Pedang dan Golok yang Menggetarkan Jilid 12

JILID 12

Suara si nona dingin sekali.

Siauw pek bertindak maju dia campur bicara. "Nona, kau telah menggunakan tipu daya," berkata anak muda itu. "Inilah akal muslihat yang bagus sekali. Bukan saja kau telah dapat memperdayakan oey Tin dan Yap Hong San, kau juga dapat membodohi kami. Jikalau barusan nona tidak membinasakan kedua orangmu itu, pastilah rahasiamu ini tidak bocor sendirinya?"

" Omong kosong" bentak si nona. "Minggir " Dan ia mengayun cambuknya untuk menyabet.

Siauw Pek berlaku celi dan sebat sekali. Ia mengulur tangannya menangkap ujung cambuk itu.

"Kau gugup, nona, maka makin nyatalah rahasiamu " katanya.

Sekonyong-konyong Tjlu Koan menyela: "Kamu telah mendapat kembali senjata kamu, datuan Tjoh juga sudah memperoleh gambar sulam ayah bundanya, bukankah itu telah cukup? Urusan kami tidak ada hubungannya dengan kamu, buat apa kamu campur tangan ?"

"Dalam hal ini kamu mesti sesaikan kecerdasanmu yang berlebihan " kata Siauw Pek dingin. "Kalau nona tidak menghadiahkan gambar ayah bundaku itu, tak nanti kamu membangkitkan kecurigaan kami hingga rahasiamu terbongkar "

oey Yan menggentak kaget, untuk melepaskan cambuknya dari cekaman si anak muda.

Siauw Pek telah bersiaga, ia mengerahkan tenaganya mencekam dengan keras, membuat cambuk itu tak lepas. Akan tetapi, karena dua duanya menggunakan tenaga mereka tiba tiba saja cambuk itu putus menjadi dua

Kedua budak berbaju hijau sudah segera menghunus pedang mereka. " Lekas minggir " mereka membentak.

Kho Kong segera mengeluarkan senjatanya ia maju menghadang didepan ketuanya. "Bagaimana, eh, nona nona?" tanyanya, tertawa. "Kamu mau bertempur?"

"Jangan bergerak " oey Yan berseru. Ia merasa bahwa pihaknya bukan lawannya ketiga pemuda itu. Ia melompat turun dari keretanya, kemudian menatap Siauw Pek.

"Tuan coh, mari kita bicara baik-baik" katanya tersenyum. Belum lagi sianak muda menjawab nona itu, ciu Koan sudak mendahului.

"Kami tidak mengambil sekalipun sebatang rumput atau sepotong balik Kwan ong Bun" demikian selanya. "Kami cuma mengambil barang-barang kami sendiri "

"Apa?" tanya Oey Eng, heran "Jadinya kamu bukanlah orang orang Kwan ong Bun? Sungguh membuat orang sukar mempercayainya. Mustahilkah oey Tin tidak mengenali adik kandungnya sendiri ?"

oey Yan menghela napas perlahan "Didalam dunia, walaupun benar ada dua orang yang segala-galanya sama, sedikit mesti ada perbedaannya." katanya.

"Demikian dengan oey Tin. coba dia menyayangi adiknya dan ia tidak dipengaruhi kedudukan ketua partai hingga kecerdasannya tertutup, walaupun aku lebih mirip lagi, tak nanti dia kena diperdayakan-"

"Yap Hong San toh mengawani oey Yan semenjak kecilnya, apakah diapun tak dapat membedakan kau ?"

"Yap Hong San memang telah berkesan akan wajah oey Yan, tapi sudah lama mereka berpisah, mana ia dapat mengenali penyamaranku?" Siauw Pek heran, ia menggelengkan kepala.

"Nona, apapun yang kau katakan, sungguh sukar untuk mempercayainya."

"Sebenarnya panjang untuk menjelaskan ini, disini juga bukannya tempat bicara yang tepat.Jikalau kau ingin ketahui segalanya, Tuan coh, kau harus ikut bersama sama kami."

"Kemana, nona ?" "Kegunung Soat Hong San-"

"oh, begitu?Jadi nona mau memancing kami kesarangmu, supaya disana dapat kamu menangkap kami ?"

"Benar dugaan bengcu " kata Kho Kong. "Wanita ini nampaknya jujur diluar, didalam dia licik sekali! Jangan percaya padanya "

Siauw Pek tidak menjawab saudaranya itu, dia hanya menunjuk pada kotak kemala. "Dari mana kau peroleh gambar gambar sulam dan kotak ini?" katanya.

"Itulah warisan dari ketua lama Kwan ong Bun-"

"Apakah kau yang menganiaya ketua Kwan ong Bun itu hingga dia menemui ajalnya?" Siauw Pek menanya bengis.

"Bukan," si nona menjawab singkat sambil menggelengkan kepala. Nampak si anak muda menjadi sabar sedikit.

"Selagi dia sakit dan mau menghembuskan napasnya yang terakhir, apakah kau mendampinginya ?"

"Diwaktu itu, yang mendampingi dia ialah nona oey Yan sendiri." Siauw Pek menerka jelek. Kembali ia gusar. "Aku mau tanya, dimana sekarang adanya Nona oey Yan itu ?" Ia tanya keras.

"Di Soat Hong San Kalau tuan ingin menemuinya, mari kita pergi kegunung."

Siauw Pek mengerutkan alisnya, ia berjalan mundar-mandir. "Apakah kamu mengurung nona oey digunungmu itu?" oey Eng

bertanya.

"Tidak. Dia sendiri suka tinggal disana, tidak ada yang menguasai dia, setiap waktu dia dapat pergi."

"Apakah kau maksudkan kau bersekongkol dengan Nona oey itu," Siauw Pek bertanya.

Sinona kelihatan terkejut, tapi bukan karena perkataan si anak muda. Itulah karena ia mendengar suatu suara yang datang dari kejauhan-

"Mungkin Kwan ong Bun mengirim orang untuk mengejar kita " katanya. "Kita musti lekas lekas mencari tempat sembunyi " Siauw Pek bingung pula. Benar benar ruwet sekali.

"Dua lie didepan sana ada sebuah pepohonan lebat," berkata ciu Koan "Mari kita pergi mengumpat disana Tuan tuan, lekas naik kereta "

Siauw Pek bertiga tidak sempat menggunakan otaknya, bersama sama mereka naik kereta yang terus dilarikan cepat.

ciu Koan sebaliknya tidak mau naik kereta, dia lari didepan menuntun kereta itu.

Benar saja, sekira dua lie, ia melihat sebuah rimba kecil. ciu Koan langsung membawa keretanya memasuki tempat lebat, untuk sembunyi.

Baru saja mereka selesai bersembunyi, sudah terdengar berisiknya derap kuda. Itulah beberapa orang penunggang, yang kabur melintasi rimba itu. Siauw Pek memasang telinga sampai tak terdengar lagi suara kuda berlari lari.

"Mari kita melanjutkan perjalanan " katanya sambil menarik napas lega.

Baru berhenti suara pemuda ini, kembali suara terdengar berisiknya kuda berlari-lari. Suara itu mendatangi, lalu lewat disisi rimba seperti rombongan yang pertama tadi.

Oey Yan atau Oey Yan palsu itu mengernyitkan keningnya. "Entah telah terjadi apa didalam kota Gak yang..." katanya

perlahan pada ciu Koan-

"Kota itu telah dikacaukan Kiu Heng cie Kiam..." kata Siauw Pek tanpa merasa.

Tiba tiba pemuda ini menghentikan kata katanya. Kembali terdengar suara berisik tadi.

Kali ini rombongan berkuda itu berhenti di depan rimba. Mungkinkah mereka sudah mengetahui bahwa didalam rimba itu ada orang bersembunyi ?

"Daripada kita membiarkan mereka masuk mencari ke mari, lebih baik kita keluar mendahuluinya " berkata si nona. Ia berpaling pada Siauw pek terus ia bertindak maju.

Diluar rimba tampak empat penunggang kuda kuda mereka besar besar dan tinggi, dan mereka sendiri berpakaian singsat dan menggembel golok dipunggungnya masing masing. Sinar mata mereka itu berkilauan ketika mereka mengawasi tajam padasi nona, yang diikuti Siauw Pek.

Hanya sejenak si nona mengawasi keempat orang itu, terus ia tertawa.

"Tuan tuan, adakah kamu Tay San su Pa Ta" tanyanya. Keempat orang itu melengak. Mereka segera mengawasi tajam. "Benar" kemudian menjawab seorang, yang berada  disebelah kiri. "Memang benar kami berempat saudara. Maaf, nona, aku tidak kenal kau..."

"Akulah oey Yan yang tidak ternama didalam dunia Sungai Telaga," sahut si nona. "Tentu saja tuan tuan tidak kenal padaku."

Tay San Supa Too Empat Golok dari gunung Tay san menjadi likat sendirinya. Mereka saling memandang sambil mengedipkan matanya.

"oh, Nona oey," akhirnya kata orang yang dikiri tadi. "Telah lama kami mendengar nama besar dari nona"

Teranglah mereka tidak kenal si nona, sebaliknya nona itu mengenalnya, sebab itu mereka menjadi malu sendirinya dan menjadi likat karenanya.

Si nona sebaliknya menunjukkan roman gembira sekali. Katanya nyaring dan halus. "TUan tuan mengenal namaku yang tidak berarti, aku sungguh girang "

orang dikiri itu rupanya pemimpin dari Tay San Supa too, batuk batuk perlahan Dia tak kenal si nona, tapi terpaksa, terlanjur, dia harus mengaku mengenalnya...

Nona itu tidak memberi kesempatan orang bicara. Dia menambahi: "Sudah lama kami mendengar empat macam ilmu golok kamu yang disebut "Hong in Lui Ie", yang lihay sekali, sekarang kita bertemu disini, aku bersyukur sekali."

Keempat orang itu heran, mereka membuka mata lebar lebar. Tapi mereka bungkam. Hong In Lui Ie berarti "Angin", "Mega Awan-

, " Guntur/ Geledek" dan "Hujan". Itulah bukan hanya nama ilmu silat golok jago jago dari Tay San itu tetapi itu pula nama mereka masing masing. Mereka heran orang mengenalnya sampai pada ilmu goloknya.

Sesudah berdiam pula beberapa lama, jago yang dikiri tadi itu mengangkat kedua tangan untuk memberi hormat. "Aku bernama Ku In," dia perkenalkan diri. Dialah ahli pikir diantara kawan kawanya, sebab dia cerdik. "Nona oey..."

si nona tersenyum. "Ya, ada pengajaran apakah, saudara Ku?" tanyanya.

Baru sekarang Ku In dapat menenangkan hatinya. "Agaknya nona kenal baik sekali kami bersaudara."

"Nama tuan tuan menggetarkan dunia Kang ouw, masa aku tidak mendengarnya "

"Nona memuji saja " Ku In tertawa kering. "Nama kami nama kosong belaka..." Dia berhenti sejenak. baru dia menambahkan, dingin: "Hanya kami, tak ingat kapan kami pernah bertemu dengan nona"

Si nona berpaling perlahan terhadap siauw Pek, ia melirik dan menatap. lalu bertanya: "Benar kataku, bukan?"

Siauw Pek tidak dapat menangkap maksud orang, ia melengak. "Apa" tanyanya kemudian-

Nona itu menjelaskan "nama golok empat jago dari gunung Tay san biasa dipuji kaum Rimba Persilatan, terhitung sebagai suatu golongan ilmu silat yang mahir istimewa, ya, ilmu golok tanpa tandingannya Benar tidak ?"

Siauw Pek mengernyitkan dahi.

"Belum tentu," sahutnya, sejujurnya. "Siauw Lim Pay mempunyai delapan belas jurus ilmu golok Sip Pat Lou Sin Too, namanya sangat terkenal, tetapi dia masih tidak berani mengagulkan ilmu silatnya itu..."

"Hai, bocah" mendadak berseru orang yang disebelah kanan. Dia gusar tiba tiba. "Kau berani menghina kami bersaudara? coba kau beri tahukan, ilmu golok apakah yang baru boleh disebut ilmu golok istimewa liehay didalam dunia Kang ouw ini ?" Siauw Pek mengawasi empat orang itu. "Tuan tuan, pernahkah kamu mendengar nama Siang Loocianpwee nama aslinya Siang Go ?" ia tanya.

"Apakah kau maksudkan Hoan Uh It Too?" Ku In tanya. Dia agak terperanjat. Si anak muda mengangguk.

"Ya cuma ilmu silatnya loocianpwee itu yang cukup tepat disebut ilmu silat golok paling istimewa didalam dunia kangouw "

Ku In gusar sekali.

"Siang Go sudah lama mati, ilmu goloknyapun sudah hilang lenyap " katanya keras. "Didalam dunia ini sudah tidak ada ilmu golok itu Kau, bocah, kau omong kosong saja "

Tapi si anak muda bertanya: "Siapa bilang Siang Loocianpwee sudah menutup mata?" Ku In berbalik tertawa tertawa hambar.

"Apakah kau tahu Seng su Kio jembatan maut itu?" tanyanya, nadanya mengejek.

"Nama Seng Su Kio terkenal dikolong jagad ini, didunia Rimba Persilatan, siapakah yang tidak tahu ?" Siauw Pek ganti bertanya.

"Pada beberapa puluh tahun yang lampau," berkata Ku In Tiba tiba ia merandak dan mengawasi si anak muda dari atas kebawah dan keatas lagi. " Ketika itu mungkin kau masih belum lahir..."

"Lalu bagaimana?" tanya Siauw Pek. tawar. Jago Tay-san ahli golok itu tertawa.

"Tatkala itu pedang Thian Kiam dan golok ciat Too sangat tersohor didunia Kang ouw," dia melanjutkan "Sinar golok dan pedang yang gemerlapan itu telah menutup menghalangi seluruh Sungai Telaga. Mereka yang berusia lima puluh tahun keatas mungkin ada yang beruntung dapat melihat wajah dua orang jago yang istimewa itu... Kami berempat, kami tidak berkesempatan bertemu dengan kedua jago itu, kami tidak dapat melihat pedang istimewa dan golok ampuh itu, walaupun demikian, kami toh mendengar nama tersohor dari mereka. orang berusia semacam ini, diwaktu kau dilahirkan, kedua loocianpwee itu sudah menyeberangi Seng Su Kio, sudah lama mereka tak muncul lagi dalam dunia Kang ouw. Sud beberapa puluh tahun kedua loocianpwee itu tidak terdengar kabar ceritanya pula. Jangankan kau, bocah meskipun ketua dari sembilan partai besar mungkin mereka juga tidak ragu tentang mati atau hidupnya kedua orang kosen itu..." Mendengar disebutnya sembilan partai, mendadak hati Siauw Pek panas.

"Apa yang kau ketahui tentang ketua sembilan partai besar itu?" katanya sengit. "Aku sendiripun tidak menghargai terhadap mereka."

Keempat jago dari Tay San itu heran, lalu mereka tertawa terbahak. Lebih lebih Ku Hong, si saudara tua.

"Bocah yang baik, kau bersemangat " katanya. "Karena kegagahanmu ini, kami empat saudara, mau bersahabat denganmu " Siauw Pek tak enak dipuji begitu.

Ku In segera merubah sikapnya. Bahkan dia memberi hormat kepada anak muda ini.

"Aku belum mengetahui she tuan yang mulia..." katanya, hormat. "Aku yang rendah coh Siauw Pek." anak muda kita perkenalkan

dirinya.

"Pada sepuluh tahun yang lalu, diluar kota Gakyang ada sebuah dusun Pek Ho Po," berkata Ku In "ketua dusun itu she Tjoh..." Hati Siauw Pek tercekat.

"Mengapa ketua she Tjoh itu?" ia bertanya. Ia khawatir orang bicara jelek tentang ayahnya.

" Ketua Tjoh itu disebut seorang gagah perkasa," Ku In melanjutkan " Dalam sekejap ia telah membinasakan ketua ketua dari empat partai persilatan yang kenamaan. Peristiwa itu sudah menggemparkan dunia kang-ouw, bagaikan gelombang laut mendampar langit, hingga dunia kang-ouw menjadi berguncang sangat hebat, kesembilan partai besar segera bergerak, mereka mengirim pengumuman keseluruh negara, meminta seluruh partai lainnya turun tangan untuk membekuk dan membinasakan keluarga coh. Begitulah empat Bun, tiga Hwee dan dua Pang semua telah turun mengambil bagian didalam usaha besar itu. Dengan begitu keluarga coh menjadi musuh seluruh negara, hingga, umpama kata, setindakpun sukar mereka berjalan Walaupun demikian, selama delapan tahun, mereka masih dapat hidup selamat didalam perantauan. "

"Tuan-tuan, apakah kamupun turut didalam rombongan yang melakukan pengejaran dan pengepungan itu ?" Siauw Pek bertanya.

"Kami bersaudara, justru sangat mengagumi keberanian ketua coh Kee Po itu," berkata Ku In "dialah luar biasa, sebab selama delapan tahun dia dapat mempertahankan dirinya, tak perduli pengejaran sangat ketat "

Lega juga hati siauw Pek sebab ia mendengar orang menghargai ayahnya, pikirnya : "Kiranya dikalangan Rimba Persilatan ada juga orang yang mengagumi ayah sebagai seorang gagah..." inilah yang pertama kali ia mendengar suara pujian-

Ku In memberi hormat pula pada Siauw Pek, katanya, "kami telah menerima undangan, yang meminta kami harus tiba ditempat sebelum jam lima fajar, karena itu tidak dapat bicara lama lama dengan kau, saudara coh, semoga lain waktu kita dapat bertemu pula "

Habis berkata jago Tay San itu memutar kudanya untuk dikaburkan, disusul Ku Hong, Ku Lui dan Ku ie ketiga saudaranya. setelah empat jago itu berlalu, Siauw Pek menoleh kearah sinona.

"Nona, kau licik sekali" katanya "Kenapakah?" tanya sinona.

"Tanpa sebab tanpa alasan, kau melemparkan tanggung jawab kepadaku. Inilah tipu daya mencelakakan orang. coba kami bentrok dengan empat saudara itu, pastilah kau akan berdiri menonton saja " Oey Yan tertawa.

"Kau sudah tahu mengapa kau tidak membuka rahasia ?" "Bengcu kami seorang laki laki sejati" Kho Kong menyela gusar. "Biarpun kami telah tertipu, tidak nantinya kami menunjukkan kelemahan diri" Dengan mata yang jeli, sinona menatap si anak muda.

"Benarkah kata-katanya ini?" dia tanya siauw Pek sambil menunjuk Kho Kong. Siauw Pek melengos, menyingkir dari tatapannya itu. "Ah, aku baru ingat sesuatu," katanya lalu. Si nona tertawa.

"Kau jujur dan polos sekali" pujinya. Hanya sejenak. lenyap wabahnya yang riang gembira itu, katanya : "Sekarang ada dua jalan untuk kamu memilih: yang satu yaitu kami melepaskan tangan, jangan kamu usil lagi urusan budi kami ini, dibelakang hari akan aku balas secara berarti..."

"Itu bukanlah caranya" Kho Kong menolak "Bagaimana yang kedua?"

"Kamu segera menghunus senjatamu dan segera turun tangan" "Bertempur?"   Kho   Kong   tegaskan,   heran   Tapi   ia  segera

mengeluarkan sepasang senjatanya yang mirip alat tulis itu. Siauw

Pek mengulapkan tangan, mencegah saudaranya. "Nona kau cerdik sekali, kau berkeberanlan besar, kau melebihi lain orang..."

"Nona kami, digelari Lie ciu Kat, tentu saja ia cerdik luar biasa" ciu Koan menyela sambil menyebut namanya ciu Kat Liang alias Khong Beng Lie cu Kat ialah cu kat atau Khong Beng wanita.

"oh, begitu..." kata siauw Pek melengak. Ia batuk batuk perlahan "Kita tidak berpenasaran dan berbenci satu dengan lain, aku juga tidak mau bermusuh denganmu, nona, aku hanya tidak mengerti jelas beberapa soal, maukah nona menjelaskannya?"

"Bicaralah " berkata nona itu, tawar. "Apa yang aku bisa jawab, akan aku jawab sejelas jelasnya, tetapi apa yang aku tidak bisa jawab percuma kau tanyakan " Siauw Pek berlaku tenang. "Darimana nona ketahui tentang diriku ?" tanyanya. " Kenapa  kau menghadiahkan aku gambar sulam ayah bundaku ? Apakah maksud nona"

"Peristiwa penyerbuan dan pembasmian Pek Ho Po tak ada orang Rimba Persilatan yang tidak tahu," berkata nona itu, "dan dijaman sekarang ini, semua pihak menganggap bahwa kesalahan berada di pihak Pek Ho Po. Tapi aku berpikir lain Aku menerka atas dasar sebab sebabnya. Aku menduga pemilik Pek Ho Po itu mesti penasaran, bahwa dialah korban dari suatu rencana yang tersempurna sekali, yang terahasia untuk orang luar. Hingga seratus lebih orang Pek Ho Po mati di dalam penasaran, jikalau aku terlahir dua puluh tahun yang lampau... pasti aku berdaya mencegah terjadinya peristiwa itu. Sekarang ini hanya sesalan-.."

"Andaikata nona, terlahir dua puluh tahun yang lampau, seorang diri saja mana mungkin kau sanggup menentang kedelapan belas partai"

"Bagaimana andaikata malam sebelumnya penyerbuan orang membeber kesangsian tuduhan terhadap pihak Pek Ho Po itu?" Siauw Pek menarik napas berduka.

"Ya, sayang nona terlahir terlambat," katanya.

"Aku melihat dari gambar ayahmu dan dari tubuhmu telah mendapatkan Kim Kiam, pedang emas Pek Ho Bun, karena itulah aku memikir mungkinkah kau orang Pek Ho Po."

"Kiranya demikianlah pandangan nona."

"Itulah sebabnya aku menyerahkan gambar ayahmu kepadamu" si nona berkata lebih lanjut. "Hanya tadi itu, aku masih belum menyangka bahwa kaulah putra coh Po cu." Siauw Pek menghela napas pula, sekarang agak lega hatinya. "Setelah dijelaskan, hal sebenarnya sederhana sekali," katanya.

"Dengan mata tertutup kau bisa berkelit dari beberapa seranganku, itulah bukti lihaynya ilmu silatmu. Dan, selagi aku terancam bahaya, tak dapat tidak. mesti aku mengandalkan bantuan pengaruhmu. Maka juga aku mengatakan kata kataku itu, yang membingungkan kau untuk membuat kau terpaksa membantuku..." Siauw Pek masih tidak mengerti.

"Kau bukan oey Yan asli, buat apa mengangkut jenazah ketua Kwan ong Bun? cobalah dijelaskan"

Si nona tertawa manis.

"Benarkah kamu percaya isi peti mati itu mayat manusia ?" Si anak muda melengak.

"Apa? Apakah kau telah pindahkan jenazah oey Loocianpwee?" "Sudah beberapa lama curiga, nyata kecurigaanku tepat" oey Eng

menyela.

Siauw Pek menghela napas pula.

"Kau menyamar sebagai oey Yan, nona, kau berhasil menyelundup ke Kwan ong Blo," katanya "Sungguh kau cerdik dan teliti. Nona apakah maksudmu ialah patung Kwan Tee kun itu?"

"Masih ada lagi, isinya peti mati itu," oey Eng tambahkan-Mata tajam si nona menyapu muka kedua anak muda itu.

"Patung Kwan Tee kun itu memang benda berharga," sahutnya kemudian, "cuma sampai dimana berharganya itu, aku belum dapat membuktikan Tentang isi peti mati, aku sendiri belum melihatnya..."

"Nona belum lihat?" tanya Siauw Pek heran. "Memang belum," sinona pastikan-

"Nona," kata si pemuda, "apakah ini artinya di belakang tirai ada lain orang yang memegang peranan ?" Mata nona itu berputar.

"Kelak dibelakang hari, jikalau kau ada waktu senggang, aku undang kau datang ke Soat Hong San-" katanya mengelakkan pertanyaan. "Tinggallah kau disana beberapa hari, mungkin aku dapat membantu kau memperoleh penjelasan, dan keadaan yang sebenarnya..." "Soat Hong San luas ratusan lie andaikata kami dapat kesana, pasti kami tak dapat mencarimu," berkata Kho Kong, yang sedari tadi diam saja.

"Asal kami tiba di walayah soat Hong San, tuan tuan, aku akan segera mendengar kabar pasti ada orang yang menyambut kamu"

Sampai disitu, Siauw Pek berkata pula. Tapi, sebelum dia membuka mulut, lebih dahulu memperlihatkan sikap yang sungguh sungguh katanya : "Nona, kau telah ketahui asal usulku karena itu, aku mohon perhatianmu. Sekarang ini aku belum menghendaki namaku tersiar di muka umum, sebab asal namaku tersiar, pasti dunia Kang ouw pasti akan membadai.Jikalau itu sampai terjadi, aku khawatir nanti ada orang, atau orang orang yang tidak bersalah yang terembet atau celaka."

"Baik mari kita sama sama berjanji, tidak kita saling mencelakai" berkata sinona, juga bersungguh sungguh. Dan begitu menutup mulutnya, begitu dia melompat keatas keretanya yang terus dikaburkan

"Bengcu, benar benarkah bengcu mau melepaskan dia?" oey Eng berbisik. Siauw Pek mengangkat kepala memandang langit. Ia menghela napas.

"Terkecuali kita berniat merampas patung Kwan Kong itu serta isinya peti mati," katanya. "Jika tidak. harus membiarkannya pergi..."

"Memang demikianlah layaknya," berkata oey Eng. "cuma seharusnya kita buka peti mati itu untuk melihat apa isinya, agar lenyap kecurigaan kita." Siauw Pek tersenyum.

"Andaikata isi itu kita ingini, maukah kita merampasnya?" oey Eng melengak.

"Ya, Toako benar," katanya. Baru saja saudara ini menutup mulut, Siauw Pek mengerutkan alis. Dengan tiba tiba mereka mendengar pula derap kuda mendatangi.

" Heran, entah telah terjadi peristiwa apa didalam kota Gakyang..." katanya yang terus pergi menyembunyikan diri pula. oey Eng dan Kho Kong turut mengumpat.

Kali ini yang datang itu tiga penunggang kuda, semuanya berpakaian serba hitam. Dan yang luar biasa ialah mereka masing masing membawa sesosok mayat.

Siauw Pek mengintai, ia terkejut. Ia lihat di dadanya ketiga mayat itu tertancap pedang pendek.

"Kembali pedang Kiu Heng cie Kiam..." serunya perlahan-

Ketiga ekor kuda dikaburkan bagai terbang maka itu, hanya sekejap mata, mereka semua sudah melewati rimba, lenyap dikejauhan di antara gelapnya sang malam.

Siauw Pek keluar dari tempat persembunyiannya. Ia mendongak. melihat bintang-bintang di langit.

" Kembali Kiu Heng cie Kiam..." katanya perlahan. Dia menarik napas.

"Rupa rupanya seluruh kota Gakyang telah diliputi kehebohan Kiu Heng cie Kiam," kata oey Eng.

Pada benak Siauw Pek timbul suatu pikiran-

"Tidak salah" katanya. "Agaknya terdapat banyak jago Rimba Persilatan yang telah datang kekota Gakyang. Mungkin semuanya bersangkut paut dengan Kiu Heng cie Kiam, dan dia itu sendiri ada hubungan dengan peristiwa Pek Ho Po..."

"Benar" kata oey Eng yang tiba tiba mencelat. "Hal itu kita mesti cari tahu hingga kita ketahui jelas"

oey Eng berdua Kho Kong teringat kejadian yang mereka lihat di Pek Ho Po. "Peristiwa Pek Ho Po telah menggemparkan dunia Rimba Persilatan," berkata Siauw Pek, "Aku kuatir ada orang yang menggunakan itu sebagai bahan untuk menimbulkan onar..."

Suara anak muda ini terhenti karena ia lihat tiba tiba ia mendengar suara tangisan yang sangat memilukan hati. oey Eng heran-

"Bengcu, mari kita bersembunyi," oey Eng berkata perlahan "Tengah malam buta ini tak mungkin ada orang melakukan penguburan.Jangan jangan tangisan itu ada hubungannya dengan Kiu Heng cie Kiam..."

Bengcu itu menurut, dan mengajak dua saudaranya mas ik kedalam.

Boleh dikata pada saat itu juga, tibalah suara tangisan itu. Terlihat empat orang bertubuh besar, yang mengenakan pakaian serba hitam sedang menggotong sebuah peti mati, dan seorang wanita, yang berpakaian berkabung, mengiringi sambil memegangi pinggiran peti mati itu. Wanita itulah yang menangis sedih sekali mengalun dimalam gelap gulita itu.

Disisi wanita itu berjalan mengikuti seorang bocah usia dua belas atau tiga belas tahun, yang kedua tangannya memegangi lengpay. Dia mengenakan baju kasar. Dia ini pula diiringi dua anak muda yang masing masing lengannya dilibat dengan sehelai kain putih. Pengiring lainnya, jumlahnya puluhan, terdiri pria dan wanita. Semua mereka tampak sangat berduka.

Kata Kho Kong kepada oey Eng: "Kau bisa menerka jitu, kali ini kau gagal..."

"Apa?"

"Toh terang ini upacara penguburan" oey Eng menggeleng kepala.

"Kau lihat biar tegas. Perhatikanlah sianak laki-laki dan perempuan yang mengenakan pakaian berkabung itu" Kho Kong membuka matanya lebar-lebar. Sekarang dia dapat melihat tegas. Di balik jubah berkabung dari anak anak itu tersoren senjata tajam. Maka ia mengerutkan alisnya. Ia pun berkata "Kau benar. coba kita bisa menyelip diantara mereka itu, kita tentu akan mengetahui hal yang sebenarnya."

"Bagus" seru oey Eng sambil menepuk bahu saudardanya itu. "Kau cerdik, saudaraku "

Untung tangisan sinyonya keras dan berisik hingga suara orang she Oey ini tidak terdengar orang banyak itu. Kho Kong mengawasi ketuanya. "Bagaimana pendapat bengcu?" tanyanya.

"Bagus" ketua itu menyatakan setuju. "Sekarang ini rupanya sedang muncul taufan diantara kaum Rimba Persilatan, kita malah menimbulkan kekeliruan, ada baiknya apa bila kita bisa mencampurkan diri didalam rombongan yang sedang berbelasungkawa itu."

"Hanya dari mana kita bisa mendapatkan pakaian putih?" tanya Oey Eng.

"cukup asal kita menyembunyikan senjata kita," kata Siauw Pek. oey Eng dan Kho Kong menurut, maka bertiga mereka keluar dari

tempat sembunyi mereka, secara hati hati, tetapi wajar, mereka menghampiri rombongan itu. Untung bagi mereka, orang berjumlah banyak dan jalannya tidak teratur. Maka mudahlah mereka mencampurkan diri.

oey Eng teliti, sembari jalan ia memikirkan jalan untuk mendapatkan tiga perangkat pakaian putih. Bila nanti sampai terang tanah, mereka akan kepergok, atau sedikitnya mereka akan menimbulkan keheranan atau kecurigaan-

"Sebelum fajar kita perlu mendapatkan pakaian putih," katanya pada ketuanya. Ia menggunakan saluran Toan im cie sut, supaya orang lain tidak dengar pembicaraan mereka.

"Kau benar tetapi tidak dapat kita merampas atau terpaksa membunuh orang," kata si ketua "Bagaimana jikalau kita menotok tiga orang, guna merampas pakaiannya?"

"Sulit. Dengan begitu tiga orang itu toh masih dapat bicara. Kita mesti mendapatkan akal lain-.."

Mereka menggunakan Toan Im cie-sut, tidak urung mereka mendatangkan kecurigaannya seorang yang berjalan disisi mereka. Memang mereka tidak bicara keras akan tetapi mulut mereka berkemak-kemik dan mata mereka juga memain satu dengan yang lain Kebetulan saja orang itu melihatnya. Dia seorang yang berusia kurang lebih tiga puluh tahun. Bahkan dia segera menghampiri dua saudara angkat itu. Siauw Pek menerka maksud orang. Ia menjadi khawatir.

"Terpaksa aku mesti turun tangan," pikirinya. Maka segera ia menyambut orang itu. Ia menyambar lengan orang itu berbaring menotok otot gagunya. orang itu kaget. Tak sempat ia membuka mulut, dia sudah jadi kurban. oey Eng lekas maju, untuk mengalingi.

Ketika itu tangisan sinyonya makin menjadi jadi, lebih keras dan lebih gencar. Pula anehnya rombongan itu juga lalu berjalan lebih cepat. Mereka seperti hendak mencapai tempat tujuan pada saat yang telah ditetapkan atau dijanjikan-

Siauw Pek mencekal nadi orang, yang diajak jalan bersama. Sembari berjalan, ia mengancam, katanya "Jangan kau meronta, nanti aku mampuskan kamu "

Orang itu mengawasi, bingung. Ia jeri melihat mata keren sianak muda. Tapi ia sedikit lega mendengar ancaman itu.

"Kami tidak bermaksud jahat," Siauw Pek menjelaskan, perlahan, "kau jangan takut."

Walaupun ia berkata demikian, Siauw Pek mengerahkan tenaganya.

Orang itu kaget. Ia merasakan tubuhnya lemas seluruhnya, sampai bergerakpun sulit. Kho Kong berjalan dibelakang orang itu, dengan sebelah tangannya, ia menolak punggung orang itu, buat membantu dia berjalan terus.

Siauw Pek melihat wajah orang itu menyeringai, itulah tanda bahwa orang itu tidak tahan siksaan ia segera menotok pula, untuk membebaskannya. Didalam sekejap. kesehatan orang itu pulih dan dia dapat berjalan seperti biasa.

Siauw Pek batuk-batuk perlahan, setelah itu ia berbicara. Ia menggunakan Toan Im cie-sut. Katanya: "Aku heran terhadap sesuatu, aku mau minta keterangan kau, saudara. Jikalau kau suka bekerja sama, mengangguklah." orang itu mengangguk, bahkan sampai tiga kali.

"Kami membutuhkan tiga perangkat pakaian berkabung, dapatkah saudara mengusahakannya? Siauw Pek tanya.

orang itu mengangguk.

"Bagus Sekarang aku bebaskan tanganmu, segera kau cari pakaian itu, setelah kau berhasil aku akan lenyapkan gagumu ini." oRang itu mengangguk pula.

Siauw Pek mang ancam: "Ilmu totokku ini ilmu istimewa, didalam dunia ini tak ada orang lain yang mempelajarinya, jadi kecuali aku, tidak ada siapapun yang bisa menolongmu."

Begitu dia habis berkata, Siauw Pek melepaskan cekalannya. orang itu memandang sianak muda, lalu ia berjalan pergi, dan

lenyap diantara orang banyak.

Melihat lagak orang, hati Siauw Pek tidak tenang, Kata dia: "Jikalau dia membuka rahasia, bisa pusing kita..."

"Dia masih gagu, tak mungkin dia kabur," berkata oey Eng. "Sekarang ini kita lihat saja."

Biar bagaimana, Siauw Pek tetap ragu. Tidak lama, orang tadi sudah muncul. Dia menghampiri Siauw Pek, terus menyingkap bajunya . Disitu tampak tiga perangkat pakaian putih .

sebelum fajar, cuaca masih gelap. gerak gerik seorang itu tidak mencurigakan-

Siauw Pek berlaku sebat. Ia mengambil tiga perangkat pakaian itu, yang dua ia serahkan pada oey Eng dan Kho Kong masing masing satu, setelah itu, ia berdandan dengan sebat. Kemudian, ketika ia menotok bebas gagu orang itu, sebagai gantinya, ia mencekal pula tangannya erat erat.

"Katakan kepadaku, siapa wanita yang berkabung itu?" tanyanya separuh berbisik. "Didalam peti mati itu mayat siapakah ?"

Siauw Pek sengaja memperlahan tindakannya, supaya mereka ketinggalan berapa tombak dari orang banyak itu.

orang itu menghela napas, guna melegakan hatinya.

"Yang mati itu adalah Uh Tay Hong, tongu atau ketua cabang, dari partai cit Seng IHwee pusat cabang Kanglam. Wanita itu ialah isterinya" dia menjawab.

"Bagaimana matinya Uh Tay Hong itu?"

"Aku tidak tahu, sebab aku tidak melihat sendiri, hanya kata orang, dia mati tertikam pedang Kiu Heng cie kiam. Atas kejadian itu, cabang sini lalu mengirim laporang kilat kepada pusatnya di Kanglam. Mereka menggunakan burung merpati. Dari pusat lantas diutus tiga wakilnya, yang jabatannya sebagai tay-hu-hoat pelingung partai, untuk mengurus upacara penguburan ini. Kabarnya ketua cit Seng Hwee pun bakal segera datang kesini."

"Kalau Uh Tay Hong ketua cabang, kenapa jenazahnya diangkat pada malam malam seperti ini?"

"Entahlah duduk perkara yang sebenarnya, tapi katanya Nyonya Uh telah mendapat petunjuk untuk membawajenazah suaminya kesuatu tempat." Siauw Pek mengawasi tajam muka orang itu. Ia percaya orang itu bicara jujur.

"Apakah kau juga anggota cit Seng Hwee ?"

"Aku belum masuk jadi anggota, aku cuma pegawai."

"Kau bukan anggota, kenapa kau dapat bekerja didalam markas?"

"Kau siapakah ?" dia tanya sebelum menjawab lebih jauh. "Ada hubungan apakah diantara kau dan cit seng hwee ?"

"Tidak ada sangkut pautnya," Siauw Pek menggelengkan kepala. "Aku tidak punya hubungan dengan partai mana juga."

"Jikalau begitu, kenapa kamu menyampurkan diri didalam rombongan ini ?"

"Nampaknya kota Gak yang kacau sekali." sahut Siauw Pek. "Disini pula banyak orang kaum Rimba Persilatan Kami tak bersangkut paut dengan siapa juga tapi kami kuatir nanti dicurigai atau terjadi salah paham, maka itu kami datang kemari, untuk mengurangi ancaman keruwetan yang tidak tidak itu."

"Oh, begitu. Aku kira kami orang orang cit Seng Hwee..." orang ini agak ragu ragu.

Siauw Pek mengawasi pula, katanya. "Saudara, aku percaya kau tidak bakal membuka rahasia kami "

orang itu berdiam sejenak. baru dia berkata. "Disini ada banyak orang, kecuali ketiga hu hoat itu, banyak sanak keluarga dan sahabat sahabatnya Uh Tay Hong dan isterinya, walaupun demikian, asal kamu berhati hati, mungkin kami tidak bakal kepergok." Siauw Pek heran-

"Dialah orang baru, kenapa dia begini baik hati menasehati kami?"

Tapi ia lekas berkata. "Terima kasih, saudara " orang itu masih mengawasi Siauw Pek, kelihatannya dia mau bicara tetapi yang, lalu terus dia berjalan pergi.

Siauw Pek mengikuti. Ia tetap curiga. Ia pikir, asal orang itu main gila, ia ingin menghajarnya .

Rombongan berjalan terus, sampai akhirnya mereka tiba disebuah rumah besar dengan pekarangan yang luas.

Sampai disitu, Nyonya Uh segera berhenti menangis, segera dia memerintahkan supaya peti mati diturunkan, dia sendiri terus masuk kedalam gedung. Tatkala itu sudah mulai fajar, langit putih guram nampak disebelah timur. Hanya sebentar, muncullah seorang muda yang menggantung golok dipinggangnya.

"Para tami, dipersilahkan masuk " ia berseru kepada orang banyak. lalu ia memutar tubuh guna memimpin jalan-

Siauw Pek bertiga mengikut masuk. Mereka tetap bercampuran diantara orang banyak itu.

Diatas pintu besar dan hitam itu tampak selembar papan merk bunyinya "Hok ciu Po", hurufnya besar besar. Selewatnya pintu, terlihat sebuah halaman besar dan luas. Diatas pintu yang kedua ada digantungkan dua buah lentera.

Anak muda yang membawa golok itu memimpin orang masuk kemar disisi kanan Kata dia merendah, "Dalam beberapa hari ini Hok ciu Po mendapat kunjungan banyak sahabat seorang Kang  ouw, sedangkan persediaan kamar tidak mencukupi, karena itu terpaksa kami mohon tuan tuan sudi beristirahat didalam kamar ini saja."

Berkata begitu, dia mengawasi semua orang itu, pria dan wanita yang bergabung sebagai anak laki laki dan perempuan Dia mengerutkan alisnya. Kemudian bertanya, "Tuan-tuan, apakah diantara kamu ada yang menjadi pengurus ?"

Sebagai jawaban terdengar suara batuk batuk. terus muncul seorang tua berusia kira kira lima puluh tahun Dia ini bertindak dengan perlahan Kepalanya ditutup dengan ikat kepala putih, dan tangan bajunya tergantungkan sapu tangan putih juga. Sambil memberi hormat, dia berkata, " Ketika nyonya masuk ke dalam, kami belum sempat bicara, maka itu sekarang kami lagi menantikan segala titah nyonya." Anak muda itu membalas hormat. Ia terus menanyakan nama orang itu. Orang tua itu menyebut dirinya Nio cu Peng.

"Aku sendiri Gouw Sian Kie," sianak muda memperkenalkan diri. Kemudian, ia tanya, "apa jabatan cu Peng didalam cit Seng Hwee."

"Hu hoat," sahutnya. Itulah pelindung hukum partai.

Kemudian Tju Peng memandang bocah yang membawa lengpay seraya berkata: "Inilah putera ketua cabang kami."

Gouw Sian Kie mengawasi bocah itu, ia menganggukkan kepala. "Maaf." katanya.

Anak itu sejak tadi berdiri diam sambil tunduk. atas kata-kata Sian Kie, dia mengangkat kepalanya dengan perlahan katanya: "Ayahku bercelaka hingga sekarang kami terpaksa merepotkan kau, saudara Gouw Untuk kebaikanmu itu, aku mengucapkan banyak banyak terima kasih " lalu ia menekuk lutut, mengunjuk hormatnya. Repot Sian Kie membalas hormat.

"lbumu sudah masuk kedalam, silahkan kau masuk juga," katanya. Anak itu tidak menolak.

"Tolong saudara Gouw mengantarkan," katanya, yang terus menoleh pada cu Peng, lalu meneruskan : "Aku minta paman Nio yang urus segala sesuatu disini."

"Jangan kuatir, kongcu," kata Tju Peng membungkuk.

Sian Kie berkata: "Saudara Nio, aku akan menyuruh orang menyiapkan barang hidangan,"

Ia memandang pula bocah itu seraya berkata: "Uh kongcu, mari

"

"Kongcu" ialah sebutan bocah itu sebagai putera Uh Tay Hong. Bocah itu mengangguk. ia berjalan. Ia masih kecil tetapi ia sudah tahu aturan, sikapnya wajar. Karena ia bertindak pergi, ia terus diikuti oleh dua orang muda yang lengannya memakai ikatan kain putih.

Gouw Sian Kie melihat dua pengiring ini, ia hendak membuka mulut, tetapi gagal, terus ia berjalan didepan-

Menyaksikan semua itu, dengan saluran toan im cie sut, Oey Eng tanya ketuanya: "Tempat ini terpisah dari kota Gakyang cuma beberapa puluh lie, apakah dulu bengcu pernah mendengar tentang dusun Hok Siu Po ini ?"

Siauw Pek menggelengkan kepala, ia menjawab tidak. Tadinya ia mau bicara terus, tetapi ketika ia melihat ada sepasang mata mengawasi tajam kearahnya, terus ia membungkam.

Ketika itu cu Peng menghampiri sianak muda.

"Tuan, apakah kau sanak Uh Tong cu?" dia bertanya, suaranya keren-

Siauw Pek menggoyangkan kepala. "Bukan. Aku sanaknya Nyonya Uh."

Dengan sinar mata tajam, cu Peng mengawasi oey Eng dan Kho Kong. Tapi segera dia mengundurkan diri lagi.

"Rupanya dia mencurigai kita," kata oey Eng.

"Kita lihat gelagat saja," berkata Siauw Pek, "kecuali sudah sangat terpaksa, kita jangan turun tangan-"

Waktu itu terlihat beberapa orang datang dengan barang hidangan yang masih mengepul, untuk disuguhkan kepada orang banyak. Mereka ini nampaknya sudah lapar, kemudian semua makan dengan lahapnya.

Siauw Pek bertiga turut bersantap. untuk tidak mendatangkan kecurigaan, mereka makan dengan bernafsu juga. cu Peng masih terus memperhatikan sianak muda, yang ia sering lirik sedangkan terhadap oey Eng dan Kho Kong perhatiannya kurang.

Siauw Pek mengerti juga, dengan pura-pura menggayam, ia berkata pada oey Eng: "si orang she Nie sangat memperhatikan aku, asal rahasiaku bocor, aku akan segera mengangkat kaki kamu berdua diam saja disini dulu."

Meski ia menggunakan saluran Toan Im cie sut, pemuda ini tidak berani bicara terus. cu Peng tengah mengawasinya.

Disaat itu terdengar tindakan kaki orang, lalu nampak Gouw Sian Kie muncul dengan diikuti seorang toosu, imam, setengah umur, yang mengenakanjubah bersulam patkwa, garis delapan, yang rambutnya disanggul, punggungnya menggembok pedang, tangannya mencek kebutan Dia berjanggut panjang.

Hati Siauw Pek bercekat ketika ia melihat sinar mata imam itu yang tajam sekali. Sinar mata itu menandakan mahirnya lweekang, ilmu tenaga dalam.

Atas tibanya imam itu, cU Peng segera menyambut, agaknya dia tersipu sipu. Dia menyambut sambil membungkuk, jari tangan jempol dan tengah kanannya ditempel satu den lain Dia pun memperkenalkan nama dan jabatannya.

Si imam tak menunjukkan perubahan sikap apa-apa, hingga dari wajah dan geraknya sukar orang menerka isi hatinya. Dengan tawar dia bertanya. "Diwaktu Uh Tongcu hendak menghembuskan napasnya yang terakhir apakah dia telah menunjuk ahli warisnya ?"

"Ya. Ia menunjuk Nyonya Uh," sahut cu Peng.

"Setelah Uh Tongcu terbokong mati, apakah segala galanya diurus oleh Nyonya Uh?" si imam bertanya pula.

"Ya," sahut cu Peng pula setelah dia diam sejenak. "Kami semua bekerja menuruti perintah nyonya." Si imam meperdengarkan suara bagaikan menggumam. Terus ia memandang orang banyak. "Apakah mereka ini semua murid murid cit Seni Hwee?" cu Peng memandang dahulu orang banyak itu.

"Ya," jawabnya, "Sebagian yang kecil adalah sanak tongcu dan nyonya."

Imam itu mengerutkan alisnya. Katanya: "Peraturan partai kami keras sekali, bunyinya pun jelas. Segala rahasia partai, orang luar tak boleh tahu. Pembokong terhadap Uh Tongcu adalah suatu perkara besar, karena itu kenapa sekarang orang luar diijinkan hadir disini ?"

cu Peng agak ragu ragu.

"Soal itu hambamu kurang jelas, semua ini adalah urusan nyonya."

"Hm" si imam memperdengarkan suara dingin, "Nyonya Uh demikian berkeberanian besar dan lancang, aku khawatir dia tak akan lolos dari kesalahan membocorkan rahasia partai..." Ia mengawasi tajam beberapa puluh orang pria dan wanita yang berbelasungkawa itu. Lalu ia bertanya dingin "Nio Hu-hoat, apakah telah lama kau menjabat dicabang wilayah Kanglam ini?"

"Sudah delapan tahun lebih," jawab cu Peng.

"Bagus Kau tentu kenal semua anggota cabang sini, bukan?" "Kebanyakan kenal."

"Bagus Kau periksa disana Siapa bukan anggota, kau pisahkan"

cu Peng terdiam. Dia merasa sulit. Pikirnya: "Kecuali anggtota, semua mereka itu sanak keluarga Nyonya Uh, kalau aku pisahkan mereka, mungkin nyonya gusar..." Si imam melihat orang ragu ragu, ia menerka apa yang dipikirkannya.

"Tahukah kau siapa punco ?" dia tanya.

"Aturan partai kami melarang bawahan menanyakan atasan, kalau siatasan tidak memberitahukan, sibawahan tidak berani banyak bicara." (atasan ialah siangco, dan bawahan hee siok. siatasan menyebut dirinya sendiri : punco)

"Aku adalah Heng seng Tongcu clo Tiat Eng dari pusat," si imam perkenalkan dirinya. "Jadi dialah ketua penegak hukum (heng seng)"

Hati ciu Peng goncang.

"Maaf hee siok tak tahu," katanya.

"Hwee cu mengutusku kemari dengan kekuasaan penuh, untuk mengadakan penyelidikan dalam hal ini aku dapat menjalankan hukuman tanpa setahu hweecu lagi" si imam memberi tahukan kemudian (Hweecu ialah ketua partai).

cu Peng mengangguk.

"Selain punco sendiri, punco datang bersama dua toahu hoat," si imam meberitahukan lagi. Toahu hoat ialah atasan pelindung hukum.

"Kalau begitu, hee siok menemuinya," kata cu Peng.

"Tak usah. Sekarang coba pisahkan orang-orang bukan anggota kita " cu Peng menjawab

"Ya" terus dia bertindak. Paling dulu dia mendekati Siauw Pek "Kau sanak nyonya, bukan?" tanyanya dingin-

"Benar," sahut sianak muda terpaksa, walaupun ia curiga. "Ada titah apakah hu hoat?"

"Sanaknya nyonya, walaupun aku belum lihat semua, umumnya aku kenal, tetapi kau, tuan aku belum kenal denganmu" katanya pula.

" Karena penghidupanku, aku biasa merantau," siauw Pek mendusta. "Aku jarang menemui orang orang cabang."

"Apakah hubunganmu dengan nyonya?" cu Peng tanya pula. "Nyonya Uh adalah kakak sepupuku." siauw Pek berpikir cepat. ia tak mau menyebutkan sanak terlalu jauh supaya tidak dicurigai.

Mendengar itu, cuPeng berkata cepat, dengan perlahan sekali: "imam itu penegak hukum kami, kalau sebentar dia menanyakan kau, hati-hatilah menjawabnya. Mari ikut aku " lantas dia memutar tubuh dan berjalan-

Siauw Pek mengikuti. ia heran juga atas sikap pelindung hukum ini.

cic Tiat Eng menatap tajam pada si anak muda, dia seperti hendak menembusi hati orang. Siauw Pek bersikap tenang sekali.

"Nic Hu hoat, apakah jabatannya orang ini?" "Dia sanak keluarga Nyonya Uh."

"Apakah kau kenal dia?"

"Pernah ketemu, tapi tidak kenal baik."

cu Peng tahu siimam telengas, tanpa terasa dia melindungi Siauw Pek. Tiat Eng menatap pula si anak muda. "Apakah kau mengerti silat?"

" Nyonya Uh menjadi kakakmu, kenapa dia tidak ajak kau masuk menjadi anggota?"

"Hal itu pernah aku bicarakan dengan kakakku, soalnya ialah waktunya belum tiba. Kakak belum dapat mengajakku."

" Kenapa waktunya belum tiba?"

"Kata kakak, aturan partai sangat keras, dia kuatir kalau aku menjadi anggota, aku nanti banyak lagak apa bila sampai terjadi sesuatu meski dialah kakakku, tak dapat dia melindungi aku, katanya aku perlu menati satu atau dua tahun lagi, sesudah aku bertambah usia."

"Kalau begitu, Nyonya Uh berhati-hati..."

" Diantara saudara saudari, biasa orang saling memperhatikan-" Tiat Eng menoleh pada Tju Peng.

"Nio Hu-hoat, benarkah kata-kata dia ini?" "Itu.... itu... sahut si Hu hoat ragu ragu.

"Itu, itu apa?" tegaskan si imam, suaranya dingin "Benar atau tidak katanya ini ?"

"Benar," sahut bawahan itu terpaksa.

Tiba-tiba si imam tertawa dan tangannya menepuk lengan si anak muda.

"Terlalu kakakmu itu " katanya. "kau toh berbakat baik Kalau nanti punco kembali ke pusat, akan punco perkenalkan kau kepada ketua kami "^

"Terima kasih" kata Siauw Pek cepat.

Habis tertawa, mendadak si imam memperlihatkan wajah keren. "Nio Hu hoat," tanya dia, "disaat Uh Tong cu terbunuh, apakah

kau berada bersama.?"

"Malam itu hee slok tak pernah meninggalkan kamar." "Bagaimana dengan Nyonya Uh?" tanya pula si imam, hanya kali

ini hampir berbisik.

"Nyonyapun berada bersama."

"Didalam cabang kita disini banyak anggotanya yang pandai, kenapa orang membokong Tongcu tetapi tidak ada yang tahu ?"

"Setahuku, malam itu tidak ada orang yang menyelundup masuk. Yang dikuatirkan jalan ada yang menyelit masuk sejak siangnya..."

"Eh, bagaimana kau dapat menerka demikian"

cu Peng terkejut, hingga ia merasai punggungnya dingin "Hee siok cuma menduga saja."

Ketika itu terdengar suara tambur tiga kali, seorang muda berlari keluar. "cio toaya diundang masuk untuk menghadiri upacara" katanya.

"Aku tahu " si imam berkata sambil mengulapkan tangan, terus dia menatap cu Peng, "Nio Hu-hoat, siapakah diantara orang-orang ini yang harus turut menghadiri upacara ?" dia tanya.

"Inilah hee siok akan atur," sahut cu Peng, yang terus memilih dua belas orang. Tapi ia tidak memilih Siauw Pek.

" Kenapa dia tidak dipilih?" tanya Tiat Eng sambil menunjuk si anak muda.

"Baik, siangeo," kata bawahan itu. ia mengajak sianak muda, sambil menarik tangannya.

oey Eng maju dua tindak. ia berkata peralahan kepada si orang she Nio: "Aku bersyukur aku diterima datang disini, karena itu sudah seharusnya jikalau aku turut masuk untuk menghunjuk hormatku."

cu Peng mengerutkan alis, ia hendak membuka mulut tetapi batal. ia kuatir nanti ditegur si imam. Terpaksa ia mengulapkan tangan, mencegah. oey Eng melihat lagak orang, ia dapat menduga sebabnya, tetapi ia berpura tidak melihat cegahan itu, ia berjalan terus mengikuti ketuanya.

Melihat kedua saudara itu berjalan masuk. Kho Khong menyusul, tanpa minta ijin lagi dari cu Peng. Dan si hu hoat, yang telah terlanjur, membiarkan saja. Dia tetap berpura tak melihat. Akan tetapi, didalam hatinya, dia curiga. Seingatnya, belum pernah ia bertemu dengan oey Eng dan Kho Kong. Bahkan dia merasa asing sekali.

"Ah, mesti aku berdaya mengetahui siapa mareka " pikir dia akhirnya.

Sementara itu didalam rombongan, oey Eng dan Kho Kong tampak seperti orang biasa saja, mereka tidak menimbulkan kecurigaan. Tidak demikian dengan Siauw Pek, yang mirip seorang pemuda sastrawan Segera orang berada didalam sebuah halaman besar, setelah mendaki tujuh undak tangga batu, mereka mulai memasuki tangga halaman yang kedua. Dan segera hidung mereka diserbu bau yang harum halus dari kayu cendana.

siauw Pek mengangkat kepala. Ia melihat dua buah peti mati yang dilatar belakangi tirai putih ditaruh didepan sebuah ruang a, karangan bunga teratur rapi, dan empat pasang liling putih menerangi ruang itu. Kedua peti ditaruh berjajar. Dua nona berbaju putih berdiri dikiri dan kanan pintu.

cio Tiat Eng berjalan dimuka bagaikan mengepalai rombongan, selagi dia hendak memasuki ruang, tiba-tiba dia mendengar bunyinya tetabuhan dengan irama sedih, yang disusul dengan munculnya dua rombongan orang dari kedua sisi ruang besar, semua menuju kedalam ruang besar itu.

Diam-diam Siauw Pek memasang mata. Di sebelah kiri, orang yang berjalan dimuka rombongan ada seorang tua berusia lebih kurang lima puluh tahun, bajunya biru, lengannya terlibat sepotong kain putih. Dia mempunyai janggut yang panjang. orang yang kedua berumur kira kira tiga puluh tahun, matanya besar, mukanya persegi, dan wajahnya muram.

Yang ketiga ialah seorang nyonya muda, wajahnya tak terlihat sebab dia menutupi mukanya dengan saputangan yang terang ialah dia sangat berduka.

"Mungkin dialah nyonya Uh...." pikir Siauw Pek. Dibelakang sinyonya ada enam atau tujuh orang dengan pakaian berlainan.

Disebelah kanan, rombongan dipimpin oleh seorang tua dengan baju panjang kuning muda," mukanya panjang bagaikan "muka kuda", sinar matanya tajam seperti " kilat berkelebat" sedangkan kedua belah tangannya panjang luar biasa, hampir sampai kelututnya. Dia diiringi oleh dua orang kacung berpakaian hijau, yang satu membawa pedang, yang lain tongkat. Dua dua mereka itu tampan Dibelakang mereka ada seorang nona cantik dengan baju biru muda. Dengan begitu maka mereka semua merupakan tiga rombongan, yang sama-sama menghampiri ruang besar itu. Setibanya didepan ruang, tetabuhan berhenti dengan tiba tiba. Dua orang nona dengan baju putih lantas memutar tubuh, berlari kedalam ruang, untuk mengambil tiga tabung bunga putih buat dibagikan kepada para pemimpin dari ketiga rombongan itu, kemudian bertiga mereka ini maju kedepan, guna memberi hormat. Habis menjura, ketiganya dengan cepat berdiri tegak.

Si orang bertubuh besar dan bermuka panjang mirip kuda itu melemparkan bunganya, sesudah itu ia menghadapi si orang tua berjanggut panjang danputih disebelah kiri, sambil mengangguk memberi hormat ia berkata: "Tak beruntung partai kami telah mengalami bencana ini, hingga membuat kedua pocu banyak kesal dan pusing. Untuk kebaikan pocu itu kami sangat bersyukur dan berterima kasih".

"Berat kata katamu ini saudara siang", berkata si orang tua berjanggut panjang sambil tersenyum, "justru akulah yang harus berterima kasih sebab saudara sekalian memandang tinggi kepadaku, karena mana senang aku meminjamkan ruangku ini untuk upacara perkabungan Tak berani aku menerima kata kata banyak kesal dan pusing itu".

---ooo0dw0ooo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar