Misteri Lukisan Tengkorak Bab 18 : Yu-sim Dan Yu-gi

18. Yu-sim Dan Yu-gi.

Yan Yu-sim sendiri pun dibuat tertegun oleh pandangan aneh rekannya, ia berseru tertahan, "Ooh, ada apa?"

Mendadak Yan Yu-gi menarik napas panjang.

Sekali lagi Yan Yu-sim tertegun, dia tahu ilmu pukulan mayat hidup yang dilatih adiknya sudah mencapai tingkatan 'tubuh terbang', tapi setiap kali akan melancarkan serangan, tak urung dia mesti menarik napas dulu untuk menghimpun kekuatannya dalam Tan-thian, kemudian setelah mengalirkan kekuatannya ke seluruh tubuh, baru ia bisa menggunakan kelebihan dari ilmu pukulan mayat hidupnya.

Tanpa terasa Yan Yu-sim mundur selangkah.

Mendadak Yan Yu-gi melejit ke tengah udara, sepasang tinjunya dihantamkan ke atas.

"Braaaak!", atap rumah segera jebol hingga muncul sebuah lubang besar, dari balik lubang terlihat tubuh seseorang melayang jatuh ke bawah.

Kecuali mengalami pendarahan dari lubang hidung dan mulutnya, ruas lutut orang itupun hancur berantakan, tampaknya sudah termakan pukulan maut Yan Yu-gi, saat ini dia tergeletak di lantai sambil merintih kesakitan, ceceran darah segar menggenangi seluruh permukaan tanah.

Kini Yan Yu-sim baru sadar kalau di atas atap rumah telah kedatangan musuh, diam-diam ia malu sendiri, tak nyana gara-gara kesemsem kecantikan Ting Tong-ih, dia sama sekali tidak menyadari akan kehadiran musuh.

Sementara itu dari atap rumah kembali terdengar suara langkah manusia yang amat ramai diikuti desingan baju yang tersampuk angin.

Kembali Yan Yu-gi menghardik, "Kenapa kalian belum menggelinding keluar?"

"Blaaaam!", pintu rumah ditendang orang hingga terbuka lebar, daun jendela pun dibacok hingga terbelah, tujuh delapan orang serentak menyerbu masuk ke dalam ruangan.

Tong Keng segera menengok ke arah luar, dia ingin tahu siapa yang telah datang, tapi begitu tahu siapa mereka, dia segera berseru tertahan sambil mengawasinya dengan melongo. Ko Hong-liang segera merasakan gelagat tidak beres, segera bisiknya, "Kau kenal mereka?"

"Ya, Liong Giam-ong!" gumam Tong Keng. "Siapa?" bisik Ting Tong-ih pula.

"Kepala sipir Liong, orang yang menjebloskan kami ke dalam penjara dan menggunakan obat bius untuk mencelakai Kwan-toako," sahut Tong Keng lirih.

Ternyata ketujuh delapan orang lelaki itu masuk ke dalam ruangan diiringi kepala sipir Liong.

Begitu tahu siapa yang datang, dua bersaudara Yan segera tertawa terbahak-bahak, tegurnya, "Hahaha, kusangka siapa yang datang, ternyata Liong-loko bersama tiga bersaudara dari keluarga Tiap dan lima panglima gagah dari keluarga Pit!"

Salah seorang lelaki kekar itu segera lari untuk membangunkan rekannya yang masih mengaduh kesakitan, teriaknya penuh amarah, "Manusia she Yan, kematian sudah di depan mata, masih berani amat bicara besar!"

Yan Yu-sim balas tertawa dingin. "Pit-lotoa," katanya, "antara kami orang she Yan dengan kalian ibarat air sungai tidak melanggar air sumur, kali ini kenapa kalian datang sambil mengacungkan golok, apa-apaan kalian?"

"Air sungai? Air sumur?" dengus Pit-lotoa ketus, "siapa air sungai dan siapa air sumur? Hmmm, kalianlah air comberan yang berbau busuk! Betul-betul tidak tahu diri, sudah merengek mencari sesuap nasi di kantor pengadilan, masih ingin mengangkangi meja orang. Hmm! Bagi kami, sungai besar macam apapun pernah dijumpai, memangnya takut kepada kalian orang she Yan?"

Yan Yu-gi tertawa terbahak-bahak. "Hahaha, ternyata kedatangan Pit-lotoa lantaran urusan ini... he, engkoh-engkoh dari keluarga Tiap, apakah kalian...” "Orang she Yan," tukas salah seorang lelaki beralis tebal itu ketus, "sejak Li-thayjin mengundang kedatangan kalian, sikapnya terhadap kami makin lama semakin jauh dan tak perhatian, pada mulanya masih ada sisa nasi untuk kami, tapi pada akhirnya bangku untuk kami duduki pun sudah tak ada”

"Kalau terhadap si Auman harimau di tengah malam kami masih bisa mengalah," sambung seorang lelaki lain sambil pentang mulutnya yang lebar, "sebab kami tahu kungfunya memang hebat dan jauh di atas kemampuan kami, tapi terhadap kalian serta si pelajar rudin bermarga Gi...”

Seorang lelaki lain yang wajahnya penuh bopeng segera menyela pula, "Sekarang Siucay she Gi itu sudah mampus, tinggal kalian berdua yang menunggu giliran, itulah sebabnya kami khusus datang kemari untuk mengantar kalian pulang ke rumah nenek”

"Hahaha, rupanya karena persoalan ini," Yan Yu-gi tertawa sinis.

"Bagaimana dengan kepala sipir Liong?" Yan Yu-sim berpaling ke arah Liong Giam-ong, "apakah kau pun ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk ikut mencari keramaian?"

"Bicara sejujurnya," kata Liong Giam-ong, "sebelum kedatangan kalian berempat, tempat ini merupakan wilayah kekuasaan tiga orang gagah dari keluarga Tiap serta lima panglima kosen dari keluarga Pit, aku sendiri pun ikut merasakan kejayaan mereka, tapi sejak kedatangan kalian, aku malah dibuang ke penjara dan dijadikan kepala sipir, kehadiran kalian”

"Kehadiran kami mendatangkan kesuraman bagi kalian," sambung Yan Yu-sim.

Berubah paras muka Liong Giam-ong, umpatnya, "Orang she Yan! Jangan disangka setelah menjadi orang kesayangan Li-thayjin, kami lantas takut kepadamu!" "Tentu saja kau tak takut," sahut Yan Yu-sim santai, tampaknya dia memang bermaksud membuat marah orang ini, "apalagi sekarang ada tiga jagoan dari keluarga Tiap dan lima jagoan dari keluarga Pit yang melindungi, bukan saja tak takut, bahkan kau pun punya nyali untuk melenyapkan kami berdua!"

"Kita sama-sama orang persilatan" ujar Pit-lotoa, "boleh saja kami ampuni jiwa kalian berdua, tapi ketiga orang tawanan ini harus kalian serahkan kepada kami, sedang kalian berdua, mulai hari ini lebih baik jangan menginjakkan kaki lagi di wilayah Cing-thian-sian."

Yan Yu-sim tertawa dingin. "Bila kuserahkan tawanan ini kepada kalian, yang jelas kalian akan memperoleh pahala besar, pahala yang bisa dijadikan landasan untuk naik pangkat di kemudian hari, sayangnya

Mendadak Yan Yu-gi menjura seraya berkata dengan hormat, "Terima kasih banyak karena kalian tidak membunuh kami."

"Nah, begitulah kalau tahu diri," seru salah satu di antara tiga bersaudara Tiap sambil tertawa.

Rekannya yang lain segera menambahkan, "Kelihatannya kau memang tahu diri, ingin berebut dengan kami? Huuh, ibarat belalang ingin menahan lajunya pedati!"

Sementara yang lain ikut menimbrung, "Kepandaian silat yang diandalkan keluarga Yan paling ilmu pukulan mayat hidup, pukulan kaku macam orang bego, mendingan pulang ke Kiang-say dan bekerja jadi tukang gotong mayat."

Paras muka Yan Yu-sim berubah seketika.

Sebaliknya Yan Yu-gi masih merendah, sahutnya. "Perkataan kalian memang sangat tepat, dulu kami tak tahu diri hingga seringkah menyalahi kalian, untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya." Bicara sampai di situ ternyata ia benar-benar menjatuhkan diri berlutut.

Tiga bersaudara Tiap jadi kelabakan sendiri, segera serunya, "He, apa-apaan kalian ini? Cepat bangun, cepat bangun, hanya sedikit salah paham, tak perlu dimasukkan dalam hati!"

Pit-lotoa ikut menimbrung, katanya dengan wajah berat, "Seandainya kalian tidak melukai Losu terlebih dulu, mungkin aku pun bersedia melepaskan kalian."

"Plaaak, plook!", sekali lagi Yan Yu-gi menempeleng pipi sendiri sambil merengek, "Semuanya ini memang merupakan kesalahanku, aku tak tahu kalau kalian telah datang berkunjung sehingga tanpa sengaja melukai Pit-suya, perbuatanku memang pantas diganjar mati!"

Pit-lotoa mendengus dingin.

Dalam pada itu Liong Giam-ong telah menghampirinya, membisikkan sesuatu di sisi telinganya, biji mata Pit-lotoa segera berputar berulang kali, kemudian serunya, "Baiklah! Boleh saja kalau tak ingin dibunuh, tapi kalian harus angkat sumpah dan berjanji selama hidup tak akan menginjakkan kaki kembali di wilayah Cing-thian, bila bersua dengan kami pun harus cepat-cepat menyingkir!"

Padahal jalan pikirannya sama seperti apa yang dipikirkan Liong Giam-ong, kepandaian silat dua bersaudara Yan khususnya ilmu pukulan mayat hidup mereka sudah mencapai taraf 'mayat terbang', kalau tak punya keyakinan untuk menang memang lebih baik menghindari pertarungan yang tak berguna.

Sementara itu Tong Keng, Ko Hong-liang serta Ting Tong- ih diam-diam bersorak gembira, mereka berharap kawanan manusia busuk itu bisa saling gontok sendiri karena memperebutkan posisi yang lebih diperhatikan Li Ok-lay, betapa kecewanya mereka setelah menyaksikan sikap dua bersaudara Yan yang lebih suka mengaku kalah ketimbang bertarung, dalam hati serentak mereka mencaci-maki habis- habisan.

Dalam pada itu Yan Yu-gi sudah angkat tangannya sambil bersumpah, "Aku Yan Yu-gi, hari ini dengan hati ikhlas memberi pernyataan sejujurnya kepada Liong Giam-ong, tiga bersaudara Tiap dan lima bersaudara Pit bahwa sejak hari ini tak akan menginjak kembali wilayah Cing-thian barang setengah langkah pun, bila melanggar sumpah ini biar tubuh kami disambar geledek dan mati sengsara di tengah gunung!"

Kemudian sambil menjura kepada semua orang, tambahnya, "Aku berharap kemurahan hati kalian semua untuk mengampuni nyawaku."

Tiga bersaudara Tiap, lima bersaudara Pit serta Liong Giam-ong kontan tertawa terbahak-bahak.

Sebagaimana diketahui, orang persilatan selalu mengutamakan semangat dan harga diri, tapi setelah menyaksikan sikap dua bersaudara Yan yang rela merengek minta ampun, tentu saja mereka merasa gembira bercampur geli.

Pit-losu yang sedang terluka pun ikut tertawa tergelak, katanya kemudian, "Sudahlah, lebih baik kita buntungi sepasang kaki anjingnya agar tidak merangkak lagi ke wilayah kita."

Mendadak Liong Giam-ong seperti teringat akan sesuatu, tanyanya, "Yan-lotoa, bagaimana pendapatmu?"

"Aku?" sahut Yan Yu-sim dengan suara berat, "tentu saja sama seperti Loji."

"Kenapa kau tidak ikut bersumpah?" desak Liong Giam-ong lebih jauh. "Baik," kata Yan Yu-sim sambil mengertak gigi, "aku Yan Yu-sim akan menganggap kalian semua sebagai kakak seperguruan, aku tak akan berani melanggar perintah kalian."

"Bagaimana jika melanggar?" tanya Liong Giam-ong tertawa.

"Biar aku mati dengan tubuh berlumuran darah," sahut Yan Yu-sim setelah menarik napas panjang.

Liong Giam-ong pun berpaling ke arah delapan orang rekannya sambil berkata, "Aku rasa urusan kita sudahi sampai di sini saja! Kalau tempo hari mereka yang bergaya, mulai saat ini giliran kitalah yang akan hidup berjaya."

Tiba-tiba lelaki keluarga Tiap yang berwajah bopeng itu menyela, "Belakangan Li-thayjin kedatangan lagi tiga orang makhluk aneh”

"Peduli amat mereka berasal dari aliran mana," tukas lelaki beralis tebal itu, "yang paling penting sekarang adalah mengusir dulu kedua manusia busuk di depan mata ini!"

"Traang!", Pit-lotoa segera melemparkan sebilah golok ke tanah, kepada Yan Yu-gi katanya, "Mengingat kau tahu diri, cepat kutungi sebuah kakimu sebagai ganti rugi atas luka yang diderita Losu!"

Yan Yu-gi memandang mata golok itu sekejap, kemudian menengok pula ke arah Pit-lotoa, serunya sambil tertawa getir, "Masa aku mesti mengutungi kaki sendiri? Aku tak tega Pit-lotoa!"

"Jadi kau suruh aku yang melakukan?" tanya Pit-lotoa dengan kening berkerut.

"Kelihatannya mesti merepotkan Pit-lotoa," rengek Yan Yu- gi sambil memejamkan mata dan menarik napas panjang. Setelah menjulurkan kaki kirinya ke depan, dengan sepasang tangan ia mempersembahkan golok itu ke tangan Pit-lotoa.

Melihat kesungguhan orang itu, sambil tertawa Pit-lotoa menggelengkan kepala berulang kali, ia maju menghampiri, menyambut sodoran golok itu dan ujarnya, "Sudah takut mati, takut kesakitan lagi, manusia macam kau mana mungkin bisa bergaul dalam dunia persilatan?"

Pada saat Pit-lotoa menyambut gagang golok itulah tiba- tiba Yan Yu-gi mementang mata lebar-lebar.

Sorot mata berwarna hijau kebiru-biruan segera memancar keluar dari matanya yang buas, dia nampak sangat menakutkan.

Baru saja Pit-lotoa tertegun, golok di tangan Yan Yu-gi sudah ditebaskan ke depan.

Tergopoh-gopoh Pit-lotoa menangkis sabetan golok itu dengan tangannya, "kraaak!", tak ampun lengannya seketika terbabat kutung, pada saat bersamaan lututnya terhajar pula sebuah tendangan maut.

Pit-lotoa menjerit kesakitan sambil roboh terjungkal ke tanah, sementara Yan Yu-gi yang berhasil dengan bacokannya, kembali mengayunkan senjatanya ke depan.

Kali ini golok itu menghujam dada salah seorang jagoan dari keluarga Pit.

Yan Yu-sim tidak tinggal diam, sikunya menyodok ke depan, segera Tiap-loji menangkis dengan kedua belah tangannya, tapi benturan keras itu, membuat sepasang lengannya patah, belum sempat ia berbuat sesuatu, kepalan Yan Yu-sim telah menyodok masuk dan tepat menghajar kepala orang itu. Tak ampun batok kepalanya hancur berantakan dan roboh terkapar di tanah dengan panca inderanya sudah tak berwujud lagi.

Dalam waktu singkat dua bersaudara Yan telah membantai tiga orang.

Sebetulnya gabungan lima bersaudara Pit dan tiga bersaudara Tiap dapat membentuk sebuah barisan yang sangat lihai dan kuat untuk mengurung musuhnya, tapi kini kekuatan mereka sudah telanjur buyar.

Jago yang tersisa menjadi sangat gusar, diiringi bentakan nyaring serentak mereka melolos senjata.

Waktu itu dua bersaudara Yan sudah menerjang maju ke depan.

Dua bersaudara Pit segera mengurung Yan Yu-sim, sedangkan sepasang jago keluarga Tiap mengurung Yan Yu- gi.

Liong Giam-ong dengan wajah hijau membesi telah melolos juga golok bertanduk rusanya, tapi tak berani berkutik.

Salah satu dari dua bersaudara Tiap bersenjatakan pedang langit, senjatanya langsung ditusukkan ke perut Yan Yu-gi, ketika Yan Yu-gi bergeser mundur ke belakang, jagoan yang satunya lagi dengan senjata sepasang trisula langsung mengancam punggungnya.

Yan Yu-sim melambung ke udara sambil menangkis dengan sepasang lengannya, dengan ilmu pukulan mayat hidupnya, dia memiliki kekebalan tubuh yang tak mempan dibacok maupun ditusuk, tapi lelaki dari keluarga Tiap itupun bukan manusia sembarangan, tenaga dalamnya amat sempurna, ternyata ia berhasil membabat sepasang lengan Yan Yu-sim hingga muncul dua luka memanjang yang segera mengucurkan darah. Kepalan Yan Yu-gi segera menyerobot ke muka menghantam wajah orang itu, begitu keras pukulannya membuat tulang hidungnya langsung melesak ke dalam, dan nyaris menonjol keluar lewat tulang tengkoraknya.

Sekali lagi dua bersaudara Pit menyerbu ke muka, tapi kini dari dua jago keluarga Tiap, seorang di antaranya sudah tewas, dengan begitu posisinya menjadi dua lawan tiga, jelas kedudukan dua bersaudara Yan lebih menguntungkan.

Berada dalam keadaan begini. Liong Giam-ong tak bisa berdiam diri lagi, sambil membentak nyaring dia mengayunkan goloknya sambil menyerbu ke muka.

Bacokan golok yang dilancarkan Liong Giam-ong betul-betul ganas dan cepat, tapi waktu itu seluruh perhatian Yan Yu-gi sedang tertuju memberesi sisa jagoan dari keluarga Tiap yang masih hidup, terhadap datangnya bacokan golok itu sama sekali tidak menggubris ataupun dihindarkan.

Yan Yu-sim amat terperanjat, cepat dia tangkis serangan dua bersaudara Pit dengan sepasang tangannya, kemudian melepaskan satu tendangan kilat ke tubuh Liong Giam-ong.

Walaupun tendangan itu berhasil bersarang di tubuh Liong Giam-ong, namun kakinya termakan juga sebuah bacokan goloknya, seketika posisi kuda-kudanya goyah, dengan begitu dua bersaudara Pit pun berhasil merebut kembali posisi di atas angin.

Saat itulah terdengar suara jeritan ngeri yang menyayat hati berkumandang memecahkan keheningan, sisa seorang jago dari keluarga Tiap tewas di tangan Yan Yu-gi.

Begitu selesai membereskan jago terakhir dari tiga bersaudara Tiap, Yan Yu-gi kembali berpaling, kali ini dia langsung saling berhadapan dengan dua bersaudara Pit.

Melihat gelagat semakin tidak menguntungkan, tergopoh- gopoh dua bersaudara Pit berseru, "Kabur!" Sambil membalik badan ia segera kabur dari situ, tapi belum beberapa langkah dilihatnya saudaranya tidak ikut kabur, dia pun berpaling, ternyata satu-satunya saudara yang masih hidup telah tewas dibantai dua bersaudara Yan.

Tak terlukiskan rasa takut dan ngeri yang mencekam perasaan orang itu, tanpa banyak bicara dia mempercepat larinya untuk kabur dari situ.

Tiba-tiba terlihat cahaya golok berkelebat, tahu-tahu ujung senjata telah menghujam ke perutnya, dengan tubuh gemetar ia berpaling, kemudian sambil menuding Liong Giam-ong yang barusan membokongnya teriaknya keras, "Bajingan...”

Belum selesai ia berteriak, tubuhnya sudah roboh terjungkal ke tanah, mati!

Perlahan-lahan Liong Giam-ong mencabut kembali goloknya, kemudian sambil tertawa paksa ujarnya, "Aku ... aku dipaksa mereka untuk turut serta dalam rombongan, tapi karena kuatir kalian dipecundangi, maka secara diam-diam aku melindungi kalian berdua”

"Bagaimana dengan bacokanmu yang ini?" tanya Yan Yu- sim sambil menuding luka di kakinya.

Liong Giam-ong mundur selangkah, sahutnya gemetar, "Aku mesti berlagak agar mereka tak curiga, kalau aku tidak nampak sungguhan, mana mungkin mereka mempercayaiku, harap kau ... kau jangan marah”

"Lantas bagaimana caranya agar kami tahu ceritamu itu sungguhan dan bukan karangan untuk membohongi kami?" tanya Yan Yu-gi pula sambil tertawa.

Mendadak dari arah belakang terdengar seseorang membentak nyaring, "Kembalikan nyawa saudara-saudaraku!"

Angin tajam segera berhembus, ternyata lelaki dari keluarga Pit yang buntung kakinya telah meronta bangun dan melancarkan bokongan dengan senjata tajamnya. Serentak dua bersaudara Yan berpekik nyaring.

Yan Yu-sim menerjang ke arah Liong Giam-ong sementara Yan Yu-gi menerjang lelaki dari keluarga Pit yang tersisa itu.

Dalam waktu singkat dia telah menghajar lelaki dari keluarga Pit itu hingga tulang tangannya hancur, di tengah semburan darah segar, seketika tewaslah lelaki itu.

Sebaliknya Yan Yu-sim berhasil juga merontokkan golok Liong Giam-ong, ketika tubuhnya ditumbuk mayat lelaki she Pit itu, Liong Giam-ong turut roboh terjungkal ke tanah.

Dengan penuh ketakutan segera dia menggoyangkan tangan berulang kali seraya menjerit, "Jangan bunuh aku, tolong, jangan bunuh aku, peristiwa ini tak ada sangkut- pautnya denganku, betul, aku sama sekali tak tersangkut!"

"Waah, susah juga," Yan Yu-gi sengaja memperlihatkan wajah serba salah, "bukankah kehadiran kami berdua sangat menghambat karier serta masa depanmu?"

"Jangan ... jangan bunuh aku jerit Liong Giam-ong dengan suara makin memelas, "tidak mungkin ... tidak mungkin menghambat masa depanku, tolong jangan bunuh aku ... asal kalian mengampuni nyawaku, biar aku disuruh menjadi kuda atau kerbau pun aku bersedia, betul, aku benar-benar bersedia”

"Itu urusanmu," jengek Yan Yu-sim sambil tertawa dingin, "kau bersedia bukan berarti kami pun bersedia."

Air mata bercucuran membasahi wajah Liong Giam-ong, sambil menyembah di tanah pintanya, "Harap kalian berdua jangan ... jangan marah ... betul, aku tidak terlibat dalam peristiwa ini, semuanya adalah tanggung jawab Pit dan Tiap bersaudara yang tak tahu diri, berambisi besar ... mereka yang memaksaku terlibat dalam kejadian ini”

"Ooh, jadi kau dipaksa?" Yan Yu-gi sengaja berseru, menggunakan kesempatan itu tubuhnya maju ke depan. Dengan penuh ketakutan segera Liong Giam-ong mundur ke belakang, kembali pintanya, "Semua perbuatan ini tanggung jawab orang she Pit itu”

"Craaaak!", tahu-tahu sebilah golok sudah menghujam punggungnya hingga tembus dada.

Darah segar segera menyembur keluar bagai pancuran, membasahi seluruh bajunya, menodai seluruh permukaan tanah.

Liong Giam-ong terperangah. Dia ingin menjerit, namun tak ada suara yang muncul, peristiwa yang paling dia takuti akhirnya terjadi juga, kenyataan itu membuat dia lupa takut, lupa meronta, bahkan lupa melawan.

Terdengar Pit-lotoa yang berada di belakangnya berseru dengan napas tersengal, "Kalau harus mati, mati saja, jangan tunjukkan mental tempemu!"

Dengan geram dia mencabut keluar goloknya, darah segar berhamburan kemana-mana, tubuh Liong Giam-ong bagaikan seekor bangkai ikan seketika terkapar di tanah, wajahnya yang hijau membesi perlahan berubah pucat dan kelabu, perlahan tubuhnya terkulai lemas dan tak bergerak lagi.

Yan Yu-gi segera tertawa terbahak-bahak, ejeknya, "Hahaha, ternyata orang yang tak takut mati, tak takut sakit telah mendusin!"

Dengan geram dan penuh perasaan dendam Pit-lotoa melotot sekejap ke arah dua bersaudara Yan, kemudian serunya sambil tertawa dingin, "Anggap saja kalian lebih hebat, aku mengaku kalah!"

Selesai bicara, dia langsung menggorok leher sendiri dengan goloknya, diiringi semburan darah tubuhnya roboh terkapar di tanah.

Dua bersaudara Yan saling berpandangan sekejap, kemudian bersama-sama tertawa tergelak. Yan Yu-gi maju menghampiri mayat Pit-lotoa, membalik jenazahnya kemudian menghadiahkan sebuah pukulan lagi ke atas dadanya, ketika bangkit berdiri gumamnya, "Pit-lotoa, kalian tiga bersaudara Tiap dan lima saudara Pit tak pernah bisa menangkan kami lantaran kami tak takut dihina, kami tak kuatir dipecundangi orang!"

Yan Yu-sim ikut maju menghadiahkan dua pukulan, seolah kuatir ada di antara mereka yang pura-pura mati, setelah itu baru ujarnya, "Memang lebih baik begini, bagaimanapun kita toh merasa kehadiran mereka selalu mengganggu perjalanan kita berdua, memang ada baiknya dibereskan lebih cepat."

"Bagaimana dengan lukamu?" tiba-tiba Yan Yu-gi bertanya. "Hanya luka di kaki dan kedua lengan," sahut Yan Yu-sim

sambil tertawa getir.

"Toako," seru Yan Yu-gi penuh haru.

"Kita berdua adalah saudara kandung, biar mesti mewakilimu menerima beberapa bacokan juga wajar!" tukas Yan Yu-sim sambil tertawa keras.

Yan Yu-gi manggut-manggut, sembari menepuk bahu Yan Yu-sim katanya, "Tahukah kau, apa yang membuatku paling bahagia dalam hidupku ini?"

Setelah berhenti sejenak, dengan suara keras terusnya, "Yang membuatku sangat bahagia adalah karena aku memiliki seorang kakak macam kau!"

"Aku pun mempunyai seorang adik yang hebat!" sambung Yan Yu-sim sambil tersenyum.

Sebetulnya Ko Hong-liang, Tong Keng serta Ting Tong-ih berharap dua bersaudara Yan bisa saling gontok sampai mampus melawan Liong Giam-ong bersembilan, tapi kini setelah melihat dua bersaudara Yan tetap segar bugar, perasaan mereka bertiga pun terasa ikut tenggelam. Mendadak Yan Yu-gi berkata, "Aku hanya merasa heran akan satu hal."

"Maksudmu darimana mereka tahu jejak kita berdua?" tanya Yan Yu-sim.

"Benar."

"Sepanjang perjalanan kita memang meninggalkan tanda rahasia agar bisa diketahui para jago yang dikirim Li-thayjin, bisa jadi jago yang diutus Li-thayjin adalah mereka, tapi lantaran orang-orang itu sudah lama dendam kepada kita, maka maksudnya ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk membunuh kita berdua sekaligus merebut jasa besar itu."

"Pahala ini memang terhitung besar gumam Yan Yu-gi, "tapi menurut pendapatku, keuntungan material jauh lebih menarik hati, jangan-jangan...”

"Jangan-jangan kenapa?" tanya Yan Yu-sim, tampaknya dia tak paham dengan maksud saudaranya.

Yan Yu-gi tidak langsung menjawab, dia memeriksa dulu sekeliling ruangan, mengawasi juga titik-titik cahaya yang saat itu sedang bergerak mendekat dengan cepatnya, kemudian baru sahutnya, "Aku rasa di balik Li-thayjin ingin menangkap para perampok uang negara dan membalaskan dendam kematian putranya, dia mempunyai maksud tujuan yang lain”

"Tujuan lain? Tujuan apa?" tampaknya Yan Yu-sim pun ikut melihat bergeraknya cahaya api di balik hutan yang makin lama bergerak semakin dekat.

0ooo0 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar