Pasangan Naga dan Burung Hong Jilid 13

Jilid XIII

IA LANTAS meramkan mata, tak mengacuhkan Khik Sia lagi. Meskipun Khik Sia tak punya kesan baik terhadap nona itu, namun tak tega juga hatinya untuk meninggalkannya seorang diri didalam hutan dalam keadaan seperti saat itu. Diam-diam ia menghela napas, pikirnya: "Perangai anak perempuan itu memang sukar diraba. Jika menyalahi tentu runyam. Untung kerunyaman itu hanya untuk satu malam saja. Besok pagi2 kita sudah akan berpisah. Kelak belum tentu kita akan berjumpa lagi. Bencilah sepuas-puasmu biarlah!"

Karena kuatir kalau ada binatang buas datang, bukan saja Khik Sia tak menyingkir, malah iapun tak dapat tidur, ia tak mau dekat, tapi pun tak terpisah jauh dari nona itu. Ia mondar mandir dibawah pohon menjadi penjaga malamnya Su Tiau- ing. Berulang kali ia berpaling mengawasi nona itu.

Beberapa saat kemudian rembulan semakin tinggi, bintang2 bergemerlapan dan malampun makin dingin, Su Tiau-ingpun rupanya sudah tidur pulas. Khik Sia berindap-indap menghampirinya. Lapat-lapat ia mendengar suara napas nona itu, bagaikan sekuntum bunga teratai yang tidur dibawah sinar rembulan, menyebarkan hawa nan harum. Serangkum angin berembus, tubuh sinona agak gemetar. Hati Khik Sia pun terkesiap, pikirnya: "Dalam angin malam yang dingin, ia hanya memakai pakaian tipis, apakah tidak masuk angin nanti." Tanpa terasa ia meloloskan bajunya lalu ditutupkan ketubuh nona itu.

Su Siau-ing agak menggeliat, buru2 Khik Sia menyingkir. Tiba-tiba terdengar suara ketawa yang halus tapi cukup jelas dalam telinga Khik Sia. Berbareng itu, tanpa ada angin sebuah biji siong jatuh mengenai jidatnya. Kejut Khik Sia bukan kepalang. Cepat ia melolos pokiamnya dan gunakan ginkangnya it-ho-liong-thian (burung bangau menerobos langit), ia loncat keatas pohon dan menusuknya.

Memang ternyata diatas pohon itu bersembunyi seseorang. Hanya saja ketika Khik Sia menusuk, orang itu sudah menyelinap loncat kelain pohon. Gerakannya luar biasa tangkasnya, Khik Sia hanya melihat sesosok bayangan saja, tapi siapa orangnya ia tak tahu sama sekali. Kejutnya makin menjadi-jadi. Pikirnya: "Ginkangnya jauh lebih hebat dari aku. Jika orang itu suruhan engkohnya, sukarlah untuk menghadapinya."

Setelah mengejar sampai tiga batang pohon, barulah orang itu melayang turun kebumi dan melambaikan tangannya kepada Khik Sia. Serunya sambil tertawa: "Turunlah, kita  boleh omong2 disini."

Khik Sia terkesiap, keluhnya dalam hati: "Ah, tolol benar aku ini. Seharusnya siang-siang aku ingat kepada suheng. Selain ia siapa orangnya lagi yang memiliki ginkang sedemikian hebatnya itu!"

Kiranya orang yang muncul itu bukan lain adalah suheng dari Khik Sia sendiri, yakni, Gong-gong Ji. Walaupun sudah mengerti, namun pada saat itu Khik Sia tak enak hatinya. Mengapa suhengnya membawa ia jauh dari tempat Su Tiau- ing, seolah-olah takut pembicaraannya nanti didengar nona itu? "Apa yang akan dikatakannya tak mau didengar orang lain?" pikirnya.

Sudah beberapa tahun lamanya Khik Sia tak berjumpa dengan suhengnya itu. Sejak ayah bundanya meninggal kecuali Thiat Mo Lek hanya dengan suhengnya itulah ia paling baik hubungannya. Sudah tentu pertemuan yang tak terduga itu, ia merasa girang dan terkejut. Walaupun mempunyai perasaan tidak enak hati, namun ia tak mau mengurangkan kegirangannya itu.

"Suheng mengapa tiba-tiba kau kemari?" serunya dengan girang.

"Apalagi kalau bukan karena hendak menengok kalian. Sute, peruntunganmu sungguh besar!" Gong-gong-ji tertawa.

Selebar muka Khik Sia merah padam. Baru ia hendak membantah. Gong-gong-ji segera berkata dengan nada tegas: "Memang paras cantik itu mudah memikat hati. Dalam hal ini tak dapat mempersalahkan kau. Hanya saja di kolong dunia  itu banyak sekali gadis-gadis cantik-molek, tetapi mengapa pilihanmu jatuh kepada nona itu? Sute, dengarlah nasehatku, lebih baik jangan berhubungan dengan nona itu?"

Khik Sia gelagapan dan goyang-goyangkan tangannya, tapi mulutnya sukar untuk mencari permulaan pembelaannya. Akhirnya ia hanya berteriak seperti orang kepedasan: "Tidak tidak! Suheng, kau salah faham!"

Gong-gong-ji gelengkan kepala: "Ketika Ceng Ceng Ji mengatakan, bermula memang aku tak percaya. Tapi aku telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Apakah aku tak mempercayai mata kusendiri!"

Khik Sia kaget dan berseru: "Ceng Ceng Ji berbuat apa dihadapanmu?"

Seketika wajah Gong-gong Ji tampak kurang senang katanya: "Ceng Ceng Ji tinggalkan perguruan dan galang- gulung dengan kaum penjahat, memang tidak senonoh perbuatannya itu. Tetapi bagaimanapun dia adalah suhengmu mengapa kau tidak mengindahkan lagi padanya? Sampai panggilan 'ji-suheng' saja kau sudah tak sudi menyebutkannya? Dan begitu bertanya kau lantas menuduh ia membual?"

"Ceng Ceng Ji mau membunuh aku! Mengapa aku harus mengakuinya sebagai suheng lagi?" bantah Khik Sia,

"Dia mau membunuhmu? Oh, kumengertilah. Tentulah karena kau tak mau medengar nasehatnya maka ia lantas menggertakmu."

Dada Khik Sia seperti meledak karena marahnya, serunya: "Suheng tahukah kau tentang perbuatannya belakangan ini? Apa yang dikatakan padamu?"

"Karena mendengar bahwa ia berada dengan Su Tiau-ing, maka baru aku datang menyelidiki. Ia sudah berjumpa padaku, tetapi ia mengatakan, ia berbuat begitu kerena terpaksa untuk kepentingan dirimu."

Geli2 jengkel Khik Sia dibuatnya, segera! katanya: "Mengapa karena diriku?"

"Karena ia tahu kalau kau kena terpikat oleh nona siluman itu, setelah berulang kali gagal menasehati kau, barulah ia terpaksa menerima undangan Su Tiau-ing. Maksudnya tak lain karena hendak mengawasi kau saja, agar jangan sampai melakukan perbuatan yang tak senonoh. Siapa tahu ternyata kau benar2 melakukan hal itu. Kabarnya nona Su telah melarikan diri dengan kau, dicegah engkohnya tapi malah engkohnya itu ditusuk sampai terluka. Benarkah itu?"

"Segala obrolan Ceng Ceng Ji itu bohong belaka, Suheng mengapa kau percaya padanya?" bantah Khik Sia.

Gong-gong Ji kerutkan alisnya: "Jadi kau katakan dia membohong? Tapi diam-diam aku telah menyelundup kekamar Su Tiau-gi dan melihat dia memang betul-betul terluka!"

"Benar, memang Su Tiau-gi dilukai adiknya itu, tapi sekali- kali bukan karena hendak melarikan diri dengan aku, Suheng, sayang siang-siang kau tak datang. Kalau tidak, tentu kau menyaksikan bagaimana aku bertempur dengan Ceng Ceng Ji."

Kata Gong gong ji: "Tidak melarikan diri? Mengapa kalian berdua bisa berada di sini pada malam begini? Hm, sebenarnya kau ini seorang anak baik, tapi karena seorang nona siluman kau lantas berobah begini jelek. Kau tak mau mendengar nasihat ji-suhengmu itulah sudah tapi mengapa kau berkelahi padanya."

"Suheng. maukah kau juga mendengarkan keteranganku?" saking bingungnya Khik Sia berteriak keras,

"Baik, bilanglah. Sejak kecil kau belum pernah berbohong kepadaku. Kini kau sudah dewasa, kuharap kau tetap seperti masa kecilmu itu", kata Gong gong-ji yang dengan kata2 itu se-olah2 ia sudah tak begitu menaruh kepercayaan pada Khik Sia lagi.

Tak enak sekali hati Khik Sia. Tapi teringat bagaimana pada saat itu ia berdua dengan seorang nona dan pada saat ia menutupkan bajunya ketubuh sinona, suhengnya itu kebenaran sekali telah melihatnya. Kalau Gong-gong-ji menganggapnya berbuat serong itulah mudah dimengerti.

"Apakah aku atau Ceng-ceng-ji yang bohong silahkan nanti suheng menilainya. Dan asal suheng suka menyelidiki, tentu tak sukar untuk mendapat jawaban. Karena urusan Ciu  pangcu maka beberapa hari yang lalu partai itu mengadakan rapat besar. Entah apakah suheng sudah mendengar tentang hal itu," kata Khik Sia

"Ditengah perjalanan, banyak aku terjumpa dengan kaum pengemis, tentang rapat besar kaum kay-pang sudah lama kudengarnya, tapi aku tak berminat mengurusi mereka, tentang peristiwa apa yang menimpa Ciu pangcu mereka. apa hubungannya denganmu?"

”Dengan mengandalkan pengaruh keluarga Su kakak beradik Uh-bun Jui melakukan pengkhinatan terhadap partainya. Ceng ceng-ji menulang-punggung Uh-bun Jui, kala itu mereka telah melakukan sandiwara yang bagus. Pada saat itu kebetulan aku juga hadir, Aku tak setuju akan tindakan Ceng-ceng-ji sehingga unjuk turun tangan membantu pihak Wi locianpwe."

Demikian khik Sia segera menuturkan semua kejadian, mulai dari peristiwa di Kay pang. kemudian sampai ia ditawan oleh Ceng-ceng ji dengan obat bius, bagaimana Su tiau ing bentrok dengan Su Tiau-gi lalu lolos dari kepungan.

Akhirnya ia berkata: "Bukankah Ceng-ceng ji mengatakan pada Suheng bahwa ia terpaksa mau menerima undangan Su Tiau-gi karena hendak mata2i perbuatanku dengan nona Su?"

”Pada waktu Kay pang rapat besar, aku sama sekali tak kenal dengan Su Tiau-ing. Tapi Ceng-ceng ji pada waktu itu sudah membantu pada Su Tiau ing kakak beradik. Peristiwa dalam rapat Kay pang pada saat itu, disaksikan oleh ribuan anggautanya. Apakah aku yang bohong atau Ceng-ceng-ji yang dusta, mungkin sudah diketahui."

"Jadi kalau menurut keteranganmu, dalam rapat itu anak murid Kay pang belum mengetahui bahwa Ciu-pangcu mereka ditawan oleh kakak beradik Su?" kata Gong gong ji

"Benar mungkin begitulah, maka Ceng-ceng ji baru berani berbohong padamu. Tetapi pada kala itu selain bergempur dengan Ceng ceng-ji akupun berkelahi juga dengan nona Su itu, jika siang2 aku sudah ada hubungan baik dengan nona  itu, mengapa aku merusakkan rencananya ?" bantah Khik Sa.

Kini mulailah Gong-gong-ji tergerak kepercayaannya. "Ai, tak kira kalau Ceng-ceng-ji sedemikian kurang ajarnya. Jika siang2 kutahu, tentu sudah kutangkap dan kuhukum dia suruh menghadap tembok sampai tiga tahun," akhirnya meluncurlah pengakuan Gong gong-ji.

"Apakah dia sudah melarikan diri?" tanya Khik Sia. "Sebenarnya kuajak ia datang kemari untuk mencari kau.

Tapi ia menolak dengan alasan tak enak meninggalkan Su Tiau-gi yang sedang terluka, karena ia sudah menerima penghormatan besar dari Su Tiau-gi itu, Nanti setelah Su Tiau- gi sembuh barulah ia dapat pergi. Sekalipun begitu, karena ia telah merasa berdusta padaku takut kalau ku tangkap maka ia tentu sudah meloloskan diri," menerangkan Gong-gong-ji,

Sebenarnya Gong-gong-ji itu masih ada setitik kecurigaan terhadap Khik Sia. Ia percaya bahwa Ceng-ceng-ji yang berbohong, tapi ia tetap belum percaya penuh kalau Khik Sia sama sekali tak ada hubungan apa2 dengan Su Tiau ing. Pikirnya : "Kau berar pernah bertempur dengan dia (Su Tiau- ing) dalam rapat Kaypang, tapi itu bukan suatu jaminan bahwa selanjutnya kau tak kena terpikat olehnya. Jika kau tak sayang padanya, mengapa kau begitu tekun menjadi penjaga malam dan menutupi tubuhnya dengan bajumu ?"

Maka katanya kemudian. "Kau tak terjerumus ke jalan sesat, itulah baik sekali. Bagaimana pun halnya dara she Su  itu jangan rapat2 didekat. Lebih baik kau lekas menyingkir dari dia makin jauh makin baik ."

Khik Sia merasa agak jengkel tapipun agak geli juga. Pikirnya: "Nona itu kan bukan seekor ular berbisa, asal aku tak dekat toh sudah cukup. Mengapa harus begitu ditakuti?"

Namun sekalipun hatinya membatin, tapi Khik Sia tak mau adu bicara dengan suhengnya lagi, Katanya.

"Harap suheng jangan kuatir. Besok pagi aku tentu berpisah dengan dia. Aku pun tak mau memperdulikan urusannya lagi." Gong-gong-ji, mengangguk, tetapi ia bertanya pula: "Kau hendak pergi kemana nanti?"

"Lebih dulu aku hendak kembali melapor pada Kay-pang. setelah itu baru menuju ke Tiang an," kata Khik Sia.

Khik Sia mengiakan, "Benar yang melepaskan api ialah anak buah dari nona Su itu, Api berkobar besar sekali, apakah ditengah jalan kau tak melihat cahayanya?"

"Ketika tiba, api baru mulai merangsang. Cahaya api sudah tentu kulihatnya, tapi huh, tapi sedikit aneh." kata Gong gong ji.

"Apa yang aneh?" tanya Khik Sia.

Kata Gong-gong-ji "Ciu pangcu, Ma tianglo, Uh bun Jui dan lain2 orang Kay pang, aku kenal semua, Tapi......" Sampai disitu Gong gong ji hentikan kata2nya.

Baru Khik Sia hendak menanyakan mengapa suhengnya itu mendadak berhenti bicara, disitu ia mendongak, dilihatnya Su tiau ing tengah berjalan menghampiri mereka.

Dingin2 nona itu menegurnya: "Gong-gong ji, bilakah kau datang? Mengapa tak memberi tahu padaku? Apa yang kalian suheng dan sute berdua omongkan secara bersembunyi dibelakangku itu? Bolehkah aku mendengarnya?"

Pikir Khik sia bahwa suhengnya tentu akan marah, ternyata meleset. Dengan ramahnya Gong-gong ji menyahut, "Jangan curiga nona Su, Karena kau tidur, maka aku tak berani mengganggumu, kami sudah beberapa tahun tak berjumpa dengan suteku ini, maka kami saling menuturkan pengalaman masing2, sekali2 tidak ngrasani kau dibelakangmu."

Dengan tawar Su tiau ing berkata : "Benarkah? tapi Gong- gong ji, aku tidak terlalu percaya padamu. Khik sia, Bukankah suhengmu mengatakan sesuatu tentang diriku?" Khik sia tidak bisa berbohong, tapi karena Su tiau-ing bertanya begitu, ia pun tak mau menjawabnya. Pikirnya "Suheng mengatakan kau ini seorang wanita siluman, tapi tak mau memberitahukan padamu."

Maka sahutnya: "Kau sudah tahu dia adalah suhengku, sudah tentu kami suheng dan sute banyak sekali yang dibicarakan. Tentang apa yang kita bicarakan itu bukan urusanmu."

"Baiklah. rupanya kamu berdua suheng dan sute sudah saling bersepakat. Aku orang luar tidak boleh turut campur. Tapi Gong-gong ji akan ada seseorang yang hendak mengurus dirimu. Dan orang itu segera akan tiba kemari. Memang kebetulan sekali kita berjumpa disini, jangan kau ngacir dulu lho.." demikian Su tiau-ing menyerocos.

"Nona su,jangan membikin susah payah padaku. Aku masih ada lain urusan. ai.. benar2 ada urusan. Maaf aku terpaksa harus pergi."

Habis berkata, Gong-gong Ji pun segera melesat pergi, tanpa meninggalkan sepatah katapun pada Khik sia. Pada lain kejap ia sudah lenyap dari pemandangan.

Su tiau-ing cibirkan bibirnya dan ketawa riang.

Muncul dan perginya Gong-gong ji itu sungguh diluar dugaan Khik sia. Tapi cara ia pergi secara begitu mendadak. Lebih menherankan Khik sia dari pada ketika muncul tadi. Gong-gong ji itu seorang manusia yang tak takut segala apa. Seumur hidupnya kecuali terhadap suhu dan subonya, ia tak pernah tunduk kepada siapaun juga. Pada waktu dahulu karena peristiwa dari Ceng-ceng ji ia pernah bertempur dengan Hon kay Wi wat, itu tokoh dari Kay pang. Padahal Wi wat itu termasuk angkatan sebaya dengan suhunya. Tapi heran, manusia tak punya takut itu kini ternyata lari terbirit- birit oleh beberapa patah kata Su tiau ing. Sungguh mengherankan sekali. Dengan penuh tanda tanya, diam2 Khik sia menimang dalam hati,

"Siapakah yang dikatakan su Tiau ing? Pada masa ini tokoh2 yang dapat mengalahkan suheng hanya dapat dihitung dengan jari saja. Selain Bok Jong-long dari pulau hu-siang-to dilaut Tang hay yang begitu jauhnya, mungkin hanya Kim Lun Hwat ong yang dapat menundukkan suheng. Lain2nya seperti Wi wat, Mo Keng lojin dan Biau Hui sinni dll, paling banyak hanya berimbang dengan dia. Sedang terhadap Kim Lun hwat oang, suheng tak takut, masakah orang yang disebut Su tiau- ing itu jauh lebih sakti dari Kim Lun Hwat ong itu?"

Su tiau ing tertawa, "Suhengmu sudah lari jauh., Kukira ia tentu tak berani datang lagi. Mengapa kau masih mengawasi terlongong2 saja? Bahwa tadi aku telah mengganggu pembicaraan kalian berdua suheng dan sute sungguh aku merasa menyesal. Ha, aku sendiripun tak menyangka sama sekali bahwa Biau chiu Gong gong ji begitu berjumpa padaku lantas lari ter-birit2 begitu rupa."

Khik Sia tak dapat tiada berpikir. "Sudah lama sekali suhengku termashur namanya, maka pambeknyapun tinggi. Ia muncul pergi tanpa terduga. Terhadap kaum rendahan, bagaimana ia mau meladeni? Nona Su ini masih muda umurnya pun puteri dari Su Su bing yang di benci oleh suheng, Tapi mengapa ia kenal pada suheng."

Dan keheranan hatinya itu segera disalurkan dalam sebuah pertanyaan: "Nona Su. bilakah kau kenal pada suhengku itu? Mengapa suheng tak pernah mengatakan padaku?"

"Amboi, belum pernah mengatakan?" Sahut Su tiau-ing.. "Bukankah tadi dibelakaagku ia mengomongkan tentang diriku?"

Tergerak hati Khik Sia. Teringat tadi sikap suhengnya kala menasehatinya supaya jangan bergaul rapat dengan Su Tiau ing ditilik nada2nya, agaknya Gong-gong-ji itu memang sudah kenal dengan nona itu. Hanya saja mengapa ia begitu ketakutan terhadap nona itu?"

Kata Su Tiau-ing pula: "Aku tak peduli apa yang kalian berdua bicarakan tadi. Kaupun tak usah menghiraukan bagaimana aku kenal padanya, pokoknya kau takut pada suhengmu, tetapi aku tak takut sama sekali kepadanya."

Sejak dulu Khik Sia selalu memperindahkan kepada suhengnya. Mendengar kata2 Su Tiau-ing begitu, ia tak enak hatinya.

"Bagus, memang sebenarnya kita bukan sekaum maka tak perlu menghiraukan urusan masing2. Aku cukup akan bertanya padamu, apakah sekarang kau sudah sembuh sama sekali? Dapatkah kau berjalan seperti biasa lagi?"

Su Tiau-ing kerutkan alis dan menyahut: "Ya, terima kasih atas pertolonganmu tadi. Aku sudah sembuh."

Kala itu rembulan sudah remang diufuk barat. Fajar segera akan menerangi bumi. Kata Khik Sia: "Baik. sekarang kita akan berpisah." Ia terus ayunkan langkah pergi.

"Hm!, mau ke mana kau? apakah bukan hendak melapor pada kaum Kay pang." tiba2 Su Tiau-ing meneriakinya.

"Hm, bukankah telah kita katakan. kita tak boleh mengurus urusan masing2? Aku hendak pergi kemana, perlu apa kau ingin tahu?" sahut Khik sia yang tanpa berpaling kepala lagi terus melangkah maju.

Dari belakang kedengaran Su Tiau-ing tertawa: "Sebenarnya aku malas untuk bertanya urusanmu itu. Aku hanya kuatirkan apalagi orang Kay-pang bertanya tentang diri Ciu pangcu. bagaimana jawabanmu?"

Dari ucapan Su Tiau-ing yang mencurigakan ini, teringatlah Khik Sia akan sesuatu, tadi ketika ia menceritakan kepada suhengnya bahwa Ciu pangcu sudah lolos, sikap suhengnya agak aneh, malah mengatakan aneh juga. Sayang suhengnya belum sempat menerangkan hal itu karena keburu Su tiau-ing datang.

Bahwa sekarang Su Tiau ing mengungkit lagi hal itu, kecurigaan Khik sia makin besar, tanpa terasa ia hentikan langkah dan berpaling bertanya: "Nona Su, bagaimana? Bukankah tadi kau mengatakan Ciu pangcu sudah lolos?"

"Tentang hal itu? Boleh dikatakan ya, boleh dikatakan tidak," sahut Su Tiau-ing dengan nada yang tawar!

"Ya bilang ya, tidak bilang tidak, mengapa tak tegas  begitu? Permainan apa yang kau lakukan ini, ha?" tegur Khik Sia yang sudah mulai sengit.

"Tempat tahanan Cia pangcu sudah musnah terbakar api, Engkohku tak mengetahui dimana Ciu pangcu itu sekarang berada. Dengan begitu ia tak dapat mencelakainya lagi." kata Su Tiau ing

"Bukankah hal itu berarti ia sudah lolos?"

"Benar," jawab Su Tiau-ing sambil tertawa "Memang aku tak usah menguatirkan keselamatan jiwanya lagi. Tapi ia masih berada dalam cengkeramannya. Bahaya sih sudah  tidak, namun lolos, tetap belum. Maka untuk pertanyaanmu tentang lolosnya atau tidak aku hanya dapat menjawab secara dualistis (dua2nya). Jadi sekali lagi kuulangi, boleh dikata ya boleh dikata tidak."

"Bukankah kau sudah mengatakan kalau sudah melepaskannya? Jadi kalau begitu kau hendak menipu aku!" teriak Khik Sia dengan marahnya.

Tapi dingin2 saja Su Tiau ing menjawab : "Pikirlah yang terang sedikit. Bilakah kuberkata aku sudah melepaskannya? Akukan hanya mengatakan padamu tentang kusuruh budakku melepaskan api? Menuduh aku sudah melepaskan dia itulah anggapanmu sendiri." Khik Sia ingat2 kembali dan benar juga ia tak mendengar kalau Su Tiau ing itu mengatakan sudah melepas Ciu pangcu. Kejut Khik Sia bukan kepalang. Buru2 ia bertanya: "Bagaimana kejadian ini yang sebenarnya? tapi aku ingat, kau mengatakan kalau tak membakar Ciu pangcu."

"Memang tidak membinasakannya, dan mengapa aku harus membinasakan? Membiarkan ia hidup, gunanya jauh lebih besar, dengarlah aku hanya memindahkan tempat tahanannya saja kelain tempat, tempat itu kecuali aku dan dan dua orang budak kepercayaanku, siapapun tak tahu."

Khik Sia menghela napas, serunya: "Oh, kiranya begitu, tapi meskipun ia tak berbahaya, mengapa masih ditahan lagi? Untuk itu aku tetap kuatir Kay-pang mempunyai hubungan dengan aku, harap kau suka memberitahukan tempat tahanannya dan tolong berikan obat penyembuh untuknya agar segera dapat menolongnya."

Su Tiau-ing tertawa dingin. "Bukankah kau sudah mengatakan kalau kita masing2 tak usah saling minta pertolongan? sejak saat ini kau ketimur aku kebarat, kau tak perdulikan aku, aku juga tak menghiraukan kau?!"

Khik Sia terlongong2, serunya "Ini....ini. janganlah kau begitu keliwat sekali."

"Kay pang mempunyai hubungan denganmu, tapi tak punya hubungan apa-apa dengan aku. Karena kau menganggap diriku orang asing, mengapa sekarang kau hendak minta pertolonganku supaya bebaskan Ciu pangcu? Bukankah ini juga keliwatan sekali?" dengan lidahnya yang tajam. Tiau-ing dapat membalas serangan Khik Sia.

Debatan ini membuat Khik Sia tersipu2 merah mukanya sampai sekian lama ia tak dapat bicara.

"Sudahlah, bicaraku sudah habis, Bukankah kau hendak pergi? mengapa tak jadi?" Su Tiau-ing menertawakannya. Khik Sia seperti patung. Ia tak dapat berkutik sama sekali. "Baik, demi memandang dirimu, jika mau menjenguk Ciu

pangcu. mari ikut aku ke Tiang an." kembali Su Tiau ing berkata dengan tenang.

Khik Sia terkesiap, serunya: "Menemui Ciu pangcu ke Tiang an?"

"Benar telah kupesan kepada budak kepercayaanku, kalau terjadi sesuatu perubahan harus lekas2 bawa Ciu pangcu ke Tiang-an," sahut nona Su. Teringat bahwa hari pembukaan dari Eng hiong-tay-hwe di Tiang-an itu sudah dekat, karena toh ia juga memang hendak ke sana. akhirnya ia menerima tawaran nona itu.

Demikian mereka berdua lalu menuju Tiang-an. Belum lama berjalan, tiba2 dari sebelah muka tampak ada dua ekor kuda mengcongklang datang. Ketika dekat, ternyata penunggang kuda itu seorang laki2 dan seorang wanita, Khik Sia terkesiap kaget. Kiranya kedua penunggang kuda itu bukan lain adalah Tok-ko U dan Tok ko Ing.

Memandang dengan terlongong kearah kedua pemuda itu. hati Khik Sia serasa seperti diinjak2 oleh kuda mereka. Namun ia tak dapat menahan keheranannya juga : "Ai. nona Yak bwe? Mengapa ia tak kelihatan bersama kedua kakak beradik itu?"

Timbulnya pikiran semacam itu pada Khik Sia karena ia menuduh Yak bwe itu sudah jatuh hati pada Tok-ko U. Kalau begitu tentulah kemana2 selalu ikut. Siapa tahu karena Yak Bwe lenyap, maka kedua kakak beradik itu menjadi sibuk tak karuan. Kepergian mereka kali ini tujuannya hanyalah hendak mencari jejak Yak-bwe.

Kepergian Yak bwe malam itu. meskipun telah meninggalkan surat, tapi suratnya itu tidak jelas maksudnya, hanya samar2 Yak-bwe hanya menulis urusan ini kelak tentu jelas sendiri, sekarang masih sukar untuk memberitahukan. Kata2 dalam surat Yak Bwe itu. makin manambah kebingungan hati kedua kakak adik tersebut. Sebagaimana diketahui Tok ko ing tetap belum tahu bahwa Yak-bwe itu sebenarnya seorang gadis. Untuk jangan membuat sedih hati sang adik dan karena ia sendiri juga kepingin mengetahui persoalannya, maka Tok ko U mau menemani adiknya pergi ke Tiang an. Mereka duga Yak bwe tentu hadir dalam pertemuan besar para enghiong yang sudah makin dekat waktunya itu.

Jika Yak-bwe tak datang pun, mereka akan dapat bertanya kepada orang2 gagah yang hadir dalam pertemuan besar itu, dengan begitu, mereka yakin tentu akan berhasil menemukan jejak Yak-bwe.

Saat itu kedua kakak beradik she Tok-ko itupun juga melihat Khik Sia. merekapun terkesiap dan serempak sama meraba pedangnya. Pikirnya : "Ah, sungguh sial, mungkin akan bertempur dengan dia."

Jarak kedua pihak makin lama makin dekat, rupanya Tok- ko U lebih berpengalaman. Ia melihat Khik Sia tak bersikap bermusuhan, tapi Tok-ko ing yang melihat Khik Shia tetap berjalan ditengah straat (jalan) seperti tak mau menyingkir kepinggir, diam-diam merasa kuatir juga. Pikirnya: "Entah siapakah bangsat itu. Hmm. ditilik ia berjalan dengan seorang nona cantik rupanya ia bukan kaki tangan pemerintah. Kebanyakan tentulah bangsa pengganggu wanita."

Sebaliknya Su Tiau-ing tak kenal dengan kedua kakak beradik itu. Kala melihat mata Khik Sia tak terkesiap memandang kearah nona itu,(pada hal sebenarnya Khik Sia hanya mencurahkan perhatiannya kearah Tok ko U saja) dan nona itupun terus menerus memandang pada Khik Sia juga (sudah tentu ini hanya menurut anggapan Su Tiau ing sendiri) diam-diam marahlah Su Tiau-ing.

"Siapakah budak perempuan yang berani jual lagak ditengah jalan itu? Baik, biarkan kuolok oloknya, suruh ia menelan pil pahit", demikian pikirnya Dalam pada Su Tiau ing berpikir itu kedua penunggang kuda itupun sudah tiba disebelahnya. Rupanya ilmu menunggang kuda dari Tok ko U masih belum mahir, hingga tak dapat menguasai congklang kudanya yang menerjang maju. Begitulah Tok ko Ing yang sudah tak dapat menguasai kudanya menjadi gelisah. Buru ia meneriaki Khik Sia: "Hai, minggirlah.. Kau hendak mengapa disitu?"

Khik Sia gelagapan dan buru2 berseru: "Maaf aku sampai lupa memberi jalan," ia segera menyingkir kepinggir untuk memberi jalan pada kuda Tok-ko Ing.

Tapi tidak demikian dengan Su Tiau-ing. tiba2 ia tamparkan tangannya, Dua batang jarum bwe hwa-ciam telah menyusup kedalam paha kuda Tok-ko Ing. Sekali meringkik keras kaki depan kuda itu segera menekuk kebawah, Hampir saja Tok ko ing dilemparkan kebumi. Memang sebenarnya tok-ko Ing sudah berjaga2 kalau diserang senjata rahasia. tapi tak menyangka sama sekali bahwa serangan itu datangnya dari  Su tiau-ing

Adalah karena sudah siap sedia sebelumnya maka dengan cepat Tok ko Ing sudah lantas mencelat keudara. Dalam melayang turun ia sudah gunakan jurus kim-eng-tian-ki atau burung garuda pentang sayap, pedangnya dikembangkan diudara kemudian meluncur turun menusuk Su tiau ing.

Tok ko Ing adalah anak murid dari Kong-sun tianglo, ilmu pedang Kong sun tianglo itu tiada lawannya didunia persilatan. Meskipun sucinya, Li-sip ji-nio yang memberi pelajaran padanya tapi tok-ko Ing sudah dapat meyakinkan dengan sempurna.

Keruan Su tiau-ing kaget. Nona yang tak dipandang mata itu ternyata memiliki ilmu pedang yang luar biasa hebatnya. Kalau ia agak ayal menyingkir tentu sudah dimakan pedang Tok ko Ing. Sekalipun dapat menghindar, tapi karena diserang secara cepat oleh lawan, Su Tiau-ing tak sempat iagi mencabut goloknya, Tok-ko Ing menyerang secara kilat. Sekaligus ia sudah lancarkan tiga serangan. Setiap serangannya tentu mengarah jalan darah Su Tiau-ing yang berbahaya. Su Tiau-ing menjadi keripuban dan terdesak dalam bahaya, Sebenarnya Khik Sia mendongkol kepada Su Tiau-ing yang cari gara2 itu. Tapi demi melihat Tok-ko Ing menyerang dengan jurus2 yang hebat, ia kerutkan dahi. Kalau terus berlangsung begitu terang Su Tiau- ing takkan sempat mencabut senjatanya dan kemungkinan besar tentu binasa di ujung pedang Tok-ko Ing. Apa boleh buat terpaksa turun tangan untuk memberi kesempatan Su Tiau-ing bernapas.

Pada saat Khik Sia menengahi. Tok-ko Ing justru sedang lancarkan jurus yang keempat yakni giok-li-tho soh atau bidadari melempar tali, Tampaknya Su Tiau ing sukar menghindar lagi. Tapi sekali jari tengah Khik Sia menyentik, tring pedang Tok ko Ing kena dipentalkan kesamping.

Kaget dan marah Tok-ko Ing bukan kepalang, dampratnya. "Bangsat jahanam. aku mengadu jiwa padamu !"

Meskipun jelas dilihatnya bahwa tadi Khik Sia tak mengandung maksud bermusuhan sungguh-sungguh, namun untuk menjaga kemungkinan yang tak di harapkan, Tok-ko U cepat putar kudanya, tepat ada saat itu Khik sia menyentil pedang Tok-ko Ing. Anak muda itu berdiri berhadapkan dengan adiknya, jaraknya amat dekat sekali, dapat menyerang apabila Khik Sia mau. Sudah tentu Tok-ko U terperanjat. Kuatir kalau anak muda itu akan berbuat jahat terhadap adiknya, tanpa banyak pikir lagi, Tok ko U juga ikut2an memaki: "Bangsat, lihatlah passerku."

Khik Sia hendak memberi perjelasan tapi dua batang passer Tok ko U sudah menyambarnya. Cepat Khik Sia ulurkan tangan untuk menyambutinya. Pada saat itu ia berhasil menjepit paser itu, pedang Tok ko Ingpun sudah tiba, Khik Sia segera gunakan paser itu untuk menangkis, tring paser

terpapas kutung. tangan Khik Sia hampir terluka juga. Karena Khik Sia sendiri menghadapi Tok-ko Ing, jadi Su tiau-ing berada dibelakangnya Tok-ko Ing mencekal sebatang pedang pusaka sedang Khik sia hanya bertangan kosong saja. Makin dekat jarak mereka, makin berbahaya bagi Khik Sia harus tumplek seluruh perhatian kepada pedang pusaka si nona itu. Dengan begitu ia tak sempat memperhatikan Su Tiau ing lagi. Tapi telah dikatakan bahwa Tok-ko U telah timpukkan dua batang paser.

Yang sebatang dapat disambut Khik Sia, tapi yang sebatang lagi yang memang diarahkan oleh Tok-ko U untuk Su Tiau-ing dan tak mampu disambuti oleh gadis itu.. Memang lain Khik Sia lain Su Tiau-ing. karena kalah lihay dari pada pemuda itu, jalan satu2nya bagi Su Tiau-ing yalah menghindar. Tapi meski ia sebat sekali dapat menghindar, toh tak urung, tusuk kondenya yang terbuat dari batu kumala kena dihantam jatuh oleh paser itu.

Inilah yang dinamakan jangan suka mengganggu anjing tidur atau jangan suka cari perkara yang berarti mengundang bahaya.

Kejut dan marahlah Su Tiau-ing. Cepat ia sudah siapkan jarum bwe-hoa-ciamnya. ia bermaksud hendak gunakan siasat seperti terhadap Tok-ko Ing tadi. yaitu merobohkan kuda tunggangan Tok-ko U. Tapi tiba2 Khik Sia putar tubuhnya dan dengan pukulan hiat-gong ciang ia hantam jarum Su Tiau ing itu sampai tercerai berai. Setelah deliki mata, Khik Sia lantas menyikut dan aduh begitu sang mulut mengaduh, tubuh Su

tiau-ingpun sudah terlempar sampai tiga tombak jauhnya.

Padahal sikutan Khik Sia itu hanya dengan gunakan tenaga kiau-kin atau ketangkasan, Sebenarnya Su Tiau ing tak menderita kesakitan apa2. Ia menjerit tadi, karena sama sekali tak menduga akan tindakan Khik Sia.

Tapi pukulan hiat-cong-ciang yang dilepas Khik Sia tadi, memang menggunakan iwekang penuh, ia pernah bertempur dengan Tok-ko U dan tahu kalau Tok-ko U itu tak boleh dibuat main2. Apalagi anak muda She Tok-ko itu jaraknya masih 6-7 tombak jauhnya, taruh kata Su Tiau ing benar lepaskan bwe- hoa-ciam, pun Tok-ko U tentu dapat mengatasinya. Jalan pikiran Khik Sia telah mencegah Su Tiau ing memperbesarkan perkara. Itulah sebabnya ia hantam jarum bwe-hoa ciamnya sampai berceceran.

Sayang dalam kesibukannya itu Khik Sia tak sempat memikir jauh, ia bermaksud baik terhadap Tok-ko U. Tapi karena tak mempersatukan akibatnya malah menjadikan salah pahamnya. Pukulan hiat-gong ciangnya tadi tak berarti bagi Tok-ko U, tapi kudanya, ya.. kudanya itulah tak yang kuat. Bukan saja kuda Tok-ko U yang tengah lari itu berhenti dengan tiba2 pun bahkan tersurut mundur sampai beberapa langkah. Kuda menjadi kaget dan melonjak2 sehingga Tok-ko U hampir hampir dilemparkan ketanah. Maksud baik dari Khik Sia. menjadi percuma saja. Bahkan hal itu di artikan sebaliknya oleh Tok-ko U. Dengan murka, anak muda itu loncat turun dan kudanya. Sekali ia rangsangan kipasnya, jalan darah yang mematikan ditubuh Khik Sia segera di serangnya,

Ilmu tutukan kipas dari Tok-ko U, sebenarnya merupakan ilmu sakti dalam dunia persilatan. Tapi ia kebentur dengan Khik Sia yang memiliki ginkang jempol. Tanpa menghiraukan Su Tiau-ing lagi, Khik Sia segera kembangkan ginkangnya untuk berlincahan kian kemari naik turun menghindari tujuh buah serangan Tok-ko U Jangankan kena, sedang menyentuh bajunya saja kipas Tok-ko U itu sudah tak mampu.

Insyaf bahwa kepandaian lawan lebih tinggi dari dirinya, kini Tok-ko U menjadi kalap. Asal dapat menutuk saja, tak peduli apakah itu jalan darah yang fatal (mematikan) atau jalan darah yang tak berbahaya. Jadi ia menutuk asal menutuk saja.

Kebencian Tok-ko Ing terhadap Khik Sia jauh lebih engkohnya. Seperti engkohnya, sekali gerak iapun sudah lancarkan serangan-serangan yang berbahaya, selain itu mulutnya terus nyerocos memaki2 Khik Sia sebagai maling jahat.

Menghadapi keroyokan kedua kakak beradik itu, terpaksa Khik Sia keluarkan seluruh kebisaannya. Dalam pada itu. diam2 ia mulai marah juga, Pikirnya: "Taruh kata pihakku yang bersalah karena mengganggu kuda kalian, toh juga tak seharusnya kalian lantas menyerang secara begitu ganas."

Sampai sekian saat, Khik Sia belum berhasil untuk membebaskan diri dari rangsangan kedua saudara itu. Akhirnya setelah berkutetan sekian lama. barulah ia memperoleh kesempatan itu, Ia melenyap keluar dari samping Tok-ko Ing sembari membentaknya: "Berhenti!"

Namun Tok-ko ing sudah seperti orang kerangsekan setan, Ia terus menguber maju dan menusuk lagi: "Bangsat, mau lari?"

Khik Sia tertawa dingin: "Jika aku seorang bangsat, tentu tadi sudah kucabut nyawamu, Bukannya aku takut pada kalian, aku hanya memandang pada diri nona Su. "

"Siapa yang suruh kau memandang mukaku? Kedua bangsat kecil itu kurang ajar sekali, hajar sajalah mereka itu habis2an. Sedikitpun aku tak kasihan pada mereka" dengan serempak Su Tiau-ing sudah lantas menyahuti kata Khik Sia.

Yang dimaksud oleh Khik Sia diri 'nona Su' itu, adalah Su Yak-bwe. Dalam mengucapkan kata2nya itu, hati Khik Sia amat ramah sekali. Siapa tahu, Su Siau-ing sudah salah duga, mengira kalau dirinya yang dimaksudkan sianak muda itu. Sudah tentu Khik Sia menjadi meringis seperti monyet tertawa.

Adalah Tok-ko ing yang hampir mau meledak dadanya. Dengan lantang ia memaki: "Kurang ajar, siapa yang minta kasihanmu?". Pedang ceng ong-kiamnya kembali memburu Khik Sia dalam hujan serangan sin-liong-jut-hay, leng-wan-hoan-ci, hian niau-hwat sat dan beng-ke-toh-li. Sekaligus ia lancarkan empat buah jurus yang semuauya mengarah jalan darah mematikan.

Khik Sia tak mempunyai kesempatan untuk memberi perjelasan lagi dan lagi ia sendiripun tak tahu bagaimana harus menjelaskannya. Dalam penjelasan itu, tak urung ia harus mengatakan: "Su Yak-bwe adalah calon istriku yang batal. Kini ia tak mau padaku, tapi dengan masih memandang mukanya, aku tetap memberi ampun pada kalian," Ini runyam.....

Tok-ko U lebih terang dari adiknya, dalam pengalamannya iapun lebih banyak dari sang adik, Setelah mendengar kata2 Khik Sia tadi. ia duga disitu tentu tersembunyi sesuatu. Belum lagi ia sempat merangkai dugaannya lebih jauh Su Tiau-ing sudah menyelutuk tadi. Diam2 Tok-ko U berpikir: "Ah, kiranya nona siluman itu juga orang she Su. Kukira ucapan anak muda itu menyangkut diri Su hiante (Yak bwe). Hm, lucu benar," Namun kecurigaan Tok-ko U masih tetap belum hilang sama sekali. Pikirnya pula: "Dengan tanpa alasan, nona jahat itu menyerang Tok ko Ing secara tiba2!. Anehnya mengapa bangsat kecil itu (Khik Sia) mengatakan karena memandang mukanya? Dari rupanya bangsat kecil itu masih belum mau mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk bertempur."

Setelah menutukan kipas kepunggung Khik Sia, Tok-ko U tiba2 hentikan serangannya dan berseru: "Siapakah kau ini? Kami tiada bermusuhan padamu mengapa kau hendak memusuhi kami?" Apa yang diucapkan Tok-ko U itu, hanya separuh bagian yang dimengerti Su Tiau-ing. Kiranya bukan saja Tok-ko U itu menganggap Khik Sia dan (Su Tiau-ing) itu sekawan pun memandang serangan yang dilakukannya (Su Tiau-ing) itu juga berarti perbuatan Khik Sia. Lebih lanjut, Tok- ko U tetap mengira kalau perbuatan Khik Sia dulu menyelundup kedalam rumahnya itu, tentu bermaksud jahat. Tapi Su Tiau-ing hanya tahu akan peristiwa saat itu. Sama sekali ia tak tahu menahu tentang peristiwa Khik Sia menyelundup kegedung keluarga Tok-ko tempo hari.

Sebenarnya Khik Sia hendak memberi penjelasan. Tapi karena ia tak tahu bagaimana harus memulai, maka walaupun mulutnya komat kamit tapi tak keluar suaranya. Adalah Su Tiau-ing yang bermulut lancar, dengan sikap mengejek sudah lantas buka suara: "Apa kan kalian itu anak ayam yang baru pertama kali ini keluar dari kandang? Masakan pendekar muda Toan Khik Sia yang cemerlang namanya kalian sudah tak mengetahui? Hm, apakah sekarang kalian masih berani kurang ajar padaku lagi?"

"Apa? Benarkah kau Toan Khik Sia?" teriak Tok-ko U dengan kaget. Saat itu Khik Sia merasa jengah dan mendongkol. Selagi Tok ko U dan adiknya terkesiap, ia lantas gunakan gerak it-ho-jong thian atau burung bangau  menyusup keudara, loncat keluar dari kepungan mereka. Disana Khik Sia rangkap kedua tangannya memberi hormat: "Urusan hari ini, adalah pihak kami yang bersalah, dengan ini kuhaturkan maaf."

Habis berkata ia lantas berputar tubuh dan terus menggandeng tangan Su tiau-ing diajak pergi. Tindakan Khik Sia itu membuat Su Tiau-ing melonjak kaget, serunya: "Hai. bagaimana kau ini? Tidak menghajar mereka sebaliknya kau malah minta maaf?"

Dengan wajah keren Khik Sia mendengus dan berkata: "Jangan membikin onar lagi"

Ditariknya tangan si nona terus dibawa lari. Dicekal oleh Khik Sia erat2. mana Su Tiau ing mampu berkutik.

Kedua saudara Tok-ko saling berpandangan satu sama lain. Kemengkalan hati Tok ko Ing masih belum reda, namun ia tak mau memaki2 "bangsat" lagi kepada Khik Sia. Tok-ko ing amat menyayang sekali akan kudanya itu. Walaupun kuda kesayangannya itu kena sebatang jarum bwe hoa ciam. ia duga tentu tak jadi halangan. Asal jarum itu lekas2 dikeluarkan dan kuda dibari obat seperlunya, tentulah akan sembuh. Apalagi ia selalu membawa batu sembrani untuk alat menyedot jarum bwe hoa ciam. Tapi alangkah kejutnya ketika ia menghampiri kuda itu, ternyata binatang itu mulutnya mengeluarkan busa putih. Dan dulunya kuda itu seekor kuda putih yang tegar, kini berobah menjadi seekor kuda hitam. Waktu sudah dekat, Tok-ko Ing tercium bau yang busuk.

"Inilah akibat dari kena jarum bwe-hoa ciam yang beracun" seru Tok-ko U demi turut menghampiri.

Kemarahan Tok-ko Ing tadi masih belum reda. Waktu mendengar keterangan engkohnya itu berkobar lagi amarahnya itu.

"Betul2 seorang wanita siluman yang ganas kurang ajar sekali, tanpa suatu alasan apa2 ia sudah membunuh kuda kesayanganku dengan jarum beracun. Hm, Toan Khik Sia itu juga bukan orang baik. Tapi peduli dia itu seorang pendekar kecil atau besar, pokok dengan galang gulung bersama seorang perempuan jahat, ia tentu juga bukan manusia baik" nona itu memaki2 untuk melampiaskan kemarahannya.

"Urusan ini memang agak aneh," kata Tok-ko U.

"Apanya yang aneh?" tanya sang adik. "Masih ingatkah kau kepada Sin-ciam-chiu Lu Hong jian?" tanya Tok-ko U.

Tok-ko Ing merah mukanya dan bersungut:

"Perlu apa kau sebut2 namanya ? Apa hubungannya dengan dia?"

"Ah, jagaan marah2 dulu, toh aku belum selesai mengatakannya. Coba jawab, apakah kau masih ingat akan beberapa hal yang dikatakan tempo hari itu?" tanya Tok-ko U pula.

"Tentang apa?"

"Bukankah ia pernah mengatakan tentang diri Toan Khik Sia yang katanya sudah mempunyai seorang tunangan yaitu puteri angkat dari Sik Ko, ciat-to-su dari Lu ciu. Dulu nona itu bernama Sik Hong-sian tapi sebenarnya ia bernama Su Yak- bwe. Dikatakan Lu Honh jun pula, bahwa nona Su itu juga seorang pendekar wanita, tapi entah bagaimana, ia telah cekcok dengan Khik Sia terus lolos tak ketahuan tempat tinggalnya lagi. Kini Toan Khik Sia itu ubek2an mencarinya ke- mana!."

"Benar, Lu Hong-jun memang pernah mengatakan begitu. Ai. kalau begitu, apakah nona jahat yang melepas bwe-hoa- ciam pada kudaku itu Su-Yak-bwe?"

"Lha, itulah makanya kukatakan kalau urusan ini agak aneh," kata Tok-ko U, "Khik Sia berjalan bersama nona itu. Karena Khik sia memanggilnya 'nona su' teranglah kalau ia itu tentu Su Yak bwe. Jika mereka berdua sudah rukun kembali biarlah, kita tak usah pedulikan. Tapi Su Yak bwe itu seorang pendekar wanita dan seorang nona dari keluarga ternama. Mengapa tanpa suatu sebab ia membunuh kudamu dengan bwe-hoa ciam? Ya. mengapa begitu melihat kami berdua, ia lantas bersikap memusuhi? Tidakkah hal ini aneh?"

Tok-ko Ing cibirkan bibirnya: "Apa yang di sebarkan orang tentang pendekar kecil dan pendekar wanita itu tak dapat dipercaya penuh. Siapa tahu kalau Toan Khik Sia dan Yak-bwe itu juga orang macam golongan begitu?"

Tok-ko U gelengkan kepala: "Siapa tak tahu akan kemasyhuran nama Toan Khik Sia sebagai pendekar utama? Tentang Su Yak-bwe, walaupun tak setenar Toan Khik Sia, tapi Lu Hong-junpun mengatakan kalau ia itu seorang pendekar wanita, tentunya ia takkan berbuat hal2 macam tingkah seorang perempuan siluman begitu."

Tok-ko Ing tertawa menghina: "Yang di-dengung2kan orang itu adalah palsu, apa yang kita sudah saksikan sendiri barulah tulen. Kalau mereka memang ternyata jahat, apakah kita tak mau percaya?"

"Tapi masih ada lain hal yang mencurigakan. Jika dipikirkan sampai sekarang aku masih belum mendapat jawabannya," tanya Tok-ko Ing.

"Ya. benar, tengah malam buta Toan Khik Sia menyelundup kedalam rumah kita. Su Toakolah yang pertama2 mengetahuinya didalam taman lalu menyerangnya. Itu waktu kita masih belum tahu kalau orang itu ternyata Toan Khik Sia. Kita hanya menduganya tentulah kaki tangan kerajaan yang mendapat tugas menangkap Su toako." kata Tok-ko U.

Mendengar itu mulailah timbul tanda tanya dalam hati Tok- ko Ing. Dengan seksama dia mendengar penuturan engkohnya. Setelah berhenti sejenak, Tok-ko U melanjutkan pula: "Dalam hal itu ada tiga buah hal yang mencurigakan, Pertama, Su toako dan Toan Khik Sia itu sama2 tinggal dimarkas Kim ke-nia, Su-toako sendiri pernah mengatakan, bahwa sekalipun tak kenal baik, namun ia sudah kenal dengan Toan Khik Sia ketika berada dimarkas Kim-ke nia. Tapi anehrya mengapa ia menyerang Toan Khik sia dan memakinya? Kedua sesuai dengan peribadi seorang pendekar seperti Toan Khik Sia. seharusnya ia menggunakan aturan untuk menjumpai kita. Anehnya lagi, mengapa ia terus menyeludup masuk pada tengah malam buta. Ketiga setelah Toan khik Sia pergi, mengapa Su toakopun lantas tinggalkan kita tanpa pamit? Entah kepergiannya itu dengan Toan Khik Sia ada hubungan apa ?"

Tok-ko Ing berdiam sambil berpikir. Beberapa saat kemudian barulah ia berkata, "Hal2 aneh yang kau katakan itu, memang sukar dipecahkan. Mungkin sebenarnya Su toako sudah tahu kalau toan Khik Sia itu bukan orang baik2 maka ia tak mau mengenalnya ?"

Tapi Tok-ko U geleng2kan kepala: "Belum tentu begitu. Jika ia benar tak mau kenal pada toan Khik sia, seharusnya ia mengatakan kepada kita."

"Urusan ini hanya setelah kita bertemu dengan Su toako baru dapat dijelaskan," akhirnya hanya begitulah komentar Tok-ko Ing.

Kata Tok-ko U lebih lanjut: "Su toako orang she su. Nona kawan toan Khik sia tadi juga she Su..."

"Wanita jahat macam Su Yak-bwe mana dapat disejajarkan dengan Su toako? Orang she Su banyak jumlahnya, sudah tentu ada yang baik ada yang jahat. Hm. aku sungguh tak puas, mengapa perempuan jahat tadi tentu menyamai she su toako," menyelutuk Tok ko Ing dengan uring-uringan.

Di kala Tok-ko ing mengucapkan kata2 Su toako, itu nadanya penuh dengan kemesraan. Mimpipun tidak kiranya ia, bahwa su toakonya itu ternyata seorang wanita Dan makin jauh dari alam pikirannya bahwa su toakonya yang disanjung puji itu, bukan lain adalah siperempuan jahat Su Yak-bwe itu sendiri.

Sebenarnya Tok-ko U masih belum hilang kesangsiannya, tapi karena Toan Khik sia tadi tegas menyebut nona kawannya itu dengan panggilan nona su, maka iapun keliru menduga Su Tiau-ing itu Su Yak-bwe. Karena itu analisanya yang sudah hampir kebenarannya itu menjadi kalang kabut tak keruan.

"Ah, Koko. sudahlah jangan dipikirkan lagi, Ayoh. kita lekas2 kekota membeli seekor kuda lagi, agar jangan sampai terlambat tiba di Tiang-an. Asal sudah bertemu dengan Su toako segala apa tentu jelas."

Akhirnya Tok-ko ing meneriaki sang engkoh yang termangu2 kelebat dalam dugaan itu. Pikir ToK-ko U "Jika Su Yak-bwe itu seorang lain lagi. dugaanku semula itu keliru semua. Su Toako itu tentulah bukan seorang nona yang menyamar sebagai lelaki. Ah. semoga ia itu benar2 seorang lelaki perwira, agar idam2an adikku itu terkabul."

Walaupun bermula Tok-ko U menyangsikan bahwa Su  toako itu seorang lelaki benar2, tapi selama itu belum pernah ia mengutarakannya kepada Tok-ko Ing. Tapi setelah terjadi peristiwa tadi, ia mulai menyangsikan kesangsiannya tempo hari itu. Hal itu lebih2 ia tak berani mengatakan kepada adiknya karena kuatir ditertawainya.

"Ya, benar, hanya setelah bertemu dengan Su toako. kita baru mengetahui jelas persoalan ini," akhirnya ia menyetujui pendapat adiknya.

Sekarang marilah kita tinggalkan kakak beradik she Tok-ko itu. untuk mengikuti perjalanan Toan Khik Sia dengan Su Tiau- ing. Dalam beberapa kejab saja mereka sudah lari sejauh 6-7 li. selama itu mereka tak saling bicara apa2.

"Hai, apa kau hendak mematahkan tulang kakiku? Lepaskan tanganku, lepaskan tanganku!!" Su Tiau-ing menjerit..

Khik Sia hentikan larinya dan lepaskan cekalannya, kembali Su Tiau-ing menjerit kesakitan. tubuhnya terhuyung hampir merubuhi dada Khik Sia. Hal itu bukan karena ia memang sengaja, seperti diketahui, ia diseret lari oleh Khik sia. Begitu tenaga penyeret itu dilepaskan, tubuhnya tentu kehilangan keseimbangannya dan lalu mau menjorok kemuka. walaupun mendongkol namun tak tega juga Khik sia mengawasi nona itu jatuh tersangkut, cepat ia jambret nona itu supaya berdiri tegak, setelah itu baru ia lepaskan tangannya lagi.

"Mengapa kau begitu kasarnya? Coba lihat ini lenganku sampai biru kau pijat," su tiau-ing mengomel.

Dengan mendongkol Khik sia menjawab. "Siapa suruh kau tadi cari perkara? Hm, kalau lain kali begitu." Su Tiau-ing kerutkan alisnya, menukas, "Apa?!!"

"Bukan saja hendak kuremas tulang lenganmu. pun akan kupatahkan kedua tanganmu nanti." kata Khik sia.

Sengaja Khik sia berkata keras, agar cekcok dengan nona itu supaya tahu ia marah sungguh2. Su Tiau-ing tak berani unjuk kekerasan kepala dan malah menghaturkan maaf: "Baiklah kali ini anggaplah aku yang kurang ajar berani menyalahi kawan2mu hingga membikin kau marah. kau marah marah sebengis ini, lain kali aku tentu tak berani berbuat lagi!"

Karena sudah mengakui salah, kemarahan Khik siapun reda. Katanya: "Memang kau yang salah, mengapa harus suruh menganggap salah, sekalipun aku tak kenal mereka, tapi tak seharusnya kau berbuat begitu."

Tiba2 mulut Su Tiau-ing tertawa mengikik, "Sebenarnya akupun bukan tanpa alasan berbuat begitu."

"Huh, jadi kau mempunyai alasan? Orang berjalan baik2 apa mengganggu kau? Mengapa kau lepaskan bwe-hoa-ciam kekuda mereka?" Khik sia mendengus.

"Sudah tentu aku mempunyai alasan sendiri. Apakah kau mau mendengarnya?"

"Bilanglah !" ksta Khik Sia dengan ketus.

Su tiau-ing jebikan mulutnya tertawa: "Mengapa kau memandang tak berkedip pada anak perempuan orang? Dan mengapa budak hina itu juga memandang terus menerus padamu? Aku tak senang melihat perbuatan itu."

Merah padam selembar muka Khik Sia mendengar kata2 itu. Ia kerupukan. marah tak bisa, membantah tak dapat. Akhirnya ia hanya dapat membentak2 saja: "Ngaco. ngaco belo!"

"Sayang tadi aku tidak memberimu sebuah kaca cermin supaya kau dapat melihat," kata Su Tiau-ing. "Huh, peduli apa kau? Aku memandangnya sekali atau dua kali, peduli apa kau?"

Su Tiau ing tertawa: "Ha. kiranya kau ini tak kenal susila.

Aku ini kaum wanita bukan?" "Kalau wanita lalu bagaimana?"

"Kau berjalan bersama aku, tetapi mengincar gadis lain. Ini dikatakan tidak punya susila, berarti kau menghina aku, tahu? Aku tak dapat menamparmu, maka mencari sasaran nona itu untuk melampiaskan kemengkalan hatiku," kata Su Tiau-ing.

Pemutar balikan Su Tiau-ing itu telah membuat Khik Sia bungkam. Pikirnya: "Anak perempuan memang aneh. Sudahlah, sudahlah aku tak mau adu mulut padamu"

Khik Sia tak mau meladeninya lebih lanjut tapi Su Tiau-ing tetap tak mau melepaskannya. Setelah berjalan beberapa langkah, ia bertanya pula: "Siapa kakak beradik tadi? Kau katakan kenal, tapi mengapa mereka menanyakan siapa kau? Dan mengapa budak perempuan itu terus menerus memaki maki kau sebagai pencuri? Mengapa ia begitu geram hendak membunuh kau? Bermula ia memandangmu tanpa kesiap. kemudian tak henti2nya memakimu. hmm tentu kau pernah berbuat sesuatu yang menyalahi ia?"

Pertanyaan Su Tiau-ing menyebabkan hati Khik Sia merasa pilu lagi. Pikirnya: "Ya, mengapa kakak beradik she Tok ko itu benci sekali kepadaku? Sebelum kejadian tadi, mereka tak kenal aku ini siapa. Kalau mereka memaki2 dan membenci aku, itulah disebabkan karena urusan Su Yak-bwe. Yak-bwe memaki aku bang sat, merekapun lantas ikutan begitu. Ah. Yak bwe, walaupun aku Toan Khik Sia mempunyai seribu satu kesalahan padamu, tapi kita toh pernah terikat dalam perjodohan sepasang tusuk kondai kumala. Mengapa kau begitu membenci padaku ?" Melihat sianak muda merenung diam. Su Tiau-iog tertawa kegirangan: "Bagaimana? Kata2ku itu tepat bukan? Kau telah berbuat kesalahan apa kepadanya?"

Dirundung oleh kepiluan hatinya, sudah tentu Khk Sia tak bernapsu untuk banyak bicara. Apalagi ia anggap Su Tiau-ing itu bukan Orang yang patut ia curahi perasaan hatinya. Maka iapun diam saja dan hanya menghela napas. Lewat beberapa saat kemudian barulah ia dapat menjawab "Entahlah. aku sendiri tak tahu, Mungkin aku pernah berbuat salah kepada lain orang, terserah bagaimana kau hendak mengatakan?"

Lagi2 mulut Su Tiau-ing mengikik tertawa. katanya: "Apakah kau suka kepada nona Su?"

"Jangan mengurus perkara orang!!" bentak Khik Sia. "Biar kukasih tahu padamu, aku tak suka kepada siapapun juga."

"Sungguh? Ah sayang sekali... sedikitpun kau tak mengerti hati anak perempuan." Su tiau ing menertawakan.

"Huh jangan berkata yang tidak2, Apanya yang disayangkan?" kata Khik Sia.

"Nona itu mulutnya memaki kau bangsat, tapi hatinya suka padamu, mengerti?" kata su tiau-ing.

Khik Sia terkesiap dan membentak. "Omonganmu makin lama makin melantur. Aku sama sekali tak kenal nama nona itu. Ia begitu membenci aku, mengapa kau katakan suka?"

Su Tiau-ing tertawa. "Kalau ia tak suka padamu, mengapa ia benci padamu? Makin ia benci, itu berarti ia makin merindukan kau. Apakah ini bukan menandakan ia suka padamu? sedikitpun kau tak mengerti sehingga mengecewakan rasa kasih orang. Apakah kau tidak sayang sekali."

Pikiran hati Khik Sia seperti terbuka. Ia kira kalau Su Yak Bwe itu sungguh bukan main bencinya. Kiranya apa yang dikatakan Su Tiau ing jauh sekali bedanya dengan jalan pikirannya. Diam2 ia membathin: "Benarkah hati seorang gadis itu begitu? Apakah kebencian Yak Bwe itu karena ia tak dapat melupakan aku?" Pikirannya melayang2 pada peristiwa yang lampau dan wajah calon isterinya itu terbayang dimukanya......

Sudah tentu Su Tiau-ing tak mengerti isi hati Khik Sia, Khik Sia berdebat tentang Tok ko Ing, tapi ternyata hatinya mengenangkan Yak Bwe. Maka dugaan Su Tiau-ingpun tentulah kalau Khik Sia itu mempunyai hubungan yang amat mesra dengan Tok-ko Ing. Demi melihat anak muda itu termenung2, diam2 Su Tiau-ingpun merasa rawan. Kiranya rangkaian kata-katanya yang dibuat berdebat dengan Khik Sia itu, adalah untuk menjajaki apakah anak muda itu tahu akan perasaannya (Su Tiau-ing) kepadanya?

Karena melamun, tanpa terasa Khik Sia-pun hentikan langkahnya. Tiba-tiba Su Tiau-ing berseru pelahan didekat telinganya: "Dan nona Su itu? Siapakah dia?"

Khik Sia terkesiap, serunya: "Apa katamu?"

Su Tiau-ing tertawa: "Kutanyakan siapa nona Su itu?" "Apa? Jadi kau sebenarnya sudah tahu? Sudah tahu bahwa

yang kusebut nona Su itu bukan kumaksudkan kau?"

Su Tiau-ing menyahut dengan tenang: "Sudah tentu tahulah. Apakah kau kira aku tolol? Mana kau sudi memandang perasaan hatiku? Sudah tentu nona Su itu seorang lain lagi!"

Khik Sia mendongkol dan tersipu-sipu: "Kalau sudah tahu, mengapa kau masih bingung dan mengira kalau dirimu?"

Su Tiau-ing tertawa getir: "Kau memberatkan hubunganmu dengan nona Su, maka kau lantas tak mau bercidera dengan kakak beradik tadi. Tapi aku tak ada sangkut pautnya dengan mereka, maka memperolok-olokkannya. Mengapa? Apa kau tak suka hati? Mereka berdua hampir menghilangkan nyawaku, masakah aku tak boleh membalas?"

Diam-diam Khik Sia marah, namun tak mau ia menceritakan urusannya dengan Yak-bwe kepada Su Tiau-ing.

"Sebenarnya kau suka yang mana?" kembali Su Tiau-ing menggoda. Nona Su apa nona tadi? kulihat kau ini tak setia pada cinta, maka tak heran kalau orang marah-marah padamu."

"Kau ngaco belo!" bentak Khik Sia.

"Ngaco belo apa? Kau sendiri mengatakan kau tak punya kesetiaan hati?" bantah Su Tiau ing.

"Aku hanya mengatakan siapapun aku tak suka. Jangan tanya panjang lebar lagi. Hm, hm, jika  masih  ribut  saja,  aku. "

"Kau mau apa?" tukas Su Tiau-ing.

"Aku takkan peduli lagi padamu." kata Khik Sia.

Su Tiau-ing tertawa mengejek: "Huh, siapa yang minta kau mengurusi diriku? Kau mau pergi, silahkan pergilah. Bukankah untuk kepentinganmu maka kau baru mau bersama aku ke Tiang-an ini? Pertama, kau tentu mempunyai kesempatan bertemu dengan kedua kakak beradik tadi. Kedua, karena kau tak mengerti isi hati seorang gadis, jika aku berada disampingmu, tentu dapat memberi advis."

Khik Sia tertawa meringis lalu memutuskan pembicaraan itu: "Baik, aku tak mau bicara lagi padamu. Ayuh, kita lekas berjalan. Sejak ini jangan membicarakan hal itu lagi."

Walaupun mulut Khik Sia mengatakan begitu, tapi dalam hatinya ia masih tetap mengenangkan urusannya dengan Yak- bwe. Sebentar ia merasa heran mengapa Yak Bwe tak bersama-sama dengan Tok-ko U? Sebentar lagi ia bertanya pada diri sendiri apakah karena terkenang padaku maka Yak Bwe benci padaku? Kemudian sebentar lagi ia berpikir. Kepergian kedua engkoh dan adik ke Tiang An itu, tentulah hendak hadir dalam rapat Eng Hiong Tay Hwe. Ya, memang aku mempunyai kesempatan berjumpa dengan mereka nanti. Meskipun sekarang Yak Bwe tak ikut, tapi tentulah ia sudah berjanji dengan kedua saudara itu untuk bertemu di Tiang An," Pikiran itu telah menyebabkan hatinya ingin lekas2 mencapai Tiang An.

0doo0oow0

Sekarang mari kita meninjau keadaan Yak Bwe. Seperginya dari rumah keluarga Tok-ko hatinya merasa kecil. Tak tahu kemana harus mencari jejak Khik Sia. Akhirnya dalam kegelapan pikiran itu, ia teringat akan Sip in-nio. Pikirnya: "Cici In itu lebih banyak pengalaman dari aku. Baik aku kesana minta advisnya, mungkin ia dapat memberi petunjuk,"

Demikian ia bergegas-gegas ayunkan langkah menuju ketempat Sip In-nio. Pada hari itu ia tiba disebuah kota kecil. Dari tempat kediaman In-nio, kota itu hanya terpisah kira-kira setengah hari perjalanan, Yak Bwe merasa lapar lalu singgah di sebuah warung yang letaknya ditepi sungai. Sebenarnya ia tak biasa minum arak, tapi karena pikirannya pepat ia hendak minum arak untuk melepaskan keruwetan hatinya itu. Sebelumnya ia periksa dulu isi kantongnya, setelah itu ia berani pesan ini dan itu.

Seorang tetamu yang duduk dipinggir, rupanya memperhatikan gerak gerik Yak Bwe. Ia meliriknya tajam2. Ketika Yak Bwe berpaling dilihatnya orang itu seorang pemuda desa berbaju kain kasar. Dari sikapnya, menandakan ia itu seorang tolol, sama sekali bukan bangsa kaum persilatan, Yak bwe tak menaruh persangkaan apa-apa. Hanya ketika Yak Bwe berpaling tadi, buru-buru pemuda desa itu alihkan pandangannya. Teringat Yak Bwe akan pengalamannya ketika tempo hari diwarung arak ia membayar dengan mas kim-to. Diam-diam ia merasa geli sendiri, pikirnya: "Ah, sekali pernah digigit ular, lain kali kalau bertemu semak belukar tentu harus berhati-hati. Setiap kali aku masuk wqrung tentu lebih dulu kuperiksa kantongku ada uangnya tidak. Ini memang lucu, tapi apa boleh buat. Pemuda desa itu tentulah bukan bangsa orang jahat."

Pengalamannya diwarung arak itu. Karena membayar dengan Kim-to ia telah kesamplokkan dengan dua orang benggolan penjahat. Dan karena peristiwa itu, kenallah dengan Tok ko U. Terkenang akan peristiwa itu, ia geli tapi kemudian merasa berduka juga. Bayangan Khik Sia kembali terbayang-bayang dikalbunya. Dari Tok ko U, ia kembali terkenang pada Khik Sia.

Pertemuannya dengan Khik Sia ditaman keluarga Tok-ko, terlintas lagi dalam kenangannya. Kata-kata Khik Sia yang meminta maaf kepadanya secara sungguh itu kembali mengiang-ngiang dalam telinganya. Bagaimana dengan rasa putus asa Khik Sia pergi, pun tak luput dari kenangannya. Diam2 Yak Bwe menghela napas. Hatinya gundah dan menyesali dirinva sendiri: "Ia begitu sungguh-sungguh kepadaku tetapi kuperlakukan ia begitu getas. Ai seharusnya aku tak boleh bersikap sedemikian keterlaluan. Ah, Khik Sia, Khik Sia, tahukah bagaimana getaran hasratku untuk minta maaf padamu?".

Karena kepekatan hatinya itu, tahu-tahu tanpa merasa ia sudah meneguk lima-enam cawan arak. Ia mulai mabuk. Ketika pikirannya melayang-layang dibuai oleh bekerjanya arak itu, tiba-tiba ada dua orang lelaki masuk kedalam warung situ. Begitu berat langkah kaki kedua orang itu, hingga papan lantai sampai tergetar dan Yak Bwe pun kaget dan tersadar. Bukan saja Yak Bwe, pun lain tetamu juga memandang kearah kedua orang itu. Ternyata mereka itu seorang hwesio dan seorang tosu. Orang pertapaan masuk kedalam warung arak itulah aneh. Begitu duduk, keduanya lantas pesan arak dan makanan barang berjiwa (daging) secara royal sekali.

Diam2 Yak Bwe mendamprat: "Huh, memuakkan betul. Hwesio yang gemar makan daging minum arak, tentu bukan golongan baik."

Habis itu ia lantas alihkan pandangan matanya, tak mau melihat mereka lagi. Tapi diluar dugaan, tanpa disengaja Yak Bwe telah mendengar pembicaraan mereka yang dilakukan dalam bahasa kangouw. Dulu memang ia tak memang tak mengerti, tapi setelah diajar oleh In nio. Tok-ko U dll, kini ia sudah dapat menangkap walaupun belum seratus persen. Bermula, ia tak begitu mengacuhkan tapi tiba-tiba terdengar hwesio itu berkata: "Kalau bertemu dengan budak perempuan she Su itu, apakah toheng bisa mengenalnya?"

Yak Bwe terkesiap, pikirnya: "Siapakah yang dimaksudkan itu?"

"Waktu masih kecilnya, aku pernah melihatnya! Tapi kebanyakan anak perempuan itu kalau sudah besar tentu berobah. Kalau sekarang bertemu muka, entahlah aku dapat mengenalinya tidak. Hanya saja wanita yang lihay amat sedikit jumlahnya didunia persilatan. Walaupun bagaimana juga, tentulah ia mempunyai ciri yang dapat kita gunakan sebagai tinta pengenal." sahut si tosu.

"Berapakah umurnya sekarang?" tanya si hwesio pula. "Diantara tujuh belas-delapan belas tahunan," jawab

siimam, "Waktu kecilnya cantik, konon kabarnya ia sekarang lebih hebat lagi."

Hwesio itu tertawa gelak2, serunya: "Aku tak peduli ia cantik atau tidak. Aku seorang pertapaan, tak ingin merusak kaum wanita. Cuma apa yang kau katakan bahwa ia berkepandaian tinggi itu, entah sampai dimana kelihayannya itu?" "Itu sih tak mengherankan, karena ia anak murid dari seorang tokoh kenamaan. Tentang siapa suhunya itu, meskipun belum pernah ketemu tapi rasanya kau tentu pernah mendengar namanya. Wanita tua itu benar seorang tokoh yang jarang terdapat tandingannya. Oleh karena itu, sebaliknya kita harus berhati-hati dalam urusan ini," kata siimam.

Tampak hweshio itu kurang senang, katanya "Kau ternyata bersikap seperti anjing bercawat ekor (ketakutan), terhadap seorang nona kecil saja kau ketakutan setengah mati, Apa peduli dengan suhunya yang lihay, apakah kita tak mampu mengatasi?"

Si imam tertawa: "Jangan toheng marah2. Aku hanya bilang supaya kita berhati2 dan sama sekali bukan jeri padanya. Dengan keangkeran nama partaimu Leng-san pay  itu sekalipun suhunya keluar juga belum tentu dapat menang. Tapi dari pada tambah sebuah urusan, kan lebih baik berkurang satu urusan, Bisa membuat suhunya tak tahu, itulah lebih baik."

Si hweshio menghirup secawan besar arak dan berkata: "Nah, itu dapat diterima, Memang kita hanya diminta tolong menangkap nona itu saja, Jika dapat mengurangi urusan, sudah tentu itu lebih baik sakali."

Tiba2 hwebio itu lirihkan (pelahankan) suaranya: "Kabarnya nona itu bertengkar dengan keluarganya karena seorang anak lelaki she Toan. Benarkah itu ?"

"Benar, justeru karena bertengkar itu, kukuatir apakah ia ikut melarikan diri dengan pemuda she Toan itu ?" kata si imam.

Kembali si hweshio mengerut kurang senang katanya: "Tak usah kiranya kau banyak kekuatiran. Cukup kalau ada orang yang patut kau sangsikan, kau terus bilang, tentu nanti aku yang turun tangan. Budak she Toan itu entah baik atau jahat, pokok akan kuringkusnya dulu urusan belakangan."

Imam itu tertawa: "Toheng, kau juga memandang rendah padaku. Meskipun anak she Toan itu lebih lihay dari budak tersebut, tapi sedikitpun aku tak gentar. Kukira anak she Toan itu belum tentu bersama2 dengan budak itu. Aku melainkan hanya mempertinggi kewaspadaan saja".

"Mengapa? Bukankah kau katakan budak itu bertengkar dengan keluarganya karena seorang pemuda she Toan. Kemudian kalau budak itu melarikan diri. mengapa tak mungkin turut pada pemuda itu?" tanya sihweshio.

"Toheng kau tahu satu tak tahu dua. Kabarnya budak laki itu sudah punya pacar lain." sahut siimam.

Hweshio itu tertawa keras, serunya: "Kalau begitu, tindakan budak itu meninggalkan kenikmatan kedudukan, ternyata hanya memburu bayangan kosong saja. Hai, mendiang ayahnya yang sudah menjadi setan itu..."

"Toheng...minum.. minumlah.. Jangan sembarangan menyebut nama ayahnya itu, sekarang suasananya sedang genting," cepat2 siimam menukasnya dan kata2nya yang terakhir itu diucapkan dengan berbisik2. Sekalipun begitu, Yak-bwe tetap dapat mendengarnya dengan jelas.

Makin mendengari, Yak-bwe makin terperanjat heran. Pembicaraan kedua orang pertapaan itu se-olah2nya ditujukan kepadanya. Budak perempuan she Su dan budak lelaki she Toan yang dijadikan pokok pembicaraan mereka itu, siapa lagi kalau bukan ia dan Toan Khik Sia. tapi Yak-bwe merasa aneh akan beberapa hal yang diucapkan mereka itu tadi. Salah satu kalimat yang paling nenusuk telinga, yalah tentang budak lelaki she Toan itu sudah punya pacar lain.

"Entah benar entah tidak ucapan itu. Kalau benar, mengapa malam itu ia menumpahkan perasaan hatinya kepadaku? Ya. begitu sungguh-sungguh ia mengucapkan kata2nya itu, Masakah dalam beberapa hari saja sekarang ia sudah mendapat lain gadis? Hal itu tak sesuai dengan keterangan siimam sudah lama. Ah, urusan ini tentu salah urus" pikirnya.

Tapi pada lain saat pikirannya membantah sendiri. "Ada api tentu ada asap. Jika urusan itu hanya isapan jempol belaka, mengapa tersiar santer didunia persilatan? Sampaipun kalangan penjahat juga mengetahui hal itu."

Disamping hal2 yang menyangsikan itu maka ada lain hal yang menambah kesangsiannya menjadi makin kuat. Pertama, imam itu mengatakan kalau pernah melihatnya ketika ia masih kecil. Tapi betapapun Yak-bwe gali lubuk ingatannya, tetapi ia yakin kalau seumur hidup belum pernah bertemu dengan imam tersebut. Ditempat gedung kediaman ciat-to-su Sik Ko, tak pernah ada bangsa imam dan hweshio. Kedua, tadi sihweshio menyebut2 mendiang ayahnya yang sudah menjadi setan. Ini tentu menunjuk ayahnya (Yak-bwe) yang sudah meninggal dunia itu. Tentang asal usul dirinya itu, kecuali hanya beberapa orang yang tahu, semua orang mengira kalau ia puterinya Sik Ko, mengapa hweshio itu tahu kalau ayah sudah meninggal?

"Dan ayah itu seorang cin su dari kerajaan Yay-tong. Beliau meninggal karena dicelakai An Lok san. Pada masa An Lok san jaya, memang tak boleh sembarangan menyebut nyebut nama ayah. Tapi toh kini An Lok-san sudah hancur, mengapa tak boleh mengatakan nama ayah. Dan apakah yang dimaksud siimam bahwa suasana sekarang ini genting ?"

Sebenarnya Yak-bwe itu seorang nona yang cerdas, tapi terhadap soal yang berbelit2, sepintas benar sepintas tidak itu, betapapun ia peras otaknya namun tak dapat menemukan pemecahan yang memuaskan.

Ya, memang dapat dimengerti kalau ia sampai bingung begitu, Karena yang dimaksud dalam pembicaraan kedua orang pertapaan itu bukan lain yalah Su Tiau-ing. Adalah karena Yak bwe yang sudah mempunyai prasangka, maka budak perempuan she Su itu dianggapnya tentu dirinya. Kebalikannya yang dikatakan oleh si imam dengan pacar budak she Toan itu. dianggapnya lain gadis. Padabal, ialah dirinya itulah.

Karena asyik mendengarinya, tanpa terasa Yak-bwe sampai hentikan sumpitnya, letakan cawan araknya dan matanya terus diarahkan kepada kedua orang pertapaan itu. Sudah tentu sikapnya lekas menarik perhatian orang. Walau pun kala itu Yak-bwe berdandan sebagai seorang pelajar, tapi sebagai seorang kangouw yang berpengalaman, sepintas pandang mata sihweshio yang tajam siapa diri Yak-bwe yang sebenarnya itu?"

Kedua kaum agama itu saling memberi kecupan mata dan masing saling berfikir dalam hati "Jangan2 budak perempuan ini sendiri atau sekurang2nya ia mempunyai hubungan. Kalau tidak tak nanti ia mendengari pembicaraan kita sedemikian asyiknya."

Serempak hwesio dan imam itu berbangkit dan menghampiri ketempat duduk Yak Bwe. Setelah memberi hormat si imam berkata "Siapa she siangkong yang mulia ini. sukakah memberitahukan?"

Kalau si imam masih pakai aturan, adalah si hweshio lebih kasar lagi. Serentak dia menegur Yak Bwe, "Hei, engkoh kecil apakah kau she Su?"

Sudah tentu marahlah Yak Bwe. Bentaknya dengan keras: "Aku tak kenal kalian, perlu apa tanya siapa she aku?"

Hweshio itu terkesiap, tapi pada lain saat ia lantas tertawa dingin: "Kau tak sudi berkenalan dengan kami. Baik, sekarang jawablah, mengapa kau terus menerus mengawasi kami berdua saja? Mengapa kau mencuri dengar pembicaraan kami?"

"Bagaimana kau tahu aku mengawasi kau? Didalam rumah makan apakah orang dilarang melihat kau? Kau benar2 tak tahu adat!" bentak Yak Bwe. Tiba2 pemuda desa yang duduk didekat situ mengomel seorang diri.

"Hweshio yang minum arak makan daging memang jarang ada. Tak heran, kalau orang sama melihatnya."

"Kentut!! Peduli apa dengna hweshio minum arak makan daging? Kau berani mengurusi Hud ya, Hai babi kecil..!" si hweshio berseru marah.

Buru2 pemuda desa itu surutkan kepala dan mengoceh sendiri. "Aku hanya mengatakan jarang ada saja. Apakah orang omong tidak boleh? Bagus.. bagus.. baguslah. Karena kau larang aku bicara, akupun takkan bicara lagi."

"Ah, mengapa suheng ladeni anak desa. Sebaliknya kita bicarakan urusan penting dengan sicu ini dulu." buru2 siimam mengoceh, kemudian dia berkata kepada Yak Bwe. "Karena kelancangan kami, maka sicu sampai berhenti minum. Sekarang biarlah kupersembahkan arak padamu."

Habis berkata ia lantas angkat poci arak dan terus hendak dituangkan kepada Yak Bwe.

Adakah Yak-bwe itu mengerti silat. Kalau Yak bwe pintar, seharusnya ia pura2 kaget dan jangan menghiraukan. Dengan begitu, tentulah imam itu tak berani sembarangan melukainya. Tapi memang sejak tadi Yak-bwe sudah benci dengan tingkah laku kedua orang itu. Bahwa tiba2 dirinya hendak diguyur arak, sudah tentu ia marah sekali.

"Imam bangsat, jangan kurang ajar." bentaknya dan tutukan sumpitnya kearah jalan darah ditangan si imam.

Sebenarnya imam itu lebih tinggi Iwekangnya dari Yak- bwe. Tapi karena gerakan Yak-bwe itu dilakukan amat cepat sekali, terpaksa imam itu tarik pulang tangannya.

-od0o-ow0o-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar