Lambang Naga Panji Naga Sakti Jilid 06

Ke Giok Lang sambil mengoyangkan kipasnya mengerutkan alis rapat-rapat.

“Kau jangan coba-coba mengucapkan kata-kata kurang sedap tentang diriku!” katanya tak mau kalah. “Kalau tidak penjelasan ini akan kubatalkan dan Kongcuya segera akan pergi meninggalkan tempat ini.”

 Mendengar ancaman tersebut, si pendekar pengejar angin terdesak, terpaksa katanya sambil menahan sabar.

“Keponakan perempuan saya bernama Hoo Lian Hoa!” katanya pelan.

Si Kongcu tukan foya-foya Ke Giok Lang mengeluarkan napas panjang panjang.

“Wanita simpanan cayhe sebetulnya tidak sedikit jumlahnya, jikalau kau tidak mengucapkan namanya, bagaimana bisa kuingat kembali?”

“Sekarang kamu boleh katakan!” dengus si pendekar pengejar angin dingin.

“Mengenai berita yang dapat aku sampaikan pada Chin-heng adalah nona Hoo lian Hoa masih hidup di dalam kolong langit.”

“Sekarang dia ada dimana??” Ke Giok Lang segera tersenyum.

“Cayhe mohon maaf! Soal ini cayhe tak dapat terangkan kepadamu!”

“Kalau begitu terpaksa cayhe harus turun tangan mendesak dirimu sampai suka berbicara!” bentak si pendekar pengejar angin dengan gusar.

“Menurut pandangan Chin-heng, apakah kau orang pasti akan berhasil menangkan diriku?”

“Sekalipun aku orang she Chin tidak berhasil menangkan dirimu, untuk kalahpun tidak mungkin, kau boleh mulai ajukan syaratmu kau ingin aku berbuat apa baru suka menjelaskan dimanakah Hoo Lian Hoa sekang berada?”

 “Pertama-tama yang cayhe tidak pahami adalah nona Hoo Lian Hoa itu she Hoo, sedang kau she Chin, mengapa Chin-heng boleh membahasahi dirinya segagai keponakan perempuan?” Ujar Ke Giok Lang sambil tertawa.

“Hoa-hoa Kongcu! Kau sungguh tidak tahu ataukah sudah tahu tapi pura-pura bertanya?” teriak Tui Hong Hiap dengan sangat marah.

“Haaa…..haaa…..haaa…. jika aku katakan aku orang sama sekali tidak tahu, mungkin kau Chin-heng bakal tidak percaya, tetapi pengetahuan siauw-tee ada batasnya, aku ingin lebih mengetahui apakah hubungan yang sebetulnya antara Chin Heng dengan nona Hoo Lian Hoa?”

“Urusan ini gampang sekali, ayah Hoo Lian Hoa adalah saudara angkatku”.

Sekali lagi Ke Giok Lang tertawa.

“Si pancing sakti Hoo Tong pun merupakan seorang jagoan lihay yang mempunyai nama besar di dalam dunia kangouw, ia kehilangan putrinya bukan pergi mencari sendiri sebaliknya malah menyuruh Chin-heng mewakili dirinya pergi menemukan kembali putrinya, berita ini bilamana di kemudian hari tersebar di dalam dunia kangouw, apakah tidak takut ditertawakan orangorang sehingga gigi-pun pada terlepas semua?” ejeknya.

“Hoo Toa-ko ku sama sekali tidak memerintahkan diriku untuk pergi mencari dapat putrinya yang hilang…..”

“Kalau begitu tindakan Chin-heng di dalam pencarian jejak nona Hoo Lian Hoa adalah berdasarkan maksud diri sendiri,” sambung Ke Giok Lang tidak menanti ia menyelesaikan kata-katanya.

 “Sedikitpun tidak salah, hal ini memang maksud aku orang she Chin sendiri….”

Nadanya mendadak berubah, dengan suara yang amat dingin sambungnya lebih lanjut, “Orang lain mungkin takut dengan kau si “Hoa-Hoa Kongcu” Ke Giok Lang, tetapi aku orang she Chin tidak bakal jeri, ini hari kau sudah mengakui bahwa Hoo Lian Hoa adalah kau yang culik pergi, maka ini hari juga aku hendak memaksa kau orang untuk menyerahkan kembali nona itu kepadaku”.

“Jika siauw-tee tidak mau serahkan kembali kepadamu?” ejek Ke Giok Lang lebih lanjut.

“Kalau begitu, ini hari kita harus bergeb rak sehingga salah satu di antara kita ada yang kalah dan ada yang menang.”

“ooo….. kepingin berkelahi?”

“Jika tak ada cara lainnya lagi yang bisa digunakan, terpaksa aku orang she Chin harus minta beberapa petunjuk dari kepandaian silatmu yang lihay itu.”

“Persoalan diantara kita mudah dibicarakan, mau berkelahi atau mau damai, pokoknya suatu jalan keluar masih mudah didapatkan……”

Berbicara sampai di situ, sinar matanya lantas dialihkan ke atas wajah Phoa Ceng Yan.

“Saudara ini tentunya Phoa Hu Cong Piauw-tauw dari perusahaan Liong Wie Piauw-kiok bukan?”

“Tidak berani, tidak berani, cayhe Phoa Ceng Yan!” buru-buru si orang tua itu merangkap tangannya menjura.

 “Nyoo Su Jan beserta anak buahmu lainnya baru saja titip pesan kepada cayhe agar supaya suka menyampaikan kepada Phoa-heng bahwa sekarang mereka menanti kembalinya Phoa Hu Cong Piauw-tauw ke rumah penginapan.”

“Aaaakh….! Ke Kongcu sudah bertemu dengan Nyoo Piauw-tauw kami?” seru Phoa Ceng Yan sambil melompat bangun.

“Sedikitpun tidak salah, cayhe bukan saja sudah mengunjungi rumah penginapan yang didiami kalian, bahkan sudah bertemu pula dengan nona Liauw.”

Mendengar perkataan tersebut, Phoa Ceng Yan segera merasakan hatinya berdebar-debar sangat keras, tetapi di luaran paras mukanya masih tetap tenang.

“Ke-heng! Kaupun sudah bertemu dengan Liauw Thayjien?” tanyanya.

“Selama ini siauw-tee paling tidak suka berhubungan dengan orang-orang laki, terutama lelaki yang berasal dari kaum pembesar negeri….” sahut Ke Giok Lang sambil menggeleng.

Ia merandek sejenak, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak sambungnya kembali.

“Cayhe dengan nona Liauw dapat bercakap dengan sangat baik sekali, jikalau nona Liauw tidak menipu diriku maka namanya adalah Liauw Wan Jie, bukan begitu?”

Phoa Ceng Yan pernah mendengar Liauw Hujin memanggil putrinya dengan sebutan Liauw Wan Jie, ia lantas mengerti bila apa yang diucapkan oleh kongcu ini sedikitpun tidak salah.

Tak terasa lagi dalam hati si orang tua ini mulai merasa  amat  terperanjat  pikirnya,”Jikalau  nona  Liauw

 sampai mendapat malu karena dirinya, bukankah merek emas dari perusahaan Liong Wie Piauw-kiok akan hancur di tangan aku orang she Phoa??? jika sampai terjadi peristiwa ini, aku mana punya muka lagi untuk menemui Cong Piauw-tauw?? lebih baik aku melakukan suatu pertempuran mati-matian saja di dalam rumah makan Yu It Cun ini untuk membasmi mereka daripada harus hidup menanggung rasa malu.”

Setelah di dalam hati mengambil keputusan, nyalinya semakin besar.

“Heee……heee…… penyakit nona Liauw sangat hebat sekali!” serunya dingin.

“Sedikitpun tidak salah, bukan saja cayhe sudah tolong periksakan urat nadinya bahkan akupun telah menghadiahkan sebutir pil penyembuh sakit,” kata Ke Giok Lang lantang. “Sewaktu cayhe hendak meninggalkan rumah penginapan itu, kelihatannya sakit yang ia derita sudah rada ringan.”

“Ehmmm! Nama besar Ke Kongcu sudah menggetarkan seluruh dunia kangouw, kedatanganmu mengunjungi rumah penginapan yang kami diami tentu bukan tanpa sebab bukan???”

“Perkataan dair Phoa-heng sedikitpun tidak salah” sahut Ke Giok Lang sambil tertawa. “Jika tak ada urusan, cayhepun tak bakal mendatangi kota Si Sian Jan yang sunyi dan terpencil ini.”

“Kedatangan Ke Kongcu ke tempat ini mungkin ada sedikit sangkut paut dengan perusahaan kami?”

“Betul, betul………justru dikarenakan barang kawalan dari perusahaan kalian itu, cuma..”

 “Cuma bagaimana??” potong Phoa Ceng Yan tidak sabaran.

“Cuma, kau Phoa Hu Cong Piauw-tauw boleh berlega hati, kemungkinan sekali barang kawalan dari perusahaan kalian tak bakal ada orang yang berani mengganggu lagi.”

Mendengar perkataan tersebut, Phoa Ceng Yan segera merasakan hatinya rada bergerak, pikirnya diamdiam.

“Apakah nona Liauw sudah memperlihatkan ilmu silatnya yang sangat lihay sehingga membuat iblis besar yang telah menggetarkan seluruh dunia kangouw ini jadi jeri dan tarik kembali maksud tujuannya…”

“Maksud Ke Kongcu… ” sengaja serunya.

“Terang-terangan Phoa-heng sudah mengetahui jelas, mengapa kau harus ajukan pertanyaan ini lagi?” potong si Kongcu tukang foya-foya tidak menanti si orang tua itu menyelesaikan kata-katanya.

“Aku orang she Phoa sungguh-sungguh merasa kurang paham, masih mengharapkan Ke Kongcu suka memberi penjelasan di dalam persoalan ini.”

“Bilamana Kongcu-ya mu tidak berani mengganggu barang kawalan dari perusahaan Liong Wie Piauw-kiok kalian, aku rasa di kolong langit pada saat ini tak mungkin bisa ditemukan beberapa orang yang berani turun tangan membegal barang-barang kawalan kalian, cuma saja Kongcu-ya mu terlebih dahulu hendak menjelaskan satu persoalan kepada-mu. Kali ini aku orang she Ke tidak sampai membegal barang-barang kawalanmu     bukan-nya     disebabkan     aku  menaruh

 perasaan jeri terhadap perusahaan Liong Wie Piauw-kiok kalian.”

Phoa Ceng Yan tertawa tawar.

“Peduli dikarenakan persoalan apa, yang jelas kali ini Ke Kongcu suka lepas tangan terhadap barang-barang kawalan perusahaan kami, cayhe sudah merasa sangat berterima kasih sekali,” katanya.

“Phoa Hu Cong Piauw-tauw! Kau bole berlalu terlebih dulu,” ujar Ke Giok Lang kemudian sambil melirik sekejap ke arah si pendekar pengejar angin. “Cayhe dengan saudara Chin ini masih ada sedikit persoalan yang hendak diselesaikan.”

Phoa Ceng Yan segera bangun berdiri sambil menjura. “Cyhe lebih baik menurut perintah saja, aku orang she Phoa berangkat satu langkah terlebih dulu.”

“Aku orang she Chin tidak menghantar lebih jauh,” si pendekar pengejar angin menjura.

“Terima kasih……..terima kasih. Cayhe tidak berani mengganggu dan merepotkan Chin taihiap”

Perlahan-lahan si Kongcu tukang foya-foya Ke Giok Lang bangun meninggalkan tempat duduknya.

“Sewaktu bertemu dengan Nyoo Piauw-tauw, suka mewakili cayhe mintakan maaf kepadanya, tadi aku orang sudah turun tangan terlalu berat terhadap dirinya.”

“Asalkan Ke Kongcu tidak sampai membuat mereka jadi cacad seumur hidup, seluruh urusan biar aku orang she Phoa yang tanggung.”

Ke Giok Lang kembali tersenyum.

“Aku orang she Ke paling banyak mengikat permusuhan  di  dalam  dunia   kangouw,  ditambah   lagi

 dengan beberapa orang musuhpun tidak akan memikirkan di hati, cuma saja cayhe tidak ingin membuat dosa terhadap nona Liauw,” katanya.

Phoa Ceng Yan mendehem perlahan. “Cayhe mohon diri dulu!” serunya kemudian.

Ia lantas putar badan dan dengan langkah lebar berjalan menuruni loteng tersebut.

Setelah keluar dari pintu rumah makan Yu It Cun, seorang lelaki berjenggot panjang dengan langkah lebar menyongsong kedatangan-nya.

“Paman Jie-siok.” tegurnya dengan suara yang lirih. “Aku adalah Giok Liong, penjagaan di pintu rumah makan Yu It Cun sangat ketat, siauw-tit tidak berhasil menyelundup masuk!”

“Kau tidak usah pergi lagi, mari kita sama-sama kembali ke rumah penginapan.”

Kendati dari mulut si “Hoa Hoa Kongcu” Ke Giok Lang, si telapak besi bergelang emas Phoa Ceng Yan telah mengetahui jika Nyoo Su Jan hanya menemui kekagetan saja tanpa mendapatkan cedera apapun, tetap ia masih merasa tidak berlega hati.

Dengan membawa Lie Giok Liong dengan langkah tergesa-gesa ia kembali ke dalam rumah penginapan dan langsung menuju ke ruang belakang.

Terlihatlah Nyoo Su Jan serta Ih Coen pada waktu itu sedang bercakap-cakap di dalam ruangan.

Mereka berdua begitu melihat munculnya Phoa Ceng Yan, dengan cepat berjalan menyongsong.

 Ih Coen setelah menyapa dan memberi hormat, lantas menyingkir ke samping, sebaliknya Nyoo Su Jan melanjutkan kata-katanya.

“Jie-ya! Tadi si Hoa-Hoa Kongcu Ke Giopk Lang sudah datang berkunjung kemari.”

“Ehmmm…..! Aku sudah tahu.” potong Phoa Ceng Yan dengan cepat. “Apakah dari pihak keluarga Liauw menderita kerugian? Di antara orang-orang kita adakah orang-orang yang menderita luka atau menemui ajalnya.”

“Heeei…. jika diceritakan sungguh memalukan sekali, hamba yang bergebrak tidak sampai tiga jurus melawan Ke Giok Lang sudah berhasil kena ditotok rubuh. Thio Piauw-tauw beserta beberapa orang anak buah kena tertotok jalan darahnya oleh babatan kipasnya, keadaan yang sejelasnya hamba tidak melihat sendiri, menurut laporang dari Liauw Thayjien katanya mereka sama sekali tidak menderita kerugian apapun.

Perlahan-lahan Phoa Ceng Yan menengadah ke atas dan menghembuskan napas panjang.

“Su Jan! Di dalam pengawalan barang kali ini, boleh dikata kita sudah kehilangan muka, sama baik perusahaan Liong Wie Piauw-kiok yang diperjuangkan selama puluhan tahun lamanya sudah menemui kehancuran di tangan kita….”

Ia merandek sejenak,lalu sambungnya lagi, “Suruh mereka melakukan persiapan, sore ini juga kita akan segera berangkat, lebih baik cepat-cepat kita hantar barang kawalanini sampai ke kota Kay Hong, setelah itu aku akan minta maaf dan mengundurkan diri dari jabatan di hadapan COng Piauw-tauw.”

 “Jie-ya, kau tidak usah marah-marah.” hibur Nyoo Su Jan dengan suara yang sangat lirih. “Si kongcu tukang foya-foya Ke Giok Lang merupakan seorang jago kenamaan yang telah menggemparkan seluruh dunia persilatan, sekalipun Cong Piauw-tauw turun tangan sendiri mengawal barang-barang inipun akan bernasib sama saja….”

Ia mendehem perlahan dan memotong perkataannya sampai disitu, setelah termenung sebentar lalu sambungnya lagi, “Cuma saja, dengan kedatangan dari Ke Giok Lang kali ini kita berhasil membuktikan hal-hal yang mencurigakan Jie-ya selama ini….”

“Urusan apa?”

“Nona Liauw itu bukan saja merupakan seorang pendekar yang memiliki kepandaian ilmu silat sangat tinggi, bahkan mempunyai kecerdasan yang melebihi orang lain dan mempunyai banyak akal, seorang anak buah kita telah berhasil melihat Hoa Hoa Kongcu memasuki kamar nona Liauw tetapi sebentar kemudian sudah mengundurkan diri dari tempat sana bahkan turun tangan membebaskan jalan darah kami yang tertotok”.

“Anak buah kita itu apakah tidak salah melihat?” seru Phoa Ceng Yan setelah termenung sebentar.

“Tidak bakal salah melihat! Di dalam halaman bersegi empat ini seluruhnya terdapat beberapa buah kamar, anak buah kita itu sedang menderita luka dan beristirahat di dalam kamar, tempat pembaringan tepat terletak berhadap-hadapan dengan jendela kamar seberang di mana didiami oleh nona Liauw. Aku sudah menanyai dirinya dua tiga kali, jawaban-nya adalah sama.”

“Coen-jie, coba kau panggil anak buah kita itu dan suruh datang ke kamarku, aku hendak tanyai dirinya.”

 ujar Phoa Ceng Yan kemudian sambil menoleh ke arah Ih Piauw-tauw.

“Bagaimana kalau saya saja yang membawa-nya ke tempat Jie-ya?” tanya Nyoo Su Jan perlahan.

Phoa Ceng Yan mengangguk perlahan, ia lantas kembali ke dalam kamarnya, mengambil handuk, baskom air lantas mencuci muka.

Tidak selang lama kemudian, terlihatlah Nyoo Su Jan dengan memayang seorang lelaki berjalan masuk ke dalam kamar.

“Kau melihat dengan mata kepala sendiri Ke Giok Lang memasuki kamar nona Liauw?” tanya Phoa Ceng Yan kemudian sambil mengusap keringat butiran air di atas wajahnya.

“Sedikitpun tidak salah!” sahut lelaku itu dengan amat hormatnya sambil mengangguk. “Hamba melihat dengan mata kepala sendiri Ke Giok Lang memasuki kamar tidur nona Liauw. ketika itu Liauw Hujin serta dayangnya-pun ada di dalam kamar.”

“Akhirnya?” tanya si telapak besi bergelang emas lebih lanjut.

“Setelah Ke Giok Lang masuk ke dalam kamar itu beberapa saat lamanya ia lantas mengundurkan diri kembali, bagaimana selanjutnya hamba lantas tidak tahu.”

“Ehmmm…..kau boleh kembali ke dalam kamarmu untuk beristirahat!”

Dengan sangat hormat lelaki itu menjura, kemudian sambil menoleh ke arah Nyoo Su Jan katanya, “Hamba bisa berjalan sendiri, Nyoo Piauw-tauw tidak usah susahsusah membimbing diriku lagi.”

 “Kalau begitu kau jalanlah perlahan-lahan.” bisik Nyoo Su Jan sambil membimbing ia hingga sampai di depan pintu kamar.

Setelah menutup pintu kamar, dengan suara yang amat lirih kembali ujarnya kepada Phoa Ceng Yan.

“Walaupun jalan darah hamba kena tertotok, tetapi kesadaran serta pikiranku masih jernih, didalam ingatanku kepergian Ke Giok Lang ke dalam kamar tersebut sangat cepat sekali, jika ia berhenti sebentar di dalam kamarnya nona Liauw maka boleh dikata hanya sekejap mata, jika bergebrak maka tidak akan melebihi sepuluh gebrakan.”

“Jikalau masing-masing pihak adalah jago-jago lihay, pertarungan sebanyak sepuluh jurus sudah cukup untuk menentukan siapa yang menang dan siapa kalah.”

“Ke Giok Lang setelah membebaskan jalan darah hamba yang tertotok tanpa banyak cakap lagi ia segera berlalu.” ujar Nyoo Su Jan lebih lanjut. Hal ini menunjukkan kalau di dalam pertempurannya di dalam kamar, ia tak berhasil memperoleh posisi di atas angin.”

“Heeei….. hitung-hitung kita adalah manusia-manusia yang buta, ternyata tak seorangpun diantara kita yang berhasl mengetahui jika nona Liauw sebetulnya memiliki kepandaian silat yang amat tinggi.”

“Seseorang bilamana tenaga dalamnya telah berhasil mencapai pada titik kesempurnaan yang tiada taranya, maka diatas raut mukanya kebalikan malah sama sekali tidak kelihatan jika ia memiliki kepandaian ilmu silat yang sangat tinggi.”

“Bagaimanapun juga,” ujar Phoa Ceng Yan kemudian setelah termenung sejenak. “Kali ini kita benar-benar

 sudah jatuh kecundang, biarlah sebentar lagi aku pergi bercakap-cakap dengan Liauw Thayjien, ia sudah mempunyai seorang putri yang memiliki kepandaian silat yang sangat tinggi, sebetulnya tidak perlu menggunakan tenaga kita untuk melindungi keselamatannya lagi, jikalau bisa lepas tangan lebih baik kita selesaikan saja tugas kita sampai di sini.”

“Bilamana Laiuw Thayjien tidak suka mengabulkan?” “Terpaksa kita orang dengan keraskan kepala harus

mengantar mereka sampai tiba ke kota Kay Hong.”

“Baik!” seru Nyoo Su Jan mengangguk. “Phoa-ya boleh pergi berunding dengan Liauw Thayjien, kemungkinan sekali Liauw Thayjien sendiripun sama sekali tidak tahu bila putrinya memiliki kepandaian ilmu silat yang sangat lihay.”

“Baik! Kau pergilah suruh mereka mempersiapkan kereta dan kuda, sedang aku akan pergi menemui Liauw Thayjien. tidak perduli ia suka mengabulkan permintaan kita atau tidak, kita tetap harus melanjutkan perjalanan.”

Nyoo Su Jan mengia, ia lantas putar badan berlalu. “Su Jan!” Mendadak Phoa Ceng Yan menegur sambil

mendehem perlahan. “Teringat olehku beberapa patah kata yang diucapkan si Hoa Hoa Kongcu Ke GIok Lang kepadaku.”

Nyoo Su Jan yang sudah berada di depan pintu setelah mendengar perkataan tersebut segera menghentikan langkahnya.

“Perkataan apa?” tanyanya.

“Kata Ke Giok Lang, ia sudah memeriksa denyutan jantung dari nona Liauw, bahkan masih menghadiahkan pula sebutir pil kepadanya.”

 Nyoo Su Jan kontas saja mengerutkan alisnya rapatrapat.

‘Walaupun si Hoa Hoa Kongcu Ke Giok Lang jadi orang licik dan cabul tetapi jarang sekali berbohong, beberapa patah perkataannya ini jelas bukan merupakan kata-kata yang bohong.”

“Jika perkataannya tidak bohong, maka di dalam persoalan ini kita harus melakukan suatu penyelidikan yang teliti.”

“Bukan saja harus mengadakan penyelidikan dengan teliti, bahkan semua perkataan kita yang pernah diucapkan harus dipikirkan kembali,” sambung Nyoo Su Jan dengan cepat.

Sambil mengelus jenggotnya Phoa Ceng Yan termenung berpikir keras.

“Su Jan, bagaimana pandanganmu?” tanyanya kemudian dengan suara yang sangat perlahan.

“Jikalau perkataan dari Ke Giok Lang adalah kata-kata yang benar dan nyata, maka hal ini menunjukkan bila nona Liauw adalah seorang gadis yang tidak mengerti akan ilmu silat”.

“Jadi maksudmu si Hoa Hoa Kongcu suka menaruh belas kasihan terhadap dirinya sehingga suka melepaslam dirinya,” tanya Phoa Ceng Yan.

“Heei….! Jikalau si Kongcu tukang foya-foya Ke Giok Lang betul-betul sudah mengucapkan perkataan tersebut, cayhe percaya kalau dia sedang berbohong, di dalam peristiwa ini pasti sudah tersimpan suatu persoalan yang besar.”

 Selesai mendengar perkataan dari Nyoo Su jan ini, tampaklah si telapak besi bergelang emas termenung berpikir keras.

“Ehmmmmm…….! Di dalam persialan ini memang terdapat banyak hal yang patut dicurigai” sahutnya kemudian setelah lewat beberapa saat lamanya. “Jika ditinjau dari keadaan kita pada saat ini, menurut pandanganku walaupun bertemu dengan Liauw Thayjienpun tidak ada gunanya, lebih baik kita berusaha untuk menemui nona Liauw sendiri.”

“Liauw Thayjien agaknya merupakan seorang yang berpandangan luas dan berpikiran tajam, jikalau Jie-ya mengungkap persoalan ini dihadapannya, aku pikir Liauw Thayjien tak akan menolak.”

Kembali Phoa Ceng Yan termenung beberapa saat lamanya, terakhir ia mengangguk.

“Tentang soal ini tiada halangannya aku pergi bertanya di dalam menghadapi keadaan seperti ini, kita tidak boleh bertindak seperti orang buta menunggang kuda, menubruk seenaknya dan sekenanya.”

“Jikalau pada saat ini kita dapat mengunjungi kamar nona Liauw untuk mengadakan pemeriksaan, kemungkinan sekalai kita orang dapat berhasil mendapatkan sesuatu tanda.” bisik Nyoo Su Jan.

“Akh….! Haaa……haaa…… sedikitpun tidak salah!” teriak Phoa Ceng Yan sambil menepuk pahanya keras keras. “Apa yang berhasil dilihat oleh Hoa Hoa Kongcu di dalam kamar nona Liauw, seharusnya kitapun dapat menemuinya.”

 “Urusan tak boleh diulur-ulur lagi, jika mau pergi seharusnya saay ini juga Jie-ya pergi mencari Liauw Thayjien.”

Phoa Ceng Yan segera mengangguk.

Belum sempat ia bertindak keluar untuk mencari Liauw Thayjien. tampaklah bekas pembesar negeri ini dengan langkah lebar sudah berjalan mendekat.

Ketika Liauw Thayjien melihat munculnya Phoa Ceng Yan di sana, mendadak sambil mempercepat langkah kakinya ia berjalan mendekat, serunya, “Phoa Hu Cong Piauw-tauw! Kapan kita akan berangkat?”

“Maksud Thayjien?” balik tanya Phoa Ceng Yan sambil tersenyum, ia tetap berusaha untuk menahan gejolak di dalam hatinya.

“Menurut pendapat cayhe, sudah tentu lebih cepat lebih baik….”

“Bagus sekali! Bagus sekali! Cayhe berharap bisa cepat cepat tiba ke kota Kay Hong.”

“Cuma… ”

“Cuma kenapa?” tanya Liauw Thayjien cepat. “Bagaimana dengan sakit yang diderita nona Liauw?” “Menurut perkataan isteriku, penyakit dari Siauw-li

sudah jauh membaik.”

“Cayhe mempunyai suatu permintaan yang tidak senonoh, entah dapatkah thayjien mengabulkannya?” ujar Phoa Ceng Yan kemudian rada ragu-ragu.

“Urusan apa?”

“Cayhe ingin pergi melihat keadaan dari nona Liauw, entah tindakanku ini leluasa atau tidak?”

 “Ooouw….. soal ini….. Eeeehmmmm……. soal ini biarlah cayhe pergi berunding dulu dengan Hujien.”

“Tidak perlu dirundingkan lagi.” potong Phoa Ceng Yan dengan cepat. “Maksud cayhe, jikalau kita ingin pergi lebih baik sekarang juga kita berangkat, dan lebih baik keadaan di dalam kamar jangan sampau diubah!”

“Maksudmu ….” seru Liauw Thayjien dengan alis yang dikerutkan.

“Terus terang saja aku beritahukan kepada Liauw Thayjien.” bisik Phoa Ceng Yan akhirnya. “Sekalipun putri kesayanganmu tidak memiliki kepandaian ilmu silat, tetapi ia memiliki suatu daya kekuatan yang tak dapat diduga dan sangat besar sekali pengaruhnya terhadap orang lain sehingga hal ini membuat banyak jago-jago lihay Bulim yang menaruh perasaan jeri terhadap dirinya!”

“Aaaaakh….! Benar benar sudah terjadi urusan semacam ini?”

“Peristiwa ini benar-benar dan sungguh-sungguh terjadi, cuma saja apakah alasannya kami belum berhasil memperolehnya,” kata Phoa Ceng Yan dengan suara berat. “Cuma saja, alasan-alasan ini telah berhasil diketahui orang lain.”

“Alasan apa?” tanya Liauw Thayjien agak melengak. “Jikalau cayhe sudah tahu, saat ini tak bakal aku

tanyakan kembali di hadapan Liauw Thayjien.”

Tampak Liauw Thayjien termenung sejenak, sejurus kemudian ia baru mengangguk dan sahutnya, “Bilamana Phoa Hu Cong Piauw-tauw yakin bila siauw-li memiliki suatu daya kekuatan yang luar biasa sehingga dapat menundukkan  orang  lain,  bahkan  kekuatan  tadi  bisa

 dirasakan sejak kita memasuki pintu kamar yang didiami siauw-li untuk merawat sakit, cayhe rela membawa Phoa Hu Cong Piauw-tauw bersama-sama pergi menjenguk ke dalam kamar siauw-li.”

“Lebih baik jangan dikabarkan dulu kepada Hujien, kita harus masuk ke dalam kamar putri kesayanganmu secara mendadak dan berada di luar dugaan siapapun juga.”

“Di dalam hati apakah Phoa Hu Cong Piauw-tauw mempunyai pegangan yang kuat?”

Karena takut Liauw Thayjien berubah maksud di tengah jalan, buru-buru Phoa Ceng Yna menyambung.

“Cayhe percaya paling sedikit kita berhasil menemukan suatu titik terang.”

“Peraturan keluarga dari istriku selama ini sangat keras dan ketat, jikalau aku membawa kau pergi mengunjungi kamar Siauw-li dan sama sekali tidak berhasil menemukan titik terang, kemungkinan sekali aku bakal mendapat teguran pedas dari Hujien,” kata Liayw Thayjien dengan nada berat.

“Keadaan kita pada saat ini penuh diliputi oleh kegelapan, cayhe sangat berharap bisa menemukan suatu titik terang yang bisa membikin jelas seluruh persoalan ini, asalkan thayjien suka menerima sedikit makian saja hal ini sudah terhitung telah memberi suatu bantuan yang amat besar buat diriku.”

“Baik!” ujar Liauw thayjien kemudian sambil mengangguk. “Aku akan berjalan di depan, setelah masuk ke dalam dengan deheman sebagai tanda. Asalkan  Phoa  Hu  Cong  Piauw-tauw  mendengar suara

 dehemenku maka cepat-cepatlah menerjang masuk ke dalam kamar.”

Phoa Ceng Yan mengia, mereka berdua segera melanjutkan perjalanan menuju ke arah depan.

Setelah tiba di depan pintu kamar nona Liauw, tanpa banyak berbicara dan mengetuk pintu lagi Liauw thayjien segera mendorong pintu berjalan masuk ke dalam.

Tampaklah pada saat itu nona Liauw sedang berbareng dengan punggung menempel tembok, sedang Liauw Hujien duduk di sisi pembaringan sedang bercakap-cakap dengan puterinya. Si dayang Cuen Lan berdiri di sisi ruangan.

Mereka bertiga sewaktu melihat munculnya Liauw Thayjien secara mendadak, masing-masing memperlihatkan perubahan paras muka yang berbeda.

“Tia! Maafkan puterimu karena ada sakit di badan tak dapat bangun untuk memberi hormat!” ujar nona Liauw sambil mengangguk di atas pembaringannya.

Sebaliknya Coen Lan menjatuhkan diri berlutut. “Budak menghunjuk hormat buat Loo-ya!” serunya. “Kau bangunlah, tidak usah banyak adat!” buru-buru

cegah Liauw Thayjien sembari ulapkan tangannya.

Coen Lan mengia dan mengundurkan diri ke pojokan ruangan.

Kini giliran Liauw Hujien yang segera bangun berdiri sambil menegur ke arah suaminya dengan kata-kata tajam.

“Puteri kita sudah sedemikian besarnya, kau sebagai seorang ayah mengapa tidak mengetuk pintu terlebih dulu sebelum bertindak masuk??”

 “Aku sama sekali tidak menduga kalau pintu tersebut sama sekali tidak dikunci, dorong lantas terbuka….”

Sembari berkata, Liauw Thayjien tiada hentinya mendehem.

Phoa Ceng Yan yang berada didepan begitu mendengar suara mendehem dari Liauw Thayjien dengan langkah cepat segera menerjang masuk ke dalam kamar.

Gerakannya sangat cepat, begitu masuk ke dalam kamar sepasang matanya yang amat tajam laksana sambaran kilat menyapu sekejap ke seluruh ruangan kamar.

“Phoa Hu Cong Piauw-tauw!” teriak Liauw Hujien dengan keras, paras mukanya memperlihatkan perasaan amat gusar. “Selama perjalanan kami sudah cukup tersiksa dengan gangguan-gangguan penjahat, sekarang kaupun …..”

“Hujie…….! Kau tidak usah salahkan Phoa Hu Cong Piauw-tauw lagi!” dengan cepat Liauw thayjien memotong sambil goyangkan tangannya berulang kali. “Akulah yang mengajak dia datang kemari.”

“Apa yang dia maui? Kau yang suruh dia datang?” “Sedikitpun tidak salah! Tadi sewaktu rumah

penginapan kita kedatangan penjahat, bukanlah diapun sudah mengunjungi kamar ini ……”

Perlahan-lahan Liauw Thayjien tersenyum.

“Penjahat boleh datang, sudah tentu Phoa Hu Cong Piauw-tauw pun boleh datang pula,” katanya.

“Jika kaum penjahat ingin datang, hal ini merupakan peristiwa yang tidak bisa dicegah lagi,” kata Liauw Hujien

 keheranan. “Tetapi Phoa Hu COng Piauw-tauw adalah seorang Piauw su yang mengawal keselamatan kta, apakah kau tidak punya cara untuk mengalangi niatnya ini? Heeeeei……! Nona kita sudah dewasa, bagaimana boleh diperlihatkan kepada orang lain dengan seenaknya?”

“Cayhe paham akan ilmu pertabiban,” buru-buru Phoa Ceng Yan menyambung dengan cemas, “Kedatanganku sengaja hendak memeriksa penyakit yang diderita oleh nona Liauw, aku mau lihat apakah nanti sore kita bisa berangkat atau tidak.”

“Sungguh-sungguhkah perkataanmu itu?” “Sidah tentu sungguh-sungguh.”

“Baiklah, kalau begitu cepatlah periksakan keadaan penyakit dari putriku!”

Phoa Ceng Yan mengaku dapat memeriksa dan mengobati penyakit, hal ini memang tidak salah, tetapi yang dimaksudkan “penyakit” olehnya di sini hanyalah terbatas luka-luka luar yang disebabkan bacokan pedang serta golok, mengenai penyakit dalam kaum perempuan serta segala penyakit-penyakit yang sulit dan rumit, sama sekali tak dipahami olehnya.

Tetapi disebabkan Liauw Hujien terus mendesak terpaksa dengan keraskan kepala Phoa Ceng Yan mengakuinya.

Tidak disangka ternyata Liauw Hujien meminta dia orang mendemonstrasikan kepandaian tersebut di hadapannya, terpaksa sang bebek naik ke atas pagar, katanya, “Walaupun cayhe memahami ilmu pertabiban, tetapi sangat jarang periksakan penyakit buat orang lain. Bilamana Hujien paksakan diri agar cayhe perlihatkan

 kejelekan juga, cayhepun harus periksakan denyutan nadi dari nona Liauw.”

Kiranya pada waktu itu hubungan antara lelaki dan perempuan sangat ketat sekali, mereka-mereka yang disebut gadis perawan serta nona-nona dari kalangan bangsawan boleh dikata tidak pernah menerima tamu orang lelaki.

Sekalipun para tabib yang memeriksakan denyutan nadinya-pun harus dipisahkan dengan horden bambu bahkan memeriksa denyutan nadi-pun harus menggunakan seutas tali serabut yang amat halus.

Pada mulanya Phoa Ceng Yan yang melihat penyakit nona Liauw sama sekali tidak berat di dalam anggapannya Liauw Hujien tentu akan menolak tawarannya itu.

Siapa sangka ternyata peristiwa terjadi di luar dugaan, setelah termenung berpikir sejenak terdengar Liauw Hujien berkata perlahan.

“Peduli ilmu pertabiban-mu bagus atau jelek, periksakan dirinya pun tidak ada salahnya, demi kesehatan dari siauw-li, terpaksa sekali ini kita melanggar peraturan yang berlaku…….”

Sinar matanya perlahan-lahan dialihkan ke atas wajah nona Liauw, sambungnya kembali.

“Bocah, kau keluarkanlah tanganmu agar Phoa Hu Cong Piauw-tauw bisa periksa nadimu.”

“Ibu, putrimu sudah sembuh!”

“Aaaaaaayaa…. diperiksa sebentarkan tidak mengapa.”

 Nona Liauw tak dapat berbuat apa-apa lagi, terpaksa ia mengeluarkan tangan kanannya.

Coen Lan segera membawa datang sebuah bantal yang diletakkan di bawah pergelangan tangan Nona Liauw sekalian mengambil sebuah kursi yang segera diletakkan di dekat pembaringan.

Phoa Ceng Yan mendehem perlahan, ia duduk di atas kursi dekat pembaringan kemudian mengeluarkan jari tengah serta jari telunjuk tangan kanannya untuk ditekankan ke atas urat nadi pergelangan tangan kanan nona Liauw.

Dia adalah seorang ahli di dalam menotok jalan darah, sudah tentu mengetahui pula letak-letak jalan darah serta urat nadi.

Ketika jari tangannya menekan di atas urat nadi nona Liauw, kontan saja ia merasa bahwa denyutan jantungnya amat keras dan bertenaga, sama sekali tidak menunjukkan gejala sakit.

Hal ini membuat alisnya segera saja dikerutkan rapatrapat.

“Phoa Hu Cong Piauw-tauw, bagaimana dengan penyakit siauw-li….?” tanya Liauw Hujien dengan nada berat.

Mendadak Phoa Ceng Yan dengan melototkan sepasang matanya bulat-bulat, serentetan sinar mata yang amat dingin dengan cepat menyapu sekejap ke arah wajah Liauw Thayjien suami istri.

“Sunggguh aneh sekali!” serunya tak terasa.

“Apanya yang aneh?” tanya Liauw Thayjien keheranan, sewaktu melihat paras muka Phoa Ceng Yan

 berubah jadi sangat serius, ia sendiripun ikut merasa tegang.

Menurut keadaan dari kekuatan denyutan nadi nona Liauw, ia tidak mirip dengan seorang yang sedang menderita sakit…..”

“Dari denyutan jantung siauw-li kau tidak berhasil menemukan tanda sedang menderita sakit, jadi maksudmu sakitnya siauw-li kali ini adalah sengaja purapura diperlihatkan,” sambung Liauw Hujien dingin.

“Cayhe sama sekali tidak bermaksud begitu.”

“Selama ini badan Siauw-li lemah dan selalu banyak penyakit. Yang memeriksa penyakitnyapun bukan cuma satu dua kali saja, tetapi selama ini tak pernah aku dengar kalau diantara para tabib-tabib itu ada yang mengatakan Siauw-li sedang berpura-pura sakit.”

Phoa Ceng Yan ada perkataan sukar diucapkan, sejak masuk ke dalam ruangan hingga saat ini ia belum berhasil juga menemukan sesuatu tanda-tanda yang memberikan titik terang, di dalam hati ia sangat berharap dapat tinggal lebih lama lagi di sana sekalian melakukan pemeriksaan lebih teliti lagi di sekeliling ruangan.

Dikarenakan dua sebab yang bergabung menjadi satu, ia lantas mendongak memandang sekejap ke arah Liauw Thayjien.

“Thayjien adalah seorang sastrawan yang kenyang membaca kitab-kitab syair serta filsafat, entah bagaimana dengan ilmu pertabiban apakah thayjien pun sedikit tahu?” tanyanya.

“Ehmmm…..! Tahu sedikit-sedikit saja.”

“Kalau begitu coba periksalah denyutan nadi dari putri kesayanganmu!”

 Liauw Thayjien kerutkan dahinya, ia siap hendak berbicara tetapi segera dibatalkan kembali. Tanpa banyak cakap lagi iapun mengeluarkan jari tengah serta jari telunjuk tangan kanannya untuk ditempelkan ke atas urat nadi pergelangan tangan kanan nona Liauw. 

Terasalah olehnya denyutan jantung nona Liauw amat kuat dan bertenaga, tak terasa lagi iapun rada melengak dibuatnya.

Liauw Hujien yang melihat paras muka Liauw Thayjien memperlihatkan rasa keheranan hatinya jadi terasa amat cemas.

“Bagaimana?”

“Denyutan jantung Wan-Jie memang rada mengherankan.”

“Bagaimana?”

“Denyutan jantungnya kuat lagi bertenaga, sama sekali tidak mirip dengan seorang yang sedang menderita sakit.”

“Apa yang sudah terjadi?” tanya Liauw Hujien kebingungan. “Selama beberapa tahun ini, bagaimana dengan kesehatan Wan-jie bukankah kau mengetahui sendiri…..”

“Oleh sebab itulah He-koan(saya) baru merasa keheranan dan tidak paham apa-apa sebetulnya yang telah terjadi.”

“Aaakh….!” tiba-tiba Liauw Hujien menjerit tertahan. “Apa mungkin kejadian ini ada sangkut pautnya dengan obat pemberian orang itu?”

 Dari mulut si “Hoa Hoa KongCu” atau si Kongcu tukang foya-foya Ke GIok Lang si telapak besi bergelang emas Phoa Ceng Yan sudah mendengar kisah tentang si Kongcu yang menghadiahkan sebutir obat kepada nona Liauw, kendati begitu di luaran sengaja ia perlihatkan sikapnya sedang kaget.

“Siapa yang sudah menghadiahkan obat kepada nona Liauw?”

Liauw Hujien yang terlanjur berbicara saat ini tidak dapat menarik kembali kata-katanya, terpaksa dengan keraskan kepala sahutnya.

“Seorang pemuda agaknya siucay yang pandai bersyair……”

Ia memandang sekejap ke arah Phoa Ceng Yan, mendadak dengan berubah bahan pembicaraan sambungnya lebih lanjut.

“Jikalau dibicarakan, sekali lagi aku harus salahkan kalian orang-orang dari perusahaan Liong Wie Piauwkiok, terang-terangan kalian sudah tahu bila siauw-li merawat sakit di sini, mengapa kamu semua sudah membiarkan orang-orang asing memasuki halaman rumah ini sehingga mereka bisa datang berkunjung ke dalam kamar.”

“Soal ini sudah tentu cayhe akan menegur atas keteledoran mereka, tetapi nona Liauw sudah menelan obat apa?”

“Orang itu dengan langkah lebar dan kaya seorang perlente bertindak masuk ke dalam kamar, pada waktu itu aku serta Coen Lan-pun ada di sini.” ujar Liauw Hujien perlahan.

 Ia melirik sekejap ke arah Coen Lan, kemudian sambungnya kembali.

“Urusan selanjutnya, coba kau ceritakanlah!”

“Nona, aku berharap kau dapat mengisahkan seluruh kejadian ini. Cayhe harap dari kisahmu menemui titik terang!” ujar Phoa Ceng Yan kemudian sambil mengalihkan sinar matanya ke atas tubuh Coen Lan.

“Perlahan-lahan dayang itu mengangguk.

“Orang itu sangat tampan!” ujarnya kemudian, “Tetapi sikapnya galak dan ganas, sewaktu Hujien menghadangi perjalanannya sambil membentak, ternyata ia sudah mendorong Hujien sehingga hampir-ampir saja terhuyung jatuh, entah bagaimana mendadak sikap serta tindak tanduknya berubah, ia sudah periksakan denyutan nadi nona bahkan menghadiahkan pula sebutir pil untuk nona, setelah itu ia baru berlalu.”

“Bagaimana warna pil trersebut?” “Putih, besarnya seperti kacang kedelai”

Phoa Ceng Yan segera mengalihkan sinar matanya ke arah nona Liauw, terlihatlah gadis tersebut dengan perasaan amat malu dan jengah memejamkan matanya rapat-rapat, mulutnya bungkam dan paras mukanya berubah jadi merah padam.

“Ehmm…..! Kalau begitu pil tersebut memang ada sangkut paut yang sangat erat,” katanya kemudian.

Saat itulah Liauw Thayjien kembali mendehem perlahan.

“Phoa Hu Cong Piauw-tauw!” serunya, “Bagaimana kalau nanti sore kita berangkat!”

 Walaupun ucapan tersebut diutarakan dengan halus tetapi nadanya jelas sedang mengusir tamu.

Phoa Ceng Yan lantas bangun berdiri.

“Kalau memang penyakit dari nona Liauw telah sembuh, memang seharusnya kita berangkat. Baiklah, biar cayhe pergi mengadakan persiapan terlebih dulu.”

Selesai berbicara lantas menjura dan mengundurkan diri dari dalam kamar.

“Phoa Loo-enghiong! Kau sudah berhasil menemui suatu titik terang?” tanya Liauw Thayjien dengan suara setengah berbisik sambil mengejar si orang tua itu.

“Soal ini kita bicarakan nanti saja”.

Terburu-buru ia melanjutkan langkahnya kembali ke dalam kamarnya sendiri.

Ketika itu Nyoo Su Jan, Giok Liong serta Ih Coen sudah menunggu di dalam kamar.

“Kalian duduklah semua!” Ujar Phoa Ceng Yan kemudian sambil ulap tangannya setelah masuk ke dalam kamar.

“Jie-ya, kau sudah menemukan sesuatu yang mencurigakan?” tanya Nyoo Su Jan tidak dapat menahan sabar lagi.

“Sungguh aneh sekali!” Phoa Ceng Yan menggeleng. “Loohu percaya sudah melakukan pemeriksaan dengan sangat teliti, tetapi tak sedikitpun yang berhasil aku temui, cuma saja.”

“Cuma saja bagaimana?”

“Aku telah memeriksa denyutan jantung nona Liauw, agaknya dia sama sekali tidak menderita sakit.”

 “Jikalau nona Liauw benar-benaradalah seorang jago lihay yang memiliki kepandaian silat sangat tinggi, bahkan berhasil pula mengundurkan si Hoa Hoa Kongcu atau Kongcu tukang foya-foya Ke Giok Lang, maka kesempurnaannya ilmu silatnya pasti telah mencapai pada puncaknya, menurut apa yang hamba pernah dengar, bilamana kepandaian ilmu silat seseorang berhasil dilatih hingga mencapai pada titik puncaknya, bukan saja ia bisa mempertahankan paras mukanya seperti orang-orang biasa, bahkan dapat pula menguasahi pernapasan serta denyutan jantungnya sendiri. Jikalau nona Liauw betul-betul memiliki kepandaian ilmu silat yang sangat tinggi dan tidak mengharapkan agar kita bisa tahu, dapat saja ia mengerahkan tenaganya untuk memperlemah denyutan jantung.”

“Perkataanmu memang sangat cengli” kata Phoa Ceng Yan setelah termenung beberapa saat lamanya. Tetapi jikalau dia bukan seorang jago lihay yang memiliki kepandaian sangat tinggi, bagaimana mungkin seorang gadis yang lemah dapat mengundurkan Lam Thian Sam Sah beserta si Kongcu tukang Foya-foya Ke Giok Lang?”

“Kecuali nona Liauw sendiri, apakah Jie-ya telah memperhatikan pula keadaan di tempat tempat lain?” tanya Nyoo Su Jan lebih lanjut.

“Aku sudah melakukan penyelidikan dengan sangat teliti, dan benar-benar tidak berhasil menemukan sesuatu hal yang patut dicurigai.”

“Menghadapi perubahan yang terjadi di hadapan kita pada saat ini, aku rasa sebetulnya buat kita tak ada yang penting untuk melakukan penyelidikan pada soal ini hingga jelas,” Nyoo Su Jan mendehem perlahan. “Jarak dari sini ke kota Kay Hong sudah tak begitu jauh lagi,

 lebih baik kita cepat-cepat hantar mereka ke kota Kay Hong. Hmm, kemudian kembali ke markas untuk memberi laporan entah bagaimana kalau menurut pendapat Jie-ya?”

Perlahan-lahan Phoa Ceng Yan mengangguk kemudian menghela napas panjang.

“Angin taufan ombak dashyat, di dalam pedang di bawah golok, mati hidup di tengah keadaan bahaya aku sudah merasakan semua dan selama ini belum pernah membuat aku susah, tetapi kali ini hanya disebabkan seorang nona Liauw yang lemah lembut ternyata sudah cukup membuat aku kelabakan dan kebingungan setengah mati!” katanya perlahan.

“Jie-ya!” kembali Nyoo Su Jan mendehem perlahan. “Persoalan di dalam dunia kangouw terlalu kacau dan rumit, peduli seorang manusia yang memiliki kecerdasan sebagaimana tingginya-pun jangan harap bisa memahami seluruh persoalan yang ada. Peduli nona Liauw benar-benar jago lihay yang memiliki kepandaian silat tinggi atau bukan, yang jelas, dia memiliki cara untuk memundurkan musuh-musuh tangguh bahkan semua jago yang berhasil dia pukul mundur adalah iblis-iblis Bulim yang ganas. Kini dia tidak memperkenankan kita orang untuk tahu persoalannya, sudah tentu iapun mempunyai kesusahannya sendiri, jikalau kita ngotot melakukan pemeriksaan terus terhadap persoalan ini kemungkinan sekali malah akan mendatangkan perasaan tidak puas di dalam hatinya”.

“Jadi maksudmu kita tidak usah mengadakan penyelidikan lagi tentang peristiwa ini?” tanya Phoa Ceng Yan kemudian setelah termenung sejenak.

 “Benar! Menurut perasaan hamba, tiada berguna bagi kita untuk mengadakan penyelidikan tentang soal ini “.

“Perjalanan kita hingga tiba di kota Kay Hong masih cukup panjang, selama di dalam perjalanan kita ini apakah kau merasa tentu aman?”

“Persoalan ini boleh dianggap sebagai suatu pekerjaan untung-untungan, hanya tidak berani terlalu memastikan, cuma saja ….”

“Cuma apa?”

“Nona Liauw berhasil memundurkan Lam Thian Sam Sah beserta si Kongcu tukang Foya-foya Ke Giok Lang, mungkin sekali orang lainpun tak bakal berani melaksanakan niatnya kembali.”

“Baik!” ujar Phoa Ceng Yan kemudian. “Kita kerjakan demikian saja, persoalan nona Liauw untuk sementara kita kesampingkan dulu, coba kalian perintah seluruh anak buah kita untuk siap-siap, kita segera berangkat.”

Nyoo Su Jan lantas mengia, putar badan dan berlalu. “Su Jan! Coba kau periksa sebentar” sambung Phoa

Ceng Yan lebih lanjut. “Bila mereka-mereka yang menderita luka terlalu berat, selama di dalam perjalanan hanya mendatangkan kerepotan saja, lebih baik kita tinggalkan saja mereka di sini untuk beristirahat, nanti sewaktu pulang baru sekalian kita bawa mereka kembali ke rumah!”

“Hambapun punya maksud begitu,” sahut Nyoo SU Jan sambil tertawa.

Ia segera putar badan dan kembali melanjutkan perjalanannya menuju keluar.

 Para anak buah perusahaan “Liong Wie Piauw-kiok” kebanyakan merupakan jago-jago yang sudah terlatih, setelah menerima perintah dari Nyoo Su Jan mereka segera menghela kuda mempersiapkan kereta, hanya di dalam sekejap mata semua kereta telah dipersiapkan rapi-rapi.

Ketika itu hujan salju telah berhenti, tetapi langit masih tertutup oleh awan yang sangat tebal. Angin barat daya bertiup amat kencang membawa hawa dingin yang serasa menusuk hingga ke dalam tulang sumsum.

Lie Giok Liong serta Thio Toa Hauw dengan masingmasing menunggang seekor kuda jempolan berjalan di paling depan membuka jalan, sedang Nyoo Su Jan beserta Phoa Ceng Yan duduk di dalam kereta kuning yang ada di depan.

Kecuali lima orang kusir yang menghela kereta, kini cuma tersisa dua orang pembantu saja yang masih bisa melanjutkan perjalanan.

Ih Coen beserta kedua orang anak tersebut dengan menunggang kuda berjalan di paling belakang.

Setelah beristirahat selama satu malam dan setengah harian penuh, kekuatan kuda-kuda tunggangan merekapun telah pulih kembali.

Kendati udara terasa sangat dingin, angin bertiup amat kencang tetapi mereka dapat melanjutkan perjalanan dengan amat cepat.

Dengan kaki kuda melemparkan gumpalan salju ke tengah udara, membentuk asap putih yang menyilaukan mata, rombongan kereta dengan mengambil jalan besar kembali melanjutkan perjalanan menuju ke arah selatan.

 Liauw Thayjien serta kacung bukunya berada di kereta kedua, sedang Liauw Hujien disebabkan hendak menjaga putrinya bersama-sama dengan Coen-Lan serta nona Liauw ada di kereta nomor tiga.

Phoa Ceng Yan yang di dalam hati sudah tiada maksud untuk melakukan penyelidikan terhadap nona Liauw yang penuh diliputu kemisteriusan serta berbadan lemah banyak penyakit itu, saat ini hanya berharap bisa cepat-cepat menghantar keluarga Liauw tiba di kota Kay Hong kemudian baru mengambil keputusan kembali.

Oleh karena itu sejak semula ia sudah memerintahkan kepada semua anak buahnya untuk melakukan perjalanan cepat.

Ketika mereka meninggalkan kota Si Sian Jan hari sudah sore menanti cuaca mulai gelap mereka telah melakukan perjalanan sejauh empat puluh lie.

Di tengah udara dingin, semua kuda-kuda itu sudah mulai berkeringat karena perjalanan cepat ini.

Udara semakin lama semakin menggelap, jalanan yang dilaluipun kelihatan mulai samar-samar sehingga sukar dibedakan, tetapoi tempat penginapan masih belum juga ditemukan.

Lie Giok Liong yang bera di depan segera melarikan kudanya mendekati kereta.

“Paman Jie-siok!” serunya. “Kita sudah lewatkan tempat-tempat penginapan, kini hari semakin lama semakin jadi gelap, saljupun mulai mencair, kuda-kuda telah pada lelah dan hawa malam sangat dingin, sekalipun hendak melanjutkan perjalanan malam ada seharusnya mencari suatu tempat dulu untuk memberi makan kuda-kuda ini.”

 Phoa Ceng Yan yang mendapat laporan tersebut lantas menyingkap horden melongok ke depan, setelah menyapu sekejap ke seluruh penjuru, ujarnya kemudian, “Giok Liong! Coba kau lihat disebelah timur laut sana ada segulung bayangan hitam, betulkan bayangan itu merupakan bayangan rumah?….”

Dengan cepat Lie Giok Liong mengalihkan sinar matanya ke arah yang ditujukan tetapi sebentar kemudian ia sudah menjawab.

“Kekuatan mata siauw-tit tidak becus, aku tidak berhasil melihat jelas.”

Ketika itulah Nyoo Su Jan sudah melongok keluar, sambungnya.

“Jika pemberitaan si pencuri sakti she Shen tidak menipu kita, maka kecuali si Kongcu tukang foya-foya Ke Giok Lang masih banyak sekali orang-orang yang menaruh minat terhadap barang-barang kawalan kita kali ini. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, aku rasa lebih baik kita jangan menginap di rumah penginapan, melakukan perjalanan tanpa mengikuti waktu yang ditetapkan kemungkinan sekali malah memberikan suatu pukulan bagi mereka sehingga jadi kelabakan….”

Ia merandek sejenak, setelah meloncat keluar dari dalam kereta sambungnya kembali.

“Secara diam-diam aku sudah menyuruh orang persiapkan rumput untuk bahan makanan kuda-kuda kita, asalkan dapat mencari suatu tempat yang terlindung dari tiupan angin serta curahan hujan salju, hal ini sudah cukup.”

 “Kalau begitu, biar cayhe pergi periksa sebentar!” kata Lie Giok Liong dengan cepat.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar