Lambang Naga Panji Naga Sakti Jilid 07

Badannya lantas meloncat naik ke atas punggung kuda dan melarikan kudanya menuju ke arah timur laut.

Ia pergi dengan cepat, pulangpun dengan cepat, hanya di dalam sekejap pemuda tersebut telah berlari kembali.

“Paman Jie-siok!” serunya sembari menjura. “Tempat itu adalah sebuah kuil bobrok yang tidak digunakan lagi, secara garis besarnya siauw-tit sudah melakukan pemeriksaan dan menurut perasaanku masih bisa digunakan untuk menghindarkan diri dari tiupan angin serta sampokan salju, cuma saja jalan kecil menuju ke sana terlalu sempit, mungkin kereta kereta kita sulit untuk mendekati kuil tersebut”.

“Di dalam kuil tersebut apa ada orang yang menjaga?” tanya Nyoo Su Jan mendadak berebut tanya.

“Aku telah mengelilingi kuil tersebut satu kali, tetapi sama sekali tidak menemukan penjaganya, bahkan tempat-tempat luang disekitar pojokan tembok serta pintu kuil sudah penuh ditumbuhi alang-alang, kelihatan-nya kuil tersebut tidak pernah dihuni atau dikunjungi orang lain!”

“Pada musim dingin seperti ini, asalkan tanah disekitar sana rada keras sedikit saja, kereta-kereta berkuda kita kemungkinan sekali masih bisa lewat melalui permukaan salju.” ujar Phoa Ceng Yan perlahan.

“Terima kasih atas petunjuk paman Jie Siok, biarlah siauw-tit pergi mencobanya terlebih dahulu.

 Ia mendongakkan kepalanya memandang ke arah sang lelaki yang bertindak sebagai kusir, katanya.

“Mari kita gunakan kereta ini sebagai percobaan terlebih dulu.”

Lelaki itu menyahut, pecut lantas diayunkan menghela kudanya mengikuti petunjuk Lie Giok Liong menuju ke arah kuil bobrok.

Perkataan dari Phoa Ceng Yan sedikitpun tidak salah, di musim dingin yang sangat dingin ditambah pula membekunya salju di sekeliling sawah, tanah disekitar sana amat keras dan kuat, kereta-kereta itu dengan sangat mudahnya berhasil mendekati ke samping kuil tersebut.

Empat buah kereta lainnya berturut-turut bergerak menuju ke arah kuil dan berkumpul menjadi satu.

Pertama-tama Phoa Ceng Yan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu atas keadaan disekeliling kuil setelah itu baru berjalan ke sisi kereta yang ditunggangi Liauw Thayjien.

“Thayjien!” sapanya halus. “Kita sudah melewatkan rumah-rumah penginapan, terpaksa malam ini harus beristirahat dulu di dalam kuil ini.

Di rumah seribu hari baik, keluar rumah sesaat kesusahan, harap Thayjien suka memaafkan!”

Liauw Thayjie yang mendengar sapaan tersebut lantas menyingkap horden memandang sekejap ke arah kuil tersebut, lama sekali ia berdiam diri.

“Phoa-ya, apakah kita tak bisa melanjutkan perjalanan malam ini juga?” tanyanya kemudian.

 “Manusia mungkin bisa bertahan, tetapi kuda-kuda kita harus diberi makan, paling sedikit kita harus beristirahat dua kentongan baru dapat melanjutkan perjalanan kembali.”

“Kalau memang begitu, aku pikir menunggu di dalam keretapun sama saja,” kata Liauw Thayjien mengangguk.

“Selama di dalam perjalanan hawa dingin menusuk tulang, di dalam kuil kita dapat membuat api unggun untuk menghangatkan badan.”

Liauw Thayjien tampak termenung.

“Cayhe ada membawa beberapa stel pakaian luar yang terbuat dari kulit dan dapat digunakan untuk melawan rasa dingin,” katanya kemudian. “Asalkan Hu Cong Piauw-tauw suka mengirim dua orang untuk menjaga kereta-kereta ini sehingga tidak sampai diserang orang rasanya sudah cukup.”

“Hujien serta nona juga tetap tinggal di dalam kereta?” tanya Phoa Ceng Yan.

“Di dalam kereta Hujien terdapat pula beberapa stel pakaian luar kulit binatang yang bisa digunakan untuk menahan hawa dingin, sekalipun berada di dalam kereta rasanya merekapun tidak bakal menderita karena kedinginan ….”

Mendadak ia memperendah suaranya dengan nada setengah berbisik sambungnya, “Ada satu persoalan yang sampai kini belum berhasil aku pahami, harap Phoa Hu Cong Piauw-tauw suka memberi petunjuk!”

“Urusan apa?”

“Tubuh Siauw-li selamanya amat lemah, aku pernah beberapa kali periksakan denyut jantungnya, setiap kali aku menemukan bila denyutan jantungnya amat lemah

 tak berkekuatan, tetapi entah mengapa denyutan jantungnya pada ini hari bisa begitu bertenaga, bahkan secara mendadak lebih kuat beberapa kali lipat, hal ini benar-benar membuat aku merasa kebingungan.”

“Thayjien pernah tanyakan persoalan ini dengan Hujien?” tanya Phoa Ceng Yan perlahan.

“Pernah, menurut jawaban Hujien, selama ini siauw-li selalu bersembunyi di dalam kamar dan belum pernah meninggalkan tempat itu barang sekalipun, bahkan beberapa bulan mendekat inipun belum pernah menunjukkan gejala-gejala yang mengherankan”.

“Aaach….!” Phoa Ceng Yan menjerit perlahan lalu kerutkan keningnya. “Kalau begitu thayjien sedang menuduh aku orang she Phoa lagi mengibul?”

“Soal ini sih bukan” Liauw Thayjien menggeleng. “Bahkan setelah aku selidiki dengan cermat selama beberapa hari ini, aku merasa bahwa setiap perkataan dari kau Phoa Hu Cong Piauw-tauw memang ada dasar serta buktinya.”

“Liauw Thayjien dapat berbicara demikian hal ini membuat cayhe merasa berlega hati.”

“Hujien tidak bakal menipu diriku, perkataan Phoa-ya uacapkan tentu ada alasan-alasannya, aku rasa di dalam persoalan ini sudah jelas masih ada pengaruh-pengaruh lainnya.”

“Apakah Thayjien berhasil menemukan sesuatu titik terang?”

Kiranya setelah beberapa kali dia orang mengadakan pembicaraan dengan Liauw Thayjien di samping secara diam-diam melakukan pemgamatan secara cermat, selama ini tak berhasil ia temukan tindak tanduk yang

 aneh dari nona Liauw, hal ini membuat si orang tua tersebut merasa kebingungan setengah mati dan merasa bila di dalam persoalan ini tentu masih terkandung sesuatu sebab-sebab yang sangat misterius.

Semakin misterius sifatnya semakin menarik perhatian ingin tahu dalam hatinya, tetapi selama ini agaknya Liauw Thayjien suami istri tidak suka terlalu banyak membicarakan soal putrinya, maka dari itu terpaksa Phoa Ceng Yan pun harus menekan perasaan heran dan ingin tahu di dalam hatinya.

Kini secara mendadak dengan sendirinya Liauw Thayjien mengungkap persoalan ini, kontan saja Phoa Ceng Yan merasakan semangatnya berkobar kembali.

“Heeei……….. setelah aku pikirkan beberapa waktu lamanya belum berhasil juga mengetahui alasanalasannya, maka aku ada maksud hendak minta beberapa petunjuk dari kau Phoa Hu Cong Piauw-tauw,” terdengar Liauw Thayjien membuka pembicaraannya sambil mengurut hidungnya dengan jari tengah serta jari telunjuk tangan kanannya.

Saat itulah dari dalam ruangan di dalam kuil tampaklah api unggun telah sulut, api berkobar-kobar memberikan kehangatan disekitar sana.

“Thayjien!” seru Phoa Ceng Yan. “Kita orang-orang dari kalangan dunia kangouw tidak begitu mengerti tentang soal adat istiadat serta kesopanan, bilamana ada perkataan perkataan atau tindakan-tindakan yang menyalahi dirimu, harap kau orang suka menerimanya dengan hati sabar… ”.

Tangannya lantas menyambut mencengkeram tangan Liauw Thayjien dan diajaknya berlalu dari kereta tersebut.

 “Ayoh jalan! Kita masuk ke dalamn kuil minum dua cawan arak dulu kemudian baru mengadakan penyelidikan dengan teliti terhadap persoalan putrimu.”

Begitu tangannya mencengkeram pergelangan Liauw Thayjien, sang bekas pembesar negeri ini kontan saja merasakan tulang-tulangnya amat sakit seperti hendak pecah.

Tetapi ia sebagai seorang bekas pembesar tingkat dua yang terlatih akan daya tahan serta kesabarannya, walaupun merasa sakit dengan gertakan giginya kencang-kencang ia mengangguk dan mengikuti Phoa Ceng Yan berjalan menuju ke arah kamar sebelah selatan di dalam ruangan kuil tersebut.

Sejak semula dua orang anak buah perusahaan itu telah memaku jendela di sana sehingga angin dingin tidak sampai bertiup masuk ke dalam.

Di tengah berkobarnya api unggun terasa hawa hangat yang amat nyaman menyebar di sekeliling tempat itu.

Setelah Phoa Ceng Yan serta Liauw Thayjien berjalan masuk ke dalam kamar tersebut, segera terlihatlah seorang lelaki membawakan sebatang kayu sebagai alat tempat duduk.

Setelah meletakkan kayu itu di atas tanah, orang itu menjura kemudian mengundurkan diri dari sana.

“Liauw Thayjien!” tegur Phoa Ceng Yan setelah mendehem perlahan. “Di tempat sesunyi dan sekotor ini tak ada kursi yang bisa dicari, maaf terpaksa harus menyuruh Thayjien duduk di atas kayu.”

Sembari berkata ia melepaskan cengkeramannya di atas tangan kiri Liauw Thayjien.

 Perlahan lahan Liauw Thayjien duduk di atas batang kayu tersebut.

“Phoa Hu Cong Piauw-tauw adalah orang Bu lim, menurut penglihatanmu, soal-soal apa yang patut dicurigai mengenai putriku itu?” tanyanya.

“Terus terang saja aku beritahukan kepada Liauw Thayjien,” kata Phoa Ceng Yan setelah termenung sejenak. “Sejak nona Liauw berhasil memukul mundur Lam Thian Sam Sah, terhadap diri nona Liauw cayhe sudah menaruh perasaan curiga…..”.

“Apa yang kau curigai mengenai putriku itu?”

“Aku curigai kalau dia adalah seorang jago lihay yang memiliki kepandaian silat yang sangat tinggi, cuma saja ketika itu didalam anggapan cayhe, Liauw Thayjien suami isteri tentunya sudah mengetahui akan persoalan ini”.

“Setelah periksakan denyutan jantung dari siauw-li tadi, aku mulai merasa heran, Walaupun aku bukan seorang tabib yang pandai di dalam hal pengobatan tetapi sedikit banyak aku mengerti, jika dibicarakan dari kesehatan badannya pada hari-hari biasa, sekalipun ia berada dalam keadaan sehatpun aku rasa denyutan jantungnya tidak bakal sekuat itu”.

“Apakah Thayjien sudah tanyakan soal ini kepada Hujien?”

“Tanya soal apa?”

“Sewaktu si Kongcu tukang foya-foya Ke Giok Lang memasuki kamar putrimu, bukankah Hujienpun berada di dalam kamar?”

“Tidak salah lagi tentang soal ini cayhe sudah tanya dirinya.”

 “Kalau begitu bagus sekali jikalau thayjien bisa menceritakan seluruh kejadian itu dengan lebih teliti lagi, kemungkinan sekali hal ini banyak memberi bantuan untuk menjelaskan persoalan yang menyangkut putrimu”.

Perlahan-lahan Liauw Thayjien mendehem ringan. “Menurut  perkataan  isteriku,  pada  mulanya pemuda

she Ke itu menerjang masuk ke dalam kamar yang didiami siaw-li dengan gerakan yang kasar serta ganas, tetapi sesaat berada di dalam kamar itulah agaknya pemuda tersebut telah memperoleh suatu daya pengaruh yang sangat misterius sekali, paras mukanya mendadak berubah, air muka yang semula dingin dan kaku secara mendadak berubah menjadi lunak, setelah itu ia bantu memeriksakan urat nadi siauw-li, pemuda tersebut lantas hadiahkan sebutir pil kepadanya kemudian berlalu.”

Walaupun diluaran Phoa Ceng Yan masih dapat mempertahankan ketenangannya tetapi di dalam hati ia merasa jantungnya berdebar sangat keras, setelah termenung lama sekali ia baru berkata.

“Thayjien, mengesampingkan hubungan antara kalian ayah beranak, jikalau kau berdiri di tengah tengah tanpa memberatkan yang lain, bagaimanakah menurut pendapat thayjien mengenai persoalan ini?”

“Aku percaya isteriku tidak akn menipu diriku” Liauw Thayjien menggeleng. “Tetapi aku sendiripun tak terpikirkan kekuatan misterius dari manakah yang telah muncul pada waktu itu. Terhadap persoalan ini aku sudah berpikir sagat lama sekali, tetapi selama ini tak terpikirkan olehku sebab-sebab yang rasanya sesuai?”

“Daya pengaruh yang misteriys tersebut jelas bukan suatu gambaran dari lamunan seseorang,” kata Phoa Ceng Yan dengan serius. “Bilamana ditinjau dari kejadian

 ini maka aku percaya bila daya pengaruh tersebut jika bukannya muncul dari tubuh putri kesayanganmu, tentu timbul dari suatu benda yang ada di sana.”

“Denyutan jantung siauw-li secara mendadak dapat berubah menjadi kuat, hal ini sudah merupakan suatu kejadian yang ada diluar dugaanku, peduli kekuatan tersebut dikarenakan daya bekerja dari pil pemberian si Hoa Hoa Kongcu Ke Giok Lang kepadanya atau bukan, yang jelas pada saat ini aku tak dapat mempertahankan pendapatku bahwa siauw-li sama sekali tidak mengerti akan ilmu silat, cuma saja ….”

“Kita harus saling terbuka, saling membantu dan saling percaya baru bisa membuat jelas persoalan ini, bilamana thayjien merasa ada perkataan yang hendak diucapkan silahkanlah untuk menjelaskan!” sambung si telapak besi bergelang emas dengan cepat.

“Bilamana ditinjau dari dua buah perubahan yang terjadi saat ini, siauw-li memang patut dikatakan sangat misterius dan mungkin memiliki suatu daya pengaruh yang aneh sedangkan mengenai dari manakah munculnya daya pengaruh tersebut terpaksa cayhe harus menanti pemikiran dari Phoa Hu Cong Piauw-tauw, karena bagaimanapun pengetahuan cayhe tentang persoalan dunia kangouw memang terbatas sekali.”

Mendengar perkataan tersebut, Phoa Ceng Yan tertawa rikuh.

“Aku orang she Phoa sudah berkelana di dalam dunia kangouw selama puluhan tahun lamanya, jika dibicarakan berita-berita aneh yang aku dengar serta persoalan aneh yang pernah kutemui, aku orang she Phoa memang sudah menjumpai tidak sedikit jumlahnya. Tetapi peristiwa yang aku temui pada kali ini benar-benar

 sangat luar biasa. Setelah mendengar penjelasan dari thayjien barusan ini, aku orang she Phoa mulai merasa bila nona Liauw belum tentu betul-betul memiliki kepandaian ilmu silat, sekalipun secara diam-diam mungkin ada orang yang menurunkan pelajaran ilmu silat kepadanya, tetapi belum tentu di dalam soal kepandaian ilmu silat ia berhasil menangkan diri si Kongcu tukang foya-foya Ke Giok Lang.”

“Mengapa Ke Giok Lang disebut orang sebagai si Hoa Hoa Kongcu atau si Kongcu tukang foya-foya?” tanya Liauw Thayjien keheranan.

“Dia adalah seorang iblis perempuan yang sangat dikenal di dunia kangouw, bukan saja wajahnya tampan dan badanpun menarik bahkan kepandaian silatnyapunsangat luar biasa, peduli perempuan cabul yang ada di dalam dunia kangouw ataukah perempuanperempuan dari kalangan atas, asalkan dia sudah tertarik, tanggung saja perempuan-perempuan itu dengan rela hati akan menyerahkan keperawanannya kepada dia….”

Mendadak teringat olehnya bila nona Liauw termasuk perempuan dari kalangan atas, terburu-buru ia menutup mulutnya kembali.

“Kau teruskan!” Liauw Thayjien mendehem perlahan. “Cayhe pun termasuk orang dunia kangouw, berbicara

kasar dan sembrono sudah terbiasa, harap thayjien jangan memasukkan persoalan ini di hati.” Phoa Ceng Yan tertawa.

“Nama julukan Hoa Hoa Kongcu apakah didapatkan Ke Giok Lang karena persoalan ini?”

 “Padahal Ke Giok Lang inipun termasuk jagoan yang berbakat alam, kendati ia begitu gemar main perempuan, tetapi kepandaian silatnya amat luar biasa, jika tinjau dari perbuatannya, makan minum, main perempuan berjudi serta tingkah laku lainnya yang tak senonoh sekalipun berhasil memiliki kepandaian yang dashyat seharusnya tak bakal bertahan lama. Tetapi nama besarnya di dalam dunia kangouw bukannya merosot turun ke bawah, sebaliknya semakin nyaring dan semakin cemerlang.”

“Sungguh sayang sekali di dalam soal ilmu silat, aku sama sekali tidak mengerti!”

“Aaaaakh…..!” belum sempat si telapak besi bergelang emas lanjutkan kata-katanya, mendadak tampak Nyoo Su Jan dengan langkah tergesa-gesa sudah berjalan masuk.

Liauw Thayjien lantas putar badan menoleh ke arahnya, tetapi sewaktu melihat sikap Nyoo Su Jan yang terburu-buru, ditambah pula paras mukanya berubah sangat serius, sekali pandang ia mengerti sesuatu peristiwa kembali terjadi.

“Su Jan, ada urusan?” tanya Phoa Ceng Yan sambil meloncat bangun.

“Jie-ya, ada orang yang berjalan mendekati kuil ini!” kata Nyoo Su Jan mengangguk.

“Siapa?”

“Hamba belum melihat jelas tetapi Lie Piauw-tauw serta Ih Piauw-tauw telah berjaga di sekeliling kereta!”

“Kenapa?? Kembali ada urusan?” teriak Liauw Thayjien sambil meloncat bangun.

 Maksud dari perkataannya mirip pepatah yang mengatakan berbicara tentang harimau air muka lantas berubah.

“Jikalau dirasakan leluasa, lebih baik undang sekalian Hujien serta nona Liauw untuk turun dari kereta dan masuk ke dalam kuil ini sehingga misalnya terjadi peristiwa, mudah untuk dilindungi,” kata Nyoo Su Jan serius.

“Phoa Hu COng Piauw-tauw!” seru Liauw Thayjien kemudian sambil menoleh sekejap ke arah Phoa Ceng Yan. “Aku mendengar nama besar perusahaan kalian amat cemerlang, tetapi setelah melihat kejadian ini hari, aku rasa berita tersebut sebenarnya tidak bisa dipercaya.”

Kontan saja air muka Phoa Ceng Yan berubah hijau membesi, belum sempat ia mengucapkan sesuatu, Nyoo Su Jan keburu mendahului.

“Liauw Thayjien, kau jangan berkata begitu, peristiwa yang sering terjadi di dalam dunia kangouw amat aneh dan sukar untuk diduga sebelumnya, jikalau kami dari pihak perusahaan Liong Wie Piauw-kiok tak dapat menerima pengawalan tersebut maka di dalam kolong langit saat ini aku rasa jarang sekali ada orang lain yang suka menerima pekerjaan itu, cuma saja perubahan yang telah terjadi kali ini jangan dikata Liauw Thayjien merasa keheranan, sekalipun kamu sebagai piauw su yang telah melakukan pekerjaan seperti ini selama puluhan tahun lamanya ikut merasa kebingungan setengah mati.”

“Aaakh….! Sebetulnya apa yang telah terjadi lagi?” seru Liauw Thayjien tak tertahan lagi.

“Ooouw….. soal ini? sukar…..sukar untuk ditebak maupun  diduga,  tetapi  di  dalam  pekerjaan  mengawal

 barang dari perusahaan kami ada satu peraturan yang tidak termasuk dalam daftar, entah thayjien mengetahuinya atau tidak??”

“Peraturan apa?”

“Di antara langganan dan perusahaan piauw-kiok seharusnya tidak ada perkataan yang tidak diucapkan, diantara kita tidak boleh saling membohongi pihak yang lain”.

Maksud dari perkataanmu… ”

“Kita umpamakan saja, semisalnya kau membawa semacam barang berharga yang pada mulanya belum dilaporkan kepada piauw-kiok, sudah tentu kamipun tidak dapat mengambil langkah-langkah persiapan, semisalnya sampai terjadi suatu peristiwa maka pihak Piauw-kiok kendati memikul juga pertanggungan jawab ini tetapi tanggung jawabnya tidak besar.”

“Nyoo Piauw-tauw, yang termasuk barang-barang berharga seharusnya benda yang bagaimana?”

“Demikian saja! Aku hendak memberikan satu misal kepadamu.Ada seorang langganan yang datang ke perusahaan Piauw-kiok kami minta melindungi uangnya sebesar dua puluh laksa tahil, tetapi secara diam-diam ia membawa pula sejumlah intan permata yang harganya melebihi dua puluh laksa tahil perak dan urusan ini sebelumnya tidak dilaporkan kepada perusahaan Piauwkiok kami, tetapi dari kalangan Liok-lim dimana mereka mempunyai mata-mata yang sangat tajam. Di tengah perjalanan akhirnya terjadi peristiwa. Jikalau orang-orang yang membegal kita memberi muka kepada perusahaan kami dan tidak mengganggu uang sebesar dua puluh laksa itu sebaliknya merampas mutiara-mutiara serta intan  permata  yang  mereka  bawa.  Thayjien  sebagai

 seorang yang pernah menjabat sebagai pembesar, coba pikirlah, tanggung jawab ini harus dipikul oleh siapa?”

“Nyoo Piauw-tauw! Keadaan kita rada tidak sama” bantah Liauw Tahjien dengan cepat. “Sewaktu aku hendak menggunakan tenaga perusahaan kalian untuk menghantar kami suami isteri, beserta putriku dan barang-barang lainnya ke kota Kay Hong, aku orang belum pernah menaksir harganya dan adalah dari perusahaan Piauw-kiok kalian yang membuka harga, agaknya di dalam perjanjian tersebut tidak pernah menjelaskan bahwa kami dilarang membawa sesuatu barang”.

Agaknya Nyoo Su Jan kena terpukul sampai ke pejokan sehingga tak dapat membantah.

“Su Jan!” Phoa Ceng Yan yang ada di samping sambil mengulapkan tangannya.

“Aku larang kau banyak berbicara lagi dengan diri Liauw Thayjien”.

Liauw Thayjien tersenyum.

“Pada saat ini kedudukanku-pun sama seperti kalian merupakan rakyat-rakyat biasa, sekalipun di antara kita sudah saling mendebat hal inipun merupakan suatu kejadian yang sangat terbiasa, apalagi hal ini-pun tidak termasuk suatu perdebatan melainkan aku cuma ingin minta petunjuk dari Nyoo Piauw-tauw saja.”

Setelah termenung beberapa saat lamanya, Phoa Ceng Yan dapat berhasil memulihkan kembali ketenangannya, ia mengangguk dan tersenyum.

“Thayjien silahkan masuk ke dalam kuil dan duduk sebentar.

 Ia merandek, sejenak setelah itu sambungnya kembali.

“Su Jan! Mari kita keluar untuk periksa sebentar. Di dalam peristiwa ini banyak terdapat perubahanperubahan yang sangat membingungkan sehingga aku sendiripun sama sekali tidak mengerti, mari kita periksa dulu siapa telah datang kemudian baru berunding dan mengambil keputusan.”

Selesai berkata ia lantas melangkah keluar.

Nyoo Su Jan dengan kencang mengikuti di belakang tubuh si telapak besi bergelang emas.

Mendadak Liauw Thayjien bertindak dua langkah ke depan.

“Phoa Piauw-tauw!” tegurnya. “Bagaimana kalau Hekoan pun ikut keluar.”

“Baik!” sahut Phoa Ceng Yan sesudah termenung sejenak. “Tetapi kau harus hati-hati lebih baik berdiri di belakang tubuhku saja sehingga semisalnya secara mendadak terjadi sesuatu oerubahan yang tidak diinginkan cayhepun tidak sampai jadi gelagapan.”

“He-koan sudah tentu akan berhati-hati”

Dengan langkah lebar Phoa Ceng Yan segera berjalan keluar dari ruangan kuil.

Setibanya di depan halaman ia mendongakkan kepalanya memeriksa sejenak sekeliling tempat itu, tampaklah Lie Giok Liong serta Ih Coen telah mencabut keluar goloknya dan berdiri kurang lebih empat-lima depa di depan kereta di atas permukaan salju.

Saat itu di atas dua buah kereta sudah dipasang orang dua buah lentera yang bergantung tinggi-tinggi, dengan

 demikian semua benda yang terdapat beberapa kaki di sekeliling kereta tersebut dapat terlihat jelas.

Liauw Hujien serta nona Liauw yang berada di dalam kereta agaknya masih belum tahu jika situasi di luar kereta sudah berubah amat tegang dan berbahaya sekali.

“Thayjien!” bisik Phoa Ceng Yan setelah tiba di belakang kereta tersebut. “Kau tinggal dulu di pinggir kereta, biar Loolap pergi memeriksa sebentar!”

Liauw Thayjien menurut, ia berhenti di pinggir kereta tersebut sambil menengok ke depan.

Tampaklah kurang lebih tiga kaki di atas permukaan salju nan putih berdirilah dua ekor kuda jempolan yang di atasnya duduk dua orang lelaki memakai mantel tebal.

Mereka berdiri tak bergerak bagaikan patung di tengah tiupan angin keras, sedang jauh di sebelah lain tampaklah Lie Giok Liong serta Ih Coen berdiri mengawasi.

Yang aneh selama ini tak seorangpun di antara masing-masing pihak angkat bicara, sebaliknya hanya berdiri saling berhadapan di tengah tiupan angin serta curahan salju yang deras.

Diam-diam Liauw Thayjien mulai berpikir di dalam hatinya.

“Peristiwa yang terjadi di dalam dunia kangouw benarbenar sangat luar biasa, setelah saling berhadaphadapan mengapa tak seorang pun di antara mereka yang angkat bicara?”

Dengan langkah yang cepat Phoa Ceng Yan melampaui Lie Giok Liong serta Ih Coen kemudian sambil menjura tegurnya.

 “Loohu adalah Phoa Ceng Yan dari perusahaan Liong Wie Piauw-kiok, entah apa maksud kedatangan kalian berdua di tengah malam buta? siapakah nama besar kalian berdua?”

“Ooouw………….. kiranya si telapak besi bergelang emas Phoa Sie-ya, maaf, maaf!” seru si lelaki kasar yang berada di sebelah kiri.

Ia merandek sejenak, kemudian sambungnya kembali, “Karena melakukan perjalanan cepat kami berdua sudah kemalaman di tengah jalan, sebenarnya aku hendak mencari tempat untuk meneduh dari hawa dingin serta salju yang deras, tidak disangka perusahaan kalian telah menempati kuil ini terlebih dulum setelah kami lihat lampu lentera bertandakan perusahaan kalian, rasanya lebih baiklah kita orang tidak usah terlalu ngotot lagi.”

“Aku hanya berharap apa yang kalian ucapkan keluar benar-benar muncul dari dasar lubuk hati yang sebenarnya!” seru Phoa Ceng Yan tertawa tawar.

“Kami cuma bisa berkata demikian saja, tetapi akupun tudak mengharuskan Phoa Jie-ya harus percaya.”

“Haaaa…………haaa……..haaa………. kawan! Sungguh tepat sekali perkataanmu! Dan kalian masih belum kehilangan sifat seorang jago Bu lim……….” puji Phoa Ceng Yan sambil tertawa terbahak-bahak. “Mari, mari! Di dalam kuil ada api unggun serta arak wangi jikalau kalian berdua ada maksud untuk mengikat tali persahabatan dengan aku orang she Phoa mari masuk ke dalam kuil, sembari menghangatkan badan kita minum satu-dua cawan arak.”

Lelaki yang ada di sebelah kiri kelihatan ragu-ragu sejenak, setelah termenung akhitnya ia menjawab, “Nama  Phoa-ya  di  dalam  dunia  kangouw  sudah amat

 cemerlang, kami dua bersaudara rasanya tidak berani menerima penghargaan yang demikian tingginya, tetapi cukup dengan perkataan yang diucapkan oleh Phoa-ya barusan kami dua bersaudara suka merasa sangat berterima kasih, lebih baik kita berpisah sampai di sini saja.”

Di mana tali lesnya disentakkan, dengan meninggalkan butiran salju yang beterbangan memenuhi angkasa ia berlalu dari tempat tersebut.

Si lelaki kasar yang berada di sebelah kanan pun segera menyentakan pula tali les kuda tunggangannya untuk mengejar dari arah belakang.

Menanti kedua sosok bayangan manusia itu telah lenyap di tengah kegelapan, Phoa Ceng Yan baru putar badan.

“Giok Liong, kalian coba-cobalah apakah kereta-kereta itu dapat dimasukkan semua ke dalam kuil!” katanya sembari melangkah ke depan.

“Jie-ya! Kau sudah berhasil menemukan asal usul mereka?” tanya Nyoo Su Jan setengah berbisik.

“Belum, aku belum berhasil menemukan asal usul mereka,” Phoa Ceng Yan menggeleng. “Tetapi yang jelas maksud tujuan mereka tidak lebih hanya maksa aku agar supaya suka unjukkan diri menemui mereka, dan dugaanku ini tak bakal salah lagi”.

Ia merandek sejenak, kemudian sambungnya kembali.

“Su Jan, coba kau bawalah orang melakukan pemeriksaan sejenak di sekeliling kuil ini, coba lihatlah adakah jebakan-jebakan yang dipasang oleh musuh terhadap kita, sekalian periksa dengan teliti semua jalan masuk  serta  jalan  keluar  menuju  ke  dalam  kuil  yang

 terdapat di sekitar sini, mereka boleh tidak datang, tetapi kita mau tak mau harus melakukan persiapan terlebih dahulu.”

Nyoo Su Jan menyahut, dengan membawa sorang lelaki ia lantas berlalu dari sana dengan tergesa-gesa.

Setelah melihat bayangan tubuh dari Nyoo Su Jan serta seorang anak buahnya lenyap dari pandangan, Phoa Ceng Yan baru menoleh ke arah belakang.

Ketika itulah Liauw Thayjien dengan langkah lambatlambat sudah berjalan mendekat, tak terasa lagi dengan sengaja memperlihatkan suatu senyuman ringan katanya.

“Thayjien, sekali lagi kita menemui kerepotan!” “Darimanakah asal usul orang-orang ini? Apa maksud

tujuan mereka berbuat semalam demikian?”

“Sekarang, kami masih belum tahu jelas asal usul mereka yang sebenarnyam, sedang mengenai apa maksud tujuannya? selama ini Loolap masih belum mengerti sejak dari Lam Thian Sam Sah hingga si Kongcu tukang foya-foya Ke Giok Lang, aku belum mengerti juga akan maksud tujuan mereka.”

“Phoa-ya! Lalu apakah kau kira aku tahu!” Liauw Thayjien tertawa pahit.

Perlahan-lahan Phoa Ceng Yan menggeleng. “Kemungkinan sekali kau Liauw Thayjien benar-benar

sudah tahu, tetapi aku yakin bila diantara kita semua pasti ada seorang yang mengetahui jelas akan seluruh duduknya persoalan ini dan orang itu pasti bukan anggota perusahaan Liong Wie Piauw-kiok!” katanya.

“Kalau begitu kau sedang maksudkan Siauw-li?”

 “Loolap mengira agak tidak leluasa bagiku untuk sembarangan melancarkan tuduhan… ”

Ia mendehem sebentar, tambahnya.

“Thayjien, jika ditinjau dari keadaan yang kita hadapi sekarang ini, Loolap rasa kita tak bakal berhasil menghindarkan diri lagi dari kerepotan ini, sekalipun malam ini kita berhasil meloloskan diri tetapi kita tak bakal berhasil meloloskan diri pada esok hari.”

“Maksud Phoa Hu Cong Piauw-tauw.”

“Aku sudah bersiap sedia hendak mengadu jiwa dengan mereka” sambung Phoa Ceng yan tidak menanti bekas pembesar itu menyelesaikan kata-katanya. “Jika dibicarakan menurut peraturan pengawalan barang kami, kecuali menghadapi keadaan situasi yang terlalu memaksa kami tak akan suka bergebrak melawan orang lain, semakin dilarang kalau turun tangan terlelbih dahulu. Tetapi situasi pada beberapa hari ini sangat aneh, Loolap tidak ingin terbelenggu oleh peraturan itu lagi. Cuma, didalam hal ini aku harus merepotkan thayjien akan satu hal.”

“urusan apa?”

“Tolong Thayjien suka memberitahukan kepada Hujien sewaktu kami bergebrak nanti lebih baik dia orang sedikit bersabar, kami akan menggunakan seluruh tenaga yang ada untuk melindungi kalian. Sudah tentu golok pedang tidak bermata, Loolap-pun tidak dapat memastikan bila kami pasti dapat melindungi kalian sehingga tidak sampai menemui cedera, tetapi Loolap-pun dapat mengucaokan sepatah kata-kata sumpah di hadapan Liauw Thayjien, asalkan di antara kalian baik Liauw Thayjien sendiri maupun  Hujien  atau  nona  Liauw  bilamana  ada  salah

 seorang saja yang menderita luka, aku orang she Phoa pasti akan melayaninya.”

“Pasti akan melayani?” seru Liauw thayjien keheranan. “Perkataanmu ini betul-betul membuat He-koan merasa tidak paham.”

“Semisalnya saja nona Liauw kena dilukai lengan kirinya, Loolap tentu akan memotong lengan kiriku sebagai ganti, jika Liauw Hujien terluka kakinya, mka Loolap-pun akan mengikuti bekas luka tersebut membacok kakiku sendiri, Jika Liauw Thayjien terkena serangan senjata rahasia, Loolap-pun seperti halnya dirimu akan melukai diriku sendiri.”

“Ehmmm….. tentang soal ini, aku rasa kurang pantas!” kata Liauw thayjien rada keberatan.

“Inilah suatu sumpah yang terberat bagi seorang yang bekerja sebagai pengawal barangm aku orang she Phoa setelah berjanji tak akan mungkiri kembali…..”

Ucapan tersebut diutarakan dengan suara keras, sampai Lie Giok Liong serta Ih Coen-pun dapat mendengar sangat jelas.

Liauw Thayjien mendehem perlahan.

“Phoa-ya!” serunya ringan. “Peristiwa ini bukanlah suatu kejadian balas membalas, membunuh orang bayar nyawa, jikalau kami suami isteri serta Siauw-li sungguhsungguh telah menemui suatu peristiwa yang berada di luar dugaan, kamipun tidak ingin Phoa-ya sungguhsungguh melakukan potong  lengan  babat  kaki  sendiri… ”

Begitu perkataan tersebut diucapkan, Phoa Ceng Yan kontan tertawa terbahak-bahak memotong pembicaraannya yang belum selesai.

 “Haaa…..haaa……haaaa………haaa…… Liauw Thayjien, kami orang-orang Bu-Lim selamanya kata satu tetap satu, kata dua tetap dua, perkataan yang sudah aku ucapkan keluar selamanya tidak akan berubah lagi, cuma saja cayhepun ingin minta bantuan dari Liauw Thayjien akan suatu urusan.”

“Urusan apa?” kau boleh ucapkan terus terang”.

Bila ditinjau dari keadaan situasi pada saat ini, rencana perjalanan kita agaknya mau tak mau harus diubah, demi menjaga segala kemungkinan dari penyergapan di tengah malam buta, Loolap rasa terpaksa kita harus menunggu sampai terang tanah baru bisa berangkat.”

“Yaaa…… hal ini memang merupakan suatu kejadian yang tidak bisa dipaksakan” Liauw Thayjien mengangguk.

“Masih ada satu urusan lagi yang sangat mengharapkan Liauw Thayjien suka bantu berbicara, kami sudah membersihkan sebuah kamar di sebelah barat sana, harap Hujien serta nona suka masuk ke dalam kamar tersebut untuk beristirahat”.

“Baik! Aku segera akan beritahukan hal ini kepada mereka”.

“Liauw Thayjien!” mendadak Phoa Ceng Yan memperendah suaranya. “Kecuali lukisan pengangon kambing itu, apakah Liauw Thayjien membawa sesuatu barang istimewa?”

“Barang yang He-koan bawa tidak banyak, tetapi tidak dapat dikatakan pula sedikit, tetapi aku yakin di antara barang-barangku itu tak sepotongpun yang ada sangkut pautnya dengan orang-orang dunia kangouw… ”

 Ia merandek sejenak, sesaat kemudian tambahnya.

“Demikian saja! Jikalay Phoa Hu Cong Piauw-tauw tidak percaya, besok setelah ada waktu luang kau boleh ajak aku pergu melakukan pemeriksaan.”

“Liauw Thayjien adalah seorang yang pernah menjabat pembesar negeri, ternyata kau bisa berubah pikiran menurut keadaan ini apapun sudah cukup.”

“Kalau begitu aku pergi memanggil hujien serta siauwli dulu.”

Liauw Hujien serta nona Liauw yang mendengar bakal terjadi peristiwa lagi, saking kaget dan takutnya rasa mengantuk yang semula mulai menyerang mereka berdua kontan lenyap tak berbekas, terburu-buru mereka meninggalkan kereta menuju ke dalam kamar sebelah barat.

Kamar sebelah barat itu sejak semula sudah dibersihkan atas perintah Phoa Ceng Yan, kini mengharuskan mereka menginap di tengah kuil bobrok walaupun nona Liauw adalah seorang gadis perawan orang kenamaan mau tak mau harus memojok pula dengan menggunakan sebelah selimut menutupi sekitar sana sebagai kamarnya.

Liauw Hujien mana pernah mengalami penderitaan semacam ini sambil memandang Liauw Thayjien ia menggerutu tiada hentinya.

“Bilamana kita menggunakan tentara kerajaan untuk menghantar, di setiap keresidenan tentu disambut pembesar keresidenana, setiap kota akan disambut pembesar kota, kita pun tidak usah menderita semacam ini, bukan saja selama di dalam perjalanan harus menemui kekagetan serta ketakutan, di tengah malam

 butapun harus pindah ke sana pindah ke sini. Wan Jie adalah seorang gadis kenamaan, suruh dia tidur di atas tanah di tengah kuil bobrok semacam ini coba kau pikir apakah ini pantas?”

“Eheee…..Eeeee….. Hujien! Setiap orang setelah tiba di bawah pintu tentu akan menunduk, urusan sudah jadi begini buat apa kau orang mengomel terus?” kata Liauw Thayjien mendehem tiada hentinya.

Nona Liauw yang mendengar ayah ibunya saling mengomel, terburu-buru menimbrung, “Tia, Ma……..

kalian tidak usah beribut, selamanya aku belum pernah merasakan penghidupan semacam ini, sekali mencobapun rasanya amat menarik sekali.”

Mengambil kesempatan inilah Liauw Thayjien buruburu turun dari panggung dan tersenyum.

“Kalian beristirahatlah sebentar, aku akan pergi bercakap-cakap dengan Phoa Hu Cong Piauw-tauw,” katanya.

Di luaran Ih COen dengan golok terhunus berdiri di depan pintu kuil.

Perlahan-lahan Liauw Thayjien berjalan menuju ke belakang si telapak besi bergelang emas, sesudah mendehem sapanya. “Phoa-ya!”

“Thayjien! Aku orang she Phoa merasa rada menyesal,” seru Phoa Ceng Yan sambil menoleh dan memandang sekejap ke arah Liauw Thayjien.

“Urusan sudah berubah jadi begini, kau Phoa-ya pun tak perlu terlalu menyesali diri sendiri.” Liauw Thayjien menggeleng. “Tetapi sampai kini cayhe masih belum tahu keadaan situasi yang sebenarnya, entah sukakah Phoa-ya memberi keterangan?”

 Kembali Phoa Ceng Yan tertawa pahit.

“Liauw Thayjien!” serunya. “Aku berharap kau suka mempercayai perkataan Loolap, hingga saat ini aku sendiripun masih belum paham peristiwa apakah sebetulnya yang telah terjadi?”

“Phoa-ya! He-koan merasa keadaan situasi pada saat ini amat mengherankan, di dalam hal ini tentu sudah tersembunyi suatu rahasia.”

“Sedikitpun tidak salah” Phoa Ceng Yan mengangguk. “Apa pendapat Thayjien tentang soal ini?”

“Aku berkeinginan mmeriksa sekali lagi lukisan pengangon kambing tersebut, mengapa Lam Thian Sam Sah bukannya hendak mau merampas harta kekayaan emas intan permata sebaliknya hanya berkeinginan mendapatkan sebuah lukisan? cuma saja? cuma saja…..”

“Cuma saja apa?” dalam hati Phoa Ceng Yan benarbenar merasa sangat tegang.

“He-koan tidak paham ilmu silatpun tidak memahami peristiwa-peristiwa di dalam dunia kangouw, maka aku berkeinginan hendak mengajak Phoa-ya untuk bersamasama dengan He-koan meneliti lukisan tersebut sekali lagi.”

Mendengar ajakan tersebut, si telapak besi bergelang emas segera merasakan hatinya amat girang, pikirnya, “Aaaaakh……. Inilah yang dinamakan pucuk dicinta ulam tiba…..haaa…..haaa…. aku tak boleh lewatkan kesempatan yang amat bagus ini!”

Kendati begitu, paras mukanya sama sekali tidak menunjukkan perubahan apapun.

 “Kalau memang Thayjien berkeinginan demikian sudah tentu cayhe rela mengiringnya.”

“Phoa-ya sering berkelana di dalam dunia kangouw, pernahkah kau orang mendengar kisah mengenai lukisan pengangon kambing ini?”

“Terus terang saja cayhe belum pernah mendengar kisah tentang persoalan tersebut.” jawab Phoa Ceng Yan menggeleng.

“Heeeii…..! Lukisan ini tidak jelek, cuma saja bukan hasil karya dari seorang kenamaan.”

Ketika itulah dengan langkah terburu-buru Nyoo Su Jan muncul kembali ke tempat itu.

“Jie-ya!” serunya sembari menjura. “Hamba sudah mengadakan pemeriksaan dengan sangat teliti di sekitar ini, sepuluh kaki di sekeliling kuil sama sekali tidak kedapatan jebakan-jebakan musuh.”

“Kalau begitu sangat bagus sekali.” Phoa Ceng Yan mengangguk perlahan. “Su Jan! Setelah kau mengawasi mereka-mereka memasukkan kereta-kereta tersebut ke dalam kuil, coba kau wakili diriku untuk membagi mereka jadi du rombongan, satu rombongan jaga malam dan rombongan lain beristirahat, aku hendak bercakap-cakap dengan Liauw Thayjien.”

“Soal ini Jie-ya boleh berlega hati,” sahut Nyoo Su Jan sambil menjura.

“Hu Cong Piauw-tauw dari perusahaan Liong Wie Piauw-kiok lantas mengangguk, lalu sambil mengandeng tangan Liauw Thayjien melangkah masuk ke dalam kamar ujarnya.

“Thayjien, mari kita pergi mengambil lukisan tersebut!”

 “Maksudmu lukisan pengangon kambing? sejak tadi sudah ada di dalam sakuku.”

“Ooouw…. begitu?” seru Phoa Ceng Yan rada tertahan, ia lantas menyapa seorang lelaki yang berdiri di depan pintu, katanya.

“Aku dengan Liauw Thayjien hendak merundingkan sesuatu urusan, siapapun dilarang datang mengganggu, bila ada urusan kau boleh laporkan pada Nyoo Piauwtauw.”

Tidak menanti jawaban dari si lelaki itu lagi, ia segera merapatkan pintu kamar.

Di dalam kamar tersebut kecuali terdapat seonggokan api unggun serta sebuah lentera bercapkan tanda perusahaan Liong Wie Piauw-kiok yang menerangi seluruh ruangan tak kelihatan benda lainnya lagi.

Dari dalam saku Liauw Thayjien segera mengambil keluar lukisan pengangon kambing tersebut, kemudian perlahan-lahan dibentangkan lebar-lebar.

Lukisan itu panjangnya ada delapan depa dengan diatasnya terlukiskan berpuluh-puluh ekor kambing berlainan jenisnya.

Kecuali kawanan kambing masih terdapat pula lukisan dua orang bocah pengangon kambing.

Dengan menggunakan seluruh ketajaman matanya Phoa Ceng Yan meneliti setiap lukisan tersebut, ia merasa kecuali setiap ekor kambing dilukis amat persis satu sama lain agaknya tidak ada hal-hal yang dirasakan berharga atau patut dicurigai?

Sebaliknya Liauw Thaujien jauh lebih bersemangat daripada Phoa Ceng Yan sendiri, tiada hentinya ia mengangguk sambil memuji.

 “Ehmmm….! Walaupun bukan hasil karya seorang pelukis kenamaan, menurut taksiran Liauw Thayjien lukisan ini dapat laku berapa tahil??”

“tentang hal ini harus tergantung pada pembelinya, jikalau menemui seseorang yang suka dengan lukisan ini kemungkinan sekali bisa laku ribuan tahil ke atas.”

“Ribuan tahil perak bila berada di dalam pandangan orang biasa mungkin merupakan suatu jumlah yang tidak kecil, tetapi di dalam pandangan Lam Thian Sam Sah ribuan tahil tidak lebih hanya suatu jumlah yang amat kecil, bagaimana mungkin mereka bisa tertarik dengan benda semacam ini?”

“Sedikitpun tidak salah, maka cayhe menaruh rasa curiga bila di dalam hal ini tentu ada sebab-sebab lainnya!”

“Sungguh patut disayangkan, ternyata kita tak berhasil menemukan rahasia yang menyelimuti lukisan tersebut.”

Lama sekali Liauw Thayjien termenung berpikir keras, mendadak sambil mengangkat lukisan pengangon kambing itu serunya, “Mari kita periksa di bawah sinar lampu!”

Tangan kanan Phoa Ceng Yan dengan kecepatan penuh segera menyambar lukisan tersebut dihadapkan kearah lampu lentera.

Terlihatlah bayangan lukisan simpang siur saling numpuk menumpuk, lukisan yang semula amat bagus kini jadi kacau balau sukar dipandang.

Kontan saja si orang tua itu kerutkan alisnya kencang kencang.

“Apa yang sudah terjadi?” tanyanya.

 “Agaknya lukisan ini sudah mengalami suatu pembuatan yang sangat teliti, di tengah-tengah lukisan tersebut terdapat lukisan yang lain.”

“Thayjien! Kau tidak salah melihat??” Phoa Ceng Yan rada tertegun dibuatnya.

Perlahan-lahan Liauw Thayjien menggeleng.

“Tak bakal salah, gaya coretan dari kedua lukisan ini sama sekali berbeda.”

“Thayjien! Apakah kau dapat melihat sebetulnya lukisan apa yang terdapat di sana?”

“Untuk beberapa saat aku tak dapat menduga lukisan apakah itu” sahut Liauw Thayjien sambil meletakkan kembali lukisan tersebut. “Tetapi jika diperiksa di bawah sinar lampu yang kuat dan dipandang agak lama, kemungkinan sekali akan berhasil menemukan sedikit titik terang.”

“Aaaakh…….. kalau begitu, dia memang benar-benar tidak mengetahui rahasia di dalam soal ini” pikir Phoa Ceng Yan di hatinya.

Sebaliknya diluaran katanya, “Thayjien! Apakah sebelum adanya pendapat ini kau orang sama sekali tidak tahu?”

“Tidak tahu! Aku cuma merasa bahan kertas yang digunakan untuk melukis sangat tebal, tetapi sama sekali tak terduga olehku bila di dalam lukisan ini sebenarnya tersembunyi pula suatu lukisan yang lain.”

“Thayjien!” ujar si telapak besi bergelang emas setengah berbisik.”Aku berharap untuk sementara waktu kau suka rahasiakan urusan ini di hati, lebih baik lagi bila Hujien pun jangan sampai tahu.”

 Liauw Thayjien tampak termenung berpikir sebentar, sesaat kemudian ia mengangguk.

“Jikalau Phoa Hu Cong Piauw-tauw merasa hal ini perlu, He-koan tentu akan menurut.”

“Thayjien suka bekerja sama dengan cayhe, hal ini lebih bagus lagi… ”

Mendadak dengan suara yang direndahkan tambahnya.”Thayjien, dapatkah lukisan ini dibelah untujk kemudian diperiksa lukisan yang ada didalamnya??”

“Dapat! Cuma saja kau maupun aku tak dapat melakukan hal ini sendiri, untuk membuka lukisan tersebut harus diserahkan kepada seorang suhu yang ahli di dalam lukisan baru kita dapat melaksanakannya.”

“Di dalam lukisan tersembunyi lukisan, hal ini tentu ada gunanya, kita tak boleh memandang terlalu enteng.

“Aku paham……” Liauw Thayjien mengangguk.

Perlahan-lahan ia menyerahkan lukisan tersebut ke atas tangan Phoa Ceng Yan, sambungnya.

“Phoa Hu Cong Piauw-tauw, untuk sementara waktu simpanlah terlebih dulu lukisan itu, setelah tiba di kota Kay Hong barulah kau serahkan kembali kepadaku”.

Phoa Ceng Yan tampak rada ragu-ragu, setelah termenung sebentar akhirnya ia menerima juga lukisan tersebut.

“Baiklah!” ujarnya kemudian. “Untuk sementara akan kusimpankan dulu lukisan ini setelah tiba di kota Kay Hong Hu, tentu akan aku serahkan kembali kepada Thayjien.”

Selesai berkata ia menyimpan lukisan tersebut ke dalam sakunya.

 “Phoa-ya, bila kau masih ada hal-hal yang mencurigakan boleh terus terang dikatakan!” ujar Liauw Thayjien sambil bangun berdiri. “Asalkan aku dapat melakukannya, pasti akan aku bantu dengan sekuat tenaga.”

“Ehmmm… aku rasa tak ada urusan lain lagi.”

“Perkataan apa saja tiada halangannya, boleh kau ucapkan secara terus terang.”Kata Liauw Thayjien tertawa. “Selama beberapa hari ini aku telah memikirkan banyak sekali urusan dan akupun mulai merasa bahwa siauw-li memang terdapat banyak hal yang patut dicurigai, asalkan kau Phoa Hu Cong Piauw-tauw suka memberikan sedikit titik terang, He-koan tentu akan melaksanakannya dengan sepenuh tenaga.”

Di atas ujung bibir Phoa Ceng Yan tersungginglah satu senyuman ringan.

“Thayjien! Setelah mengalami pemikiran serta penyelidikanku sangat teliti selama beberapa hari ini, aku malah mempunyai pandangan yang kebalikan dari pandangan Thayjien.”

“Apa maksudmu?”

“Aku lihat putri kesayanganmu dalam sepuluh bagian ada delapan-sembilan bagian sungguh tak mengerti akan ilmu silat……”

Belum habis ia menyelesaikan kata-katanya, terdengarlah suara Nyoo Su Jan ada di luar kamar sudah berkumandang masuk ke dalam.

“Jie-ya, ada orang mencari kau!”

“Siapa??” tanya Phoa Ceng Yan sembari menyedot Huncweenya dalam-dalam kemudian menyemburkan segulung asap.

 “Shen Cie San”

“Aaaaaach… ! Dia ada di mana??”

“Sekarang ada di depan pintu kuil!” “Baik! Suruh dia masuk”

Nyoo Su Jan mengiakan lalu putar badan berlalu.

“Kau pergilah menemui kawan, He-koan hendak beristirahat dulu sebentar.” ujar Liauw thayjien sewaktu mendengar ada orang datang mencari Phoa Ceng Yan.

“Tahyjien dapat beristirahat sebentarpun memang baik, cayhe pergi berbicara sebentar dengan orang ini.”

Liauw Thayjien mengulapkan tangannya kemudian mengundurkan diri dari sana.

Menanti bayangan punggung dari Liauw Thayjien telah lenyap tak berbekas, Phoa Ceng Yan baru bisa menghembuskan napas panjang, ia duduk kembali.

Sejenak kemudian tampaklah Nyoo Su Jan dengan membawa Shen Cie San berjalan masuk.

Belum masuk ke dalam kamar, selagi berada di depan pintu Shen Cie San sudah merangkap tangannya menjura.

“Phoa Jie-ya, selama perpisahan apakah baik-baik saja?”

Phoa Ceng Yan pun buru-buru bangun berdiri.

“Shen Loo-te, di sini ada arak,mari minum secawan dulu untuk menghangatkan badanmu.”

“Jie-ya, beruntung sekali tempo dulu Jie-ya suka turun tangan menolong diriku, kalau tidak aku orang She Shen

 tak bakal bisa hidup hingga ini hari …..” kata Shen Cie San sambil melangkah masuk ke dalam kamar.

“Lebih baik kita tidak usah membicarakan peristiwa tempo dulu, di tengah malam buta begini Loo-te datang berkunjung kemari, tentunya ada urusan penting, bukan?” potong Phoa Ceng Yan.

“Jika tak ada urusan, cayhe mana berani datang menganggu diri Jie-ya.”

“Loo-te, kau terlalu sungkan, ada perkataan silahkan dibicarakan….”

“Sebetulnya aku hendak memberitahukan satu kabar penting kepada Phoa Jie-ya! Haruslah kau ketahui beberapa orang iblis tua yang sudah mengundurkan diri dari keramaian dunia kangouw, kini pada sama bermunculan kembali dan ada maksud hendak membegal barang kawalan Jie-ya…”

“Loo-te! Kau tak usah keburu hati” seru Phoa Ceng Yan menggeleng. “Mari duduklah dulu, di sini ada arak serta daging goreng, setelah kita minum secawan arak kau baru boleh bercerita dengan perlahan-lahan.”

“Maksud baik dari Jie-ya aku terima di hati saja.” buruburu Shen Cie San menjura. “Aku tak dapat berhenti terlalu lama di sini. terus terang saja aku katakan hambapun termasuk di dalam gerombolan mereka dan mendapat tugas untuk menguntit kereta-kereta kalian…..”

Ia merandek sejenak, kemudian tambahnya. “Heeeeei……    tetapi    berhubung    hamba    pernah

mendapat budi pertolongan dari Jie-ya dan selama ini tak pernah terlupakan dari dalam hatiku, sekalipun kepandaian silat yang hamba miliki sangat terbatas sehingga tak dapat membantu Jie-ya meloloskan diri dari

 kesusahan, terpaksa yang dapat hamba lakukan hanyalah mengirim kabar buat kau orang tua.”

Perlahan-lahan Phoa Ceng Yan mengangguk. “Oooouw….kiranya begitu, hal ini aku harus mengucapkan terima kasih kepadamu…..”

Setelah mendehem perlahan, sambungnya.

“Loo-te, siapakah sebenarnya iblis-iblis tua yang telah munculkan dirinya kembali itu? Kalau memang kau sudah mengabungkan diri dengan gerombolan mereka, tentunya mengetahui pula mereka merencanakan kapan hendak turun tangan?”

“Heeeei……… bila dibicarakan, sungguh mengecewakan sekali, sampai saat ini aku masih belum mengetahui jelas asal usul mereka……”

“Lalu secara bagaimana kau bisa ditarik untuk menggabungkan diri dengan gerombolan mereka?”

“Hal ini kemungkinan sekali disebabkan nama besar perusahaan Liong Wie Piauw-kiok terlalu cemerlang di dalam dunia kangouw dan ia ingin mendapatkan ikan tetapi takut terkena bau amisnya ikan maka semua pekerjaan dilakukan secara rahasia sekali, sedangkan mengenai hamba bisa masuk ke dalam gerombolan mereka adalah dikarenakan ajakan seorang kawan karibku yang bernama Bhe Poo, semua tugas yang hamba terima selama ini selalu lewat mulut Bhe Poo yang menyampaikan kepadaku.”
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar