Lembah Tiga Malaikat Jilid 44

Jilid 44

Kwik Soat kun benar-benar merasa gelisah sekali tapi dia pun mengerti, sekalipun ditanyakan lebih jauh pun belum tentu bisa memperoleh jawaban yang memuaskan, terpaksa dia hanya berjalan mondar-mandir dengan perasaan tak tenang.

Berbeda sekali dengan sikap kakek berjubah panjang itu, dia nampak amat santai sambil bergendong tangan, dia mengamati keadaan sekeliling tempat itu.

Mendadak ia membalikkan tubuhnya dan menatap wajah Kwik Soat kun lekat-lekat kemudian katanya.

“Nona Kwik, apakah kau berharap bisa jumpa dengan majikan kami secepat mungkin ?” “Benar, lebih cepat lebih baik !”

“Kalau begitu, terpaksa aku akan menyiksa nona sebentar !” Ucapan tersebut segera membuat Kwik Soat kun menjadi tertegun.

“Katakan saja apabila benar-benar dapat membantu situasi, aku tak akan segan-segan.” Kakek berjubah panjang itu segera tersenyum.

“Harap nona jangan salah paham, majikanku adalah seorang lelaki sejati.” 

“Aaai, seandainya dia tidak memiliki jiwa ksatria yang begitu agung, bagaimana mungkin dia bisa hidup selama banyak tahun disini ?”

“Apa yang kau inginkan ? Cepat utarakan !”

Dari dalam sakunya kakek berjubah panjang itu mengeluarkan seutas kain hitam, kemudian katanya.

“Bukannya majikan kami sengaja berbuat sok misterius, sesungguhnya dia memiliki kesulitan yang terpaksa, di saat nona berjumpa dengannya nanti harap kau menutup matamu rapat-rapat. Andaikata dia ingin berjumpa dengan nona, sudah pasti kain penutup mata diwajah nona akan dilepas sendiri olehnya.”

“Kau hendak menutupi sepasang mataku ?”

“Benar. Hanya saja hal tersebut bukan semacam kunci, kunci ini bisa mengendalikan manusia sejati namun tidak berlaku untuk manusia rendah, setelah kututup matamu dengan kain tentu saja aku tak bisa mengikat sepasang tanganmu, setiap saat kau bisa melepaskan kain tersebut secara mudah. Cuma aku sangat berharap agar nona dapat menepati janji dan jangan sampai membuka kain hitam tersebut, dengan demikin hal tersebut akan lebih bermanfaat bagi nona sendiri.”

“Cukup dilihat dari sikap misterius kalian, majikan dan pelayan, aku sudah benar-benar merasa takluk, tak usah diterangkan lebih jauh, silahkan saja turun tangan.”

Kakek berjubah panjang itu segera menutupi sepasang mata Kwik Soat kun dengan secarik kain hitam, kemudian katanya.

“Nona, aku hendak mengikat pula tubuhmu dengan sebuah tali !” “Silahkan saja diikat, aku pasrah saja terhadap semua tindakanmu itu.”

Dia merasa pinggangnya seperti dengan seutas tali, lalu didalam waktu singkat tubuhnya sudah melambung ke tengah udara.

Sekalipun sepasang mata Kwik Soat kun tak bisa menangkap benda apapun, namun dia sudah menduga kalau tubuhnya sedang dikerek naik ke atas sebatang pohon yang amat besar.

Benar juga, tak selang berapa saat kemudian dia merasa daun yang tebal menerpa sekeliling tubuhnya, sementara tubuh yang sedang dikerek naik pun segera berhenti.

Sesudah itu terdengar seseorang berkata dengan nada berwibawa.

“Keselamatan nona terjamin, kau tak usah kuatir kalau sampai terjatuh ke bawah.” 

Kwik Soat kun mengerti, seandainya dia nekad juga untuk lalu membuka kain hitam penutup matanya itu, suasana pasti akan berubah menjadi amat tidak menyenangkan, terpaksa dia hanya bisa mengingat-ingat suara tersebut dengan seksama, dia berharap apabila bisa mendapat kesempatan dilain waktu untuk mendengar suara tersebut lagi, dia bisa menduga kedudukan maupun identitas orang ini.

Setelah mengambil keputusan dalam hatinya, dia pun berkata.

“Boanpwe adalah seseorang yang berulang kali berhasil lolos dari kematian, soal mati hidup sudah tak pernah kupikirkan lagi di dalam hatiku…”

Suara yang berwibawa itu segera menghela napas panjang.

“Aaai….. dunia persilatan memang penuh dengan jurang dan tebing yang berliku-liku, hati manusia sukar diduga dalamnya, namun di dlaam dunia ini toh tetap terdapat manusia yang tidak kemaruk akan harta, nama serta kedudukan, manusia bodoh yang

tidak terpengaruh oleh kehebatan ilmu silat, dalam suasana semacam ini, dunia persilatan membutuhkan manusia-manusia seperti inilah untuk membangun kembali kebenaran serta keadilan di dalam dunia persilatan.”

Ucapan yang begitu gagah dan perkasa ini membuat Kwik Soat kun merasa amat kagun, tak tahan lagi dia berseru.

“Locianpwe telah menyelamatkan jiwa boanpwe, budi kebaikan ini lebih tinggi daripada bukit, apabila kau hendak menitahkan sesuatu, boanpwe pasti akan melakukannya tanpa membantah.”

“Asal kau mempunyai ingatan demikian, aku pun bisa merasa lega, cuma saatnya sekarang belum tiba.” sahut suara yang berwibawa itu sambil tertawa.

“Perguruan tiga malaikat penuh oleh misteri dan segala macam keanehan, sekalipun boanpwe sudah mengalami kesemuanya itu, namun sekalipun sudha dilihat pun hanya dilihat dengan percuma, kalau aku diharuskan untuk membayangkan kembali, maka sama sekali tiada sisa kenangan yang berada didalam benaknya.”

“Persoalan yang terdapat dalam perguruan tiga malaikat punuh liku-liku yang suka diceritakan dalam sepatah dua patah kata saja, bagaimana mungkin masalahnya dapat kau pahami berdasarkan pengamatan yang sepintas lalu ? Apabila kau memang benar-benar ingin menolong umat persilatan dari bahaya ini, kau boleh melakukan beberapa buah pekerjaan bagiku.”

“Asal pekerjaan tersebut sanggup boanpwe lakukan sudah pasti akan kulakukan tanpa membantah.”

“Bagu sekali, disini terdapat tiga pucuk surat rahasia, kau harus menyampaikan surat tersebut kepada mereka yang bersangkutan.” 

“Anggota perkumpulan Li ji pang kami sangat banyak, kami pun paling gampang

mencari berita, asal aku dapat meninggalkan tempat ini, sudah pasti tugas yang locianpwe berikan itu bisa diselesaikan dengan cepatnya.”

“Masalah ini besar sekali sangkut pautnya.” sambung suara yang selalu berwibawa itu lebih jauh, “apabila tindakan ini pun tidak berhasil memporak porandakan perguruan tiga malaikat, maka selanjutnya jangan harap ada keadilan dan kebenaran yang bisa dibicarakan lagi dalam dunia persilatan, kami orang-orang persilatan pun selamanya akan terjatuh di dalam cengkeraman kaum iblis dan jangan harap ada kesempatan untuk bisa bangkit kembali. Kedengaran menghantar beberapa pucuk surat ini adalah suatu pekerjaan yang amat gampang, padahal persoalannya menyangkut suatu keadaan yang amat besar, aku telah menunggu selama bertahun-tahun lamanya sebelum berhasil menemukan seorang manusia seperti kau.”

“Masa untuk menyampaikan beberapa pucuk surat pun mempunyai arti yang begitu penting ?”

“Benar, persoalan ini penting sekali artinya, cuma kecerdasan dari si pengirim surat itu jauh lebih penting daripada ilmu silatnya dan surat itupun harus disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan, karena isinya menyangkut suatu masalah yang amat rahasia. Oleh karena itu, kau tak dapat menyuruh orang lain untuk menyampaikan surat ini, sebab bila berita ini sampai bocor maka jerih payahku selama ini pun akan sia-sia belaka.”

“Boanpwe pasti akan berusaha dengan sekuat tenaga.

“Bukan hanya berusaha dengan sekuat tenaga saja, bahkan harus disampaikan kepada yang bersangkutan, karena masalahnya bukan menyangkut mati hidup dari satu dua orang saja, melainkan menyangkut soal keselamatan dari segenap umat persilatan. Dan lagi, inilah kesempatan yang terakhir, oleh sebab itu usaha tersebut tak boleh sampai mengalami kegagalan.”

Tiba-tiba saja Kwik Soat kun merasa diatas bahunya telah diberi beban dan tanggung jawab yang amat besar.

Tak tahan lagi dia berkata sambil menghela napas panjang.

“Boanpwe akan berusaha dengan segala kemampuan yang kumiliki untuk bekerja, seandainya surat-surat tersebut tak bisa disampaikan kepada yang bersangkutan, aku lebih baik mati saja.”

Kemudian setelah berhenti sejenak lanjutnya.

“Locianpwe, dapatkah kau memberikan sedikit keterangan tentang persoalan ini, agar pikiran boanpwe menjadi lebih terbuka ?”

Orang itu termenung sebentar lalu berkata. 

“Sudah banyak tahun aku berdiam disini, aku tak tahu bagaimanakah keadaan dunia persilatan setelah dikacau oleh orang-orang sam seng bun, tapi aku percaya tiga orang yang menerima suratku itu masih ada di tempat semula, mengenai bagaimana caranya untuk menyampaikan surat tersebut, hal ini tergantung pada kecerdasan otakmu sendiri. Namun, ada satu hal perlu kuterangkan lebih dahulu, yakni setelah kau dihantar meninggalkan tempat ini, ada seseorang yang akan mewakilimu untuk mati, dengan demikian baru dapat mengelabui mata-mata dari pihak perguruan tiga malaikat.”

“Siapakah yang akan mewakili aku untuk mati ?”

“Soal ini kau tak perlu tahu. Sekarang waktu lebih berharga dari segala-galanya, untuk menyelamatkan kalian, jejakku sudah ketahuan dan orang-orang sam seng bun pun pasti akan mengirimkan jago-jago lihainya untuk mencari jejakku, nah sekarang kau haru segera berangkat meninggalkan tempat ini.”

“Apakah boanpwe masih boleh mengajukan beberapa buah pertanyaan ?” “Baik ! Tapi harus pertanyaan yang singkat dan jelas !”

“Apakah Nyoo Hong leng dan Siau tin juga ditolong oleh locianpwe…?”

“Ya, semuanya sudah tertolong. Namun aku tak mampu melindungi keselamatan mereka, dapatkah mereka hidup lebih jauh, kesemuanya itu tergantung pada kemujuran mereka sendiri,”

“Bagaimana dengan Khong Bu siang yang mengenakan pakaian serba hitam itu ?” “Dia pun sudah ditolong.”

“Sedang Buyung Im seng ?”

“Dia pernah memasuki kota batu dibawah tanah, setiap orang yang pernah kesitu pasti akan mengalami perubahan yang besar atas wataknya, hanya ada dua jalan yang dapat ditempuh olehnya.”

“Pertama tetap tinggal didalam perguruan tiga malaikat, kedua memenjarakan diri.” “Mengapa demikian ?”

“Nona, tak ada kesempatan lagi bagiku untuk menjelaskan persoalan ini kepadamu, sekarang kau boleh pergi.”

Setelah berhenti sejenak, lanjutnya.

“Bila kau diliputi rasa ingin tahu, sehabis menyampaikan ketiga pucuk surat tersebut otomatis kau akan memahami sendirinya semua masalah tersebut.” 

Kwik Soat kun merasa ada tiga pucuk surat yang disodorkan ke tangannya, segera diterima surat itu dan dimasukkan ke dalam saku.

“Dapatkah locianpwe memberitahukan namamu kepada boanpwe ?” pintanya kemudian.

“Sebelum rahasia ini terbongkar, aku tak ingin berjumpa dengan orang siapa saja, aku tak ingin memberitahukan kepada siapapun, anggap saja aku sebagai Bu beng lojin (kakek tanpa nama).”

“Baik, kalau begitu boapwe akan berangkat lebih dulu 1”

Dia segera merasakan tubuhnya melayang ditengah udara dan meluncur ke arah bawah, tak selang berapa saat kemudain, kedua kakinya sudah menempel diatas tanah.

Kwik Soat kun sama sekali tidak melepaskan kain hitam yang menutupi matanya, dia masih tetap berdiri tegak di tempat semula.

Tak selang beberapa saat kemudian, matanya menjadi silau, si kakek berjubah hijau itu telah melepaskan kain hitam penutup mata tersebut.

Kwik Soat kun segera mengerdipkan sepasang matanya yang bulat dan besar, kemudian tanpa sadar mendongakkan kepalanya memandang sekejap ke atas pohon.

Sambil tertawa kakek berjubah hijau itu tertawa.

“Majikan kami telah pergi jauh, nona tak akan bisa menyaksikan dirinya lagi.” Kwik Soat kun tersenyum.

“Walaupun aku tak bisa menyaksikan raut wajahnya, namun aku telah mendengar suaranya.”

Agaknya kakek berjubah hijau itu menaruh perhatian yang khusus terhadap majikannya itu, tanpa terasa serunya.

“Nona, bagaimanakah pendengaranmu terhadap majikanku ini ?”

“Pembicaraan diantara kami tidak berlangsung lama, lagipula aku tak sempat melihat wajahnya, darimana aku bisa tahu ?”

“Kau adalah satu-satunya orang yang berbicara paling banyak dengannya selama belasan tahun terakhir ini” sambung kakek berjubah hijau itu lagi.

Kwik Soat kun menjadi tertegun.

“Jadi selama belasan tahun, dia tak pernah meninggalkan tempat ini ?” 

oooOooo

“Benar !” kakek berjubah hijau itu mengangguk, “tempo hari, dia tak dapat pergi, kalau sekarang, dia tak ingin pergi.”

Kwik Soat kun segera termenung beberapa saat lamanya, setelah itu berkata.

“Walaupun aku belum pernah menyaksikan wajahnya, namun kalau didengar dari nada suaranya, dia adalah seorang yang serius, berwibawa dan tegas, seolah-olah memiliki suatu kekuatan yang membuat orang tak bisa melawan kemauannya.”

Terhadap penilaian tersebut, tampaknya kakek berjubah hijau itu merasa sangat pusa, dia segera tersenyum.

“Betul, dia memang seorang manusia semacam itu !” Setelah berhenti sejenak, lanjutnya.

“Apakah dia telah menyinggung akan menyuruh aku untuk menghantarmu pergi dari sini

?”

Kwik Soat kun segera berpikir.

“Orang itu berpesan kepadaku agar merahasiakan kejadian ini, terutama tentang ketiga pucuk surat tersebut, lebih baik aku jangan menyinggung soal itu.”

Berpikir demikian, dia lantas mengiakan.

“Ya, dia bilang akan menyuruh seseorang untuk menghantarkan pergi dari sini, tapi aku tak tahu siapakah orang tersebut.”

“Sudah pasti aku. Kecuali aku, disini tiada orang yang kedua yang bisa diutus lagi.”

Mendadak Kwik Soat kun jadi teringat akan sesuatu, kemungkinan besar orang yang akan menghantarnya pergi meninggalkan tempat itulah yang mungkin akan mewakilinya untuk mati, tanpa terasa ia menjadi tertegun.

Tanpa sadar pula dengan sorot mata yang tajam, dia mengawasi wajah kakek berjubah hijau itu lekat-lekat.

Sambil tersenyum kakek berjubah hijau itu segera menegur. “Apa yang sedang kau lihat ?”

“Aku sedang mengamati dirimu.” 

“Aku mana sudah tua, jelek lagi, apa sih yang menarik untuk dipandang…?”

“Kau adalah satu-satunya orang yang mendampinginya selama ini, seandainya kau sampai mati, bukankan tiada orang yang akan merawat dirinya lagi ?”

Kakek berbaju hijau itu segera tersenyum.

“Nona, kau tak usah membolak-balikkan duduknya persoalan bila ingin berbicara, maksudmu, setelah menghantar kau turun gunung nanti, maka aku pun tiada harapan untuk hidup lagi ?”

“Bukan aku yang mengatakan demikian.” “Jadi orang itu adalah majikanku ?”

“Ya, memang dia, ia bilang hendak mencari seseorang untuk mewakiliku mati.”

Paras muka kakek berjubah hijau itu segera berubah menjadi amat keren dan serius, katanya.

“Aku sudah tahu tentang hal ini dan aku harap nona bersedia untuk menyaru sebagai seseorang yang sama sekali tidak menarik perhatian, kalau tidak, sekalipun aku telah mengorbankan jiwaku untukmu, orang lain masih tetap akan menaruh curiga.”

Dengan pandangan yang tajam Kwik Soat kun mengawasi wajah kakek berbaju hijau itu lekat-lekat, dia jumpai wajah si kakek tenang sekali, seakan-akan dia telah mengesampingkan soal mati hidupnya.

Kenyataan ini membuatnya merasa amat kagum, segera tanyanya. “Jadi kau sudah tahu akan dirimu ?”

“Kami majikan dan pelayang hidup berdua, kalau bukan majikan yang akan mati, tentu saja tinggal aku seorang.”

“Tampaknya kau sama sekali tidak memikirkan masalah mati hidup tersebut di dalam hati.”

“Nona, apabila saat kematian untuk seseorang telah tiba, maka dia hanya akan merasakan sedikit penderitaan, selama beberapa tahun ini kehidupan yang kami alami justru jauh lebih parah dan menderita daripada kematian.”

Kwik Soat kun segera menghela napas panjang.

“Aaai… tapi kau rela untuk mengorbankan ciri, keagungan dan kebesaan jiwamu ini, sungguh membuat aku merasa kagum sekali.” 

Kakek berjubah hijau itu tersenyum, tukasnya.

“Tak usah kita bicarakan tentang hal ini, sekarang kau boleh bertukar pakaian !” Selesai berkata dia lantas membalikkan badan siap berlalu dari tempat tersebut.

“Locianpwe, berhenti !” Kwik Soat kun segera berseru memanggilnya dengan suara lirih. Kakek berjubah hijau itu berhenti.

“Ada urusan apa ?” tanyanya. “Kau tak usah menyingkir.”

“Apakah kau suruh aku menikmati tubuhmu yang indah dan mempesonakan hati itu ?” seru si kakek berjubah hijau itu sambil tersenyum.

“Bagi seorang tokoh berjiwa besar dan berperasaan agung seperti kalian, kendatipun dapat menyaksikan seorang gadis dalam keadaan telanjang bulat pun, aku percaya kalian pasti tak akan terangsang.”

“Baik, aku akan duduk disini dan tak akan melihatmu lagi, sekarang kau boleh bertukar pakaian !”

Selesai berkata, dia lantas memejamkan matanya dan duduk bersila tanpa berkutik lagi.

“Aku tidak mempunyai pakaian untuk ditukar, nampaknya terpaksa harus mengacaukan rambutku sambil melumuri wajah dengan lumpur…”

“Entah bagaimanapun dandananmu nanti, yang penting jangan samapi menarik perhatian orang lain” tukas si kakek cepat.

Sementara mulutnya berbicara, sepasang matanya masih tertutup rapat-rapat.

Pelan-pelan Kwik Soat kun melepaskan pakaiannya dan mengenakan secara terbalik, rambutnya dibikin kusut lalu dibuat sebuah konde dan mencoreng-coreng wajahnya dengan lumpur.

Selama ini dia mengawasi kakek berjubah hijau itu tanpa berkedip, dijumpainya kakek tersebut benar-benar memejamkan matanya rapat-rapat dan sama sekali tidak menggerakkan biji matanya barang sekejap pun, tanpa terasa kembali dia berpikir.

“Orang ini benar-benar seorang lelaki yang jujur dan sejati.”

Selesai berdandan, Kwik Soat kun baru menghela napas panjang sembari berkata. 

“Locianpwe, aku telah selesai berdandan !”

Saat itulah si kakek berubah hijau itu baru membuka matanya dan mengawasi dandanan Kwik Soat kun sekejap, kemudian sambil berdiri dia berkata.

“Kalau begitu, mari kita berangkat !” “Bagaimana dengan dandananku sekarang ?”

“Ya, apa boleh buat, ditempat ini tiada pakaian yang bisa ditemukan, terpaksa harus seadanya…”

Menyaksikan sikapnya yang begitu tenang dan hambar, sekan-akan menganggap dirinya seperti rumput atau pohon saja, tak tahan Kwik Soat kun bertanya lagi.

“Locianpwe, apakah aku adalah seorang perempuan yang berwajah amat jelek ?”

“Kau tidak jelek, tapi akupun tak dapat menilai kau amat cantik, sebab aku belum pernah memikirkan soal kecantikan atau kejelekan seorang wanita.”

“Bila kau tak dapat membedakan canti dan jeleknya seorang perempuan, hal ini menunjukkan kalau dalam hatimu tidak terdapat suatu patokan tertentu mengenai wanita….”

Kakek berjubah hijau itu segera tersenyum, tukasnya.

“Justru karena di dalam hatiku tidak terdapat patokan mengenai hal tersebut, maka aku pun tak bisa menentukan apakah kau cantik ataukah jelek.”

Kwik Soat kun menghela napas panjang.

“Aaai, apabila seseorang telah berada dalam keadaan seperti ini, mungkin dia sudah tak dapat dikatakan sebagai seorang manusia lagi.”

“Kalau bukan manusia, lantas apa namanya ?” tanya si kakek berjubah hijau itu sambil tertawa hambar.

“Malaikat, rasanya hanyalah malaikat yang tak akan tergoda oleh bujuk rayu serta rangsangan pelbagai napsu, buktinya kalian majikan dan pelayan berdua sama sekali tidak tertarik oleh segala sesuatu yang berada disekitar kalian.”

“Sudah kelewat lama kami hidup berdampingan dengan rumput dan pepohononan, manusia yang kami saksikan selama inipun hanya manusia-manusia kejam berhati busuk, jahat dan dingin, kalau dibilang mereka semua adalah manusia, aku rasa hal ini hanya akan menodai arti suci yang sesungguhnya dari manusia itu sendiri…” 

Setelah berhenti sejenak, lanjutnya.

“Tidak banyak waktu yang tersedia buat kita, soal-soal semacam itu tak usah kita bicarakan lagi.”

* * Note (by maya) : Lanjutan jilid 41* *

Tiba-tiba kakek berjubah hijau itu mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

“Haaah… haaah… sebetulnya kalian berdua bisa saja meloloskan diri dari bencana kali ini, sungguh tak nyana kalian jauh-jauh datang kemari tak lain hanya ingin menghantar kematian saja.”

Mendadak terdengar seseorang berkata dengan suara dingin.

“Meskipun yang tertimpa musibah sukar meloloskan diri, namun saudara sendiripun berada di dalam ancaman bencana besar.”

Dengan perasaan terkejut, manusia berbaju hijau itu membentak nyaring. “Siapa disitu ?”

“Aku !” seseorang menyahut dengan suara yang dingin bagaikan es.

Seorang manusia berbaju hitam yang mengenakan kain cadar berwarna hitam, pelanpelan munculkan diri.

Kwik Soat kun merasa suara orang itu amat dikenal olehnya, seperti orang yang telah menyelamatkan dirinya.

“Siapakah kau ?” bentak manusia berbaju hijau itu lagi.

Pelan-pelan manusia berbaju hitam itu melepaskan kain cadar yang menutupi wajahnya dengan jenggot panjang yang menghiasi dagunya.

Sekalipun belum pernah menjumpai raut wajah orang ini, paling tidak ia pernah mendengar dari gurunya yang melukiskan bahwa dia adalah Buyung Tiang kim, Buyung tayhiap yang amat termashur namanya dalam dunia persilatan itu.

Manusia berjubah hijau itu kelihatan agak gemetar, kemudian sambil mendongakkan kepalanya dia tertawa terbahak-bahak.

“Haaah… haaaah… Buyung Tiang kim, sudah lama mati dengan mata kepala sendiri lohu menyaksikan peristiwa tersebut, kau tak usah mencatut wajahnya untuk berjumpa lagi denganku, memangnya kau anggap masih bisa membohongi lohu ?” 

“Kau telah membunuh Buyung Tiang kim dan mencatut namanya untuk mengundang tiga puluh enam orang jago lihai dari seluruh dunia persilatan untuk bersama-sama merundingkan masalah besar dunia persilatan, namun dalam perjamuan tersebut, diam-

diam ia mencampurkan obat pemabuk di dalam arak hingga merobohkan mereka semua, dimana orang-orang itu kau sekap secara terpisah dan dipaksa untuk menyerahkan ilmu silatnya, kemudian mengurung mereka semua dikota batu bawah tanah, bukan begitu ?” seru manusia berbaju hitam itu dengan suara dingin tapi serius.

Manusia berjubah hijau itu tertawa dingin.

“Apakah kau ingin memancing lohu untuk mengikuti peristiwa tersebut, sehingga semua jago persilatan yang menyembunyikan diri dalam hutan dapat mendengarkan hal ini..?” jengeknya.

“Selama banyak tahun ini aku sudah mengetahui latar belakang yang sesungguhnya, cara kerjamu sangat rahasia dan teliti, toh ada yang bocor juga. Pertama kau tak pernah menyangka kalau aku masih hidup di dunia ini, sekalipun kau enggan untuk mengungkapkan latar belakangnya aku toh bisa memberitahukan kesemuanya ini kepada mereka….”

“Kau hanya ingin jelasnya saja ?” tukas manusia berbaju hijau itu cepat. “Ingin jelas tentang apa ?”

“Hasil akhir dari peristiwa ini ?” seru manusia berbaju hijau itu dingin, “sekarang kau

sudah bukan tandinganku lagi, didalam seratus gebrakan saja aku sudah dapat merenggut selembar nyawamu.”

Dengan cepat manusia berbaju hitam itu menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya sambil tertawa.

“Kau telah membunuh Hong-ya tojin, melukai Kiu ci mo ang, sekarang tenaga dalammu sudah mengalami kerugian yang besar sekali, itu berarti kau sudah tak berkemampuan lagi untuk membinasakan diriku.”

“Inikah saat yang kau nanti-nantikan ?” seru manusia berjubah hijau itu sambil tertawa dingin.

“Yah, inilah persiapan yang memang kuatu !” sahut manusia berbaju hitam itu. Kemudian setelah berhenti sejenak, bentaknya keras-keras.

Lepaskan kain cadarmu sekarang. Dalam saat dan keadaan seperti ini aku rasa tak perlu untuk merahasiakan identitasmu lagi.” 

“Heeeh… heeeh… heeh, sekalipun kulepaskan kain cadarku, apa pula yang bisa kau lakukan ?” jengek manusia berjubah hijau itu sambil tertawa dingin.

Pelan-pelan dia melepaskan kain cadar yang menutupi wajahnya itu….

Kwik Soat kun mencoba untuk mengawasi orang itu dengan seksama, betul juga, dia adalah majikan dari kota batu dibawah tanah.

Pelbagai persoalan yang semula masih memenuhi benaknya, dalam waktu singkat banyak yang dipahami olehnya, tentu saja masih banyak terdapat persoalan aneh yang tidak bisa dipahami olehnya.

Dengan sorot mata yang amat tajam manusia berjubah hitam itu menatap wajah manusia berjubah hijau itu lekat-lekat, berapa saat kemudian dia berkata.

“Walaupun kau telah berusaha dengan susah payah, sayang sekali kau belum berhasil merubah wajahmu sehingga mirip sekali dengan wajah asliku…”

Kemudian setelah mendehem beberapa kali, sambungnya.

“Konon kau telah mencari banyak sekali yang berperan pula dengan wajah macam kau, entah berita ini benar atau tidak.”

Mendadak berkumandang suara benturan yang amat keras….”Blaaam !”

Kiu ci mo ang yang sedang berdiri sambil memegangi perut itu jatuh terjengkang ke atas tanah.

Manusia berbaju hitam itu berpaling dan memandang sekejap ke arah Kiu ci mo ang, kemudian ujarnya lagi sambil menghela napas panjang: “Kedua orang itu kupancing dengan akal agar datang kemari, tapi akhirnya harus mengalami nasib seperti ini ! Aaai… berbicara yang sebenarnya, siaute benar-benar merasa bersalah dan harus minta maaf, tapi kedua orang ini sudah terlalu banyak melakukan kejahatan sepanjang hidupnya, kalau sampai tewas ditangan orang lain, sesungguhnya hal mana sudah merupakan sesuatu kejadian yang sewajarnya.”

Manusia berbaju hijau tertawa-tawa.

“Haaah… haaah…. Buyung Tiang kim, manusia dalam dunia dewasa ini pasti tahu kalau kau adalah seorang pendekar besar yang amat sukar dihadapi, padahal kau adalah seorang tokoh manusia yang licik, berbahaya dan serakahnya bukan kepalang, egoismu terlampau besar.”

Sementara manusia berbaju hitam itu hendak menjawab, mendadak terdengar seseorang berseru keras. 

“Toako… !”

Sesosok bayangan manusia dengan kecepatan luar biasa meluncur mana dari atas pohon.

Orang itu bungkuk dan berwajah penuh codet, dia tak lain adalah Tiong ciu it kiam (jago pedang dari Tiong ciu) Seng Cu sian.

Ruapanya Seng Cu sian tak sanggup menahan gejolak emosinya setelah menyaksikan manusia berbaju hitam itu melepaskan kain cadar mukanya, karena itu dia lantas melompat turun dari tempat persembunyiannya dan menampakkan diri.

Manusia berbaju hitam itu mendehem pelan, kemudian tanyanya. “Kau adalah…”

“Siaute adalah Seng Cu sian, toako, apakah kau sudah tidak kenal lagi denganku ?” “Aku masih dapat mengingat suaramu !”

“Sam te, Nyoo te semuanya berada disini, sayang Su te entah telah pergi kemana. Konon dia telah menyelundup masuk ke dalam perguruan tiga malaikat untuk mencari jejak toako.”

Sementara itu Kiu ji taysu, Lui Hua hong dan lain-lainnya telah bermunculan dari atas pohon dan sama-sama menampakkan diri disisi arena seru mereka hampir bersamaan waktunya.

“Toako, kau membuat kami benar-benar merindukan dirimu !” Buyung Tiang kim menghembuskan napas panjang.

“Selama dua puluh tahun belakangan ini kalian pasti sudah banyak menderita.”

“Asal toako masih hidup di dunia ini, sekalipun siaute sekalian harus menderita lagi juga tak menjadi soal.” sahut Seng Cu sian cepat.

“Aaai, kendatipun hubungan kita bagaikan saudara sendiri, namun kalian masih belum begitu memahami tentang toakomu…”

“Nama besar toako termashur di kolong langit, siapakah yang tidak menaruh hormat dan segan kepadamu ? Kami sebagai saudaramu benar-benar ikut berbangga hati buat toako.” seru Lui Hua hong pula sambil tertawa.

Buyung Tiang kim tertawa getir. 

“Setiap orang di dunia ini tahu kalau Buyung Tiang kim adalah seorang pendekar besar, tapi agaknya mereka semua telah melupakan satu hal.”

“Soal apa ?” Kiu ji taysu segera bertanya.

“Sifat manusia di dunia ini tiada seorang pun yang bisa menyamai Buyung Tiang kim, seperti dalam berita, sebab apa yang dilukiskan bukan manusia, melainkan dewa.”

“Tapi toako memang dewa !” kata Lui Hua hong. Buyung Tiang kim menghela napas panjang.

“Kalian bersabarlah lebih dulu, pasti akan kalian saksikan raut wajah asli dari toakomu.”

Sebelum Liu Hua hong sempat mengucapkan sesuatu, Seng Cu sian telah mencegah dengan berkata.

“Ngo te, saat ini bukan saatnya bagi kita bersaudara untuk mengingat-ingat masa silam.”

Sementara itu Buyung Tiang kim telah mengalihkan sorot matanya ke wajah manusia berbaju hijau itu, kemudian pelan-pelan berkata.

“Mereka adalah beberapa orang saudara angkatku, hubungan batin mereka terhadap diriku amat mendalam, meraka hanya mengetahui akan nama pendekar namun tidak mengetahui akan perbuatan jahatku, bila kau ingin memberitahukan kepada mereka katakan saja secara berterus terang.”

Manusia berjubah hijau itu tertawa dingin.

“Dengan bersusah payah kau membangun naam pendekarmu, apakah tidak kuatir kalau nama pendekarmu itu sampai punah dalam sekejap mata…?”

Dengan wajah sedih Buyung Tiang kim menghela napas panjang.

“Aaaai, sudah lama aku memikirkan persoalan ini dan sekarang telah berhasil kupecahkan, aku tak dapat merahasiakan semua kejahatanku terhadap pandangan mata serta pendengaran semua orang di dunia ini, cepat atau lambat persoalan ini dapat terungkap juga dalam dunia persilatan, oleh sebab itu soal nama bukan menjadi ancaman yang berat bagiku.”

Manusia berjubah hijau itu mengalihkan sorot matanya dan memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian ujarnya.

“Selain ketiga orang saudaramu, masih adakah orang lain yang bersembunyi didalam hutan ?” 

“Ada ! Cuma hanya diantaranya yang tidak kuketahui.”

“Suruh mereka semua keluar dari tempat persembunyiannya.”

Buyung Tiang kim segera berpaling ke arah dalam hutan, lalu berseru dengan lantang.

“Pertemuan ini merupakan sebuah pertemuan yang sukar ditemui, kalau toh kalian sudah berdatangan semua disini, mengapa tidak segera munculkan diri ke tengah arena untuk mengikuti jalannya peristiwa dengan lebih seksama ?”

“Bila kalian telah ditakdirkan akan mati, kendatipun bersembunyi di dalam hutan pun tak akan bisa lolos dari ancaman maut itu.”

Baru selesai dia berkata, si dewa ular Tong Lim sudah melompat turun lebih dahulu dari atas pohon.

Menyusul kemudian Kwik Soat kun, Nyoo Hong leng, si kaitan sakti Pau Heng, bersamasama pula munculkan diri dari balik hutan.

Mencorong sinar tajam dari balik mata manusia berjubah hijau itu sesudah menyaksikan kehadiran Nyoo Hong leng, setelah diperhatikan sejenak ujarnya.

“Kau belum mati ?”

“Betul, harus disayangkan tusukan pedang orang itu agak miring sedikit sehingga meninggalkan selembar jiwaku.”

oooOooo

“Siapa yang telah menyelamatkan jiwamu ?” tanya manusia berbaju hijau itu sesudah termenung sejenak.

“Aku !” jawab Buyung Tiang kim, “kalau diwaktu-waktu lampau aku bekerja karena mempunyai tujuan tertentu, maka kali ini kutolong selembar jiwanya tanpa disertai dengan tujuan apapun.”

Nyoo Hong leng menghela napas panjang, memandang ke arah manusia berjubah hijau itu, katanya.

“Locianpwe, sebenarnya siapakah kau ? Mengapa kau harus menyaru sebagai Buyung Tiang kim ? Kalau begitu apa yang pernah kau ucapkan sewaktu berada di kota batu tempo hari hanya bohong belaka ?”

Manusia berjubah hijau itu tertawa hambar, seperti menjawab tapi bukan menjawab, dia berkata. 

“Mana Buyung Im seng ? Sekarang dia berada dimana ?”

“Entahlah !” Nyoo Hong leng menggelengkan kepalanya berulang kali, Manusia berjubah hijau itu menggetarkan pedangnya lagi, kemudian berkata. “Nak, beritahu kepadaku, masih ada siapa lagi dalam hutan sana.. ?”

“Hanya beberapa orang ini saja yang datang bersama denganku.” Manusia berjubah hijau itu mendengus dingin, serunya kemudian.

“Buyung Tiang kim, sebelum kita turun tangan, terlebih dahulu kita harus menjanjikan sesuatu hal.”

“Baik ! Katakanlah lebih dahulu, asal hal itu cocok dan pantas, tentu akan kukabulkan.”

“Lohu sangat memahami tentang dirimu, andaikata kau unggul di dalam pertarungan ini, maka jangan harap mereka bisa tinggalkan tempat ini dalam keadaan selamat.”

“Bagaimana seandainya kau yang menang ?”

“Lohu tak ingin melakukan perbuatan yang mengingkari perasaanku sendiri, andaikata aku menang, maka kalian hanya mempunyai dua buah jalan yang bisa ditempuh, pertama adalah mati ditanganku dan kedua kalian akan kusekap di dalam kota batu di bawah tanah.”

Kemudian setelah tertawa terbahak-bahak dia melanjutkan.

“Gunung sukar dipindahkan, watak sukar dirubah, walaupun kau Buyung Tiang kim telah berpikir selama puluhan tahun lamanya, namun setelah menghadapi keadaan yang kritis, aku rasa watak aslimu belum juga dirubah.”

“Menurut pendapatmua ?” ucap Buyung Tiang kim.

“Lebih baik kita saling mengungkap rahasia kita agar mereka pergi meninggalkan tempat ini, sebab apabila kita sampai bertarung kembali, sudah pasti pertarungan tersebut menentukan mati hidup kita, entah siapa saja yang berhasil meraih keunggulan, mereka semua telah pergi jauh, rahasia dalam perguruan tiga malaikat serta watak yang sebenarnya dari Buyung Tiang kim juga akan bersama mereka tersiar dalam dunia persilatan.”

Buyung Tiang kim termenung sambil berpikir sebentar, kemudian serunya.

“Sebuah ide yang sangat bagus cuma ada satu hal aku masih merasa tak berlega hati.” 

“Dalam hal apa ?”

“Anak buahmu sangat banyak dengan penjagaan yang amat ketat, walaupun mereka dapat meninggalkan hutan ini, belum tentu bisa muncul kembali dalam dunia persilatan dalam keadaan selamat.”

“Lohu mempunyai sepotong lencana Seng pay, asalkan mereka membawanya di dalam saku, tak mungkin orang-orang Sam seng bun akan menghalangi kepergian mereka.”

Sementara pembicaraan masih berlangsung, dia sudah mengeluarkan sepotong lencana emas dan dilemparkan ke tangan Nyoo Hong leng.

Buyung Tiang kim memandang sekejap ke arah Seng pay tersebut kemudian berkata.

“Ehmm, tak salah lagi, memang lencana yang berkuasa paling tinggi didalam perguruan tiga malaikat, nona harus menyimpannya secara baik-baik.”

“Sudah kau lihat dengan ?” seru manusia berjubah hijau itu sambil tertawa.

“Di dalam perguruan tiga malaikat terdapat tiga buah lencana Seng pay, dan semua lencana tersebut akulah yang membuatnya.”

“Siapa pula yang mendirikan perguruan tiga malaikat itu ?”

Buyung Tiang kim termenung sambil berpikir beberapa saat, kemudian sahutnya. “Aku….”

“Toako” Lui Hua hong segera berseru, “kau tak boleh seperti sengaja terikat semua dosa tersebut diatas pundakmu, kalau badan mah tak akan lolos dari kematian selewatnya seratus tahun, tapi nama besarmu, kesadaran tubuhmu…”

“Aku tahu, semua yang kau katakan merupakan kata-kata yang sesungguhnya” tukas Buyung Tiang kim cepat.

“Sudah belasan tahun lamanya kami mengikuti toako, mengapa selama ini tak pernah menyaksikan kalian melakukan kejahatan ?”

“Bila seseorang dapat diketahui semua kelakuannya, bagaimana mungkin orang itu bisa dianggap sebagai seorang manusia laknat yang besar ?”

Lui Hua hong menjadi tertegun, serunya tertahan. “Toako, kau…” 

“Aaai, Ngo te tak usah emosi” tukas Buyung Tiang kim sambil menghela napas panjang, “dengarkan perkataanku dengan hati yang sabar adn kau akan mengetahui segala sesuatunya dengan jelas. Sesungguhnya Buyung Tiang kim yang bernama besar di dalam dunia persilatan tak lebih hanya seorang manusia yang menggunakan nama pendekarnya untuk menutupi keserakahan serta sifat egoisnya.”

Buyung Tiang kim tidak memperdulikan Lui Hua hong lagi, kembali dia berkata.

“Kepandaian silatku yang terutama adalah menguasai berbagai macam ilmu sakti yang ada di dunia ini, tentu saja hal tersebut pun mempunyai alasan yang amat besar, yakni aku selalu menuntut balas jasa setiap kali aku telah menolong seseorang, aku selalu berupaya untuk memaksa orang lain agar menyerahkan ilmu silatnya.”

“Seandainya orang itu tidak bersedia menyerahkan ilmu silatnya ?” tanya Seng Cu sian.

“Kalau sampai begitu maka akan kugunakan berbagai macam cara yang bisa kutempuh, tak bisa kugunakan kelembutan, akan kugunakan kekerasan atau menyerang kelemahannya. Sepanjang hidupku, sudah beratus macam ilmu silat yang berhasil kupelajari dan selama ini belum pernah aku menderita kekalahan sekalipun.”

Seng Cu sian menghela napas panjang, katanya kemudian.

“Perkataan dari toako masuk diakal juga, karena sejak dulu sampai sekarang memang belum pernah kujumpai ada manusia seperti toako yang boleh dibilang menguasai hampir semua kepandaian silat yang ada di dunia ini.”

“Ya, semenjak toako berkenalan dengan kami semua, kau belum pernah mempunyai banyak waktu untuk mempelajari ilmu silatmu, namun kepandaian silat yang toako miliki justru sehari demi sehari bertambah maju terus” kata Kiu ji taysu.

“Asal kalian sudah percaya, hal ini lebih baik lagi. Selama banyak tahun aku selalu mendompleng pada nama besarku itu, lama kelamaan liang simku mulai tak tentram, aku ingin menghapuskan nama besarku dari Buyung Tiang kim tersebut dan berharap umat persilatan yang sesungguhnya, dengan demikian akupun bisa mati dengan perasaan lebih tenang.”

“Setelah selesai mendengar perkataan dari toako ini, tiba-tiba saja dalam hati kecil siau te muncul suatu pikiran yang sangat aneh.” seru Seng Cu sian.

“Jangan memanggil aku sebagai toako, aku tidak pantas menjadi toako kalian, juga tak usah menaruh perasaan sangsi kepadaku. Aku telah menerima sanjungan dan hormat dari segenap umat persilatan, tapi kalau dipikir lebih cermat, sesungguhnya sanjungan tersebut jauh lebih menyiksa daripada diriku, seandainya yang mencaci maki diriku dengan kata-kata yang gagah dan terbuka, mungkin perasaanku akan jauh lebih baikan.”

Setelah menatap wajah Seng Cu sian sekian lama, sambil tersenyum kembali dia berkata. 

“Apa yang sedang kau pikirkan ? Katakan saja berterus terang !”

“Sebelum berjumpa dengan toako, siaute merasa sangat memahami tentang diri toako, namun setelah berjumpa toako sekarang, siaute justru merasa seakan-akan sama sekali tidak mengetahui tentang diri toako, kendatipun telah kupikirkan dengan lebih seksama, namun benakku masih tetap seperti kosong melompong.”

“Betul ! Pada hakekatnya kalian seperti sama sekali tidak tahu tentang diriku.”

“Yaa, memang begitulah kalau dipikirkan dengan seksama” ucap Seng Cu sian lagi. Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh.

“Toako, apa pula yang terjadi dengan Buyung im seng ? Seingat siaute, dalam gedung keluarga Buyung yang amat luas itu rasanya belum pernah terdapat majikan perempuan.”

“Ya, sesungguhnya dia memang bukan putraku.” ucap Buyung Tiang kim pelan. “Kalau begitu ada orang yang sengaja mencatut namamu ?” seru Lui Hua hong cepat.

“Kalau begitu surat wasiat dari toako juga merupakan surat wasiat yang dipalsu orang ? sambung Kiu ji taysu pula.

“Surat itu aku yang tulis, sebab waktu itu aku tidak tahu kalau masih bisa hidup hingga kini, oleh karenanya aku membutuhkan seseorang untuk membalaskan sakit hatiku.”

“Maka kau pun membuat sepucuk surat dan mengakui bocah itu sebagai putramu, kemudian kau menciptakan gelombang besar pula dalam dunia persilatan ?” kata Seng Cu sian lagi.

Dengan sedih Buyung Tiang kim menghela napas panjang.

“Aaai, gara-gara aku, kau jadi bungkuk dan cacad wajah, dua puluh tahun lamanya harus hidup menderita dan tersiksa.”

“Walaupun tubuh siaute harus hancur, aku tak pernah merasa sayang, sebab kita memang mempunyai hubungan yang amat erat, tapi mengapa pula kau harus membohongi semua umat persilatan yang berada di dunia ini sehingga mereka harus mengorbankan jiwanya gara-gara ingin berziarah di depan makammu ? Sebenarnya apa maksud tujuanmu ?”

“Kalau soal ini mah jangan kau salahkan kepadaku” ucap Buyung Tiang kim sambil tertawa getir.

Kemudian sambil mengalihkan sorot matanya ke wajah manusia berjubah hijau itu, dia menambahkan. 

“Kesemuanya ini merupakan buah dari rencana busuknya.” Manusia berjubah hijau itu tertawa dingin, katanya dengan cepat.

“Orang-orang itu semuanya merupakan umat persilatan yang menaruh hormat kepadamu, mereka pun sangat menaruh perhatian terhadap mati hidupmu. Andaikata aku tidak mempergunakan cara yang keji itu agar umat persilatan menganggap kuburan Buyung Tiang kim sebagai tempat pembantaian yang mengerikan, hingga akibatnya atas permufakatan semua orang, kuburan itu dibongkar, siapa yang tahu kalau kuburan tersebut sesungguhnya kosong ? Dan andaikata umat persilatan tidak dibikin sampai tercengang dan curiga, bukankah semua rencanamu itu sia-sia belaka ?”

Buyung Tiang kim tertawa hambar.

“Betul, itulah sebabnya banyak orang yang dikirim untuk menjaga kuburanku sehingga setiap orang yang berkunjung kesitu terbunuh dan nama besarku pun tetap dihormati orang dalam dunia persilatan.”

Seng Cu sian menghembuskan napas panjang, tukasnya tiba-tiba.

“Benar-benar suatu tindakan yang sangat keji, betul-betul suatu perbuatan yang rendah dan memalukan.”

Dengan cepat dia menyambar jubah sendiri dan memotong ujung jubah tersebut dengan pedangnya, kemudian katanya lagi.

“Kami sudah tertipu selama belasan tahun, selama ini kami menyanjung dirimu sebagai malaikat, siapa tahu kau tak lebih adalah seorang gembong iblis yang rendah keji dan berhati buas, mulai hari ini kau Seng cu sian putus hubungan persaudaraan denganmu.”

Lui Hu ahong menggaris pula permukaan tanah dengan ujung pena bajanya, kemudian berkata pula.

“Lui Lu ngo juga menggaris tanah memutuskan hubungan denganmu !”

“Omitohud !” ucap Ki ji taysu pula, “pinceng sudah puluhan tahun lamanya menghormati dirimu sebagai toako, tak tahunya kau adalah jejadian iblis, sungguh mengecewakan ! Sungguh mengecewakan !”

Seng Cu sian mengayunkan tangan kirinya dan melemparkan ujung jubah tersebut ke wajah Buyung Tiang kim.

Ternyata Buyung Tiang kim sama sekali tidak berkelit, dia membiarkan ujung baju itu menghajar diatas wajahnya keras-keras…. 

“Plaaaakkk !” rupanya Seng Cu sian telah menyertakan pula tenaganya yang besar sewaktu melemparkan ujung jubah tersebut ke depan tadi.

Buyung Tiang kim tertawa kaku.

“Aku memang tak pantas menyebut saudara dengan kalian, sebab kalianlah pendekarpendekar sejati, harga diri serta kebersihan dari seseorang memang tak bisa dinilai dari keberhasilannya dalam permainan ilmu silat.”

Sorot matanya memandang sekejap ke arah Seng Cu sian, Kiu ji taysu dan Lui Hua hong dengan sayu, kemudian sambungnya lebih jauh.

“Aku harap kalian bertiga sudi memberi sebuah kesempatan kepadaku agar aku melakukan suatu pekerjaan yang bermanfaat bagi dunia persilatan, kemudian aku dapat menghabisi diriku sendiri untuk menebus dosa-dosaku itu.”

“Apa yang hendak kau lakukan ?” tegur Seng Cu sian dengan suara dingin.

Kalau ilmu silatnya harus dibandingkan dengan Buyung Tiang kim maka keadaannya ibarat orang dewasa dengan bocah cilik, selisihnya masih berapa ratus kali, namun kegagahan, kejujuran dan kesetia kawannya justru membuat Buyung Tiang kim merasa rendah diri dan maju untuk bertatap muka dengannya.

Pelan-pelan dia menundukkan kepalanya rendah-rendah, kemudian menyahut pelan.

“Aku hendak menghancurkan perguruan tiga malaikat, agar dunia persilatan dapat menjadi tenang kembali.”

Mendadak ia mendongakkan kepalanya lagi, dengan sorot mata yang tajam ditatapnya manusia berjubah hijau itu lekat-lekat, kemudian menegur.

“Apakah kau masih dapat menemukan cara lain untuk menakut-nakuti diriku ? Kalau tiada cara yang bisa kau temukan, lebih kita bertarung mulai sekarang juga.”

Sebelum manusia berjubah hijau itu sempat menjawab, Seng Cu sian telah berkata duluan.

“Jangan bertarung lebih dulu, dalam hati kecilku masih terdapat beberapa persoalan yang mencurigakan hatiku, aku harap kau bisa menjawab dengan sejelasnya.”

Sekilas perasaan gelisah menghiasi wajah Buyung Tiang kim, namun hanya sekilas saja sudah pulih kembali di dalam ketenangan.

“Baiklah, kau boleh bertanya” ucapnya kemudian. 

“Aku tahu bahwa waktu sangat berharga bagimu, aku berharap kau bisa memberikan jawaban secara sederhana dan sejujurnya.”

Buyung Tiang kim tersenyum.

“Tanyakan saja sekehendakmu, aku akan memberikan jawaban yang memuaskan dirimu.”

“Sebenarnya siapakah Buyung Im seng itu ?”

Buyung Tiang kim segera mengalihkan matanya ke wajah manusia berjubah hijau itu, kemudian menyahut.

“Putranya !”

Begitu ucapan tersebut diutarakan, semua orang yang berada disana menjadi amat terperanjat, sorot mata semua orangpun bersama-sama dialihkan ke wajah manusia berjubah hijau itu.

Sambil berseru tertahan Seng Cu sian bergumam. “Wah, tampaknya persoalan ini sangat kelam.”

“Tapi dia sendiripun mungkin kurang begitu jelas” ucap Buyung Tiang kim lagi. Manusia berjubah hijau itu tertawa dingin.

“Heeeh…. heeeeh… seandainya lohu benar-benar tidak tahu, bagaimana mungkin mereka bisa lolos dengan selamat.”

“Ooh, rupanya kau sudah tahu akan soal ini” seru Nyoo Hong leng pula, “aku heran kalau dia hanya menaruh curiga saja.” sela Buyung Tiang kim lagi, “aku rasa dalam hati kecilnya belum dapat meyakini kalau Buyung Im seng sebenarnya adalah putranya sendiri.” 

“Tapi dia sangat baik terhadapnya” bantah Nyoo Hong leng.

Sekilas perasaan gusar menghiasi wajah manusia berjubah hijau itu, sambungnya dingin.

“Seandainya bukan kau si budak busuk, semua persoalan yang lohu atu pun tak bakal terjadi perubahan seperti sekarang ini.”

Buyung Tiang kim tertawa terbahak-bahak, tukasnya. 

“Sekarang, tentunya kau sudah tahu bukan, Buyung Im seng sesungguhnya adalah putramu sendiri, walaupun dia tidak terluka ditanganmu, namun ia terluka oleh rencanamu sendiri. Inilah yang dinamakan hukum karma.”

Sekalipun manusia berjubah hijau itu ingin berusaha keras untuk mempertahankan ketenangannya, toh tak mampu juga untuk mengendalikan perasaan hatinya yang bergetar keras, tak tahan dia berseru.

“Sekarang dia berada dimana ? Bagaimana dengan keadaan lukanya…. ?”

“Lukanya sangat parah, dia telah lohu sembunyikan di suatu tempat yang amat rahasia.” Berbicara sampai disitu, mendadak saja dia membungkam dalam seribu bahasa.

“Buyung Tiang kim” seru manusia berjubah hijau kemudian, “apa kubilang tadi, kalau sudah menjadi anjing maka tak akan bisa merubah kebiasaannya untuk menjilat kendatipun sudah diberi makanan enak. Sampai kini pun kau masih tetap menggunakan akal muslihat untuk menghadapi orang.”

“Sebenarnya dia adalah seorang bocah biasa” kata Buyung Tiang kim, “tapi justru karean orang di dunia ini salah menganggapnya sebagai putera Buyung Tiang kim, maka dengan cepatnya dia pun menjadi seorang manusia termashur dalam dunia persilatan, tapi nyatanya dia justru selalu kabur dan tersiksa akibat tekanan dari ayahnya sendiri…. ya, boleh dibilang peristiwa saling bunuh membunuh antara kalian ayah dan anak merupakan kejadian maha aneh di dunia persilatan dewasa ini.”

“Aku tahu akan maksud hatimu itu” kata manusia berjubah hijau tersebut sambil tertawa dingin, “andaikan didalam pertarungan kita nanti kau terluka ditangan lohu, maka putra pun tak akan memperoleh makanan dan obat-obatan sehingga akhirnya akan tewas juga karena luka parahnya, bukankah begitu ?”

“Benar” sela Buyung Tiang kim cepat, “bila kau ingin menolong jiwanya, hanya ada satu jalan yang bisa kau tempuh, yakni mampus ditanganku dalam pertarungan nanti.”

Manusia berjubah hijau itu segera tertawa dingin.

“Heeeeh… heeeh.. aku kuatir kalau usahamu itu akan sia-sia saja, lohu bukan seorang manusia yang mau menuruti perintah orang.”

Sebagaimana diketahui, selama hampir dua puluh tahun lamanya ini, Seng Cu sian, Kiu ji taysu dan Lui Hua hong selalu berjuang dan menahan derita karena setiap saat mereka ingin berusaha untuk membalaskan dendam bagi kematian Buyung Tiang kim.

Tetapi beberapa patah kata dari Buyung Tiang kim ini membuat semangat mereka selama dua puluh tahun terakhir menjadi hilang lenyap hingga tak berbekas. 

Mereka bertiga saling berpandangan sekejap dengan sedih, kemudian setelah menghela napas panjang, mereka menundukkan kepalanya rendah-rendah.

Mendadak Kwik Soat kun menimbrung dari samping.

“Buyung locianpwe, aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan kepadamu, apakah kau bersedia untuk memberikan jawaban ?”

“Asalkan lohu tahu, sudah pasti akan kujawab dengan sejujurnya.”

“Sewaktu aku terluka dan jatuh tak sadarkan diri, apakah kau yang telah menyelamatkan selembar jiwaku ?”

Buyung Tiang kim manggut-manggut. “Ya, memang aku” sahutnya.

“Apakah kau pula yang menutupi mataku, mengerekku naik ke pohon dan menyerahkan surat kepadaku agar mengundang datang tokoh-tokoh misterius seperti Kiu di mo ang dan Hong ya tojin tersebut ?”

“Ya, memang aku. Tapi Kiu ci mo ang dan Hong ya tojin adalah orang-orang jahat, sekalipun aku telah melakukan suatu tindakan atas tubuh mereka dan menyekapnya disuatu tempat, namun mereka masih tetap hilang di dunia ini, bila suatu hari aku sudah mati, mereka pasti akan melakukan kejahatan lagi dengan semaunya sendiri, oleh sebab itu sebelum aku mati, aku harus meminjam tokoh gadungan yang telah menyaru sebagai diriku itu untuk melenyapkan kedua gembong iblis itu dari muka bumi, agar jangan sampai meninggalkan bibit bencana bagi umat persilatan di kemudian hari.”

“Sewaktu berada dalam sebuah gua, telah kujumpai tiga buah sosok mayang, salah satu diantara mayat-mayat tersebut mirip sekali dengan wajahmu, apakah jenazah itu pun palsu ?”

“Mayatnya mah sungguhan, cuma bukan aku….” kata Buyung Tiang kim cepat. Kemudian sambil menuding ke arah manusia berjubah hijau itu, lanjutnya. “Dengan susah payah dia mencari banyak orang yang mirip dengan wajahku untuk

membohongi orang, kalau dia memakai orang hidup, maka aku menggunakan mayatmayat tersebut.”

“Aaai, setelah persoalan ini disingkap rasanya juga tidak begitu misterius lagi.”

“Semua persoalan di dunia ini memang begitu, banyak orang pandai bermain sulap, hanya tehniknya saja yang berbeda-beda satu dengan lainnya.” 

“Di dalam goa tersebut terdapat tiga sosok mayat, kecuali kau masih ada dua orang lagi, agaknya mereka adalah seorang pendeta dan seorang tosu, siapa pula kedua orang itu ?”

“Si hwesio dalah Thian tong taysu dari kuil Siau lim si, sedangkan si tosu adalah Thi kiam tojin dari Bu tong pay.”

“Mereka semua adalah tokoh-tokoh dunia persilatan dengan nama yang amat termashur, apakah mayat-mayat mereka pun palsu semua ?”

“Benar. Thian tong taysu, Thi kiam tojin dan aku sesungguhnya tak lain adalah cosu pendiri perguruan tiga malaikat.”

Kwik Soat kun melirik sekejap ke arah manusia berjubah hijau itu kemudian bertanya. “Apakah pendeta dan tosu itu pun tewas di tangannya ?”

Dengan cepat Buyung Tiang kim menggelengkan kepalanya berulang kali.

“Tidak, Thian thong taysu serta Thi kiam tosu tewas ditangan aku orang she Suma”

“Apakah kau membunuh mereka berdua karena kau ingin mengangkangi kekuasaan dalam perguruan tiga malaikat ?”

“Nona hanya benar separuh, sedangkan separuh yang lain adalah disebabkan mereka berdua berasal dari perguruan kaum lurus, mereka tak ingin mengatur dunia dengan mengandalkan kekuasaan, sehingga pendapat mereka bertentangan denganku bagaikan api dan air, itulah sebabnya kalau bukan mereka berdua yang mati, akulah yang tewas.”

“Apakah kau merasa mereka dapat membunuhmu maka kau mendahului membunuhi ? Dengan berbuat demikian apakah liangsim mu tidak merasa merasa tersentuh dan malu

?” tegur Nyoo Hong leng.

Buyung Tiang kim tertawa hambar.

“Memang begitulah kenyataannya, aku orang she Buyung memang sudah banyak melakukan kejahatan, tapi sepanjang hidupku belum pernah membunuh seorang manusia pun, mencelakai jiwa Thian thong taysu dan Thi kiam totiang memang merupakan perbuatan yang paling membuatku menyesal sepanjang hidupku.”

“Jika kau membunuh banyak orang, tak mungkin orang persilatan akan menganggapmu sebagai Buyung tayhiap, tapi siasat meminjam golok membunuh orang yang kau gunakan sesungguhnya jauh lebih keji, licik, berbahaya daripada kau membunuh orang dengan mempergunakan tanganmu sendiri.”

“Semua siasat licik dan dosa yang kulakukan selama hidup telah kucatat di dalam kitab pusaka ilmu silat yang kuserahkan kepadamu itu.” 

“Semua ilmu silat yang tercantum dalam kitab itu merupakan kepandaian silat yang berhasil kuperoleh dengan cara memaksa dan menipu sumber dari kepandaian tersebut serta cara yang kupakai untuk membohongi orang, semuanya kucatat pula di dalam kitab tersebut dengan jelas. Setelah aku mati, aku harap nona dapat menggunakan siasat dan tehnik meniru yang pernah kugunakan itu untuk disiarkan secara luas ke dalam dunia persilatan, agar seluruh umat persilatan dapat meningkatkan kewaspadaannya hingga kemudian hari dalam dunia persilatan, jangan sampai muncul kembali Buyung Tiang kim kedua.”

“Aku dapat menyelesaikan harapanmu itu dengan sebaik-baiknya.”

“Apakah kau sudah menghapalkan semua beberapa jurus silat dan kepandaian yang kuwariskan kepadamu selama ini ?”

Nyoo Hong leng manggut-manggut. “Ya, sudah hapal semua.”

“Ini penting sekali artinya, sebab setelah aku mati nanti, kau adalah satu-satunya orang yang dapat menyelamatkan orang-orang yang tersekap dalam perguruan tiga malaikat.”

“Aku ingin mengajukan satu pertanyaan lagi, harap kau sudi menjawab dengan sesungguhnya.”

“Aaai, orang yang sudah hampir mati ucapannya selalu benar, berada dalam keadaan seperti ini, masa aku akan membohongi dirimu ?”

“Kau adalah seorang yang selalu menggunakan siasat untuk membohongi orang, terhadap diriku pun tidak terkecuali, aku ingin tahu apa sebabnya selama sebulan ini kau

merawatku dengan sebaiknya…?”

Buyung Tiang kim segera tertawa terbahak-bahak.

“Haaah… haaaah… aku telah melakukan semua perbuatan jahat yang ada didunia ini, sebelum ajalku tiba mendadak saja aku kepingin merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang manusia baik, jadi akupun tak bisa mengemukakan alasan apa pun jua.”

( Bersambung jilid ke 45 )
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar