Lambang Naga Panji Naga Sakti Jilid 17

SELURUH kejadian hanya berlangsung dalam sekejap mata, ketika Kwan Tiong Gak berpaling. Pouw Cing telah menyampok jatuh senjata rahasia tersebut dan masukkan kembali goloknya kedalam saku.

Terdengar dari arah sebelah timur dari antara gerombolan bunga berkumandang keluar suara yang dingin dan menyeramkan.

“Heee…. heee…. heee…. tidak kusangka Perusahaan ekspedisi Hauw Wie Piauw kiok yang tersohor dikolong langit ternyata telah menjadi pelindung halaman besar negeri, orang Kay Pang pun kini sudah menjadi kuku garuda…. sungguh memalukan”

Kwan Tiong Gak mendehem ringan. “Aku she Kwan sudah jelaskan, besok malam aku akan menanti kalian dalam perjamuan ditepi telaga Shen Yang Auw dalam hutan pohon Liaw, semisalnya kawan menaruh rasa curiga boleh kau ajukan pertanyaanmu ini dalam perjamuan esok malam, aku orang she Kwan tentu akan memberikan suatu jawaban yang memuaskan hati.”

Sebaliknya si Nsga Langit Pouw Cing berkata dengan suara dingin, “Didalam permukaan Kay Pang kami ada peraturan ketat yang membelenggu setiap anggotanya, kalau aku sipengemis cilik telah melanggar peraturan perkumpulan, hal ini tak usah kawan banyak ikut campur, kali ini aku si pengemis cilik akan membatasi pembicaraan dan tak akan mencaci maki dirimu, cuma kau harus tahu aku sipengemis cilik telah mengerti siapakah dirimu, kalau kau berani buka suara menghina Kay Pang lagi, jangan salahkan aku sipengemis cilik segera akan mengucapkan kata kata yang tidak enak didengar.”

 Pada waktu itu para pengawal istana sudah menemukan keadaan yang tidak beres, suara tambur dan gembrengan dibunyikan dari empat penjuru. Diikuti bayangan manusia berkelebat memenuhi kebun bunga tersebut, Melihat kejadian itu Kwan Tiong Gak mendehem perlahan, bisiknya lirih, “Thayjien, sekalipun tentara tentara kerajaan memenuhi kebun bunga inipun susah mengurung serta menangkap jago jago lihay tersebut, bahkan sebaliknya malah akan mengakibatkan banyak kematian sia sia diantara mereka, lebih baik thayjien perintahkan mereka cepat cepat mengundurkan diri.”

“Sedikitpun tidak salah,” Sie Si Cong mengangguk. “Pek To cepat cepat suruh mereka mengundurkan diri.”

Jen Pek To mengiakan dan segera berjalan keluar kebun, teriaknya lantang, “Thayjien sedang bercakap cakap dengan beberapa orang teman karib, mengapa kalian datang mengacau?”

Pemimpin tentara kerajaan berseru tertahan, buru buru ia putar badan berlalu, dalam sekejap saja suara gembrengan berhenti bertalu dan suasana kembali jadi sunyi senyap.

Menanti suasana disekeliling tempat itu sudah pulih kembali jadi sunyi.

Kwan Tiong Gak baru ulapkan tangannya.

“Cu wi sekalian. Sie Tok say adalah seorang pembesar budiman yang pernah kutemui sepanjang hidup….”

Ia merandek sebentar kemudian tegasnya, “Mungkin hal ini tiada hubungannya dengan kalian tapi aku maksud kedatangan kalian apakah demi peta lukisan pengangon

 kambing, sekarang peta lukisan tersebut telah berada dldalam saku aku orang she Kwan semisalnya kalian tidak urusan atau ikatan dendam dengan Sie Tok say silahkan berangkat terlebih dahulu, besok malam kentongan pertama bagi mereka yang bernyali boleh mendatangi hutan pohon liuw ditepi telaga Shen Yang Auw untuk merebut peta tersebut dari tangan aku orang she Kwan.”

Diam diam Sie Si Coag memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu, ditemuinya suasana gelap gulita sama sekali tak tertampak sesosok bayangan manusiapun.

Si Naga Langit Pouw Cing mendehem berat, ujarnya pula, “Aku sipengemis cilikpun belum lama berselang baru saling berkenalan dengan Sie Tok lay ini, tapi setelah menjumpai kejadian semacam ini tak bisa tidak aku harus turut campur pula. kalau adi diantara kalian yang mengikat permusuhan dengan Sie Tok say, biarlah aku sipengemis cilik yang melayani.”

“Perkataan dari aku orang she Kwan sudah diutarakan sangat jelas, Cuwie boleh berlalu.”

Begitu ucapan tersebut selesai diutarakan tampak bayangan manusia berkelebat lewat ,empat, lima sosok bayangan bagaikan kilat-telah meluncur keluar dari halaman tersebut.

Bersamaan dengan berlalunya orang-orang itu, Kwan Tiong Gak meloncat naik keatas pagoda hangat, setelah diamati beberapa waktu ia melayang turun kembali keatas tanah, katanya, “Thayjien silahkan kembali kedalam ruangan, mereka semua telah berlalu.”

Sie Si Cong tertawa dan menganggak.

 “Malam ini boleh dihitung aku sudah mendapat banyak pengetahuan baru, sungguh mengagumkan, sungguh mengagumkan”

Jen Pek To pun buru-buru manjura, “Terima kasih atas bantuan Kwan heng apabila tak ada Kwan-heng, mungkin malam Ini cayhe akan kelabakan dan tak sanggup melayani mereka itu.”

“Tujuan mereka hanya terletak pada peta itu aku yang simpan mereka tak akan mendatangi istana Tok say untuk bikin onar lagi besok malam cayhe akan keluarkan semua kekuatan yang kupunyai untuk bikin urusan, ini jadi terang kembali. Terima kembali. Terima kasih atas hidangan arak dan sayur pada malam ini! Waktu sudah tidak pagi Thayjien pun harus segera pergi beristirahat”.

“Aaaai…., aku serahkan peta pengangon kambing kepadamu, hal ini bukan bermaksud agar kau menghadapi bahaya….”

” Soal ini siauw heng paham.” tukas Kwan Tiong Gak dengan cepat.

Mendadak si Naga Langit tersenyum.

“Kwan Cong Piauw-tauw, aku sipengemis cilik tidak paham, kau ingin menggunakan cara apa untuk membereskan pertikaian pengangon ksmbing ini? Kalau kau ingin andalkan ilmu silat untuk memberebutnya aku si pengemis cilik akan ambil satu bagian.”

“Kalau kau ada bergembiraan, dengan senang hati aku persilahkan kau ikut hadir dalam pertemuan dibawah pohon Liauw besok malam.” jawab Kwan Tiong Gak sambil tertawa.

“Terima kasih atas undanganmu, sampai waktunya aku sipengemis cilik pasti akan hadir”

 Selesai berkata segera meloncat keatas wuwungan rumah, dalam tutulan ujung kaki nya sekali lagi ia meluncur kedepan dan akhirnya lenyap ditengah kegelapan.

Kali ini Sie Si Cong dapat melihat kejadian itu dengan sangat jelas, dalam hati ia merasa sangat kagum.

“Gerakannya ini mirip meloncat, boleh dikata bagaikan terbang saja….”

“Ia bernama si Naga Langit Pouw Cing”. ujar orang she Kwan memberi keterangan. “Ilmu meringankan tubuh adalah kepandaian gadaiannya.”

“Ooooo ….begitu,” sinar matanya menyapu sekejap sekeliling tempat itu. “Apakah masih ada orang?”

“Siauw-heng sudah periksa, mereka semua telah berlalu”,

“Silahkan Kwan heng duduk kembali didalam ruangan, aku ada urusan ingin minta petunjukmu.” kata Sie Si Ceng sambil putar badan berjalan masuk kedalam pagoda hangat.

Kwan Tiong Gak, Jen Pek To dengan seiring mengikuti dari belakangnya.

Setelah ambil tempat daduk, Si Sie Cong berkata, “Kwan heng, walaupun penjagaan di-dalam istana kami bukan termasuk burung binatang susah berlalu, tapi boleh dihitung sangat ketat dan rapat terutama sekali dalam beberapa hal Ini Pek To sudah menambah banyak jago diantaranya. tapi kenapa mereka bisa menyeludup masuk kedalam kebun tanpa diketahui oleh pihak penjaga? Bila ku-tinjau dari keadaan tersebut bukan saja mereka bisa pergi datang sesuka hati bahkan sama sekali tidak dipandangnya sebagai suatu halangan.”

 “Hal ini kesemuanya karena ketidak becusan hamba,” buru buru Jen Pek To menjura.

“Pek To, bukannya aku sedang membicarakan soal dirimu, aku hanya ingin minta petunjuk dari Kwan heng bagaimanakah caranya mengatasi kesulitan ini?”

Kwan Tiong Gak termenung berpikir sebentar, lalu ujarnya ;

“Para jago yang datang pada malam ini rata rata bukan manusia sembarangan, mereka adalah jago kelas wahid didalam dunia persilatan, pertama karena cuaca sangat gelap dan kedua mereka sudah mengadakan persiapan tentu saja susah untuk menemukan jejak mereka. Perduli ilmu meringankan tubuh seseorang berhasil dilatih sampai mencapai taraf yang bagaimanapun mereka tetap akan neninggalkan jejak untuk bisa berhati-pati sedikit dan sekali lagi mengatur penjagaan disekitar istana, rasanya tidak susah untuk mengawasi semua keadaan.”

Mendadak Sie Si Cong tersenyum.

“Kwan heng apa maksudmu mengundang mereka untuk berjumpa ditepi telaga Shen Yang Auw?”  tanyanya.

“Aku ingin memberi penjelasan yang seterang terangnya bagaimana watak Tok say Thayjien, aku berharap mereka bisa memandang di atas wajahmu untuk sementara melepaskan peta pengangon kambing ini cuma Saja tindakanku ini bukan suatu cara yang bagus untuk suatu waktu yang lama, karena itu aku pun berharap Thayjien serta besan-mu bisa cepat mendapatkan suatu cara untuk menyelesaikan masalah peta ini. Tetap mempertahankan peta tersebut akhirnya hanya mendatangkan bencana.”

 “Soal ini aku bisa manberi penjelasan kepadanya, dua tiga hari kemudian pasti akan memberi suatu jawaban kepadamu, justeru yang kukatakan adalah bilamana besok malam mereka tak mau melepaskan dirimu dan mencari gara-gara dengan kalian.”

“Tentang soal ini thayjien boleh berlega hati, kalau aku orang she Kwan tidak punya kepercayaan tak akan berani kuambil keputusan ini.” kata Kwan Tiong Gak sambil tertawa.

“Entah bolehkah cayhe ikut pergi?” Thayjien.

“kau tak boleh menempuh bahaya.” seru orang she Kwan dengan hati terperanjat. “Bagaimanakah perubahan situasi besok malam cayhe belum bisa membayangkan, kalau Thayjien sampai ikut campur dalam urusan ini bukan saja urusan akan susah diselesaikan, cayhe pun belum tentu bisa melindungi keselamatan thayjien.”

Sie Si Cong tersenyum.

“Tujuan mereka terletak pada peta pengangon kambing itu dan aku sudah serahkan peta rahasia tersebut kepadamu aku rasa mereka tidak seharusnya mencari gara gara lagi dengan diriku.”

“Dalam dunia persilatan banyak gerombolan gerombolan manusia yang tidak tahu diri bahkan banyak diantara mereka yang bekerja dengan menggunakan cara keji apapun, kalau thayjien ikut menghadiri pertemuan itu mungkin sebaliknya malah akan merepotkan aku orang she Kwan saja.”

Sie Si Cong kembali tersenyum, ia tidak mendesak lebih lanjut sebaliknya segera alihkan bahan pembicaraan kesoal yang lain.

 “Kwan heng, malam semakin kelam, apakah Kwan heng ada maksud menginap semalam disini.”

“Tidak perlu, didalam kantor masih ada orang menantikan kedatanganku apa lagi urusan sangat mendesak aku harus pulang untuk mempersiapkan diri, Siauw heng harus mohon diri.”

“Pun-say belum lelah, bagaimana kalau aku menghantar dirimu?”

Buru buru Kwan Tiong Gak menjura. “Jangan….jangan….budi kebaikan thayjien biarlah

siauw heng terima dalam hati saja.”

“Baiklah, lebih baik aku mengikuti saja permintaanku. Pek To coba kau wakili saja dia aku mangantar diri Kwan heng.”

“Thayjien pun seharusnya beristirahat,” kata Jen Pek To. Setelah menjura kedua orang itupun segara mengundurkan diri dari dalam ruangan.

Setelah keluar dari pintu istana, Kwan Tiong Gak silangkan tangan mencegah Jen Pek To menghantar lebih jauh.

“Kau tak usah menghantar lagi.”

“Siauwte merasa menyesal dan minta maaf karena sudah menunda waktu pemberangkatan Kwan heng pulang kampung.”

Kwan Tiong Gak tertawa getir. “Sebelum menjumpai Sie Tok say Siauwte sama sekali tidak pernah menyangka kalau pembesar negeri yang memegang kekuasaan empat keresidenan besar sebetulnya adalah seorang peramah yang suka berkenalan dengan rakyat jelata”

 “Aaaai. …. .! Kwan heng, kalau Sie Tok say bukan seorang pembesar baik yang cinta negara cinta rakyat, bagaimana siauwte sudi berdiam dalam istana Jendral sampai beberapa tahun lamanya.”

“Sie Thayjien benar merupakan seorang pembesar budiman yang sukar ditemui, siauwte telah melanggar pantangan dengan munculkan diri membebaskan kesulitannya kali ini. Tapi Kau harus tahu tindakan siauwte ini sama sekali tidak bertujuan hendak merebut nama maupun kedudukan, setelah kembali ke ibu kota nanti aku akan membubarkan perusahaan Hauw Wie Piauw kiok, urusan disini setelah selesai pun siauwte segera akan berangkat pulang, perduli Sie thayjien akan mencegah dengan cara apapun siauwte sudah bulatkan tekad yang tak akan berdiam lebih lama lagi, daripada aku berlalu tanpa pamit lebih baik Jen-heng suka memberi penjelasan sebaik baiknya.”

“Soal ini Kwan-heng boleh lega hati, sebenarnya urusan ini tidak seharusnya dipikul Kwan-heng. Pertama, karena urusan terlalu mendesak dan siauwte tahu aku tidak sanggup. Kedua, agaknya Tok say thayjien merasa berjodoh dengan Kwan heng, kau adalah seorang Bu lim Hoohan dan dia adalah seorang pembesar setia yang memikirkan nasib negara serta bangsa, inilah mungkin yang mengakibatkan antara enghiong timbul hubungan intim….”

“Aku orang she Kwan hanya merupakan manusia kasar, mana boleh dibandingkan dengan Tok say thayjien,” tukas Kwan Tiong Gak cepat cepat.

“Perduli apa yang kau pikirkan tapi dalam kenyataan memang begini, siauwte sudah banyak tahun mengikuti disisi Tok say. ataupun ia bersikap ramah terhadap siapa pun   tapi   belum   pernah   membasahi   orang   dengan

 sebutan saudara, terhadap kau Kwan heng boleh dikata baru untuk pertama kalinya.”

“Aku paham. Agaknya Tok-say thayjien menaruh rasa sayang yang luar biasa terhadap aku orang she Kwan.”

“Soal ini adalah urusan diantara kalian sendiri, sedang mengenai maksud Kwan heng hendak kembali ke utara setelah menyelesaikan urusan disini, siauwte berani menanggung tak akan mencari kerepotan lagi dengan  diri Kwan heng. setelah urusan pokok beres, urusan selanjutnya akan siauwte tanggung sendiri.”

“Bagus kita putuskan dengan sepatah kata ini, sebelumnya aku orang she Kwan mengucapkan banyak terima kasih.”

Seraya berkata ia menjura lalu putar badan dan berlalu.

Buru buru Jen Pek To balas menjura,

“Kwan beng selamat jalan, kalau membutuhkan tenaga siauwte kirimkanlah orang untuk mengabari diriku.”

“Aku rasa tidak perlu merepotkan diri Jen heng lagi “ Sembari berkata ia tidak menghentikan langkahnya.

Cong piauw tauw dari perusahaan Hauw Wie Piauw kiok ini langsung kembali kekantornya.

Pui Cong Yan, Liem Toa Lek serta Nyioo Su Jan masih menanti kedatangannya di ruang tengah.

Kwan Tiong Gak langsung berjalan masuk kedalam ruangan. Melihat munculnya sang Cong Piauw-tauw segera serunya ;

 “Toako, Giok Liong sekalian sudah mempersiapkan kereta, menanti Toako telah datang, kita segera berangkat.”

Tapi dengan cepat Kwan Tiong Gak ulapkan tangannya.

“Suruh mereka turunkan pelan pelan itu malam ini kita tidak jadi berangkat.”

“Toako sudah berubah pikiran?”

Kwan Tiang Gak tertawa getir. lambat lambat ia berjalan kesisi tungku api dan duduk.

“Sie Tok say adalah seorang pembesar budiman.” katanya. “Susah buat kita untuk berjumpa dengan pembesar budiman semacam dia, setelah Siauw heng bicarakan beberapa saat dengan dirinya, tak tahan aku terpaksa, ikut campur dalam urusannya.”

“Ikut urusan apa?”

“Urusan peta rahasia pengangon kambing Sie ToKsay telah menyerahkan peta rahasia, tersebut kepada siau heng dan aku telah mengadakan perjanjian dengan para jago, besok malam akan membuka perjamuan di tepi telaga She Yang Auw hutan pohon Liauw untuk menyelesaikan persoalan ini.”

“Cong Piauw tauw, bukankah dia ini mencari repot buat diri sendiri?” tanya Nyioo Su Jan.

Air muka Kwan Tiang Gak berubah jadi amat serius. “Manusia, kadang kadang lebih baik mencari sedikit

hal yang merepotkan.”

Sinar matanya dialihkan keatas wajah Lim Toa Lek dan sambungnya lebih lanjut, “Toa Lek, hal ini harus merepotkan diri mu.”

 “Hamba menanti perintah.” dengan cepat Lim Toa Lek berseru.

“Besok pagi adalah tanggal satu tahun baru, semua rumah makan pada tutup dan beristirahat, mempersiapkan sayur serta arak bukan Suatu urusan yang gampang, aku rasa pihak koki harus bekerja lembur.”

“Ooobw… urusan itu gampang sekali.”

“Baik! Aku telah berjanji akan berjumpa dengan mereka pada kentongan pertama, karena itu sebelum kentongan pertama, kau harus mempersiapkan empat meja perjamuan yang diatur didalam hutan pohon Liauw tepi telaga Shen Yang Auw.”

“Harap Cong Piauw tauw berlega hati, hamba tak akan salah bekerja.”

“Toa to!” tiba tiba Poei Ceng Yan berseru.

“Siapa saja yang kau undang dalam perjamuan besok malam??”

Kwan Tiong Gak termenung sebentar, kemudian jawabnya, ” Kemarin malam mereka menyelundup masuk kedalam istana Tok Say, siapakah orang orang itu siauw heng tidak berhasil menemui nya dengan jelas, tapi dapat kuketahui ke Giok Lang tidah termasuk diantaranya. yang jelas orang orang itu terdiri dari jago jago lihay Bu Lim.”

“Apakah Toako bermaksud menghadiri pertemuan itu seorang diri?”

“Kali ini aku hendak minta bantuan kalian. Su Jan, Toa Hauw. Giok Long sekalian semua ikut….”

Ia merandek sejenak lalu terusnya ;

 “Sekarang kita harus beristirahat semua, Besok sore kita akan mengatur rencana.”

Semalam lewat dengan cepatnya, ketika sore harinva telah menjelang datang Kwan Tiong Gak pun mulai mengatur tugas untuk masing masing anak buahnya

Ketika malam hari kembali menjelang para jago jago secara beriring bersama sama berangkat kedalam hutan pohon Liuw ditepi telaga She Yan Auw.

Sejak tadi Liem Toa Lek sudah menanti didalam hutan, ditepi telaga Shen Yang Auw yang sunyi terdapatlah empat meja perjamuan yang sudah diatur sangat rapih.

Walaupun malam ini adalah suatu malam yang bersih dan terang, tapi hawa dingin sangat menusuk badan, bintang bertaburan di angkasa menambah sunyinya suasana.

Perlahan lahan Kwan Tiong Gak tarik napas panjang panjang.

“Sekarang sudah jam berapa?”

“Hampir kentongan pertama,” sahut Liem Toa Lek cepat.

“Coba pasanglah lentera dan perintahkan para koki untuk mempersiapkan sayur dan hidangkan diatas meja perjamuan.”

“Semuanya telah siap. tak akan kacaukan urusan.”

Bicara sampai disitu orang she Liem ini lantas berpaling pada dua orang pembantunya

“Pasang lampu dan naikkan lentera.”

 Cahaya api nampak berkilat, sebentar saja delapan buah lentera sudah digantungkan diempat penjuru diujung pohon liuw api tungku berkobar kobar, dua orang koki-memasang wajan dan mulai melakukan kerjanya.

Seketika bau harum tersebar menusuk hidung membuat napsu bersantap menyerang dihati setiap orang.

dengan membawa enam orang, dua orang koki dan empat orang pembantu yang cakap untuk membereskan semua urusan.

Walaupun jumlah orang sangat sedikit tapi setiap orang cakap dan pandai bekerja, dalam sekejap mata lampu sudah dipasang dan mangkuk serta sumpit sudah dihidangkan diatas meja.

Kwan Tiong Gak dengan memakai seperangkat pakaian ketat berwarna Hitam dengan jubah terbuat dari kulit macan berdiri disebelah Timur menantikan kehadiran tetamunya Poei Ceng Yan serta Nyioo Su Jan berdiri berjajar dibelakangnya.

Sedangkan Thio Toa Hauw, Lie Giok Liong serta Lie Can masing masing membawa dua orang pembantu berjaga disudut sudut yang berbeda.

Belum lama sayur dan arak dihidangkan mendadak terdengar suara gelak tertawa seseorang berkumandang datang.

“Kwan heng, kau sungguh pandai, melakukan sesuatu yang aneh dan menarik. ditengah hawa dingin yang menusuk badan ternyata kau hendak menjamu tetamu didalam hutan pohon Liuw diatas permukaan salju yang dingin menusuk badan ini Siauwte sudah menjelajahi hampir  tiga  belas  keresidenan  di  daerah  Selatan  tapi

 baru saja pertama kali ini menghadiri perjamuan macam begini.”

Sembari berkata muncullah seorang pemuda, dia bukan lain adalah si Hoa Hoa Kong cu, Ke Giok Lang.

Dia, tetap memakai jubah biru dengan topi model siangkong, tangannya mencekal sebuah kipas dan berjalan mendekat dengan langkah tenang.

Sebelum sempat Kwan Tiong Gak buka suara, Nyioo Su Jin telah buru buru menyambut, ujarnya sembari menjura, “Nyioo Su Jan mewakili Cong Piauw-tauw menyambut kedatangan tetamu terhormat, silahkan Ke Kongcu ambil tempat duduk.”

Dengan pandangan dingin Ke Giok Lang memandang sekejap kearah Nyioo Su Jan, lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun ambil tempat duduk dan tak bergerak lagi.

Mengikuti dari belakang Ke Giok Lang meluncur datang segulung angin angin berbau harum, seorang dara berpakaian ketat warna hijau dengan celana berwarna hijau ikat kepala warna hijau serta menyoreng sebilah pedang laksana kilat melewati Nyioo Su Jan dan duduk tepat dihadapan Ke Giok Long.

Dibawah sorotan sinar lentera, dapat dilihat dara berbaju hijau itu mempunyai paras muka yang sangat cantik dengan sepasang mata yang jeli serta bibir yang kecil mungil.

Agaknya Ke Giok Long merasa tidak puas atas tindakan Kwan Tiong Gak yang tidak menyambut sendiri kehadirannya, tanpa memperdulikan diri orang she Kwan lagi ujarnya kepada dara berbaju hijau itu, “Sejak dulu pertemuan   tidak   bakal   ada   pertemuan   ysng   baik,

 biasanya perjamuan selalu diadakan diatas loteng yang indah atau ruangan yang megah. Lain halnya dengan perjamuan yang diadakan malam ini ditengah hutan yang dingin dan terpencil, kalau ditinjau keadaan sekitar sini seharusnya perjamuan ini disebut sebagai perjamuan Pah Ong!”

“Ke Kongcu,” timbrung Nyioo Su Jen lambat lambat, “perjamuan yang di adakan Cong Piauw tiauw di malam ini disebut perjamuan Ciang Thaykong memancing ikan, siapa yang mau hadir sama halnya kena terpancing . .”

“Hm, sudah lama kudengar orang orang perusahaan Hauw Piauw kiok pandai berbicara ternyata ucapan ini sedikitpun tak salah.” jengek Ke Giok Lang sambil tertawa,

“Ke Kongcu terlalu memuji, padahal dalam kenyataan kalau di bicarakan siapa yang pandai bicara aku orang she Nyioo masih tertinggal apabila dibandingkan dengan diri Ke Kongcu.”

Sreeet….! Ke Ciok Lang membentangkan kipasnya dan mulai menggoyangkan benda tersebut kendati berada ditengah cuaca yang sangat dingin, katanya sambil tertawa

“Aku orang she Ke memang suka banyak bicara, tak aneh kalau kau pun sukar menutup mulut. Tapi disini terdapat pula seorang gadis perawan, istilahmu memancing ikan, benar benar terlalu menghina dirinya, kau sepatutnya memperoleh tamparan keras.”

Baru saja ia menyelesaikan kata-katanya mendadak gadis berbaju hijau itu meloncat bangun dan laksana kilat mengirim sebuah serangan,

 Nyioo Su Jan tidak menyangka kalau dara berbaju hijau itu bisa melancarkan serangan mendadak bahkan serangannya tepat dan cepat, untuk menyingkir tak sempat lagi, tidak ampun pipi kirinya kena ditampar satu kali, saking kerasnya bukan saja wajah jadi merah membengkak bahkan tertera pula bekas lima telapak.

Sewaktu turun tangan gerakan yang dilakukan dara berbaju hijau itu sangat cepat-waktu menarik kembali tangannya pun luar biasa cepatnya tidak menanti Nyioo Su Jao melancarkan serangan balasan ia sudah mundur kembali ketempatnya semula.

Nyioo Su Jan mundur dua langkah sambil memegangi pipi kirinya dan berdiri termangu mangu disana, bukan saja ia dibuat terperanjat atas kecepatan gerak dara berbaju hijau itu bahkan Iapun merasa bingung apa yang harus dilakukan pada saat ini.

Terdengar Ke Giok Lang tertawa terkgelak.

” Hahahaha…. sungguh tepat sekali tamparan ini! Tidak terlalu perlahanpun tidak terlalu berat, bukan saja telah menghukum mulutnya yang dipentang seenak sendiri bahkan tidak sampai melukai perasaan, lebih laik cepat cepatlah kau mencari kesempatan untuk mengundurkan diri!”

Jelas dua patah perkataan terakhir sengaja ditujukan kepada diri Nyioo Su Jan.

Nyioo Su Jan adalah seorang jago yang banyak pengalaman dan terlatih, ia tahu apabila di sebabkan dirinya kena di tampar dan mencari gara gara dalam keadaan seperti ini perjamuan yang di selenggarakan oleh Cong Piauw tauw pasti akan mengalami kekacauan oleh sebab itu tetap bersabar diri.

 Pada saat itulah dengan langkah lebar Pui Ceng Yan berjalan mendekat serunya, “Su Jan, tak perlu kita ribut dalam Keadaan seperti ini. Legi pula seorang lelaki sejati tidak usah banyak mencari urusan dengan kaum wanita. Kau mundurlah untuk beristirahat, biarlah aku yang melayani Ke-Kongcu serta nona ini.”

Nyioo Su Jan menghela napas, perlahan lahan ia mengundurkan diri kebelakang.

Setelah orang she Nyioo mengundurkan diri, Pui Ceng Yan baru alihkan sinar matanya kearah dara berbaju hijau itu ujarnya dingin, “Gerakan nona sewaktu turun tangan sungguh cepat sekali, aku orang she Pui merasa kagum….”

“Saudara ini adalah Hu Cong Piuw tauw dari perusahaan ekspedisi Hauw Wie Piauw kok,” tukas Ke Giok Lang memperkenalkan. “Orang orang menyebut dirinya sebagai si “Thiat Ciang Kiem Huan” atau telapak besi berselang emas, ilmu telapak Thiat Sang Ciang nya telah berhasil dilatih hingga mencapai tarap menghancur lumatkan batu nisan.”

“Ooouw…. Ke Kongcn terlalu memuji kepandaian cakar ayam dari cayhe, hal ini membuat siauwte merasa amat malu.”

Ke Giok Long tersenyum, perlahan-lahan Ia berpaling dan ujarnya, “Poci Ao Cong Piauw tauw, kenalkah kau dengan nona ini?”

“Aku orang sha Poei jarang sekali berkenalan dengan kaum wanita, maaf aku tidak mengenalnya.”

“Tidak mengenalnya memang sangat tepat sekali dalam penggunaan katamu, sekali-pun kau tidak kenal

 siapakah nona ini, toh kau kenal bukan dengan ayahnya si Pancingan sakti Hoo Tong??”

“Jadi dia adalah Hoo Lian Hoa, nona Hoo?” seru Poci Ceng Yan tertegun, “Sedikitpun tidak salah, dia bukan lain adalah nona Hoa. Hoo Lian Hoa yang dicari kesana kemari oleh Tui Hong Hiap atau pendekar pengejar angin Cing Lok San!”

“Maaf, maaf…. cayhe pernah berjumpa satu kali dengan ayahmu.” kata orang she Poei lagi seraya menjura.

Hoo Lin Hoa tertawa hambar.

“Kawan ayahku sangat banyak, orang yang pernah berjumpa sekali dengan beliau sudah tak bisa dihitung lagi dengan jari.”

Ketenggor batunya Poei Ceng Yan terpaksa mendehem perlahan.

“Si pendekar pengejar angin Cing Jieya pernah berjumpa dengan diriku beberapa hari berselang.” katanya perlahan. “Dengan menempuh hujan salju ia melakukan perjalanan kesana kemari untuk mencari kabar berita dari nona, entah dia sudah menjumpai diri nona belum?”

“Paman Cing Jie siok sudah kujumpui.”

“Apakah nona tidak pulang bersama sama dirinya?” “Soal ini adalah urusan kami pribadi, tak usah orang

ikut merasa khawatir.” tegur Hoo Lian Hoa dengan alis berkerut.

Mendengar jawaban yang hambar Pui Ceng Yan tertawa pahit.

 “Nona, ayahmu si pancingan sakti Hoo Tong Adalah seorang jago yang tersohor dikolong langit. ….”

“Ayahku punya nama besar didalam kolong langit atau tidak, apa sangkut pautnya dengan dirimu?” tukas dara she Hoo itu dingin.

“Aku sangat mengagumi ayahmu.”

“Kau sangat kagum dengan ayahku, pergilah mencari ayahku, apa sangkut pautnya dengan diriku?”

Diam diam Tui Ceng Yan salurkan hawa murninya melakukan persiapan, kemudian ambil menghela napas panjang katanya, “Cayhe ikut merasa sedih dan menyesal atas perbuatan diri nona….”

“Apa yang perlu kau sesali? apa yang perlu kau sedihkan??”

“Aku merasa menyesal karena nona tidak tahu diri dan tidak bisa membedakan mana orang baik mana orang jahat. Didalam dunia persilatan Ke Kongcu mempunyai sebuah sebutan entah tahukah nona akan hal ini?”

“Bukankah Hoa Hoa Kongcu?”

“Sedikitpun tidak salah, setelah kau tahu siapakah dirinya, kenapa kau masih hantarkan diri kemulut macan?”

Mendengar perkataan itu Hoo Lian Hoa jadi amat gusar.

“Kurang ajar, kau orang melihat Sam-kok mengucurkan air mata, merasa risau bagi orang orang kuno….”

“Sekalipun nona tidak mau mendengarkan cayhe pun akan selesaikan perkataanku, hal Inipun merupakan hal yang  membuat  cayhe  mewakili  ayahmu  merasa sedih,

 terang terang kau nona tahu bahwa dirimu sedang mengantarkan diri kemulut mscan, kenapa kau justru memilih jalan tersebut? Bukankah perbuatanmu ini akan menghancurkan nama baik ayahmu?….”

Ke Giok Lang yang selama ini tidak banyak bicara mendadak menukas, “Pui Hui Cong Piauw tauw, apakah kau masih belum merasa puas? Seseorang kadang kala harus mengetahui batas batas diri dalam pembicaraan.”

Selagi Pui Ceng Yan siap beradu bicara mendadak tampak dua orang berjalan datang mendekati meja perjamuan tersebut.

Orang pertama adalah seorang lelaki berbaju hitam yang berusia empat puluh tahunan, ditangannya menyekal sebuah bantalan berbentuk panjang.

Orang kedua adalah seorang pengemis dengan pakaian compang camping serta rambut awut awutan, dia adalah si Naga Langit Pouw Cing.

Lelaki berbaju hitam itu memandang sekejap kearah Kwan Tiong Gak lalu mencari tempat duduk sendiri.

Ssdangkan si Naga Langit Pouw Cing menyapu sekejap keempat penjuru lalu serunya, “Sungguh aneh sekali, kenapa yang datang tidak banyak?”

Puei Ceng Yan segera maju menghampirinya. “Dari pihak Kay Pang apakah hanya kau seorang?”

“Urusan ini tiada sangkut pautnya dengan pihak Kay Pang urusan ini adalah urusan aku orang she Pouw pribadi.”

“Kalau begitu silahkan duduk.”

“Selamanya aku sipengemis cilik tak perlu orang menyapa, Poei Hu Cong Piauw tauw pun tak usah repot

 repot terhadap diriku” Karena sipengemis sudah berkata demikian Poei Ceng Yan pun segera putar badan menjura kearah lelaki berbaju hitam itu.

“Kawan, dapatkah kau sebutkan siapakah namamu″ “Kau sedang bertanya kepada diri cayhe?” tanya lelaki

berbaju hitam itu sambil meletakkan buntalannya. “Sedikitpun tidak salah!”

“Cayhe she Kouw, soalnya namaku kurang enak didengar maka lebih baik tak usah kukatakan saja.”

Sebelum Poei Ceng Yan sempat mengucapkan sesuatu, seorang kakek tua berbaju serba merah secara diam diam tanpa menimbulkan sedikit suarapun sambil duduk disebuah kursi.

Orang itu memakai pakaian yang sangat istimewa seluruh tubuhnya memakai baju berwarna darah, dia bukan lain adalah sidewa api Ban Cauw adanya.

“Ooouw….! saudarapun ikut hadir?” tegur Poci Ceng Yan segera.

“Kalau bukan dikarenakan peta pengangon kambing serta perusahaan Hauw Wie Piauw kiok yang mengundang, belum tentu bisa mengundang loohu hadir ditempat ini.”

Jawaban dari Ban Cau amat dingin sekali. Poei Ceng Yan tetawa hambar.

“Jago lihay yang ikut hadir pada malam ini sangst banyak sekali lebih baik Ban heng jangan terlalu tinggi menaruh harapan.”

 Ban Cau mandengus dingin, sinar mata nya berputar tiada hentinya disekeliling tempat itu, entah apa yang sedang ia cari.

Pada saat itu, diatas empat buah meja tamu, kecuali diduduki Giok Lang aerta Go Lian Hoa dalam sate meja, disisinya Si Dewa Api Ban Cau, si naga langit Pouw Cing serta lelaki she Kouw itu masing masing menempati sebuah meja tersendiri, dengan demikian empat meja perjamuan ditempati oleh lima orang.

Orang she Ouw itu walaupun belum lama datang, tetapi ia paling tidak sabaran, sambil tertawa dingin mendadak serunya, “Siapakah yaag menjadi tuan rumah dalam pertemuan kali ini?”

Kwan Tiong Gak yang selama ini berdiri Menonton disamping segera menjawab lantang, “Cayhe adanya, entah saudara ada petunjuk apa?”

“Kau orangkah yang bernama Kwan Tiong Gak. Cong Piauw tauw dari perusahaan Hauw Wie Piauw kiok?”

” Sedikitpun tidak salah, entah siapakah nama saudara?”

“Tadi sudah siauwte katakan bahwa namaku sangat tidak enak didengar, kalau Cong Piauw tauw ingin bertanya juga, terpaksa siauwte harus mengutarakannya keluar….,….”

Setelah mendehem berat terusnya, “Siauwte bernama Kouw Put Cian.” (Put Cian artinya tidak lengkap).

“Oooooow…., kiranya si “Koei So Si Hun” atau si tangan setan pencabut nyawa Kouw Put Cian.” seru Kwan Tiong Gak sambil tertawa hambar.

Kouw Put Cian segera tersenyum.

 “Tadi sudah siauwte katakan kalau nama serta sehutanku sangat tidak enak didengar, tapi kau Kwan Ciong Piauw tauw ingin tahu juga, terpaksa cayhe utarakan keluar….”

“Tidak mengapa, tidak mengapa, aku orang she Kwan paling tidak pantang terhadapi sebutan apapun juga.”

“Aku dengar orang berkata, pertemuan didalam hutan pohon liaw ini akan diselengarakan pada kentongan pertama?”

“Sedikitpun tidak salah “ “Sekarang sudah jam berapa?”

“Hampir mendekati kentongan kedua!”

“Kwan Cong Piauw tauw mengundang kami datang ke hutan sesunyi ini apakah hanya untuk bersantap belaka?”

“Tentu saja ada urusin lain!”

“Baik! waktunya sudah tiba. Kwan Cong Piauw tauwpun boleh segera berbicara!”

Perlahan lahan Kwan Tiong Gak mengangguk.

“Kita sudah menunggu sangat lama, kawan kawan yang tak bisa salahkan kami tidak menepati janji….”

Dari dalam sakunya ia mengambil keluar pengangon kambing itu dan dengan langkah lebar berjalan kehadapan Kouw Put Cian, sambil berhenti katanya lebih lanjut, “Ditengah malam sedingin ini cuwi berdatangan kemari, aku rasa semuanya tentu dikarenakan peta pengangon kambing ini,….”

 “Sedikitpun tidak salah” tukas Kouw Put Cian. “Entah Kwan heng siap hendak menyelesaikan masalah peta pengangon kambing ini dengan cara bagaimana?”

“Peta lukisan ini….”

Terdengar suara langkah manusia berkumandang datang memotong perkataan Kwan Tiong Gak yang belum selesai diucapkan.

Ketika semua orang berpalirg, terlihatlah dua orang toosu dengan seorang paderi telah berjalan datang dengan langkah lebar.

Walaupun kedua orang toosu itu sama memakai baju berwarna hijau, tapi orang yang berada disebelah kiri sudah berusia empat puluh tahunan sedang yang berada disebelah kanan baru berusia dua puluh tahunan dipunggung masing-masing tersoreng sebilah pedang.

Sedangkan paderi tersebut memakai jubah hweesio berwarna abu abu, usianya diantara tiga puluh tiga, tiga puluh empat dengan badan yang putih bersih, kelihatannya sangat halus dan terpelajar. Ia bertangan kosong tidak membawa senjata tajam apapun.

Ke Giok Lang, Kouw Put Cian, Ban Cau, Pouw Cing serta Kwan Tiong Gak sekalian mengalihkan sinar matanya keatas wajah sang paderi serta kedua orang toosu itu.

Pada saat beberapa orang itu sedang memperhatikan kehadiran sang paderi serta dua orang toosu itu, seorang pemuda berbaju warna biru dengan kepala tertunduk diam-diam berjalan kesisi meja Pouw Cing dan duduk disana tanpa menimbulkan suara sedikitpun.

Gerakan lincah dan ringan apabila perhatian semua orang  dicurahkan  atas  hadirnya  beberapa  orang   lain,

 maka tidak seorangpun yang memperhatikan munculnya pemuda ini.

Pada saat itulah terdengar Kie Giok Lang tertawa hambar.

“Selamat berjumpa, selamat berjumpa, tidak disangka Han Im Toosiang yang memiliki nama tersohor juga ikut hadir kemari.”

Toosu berusia setengah baya itu berpaling sekejap kearah Ke Giok Leng lalu sapanya, “Ke Kongcu, selamat berjumpa.”

“Kolong langit sangat luas, tidak disangka bisa bertemu muka disini.”

Ham In Toojien tidak berbicara lagi, dengan membawa toosu muda itu mereka ambil tempat duduk semeja dengan Ban Cau.

Kedua orang itu duduk dengan sejajar, hal ini menunjukkan kalau bukan guru dan murid.

Sebaliknya si paderi berbaju abu abu itu putar matanya dan langsung berjalan kesisi Kouw Put Cian untuk duduk semeja dengan dirinya.

Orang ini memiliki wajah yang kaku, mukanya hamkar sama sekali tidak terlintas senyuman maupun rasa gusar, sekalipun orang lain mengejek dan menyindir dirinya setelah melihat air muka yang putih itu kebanyakan akan membungkam sendiri.

Agaknya Poei Ceng Yan serta Nyioo Su Jan sama ingin menghampiri tetamu itu, tapi dapat di cegah oleh Kwan Tiong Gak.

Kursi dimana paderi berbaju abu-aba duduk terpaut sangat dekat dengan Kouw Put Cian, hal ini membuat

 orang she Kouw itu mau tak mau harus mempertinggi kewaspadaannya, sepasang mata tiada hentinya memperhatikan gerak gerik paderi itu,

Pada saat itulah kembali Kwan Tiong Gak mengalihkan sinar matanya keempat penjuru, mendadak ia tertawa tergelak dan serunya, “Mungkin masih ada kawan yang belum datang, tapi waktu sudah lewat aku orang she Kwan pun tak akan menanti lagi”

Perlahan lahan dia meletaksn peta pengangon kambing itu keatas meja kemudian sambungnya, “Aku orang she Kwan mencari sesuap nasi dengan bekerja sebagai pengawal barang tetamu keluar uang kami tiada alasan harus jual nyawa buat orang.”

“Tapi bukankah barang kawalan itu sudah tiba ditempat tujuan kota Kay Hong” tukas Kee Giok Lang tiba tiba. “Sepanjang perjalanan, kawan-kawan Bu lim yang melakukan pengejaran sama sekali tidak turun tangan, hal ini sudah memberi muka buat kalian perusahaan Hauw Wie Piauw kiok untuk tancap kaki, tidak disangka kau Kwan Tiong Piauw tauw terlalu banyak urusan, setelah cuci tangan tidak mau pulang kedesa sebaliknya malah melibatkan diri kedalam urusan ini.”

“Pada mulanya, sewaktu perusahaan Hauw  Wie Piauw kiok kami menerima tawaran ini, kami benar benar tidak tahu kalau di antara barang kawalan tersebut terdapat pula sebuah peta pengangon kambing, tidak di sangka pendengaran kalian lebih tajam dan berhasil mengetahui berita, ini. Walaupun sepanjang perjalanan terjadi banyak perubahan untung sekali urusan tidak sampai berubah makin besar….,”

“Kwan Kong Piauw tauw,” tukas Kouw Put Cian dengan suara dingin, “kami datang kemari bukan untuk

 mendengarkan kisah yang telah terjadi tempo dulu, dimalam tahun baru yang demikian dingin kami datang ke hutan sunyi ini untuk mendengarkan Kwan Cong Piauw tauw secara bagaimana anda menyelesaikan masalah mengenai peta Pengangon kambing ini.”

“Untuk menyelesaikan masalah peta pengangon kambing cayhe menemui berbagai kesulitan, entah bagaimana pendapat dari saudara?” balik tanyanya.

Mendadak Ke Giong Lang bangun berdiri.

“Kwan Cong Piauw tauw, cayhe berharap Kwan Cong Piauw tauw suka membantu aku orang she Ke membuktikan tentang satu hal.”

“Aku paham, silahkan kau utarakan keluar!”

“Pemilik sebenarnya dari peta pengangon kambing ini apakah benar telah setuju untuk hadiahkan peta rahasia ini kepada aku orang she Ke?”

“Sedikitpun tidak salah, memang pernah terjadi peristiwa semacam ini.”

“Menurut keadaan yang seharusnya, bukankah peta rahasia pengangon kambing ini adalah milik aku orang she Ke?”

“Sedikitpun tidak salah.”

“Kalau memang demikian bagaimana kalau Kwan heng serahkan dahulu peta rahasia penganon kambing ini kepada aku orang she Ke?”

Belum sempat Kwan Tiong Gak memberi jawaban, si Naga Langit Poaw Cing telah menimbrung dari samping, “Sakalipun terhitung Kwan Cong Piauw-tauw setuju untuk serahkan     peta     rahasia     pengangon     kambing  itu

 kepadamu, belum tentu benda tersebut sudah menjadi milikmu.”

“Dapatkah aku orang she Ke melindungi peta rahasia pengangon kambing itu, hal tersebut merupakan urusan pribadi aku orang she Ke sendiri, tak perlu kau sipengemis cilik ikut merasa kuatir”

“Tapi sipengemis cilik hendak merebutnya.”

“Tidak salah, kau boleh rebut dan semua jago yang hadir disini boleh ikut merebut. Persoalannya sekarang justru terletak psda mampukah kalian merebutnya-,”

“Kita bisa Coba saat ini Juga,” “Sudah….sudahlah….kalian tak usah ribut terlebih

dulu,” tukas Kwan Tiong Gak melerai. “Cayhe tak akan menyerahkan peta rahasia pengangon kambing ini kepada siapa pun juga.”

“Kwan heng” seru Ke Giok Lang dengan nada kurang puas. “Baru saja kau telah mengakui kalau peta rahasia tersebut sudah menjadi milik siauwte, dengan alasan apa kau tidak suka menyerahkan benda itu kepeda diriku . . ,”

Air muka Kwan Tiong Gak kontan berubah jadi hebat. “Ke kongcu!” serunya lantang. “Kau tidak usah

berdebat coba mencari menang sendiri, sewaktu peta rahasia pengangon kambing direbut orang kita berapa disatu tempat, dalam hatipun kau paham perbuatan itu bukan hasil permainan setan dari perusahaan Hauw Piauw kiok Kami,”

Mendadak Han In Tootiang bangun berdiri.

“Kwan Piauw tauw, Ke Kongcu. semua kejadian itu sudah berlalu. Sekarang kami hanya ingin mengetahui secara   bagaimana   Kwan   heng   akan menyelesaikan

 masalah mengenai peta rahasia pengangon kambing ini,” serunya.

“Baik!” Kwan Tiong Gak mengangguk, “Akupun tidak ingin berbicara panjang lebar lagi, aku si orang she Kwan sangat berharap Cuwi sudi memberi muka kepadaku dengan sementara, melepaskan niat untuk mendapatkan peta rahasia pengangon kambing tersebut.”

“Jadi peta rahasia tersebut untuk sementara akan disimpan dalam saku kau Kwan Tiong Gak, bukan begitu?” kata Kouw Put Cian dingin.

“Benar, hanya saja sebelum Cap Go meh nanti cayhe pasti akan memberikan satu penyelesaian yang bagus untuk saudara saudara sekalian, waktu itu kalian mau rebut mau rampas dengan cara apapun aku tidak mau tahu….disamping itu kalianpUn harus tahu aku bukan bermaksud hendak mengangkangi benda itu.”

“Heee…. .heee …. heee . . , . kalau kami tidak setuju dengan caramu ini, kau mau apa?”" jengek si Dewa api Ban Cau sambil tertawa dingin.

“Barang siapa saja yang tidak suka memberi muka buat aku orang she Kwan. terpaksa silahkan turun tangan untuk coba merampasnya.”

Seketika suasana didalam hutan pohon Liuw jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.

Lama….lama sekali mendadak terdengar suara gelak tertawa yang keras memecahkan kesunyian,

“Haaa…. haaa…. haaa….jadi maksud Kwan Cong Piauw tauw mengundang kami datang kemari hanya suruh kami mendengarkan sepatah kata ini saja?”

Orang yang berbicara bokan Lain adalah Kouw Pun Cian.

 Kembali Kwan Tiong Gak tertawa hambar.

“Hal ini sih bukan, aku orang she Kwan sama sekali tiada maksud untuk mengangkanginya.”

“Padahal Kwan Cong Piauw tauw tak perlu memiliki niat untuk mengangkangi benda itu!” seru Ke Giok Lang pula lambat lambat. “Asalkan diteliti selama sepuluh sampai setengah bulan, kau sudah cukup mampu untuk mengingat rahasia dari lukisan tersebut”

Belum selesai ia berkata Kwan Tiong Gak telah menukas sembari menggeleng.

“Mungkin bagi kau Ke Kongcu mempunyai kemampuan untak berbuat demikian, tapi aku orang she Kwan sama sekali tiada berkepandaian untuk mengingat ingat apa yang telah kulihatnya.”

“Sekalipun terhitung apa yang Kwan Cong Piauw-tauw katakan adalah suatu pernyataan jujur, hal itu pun tak bisa membuktikan sesuatu apapun, gambar rahasia tersebut kini sudah berada di tangan Kwan Cong Piauw tauw, kau tidak usah susah susah men cari seorang pelukis jempolan untuk menjiplak lukisan itu, asalkan tidak ketinggalan sedikit pun lukisan itu, bukankah dikolong langit segera akan muncul “dua buah lukisan pengangon kambing?”

“Ke Kong cu sungguh pandai sekali kau carikan jalan keluar bagi aku orang she Kwan.” kata Kwan Tiong Gak sambil tersenyum.” Tapi orang she Kwan sudah tahu maksudmu yang sebenarnya hanyalah ingin memanaskan suasana disini, agar semua orang tidak menaruh kepercayaan kepada diriku lagi….”

Tapi Ke Giok Lang kembali tertawa hambar.

 “Orang orang yang hadir dalam kalangan saat ini rata rata merupakan jago jago berpengalaman yang telah mengalami berbagai serta taupan, benar atau tidaknya mereka bisa membuktikan sendiri dengan pikiran serta penglihatan mereka, apa gunanya aku Orang she Ke berusaha memanasi suasana di didalam kalangan?”

“Ke Kongcu,” ujar Kwan Ttong Gak kemudian setelah termenung berpikir sebentar “Jikalau kau begitu tidak mempercayai aku orang she Kwan, entah kau Ke Kongcu mempunyai cara apa yang hebat”

“Keadaan situasi hari ini sudah jelas tertera.” kata Ke Giok Lang sambil tertawa “perduli siapapun mereka ingin mengangkangi peta rahasia pengangon kambing ini dan dimilikinya buat diri sendiri, oleh karena itu sebelum orang itu berhasil mendapatkan benda ini maka ia harus minta persetujuan dahulu dari para jago yang lain. Tentang soal ini saudara Kwan Cong Piauw tauw bisa melihat dan memahami sendiri bukan.”

” Orang yang datang pada saat ini amat banyak, bagaimanapun juga persoalan harus diselesaikan satu persatu. Kau Ke Kongcu paling banyak memiliki usul dan pendapat, cayhe sangat berharap bisa bicarakan dulu persoalan ini dengan dirimu hingga jelas.”

“Jadi maksud Kwan Cong Piauw tauw kau siap hendak bergebrak terlebih dahulu dengan diri siauwte?”

“Cayhe sama sekali tiada bermaksud menantang Ke Kongcu untuk bergebrak, hanya urusan bagaimanapun juga harus ada jalan penyelesaiannya, dan aku rasa Ke Kongcu adalah kesulitan yang paling utama.”

Ke Giok Lang termenung berpikir sebentar kemudian ia mengangguk

 “Baiklah, kalau Kwan Cong piauw tauw bisa memperoleh persetujuan dari para jago yang hadir disini untuk sementara menyimpan peta rahasia itu dalam saku Kwan Cong piauw tauw, urusan diantara kita berdua dibicarakan lebih gampang lagi.”

Pada saat itulah, mendadak Han Im Too tiang meloncat bangun.

“Kwan Cong Piauw!”" serunya lantang. “Pinto ada beberapa patah kata hendak minta petunjuk dari dirimu.”

“Silahkan Tootiang berkata.”

“Pinto ingin mengutarakan dulu maksud kedatangan kami kesini sama sekali tidak membawa niat untuk mendapatkan peta rahasia pengangon kambing tersebut, tapi pinto-sekalipun tidak bisa mentah mentah melihat peta rahasia itu terjatuh ketangan seseorang yang tidak bertanggung jawab.”

Mendengar ucapan itu si Dewa api Ban Ciu tertawa dingin.

“Tootiang kau sungguh lihay, dengan satu gala membalikkan sebuah perahu, siapakah kau maksudkan orang yang bertanggung jawab dan mana pula yang kau maksudkan sebagai orang orang tidak bertanggung jawab”

“Sekali itu dalam hati pinto sudah punya pegangan, tak perlu kuutarakan secara terbuka”

“Mungkin didalam pandangan Han Im Tootiang ako Ke Giok Lang adalah manusia yang termasuk tidak tertanggung jawab bukan begitu?” jengek sang Hoo Hoa kongcu sambil tersenyum.

Han In tootiang tertawa hambar ia tidak bicara lagi.

 Sitoosu muda yang duduk disisi Han In tootiang. selama ini selalu memandang ke atas Ke Giok Lang serta si Dewa Api Ban Ciu dengan sinar mata berkilat, kendati begitu mulutnya tetap membungkam dalam seribu-bahasa.

Perlahan lahan Kwan Tiong Gak menggulung kembali peta pengangon kambing itu dan disimpan kembali kedalam saku, ujarnya sambil tertawa

“Orang orang yang hadir disini sekalipun tidak membawa maksud untuk merebut peta rahasia ini, merekapun bercita cita bisa mendapatkan peta rahasia itu untuk dilindungi keselamatannya, kalau sekali salah mengambil penyelesaian suatu pertarungan berdarah tak akan terhindar, saudara saudara sekalian merupakan jago jago kenamaan dari Bu lim, setiap orang memiliki kepandaian andalan yang hebat. Bilamana sampai meletus benar benar suara pertarungan, bukan saja akan jauh korban bahkan akan ditertawakan pula oleh orang orang Bu lim oleh karena itu siauwte berharap Cu wi bisa sedikit bersabar….,”

“Jadi maksudmu kau inginkan agar kami bisa melihat kau seorang mengangkang peta pengangon kambing itu tanpa berkutik dan bersuara?” tukas Pouw Put Cian dingin.

Pada saat itulah mendadak mnncul seorang lelaki berpakaian singkat warna biru menyoreng golok dan memakai topi pelindung hawa dingin terbuat dari kulit macan berjalan mendaki dengan langkah lebar.

Dibelakang lelaki mengikuti pula seorang lelaki memakai topi kulit, berbaju kulit serta bercelana kulit.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar