Pedang dan Golok yang Menggetarkan Jilid 07

JILID 7

"Lauw Sietju, tak usah sietju mendustai loo lap lagi," berkata pula si pendeta. "seperti baru saja loolap katakan, sudah beberapa tahun lamanya loolap mencari tahu tentang sietju, baik secara berterang maupun diam diam, baru hari ini loolap berhasil. Sietju, loo lap mengharap dapat bicara dengan kau mengenai peristiwa beberapa tahun yang lampau." sekonyong konyong si orang buta menjadi habis sabar. "Bicara tentang apakah ?" tanyanya tajam.

"Perkara lama, perkara hutang darah seratus jiwa lebih kaum Pek Ho Bun," Su Kay Tay su, sang pendeta, menegaskan.

Siauw Pek terkejut. Itu adalah soal yang mengenai dirinya sendiri. Mengenai itu, ia menjadi berduka secara tiba tiba, hingga ia tidak dapat mencegah air matanya mengalir keluar. Lekas lekas ia menepisnya, terus ia memasang telinga pula. "Tentang peristiwa itu, sedikitpun aku tak tahu apa apa " Terdengar Su Kay menghela napas panjang pula.

" Karena peristiwa itu, loolap merantau beberapa tahun lamanya," katanya, menyesal, "setelah dengan susah payah baru hari ini aku dapat mencari sietju..."

Lauw Hay tju seperti tidak sabaran. Terdengar dia menggeprakkan tongkatnya ketanah. Dia berkata pula dingin sekali: "Taysu, adakah kau datang kemari untuk memaksa aku si orang she Lauw ?"

"Memaksa, itulah loolap tidak berani," sahut si pendeta. "Beberapa tahun waktu telah loolap kurbankan, hanya untuk mencari siecu, maksudku yang utama ialah untuk memperoleh penjelasan siecu supaya loolap dapat pecahkan keragu raguanku."

Kata kau yang belakangan ini rupanya menggerakkan juga hati tuan rumah, sikapnya tak sekeras semula.

"Keragu raguan apakah itu ?" dia bertanya.

"Soalnya begini, siecu," sahut Su Kay : " Dahulu itu kaum kami, Siauw Lim Pay, telah bekerja sama dengan partai partai besar lainnya menyerbu dan membasmi pihak Pek Ho Bun. Peristiwa itu mencurigai loolap. Ketika pembicaraan dilakukan, persetujuan umum telah didapatkan Loolap bersama beberapa kakak seperguruanku bercuriga tetapi kami tak dapat berbuat apa apa. Ketika itu kami tidak punyabukti bukti serta juga tidak sanggup menunjuk siapa orang yang bersalah. Demikianlah kami tidak dapat mencegah penyerbuan dan pembasmian besar-besaran itu, hingga dengan hati berdenyutan dan giris kami cuma bisa menyaksikannya. Itulah peristiwa rimba persilatan yang hebat sekali."

Mendengar itu Lauw Hay tju berkata dengan tawar: "Jikalau kau curiga, kenapa kau tidak mau mengajukan diri untuk berbicara terus terang guna mengucapkan beberapa kata kata untuk membela Tjoh Kam Pek? Apakah sikapmu disebabkan kau takut membangkitkan kemarahan umum, hingga seumpama kau menyalahkan api jadi membakar tubuhmu sendiri?"

"Pada saat itu kemarahan umum tengah bergolak." Su Kay menjelaskan "Seperti diketahui ketua partai kami juga menjadi salah seorang yang telah dibinasakan secara kejam sekali, hingga kakak seperguruanku, yang mewakili ketua partai tidak dapat mengendalikan diri lagi. Aturan partai kami sangat keras, jika lalu loolap mencegah, bukan saja faedahnya tidak ada, sebaliknya, loolap bakal menambahkan minyak pada api yang sedang berkobar besar. Demikianlah loolap terpaksa tutup mulut."

Lauw Hay tju tidak puas. Dia berkata: "Ketika itu kau sudah bercuriga tapi kau toh dapat duduk diam menonton terjadinya peristiwa sangat menyedihkan itu. Sekarang telah lewat belasan tahun, apakah artinya kau mencari tahu duduk persoalannya ?"

" Karena hebatnya peristiwa itu, loolap sampai tak dapat tidur tak bernapsu makan," su Kay mengaku, " karena itu loolap telah memikir buat melakukan penyelidikan, supaya duduk perkara yang sebenarnya dapat dijelaskan dimuka umum supaya sakit hati Keluarga Tjoh itu dapat dicuci bersih."

Lauw Hay tju berkata pula, suaranya tetap dingin: "seratus jiwa lebih orang Pek Ho Bun menjadi arwah arwah yang penasaran, jikalau kau berhasil mencari keterangan, dapatkah kau membalaskan sakit hati mereka itu? Maukah kau membalaskannya?" Su Kay Taysu melengak.

"Soalnya sangat sulit, sangkut pautnya sangat luas," ia berkata. " Didalam peristiwa itu, loolap sendiri terhitung sebagai salah seorang yang turut melakukan pengeroyokan, cuma loolap bersumpah dihadapan matahari, sama sekali loolap tidak membunuh satu jiwa juga orang orang Pek Ho Bun itu"

"Kau tak mampu membalaskan atau mencuci bersih sakit hati dari seratus lebih jiwa orang Pek Ho Bun itu," kata tuan rumah dengan suaranya yang tetap dingin, "kau pula salah seorang tukang mengeroyok, maka kalau kau sekarang berhasil membuat penyelidikan, apakah gunanya itu? menurut aku yang paling benar tak usah mencari tahu terlebih jauh"

Su Kay jengah tetapi ia masih berkata: "Diantara langit dan bumi ada terdapat semangat yang suci murni, begitu didalam dunia Rimba Persilatan terdapat seseorang atau orang orang yang jujur dan adil, bijaksana Aku harap sie cu mengerti hal itu. Telah loolap katakan, dari dulu-dulu loolap sudah curiga. Bagaimana dapat loolap berdiam saja buat selama-lamanya ? Mana mungkni bisa loolap membiarkan Keluarga Tjoh itu tidak terlampiaskan? Mungkin loolap tidak sanggup membalaskan sakit hati, tetapi asal loolap dapat membeberkan duduk perkaranya di muka umum, hingga si penjahat besar, si biang keladi, dapat ditunjuk, itupun sudah dapat membuat legakan hatiku.Jikalau si biang keladi dapat ditunjuk. pasti akan ada orang yang nanti menghukumnya... Dengan begitu maka tercapailah maksud hati" Tiba tiba Lauw Hay tju menghela napas.

"Siauw Limpay mendapat sebutan dan diagungkan sebagai gunung Tay Sang dan bintang Pek Taw terang itu bukan tanpa alasan berkata dia kagum. "Taysu, kau sungguh seorang yang baik hati"

Lauw Haytju menyebut bintang Pek Taw itu sebagai pujian, Pek Taw ialah Bintang Utara atau Dipper. Su Kay jengah.

"Lauw Sitju, harap kau jangan memuji loolap" ia berkata. "Kau membuat loolap malu sekali."

Di saat si pendeta berkata begitu, justru si buta dengan secara sangat mendadak menggerakkan tongkatnya menyambar pinggangnya tetamu itu. Ia sudah menggunakan tipu silat tongkat "Menyapu seribu serdadu" Betapa kaget si pendeta. Untung dia dapat berkelit.

"Sietju" teriaknya mencegah. "Sietju, berbicaralah yang baik Kenapa tiba tiba sietju menyerang diriku?"

Habis serangannya itu, tiba tiba Lauw Hay tju tertawa nyaring, nadanya bersemangat berbareng bersedih. Itulah seumpama tawa " Dengung naga." Hati Siauw Pek terguncang mendengar tawa itu.

Su Kay merangkap kedua belah tangannya yang diangkat kedepan dadanya. Ia menanti tawa tuan rumah itu berhenti, kemudian ia berkata: "Lauw sitju, di dalam dadamu terbenam kedukaan penderitaan yang tidak terduga besarnya Kenapakah Sitju tak mau mengatakan pada loolap?"

Lauw Hay tju berlaku tenang, dia menjawab:

"Kesembilan partai besar dan kesembilan partai sekutunya, berapa besar pengaruh mereka itu? Kini karena aku ini seorang she Lauw telah dapat kau temukan, bagianku adalah bagian mati. Walaupun demikian, andaikata kau hendak mengeluarkan sesuatu dari dalam mulutku, itu laksana impian di siang hari" Su Kay menghela napas.

"Lauw Sietju, apa yang loolap utarakan itu telah keluar dari hatiku yang tulus," ia berkata, menyesal. "Tetapi Sietju tidak percaya padaku. oh Tapi, akupun tidak sesalkan . kau memang  nyeri rasanya bila menyaksikan seorang sahabat karib terbinasakan, hingga rumah tangganya pun hancur berantakan. Sudah begitu, diantara kaum Rimba Persilatan, tiada seorang jua yang mengajukan diri untuk membelai ataupun sedikitnya untuk mendamaikan, menjelaskan duduk perkaranya . Jangan kata Sietju, loolap sendiri juga tak puas."

"Bagiku," kata tuan rumah, "sudah tidak percaya lagi kepada dunia Rimba Persilatan ada ceng cie perikeadilan Kita adalah ini orang orang asing, taysu, oleh karena itu, aku persilahkanmu" "Lauw Sietju, sabar dahulu," berkata sipendeta luar biasa. Ia telah "dipersilahkan-diusir, tapi ia tidak gusar. "Sukalah sietju tenangkan diri jangan berduka dan bergusar, sudi kiranya sitju mendengar sepatah kata lagi dari loolap." Lauw Haytju berdiam sekian lama.

"Baiklah" kata kemudian "Baiklah, aku akan mendengarkan-" "Penasaran pihak Pek Ho Bun telah menjadi peristiwa yang telah

berlalu," berkata si pendeta itu, "dengan begitu, seratus lebih jiwa

yang hilang juga tidak bakal hidup kembali, sekarang, aku ingin berusaha untuk melenyapkan penasarannya Tjoh Kam Pek sekeluarga serta seluruh Pek Kee Pok, supaya dunia Rimba Persilatan mengetahuinya. Di dalam dunia ini, sietju, cuma engkaulah seorang yang tahu peristiwa itu, karenanya apa bila kau tidak sudi bicara, bukankah itu akan membikin sahabatmu itu penasaran di alam baka sehingga seratus lebih anggota keluarga dan kampung halamannya turut penasaran juga?"

Mendengar demikian, wajah Lauw Haytju menjadi guram, tanpa terasa, airmata berlinang. su Kay menyedekap tangannya.

"Amidabuddha" pujinya. "Lauw Sietju, loolap mohon dengan sangat, sudi kiranya mempertimbangkan kata kataku ini."

Siauw Pek diam diam mengangguk angguk seorang diri. Katanya dalam hati, "Pendeta ini kata katanya benar. Tidak peduli bagaimana hebat dan menyedihkan penderitaannya Pek Ho Bun, tetapi, siapa yang benar, siapa yang salah, mestinya dicari tahu dahulu biang keladinya"

Sampai waktu itu, barulah situna netra menjadi sabar.

"Kau hendak menanyakan hal yang mana?" dia bertanya kepada Su Kay, suaranya sabar.

"Segala apa yang ada hubungannya dengan peristiwa Pek Ho Bun dahulu itu, ingin loolap ketahui," menjawab si pendeta. "Apa yang loolap harap yaitu supaya sietju suka menuturkan semua sejelas jelasnya." Sebelum menjawab, Lauw Haytju berkata "Aku siorang she Lauw, aku tidak takut kau tak kan nanti membunuh untuk memberangus mulutku"

"Sietju, tembok tetangga ada telinganya" berkata Su Kay. "Jikalau loolap berniat membunuhmu, untuk menutup mulutmu, tidak guna loolap begini lama denganmu dan menanyakan urusan begini melit"

Lauw Haytju mengetok ngetokka n tongkatnya beberapa kali. "Gubukku buruk dan juga tak punya hidangan untuk disuguhkan

kepada para tamu," katanya kemudian, "tapi, silahkan taysu masuk kedalam untuk bicara sambil duduk."

"Sebagai seorang beragama loolap bersahaja baiklah kita duduk disini saja." Berkata begitu, pendeta ini lalu mendahului duduk di tanah.

Kata Lauw Hay tju, mulai: "Jikalau dahulu kaulah yang menjadi ketua Siauw Lim sie, taysu, tak akan terjadi peristiwa hebat dan sedih semacam itu."

"Peristiwa dahulu itu seumpama anak panah yang telah terpasang di busur," berkata sang pendeta, " hingga anak panah itu tak dapat ditarik kembali, hingga andaikata loolap yang menjadi ketua, belumlah tentu loolap sanggup mencegahnya."

Untuk sejenak. pendeta itu berdiam, ia memperdengarkan suara tak nyata bagaikan menggumam.

"Jikalau es tebal tiga kaki, itu karena hawa dingin satu hari," katanya kemudian-" Dalam peristiwa itu loolap percaya Tjoh Kam Pek penasaran, akan tetapi melihat suasana atau duduk perkaranya, loolap tak melihat jalan untuk mencuci bersih sakit hatinya itu. Andaikata ada orang memfitnahnya, fitnah itu teratur sangat sempurna, tak dapat orang memecahkannya. Mungkin siecu mengetahui lebih banyak lagi, cuma belum tahu siecu bisa mulai dari bagian yang mana. Bagaimana jikalau loolap tanya satu demi satu, lalu dimana perlunya, siecu menambah atau menjelaskannya? Dengan cara ini mungkin kita bisa cari sebab musababnya..." Lauw Hay tju mengangguk.

"Taysu benar," katanya. "Hanya terlebih dahulu hendak aku jelaskan satu hal. Penasarannya saudara Toh itu tak dapat diragukan lagi, cuma karena banyak yang aku tidak jelas, tak berani aku sembarangan bicara."

" Loolap tahu," berkata sipendeta. " Itulah mengenai Nyonya Tjoh. Cerita di luaran banyak sekali, karenanya timbullah kesangsian loolap..."

"Apa?" tanya Lauw Hay-tju cepat. Agaknya dia bersitegang hati. "Maksud taysu, apakah iparku itu, yaitu Nyonya Tjoh seorang wanita jahat?"

"Belum tentu dia seorang jahat," sahut Su Kay, "Tapi benar dia adalah kunci dari peristiwa ini, dia adalah orang penting."

Siauw Pek yang sedang mengintai dan mencuri dengar itu merasakan tubuhnya bergidik. Diluar dugaannya, orang menyebut nyebut ibunya, bahkan katanya si ibu menjadi orang penting. ibu itu dicurigai Dalam hal apakah ? "Benarkah ibuku tersangkut paut?" tanyanya di dalam hati.

oleh karena urusan hebat sekali, tak berani anak ini berpikir lebih jauh. Ia menenangkan diri dengan mencoba memasang telinga lebih jauh.

"Lauw Sie-tju, bukankah kau dan Tjoh Kam Pek bersaudara angkat?" Su Kay mulai dengan pertanyaannya .

"Dialah penolong jiwaku" sahut si tuna netra sambil menggeleng kepala. "Tapi dia, dia memandang aku sebagai saudaranya sendiri." su Kay batuk batuk perlahan-

"Itulah sama saja," katanya. "Lauw Sie-tju, kenalkah kau Nyonya Tjoh?"

"Tentu saja Aku tinggal di Pek Ho Bun lima tahun lamanya." "Maaf, aku hendak tanya hal dirimu sendiri, siecu," kata sipendeta pula. "Ketika siecu bertemu dengan Tjoh Kam Pek. siecu sudah bercacat mata atau belum ?"

"Belum," sahut orang yang ditanya. "Ketika itu kedua mataku belum rusak"

"Lalu kemudian, apakah sebab kerusakannya?"

"Aku bertempur dengan seorang lawan Dia menggunakan bubuk beracun-"

"siecu diperlakukan baik di Pek Ho Po, lalu kenapa kemudian siecu meninggalkannya?"

"Memang Tjoh Toako memperlakukan aku baik sekali, walaupun demikian Pek Ho Bun bukanlah tempatku tinggal buat selama lamanya?"

"Apakah sebabnya itu? Mungkin ada hubungannya dengan Nyonya Tjoh ?"

Hati siauw Pek tergetar. Itulah pertanyaan yang kembali menyentuh hatinya. Hampir ia tak sanggup mengendalikan diri lagi. Mestinya tak ada alasannya sipendeta menanyakan demikian Mungkinkah ibunya berhati serong ? oh, tak dapat ia memikir hal itu

Lauw Hay cu bersikap sangat terang. Ketika ia menjawab, ia menjawab dengan sabar, dengan perlahan sekali.

"Kenapa taysu bertanya begini ?" demikian jawabnya ganti bertanya. Su Kay juga berlaku tenang.

"Adalah soal sukar buat seorang suami menjaga kebijaksanaan isterinya dan kebaikan puteranya," demikian jawabnya. "Loolap cuma mengingini kenyataan, maka itu, loolap mengharap sangat siecu menjawab dengan sebenar benarnya."

"Itu.. itu..." menyahut si orang buta, terputus putus, dan tak segera dia melanjutkanjawa bannya itu. Panyahutan ini menikam hebat kepada Siauw Pek. Disana terdapat soal ibunya, yang ia sangat cintai. Hampir tak mau ia memasang telinga terlebih jauh.

Su Kay Taysu menanti, tetapi ia menghela nafas perlahan "Loolap tahu pertanyaanku ini mengenai kehormatan Nyonya

Tjoh, kemudian menjelaskan-Inilah pertanyaan yang seharusnya tak diajukan oleh orang luar, apalagi nyonya itu telah marhum. Tak heran kalau sietju sulit menjawabnya, sebagaimana loolap pun mulanya sukar menanyakannya. Tapi ini terpaksa, sebab disini tersangkut penasarannya seratus lebih jiwa orang Pek Ho Bun, terutama penasarannya Tjoh Kam Pek sendiri. oleh karena loolap tak dapat tidak menanyakannya sietju juga tak dapat tidak menjawab pertanyaanku."

Wajah Lauw hay tju guram sekali waktu ia menjawab.

"Lima tahun aku tinggal di Pek Ho Po, dengan Tjoh Toako, aku bagaikan saudara kandung," demikian sahutnya. "Tjoh Toako satu lelaki sejati, dia jujur, dia memperlakukan aku setulus hati. oleh karena itu diantara kami berdua tiada hal apa juga yang tidak dapat dibicarakan satu sama lain Tjoh Toako ingin memajukan Pek Ho Bun, untuk mengangkat namanya didalam Rimba Persilatan, sering dia merundingkan soal itu. Dalam hal itu, aku utarakan segala apa yang aku pikir. Cuma dalam soal inilah yang aku belum pernah bicara dengan Tjoh Toako."

Su Kay hendak membuka mulutnya tetapi batal walaupun bibirnya sudah mulai bergerak.

Siauw Pek pun mematung.

lauw Hay tju menghela nafas pula.

"Iparku itu, yaitu Tjoh Toaso," sambungnya, "sebagaimana yang terlihat sehari hari, adalah seorang wanita yang bijaksana. Tjoh Toako perlakukan aku sebagai orang sendiri, bagai ia takada pantangan apa apa, demikian sering ia mengundang aku makan minum diruangan dalam dimanapun kami bisa berunding. Karena ini, aku sering bertemu dengan Tjoh Toaso, hingga aku mengenalnya baik sekali."

Su Kay batuk-batuk perlahan Ia melihat orang bicara bagaikan memutar mutar.

"Rupanya sietju tidak mau mempercayai loolap." katanya kemudian "Baiklah, disini loolap mengangkat sumpah yang berat sekali.Jikalau loolap bocorkan soal ini, biarlah loolap tak mati wajar "

"Oh, taysu..." kata Lauw Hay tju, cepat. Masih ia berdiam sesaat, baru ia melanjutkan "Ketika tahun kelima kira kira setelah hari raya kauwgwee Tjeekauw tanggal sembilan bulan sembilan ketika Tjoh Toako berangkat ke Utara buat suatu urusan, iparku telah  menyuruh seorang budak perempuan menyampaikan sepucuk surat kepadaku yang meminta aku segera masuk ke dalam, untuk suatu urusan penting katanya ?"

"Habis sietju pergi atau tidak ?" menyela Su Kay Taysu. Dia sangat tertarik perhatiannya.

"Aku tahu kakak Kam Pek pergi ke Utara, mestinya hubungan kami erat sekali, tak selayaknya aku pergi ke dalam," jawab Lauw Hay tju. "Andaikata ada urusan penting, itu dapat dibicarakan di ruang luar. Hanya ketika itu, tidak dapat aku mengutarakan rasa hatiku itu maka aku cuma menitahkan si budak kembali lebih dahulu..."

Pendeta itu kuatir orang tidak mau bicara terus, ia mendesak. "Sebenarnya sietju pergi ke dalam atau tidak ?"

"Mulanya aku menerka, karena iparku itu seorang cerdas, jawaban itu akan membuatnya mengerti dan dia akan merubah tempat pertemuan, yaitu di ruang luar. Nyata dugaanku itu tidak tepat. Tak lama sekembalinya si budak ke dalam, dia sudah muncul pula, dia memanggil lagi bahkan dengan mendesak. Saking terpaksa aku beritahukan budak itu agar dia menyampaikan kepada majikan perempuannya supaya pertemuan dilakukan di ruang luar, setelah mana aku mendahului pergi ke ruang itu, untuk menantikannya. Sia sia saja aku menunggu diruang luar itu, iparku itu tidak muncul..." "Apa mungkin dia tak sudi menemui sietju" Su Kay tanya. orang yang didedas itu menarik nafas perlahan-

"Selagi aku memikir buat meninggalkan ruang luar itu, mendadak aku melihat si budak perempuan datang sambil berlari lari, romannya sangat terburu. Dia memberitahukan padaku bahwa tak leluasa buat bicara diruang luar itu dimana ada banyak orang mundar mandir maka aku diminta dengan sangat pergi ke ruang dalam saja. Kembali aku diminta masuk dengan mereka."

Berkata sampai disitu, orang buta ini menarik nafas panjang, setelah itu, ia meneruskan keterangannya : "Hal itu membuat aku menjadi curiga, lantas aku tegur budak perempuan itu serta menyuruhnya menyampaikan kepada iparku bahwa sebelumnya kakak Kam Pek kembali tak dapat aku seorang diri masuk ke ruang dalam, bahwa kalau toh iparku itu mempunyai urusan, itu dapat disampaikan padaku dengan perantaraan si budak."

"Bagus sikapmu, Lauw Sietju." Su Kay memuji. "Aku kagum terhadapmu " si orang tua tertawa sedih.

"Habis menegur si budak. aku lalu meninggalkan ruang luar itu," ia meneruskan "Hari itu aku menjadi tidak bernafsu makan, hatiku tidak tenang, sedangkan malamnya aku gelisah saja, tak dapat tidur pulas. Tidak habisnya aku memikirkan soal iparku itu."

Su Kay menatap tuan rumahnya. Ia mengharapkan sangat keterangan lebih lanjut. Itu pula pengharapan Siauw Pek tetapi pemuda ini bingung dan berduka.

"Sejak itu, sampai tiga hari, tidak terjadi sesuatu," kemudian Lauw Hay tju menjelaskan lebih jauh. "Budak perempuan itu juga tidak pernah muncul pula . Hanya lewat hari ketiga itu, kebetulan aku bertemu dengan budak itu dipekarangan luar dan ia memberitahukan aku satu hal. setelah itu segera aku mengambil keputusan buat meninggalkan Tjoh Kee So "

"Apakah yang diberitahukan oleh budak itu ? Su Kay bertanya. "Budak itu memberitahukan bahwa pada hari aku tegur dia, dia menyampaikan semua kata kataku kepada nyonya, tanpa dirubah sepatah katapun juga. oleh sebab itu, katanya, nyonya itu terus menangis, sampai dua hari satu malam, hingga kedua matanya bengul dan merah, dan bahwa selama itu nyonya tidak mau makan dan minum..."

siauw Pek kaget, hatinya dirasakan nyeri sekali. Tanpa terasa air matanya mengucur keluar.

"Setelah itu, sietju, kau terus meninggalkan Tjoh Kee So ?" Su Kay tanya pula. Lauw Hay tju menggeleng kepala.

"Walaupun aku telah mengambil keputusan buat mengangkat kaki tetapi itu harus dilakukan nanti, sesudahnya kakak Kam Pek pulang," sahut orang yang ditanya. "Hanya ketika itu hatiku mendongkol sekali, sukar buat menenangkan diri. Akujadi sangat berduka bila aku ingat bagaimana kakak Kam Pek perlakukan aku sangat baik. Dialah seorang laki laki sejati. Karena hatiku panas, aku kuatir tak dapat aku mengendalikan diri apa bila aku berdiam tetap di Tjoh Kee So. Buat sementara aku lalu tinggal diluar. Aku kembali sesudah lewat sebulan lebih."

" Ketika itu tentulah Tjoh Kam Pek sudah pulang. Pernahkah kau singgung soal itu kepadanya?"

"Tidak. Ingin aku bicarakannya.Jikalau aku bicara dengan kakak Kam Pek, aku kuatir dia berselisih dengan isterinya, itu buruk. Iparku putrinya seorang ternama dan ayahnyapun telah membantu banyak kepada kakak Kam Pek..."

"Kemudian siecu toh bicara juga kepada Kam Pek halnya kau berniat meninggalkan rumahnya ?"

"Benar. Setelah aku memberitahukan niatku itu, kakak Kam Pek heran, sampai dia tercengang. Dia menahan aku, dia mintaaku jangan pergi. Niatku sudah pasti, tidak dapat aku merubahnya. Kakak Kam terus menahan, sampai dia memaksa aku tinggal hingga permulaan lain tahun. Permintaan itu tidak dapat aku tolak maka aku berjanji akan berdiam terus di Tjoh Kee So. Itulah janji belaka, sebab kejadiannya belum lagi habis musim dingin, aku sudah berangkat pergi dengan hanya meninggalkan sepucuk surat."

"Setelah kepergianmu itu, apa kemudian kau pernah bertemu pula dengan Tjoh Kam Pek ?"

"Kendati juga aku sudah meninggalkan Tjoh Kee So, aku tetap tidak melupakan kakak Kam Pek, terutama aku sangat menaruh perhatian pada soal kemakmuran dan keruntuhan Pek Ho Bun Kakak Kam Pek demikian baik hati, sukar buat aku melupakan kebaikannya itu. Karena itu secara diam diam aku biasa memasang mata atas Pek Ho Bun-.."

"Sietju telah tinggal beberapa tahun lamanya di Pek Ho Bun pastilah orang orang Pek Ho Bun semuanya kenal kau. Selama sietju menyelidik itu, apakah tak pernah ada seorang juga yang memergokinya ?" Lauw Hay tju menggeleng kepala.

"Tidak." sahutnya. "Aku bisa menyamar, akupun menggunakan obat merubah warna kulit mukaku..."

Baru saja tuan rumah yang buta ini menutup rapat mulutnya,  tiba tiba ada golok ringan Liu yap hui too, " golok terbang daun yang liu" yang menyambar kedadanya. Itulah serangan gelap yang sangat mendadak dan menyambarnya senjata juga pesat luar biasa.

Su Kay Taysu adalah salah seorang pendeta Siauw Lim Sie yang lihay ilmu silatnya, ia melihat datangnya bokongan itu, walaupun terkejut, ia dapat mengebut dengan tangan jubahnya yang gerombongan, kemudian membentak:

"Siapa berani main gila" Tubuhnya mencelat bagaikan burung melesat keluar pagar pekarangan

Siauw Pek sedang bingung dan berduka, meskipun ia liehay, ia tidak melihat atau mendengar serangan gelap itu, baru setelah Su Kay Taysu membentak. ia terperanjat dan tersadar. Ia segera melihat senjata gelap itu menancap ditiang pintu. Lekas-lekas ia menyusut air matanya. Ia memikir ingin turut keluar, guna melihat siapa sipembokong itu, tetapi sekonyong konyong, terjadilah hal hebat dan menyedihkan

Dengan tiba-tiba Lauw Hay tju, yang bangkit berdiri, memperdengarkan suara yang tertahan, terus tubuhnya roboh terguling

Menyaksikan itu, si anak muda kaget sekali, tapi dia sadar, segera dia lompat keluar ruangan, akan tetapi ia tidak melihat siapa juga. Sebagaimana tadi, Su Kay yang gesit itu, juga tidak melihat adanya orang lain-

Ketika Siauw Pek kembali, untuk melihat Lauw Haytju, ia mendapat kenyataan dada si orang tua tuna netra itu telah tertancap dua batang senjata gelap yang bentuknya anak panah bukan dan anak torak juga bukan-

Diterangnya matahari, senjata rahasia itu memperlihatkan warna biru marong, maka itu jelaslah, itulah senjata maut yang telah dibubuhi bisa.

Walaupun dia lihay, Siauw Pek masih hijau dalam hal pengalaman, maka itu, melihat kecelakaan si tunanetra, ia bingung, baru sesaat kemudian ia ingat bahwa ia perlu menolong orang itu. Segera ia maju dua tindak. untuk membangunkan orang tua itu sambil memanggil : "Loocianpwee Loocianpwee "

Panggilan itu tidak mendapat jawaban Di dalam herannya, si anak muda meraba ke hidung orang tua itu. Ia tidak merasakan hembusan napasnya.

"Mati " serunya didalam hati. Kembali ia bengong, matanya mendelong mengawasi senjata rahasia itu. Didala m hati, ia berkata

: Sungguh senjata rahasia yang sangat berbahaya Dalam sekejap dia rampas nyawa orang..."

Penyerang gelap itu liehay sekali, senjata rahasianya sampai nancap di tulang dada. Itulah yang menyebabkan kematian segera Dalam bingungnya, Siauw Pek tidak tahu mesti berduka atau b erg usar, cuma air matanya turun menetes tanpa dirasanya, jatuh ketubuh tak bergerak dari si orang tua yang malang itu.

Tiba tiba, dari kejauhan terdengar jeritan tajam dari seorang wanita.

XXX

Mendengar jeritan itu, tiba-tiba Siauw Pek menjadi tenang. Maka ingatlah ia bahwa Su Kay Taysu bakal segera kembali. Ia harus menyingkir, supaya orang tidak memergokinya, agar ia tidak akan dicurigai dan disangka jelek. Tapi, sebelumnya berlalu, ia masih ingat senjata rahasia itu. Dengan sebat ia mencabutnya, terus ia melompat, melintasi pagar pekarangan, guna menyembunyikan dirl diantara gerombolan rumput disis Hutan bambu. Baru saja ia bersembunyi, Su Kay sudah kembali. Segera ia mendengar pendeta itu menghela napas panjang dan berkata-kata seorang diri: "Kurang ajar, aku telah kena terpedayakan tipu "Memancing harimau meninggalkan gunung". Dengan begini aku telah mengurbankan jiwa Lauw Sie tju, meskipun benar bukanlah aku yang membunuhnya. Inilah sangat penasaran Cara bagaimana aku dapat menenteramkan hatiku...?"

Sekonyong-konyong pendeta ini berhenti berbicara seorang diri. Hal ini disebabkan sinar matanya bentrok dengan dada Lauw Hay  tju dimana tak ada lagi senjata rahasia maut yang nancap itu. Tentu sekali ia tidak tahu bahwa Siauw Pek telah mengambilnya. Ia hanya menjadi heran curiga.

Sesaat kemudian, Siauw Pek mendengar pula suara pendeta itu, yang berkata: "Penjahat itu berani sekali, dia tak melihat mata padaku Dia telah membawa pergi senjata maut itu, supaya aku  tidak dapat menyelidiki. Sayang aku terlambat kembali, hingga aku kehilangan barang bukti itu. oh, LauwSietju, kau dengar, biar bagaimana, pasti aku akan menyelidiki perkaramu ini, guna membalaskan sakit hatimu " Sampai disitu, Siauw Pek tidak mendengarkan terlebih jauh, sebaliknya, lekas-lekas ia mengangkat kaki, guna menyusul oey Eng dan Kho Kong, di tempat yang dijanjikan untuk mereka saling bertemu. Tiba disana, ia disambut gembira oleh dua kawannya itu, yang kuatir akan keselamatannya sebab ia pergi begitu lama. oey Eng mengeluarkan napas lega.

"Apakah bengcu menemukan kesulitan?" dia bertanya. Dia melihat roman muka ketua itu beda daripada biasanya.

"Tempat ini bukan tempat bicara yang aman " sahut Siauw Pek. "Mari kita lekas berlalu dari sini" Dan ia mendahului bertindak pergi.

oey Eng heran tetapi ia ikut pergi. Begitu jugakho Kong, yang tak kurang herannya.

Mereka berlari-lari terus, sampai sejauh tujuh lie. Kebetulan sekali, mereka berhenti di sebuah Touw Tee Bio, yaitu kuil dimana dipuja malaikat bumi. Disitu kuil itu mencil sendiri, karena tak tampak kampung atau rumah orang di sekitarnya.

"Bengcu, kenapakah kau?" tanya Kho Kong bingung. "Apakah bengcu menghadapi lawan yang tangguh?"

"Hebat," sahut si anak muda, menghela napas. Ia  menceriterakan apa yang ia saksikan, kecuali yang mengenai ibunya. Mendengar keterangan ketua itu, Kho Kong gelisah.

"Mengapa bengcu tidak membantu pendeta itu mencari s i pembunuh?" tanyanya. "Mengapa bengcu tidak mau membalaskan sakit hatinya Lauw Haytju ?"

"Bukannya aku tidak mau membantu tetapi aku mesti berhati hati," sahut ketua itu.

"Dilihat dari keadaannya, terang sudah bahwa seorang yang berbuat jahat itu hendak datang dengan berencana. Mereka telah bersiap sedia dan mengatur segalanya. Tak mudah mencari penjahat itu karena disekitar rumah Lauw Haytju terdapat banyak gerombolan rumput dan pohon bambu lebar, hingga dimana saja orang dapat menyembunyikan diri." "Lain daripada itu, sekarang ini tidak dapat bengcu muncul secara terbuka," berkata oey Eng yang menyetujui sikap ketuanya.

"Seorang laki-laki sejati " kata Kho Kong keras. Masih dia penasaran : "Berjalanlah dia tak merubah namanya, duduk dia tak menukar shenya. Mengapa kita mesti bekerja dengan mengumpatkan kepada dan hanya menonjolkan ekor? Mengapa kita tidak mau memperlihatkan dirl untuk secara laki laki sejati melakukan pembalasan sakit hati ?"

"Kau benar, saudaraku, hanya keadaannya bengcu lain-" oey Eng memberi penjelasan "Jikalau bengcu menampakkan diri, setelah namanya diketahui umum, segara kita akan mendapat kesulitan Pertama tama semua orang Rimba Persilatan akan menjadi musuh musuh kita, yang kedua, musuh kita yang sebenarnya, si biang keladi, akan mendapat kesempatan untuk berlaku waspada atau menyembunyikan diri, hingga kita bertambah sukar buat menyelidikinya. Adalah berbahaya untuk menghadapi musuh yang banyak. yang kita tidak kenal sama sekali. Kau tahu sendiri berapa besar jumlah anggota anggota sembilan partai besar serta sembilan partai lainnya itu. Bagaimana kita bertiga dapat menghadapi mereka semua ?"

"Jikalau begitu, bukankah buat selama lamanya bengcu tidak akan dapat muncul secara terang terangan ?" Kho Kong berkata pula. Dia tetap kukuh dengan anggapannya. Dia terlalu jujur untuk bisa segera merubah pendiriannya itu.

"Bukan begitu saudara," oey Eng memberi penjelasan pula. "Dalam hal ini kita mesti melihat waktu dan kesempatannya. Nanti sesudah ketahuan siapa si musuh besar, baru bengcu perkena ikan dan mengumumkan dirinya guna menghadapi musuh besar itu secara terang-terangan, secara laki laki sejati "

Kho Kong tak sabaran tetapi dia cerdas, dia dapat mengerti, maka setelah mendengar keterangan saudara itu, ia segera tutup mulut. oey Eng menghela napas. "Bengcu, bagaimana sikap bengcu? Apa bengcu telah memikir atau menetapkan tindakan bengcu selanjutnya ?" ia bertanya kepada ketuanya.

"Sebentar kita kembali kerumah gubuk tadi, untuk melihat mayat loosianpwee Lauw Hay tju sahut ketua itu, "Dia menjadi saudara angkat ayahku, tak dapat kita membiarkan mayatnya itu terlantar. Kecuali Su Kay Taysu telah mengurusnya Saudara tadi berdiam ditempat yang penting, apakah kalian tidak melihat orang yang mencurigakan yang berlalu disitu ?"

oey Eng dan kawannya berpikir.

"Tidak^ kecuali seorang penggembala dan seorang wanita dusun," jawab oey Eng kemudian-

"Benar, aku mengerti sekarang" berkata Kho Kong. "Kau mengerti apa ?" bertanya oey Eng.

Kho Kong menunjuk pakaiannya.

"Kita dapat menyamar, kenapa mereka tidak ?"

"Benar, adikku " kata oey Eng. "Kata katamu ini membuat aku ingat si wanita dusun itu Dia membawa sebuah rantang, kepalanya dibungkus hingga mukanya tak nampak tegas. Ketika itu angin tidak bertiup keras dan juga wanita dusun tidak biasanya membungkus kepala dengan sabuk putih..."

"Sayang ketika itu kita tidak curiga hingga kita tidak memegatnya untuk menanyainya dengan jelas," kata Kho Kong.

"Bagaimana dengan si penggembala, apakah diapun mencurigakan?" bertanya Siauw Pek.

"Tentang dia aku tidak perhatikan, jadi tidak ada yang dapat dicurigai," sahut oey Eng "Apa yang ingat, dia menuntun seekor kerbau celananya digulung tinggi, dan usianya rasanya sudah lanjut." "Apakah dia membawa pacul atau lain alat pertanian?" "Tidak. dia cuma membawa sepotong suling bambu."

"Apakah kau melihat tegas sulingnya itu ?" Kho Kong melengak. "Suling bambu atau bukan, aku kurang tegas, tetapi jelas itu

bukan alat pertanian-" Tiba tiba semangat si anak muda terbangun-

"Mari kita cari " serunya, "barangkali kita masih bisa mendapati sesuatu..." Kho Kong pun menjadi bersemangat.

"Mari " sambutnya. "Mari " dan segera ia mendahului bergerak. "Jangan sembrono, saudara," pesan oey Eng. "Kita mesti dengar

bengtju, jangan kita bertindak sendiri " Kho Kong tersadar. Dia tersenyum. "Baik " katanya.

Segera mereka berangkat. Ketika mereka mendekati rumah Lauw Hay tju, disana terlihat banyak penduduk kampung, antara satu dengan lain mereka berbicara perlahan Teranglah kebinasaan si orang buta telah tersiar cepat.

"Kasihan," kata seorang wanita tua. "Dialah seorang buta dan tidak ada anaknya baik lelaki maupun perempuan, bahkan juga tiada sanaknya..."

"Kasihan Lauw Hay tju" kata seorang kakek, "dia hidup sebagai tukang tenung, dia tidak punya musuh, entah siapa yang demikian kejam membunuhnya mati..."

"Akan tetapi paman," kata seorang lain, "walaupun dia buta, uang simpanannya banyak. simpanannya itu pasti menarik hati orang jahat. Mungkin uangnya ada delapan ratus atau seribu tahil "

"Bagaimana kau tahu uang simpanannya ada seribu tahil ?" tanya seorang lainnya.

"Benar Bagaimana kau ketahui itu ?" tanya seorang lain lagi. orang itu terkejut. Terang dia insaf bahwa dia telah salah bicara.

Tidak tunggu lagi, dia pergi mengangkat kaki. Siauw Pek sebaliknya memikir lain "Tak pantas Su Kay Taysu," pikirnya. "Lauw Hay tju mati karenanya, kenapa sekarang dia meninggalkannya pergi ? Mungkinkah didaalm kalangan pendeta tidak ada orang yang baik hatinya ?"

Pemuda ini berpikir demikian karena ia ingat halnya sipendeta tinggi besar yang bernapsu sekali menyerang ayah bundanya. Inilah kesan buruk yang ia dapatkan dari pengeroyokan dahulu itu.

Kho Kong mementang mata lebar, memandang keempat penjuru. Mendadak dia menghampiri ketuanya. Kemudian berbisik: "Lihat di sana, bengcu, dibawah pohon yangliu itu, itu orang yang lagi  berdiri. Dialah si penggembala tadi "

siauw Pek kemudian menoleh. Dua tombak terpisah dari mereka ada sebuah pohon yang liu, disitulah si penggembala yang disebutkan kawannya itu.

orang itu mengenakan pakaian kasar, tubuhnya besar, celananya digulung tinggi, kakinya terbungkus sepatu rumput, sedang tangannya memegang sebatang tongkat panjang dua kaki yang warnanya hitam, tampak mirip seruling.

"Pasang mata terhadapnya, jangan sampai dia lolos," katanya. "Baik, bengcu" Kho Kong menjawab.

"Intai saja," Siauw Pek pesan lagi kawan itu mau memisahkan diri. Jikalau tidak sangat terpaksa, jangan bentrok dengannya. Kho Kong mengangguk, terus ia bertindak pergi.

siauw Pek bertiga berdandan sebagai orang desa, mereka tidak menarik perhatian orang-orang desa itu.

Tidak lama disitu muncul seorang tua usia lebih kurang lima puluh tahun, dia mendatangi cepat-cepat, tangannya memegang sebatang bun cwee pipa panjang, dimana digantungkan kantong tembakaunya. Melihat dia, orang kampung mengangguk memberi hormat. Mungkin dia itu kepala desa Jie Sie Wan Dia membuka jalan diantara orang banyak yang berkerumun, akan menghampiri mayat Lauw Hay tju, untuk memeriksa. ia menggeleng geleng kepalanya dan menarik napas.

"Perlu kita membelikan peti mati, untuk mengurus mayatnya, kemudian merawatnya dahulu dirumah ini..." katanya kemudian Ia memandang kesekelilingnya, kemudian meneruskan "Anak anak muda baiklah tenaga, dan siapa yang berada, seharusnya dia mengeluarkan uang. Aku akan mengeluarkan seratus bun-"

Suara itu mendapat sambutan hangat. Kemudian banyak orang yang merogo sakunya. Maka didalam waktu yang pendek telah dapat dikumpulkan uang sebanyak kira-kira lima renceng. Empat orang muda segera membawa uang itu pergi, dan tidak lama, mereka sudah kembali bersama sebuah peti mati.

siauw Pek menyaksikan mayat Lauw Hay tju dimasukkan kedalam peti mati, diam-diam ia mengeluarkan airmata.

"Lootjianpwee, tenangkanlah hatimu," katanya didalam hati.  "Asal nyawaku masih ada, akan aku cari si orang jahat buat dipakai sebagai kurban untuk sembahyangi lootjianpwee"

Selagi ia memuji, Siauw Pek merasa ada orang membentur tubuhnya. ia segera menoleh itulah oey Eng, yang terus bertindak pergi. ia mengerti, ia segera pergi menyusul.

Segera sesudah ia terpisah cukup jauh dari rumah gubuk, oey Eng mempercepat jalannya sembari berjalan cepat itu ia berkata: "Saudara Kho tengah menyusul penggembala itu. Mari kita lekas menyusul "

Siauw Pek mengangguk. iapun mempercepat jalannya. Ditempat terbuka seperti itu, mereka tidak berani sembarangan menggunakan Keng kang sut, yaitu ilmu lari ringan tubuh yang pesat. Baru setelah terpisah semakin jauh dari rumah gubuk. mereka berani lari lebih cepat. Sekira empat atau lima lie, mereka melihat kesana kemari. Kho Kong tak nampak. juga si penggembala yang dicurigai itu.

"Apakah kita tidak salah jalan, saudara oey?" bertanya Siauw Pek, heran.

"Aku melihat tegas, tidak salah " sahut sang kawan-

"Disini tidak ada orang, mari kita menggunakan ilmu lari cepat" kata Siauw Pek kemudian ia terus berlompat.

"Tahan " mendadak terdengar satu bentakan disusul dengan melesatnya satu bayangan orang dari sisi jalan yang penuh dengan gombolan pohon Dia terus menghadang ditengah jalan itu.

Siauw Pek segera memandang tajam. Orang itu, yang pakaiannnya dari bahan kasar, berumur kira-kira lima puluh tahun, kumisnya sudah putih.

"Siapakah kau tuan?" tanya sianak muda. "Kenapa kau menghadang kami ?"

"Belum aku tanya kau, kau sudah mendahului menegur" kata orang tua itu dengan gusar. "Aku hendak bertanya kepada kamu, apakah hubunganmu dengan Lauw Hay tju?"

Siauw Pek menatap tajam, di dalam hati ia berkata: "Aku sedang mencari seseorang, tapi justru yang aku cari muncul sendiri " Ia mendongkol tapi menahan sabar. "Aku tidak kenal dia..." sahutnya pelan-orang tua itu tertawa terbahak bahak.

"Hmm, kau hendak mempermainkan akukah Kim Gan Tiauw" katanya, mengejek. "Sudah beberapa puluh tahun aku menjelajah dunia Sungai Telaga, mataku belum pernah kelilipan pasir sebutirpun. Jikalau kau tidak kenal dia, habis, siapakah yang kenal dengannya? Aku lihat kau diam memuji dan matamu mengeluarkan sesuatu air"

"Seandai benar aku mengenal dia, lalu kau mau apa?" Siauw Pek balik bertanya. "Apakah kalau orang kenal dia orang menjadi melanggar hukum" orang yang menyebut dirinya Kim Gan Tiauw itu Elang Mata Emas menjawab kaku kaku: "Mengenal dia tidak melanggar undang undang tetapi kau menyinggung aku. Jikalau kau tahu diri, marilah baik baik ikut denganku"

"Turut kau pergi kemana?" Siauw Pek tanya. "Tak usah kau tahu"

"Emas tulen tak takut api" kata sipemuda. "Aku tidak sangkut paut dengan Lauw Hay tju, aku tidak takut diperiksa kamu..." Ia menoleh kepada oey Eng, lalu menambahkan : "Aku hendak bicara dahulu dengan saudaraku ini, supaya dia dapat membawa kerumahku."

"Tidak dapat" Kim Gan Tiauw membentak. lalu mendadak ia menyerang kearah oey Eng yang mendampingi ketuanya.

oey Eng terkejut sekali. Serangan itu tak disangkanya sama sekali. Tapi syukur masih sempat ia berkelit.

Hebat Kim Gan Tiauw Dia bukan menyerang dengan tangan kosong tapi dengan senjata tajam, bahkan itulah "hui too", yaitu senjata rahasia "golok terbang" senjata itu lewat disisi telinga sasarannya, terus nancap dipohon jue di belakangnya.

Mata Siauw Pek menatap tajam. Sesaat ia telah mengenali golok terbang itu. Itulah senjata rahasia yang nancap didada Lauw Hay tju yang merampas nyawanya orang tua tukang tenung itu. Karena itu, selain sangat berduka, ia pun menjadi gusar. Teranglah orang tua ini pembunuh saudara angkat dari ayahnya almarhum

Kim Gan Tiauw tidak menyangka oey Eng dapat berkelit, ia tercengang. Tapi cuma sebentar, kemudian dia tertawa terkekeh kekeh.

"Maaf, maaf" katanya. "Aku situa bangka tidak pernah menerka bahwa kamu berdua adalah orang-orang yang pandai silat. Bagaimana jikalau kau mencoba lagi beberapa golokku ?" Berbareng dengan kata-katanya itu, Kim Gan Tiauw segera menyerangnya lagi, bahkan sekarang dia telah meluncurkan empat batang hui to dengan saling susul yang tiga hampir serentak yang keempat berada di belakang jarak dua kaki. Tiga golok terbang yang pertama itu menuju tiga tempat berbahaya pada tubuhnya oey Eng.

Sekarang anak muda itu sudah siap sedia. Ia berkelit sambil terus memutar tubuh dan tangan kanannya meraba kepada buntalannya, untuk mengambil senjatanya, tetapi golok yang keempat menyusul cepat sekali. Ia jadi terdesak, tak sempat ia berkelit pula, dengan terpaksa ia mengayun tangan kirinya, buat menangkis. Kalau hui to dan lengan beradu, dan maka terlepaslah lengannya itu.

Tepat golok terbang itu lagi mengancam sasarannya, jatuh bakal mangsanya, mendadak ujungnya melengos, menyambar kesamping, hingga oey Eng mendengar disamping telinganya suara lewatnya senjata itu, hingga hati tergetar.

Kim Gan Tiauw terperanjat melihat senjatanya itu gagal. Ia kaget karena ia ketahui sebab ialah goloknya telah disentil lawannya dengan "Tan Cie Sin thong". yaitu ilmu "Menyentil jeriji tangan". Insyaftah ia bahwa ia tengah menghadapi lawan yang tangguh, maka tanpa ayal lagi, melompat meninggalkan oey Eng, untuk menyelinap di dalam rujuk yang lebat.

Siauw Pek tidak menyangka orang kabur, hingga ia tidak sempat mengejar.

oey Eng menghampiri ketuanya sambil berkata: "Aku menyesal sudah berlaku lengah, hingga hampir aku terkena huitoo, terima kasih bengcu, atas pertolonganmu"

"Kau dalam bahaya, saudaraku, aku merasa kuatir," kata Siauw Pek. Mendadak ia berhenti sejenak. tetapi segera ia menambahkan: "Eh, apakah katamu tadi?"

"Terima kasih atas pertolongan bengcu," oey Eng mengulangi.

Siauw Pek menggeleng kepala. " Kapan aku menolong kau, saudaraku?" ia tanya. "Aku justru menguatirkan keselamatanmu waktu melihat kau menggunakan tenagamu menyampok senjata rahasia itu."

"Oh, bengcu cuma memuji aku" kata kawan itu tertawa. Siauw Pek menggeleng kepala pula.

"Dengan sebenarnya, bukan aku yang menolong kau, saudara"

Oey Eng mau percaya ketua itu, maka ia menjadi heran, hingga ia melengak.

"Kalau begitu aneh, bengcu" katanya. "Dengan sebenarnya, bukanlah aku yang menangkis golok terbang itu. Memang aku telah mencoba menyampoknya, sebab sudah tidak ada lain jalan untuk menolong diri. Aku percaya lenganku sebelah bakal terlepas kutung^ Kalau itu sampai terjadi, pasti aku tidak akan dapat membantu lagi kepada bengcu. Di luar dugaanku, tengah lenganku terancam itu, tiba tiba golok melesat kesamping dan telingaku mendengar suaranya yang lewat pesat sekali. Heran, siapakah orang yang demikian liehay dapat menyampok golok itu dengan tenaga dalamnya?" Siauw Pek menyeringai jengah.

"Bicara terus terang, kepandaian silatku ialah sembilan jurus ilmu pedang serta sejurus ilmu golok." ia menerangkan "Aku lihat kau terancam bahaya, aku hendak menolongmu, tapi aku tidak berdaya, niat ada, tenaga tiada."

Memang benar, kecuali ilmu golok dan pedangnya, Siauw Pek tak mengerti ilmu senjata rahasia atau ilmu silat lainnya. Satu satunya kepandaiannya ialah tenaga dalamnya itu.

"Memang benar golok itu ada yang sampok." oey Eng berkata pula. "Jikalau penolong itu bukannya bengcu, mesti ada orang lain?"

"Yang pasti bukannya aku"

"Amidabuddha" tiba tiba terdengar satu seruan suci. disusul dengan munculnya orang yang memuji itu, keluar dari dalam rujuk sejauh setombak lebih dari mereka. Dialah seorang tua dengan jubah abu abu, tangannya mencekal hudtim yaitu kebutan. Dia berwajah tenang tenang agung.

Dua orang itu lalu menoleh, dan Siauw Pek segera mengenali Su Kay Taysu. Pendeta itu bertindak perlahan menghampiri mereka berdua.

"Maaf loolap telah secara diam diam menyampok huitoo itu," katanya, merendah. oey Eng lebih melengak.

"Kita tidak kenal satu dengan lain, kenapa suhu membantuku?" tanyanya.

oey Eng lebih tenang daripada Kho Kong akan tetapi, dia juga masih kurang pengalamannya dalam dunia Sungai Telaga. Su Kay tersenyum.

"Buddha kami maha agung dan mulia," sabdanya, "tugasnya ialah menolong sekalian makhluk, maka itu adalah tugasku bila aku berbuat sesuatu untuk sietju."

siauw Pek sementara itu mengingat mayat Lauw ha tju, yang ditinggalkan secara begitu saja oleh pendeta ini, ia menjadi tidak senang.

"Ya, kata kata saja menolong sesama manusia, buktinya lain " katanya, tertawa dingin, "Perbuatannya lain daripada kata katanya " Mendengar itu, Su Kay melengak. Tapi hanya sejenak. ia lantas tertawa.

"Sietju menegurku, pasti ada sebabnya, katanya. Loolap mohon sukalah sietju menunjuki kesalahanku itu."

"Boleh saja menunjuki bukti" kata Siauw Pek masih menolongkol. "Di depan mata kami berada satu kesalahan besar dari kau" Pendeta itu merangkap kedua tangannya di depan dadanya. Loolap bersedia mendengarnya, katanya.

"Kau kenal Lauw Hay tju atau tidak ?" Siauw Pek bertanya.

Kembali pendeta itu melengak. "Baru hari ini loolap menemuinya," sahutnya. "Inipun dapat dikatakan kenalan-Baik Sekarang hendak aku tanyakan tentang Lauw Hay tju.

Sayang dia telah mati terbokong orang jahat dan jenazahnya masih berada di gubuknya, di sana tak jauh dari sini."

"Itu aku tahu. Kematiannyapun ada sangkut pautnya dengan kau. Hanya, setelah dia mati, mengapa kau tidak mengurus mayatnya?"

Su Kay terperanjat, lalu dengan pandangan tajam dan dingin dia menatap anak muda di hadapannya itu. Hanya sejenak. dia nampak menjadi tenang pula.

"Sietju, bagaimana kau dapat tahu begini jelas ?" tanyanya. "Kau seperti melihatnya sendiri "

Ditanya begitu, Siauw Pek terkejut didalam hati. ia lalu berpikir. "celaka Kalau aku jelaskan bahwa aku mengintai mereka, tentu pendeta ini mencurigai aku, pasti dia akan mendesakku dengan pelbagai macam pertanyaannya.Jikalau aku tidak berikan dia keterangan yang sebenarnya..."

Karena keragu raguannya ini, si anak muda menjadi tak dapat segera menjawab. Su Kay menjadi curiga.

"Sietju," katanya keren, "pakaianmu kasar tetapi itu tak dapat menyembunyikan wajahmu yang sebenarnya. Bicara terus terang, tentu sietju datang ke Jie Sie Wan karena ada maksud yang tertentu..."

"Memang benar, taysu. Tapi itu tak ada hubungannya dengan taysu sendiri."

"Amidabuddha " sipendeta memuji pula, "Sietju tidak sudi memberitahukan maksud kedatanganmu kemari, mungkin itu disebabkan ada kesulitannya. Sietju, jikalau kau percaya loolap. ingin sekali loolap bicara terbuka denganmu." siauw Pek berpikir, kelihatannya dia bukan orang jahat. Tapi hati manusia tak dapat diterka, lebih baik aku tidak memperkenalkan diriku kepadanya. Maka ia lekas menjawab: " Itulah tak usah, taysu"

Terus dia menoleh kepada oey Eng dan berkata: "Mari kita berangkat "

Pemuda ini membatalkan niatnya menegur lebih jauh kepada sipendeta tentang dia meninggalkanjenazah Lauw Hay tju, sebab soal itu dapat menyangkut dirinya. Karenanya ia ingin lekas lekas pergi.

"Sietju, tunggu" tiba tiba sipendeta berkata "Loolap masih ingin bicara "

Mau tidak mau, Siauw Pek menoleh juga.

"Kau melepaskan budi kepada saudaraku ini, budimu itu akan kami ingat baik baik. Dilain hari, apabila kita bertemu pula, akan aku membalasnya. Aku mempunyai urusan yang penting, sekarang tidak dapat aku bicara banyak banyak denganmu, taysu "

Justru karena orang ingin lekas lekas pergi, malah Su Kay Taysu bertambah. Tiba tiba sepasang alisnya terbangun, lalu tubuhnya melompat maju dengan pesat sekali. Dengan begitu didalam sekejap ia telah berada didepan si anak muda.

"Sietju kau membutuhkan penjelasan" katanya seraya merangkap kedua belah tangannya tanda menghormat. "Memang aku membiarkan jenazahnya Lauw Hay tju tetapi inilah untuk memancing si penjahat yang telah menurunkan tangan berbisa itu. Aku menerka dia bakal datang pula untuk memperoleh kepastian Lauw Hay tju benar sudah mati atau masih hidup,"

"Habis, berhasilkah kau mendapatkan sijahat itu ?"

"Menurut penyelidikanku," sahut si pendeta, "diJie Sie Wan ini atau sekitarnya telah berkumpul secara diam-diam tak sedikit jago jago Rimba Persilatan, kalau toh sampai sekian lama Lauw Hay tju masih hidup dengan tenang, itulah disebabkan orang jahat, atau sijahat itu, tidak berniat membinasakannya. Atau karena penjahat itu belum memperoleh keterangan cukup maka dia belum turun tangan membunuh orang buta itu."

"Sekarang dengan kedatanganmu, kau telah menyebabkan kematian Lauw Hay tju" Siauw Pek menegur.

"Itulah sebabnya hendak loolap cari sipenjahat, untuk membalaskan sakit hatinya Lauw Hay tju "

"Jikalau kau mendengar kata katamu ini, aku rupanya juga mencurigai aku?" kata Siauw Pek.

Su Kay berlaku terus terang.

"Sekarang ini belum dapat aku memastikan siapa pembunuh itu," sahutnya. " Karena itu siapa juga yang datang kemari, dia tak bebas dari sangkaan Sietju mengatakan diri kamu bukannya sipenjahat, tetapi biar bagaimana pun, kamu belum dapat membebaskan diri seluruhnya."

siauw Pek berpikir pula: "Dunia Kang ouw berbahaya, pendeta ini sukar dipastikan dia tidak tengah mendusta. Tak dapat aku terpedayakan olehnya. Baiklah aku lekas-lekas berlalu dari sini." Karena berpikir begini, ia berkata dingin "Taysu, dapat kami memastikan kepadamu bahwa kami bukanlah pembunuh Lauw Hay tju Didalam hal ini, taysu percaya atau tidak. terserah kepada taysu sendiri."

"Benar benarkah tuan berdua hendak berlalu dari sini ?" pendeta itu menegaskan-"Kalau begitu, terpaksa loolap mesti menahannya

?"

"Jikalau kami berdua tidak mau berdiam di sini ?"

" Karena ummat Buddhist mengutamakan cinta kasih, suka loolap memberikan siecu memilih satu diantara dua jalan "

"Jalan apakah itu, taysu ?"

"Jalan yang satu sangat sederhana. Itulah supaya siecu suka berdiam disini sementara waktu untuk bisa berhandai handai.Jalan ini tidak saja dapat membantu loolap pula dapat membebaskan siecu dari sangkaan-"

"Jalan yang lainnya ?"

"Itu juga sederhana. Cukup asal siecu berdua dapat lolos dari cegahanku ini Jikalau siecu berhasil lolos, loolap tidak akan menahan kalian lagi."

"Pendeta ini sangat sombong, mestinya dia liehay sekali," pikir Siauw Pek. "Baiklah aku mencoba ilmu pedang guruku."

Begitu ia berpikir, segera pemuda ini menghunus pedangnya. "Dari  kata  katamu,  taysu  pastilah  ilmu  silatmu  liehay sekali."

katanya. "Nah sekarang aku yang muda ini ingin mencoba barang

satu dua jurus"

Su Kay tahu dia terkenal sekali dalam Rimba Persilatan, dia menerka si anak muda tidak akan berani melawannya, maka dia menjadi heran ketika mendengar pemuda ini ingin mengujinya.

"Baiklah," akhirnya dia berkata. " Dengan sepasang tangan kosongku ini hendak aku menyambut pedangmu. Silahkan"

"Baik" Siauw Pek pun menyambut. "Terpaksa aku menyambut perintahmu " Begitu ia berhenti berkata, begitu sianak muda menikam.

Su Kay berlaku tenang sekali, bahkan ia tersenyum, akan tetapi, segera setelah si pemuda menyerang itu, parasnya berubah sekejap. Dalam terkejutnya, ia mencelat berkelit

"Terima kasih mau mengalah, taysu " kata Siauw Pek sambil memberi hormat dengan merangkap pedang dan kedua tangannya, setelah mana ia menarik tangannya oey Eng untuk diajak berjalan pergi.

Pendeta itu ternganga mengawasi orang berlalu, baru setelah mereka pergi jauh juga, ia tersadar. Ia kaget dan heran, iapun menyesal dan malu sendirinya. Tak dapat ia menyangkal janjinya, akan memaksa menahan pemuda itu. Dialah seorang pendeta dan pula laki-laki sejati, dia jago Rimba Persilatan-

Sesudah terpisah lima tombak dari sipendeta, dengan perlahan oey Eng kata pada ketuanya: "Bengcu, tikaman bengcu tadi luar biasa sekali, sangat hebat. tak dapat orang menyangka atau menerkanya, tidak heran sipendeta mencelat keheranan. Aku lihat wajahnya berubah menjadi pucat "

"Dia sombong, dia memandang enteng kepada lawan, itulah sebabnya. Asal dia dapat mengendalikan dirinya sedikit saja, tak nanti dia terdesak pedangku."

"Tak usah merendah, bengcu. Menurut penglihatanku, sekalipun dia bersiap sedia dan berhati-hati, tak mudah buatnya menangkis tikaman bengcu."

Siauw Pek hendak menjawab pula kawan itu tetapi ia terhalang oleh satu seruan. oey Eng terperanjat.

"Itulah Kho Kong " serunya, dan segera dia lari, akan memburu kearah suara itu.

Liauw Pek segera menyusul.

Mereka mesti memutari sebuah rimba dahulu sebelum mereka melihat tiga orang tengah bertarung seru. Mulanya mereka itu nampak bagaikan bayangan-bayangan yang bergerak-gerak gesit sekali. setelah datang mendekat, Siauw Pek seketika melihat tegas Kho Kong tengah dikepung dua orang dan keadaan sahabat itu terancam

--ooo0dw0ooo--
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar