JILID 10
Sejenak itu keadaan sunyi. Semua orang mendengarkan dengan perhatian penuh. Tetapi, kata-kata siorang tua terputus hanya sampai disitu.
Kho Kong yang tertarik hati berpikir: " orang tua ini penduduk sini, dia menyaksikan peristiwa itu, kalau aku ajak dia menemui toako, dia tentu dapat memberikan banyak keterangan-"
"Kemudian bagaimana ?" tanya seorang lain-
Pertanyaan itu tidak dijawab, si orang tua bungkam terus walaupun orang mendesaknya.
Kho Kong menjadi heran, ia memandang berkeliling. Disebuah pojok ia melihat seorang usia kira kira lima puluh tahun, tubuhnya besar, dia berdiri menyandar pada sebuah tiang. Dia diam saja, tetapi matanya dengan sorot bengis tengah mengawasi siorang tua yang bercerita itu
"Tentulah dia yang takuti orang tua itu," pikir Kho Kong. Ia pula menerka, orang itu mesti mengerti silat. Hanya sejenak itu, mendadak seorang berseru tajam: "celaka Tuan Tjiu mati "
Semua orang terkejut, semua pada bangkit dengan serempak mereka pada mengangkat kaki, lari keluar. Rupanya perkara jiwa sangat menakutkan mereka itu.
Kho Kong bingung ia heran sekali. Setelah ruang kosong, ia tidak melihat lagi orang bertubuh besar itu. Maka iapun segera bertindak pergi. Ia menembusi sebuah pintu kecil, hingga ia tiba disebuah pekarangan luas. Disitu ia melihat orang tadi tengah berjalan memasuki sebuah pintu kecil.
Rupanya orang itu peka sekali. Dia seperti mengetahui Kho Kong mendatangi. Dengan mendadak dia menoleh dan menegur: "Siapa?"
serentak dengan itu, dia mengayun tangan kanannya, menimpukkan sebuah benda halus yang putih mengkilap. yang menyambar kedada si anak muda.
Inilah diluar dugaan Kho Kong. ia lalu berkelit tetapi hampir ia menjadi mangsa. Dengan mendesir senjata rahasia itu lewat disamping telinga, ia menjadi gusar.
"Hei, kau main gila ya?" tegurnya. "Berapa banyak senjata rahasiamu, lekas keluarkan Apakah kau dapat melukain Tuan Kho kamu ?"
Tanpa menjawab orang itu menyerang pula. Bahkan sampai lima kali, dan senjata rahasia itu bagaikan bunga bwee, menyerang kearah sasarannya.
Kho Kong membuka mulut besar, iapuan berhati hati. Ia menerka senjata itu adalah Bwee hoa-ciam, jarum bunga Bwee. Jarum rahasia seperti itu biasanya diberi racun yang berbahaya sekali. Maka ia tidak mau menangkis, hanya dengan sebat ia lompat mundur berlindung di dalam pintu yang baru dilewatinya, kelima senjata rahasia itu menancap semuanya pada daun pintu.
Benar, itulah jarum rahasia, yang panjangnya kira-kira satu dim setengah. Nancapnya jarum pun bundar rapi seperti bunga bwee. Setelah berkelit itu, Kho Kong mengawasi kepada penyerangnya. Betapa herannya, didapatinya orang telah lenyap. entah kemana perginya. Tak mungkin dia memasuki rumah di depannya itu. Pekarangan itu kosong, kecuali setumpuk kayu bakar. Ia penasaran, diambilnya sepotong kayu, untuk dijadikan senjata. Lalu ia menghampiri rumah kecil itu. Ia tidak berani sembarangan masuk. Lebih dahulu, ia melongok kedalam. Kamar itu kosong, kabang kabangnya, penuh dengan pecahan cangkir teh dan lainnya. Agaknya rumah itu sudah lama dikosongkan.
"Heran-.." pikirnya. Karena ini, ingin ia masuk kedalam rumah itu. Tetapi mendadak ia merasa belakang lehernya dingin disebabkan tersentuh sebuah benda, sebelum ia menoleh, telinganya sudah mendengar satu suara dingin
"Jikalau kau sayang jiwamu jangan bergerak Golokku beracun, asal melukai, dia menutup kerongkongan "
" celaka betul " pikir si anak muda, ia menyesal. "Aku lupa bahwa orang mungkin pandai Pek Houw Kang..."
"Pek Houw Kang" adalah ilmu " cicak", ilmu merayap naik ditembok.
Walaupun sudah dikekang, pemuda ini tidak mau menyerah. Diam diam dia bersiap untuk melakukan perlawanan Tetapi, baru dia berpikir begitu, orang sudah menotok bahunya disusul dengan dua totokan lain, maka serentak dengan terlepas kayu ditangannya, tubuhnyapun jatuh ngusruk ketanah. Setelah itu ia merasai kedua matanya ditutup, terus tubuhnya dipondong, dibawa pergi. Didengarnya orang melanggar cangkir dan lainnya hingga suaranya jadi berisik.
Dengan mata tertutup, Kho Kong tidak tahu bahwa dirinya sudah dibawa masuk keterowongan didalam tanah. Ia gusar dan mendongkol, ia menahan sabar, tetapi lama lama, ia kalap juga. Begitulah akhirnya ia mencaci: "Jahanam, manusia celaka, kemana kau hendak bawa Tuan Kho kamu ?" "Plok" begitu pemuda itu dengar, terus pipinya terasa nyeri sekali. Sebab orang telah menggeploknya, menampar pipinya yang kiri, sedang gaplokan susulan mengenai telinganya, hingga ia merasa nyeri dan pusing. Tamparan kepipipun menyebabkan mulutnya mengeluarkan darah. Bukan main gusar hatinya, hingga ia mencaci kalang kabut. Sia sia saja dampratan itu, malah mengundang gaplokan berulang ulang, hingga mukanya menjadi bengap bengkak dan darahnya mengucur terus. Tapi ia bandel dan kuat, terus ia mengumpat caci
"Bocah ini sangat berkepala batu " kata satu suara halus. "Baiklah totok saja otot gagunya, sebentar malam baru kita urus pula " Tiba tiba Kho Kong berhenti memaki.
"Ah, suara ini aku kenal baik sekali," pikirnya. "Dimanakah aku pernah mendengarnya"
Hanya sebentar, ia lalu ingat. Itulah suara dikedai teh tadi. Maka ia lalu tersadar.
"Dasar aku yang tolol," pikirinya pula. "orang rupanya telah memasang jebakan untuk aku, hingga aku bagaikan mengantarkan diri sendiri masuk kedalam jaring..."
Dilain saat Kho Kong menerka bahwa ia telah dibawa kedalam sebuah kamar dimana ia terus dibelenggu kedua tangan dan kakinya. Tapi belum lama, orang telah mengangkat pula tubuhnya, dibawa pergi entah kemana, dalam perjalanan sehirupan teh. Ia masih tidak dapat melihat, tapi ia tahu, dikamar, atau ruang ini, terdapat banyak orang.
Akhirnya pemuda ini mendengar pertanyaan "Apakah kau yang membinasakan orang orang itu?"
Tergerak hatinya Kho Kong. Ia ingat sesuatu.
"Mataku ditutup, aku tak dapat melihat apa apa," katanya. "Buka tutup matanya" ia mendengar suara memerintah. Hanya sebentar, kemudian pemuda ini dapat melihat kembali. Ia berada disebuah ruang besar, yang diterangi dua puluh empat batang lilin besar besar. Karena disekitarnya diluar ruang gelap. tahulah ia bahwa hari sudah malam.
Seorang tua duduk menghadapi sebuah meja. Dia beruban dan berjanggut panjang, mukanya lebar, telinganya besar, romannya keren, tetapi pada waktu itu, samar-samar tampak kedukaan Di belakangnya duduk kira kira tiga atau empat puluh orang yang tubuhnya tinggi dan kate dan besar tak rata, yang jelas ialah mereka itu mestinya jago jago Rimba Persilatan Dibelakang orang tua itu berdiri seorang setengah umur yang tubuhnya besar. Dan Kho Kong mengenali baik, dialah orang yang tadi bertempur dengannya.
Disampingnya ada satu pemandangan yang mengerikan Diatas lantai ditengah ruang itu berserakan delapan sosok mayat, semua berdarah pada bagian dadanya, sedangkan diatas meja kayu dihadapan siorang tua itu, terletak delapan buah pedang pendek yang bahagian tajamnya berkilauan Hanya sekelebatan Kho Kong mengenali Kiu Heng cie Kiam, pedang sakit hati.
Alis panjang siorang tua terbangun.
"Apakah kau telah melihat delapan mayat ini" dia tanya sianak muda.
"Ya" sahut Kho Kong.
siorang tua menunjuk delapan pedang pendek itu.
"Kau kenalkah delapan pedang pendek ini?" dia tanya pula. "Tentu aku kenal" sahut pula Kho Kong. " Itulah Kiu Heng cie
Kiam yang menggemparkan dunia Rimba Persilatan-"
"Kau telah melihat delapan mayat itu, bukan ?" orang tua itu tegasan-
"Ya" "Tahukah kau dada mereka itu terluka senjata apa?" kembali siorang tua itu bertanya. sekarang dengan suara keras.
"Disini ada delapan buah pedang pendek. sudah tentu mereka terbinasakan oleh pedang pendek itu"
"sekarang aku tanya kau: Kenalkah kau dengan aku ?" Kho Kong menggeleng kepala. "Tidak " jawabnya.
"Kenalkah kau kedelapan mayat itu?" menyela seorang kate kurus, yang duduk disisi orang tua itu.
"Tidak "
si kate kurus bangun dari kursinya.
"Jikalau kau tidak disiksa, kau tentu tidak suka mengakui" katanya, bengis. Terus dia bertindak mendekati sianak muda.
Kho Kong menerka orang hendak menyiksanya ia menggerakkan kedua tangannya untuk melakukan perlawanan, tetapi ia menjadi terkejut. Tak dapat ia menggerakkan tangannya itu. orang telah menggunakan cara busuk melukai ototnya
Si kate kurus setengah tua sudah datang dekat, dia telah mengangkat tangannya untuk menotok jalan darah Ngo im ciat yang berbahaya dari Kho Kong, tetapi dia mendadak menunda gerakan tangannya itu.
"Saudara Tam, tahan dulu" demikian tiba tiba dia mendengar suara siorang tua.
"Ada perintah apa chungcu ?" tanya sikate kurus sambil menoleh. Dia menanya orang tua itu, yang dia bahasakan "chungcu", ialah tuan pemilik desa." (Baca " chungcu" dengan suara "ceng" dari "cengkrik, cengkih". Lazimnya chung, atau cun, diartikan kampung, desa, atau dusun. dan cu pemilik, atau tuan Maka itu chungcu ialah pemilik kampung. Adalah biasa kalau seorang hartawan atau hartawan cabang atas atau hartawan gagah, mendiami suatu tempat, maka tempat itu disebut sebagai kampungnya dengan juga memakai she nama keluarganya sendiri). "Aku yang rendah mempunyai suatu pikiran sederhana," sahut siorang tua. Dia rendah hati sekali hingga dia menyebut dirinya "aku" dengan ditambahkan "yang rendah". "Aku pikir bahwa sebelum memperoleh bukti bukti yang nyata, tak usah kita menggunakan cara yang kejam untuk mengorek keterangan-.."
"Dialah seorang kuncu," pikir Kho Kong mendengar suaranya orang tua itu.
Si kate kurus she Tam memberi hormat pada orang tua itu, dia berkata: "Sungguh chungcu murah hati sekali. Tapi manusia biasa sangat licik, jikalau dia tidak disiksa, dia tak akan bicara terus terang. Sikapku yang rendah lain Sikapku ialah kita siksa dahulu dia, supaya dia mengaku, sesudah itu baru kita obati luka bekas siksaan itu."
orang tua berjanggut panjang itu tertawa tawar.
"Saudara Tam, didalam segala hal, janganlah kita terburu napsu," katanya pula.
Sikate kurus tahu bahwa dia tak dapat berselisih dengan orang tua itu, dia lalu kembali ke tempat duduknya.
orang tua itu mengangkat kepalanya, dia mengawasi Kho Kong. "Kalau satu laki-laki berani berbuat sesuatu, dia harus berani
bertanggung jawab" katanya keren. "Maka itu, katakanlah kau atau
bukan yang membinasakan delapan orang ini? Kau pandai silat, kau tentunya ketahui baik nadi Ngo im ciat dimana ada beberapa otot yang lemah, bahwa kalau otot itu ditotok. hebatlah siksaannya, biar orang bagaimana gagah, dia tentu bakal tidak berdaya. Jikalau kau suka bicara terus terang, loo hu jamin kau tak akan tersiksa dan bersengsara."
orang tua itu manis budi, dia menyebut dirinya "loo hu", aku siorang tua.
Kho Kong tahu, ia tidak bisa melawan, ia akan celaka kalau si kate kurus menyiksanya, tetapi ia memang tidak tahu apa-apa, terpaksa ia mesti menyangkal. Maka ia menjawab dengan sabar. "Dengan sebenarnya aku yang rendah tidak kenal kedelapan mayat ini dan juga bukannya aku yang rendah yang membunuhnya.Jikalau kamu tidak percaya aku, aku tidak dapat berbuat apa apa."
orang tua itu mengawasi dengan tajam. "Benar benarkah kau tidak kenal loohu?" dia menegaskan-
"Kita belum pernah bertemu satu dengan lain tentu saja aku tidak kenal." jawab Kho Kong sambil menggoyang kepala.
Mendengar jawaban itu, semua mata mengawasi si anak muda. Mereka itu heran ada orang tidak kenal chungcu mereka. Si orang tua mengurut janggutnya.
"Tahukah kau sekarang kau berada dimana?" tanyanya untuk kesekian kali.
"Tidak " jawab Kho Kong setulusnya.
"Sekarang kau berada dirumahku Untuk dunia Rimba Persilatan tempatku itu ada juga namanya. Ialah cit Tok Tee it Kee. Mungkin kau pernah mendengarnya, bukan?" Kho Kong menggumam.
"cit Tok it kee cit Tok it kee" katanya perlahan, berulang ulang, sampai empat atau lima kali. "Tidak. aku yang rendah ini tidak mendengarnya..."
Kembali banyak orang itu heran, bahkan sekarang mereka menjadi tak senang, semua lalu menunjukkan roman gusar. Bahkan dua anak muda, yang bertubuh besar, berlompat bangun sambil berkata dengan nyaring:
"Teranglah manusia mau menghina cungcu Dia harus dihukum mampus menjadi berkeping keping"
Si orang tua berjanggut panjang mengibaskan tangannya. "Mungkin dia benar benar tidak tahu," katanya sabar.
Ruang menjadi sunyi. orang tua itu sangat dihormati, kata katanya membuat semua orang berdiam.
Kembali si orang tawanan didepannya itu. "Kau tidak tahu cit Tok Tee it kee," katanya, "dengan begitu kau pasti tidak tahu juga nama loohu?"
Kho Kong memang sangat kurang pengalamannya, tidak kenal ia orang orang Hek Too dan Pek Too golongan hitam dan kalangan putih maka tak dapat ia menyebut nama orang itu. Maka ia menjawab tenang:
" Walaupun aku tidak kenal cit Tok Tee it kee, mungkin pernah aku mendengar yang bernama cungcu."
"Kau tahu ataupun tidak itulah sama saja" kata siorang tua akhirnya, "Aku orang she oey dan namaku Thian Hong."
Seorang yang duduk di sebelah kanan menambahkan cungcunya itu: "Walaupun kau telah diberitahu she dan nama cungcu, kau tentu belum kenal juga. Mari aku beritahukan. Bukankah kau kenal Tong Teng ong Ngo Ouw Sin Liong? Ketua umum yang mengepalai delapan belas benteng kota air di telaga Tong Teng serta tiga puluh enam benteng air disungai Tiang kang?"
Tong Teng ong ialah Raja dari Tong Teng ouw, telaga Tong Teng, dan ^go ouw Sin Liong ialah si Naga Sakti dari Ngo ouw, lima telaga itulah gelaran oey Thian Hong. Sedangkan cit Tok Tee it kee ialah Rumah Tunggal Tujuh Perairan.
Mendengar penjelasan itu, Kho Khong lantas berkata: "oh, kiranya Tong Teng ong Itulah nama besar yang telah lama kudengar yang mendengung bagaikan guntur menulikan telinga dan aku bersukur sekali dapat berkenalan dengan Tong Teng ong"
Itulah kata kata memuji yang biasa. Mendengar itu si kate kurus kata perlahan-"Melihat wajahnya selagi dia bicara, mungkin dia benar benar tidak ketahui tentang kau, saudara oey."
"Saudara Tam benar," berkata si orang tua.
"Rupanya dia tak biasa hidup di dalam dunia Sungai Telaga."
Si kate kurus setengah tua itu berkata pula, sengit : "Dua hari empat muridku telah terbinasakan Kiu Heng Tjie Kiam, sakit hati itu tidak dapat tidak dibalaskan. Jikalau aku membiarkan saja dan hal itu tersiar dikhalayak ramai pasti aku tidak dapat menaruh kaki lagi didalam dunia Kang ouw. Tapi bocah ini, sekalipun nama saudara, dia tak ketahui, rasanya besar dia baru pertama kali ini muncul dari gubuknya "
" Itulah benar, saudara Tam."
"Sekarang ini dunia Kang ouw digemparkan Kiu Heng Tjie Kiam," berkata lagi orang she Tam itu. "Benar kita belum tahu dia siapa dan orang macam bagaimana, tetapi anak muda ini, mungkin dialah salah seorang anggota Kiu Heng Tjie Kiam itu. Bagaimana pendapat saudara oey?"
Tiba tiba Oey Thian Hong bangkit berdiri, dengan tindakan lebar dia menghampiri Kho Kong, terus dengan dua buah jeriji tangannya dia menotok jalan darah Tjeng Hiat anak muda itu
Kedua lengan Kho Kong bagaikan mati, tiada dayanya untuk melawan atau berkelit, dia kaget ketika Ngo ouw Kin Liong mentotoknya. Tapi selagi menotok itu, tjhungcu itu tertawa bergelak dan tertawa nyaring: "Muridku tidak tahu apa-apa, dengan menggunakan Touw Kut Hoat dia melukai kedua lenganmu, dan kini loohu menghaturkan maaf."
Dalam kagetnya telah Kho Kong mengeluh hati: "Habislah aku ... semua orang disini ingin menyiksa kau, cuma orang tua ini yang berpikir lain, tapi biar begitu, aku tetap bakal menderita..."
Dugaan Kho Kong melesetjauh sekali, percuma saja dia berkuatir tidak keruan-siorang tua bukannya menotok dia untuk disiksa, tetapi justru untuk membebaskannya. Ketika dia mengerahkan tenaganya, hatinya menjadi lega. Dapat dia menggerakkan kedua tangannya seperti biasa. Maka tidak ayal lagi, dia mengangkat tangannya memberi hormat kepada orang tua itu sambil menghaturkan terima kasih. Habis menotok bebas, Thian Hong menanyakan she dan nama orang. Kho Kong menyebut namanya.
"silahkan duduk" tuan rumah mengundang. Semua hadirin melongo. Mereka heran mengapa chungcu itu memperlakukan orang tawanannya demikian hormat. Namun tiada seorang pun yang berani menyanyakan-Oey Thian Hong memandang semua hadirin.
"Hari sudah jauh malam, silahkan tuan-tuan beristirahat," katanya. Tapi ia terus menatap si kate kurus, kemudian berkata kepadanya: "Saudara Kam pandai minum, silahkan kau menemani tetamu ini "
Si kate kurus mengerutkan alis, ia hendak bicara tetapi batal.
Oey Thian Hong memegang tangan Kho Kong ia mengajaknya berjalan melintasi pintu angin terus ke dalam.
Semua orang bangkit memberi hormat, mengantar keberangkatan mereka.
Sambil berjalan, Kho Kong berpikir. ia tak habis mengerti akan sikap tuan rumahnya ini. Akhirnya ia jadi curiga: "Baiklah aku berhati hati. Mungkin dia bermaksud sesuatu." Ketika ia menoleh kebelakang, ia melihat si kate kurus mengikuti, sepasang alisnya mengerut dan dia nampak sekali merasa sangat berduka, dia berjalan tanpa suara, mungkin hatinya sangat mendongkol
Thian Hong mengajak dua orang itu melintasi sebuah lorong, sampai dikamar kecil yang tertutup gorden diempat buah pojok terpasangkan masing masing sebuah lilin merah. Di tengah kamar terdapat sebuah meja yang sudah tersajikan penuh barang hidangan Dua orang pelayang perempuan berdiri menantikan, kedua tangan mereka merapat dikiri kanan tubuhnya.
Kho Kong sudah lapar, mencium bau barang hidangan itu, terbitlah nafsu makannya. Kalau dapat ingin dia mengganyangnya.
Thian Hong mengundang kedua tamu untuk duduk, lalu ia mengibaskan tangan, memberi tanda supaya kedua pelayannya mengundurkan diri. Maka mereka itu kemudian berlalu. Si orang she Tam duduk menghadapi Kho Kong, mukanya merah padam. ini disebabkan walaupun ia telah coba mengendalikan diri, tetapi mendongkolnya tampak pada wajahnya.
"Tuan tuan, masih mengiringi dahulu cawan ini" tuan rumah menyilahkan ia mengangkat cawannya dan lalu mendahului minum ia tertawa ramah.
Kho Kong sudah lapar, ia menenggak araknya, setelah itu, ia makan tanpa segan segan lagi.
Tidak demikian dengan sikate kurus, dia tak menyentuh sumpitnya, bahkan dia duduk diam sikapnya sangat tawar.
Setelah tiga edaran, tuan rumah berkata pada Kho Kong: "Saudara Tam ini ahli silat Heng Ie Bun. iapun sahabatku dari beberapa puluh tahun, erat sekali persahabatan kami. Dalam hidupku, sangat sedikit sahabatku yang sangat karib."
Kho Kong tahu diri. ia berbangkit, menjura kepada orang she Tam itu.
"Namaku Kho Kong " ia memperkenaikan diri.
Si kate kurus tidak puas tetapi dia membalas hormat. "Aku Sam Seng," dia juga memperkenalkan dirinya.
Thian Hong menoleh kepada Sam Seng, lalu ia memandang Kho Kong, sembari tertawa, ia berkata: "Rupanya pemilik Kiu Heng cie Kiam sangat menghormatik kau, saudara Kho Benarkah ?"
Hati Kho Kong berCekat. ia berkata dalam hati: "Membaki aku, kiranya dia mau memancing keteranganku. Sayang aku tidak tahu hal Kiu Heng cie Kiam itu... Tuan, sia sia saja daya upayamu ini" Walaupun dia memikir demikian, ia toh menjawab cepat: "Dengan sesungguhnya aku yang rendah tidak tahu apa apa tentang Kiu Heng cie Kiam..."
"Satu keluarga ada aturan kekeluargaannya sebuah toko ada aturan tokoknya sendiri," berkata pula tuan rumah, "demikian juga pelbagai partai, partai yang manapun mempunyai peraturannya masing masing yang istimewa. Rupa rupanya Kiu Heng cie Kiam keras luar biasa, bengis dan kejam, hingga orang orang bawahannya tidak berani membelokan urusan partainya..."
Mendengar kata kata tuan rumah, sekitar Tam Sam Seng sadar hingga dia menjadi jengah, malu sendirinya. Rupanya Thian Hong membaiki orang tawanannya ini untuk menjalankan siasatnya itu.
Kemudian Sam Seng memandang Kho Kong. ia melihat orang sudah hampir mabuk. Tidak ayal lagi, ia mengangkat cawannya seraya berkata: "Tuan Kho, aku yang rendah juga mau menghormati kau. Mari minum " Kho Kong menenggak araknya. "Sungguh arak yang sedap " ia memuji.
Tuan rumah senantiasa memperhatikan tetamunya, melihat orang sudah mulai mabuk, ia tahu tak dapat sitetamu minum lebih banyak lagi, pasti dia pusing dan roboh. Maka ia menarik poci arak. Sambil tertawa ia berkata: "Menurut apa yang loohu dengar, ketua dari Kiu Heng cie Kiam adalah seorang wanita muda yang cantik sekali."
Biasanya pertanyaan ini tak pernah gagal dihadapkan kepada orang yang mulai mabuk arak.
Kho Kong menjawab tuan rumah. Akan tetapi, karena ia memang tidak ketahui tentang Kiu Heng cie Kiam, jawaban atau keterangannya itu tidak jelas, tidak memuaskan-Sepasang alis Sam Seng menjadi berkerut rapat satu dengan lain-
"Saudara Kho, sungguh aneh, nona yang memakai sebutan Kiu Heng cie Kiam" ia berkata "Itulah suatu nama yang bagus."
Arak Thian Hong arak simpanan istimewa, sifatnya keras. Dilain pihak. Kho Khong bukan jago minum, maka dia lekas kena dipengaruhi air kata-kata itu. Sam Seng berkata dengan maksud memancing, nyatanya dia gagal.
Bukannya Kho Kong menjawab, ia justru roboh dengan tiba-tiba karena ia sudah tidak dapat bertahan lagi Jago Heng IeBun bangkit, dengan sebelah tangannya dia menyambar dan mengangkat tubuh orang.
"Tuan Kho.. Tuan Kho" dia memanggil manggil, "Tuan Kho, mari minum lagi "
Kho Kong tidak menjawab, hanya dari mulutnya lalu keluar arak dan barang makanan yang baru saja ia makan dan minum itu. Arak mulai membuat dia mual dan muntah.
Hampir Sam Seng kena tersembur, syukur dia keburu mengelak tubuh sambil cekalannya dilepaskan Hingga menimbulkan suara berisik, tubuh sianak muda jatuh kelantai dimana ia terus rebah, bahkan dilain saat, napasnya lantas menggeros hebat Dia tidur nyenyak
"Tak kuasa dia tak kuat minum," kata Thian Hong menggelengkan kepalanya.
"Jikalau menurut aku, aku telah mengompasnya" berkata Tam Sam Seng yang masih penasaran " Dengan dipaksa mungkin ia sudah memberikan keterangannya sejak tadi "
"Tak usah," kata si chungcu sabar. "Jikalau ia benar orangnya Kiu Heng cie Kiam, ketentuannya bakal datang mencarinya."
"Sekarang aku memikir satu jalan, bagaimana pikiran saudara," kata Sam Seng.
"Apakah pikiranmu itu, saudara Tam?" tuan rumah bertanya. "Sekarang kita merdekakan dia, lalu diam diam saudara
memerintahkan dua belas orang menguntitnya. Mereka itu harus
pada menyamar dengan begini aku percaya kita akan dapat menemui tempat singgah atau sarangnya."
Pikiran itu baik, Thian Hong suka menerima baik. Bahkan ia mengangkatjempolnya memuji kawannya itu. "Kita harus mengirim orang-orang yang pandai bekerja, supaya kita tidak sampai membangkitkan kecurigaan orang she Kho ini," Sam Seng berpesan.
Thian Hong mengangguk dan tersenyum. ia menggapai kebelakang, memanggil dua orang budak perempuan, yang ia suruh memimpin Kho Kong untuk tidur.
Nyenyak tidurnya siorang she Kho, baru ia tersadar sesudah besok lohor. Ketika ia membuka kedua matanya, ia heran. Dua orang budak perempuan menantikannya disamping pembaringan-
"Kamu siapa nona-nona?" tanyanya terkejut. "Aku berada dimana
?" Kedua budak itu tersenyum.
"Kami diperintahkan menunggui tuan," sahut diantaranya. Mata Kho Kong terbuka lebar.
"Mana dia oey Tjhungtju ?" tanyanya pula.
"Tjhungtju mempunyai urusan, ia telah melakukan perjalanan jauh," sahut budak yang di kanan yang romannya elok. "Baru setengah bulan kemudian, chingcu bilang akan pulang. Ketika cingcu mau pergi, ia memesan kami untuk melayani tuan baik baik."
"chingcu kami paling senang menyambut tetamu," kata budak yang lain "Sahabat sahabat dari selatan atau utara Sungai Besar, dekat atau jauh, asal mereka mengunjungi chungcu kami, pasti mereka disambut dan dilayani sebagai tetamu agung. Bukanlah tanpa alasan kenapa cit Tok Tee It Kee mendapat pujian kaum Kang ouw "
Selainnya cantik manis, kata budak ini pandai bicara. Yang dikiri menambahkan kawannya "chungcu mengatakan pula kepada kami untuk menyampaikan kepada tuan, andaikata tuan sudi berdiam disini, untuk menantikan kembalinya chungcu, itulah baik sekali.
"Andaikata aku mau pergi?" tanya Kho Kong. " chungcu pesan," kata budak yang dikanan, " apa bila tuan memaksa mau pergi juga, kami dilarang mencegah." Kho Kong berpikir : "Satu malam aku tidak pulang, Bengtju dan kakak oey pasti menanti aku, maka itu, tak dapat aku berdiam lama lama disini..." Memikir demikian, ia berkata kepada kedua budak itu. "silahkan mundur, aku hendak bangun."
Kedua budak itu tertawa. "Mari aku membantu tuan berdandan " "Tak usah Pria dan wanita tak dapat bersentuh tangan " Kedua
budak itu tidak memaksa, sambil tertawa mereka berlalu. Kho Kong berbangkit dengan lekas, dengan cepat ia merapikan pakaiannya.
" Kenapa oey Tjhungtju perlakukan aku begini baik?" ia berpikir. "Ah, mesti ada sebabnya. Baik aku lekas lekas berlalu dari sini "
Tanpa menanti munculnya si budak, ia bertindak cepat keluar kamar, ia menyaksikan rumah itu banyak kamarnya, banyak ruangnya, semuanya indah dan teratur baik. Ia sampai diluar tanpa rintangan Dipekarangan luar, ia menampak sebuah telaga yang airnya bergelombang perlahan dengan pohon pohon yang liu ditepiannnya. Ketika ia menoleh, ia melihat sebuah jalan besar serta selembar papan merk dengan warna kuning emas: "TjitTok Tee It Kee". Ia mengawasi gedung itu, dan disekitarnya untuk mengingat ingat letaknya, habis itu buru buru ia berjalan pulang, ke kota Gakciu.
Siauw Pek dan oey Eng tengah gelisah dan ketika mereka melihat saudaranya itu kembali dengan tidak kurang suatu apa, keduanya girang sekali. Bahkan oey Eng memapak dan mencekam keras tangan orang.
"Kemana kau telah pergi, saudaraku?" tanyanya "Kau tak apa apa toh ?"
"Maaf, saudara, aku membuat kamu berkuatir satu malaman," sahut Kho Kong. "Aku bagaikan menempuh gelombang dan badai, tapi syukur aku tidak kurang suatu apa..."
"Memang kami berkuatir," kata oey Eng, "dan kami telah mencari kau kemana mana." "Apa yang aku alami, saudara, orang lain tentu tak akan percaya..."
"Bagaimana pengalamanmu itu?"
"Mirip khayalan Sampai aku tak tahu lawan atau kawan..." "coba kau ceritakan saudaraku," Siauw Pek minta.
Kho Kong menurut, ia lalu menceritakan pengalamannya itu.
Siauw Pek mendengarkan dengan penuh perhatian, sehabisnya saudara itu bercerita, dia berlompat bangun-
"Kau tertipu, saudaraku" serunya. "Kau terkena tipu daya Yok Kim Koh Tjlong Kalau begitu, sekarang juga kita harus berangkat "
Tipu "Yok Kim Koh Tjlong" ialah tipu "Mau menawan musuh tetapi sengaja melepaskan dahulu." Itulah tipu memancing guna mengetahui sarang orang. Kho Kong aseran, tetapi cerdas. Ia kemudian insaf.
"Memang aku heran," katanya. " Kiranya dengan tipunya ini dia menghendaki aku membantu dia memimpin jalan-.."
"Akupun menerka," kata Siauw Pek pula, "kota Gakyang ini masih akan dipermainkan sang badai..."
"Rupanya disini berkumpul banyak jago Rimba Persilatan," kata oey Eng. Siauw Pek menghela nafas.
"Kita bertiga, semuanya kurang pengalaman, juga kita tak kenal kelicikan," katanya. "Mungkin, diluar tahuku, aku telah membuka rahasia sendiri dan boleh jadi kitalah yang menyebabkan gelombang dahsyat itu..."
"Belum tentu, bengtju. Mungkin itulah Kiu Heng Tjie Kiam," kata oey Eng menduga duga.
"Kita tidak berpartai, jumlah kitapun sedikit," kata Siauw Pek pula. "kita mudah menimbulkan salah paham. Laginya, tak peduli sebab musababnya, aku kuatir kita akan dimusuhi kedua belah pihak yang lagi bersengketa itu..." "Toako benar. AKu lihat, masih ada waktu buat kita menghindarinya."
"sulit. Rasanya sukar..."
"Memang" Kho Kong turut bicara. "Tapi kita jangan takut Kata pepatah, air datang kita tutup, tentara datang kita tangkis. JIkalau kita main menghindarkan diri, bagaimana mungkin kita mengangkat kepala dan muncul?"
Belum berhenti suara anak muda ini, sekonyong konyong pintu kamar mereka ada yang tolak terpentang dari sebelah luar, lalu seseorang berkelebat masuk dan terus menghampiri meja.
Kho Kong melihat seorang tua berbaju hijau dan berjanggut panjang. "chungcu dari cit Tok Tee It Kee" serunya terperanjat bahkan heran-
oey Thian Hong tertawa dan berkata: "Tak salah Memang akulah oey Thian Hong saudara Kho, kau telah sadar dari mabuk arakmu ?"
Siauw Pek segera menoleh ke pintu kamar, disitu, diambang pintu, ia melihat munculnya seorang setengah tua kate dan kurus.
"Kami berterima kasih yang saudara Kho telah memimpin kami datang kemari" kata sikate kurus itu, ialah Tam Sam Seng jago dari Heng IeBun. Tiba-tiba Kho Kong berjingkrak bangun, mukanya merah padam.
"Kamu telah meloloh aku dengan arak" bentaknya. Dia marah sekali.
"Sabar " kata Siauw Pek sambil mengulapkan tangan, kemudian dia menatap kedua tetamu tidak diundang itu, lalu bertanya: "Tuan tuan telah bersusah payah untuk mencari tempat kediaman kami, sebenarnya tuan-tuan hendak memberikan pengajaran apakah kepada kami?" Dengan tiba-tiba oey Thian Hong memperlihatkan wajah dingin.
" Lebih dahulu loohu hendak memberitahukan kepadamu" katanya keren: "Disekeliling penginapan kecil ini, semua telah dikurung. Maka, apa bila tuan tuan memikir untuk menyingkirkan diri itu artinya kamu mencari susah sendiri "
oey Eng tidak senang, tetapi ia dapat bersabar. "Kami tidak mencuri, tidak merampas buat apa kami menyingkirkan diri ?" katanya.
"Loohu cuma hendak memperingatkan kamu, tuan-tuan" kata Thian Hong. "Paling baik kalau tuan-tuan tidak memikir buat pergi dari sini."
" chungcu dari tingkat apa, buah apakah chungcu melayani mereka banyak bicara?" kata Tam Sam Seng, yang agaknya aseran "Paling baik kita bicara jelas"
oey Thian Hong mengangguk.
"baik" sahutnya secara terus menatap tajam Siauw Pek bertiga, kemudian ia bertanya:
"Di antara tuan-tuan bertiga, siapakah yang menjadi kepala ?" Kho Kong menunjuk ketuanya.
"Inilah Liongtauw toako kami" sahutnya. "Jikalau toako menyuruh kami manda diringkus, kami tak akan melawan. Tapi, jikalau toako menyuruh kami menguntungi batok kepala kalian, sekalipun kamu berdua kabur keistana raja naga, pasti kamu tak akan lolos."
Sengaja Kho Kong menyebut Siauw Pek, ketuanya sebagai "Liong Tauw toako". ialah " kakak tua si kepala Naga." untuk mengangkat tinggi kakak itu sebagai ketua partai.
"Hmm" Thian Hong bersuara dingin. Tapi terhadap Siauw Pek, dia memberi hormat. Dia tanya: "Dapatkah aku mengetahui she dan nama besar tuan ?"
"Tjoh Siauw Pek" sahut pemuda singkat. "Tuan ada pengajaran apakah."
"Saudara Tjoh, apakah kau kenal loohu ?" "Maaf, aku tak kenal dengan saudara oey." oey Thian Hong tertawa nyaring.
"Untuk dikedua propinsi ouw La m dan ouw Pak katanya, untuk diwilayah tengah sungai Thian Kang, sangat sedikit orang yang tidak kenal loohu Rupanya saudara Tjoh baru saja keluar dari perguruan Benarkah ?"
"Benar," Siauw Pek akui. Belum lama kami memasuki dunia kang ouw." Kembali Thian Hong tertawa
"Memang waktu-waktu belakangan ini, katanya, didalam dunia kang ouw, didarat dan di laut, telah bermunculan orang-orang baru Hanya tuan-tuan, jikalau kau berminta mengangkat nama didalam dunia Rimba Persilatan, kamu harus memikirkan sesuatu yang luar biasa, baru kamu berhasil, benar tidak ?"
"Itulah urusan kami bersaudara, tak usah saudara oey bersusah payah " Wajah Thian Hong berubah pula, terang dia tak puas.
"Jikalau begitu, terang loohu tidak salah lihat" katanya dingin. Lalu mendadak dia meluncurkan tangan kanannya sambil berseru: "Mari" Siauw Pek heran. "Mari apa ?" tanyanya.
"Pedang Kiu Heng cie Kiam" sahut Ngo ouw Sin Liong. "Loohu ingin melihat pedang itu Loohu ingin ketahui apakah benar pedang itu dapat ditancapkan didadaku seperti didadanya lain-lain orang "
Ngo ouw Sin Liong berarti "Naga Sakti dari Lima Telaga". Itulah gelar oey Thian Hong selaku chungcu, atau tuan rumah, dari Tjit Tok Tee It Kee. "Rumah pertama dari Tujuh Bengawan".
Mendengar begitu, Siauw Pek tertawa. "Tuan, kau salah mencari alamat " Jago tua itu tertawa dingin.
"Kecuali kau dapat memberi keterangan jelas tentang dirimu" katanya. "Dan terbukti bahwa kau tidak bersangkut dengan Kiu Heng cie Kiam. Kalau tidak. maaf, loohu minta kau turut aku kerumahku buat beberapa hari, sampai nanti loohu berhasil memperoleh keterangan yang jelas " "Maksudmu?"
"Kamu harus berdiam beberapa hari di rumahku, untuk menanti hasilnya penyelidikanku mengenai Kiu Heng cie Kiam Asal benar kamu bertiga tidak ada hubungannya, sembarang waktu kamu dapat pergi dengan bebas."
"Bagaimana andaikata didalam waktu satu bulan loocianpwee belum juga berhasil dengan penyelidikanmu itu ?"
"Terpaksa kamu mesti menanti satu bulan lagi " nyela Tam Sam Seng.
"Itu artinya, sebulan loocianpwee gagal, sebulan aku mesti mengeram dirumahmu " kata Siauw Pek. "Andaikata seratus tahun loocianpwee masih belum berhasil juga, bukankah kami akan mati di rumah loocianpwee itu ?"
"Kalau kamu ada hubungannya, kamu tak bakal dapat pergi lagi " kembali Sam Sing menyela.
Alis Siauw Pek berdiri, matanya menatap jago Heng IeBun itu. "Apakah artinya kata katamu ini, tuan ?"
"Hm Hm " si kate kurus itu mengejek "Artinya sangat sederhana Andaikata kamu bersangkut paut, masih ada satu kesempatanmu "
"Apakah itu ?" "Ikut padaku"
"Bagus betul Bukankah kamu maksudkan kamu manda menyerah diri ?"
"Ya Dan andaikata kamu tak sudi, masih ada satu jalan lain : ialah melawan "
Anak muda kita sabar tetapi dia toh mendongko. orang itu telah menghina dan mengejeknya terus menerus. Maka ia berkata dingin:
"Tak perduli kami bertiga bersangkut paut atau tidak dengan Kiu Heng cie Kiam, oleh karena kesombonganmu ini, tidak dapat kamu bersabar lagi " Sam Seng mengangkat tindakannya, maka masuklah ia kedalam kamar. Dia menoleh kepada oey Thian Hong dan berkata dengan nyaring: "Saudara tak usah mengadu lidah lagi dengan mereka ini. Baiklah kita lebih dahulu meringkus mereka"
Di mulutjago Heng Ie ini berkata demikian tangannya membarengi menyambar ke tangan Siauw Pek tidak mundur atau menangkis, sebaliknya, dia menyapu dengan sisi telapakan tangannya
"Bagus" seru Sam Seng, yang dengan sebat menarik kembali tangannya itu, tetapi sebagai gantinya, tangan kirinya menyusul kedadanya kedua tangannya bergerak dengan berbareng, yang satu ditarik yang lain dikeluarkan-
Siauw Pek menyambut dengan tangan kirinya dari bawah keatas, menyusul itu, tangannya meluncur keiga penyerangnya yang galak. Sam Seng berseru kaget, dia melompat mundur.
oey Thian Hong mengawasi sejak tadik, timbullah rasa herannya. ia meihat sianak muda liehay sekali. ia heran sebab belum pernah ia mendengar ada pemuda seliehay pemuda ini. Karenanya, kecurigaannya menjadi bertambah Tiba-tiba ia bertindak maju.
"Baiklah, loohu suka menerima pengajaran dari kau" katanya, tangan kanannya dibarengi diluncurkan-
"Maaf aku melayani" menjawab Siauw Pek yang terus membacok dengan tangan kirinya.
"Bagus" Thian Hong memuji sambil tertawa dingin. "Inilah Tjiam me tjiu yang liehay sekali" ia lekas menarik kembali tangan kanannya itu, sebaliknya menerbangkan kaki kanannya kearah lutut lawan-"Tjiam me tju" ialah tipu silat "Memutus nadi".
Gerakan sijago tua sangat cepat, Siauw Pek kaget dan mundur dengan gugup, ia kurang pengalaman, ia menjagai tangan lawan, tak tahunya kaki lawan juga turut bergerak. ia pula tidak tahu, tendangan lawan itu ialah "Kun lie kaki" "Kaki didalam sarung," yang menjadi keistimewaannya sang lawan Entah sudah berapa banyak orang yang dirobohkan dengan tendangan itu.
Hati Thian Hong tercekat mendapatkan tendangannya itu gagal. Maka ia berkata didalam hatinya. "Pemuda ini sangat liehay, entah bagaimana kesudahannya pertempuran ini..."
Siauw Pek pun berkata didalam hatinya: "Ah tak kusangka tendangannya begini liehay syukur aku bisa membebaskan diri..." Karena ini, ia jadi berhati hati.
Sam Seng tidak mau mengeroyok. tetapi diam diam tangannya sudah menyiapkan sepasakim lun, roda emas, yang menjadi senjata pegangannya.
"Bagus" Kho Kong mengejek, "Kau hendak menggunakan senjata, ya ?" ia kemudian menurunkan pedang dari atas temok. untuk diangsurkan kepada bengcunya.
Selama berguru kepada Siang Go dan Kie Tong, sedikit sekali Siauw Pek memepelajari ilmu silat tangan kosong, hanya ia tidak insaf bahwa tipu-tipu dari ilmu golok dan pedangpun dengan sendirinya dapat dipindahkan kesilat tangan kosong itu. ia menyambut pedangnya sebab iapun melihat gerak gerik jago Heng Ie itu.
Sam Seng berkata perlahan kepada kawannya
"Saudara oey, keluarkanlah senjatamu. Bocah ini liehay, asal usulnya tidak jelas, misalkan dia bukan kepala Kiu Heng cie Kiam, dia tentu bersangkut paut Kalau kita tidak bisa menangkap hidup hidup, terpaksa kita mesti membinasakannya. Pendeknya, dia tidak boleh dibiarkan lolos"
Thian Hong mengerutkan alis, dia memandang pedang Siauw Pek kemudian dia berkata kepada pemuda itu: "sudah sepuluh tahun loohu tidak pernah menggunakan senjata, baiklah dengan sepasang tanganku ini aku menyambut beberapa jurusmu " "Tapi tuan itu telah mendahului mengeluarkan senjata," berkata Siauw Pek, "karena itu aku terpaksa menggunakan pedang untuk menemani dia main main"
"Baik, aku yang akan melayani terlebih dahulu" Sam Seng menyambut, mendongkol. Kemudian dia maju dengan sepasang senjatanya yang istimewa itu. Roda kirinya diputar, roda kanannya diluncurkan
Siauw Pek mengangkat pedangnya, untuk menangkis, menyusul mana, ia memablas menyerang beruntun dua kali. ia memperoleh kesempatan selagi lawannya itu menarik kembali rodanya.
Baharu dua jurus, Sam Seng telah menjadi bingung dibuatnya. Serangan pedangnya yang pertama dapat dihindarinya, tetapi yang kedua membuatnya terkurung sinar pedang lawan-
Siauw Pek segera menggunakan jurus jurus ong To Kiu Kiam dari Kie Tong hingga sinar pedangnya merupakan seperti gelombang sungai Tiang Sang yang menderu deru.
oey Eng dan Kho Kong lalu melompat ke pinggir kamar yang tidak luas itu. Thian Hong pun turut mundur, supaya ia bebas dari ujung pedang lawan-
Lagi beberapa jurus, jago Heng Ie Bun sudah menjadi kewalahan Biar dia gagah dan liehay, tak sanggup dia membalas menyerang. Dia terlalu repot dalam pembelaan diri, hingga kedua roda emasnya menjadi mati kutunya.
Menyaksikan itu, dari hatinya tenang, Thian Hong menjadi gentar. Ia heran dan kagum dengan berbareng. Tapi ada pula anehnya. Ia melihat tegas dua kali anak muda itu memperoleh lowongan untuk menikam lawannya, tetapi lowongan itu tidak digunakan Sam Seng bagaikan dibebaskan-..
Selewatnya sepuluh jurus, roda emas Sam Seng tak berdaya sama sekali, dan ujung pedang Siauw Pek dengan mudah dapat mengancam dadanya " celaka " Thian Hong mengeluh didalam hati, tak mungkin Sam Seng bisa meloloskan diri lagi. Tapi, tahu tahu ujung pedang telah menggeser dari sasarannya
Bukan hanya Thian Hong yang liehay, Oey Eng dan Kho Kong juga melihat sepak terjang luar biasa dari ketua mereka itu.
Sam seng menjadi jago Rimba Persilatan, diapun menyaksikan gerak gerik si anak muda, sendirinya dia menjadi jengah, maka kemudian ia berseru. "Tahan" sambil lompat mundur dan roda emasnya terus disimpan-..
Siauw Pek melengak sebentar, lalu ia bertanya: "Mangapa kau berhenti?"
"Saudara Tjoh," kata samSeng, "liehay ilmu pedangmu, aku yang rendah bukan lawanmu, karena kau menaruh belas kasihan terhadapku dengan ini aku habiskan urusan yang kamu telah membinasakan beberapa orang kami. Sampai ketemu pula"
Berkata begitu, jago Heng Ie ini berlompat keluar kamar, dan dari pekarangan dalam berlompat lebih jauh naik keatas genteng dimana dia terus menghilang
oey Thian Hong berdiri tercengang, kesatu karena ia ditinggal pergi kawannya itu, kedua sebab ia merasa percuma ia melawan si anak muda, tak mungkin dia bisa menang. Ia kagum, dan ditaklukkan oleh ilmu pedang lawan-
Siauw Pek menyimpan pedangnya, lalu ia berkata kepada tetamunya yang tak diundang itu. "Kami bertiga saudara baharu mulai masuk kedalam dunia Kang ouw, kamu belum tahu apa apa, akan tetapi mengenai peristiwa Kiu Heng cie Kiam itu, dengan sesungguhnya kami tidak tahu apa juga dan tidak ada sangkut pautnya."
Thian Hong berpikir keras. Ia melihat orang beroman jujur dan sikapnya juga welas asih. Tak mungkin dia ini pihak Kiu Heng cie Kiam. Sedangkan sudah ternyata, Kiu Heng cie Kiam sangat telengas, selalu merampas jiwa orang. Tak mungkin pemuda ini kejam, bila mengingat tiga kali ia melepas budi terhadap Tam Sam Seng. Ia menjadi kuatir nanti timbul salah paham.
"Peristiwa Kiu Heng cie Kiam menyulitkan kami" katanya kemudian, "Baru saja beberapa bulan, munculnya pihak itu sudah menggemparkan dunia Kang ouw, kalangan Putih dan Hitam. Hingga sekarang ini telah berkumpul di sini sejumlah jago jago Rimba Persilatan Aku percaya biarpun ia gagah cerdik, tak bisa lolos dari tangan orang banyak. tak lewat dari tiga bulan, pasti dia tertangkap. hidup atau mati..."
"orang itu memang telengas sekali," berkata Siauw Pek, "kalau itu bukan disebabkan sifat asal, tentu dikarenakan sesuatu yang keterlaluan, maka itu loocianpwee, kalau tetap loocianpwee hendak memberitahu hal itu, semoga kau teliti, selidikilah kejadiannya yang sebenarnya tapi jangan membuat orang menyesal dan penasaran-" Thian Hong mengangguk.
"Dimana-mana gunung hijau tidak berubah, nah, sampai ketemu pula " katanya, kemudian terus dia memutar tubuh, buat bertindak pergi.
"Tunggu " bentak Kho Kong sambil ia maju merintangi. "Ada apa, saudara Kho ?" tanya chungcu itu.
"Tanpa sebab kamu telah menangkap aku," berkata si anak muda, "lalu kamu menguntit aku, sekarang disini kamu mengacau, apakah dapat kamu berlalu dengan begitu saja ?"
"Habis, bagaimana pikiranmu, saudara Kho?" tanya Thian Hong tenang.
"Kau mesti tinggalkan sesuatu, baru dapat kau pergi "
"Kalau begitu, baiklah, mari loohu belajar kenal denganmu, saudara Kho "
"Baik " sahut si anak muda, bahkan ia menyerang lebih dahulu. Thian Hong menangkis dengan tangan kiri, lalu dengan tangan kanannya, dia membalas menyerang, bahkan terus dua kali beruntun.
"Tahan " berseru Siauw Pek, yang lantas maju menghadang dengan pedangnya, untuk memisahkan kedua orang itu. "Tak usah kamu bertempur lebih jauh Dapat aku terangkan, kamu tidak bersangkut paut dengan Kiu Heng Tjie Kiam " Thian Hong mengangguk.
"Baiklah " katanya^ "Aku percaya perkataanmu ini " Ia terus bertindak keluar. Kho Kong mengawasi orang berlalu, hatinya masih panas.
Oey Eng menanti sampaijago tua itu menghilang, ia menghela napas dan berkata dengan perlahan: "Toako, kau sungguh baik hati. Beberapa kali kau dapat menurunkan tangan atas diri lawanmu itu tetapi saban saban kau mengasihani..."
"Dua orang itu sangat menyebalkan " kata Kho Kong. "Tanpa sebab alasan, mereka menawan aku Seharusnya mereka diberi ajaran Lebih-lebih orang she Tam itu Sekarang mereka dibebaskan, sungguh enak bagi mereka " Siauw Pek heran.
"Apakah aku telah memberi keampunan ?" oey Eng tersenyum. "Jangan merendah, toako," katanya. "Kamu melihatnya dengan
nyata sekali."
"Tetapi aku berkelahi dengan menuruti jalannya ilmu pedang," kata si anak muda, "sekali aku tidak menaruh belas kasihan-"
"Toako, aku melihat tegas satu jurus," berkata Kho Kong. "Tam Sam Seng pun menginsafi itu. Kalau tidak. mana mungkin dia sudi mengaku kalah dan menyerah ?"
"Toako, sifatmu ini membuat kami sangat kagum," kata oey Eng, "Hingga di waktu bertempur, toako masih menyayangi jiwa orang..." Siauw Pek tidak dapat memberi penjelasan, ia diam. Sampai disitu, oey Eng ingat senjata mereka. "Tadi oey Thian Hong mengatakan disini berkumpul banyak jago Rimba Persilatan," katanya, "inilah suatu ancaman bagi kita. Siapa dapat menghindarkan diri dari salah paham? Maka itu aku pikir kita mesti lekas-lekas mendapatkan kembali senjata kita."
Siauw Pek mengerti, ia mengangguk.
"Benar. Nona itu tidak sudi mengembalikannya, terpaksa kita mesti pergi mengambil sendiri."
"Kita masih letih, baik kita beristirahat dahulu," kata Kho Kong. "Benar, saudara. Kau letih, kau perlu beristirahat." Berkata begitu siauw Pek menyimpan pedangnya.
"Jangan pikirkan aku, toako," kata Kho Kong.
"Jikalau kita pergi Kwan ong Blo, mungkin kita aka bertempur pula. Maka itu sekarang, silakan saudara-saudara memelihara tenaga kamu." oey Eng dan Kho Kong menurut, mereka terus duduk bersamadhi.
siauw Pek turut beristirahat. Kira-kira jam empat, ia bangkit untuk bersiap. ia meletakkan sejumlah perak hancur diatas meja. Kemudian ia membangunkan kedua saudara angkatnya.
"orang menyangka kita bersangkut paut dengan Klu Heng Tjie Kiam, inilah berbahaya," ketua itu memberi keterangan "Tanpa bukti, sukar kita memberi penjelasan kepada mereka itu. Tam Sam Seng kalah dan menyerah, tetapi lagu suaranya menyatakan dia belum puas, terang dia menyangka kitalah kepala Kiu Heng Tjie Kiam..."
"Toako benar," kata oey Eng, masgul. "Memang sulit untuk memberi penjelasan-"
"Mungkin kita akan berhadapan dengan semua orang Rimba Persilatan," berkata pula Siauw Pek. "Dalam hal ini, aku kuatir mereka mengetahui asal usulku, karena itu kita harus berhati hati. Aku tidak ingin menentang mereka itu, terutama sebelum jelas duduk peristiwanya. celaka perbuatan Kiu Heng Tjie Kiam itu kita terlibat karenanya, sedangkan urusan kita sendiri masih gelap..." "Tak usah menyesal, toako, jangan bersusah hati," oey Eng menghibur, "Sudah jadi begini, kita mesti menerima apa adanya. Satu hal aku ingin minta dari toako: Dimana sekarang banyak orang sembrono, yang goblok, dan terhadap mereka itu baik toako juga jangan terlalu bermurah hati..."
"Akan aku perhatikan ini, saudaraku. Karenanya, aku mengharap bantuanmu."
"Jangan mengatakan itu, toako. Untuk toako, kami bersedia menyerbu api "
"Aku pikir, buat selanjutnya, jangan kita tinggal di penginapan lagi..."
" Kenapa begitu toako ?"
"Di rumah penginapan banyak mata, berbahaya kalau kita diintai mereka."
"Kalau kita tidka tinggal dipenginapan habis kita harus mondok dimana?" tanya Kho Kong.
"Kita berdiam ditempat terbuka," menjelaskan siauw Pek. "Hanya dengan begini, aku jadi membuat susah kepada saudara-saudara..." Tapi Kho Kong tertawa.
"Beristirahat di tempat terbuka, itu sangat menyenangkan bagiku " katanya gembira. oey Eng pun menyatakan setuju.
"Sekarang mari kita berangkat" kata siketua. "Sebelum terang tanah, kita sudah harus tiba di Kwan ong Bio"
Hanya sekejap. ketiga orang itu sudah meringkaskan pakaian mereka. siauw Pek tidak melupakan pedangnya. Mereka keluar dari kamar dengan menggunakan jendela, sabab hotel dan kuil cuma beberapa lie, cepat sekali mereka sudah sampai ditempat tujuan Langit masih gelap. Samar samar terlihat Kwan ong Bio yang terbenam dalam kegelapan, sebab disana tak nampak cahaya lampu. "Kwan Ong Bio itu banyak pesawat rahasianya, hati hatilah " pesan Oey Eng. "Karena itu, kita janagn pisah terlalujauh," kata Siauw Pek.
"Toako, tak dapat toako berlaku sembarang an" kata Kho Kong. "Mari aku yang maju di muka " lalu saudara ini mendahului berlompat naik keatas tembok pekarangan, dari mana dia mencelat keatas genteng. Siauw Pek dan oey Eng berlompat juga.
Oey Eng yang teliti itu mengingatkan akan genteng rahasia, genteng licin-
Siauw Pek mengangguk. Dia memandang sekitarnya.
"Kwan ong Bio begini luas, dari mana kita mulai masuk?" tanyanya.
"Aku mendapat suatu pikiran," kata Kho Kong. "Apakah itu?" tanya oey Eng.
"Dari pada kita meraba raba, lebih baik kita berterang" kata si sembrono yang polos itu, "kita buat mereka terkejut, dan kita pinta senjata kita" Siauw Pek mufakat.
"Hanya kuil ini agaknya terlalu luas..." oey Eng bersangsi.
Belum berhenti suara itu, tiba tiba terdengar bentakan nyaring: "Siapa?"
Siauw Pek tersenyum
"Benar, kita mesti pakai cara terbuka" katanya. Maka ia menjawab: "Kami disini. Tolong beritahukan ketua kamu bahwa kamu ini datang meminta senjata kami."
"Jikalau begitu, silahkan tunggu sebentar" kata suara yang menegur itu.
" Waktu kami terbatas, tak dapat kami menunggu lama," Siauw Pek beritahu. "Tolonglah kau lekas memberi kabar" Suara tadi berdiam, gantinya, terdengar suara tindakan kaki, yang tidak lamapun sirap. suatu tanda orang itu sudah berlalu jauh. Siauw Pek bertiga diam menanti.
Lewat sekian lama, kuil tetap sunyi, Kho Kong jadi tidak sabaran "Hai, lama amat" terlaknya. "Nanti kami bakar kuil ini"
Berbareng dengan keluarnya ancaman itu, beberapa tindak jauhnya dari mereka tampak sinar api. lalu terlihat seorang bertubuh besar yang berpakaian hitam, berkata nyaring: " Ketua kami menantikannya di dalam kuil, silahkan tuan tuan masuk."
"Kami sudah terpedayakan satu kali, tak sudi kami terkena buat kedua kalinya" berkata oey Eng. "Pergi kau beri tahu ketua kami supaya dia lekas mengembalikan alat senjata kami, dengan begitu kami akan menghabiskan perkara ini dan kami akan mengangkat kaki dari sini Awas, jangan kamu ayal ayalan nanti kamu membuat naik darah saudara Kho kami ini Jangan kamu menyesal kalau saudara kamu membakar kuil kamu"
orang berpakaian hitam itu berkata. "Jikalau tuan tuan bertiga tidak mempunyai keberanian ya, sudah..."
"Pulangkan senjata kamu atau tidak " bentak Kho Kong. "Buat apa kau banyak rewel?"
"Baik, aku akan buktikan dahulu gentengmu ini "
Menyusul suara si anak muda kemudian terdengar suara berisik "prak..prak..prak..." Ternyata Kho Kong telah menjejak jejak
hancur genteng dikakinya, hingga belasan lembar pecah dan hancuarnnya meluruk berjatuhan, mendatangkan suara berisik. Malam sunyi membuat suara berisik itu menjadi jadi.
"Kamu benar dapat dipercaya" demikian suatu suara halus nyaring.
"Kami bangsa lelaki, kami tak seperti perempuan " berkata oey Eng. "Kami tak membiarkan kata kata kamu lewat bagaikan angin" "Bagus...Bagus" kata pula suara halus nyaring itu. "Tapi aku tak pernah mengatakan bahwa aku harus mengembalikan senjata tetapi tanpa kata kata pasti."
"Kata katamu benar juga," sahutnya kemudian "Akan tetapi kami menepati janji, kami datang untuk meminta pulang senjata kami. Kukira nona masih ingat baik baik?"
Menyusul kata kata sipemuda, dibelakang si orang lelaki yang membawa obor itu terlihat seorang nona dengan pakaian hijau, terus nona itu berkata:
"Seharusnya tuan tuan bertiga datang sejak tadi. Ketua kami sudah menatikan lama kedatangan tuan tuan Silahkan masuk kependopo dalam"
Kho Kong mau menjawab si nona, tapi siauw Pek mendahuluinya. Ketua ini melompat turun terus ia memberi hormat seraya berkata: "Harap nona mengantarkan kami"
oey Eng dan Kho Kong turut melompat turun, hati si orang she Kho terkejut sebab ketuanya mau masuk kedalam kuil, maka segera berkata: "Jangan...Jangan masuk"
Siauw Pek tertawa dingin, ia berkata: "Kalau kita sampai kena ditangkap pula, jangan sesalkan orang lain, kita harus sesalkan diri sendiri yang kurang pandai"
Nona itu tersenyum. "Kau she apa, tuan?"
"Aku Tjoh Siauw Pek," si anak muda itu langsung menyebut namanya.
"Tuan Tjoh, kau benar gagah mulia," kata nona itu. "Tak salah nona kami menilai..." Mungki dia kelepasan omong. Siauw Pek heran, dia mengerutkan alisnya.
orang bertubuh besar dan berpakaian hitam itu memadamkan obornya, terus dia menghilang didalam gelap.
oey Eng tidak berkata apa-apa tetapi dia mengikuti dengan tangannya diletakkan dipunggung si nona, dia berkata: "Toako kami laki laki sejati, dia tidak pantas untuk melayani kau, nona, maka itu akulah yang menggantikannya " Nona itu menoleh.
"Dengan membawa sikapmu ini, bukankah itu agak keterlaluan?" tanyanya. oey Eng tertawa pula.
"Nona, kalau kau sembrono, kau akan tahu rasa sendiri" sahutnya.
Sinona tidak mau kalah, ia berkata: "Kalau jiwaku satu ditukar dengan jiwa kamu bertiga, itulah ada harganya, aku akan mati dengan mata tertutup," Mungkin tak ada kesempatannya, nona Sekarang sinona bungkam, dia berjalan perlahan, melintasi sebuah gang panjang dan tiba di depan sebuah toa-tian, pendopo besar, yang daun jendelanya tertutup rapat. Dia menghampiri pintu, untuk terus mengetuk dengan perlahan.
Secara mendadak kedua daun pintu yang lebar terbuka. Maka terlihatlah sebuah ruang yang luas, yang diterangi dua belas batang lilin merah. oey Eng bertiga memasang mata.
Ditengah pendopo terdapat sebuah kursi merah, diatasnya duduk seorang nona yang cantik berpakaian serba kuning. Dikiri dan kanannya dia ditemani dua budak perempuan yang memakai kuncir dua. Budak yang disebelah kiri memegang pedang, yang disebelah kanan menggenggam sebuah kotak kemala.
Sinona pengantar bertindak masuk. tetap perlahan tindakannya, hanya kali ini terus ia berkata: "Tjoh Siauw Pek. tutup pintu" suaranya keras.
oey Eng sementara itu menggunakan matanya menyapu sekitar pendopo. Ia melihat lima buah kamar, kecil-kecil. Disitu tak ada orang lain kecuali sinona baju kuning serta kedua budaknya dan sipengantar itu.
Sinona baju kuning bangkit dengan perlahan matanya menatap Siauw Pek. "Kaukah Tjoh Siauw Pek?" sapanya.
"Benar" sahut sianak muda. "Nona ada pengajaran apakah untukku ?" Tiba-tiba nona itu menarik napas perlahan "Disini ada beberapa rupa barang, entah kau kenal atau tidak." katanya. Ia lalu mengangkat tangannya memberi tanda kepada budak dikanannya seraya berkata: "Serahkan kotak kemala ditanganmu itu kepada Tuan Tjoh "
Budak itu menyahut dan memberi hormat, kemudian dia menghampiri sipemuda.
Siauw Pek heran. Ia belum tahu kotak itu terisikan barang apa. Tentu saja ingin ia mengetahuinya, tanpa terasa hatinya berdenyut, ia menyambut kotak sambil bertanya: "Apakah isinya kotak ini ?"
"Kau buka dan lihat sendiri," sahut sinona, "aku cuma menerima pesan dan menyampaikannya."
Siauw Pek meletakkan kotak itu, untuk membuka tutupnya. "Toako, jangan" mendadak Kho Kong mencegah. "Jangan
sembrono" Diapun segera lompat mendekati sambil menambahkan:
"Biarlah aku yang membukanya " "Silahkan, adik. Hati-hatilah " "Jangan kuatir, toako."
---ooo0dw0ooo--