Pedang dan Golok yang Menggetarkan Jilid 35

JILID 35

"Ada orang yang telah memasuki tempat rapat itu, apakah tak ada satu juga murid-murid taysu sekalian yang memberi kisikan?" tanya Su Kay pula. Mendadak Han in Taysu tertawa nyaring.

"Jikalau loolap sudah siap secangkir racun juga tak akan dapat merobohkan loolap" sahutnya. "Tidak demikian kalau loolap tidak bersiap sama sekali" Berkata begitu, ia menatap tajam tiangloo dari Siauw Lim Sie itu, segera ia melanjutkan^ "Sebenarnya racun yang luar biasa itu mereka masukkan kedalam teh wangi yang baru diseduh dan disuguhkannya justru loolap sedang haus sekali. Dan loolap masih ingat juga, ketika itu loolap bersama Su Hong Tooheng telah menenggaknya dengan segera, baru dua ceglukan, cangkirnya segera sama-sama diletakkan."

"Andaikata taysu berhati hati sedikit, tentu orang yang menyuguhkan teh tidak sempat menaruhkan racunnya itu." "Jikalau orang itu orang yang menjadi murid yang dipercaya dapatkah taysu mencurigainya ?"

Mendadak Su kay berkata keras bagaikan membentak: "Jangan tooheng sembarangan menuduh. Itulah artinya menyembur orang dengan darah. Diantara murid Ngo Bie Pay kamu yang mana satukah yang menyuguhkan air teh itu ?"

Han In Taysu juga menjawab dengan nyaring: "itulah Hoat ceng muridku yang jahat itu"

Semua hadirin terperanjat. Hoat ceng adalah ketua Ngo Bie Pay yang sekarang, yang menggantikan Han in Taysu sebab Han in "telah dibinasakan orang". Tak ada orang yang tak tahu bahwa Hoat ceng sudah menggantikan mendiang ketuanya menjadi ketua yang baru. Maka juga, pendopo Siauw Lim Sie itu menjadi sangat sunyi. Su Kay Taysu adalah orang yang pertama dia menarik napas panjang.

"Tooheng, inilah soal sangat besar" ujarnya: "Soal ini bukan saja mengenai Ngo Bie Pay sendiri tetapi juga dunia Rimba Persilatan seumumnya. Tak dapat kau bicara sembrono "

"Loolap bicara dari hal yang benar. Jikalau kau tidak percaya, loolap tidak bisa bilang apa-apa lagi."

"Apakah urusan begini besar dapat dipercaya cuma karena kata kata satu orang saja ?" tanya Su Kay.

"Tapi itulah urusan yang terutama menyangkut kedudukan dan diriku sendiri" berkata Han in Taysu. "Jikalau tuan-tuan percaya akulah Han in ketua Ngo Bie Pay, tentu tuan-tuan percaya kata kataku ini. Percuma loolap menerangkanj elas bagaimana gambar lukisan jikalau kamu tidak percaya "

"Dengan cara bagaimana kau dapat membuktikan bahwa kau Han in Taysu?" Su Kay bertanya pula.

"Susiok benar" It Tie taysu campur bicara "orang ini tidak jelas, dia ngoceh tak karuan terang dia mengandung suatu maksud..." Berkata begitu, pendeta ini menoleh kepada kedua pendeta disisinya. "Dia cuma mengacaukan pikiran orang saja." serunya, "tangkap dia Kalau dia melawan, bunuh saja"

"Baik hongthio" menjawab kedua pendeta itu, yang dua-duanya berusia setengah tua. Segera mereka berlompatan maju kepada Han in taysu, dari kanan dan kiri.

Melihat aksi It Tie itu, Han in taysu tertawa dingin. Katanya cepat kepada kedua pendeta yang maju menghampirinya. "Walupun loolap sudah cacat begini, kepandaian loolap belum musnah seluruhnya. Apakah tuan-tuan bedua ingin berkenalan dengan ilmu silatku" Berkata begitu, pendeta itu menolak dengan kedua tangannya kekiri dan kekanan.

Kedua pendeta Siauw Lim Sie terkejut. Mereka tak sangka bahwa orang tapa daksa ini dapat menyambut mereka dengan caranya itu. Sambil menghentikan majunya, mereka menggunakan kedua tangannya masing-masing untuk menangkis serangan itu. Mereka lalu merasa tergempur keras sekali, hingga tubuh mereka menggetar, terpaksa mereka mundur dua tindak.

Han In Taysu tertawa bergelak.

"Walau cacat ilmu lolap belum hilang semuanya" katanya pula, nyaring. "Jikalau Hoat ceng murid yang jahat itu mengetahui haiku di sini, pasti dia bakal tidur tak nyenyak lelap dan makan tak bernafsu" Mendadak ia menoleh kepada It Tie Taysu untuk menatap. kemudian sekonyong-konyong juga berkata keras: "Jikalau ingatanku tidak salah, orang yang hari itu menyuguhkan teh kepada Su Hong Tooheng kaulah adanya?"

Hebat kata kata itu Itulah tuduhan bahwa It Tie meracuni gurunya dan para ketua partai lainnya. Paras It Tie menjadi pucat pasi dan merah padam.

"orang edan darimana berani main gila disini?" teriaknya. Menyusul itu, tangan kanannya diayun kearah Han In Taysu, menyambarkan sebuah roda bagaikan rembulan yang bercahaya kuning emas. Su Kay Taysu tahu senjata itu senjata apa. Itulah hui poat, atau cecer terbang, senjata istimewa dari Siauw Lim Pay, yang sangat berbeda dari lain lain macam senjata rahasia. celaka kalau orang menyambutnya dengan tangkisan senjata tajam seCara biasa saja. oleh karena itu ia segera mengebutkan ujung bajunya sambil berseru. "hongthio, tahan.. Dia memang mengoceh tidak karuan,  dia menghina partai kita, dia harus dibinasakan. Tapi buat kebersihan nama Siauw Lim Sie, dia baik ditinggal hidup dahulu sampai kita sudah mencari tahu duduk hal yang sebenar-benarnya."

cecer terbang itu kena tertolak angin kebutan tangan baju Su Kay, akan tetapi dia dapat berbalik bagaikan bomerang, gagal menyerang Han In Taysu, sebab dia tersampok ujung baju, dia berbalik menyambar kearah Su Kay sendiri. Tapi tiangloo ini kenal baik dengan senjata rahasia partainya itu. Ketika cecer mendatangi, ia segera menolak dengan tangan kirinya, membuat senjata itu melesat kesamping. Siauw Pek heran dan kagum.

"Senjata rahasia apakah itu?" tanyanya didalam hati. "Mengapa dia bagaikan berjiwa, bisa terbang pulang balik dan tidak segera jatuh ketanah?"

Su Kay Taysu sementara itu memasang mata kepada hui poat.

Memang, senjata itu berputar pula, kembali kepadanya.

Bersama dengan itu terdengarlah tawa dingin dari It Tie Taysu, yang terus menanya. "Susiok, apakah maksud Susiok menentang  kui poat punco itu?"

Tak sempat Su Kay menjawab ketuanya, ia segera menyampok berulang kali. Baru kali ini sang cecer jatuh ketanah. Maka tiangloo itu mengulur tangan menjemputnya.

"Sabar hongthio, harap kau tak bergusah dahulu." berkata tiangloo ini. "huipoat menjadi salah satu senjata rahasia istimewa dari Siauw Lim pay, senjata ini tak dapat ditangkis oleh sembarang orang. Untuk kebersihan diri hong Thio sendiri untuk nama baik Siauw Lim Pay kita, terpaksa loolap berbuat begini guna menyelamatkan jiwa orang itu..." It Tie bersikap tawar. "Entah darimana Kim Too Bun mendapatkan orang edan ini" serunya. "Dia telah mengoceh tidak keruan, dia menghina partai kita dan punco sendiri, jikalau dia tidak segera dimampuskan, apakah Siauw Lim Sie kita masih ada muka untuk menaruh kaki didunia ini?"

"hongthio, maksud hongthio sama dengan maksudku," berkata Su Kay.

"Tutup mulut." bentak ketua itu, gusar. "Sebagai ketua, punco larang kau campur lagi urusan ini."

Su Kay merangkap kedua tangannya.

"harap jangan gusar hongthio," katanya membela. "Loolap masih ingin bicara lagi dari satu hal..."

It Tie masih gusar, katanya bengis. "Walaupun kau menjadi tiangloo, tidak dapat kau tak memandang mata kepada punco..." terus dia menoleh dan berseru. "Mana penegak hukum Kay Sie Ih?"

"Tee-cu disini" menjawab dua orang pendeta.

"Tee cu" berarti "murid" tapi dipakai sebagai "aku".

Merekalah dua orang usia pertengahan, yang romannya keren. Mereka muncul dengan tindakan lebar, sambil menghunjuk hormat, mereka berkata "Kami menanti perintah hongthio."

It Tie Taysu berkata dingin. "Tiangloo Su Kay tidak menghormati punco, dia melanggar aturan Siauw Lim Pay, segera bawa dia ke Kay Sie Ih untuk menantikan keputusan"

Kedua pendeta itu bersamaan usia, jubah mereka seragam abu abu, dengan tindakan perlahan mereka menghampiri Su Kay sampai disini tiangloo terus mereka memberi hormat seraya berkata. "Bukankah tiangloo mendengar perintah hongthio?"

"Telah loolap dengar" sahut Su Kay.

Pendeta yang dikiri berkata: "Aturan dari kuil sangat keras dan hongthio telah memberikan perintahnya, maka itu kami minta tianglo sudi ikut kami pergi keruang Kay Ih..." Su Kay tidak menjawab, ia hanya menghela nafas.

"Jikalau loolap mati, itulah tak harus disayangkan," katanya, perlahan tetapi tegas, "hanya sungguh harus disesalkan, penasaran dari Su Hong suheng pasti tak bakal dapat dibikin terang." Ia berhenti sebentar, lalu menambahkan^ "Loolap menjadi tiangloo disini, tanpa rapat dari tiangloo, dikhawatirkan mUngkin tak ada dayanya, buat loolap buat dikirim ke Kay Sie Ih "

Kembali It Tie berkata dingin. "Tapi kau menentang perintah ketua, kau merusak aturan kuil"

"Dalam hal itu loolap tahu sikap loolap ini" kata Su Kay.

It Tie Taysu lalu berkata pula. "Di dalam aturan Siauw Lim Sie kita ini jelas ditentukan bahwa seorang ketua mempunyai  kekuasaan teratas, kekuasaan memimpin semua anggota pendeta, tetapi Susiok sudah berkeras menentang aturan, karena itu punco terpaksa harus mengeluarkan Lek Giok Hut thung"

"Lek Giok Thung" berarti "tongkat suci" (hut thung) dari kemala hijau (lek Giok)

Itulah benda paling suci dan berkuasa dalam partai Siauw Lim Pay atau kuil Siauw Lim Sie. Siapa juga orang partai atau kuil tidak dapat menentangnya. Siapa dihukum dengan Lek Giok Hut thung maka mesti pecahlah batok kepalanya. (Baca "thung" mirip "teng" dari "tengkulak", epepet).

Su Kay melengak dan kedua pendeta setengah tua itu berdiri diam.

Melihat kedua orangnya tidak segera turun tangan It Tie berkata pula dengan keras. "Murid murid anggota Kay Sie Ih dengar!! Jikalau Su Kay Taysu tak sudi menerima perintah untuk menerima hukuman maka punco akan minta dikeluarkannya Lek Giok Hut thung untuk dipakai menghajar matipada murid yang berontak itu"

Kedua pendeta itu menjadi ragu, akan tetapi mereka mesti bekerja. Tak berani mereka menentang titah ketuanya. Maka mereka menjura kepada Su Kay Taysu seraya berkata^ "Perintah dari ciang bun hongthio keras sekali, jikalau tiangloo tidak rela ditawan, terpaksa teecu akan mengundurkan diri saja."

Belum lagi Su Kay memberikan jawabannya Su Lut Taysu dimuka pintu pendopo berkata dengan nyaring: "Sudah sejak beberapa ratus tahun perintah dari ketua kamitak ada orang yang berani menentangnya, maka itu suheng, sebagai tiangloo yang paling dihormati mengapa suheng hendak menyerahkan diri untuk beristirahat dahulu didalam Kay Sie Ih, andai kata suheng penasaran, dapat suheng menanti rapat para tiangloo, diwaktu mana suheng bisa membela diri"

Paras Su Kay menjadi merah padam dan pucat pasi, dengan perlahan dia mengulurkan kedua tangannya.

"Baik" katanya kemudian, terpaksa. "Kamu boleh meletakkan alat penghukum itu diatas tubuh loolap"

Siauw Pek menyaksikan kejadian itu di depan matanya, ia tahu pasti hatinya Su Kay bergolak keras. fa merasa sangat tidak puas. Maka ia berpikir dengan cepat. Terang sudah bahwa Su Kay Taysu sangat penasaran Dialah seorang pendeta yang jujur, dia pula bekerja sebagian untuk perkara keluargaku, mana dapat dia dibiarkan mendapat susah? Entah bagaimana keras keputusan rapat para tiangloo nanti. Kelihatannya banyak pendeta yang banyak curiga mengenai peristiwa di Pek Ma San itu, tetapi mereka tidak berani banyak bicara. Akulah orang tersangkut, apakah aku mesti diam saja? Tidak"

Maka ia lalu bertindak maju walaupun terpaksa.

Ban Liang selalu mengawasi segala sesuatu dihadapannya itu, ia memperhatikan pihak Siauw Lim Sie itu, ia prihatin terhadap orangnya sendiri, maka gerak gerik ketuanya tak lolos dari matanya. Melihat ketua itu bertindak maju ia tahu maksud ketuanya itu. Dialah orang yang banyak pengalamannya, ia insyaf pentingnya urusan, kalau pihaknya keliru bertindak, mungkin sukar mereka keluar dari dalam kuil Siauw Lim Sie itu. Maka lekas ia bertindak sambil mengulur tangannya, mencegah ketuanya itu sambil berkata perlahan sekali^ "Jangan sembrono, bengcu. Didunia Kang ouw adalah tabu seorang luar mencampuri urusan dalam suatu partai lain, maka kalau bengcu mengajukan diri bengcu bakal membangkitkan amarahnya seluruh anggota Siauw Lim Sie "

Si anak muda dapat diberi mengerti, maka batallah ia maju kedepan. Karena itu dengan berdiri diam itu ia menyaksikan kedua tangan Su Kay Taysu dilibat dengan sehelai tali benang kuning, setelah mana dia diajak meninggalkan toa tian.

Ketika itu mata It Tie main diantara Han In Taysu dan Siauw Pek. ia dapat melihat bagaimana orang putus asa karena ditawannya Su Kay Taysu.

Soat Gie mencekal tangan kakaknya, mempermainkan jari jari tangannya, untuk memberitahukan kakak itu perkembangan didalam pendopo itu.

soat Kun terus berlaku tenang. Ia tidak bisa melihat tapi ia mendengar dan tahu. Segera setelah Su Kay dibawa pergi, ia berkata dengan sabar. "Taysu menangkap dan menahan tiangloo kamu, apakah itu berarti bahwa taysu bersungguh sungguh hendak mencari tahu kebenaran dari peristiwa di Pek Ma San itu?"

It Tie yang licik tidak menjawab, dia hanya balik bertanya. "Apakah siecu ingin mencampur tahu urusan dalam dari Siauw

Lim Sie?" lalu tanyanya. Tetap sinona berlaku tenang.

"Rupanya didalam hatimu kau ingin sekali agar aku mencampur tahu urusan partai kamu ini," berkata sinona. "Dengan begitu maka mudah saja kamu nanti mendapat dan menggunakan alasan yang syah untuk menuduh kami melanggar pantangan kaum Kang ouw sudah mencampuri urusan Siauw Lim sie. Benar, bukan?"

Nona yang cerdas ini dapat menerka maksud atau pancingan si pendeta lihay itu.

It Tie merasa mukanya panas. Si nona menerka tepat. Tapi ia dapat mengendalikan diri. "Siecu," katanya, "kau menuduh punco, apakah maksudmu?"

"Taysu, janganlah taysu selalu mencari alasan untuk kita bentrok satu sama lain," berkata si nona. "Sudah jelas maksud kami datang ke mari ialah untuk memberitahukan halnya Su Hong Taysu mendapat celaka dipuncak Yan In Hong itu, bahwa kecelakaan itu sudah terjadi karena rencana yang diatur sejak waktu siang siang, dan rencana yang busuk itu bukan saja bersangkut paut dengan rasa penasaran Su Hong Taysu itu tapi juga mengenai kesejahteraan Rimbanya Persilatan seUmUmnya. SemUa itu telah terjadi karena coh Kam Pek dari Pek Ho Bun telah dijadikan sasaran dan korban, karena orang timpakan kesalahan terhadapnya bagaikan dialah seekor kambing potong"

Kata kata itu sabar dan halus tetapi terasakan tajam sekali dan para pendeta itu sendirinya merasakan itu, hingga hati mereka guncang.

It Tie berpikir keras, mencari kata kata guna melawan bicara kepada sinona, akan tetapi dia telah didahului nona itu.

"Haruslah diketahui," berkata Nona Hoan, "bahwa seorang manusia, selama hidupnya beberapa puluh tahun, sukar dia teriuput dari kekeliruan atau kesalahan akan tetapi jikalau dia insaf akan kesalahaannya dan menyesal, lalu dia berdaya memperbaikinya, maka dia tak gagal sebagai manusia yang sempurna, atau kalau dia seorang gagah dia tetap seorang gagah juga. oleh karena itu, taysu, semoga kau suka memikir masak masak kata kataku ini."

Muka It Tie pucat dan merah bergantian, ia malu dan mendongkol.

"oai, siecu kau ngaco belo apa?" bentaknya kemudian, "Sama sekali punco tak mengerti kata katamu"

"Didalam kalangan kamu kamu Budha ada sebuah pepatah yang menjadi nasehat umum," berkata sinona, "Itulah artinya siapa meletakkan golok jagal segera dia menjadi Budha. Taysu dapat menjadi ketua kuil dari partai itu tandanya bahwa dahulu hari su Hong Taysu sangat menghargaimu, tapi sekarang dia mengandung penasaran besar, mati hidupnya tak ketahuan, entah juga dia berada dimana bukankah sudah seharusnya taysu sebagai ketua Siauw Lim Sie berdaya mencarinya, supaya perkara menjadi terang jelas?"

Kata kata tajam itu membuat para pendeta yang jujur selain timbul kecurigaannya dan tunduk kepala sambil memuji Sang Budha, juga roman mereka tampak sedih.

It Tie memandang berkeliling. Ia melihat tegas banyak pendeta yang kena tertarik kata kata Han In Taysu serta Nona Hoan Mereka terkekang aturan keras partai tak berani mereka membuka suara untuk menyuarakan pikirannya, tetapi perubahan air muka mereka itu menunjukkan jelas sekali isi hati mereka itu. Semuanya tak puas.

Tapi pendeta itu cerdas sekali. begitulah ia menghela napas terlebih dahulu ketika ia mau berkata^ "Siecu, apakah kata katamu ini kata kata setulusnya hati?"

"Oh, sungguh manusia sangat licin" kata Soat Kun didalam hati. Tapi toh ia segera berkata dengan suaranya yang tinggi^ "Seratus lebih jiwa Pek Ho Bun yang telah terbinasakan, katanya itulah akibat pembalasan untuk Su Hong Taysu berempat, akan tetapi lainlah pandangan orang orang yang mengerti. Mereka ini justru bercuriga Karena perkara sangat besar, tak berani mereka itu mendekati api hingga mereka dapat tertembus terbakar, begitulah walaupun mereka tahu akan peristiwa yang sebenarnya tapi mereka tak berani membuka mulut"

Berkata begitu, sinona berhenti sejenak. Baru kemudian ia menambahkan^ "Mustahil didalam hatimu, taysu tidak ada kecurigaan sekali?"

It Tie menjawab cepat, "Sebelum siecu datang kemari, tak ada kecurigaan punco, akan tetapi disaat ini, hatiku tergerak oleh kata katamu."

"Jikalau benar demikian, sudah selayaknyalah taysu segera bergerak untuk mencari tahu duduk kejadian yang sebenarnya itu." sinona mendesak. It Tie menjawab^ "Asal dapat dicari buktinya yang dapat membuat kami semua percaya kebenarannya itu, punco akan kerahkan semua tenaga Siauw Lim Pay untuk mencarinya, supaya si biang keladi yang jahat itu tidak hidup merdeka didalam dunia ini" berkata begitu dia mengawasi tajam kepada Han In Taysu dan menambahkannya: "Tuan, benarkah kau Han In cianpwee?"

Ketua Ngo Bie Pay itu menjawab dingin: "Telah loolap berikan keterangan loolap tapi karena taysu tidak mau percaya, ya, apa boleh buat, tak ada dayaku."

"Jikalau punco mengirim murid kupergi ke Ngo Bie San mengundang datang Hoat ceng Taysu ketua yang sekarang ini, beranikah tuan dipadu berhadapan dengannya?" It Tie bertanya.

"Lebih lebih jikalau kau mengundang datangnya lebih banyak murid murid Ngo Bie Pay" berkata pendeta tua yang bernasib buruk itu.

"Nanti didalam suratku akan aku minta Hoat ceng Taysu membawa lebih banyak murid Ngo Bie Pay seperti yang diminta tuan-.." menyambut ketua Siauw Lim Sie itu, yang terus menoleh kepada It ceng untuk meneruskan berkata^ "Segera kau titahkan dua orang kita yang Cerdas, yang tinggi ilmu silatnya, berkata ke Ngo Bie San untuk sebisa-bisanya mengundang Hoat ceng Taysu datang kekuil Siauw Lim Sie kita ini katakan kepadanya kita akan mengadakan pertemuan"

"Baik, ciang bun hongthio" menjawab it ceng. "Apakah perlu sekalian untuk memberi tahukan buat urusan apa?"

"Tak usah. Kau pakai nama punco untuk mengundangnya"

It ceng mengangguk, terus ia memutar tubuh dan berlalu pergi. It Tie memandang Soat Kun.

"Urusan ini besar sekali, tidak dapat tidak punco harus berlaku teliti sekali," katanya. "Maka juga punco mengirim orang mengundang ketua Ngo Bie Pay itu, supaya dia datang dengan segera. Walaupun perjalanan dilakukan dengan cepat kita toh harus memakai waktu sepuluh hari lebih..." Si nona berlaku sabar.

"Kelihatan, tak dapat tidak mesti aku mengagumi kau" katanya.

It Tie heran.

"Apakah artinya kata kata siecu ini?" tanyanya.

"Aku maksudkan caramu ini memperlambat waktu," menjawab si nona. "Iniiah cara yang sangat beralasan dan tepat. Jikalau bukan taysu, maka aku khawatir lain orang tak dapat memikirkannya "

It Tie memperlihatkan roman keren-

"Punco sudah bertindak begini rupa, apakah siecu masih tidak puas?" tanyanya. Soat Kun tersenyum.

"habis taysu hendak mengatur bagaimanakah kepada rombongan kami ini?" ia bertanya.

"Selayaknyalah kami memberi tempat kepada rombongan siecu akan berdiam disini buat sekian waktu," menyahut pendeta kepala itu, akan tetapi karena kuil kami tidak dapat ketumpangan tamu tamu, terpaksa kami minta supaya siecu semua tinggal saja diluar kuil" 

"Aturan siauw Lim Sie kamu tidak mengijinkan ketempatan orang wanita, mustahil orang pria tak dapat juga?" si nona bertanya. It Tie tertawa hambar.

"Apakah maksud siecu supaya kamu dapat tinggal berpisahan?" tanya dia.

"Supaya yang laki laki berdiam didalam Siauw Lim Sie dan yang perempuan diluar?"

"Maksudku supaya Han In Taysu serta seorang lain, yang terluka, dapat tinggal didalam kuil," menjelaskan si nona.

It Tie bersikap dingin ketika dia berkata pula: "Tak apalah kalau ini Han In Taysu ditinggal didalam kuil kami. Tapi itu yang satu lagi, orang apakah dia? Punco khawatir hal itu kurang leluasa" "Jikalau aku menyebutnya, mungkin taysu kenal dia," berkata si nona. "Dialah Oey Liong Tongcu sebawahan Seng Kiong Sin Kun" Mendengar itu, paras It Tie berubah.

"Apa sisegala Oey Liong Tongcu dan Pek Liong Tongcu?" katanya, berlagak pilon. "Bagaimana punco kenal dia?"

"Taysu, jawabanmu terlalu cepat" berkata si nona. "Jikalau kau tidak kenal Oey Liong Tong cu, mengapa kau ketahui di bawah Seng Kiong Sin Kun itu masih ada Pek Liong Tong cu segala?"

It Tie bangkit, ia berkata dingin: "Siecu, bicaramu banyak salah, tak karuan mengerti Hoat ceng Taysu bakal segera datang, bila saatnya telah tiba, maka akan segera diketahui palsu atau tidaknya Han In Taysu ini. Sekarang ini punco tidak mempunyai waktu lagi akan mendengarkan kata kata tak keruan dan edan dari siecu" Berkata begitu, It Tie memutar tubuhnya untuk bertindak pergi, menghilang di balik tirai.

Ban Liang yang berpengalaman melengak karena herannya  sebab ia tidak menyangka sekali seorang ketua Siauw Lim Sie yang agung dan berkenamaan beginilah tingkah lakunya.

siauw Pek turut merasa heran pula. ia menoleh kepada Soat Kun, untuk membuka mulutnya, tapi segera ia batalkan-

Nona Hoan berkata tawar: "siauw Lim Sie biasa dipandang tinggi oleh kaum rimba persilatan orang menanggapnya sebagai gunung Tay San atau bintang Tak Tauw, tak disangka begini saja menerima tetamu... Para suhu kecuali ketua mu itu, ada siapa lagi yang bisa mewakili partai kamu?"

Semua pendeta itu berdiam mendengarkan pertanyaan si nona.

Nona Hoan menanti beberapa lama, tetapi masih juga ia tidak memperoleh jawaban, ia tertawa dan berkata sama tawarnya:

"Jika tidak ada orang yang dapat menjadi wakil ketua mu, baiklah, kami akan berdiam saja didalam toatianmu ini" Mendengar Suara sinona itu, Siauw Pek berbisik pada Ban Liang: "Loocianpwee,jika tidak ada jawaban dari pihak Siauw Lim Sie ini benarkah kita akan berdiam di dalam pendopo besar ini?"

Ban Liang menjawab berbisik juga^ "Sukar akan menerka maksud si nona."

"Menurut pandanganku," Siauw Pek berbisik lebih jauh, "sikap ketua siauw Lim Sie bagaikan hendak membangkitkan amarahnya orang orang Siauw Lim Sie agar terjadilah perkara darah yang hebat"

"Memang Memang It Tie bermaksud buruk itu. Kecuali itu aku percaya Nona Hoan dapat menerka maksud orang dan mengetahui juga bagaimana harus menghadapinya..."

Tepat pada saat itu, terdengarlah satu suara yang berat: "Siecu, kata katamu keliru" Mendengar itu, Siauw Pek segera berpaling

Yang berbicara itu ialah seorang pendeta berbaju abu abu. Dia bertindak lebar.

"Siapakah kau suhu?" bertanya Soat Kun segera. "Apakah kedudukan suhu?"

"Pinceng adalah penguasa toatian ini." menjawab pendeta itu. "Ruang Tay Hiong Po tian Siauw Lim Sie ini menjadi tempat suci kami karena itu mana dapat kami ini mengijinkan orang berdiam disini?"

"Suhu, tahukah kau bahwa ketua kamu telah mengibaskan tangannya dan dengan begitu saja meninggalkan ruangan ini?" tanya Nona Hoan-Pendeta itu memang datang dari luar.

"Apa yang dipikir ketua kami itu, tak berani aku menerkanya," sahut pendeta itu.

"Maksudnya ketua mu itu sudah terang dan jelas sekali" berkata Soat Kun. "Jikalau kami tetap berdiam disini, dia jadi tidak merdeka untuk menurunkan tangan jahatnya. Jikalau kita pergi dari sini, itulah yang dikehendaki" Pendeta berjubah abu abu itu mensidakapkan kedua belah tangannya didepan dadanya. "Amidha Budha" ia memuji, "Itulah hal yang pinceng tak berani menerkanya." Hoan Soat Kun berkata pula

"Jikalau kami takut, tak akan kami datang kemari. Karena kami berani datang, pasti kami telah mempunyai persiapan kami Suhu, para suhu yang suci disini semua adalah pendeta pendeta yang mematuhi aturan, akan tetapi pada saat ini mereka sudah kena dikelabui oleh beberapa murid Siauw Lim Sie yang murtad"

"oh, siecu, berani kau menghina ketua kami?" demikian satu teguran keras. Menyusul itu, dua buah benda mengkilat melesat menyambar kearah si nona

Siauw Pek berlaku waspada dan sebat, dia melihat datangnya senjata rahasia itu, dengan sampokan pulang balik, dia menolak senjata rahasia itu sehingga terlepas dari bahaya.

Itulah dua batang pisau belati, yang jatuh dilantai pendopo besar itu.

Dengan sebat Siauw Pek menyapu dengan sinar matanya kearah para pendeta, yang semua berdiri diam dengan tenang seperti sedia kala hingga ia tidak bisa mengetahui siapa si penyerang gelap itu.

Seng Su Poan tidak puas, maka dengan suara bernada mengejek, ia kata keras^ "Suhu manakah yang demikian liehay yang menggunakan senjata rahasia? Silahkan keluar untuk berbicara"

Tantangan itu tidak memperoleh jawaban-

Ban Liang mengulangi kata katanya hingga beberapa kali, tetap semua pendeta menutup mulutnya.

Melihat demikian, Siauw Pek bertindak akan menjemput pisau belati itu, terus disimpan di dalam sakunya.

Hoan Soat Kun, yang senantiasa bersikap tenang, segera memperdengarkan suaranya yang merdu tapi keras nadanya. Katanya. "Para suhu, diantara kau ada dua macam orang yang berlainan sikapnya satu dengan lain Yang satu ialah mereka yang bercuriga, yang menghendaki soal dibikin jelas, Yang satu lagi yaitu mereka yang sangat penasaran telah tidak mampu segera membikin mampus kepada kami. Para suhu, terhadap siapa kata kata ku ini kutujukan, pastilah para suhu ketahui sendiri"

Serentak dengan habisnya ucapan si nona maka terdengarlah suara genta sembilan kali susul-menyusul, suara itu nyaring dan mengalun jauh, iramanya mengandung irama penyerangan...

Menyaksikan itu, Siauw Pek segera mengambil tindakan. Bersama sama Ban Liang, Giok. Yauw, Oey Eng dan Kho Kong, ia mengajak kedua Nona Hoan dan membawa Han In serta ciu ceng kesatu  pojok untuk memernahkan diri, bersiap siap menghadapi sesuatu bersama-sama.

Setelah suara genta itu berhenti, pendopo besar itu kosong dari para pendeta tak ada satu jua yang tinggal

Ban Liang menghela napas.

"Nona Hoan, apakah tindakan kita sekarang?" tanyanya.

"Setidak-tidaknya kita telah membangunkan kecurigaan para pendeta Siauw Lim Sie ini," menjawab si nona. "It Tie tak segan segan berbuat jahat terhadap kita karena ada sesuatu yang ditakutinya"

"Para pendeta telah meninggalkan pendopo ini, apakah kita perlu meninggalkan juga?" bertanya pula jago tua itu.

"Paling benar kita jangan sembarang berlalu dari sini," Soat Kun berkata. "Didalam kuil ini ada banyak aturannya, yang kita tidak tahu, inilah yang harus dijaga. Pastilah ada pengharapan it Tie supaya kita, diluar tahu kita, melanggar salah satu aturan itu hingga para pendeta menjadi gusar dan akan menyerang kita."

"Tapi," Siauw Pek turut bicara, "berdiam lama-lama disini juga bukannya suatu daya sempurna..." Nona Hoan berkata sabar^ "Kalau seseorang menghadapi ancaman bahaya, makin besar ancaman itu mesti dia makin tenang, Jangan dia menjadi kacau sendirinya."

Sianak muda berdiam, akan tetapi, didalam hatinya, ia berpikir "Jikalau kita tidak mempergunakan kesempatan pada saat para pendeta belum selesai dengan segala persiapan-bagi kita untuk menerjang keluar dari kuil ini, mustahil kita hendak menanti mereka sudah besiap sedia baru kita menerjangnya ?"

Sementara itu pendopo menjadi sunyi senyap. Hanya ketenangan itu mirip dengan ketenangan yang lagi menantikan tibanya sang badai dan hujan lebat.

Dengan muka tertutup calanya, soat Kun menyandarkan tubuhnya pada sebuah tiang, nampaknya dia tengah memikirkan daya untuk menghadapi keadaan sulit dan berbahaya itu.

Han In Taysu, yang beberapa lama terdiam saja, terdengar menghela napas, setelah itu, dia berkata: "Sebenarnya loolap tak harus campur tangan urusan siecu ini, akan tetapi, tak dapat loolap menahan hati untuk berdiam saja, dari itu ingin loolap bicara juga. cuma, kalau sebentar loolap sudah bicara, siecu sekalian suka dengar atau tidak, terserah kepada siecu sekalian sendiri"

"Ada apakah pemandangan taysu?" tanya soat Kun.

"Sekarang ini, siecu, Siauw Lim Sie telah terpecah menjadi dua rombongan karena kata kata siecu tadi," demikian ketua Ngo Bie pay itu. "Su Kay Taysu ternama dan berkedudukan tinggi didalam Siauw Lim Sie, perkaranya tadi telah menjadikan soal. Kekuasaannya satu hongthio memang besar akan tetapi disana masih ada Majelis Tiang lo yang pendapatnya dapat menentangnya apabila perlu. Demikian andaikata Su Kay Taysu memperoleh tunjangan Tiang Loo Hwee, majelis para tiangloo itu, dia tak bakal mendapatkan bahaya apa-apa. Hanya saja, partai yang manapun juga, adalah tabu bagi orang luar mencampuri urusannya. Tapi siecu, tadi siecu telah bicara demikian jauh hingga terjadilah keruwetan ini. Siecu, adakah sesuatu maksud yang terkandung dalam hati sanubari siecu?

Apakah siecu telah mempunyai pegangan akan dapat mengekangnya para pendeta Siauw Lim Sie? Kalau tidak. lebih baik kita keluar dahulu dari sini, untuk membiarkan mereka itu mendapatkan ketenangan mereka."

Kata yang terakhir itu diucapkannya dengan perlahan sekali. "Maksud taysu kita harus menyerbu keluar?" sinona tanya. "Maksud loolap ialah kita mundur dahulu, untuk nanti baru kita

pikir pula bagaimana baiknya."

"Sebenarnya ada sesuatu kekhawatiranku," sinona menjelaskan "Kalau kita sekarang mundur, bagaimana andaikata kita dibokong di waktu malam yang gelap? Aku khawatir It Tie menitahkan orang orangnya, guna melakukan penyamaran, memegat dan menyerang kita secara mendadak. Bagaimana kita harus bertindak apabila terkaanku itu benar?"

Han In mau menjawab sinona tapi ia terpaksa membatalkan sebab waktu itu terlihat seorang pendeta, yang berjubah warna  abu abu, yang tangannya mencekal sebatang tongkat panjang mirip toya, mendatangi dengan tindakannya yang lebar. Hanya tiba dimulut pintu, dia segera berhenti, sambil mengangkat tinggi tongkatnya itu, dia berkata nyaring: "Loolap menjadi kam-ih didalam kuil kami ini, loolap hendak memberitahukan Tanpa memperoleh ijin dari hongthio kami, para tamu tak dapat berdiam disini terlalu lama."

Hati Giok Yauw panas, maka juga ia tertawa mengejek dan berkata: "hei, pendeta bau, baagimana kau hendak banyak lagak? Kami justru mau berdiam disini. Kami mau lihat apa yang akan kau perbuat"

Nona Hoan hendak mencegah kawan itu tetapi sudah tak keburu. Mendengar suara nona itu, siauw Pek berkata didalam hati: "Anak ini telah menggunakan lidahnya yang tajam, tak dapat tidak, kita tentunya bakal bertempur."

Tapi sungguh diluar dugaan Siauw Pek. Pendeta itu bukannya gusar, sebaliknya dia menghela napas masgul.

"Pinceng bertugas, tak dapat pinceng menentang perintah," katanya perlahan sekali. "Para tamuku, paling baik lekas-lekaslah kamu keluar dari sini." Walaupun suara itu bagaikan bisikan, toh terdengarnya tajam sekali.

"Terima kasih, taysu," menjawab Soat Kun yang menghela napas.

Kembali sipendeta itu menarik napas, kembali ia berkata sangat perlahan^ "Didalam waktu setengah jam ini, para tamu dapat keluar tanpa halangan apa juga."

Kali ini, habis berkata begitu, tanpa menanti jawaban, pendeta itu memutar tubuhnya dan berlalu.

"Loolap tahu siapa dia," kata Han in.

"Tahukah taysu kedudukannya?" tanya Soat Kun.

"Dia adalah salah seorang tiangloo. Dia berkata begitu, mesti ada maksudnya maka tak dapat kita tidak mendengarnya."

"Balkah, mari kita tinggalkan pendopo ini"

"Baiklah mengatur persiapan dahulu, siecu Mungkin diluar pendopo telah ada orang yang mengawasi kita." Soat Kun berpikir sejenak.

"Tenang taysu," katanya kemudian. "Aku percaya It Tie takkan berani turun tangan di dalam kuilnya ini."

"Siecu, hari ini hari apa bulan apa?" mendadak ketua Ngo Bie Pay itu bertanya. Agaknya dia terperanjat karena mengingat sesuatu.

"cit-gwee capsha," sahut Ban Liang. "cit-gwee capsha" ialah tanggal 13 bulan 7. Han in Taysu menghela napas panjang.

"Sangat sukar bagi kita keluar dari sini..." katanya. "Mengapa, taysu?" tanya Nona Hoan heran.

"Kecuali sejak loolap ditawan telah ada aturan baru didalam Siauw Lim Sie ini," kata Han in, "maka saban tahun mulai tanggal 1 bulan 7 para tiangloo biasa berkumpul dipuncak belakang gunung Slong San ini, untuk menutup diri selama setengah bulan, baru pada tanggal 16 mereka keluar gua. Tempat menutup diri itu ialah gua yang dinamakan Tatmo Tong."

"Kenapa begitu taysu? Untuk apakah penutupan diri itu ?"

"Itulah rahasia mereka kaum Siauw Lim Pay. Loolap ketahui itu karena kata kata Su Hong Taysu dahulu hari. Baru saja loolap melihat daun daun pohon mulai bersemu kuning maka barulah loolap ingat hal ini."

"Ada sangkut paut apakah para tiangloo menutup diri dengan urusan kita?" tanya Ban Liang.

"Ban siecu telah lama menjelajah dunia Kang ouw, mungkin siecu pernah mendengar perihal Siauw Lim pay mempunyai tujuh puluh dua kepandaian silat yang istimewa..."

"Benar."

"Didalam Siauw Lim Sie, walaupun seorang pendeta yang usianya sudah lanjut, belum pasti ia dapat masuk kedalam Tiang Loo Hwee, majelisnya yang tinggi itu. Siapa menjadi anggota Tiang Loo Hwee, sedikitnya dia harus pernah berjasa kepada kuil atau partainya, baik dalam ilmu sastra maupun dalam ilmu silat. Maka itu para anggotanya semua berusia lanjut, lihay ilmu silatnya, jujur dan cerdas. Itulah sebabnya mengapa Tiang Loo Hwee besar kekuasaannya. Mereka pula berkewajiban memahami terus ilmu partainya, agar ilmu silat itu dapat diwariskan kepada murid muridnya..." "Dengan soal kita keluar dari sini, apakah hubungannya?" tanya Ban Liang menegaskan.

"Selama para tiangloo berada didalam gua, maka It Tie dapat melakukan apa sukanya..."

"Jadi taysu mau maksudkan It Tie bakal mengatur perbagai cara untuk menyerang kita?" tanya si nona.

"Tak tahu loolap It Tie bakal menggunakan cara apa, yang pasti ialah dia merdeka melakukan segala sesuatu menurut kehendaknya sendiri. Didalam hal itu. cuma Tiang Loo Hwee yang dapat mencegahnya."

"Apakah Su Kay dan Su Lut termasuk tiang loo?" tanya siauw Pek. "Sebegitujauh yang loolap ketahui, mereka benar terhitung tiangloo."

"Jikalau mereka anggota Tiang Loo Hwee kenapa mereka tidak berada didalam gua."

"Anggota Tiang Loo Hwee banyak jumlahnya, mungkin mereka sedang bertugas diluar atau mereka belum pergi ke gua."

Kata kata ketua Ngo Bie Pay itu diakhiri serentak dengan terdengarnya suara puji. "Amid ha Budha." yang masuk kedalam pendopo besar itu, iramanya berat dan bergelombang Terang itulah suaranya banyak orang.

"Siecu," Han in Taysu memperingatkan "Baik siecu mengirim seorang yang ilmu silatnya paling tangguh untuk pergi keluar guna melihat mereka .Jikalau loolap tidak salah menerka, It Tie pasti sudah melakukan persiapan"

Thio Giok Yauw segera mengajukan diri.

"Nona Hoan, bagaimana kalau aku yang pergi melihat?" tanyanya.

soat Kun berpikir, belum ia menjawab Tapi Han in sudah mendahului, "Menurut loolap. Nona Thio dapat diberikan tugas itu." "Kalau begitu, pergilah " ahli pikir itu menitahkan. Giok Yauw menyahut, segera ia bertindak keluar.

"Tunggu " Nona Hoan mencegah. Giok Yauw menghentikan tindakannya dan menoleh.

"Ada apakah, nona ?"

"Tak peduli kau menemui urusan atau kejadian apa, aku larang kau turun tangan " memesan nona tuna netra itu. "Asal kau melihat sesuatu yang luar biasa, mesti kau segera kembali untuk melaporkan"

"Jlkalau orang mengejarku, senjata rahasia toh dapat digunakan

?" tanya nona yang nakal itu rada melit.

"Jlkalau bisa, lebih baik jangan kau gunakan.."

Nona Thio mengiakan, terus ia lari keluar. Baru selang sehirupan teh lamanya, ia sudah lari balik, bahkan segera melaporkan dengan suara keras: "Kita sudah dikurung "

"Bagaimana cara mengurungnya itu ?" tanya Soat Kun.

"Ditiga penjuru, timur, barat dan utara, terdapat masing masing lebih dari pada lima puluh orang pendeta, dalam rupa masing masing satu barisan, mereka bertindak perlahan kearah kita."

"Bagaimana dengan arah selatan?"

"Disebelah selatan itu jalan terbuka untuk kita, tetapi lewat kiri setengah lie, dimana terdapat sebuah halaman terbuka, terlihat telah banyak berkumpul pendeta..."

Mendengar itu, Han In terkejut. "Lo Han Tin" serunya.

"Lo Han Tin" adalah tin, atau barisan rahasia para arhat (Lohan). Ban Liang terkejut, katanya: "Itulah tin yang sangat terkenal.

Sejak dahulu, belum pernah terdengar ada orang yang sanggup keluar dari tin itu..." "Baru satu tin, apakah yang ditakuti?" kata Giok Yau. "Aku tidak percaya Itutoh cara dengan jumlah yang besar memenangkan yang kecil, atau banyak lawan sedikit?"

Han in berkata pula^ "Selama beberapa puluh tahun, diantara kaum Rimba Persilatan ada orang, atau orang-orang, yang merasa dirinya cerdas, yang memahami cara buat memecahkan Lo Han Tin, tapi sampai begitu jauh, belum seorang jua yang berhasil dengan usahanya itu. Menurut apa yang loolap ketahui, kegaiban Lo Han  Tin ialah, keras dia lawan keras, lemah dia lawan lemah, maka juga tak peduli orang pandai ilmu silat apa, keras atau lemah, semuanya sukar digunakan didalam tin itu. Dahulu itu Thian Kiam dan Pa Too kesohor, toh mereka masih tidak berani memandang ringan pada Lo Han Tin Siapa yang terkurung didalam tin, cuma ada dua jalan lolosnya, yang satu ialah meletakkan senjata dan manda ditawan It Tie Taysu telah kita beber rencana busuknya. Itulah mengenai nama baiknya atau kematiannya, dia pasti tidak bakal merasa puas, tentulah dia hendak mendahului membinasakan kita semua, agar bukti dan saksi termusnah, sesudah itu, baru dia akan menyisihkan Su Kay Taysu"

"Itulah rencana yang mudah diterka. sekarang ialah soal menghadap Lo Han Tin," berkata sinona.

"Masih ada satu penjelasan, siecu. Kegaiban Lo Han Tin baru terlihat kalau diatur dan dipraktekkan disebuah tempat terbuka."

"Aku mengerti Bukankah taysu menghendaki kita menjaga saja didalam pendopo ini?"

"Benar. Kegaiban lainnya dari Lo Han Tin ialah dia dapat besar dan dapat kecil Besarnya dia membutuhkan seratus orang lebih, dan kecilnya cukup dengan sembilan orang. Dengan begitu, jumlah tenaga orangnya berbeda jauh tetapi kegaibannya tetap sama liehaynya..."

Berkata begitu, Han in mengawasi kepintu pendopo. "Jikalau kita dapat menjaga pintu itu, untuk mencegah mereka menerobos masuk kedalam pendopo ini, maka Lo Han Tin tak dapat diandalkan lagi." katanya lebih jauh.

"Mungkinkah kita dapat menjaga pintu pendopo ini buat selama lamanya?" tanya Ban Liang

"Paling sedikit kita mesti dapat bertahan sampai tanggal enam belas bulan ketujuh itu," berkata Han in. "Sampai waktu itu, mesti ada yang It Tie takuti dan tak akan berani dia main gila lebih jauh..."

"Jikalau kita sukar lolos, jiwa Su Kay Taysu juga turut terancam," berkata sinona, "sekarang kita harus mencari jalan yang sempurna."

"Menurut loolap." kata Han in kemudian "lebih baik kita bertahan disini sampai tiba tanggal enam belas itu. cuma..." ia merandak sebentar, "kalau kita bertahan disini, kita tidak punya barang makanan untuk melewatkan hari. Dengan menahan lapar dan haus beberapa hari, tidakkah kita bakal jadi kehabisan tenaga?"

"Bagaimanakah dengan rangsum kering kita? "Tinggal untuk satu hari lagi," sahut Kho Kong.

"Jikalau begitu, janganlah kita makan puas puasan," berkata sinona. "Kita pergunakan itu guna bertahan buat beberapa hari."

"Jadi nona sudah pasti hendak berdiam di sini?" tanya Ban Liang. "Benar!! Han In Taysu mengatakan benar, jangan kita sembronc" Ban Liang menoleh kepada Siauw Pek.

"Bagaimana pikiran bengcu?" tanyanya.

"Jikalau benar Lo Han Tin demikian lihay, memang lebih baik kita bertahan disini," sahut ketua itu.

"hanya yang loohu kuatirkan," berkata sijago tua. "Ialah kalau sampai tanggal enambelas para tiangloo belum juga keluar dari Tatmo Tong. Kita bertahan disini tanpa hubungan dengan dunia luar, apakah itu bukan berarti kita menanti kematian?" "Keadaan kita memang tak menguntungkan," kata soat Kun "Partai lainnya tidak bisa kita harapkan, yang bisa membantu kita melainkan Siauw Lim Sie, tetapi disini kita bentrok dengan it Tie."

"Awas," mendadak Oey Eng berseru perlahan.

"Jangan biarkan mereka menyerbu masuk sehingga mereka sempat mengatur Lo Han Tin disini " Han in Taysu memperingatkan.

"Aku akan menjaga pintu pendopo," berkata Siauw Pek. yang segera menghunus pedangnya.

Han in menoleh mengawasisi anak muda. Pikirnya. "Dialah orang yang termuda disini, mengapa justru dia yang mengajukan diri untuk tugas paling berat ini" Ban Liang sebaliknya tidak menentang ketuanya itu.

Heran ketua Ngo Bie Pay itu, tetapi ia tak berani berkata apa  apa. Ia melihat di sebelah kiri ada sebuah jendela besar, maka ia menolak keretanya, untuk menghampiri jendela itu dibawah mana ia berhenti. Ia berkata^ "Loolap tidak dapat menggunakan kedua kakiku, loolap menjaga jendela ini saja."

"Jikalau mereka tak dapat menyerbu dari pintu dan jendela, ada kemungkinan mereka akan mendobrak dinding," kata soat Kun. "oleh karena itu, tuan-tuan, kalian waspadalah"

Habis itu, Nona Hoan membungkam. Bersama adiknya, ia memernahkan diri disatu pojok.

Giok Yauw berbisik kepada Ban Liangs "Musuh banyak dan kita sedikit, kalau nanti terpaksa bertempur tak boleh kita main kasihan lagi"

"Walaupun demikian, nona, jikalau kita masih bisa tidak melukai, paling baik jangan melakukanya," sahut sijago tua, yang tetap sabar.

"Diwaktu bertempur, jikalau bukan musuh yang mampus, tentulah kita yang mati," berkata pula sinona nakaL "Karena itu mana bisa ditentukan dari sekarang kita tak boleh melukai orang?" "Tambah seorang terluka dipihak Siauw Lim Pay berarti tambah seorang musuh, maka itu pikiranku ialah jikalau tidak sangat perlu jangan kita lukai orang, kita harus tetap merasa kasihan-.."

Selagi jago tua itu berkata kata, dimuka pintu sudah terjadi pertempuran Disana Siauw Pek menghadang enam, tujuh orang musuh Mereka itu menggunakan bermacam macam senjata tetapi mereka terhalang sinar pedang si anak muda. Giok Yauw menoleh kepada Oey Eng.

"Lihat itu dua orang ang-ie kiamsu" katanya "Mereka tentulah tidak dapat berkelahi sebagaimana mestinya, apabila musuh menerjang dan mereka kacau sendirinya, mereka justru bisa mengacaukan kita. Baiklah kau totok mereka." Oey Eng berpikir sebentar.

"Nona benar juga," katanya kemudian Dia lalu menghampiri dua kiamsu itu, untuk menotoknya, sesudah mana mereka pernahkan disisi pendopo.

Pertempuran dipintu itu hebat. Semua pendeta Siauw Lim Sie menyerang dengan seru. Biarpun demikian, Siauw Pek dapat bertahan.

Giok Yauw yang memasang mata, melihat jumlah lawan bertambah, dengan segera mereka itu sudah hitung belasan, lalu puluhan Tanpa merasa, ia jadi khawatir untuk siauw Pek.

"Walaupun lihay ilmu pedangnya, dia tetap manusia dengan darah dan daging," pikirnya. "Bagaimana kalau dia mesti bertarung terlalu lama? Sungguh berbahaya jikalau musuh menggunakan siasat bertempur bergantian, dengan selalu menukar tenaga baru..." Maka ia berbisik kepada Oey Eng, "Bertempur secara begini tidak dapat dipertahankan "

"Bagaimana nona ?" tanya Oey Eng.

Muka si nona menjadi merah. "Bengcu seorang diri, biar dia lihay, mana bisa dia bertahan terus kalau musuh main silih berganti?" Si anak muda melongo. "Nona benar." katanya. "Tapi siapa kah yang sanggup menggantikan bengcu ?"

"Memang, kita tak dapat menandingi dia," kata si nona pula. "Bagaimana kalau kita berdua menggantikannya untuk sementara, agar ia memperoleh kesempatan beristirahat?"

"Dalam hal ini, nona, kami memang membutuhkan bantuanmu " "Baiklah kalau begitu" kata si nona. "Marilah kita

menggantikannya."

"Jangan terburu nafsu, nona. Sekarang ini, walaupun dikepung, bengcu masih sanggup bertahan lagi beberapa lama."

Kata kata si anak muda dihentikan oleh suara berbisik yang datangnya dari arah jendela.

Nyatalah disitu, terali jendela sudah digempur rusak oleh seorang pendeta, yang bersenjatakan golok Kay-too, yang berlompat masuk kedalam ruang.

Serentak pula terdengar juga bentakan Han In Taysu yang menegur bengis: "Kau menerobos jendela, apakah kau tak takut nanti membuat Siauw Lim Pay kehilangan muka ? Masihkah kau tak hendak merebahkan dirimu?"

Kata kata itu diakhiri oleh ketua NgoBia Pay itu dengan meluncurkan tangan kanannya yang jeriji-jerijinya terbuka

Pendeta itu benar benar mendengar kata, segera dia melempar goloknya dan terus roboh terkulai diatas lantai

Ban Liang sangat kagum, hingga ia berkata: "Taysu telah disiksa hingga bercacat hebat dan juga telah dikurung belasan tahun, tak disangka kepandaianmu Kek Khong Ta hiat dapat terpelihara begini sempurna"

Kepandaian "Kek Khong Ta-hiat" ialah kepandaian "ilmu menotok ditengah udara kosong", yang mirip "pukulan angin". "Selama loolap dikurung," berkata Han In Taysu. "Apa yang loolap hasilkan ialah kesadaranku atas pelbagai macam ilmu silat, diantaranya ialah Kek Khong Ta hiat ini, yang diperoleh didalam gua penjara..."

Perkataan pendeta ini dihentikan oleh siuran angin disebabkan bergeraknya ujung atau tangan baju, yang disusul dengan berlompat masuknya lagi dua orang pendeta melewati jendela yang telah dirusak itu, atas mana Han In Taysu kembali meluncurkan tangannya, maka robohlah kedua penyerbu itu, roboh tak berdaya seperti pendeta kawannya yang pertama itu

Ban Liang kagum bercampur heran. Pikirnya^ "Pendeta pendeta siauw Lim Sie itu mungkin bukan orang orang yang sangat liehay, tetapi dengan sanggup melompat melewati jendela yang setombak lebih tingginya nyatalah mereka bukan sembarang orang, maka anehlah Han In Taysu, cuma dengan satu gerakan tangannya saja, dia dapat merobohkan mereka secara begini mudah. oh, dia tak dapat dipandang ringan"

Kemudian Seng Su Poan mengawasi keadaan ketiga pendeta, yang roboh terkulai^ mereka rebah tak berkutik bagaikan orang tidur nyenyak.

Sementara itu Han In Taysu mengawasi pertempuran dimuka pintu pendopo besar. "Anak muda yang menjaga pintu itu apakah baik ilmu silatnya?" tanya dia.

"Ya. baik" menjawab Ban Liang. "Dia telah dapat mewariskan kepandaian Thian Kiam dan Pa Too kedua orang liehay itu, bagaimana kepandaiannya tidak baik sekali? Didalam Kim Too Bun kita, dialah yang ilmu silatnya paling liehay" Han In Taysu diam berpikir.

"Tak dapat kamu membiarkan dia hingga dia menjadi letih tak berdaya," katanya kemudian "Ingat, pertempuran kita ini adalah pertempuran yang bakal berjalan berhari hari tanpa hentinya. Bahkan kesudahannya ini, menang atau kalah, bakal menyangkut nasib kaum Rimba Persilatan seumumnya..." Ban Liang menghela napas.

"Ah, mungkin cuma taysu sendiri yang dapat menggantikan dia untuk membela pintu besar itu..." katanya kemudian-

sementara itu Giok Yauw campur bicara. Nampaknya dia bingung. Katanya, "kita tak boleh melukai lawan, mana dapat? Mana bisa kita hanya menangkis serangan demikian hebat para pendeta itu?"

Berkata begitu, nona itu mengawasi kearah pintu pendopo itu. Disana sinar pedang telah menguasai seluruhnya. Beberapa puluh pendeta memenuhi pintu, mereka merangsak Siauw Pek. akan tetapi, disitu mereka tertahan, sia sia belaka mereka mencoba mendesak. Mereka terpaksa selalu terpukul mundur:

Han In Taysu terus menonton, baru kemudian dia menoleh pada nona Thio. "Giok Yauw, mari" panggilnya.

Nona itu tengah mengawasi pertempuran itu, tangan kanannya mencekal pedangnya erat erat tangan kirinya menggenggam jarum rahasianya. Dia selalu waspada. Telah dia pikir, asal Siauw Pek keteter, dia akan menyerang, guna mencegah majunya musuh, buat membantu si anak muda ketuanya itu.Justru itu ia mendengar suara gurunya, ia bagaikan sadar dari tidurnya.

"Ya, suhu" sahutnya seraya terus lari menghampiri guru itu. "Ada perintah apa, suhu?"

Walaupun didalam waktu sangat pendek dan secara sangat kebetulan, dua orang itu Han In Taysu dan Giok Yauw telah mengakui diri masing masing sebagai guru dan murid. "Apakah kau masih ingat Liong Kiam Hong ciang?" tanya sang guru.

"Selama beberapa hari, asal ada kesempatan, selalu teecu memahamkan itu," sahut sinona, "karenanya, tak akan teecu lupakan"

"Bagus" berkata guru itu. "Sebentar, kalau anak muda itu beristirahat, kaulah yang menggantikannya bertahan" Giok Yauw melengak. "Apakah teecu sendiri saja, suhu?"

"Ya Asal kau benar ingat baik baik Liong Kiam Hong ciang, tak sukar buat kau menghadang kawanan pendeta Siauw Lim Sie itu"

Tiba tiba terdengar bentakan gusar dari Ban Liang.

"Apakah yang bagus untuk ditonton?" Menyusul mana dia berlompat sambil tangannya dipakai menghajar.

Itulah seorang pendeta, yang merayap naik dijendela, dimana dia nongol dengan hanya tampak kepalanya saja. Ketika dia dibentak dan diserang, dia meluncurkan tangannya untuk menyambut serangan itu.

Segera setelah kedua tangan beradu, si pendeta terpental mundur, jatuh ketempat dimana tadi dia memanjat, sedangkan Seng Su Poan tertolak mundur dan jatuh mumprah ditanah.

Tatkala itu suasana dimuka pintu mengancam hebat, hingga Oey Eng dan Kho Kong telah menggeser diri kesisi pendopo itu, bersiap sedia membantu Siauw Pek selekasnya sianak muda membutuhkan bantuan Mereka terperanjat terdengar suara orang jatuh terduduk, apapula kapan terlihat yang jatuh itu ialah Ban Liang. Oey Eng berlompat, lari menghampiri.

"Apakah loocianpwee terluka?" tanyanya prihatin, kedua tangannya diulur, guna memimpin bangun orang tua itu. Ban Liang bergerak bangun.

"Tidak apa apa " sahutnya.

"Awas" terdengar teriakan Han In Taysu.

Beberapa bayangan pendeta, yang tentunya lihay ilmu silatnya.

Sejarak satu tombak mereka menaruh kaki mereka dilantai.

Melihat itu, Han In Taysu berkata^ "Pergi kalian menjaga dipintu, loolap akan menjaga jendela ini " Menyusul kata katanya, beberapa kali dia menyerang dengan Kek Khong Ta hiat kearah jendela. Hebat serangan jago ^goBiePay ini, anginnya menghembus keras. Segera terdegnar dua kali. "Aduh" tertahan. Teranglah dua orang musuh sudah kena terhajar.

Giok Yauw sementara itu melihat tiga orang pendeta berada ditengah pendopo. Mereka mengenakan baju pendek serta celana panjang dan senjatanya semua golok Kay-too. Ia membentak mereka itu sambil maju menghampiri.

Ban Liangpun melihat ketiga pendeta itu, ia kisiki Oey Eng. "Paling dulu mereka itu harus dibereskan, supaya kawan kawan mereka tak keburu datang membantunya"

Ketika Giok Yauwpun maju, ketiga pendeta memecah diri kekiri dan kanan, tinggal yang ditengah, yang terus menyambuti nona itu, pedang mana dia tangkis.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar