Lembah Tiga Malaikat Jilid 10

Jilid 10

Sesudah berhenti sebentar, dia melanjutkan. "Silahkan kongcu melanjutkan perjalanan ke depan, lima li kemudian kau dapat melihat lembah Giok hong kok tersebut."

Buyung Im seng berpaling dan memandang sekejap ke arah Kwik Soat kun, kemudian tanyanya. "Kenapa kau tidak menghantar aku?"

"Menghantar kekasih sampai seribu li, akhirnya berpisah juga, padahal bukan cuma seribu li saja aku menghantarmu."

Terbayang kembali bagaimana selama beberapa hari ini hampir boleh dikata mereka tak pernah berpisah, timbul perasaan berat dihati Buyung Im seng, tanpa terasa ia menggenggam tangan Kwik Soat kun sambil tertawa, katanya. "Aneh benar, entah siapapun orangnya, bila mengenakan baju milik Giok longkun, sikapnya menjadi berubah agak romantis."

Kwik soat kun cepat menarik kembali tangan kirinya dan mendorong kelima jari tangan Buyung Im seng ke samping, setelah itu ujarnya dengan wajah bersungguhsungguh. "Besar amat nyalimu, apakah kau tak kuatir kalau di kemudian hari kulaporkan kejadian ini kepada Biau hoa lengcu?"

Buyung Im seng agak tertegun dan segera lepaskan tangan, sahutnya kemudian, "Padahal hubunganku dengan Biau hoa lengcu adalah putih bersih dan sama sekali tiada hubungan apa-apa."

Kwik soat kun segera tertawa manis, katanya. "Yang paling penting sekarang adalah pergi menyelesaikan tugas penting serta mendapatkan kembali kitab pusaka ilmu pedang itu, bila kau telah berhasil dengan tugasmu, tentu saja aku akan mengundang gadis-gadis cantik dari perkumpulan Li ji pang untuk merayakan bersama kemenanganmu. Saat itulah gadis-gadis cantik akan 

memenuhi ruangan, dan terserah apa saja yang hendak kau kerjakan terhadap mereka."

"Andaikata aku mati di lembah Giok hong kok?"

Kwik soat kun segera menarik kembali senyumannya, dengan serius dia menjawab. "Maka itu berarti Li ji pang telah berhutang budi kepadamu, dengan sepenuh tenaga kami akan membantumu Sin Cu sian dan Lui Hua hong."

Mendengar ucapan tersebut, Buyung Im seng segera tertawa terbahak-bahak. "Ha.. ha.. ha.. setelah mendengar perkataan dari nona itu, rasanya aku jadi mau tak mau harus mendapatkan kembali kitab pusaka ilmu pedang itu."

Setelah menjura, dia lantas membalikkan badan dan berjalan maju ke depan dengan langkah lebat.

Kwik soat kun juga tidak berbicara lagi, ia membalikkan badan dan menyelinap masuk ke dalam gubuk.

Mengikuti arah yang ditunjuk si nona, dengan cepat Buyung Im seng menelusuri jalan setapak menuju ke depan. Lima li kemudian, betul juga sampailah dia di depan sebuah lembah bukit yang indah permai. Di depan mulut lembah tersebut berdiri tegak sebuah batu peringatan yang sangat tinggi, di atas batu peringatan itu tertera tiga huruf besar yang berbunyi GIOK HONG KOK.

Buyung Im seng memperhatikan sekejap tulisan Giok hong kok itu, kemudian melanjutkan langkahnya menuju ke dalam lembah, sementara dalam hati kecilnya dia berpikir. "Aaah, kenapa aku lupa bertanya kepada nona Kwik, bila telah berhasil merobohkan Giok hong siancu, apa harus kulakukan terhadapnya, dibunuh? Atau dibiarkan hidup...?

Sementara dia masih melamun, mendadak terdengar seseorang membentak keras. "Siapa?"

Buyung Im seng mendongakkan kepalanya memandang ke depan, dia saksikan seorang perempuan setengah umur yang membawa tongkat dengan kain hitam mengikat kepala, ikat pinggang berwarna hijau berdiri lebih kurang satu kaki di depan sana dan menghadang jalan perginya.

Tanpa terasa Buyung Im seng berpikir didalam hati. "Kalau betul Giok longkun adalah kekasih Giok hong siancu, sepantasnya kalau banyak anggota lembah Giok hong kok yang mengenali dirinya..."

Berpikir demikian, dengan wajah dingin membesi dia lantas berseru: "Hai, sudah berapa lama kau bertugas didalam lembah Giok hong kok ini...?"

"Aku sudah bertugas selama lima tahun dalam lembah Giok hong kok ini," sahut perempuan setengah umur itu.

"Hmm, tak heran kalau kau tidak kenal dengan diriku." Setelah berhenti sebentar dan sengaja mendehem berat, dia berseru lebih lanjut. "Sekarang laporkan ke dalam, katakan kalau aku sudah kembali." 

Tampaknya perempuan setengah umur itu sudah dibuat tertegun oleh perkataan Buyung Im seng yang mengandung setengah gertakan tersebut, setelah termangu sekian lamanya, dia baru bertanya, "Siapakah kau?"

"Giok longkun Ong Ciu!"

Mendengar nama itu, perempuan setengah umur tersebut menjadi amat kegirangan, katanya. "Aku pernah mendengar kokcu membicarakan tentang dirimu, sungguh tak disangka kau telah kembali!"

"Kurang ajar!" hardik Buyung Im seng dengan gusar.

Tampaknya perempuan setengah umur itu tahu kalau dirinya telah salah berbicara, buru-buru dia menahan rasa gelinya dan berseru. "Harap kau suka menunggu sebentar, budak segera melaporkan kehadiranmu ini ke dalam."

Selesai berkata, tiba-tiba ia merentangkan sepasang lengannya kemudian melompat ke depan. Dengan tangan kiri memegang toya, tangan kanan menyambar sebatang dahan pohon, dia berjumpalitan ke udara dan menyusup masuk ke balik dedaunan pohon yang rimbun, sekejap mata kemudian bayangan tubuhnya telah lenyap tak berbekas.

Ternyata dikedua belah sisi jalan lembah itu penuh tumbuh pepohonan yang besar, para penjaga lembah rupanya pada menyembunyikan diri di atas pepohonan yang lebat itu.

Tak lama kemudian, tiba-tiba berkumandang suara terompet yang dibunyikan tiga kali pendek dan dua kali panjang.

Kembali Buyung Im seng berpikir dalam hati. "Entah apa arti dari bunyi terompet itu?"

Tak lama kemudian dari kejauhan sana berkumandang pula bunyi terompet yang dibunyikan tiga kali pendek dua kali panjang, begitu seterusnya, sambung menyambung suara itu disampaikan jauh ke tengah lembah sana...

Perempuan setengah umur yang melompat naik ke pohon tadi, tiba-tiba melompat turun lagi ke atas tanah sembari katanya. "Budak telah menggunakan tanda yang paling cepat untuk mengabarkan kedatangan anda ke dalam lembah, harap anda bersedia untuk menunggu sebentar."

"Aku sudah beberapa kali mendatangi lembah ini, tempat disekitar sini sudah kuketahui dengan hapal, tak usah ditunggu lagi." Sembari berkata dia lantas beranjak dan melangkah masuk ke dalam lembah.

Perempuan setengah umur itu tak berani menghalangi jalan perginya, tapi juga tak berani melepasnya masuk ke dalam lembah, buru-buru dia mundur dua langkah dan tetap menghadang di depan Buyung Im seng, ujarnya dengan perasaan berat hati. "Sekarang dalam lembah telah terjadi banyak perubahan, alat rahasia sudah diperbanyak jumlahnya, jika kau sampai terluka bagaimana mungkin budak bisa mempertanggung jawabkan diri."

Buyung Im seng segera berhenti sembari memikir. "Terhadap keadaan dalam lembah, boleh dibilang aku tidak tahu menahu, apabila aku bersikeras masuk sendiri, kendatipun tak sampai terluka oleh alat rahasia, paling tidak rahasia 

penyamaranku bisa ketahuan mereka, lebih baik aku menunggu saja sampai kedatangan mereka, dengan begitu keselamatanku baru akan terjamin." Berpikir sampai di situ, dia lantas menghentikan langkahnya sambil berkata dengan suara dingin. "Berapa lama aku haru menunggu?"

"Tanda yang budak kirimkan tadi merupakan tanda yang paling penting dan cepat, dengan cepat mereka akan datang kemari, sekalipun harus menunggu juga tak akan terlalu lama."

Jelas dia sendiripun tak bisa mengatakan sampai kapan mereka baru sampai di situ, maka jawabannya menjadi agak tergagap.

Diam-diam Buyung Im seng berpikir. "Usia perempuan ini sudah lanjut, tampangnya juga jelek sekali, tapi caranya berbicara maupun tindak tanduknya

sangat genit dan cabul, tampaknya lembah Giok hong kok benar-benar bukan suatu tempat yang baik, terhadap manusia yang licik, busuk dan berbahaya rasanya akupun tak usah mempergunakan peraturan dan tindakan seorang Kuncu lagi.

Aaah... betul, kenapa aku tidak berusaha memancing sesuatu keterangan dari mulut perempuan ini?"

Berpendapat begitu, sambil tersenyum dia lantas bertanya. "Tahun ini kau sudah berumur berapa?"

Perempuan setengah umur itu menjadi tersipu-sipu, sambil berkata genit sahutnya. "Budak mah... tahun ini sudah 48 th."

Ketika mengucapkan kata-kata tersebut, gaya perempuan itu makin genit dan tengik sehingga tampak makin jelek, ini membuat Buyung Im seng hampir mual rasanya.

Tapi dengan senyuman yang tetap dikulum, kembali katanya. "48 th mah merupakan umur yang paling baik bagi seorang perempuan!"

"Benarkah begitu?" tanya perempuan itu dengan wajah berseri-seri. "Kapan sih aku Giok longkun Ong Ciu pernah berbohong?"

"Betul usia budak sudah rada lanjut, tapi ilmu di atas ranjang yang kumiliki tak akan kalah bila dibandingkan dengan para budak cilik yang masih muda belia, bila

Longkun bertemu dengan kokcu nanti, tolong sampaikan beberapa patah kata yang indah untuk budak, asal budak bisa dipindahkan ke dalam istana, saban hari pasti kulayani kebutuhan Longkun. Tanggung kau akan merasakan kenikmatan sorga dunia yang belum pernah kau nikmati sebelumnya."

Buyung Im seng segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, katanya kemudian. "Baiklah! Cuma sudah cukup lama aku tak pernah bersua dengan kokcu, entah dia masih teringat dengan aku Giok longkun atau tidak?"

"Masih ingat, masih ingat, budak jarang sekali berjumpa dengan kokcu, selama lima tahun belakangan ini juga paling banter hanya berjumpa belasan kali, tapi ada dua kali diantaranya kudengar ia membicarakan Longkun."

"Membicarakan soal apa saja?" 

"Dia bilang lelaki di dunia ini, tak seorangpun yang mampu menandingi kehebatan Longkun..."

Dia seperti merasa salah bicara, maka mukanya menjadi termangu dan untuk sesaat lamanya tak tahu bagaimana harus menjawab.

Buyung Im seng sengaja tertawa terbahak-bahak kemudian berkata. "Tidak mengapa, katakan saja secara terus terang, aku dengan kokcu kalian meski mempunyai rasa kasih sayang, tapi banyak tahunpun sudah melakukan hubungan, tapi masing-masing pihak memiliki kebebasan untuk berbuat apa saja, dia tak usah setia terus kepadaku akupun tak usah menahan diri baginya..."

"Betul!" sambung perempuan itu, "nama besar Giok longkun sudah tersohor sampai di seantero dunia persilatan, terutama keromantisannya terhadap perempuan, entah berapa banyak gadis dan istri orang yang merindukan kau sepanjang malam..."

Mendadak dari kejauhan sana berkumandang suara derap kaki kuda yang amat kencang, buru-buru perempuan itu merubah kata-katanya dengan berkata: "Katakata ringan yang kita bicarakan barusan, harap Longkun jangan sampaikan kepada kokcu."

"Oooh... soal ini tentu saja tidak!" jawab Buyung Im seng dengan ramainya, tapi dengan cepat telah tiba dihadapannya.

"Sungguh cepat lari kuda ini, baru kedengaran suaranya kini sudah tiba," pikir Buyung Im seng.

Ketika dia mendongakkan kepalanya, nampaklah binatang tunggangan yang mendekat itu berleher panjang dan lagi bertanduk, ternyata adalah seekor menjangan yang tinggi besar. Di atas punggung menjangan itu duduklah seorang gadis cantik bertubuh setengah telanjang, berambut panjang sebahu dan memakai baju dalam yang ringkas.

Ketika Buyung Im seng masih memperhatikan gadis itu, si gadis di atas punggung menjangan sedang memperhatikan Buyung Im seng dengan sepasang matanya yang besar dan jeli.

Setengah harian kemudian, terdengar gadis berambut panjang itu menegur dengan merdu. "Siapa kau?"

Buyung Im seng segera berpikir. "Aku musti menahan diri dan berpura-pura menunjukkan sikap cabul yang tengik!"

Berpikir demikian, sambil membusungkan dada, katanya dengan suara dingin. "Kau tak kenal denganku? Masa tidak kau lihat pakaian siapa yang kukenakan ini?"

Gadis berambut panjang itu memperhatikan sekejap pakaian yang dikenakan oleh Buyung Im seng, lalu katanya. "Meskipun pakaian ini sangat indah dan menyolok, sayang sekali tak tercantum namanya."

Buyung Im seng segera tertawa dingin tiada hentinya. "Hmm... sudah berapa tahun kau berada didalam lembah Giok hong kok ini?"

"Lima tahun!" "Tidak heran kalau kau tak tahu tentang diriku!" 

Gadis itu tertawa dingin pula. "He... he...he.. sebutkan dulu siapa namamu, coba lihat pernahkah kudengar namamu atau belum?"

"Cepat kembali dan laporkan kepada kokcu kalian, katakan kalau Giok long kun Ong Ciu telah kembali!"

"Oooh... rupanya Giok longkun!"

"Aaai...! Setelah memandang pakaianmu itu, seharusnya aku sudah dapat menebak asal usulmu."

Dia lantas melompat kembali ke atas punggung menjangan sambil melanjutkan. "Seringkali boanpwe mendengar kokcu menyinggung nama besarmu, jika aku tak tahu diri harap locianpwe suka memaafkannya...!"

"Eeeh.. memangnya aku sudah tua?" seru Buyung Im seng.

"Locianpwe sama sekali tidak kelihatan tua, tetap tampan, gagah dan menarik hati."

"Kau memang pandai sekali berbicara!" seru Buyung Im seng kemudian sambil tersenyum.

"Boanpwe bernama Sim Hong, murid dari kokcu yang berkedudukan nomor dua belas.

Kembali Buyung Im seng berpikir. "Dia saja sudah merupakan anak muridnya yang nomor 12, entah macam apa muridnya yang paling akhir?"

Berpikir demikian diapun lantas bertanya, "Kau masih punya sumoay?"

Sim Hong menggeleng, sahutnya sambil tertawa. "Boanpwe adalah anak murid kokcu yang paling terakhir, sekarang hanya menerima murid-murid angkatan ketiga, toa suci dan ji suci lah yang memberi pelajaran kepada mereka."

"Emmm... aku haru menunggu berapa lama lagi?" tanya Buyung Im seng kemudian.

"Menunggu apa?" "Kereta yang menyambut kedatanganku."

Sim Hong segera tertawa, "Jika locianpwe ingin cepat-cepat masuk ke dalam lembah, silahkan saja naik tunggangan boanpwe itu. Tenaga menjangan ini sangat besar, ia mampu membawa kita berdua."

"Baik!" seru Buyung Im seng kemudian sambil tersenyum. "Mari kita naik menjangan bersama!"

Seusai berkata dia lantas melompat naik lebih dahulu ke atas punggung menjangan itu. Menyusul kemudian Sim Hong juga melompat ke atas punggung menjangan, ia melayang lewat atas kepala Buyung Im seng lalu duduk di depan pemuda itu, sekali mengempit perut menjangan, larilah binatang itu menunggu ke dalam lembah.

Entah Sim Hong sengaja atau tidak, begitu menjangan mulai lari, dia segera memanfaatkan kesempatan untuk menjatuhkan badannya ke belakang dan berbaring didalam pelukan pemuda itu.

Sebenarnya Buyung Im seng ada maksud untuk mendorong badannya, tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya. Ia teringat bahwa kedudukannya sekarang 

adalah Giok longkun Ong Ciu, padahal Giok longkun merupakan seorang yang romantis, masa ada kucing yang tak doyan ikan?

Sekarang, setelah dia memerankan kedudukan tersebut, bagaimanapun juga dia harus menyesuaikan diri dengan perannya itu. Berpikir demikian dia lantas menggerakkan tangannya untuk merangkul pinggang Sim Hong dan memeluknya erat-erat.

Sim Hong merintih lirih, lalu sambil berpaling katanya seraya tertawa. "Aku dengar dari toa suci, katanya kau adalah seorang lelaki yang suka bermain perempuan, sepanjang hidupnya entah sudah berapa banyak kenikmatan yang sempat kau rasakan."

Buyung Im seng tersenyum. "Selama hidup aku tak suka nama, tidak suka akan kedudukan aku cuma suka kepada perempuan yang cantik. Jika ada gadis ayu berada dalam pelukanku maka sekalipun ada orang menawarkan kedudukan Bulim bengcu, belum tentu aku sudi menerimanya."

"Sepanjang hidupmu, sudah berapa banyak anak perempuan yang kau makan...?" tanya Sim Hong lagi.

"Sukar dikatakan, sukar dikatakan, tentang soal tersebut aku sendiripun tak dapat mengingatnya dengan jelas."

"Suhuku mempunyai rasa cemburu yang sangat besar, setelah kau mengadakan hubungan dengannya, apakah masih berani main perempuan lagi ditempat luaran?"

Buyung Im seng segera tertawa terbahak-bahak. "Haa.. haa.. aku Ong Ciu bukan seorang lelaki yang harus diurus gerak geriknya, sekalipun suhumu itu lihai, paling tidak ia akan mengalah tiga bagian terhadapku."

"Sungguhkah perkataanmu itu?"

"Setiap patah kata adalah kata yang sejujurnya."

"Ngo-suciku itu berparas cantik, ayu dan menarik hati, antara kau dengannya..." Buru-buru Buyung Im seng mendehem untuk memotong ucapan Sim Hong yang belum selesai, kemudian tegasnya. "Soal itu mah, aku merasa rikuh sekali!" "Kenapa?"

"Sebab dia adalah muridnya Giok hong siancu dihari hari biasa mereka selalu bersikap sopan bila bertemu denganku, sebagai seorang cianpwe masa aku berani bertindak kurang ajar?"

Mendengar perkataan itu, Sim Hong tertawa cekikikan. "Sukar.. benar-benar sukar! Tak nyana kalau Giok longkun dapat mengucapkan kata-kata seperti itu." Tercekat perasaan Buyung Im seng setelah mendengar perkataan itu, segera pikirnya. "Sebagai Giok longkun aku memang tidak seharusnya bersikap begini serius!"

Tiba-tiba terdengar, Sim Hong berkata lagi, "Bagaimana sikapmu terhadapku?" 

"Terhadap dirimu? Kesanku sih baik sekali!" "Omong kosong, Ngo-suciku beribu kali jauh lebih baik daripada aku, tapi kau toh tidak menyukainya, mana mungkin kau bisa menyukai aku si budak ingusan yang jelek?"

Buyung Im seng merasa persoalan ini sukar sekali untuk dijawab, manusia macam apa yang dimaksudkan Sim Hong sebagai ngo-suci sama sekali tidak pernah ditemuinya, lebih-lebih tidak diketahui benar atau tidaknya ucapan tersebut."

Maka sesudah termenung sebentar, dia menjawab "Dia sih jauh berbeda dengan kau." "Dimana letak perbedaannya?"

"Kau hangat dan menggelorakan hati, sedang dia dingin bagaikan salju beku." Tapi setelah ucapan tersebut diutarakan, hatinya baru merasa terbangun, pikirnya. "Entah murid dari Giok hong siancu itu benar-benar seorang manusia yang berhati dingin seperti apa yang kukatakan atau tidak...?"

Tentu saja perkataan dari Buyung Im seng ini bukan diucapkan tanpa dasar yang kuat, dari pembicaraan yang dilakukannya dengan Sim Hong tadi, dia mendapatkan kalau cuma ngo-sucinya saja yang disinggung singgung, itu berarti ngo-sucinya sudah pasti adalah seorang manusia yang istimewa sekali.

Betul juga, terdengar Sim Hong perlahan-lahan menjawab sambil manggutmanggut. "Yaa, benar, diantara kakak beradik sekalian memang ngo-suci agak istimewa perangainya, cuma beberapa tahun belakangan ini perangainya itu sudah banyak mengalami perobahan.

"Ooo... kejadian ini sungguh merupakan suatu berita yang hangat, dapatkah kau menceritakannya kepadaku?"

"Tentu saja boleh..." Sesudah berhenti sebentar, dia melanjutkan.

"Walaupun watak ngo-suci agak aneh, tapi setelah melalui latihan yang bertahuntahun lamanya, dia telah mengalami banyak sekali perubahan, sikapnya sekarang sudah tak dingin dan kaku seperti dulu lagi. Beberapa tahun berselang ia masih tak leluasa menyaksikan dari tingkah laku kami semua, cuma kita tak berani mengutarakannya, tapi di belakang orang dia selalu banyak mengeritik tingkah laku suhu dan suci. Cuma belakangan ini, dia sudah tak banyak berbicara lagi." "Kenapa?" Sim Hong segera tersenyum. "Sebab kritikannya itu kemudian dapat didengar oleh suhu..." katanya.

"Apa pula yang dilakukan sesudah mendengar semua kata-katanya itu?" "Setelah mendengar kesemuanya itu, tentu saja kita punya cara untuk menghadapinya."

"Manjurkah cara tersebut?"

"Tentu saja manjur sekali, dengan suhu menjadi pengganti orang tua, kami telah mencarikan seorang kekasih teruntuk ngo-suci."

"Oooh... cara ini memang merupakan sebuah cara yang hebat sekali!" kata Buyung Im seng, setelah tertegun sejenak, "Bagaimana cerita selengkapnya?" 

"Kisahnya? Sungguh menggelikan sekali, teringat kejadian ini berlangsung pada tiga tahun berselang, suatu hari suhu mengumpulkan kami suci-moay sekalian untuk menyelenggarakan suatu pertemuan, dalam pertemuan itulah ditetapkan ngo-suci kami akan dikawinkan."

Mendengar sampai di situ Buyung Im seng lantas berpikir. "Giok hong siancu berbuat demikian pasti ada maksud tertentu."

Berpikir demikian, dia pun lantas mendesak lebih lanjut. "Manusia macam apakah yang dijadikan suaminya?"

"Seorang kongcu anak sekolahan yang ganteng." "Dia bisa bersilat?" "Tidak bisa." Sim Hong menggelengkan kepalanya berulang kali, "dia adalah 100% anak sekolahan."

"Ehmm... besar sekali rejeki orang itu!"

"Sayang, dia hanya sempat mengecap kehangatan dan kenikmatan selama tiga bulan..."

"Kemudian? Apakah dia diusir dari lembah Giok hong kok?"

"Dihitung sejak malam pengantin, genap tiga bulan kemudian, dia telah dibunuh atas perintah suhu."

"Dibunuh...?" ulang Buyung Im seng dengan wajah termangu-mangu. "Benar, dibunuh, gara-gara kejadian ini ngo-suci telah menangis lama sekali, sepasang matanya sampai bengkak dan sedihnya bukan alang kepalang." "Kalau begitu, ngo-suci kalian itu benar-benar seorang yang sangat halus perasaannya."

"Betul! Semula kami mengira ngo-suci adalah seorang gadis suci yang sukar dipengaruhi, siapa tahu dia adalah seorang nona yang sangat romantis sekali." "Bagaimana kemudian?"

"Kemudian, suhu kamipun bilang hendak mencarikan seorang kekasih baru untuk ngo-suci, mendengar kabar ngo-suci menjadi gembiranya bukan kepalang, hilang lenyap semua kemurungannya, dan sejak itu dia mulai berseri-seri kegirangan tak pernah terlihat ia bermuram durja lagi, malah dengan kami kakak beradikpun menjadi cocok sekali."

"Kemudian apakah suhu kalian telah mencarikan seorang teman lagi buat ngosucimu itu?"

"Itu sih tidak, ketika suhu melihat ngo-suci telah berubah menjadi gembira lagi, persoalan tersebutpun tak pernah disinggung kembali."

"Kalau begitu, suhu kalian cuma membohonginya saja?" "Soal itu mah aku kurang begitu tahu."

Sementara pembicaraan sedang berlangsung mendadak terdengar bunyi yang sangat keras berkumandang disekitar tempat itu.

Tergerak hati Buyung Im seng setelah mendengar suara tersebut, segera tanyanya. "Hei, suara apakah itu?"

196 

Sim Hong segera menggerakkan matanya beberapa kali, kemudian tegurnya cepat. "Hei, kenapa dengan kau? Masa lupa kalau suara itu adalah suara dengusan dari lembah kemala?"

"Aaai... sudah hampir sepuluh tahun lamanya tak pernah kudengar suara semacam itu lagi."

Dalam pembicaraan tersebut, mendadak dari depan sana berkumandang suara bentakan nyaring. "Berhenti!"

Dua sosok bayangan berkelebat lewat, dari balik kegelapan di bawah bukit sana melompat keluar dua orang gadis berbaju ringkas yang menyoren pedang dengan cepat mereka menghadang jalan pergi dari Buyung Im seng.

Ketika Sim Hong menyaksikan jalan perginya dihadang orang, buru-buru ia menarik tali lesnya dan menarik binatang tunggangannya, segera itu juga berhentilah menjangan tersebut.

Sambil melompat turun dari atas punggung menjangan, kata Buyung Im seng dengan lantang. "Aku she Ong bernama Ciu, orang menyebut diriku sebagai Giok longkun, pernahkah kalian mendengar nama itu?"

Dua orang gadis berpedang itu saling berpandangan sekejap, lalu sahutnya. "Sepertinya kami pernah mendengar nama itu disebut orang, tapi sayang kami telah melupakannya."

Buyung Im seng tertawa hambar. "Aku sudah disekap orang selama sepuluh tahun lamanya, benar-benar aku disekap sampai tak punya apa-apa, sampai namapun tak kumiliki dan kedudukan juga tak dimiliki."

Sim Hong segera melompat juga turun dari punggung menjangannya kemudian menegur. "Hei, apakah kalian berdua sudah buta?"

Dua orang gadis yang menyoren pedang itu tampak tertegun, kemudian serunya bersama. "Sau-kokcu!"

Sim Hong tertawa dingin. "Hee.. hee.. hee.. dia adalah sobat karibnya kokcu kami, Hmm! Kau berdua benar-benar punya mata tak berbiji, sampai Giok longkun saja tak dikenali!"

Buyung Im seng segera tersenyum, ujarnya. "Sebetulnya persoalan ini tak bisa menyalahkan diri mereka, sebelum aku meninggalkan lembah Giok hong kok, mereka belum lagi menginjakkan kakinya di sini, kalau toh bertemu saja belum pernah, tentu saja tak kenal jua kepadaku."

Mula-mula Sim Hong agak tertegun, menyusul kemudian katanya sambil tertawa hambar. "Sungguh aneh sekali! Toa suci bilang tabiatmu jelek sekali, tapi aku rasa perangaimu sangat baik dan halus budi."

Buyung Im seng tertawa setelah mendengar perkataan itu. "Pendeta-pendeta dari kuil Siau lim si telah menyekap diriku selama belasan tahun, jika seseorang sudah terbiasa hidup dalam sekapan selama waktu yang panjang sekalipun wataknya sangat jelekpun lama kelamaan juga akan berubah menjadi baik."

197 

"Lihai sekali kah ilmu silat yang dimiliki para hwesio dari kuil Siau lim si itu?" tanya Sim Hong lagi.

"Yaa, selama ratusan tahun lamanya kuil Siau lim si selalu dianggap sebagai tulang punggungnya dunia persilatan, tentu saja ilmu silat yang dimiliki para hwesio dalam kuil itu lihainya bukan kepalang."

"Sangat benci kah mereka kepadamu?"

"Yaa, mereka sangat membenci terhadap setiap orang yang sesat dan cabul." "Kalau begitu sangat aneh sekali!" "Apanya yang aneh?"

"Suhu pernah memberi tahu pada kami, bila menghadapi orang-orang yang benci pada kita, jika ada kesempatan baik untuk membunuhnya maka berusahalah untuk memanfaatkan kesempatan itu dan membunuhnya, tak perlu bersikap baik hati lagi kepadanya sehingga meninggalkan bibit bencana di kemudian hari, kalau toh hwesio2 dari kuil Siau lim si itu amat benci kepadamu, mengapa kau tak dibinasakan mereka?"

"Inilah perbedaan antara lembah Giok hong kok dengan kuil Siau lim si!"

Sim Hong termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian katanya. "Menurut pendapatmu, cara yang manakah yang lebih baik?"

"Kalau dulu, tentu saja aku sangat setuju dengan cara dari suhumu itu, tapi sekarang, aku merasa agak kurang setuju."

"Dimanakah letak perbedaannya?"

"Sekarang aku merasa bahwa membunuh orang juga bukan suatu cara yang terbaik."

"Aaai...! Setelah mendengar perkataan itu, aku sendiripun menjadi bingung. Aku jadi tak tahu ucapan siapakah yang sesungguhnya paling benar?"

Diam-diam Buyung Im seng berpikir. "Watak dasar manusia sebenarnya mulia, sejak kecil budak ini sudah dibesarkan dalam lingkungan lembah Giok hong kok, apa yang dilihat dan didengar semuanya merupakan perbuatan-perbuatan keji, jahat, dan cabul, bila disuruh menjadi perempuan mulia yang setia kepada suami dan sayang anak di kemudian hari, tentu saja akan sedikit sulit. Untung saja usianya masih kecil, liangsimnya belum ternoda, ia masih bisa ditolong..." Sementara dia masih berpikir, kedua orang gadis yang menghadang jalan perginya itu sudah menyingkir ke samping memberi jalan.

Sim Hong segera melompati lagi naik ke atas punggung menjangan, kemudian serunya. "Locianpwe, mari kita pergi!"

Menyusul kemudian Buyung Im seng juga turut melompat naik ke atas punggung menjangan kemudian melarikan binatang itu ke depan.

-ooo0oooBAGIAN KE 15

Setelah menempuh perjalanan lagi selama seperminuman the, mendadak Sim Hong menarik tali lesnya dan menghentikan larinya menjangan tersebut, lalu bisiknya. 

"Sudah sampai, bangunan loteng yang tinggi besar di depan sana adalah istana Giok hong kiong tempat kediaman suhu."

Buyung Im seng mencoba untuk memperhatikan bangunan tersebut dengan seksama, dia saksikan bangunan besar berloteng dan yang sangat tinggi tersebut berdiri dengan begitu angker dibalik kegelapan, tak tampak setitik cahaya apipun yang menerangi tempat itu.

Tanpa terasa dia lantas bertanya. "Ruangan itu gelap gulita, tampaknya tak ada cahaya lentera, apakah bangunan istana itu tiada yang menjaga?"

"Suasana dalam istana terang benderang bermandikan cahaya, saat ini suhu sedang menjamu tamu dalam ruangan istana, cuma saja jendela dan pintu ditutup oleh kain tirai yang tebal, sehingga sinar lentera tak mampu untuk menembusi keluar."

"Siapa saja yang sedang dijamu oleh suhumu?"

Sim Hong segera menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya dengan setengah berbisik. "Aku tak kenal dengan orang itu."

"Seringkah suhumu menjamu tetamu didalam istananya?" kembali Buyung Im seng bertanya.

Sim Hong segera menggeleng. "Tidak, dalam lembah Giok hong kok ini jarang sekali kedatangan tamu, seingat boanpwe dalam 4 tahun lebih belum pernah ada seorang tamupun yang berkunjung kemari, tetapi beberapa bulan yang belakangan ini

secara beruntun telah kedatangan banyak tamu di sini."

"Apakah kebanyakan dia jago-jago persilatan?" "Yaa betul, semuanya adalah jagojago persilatan." "Manusia dari mana saja mereka itu?"

"Pokoknya campur aduk entah dari aliran mana saja, pada sepuluh hari berselang, disinipun telah kedatangan rombongan manusia yang terdiri dari 8-9 orang, mereka berdiam hampir selama 6-7 hari didalam lembah sebelum pergi, sedangkan rombongan yang baru berada dalam ruang istana sekarang baru tiba tengah hari tadi..."

Sebenarnya Buyung Im seng ingin bertanya lagi, tetapi dia kuatir terlalu banyak yang ditanyakan sehingga ketahuan jejaknya, terpaksa dia harus menahan diri, sambil tersenyum diapun membungkam dalam seribu bahasa.

"Sekarang, perlukan kulaporkan kedatanganmu kepada suhu?" bisik Sim Hong dengan suara lirih.

Buyung Im seng segera berpikir didalam hatinya. "Secara tiba-tiba Giok long siancu membuka pintu gerbang Giok hong koknya lebar-lebar, jelas dia sudah ada niat untuk menampilkan dirinya kembali dalam dunia persilatan, itu berarti juga orang yang ada dalam ruangan sekarang ini terdiri dari beraneka ragam manusia yang berasal dari macam pelbagai aliran, siapa tahu kalau salah seorang diantaranya mengetahui akan diriku? Lebih baik aku jangan pergi dahulu kesana..."

Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata. "Sekarang antarkan aku mencari tempat duduk lebih dahulu, kemudian baru memberi laporan kepada suhumu!" 

Sim Hong segera tersenyum. "Bagaimana kalau duduk didalam kamarku saja?" "Baik! Mari membawa jalan untukku!"

Sim Hong segera membalikkan badannya dan berjalan maju ke depan, sambil berjalan bisiknya dengan suara lirih.

"Andaikata suhu bertanya nanti, kau musti bertanggung jawab loh! Kau harus bilang kalau kau yang minta aku untuk mengajakmu menuju ke dalam kamarku." Buyung Im seng segera tertawa. "Baik! Katakan saja kalau aku yang memaksamu untuk membawa diriku kemari." 

Sim Hong segera tersenyum manis, dengan membawa Buyung Im seng ia lantas berjalan menuju ke sebuah dinding bukit, ketika didorong tiba-tiba terbukalah sebuah pintu batu dari atas dinding tersebut.

Buyung Im seng mencoba untuk menengok ke dalam, suasana dalam gua itu gelap gulita tak tampak sesuatu apapun.

Sim Hong segera berpaling, sambil menggandeng tangan kiri Buyung Im seng ditariknya pemuda itu masuk ke dalam gua.

Akan tetapi begitu tangannya saling bersentuhan dengan badan Buyung Im seng dengan cepat menarik kembali tangannya sambil berbisik. "Bagaimana kalau kau saja menggandengku?"

Mendengar perkataan tersebut, Buyung Im seng lantas berpikir. "Usia budak ini masih sangat muda, tapi nyalinya sudah begitu besar, rupanya kecabulan orangorang Giok hong kok benar-benar sukar dibayangkan dengan kata-kata."

Tapi dia masih ingat perasaannya sekarang sebagai Giok longkun, sebagai Giok long kun maka tindak tanduknya harus romantis tidak menampik mangsa yang dijajakan dihadapannya dan pandai memanfaatkan kesempatan baik yang ada di depan mata.

Maka dengan cepat dia mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Sim Hong kemudian bisiknya lirih. "Hei, budak cilik, apa yang sedang kau pikirkan didalam hati?"

Sim Hong menghembuskan napas panjang, bisiknya. "Tak heran jika dalam banyak tahun belakangan ini suhu selalu teringat akan dirimu, ya... kau memang benarbenar memiliki daya tarik yang besar sekali terhadap kaum wanita, andai kata kau bukan kekasih suhu, aku..."

Mendadak ia menutup mulut dan tak berbicara lagi. "Mau apa kau?" Buyung Im seng segera bertanya.

"Aku hendak merampas dirimu dari pelukannya!" sahut Sim Hong sambil merapatkan pintu batu.

"Kau berani...?" tanya Buyung Im seng sambil tertawa hambar. Sim Hong segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak, aku tidak berani..." 

"Aku berani!" seru Buyung Im seng kemudian sambil tersenyum. Dengan cepat dia sambar tubuh Sim Hong dan mendekapnya erat-erat.

Pelan-pelan Sim Hong memejamkan matanya kembali, bibirnya yang kecil mungil dibuka sedikit, bersiap sedia menikmati kehangatan tubuh dari lelaki itu.

Siapa tahu Buyung Im seng menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya. "Bawalah aku masuk ke kamarmu, aku ingin istirahat sebentar. Dan kau boleh memberi laporan dulu pada kokcu, bila aku sudah mengetahui jelas keadaan situasi didalam lembah ini, baru kita rundingkan kembali soal ini."

Pelan-pelan Sim Hong membuka matanya lebar-lebar, kemudian berkata lembut. "Kau tidak berani, kau juga takut pada suhuku?"

Buyung Im seng segera tersenyum. "Aku tak takut padanya, tapi kau tak dapat menentang dirinya, aku tahu dia itu keji dan berhati kejam, bila kau berani menentangnya maka diapun tak akan mengingat hubungan guru dan murid lagi, dia pasti akan merenggut selembar jiwamu."

Sim Hong menghela napas panjang dengan membawa Buyung Im seng masuk ke dalam kamarnya, dia lantas memasang lentera.

Tampak ranjang berseprai putih teratur rapi dalam ruangan itu, tirai yang indah menghiasi dinding, indah dan nyaman dekorasi dalam ruangan tersebut.

Sim Hong segera tersenyum, katanya. "Beristirahatlah di sini! Akan kulaporkan kedatanganmu ini kepada suhu..."

"Kau masih muda berparas cantik dan bergaya menarik, di kemudian hari aku pasti akan berkata pada kokcu kalian untuk menarik kau guna melayani diriku." "Sungguh perkataanmu itu?" "Tentu saja sungguh!" "Semoga saja kau tak membohongi aku."

Seusai berkata pelan-pelan dia melangkah pergi meninggalkan tempat itu. Memandang hingga bayangan tubuh dari Sim Hong sudah jauh dari pandangan, Buyung Im seng baru berpikir. "Lembah Giok hong kok ini benar-benar cabul dan penuh perempuan jalang, selama berada di sini keadaanku amat berbahaya dan setiap saat terancam jebakan-jebakan maut, aku harus bertindak lebih berhati-hati, kalau bisa secepatnya mendapatkan kitab pusaka ilmu pedang itu."

Berpikir demikian, tanpa terasa dia meraba obat pemabuk yang diberikan Kwik soat kun kepadanya itu, sementara dia masih melamun mendadak terdengar langkah manusia berkumandang memecahkan keheningan.

Tergetar perasaan Buyung Im seng setelah mendengar suara langkah manusia itu, pikirnya. "Cepat benar budak itu balik kembali."

Ketika dia berpaling, tampak seorang gadis berbaju hijau bergaun hijau sedang pelan-pelan berjalan masuk ke dalam ruangan. Ternyata orang itu bukan Sim Hong.

Dengan sepasang mata yang jeli, gadis berbaju hijau itu mengamati wajah Buyung Im seng beberapa saat lamanya, kemudian menegur. "Siapa kau?" 

Buyung Im seng mendehem pelan lalu menjawab. "Aku mah... Giok longkun Ong Ciu!"

"Giok longkun?" bisik si nona berbaju hijau itu dengan wajah termangu-mangu. "Benar!"

Nona baju hijau itu manggut, mendadak dia melangkah maju ke depan. Sebenarnya Buyung Im seng ingin mundur ke belakang untuk menghindar, mendadak pikirnya. "Giok long kun bukan seorang lelaki yang takut terhadap kaum perempuan..."

Maka dengan lengan direntangkan, dia menyongsong kedatangan gadis berbaju hijau itu. Mendadak nona baju hijau itu menghentikan langkahnya seraya menegur. "Paman Ong, kau sudah tidak kenal lagi denganku?"

Buyung Im seng menjadi tertegun, kemudian pikirnya. "Dia menyebut paman Ong kepadaku, sudah jelas merupakan boanpweku, lagi pula pasti kenal aku dimasa lalu, yaa, aku musti menghadapinya secara berhati-hati."

Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata. "Aku sudah sepuluh tahun lebih meninggalkan lembah Giok hong kok ini..."

"Benar!" gadis baju hijau itu mengangguk. "Usiaku sudah lanjut, tentu saja tidak akan terdapat perubahan banyak, tapi kalian masih muda-muda, perubahan selama sepuluh tahun terlalu banyak bagiku, untuk sesaat aku jadi tak bisa mengenali siapa dirimu..."

"Betul juga perkataan paman Ong, ketika kau pergi meninggalkan tempat ini, aku masih berusia sepuluh tahun."

Meminjam sinar lentera yang menerangi ruangan, dia mencoba untuk mengamati nona berbaju hijau itu sekejap, tampak matanya jeli dengan alis mata yang melentik, cantik nian parasnya, cuma bedanya dia tidak memiliki sifat jalang seperti yang dimiliki Sim Hong.

Tergerak hatinya secara tiba-tiba setelah menyaksikan hal ini, pikirnya. "Aaah, benar, budak ini lembut dan bermuka polos, mungkin dialah ngo-suci yang dimaksudkan oleh Sim Hong."

Berpikir sampai disitu, diapun lantas menegur. "Kaukah si lo ngo?"

Nona berbaju hijau itu segera tersenyum. "Betul! Paman Ong masih ingat denganku."

Buyung Im seng tertawa. "Aku hanya teringat kalau kau adalah lo-ngo tapi aku lupa siapakah namamu."

"Aku bernama Lau hong!" seru si nona berbaju hijau itu sambil tertawa manis. "Betul, betul kau bernama Lau hong."

"Malam ini aku sedang mendapat tugas melakukan perondaan, kulihat Sim Hong sumoay secara mencurigakan sekali masuk kemari membawa seseorang, tidak kusangka kalau orang yang dia bawa kemari adalah paman Ong..." 

Buyung Im seng segera berpikir, "Sewaktu Giok longkun meninggalkan lembah, ia belum lagi berusia sepuluh tahun, sekalipun masih ada kenangan didalam hatinya, tak akan terlalu banyak, kalau begitu akupun bisa berbincang-bincang dengannya secara leluasa."

Sementara dia masih berpikir, terdengar Lau hong berkata kembali. "Kau sudah lenyap lama sekali, konon kau tertimpa pula musibah, oleh kejadian ini, suhu sudah lama sekali merasa sedih dan berduka."

"Aku kena ditangkap oleh hwesio-hwesio dari Siau lim si, kemudian disekap lama sekali didalam kuil mereka."

"Oooo... rupanya begitu," kata Lau hong sambil tertawa. "Jika suhu mendapat tahu tentang kabar ini, sudah pasti dia akan menyerempet bahaya untuk menyerbu kuil itu dan berusaha untuk menyelamatkan dirimu."

"Didalam kuil Siau lim si penuh terdapat pendeta-pendeta yang berilmu tinggi, sekalipun suhumu kesana, belum tentu dapat menyelamatkan diriku."

Setelah berhenti sebentar, lanjutnya. "Malam ini suhumu sedang menjamu tamu, entah siapa saja yang sedang dijamu olehnya?"

"Tamu yang datang berkunjung terdiri dari beraneka ragam manusia, ada yang tua ada pula yang muda, malah ada seorang Tau-to (hwesio yang memelihara rambut)." "Sim Hong telah masuk istana untuk memberi laporan, jika suhumu masih teringat dengan hubungan lama kami, dengan cepat dia akan datang untuk menjemput aku."

Lan hong tertawa. "Dua bulan berselang, suhu masih sempat membicarakan diri paman denganku, kelihatannya dia masih merasa kangen sekali denganmu." Buyung Im seng menghembuskan napas panjang, katanya sambil tertawa. "Begitu lolos dari kuil Siau lim si, aku langsung kembali ke lembah Giok hong kok, andaikata suhumu telah melupakan aku, sungguh kejadian ini merupakan suatu pukulan batin bagiku."

"Tak usah kuatir paman, cinta suhu kepadamu..."

Mendadak terdengar bunyi langkah kaki yang cepat berkumandang datang dan memotong perkataan Lau hong yang belum selesai.

"Locianpwe, suhu kami mempersilahkan..."

Ketika dilihatnya Lau hong berada di situ, ia menjadi tertegun, buru-buru dia membungkukkan badannya memberi hormat.

"Siau moay menjumpai ngo-suci!" Lau hong tertawa ewa, katanya. "Enci sedang tuga meronda ketika secara tiba-tiba menyaksikan kau pulang membawa orang, aku tidak tahu siapa yang kau bawa, maka sengaja datang kemari untuk melakukan pemeriksaan."

"Siau moay sudah lupa melaporkan dulu kejadian ini kepada cici, harap cici jangan marah."

Lau hong tersenyum. 

"Kau telah membawa pulang paman Ong, bergembira saja aku tak sempat, masa aku akan marah kepadamu?"

Sim hong tersenyum. "Masih ingatkah kau dengan paman Ong?" tegurnya. "Tentu saja kenal, cuma paman Ong sudah tidak kenali diriku lagi..."

Buyung Im seng tersenyum, sinar matanya lantas dialihkan ke wajah Sim Hong, kemudian tanyanya. "Apa yang dikatakan suhumu?"

"Sungguh amat kebetulan sekali kedatangan mu hari ini, andaikata kau tidak pulang saat ini dunia persilatan bakal terjadi suatu badai pertumpahan darah yang sangat hebat!"

"Apa yang terjadi?" "Diantara tamu yang datang pada hari ini ada seorang diantaranya yang mengetahui akan kejadian yang menimpa paman, dia tahu kalau paman telah disekap dalam kuil Siau lim si, mendengar berita tersebut suhu menjadi naik darah dia mengajak orang untuk mendatangi kuil Siau lim si serta menuntut pembebasan."

"Apakah suhumu akan pergi seorang diri?"

"Tentu saja dia akan membawa serta kami suci-moay sekalian, selain itu tamutamu yang hadir hari ini juga bersedia membantu suhu."

"Kau telah berjumpa dengan tamu-tamu itu, tahukah kau mereka berasal dari aliran mana saja?"

"Soal ini tidak begitu boanpwe ketahui, cuma didalamnya terdapat aneka macammacam manusia dari pelbagai aliran."

Diam-diam Buyung Im seng amat kesal sekali, pikirnya. "Sekalipun rencana yang diatur pihak Li ji pang sangat sempurna, tapi mereka tak mengira kalau pada malam ini Giok hong siancu sedang melakukan perjamuan tamu agung, kata orang manusia sejenis akan berkumpul menjadi satu, sudah pasti orang-orang yang mengadakan hubungan dengan Giok hong siancu juga bukan manusia sembarangan, siapapun tahu kalau diantaranya yang hadir ada juga teman-teman dari Ong Ciu, sial jika sampai berjumpa muka, tak urung mereka pasti akan mengajakku untuk membicarakan kembali kenangan lama, padahal aku tak tahu apa-apa, bagaimana nanti caraku menjawab pertanyaan mereka?"

Terdengar Sim Hong berkata lagi dengan suara lirih, "Suhu merasa girang sekali setelah mengetahui kedatanganmu kembali di lembah Giok hong kok, dia menyuruh kau datang ke ruangan tengah untuk bersua muka, dengan tamu-tamu agung itu, agar kaupun dapat mengisahkan kembali pengalamanmu sewaktu kabur dari kuil Siau lim si kepada semua orang."

"Hmm, peristiwa terbekuk dan disekapnya aku dalam kuil Siau lim si merupakan suatu kejadian yang memalukan, apanya yang bisa kubanggakan di hadapan mereka?"

"Soal ini boanpwe kurang begitu tahu, tapi suhu menyuruh kau datang ke ruangan tengah." 

Buyung Im seng segera menggelengkan kepalanya berulang kali, "Tidak, aku tak mau pergi!"

"Kenapa?" seru Sim Hong terperanjat.

"Kisah tertangkapnya aku oleh hwesio-hwesio Siau lim si telah diketahui oleh orang-orang dalam ruangan itu, aku tak puny muka berjumpa lagi dengan mereka." "Lantas apa yang musti kukatakan kepada suhu?"

Buyung Im seng termenung dan berpikir sebentar, lalu sahutnya. "Katakan kepada suhumu bahwa aku baru akan berjumpa dengannya jika perjamuan telah bubar nanti."

Sim Hong segera menengok ke arah Lau hong, mukanya penuh rasa ragu dan bimbang.

Lau hong segera tertawa hambar, katanya. "Tidak mengapa, meski watak suhu jelek, tapi sikapnya terhadap paman Ong sangat mengalah, katakan saja kepada suhu apa yang paman katakan."

Sim Hong manggut-manggut, katanya : "Kalau memang cici berkata demikian, aku rasa tak bakal salah lagi..."

Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan berlalu dari tempat itu. Memandang bayangan punggung Sim Hong hingga lenyap dari pandangan mata, Buyung Im seng baru menghela napas panjang, katanya. "Apakah suhumu masih berdiam ditempat tinggalnya dulu?"

"Betul, dia masih tinggal ditempat semula."

Buyung Im seng segera menghembuskan napas panjang, katanya. "10 tahun sudah lewat, mungkin aku sudah lupa dengan jalan menuju kesana."

"Aaah, mana mungkin?" kata Lau hong sambil tersenyum, "kau sudah tinggal selama banyak tahun ditempat itu."

Terkesiap Buyung Im seng mendengar perkataan itu, pikirnya dengan cepat. "Budak itu benar-benar seorang yang cerdik dan berotak encer, ternyata dia tak mau menyebutkan dimanakah tempat tinggal Giok hong siancu, aku tak boleh bertindak terlalu gegabah."

Berpikir demikian, sambil senyum, katanya "Tentu saja setelah kuperhatikan sekali lagi suasana di sekeliling tempat itu, aku akan teringat kembali." "Paman Ong, boanpwe ingin menanyakan satu hal kepadamu, entah bolehkah kuajukan pertanyaan tersebut?"

Diam-diam Buyung Im seng telah mempertinggi kewaspadaannya, sambil tertawa sahutnya. "Soal apa? Katakan saja!"

"Selama beberapa tahun ini, apakah paman Ong disekap didalam kuil Siau lim si?" "Yaa, betul! Aku selalu disekap mereka didalam sebuah kamar rahasia yang dikelilingi dinding tebal, boleh dibilang hubungan dengan dunia terputus sama sekali." 

"Apa pendeta-pendeta Siau lim si benci sekali terhadap tabiat dan tindak tanduk paman itu?"

"Tentu saja, mereka telah menyekap diriku selama hampir sepuluh tahun lebih, penderitaan semacam itu bukan suatu penderitaan yang enak dirasakan."

"Kalau memang pendeta-pendeta dari Siau lim si merasa benci sekali kepadamu, mengapa mereka tidak membunuh dirimu?"

"Mungkin mereka merasa kehidupanku di dunia ini masih ada sedikit kegunaan." "Agar lebih banyak perempuan yang kau perkosa?"

Buyung Im seng menjadi tertegun, sinar matanya segera dialihkan ke wajah Lau hong dan menatapnya lekat-lekat, kemudian ujarnya. "Andaikata aku tak disekap selama 10 th dalam kuil Siau lim si, dengan ucapan itu, aku sudah akan merenggut selembar jiwamu."

Lau hong tertawa hambar. "Dalam ingatanku, diantara kerutan dahi paman Ong selalu terbawa tiga hawa pembunuhan, tapi setelah berjumpa lagi dengan paman Ong hari ini, kulihat hawa pembunuhan tersebut tampak sudah hilang tak berbekas, oleh sebab itu aku baru memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan tersebut."

"Nyalimu sungguh teramat besar!"

Lau hong tertawa hambar. "Tapi aku tetap beranggapan bahwa paman Ong sama sekali berbeda dengan paman Ong yang dulu."

"Dimana letak perbedaannya?"

"Banyak sekali perbedaannya, kalau bukan watak paman memang mengalami perubahan besar, itu berarti... itu berarti..."

"Itu berarti apa?" tukas Buyung Im seng ketus. "Itu berarti kau adalah paman Ong palsu!"

Tercekat Buyung Im seng mendengar perkataan itu, segera bentaknya keras-keras. "Kau bilang apa?"

Mendadak dia melancarkan sebuah cengkeraman untuk mencelakai tangan kanan Lau hong.

Dengan suara dingin Lau hong berkata. "Kau sudah meninggalkan lembah Giok hong kok selama 10 th, perubahan yang kau alami selama 10 th ini sungguh terlalu besar, sekalipun kau adalah paman Ong yang sebenarnya, juga tak dapat sembarangan turun tangan untuk membunuhku."

"Bila kubunuh kau, paling banter aku akan cekcok dengan suhumu, aku tak percaya kalau dia akan mengusir diriku dari dalam lembah Giok hong kok ini." "Seandainya kau benar-benar adalah paman Ong, kau takkan mempunyai keberanian tersebut untuk membunuhku."

(Bersambung ke jilid 11)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar