Lembah Tiga Malaikat Jilid 23

Jilid 23

Betul, cuma aku percaya seorang manusia toh terdiri dari darah dan daging, bagaimanapun lihainya ilmu silat yang dimilikinya, dia tetap adalah manusia, apabila kita pergunakan taktik rada berputar untuk bertarung melawan dirinya, lama kelamaan toh ia pasti akan kehabisan tenaga juga.

Mendadak dia membungkam seribu bahasa.

“Ada orang yang datang kemari!” Phu tongcu segera berbisik.

Dengan suara lirih Lian Giok seng segera berbisik kepada Buyung Im Seng dan Kwik soat kun. “Kalian berlagak seolah-olah masih terpengaruh oleh obat pemabuk, kecuali keadaan yang terpaksa atau terancam jiwa kalian, paling baik kalian

jangan sampai menegur atau melakukan reaksi.

Buyung Im Seng dan Kwik soat kun mengiakan, dia segera duduk kembali ditempat semula dengan bersandar diatas dinding.

“Kraaak…!” agaknya ada orang membuka pintu batu.

Menyusul kemudian terdengar suara langkah manusia bergema mendekat, ternyata benar benar ada orang sedang menuju kedalam penjara batu.

Lian Giok seng serta Phu toangcu itu serentak menarik napas panjang2 dan menempelkan punggungnya pada dinding batu.

Tampak dua sosok bayangan manusia, satu dimuka yang lain dibelakang berjalan mendekat. Orang yang berjalan paling muka berjubah panjang dengan tangan telanjang. Sebaliknya orang dibelakang mengenakan pakaian ringkas dengan sebilah pedang tersoren dipunggungnya.

Ketika tiba kurang lebih empat-lima langkah dihadapan Buyung Im Seng, leleki berjubah panjang itu mendadak berhenti, lalu sambil berpaling dan memandang sekejap kearah orang yang menggembol pedang itu bisiknya. 

“Apakah kau sudah merapatkan kembali pintu batu itu?”

“Pintu sudah tertutup” sahut pemuda berpedang sambil memberi hormat.

“Bagus sekali, coba kau nyalakan api biar kuperiksa keadaan disini lebih dahulu.” Orang yang membawa pedang mengiakan dan segera menyulut api. Dalam waktu singkat, ruangan penjara batu itu sudah bermandikan cahaya lampu.

Sewaktu Buyung Im Seng mencoba untuk mengawasi orang yang berada didepannya itu, tampaklah lelaki berjubah panjang itu berusia enam puluh tahun, jenggotnya panjang sedang dia bukan lain adalah Im Cu siu yang pernah memberi petunjuk kepadanya sewaktu menyebrangi jembatan tempo hari.

Pemuda berpakaian ringkas itu berusia antara dua puluh tahunan, wajahnya tampan dan bersih, dia berdiri dan mengangkat obor ditangan kirinya tinggi2. Dengan suatu gerakan cepat Buyung Im Seng telah memperhatikan keadaan tempat itu, kemudian buru-buru dia memejamkan matanya kembali, sedang dalam hati kecilnya berpikir. “Heran mengapa Im Cu siu turut datang kedalam penjara batu ini…?”

Sementara itu Im Cu siu telah memeriksa raut wajah Buyung Im Seng dengan seksama, kemudian setelah mendehem pelan katanya. “Buyung kongcu!”

Buyung Im Seng berlagak seakan akan pengaruh racun yang berada didalam tubuhnya belum punah, dia membuka matanya memandang sekejap kearah kedua orang itu kemudian buru2 dipejamkan kembali.

Pemuda berpakaian ringkas itu segera berbisik lirih. “Dia telah diberi obat pemabuk dari Seng tong, mungkin hingga sekarang belum sadar.” “Apakah kau membawa obat penawarnya?”

“Tecu telah berpikir sampai disitu, maka aku sengaja mencuri beberapa butir dan kubawa serta didalam saku.”

“Bagus sekali, cepat bawa keluar dan berikan sebutir dahulu kepadanya…!” Pemuda berpakaian ringkas itu mengiakan, dari saku bajunya dia lantas mengambil keluar sebutir pil dan pelan2 mendekati Buyung Im Seng, beberapa lama kemudian seperti ini, Buyung Im Seng segera berpikir. “Aku telah menelan obat penawar dan kini berada dalam keadaan waras, sekalipun pil itu benar2 merupakan obat penawar yang asli, aku tak boleh makan sebutir lagi!”

Berpikir sampai disitu, dia membuka matanya lebar2 sambil melompat bangun, ujarnya tiba2: “Aku amat baik! Locianpwe ada pesan apa?”

“Kau tidak minum obat pemabuk?” tanya Im Cu siu seperti agak tertegun melihat hal itu.

“Obat pemabuk sih sudah minum, tapi sekarang aku telah waras kembali.”

“Ooh, aku tahu” ucap pemuda berpakaian ringkas itu kemudian, “obat pemabuk itu berdaya kerja amat keras, sekalipun hanya menelah sebutir, paling tidak harus menunggu sampai tujuh hari kemudian baru sadar kembali, padahal kau baru beberapa hari tiba disini, jika pernah menelan obat pemabuk tak nanti bisa sadar kembali sebelum menelan obat penawarnya.” 

Im Cu siu manggut2, pelan2 dia berkata “Siapakah orang yang telah memberikan obat penawar itu kepadamu?”

Buyung Im Seng termenung dan berpikir beberapa saat lamanya. “Siapakah orang itu, sulit buat boanpwe untuk memberitahukannya kepada kalian.”

Setelah berhenti sebentar, dia bertanya lagi. “Apakah kedatangan locianpwe kedalam penjara batu ini untuk menengok boanpwe?”

“Di dalam penjara ini hanya terdapat kalian berdua, tentu saja kedatangan lohu kemari adalah untuk menengok dirimu.”

“Boanpwe betul2 merasa berterima kasih sekali.”

“Kalau toh orang itu sudah memberi obat penawar kepadamu, sudah pasti dia telah mempunyai cara untuk membantu kabur dari sini bukan?”

“Agaknya dia pernah menyinggung soal melarikan diri, tapi boanpwe kurang begitu jelas.”

Im Cu siu segera melirik sekejap kearah pemuda berpakaian ringkas itu, kemudian tanyanya. “Obat penawar itu disimpan dimana?”

“Dalam saku ketiga orang Sengcu terdapat obat penawar!”

“Kalau begitu orang yang bisa mengambil obat penawar hanyalah orang orang yang berada disisi ketiga orang Sengcu itu, atau paling tidak harus ada bantuan dari mereka.”

“Benar, kecuali ketiga orang Sengcu, dalam seluruh perguruan Sam seng bun ini tidak terdapat orang keempat yang memiliki obat penawar tsb.

Im Cu siau segera manggut2. “Benarkah kau adalah putranya Buyung Tiang kim?” tanyanya kemudian dengan nada hati2.

“Apakah boanpwe harus mencatut nama putra orang lain.”

“Semasa ayahmu masih hidup dulu dia pernah menolong selembar jiwaku, budi kebaikan ini tak pernah kulupakan selamanya tapi tak pernah berhasil kubalas, hari ini aku sengaja datang menolongmu, akibat perbuatanku ini mungkin lohu akan mati, tapi budi pertolongan yang pernah aku terima tak bisa tidak mesti lohu bayar lunas…”

Mendengar perkataan itu, Buyung Im Seng segera berpikir. “Kebanyakan orang2 itu pernah menerima budi pertolongan dari ayahku, tampaknya semasa hidup dulu ayahku benar2 telah berbuat amal dan banyak melakukan kebaikan.”

Berpikir demikian, dia lantas berseru. “Locianpwe…”

“Dengarkan dulu perkataanku,” tukas Im Cu siu, “lohu cukup lama hidup didunia ini, sekalipun harus mati juga tak bakal menyesal, persoalannya sekarang adalah lohu tak mampu untuk membantumu meninggalkan sarang iblis ini, kemampuanku ini sayang sekali, hanya terbatas bila untuk menolongmu keluar dari dalam penjara batu ini, sanggupkah kau meninggalkan tempat ini, terpaksa haru tergantung pada nasibmu sendiri.” 

“Locianpwe, benarkah ayah boanpwe telah mati?”

“Tentang soal ini lohu sendiripun sukar untuk memberitahukan kepadamu secara pasti, cuma menurut apa yang lohu ketahui, ayahmu adalah seorang jago yang tidak mudah dibunuh.”

“Kalau ayahku belum mati sekarang dia berada dimana?”

Im Cu siau segera menghela napas panjang. “Aiii… kalau dibilang ia betul2 masih hidup didunia ini, maka kejadian tsb boleh merupakan suatu rahasia yang amat besar bagi dunia persilatan, dalam dunia persilatan dewasa ini mungkin jarang sekali ada yang mengetahuinya.”

Ketika Buyung Im Seng menyaksikan kalau orang itu benar2 tak tahu, diapun tak banyak bertanya lagi, pelan2 ujarnya.

“Maksud baik locianpwe akan kuterima dalam hati, cuma setelah locianpwe menolong boanpwe, kalau toh tiada keyakinan untuk mengantar boanpwe meninggalkan tempat ini, bukankah hal tsb sama dengan menjerumuskan locianpwe?”

“Kau tak usah memikirkan tentang diriku.” Tukas Im Cu siu “sebelum datang kemari, lohu berpikir tiga kali sebelum bertindak, dari empat orang yang datang bersamamu, kecuali nona Nyoo yang tak sanggup lohu tolong, kalian bertiga dapat lohu tolong untuk keluar dari penjara batu, Nah urusan sudah menjadi begini, terpaksa kita mesti beradu nasib.”

Buyung Im Seng segera berpikir lagi. “Tanya jawab antara dia dengan ku sudah pasti akan terdengar pula oleh Lian Giok seng dan Phu tongcu dengan jelas, mereka tak mau bersuara itu berarti mereka enggan untuk berjumpa dengan Im Cu sui…” Sementara dia masih termenung, terdengar Im Cu siu telah berkata lagi. “Apakah nona Kwik sudah minum obat penawar?”

“Kalau toh orang itu sudah datang mengantar obat penawar buat kalian, mengapa ia tak bersedia untuk berjumpa dengan kami berdua?”

“Jika mereka sudah mendapat pesan dari orang lain, sudah barang tentu rahasia ini tak akan dibocorkan.” Terdengar seseorang menyambung dari belakang tubuhnya.

“Ooo, rupanya saudara Lian sudah datang!” serunya.

Tidak menunggu jawaban dari Lian Giok seng lagi, tangan kanannya segera diayunkan ke depan melancarkan sebuah pukulan.

Segulung angin dahsyat dengan cepatnya menerjang maju kedepan….

Lian Giok seng segera maju dua langkah sambil menghindarkan diri dari ancaman tsb, kemudian serunya. “Saudara Im…”

“Hari ini kalau bukan kau yang mati adalah aku yang mampus, tak usah banyak bicara lagi, lihat serangan!” tukas Im Ciu siu dengan dingin.

Sambil berkata dia menerjang maju sepasang telapak tangannya dilancarkan ke muka secara berantai, bahkan semua jurus serangan yang digunakannya tertuju kebagian bagian yang mematikan ditubuh Lian Giok seng. 

Jelas Im Cu siu ada maksud untuk beradu jiwa. Serangan ganas dengan jurus serangan yang aneh meluncur tiada hentinya, Lian Giok seng yang pada dasarnya memang tidak berniat untuk bertarung melawannya, segera kehilangan posisi yang menguntungkan.

Dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Im Cu siu serta jurus pukulannya yang aneh, seketika itu juga Lian Giok senga terdesak hebat sehingga tak sanggup memberi penjelasan.

Dalam keadaan demikian, terpaksa dia mesti memusatkan semua perhatiannya untuk menghadapi lawan sambil berusaha pula melancarkan serangan balasan. Setelah bertarung puluhan gebrakan kemudian, pelan2 Lian Giok seng baru berhasil menguasai kembali keadaan yang dihadapinya, dia lantas berkata. “Saudara Im, apakah kau ingin tahu siapakah orang yang telah memberikan obat penawar kepada Buyung kongcu?”

Im Cu siu memperketat serangannya melepaskan tiga buah serangan berantai hingga memaksa Lian Giok seng mundur sejauh dua langkah, kemudian tanyanya. “Siapakah orang itu?”

“Akulah orangnya.”

“Kau?” Im Cu siu nampak seperti tertegun.

“Orang lain tak akan bisa memperoleh obat penawar dengan begini gampang.” Mendadak Im Cu siu menarik kembali serangannya, kemudian berkata. “Kalau begitu, kaulah yang telah menolong Buyung kongcu?”

“Aiii, tentunya saudara Im juga pernah mendengar bukan hubungan antara siaute dengan Buyung Tian kim dimasa lalu?”

Im Cu siu manggut2. “Semasa hidupnya dulu, Buyung tayhiap banyak berbuat amal dan kebajikan bagi umat persilatan, entah berapa banyak orang dari umat

persilatan yang memperoleh budi kebaikan darinya, tak disangka seorang pendekar yang berbudi luhur harus diberi umur yang begitu pendek.”

“Buyung tayhiap masih hidup segar bugar didunia ini.” Lian Giok seng segera berbisik.

Ucapan itu segera membuat Im Cu siu jadi tertegun. “Kau bilang Buyung Thiang kim masih hidup?” serunya. “Sekarang dimana orangnya?”

“Tempat itupun belum pernah kukunjungi.”

“Lantas darimana saudara Lian bisa mendengar kabar itu?”

“Dari toa sengcu, suatu ketika tanpa disengaja ia telah membocorkan rahasia ini.” “Kalau ucapan tsb berasal dari mulut koncu, rasanya tak mungkin bisa salah lagi.” Lian Giok seng manggut2. “Walaupun tempat ini tak besar, namun menyimpan banyak sekali rahasia besar, selain Toa seng seorang mungkin tiada duanya yang bisa mengetahui semua persoalan itu dengan jelas.”

“Saudara Lian sudah banyak tahun mengikuti Toa sengcu, tentunya kau sudah pernah bertemu dengan wajah asli dari Toa sencu bukan?” 

Lian Giok seng manggut2. “Kalau dibicarakan sungguh menyesal sekali andaikata saudara Im mengajukan pertanyaan ini, dua hari lebih awal, mungkin siaute sendiri pun sama seperti saudara Im.”

“Kalau begitu pada dua hari belakangan ini saudara Lian baru berhasil menyaksikan raut wajah asli dari Toa sengcu tsb?”

“Betul..”

Tampaknya dia tidak ingin menjelaskan tentang persoalan yang menyangkut Nyo hong leng, dengan cepat dia berkata kembali.

“Sungguh tak kusangka bakal berjumpa kesempatan ini, Toa sengcu telah melepaskan kain cadar yang menutupi wajahnya.”

“Selama banyak tahun ini, bukan main banyuak pembicaraan tentan asal usul dari Toa sengcu itu, tentunya saudara Lian juga pernah mendengarnya bukan?” “Betul, siaute memang pernah mendengar tentang pembicaraan tsb, hanya sayangnya pendapat2 tsb semuanya keliru besar…”

“Apa? Apakah saudara Lian tahu, berapa orang menurut kabar yang tersiar tentang Toa sengcu?”

“Menurut apa yang kudengar, konon Toa sengcu terdiri dari empat orang…” “Betul, siaute pun pernah mendengar tentang dongeng yang menyangkut soal empat orang tiu.”

“Kabar berita yang tersiar diluaran belum tentu benar, sebab Toa sengcu tak lebih hanya seorang pemuda yang baru berusia tiga puluhan tahun.”

“Seorang pemuda yang berusia tiga puluh tahunan? Apakah saudara Lian tak salah melihat?”

“Tidak, siaute melihat dengan jelas sekali.” “Waah, kalau begitu, aneh sekali.”

“Siaute pun pernah merasakan keheranan, siaute pernah melakukan pemeriksaan yang sempurna, meski dia memiliki ilmu merawat muka yang lihai, tak mungkin usianya akan lebih rendah dari empat puluh tahunan, siaute yakin tidak salah melihat.”

“Kalau memang saudara Lian sudah meneliti dengan seksama, aku rasa tak mungkin bisa salah lagi. Tapi kalau dihitung dari waktu yang berlalu, paling sedikit usia Toa sengcu tsb harus diatas empat puluh tahunan.”

“Siaute sendiripun mempunyai dugaan begitu.”

Im Cu siu termenung beberapa saat lamanya, kemudian katanya kembali. “Rahasia dibalik kesemuanya ini mungkin sukar untuk dipecahkan dalam waktu singkat, dewasa ini soal Buyung kongcu kurasa merupakan persoalan yang paling penting.” Sesudah berhenti sebentara, dia melanjutkan. “Setelah saudara Lian memberi obat pemunah untuk Buyung kongcu, aku pikir tentu kau juga sudah mempunyai rencana tentang keselamatan Buyung kongcu selanjutnya bukan?” 

“Untuk sementara waktu siaute bermaksud untuk menyembunyikan mereka di dalam ruangan Hoat lun tong”.

“Hoat lun tong?” Im Cu siau tertegun, “kau maksudkan ruangan yang dipimpin Phu Thian khing?”

“Betul, walaupun kita dapat menolongnya keluar dari penjara ini belum tentu dapat mengantar mereka untuk keluar dari tempat berbahaya ini.”

“Sekalipun demikian, tidak seharusnya kau sembunyikan mereka dalam ruangan yang dipimpin Phu Thian king, orang ini kejam, berpikiran sempit.”

Tiba-tiba terdengar suara tertawa merdu berkumandang memecahkan keheningan menyusul kemudian seseorang berseru. “Saudara Im, kekurangan siaute tampaknya sudah kau damprat semua sampai habis.”

Im Cu siu segera berpaling, ketika dilihatnya Phu Thian king dengan senyuman dikulum telah muncul dihadapannya, ia menjadai tertegun. “Kau…”

“Tampaknya kehadiranku sama sekali berada diluar dugaan saudara Im…” tukas Phu Thian king, “kalau tidak kenal memang tidak berkomplot, kali ini nampaknya kita mempunyai cita2 yang sama dalam usaha menolong Buyung kongcu.” Agaknya Im Cu siu masih belum mempercayainya dengan begitu saja, sambil mengawasi wajah Lian Giok seng katanya. “Saudara Lian, apa yang sebenarnya telah terjadi?”

“Saudara Phu seperti juga saudara Im, dimasa lalu pernah menerima budi pertolongan sampai beberapa kali dari Buyung tayhiap, budi kebaikan itu selalu mengganjal hatinya sebelum dibalasm maka ketika mengetahui bahwa Buyung kongcu menjumpai kesulitan disini, sengaja dia datang kemari dengan maksud untuk menolongnya, tak disangka ia telah berjumpa dengan siaute tampa disengaja. Semua persoalan sudah terbentang secara gamlang, aku harap saudara Im jangan menaruh curiga lagi kepada siaute…”

“Sungguh tak kusangka”, gumam Im Cu siu. “Soal apa?” Phu Thian king lalu bertanya.

“Ternyata Phu Thian king masih bisa teringat akan budi pertolongannya.”

Phu Thian king segera tersenyum. “Kalau lampu tidak disulut tak akan terang, kalau persoalan tidak dijelaskan tak akan terang, kalau toh kita sama2 mempunyai niat untuk membantu Buyung Im Seng, mengapa tidak bersatu padu saja untuk bekerja sama?”

“Tentu saja hal ini harus dilakukan, entah apa yang telah saudara Phu persiapkan dalam usaha melindungi keselamatan Buyung kongcu?”

“Pertama-tama siaute akan mengajak Buyung kongcu untuk kembali keruangan Hoat lun tong untuk dilindungi keselamatan jiwanya, sekalipun terjadi suatu gerakan yang besar, siaute akan tampil diri guna melindungi keselamatannya, cuma terus terang siaute katakan, kemampuan yang kumiliki amat terbatas, hal ini berarti harus membutuhkan pula bantuan dari saudara Im dan Lian.” 

“Ooh… hal itu sudah barang tentu.” Sahut Giok seng sambil tertawa. “tapi dengan kehadiran saudara Im disini, siaute jadi mendapat suatu ilham tentang suatu siasat memancing untuk menangkap…”

“Waktu yang tersedia buat kita tak banyak, bila saudara Lian mempunyai suatu pendapat harap segara saja diutarakan keluar.”

“Kenapa saudara Im tak usaha untuk cari jejak melarikan diri yang palsu agar mereka melakukan suatu pengejaran yang keliru pula?”

“Walaupun siasat semacam ini dapat mengelabui sementara orang, namun aku rasa tak akan mampu untuk mengelabui Toa siangcu.”

“Yaa, di dalam hal ini terpaksa kita mesti beradu nasib, meski manusia berusaha, Thianlah yang berkuasa, kita usahakan sedapat mungkin saja.”

Im Cu siu termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian katanya. “Baiklah, siaute akan segera melakukan persiapan.”

Dengan membawa pemuda berpakaian ringkas itu, buru2 dia membalikan badan dan berlalu dari situ.

Menunggu bayangan tubuh Im Cu siu sudah lenyap dari pandangan, Phu Thian king baru berbisik lirih. “Buyung Im heng, kita pun harus segera berangkat!” Buyung Im Seng segera berpaling kearah Kwik soat kun sambil berbisik pula. “Mari kita berangkat!”

Pelan pelan Kwik soat kun bangkit berdiri lalu tanyanya. “Bagaimana dengan nona Siau tin?”

“Aku akan berusaha keras untuk menolongnya pula lolos dari penjara, cuma setelah kupikirkan kembali, rasanya lebih baik kalau kalian bertiga dipisah pisahkan saja.” Kwik soat kun manggut2 dan tidak bertanya lagi, dia segera mengejar dibelakang Phu Tian king.

Buyung Im Seng segera jalan pula kesamping Lian Giok seng, kemudian bisiknya lirih. “Locianpwe, aku sangat mengharapkan bisa berjumpa dengan ayahku.”

“Aku akan mengusahakan hal itu dengan sepenuh tenaga.” Sahut Lian Giok seng. “tapi benarkah dia berada disini, aku tak berani menjamin seratus persen.”

“Kalau begitu boanpwe akan menantikan kabar gembira darimu.”

“Kalian boleh segera berangkat, begitu ada kabar, aku akan segera menyusul ke Hoat lun tong untuk berjumpa dengan kalian.”

“Baikl baiklah jaga dirimu locianpwe!” ucap Buyung Im Seng kemudian sambil menjura.

Sambil tertawa Lian Giok seng segera mengangguk, kemudian dengan mengikuti dibelakan Kwik soat kun berjalan keluar dari dalam penjara tsb.

Dalam pada itu, malam sudah makin larut, awan gelap menyelimuti seluruh angkasa langit tak berbulan juga tak nampak setitik cahaya bintangpun. 

Phu Thian king segera berpaling sambil berkata. “Harap kalian berdua suka mengikuti dibelakangku, jangan sampai salah jalan sehingga timbul hal2 yang tak diinginkan.”

“Kami pasti akan berhati-hati.”

“Sepanjang perjalanan nanti, entah peristiwa apapun yang terjadi, biar aku yang menghadapi, asalkan saja pertarungan tak sungguh sungguh berkobar, lebih baik jika kalian tak berbicara maupun turun tangan.”

“Andaikata pertarungan sungguh2 terjadi?” tanya Kwik soat kun cepat.

Phu Thian king segera tersenyum. “Andaikata pertarungan benar2 terjadi bukan saja kalian boleh turun tangan, bahkan makin keji makin baik, mengulur banyak waktu sama artinya dengan memberikan ketidak beruntungan buat kita, nah ikutilah dibelakang lohu.”

Dia lantas balikkan badan dan berjalan keluar dari sana.

“Biar aku berjalan bersama saudara Phu.” Kata Im Cu siu sambil memburu kedepan.

Phu Thian king menghela napas panjang, sahutnya. “Tidak usah saudara Im, kami sudah cukup mampu untuk menghadapinya!”

Melihat Phu Thian king tidak memerlukan dirinya untuk mendampingi, dengan serius Im cu siu lantas berkata. “Toh hun suo (peluru pencabut nyawa) dari saudara Phu telah merajai dunia persilatan, sekalipun ditengah jalan menghadapi

peristiwa, rasanya kau sanggup untuk menghadapinya, akan tetapi jembatan Kiu ci kiu merupakan pos yang berbahaya, ilmu silat Thoan Thian heng sangat lihai, aku kuatir kalau peluru pencabut nyawa dari saudara Phu belum tentu sanggup menghadapinya, kebetulan siaute mempunyai hubungan pribadi yang cukup akrab.”

“Toan Thian heng adalah seorang manusia yang tidak kenal kepada saudara sendiripun, sekalipun saudara Im mempunyai hubungan pribadi yang cukup baik dengannya, aku kuatir hal ini bukan suatu pekerjaan yang amat gampang.” “Sekalipun demikian, dengan turut sertanya siaute, maka hal ini sedikit banyak akan memperbesar kekuatan kita, jika Toan loji benar2 tak mau memberi muka kepadaku terpaksa kita mesti turun tangan untuk beradu jiwa dengannya.” “Sebenarnya siaute tidak mempunyai rencana untuk bertarung melawan Toan loji, tetapi setelah saudara Im berkata demikian, siaute rasa ucapanmu memang masuk diakal juga.”

Im Cu siu segera berpaling dan memandang sekejap kearah Buyung Im Seng serta Kwik soat kun, lalu tanyanya. “Apakah kita akan membawa mereka dengan begini saja?”

“Siaute sudah mempunyai persiapan, sengaja aku telah membawa dua stel pakaian dari anak buah ruang Hoat lun tong kami.”

“Sekalipun demikian, aku kuatir tak akan terlepas dari ketajaman mata Toan loji.” 

“Siaute pun mempunyai pikiran demikian, tapi kaeadaan sudah berkembang menjadi begini rupa, rasanya terpaksa kita mesti mencoba dengan menyerempek bahaya.”

“Baik, aku akan berjalan lebih dulu, akan kunantikan kedatangan kalian diujung jembatan.”

“Silahkan saudara Im.” Ucap Phu Thian king seraya menjura.

Im Cu siu segera membalikkan badannya kemudian berlalu dengan langkah lebar. Dari sudut ruangan batu, Phu Thian king mengambil keluar pakaian yang telah dipersiapkan dan diserahkan kepada Buyung Im Seng berdua, kemudian setelah kedua orang itu bertukar pakaian, perjalanan kembali dilanjutkan.

Sementara itu tengah malam sudah lewat, awan gelap yang semula menyelimuti angkasa, kini sudah membuyar, bintang mulai bermunculan memancarkan sinar yang redup, pemandangan disitupun lamat2 dapat terlihat.

Phu Thian king dengan mengajak kedua orang itu berjalan menelusuri sebuah jalanan kecil menuju kedepan. Sepanjang jalan, meskipun mereka dihadang oleh beberapa orang untuk diperiksa, tapi berhubung Phu Thian king memang berpangkat cukup tinggi, maka semuanya dapat diatasi dengan mudah.

Tak selang beberapa saat kemudian mereka telah tiba diatas jembatan Kiuci kiau. Dengan jalan beriring ketiga orang itu telah menyebrangi jembatan itu sampai setengah jalan, mendadak terlihatlah seorang kakek yang berbaju merah dan bertubuh tinggi besar, berkepala botak berdiri ditengah jalan menghadang jalan mereka.

Ketika Phu Thian king mendongakkan kepalanya, tampak Im Cu siu sudah berada dibelakang kira kira lima-enam depa dari tubuh Toan Thian heng, hal ini membuat keberaniannya semakin besar.

Sambil menjura, katanya kemudian. “Saudara Toan belum beristirahat?” “Lohu sedang menunggu orang disini.” Jawabnya cepat.

“Siapakah orang yang sedang ditunggu oleh saudara Toan?” “Siapa lagi? Tentu saja Phu tongcu!”

Sementara itu Im Cu siu sudah menunggu disisi jembatan, pada saat itulah tiba2 melejit keudara dengan gerakan Tan Cu sam biau sui (burung walet menutul air tiga kali), setelah melewati diatas kepala Kwik soat kun dan Buyung Im Seng dia melayang turun disisi Phu thian king, kemudian bisiknya.

“Saudara Phu, aku telah mempersiapkan jejak melarikan diri mereka, asalkan pos penjagaan dari saudara Toan dapat dilalui, mungkin saja kita dapat mengelabui mereka untuk sesaat.”

Phu Thian king memutar biji matanya dan memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian bisiknya. “Saudara Im, orang tadi…”

“Dia sudah pergi” sahut Im Cu siu cepat.

Kemudian sambil berbalik menghadap Toan Thian heng, katanya sambil menjura. “Saudara Thian heng…” 

“Im Cu siu, ilmu meringankan tubuh burung walet melejit tiga kali mu itu cukup bagus.” Tukas Toan heng dingin.

Ooo0ooO

“Aaah… saudara Thian suka menggoda saja.” Ucap Im Cu siu sambil tertawa. Kembali Toan Thian heng mendengus dingin. “Emmm, sungguh tak kusangka kalau Im Cu siu telah mengadakan hubungan persahabatan pula dengan Phu tongcu, tampaknya kedudukan seorang yang berkuasa, tentu saja nilainya sama sekali berbeda.”

Phu Thian king mendengus dingin dengan hati mendongkol, agaknya dia hendak mengumbar amarahnya, akan tetapi niat itu kemudian diurungakn kembali.

Buru2 Im Cu siu berseru. “Saudara Thian heng, walaupun dimasa lalu Phu tongcu tidak cocok dengan diriku, tapi selama ini kita toh sama2 berada dalam suatu perguruan yang sama, apalagi setelah berkumpul selama belasan tahun lamanya, kendati pun ada perselisihan, sudah seharusnya kalau persoalan tsb dipudarkan.” “Bagaimana hubungan perselisihan diantara kalian berdua, lohu tidak mau ambil tahu, yang pasti lohu berkewajiban menjaga jembatan ini, entah siapa saja yang ingin menyebrangi jembatan ini harus melaporkan dulu identitasnya.”

“Siaute dan Phu tongcu toh sudah saudara Thian heng kenal, masa kami berdua un harus diperiksa lagi?”

“Siapa dua orang yang berdiri dibelakang Phu thian king itu?” tegur Toan thian heng.

“Mereka adalah dua orang hiangcu dari ruang Kim lun tong kami.”

“Kalau aku tak salah ingat sewaktu menyebrangi jembatan tadi sendirian, mengapa sewaktu kembali bisa bertambah 2 orang?”

“Ketajaman mata Toan heng benar2 luar biasa.” Seru Im Cu siu dengan cepat, “harap kau sudi bermurah hati dengan melepaskan kami berempat.”

Sepasang mata Toan Thian heng yang tajam bagaikan sembilu itu segera dialihkan ke wajah Buyung Im Seng, setelah itu katanya. “Sekalipun malam sangat gelap, jangan harap mereka dapat mengelabui diriku, hayo jawab siapakah kedua orang itu?”

“Saudara Toan, kalau toh kau sudah mengetahui duduk persoalannya yang sebenarnya mengapa kau mesti menanyakan terus dengan teliti?”

“Kalau lohu tidak bertanya sampai jelas, bila dikemudian hari timbul kesulitan dan pihak seng tong datang menegur, siapakah yang akan tanggung jawab?”

“Bila pihak Seng tong menegur, saudara Thian heng boleh melimpahkan semua dosa itu kepada diriku.”

“Hanya dengan sedikit kemampuan Phu thian king, memangnya tanggung jawab ini boleh kau pikul?” kata Toan thian heng dengan suara dingin.

“Mengapa tidak sanggup? Siaute akan mempertaruhkan selembar jiwaku ini, asal tidak sampai menyeret sama saudara Thian heng, urusan tentu beres.” 

“Kecuali kau tidak akan menyebrang lewat jembatan ini, kalau tidak, lohu pun tak akan lepas dari persoalan ini.”

Paras muka Im cu siu segera berubah hebat, katanya tiba2. “Selama ini aku selalu menghormati saudara dan…”

“Sekalipun demikian lohu tak dapat pilih kasih dengan memberi jalan lewat buat kalian.” Tukas Toan Thian heng dengan dingin.

“Jadi kalau begitu, saudara Toan benar2 tak sudi memberi muka kepadaku?” “Kalian toh berjumlah empat orang, sekalipun benar2 bertarung belum tentu lohu merupakan tandingan kalina.” Sahut Toan thian heng.

Im Cu siu agak tertegun setelah mendengar perkataan itu, kemudian bisiknya lirih. “Terima kasih atas petunjuknya.”

Weesss…! Sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan ke depan.

Toan Thian heng menggerakkan pula tangan kanannya untuk menyambut datangnya serangan itu. Ketika sepasan telapak tangan saling bertemu, Im Cu siu segera merasakan tenaga pukulan yang beberapa kali dilancarkan oleh Toan Thian heng sangat lemah sekali, sadarlah dia, kalau lawannya bermaksud untuk mengalah, maka sepasang telapak tangannya segera berputar makin kencang melepaskan serangkaian serangan berantai.

Toan Thian heng menggerakkan pula sepasang telapak tangannya, namun dia mengambil posisi bertahan, selama pertarungan berlangsung dia hanya membendung datangnya serangan dari Im Cu siu tampa ada maksud untuk membalas.

Sambil selancarkan serangkaian serangan gencar untuk mendesak lawah, Im Cu siu segera berseru lirih. “Saudara Phu, cepat bawa mereka menyebrangi jembatan.” Phu Thian king mengiakan, dia segera menghimpun tenaga dalamnya lebih dulu untuk menyebrangi jembatan tsb dengan melewati batok kepala kedua orang itu.

Buyung Im Seng dan Kwik soat kun segera menyusul dibelakang Phu Thian king, bersama sama menyebrangi jembatan itu.

Setelah terburu-buru mereka bertiga menyebrangi jembata Kiu cu kiau, dengan cepat mereka berpaling. Tampak Im Cu siu dan Toan Thian heng masih terlibat suatu pertarungan yang sengit diatas jembatan.

“Apakah kita akan pergi dengan begitu saja?” tiba2 Kwik siat kun bertanya. “Nona masih ada urusan apa lagi?” tanya Phu Thian king cepat.

“Apakah locianpwe tidak pergi membantu Im losiansing terlebih dahulu?”

Sambil tertawa lirih Phu Thian king menjawab: “Bilamana kedua orang itu harus bertarung secara sungguhan, sejak tadi Im Cu siu sudah dipaksa Toan thian heng untuk mencebur ke dalam sungai, tak usah menggubris mereka lagi, mari kita cepat pergi.”

Sambil membalikkan badan dia berlalu lebih dulu.

Buyung Im Seng dan Kwik soat kun segera menyusul pula dari belakannya. 

Phu thian king hapal sekali dengan daerah disekitar tenpat itu dengan gerakan yang sangat cepat dia maju sedemikian cepatnya sampai Kwik soat kun dan Buyung im seng tak sempat lagi untuk memperhatikan daerah serta pemandangan disekitar tempat yang dilewatinya.

Mendadak Phu thian king memperlambat gerakan tubuhnya kemudian terdengar seorang membentak dengan suara rendah.

“Siapa disitu?”

“Aku!” Seorang lelaki berpakaian ringkas segera melompat keluar dari balik semak belukar sambil menjura katanya. “Hamba menjumpai Tongcu.”

Phu thian king segera mengulapkan tangannya. “Hati-hati menjaga disini.” pesannya “entah siapapun yang mendekat sebelum memperoleh ijin dariku dilarang memasuki wilayah sekitar ruangan kita.”

Lelaki itu melirik sekejap kearah Buyung Im Seng lalu tanyanya. “Bagaimana jika utusan ruang Seng tong?”

“Mereka baru boleh masuk setelah memperoleh ijin dariku.”

“Biasanya para utusan atau para huhoat dari ruang Seng tong berwatak berangasan, bila mereka dilarang memasuki tempat ini, bisa jadi akan terjadi bentrokan secara kekerasan.” Kata lelaki itu dengan suara dalam.

Phu Thian king termenung sambil berpikir sebentar, lalu katanya. “Kalian harus berusaha keras untuk menghindari suatu bentrokan secara kekerasan dengan mereka, bila keadaan tidak terlalu memaksa lebih baik jangan sampai mencari perselisihan.”

Tampaknya lelaki itu seperti hendak mengucapkan sesuatu tetapi niat itu kemudian diurungkang, setelah memberi hormat dia lantas mengundurkan diri balik ke belakang semak.

Phu Thian king sendiripun tidak banyak berbicara lagi, dia segera melanjutkan perjalanannya ke depan. Setelah melewati semak belukar yang lebat dan menembusi sebuah hutan bambu, sampailah mereka di depan sebuah kompleks perumahan.

“Nah, sudah sampai!” kata Phu tian kin kemudian, “disinilah tempat tinggal lohu.” “Apakah tempat ini adalah Hoat lun tong?” tanya Kwik soat kun.

“Bukan, tempat ini adalah Kim lun tong, kalau dibilang merupakan pemimpin dari tiga ruangan lainnya.”

“Bagaimanakah hubungan antara tiga orang tongcu dari ruang Kim lun, Hoat lun dan Hui lun?”

“Kami jarang sekali berhubungan, semua tindak tanduk harus menuruti perintah dari Seng tong.”

Sementara pembicaraan berlangsung, Phu thian kin telah membuka sebuah pintu. Kwik soat kun mendongakkan kepalanya untuk mencoba memperhatikan keadaan disekitar tempat itu, ternyata yang dimaksudkan sebagai ruangan Kim lun tong tidak jauh berbeda dengan sebuah bangunan biasa. Hanya bedanya dengan 

bangunan biasa adalah bangunan yang terbesar dipaling depan tampaknya digunakan sebagai balai pertemuan.

Suasana ruangan itu gelap gulita tidak nampak cahaya, tapi Phu thian king hapal sekali dengan tempat itu, dengan cepat dia menghampiri sebuah meja dan memasang lentera, setelah itu baru katanya. “Tentunya kalian berdua merasa keheranan bukan, mengapa ruangan Kim lun tong ku ini begitu sederhana dan biasa tanpa sesuatu keistimewaan?”

“Mungkin sejak Sam seng bun didirikan tempat ini belum pernah mendapat serangan dari luar?” kata Kwik soat kun.

“Betul, tempat ini sesungguhnya merupakan suatu tempat yang amat strategis, bila diberi perubahan sedikit saja dengan tenaga manusia, maka tempat ini akan merupakan suatu tempat rahasia yang tidak gampang diserbu orang.”

Meminjam cahaya lentera, Buyung Im Seng mencoba untuk memperhatikan sekejap sekeliling ruangan itu. Tampak pada kedua belah sisi ruangan itu terdapat dua buah rak kayu tempat menyimpan senjata, baik golok, pedang, tombak, ruyung maupun senjata kaitan, semuanya komplit tersedia disana.

Kecuali dua buah rak kayu yang penuh berisikan senjata tajam itu, terdapat pula beberapa puluh buah kursi. Dekorasinya amat sederhana dan bersahaja.

Setelah tertawa hambar, Phu thian kin berkata. “Nama besar perguruan Tiga malaikat amat termashur di dunia, tapi orang tak akan menyangka kalau orang Kim lun tong dalam perguruan Tiga malaikat sesungguhnya suatu tempat yang begini sederhana, cuma selain ruangan Seng tong, lohu masih mempunyai suatu alamat lain, tempat itu boleh dibilang merupakan suatu tempat yang megah dan mewah sekali.”

“Apkah ketiga orang tongcu dari ketiga ruangan ini masing masing mempunyai tempat tinggal diluar kantor?”

“Betul, setiap bangunan yang berada disini baik soal corak maupun dalam dekorasi tak boleh melebihi kemegahan dari ruang Seng tong itu sendiri.”

“Boanpwe mempunyai sepatah kata yang rasanya kurang pantas untuk diutarakan, bila kuucapkan nanti harap locianpwe jangan marah.” Kata Kwik soat kun. “Katakan saja, tak mengapa.”

“Di bawah ruangan Kim lun tong ini, seluruhnya terdapat berapa orang anak buah?”

“Yang termasuk jagoan tangguh ada tiga puluh orangan, tapi kalau dihitung

dengan pelayan, pengawal dan anak buah, paling tidak jumlahnya mencapai ribuan orang.”

“Apakah mereka semua berada disini?” “Kebanyakan berdiam diluar kantor Kim lun tong.” “Yang ada disini?”

“Mungkin enam sampai tujuh puluh orang.” 

“Aaah, itulah dia.” Seru Buyung Im Seng tiba2. “tak heran kalau orang persilatan sukar untuk menemukan letak yang sebenarnya dari Lembah tiga malaikat ini, rupanya kalian masing2 pihak saling mendirikan kekuasaan ditempat luar.”

Phu Thian king menghela napas panjang. “Yang paling penting adalah beberapa orang utusan serta sekawanan huhoat dari ruang Seng tong, kerap kali membangun istana ditempat luaran untuk saling mengembangkan kekuasaan, sehingga hal ini menimbulkan suatu anggapan yang salah dari kaum persilatan, di istara2 semacam itu mungkin dalam satu atau setengah tahun lagi akan terbengkalai semua.”

Ketika Kwik soat kun mendengar apa yang dibicarakan kedua orang itu sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan persoalan yang mereka hadapi sekarang, tak tahan segera berkata. “Bagaimanakah ilmu silat yang dimiliki ke enam tujuh puluh orang yang berada disini ini?”

“Mereka yang boleh dianggap sebagai jagoan lihai hanya belasan orang saja, sedangkan sisianya meski terhitung jago kelas tiga atau empat, namun mereka melatih semacam ilmu kerja sama yang lihai, dengan gabungan kekuatan empat lima orang diantara mereka, masih cukup mampu untuk menahan serangan dari seorang jago lihai.”

“Apakah orang2 ini adalah orang kepercayaanmu, menuruti perintahmu dan setia kepadamu?”

“Soal itu sukar untuk dibicarakan, dihari hari biasa mereka memang menghormati aku dan melaksanakan perintahku, tapi pada waktu itu aku adalah Kim lun tongcu, bila saat ini mereka kusuruh berhianat terhadap Sam seng bun, apakah mereka bersedia menuruti perintahku atau tidak hal ini masih sukar untuk dibicarakan.” “Apakah diantara orang2 itu tak ada seorang pun yang bersedia mati demi dirimu?” “Berbicara menurut orang2 yang berada disini sekarang, lohu hanya merasa yakin kalau tiga sampai lima orang diantaranya benar2 rela berkorban demi diriku.”

“Itu berarti kecuali kita bisa membohongi pihak Seng tong sesungguhnya tidak mempunyai kekuatan untuk melawan pihat Seng tong.”

“Lohu pernah menguatirkan tentang soal ini, itulah sebabnya aku lantas mencari akal lain.”

“Apa akalmu itu?”

“Lohu bermaksud untuk memilih dua orang diantara orang2 kepercayaanku dengan menggunakan cara menyaru muka, mereka menjadi kalian berdua, sedangkan kalian berdua menyaru menjadi mereka dan menyelundup keluar dari Kim lun tong ini, kemudian lohu akan berusaha mengabarkan kepada Lian Giok seng dan Im Cu siu agar membantu kalian berdua meninggalkan tempat ini.”

“Aku rasa cara ini kurang begitu baik.” “Bagaimana tidak baiknya?”

“Aku rasa penjagaan yang diatur disekitar ruangan Seng tong pasti ketat sekali, untuk berlalu lalang pasti ada kata sandi, padalah kami tidak tahu, bukankah hal ini akan lebih mudah diketahui oleh orang lain?” 

“Yaa, malahan bisa jadi akan menyeret locianpwe kedalam persoalan ini.” Sambung Buyung Im Seng.

“Keselamatan lohu tak perlu kalian berdua pikirkan, setelah kuambil keputusan untuk berkhianat terhadap Seng tong, sejak itu pula aku sudah dipastikan akan mati, dalam dunia ini tiada tempat yang aman lagi bagiku, maka lohu telah persiapkan obat racun bunuh diri, bilamana perlu lohu akan menelan racun itu untuk menghabisi nyawaku sendiri.”

“Soal ini mana bisa membuat boanpwe merasa tentram?” keluh Buyung Im Seng. Phu thian king segera tertawa terbahak2. “Haa… haa… dalam kehidupan lohu selama ini sentah berapa banyak kejahatan yang telah kulakukan, dan entah berapa orang yang telah kubunuh, jika dibilang hukum karma itu berlaku bagi umat manusia, maka kematianku merupakan suatu karma yang sudah seharusnya kuterima.”

“Mengapa Locianpwe tak meninggalkan kehidupanmu itu untuk melakukan suatu perbuatan yang berguana…?”

“Kalian berdua tak usah kuatir, sekalipun lihu ada niat untuk bunuh diri, bila keadaan tidak mendesak dan harapan tidak punah sama sekali lohu takkan melakukannya, selama lohu masih berkesempatan untuk melakukan pertarungan, selembar jiwaku tetap akan kupertahankan dengan segala cara.”

Setelah berhenti sebentar, kembali dia berkata. “Sekarang bukan saatnya untuk berdebat, bila kalian berdua tidak menolak, turutilah perkataan lohu itu.” “Kecuali cara tsb, apakah masih ada cara lainnya?” tanya Buyung Im Seng.

“Lohu tidak berhasil menemukan cara lain yang lebih baik lagi, bila kalian berdua bersedia lohu akan segera mengundang mereka datang.”

“Aku kuatir ilmu menyaru muka yang biasa mungkin tak akan mengelabui orang2 ruang Seng tong.”

“Dalam keadaan seperti ini, rasanya sulit buat menemukan suatu cara yang paling baik, kalau dibilang cara paling sempurna yang bisa ditemukan, rasanya cuma cara ini saja.”

Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Buyung Im Seng, kemudian melanjutkan. “Selama ribuan tahun, dalam dunia persilatan dengan banyak bermunculan pendekar hebat, namun tak seorangpun yang bisa dibandingkan dengan ayahmu, menurut apa yang lohu ketahui, dalam generasi kami, entah dia berasal dari golongan lurus atau sesat, bila membicarakan tentang ayahmu, mereka pasti akan menunjukkan perasaan kagum.”

Sesudah menarik napas panjang, lanjutnya. “Dia telah menolong banyak sekali manusia didunia ini, entah orang itu baik atau jahat, asal dosanya tidak kelewat batas ia selalu bersedia memberi suatu kesempatan guna bertobat dan memperbaiki kesalahannya, belum pernah dia bunuh orang secara ngawur, sebagai contohnya adalah lohu sendiri, sudah tiga kali dia menolong jiwaku. Pertama kalinya lohu

sama sekali tidak berterima kasih kepadanya, kuanggap dia menolongku karena ingin mencari nama dan membuat tenar nama besarnya, tapi ketika dia menolongku untuk kedua kalinya mau tak mau aku harus berterima kasih 

kepadanya, waktu itu aku masih berpikir perbuatan Buyung Tiang kim menolong Phu Thian king pasti sudah akan tersiar dengan cepat kedalam dunia persilatan.” “Bagaimana kemudian?” tanya Kwik soat kun kemudian.

“Setelah kejadian itu, ternyata tak seorang manusiapun dalam dunia persilatan yang mengetahui akan peristiwa tsb. Hal ini berarti perbuatan Buyung tayhiap menolong diriku sama sekali tak diketahui oleh seorang manusiapun, siapa tahu dia masih menolongku untuk ketiga kalinya. Ditolong satu kali saja, budi tersebut

sudah menumpuk bagaikan bukit, apalagi sebanyak tiga kali? Bila ayahmu tidak menolongku dulu, hari ini apakah Phu thian king masih bisa bernapas?”

“Jadi kau hendak membalas budi pertolongan dari ayahku itu kepada diri boanpwe?” kata Buyung Im Seng.

“Aku berbicara kembali tentang peristiwa lama, tujuannya hanya berharap agar kongcu tak usah menguatirkan tentang keselamatanku. Apalagi peristiwa telah berkembang menjadi begini, sekalipun aku tidak menolong kalian berdeua pun aku tak akan memperoleh pengertian lagi dari pihak Seng tong.”

“Kalau memang begitu, kami akan menurut perintahmu.” Ucap Kwik soat kun kemudian.

Pada saat itulah, mendadak terdengar bunyi sumpritan bambu berkumandang datang.

Paras muka Phu thian kin segera berubah hebat, serunya dengan cepat. “Mungkin pihak Seng tong sudah mengirim orang untuk datang mencari kesini.”

Kemudian setelah termenung sesaat. “Keponakan Buyung, lohu teringat akan satu persoalan…”

“Persoalan apa?” “Kalian berdua tak usah menyamar lagi.” “Mengapa?”

“Jika kalian berdua harus menyamar, itu berarti hanya mengandalkan kekuatan aku Phu thian king seorang yang mesti melindungi kalian berdua, sebaliknya jika Buyung kongcu tak menyaru, paling tidak Lian Giok seng dan Im Cu siu pasti akan membantu dengan sekuat tenga, oleh karena itu aku percaya dalam ruang Seng tong masih terdapat banyak orang yang pernah mendapat budi kebaikan dari ayahmu dan aku yakin jika asal usulmu sudah tersiar luas, orang akan membantumu secara diam2 tentunya masih banyak sekali.”

Mendadak dia berseru keras. “Siapa yang sedang bertuga?”

Bayangan manusia berkelebat lewat, seorang pemuda berbaju hitam yang menyoren pedang dipunggungnya mucul dari luar.

“Hamba yang bertuga!” jawabnya seraya menjura.

“Baik, kumpulkan semua orang yang berada dalam ruangan dan katakan kalau Tongcu ada urusan.”

Pemuda itu mengiakan, dengan langkah lebar dia segera berjalan. Tak selang berapa saat kemudian, tampak bayangan manusia berkelebat lewat, dalam waktu singkat dalam ruangan itu telah berkumpul dua tiga puluhan orang. 

Setajam sembilu pelan2 Phu thian king menyapu sekejap kawanan jago yang hadir dalam ruangan, lalu ujarnya dingin. “Siapkan senjata masing2!”

Para jago mengiakan, masing2 segera mengeluarkan senjata andalannya. Kemudian Phu thian king berkata. “Kalian berjaga jagalah disetiap jalan masuk serta tempat penting yang berada disekitar tempat ini, sebelum mendapat perintahku siapapun dilarang memasuki tempat ini, barang siapa berani membangkang hukum mati…!”

Tampak seorang kakek berjubah abu2 segera bangkit sambil memberi hormat, katanya. “Hamba ada urusan hendak tanyakan kepada Tongcu”

“Ada urusan apa?”

“Seandainya yang datang adalah huhoat dari ruang Seng tong, apa yang mesti kami lakukan?”

“Entah siapapun orangnya, barang siapa yang berani membangkang, sekali lagi kuulangi, hukum mati mereka!”

Selesai berkata dia lantas memberi tanda para jago segera mengundurkan diri dari situ. Dalam waktu singkat dua tiga puluhan orang itu sudah berlalu, dalam ruanganpun tinggal Buyung Im Seng, Kwik soat kun serta pemuda berbaju hitam itu.

Dengan wajah serius Phu thian khing memandang kearah pemuda itu, lalu katanya. “Kau segera undang datang delapan jago pelindung pribadiku, suruh mereka berjaga-jaga diluar ruangan Kim lun tong, entah siapapun sebelum mendapat perintahku dilarang mengundurkan diri, siapa berani membangkang hukum mati.”

Pemuda itu nampak agak ragu, akhirnya diapun membalikkan badan dan berlalu. Sepeninggal anak buahnya, Phu thian king baru menyeka air keringat yang masih membasahi jidatnya, dengan pelan2 dia merogoh kedalam sakunya dan mengerluarkan sebuah roda dari emas, sambil diberikan kepada Buyung Im Seng katanya.

“Inilah tanda kekuasaan roda emasku, setiap anggota Kim lun tong yang berjumpa dengan tanda ini akan menuruti perintahmu padalah anggota kami mencapai ribuan orang, bila dihitung dengan kaum keroconya mungkin mencapai puluhan ribu orang, mungkin tanda perintah roda emas itu akan berguna bagimu, baik baiklah kau terima.”

“Locianpwe, kau yang bawapun sama saja.” Ucap Buyung Im Seng.

“Menurut apa yang kuketahui, barang siapa berani menghianati perguruan Sam seng bun, entah bagaimanapun lihainya kepandaian silat yang dia miliki, tak seorangpun dapat lolos dalam keadaan hidup.”

“Jika locianpwe sampai tertimpa sesuatu yang tak diinginkan, kami toh sama saja takkan terlepas dari musibah ini.”

“Keponakan Buyung, dengarkanlah perkataanku.” “Boanpwe akan mendengarkan.” 

“Aku akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk melawan orang2 Seng tong, sebaiknya kau tak perlu untuk berjuang mati matian bersamaku, kau harus memahami maksud dan tujuanku adalah melindungi kalian berdua, kau harus cepat pergi tak usah kau risaukan tentang keselamatan jiwaku.”

“Kami merasa asing sekali dengan tempat ini sekalipun meninggalkan tempat ini belum tentu bisa hidup terus, mengapa locianpwe tak bersedia meninggalkan tempat ini bersama kami.”

“Bila aku bertahan disini, mungkin serbuan orang2 Seng tong masih bisa terbendung untuk sementara waktu, sebaliknya jika aku pergi orang2 itu akan menjadi naga tampa kepala, aku kuatir kalau mereka tak akan sanggup untuk menahan serbuan dari para Huhoat dari ruang pusat.”

Setelah menghela napas panjang lanjutnya. “Satu menit aku bisa bertahan, berarti pula kalian punya kesempatan selama satu menit untuk melarikan diri.”

“Mengapa kalian tidak pergi dulu mumpung pihak ruang pusat belum mengetahui hal ini?”

“Tidak bisa” kata Phu thian king sambil menggelengkan kepalanya, “Sebelum pihak Seng tong melakukan suatu gerakan, bahkan kalian pun tak dapat pergi dari sini.” “Mengapa?”

“Jika pihak Seng tong melakukan suatu gerakan, Lian Giok seng dan Im cu siu pasti akan tahu dan merekapun pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu kalian secara diam-diam. Sebaliknya bila persoalan ini bisa terkelabui untuk sementara waktu dan mereka tahu kalau kau berada dalam ruanganku, sudah pasti mereka tidak akan melakukan sesuatu gerakan apa-apa, sebagai anggota Seng tong mereka lebih banyak bergerak terhadap setiap orang dan setiap persoalan yang ada sini jauh lebih hapal dari pada diriku, aku pikir mereka pasti sudah mempersiapkan segala sesuatunya bagi kalian”

Sembari berkata dia lantas mengangsurkan tanda perintah Kiam lun tsb kepada Buyung Im Seng. Terpaksa anak muda itu menerimanya dan menyimpan kedalam saku, kemudian katanya.

(Bersambung ke jilid 24) 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar