Lembah Tiga Malaikat Jilid 31



Jilid 31

"Sewaktu kau datang kemari, apakah di sini disekap seseorang ?" "Tidak, tempat ini merupakan sebuah ruangan kosong."

Nyoo Hong leng segera membebaskan cengkeramannya pada pergelangan tangan kakek berbaju hijau itu, kemudian menghela napas panjang.

"Aaaaiii... saudara Buyung," katanya. "Mungkin yang diketahui olehnya hanya itu saja, sekalipun ditanyakan lebih lanjut juga tak akan menghasilkan pa-apa, aku rasa kita harus berganti dengan cara lain."

"Saat ini pikiranku sedang kalut dan perasaanku tak tenang, bagaimana baiknya, terserah nona saja yang memutuskan."

"Mula pertama lebih baik kita tanyakan dulu persoalan ini kepada pengemis ular di seberang sana, siapa tahu nasib kita beruntung, kemudian baru pergi mencari si nona berambut panjang."

"Yaa, tampaknya dewasa ini hanya sebuah jalan ini saja yang bisa kita tempuh." "Saudara Buyung, kau harus membangkitkan kembali semangatmu, meskipun duduk perkaranya semakin lama semakin aneh tapi kini sudah mendekati saat-saat terakhir untuk terungkap semuanya."

"Yaa, perkataan nona itu memang benar," Buyung Im seng menghembuskan napas panjang, "mari kita mencari si pengemis ular tersebut."

"Sekarang kita sedang berusaha membongkar rahasia paling besar dari sebuah kota batu, berarti kita telah menjadi musuh besar yang wajib mereka bekuk dan bunuh, maka setiap saat kemungkinan besar suatu pertarungan sengit akan berlangsung, kuanjurkan kepadamu lebih baik tenangkan hatimu dulu."

"Ucapan nona memang benar," kata Buyung Im seng cepat-cepat dengan perasaan terkesiap.

Nyoo Hong leng segera mengayunkan jari tangannya menotok jalan darah dari kakek berjubah hijau itu, kemudian katanya:

"Mari kita berangkat, sekarang kita mencari dulu si pengemis pemain ular, andaikata dia juga tak tahu, baru kita berusaha menanyakan persoalan ini kepada si nona pembawa jalan."

Buyung Im seng memandang kakek berjubah hijau itu sekejap, kemudian melangkah keluar dari ruangan itu.

Nyoo Hong leng mengikuti di belakangnya turut keluar pula dari ruangan tersebut. Ketika menengadah, tampak si pengemis aneh itu sudah membuka pintu ruangannya dan berdiri menanti di depan pintu.

Puluhan ekor ularnya yang menjulurkan lidah bergerak kian kemari seakan-akan siap melakukan sergapan maut.

Nyoo Hong leng kuatir Buyung Im seng yang sedang tak tenang salah bicara, buruburu serunya:

"Locianpwe..."

Pengemis aneh itu tertawa dingin, tukasnya cepat.

"Budak busuk, tutup mulutmu, selama hidup lohu paling segan berhubungan dengan kaum wanita."

Nyoo Hong leng memandang sekejap kawan ular yang berada disekitar tubuhnya, ia menjadi jijik dan tak berani membantah.

Terpaksa Buyung Im seng harus melangkah maju ke muka, kemudian setelah menjura, katanya:

"Locianpwe, kau ada petunjuk apa yang hendak disampaikan kepada kami berdua

?"

"Bukankah kau mengatakan dirimu sebagai putra Buyung Tiang kim ?" tegur si pengemis.

"Benar."

"Lantas dimanakah Buyung tayhiap sekarang ?" "Sedang beristirahat di ruang dalam sana." Kontan pengemis aneh itu tertawa dingin.

"Heeehh... heeehh... heeeh... kalian telah mencelakainya ?" dia berseru. "Dia bukan Buyung Ting kim ! Meski begitu, kamipun tidak mencelakainya." "Apa ?" Pengemis itu melotot besar, "dia bukan Buyung Tiang kim.. ?"

"Dia sudah mengakui kalau dirinya bukan Buyung Tiang kim, lagi pula diapun tidak mengerti ilmu silat."

"Aaah, masa ada kejadian seperti ini ? Sungguh membuat orang tidak percaya." "Apa yang kuucapkan semuanya adalah kata-kata yang sejujurnya."

"Baik, kalau begitu suruh dia keluar, aku ingin bertanya sendiri kepada dirinya." 630 

"Mengapa kau tidak datang kemari dang menengok sendiri ?"

Belum sempat pengemis aneh itu menjawab, mendadak terdengar serentetan suara merdu berkumandang datang:

"Batas waktu untuk kalian sudah sampai, harap segera kembali lagi kemari !" Ketika Nyoo Hong leng berpaling, dilihatnya gadis berambut panjang itu sedang menggapai ke arah mereka dari sudut tikungan sana.

Tampaknya dia seperti takut dengan ular-ular tersebut maka tak berani datang mendekat.

Buyung Im seng memandang pengemis aneh itu sekejap lalu katanya dengan suara rendah.

"Locianpwe apakah kau tidak bersedia melepaskan diriku ?"

"Sekalipun lohu harus menerima siksaan yang paling kejipun tak akan melepaskan pembunuh yang telah mencelakai Buyung tayhiap dengan begitu saja, cepat kalian bawa keluar orang itu."

Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Buyung Im seng harus kembali ke dalam kamar untuk membebaskan kakek berbaju hijau itu dari pengaruh totokan.

Nyoo Hong leng yang menyaksikan semuanya itu diam-diam lantas berpikir: "Pengemis aneh pemain ular ini meski nampaknya seorang jago lihai yang bertenaga dalam amat sempurna, tetapi dia pun tak dapat meninggalkan ruangan batu ini, berarti dia hanya seorang tawanan yang disekap dalam suatu ruangan dengan perlengkapan yang ketat, jika dilihat pula dari sikapnya yang tidak ambil perduli terhadap keselamatan jiwa sendiri, tapi seratus persen Buyung Tiang kim, bisa disimpulkan pula kalau dia adalah seorang yang amat setia kawan..."

Berpikir sedemikian rasa jerinya terhadap pengemis tua itupun menjadi jauh berkurang, katanya kemudian dengan suara rendah:

"Locianpwe, boanpwe telah menanyakan persoalan tersebut dengan jelas sekali, terbukti kalau orang itu memang bukan Buyung tayhiap"

"Bimbinglah orang itu keluar, dalam sekilas pandang saja lohu sudah dapat menentukan apakah dia Buyung tayhiap atau bukan."

"Ada satu hal, apakah locianpwe sudah pernah memikirkan ?" "Soal apa ?"

"Lebih baik kita jangan membocorkan dulu rahasia tentang penyaruan Buyung Tiang kim ini sehingga diketahui oleh mereka."

Pengemis aneh itu agak tertegun, kemudian dia mengangguk seraya menyahut: "Ehmm, memang masuk diakal, kalau begitu jangan kalian dorong dia hingga keluar dari ruangan."

Sementara pembicaraan berlangsung, Buyung Im seng telah membebaskan jalan darah kakek berbaju hijau itu dan berjalan keluar. 

Nyoo Hong leng segera merentangkan tangannya menghadang jalan pergi Buyung Im seng dan tidak memperkenankan dia keluar ruangan.

Pengemis aneh itupun mundur dua langkah, ketika tangannya diayunkan ke muka, ular beracun sepanjang tiga depa yang tujuh ekor banyaknya itu segera meluncur ke depan dan merambat ke sudut ruangan dimana perempuan berambut panjang itu berada.

"Lepaskan pakaian dibagian dadanya !" bisik pengemis aneh itu kemudian dengan suara lirih.

Buyung Im seng agak tertegun, tapi dia menurut membuka pakaian yang dikenakan kakek berbaju hijau itu sehingga terlihat dadanya.

Pengemis aneh tersebut mengawasi beberapa saat, kemudian katanya.

"Yaa, benar, dia bukan Buyung Tiang kim, terserah apa yang hendak kalian berdua lakukan terhadapnya."

Tampaknya kecuali melindungi keselamatan Buyung Tiang kim, masalah lain hampir tak dipikirkan olehnya, tidak menanti Buyung Im seng banyak bertanya..."Blaam !" dia menutup pintu ruangannya dengan keras-keras. "Locianpwe..." buru-buru Nyoo Hong leng berseru dengan nada gelisah.

Dari balik ruangan yang tertutup rapat, terdengar pengemis itu berkata. "Tak usah bertanya lagi kepadaku, sekarang kalian boleh segera pergi meninggalkan tempat ini"

Tatkala Nyoo Hong leng berpaling ke samping, ia saksikan gadis berambut panjang itu telah membinasakan ke tujuh ekor ular beracun yang menyergap ke arahnya, kemudian pelan-pelan berjalan menghampiri mereka...

Kepada Buyung Im seng, Nyoo Hong leng segera berbisik.

"Turunkan kakek berjubah hijau itu dan kita totok jalan darah perempuan itu dengan suatu sergapan kilat, kalau dilihat dari kebebasannya berjalan kian kemari dalam kota bawah tanpa hadangan, bisa disimpulkan kalau dia adalah seorang yang berkedudukan istimewa, siapa tahu dari mulutnya kita akan berhasil mengetahui kabar berita tentang ayahmu ?"

Buyung Im seng segera menurunkan manusia berbaju hijau itu, kemudian bisiknya: "Siapa yang akan turun tangan ?"

"Tentu saja kau, itulah sebabnya kau harus bersikap lebih mesra dan hangat kepadanya."

Buyung Im seng masih ingin bertanya lagi, tapi gadis berambut panjang itu sudah keburu mendekati ruangan batu.

Terdengar gadis itu menegur:

"Hei, apakah kalian sudah mendengar teriakanku tadi ?"

"Dengar sih sudah dengar" jawab Nyoo Hong leng, "tapi si pemain ular itu melarang kami ke situ !" 

Dalam pada itu, Buyung Im seng telah menyongsong kedatangan gadis itu, segera tanyanya.

"Nona, apakah kau pernah bersua dengan Buyung Tiang kim ?" Gadis berambut panjang itu lalu manggut-manggut.

"Yaa, pernah, tapi aku tidak terlampau memperhatikannya, sehingga bagaimana wajahnya pun sudah lupa."

"Penyakit yang diderita Buyung tayhiap ini parah sekali !" ucap Buyung Im seng kemudian.

Gadis berambut panjang itu berseru tertahan, dia segera melangkah masuk ke dalam ruangan tengah sambil berjalan katanya:

"Mari kuperiksa !"

Buyung Im seng segera menggerakkan tangan kanannya dan menotok jalan darah gadis berambut panjang itu dengan suatu sergapan mendadak.

Siapa tahu gadis berambut panjang itu seperti sudah melakukan persiapan, dengan cepat dia mengayunkan tangan kanannya untuk menyambut datangnya serangan tersebut.

Kemudian sambil tertawa dingin katanya:

"Kau hendak menyergap diriku ?"

Belum habis dia berkata, mendadak lengan kanannya menjadi kaku, otomatis tangannya yang mencengkeram tubuh Buyung Im seng pun turut mengendor. Ternyata Nyoo Hong leng dengan satu gerakan yang sangat cepat, telah menotok jalan darah di atas lengan kanan gadis berambut panjang itu, katanya dingin: "Nona berjaga-jaga terhadap serangannya, mengapa tidak berjaga-jaga terhadap seranganku ?"

Gadis berambut panjang itu membuka mulutnya siap berteriak, tapi kembali Nyoo Hong leng mengayunkan jari tangannya menotok jalan darah bisu dari gadis tersebut, katanya lebih jauh.

"Seandainya nona sudah bosan hidup tak ada salahnya untuk berteriak lagi !"

Jari tangannya segera diayunkan ke depan menotok beberapa buah jalan darah penting di tubuh gadis berambut panjang itu, kemudian setelah membebaskan jalan darah bisunya, dia berkata lagi,

"Bila kau tak ingin mati, lebih baik jawablah beberapa pertanyaan yang kami ajukan."

"Apa yang ingin kalian tanyakan ?"

"Buyung Tiang kim yang berada di dalam ruangan ini bukan Buyung Tiang kim yang asli. Sekarang Buyung Tiang kim yang asli berada dimana ?

Gadis berambut panjang it menggelengkan kepalanya berulang kali. 

"Aku tidak tahu, karena setiap orang yang berada dalam kota batu ini sudah tahu kalau orang yang disekap di kamar pertama adalah Buyung Tiang kim, tiada orang yang curiga dan tiada orang yang tak percaya, karena semua menganggap kenyataannya memang begitu."

"Tampaknya kau mempunyai kedudukan yang istimewa sekali di sini, bukankah begitu ?"

"Darimana kau bisa tahu ?"

Nyoo Hong leng tertawa dingin, "Setiap budak perempuan yang berada di kota batu mengenakan pakaian compang camping serta mengenakan alat borgol, sedangkan pakaian yang kau kenakan sekarang meski tidak terlalu ribut, namun bukan pakaian compang camping pula, bahkan tidak mengenakan borgol pula, dari sini bisa disimpulkan kalau kedudukanmu jauh berbeda dengan budak-budak perempuan lainnya."

oooOooo

"Tahukah kau, dalam kota batu ini terdapat banyak rahasia ?" kata gadis berambut panjang itu.

"Kami pun tahu kalau keadaan kami sekarang berbahaya sekali, setiap saat kemungkinan besar akan tertimpa kematian, oleh karena itu kami tak punya kesabaran untuk berbincang-bincang denganmu, lebih baik lagi kalau kau bisa menjawab pertanyaanku sejujurnya, mengulur waktu hanya berarti mencari penyakit buat diri sendiri."

Gadis berambut panjang itu termenung sebentar, kemudian tanyanya: "Apa yang ingin kau tanyakan ?"

"Buyung Tiang kim yang asli berada dimana sekarang ?"

"Aku tidak tahu." gadis berambut panjang itu menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Siapakah orang yang mengepalai kota batu di bawah tanah ini ?" "Ayah angkatku !"

"Yang kutanyakan adalah namanya !" "Aku tidak tahu !"

"Sekalipun kau tidak mengetahui namanya tentunya mengetahui bentuk tubuh, wajah dan usianya bukan ?"

Baru saja gadis berambut panjang itu hendak menjawab, mendadak terdengar suara yang amat nyaring tapi dingin menyambut perkataan tersebut. "Lepaskan dia, yang dia ketahui hanya terbatas sekali."

Kedatangan orang ini sama sekali tidak menimbulkan suara apa-apa, baik Buyung Im seng maupun Nyoo Hong leng sama sekali tidak menyadari sebelumnya.

Ketika mereka berpaling, tampak orang itu berjubah hijau, jenggot putih sepanjang dada. 

Buyung Im seng berusaha keras untuk melihat jelas paras mukanya, akan tetapi wajah itu miring separuh ke samping sehingga sulit untuk dilihat dengan jelas.

Nyoo Hong leng dan Buyung Im seng sama mempunyai suatu perasaan yakni ilmu silat yang dimiliki orang ini lihai sekali, tapi tidak bermaksud untuk mencelakai mereka.

Sebab seandainya dia mempunyai niat untuk membinasakan mereka berdua, saat ini mereka berdua sudah pasti tak bernyawa lagi.

Untuk sesaat kedua orang itu hanya berdiri tertegun ditempat semula dan lupa berbicara.

Terdengar suara orang berjubah hijau itu berubah menjadi halus dan lembut, lanjutnya.

"Bukankah kalian ingin berjumpa dengan Buyung Tiang kim ?" "Benar"

"Boleh saja bila ingin berjumpa dengan Buyung Tiang kim, cuma kau harus mempunyai sesuatu yang bisa diandalkan, coba katakan, apa yang kau andalkan ?" "Aku adalah putranya !"

"Ehmm..." manusia berjubah hijau itu segera berpaling ke wajah Nyoo Hong leng, kemudian tanyanya lagi.

"Dan kau ? Apa yang kau andalkan ?" "Apa yang kau minta ?"

"Apa yang kamu miliki, apa pula yang kau kemukakan, tapi yang terburuk adalah mengandalkan ilmu silat."

"Kau hendak memunahkan ilmu silat yang kumiliki ?"

"Tidak dipunahkan pun boleh saja, tapi kau harus memiliki suatu nilai yang lebih berharga dari ilmu silat."

Nyoo Hong leng termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian berkata. "Aku adalah teman perempuan Buyung Im seng, sahabat karib yang sependapat dan sealiran."

"Ehm, nona mengatakan kau sebagai teman perempuannya, kalau begitu tak salah lagi."

"Jadi kau setuju ?"

Orang berjubah hijau itu manggut-manggut. "Anggap saja lohu memang setuju."

Nyoo Hong leng segera menepuk bebas jalan darah gadis berambut panjang itu, kemudian katanya lagi.

"Kami tidak melukainya, cuma menotok jalan darahnya saja." "Bagus sekali" kembali kakek berjubah hijau itu manggut-manggut. 

Gadis berambut panjang itu melompat bangun, bibirnya bergerak seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi belum sepatah katapun diutarakan keluar, manusia berjubah hijau itu telah mengulapkan tangannya sambil menukas.

"Tak usah banyak bicara lagi"

Mendadak gadis berambut panjang yang masih duduk itu gemetar keras, lalu roboh terkapar ke atas tanah.

Nyoo Hong leng meraba denyutan nadinya, namun gadis berambut panjang itu sudah putus nyawa, hal mana membuatnya tertegun, diam-diam diapun berpikir:

"Ilmu silat yang dimiliki gadis berambut panjang ini terhitung cukup ampuh tapi dalam sekali kebutan tangan saja orang ini berhasil merenggut nyawanya, aaai... tampaknya ilmu silat yang dimiliki orang ini benar-benar menakutkan sekali." Berpikir sampai di situ, dia lantas menegur dengan suara dingin.

"Mengapa kau membunuhnya ?"

Orang berjubah hijau itu berpaling, lalu katanya sambil tertawa hambar. "Anak perempuan memang selalu lebih teliti."

"Ketika aku berkata hendak mengajak kalian menjumpai Buyung Tiang kim, ia sempat mendengar pembicaraan tersebut dengan jelas bila tidak kurenggut nyawanya, bukankah berita ini akan dibocorkan olehnya ke tempat luaran sana ?" "Kalau begitu, tindakanmu mengajak kami pergi menjumpai Buyung Tiang kim adalah suatu kejadian yang amat rahasia sekali ?"

"Ya, menurut pendapat lohu, makin sedikit orang yang mengetahui persoalan ini semakin baik."

Mendengar sampai di situ, Buyung Im seng berpikir dalam hati kecilnya. "Tampaknya selain berilmu tinggi, orang inipun membawa hawa kemisteriusan yang luar biasa, semoga saja pengemis tua itu dapat mengandalkan kawanan ularnya untuk membantu kami dan menghadang orang ini bila sampai terjadi suatu pertarungan, siapa tahu dari permainan kepalanya kita akan berhasil menemukan sesuatu petunjuk."

Belum habis dia berpikir, kakek berjubah hijau itu sudah berkata lagi. "Ikutlah diriku baik-baik, jangan banyak bertanya, bila saat buat kalian untuk bertanya sudah tiba, tentu saja lohu akan bertanya langsung kepada kalian."

Seusai berkata, dia lantas beranjak lebih dulu menuju keluar, Buyung Im seng dan Nyoo Hong leng segera mengikuti di belakangnya.

Perubahan selanjutnya sama sekali di luar dugaan mereka, pengemis pemain ular itu tidak munculkan diri lagi, suasana dalam lorong pun diliputi keheningan.

Sejak beranjak pergi, kakek berjubah hijau itu tak pernah berpaling lagi, dia seperti tak pernah memandang sebelah matapun terhadap mereka berdua. 

Buyung Im seng yang mengikuti di belakangnya ikut merasakan pikirannya sangat kalut, diam-diam dia berpikir.

"Seandainya kulancarkan sergapan secara diam-diam, mungkin dalam sekali penyerangan akan berhasil menotok jalan darahnya, dalam keadaan begini berbahaya, rasanya aku pun tak usah membicarakan soal kejujuran lagi." Pelbagai pikiran berkecamuk di dalam benaknya, tapi ia tak bisa mengambil keputusan dengan cepat, sampai akhirnya sebuah dinding batu telah menghalang jalan pergi mereka.

Kakek berjubah hijau itu segera berhenti sambil berkata:

"Selewatnya dinding batu ini, kita akan sampai di tempat yang paling penting dari kota batu, sebentar kalian benar-benar akan terbuka matanya untuk menyaksikan pelbagai kejadian dan benda aneh yang terdapat di sini..."

"Di depan situ sudah tiada jalan lewat, bagaimana cara kita untuk melewatinya ?" "Segera pejamkan matamu dan ada orang yang akan menyambut kalian untuk masuk ke situ."

Ditempat seperti ini, sekalipun dia pasang seribu lentera atau selaksa lampu belum tentu bisa mengusir hawa dingin yang menyeramkan, pada hakekatnya tempat ini tidak mirip alam semesta, tapi lebih cocok dikatakan neraka, di kemudian hari, sekalipun kalian mengundang kami sebagai tamu agung pun belum tentu aku bersedia kemari" kata Nyoo Hong leng cepat.

"Jikalau kau memang berniat untuk menambah pengetahuan kami, mengapa kami harus memejamkan mata ?" tanya Buyung Im seng pula.

Orang berbaju hijau itu segera tersenyum.

"Kesemua ini demi kebaikan sendiri, andaikata aku ingin membunuh kalian, rasanya tak usah menggunakan banyak akal muslihat lagi, cukup mengandalkan ilmu silat, nyawa kalian berdua sudah dapat kucabut..."

"Kalau memang begitu, kami toh tak usah memejamkan mata ?"

"Aku rasa kalian tak akan tahan menghadapi rasa kaget dan ngeri yang bakal kalian hadapi, sebab itu lebih baik pejamkan saja sepasang mata kalian."

Buyung Im seng dan Nyoo Hong leng saling berpandangan sekejap, akhirnya pelanpelan mereka memejamkan mata.

"Paling baik lagi kalau jangan membuka mata kalian sebelum mendengar perkataanku." pesan orang berbaju hijau itu lagi.

Kedua orang itu segera memasang telinga dan memperhatikan dengan seksama, tiba-tiba terdengar suara gemerincing yang amat nyaring berkumandang memecahkan keheningan.

Setelah itu secara tiba-tiba mereka rasakan ada sebuah lengan yang besar dan kasar merangkul pinggang mereka berdua.

Nyoo Hong leng segera berpikir.

"Aneh, tangan siapakah ini ? Rasanya bukan lengan manusia" 

Tanpa terasa dia membuka matanya dan mengintip, tapi begitu dipandang, hatinya kontan terdekat sehingga tak kuasa lagi dia menjerit lengking dengan sekeraskerasnya.

Ternyata lengan yang memeluk mereka bukan lengan manusia, melainkan sebuah tangan makhluk berbulu.

Dengan suara dingin manusia berbaju hijau itu segera berseru.

"Tenangkan hatimu ! Jikalau sampai membangkitkan sifat buas dan liarnya, kalian berdua bakal mengalami penderitaan yang sangat besar."

Buru-buru Nyoo Hong leng memejamkan matanya dan tak berani mengintip lagi. Terdengar suara manusia berbaju hijau itu berkumandang kembali.

"Sekarang kalian harus berhati-hati, selanjutnya terdapat kabut beracun yang khusus untuk menyerang mata manusia, bila kalian berdua berani membuka mata, kemungkinan besar mata kamu berdua buta untuk selamanya, aku harap kalian sudi mempercayai perkataan lohu."

Walau Buyung Im seng dan Nyoo Hong leng tak bisa membedakan apakah suara itu gertak sambal belaka atau sungguhan, tapi mengingat hal tersebut menyangkut keselamatan mereka sendiri, maka tak seorangpun yang berani menyerempet bahaya.

Dalam perasaan mereka, tubuh mereka berdua dibawa lari dengan kecepatan luar biasa lalu terendus bau busuk dan amis yang sangat memualkan perut.

Kemudian mereka berhenti secara tiba-tiba dan tubuh merekapun diturunkan, lalu terdengar orang berbaju hijau itu berkata:

"Sekarang kalian berdua sudah boleh membuka mata kembali."

Buru-buru Buyung Im seng membuka matanya dan memandang sekejap sekeliling tempat itu, dia melihat ada sesosok bayangan manusia berkelebat lewat dan lenyap dari pandangan.

Meskipun demikian, secara lamat-lamat pula Buyung Im seng dapat melihat kalau bayangan tersebut tidak mirip manusia.

Pemandangan dalam ruangan dimana mereka berada sekarang amat megah, lentera yang indah terbuat dari kristal menghiasi mana-mana empat penjuru ruangan tersebar mutiara yang berkilauan, di bawah cahaya lampu, mutiaramutiara itu memantulkan cahaya putih yang membuat ruangan itu terang benderang.

Orang berbaju hijau itu duduk di atas sebuah tempat duduk batu, lalu berkata sambil mengangguk.

"Silahkan kalian duduk seadanya!"

Kembali Buyung Im seng dan Nyoo Hong leng saling berpandangan sekejap, kemudian pelan-pelan mereka duduk.

"Bagaimana keadaan tempat ini ?" tanya orang berbaju hijau itu kemudian. 

"Sangat megah dan mewah, cuma sayang tidak nampak cahaya matahari..." Kembali orang berbaju hijau itu tertawa hambar.

"Langit tetap luas, matahari dan rembulan silih berganti, setiap orang yang berada dalam kota batu, asalnya datang dari bawah cahaya matahari.."

"Jika kudengar pembicaraan anda, rupanya kau mempunyai kedudukan yang amat tinggi di kota batu ini ?" kata Buyung Im seng kemudian dengan kening berkerut.

Nyoo Hong leng yang berada di sisinya segera menyambung.

"Kalau kau tidak berkedudukan tinggi, masa dia berani menghukum mati gadis berambut panjang itu ? Sekalipun dia bukan pentolan yang memimpin kota batu, paling tidak juga menempati kursi nomor dua."

Orang berbaju hijau itu segera tertawa.

"Aku tak ingin membuktikan apakah ucapan kalian itu betul atau salah," katanya. "Kami pun tak ingin mengenali asal usulmu." tukas Buyung Im seng, "tapi kau membawa kami kemari adalah untuk menjumpai Buyung Tiang kim, maka kuharap, kaupun dapat menepati janji."

Orang berbaju hijau itu termenung sebentar, katanya kemudian: "Benarkah Buyung Tiang kim masih hidup di dunia ini ?" Pertanyaan tersebut segera membuat Buyung Im seng tertegun.

"Hey, bukankah kau mengajak kami untuk menjumpainya ?" dia berseru. Kembali orang berbaju hijau itu tertawa hambar.

"Seandainya dia benar-benar masih hidup di dunia ini, tentu saja kalian dapat menjumpainya..."

Nada pembicaraannya mendadak berubah, lanjutnya:

"Tapi sebelum bertemu dengan Buyung Tiang kim, kuharap kalian berdua suka tinggal dulu di sini sebagai tamu agungku."

Mendadak dia melompat bangun dan melangkah keluar dari tempat tersebut... Nyoo Hong leng segera melompat bangun sambil menghadang jalan pergi orang berbaju hijau itu, serunya keras-keras.

"Tunggu sebentar !"

"Nona" kata orang berbaju hijau itu sambil tersenyum, "tempat ini mewah dan megah, apalagi ditemani oleh kekasih hatimu, meskipun berada di bawah timpaan sinar matahari, belum tentu kau akan mengalaminya, masakah kau tidak puas ?" "Kau telah salah paham." kata Nyoo Hong leng dingin.

"Salah paham ? Bagaimana salah pahamnya ?"

"Buyung kongcu adalah kakak angkatku, hubungan kami melebihi hubungan saudara kandung, sekalipun diantara kami mempunyai perasaan, itupun hanya perasaan suci dan tulus dari seorang adik terhadap kakaknya.."

Orang berbaju hijau itu tertawa. 

"Andaikata kalian berdua bakal mati bersama dalam ruangan ini, aku tak percaya kalau hubungan batin kalian tak berubah."

"Walaupun aku masih bertubuh seorang dara, namun aku sudah mempunyai suami."

"Siapa ?"

"Khong Bu siang !"

"Toa sengcu dari perguruan tiga malaikat ?"

"Dia tak lebih cuma seorang boneka bodoh yang dikuasai dan diperintah orang, pentolan yang sebenarnya dari perguruan tiga malaikat tak lain adalah kalian yang berada di kota batu ini."

Orang berbaju hijau menengadah dan tertawa terbahak-bahak. "Haah.... haaaahh..... haaaaah... kau tak usah kuatir !"

Ucapan yang sukar dimengerti artinya ini segera membuat Nyoo Hong leng tertegun.

"Aku tidak memahami maksudmu, kau suruh aku jangan kuatir ? Apa yang ku legakan ?" katanya.

"Khong Bu siang tak akan hidup lebih lama lagi. Seandainya dia telah mati dan kau serta Buyung kongcu hidup selamanya di sini, bukankah kalian bisa melewati sisasisa hidup dengan tenang dan penuh kedamaian ?"

"Pernahkah kau dengar jika seorang perempuan yang setia tak akan mempunyai dua suami ?"

"Janda saja masih boleh kawin lagi, apalagi kau masih bertubuh perawan" "Tapi aku bukan manusia semacam itu"

Tiba-tiba Buyung Im seng menukas dengan suara dingin:

"Persoalan diantara kami berdua lebih baik tak usah kau kuatirkan."

"Pikirkan dulu dengan tenang, selewatnya dua tiga hari, aku akan datang lagi untuk mendengarkan jawaban kalian"

Dia lantas miringkan tubuhnya ke samping dan beranjak keluar dari ruangan tersebut.

Nyoo Hong leng segera merentangkan tangan kanannya sambil melancarkan sebuah pukulan, serunya:

"Kalau toh memang tak bisa berjumpa dengan Buyung tiang kim, kami tak ingin berdiam terlalu lama lagi di sini"

Orang berbaju hijau itu segera mengayunkan tangan kanannya dan memunahkan serangan dari Nyoo Hong leng dengan suatu gerakan yang sangat enteng dan gampang, katanya sambil tertawa.

"Kau bukan tandinganku" 

Nyoo Hong leng hanya merasakan datangnya segulung tenaga tekanan yang sangat kuat menyusul ayunan tangannya, kekuatan mana langsung menghantam tiba dan membendung serangan yang dilepaskan.

Menghadapi kenyataan tersebut, diam-diam gadis itu merasa terkejut sekali. Buyung Im seng tidak berdiam diri belaka, tangan kanannya segera diayunkan ke muka dengan jurus Ngo sian lian tan (lima senar dipetik bersama), seperti menotok seperti pula membacok, dia langsung menghantam punggung orang berbaju hijau itu sambil berkata:

"Jangan lupa masih ada aku !"

Orang berbaju hijau itu sama sekali tidak berpaling, tubuhnya bergerak maju ke depan, lima jari tangannya balas mencengkeram mengancam pergelangan tangan kanan Buyung Im seng.

Menghadapi ancaman tersebut, Buyung Im seng terdesak hebat sehingga harus menarik kembali serangannya sambil mundur.

Nyoo Hong leng menggetarkan tubuhnya menerjang ke depan, secara beruntun dia lepaskan tiga buah bacokan berantai.

Semua totokan, bacokan maupun sodokan yang dilakukan orang berbaju hijau itu dilakukan dengan tubuh sama sekali tidak bergerak, setelah memunahkan serangan berantai dari Nyoo Hong leng, dia tidak melakukan serangan balasan barang satu juruspun.

Menggunakan kesempatan dikala kedua orang itu terlibat dalam pertarungan sengit, Buyung Im seng berputar ke depan dan berdiri berjajar dengan Nyoo Hong leng.

Orang berbaju hijau itu melangkah ke belakang, setelah memperhatikan kedua orang itu sekejap, katanya sambil tertawa.

"Sekalipun kalian bekerja sama mengerubuti diriku pun, belum tentu kalian sanggup menghadapi lohu, cuma lohu tak ingin bertarung dengan kalian..." Setelah melancarkan beberapa serangannya yang gagal semua, Nyoo Hong leng segera menyadari kalau ucapan lawan bukan cuma gertak sambal belaka, pelanpelan dia bertanya:

"Mengapa ?"

"Sebab lohu tak ingin melukai kalian." Kontan saja Nyoo Hong leng tertawa dingin.

"Mungkin di suatu hal kami masih menguntungkan bagimu, maka kami sengaja dimanfaatkan."

Orang berbaju hijau itu terbahak-bahak.

"Heeeh.... heeeehh... heeehh... jago lihai selalu muncul pada golongan anak muda, kalian memang benar-benar terhitung manusia luar biasa dalam dunia persilatan, tapi aku tahu kalian bukan masuk ke dalam lembah tiga malaikat ini dengan mengandalkan kecerdasan serta ilmu silat." 

"Tapi nyatanya kami dapat pula masuk kemari bahkan tidak mengalami kerugian apapun."

Sekali lagi orang berbaju hijau itu tertawa.

"Kalian hanya mencatut nama Buyung Tiang kim serta membonceng nama besarnya belaka karena orang-orang persilatan dari angkatan tua, entah dia dari golongan lurus atau sesat, kebanyakan menaruh perasaan hormat dan kagum terhadap Buyung Tiang kim, apalagi banyak diantara mereka yang pernah menerima budi kebaikan darinya, bila mereka tahu kalau Buyung kongcu sedang dalam keadaan bahaya sekalipun tak berani membantu terang-terangan, diamdiam mereka pasti telah membantu kalian berdua, itulah sebabnya kamu berdua berhasil melampaui beberapa buah penjagaan secara mudah."

"Betul juga apa yang dia ucapkan" pikir Nyoo Hong leng, "orang ini bisa mengetahui segala persoalan tentang perguruan tiga malaikat bagaikan melihat jari tangan sendiri, hal ini menunjukkan kalau dia bukan seorang manusia sembarangan.

Berpikir sampai di sini, diapun lantas berkata:

"Apakah kau pun pernah menerima budi kebaikan dari Buyung Tiang kim.. ?" Lama sekali orang berbaju hijau itu termenung sambil memutar otaknya lalu sahutnya:

"Kalian berdua telah menerima sambutan dan perlakuan seperti sekarang ini, buat apa mesti banyak berpikir lagi ?"

Mendadak dia beranjak dan melangkah keluar dari ruangan tersebut.

Baru saja Buyung Im seng hendak turun tangan untuk menghalangi jalan perginya, Nyoo Hong leng telah menahannya sambil berbisik:

"Biarkan saja dia pergi !"

Ketika itu si orang berbaju hijau tersebut sudah berada di luar ruangan, tiba-tiba dia berpaling dan berkata sambil tertawa.

"Nona memang pintar sekali, aku harap kau suka banyak menasehati Buyung kongcu agar jangan bertindak dengan sembrono."

"Kau suruh aku menasehati apa lagi kepadanya ?"

"Nasehatilah kepadanya agar jangan mempunyai ingatan untuk melarikan diri, tempat ini hanya tersedia sebuah jalan kehidupan belaka, dan jalanan tersebut telah dipasang kabut beracun, sekalipun kalian memiliki ilmu silat yang maha dahsyat pun jangan harap bisa kabur meninggalkan tempat ini."

Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan berlalu dari situ, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan sana.

Menanti bayangan tubuh orang itu sudah lenyap dari pandangan, Buyung Im seng baru berpaling dan memandang sekejap ke arah Nyoo Hong leng, kemudian berkata:

"Dengan tenaga gabungan kita berdua, belum tentu kita bakal keok di tangannya, mengapa kau malah membiarkan dia pergi meninggalkan tempat ini ?" 

"Anggap saja kita bisa menangkap dia, tapi kita toh tak dapat meninggalkan tempat ini dengan begitu saja, apalagi dengan tenaga gabungan kita berdua belum tentu bisa menangkan dirinya."

Pelan-pelan gadis itu duduk ditempat duduk batu, lalu katanya lebih jauh. "Sekarang duduklah lebih dulu, berada dalam keadaan seperti ini kecerdasan otak jauh lebih penting daripada kelihaian ilmu silat, kita harus berpikir yang cermat untuk mencari akal guna melarikan diri dari sini"

Buyung Im seng tertawa getir.

"Bila Khong Bu siang dan Lian Giok seng melihat lama sekali kita belum juga kembali."

"Kecerdasan otak Khong Bu siang tidak berada di bawah kita berdua," sela Nyoo Hong leng cepat, "dia percaya kepadaku. sudah pasti tak akan memikirkan yang bukan-bukan. Ia pasti bisa menduga kalau kita sudah menjumpai mara bahaya di sini, justru manusia berbaju hijau itulah yang tingkah lakunya agak mengherankan."

"Mungkin, diapun pernah menerima budi kebaikan dari ayahku ?" Buyung Im seng mengemukakan kecurigaannya.

Dengan cepat Nyoo Hong leng menggelengkan kepala berulang kali. "Tidak mungkin sedemikian sederhananya. Bila dugaanku tidak salah, kemungkinan besar dialah pentolan dari kota batu ini."

"Kau bilang dia adalah pentolan dari kota batu ini ?" Buyung Im seng mengulangi. "Benar, entah bagaimanakah pendapat saudara Buyung ?"

"Seandainya dia adalah pentolan dari kota batu ini, aku rasa dia tidak usah menguatirkan segala sesuatunya lagi, mungkin saja sejak tadi kita berdua sudah dibantai olehnya."

"Seandainya dia dan kita berdua masih mempunyai hubungan famili atau hubungan lain ?"

Buyung Im seng menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, serunya tercengang:

"Maksud nonadia mempunyai hubungan famili denganmu ?"

"Bukan dengan siaumoay, tapi dengan saudara Buyung."

"Semenjak kecil keluargaku sudah tercerai berai, sekalipun mempunyai sanak keluarga juga belum tentu akan kenal."

"Seandainya dia adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan dirimu ?" "Aah, mustahil," Buyung Im seng menggelengkan kepalanya berkali-kali.

"Aku mempunyai suatu pemikiran yang sangat aneh, bila kuucapkan nanti, harap saudara Buyung jangan marah." 

Berada didalam keadaan seperti ini, mati hidup kita sudah bersama, nona tak usah ragu-ragu lagi, bila ingin mengucapkan sesuatu... harap utarakan saja dengan berterus terang."

"Menurut pendapatmu, mungkinkah orang itu adalah Buyung Tiang kim ?" "Kau maksudkan dia adalah ayahku ?" seru Buyung Im seng semakin tertegun. "Ya, aku berpendapat demikian."

Sesudah menghembuskan napas panjangnya, lebih jauh:

"Cuma aku berpendapat saja, bukan berarti aku yakin kalau hal ini sudah pasti benar, mungkin juga pikiranku tersebut tak benar."

"Tapi persoalan ini luar biasa sekali, apakah kau mempunyai sesuatu bukti yang menunjukkan kalau dugaanmu itu memang benar ?"

"Kalau didengar dari nada pembicaraannya, dia seperti orang yang paling berkuasa didalam kota batu ini, dia bisa menghukum mati nona berambut panjang itu dalam sekali tindakan, hal ini membuktikan kalau dia memiliki kekuasaan untuk membunuh orang sendiri setiap saat dan setiap detik bila dia inginkan."

"Ya, masuk diakal juga perkataan ini" katanya.

"Terhadap anak buah sendiri pun setiap saat dia bisa turun tangan untuk menghukum matinya, hal ini membuktikan pula kalau dia adalah seorang manusia yang bengis yang berhati sedingin es, meski begitu, pelayanan serta sikapnya terhadap kita justru baik sekali."

"Dia telah menyekap kita di sini, apakah penyekapan ini dianggap sebagai suatu pelayanan yang baik ?"

Nyoo Hong leng tertawa hambar.

"Hal ini harus ditinjau dari karakter seseorang, bila dilihat dari sikap kejinya dalam membunuh anak buah sendiri, maka pelayanan semacam ini terhadap kita boleh dibilang merupakan suatu pelayanan yang sangat baik sekali..."

Sesudah menghela napas panjang, lanjutnya:

"Seandainya aku masih berada dalam status bebas, apalagi bisa hidup bersamamu sepanjang masa ditempat ini, bagi seorang wanita, keadaan seperti ini boleh dibilang suatu keadaan yang cukup memuaskan."

"Hal ini pernah nona kemukakan kepada diriku, hal ini harus disalahkan aku kelewat bodoh sehingga tidak memahami maksud hati nona yang sebenarnya..." ucap Buyung Im seng dengan sedih.

"Sekarang aku sudah menjadi istri Khong Bu siang !" Nyoo Hong leng melanjutkan. "Aku mengerti, tapi aku masih tetap menghormati diri nona seperti juga sikapku di masa-masa lalu."

"Khong Bu siang cukup mengenaskan nasibnya, gara-gara aku dia telah kehilangan kedudukannya sebagai toa sengcu dari perguruan tiga malaikat, kehilangan empat orang dayangnya yang cantik jelita, bila aku harus mati di sini, maka dia tak akan memperoleh apa-apa lagi." 

Selama ini perasaan cinta mereka hanya tertanam selalu dalam hati masingmasing, tapi begitu terungkapkan, ibaratnya bendungan yang jebol, semuanya segera terurai keluar, sehingga mereka seakan-akan sudah lupa kalau sedang berada dalam keadaan yang berbahaya.

Tampak Buyung Im seng tertawa getir, kemudian berkata:

"Aku rasa dalam dunia dewasa ini masih terdapat berapa orang yang merasa kagum kepadanya."

Nyoo Hong leng merasa keheranan, serunya:

"Sebagai seorang toa sengcu dari perguruan Sam seng bun, walaupun dia hanya bernama kosong belaka, tapi jauh lebih baik hidup bermewah-mewah dari pada terkurung dalam ancaman bahaya maut gara-gara seorang perempuan, apanya yang patut dikagumi ?"

Buyung Im seng tersenyum.

"Dia telah memperoleh perasaan cinta dari nona, telah memperoleh seorang istri seperti kau, apakah hal ini masih tak cukup puas baginya.. ?

Tiba-tiba air mata jatuh bercucuran membasahi seluruh wajah Nyoo Hong leng, katanya:

"Dia adalah suamiku, tapi dia..."

Mendadak terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang, buruburu Nyoo Hong leng menyeka air matanya dan berpaling,

Tampak dua orang bocah perempuan kecil berbaju hijau munculkan diri sambil membawa sebuah baki kayu.

Di atas baki terdapat delapan macam hidangan lezat serta sepoci arak wangi. Begitu masuk ke dalam ruangan, bocah perempuan yang berada di sebelah kiri itu segera memberi hormat, kemudian berkata:

"Kami yakin perut kalian berdua pasti sudah lapar sekali, budak mendapat perintah untuk menghidangkan sayur dan arak buat kalian berdua, harap kongcu dan nona segera bersantap."

"Kalian mendapat perintah dari siapa ?" Buyung Im seng segera bertanya. "Kami adalah dayang, orang yang memberi perintah kepada kawanan dayang seperti kami banyak sekali." sahut bocah perempuan di sebelah kiri.

"Yang kutanyakan, kali ini kau mendapat perintah siapa ?"

Kedua orang dayang cilik itu berdiri tertegun, setelah saling berpandangan sekejap, dayang cilik yang berada di sebelah kiri kembali menjawab.

"Dalam sayur dan arak tidak dicampuri racun, harap kalian berdua suka bersantap dengan berlega hati, sedang mengenai siapa yang memerintahkan kami kemari, sebelum mendapat ijin, budak tak berani memberitahukan..."

Buyung Im seng termenung lagi berapa saat lamanya, kemudian berkata lebih jauh: 

"Menurut apa yang kuketahui, ditempat ini hanya ada sebuah jalan keluar saja." "Benar !"

"Jalanan itu sudah dilapisi dengan kabut beracun bukan ?"

"Benar !" sekali lagi dayang cilik yang berada di sebelah kiri itu mengangguk. "Bagaimana cara kalian sampai di sini dan apa sebabnya tidak terluka oleh kabut beracun ?"

"Budak sekalian sudah makan obat penawar racun."

"Tapi, mungkinkah sayur dan arak ini sudah terpengaruh oleh kabut beracun itu ?" Dayang cilik yang berada di sebelah kiri itu segera tertawa.

"Soal ini tak perlu kongcu kuatirkan, sewaktu melewati kabut beracun itu, semua sayur dan arak telah ditutupi dengan rapat, lagi pula setelah melewati daerah kabut beracun, sayur dan arak ini telah diperiksa pula oleh juru obat."

"Lebih baik kalian bawa pulang saja." seru Buyung Im seng sambil mengulapkan tangannya.

Agaknya dayang cilik yang berada di sebelah kiri itu sudah menduga sampai di situ dia segera tersenyum, katanya.

"Kongcu, kau harus berdiam diri cukup lama di sini, bila tidak bersantap, bukankah kalian bakal mati kelaparan ?"

Baru saja Buyung Im seng hendak menghardik kedua orang dayang itu agar mundur, Nyoo Hong leng telah berseru lebih dulu.

"Letakkan sayur dan arak itu di sini !"

Kedua orang dayang itu mengiakan, setelah meletakkan sayur dan arak, mereka membalikkan badan mengundurkan diri keluar ruangan, satu di kiri, yang lain di kanan berjaga di depan pintu.

"Pulanglah kalian berdua" kata Nyoo Hong leng lagi, "sayur dan arak ini sangat lezat, kami dapat bersantap dengan pelan-pelan"

Dayang cilik yang berada di sebelah kiri kembali berkata.

"Kami telah mendapat perintah untuk menunggu sampai kalian berdua selesai bersantap dan membereskan mangkuk serta cawan, sebelum mengundurkan diri dari sini."

"Kalau begitu, kalian berdua mendapat perintah untuk melihat kami bersantap lebih dulu baru meninggalkan tempat ini ?"

"Kami berdua hanya mendapat perintah untuk menghidangkan sayur dan arak, membereskan sayur dan mangkuk cawan sebelum mengundurkan diri dari sini, budak berdua tak berani membangkang perintah, terpaksa akan menunggu terus di sini."

"Kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang aneh sekali.."

"Betul", sambung Buyung Im seng, "Kalau begitu meskipun dalam sayur dan arak tersebut terdapat racun pun, kita harus mendaharnya sampai habis ?" 

"Dalam kota batu ini, orang yang berilmu silat lebih lihai dari kalian berdua terlalu banyak jumlahnya", kata dayang cilik di sebelah kiri itu, "banyak orang yang bisa turun tangan membinasakan kalian berdua, budak rasa untuk membereskan kalian, rasanya tak perlu meracuni sayur dan hidangan kalian."

"Siapa tahu kalau racun yang dicampurkan di dalam sayur dan arak itu hanya sejenis racun yang bersifat pelan, tujuannya hanya berharap agar kami keracunan

?"

"Sewaktu kami datang kemari tadi telah dipesankan, bila kongcu merasa curiga, maka budak berdua diwajibkan mencicipi sayur dan arak ini terlebih dahulu." "Benar-benar seorang yang bermulut tajam, siapa namamu ?"

"Budak bernama Cun Gwat"

"Seandainya sayur itu tidak beracun, berarti permainan busuknya ada di atas cawan dan mangkuk" kata Nyoo Hong leng.

"Kalian berdua selalu menduga yang bukan-bukan saja, aku rasa tak perlu dipikirkan lagi, kalau toh sudah datang kemari, mengapa tak menuruti saja apa yang berada di depan mata ? Apalagi kalian berdua toh tak bakal bisa keluar dari kota batu ini, serahkan saja nasib kalian pada takdir."

Nyoo Hong leng tertawa dingin.

"Tampaknya kalian berdua bukan datang untuk melayani kami, melainkan datang untuk mengawasi gerak gerik kami berdua ?" serunya.

"Ucapan nona kelewat serius, budak berdua tak berani menerimanya"

Selesai berkata dia lantas memejamkan matanya dan tidak menengok ke arah tamunya lagi.

Budak yang lain seakan-akan menirukan saja semua yang diperbuat Cun Gwat, dengan cepat dia ikut memejamkan matanya.

Buyung Im seng memandang sekejap ke arah kedua orang dayang cilik itu, kemudian berkata.

"Kalau begitu tunggu saja kalian berdua di sana ! Bila kami tak sudi bersantap, aku tidak percaya kalau kamu berdua mempunyai upaya untuk memaksa kami bersantap."

"Betul !" sambung Nyoo Hong leng sambil tertawa, "mari kita beradu kesabaran dengan mereka."

Dia lantas menjatuhkan diri duduk bersila di atas tanah dan memejamkan mata untuk mengatur pernapasan.

Untuk sesaat lamanya suasana menjadi hening, sepi, tak kedengaran sedikit suara pun.

Nyoo Hong leng telah merasakan pula suasana kaku yang mencekam sekeliling tempat itu, suasana semacam ini tak mungkin bisa ditembusi dengan mempergunakan kecerdasan maupun ilmu silat yang dimilikinya, dalam keadaan 

demikian, terpaksa ia harus bersabar untuk sementara waktu sambil menunggu kesempatan untuk merubah situasi di sana.

Buyung Im seng mengikuti jejak Nyoo Hong leng dengan duduk kembali ditempat semula.

Kini situasi yang amat kritis telah berada di depan mata, mati hidup mereka sudah tak mungkin dikendalikan oleh kemampuan sendiri, berada dalam keadaan begitu, kedua orang tersebut harus berlapang dada dengan mengesampingkan segala kemungkinan yang terjadi, mereka duduk bersila dan mulai mengatur nafas.

Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya pertama-tama Nyoo Hong leng yang mendusin lebih dahulu.

Dia menyaksikan kakek berbaju hijau itu masih duduk di tempat duduk berkasurnya dengan mata terpejam dan mengatur napas.

Ia mencoba untuk menghentikan sekejap suasana dalam ruangan itu, kemudian baru menengok kembali ke arah Buyung Im seng, tampak uap panas berwarna putih mengepul keluar dari ubun-ubunnya, dari situ dapat disimpulkan bahwa semedinya sedang mencapai puncak yang paling penting.

Suasana dalam ruangan sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, sedemikian heningnya sampai jatuhnya jarum pun dapat terdengar amat jelas.

Tiba-tiba kakek berjubah hijau itu membuka matanya memperhatikan wajah Nyoo Hong leng, kemudian sambil tertawa dia manggut-manggut, tidak bersuara maupun menegur, seakan-akan orang itu kuatir kalau suara pembicaraannya akan mengganggu ketenangan Buyung Im seng.

Nyoo Hong leng menggerakkan bibirnya seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun sebelum ucapan mana sempat diutarakan keluar, kakek berbaju hijau itu telah menggoyangkan tangan kanannya berulang kali, seperti memberi tanda agar dia jangan berbicara.

xxXxx

Sewaktu dia perhatikan pula keluar ruangan, dijumpainya dua orang dayang tersebut masih berdiri di sisi kiri dan kanan di luar pintu ruangan tersebut.

Hidangan dan sayur yang berada dalam ruangan masih berada di atas meja seperti keadaan semula.

Kembali lewat berapa saat kemudian, Buyung Im seng baru mendusin dari semedinya, dia menghembuskan napas panjang lalu pelan-pelan membuka kembali matanya.

Kakek berbaju hijau itu segera bangkit berdiri, kemudian ujarnya sambil tertawa: "Setelah bersemedi dan mengatur nafas sedemikian waktu, aku pikir kesehatan maupun kesegaran tubuh kalian pulih kembali banyak bukan ? Kalau ku tinjau wajah kalian semua segar dan bersinar, bila diisi lagi dengan makanan niscaya kesehatan dan kesegaran tubuh kalian akan bertambah baik."

Nyoo Hong leng tertawa hambar. 

"Begitu pula yang dikatakan kedua dayang penghantar arak dan sayur tadi, mereka menganjurkan kami untuk bersantap lebih dulu."

Kakek berbaju hijau tertawa.

"Sekarang arak dan sayur telah dingin, tentu saja tak enak kalau disantap lagi." Kemudian sambil memperkeras suaranya, ia berseru: "Cun gwat, kemari kau !" Cun gwat mengiakan dan melangkah masuk ke dalam ruangan, sahutnya sambil menjura:

"Budak menanti perintah."

"Kau perintahkan kepada koki untuk membuatkan beberapa macam sayur dan sebotol arak madu yang terbaik, aku hendak menemani kedua orang tamu agung ini untuk bersantap>"

"Budak terima perintah !"

Dia sudah membereskan sayur dan arak yang dihidangkan semula, kemudian membalikkan badan berlalu dari sana.

Menanti kedua orang budak itu sudah pergi, kakek berbaju hijau itu berkata sambil tertawa.

"Mungkin sudah hampir dua puluh tahunan lohu tak pernah makan bersama dengan orang lain."

"Waah, hal ini berarti suatu pelayanan yang amat istimewa bagi kami berdua." seru Nyoo Hong leng.

Kakek berbaju hijau itu segera tertawa.

"Mungkin aku dan kalian berdua memang mempunyai sedikit jodoh !" "Daripada jodoh lebih cocok kalau dibilang mempunyai sedikit hubungan kekeluargaan."

Kakek berbaju hijau itu nampak agak tertegun, tapi selang sesaat kemudian paras mukanya telah pulih menjadi tenang kembali, pelan-pelan dia berkata:

"Bocah perempuan, apa yang sedang kau duga ?"

"Aku hanya berpendapat demikian, andaikata kau benar-benar adalah Buyung Tiang kim mengapa tak mengakui hal tersebut ? Mengapa pula kau tak berani mengakuinya sebagai putramu ?"

Kembali kakek berbaju hitam itu tersenyum

"Nona, lebih baik jangan berlagak sok pintar," serunya.

"Seandainya kau bukan Buyung Tiang kim, mengapa pula kau tak berani menyangkal ?"

Ketika Buyung Im seng menyaksikan Nyoo Hong leng mengajak kakek berbaju hijau itu berbicara secara langsung dan blak-blakan, dia malahan merasa sedikit kelabakan dan tak tahu apa yang mesti dilakukan, untuk sesaat pemuda itu hanya berdiri disamping dengan wajah termangu-mangu. 

Seakan-akan kakek berjubah hijau itu memang berniat menghindari persoalan, sambil tersenyum tiba-tiba menukas:

"Nona, bila ada persoalan yang hendak dibicarakan, lebih baik kita perbincangkan selesai bersantap nanti."

"Di dunia ini penuh dengan makanan dan hidangan yang lezat, mau minum arak wangi atau mencicipi hidangan enak rasanya ditempat mana saja dapat kami lakukan, tak usah mesti mempertaruhkan jiwa dan raga datang ke kota batu di bawah tanah ini."

Dengan secara tiba-tiba kakek berbaju hijau itu memejamkan matanya sejenak, untuk menahan amarah itu, ditahan kembali, pelan-pelan dia berkata:

"Setelah selesai bersantap nanti, lohu pasti akan menjelaskan semua persoalan yang mencurigakan hati kalian."

"Aku benar-benar tidak habis mengerti." seru Nyoo Hong leng lagi. "Apa yang hendak kau pahami ?"

"Mengapa kami harus bersantap lebih dulu ?"

Mendengar perkataan itu, kakek berbaju hijau itu tertawa dingin.

"Heeh... heeehh.. heeh, nona, sudah terlampau lama lohu tinggal di kota batu ini sehingga muncul watak berangasan pada diriku, seandainya nona terus menerus tidak tahu diri sehingga membangkitkan amarah lohu, jangan salahkan bila kau akan merasakan suatu penderitaan yang akan menyiksa dirimu."

"Kami berani datang kemari, berarti soal mati hidup sudah tak kami pikirkan lagi." Kakek berjubah hijau itu tidak memperdulikan ucapan Nyoo Hong leng lagi, sorot matanya dialihkan ke wajah Buyung Im seng, lalu ujarnya.

"Kemarilah kau !"

Pelan-pelan Buyung Im seng maju mendekat. "Locianpwe, kau ada perintah apa ?"

"Sebagai seorang lelaki sejati, kita tak boleh menggubris kemangkelan dari kaum wanita, benar bukan ?"

Buyung Im seng termenung dan berpikir sebentar, kemudian katanya. "Boanpwe tidak mengerti apa yang locianpwe maksudkan ?"

Belum sempat kakek berbaju hijau itu memberikan jawabannya, dua orang dayang tersebut telah muncul kembali membawa sayur dan arak.

Dalam ruangan tersedia sebuah meja pendek, dua orang dayang tersebut segera menghidangkan sayur dan arak di atas meja pendek itu, kemudian setelah memberi hormat mengundurkan diri dari situ.

Kakek berjubah hijau itu mengambil sumpitnya dan mencicipi lebih dulu tiap macam sayuran dengan satu suapan, lalu katanya:

"Nah, setiap macam sayur dan arak telah kucicipi, terbukti dalam sayur dan arak tiada racunnya, kini kalian boleh bersantap dengan perasaan lega." 

Buyung Im seng berpikir:

"Dia telah bilang, setelah selesai bersantap sayur dan arak nanti, dia hendak menghilangkan semua kecurigaan yang mengganjal dalam hati kami, entah janjinya itu sungguhan atau tidak ?"

Berpikir demikian, dia pun berkata:

"Locianpwe, tadi kau berjanji akan menghilangkan semua persoalan yang mencurigakan hati kami seusai kami bersantap, janjimu itu masih masuk hitungan atau tidak ?"

"Tentu saja masih terhitung," jawab kakek berjubah hijau itu sambil tertawa hambar, "cuma kalian jangan terlalu mengharapkan yang kelewat muluk !" "Maksud locianpwe..."

"Sudahlah, bersantaplah lebih dulu !" tukas kakek berbaju hijau itu. "sebelum selesai bersantap, maaf kalau lohu tak akan menjawab pertanyaanmu lagi." Buyung Im seng segera mengulapkan tangannya dan berkata:

"Nona Nyoo, seratus li yang harus kita tempuh sembilan puluh li sudah dilewatkan, kalau toh sekarang locianpwe ini telah berjanji akan menghilangkan rasa kecurigaan yang mencekam dalam hati kita seusai bersantap nanti apa salahnya kalau.."

"Ya, kebetulan perutku memang sedang merasa lapar," sela Nyoo Hong leng cepat. Begitu selesai berkata, dia lantas mengambil sumpit dan mulai bersantap dengan lahapnya.

Buyung Im seng segera mengikuti jejaknya dengan mengambil sumpit dan mulai bersantap.

Pada dasarnya kedua orang itu sudah merasa lapar setengah mati, maka begitu bersantap dengan perasaan lega, tak selang berapa saat kemudian semua hidangan yang tersedia telah disapu sampai ludes.

Dengan tenang kakek berbaju hijau itu memperhatikan dua orang itu bersantap sampai selesai, kemudian ujarnya sambil tersenyum.

"Kalian berdua sudah bersantap kenyang ?"

"Tidak kenyang pun boleh dianggap sudah kenyang, aku berharap bisa cepat mengetahui hal-hal yang mencurigakan dalam hatiku."

"Baik ! Cuma lohu masih mempunyai sebuah syarat." "Syarat apa ?" tanya Buyung Im seng.

"Ditinjau dari kemampuan kalian menemukan tempat ini, terlepas bagaimanakah kepandaian silat yang kalian miliki, yang pasti kamu berdua tentu memiliki kecerdasan yang amat tinggi" kata si orang berbaju hijau itu.

"Kenapa ?" tanya Buyung Im seng lagi. 

"Aku tahu persoalan yang mencurigakan hati kalian amat banyak, mustahil buat lohu untuk menjawabnya satu persatu, oleh karena itu aku hanya memberi batasan seorang hanya boleh mengajukan satu pertanyaan saja." jawabnya.

Mendengar syarat itu Buyung Im seng lantas berpikir:

"Padahal persoalan yang mencurigakan hatiku bukan cuma dua hal saja, bila kau hanya diperbolehkan mengajukan satu pertanyaan saja, tak mungkin semua persoalan yang membingungkan hatiku dapat terpecahkan."

Tampaknya kakek berbaju hijau itu dapat menebak apa yang dipikirkan sang pemuda, sambil tersenyum dia lantas berkata:

"Waktu di kemudian hari masih panjang, perduli berapa banyak kecurigaan mencekam dalam hatimu, asal kalian bersedia tinggal di sini dalam jangka waktu lama, pelan-pelan semua persoalan dapat terselesaikan dengan sendirinya." Tiba-tiba Nyoo Hong leng menimbrung:

"Baiklah, kalau memang hanya diperbolehkan mengajukan satu pertanyaan saja, biar aku yang bertanya lebih dulu."

"Tunggu sebentar !" cegah kakek berbaju hijau itu sambil menggoyangkan tangannya berulang kali.

( Bersambung ke jilid 32)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar