Tiong-gak saling berpandangan, untuk sesaat mereka terbungkam dan tak mampu berbicara.

Dengan wajah yang lembut Tiong Leng Kang mengalihkan sinar matanya ke wajah Seng Tiong-gak, kemudian ujarnya:

"Tiong-gak coba kau saja yang berbicara, sesungguhnya kejadian apakah itu?"

"Soal ini ....soal ini. "

Tiong Leng Kang tersenyum, sorot matanya kembali dialihkan ke wajah Pek Hong, kemudian melanjutkan:

"Pek Hong mungkin kurang leluasa buat Tiong-gak untuk membicarakan persoalan ini, bagaimana kalau engkau saja yang mengatakannya kepadaku. "

"Leng Kang betul-betul tak ada persoalan serius" seru Pek Hong.

Sekali lagi Tiong Leng Kang tertawa. "Hujin bukankah ada seorang sahabat lama telah datang mencari kita?"

"Kau "

"Malah aku tahu kalau orang itu bernama Liong Thian siang"

"Darimana kau bisa tahu? ia bilang hanya memberitahukan kepadaku seorang..."

"Beberapa hari ini, setiap kentongan ketiga malam kau musti pergi dan kentongan ke lima baru kembali, selama ini tentu lelah sekali bukan. Yaa, Liong Thian siang telah menggunakan waktu selama dua puluh tahun untuk melatih ilmu silatnya, tentu saja ia tak mau menyerah dengan begitu saja Hujin aku lihat dalam persoalan inipun kau tak usah memohon lagi kepadanya"

"Eeeh, dari mana kau bisa tahu tentang persoalan ini" seru Pek Hong keheranan.

-oOo>d’w<oOo-

“SELAMA beberapa tahun ini aku sudah terlalu teledor, misalnya kematian Lo-liok si penjaga istal kuda yang secara mendadak, munculnya jago-jago persilatan yang menetap tak jauh dari perkampungan Ing-gwatsan-ceng tanpa sepengetahuan ku, coba bayangkan saja, betapa cerobohnya aku selama ini"

"Ling-kang, bukankah kau mengatakan hendak latihan malam? apakah kau sengaja membohongi aku?"

"Aku benar-benar latihan, cuma ada satu hal tidak kujelaskan kepadamu yakni sejak tiga hari berselang latihan telah  selesai,  waktu  itu  kentongan  ke  empat  belum  tiba, sebetulnya aku ingin memberitahukan kejadian ini kepadamu, ternyata kau telah lenyap tak berbekas"

"Mengapa tidak kau tanyakan kepadaku?"

"Aku pergi mencari tapi tidak kutemukan, sebaiknya kujumpai Tiong-gak sedang berdiri termangu seorang diri sambil melamun, baru saja aku hendak menyapanya, ternyata kau telah kembali dan Tiong-gak pun menyembunyikan diri, aku merasa tak enak untuk menyapamu, sedang kau mungkin lantaran terpengaruh oleh pergolakan emosi ternyata tidak kau sendiri bahwa aku menguntil di belakangmu. Akupun mendengar kau bergumam seorang diri bahwa persoalan itu tak boleh ku ketahui, kau hendak menanggungnya sendiri, maka akupun terpaksa kembali lagi ke kamar latihan. Selama dua hari ini aku selalu berharap kau bisa memberitahukan kepadaku, tapi setiap kali kau berjumpa denganmu sikapmu selalu menunjukkan seakanakan tak pernah terjadi sesuatu apapun, karena kau tak bicara akupun enggan bertanya, dan terpaksa aku lakukan penyelidikan sendiri secara diam diam"

"Kau telah berjumpa dengan Liong Thian siang?" "Kemarin  malam  aku  berangkat  dua  kentongan   lebih

duluan dan bersembunyi di belakang sebuah batu cadas di

atas tebing, aku dapat mendengarkan semua pembicaraan kalian, hujin aku merasa sangat terharu..."

"Aku telah menyaksikan ilmu silatnya, aku tak ingin membiarkan kau berduel dengannya" sambung Pek Hong.

"Aku dapat memahami kesulitanmu, tapi apa yang dikatakan sute tak salah bukan kau atau aku yang hendak ia hadapi, tapi seluruh Bu khek-bun yang hendak dihadapinya, aku bisa bersabar tapi tak dapat membiarkan perguruan Bu khek-bun terancam, akupun tak rela menyaksikan ayah mertuaku terancam"

"Oh sungguh kebetulan!" pikir Seng Tiong-gak "Cu Siau hong pun bersembunyi dibalik batu besar di atas tebing hanya bedanya mereka selisih semalam”.

Terdengar Pek Hong menghela napas sedih, dua titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya ia berkata:

"Leng Kang, aku merasa amat sedih karena perbuatanku selama ini telah melanggar tata kesopanan sebagai seorang perempuan yang telah bersuami"

"Kau tidak salah Pek Hong sebagai seorang putri persilatan yang penting adalah tidak berbohong pada Thian dan tidak menipu diri sendiri, kau tetap masih merupakan istriku. "

"Terima kasih banyak Leng Kang, bisa mendengar perkataanmu itu hatiku sudah lega, semua kemasgulanku ikut pula tersapu lenyap"

Sambil tertawa Tiong Leng Kang menepuk bahu istrinya, lalu berkata lagi:

"Hujin, kau tidak melakukan kesalahan apa pun, justru aku yang menyesal karena telah membuat susahnya Gak hu, bagaimanapun juga, besok kita harus berusaha mencari akal untuk menyelamatkan Gak-hu dari cengkeraman musuh."

Pek Hong tertawa getir.

"Sulit untuk menolongnya, Liong Thian-siang telah berhasrat untuk menimbulkan badai darah di sini, sekalipun aku telah bersilat lidah dengannya, dengan harapan pikirannya bisa berubah, sayang ia tak mau menyanggupinya." "Aku tahu, kita memang tak bisa melunakkan hatinya. terpaksa hanya pertarungan yang bisa menyelesaikan persoalan ini."

"Ia sendiri telah bilang, kali ini ia mengajak banyak pembantu, tapi dalam pertemuan besok malam, hanya kita berdua yang diijinkan kesana"

"Cukup, kau dan aku ."

"Tidak bisa toa suheng" tukas Seng Tiong-gak, "kau telah mengakui sendiri bahwa persoalan ini adalah persoalan Bu khek-bun, kita tak perlu harus menuruti perkataannya, kita boleh mengerahkan segenap kekuatan inti Bu-khek-bun untuk bertarung melawannya."

Tiong Leng Kang manggut-manggut.

"Perkataanmu memang benar, cuma ayah ensomu masih berada ditangan mereka, sekalipun kita dapat bertarung mati-matian melawan mereka, tapi tak dapat menjamin bahwa mereka tak akan mencelakai jiwa dia orang tua"

"Lantas maksud toako??"

"Maksudku biar aku dan ensomu saja berdua yang menghadapinya, aku pikir kekuatan kami masih sanggup untuk menghadapinya" katanya.

"Toa suheng!" ujar Seng Tiong-gak dengan cepat, "aku percaya kau sanggup menghadapi Liong Thiansiang, betul Liong Thian-siang telah melatih diri sepuluh tahun, tapi suheng sanggup menghadapinya, Namun kita harus berpikir juga betapa banyak jumlah anak buah yang dibawa olehnya, padahal kalian hanya berdua, bagaimana mungkin empat tangan bisa menghadapi puluhan pasang tangan?"

"Sute bagaimanapun juga kita harus menempuh bahaya ini" "Toa suheng, sebelumnya siaute ingin minta maaf dulu kepadamu" tiba-tiba Sang Ti-ong gak berkata.

"Ada apa!"

Seng Tiong-gak tidak menjawab, tapi beranjak dan memberi hormat kepada Pek Hong, lalu katanya: "Enso, akupun minta maaf lebih dulu kepadamu"

Sehabis berkata ia lantas berlutut di hadapan suami istri berdua.

Tentu saja perbuatannya itu mengejutkan Pek Hong, buru-buru ia membangunkannya seraya berkata: "Hey sute, apa-apaan kamu ini? Hayo cepat bangun!"

"Enso, jika kau tidak bersedia memaafkan siaute, maka selamanya siaute tak akan bangkit berdiri lagi"

"Aku mengerti siau sute" ucap Pek Hong sambil tersenyum.. "Hayolah cepat bangun, aku dapat memahami maksud baikmu itu, justru dapat semakin membuktikan kebersihan serta kesucian ensomu selama ini"

Seng Tiong-gak bangkit berdiri, kemudian membeberkan rencana yang telah diaturnya itu, akhirnya ia menambahkan:

"Toako, kau jangan menghukum Tang Cuan, serta Siau hong, sebab segala sesuatunya timbul dari rencanaku, mereka tak lebih hanya melaksanakan perintah!"

"Jangan kuatir sute, aku tak akan menghukum mereka, lagi pula akupun berterima kasih kepadamu, karena kau telah membantuku untuk mengetes kemampuan mereka"

"Oya! masih ada satu hal yang tidak siaute pahami, bersediakah suheng memberi petunjuk?.."

"Kali ini kau memilih Tang Cuan dan Siau hong sebagai pembantumu,    hal    ini    membuktikan    bahwa    sutepun memiliki kemampuan mengenal orang yang cukup dalam penampilan Siau-hong yang cerdik dan cekatan dalam peristiwa kali ini serta penampilan Tang Cuan yang mantap dan tegas, ditambah lagi penampilan bakat memimpin yang diperlihatkan sute, membuktikan bahwa perguruan Bu khek-bun kita memiliki kemampuan yang cukup hebat, hal mana sungguh membuat hatiku lega dan terhibur"

"Ling-kang!" tiba-tiba Pek Hong menyela, "rencana apa sih yang telah kau siapkan? Kini waktu kita tinggal sehari saja, sedikit banyak kita musti mengadakan persiapan lebih dulu"

Tiong Leng Kang termenung sebentar, ia dengan serius katanya:

"Hujin, setelah aku pikir dengan lebih mendalam, kurasakan bahwa bagaimanapun juga tidak seharusnya kalau kita libatkan angkatan yang lebih muda dalam persoalan ini."

Pek Hong manggut-manggut menyetujui.

Tapi Seng Tiong-gak segera berkata sambil gelengkan kepalanya berulang kali. "Suheng, aku pikir tidak gampang!"

"Maksudmu?"

"Tang Cuan maupun Siau-hong telah mengetahui persoalan ini, lagi pula mereka telah melibatkan diri didalamnya, bila tidak mengijinkan mereka turut serta, aku pikir hal ini tak mungkin bisa terlaksana."

"Tapi sute persoalan ini merupakan urusan pribadi ensomu dan aku, aku mana boleh membawa seluruh perguruan Bu-khek-bun hingga terlibat didalamnya?" "Suheng, jangan lupa bahwa yang mereka hadapi adalah segenap perguruan Bu-khek-bun kita, cukup berdasarkan alasan ini, kita anak murid perguruan Bu-khek-bun sudah sepantasnya jika turut serta dalam peristiwa ini. "

"Sute, ada satu persoalan apakah telah kau pikirkan? Nyawa dari ayah ensomu masih berada dalam cengkeraman mereka.."

"Siaute tahu" sambung Seng Tiong-gak cepat, "justru dari sini semakin terbukti kalau Liong Thian siang memang berniat jahat kepada kita"

"Tapi dia pernah berkata kepada ensomu agarjangan membawa orang yang terlalu banyak, dia hanya mengijinkan aku dan en-somu berdua yang boleh menghadiri pertemuan itu"

"Ciangbun suheng," kata Seng Tiong-gak kembali "sudah jelas terbukti Liong Thian siang adalah seorang manusia yang berhati busuk dan licik, untuk menghadapi manusia semacam ini kitapun tak usah membicarakan soal peraturan dunia persilatan lagi"

Tiong Leng Kang termenung sejenak, kemudian bisiknya:

"Jadi maksud sute. "

"Maksud siaute, untuk berperang kita jangan lupa menggunakan taktik peperangan, sudah sepantasnya kalau kitapun gunakan sedikit kepandaian"

"Kepandaian apakah itu?"

Seng Tiong-gak segera membeberkan rencananya.

Mendengar rencana tersebut, Tiong Ling-kang segera tersenyum, ucapnya: "Sute, rupanya kau datang kemari dengan rencana yang telah tersusun rapi." "Bila siaute telah mendahului suheng, harap ciangbun suheng sudi memaafkan!" Tiong Ling-kang lantas berpaling ke arah Pek hong sambil bertanya:

"Bagaimana pendapatmu hujin?"

"Apa yang telah disusun Tiong-gak sute memang cukup bagus, bila dilihat dari kedatangan Liong Thian siang dengan persiapan sempurna, memang bisa diduga kalau ia mempunyai rencana busuk, untuk menghadapi manusia semacam ini, rasanya kitapun tak usah terlampau jujur pula"

Lama sekali Leng Kang termenung sambil memutar otak, akhirnya dia baru berkata:

"Sute, hujin, selama beberapa hari belakangan ini aku selalu mempunyai suatu perasaan yang sangat aneh, aku selalu merasa bahwa perkampungan Ing-gwat san-ceng kita bakal tertimpa suatu musibah. "

"Toa suheng!" tukas Seng Tiong-gak cepat, "kini Liong Thian siang telah menculik Pek locianpwe, ayah enso, itu berarti sudah ada musibah yang telah terjadi, Aku rasa pastilah musibah inilah yang kau maksudkan itu "

Tiong Leng Kang menghela napas panjang.

"Sute agaknya persoalan tersebut tak sampai di sini saja, aku memang tidak melihat sendiri jenasah lo-liok, si penjaga istal kuda, tapi aku tahu kalau ia gagah perkasa, tidak semestinya ia mati secara tiba-tiba tanpa alasan yang tepat"

"Bagaimanapun juga dia adalah seorang ketua dari suatu perguruan, tentu saja, Caranya untuk menilai segala persoalan jauh melebihi siapapun." "Suheng, usia lo-liok sudah tua, konon iapun gemar minum arak, siapa tahu kalau diam-diam ia sudah mengidap penyakit parah dan kali ini kambuh secara tiba tiba, hingga mengakibatkan kematiannya."

"Aaaaai" Tiong Leng Kang menghela napas panjang, "seandainya ia memang betul mengidap penyakit

parah, selama banyak tahun ini paling tidak pernah kambuh satu dua kali, tapi ia belum pernah mengalami serangan penyakit apapun.

"Lalu apa yang telah mencurigakan hati suheng ?" "Keracunan! mungkinkah ada seseorang yang diam-diam

meracuninya hingga mati"

"Aneh, tidak mungkin? Aku telah memeriksa jenasahnya. jelas gejalanya bukan gejala keracunan, lagi pula siapakah anggota perkampungan Ing-gwat-san-ceng kira-kira yang tega meracuninya sampai mati?"

"Bagaimanapun juga, aku selalu merasa bahwa hal ini merupakan suatu peringatan buat kita, sebetulnya aku hendak melakukan penyelidikan atas peristiwa tersebut, sungguh tak disangka Liong Thian siang keburu datang, aaai! mungkinkah aku terlalu banyak curiga ? Atau terlalu banyak pikiran?"

"Suheng, kau telah membawa perguruan Bu-Khek-bun kita ke puncak kemasyhuran, kesuksesan kita pasti akan memancing kedengkian dan rasa iri di sementara orang, apalagi selama banyak tahun belakangan ini suheng sangat jarang berkelana dalam dunia persilatan, seluruh semangat dan perhatianmu kau curahkan untuk mendidik anak murid, sudah pasti hal mana telah membangkitkan kedengkian banyak orang, dan sudah barang tentu banyak orang ingin merusak keberhasilan kita. "Mendirikan suatu usaha tidak gampang, menjaga keutuhannya lebih sukar lagi!. Jika kita ingin mempertahankan nama baik Bu-khek-bun, mungkin besar sekali pengorbanan yang harus kita bayar"

"Selama lima tahun belakangan ini kita semua dapat melewatkan kehidupan kita dengan tenang dan penuh kedamaian" kata Pek Hong, "apalagi selama masih berkelana dalam dunia persilatan dulu, kau sudah beratus ratus kali menghadapi pelbagai pertarungan yang sengit, aku berharap agar kali inipun kau bisa menghadapinya dengan pikiran serta perasaan yang tenang pula"

Tiong Ling-kang tertawa tergelak mendengar perkataan itu, ujarnya:

"Ooh hujin, kau memang benar, cuma yang kukuatirkan adalah suatu kekuatan tersembunyi rupanya sudah mulai bergerak dalam perkampungan Ing-gwat-san-ceng kita"

"Toa Suheng" Seng Tiong-gak ikut berbicara, "yang paling mengancam keutuhan kita sekarang adalah sepak terjang dari Liong Thian siang, kita harus secepatnya mencari akal untuk menghancurkan ancamannya, kemudian baru pikirkan soal-soal lainnya"

"Betul!" Tiong Ling-kang manggut-manggut: "dewasa ini kita memang musti bekerja sama untuk mencari akal guna menghadapi ancaman dari Liong Thian-siang, sute! Apa yang kita bicarakan sekarang lebih baik jangan dibocorkan dulu, paling tidak jangan sampai membiarkan mereka sampai bertindak membarengi kita"

"Leng Kang!" tiba-tiba Pek Hong bertanya:

"Kau mengatakan ada suatu kekuatan sedang bergerak dalam perkampungan Ing-gwat san-ceng kita, sesungguhnya kekuatan apakah itu?" "Aku sendiripun tak dapat mengatakannya keluar, padahal seandainya aku telah berhasil mendapatkan suatu bukti, tak nanti aku akan berpeluk tangan belaka!"

"Suheng, didalam persoalan menghadapi Liong Thian siang nanti, apakah kita perlu membawa serta Tang Cuan serta Siau-hong"

"Seandainya kedatangan Liong Thian Siang kali ini hanya untuk menghadapi aku serta ensomu, aku pikir tidak sepantasnya bila kita kerahkan segenap kekuatan Bu-khek bun untuk menghadapinya. "

"Tapi bukankah dia datang dengan membawa maksud lain? Bukankah yang hendak dia hadapi adalah segenap perguruan Bu-khek-bun kita?"

"Itulah sebabnya aku ingin pula mempergunakan kekuatan Bu-khek-bun untuk menghadapinya..." Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan:

"Aku ingin membetulkan sedikit rencanamu itu, bawa saja empat orang murid Bu-khek-bun untuk menghadapi LiongThian siang.

"Empat orang yang mana saja?"

"Murid pertama, kedua, ke tujuh dan ke sembilan, cuma kecuali Tang Cuan serta Siau-hong, dua orang lainnya lebih baik jangan diberitahu dulu!"

"Siaute mengerti!"

“Tiong It-ki tetap tinggal di perkampungan Ing-gwat-san ceng untuk membantunya sam-suhengnya menjaga rumah”.

"Baik!"

"Beritahukan perintah ini setelah menjelang kentongan kedua malam nanti, nah sekarang pergilah mempersiapkan diri!" Seng Tiong-gak segera berpamitan dan mengundurkan diri dari situ.

-OOOdOwOOO-

Mendekati kentongan ketiga malam itu, Tiong Leng Kang dan Pek hong telah berangkat ke tebing curam itu untuk memenuhi janji.

Pek Hong mengenakan seperangkat pakaian ringkas berwarna perak, sepasang pedangnya tersoren di punggung dan sebuah kantong senjata rahasia tergantung di sisi pinggangnya.

Tiong Ling-kang mengenakan juga seperangkat pakaian ringkas dengan sebilah pedang tersoren dipinggangnya, ia membawa serta pula kedua puluh empat batang senjata rahasia Thiat-lian-hoa miliknya.

Pakaian tersebut sebetulnya merupakan pakaian yang mereka berdua kenakan dikala masih berkelana dalam dunia persilatan tempo hari, sudah lima tahun mereka simpan pakaian tersebut tanpa mengenakannya kembali, tapi hari ini mereka harus memakainya lagi.

Kentongan ketiga tepat, dari tikungan bukit sebelah depan sana tiba-tiba muncul serombongan bayangan manusia.

Dalam waktu singkat mereka telah berada di hadapan kedua orang itu.

Rombongan tersebut terdiri dari sebuah tandu besar warna hitam, empat orang laki-laki baju hitam bergolok yang melindungi tandu serta dua orang tukang tandu.

Tandu itu berhenti kurang lebih beberapa kaki di hadapan Tiong Leng Kang berdua, menyusul kemudian tiraipun di gulung ke atas. Seorang manusia berbaju hitam pelan-pelan berjalan keluar dari balik tandu itu.

"Saudara Liong baik baikkah kau selama dua puluh tahun ini?" sapa Tiong Ling-kang sambil memberi hormat.

Liong Thian siang adalah seorang laki-laki berusia setengah abad yang berdandan seorang sastrawan, tubuhnya sedang dengan wajah yang bersih, cuma sayang kulitnya terlalu putih hingga kepucat-pucatan, di bawah sinar rembulan ia kelihatan seperti sesosok mayat saja.

Di atas wajahnya yang pucat dan dingin, tiba-tiba terlintas rasa dendam yang amat tebal sambil ulapkan tangannya ia menjawab:

“Untung saja aku orang she Liong belum mampus, panjangnya usiaku ini tentunya di luar dugaan Tiong ciangbunjin bukan?"

"Aku dengar saudara Liong sudah beberapa kali berjumpa dengan istriku..." kata Ling-kang.

"Hmm, tapi dengan perbuatannya itu Pek Hong justru akan kehilangan kesempatannya untuk menolong dirimu, juga kehilangan kesempatannya untuk menolong ayahnya"

Bagaimana dengan ayahku?" tanya Pek Hong cemas. "Dia masih hidup segar bugar"

"Kami suami istri telah datang sesuai dengan apa yang kau minta, aku harap seperti yang telah kau janjikan akupun dapat berjumpa muka dengan ayahku" pinta Pek Hong.

"Boleh saja!" jawab Liong Thian siang dingin, “cuma tidak sekarang!"

Tiong Ling-kang segera tertawa. "Lantas apa yang harus kami lakukan sehingga dapat bersua dengannya" ia bertanya

"Asal persoalan ini diantara kita telah terselesaikan, dengan cepat kalian dapat bersua dengannya"

"Oh apa pula yang hendak kita rundingkan lagi?" "Selama   banyak   tahun   belakangan   ini,   kau berhasil

menampilkan   diri   sebagai   seorang   jago   yang   punya

kedudukan dan nama dalam dunia persilatan, perkampungan Ing-gwat-ceng yang tak ternamapun, kini mulai dikenal oleh setiap umat persilatan"

"Oya? Lantas?"

"Dengan cara yang sangat mudah aku berhasil menemukan dirimu, dan akupun mempunyai banyak cara untuk melenyapkan perkampungan Ing-gwat-san-ceng dalam waktu sekejap

"Wah kalau begitu perkampungan Ing-gwat ceng bisa berdiri tegak sampai sekarang, hal ini adalah berkat kebijaksanaan serta kebaikan hati saudara Liong!" sindir Tiong Leng kang.

"Aku tak akan berbuat bijaksana, apalagi terhadapmu sampai sekarang aku belum juga turun tangan hal ini dikarenakan aku mempunyai tujuan lain, yakni pertemuan kita pada malam ini. Aku telah memberitahukan kesemuanya itu kepada Pek Hong, aku rasa Pek Hong tentu sudah menyampaikan kepada mu"

"Baik! Sekarang semua sudah menjadi jelas, apa yang kau inginkan?"

"Pek Hong telah melahirkan seorang anak bagimu, sudah banyak tahun mengikutimu, maka sekarang. " Tiba-tiba ia

tutup mulut dan tidak berbicara lagi. Tiong Leng Kang masih tetap mempertahankan ketenangannya, ia bertanya: "Sekarang, apa pula yang  musti kulakukan?"

"Sekarang, kau harus serahkan dirinya kepadaku, mulai saat ini dia akan menjadi istriku!"

"Pek Hong dapat menjaga batas-batas kewanitaannya, banyak pula bantuannya bagiku, keberhasilanku hari ini sebagian besar adalah hasil pemberiannya. aku merasa sayang dan hormat kepadanya"

"Maksudmu, kalian tak akan dapat berpisah lagi untuk selamanya?"

"Saudara Liong, apakah kau tidak merasa bahwa permintaanmu itu terlalu kelewat batas?" Liong Thian siang tertawa dingin:

"Tiong Ling-kang !" ia berseru, "aku tak akan merampas istrimu dengan begitu saja, aku hendak membuatmu untuk menyerahkannya secara suka rela dan hati yang pasrah "

Bagaimana baiknya iman Tiong Leng Kang, lama kelamaan habis juga kesabarannya, dengan mata melotot ia membentak:

"Liong Thian siang, bagaimanapun juga kau telah mendekati setengah abad, kalau berbicara aku harap sedikitlah tahu diri, apakah kau tak takut ditertawakan orang dengan ucapan-ucapanmu itu?"

Pek Hong sendiripun naik pitam, bentaknya dengan gusar:

"Wahai orang she Liong, mulutmu kotor dan tak tahu aturan, lebih baik tutup saja, bacot anjingmu itu"

“Aku orang she Liong datang dengan membawa persiapan   yang   matang,   setiap   ucapanku   segera   akan berubah menjadi kenyataan, Tiong Ling-kang! Bagaimanapun juga kau harus menyanggupi syaratku ini!"

Sepasang tangan Pek Hong telah mulai meraba gagang pedangnya hawa napsu membunuh menyelimuti wajahnya, dari sikapnya yang menahan geram dapat diketahui bahwa ia telah bersiap untuk melancarkan serangan.

"Pek Hong!" Liong Thian-siang segera membentak keras, "jika kau berani sembarangan berkutik lagi, aku akan segera membuat ayahmu tewas dalam keadaan mengerikan"

Pek Hong menjadi tertegun, pelan-pelan ia menurunkan kembali sepasang tangannya yang telah meraba gagang pedang itu.

Tiong Leng Kang pun pulih kembali dalam ketenangannya semula, pelan-pelan ia berkata: "Baiklah! Katakan syaratmu itu!"

"Suruh ayah mertuamu dan istrimu duduk di pinggir gelanggang untuk menyaksikan kita berdua berduel sampai mati!"

Tiong Ling-kang manggut-manggut.

"Ada satu hal yang lebih penting lagi" lanjut Liong Thian-siang, "yakni sebelum pertarungan dimulai, kita harus membuat surat perjanjian lebih dulu, seandainya kau berhasil kubunuh maka Pek Hong akan menjadi milikku"

"Orang gila, kau tak usah ngaco belo tak karuan!" bentak Pak Hong dengan gusarnya.

Sedangkan Tiong Leng Kang masih tetap tenang. "Masih ada yang lain?" ia bertanya.

"Aku menghendaki ayah mertuamu sebagai saksi, jika sampai waktunya kau orang she Tiong ingkar janji, maka aku  hendak   membasmi  seluruh   perguruan  Bu-khek-bun kalian dan meratakan perkampungan Ing-gwat-san-ceng dengan tanah bukan cuma manusia saja yang kubunuh anjing ayampun tak akan kubiarkan lewat sampai tengah malam!"

Tiong Leng Kang tertawa ewa, katanya:

"Oh saudara Liong, apakah perselisihan antara kita berdua tak dapat diselesaikan dengan cara lain yang lebih baik?"

"Asal kau bersedia menyerahkan Pek Hong untuk dijadikan istriku, bukan saja ayahnya bisa diselamatkan, kedudukanmu sebagai ciangbunjin dalam perguruan Bu khek-bun pun, bisa dipertahankan, malah siapa tahu bila perguruan Bu-khek-bun mengalami ancaman bahaya dikemudian hari akupun bersedia untuk membantumu?"

"Liong Thian siang!" kata Tiong Ling-kang kemudian dengan serius "memang aku menaruh sedikit rasa sesal dalam hati kecilku tapi sesal itu kini sudah lenyap tak berbekas oleh kata katamu yang gila dan tak tahu diri itu."

"Heeehh heehh heehh...." Liong Thian siang tertawa dingin, "ketahuilah kau Tiong Leng Kang untuk melampiaskan rasa benci dan dendam ku ini, sudah dua puluh tahun lamanya aku hidup sengsara dan penuh penderitaan, kecuali kau serahkan kembali Pek Hong kepadaku, diantara kita tak akan ada syarat kedua yang musti dibicarakan lagi"

"Liong Thian siang agaknya diantara kita berdua memang harus ada satu yang mampus dalam duel ini?"

"Sebelum pertarungan dimulai, aku hendak memberitahukan satu persoalan lebih dulu kepadamu!" "Syarat apa pula yang kau punyai? Hayo katakan saja terus terang, aku orang she Tiong pasti akan menghadapinya sekaligus"

"Lebih baik kita jelaskan lebih dulu bahwa semua dendam dan sakit hati kita terselesaikan semua dalam pertarungan berikut ini!"

"Akan kudengarkan semua..." "Oooh?!"

Liong Thian siang tarik napas panjang-panjang, kemudian ujarnya:

"Aku datang kemari dengan membawa jumlah orang yang cukup banyak, kekuatan tersebut sudah cukup bagi kami untuk melenyapkan perguruan Bu-khek-bun dari muka bumi!"

"Tapi jangan kuatir, mereka tak akan turun tangan sebelum memperoleh tanda rahasia dariku!"

"Jika kau mati di ujung golokku, Pek Hong tak boleh ikut mati, aku hendak membawanya pergi meninggalkan tempat ini dalam keadaan hidup"

"Masih ada lagi?" hawa kemarahan sudah mulai menyelimuti seluruh wajah Tiong Leng Kang,

"Jika ia sampai mati, baik itu bunuh diri atau dibunuh oleh anggota perguruan Bu-khek-bun, maka seluruh perguruan Bu-khek-bun akan mengalami bencana yang paling besar, aku akan membunuh habis setiap orang yang ada sangkut pautnya dengan perguruanmu itu"

"Suatu jalan pemikiran yang amat keji? Masih ada yang lain?"

"Cukup, sekarang kau boleh meloloskan pedangmu!" Sepasang mata Tiong Ling-kang berputar putar memperhatikan wajah Liong Thian siang serta sekitar tubuhnya, kemudian ia bertanya:

"Mana golokmu ?"

“Golok itu berada di tubuhku, bila sampai waktunya untuk dipergunakan, aku akan mencabutnya sendiri" Sikapnya amat tenang dan santai, seakan akan ia sudah mempunyai rencana matang untuk menghadapi pertarungan itu,

Ketenangan lawan ini segera meningkatkan kewaspadaan dalam hati Tiong Leng Kang, pelan-pelan tangan kanannya menggenggam gagang pedang, lalu menarik napas dan menghimpun tenaganya didalam pusar, setelah itu katanya kembali.

"Saudara Liong, sudah setengah harian kau bicara, tapi semuanya hanya membicarakan soal bila kau yang menang, bagaimana jika hasil nya nanti menunjukkan kalau aku orang she Tiong yang menang?"

"Kau yang menang? Tak mungkin, kau tidak akan mempunyai kesempatan untuk meraih kemenangan"

"Gunung nan tinggi air akan lebih panjang Liong-heng jangan terlalu tekebur!"

"Jika kau dapat menangkan aku, Liong Thian siang tak akan meninggalkan tempat ini dengan selamat!"

Itu berarti ia sudah menganggap pertarungan tersebut merupakan suatu pertarungan yang menentukan mati hidupnya.

Tiong Leng Kang lantas menekan tombol rahasianya dan "Cring!" pedang Cing-Peng-kiam segera di lolos dari sarungnya. "Hati-hati..." ejek Liong Thian-siang sambil tertawa dingin.

Tiba-tiba ia menerjang ke depan, sebuah jotosan keras langsung diayunkan ke dada lawan.

Tiong Leng Kang merupakan seorang ahli pedang yang dihormati dan disegani oleh umat persilatan didunia, pedang Cing-peng-kiam tersebut entah sudah mengalahkan berapa banyak jago lihay selama pulu-han tahun belakangan ini?

Tapi sekarang ternyata Liong Thian-siang tidak menganggap sebelah matapun terhadap ahli pedang yang termasyhur ini, bahkan ia berani menghadapi serangannya dengan tangan kosong belaka.

Tindakannya yang melanggar kebiasaan ini tak lain dikarenakan dua alasan, pertama Liong Thian siang terlalu sombong, memandang enteng musuhnya, dan kedua ia memang mempunyai rencana busuk.

Tiong Ling-kang sebagai seorang jago yang berpengalaman luas, tentu saja cukup mengerti kalau tindakan Liong Thian siang ini bukan hanya terbatas karena kejumawaannya belaka.

Sambil menarik napas panjang ia mundur dua langkah, tubuhnya berkelebat ke samping untuk menghindarkan diri, kemudian pedangnya dibabat ke bawah menebas pergelangan tangan kanan lawan.

Liong Thian siang mendengus dingin, sambil turunkan pergelangan tangannya ke bawah ia putar badan, “Weess." sebuah pukulan digetarkan menyusul kemudian tubuhnya melejit ke udara dan berputar satu lingkaran besar sejauh satu kaki lebih untuk menyelinap ke belakang punggung orang she Tiong itu. Tiong Leng Kang membentak keras.

"Suatu jurus Pat poh hwe gong (delapan langkah terbang di udara) yang amat bagus!"

Pedang Cing-peng-kiam digetarkan dan segera mengembangkan serangkaian serangan balasan.

Bayangan pedang segera berkelebat ke sana ke mari memenuhi angkasa, pedang Cing peng kiam itu berubah menjadi selapis cahaya tajam yang melindungi tubuhnya rapat-rapat.

Menghadapi serangan ilmu pedang Cing peng kiam hoat yang maha dahsyat itu, untuk sesaat Liong Thian siang agak keteter namun ia masih juga menghadapinya dengan tangan kosong belaka.

Ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna ternyata telah dikombinasikan dengan ilmu langkah Pat poh hwe gong yang dahsyat, membuat ia dapat bergerak kesana kemari dengan seenaknya sendiri, bahkan sepasang tangannya sebentar menotok sebentar memukul dan membacok kesana kemari, semuanya ditujukan untuk mengincar jalan darah lawan.

Untuk sesaat lamanya posisi mereka tetap berada dalam keadaan seimbang alias sama kuat.

Secara beruntun Tiong Ling-kang telah melancarkan tiga puluh jurus serangan lebih, namun ia selalu gagal untuk merebut posisi yang memguntungkan karena semua serangannya sebagian besar dapat dihindari lawan.

Liong Thian siang yang mendekam diri selama dua puluh tahun, kini betul-betul berubah menjadi lihay sekali, bahkan kehebatan ilmu silatnya sama sekali di luar dugaan Tiong Leng Kang. Tapi dengan demikian justru telah memancing rasa ingin menang dihati Tiong Ling-kang, ia berpekik nyaring, serangan pedangnya segera dilancarkan makin gencar.

Cahaya tajam tampak berputar kian kemari cahaya pedang dari kecil berubah makin besar dan kemudian berkembang menjadi sebuah lingkaran besar seluas satu kaki persegi yang mengurung tubuh Liong Thian siang dibalik lingkaran cahaya pedang tersebut

Menyusul kemudian lingkaran cahaya pedang itu dari besar menyusut semakin kecil seperti sebuah jala ikan yang ditarik ke atas, jaring tersebut makin lama makin kencang dan makin bertambah rapat.

Kali ini cahaya pedang tersebut berlapis lapis dan lihaynya bukan kepalang.

Dalam keadaan demikian, sekalipun Liong Thian siang memiliki ilmu langkah Pat poh hwe gong yang lihay, di bawah kepungan cahaya pedang yang berlapis-lapis itu ia menjadi kewalahan juga sehingga tak sanggup berkutik lagi.

Dengan cepat cahaya pedang itu mengancam tiba dengan amat dahsyatnya...

Menghadapi ancaman lawan yang begitu hebat dan mengerikan, Liong Thian siang tidak menjadi gugup. ia masih dapat mempertahankan ketenangan nya seperti sedia kala.

Mendadak pedang Cing peng kiam ditangan Tiong Leng Kang menusuk dada Liong Thian siang dengan jurus ciang hong hap it (selaksa ujung pedang bersatu padu).

Tusukan tersebut bukan cuma disertai dengan tenaga serangan yang hebat, lagi pula dipakai tepat pada saatnya, tusukan itu menyerang tiba dikala Liong Thian siang sedang bersiap siap menarik kembali telapak tangannya. Padahal ilmu langkah Pat poh hwe gong sudah terkunci oleh lapisan pedang Tiong Leng Kang hingga tak mampu dipergunakan lagi, menghadapi tusukan yang datang secara tiba-tiba itu, agak sulit juga baginya untuk menghindarkan diri.

Satu satunya jalan baginya untuk menyelamatkan jiwanya dari ancaman adalah menangkis serangan tersebut dengan kekerasan.

Siapa tahu Liong Thian siang telah memutar balik telapak tangan kanannya yang hendak melancarkan serangan itu, kemudian menangkis datang nya tusukan pedang tersebut dengan kekerasan.

"Traang..." benturan nyaring berkumandang memecahkan keheningan, pedang Cing peng kiam itu segera tertangkis pergi.

Padahal tenaga dalam yang dimiliki Tiong Leng Kang cukup sempurna, sekalipun Liong Thian siang memiliki kepandaian semacam Kim ciong co atau Thiat poh san, tak nanti ia sanggup menangkis datangnya ancaman pedang itu.

Tapi kenyataannya, tusukan tersebut berhasil di tangkis oleh Liong Thian siang dengan begitu saja, Tiong Leng Kang tak mau terkecoh dengan begitu saja, sebagai seorang jago kawakan yang berpengalaman ia telah menangkap suara benturan tersebut sebagai benturan antara besi dengan besi.

Jangan-jangan Liong Thian siang memiliki tangan yang terbuat dari baja asli? Kini orang she liong itu telah meloloskan goloknya. Sementara Tiong Ling-kang masih tertegun karena tusukan pedangnya tertangkis, Liong Thian-siang telah mengembangkan kembali serangannya secepat kilat.

Golok itu meluncur keluar dari balik baju nya, dimana cahaya tajam berkelebat lewat senjata tersebut sudah meluncur keluar.

Sungguh suatu serangan yang keji, licik dan berbahaya.

Ketika sadar akan datangnya bahaya, Tiong Ling-kang segera menarik nafas dan mundur lima depa, sayang tindakannya itu masih terlambat setindak.

Darah segar segera menyembur keluar sejauh tiga empat depa dan berhamburan di tanah. Sambaran golok dari ujung baju Liong Thian-siang berhasil menembusi bahu kanan Tiong Leng Kang.

Kontan saja lengan kanannya yang menggenggam pedang itu terkulai lemas kebawah Pek Hong buru-buru menghampirinya dan bertanya dengan penuh rasa kuatir.

"Ling-kang, kau terluka?" Tiong Ling-kang tertawa ewa.

"Tidak menjadi soal, cuma luka di kulit saja!" sahutnya.

Padahal darah segar sampai menyembur keluar, mungkinkah luka di kulit berakibat demikian?
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar