Lambang Naga Panji Naga Sakti Jilid 23

Setibanya mereka berdua didepan kantor cabang perusahaan Hauw Wie Piauw kiok, tampaklah oleh mereka mereka papan nama perusahaan yang semula tergantung didepan pintu kini sudah diturunkan, sepasang pintu besar tertutup rapat. Keadaan ini menguatirkan kalau mereka tidak menerima degangan lagi.

Poei Ceng Yan segera meloncat turun dari kudanya, sebelum ia sempat mengetuk pintu, pintu tadi sudah terbuka lebih dahulu.

Jelas, orang orang ada didalam kantor sudah mengadakan persiapan-persiapan yang seksama.

Melihat ketelitian tersebut Kwan Tiong Gak segera tertawa, pujinya.

“Selama bekerja Su Jan memang paling teliti dan paling seksama dalam mengatur segala penjagaan….”

Ia segera melangkah masuk kedalam.

Dua orang pengawal kantor yang tegap dan gagah dengan langkah lebar segera maju menyambut dan menerima tali les kedua ekor kuda tersebut.

Diikuti Nyioo Su Jan dengan langkah terburu-buru munculkan diri didepan pintu seraya menjura sapanya.

“Cong Piauw tauw….”

“Kita berbicara dalam rumah saja,” tukas Kwan Tiong Gak cepat seraya ulapkan tangannya.

 Tidak menanti jawaban lagi ia segera melangkah masuk lebih dahulu.

Poei Ceng Yan serta Nyioo Su Jan segera mengikuti dari belakang.

Setelah ambil tempat duduk dikursi maka Kwan Tiong Gak baru buka suara bertanya.

“Su Jan, selama beberapa hari ini apa kah dalam kantor cabang terjadi suatu peristiwa?”

“Orang she Jan dari istana Jendral pernah datang kemari dua kali…. ,”

“Aaaakh! mau apa ia datang kemari?”

“Pertama, ingin Menanyakan kabar berita tentang Cong piauw tauw, dan kedua melihat keadaan dari kantor cabang perusahaan Hauw Wie Piauw kiok kita.”

“Jen pek to sudah memperlihatkan kedudukannya, mungkin para jago Bu lim yang ada dikota Kay hong sudah tahu semua bahwasanya dia adalah pengawal pribadi dari Tok Say Thayjien, ia sering datang kekantor cabang kita, sama arti sedang membuat papan nama agar semua orang tahu kalau antara kita dengan istana Jendral mempunyai hubungan yang sangat erat.”

“Hamba pun pernah berkata demikian kepadanya, aku nasehati agar dia kurangi sedikit kunjungannya kemari.”

“Ehmmm! lalu apa yang ia katakan?”

“Ia segera menyanggupi permintaanku ini, ia beritahu kepadaku akan berusaha mengurangi kunjungannya kemari. Sesaat meninggalkan tempat ini ia beritahu pula kepada hamba, semisalnya dikantor cabang kita terjadi sesuatu dan membutuhkan bantuannya, ia minta kita kirim orang untuk beritahu kepadanya….”

 “Ehmmm….! Mana Giok Liong serta Hoa Lek?”

“Liem piauw su sedang diundang makan Oleh seseorang, sedang Giok Liong, Ih Cun serta Toa Hauw sedang beristirahat dibelakang. Hamba pikir disiang hari bolong dan terang tanah begini sekalipun orang Bu lim punya nyali besar untuk melakukan segala tindakan namun tak akan berani membuat keonaran ditengah  Kota besar apalagi mendatangi perusahaan kita. Oleh karena itu hamba minta agar mereka beristirahat di pagi hari dan meronda di malam hari….”

“Bagus sekali, bagus sekali….” Kwan Tiong Gak mengangguk.

Ia mendehem sebentar, lalu terusnya

“Dalam menghadapi segala persoalan kau selalu bekerja hati-hati. Seandainya aku benar benar telah meninggalkan kota Kay Hong, seharusnya dalam kantor cabang perusahaan kita tak bakal terjadi sesuatu peristiwa lagi. Kau mengadakan persiapan demikian ketat tentunya ada sebab sebab tertentu bukan?”

“Dugaan Cong Piauw-tauw sedikitpun tidak salah, dua hari berselang hamba menemukan ada orang yang melakukan pengintaian terhadap perusahaan kita, oleh karena itu hamba terpaksa harus melakukan penjagaan untuk menghadapi segala kemungkinan.”

“Apakah ada jago Bu lim yang berkunjung kemari?” “Tidak ada, justru karena persoalan ini hamba merasa

terheran heran.”

“Aaaai….! situasi disekitar kota Kay Hong beberapa waktu ini sangat ruwet dan kacau, kau harus sedikit berhati hati, bagaimanapun juga….”

 Ia termenung sejenak antuk memikirkan suatu, lalu tambahnya.

“Toa Lek diundang makan oleh siapa?”

“Katanva seorang hartawan tersohor dikota Kay Hong, perusahaan kita pernah mengadakan beberapa kali hubungan dengan mereka, karena kali ini sedang mengadakan suatu perayaan maka ia undang Liem Piauw tauw untuk menghadirinya.”

“Perayaan apa?”

“Keadaan yang lebih jelas hamba kurang tahu, agaknya sedang mengadakan perayaan pernikahan, mungkin Toa Lek heng sebentar lagi sudah kembali, nanti Cong Piauw tauw bisa bertanya kepadanya lebih cermat lagi.”

“Ehmm….!” Kwan Tiong Gak mengangguk, ia lantas mengalihkan bahan pembicaraan ke soal lain, sambungnya, “Kembalinya aku serta Hu Cong Piauw tauw kekota Kay Hong, mungkin akan memancing datangnya penguntitan dari pihak lawan, selama melakukan penjagaan kalian harus lebih berhati hati.”

“Hamba telah memperbaiki halaman sekitar bangunan rumah, telah menurunknn papan nama dan sementara tidak menerima pengawalan barang lagi. Tetapi diantara kedua puluh orang pembantu aku hanya menahan sepuluh orang saja sedang sisanya aku suruh mereka untuk sementara tinggal dirumah.”

“Kenapa?”

“Yang masih tinggal disini sebagian besar masih bujangan….”

“Su jan, tindakanmu ini sangat bagus sekali” tukas Kwan  Tiong  Gak  sambil  memuji  tiada  hentinya.  “Bagi

 kaum bujangan sekali pun terluka atau mati mereka masih tak usah memikirkan istri serta putra putrinya,”

“Lalu sekarang disini masih tersisa berapa orang? ” sela Poei Ceng Yan dari samping.

“Termasuk koki serta kacung kuda semua berjumlah lima belas orang. Kacung kuda serta koki masing masing ada tugasnya sendiri sendiri, jadi yang dapat diperintah hanya sebelas orang saja.”

“Asal diatur sedemikian rupa aku pikir jumlah itu sudah lebih dari cukup….” kata Kwan Tiong Gak mengangguk. “Yang datang akan membawa maksud jelek, yang bermaksud mulia tak akan datang. Kita tak boleh gunakan mereka untuk menghadapi serangan musuh, asalkan mereka datang segera mengirim tanda bahaya itu sudah cukup.”

Sementara mereka sedang bercakap cakap Liem Toa Lek telah kembali kedalam kantor cabang.

Baliknya Poei Ceng Yan serta Kwan Tiong Gak ditengah jalan agaknya merupakan suatu peristiwa yang berada diluar dugaannya, setelah tertegun sesaat ia baru maju memberi hormat.

Kwan Tiong Gak segera ulapkan tangannya.

“Toa Lek, tak usah banyak adat, mari duduk dan kami hendak mengadakan pembicaraan dengan dirimu.”

Setelah Liem Toa Lek duduk, seorang pembantu muda menghidangkan air teh, Liem Toa Lek meneguk setegukan air teh panas lalu berkata, “Cong Piauw tauw. kalian sudah pergi kenapa buru-buru balik lagi?”

Kwan Tiong Gak tidak ingin menceritakan kisah  secara bagaimana majikan lambang naga sakti memaksa puluhan orang yang Bu-lim melakukan bunuh diri, sambil

 tersenyum ia berkata, “Ke Giok Lang memainkan cegat cegatan serta hadangan hadangan disepanjang jalan, aku serta saudara Poei berjumpa muka lagi ditengah jalan. Setelah menimbang untung ruginya persoalan, kami rasa tetap berada dikota Kay Hong jauh lebih baik Karena tidak ingin banyak buang waktu maka kami putuskan untuk sementara waktu batalkan niat kami menuju ke Utara.”

“Cong Piauw tauw suka kembali kemari Untuk memegang pucuk pimpinan, hal ini jauh lebih baik lagi …. “

“Eeeei ….! Toa Lek” tukas Kwan Tiong Gak tiba tiba. “Kau sangat kenal dan hapal dengan daerah sekitar kota Kay Hong, apakah beberapa hari ini kau menemukan sesuatu yang tidak beres??”

“Menurut pengamatan hamba, memang ada suatu peristiwa yang kelihatannya sangat aneh.”

“Peristiwa apakah itu??”

“Dua hari berselang di sekitar kota Kay Hong agaknya berkumpul banyak sekali jago jago Bu lim yang sering berlalu lalang dijalan raya, tetapi selama beberapa hari ini entah apa sebabnya para jago Bu tim yang pernah kelihatan sangat banyak itu secara tiba tiba lenyap tak berbekas, tidak kelihatan seorang jsgopun yang berlalu lalang lagi, saking tenangnya menimbulkan perasaan tercengang di-hati.”

“Orang orang yang datang kemari kebanyakan tentu disebabkan peta pengangon kambing” ujar Nyioo Su Jan memberikan pendapat nya. “Setelah mengetahui Cong Piauw tauw tak ada disini, mungkin mereka sudah berlalu untuk mengejar diri Cong Piauw tauw ke Utara.”

 Kwan Tiong Gak tersenyum. “Sebelum terjadi suatu badai taupan yang dahsyat, kadang kala memang bisa muncul suatu suasana tenang, anteng yang mengherankan”

Ia merandek sejenak kemudian tambahnya, “Toa Lek, dalam kantor cabang kita apakah ada sebuah ruangan yang sunyi dan terlepas dari segala gangguan?”

“Dibelakang halaman ada sebuah kamar, seandainya Cong Piauw tauw membutuhkan Kamar itu aku segera perintahkan orang untuk membersihkannya.”

“Baik!” Kwan Tiong Gak mengangguk. Dalam ruangan itu boleh dibersihkan, tetapi diluaran tak usah diubah keadaannya. Aku hendak berdiam disana, lebih baik lagi, kalau jangan sampai diketahui orang luar.”

“Tempat itu, letaknya berdampingan dekan sebatang pohon besar, ruangan itu sudah lama tidak digunakan sehingga tembok dindingnya penuh dengan lumut hijau. Dipandang sepintas lalu seolah olah sebuah ruangan kosong sekalipun tak usah ditambahi lagi dengan bahan lamuran rasanya sudah cukup membuat orang lain merasa tak terduga.”

“Kalau begitu bagus sekali, suruh mereka segera bersihkan ruangan itu. Taruh saja selimut serta benda benda keperluan yang sederhana sedapat mungkin jangan mengganggu ketenanganku.”

“Bagaimana dengan air minum serta makanan Cong Piauw tauw? Apakah diantar menurut waktu.”

“Ini sih tidak perlu, taruh saja makanan dan minuman itu disuatu tempat tertentu, aku bisa menurut waktuku sendiri keluar mengambilnya.”

 Liem Toa Lek termenung sejenak, lalu tanyanya kembali, “Cong Piauw tauw, apakah kau perlu seorang yang setiap saat bisa diperintah?”

“Tidak perlu, kalian berlagaklah seperti biasa dan anggap ruangan itu adalah sebuah ruangan kosong tak usah mengirim orang menjaga disana lagi.”

“Seandainya ada orang datang hendak mengunjungi Cong Piauw tauw?….” tanya Nyioo Su Jan tiba.

“Lebih baik kalian wakili aku menjumpai mereka, seandainya terpaksa aku harus menemui orang itu, tiada halangan kalian boleh berjanji untuk bertemu muka lagi dua hari kemudian. Lalu tulisan secarik kertas yang menerangkan maksud kunjungannya dan diletakkan disisi makananku.”

Mendengar sampai disitu Liem Toa Lek segera bangun berdiri dan mobon diri.

“Hamba telah mengingatnya semua….”

Ia segera berlalu keluar ruangan. Memandang Liem Toa Lek yang melangkah keluar, Nyioo Su Jan menegur.

“Liem-heng apakah kau hendak turun tangan sendiri?” “Benar, aku hendak memeriksa dulu keadaan disana.”

Sementara ia menjawab, badannya sudah melangkah keluar dari pintu.

Sepeninggalnya orang she Liem itu, Poei Ceng Yan lantas berbisik lirih.

“Toako, kau minta sebuah kamar rahasia apakah ingin mempelajari ilmu silat yang tertera didalam peta pengangon kambing itu”

 “Hmm….! aku ingin memecahkan dulu persoalan yang membingungkan diriku,” Kwan Tiong Gak sambil tersenyum mengangguk.

Kurang lebih seperminum teh kemudian Liem Toa Lek muncul kembali didalam ruangan, lapornya, “Kamar telah dibersihkan, apakah Cong Piauw tauw hendak pergi memeriksa lebih dahulu?”

“Tidak usah. sebentar lagi aku akan pindah kedalam “ “Toa Lek!” Poei Ceng Yan pun segera berseru. “Kau

suruh koki menyediakan meja perjamuan dengan cepat, kita hendak menjamu Cong Piauw tauw lebih dahulu sebelum dia masuk kedalam ruangan. perintahkan, pula kepada seluruh anak buah yang ada dalam Kantor, berusaha keras jangan bocorkan rahasia kembalinya kami berdua.”

“Hamba paham!” Liem Toa Lek segera menjura.

Pekerjaan yang dilakukan sang koki sungguh cepat sekali, tidak selang beberapa saat arak dan sayur telah dihidangkan.

Beberapa orang itu segera masuk kemeja perjamuan untuk mulai barsantap, arak baru diteguk tiga cawan tiba tiba muncul seseorang penjaga pintu masuk kedalam dengan langkah tergesa gesa.

“Ada orang ingin menjumpai Cong Piauw tauw!” lapornya setelah menjura.

“Siapa?” tanya Kwan Tiong Gak, ia agak melengak.

Penjaga pintu tadi sejera mengangsurkan sebuah kartu nama berwarna merah kedepan.

“Disini ada kartu nama, silahkan Cong Piauw tauw memeriksa sendiri.”

 Kwan Tiong Gak segera memeriksa kartu nama itu dan dibacanya tulisan yang tertera diatas kartu, “Dipersembahkan kepada Kwan Cong Piauw tauw.”

Dengan alis berkerut Kwan Tiong Gak merobek sampul itu dan diambilnya selembar kertas yang bertuliskan, “Thay Heng Tou Shu menghunjuk hormat.”!

Melihat saudaranya kerutkan dahi. Poei Ceng Yan lantas menegur setelah mendehem perlahan.

“Toako, kartu nama siapa?”.

“Si kakek bongkok dari Thay Heng San!” seru Poei Ceng Yan agak tertegun.

“Si Iblis tua ini sudah ada dua puluh tahun lamanya tidak pernah muncul didalam dunia persilatan, katanya ia sudah menemui ajalnya banyak tahun berselang, mana mungkin bisa muncul kembali dikota Kay Hong?.”

“Yang paling aneh lagi, ia tidak saling kenal dengan diriku, aku rasa maksud kedatangannya kali ini bukan sembarangan.”

“Cong Piauw tauw kalau kau tidak ingin menemui dirinya sekarang masih bisa menyingkir, atau biar siauw te yang keluar menimpal dirinya? setelah menanyakan maksud kedatanganya barulah Toako ambil keputusan.?”

Kwan Cong Gak termenung sesaat, tiba tiba tanyanya kepada sang penjaga pintu.

“Mereka datang betapa orang?” “Hanya seorang diri,,!”

“Baik! undang dia masuk kedalam, kata kan saja aku sedang menanti kedatangannya dalam ruangan tengah.”

Si penjaga pintu itu mengiakan dan segera berlalu.

 Kwan Tiong Gak segera alihkan sinar matanya kearah Nyioo Su Jan serta Liem Toa Lek, perintahnya lebih jauh.

“Untuk sementara kalian menyingkirlah lebih dahulu!”

Sekalian ia lepaskan golok emas yang tersoreng dipingggang untuk diserahkan ketangan Nyioo Su Jan.

Liem Toa Lek serta Nyiao Su Jan mengiakan dan segera mengundurkan diri dari ruangan tersebut.

Poei Ceng Yan pun ikut bangan berdiri. ujarnya, “Siauw-te….”

“Kau duduklah, kita sama menjumpai dirinya.” tukas Kwan Tiong Gak cepat.

Beberapa saat kemudian si penjaga pintu tadi telah muncul kembali dengan membawa seorang kakek bongkok berambut putih, berjenggot panjang melewati dada dan membawa sebuah tongkat warna hitam.

Kwan Tiong Gak segera menyambut kedatangannya didepan pintu, seraya menjura ujarnya, “Sudah lama kudengar nama besar Tuo Shu, beruntung ini hari kita bisa saling berjumpa”.

“Hna…. haa…. ha….terlalu memuji, terlalu memuji” sahut Thay Heng Tuo Shu seraya silangkan telapak didepan dada. “Namun besar Kwan Cong Piauw tauw sudah menggemparkan seluruh kolong langit, jago jago dari kalangan Hek to maupun Pek to sama-sama menaruh hormat kepadaku, Loohu yang sudah lama mengasingkan diri tentu tak bisa menandingi dirimu….”

Kwan Tiong Gak tersenyum. “Sayur dan arak baru saja dihidangkan bilamana Heng thay tidak menampik kami dua bersaudara mengundang untuk mencicipi secawan dua cawan arak bagaimana?”

 “Kedatangan loohu kemari sudah mengganggu ketenangan kalian, kalau dikatakan sungguh menyesal sekali.”

“Bisa duduk semeja dengan Heng thay hal ini merupakan keberuntungan, perusahaan Hauw Wie Piauw Kiok kami, dan merupakan rejeki dari aku orang she Kwan berdua, silahkan Heng thay ambil tempat duduk!”

Thay Heng Tuo Shu tidak menampik , dengan langkah lebar ia segera ambil tempat duduk.

Seorang pengawal buru buru maju kedepn menyediakan cawan serta sumpit.

Thay Heng Tuo Shu sambar poci arak memenuhi cawan sendiri dan menghabiskan tiga cawan lebih dahulu, kemudian sambil tersenyum barulah ujarnya.

“Kedatangan loohu kemari adalah sengaja hendak menyambangi diri Kwan Cong piauw tauw.”

“Aku orang she Kwan adalah seorang pelajar yang belum tamat belajar, tidak berani terima penghormatan sebesar ini, kedatangan Loocianpwee kegubuk kami tentu ada satu petunjuk bukan?”

Agaknya Thay Heng Tuo Shu sedang lapar, ia bersantap dahulu beberapa suap kemudian baru berkata, “Seandainya lohu mengatakan kedatanganku hanya bermaksud menyambang, tentu Kwan Cong Piauw tauw tidak mau percaya.”

Ia menongak tertawa terbahak bahak, sambungnya lebih jauh, “Kwan Cong Piauw tauw adalah seorang jago yang mempunyai nama besar dalam dunia persilatan, loohu pun tidak ingin bicara berputar lidah, kedatanganku

 kali ini memang ingin minta petunjuk akan satu persoalan.”

“Silahkan loocianpwee utarakan, asalkan aku orang she Kwan dapat lakukan tentu akan kulaksanakan!”

Perlahan-lahan Thay Heng Tuo Shu mengeluarkan sumpitnya keatas meja, lalu sambil tertawa ujarnya.

“Aku dengar orang bekerja bahwa ada sebuah lukisan pengangon kambing telah terjatuh ketangan Kwan Cong Piauw tauw,entah benarkah berita ini….?”

“Ooogw….! Kiranya kedatangan saudara adalah dikarenakan peta pengangon kambing itu, kalau urusan ini tak perlu di anehkan lagi.”

Kembali Thay Heng Shu tertawa. “Kedatangan loohu tidak lebih hanya ingin membuktikan apakah berita ini adalah sungguh sungguh ataukah hanya isapan jempol belaka.”

“Sedikitpun tidak salah, memang seratus persen kenyataan, dikolong langit memang hanya ada selembar peta pengangon kambing dan peta tersebut benar benar berada ditangan ku orang she Kwan.”

“Sungguh jelas jawabmu ini,” ujar Thay Heng Tuo Shu sambil tertawa hambar. “Hanya saja nada ucapan terlalu ketus, keras dan membawa nada emosi….”

“Ehmn….! Apa yang ingin kau ketahui telah cayhe jawab dengan jelas dan lantang. Sekarang seharusnya kaupun utarakan maksud kedatanganmu bukan?”

“Kwan Cong Piauw tauw!” tiba tiba Thay Heng Tuo Shu berseru dengan wajah berubah hebat. “Kalau kedatangan aku si bongkok tua adalah bermaksud merampas peta pengangon kambing itu, agaknya aku tidak    perlu    minum    dan    bersantap    makanan  dari

 perusahaan kalian. Aku si bongkok tua percaya masih mampu untuk membayar semeja perjamuan dan tak usah repot repot datang kemari”

Kwan Tiong Gak yang mendengar ucapan itu hatinya sedikit bergerak, buru buru ia merangkap tangannya menyura, “Ucapan cayhe terlalu kasar mungkin telah menyinggung perasaan anda, harap kau suka memaafkan!”

“Haa…. haaa…. haaa. , …. Loo te, maaf kalau loohu berlagak dan memanggil dirimu dengan sebutan sebuah Loo te. usiaku lebih tua banyak tahun dari mu, namun kau tak akan salahkan diriku bukan!”

“Mana, mana…. Locianpwee suka memandang tinggi diriku, membuat cayhe merasa amat bangga!”

Thay Hang Tuo Siu mendehem ringan perlahan lahan ujarnya.

“Kedatangan Loohu adalah disebabkan peta pengangon kambing itu lebih baik kita membicarakan soal peta pengangon kambing saja”

“Silahkan memberi petunjuk!”

“Sudah kau periksa peta pengangon kambing itu?” “Sudah!” Kwan Tiong Gik menganggut

“sudah kau pahami isinya.?”

“Baru kupahami seperempat, seperlima belaka.” Padahal ia sudah memahami enam, tujuh bagian.

Namun sengaja ia pura pura berlagak bodoh.

“Sudah hebat, sudah lebih dari hebat,” puji Thay Heng Tuo Shu. “Namun kau harus tahu, hanya satu atau dua

 bagian saja tidak berhasil dipahami maka tak akan berhasil mengetahui keseluruhannya.

“Agaknya saudara mengetahui sangat banyak mengenai peta pengangon kambing itu?”

Mendengar ucapan itu si kakek bongkok dari gunung Thay Heng San ini sagera tersenyum.

“Terus terang saja kuterangkan, peta pengangon kambing tersebar selama ini berada ditangan loohu. namun tahun berselang tiba-tiba dicuri orang dan lenyap tak berbekas, loohu pernah melakukan pengejaran secara beberapa waktu tetapi peta pengangon kambing tadi lenyap bagaikan mega diangkasa, dikit pun tidak kutemui titik terang. Barulah beberapa waktu ini tiba tiba kudengar peta pengangon kambing muncul kembali didalam dunia persilatan, sepanjang jalan loohu ikuti terus dan akhirnya kutemui kalau peta pengangon kambing telah berada ditengah Loo te”

“Eeer! Kau jangan salah paham” tukas Thay Heng Toa Shu dengan cepat….” Aku tidak bilang kalau peta pengangon kambing itu milikku, aku hanya menyimpannya selama banyak tahun.”

“siauw te tidak berhasil memahami apa yang sedang dimaksudkan Heng thay dalam ucapanmu barusan” seru Kwan Tiong Gak kebingungan.

“Sangat gampang sekali, kedatanganku kali ini sama sekali tiada bermaksud untuk minta kembali peta pengangon kambing itu”

Mendengar ucapan itu Kwan Tiong Gak seketika dibikin tertegun.

” Loocianpwee kau jangan bergurau….” serunya cepat sambil tertawa.

 “Loohu sekali lagi ingin terangkan, kedatanganku ini hari sama sekali tiada maksud untuk mendapatkan kembali peta pengangon kambing itu, namun aku hanya berharap bisa mengetahui siapakah yang telah mencuri benda tersebut dari tanganku. Loohu mengerti dengan kedudukan Kwan Cong Piauw tauw saat ini tidak mungkin bisa melakukan perbuatan mencuri yang sangat rendah itu.”

Kwan Tiong Gak termenung beberapa saat lamanya, setelah hening sesaat ia bertanya kembali, “Apakah Heng thay sudah menemukan titik titik terang tentang persoalan ini?”

“Sama sekali tidak ada, maka dari itu Loo hu baru datang merepotkan diri loo te untuk suka memberi penjelasan tentang persoalan ini.”

“Baik!” kata Kwan Tiong Gak setelah termenung sejenak. “Cayhe hendak menerangkan kalau peta pengangon kambing ini aku dapatkan dari seorang pembesar yang telah mengundurkan diri dari jabatannya.”

“Sepanjang hidup loohu jarang sekali mengadakan hubungan dengan orang orang dari kalangan pemerintahan, dalam sarangku digunung Thay Heng San pun jarang sekali dikunjungi kaum pembesar. Tidak mungkin kalau peta pengangon kambing itu dicuri oleh mereka….”

Ia merandek sejenak untuk tukar napas, lalu sambungnya lebih jauh, “Namun loohu sangat berharap bisa mengetahui keadaan yang sebenarnya. Entah dapatkah Kwan loo te memberi penjelasan .?”

Selama ini Kwan Tiong Gak yang diam diam mengamati gerak gerik Thay Peng Tuo Shu, melihat ia

 bersikap tenang dan mengetahui pula pada dua puluh tahun berselang ia merupakan manusia yang paling susah dihadapi dalam dunia kangouw, segera menuturkan seluruh kejadian itu dengan jelas.

Selesai mendengarkan kisah tersebut, Thay Heng Tuo Shu termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian ia berkata, “Peta pengangon kambing itu tidak mungkin kalau dicuri oleh Liuw Thay Jien tetapi loohu sangat berharap bila menemukan sedikit titik terang dari mulutnya, entah dapatkah loote memberi bantuan???”

“Tentang soal ini, cahye tidak berani menyanggupi” kata Kwan Tiong Gak sambil tertawa.”Namun aku bisa menggoda dengan sekuat tenaga. Aku rasa sampai kini dalam hati kecil loocianwee tentu sudah mencurigai seseorang bukan?”

“Tentu saja dalam hati kecil loohu telah mencurigai seseorang, tetapi aku tidak berhasil mendapatkan bukti yang kuat….”

Ia mendehem beberapa kali, lalu terusnya “Ketika loohu sedang berangkat kekota Kay Hong, ditengah jalan aku dengar berita katanya banyak jago lihay dari kalangan Bu lim telah berkumpul disini, aku berpikir berkumpulnya mereka mereka itu tentu ada hubungannya dengan peta pengangon kambing.”

“Aaaai . …. .! kamipun tidak menyangka barang yang kami kawal kali ini harus menjumpai banyak kerepotan hingga saat ini kami belum berhasil melepaskan diri dari belenggu.”

“Orang kuno berkata, siapa yang menyimpan mustika ia akan menanggung akibat nya, ucapan ini ternyata sedikitpun tidak salah.”

 Mendadak ia bangun dan mohon diri. “Loohu seharusnya mohon diri lebih dahulu!”

Selesai berkata ia segera melangkah keluar. “Loocianwee, habiskan dulu santapan ini baru

berangkat.” buru buru Kwan Tiong Gak berseru.

Tiba tiba Thay Heng Tuo hu berhenti dan berpaling ujarnya sambil tertawa, “Arak serta sayur sih tidak perlu Loohu hanya ingin bertanya akan satu persoalan entah maukah kau memberi jawaban?”

“Silahkan mengutarakan persoalan tersebut.”

“Kwan Cong Piauw taaw, apakah kau hendak mencari harta karun tersebut sesuai dengan keterangan dalam peta itu? “

Mendengar pertanyaan itu Kwan Tiong Gak lantas berpikir dalam hatinya.

“Nah? Akhirnya sampai juga kepokok persolan ,….!”

Sekalipun dalam hati berpikir demikian luaran ia menyahut, “Oooow cayhe Sampai sekarang masih belum ambil keputussn.”

Thay Heng Tuo Sha tertawa. “Loohu berdiam dirumah penginapan Ban Long, baik baiklah loote berpikir keras apakah membutuhkan loohu membantu dirimu atau tidak. Loohu akan menanti tiga hari. Selewatnya tiga hari loohu akan meninggalkan tempat ini….”

“Baik! apakah cayhe membutuhkan bantuan, dalam tiga hari ini pasti bisa datang berkunjung kerumah penginapan Ban Long.”

“Loohu hanya akan menunggu tiga hari, sekaliku dalam tiga hari ini Kwan Loote tidak datang, loohu pun tak akan menunggu lagi.”

 “Baik! kita tentukan dengan sepatah kata ucapan ini. Kalau cayhe menjumpai persoalan yang tidak dipahami, dalam tiga hari ini aku pasti akan minta petunjukmu dirumah penginapan Ban Long.”

“Kwan Cong Piauw tauw, kau tak usah terlalu memaksa,” ujar Thay Heng Tuo Shu sambil tertawa. “Waktu selama tiga hari tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek, baik baiklah berpikir, Ssmisalnya membutuhkan bantuan Loohu, rasanya pergi mencari diriku pun bulum terlambat.”

Tidak menunggu jawaban dari Kwan Tiong Gak lagi ia segera putar badan dan berlalu.

Gerak geriknya dipandang sepintas lalu-seperti langkah biasa, tatapi dalam kenyataan cepatnya luar biasa, sebentara Kwan Tiong Gak masih termenung Thay Heng Tuo shu telah berlalu dari ruangan.

Menanti bayangan punggung dari Thay Heng Tuo Shu telah lenyap dari pandangan Poei Ceng Yan baru mendehem ringan.

“Tidak memikirkan jarak yang jauh ia datang berkunjung kemari, aku pikir urusan tidak akan segampang ini.”

“Benar!” Kwaa Tiong Gak mengangguk. “Ia berkata dalam tiga hari kalau ada urusan, minta aku menyambangi dirinya, ia ucapkan perkataan tersebut dengan demikian yakin seolah olah dalam tiga hari ini aku pasti bisa mengundang kehadirannya.”

“Aku pikir bolak balik tujuan kedatangannya kemari hanya satu, dan tak mungkin bisa meleset lagi!”

Kembali Kwan Tiong Gak mengangguk. “Mungkin sejak semula ia sudah tahu kalau dalam tiga hari ini pasti

 akan terjadi suatu perobahan besar. Maka ia tetapkan batas waktu selama tiga hari. Aku rasa kedatangannya jauh jauh dari gunung Thay Heng san bukan hanya ingin nengadu untung belaka.”

“Kwan Cong Piauw tauw apakah ada niat pergi mengunjungi dirinya?”

“Soal ini harus kita lihat dulu bagaimanakah perusahaan dari kejadian yang akan datang” jawab Kwan Tiong Gak setelah termenung sebentar. “Seandainya kita menemui suatu sebab sebab tertentu yang bagaimanapun juga harus mengunjungi dirinya, tentu saja kita harus pergi, tetapi sebelumnya kita lebih baik bekerja sesuai dengan rencana yang telah kita atur sebelumnya.”

Gangguan dari Thay Heng Tuo shu barusan agaknya semakin memperkuat niat Kwan Tiong Gak untuk memahami rahasia keseluruhan dari peta penjangon kambing itu.

Selesai bersantap baru-buru ia pindah-kamar rahasia untuk mulai dengan penyelidikannya.

Poei Ceng Yan, Liem Toa Lek, Nyioo su Jan serta Lie Giok Liong sekalianpun menyebarkan diri melakukan pengawasan yang ketat.

Dengan titik pusat ruang rahasia yang digunakan Kwan Tiong Gak, penjagaan ketat disebar disekeliling tempat itu. Mereka disamping menguatirkan keselamatan Cong Piauw tauw nya, bersamaan pula tidak ingin mengganggu atau mengacaukan ketenangannya sehingga mengganggu konsentrasi.

 Sepuluh orang pengawal lengkap dengan busur serta anak panah menyebarkan diri di belakang kebun diujung bangunan siap menghadapi sesuatu.

Pemikiran Nyioo Su Jan benar sangat teliti, disamping melakukan penjagaan, iapun menyediakan gentong gentong berisi siri disekeliling bangunan yang ditempati Kwan Tiong Gak ia bersiap-siap bilamana musuh masuk menggunakan api untuk membakar tempat itu dengan cepat mereka bisa melakukan pertolongan.

Sehari lewat dengan cepatnya tanpa terjadi suatu peristiwa apapun.

Pada malam pertama Poei Geng Yan bersikap sangat tegang, kecuali Lie Giok Liong, Ih Coen serta Thio Toa Hauw secara berpisah melakukan perondaan ditempat luaran, Poei Ceng Yan, Liem Toa Lek serta Nyioo Su Jan pun tiada hentinya berjalan kesana kemari melakukan pemeriksaan.

Namun malam Ini lewat dengan aman, tidak terjadi suatu peristiwa apapun.

Hari kedua, malam kedua pun lewal terjadi suatu kejadian.

Selama dua hari dua malam ini kecuali bersantap Kwan Tiong Gak tidak pernah meninggalkan ruangannya barang selangkahpun. jelas ia sudah pusatkan semua konsentrasinya keatas peta mustika pengangon kambing itu.

Hingga saat itu, Poei Ceng Yan mulai pertimbangkan suatu persoalan dalam hatinya, Ia merasa setelah malam ini lewat maka besok pagi adalah saat terakhir dari janji yang ditinggalkan Thay Heng Tuo Shu.

 Kantor cabang perusahaan Hauw Wie Piauw kiok ini terletak dipusat kota yang ramai, empat penjuru merupakan rumah penduduk saling dempet mendempet, kecuali pintu depan serta pintu belakang sisi kiri serta sisi Kanannya merupakan rumah penduduk.

Ketika itu hari menunjukkan kentongan ketiga, suasana tetap sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.

Poei Ceng Yan perlahan-lahan menghembuskan napas panjang, ujarnya lirih, “Setelah lewat malam ini, mungkin tak akan terjadi suatu peristiwa lagi….”

“Cong Piauw tauw akan berdiam selama tujuh hari didalam ruangan itu” kata Nyioo Su Jan pula. “Selama tujuh hari ini setiap saat kemungkinan besar dapat terjadi suatu peristiwa, sekalipun sudah lewat ini malam, kita masih harus tetap waspada dan berhati hati.”

“Tetapi, sesaat, Thay Heng Tuo Shu hendak meninggalkan tempat ini, ia memberi batas waktu selama tiga hari kepada Cong Piauw tauw. Apakah hal ini sama sekali tiada alasan.”

“Kedudukan Thay Heng Tuo Shu dalam kalangan Bu lim sangat tinggi, dan iapun merupakan seorang manusia tinggi hati. Dia tak akan berbicara sembarantan tanpa alasan, Namun kalau urusan ini adalah suatu kejadian yang tak dapat ia kuasai mungkin sekali bisa terjadi perubahan yang ada diluar dugaan”

“Perubahan yang ada diluar dugaan?”

“Ini menurut pendapat dan analisa sendiri, mungkin si kakek bongkok dari gunung thay Heng san telah mendapat suatu kabar berita dan sengaja datang memberi   peringatan   kepada   Cong   Piauw   tauw,   ia

 berharap setelah perubahan yang terjadi dalam tiga hari lewat, Cong Piauw tauw kita bisa pergi mencari dia untuk merundingkan sesuatu.”

“Kalau tak ada perubahan?”

Sebelum Nyioo Su Jan sempat menjawab mendadak terdengar suara suitan tajam berkumandang datang memecahkan kesunyian malam.

Inilah suitan tanda bahaya yang telah tetapkan Nyioo Su Jan, mendengar suara itu orang she Nyioo segera meloncat ketengah udara dan melayang kearah mana berasalnya suara tersebut.

Poei Ceng Yan, Liem Coa Lek mengikuti dari belakang meloncat keluar pula dari ruangan.

Setibanya disisi jendela si telapak baja gelang emas Poei Ceng Yan putar badan mengirim sebuah pukulan kebelakang.

Cahaya lilin yang menerangi ruang tengah seketika padam, suasana diliputi kegelapan.

Nyioo Su Jan yang pertama tama meloncat keluar dari ruangan segera melayang ke atas atap dan berlari kedepan.

Pos pos penjagaan yang tersebar disekitar kantor cabang perusahaan ini kebanyakan diatur sendiri oleh Nyioo Su Jan. darimana-kah arah suara tadi muncul tentu saja Nyioo Su Jan mengatakan sangat jelas, dengan cepat ia berkelebat kesana.

Gerakan Nyioo Su Jan boleh dikata cukup cepat namun kedatangannya terlambat setindak, ketika ia tiba disitu tampaklah seorang pengawal berbaju hitam telah menemui   ajalnya   diujung   tembok,   dimulutnya masih

 menggigit sempritan bambu tersebut kencang kencang.

Terdengat ujung baju tersampok angin berkumandang datang, berturut turut Poei Ceng Yan segera membalik tubuh pengawal tadi, ditemuinya orang itu sudah menemui ajalnya beberapa waktu.

Liem Toa Lek pun menemukan orang itu merupakan salah satu pembantu yang paling pandai didalam kantor cabang kota Kay Hong, tak tertahan lagi ia bertanya, “Poei Hu Cong Piauw tauw, dimanakah letak lukanya?”

Ternyata diatas badan pengawal itu sama sekali tidak tampak adanya bekas luka.

“Ia dihantam oleh sebuah pukulan Iweekang yang amat dahsyat, isi perutnya telah hancur!”.

“Orang ini sangat pandai, pengetahuan maupun pengalamanpun amat luas Untuk membinasakan dirinya bukan suatu pekerjaan gampang. Aku pikir orang itu tentu memiliki kepandaian silat yang sangat lihay .”

Sementara itu Nyioo Su Jan telah terpaling kearah ruangan dimana digunakan Kwan Tiong Gak untuk mencari rahasia peta pengangon kambing, suasana tampak amat tenang seolah olah sama sekali tidak menjumpai gangguan.

“Su Jan, amankah ruangan yang ditempati Cong Piauw tauw?” bisik Poei Ceng Yan dengan nada lirih.

“Kalau ditinjau dari kematian pengawal ini, aku rasa orang itu adalah seorang jago yang memiliki kepandaian silat sangat tinggi.”

“Eeee! Aku sedang bertanya kepadamu Bagaimana dengan keselamatan Cong Piauw-Tauw?” tukas Poei Ceng Yan dengan alis berkerut.

 “Tidak ada perubahan. Empat penjuru Bangunan yang digunakan Cong Piauw tauw telah ditanam empat orang ahli panah, aku sudah beritahukan kepada mereka, perduli, di luaran telah terjadi perubahan macam apapun mereka tidak diperkenankan munculkan diri atau ikut campur. Kecuali ada orang hendak menerjang masuk kedalam kamar Cong Piauw tauw, mereka baru boleh unjukan diri dan melepaskan anak panah mencegah, orang itu telah mengeluarkan tanda bahaya, kita bisa dengar rasanya merekapun bisa mendengar pula.”

Dengan perasaan sangat puas Poei Ceng Yan segera mengangguk.

“Namun” sambung Nyioo Su Jan lebih jauh. “Datang datang orang itu sudah turun tangan membunuh orang, agaknya kedatangannya membawa kegusaran. Apa mungkin setelah membunuh seseorang ia lantas mengundurkan diri kembali….?”.

“Mari kita melakukan pemeriksaan!.”

Nyioo Su Jan menyapu sekejap keempat penjuru, lalu ujarnya lagi, “Kalian dilihat orang-orang yang kita atur disekeliling tempat ini agaknya sama sekali tidak bergerak, kedatangan kita kemari pun cukup cepat seharusnya kita menemukan sesuatu jejak….”

“Mungkinkah dikarenakan mendengar suitan tadi, ia merasa jejaknya konangan Dan dalam keandaan mendongkol lantas turun tangan membinasakan orang itu lalu mengundurkan diri?” nimbrung Liem Toa Tek memberikan pendapatnya,

“Seharusnya tidak mungkin….”

Sinar matanya di alihkan keatas sebuah bangunan rumah  tidak  jauh  dari  mereka  berdiri,  tiba-tiba  sambil

 tertawa dingin tegurnya, “Kawan, dalam sebuah hantaman kau telah mencabut jiwa seseorang, hal ini menunjukan kalau kepandaianmu sangat luar biasa dan bukan seorang manusia tak bernama, seorang lelaki sejati, seorang enghiong hoo-han buat apa bermain sembunyi-sembunyi macam kura kura?? Apakah kau tidak merasa telah merendahkan martabatmu sendiri.”

Mendengar teguran itu, Poei Ceng Yan serta Liem Toa Lek sama sama mengalihkan sinar matanya kearah bangunan rumah yang sedang diplototi oleh Nyioo Su Jan itu.

Kiranya halaman belakang merupakan sebuah halaman kosong yang sangat besar, ruangan dimana Kwan Tiong Gak berdiam saat ini merupakan sebuah bangunan yang berdiri sendiri ditengah halaman. Disamping itu dekat ruangan tadi hanya ada sebuah gudang yang terletak kurang lebih satu tombak lebih lima depa dari ruangan pertama.

Seandaianya pihak lawan setelah membinasakan gerakan yang paling cepat meloncat masuk kedalam gudang itu dan bersembunyi di bawah wuwungan rumah, maka jejaknya akan susah ditemui lagi.

Dugaan Nyioo Su Jan sedikit pun tidak salah, bahkan ucapannya barusan telah memberikan reaksi.

Dari atas wuwungan rumah bangunan itu muncullah sesosok bayangan manusia dan lambat lambat berjalan mendekat.

Liem Toa Lek serta Nyioo Su Jan segera memisahkan diri kedua belah sisi kemudien baru alihkan sinar matanya kearah orang itu.

 Tampaklah pihak lawan mengenakan pakaian singset warna hitam, wajahnya dikerudungi dengan kain hitam. Badannya sedangan sedang dipunggung tersoreng sepasang senjata roda bergigi “Jet Gwat Siang Loen.”

Melihat senjata yang sangat aneh itu otak Poei Ceng Yan segera berputar kencang, ia berharap dengan menggunakan sedikit tanda itu berhasil mengetahui asal usul perguruannya,

Tiba tiba si orang berbaju hitam itu berhenti melepaskan sepasang senjata roda bergiginya dan tertawa dingin.

“Apa maksud kalian mengundang cayhe munculkan diri?”

“Aku ingin minta keterangan tentang satu hal apakah orang ini menemui ajalnya ditanganmu?” seru Nyioo Su Jan dingin.

Sepasang mata orang berbaju hitam itu dengan tajam melirik sekejap kearah mayat sang pengawal yang menggeletak diatas tanah lalu menggeleng.

“Bukan!”

“Bukan perbuatanmu?” seru Nyioo Su Jan tertegun. Siorang berbaju hitam itu kembali tertawa dingin. “Selama cayhe berkelana dalam dunia persilatan,

orang yang telah kubunuh bukan satu dua orang saja. Sekarang lebih banyak membinasakan seseorang juga tidak mengapa kenapa aku harus bicara bohong?”

Mendengar jawaban itu Poei Ceng Yan segera mendehem berat dan rangkap tangannya menjura.

 “Siauw te Poei Ceng Yan Hu Cong Piauw tauw dari perusahaan ekspedisi Hauw Wie Piauw kiok, Katakan ada urusan apa silahkan diutarakan kepada cayhe.”

“oooouw….” sitelapak baja gelang emas sudah lama cayhe mendengar nama besarmu.”

“Kawan siapa namamu?”

“Kalau cayhe suka menyebutkan siapakah namaku, seharusnya tak perlu mengerudungi wajahku dengan kain hitam lagi.”

“Kawan! sekalipun kau tidak suka memberitahukan namamu, namun maksud kedatanganmu bisa disebutkan bukan??” ujar Poei Ceng Yan setelah termenung sebentar.

“Cayhe ingin berjumpa dengan seseorang” “Siapa?”

“Kwan Tiong Gak, Cong Piauw tauw baru perusahaan kalian.”

“Oooouw….! Kwan Cong Piauw tauw ada urusan, kalau-kalau mau bicara katakan saja kepada siauwte!”

“Beritahu kepadamu?” jengek siorang berbaju hitam dingin. “Aku takut kau tak bisa ambil keputusan sendiri.”

“Katakanlah lebih dahulu, mungkin sekali aku orang she Poei memberi keputusan yang memuaskan bagimu.”

“Tidak bisa jadi, cayhe datang membawa sepucuk surat, kalau bisa berjumpa dengan-dia sendiri jauh lebih baik,kalau Kwan Cong Piauw tauw tidak ingin menjumpai diriku, cayhepun tak perlu utarakan lagi maksud kedatanganku ini.”

 “Jikalau kedatanganmu adalah membawa surat, kenapa tidak datang saja pada pagi hari?ditengah malam buta datang berkunjung dengan menyoreng senjata, apakah kau tidak merasa….”

“Waktumu amat singkat, sebelum kentongan kelima nanti cayhe harus buru buru meninggalkan kota Kay hong.”

“Tolong tanya, sudah berapa lama kau tiba disini?” tiba Nyioo Su Jan menimbrung dari samping.

“Tak bisa terhitung lama, hanya setindak lebih pagi dari kedatangan Cu wi sekalian.”

“Begitu mendengar suara cayhe segera berdatangan kemari, tetapi orangku ini sudah menemui ajalnya terhantam pukulan dahsyat, kalau kedatanganmu jauh lebih pagi dari kami seharusnya menemui sang pembunuh bukan?”

Siorang berbaju hitam itu termenung beberapa saat lamanya, lalu mengangguk.

“Sekalipun cayhe berhasil menjumpai orang itu, agaknya akupun tidak seharusnya memberitahukan hal ini kepada kalian.”

Ucapan orang ini Nyioo su Jan sama sekali tidak marah. Ia tertawa hambar.

“Kawan! Walaupun ucapanmu ketus dan dingin tidak enak didengar tetapi cayhe merasa kagum atas watakmu, tidak semacam sahabat yang telah membunuh orang ini, setelah berbuat lantas bersembunyi tidak berani berjumpa. Hmm! Sungguh memalukan sekali.”

Baru saja ia menyelesaikan kata katanya mendadak terdengar suara tertawa dingin yang sangat menyeramkan berkumandang memecahkan kesunyian.

 “Heee…. heee…. heee…. hal ini harus salahkan sepasang matamu sudah buta, aku berdiri disini sudah lama sekali, namun matamu tak dapat melihatnya, Hal ini bisa salahkan siapa?”

Agaknya suara itu muncul bagaikan disisi telinga saja, membuat orang yang mendengar merasakan bulu kuduknya pada bangun sendiri.

Poei Ceng Yan serta Nyioo Su Jan sekalian segera berpaling, tetapi tak nampak sesosok bayangan manusiapun kecuali kegelapan ditengah malam buta.

“Eeei….! apa yang telah terjadi?….” Bisik Liem Toa Lek lirih. “Suara itu kedengarannya sangat dekat, tetapi kok tidak kelihatan sesosoK manusia pun?”

Poei Ceng Yan tidak menjawab, sebalik nya dengan suara lantang kembali berseru.

“Kawan, kau bisa menggunakan ilmu menyampaikan suara untuk mengirim ucapan mu itu, ini menandakan kalau ilmu silatmu sangat lihay. Kenapa tidak berani munculkan diri untuk bertemu?”

“Untuk menjumpai cayhe tidak sulit, asalkan Kwan Cong Piauw tauw mau menjawab pertanyaanku.” kata orang itu lagi dengan suara menyeramkan.

Kali ini, beberapa orang itu, mendengarkan suara tersebut dengan penuh perhatian. Mereka menemukan apabila suara tadi berasal dari ujung dinding sebelah depan.

Diam diam Poei Ceng Yan menggempol napas serunya kembali.

“Kawan! kalau kau ingin menjumpai Piauw tauw kami tidak   susah.   Asalkan   kau   bisa   membereskan kami.

 Dengan sendirinya Cong Piauw tauw kami bisa munculkan diri untuk berjumpa denganmu.”

“Kalau begitu Cong Piauw tauw kalian masih berada didalam kantor cabang kota kay hong itu,” seru orang tua dengan seramnya.

Poei Ceng Yan segera tertawa dingin.

“Perduli dia berada dimana. kalau kau ingin menjumpai dirinya maka hadapi dulu aku orang she Poei!.”

“Poei Hu Cong Piauw tauw” Bentak orang itu gusar, “agaknya kau ingin sekali bergebrak melawan cayhe!”

“Kawan terlalu serius, hanya saja kecuali kau berhasil menyelesaikan aku orang she Poei, rasanya tidak susah untuk menjumpai Kwan Cong Piauw tauw ….”

Terdengar ujung baju tersampuk angin, dari ujung dinding beberapa tombak dihadapan mereka melayang turun sesosok bayangan manusia.

Orang itu dengan gerakan burung walet menutul air laksana kilau melayang datang dan berhenti dua tombak dihadapan beberapa orang itu.

Dia adalah seorang manusia berjubah panjang, bertangan kosong dan menutupi selembar wajahnya dengan kain hitam. Tidak terlihat ia menggembol senjata tajam.

Setelah orang itu munculkan diri, Nyioo Su Jan segera alihkan sinar matanya menyapu sekejap wajah orang itu lalu wajah si lelaki berbaju hitam yang membawa senjata sepasang roda bergigi, tegurnya, “Benarkah kalian berdua tidak saling mengenal?”

 “Tentu saja tidak saling mengenal” teriak orang berjubah panjang itu murka, “Buat apa aku membohongi dirimu.”

“Cayhe lihat kalian berdua sama sama menutupi wajah kalian dengan kain hitam….”

“Kau ingin mencari bukti?” tukas sang lelaki bersenjata roda bergigi sambil tertawa dingin.

“Ingin kuketahui asal usul kalian berdua!”

“Tidak susah untuk mengetahui asal usul ku, nah! Periksalah sendiri dari permainan senjataku ini!” seru lelaki tadi seraya ayunkan sepasang roda bergiginya.

Tiba tiba Liem Toa Let maju selangkah kedepan, ia segera loloskan goloknya dan di lintangkan didepan dada,

“Kawan!” tegurnya dingin. “Kalau kau ingin turun tangan, mari cayhe layani kemauanmu ini.”

“Siapa kau, apa kedudukanmu dalam perusahaan ini?”

“Cayhe Liem Toa Lek. Piauw su dari perusahaan cabang kota Kay Heng. Harap kau pun sebutkan namamu….”

“Menangkan dulu tepisan roda bergigi ini kemudian baru tanya namaku.”

Tiba tiba tangan kirinya didorong kedepan, sebuah roda bergigi segera menotok dada lawan.

Dengan jurus “Hua Hun Im Yang” atau Menggaris pisah Im dan Yang. Lem Toa Lek memutar goloknya menciptakan selapis cahaya ke-perak perakan menghantam senjata roda lawan dengan gerakan melintang.

 Gerakan orang itu sungguh cepat sekali, dengan cepat ia tarik kembali senjata roda yang ada ditangan kiri, sedang senjata roda ditangan kanan laksana  kilat dibabat keluar.

Sepasang senjata roda bergigi Jiet Cwat Siang Loen, merupakan senjata istimewa yang jarang ditemui dalam Bu Lim, senjata semacam ini paling mengutamakan mengunci dan membabat senjata lawan.

Tetapi kali ini sang lelaki tersebut tidak mau mengeluarkan keistimewaan ini untuk membabat golok Liem Toa Lek, kejadian ini benar benar berada diluar dugaannya.

Selagi otaknya diliputi keheranan, sepasang senjata lelaki itu secara beruntun telah didorong kedepan menciptakan selapis cahaya berkilauan serta desiran angin tajam.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar