Kitab Pusaka Jilid 13

jilid : 13

Pengemis sakti yang pernah malang melintang dalam dunia persilatan karena ilmu langkah Ciok tiong luan poh cap lak tui nya ini benar-benar memiliki tenaga dalam yang amat lihay, akan tetapi lawannya Hui cha Cun cu Kiong Lui sendiri pun merupakan gembong iblis nomor satu dari golongan Liok lim, apalagi suhunya si Manusia iblis penghisap darah, dia merupakan raja iblis yang disebut Kay si siang mo (sepasang iblis sakti dari jagad) bersama mayat hidup.

Begitu bertarung, kedua belah pihak sama sama mengeluarkan ilmu pukulan berat, Hui cha Cun cu. mengembangkan ilmu pukulan Pek lek si hun ciang nya yang maha dahsyat dan satu jurus demi satu jurus meneter musuhnya secara pasti.

Seketika itu jaga seluruh angkasa diliputi angin puyuh yang menderu-deru, seperti ombak dahsyat yang menghantam tepian, kelihayannya benar-benar mengerikan.

Tujuan yang terutama dari Siau yau kay Wi Kian tak lain adalah memberi waktu yang cukup buat Suma Thian yu untuk melaksanakan tugasnya, sebab itu dia selalu menghindari  yang berat menghadapi yang ringan, menghindari kenyataan menyongsong yang kosong, dengan mengandalkan ilmu gerakan tubuhnya yang sakti dia berusaha memunahkan sebagian besar dari ancaman yang tiba.

Seperti seekor kupu-kupu yang terbang di antara aneka bunga, sebentar ke atas sebentar ke kiri dan sebentar lagi ke kanan, sambil berkelit dia selalu mengejek dan mencemooh guna mengacaukaa pikiran musuh.

Tapi, Hui cha Cun cu pun seorang manusia yang amat lihay, dalam sekilas pandangan saja ia sudah bisa menduga maksud tujuan Siau yau kay, tanpa terasa pikirnya:

"Kedatangan kedua orang ini tidak seperti mencari balas, diapun tidak berniat bertarung melawanku, mungkinkah kedatangan mereka mempunyai suatu rencana tertentu?

Tidak, tak mungkin, aku tidak memiliki sesuatu yang bisa di incar orang dengan siasat liciknya!"

Semakin dipikir dia merasa makin bingung dan tak habis mengerti, sudah jelas tahu jika orang datang karena sesuatu tujuan, tetapi tak bisa diduga apa tujuannya, hal mana kontan saja membuat hatinya kesal bercampur mendongkol.

Sementara pertarungan antara kedua orang itu masih berlangsung, mendadak terdengar suara pekikan nyaring bergerai memecahkan keheningan, meski suaranya tak keras tapi mengalun tiada hentinya di tengah udara.

Mendengar suara pekikan tersebut, Siau yau kay merasakan semangatnya berkobar kembali, diam-diam ia girang karena Suma Thian yu telah berhasil hingga tidak siasia kedatangan mereka kali ini, tanpa terasa diapun turut berpekik nyaring.

Mendadak gerakkan tubuhnya berubah, sepasang  tangannya diayunkan berulang kali melepaskan tiga buah pukulan berantai, sedemikian cepatnya serangan yang dilancarkan memaksa Hui cha Cun cu terdesak mundur sejauh beberapa langkah.

Siapa tahu Siau yau kau segera menarik kembali serangannya begitu berhasil mendesak Kiong Lui, serunya sambil tertawa keras

"Maaf aku si pengemis tua harus mohon diri lebih dulu!" Begitu selesai berkata, tubuhnya sudah melompat keluar dari hutan, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya telah lenyap dibalik keeelapan...

Hui cha Cun cu yang dikacau orang masih berdiri termangu-mangu dengan perasaan tidak mengerti, dia tak tahu apa gerangan yang sedang dilakukan musuhnya itu, karena ingin tahu, akhirnya dia menjejakkan kakinya ke tanah dan ikut mengejar keluar hutan.

Begitu tiba di hutan, disitu tak nampak sesesok bayangan manusiapun, suasana di keliling sana masih tetap sepi tidak ada manusia siapapun, tanpa terasa serunya sambil mendepakkan kakinya berulang kali:

"Pengemis busuk, kuperingatkan kepadamu, bila kita bersua lagi dikemudian hari, saat itulah merupakan saat ajalmu, coba akan kulihat kau bisa berbuat gila sampai kapan!"

Selesai berkata dia lantas kembali ketanah lapangan dan menyadarkan rekan-rekannya, ternyata rekannya tiada yang cedera, mereka banya ditotok saja jalan darahnya.

Dengan kejadian ini, Hui cha Cun cu semakin dibikin kebingungan dan tidak habis mengerti.

Mendadak satu ingatan melintas dengan cepat dalam benaknya, kemudian terdengar ia menjerit kaget:

"Aduuuh, jangan-jangan karena benda mestika itu!”

)-)-)-)-)-)-)

sementara itu, Siau yau kay Wi Kian yang mendengar suara pekikan nyaring dari Suma Tnian yu, segera meninggalkan Hui cha Cun cu Kiong Lui dan melayang keluar dari hutan.

Diri kejauhan sana dia menyaksikan ada dua sosok   bayangan manusia yang kecil sedang menuju kedepan. Siau yau kay tak berani berayal lagi, dia segera mengerahkan ilmu meringankan tubuh Leng khong siu tok melakukan pengejaran secepat kilat dari belakang. Hanya didalam beberapa kali lompatan saja, ia berhasil mendahului dua orang tersebut, begitu sampai dia lantas menegur:

"Bocah, kau telah berhasil?”

"Untung tidak gagal, cuma ada sebutir!" sahut Suma Thian yu dengan wajah berseri,

"Setan cilik, tentu saja hanya sebutir, dari mana datangnya dua butir?” seru Siau yau kay setengah girang setengah mendamprat.

Sambil berjalan Gak Kun liong pun mulai menggerutu.

“Engkoh Thian yu, cara kerjamu amat lamban, sama sekali tak bisa cekatan, masa hanya mengambil sebutir mutiara saja membutuhkan waktu sampai setengah hari? Hampir saja selembar nyawaku melayang"

Sambil tertawa Suma Thian yu menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya:

"Tahukah kau, gembong iblis tersebut telah menyembunyikan mutiara tersebut dengan amat rahasia sekali, setelah memeras otak setengah harian lamanya, aku baru berbasil mengorek-nya keluar dari atas dinding ruangannya"

Mendengar perkataan itu, Siau yau kay segera berpikir sejenak, lalu katanya:

"Aaah, tidak mungkin, masa sedemikian cepatnya dia menyembunyikan benda itu? Kecuali kalau sebelumnya dia sudah tahu kalau kami bakal datang ke sana"

Dengan wajah serius Suma Thian yu kembali berkata: "Perduli amat, pokoknya tugas kita kali ini telah berhasil

dengan lancar, mari kita memberi laporan. Aah, betul, aku belum sempat mengucapkan terima kasih kepada kalian berdua!"

Begitulah sambil berbicara sambil berjalan, tanpa terasa ketiga orang iitu sudah tiba diatas puncak bukit.

Gak Kun liong segera bersuit nyaring ketebing seberang sana memberi tahu kepada si burung hong untuk menjemput mereka. Tak lama kemudian dari bukit seberang terdengar suara pekikan dari Ing ji.

Mendadak terdengar Siau yau kay Wi Kian berbisik lirih: "Sett! tenang sedikit, aku seperti mendengar suara ujung

baju terhembus angin, jangan-jangan gembong iblis itu merasa mutiaranya hilang dan menyusul kemari?"

Suma Thian yu dan Gak Kun liong segera memasang telinga dan mendengar suara ujung baju terhembus angin berkumandang datang.

Dengan wajah gelisah Gak Kun liong lantas berseru:

"Waah bagaimana baiknya? Ing ji masih belum juga datang kemari...?”

“Apa yang kita takuti?" sahut Siau yau kay tenang, "paling baik lagi kalau dia berani menyusul kemari, aku si pengemis tua memang ingin memberi sedikit pelajaran kepadanya"

Sementara pembicaraan berlangsung, mendadak terdengar tiga kali pekikan aneh berkumandang datang dari punggung bukit.

Gak Kun liong dengan perasaan makin gelisah mengawasi bukit seberang tanpa berkedip, dia berharap Ing ji bisa segera sampai disana.

Mendadak dari tengah udara berkumandang suara pekikan burung hong, Gak Kun liong segera menari nari sambil berteriak:

"Nah sudah datang, Ing ji sudah datang"

Baru selesai dia berkata dari belakang punggung mereka telah berkumandang datang suara gelak tertawa yang amat mengerikan.

Dengan cepat Gak Kuu liong berpaling, tanpa terasa dia menjerit kaget:

"Aaaah !"

Apa yang diduga Siau yau kay memang tepat sekali, Hui cha Cun cu Kiong Lui dengan memimpin Kiu tau siu Li Gi dan Liat bwe siu Li Hiong telah muncul dihadapan mereka.

Siau yau kay segera mendengokkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak: "Haah...haaah...haaah...kalau sudah bermusuhan, dunia kok rasanya amat sempit, dimana saja kita selalu bersua kembali, hei orang she Kiong, kita memang sudah ditakdirkan untuk berjumpa terus, bagus, sebelum mampus kita tak usah buyar.

Hui cha Cun cu melotot musuh-musuhnya dengan sorot  mata penuh kebencian, dia menggerakkan bahunya melayang kehadapan ke tiga orang itu, kemudian bentaknya gusar:

“Bangsat sialan, pengemis busuk, siapa yang sudah melarikan mutiaraku?"

Akhirnya sorot mata penuh kebencian itu berhenti diatas wajah Suma Thian yu, kembali bentaknya:

"Pasti kau. Ayo jawab!"

Sekulum senyum hambar menghiasi raut wajah Suma Thian yu, dia tak sudi menjawab pertanyaan itu.

Hui cha Cun cu yang berpengalaman tentu saja dapat menyaksikan sikap lawannya, sinar kebuasan dan rasa benci yang mencorong ke luar dari balik matanya makin menjadi, tanpa berkedip barang sekejappun dia menatap wajah Suma Thian yu lekat-lekat, kemudian selangkah demi selangkad berjalan mendekati anak muda tersebut.

Gak Kun liong yang menyaksikan kejadian tersebut merasakan hatinya semakin gelisah, buru-buru dia lari kesisi tubuh Suma Thian yu dan siap membantunya.

Tapi Liat hwe siu Li Hiong segera memburu kedepan dan menyerobot didepan Gak Kun liong dengan menghalangi jalan perginya.

Makin lama Hui cha Cun cu semakin mendekati mereka, mendadak ia berhenti lalu sambil mengulurkan tangannya dia berseru:

“Bawa kemari setan licik, ayo serahkan mutiara itu padaku!”

"Kalau ingin turun tangan, silahkan saja turun tangan sendiri..." jengek Suma Thian yu sambil tertawa sinis.

Hui cha Cuncu menjadi amat gusar, teriaknya mendadak: "Kau anggap lohu tak berani?" Seraya mengancam sekali lagi dia mendekati Suma Thian yu sampai dua langkah.

Tanpa disadari Suma Thian yu mundur dua langkah kebelakang, kini tubuhnya telah berada di tepi jurang, bila

dia mundur selangkah lagi, niscaya tubuhnya akan terjerumus kedalam jurang, terkubur di dasar lembah.

Siau yau kay Wi Kian yang menyaksikan kejadian ini menjadi amat kuatir, peluh dingin bercucuran membasahi seluruh tubuhnya, buru-buru dia memperingatkan:

"Yu ji, jangan mundur lagi!"

Mendengar peringatan tersebut, Suma Thian yu manggutmanggut, dengan mempergunakan sisa sorot matanya dia melirik kebelakang.

Wouw! Sungguh mengerikan, dibelakang tubuhnya telah terbentang jurang yang tak nampak dasarnya. Suma Thian yu segera merasakan peluh dingin bercucuran membasahi seluruh tubuhnya, bulu kuduk pada bangun semua.

Hui cha Cun cu Kiong Lui memperdengarkan suara tertawa liciknya yang mengerikan, lalu serunya:

"Keparat busuk, kenapa mutiara itu tidak segera kau serahkan, apakah kau sudah bosan hidup?"

Suma Thian yu mendengus dingin.

"Hmm, jika kau berani maju selangkah lagi, sauya akan gugur bersama mutiara ini"

Sebenarnya Suma Thian yu hendak menggunakan ancaman tersebut sebagai gertak sambal, siapa tahu Hui cha Cun cu tidak memakan gertakan tersebut, dia malah mendongakkan kepalanya dan segera tertawa seram.

"Heeh...heehh...heehh.. bagus sekali, biar lohu menyempurnakan keinginanmu itu!"

Seraya berkata, dia lantas mengayunkan telapak tangannya dan membacok tubuh Suma Thian yu.

Waktu Itu Suma Thian yu sudah berdiri di tepi jurang, jangankan melancarkan serangan, sekalipun menggerakan tubuhpun bisa akan berakibat marabahaya yang mengancam. Maka ketika menyaksikan datangnya ancaman dari Hui cha Cun cu, dia lantas menghela napas panjang dan sambil memejamkan matanya melompat turun kedalam jurang.

Siau yau kay dan Gak Kun liong yang menyaksikan itu segera menjerit kaget.

"Ooooohh, Thian yu!"

Karena tak tega, mereka berdua pun segera memejamkan matanya rapat-rapat.

Keadaan yang dihadapi Suma Thian yu waktu itu memang saat kritis dan berbahaya sekali, kendatipun ada malaikat yang berada di sana belum tentu bisa menyelamatkan jiwanya.

Bayangkan saja, si anak muda itu sudah di desak hingga berada ditepi jurang, seandainya orang bermaksud untuk memberi bantuan, bisa jadi pihak lawan akan melancarkan sergapan dengan mempergunakan peluang tersebut, akibatnya belum lagi orang lain tertolong, dia sendiri akan menjadi korban.

Oleh sebab itu, kendatipun Siau yau kay memiliki kepandaian silat yang maha sakti, dia cuma dapat membiarkan Suma Thian yu terkubur di bawak jurang.

Tapi, pada akhirnya pada suatu peristiwa di luar dugaan telah terjadi.

Hidup di dunia ini, kadangkala memang bisa terjadi suatu peristiwa aneh yang sama sekali tak terduga.

Suma Thian yu meloncat mundur kebelakang, ia bertekad untuk bunuh diri, sebab bagaimanapun jua mestika tersebut tak dapat dibiarkan terjatuh ketangan musuh, daripada berakibat seperti dalam peristiwa kitab tanpa kata dulu, Siapa tahu baru saja tubuhnya meninggalkan tebing, mendadak dari belakang tubuhnya ber kumandang suara pekikan burung Hong yang keras sekali.

Menyusul kemudian terasa segulung angin kencang berembus lewat, tubuh Suma Thianyu yang sedang meluncur kebawah itu sudah disambar oleh suatu benda yang lunak, kemudian pelan-pelan dibawa terbang membumbung ke angkasa. Suma Thian yu menjadi gembira sekali sesudah menyaksikan peristiwa tersebut, segera pekiknya:

"Aku tertolong, aku sudah tertolong! Oooh, terima kasih langit, terima kasih bumi, terima kasih Ing ji!”

Ditengah jeritan kaget semua orang, Ing ji telah membawa Suma Thian yu terbang jauh melampaui puncak tebing dan berpekik gembira tiada hentinya.

Mendengar suara pekikan itu, Gak Kun liong mendongakkan kepalanya, apa yang kemudian terlihat membuatnya turut berpekik nyaring:

"Horeee.....engkoh Yu sudah tertolong!"

Dia segera menjejakan kakinya ketanah kemudian melambung keudara dan melompat naik ke atas punggung Ing ji.

Tak terlukiskan rasa gusar dan mendongkol Hui cha Cun cu setelah dilihatnya Suma Thian yu berhasil meloloskan diri dari mara bahaya, bahkan tertolong, rambut dan jenggotnya pada berdiri kaku saking marahnya, sambil berpekik nyaring telapak tangannya segera diayunkan ke udara, melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke tubuh burung hong tersebut.

Ing ji adalah seekor burung hong yang berperasaan tajam, dia memahami watak manusia, menyaksikan datangnya serangan dari Hui cba Cun cu, dia lantas berpekik nyaring, lalu sepasang sayapnya dikembangkan dan dikibaskan berulang kali.

Angin puyuh yang menderu-deru, pasir dan batuan beterbangan memenuhi angkasa, daun dan ranting beterbangan membuat pemandangan terasa kabur.....

Hui cha Cun cu maupun Tiang pek siang sat tak kuasa menahan deruan angin pukulun yang amat kuat tadi, masingmasing lantas menutup muka sambil menyembunyikan diri kesisi pohon, lalu memeluk batang pohon erat-erat, kuatir kalau tubuh mereka terseret oleh angin puyuh sehingga tercebur kedalam jurang.

Gak kun liang segera bertepuk tangan sambil bersorak sorai, teriaknya kepada Siau yau-kay: "Cianpwe cepat naik!”

Siau yau kay pun sadar, bila sekarang tidak pergi, sebentar pasti akan menjumpai banyak kesulitan, maka dia lantas menjejakkan kakinya ketanah dan melompat naik ke atas punggung Ing ji.

Menanti ketiga penumpangnya sudah  duduk  baik-baik, Ing ji menutup kembali sayapnya dan meluncur ketengah udara, suara pekikan panjang menggema diudara menyayat suasana.

"Bocah keparat, Hui cha Cung cu Kiong Lui kontan saja mencaci maki kalang kabut setelah menyaksikan ketiga orang itu melarikan diri, "lohu akan menunggu terus disini, akan kulihat sampai kapan kau baru muncul kembali disini."

Benar juga, ternyata Kui cha Cun cu Kiong Lui menunggu terus disitu sampai kemunculan Suma Thian yu dikemudian hari, hanya ini kejadian dikemudian hari, jadi tak perlu dibicarakan sekarang.

Ketika Siau yau kay bertiga tiba kembali dalam gua, Hui im Tangcu Gak Say hwe yang menyongsong paling dulu, dia lantas menegur:

"Sebenarnya apa yang telah terjadi, mengapa Ing ji pergi sekian lama baru kembali?"

Siau yau kay Wi Kian tertawa panjang.

“Kalau dibicarakan panjang sekali ceritanya, ambil sepoci arak lebih dulu, setelah lolos dari kematian, aku si pengemis tua harus minum sampai mabuk."

Sementara itu Ceng lionLi siansu juga turut munculkan  diri, dibelakangnya mengikuti Sian gi siu dari Wu san, melihat mereka bertiga pulang dengan selamat, segera tegurnya sambil tertawa:

"Bagaimana dengan hasil perjalanan kalian? Tentunya melalui suatu pertempuran yang amat sengit bukan!"

Gik Kun liong segera menarik ujung baju Cong liong lo siansu sambil berseru manja:

"Sucou, orang she Kiong itu menganiaya Liong-ji, kau orang tua harus membalaskan sakit hatiku ini!" Cong liong Lo siansu hanya tersenyum belaka, lama kemudian ia baru bertanya kepada Suma Thian yu atas hasil perjalanannya.

Secara ringkas Suma Thian yu lantas mengisahkan pengalaman yang baru saja dialaminya, lalu dari sakunya mengeluarkan sebuah bungkusan kain hitam dan menyerahkan kepada lo siansu tersebut.

Cong liong Lo siansu menerima bungkusan kain hitam itu dan membuka pembungkusnya, seketika itu jua seluruh ruangan berubah menjadi terang benderang bermandikan cahaya.

“Haaah....Ya kong cu!” pekik Lo siansu kaget.

Semua orang menjadi gembira sesudah mendengar pekikan itu dan sama-sama mengalihkan perhatiannya, betul juga, ternyata mutiara tersebut adalah sebutir Ya kong cu yang amat sukar ditemukan di dunia ini.

Setelah mengamati sejanak, Cong liong lo siansu berkata sambil menggeleng.

"Thian yu, kau sudah salah ambil, benda ini bukan Han kong cu anti racun yang diperoleh dari benak ular beracun"

Seluruh tubuh Suma Thian yu mendingin setelah mendengar ucapan ini, buru-buru bantanya:

"Thian yu telah menggeledah seluruh ruangan, disitu hanya ada benda itu saja, tak kutemukan mestika lainnya"

“Waaah, aneh sekali" gumam Cong liong lo siansu, "masa bukan dia yang mengambil mutiara anti racun dari ular beracun tersebut? Atau mungkin disembunyikan ditempat lain?"

Gak Kun liong yang teliti lantas berpiki pula dengan seksama, akhirnya dia berseru:

“Benar, Kiong Lui si setan tua ini memang tidak melarikan mutiara anti racun tersebut!"

“Dari mana kau bisa tahu?” Cong liong lo-siansu seperti sengaja hendak mencari tahu.

Secara ringkas Gak Kun liong lantas mengisahkan pertarungannya melawan Hui cha Cun cu, dan akhirnya dia pun mengisahkan pula ba gaimana Hui cha Cun cu menuntut kembali mutiaranya.

Setelah dianalisa dan diselidiki kembali secara seksama, akhirnya semua orang berkesimpulan bahwa Kiong Lui memang tidak tahu menahu tentang mutiara anti racun itu.

Cong liong lo siansu segera bergumam:

"Lantas, siapa yang melakukan hal ini? Selain dia, orang lain tak akan bermanfaat mendapat mntiara anti racun itu, mungkinkah sudah dilarikan oleh si Mayat hidup?"

Diantara sekian jago yang hadir sekarang, kecuali Cong liong Lo siansu beserta Suma Thian yu, Gak Kun liong, yang lain tak sempat melihat bayangan pungung dari pencuri mutiara tersebut, oleh sebab itu siapapun merasa kurang leluasa untuk menimbrung.

Dengan demikian soal mutiara anti racun pun menjadi sebuah teka teki bisu yang tak terjawab, siapapun tak tahu mutiara mana telah terjatuh ke tangan siapa.

Cong liong Lo siansu segera menyerahkan kembali mutiara Ya kong cu tersebut ke tangan Suma Thian yu kemudian katanya:

"Bagaimana kalau kita kembalikan saja mutiara ini kepadanya?”

"Jangan!” Suma Thian yu berseru keras.

Mendengar ucapan ini, semua orang tertegun dan menatap ke arth Suma Thian yu dengan keheranan.

"Kenapa?” tanya Siang gi siu dari Wu san ketus.

“Tentu saja jangan dikembalikan kepadanya" teriak Suma Thian yu dengan perasaan mendongkol, "coba bayangkan sendiri Ya beng cu ini di dapatkan dengan mengorbankan seratus butir batok kepala manusia, apakah kita harus menyerahkan kembali dengan begitu saja kepadanya?”

Semua orang masih belum memahami ucapan Suma Thian yu, Siau yau kay yang berangasan cepat menegur:

"Hei, bocah, kau berbicara jangan berbelit-belit, blak-blakan saja, tak perlu di putar balikkan" Merah padam selembar wajah Suma Thian yu karena jengah, secara ringkas diapun mengisahkan kembali kejadian yang dialaminya dalam dusun yang dilaluinya tempo hari, sebagai akhir kata dia menambahkan:

"Pada mulanya Thian yu mengira perbuatan tersebut dilakukan oleh pencoleng berkerudung, atau pasti ada sangkut pautnya dengan Bi kun lun Siau Wi goan maka sewaktu tiba di keluarga Siau, secara diam-diam kuperhatikan hal ini, akhirnya aku gagal menemukan sesuatu jawaban, sama sekali tak kusangka kalau perbuatan ini ternyata hasil karya dari Kiong Lui, bayangkan saja, apakah aku harus menyerahkannya dengan begitu saja?"

"Benar!" Gan Kun liong yang pertama-tama menyatakan persetujuannya.

Kau yakin kalau mutiara ini adalah mutiara yang hilang dari dusun tersebut?" tanya Tay gi siu Kiong Sian pula dengan suara tegas.

"Thian yu tidak berani memastikan tapi b lum pernah kudengar dikolong langit terdapat dua macam Ya beng cu  yang sama bentuknya" Jawaban dari Suma Thian yu ini sangat diplomatis, membuat Tay gi siu jadi tergagap dan tak

mampu menjawab.

Gak Kun liong turut tertarik, dia segera menimbrung pula: "Engkoh Yu, tahukah kau kalau Hui cha Cun cu itu sejalan

dengan Siau Wi goan?"

"Soal ini...aku kurang begitu tahu"

""Benar! Perampok berkerudung itu sudah pasti bukan Hui cha Cun cu" desak Gak Kun liong.

Didesak oleh beberapa patah kata tersebut Suma Thian yu dibikin terdesak sehingga tak sanggup menjawab, padahal apa yang dia katakan tadipun hanya merupakan suatu dugaan belaka.

Bantahan dan Gak Kun liong inipun tak lebih hanya suatu perumpamaan yang mendua-duga juga.

Hui im Tongcu Gak Say bwe yang selama ini hanya membungkam, segera turut menimbrung: "Buat apa kita mesti memperdebatkan persoalan seperti ini? Thian yu, simpanlah dulu, benda macam begini tak boleh sampai terjatuh ke tangan orang jahat, sedang mengenai Kiong Lui, aku paling jelas dengan tabiatnya, jadi tindakanmu menyerobot mutiara nya bukanlah suatu perbuatan yang salah.

"Mengapa ibu?” tanya Gik Kun liong tidak habis mengerti. "Cerewet!" tegur Hui im Tongcu Gak Say bwe cepat,

kemudian baru menerangkan, "antara Bi kun lun Siau Wi goan dengan Kiong Lui sesungguhnya mempunyai hubungan persaudaraan, nah, sekarang sudah jelas bukan?"

Hingga disitu, semua orang baru memahami duduk persoalan yang sebenarnya, perdebatan nya dengan Suma Thian yu pun dengan cepat diakhiri sampai disitu pula.

Siang gi siu dari Wu San lantas bangkit dan menghampiri  Hui im Tongcu, membisikkan sesuatu disisi telinganya, tampak Gak Say bwe segera tersenyum sambil manggut-manggut.

Menyusul kemudian Tay gi siu menjura kepada semua orang seraya berkata:

"Kami akan mohon diri lebih dulu, bila urusan telah selesai, kita pasti akan bersua kembali"

Kemudian sambil berpaling kearah Suma Thian yu, lanjutnya dengan wajah serius:

"Thian yu, kau harus baik-baik mengingat perkataanku, setiap saat mencari tahu jejak kitab Cin keng tersebut".

Begitulah, mereka berdua lantas berlalu setelah menyampaikan pesannya, seperti sepulung hembusan angin, bayangan tubuh mereka lenyap diluar gua sana.

Siau yau kay Wi Kian segera memohon diri Pula ketika dilihatnya dua orang tokoh aneh itu sudah pergi, tapi Hui im Tongcu segera menahannya sambil berkata:

“Kau toh tiada urusan penting apa-apa, kenapa mesti terburuburu....

Siau yau kay menggelengkan kepalanya berulang kali, ucapnya sambil tertawa lebar: "Kehadiranku disini hanya merupakan suatu beban yang berat, apalagi setelah berapa hari tidak mengemis, rasanya kantongku sudah mulai kosong"

Kemudian setelah memberi hormat kepada Cong liong 1o siancu, katanya kepada Suma Thian yu sambil tertawa mesteris:

"kesempatan baik sukar ditemukan, baik-baiklah memanfaatkan nya..."

Selesai berkata, dia lantas beranjak meninggalkan gua tersebut.

Menyaksikan mereka semua berlalu dari situ, Suma Thian yu segera merasakan satu hal dia merasa orang-orang itu seperti menyim pan suatu rahasia yang besar.

Nyatanya mereka datang depan begitu saja, pergipun dengan begitu saja hingga seakan mereka hanya kebetulan lewat dan menyamangi tempat itu, padahal siapa yang menduga kalau dibalik kesemuanya itu sebetulnya terjalin suatu buhungan batin yang erat!

Waktu berlalu dengan cepatnya, dalam waktu singkat tiga puluh hari sudah lewat.

Suatu hari, pagi-pagi sekali Cong liong lo siansu sudah berada ditanah lapang dibelakang gua sana.

Seorang bocah berusia sebelas, dua belas tahun dan

seorang pemuda berusia delapan sembilan belas tahun sedang melangsungkan suatu pertarungan yang amat seru, kedua belah pihak sama-sama saling menyerang dan saling menyergap dengan gencarnya.

Di tepi lapangan, berdiri pula seorang nyonya muda yang berparas amat cantik.

Saat itulah, Cong liong lo siansu berjalan ke sisi nyonya muda tersebut dengan langkah pelan, kemudian ujarnya sambil tertawa:

“Selama satu bulan ini, kemajuan yang berhasil diraih kedua orang ini sungguh mengagumkan, tidak sia-sia lolap membuang banyak tenaga untuk mereka berdua" Hui im tongcu hanya mengawasi terus Kedua orang yang sedang bertarung itu, mendengar ucapan mana, ia tidak berpaling, hanya sahutnya:

"Liong ji jauh lebih bodoh dan bebal, coba kau lihat, bukankah Thian yu belum menggunakan segenap tenaga yang dimilikinya?"

"Soal ini tak bisa disalahkan”, hibur Cong liong lo siansu, liong ji baru berumur berapa? Janganlah mengharapkan terlalu tinggi, kalau tidak kecewamu akan makin besar. Anak kecil sudah dapat mencapai tingkatan sehebat ini, sesungguhnya hal ini sudah terhitung luar biasa"

"Berhenti!" tiba-tiba Hui Im Tongcu berteriak keras.

Dua orang yang sedang  bertarung segera melompat mundur setelah mendengar teriakan tersebut, sambil membawa pedang masing-masing mereka berjalan kehadapan Cong liong lo siansu kemudian sapanya sambil memberi hormat:

"Selamat pagi!"

Cong liong lo siansu membelai rambum Gak kun liong dan berkata sambil tertawa ramah:

“Liong ji, kau harus beristirahat dulu, biar engkoh yu mu berlatih lebih dulu”

Kemudian perintahnya kepada Suma siauhiap:

“Thian yu, cepat kau latih kembali ilmu pukulan Sian po hwe hong ciang tersebut!”

Suma Thian yu segera mengiakan, sambil membawa pedangnya dia berjalan menuju ke tengah lapangan,  kemudian setelah memberi hormat kepada kakek itu, satu jarus demi satu jurus dia mulai melatih ilmu silatnya dari awal sampai akhir.

Ilmu pukulan sian po hui hong ciang (pukulan angin berpusing) merupakan ilmu andalan yang paling dibanggakan Cong liong lo siansu sepanjang hidupnya, kali ini Suma Thian yu dapat melatihnya dengan enteng, ringan, cepat luwes dan bertenaga, jurus demi jurus di lepaskan seperti air sungai huang ho yang mengalir tiada hentinya. Betapa gembiranya Cong liong lo siansu menyaksikan kelihayan bocah tersebut berlatih, dia tertawa terbahak-bahak tiada hentinya, kemudian sambil berpaling kearab Gak Say bwe, ujarnya:

"Coba kau lihat, bagaimana hasil latihannya itu? Asal bocah ini diberi waktu yang cukup untuk melatih diri, tak sulit untuk menjadi seorang jagoan nomor wahid dikolong langit"

Hui im tongcu Gak Say bwee ikut merasa gembira sekali. Selesai melatih ilmu pukulan Sian po hui hong ciang,

kembali Suma Thian yu melatih ilmu pedang Bu beng kiam hoat yang sekali lagi mendapat sambutan hangat.

Ketika pemuda itu selesai berlatih, Cong liong Lo siansu memanggilnya menghadap, lalu berkata dengan gembira:

"Tampaknya kau berlatih dengan tekun dan rajin sehingga dapat mencapai kesuksesan seperti hari ini, sebentar kau boleh memberes kan buntalanmu untuk turun gunung, penuhi janjimu di bukit Kun san, kemudian selesaikan sebuah tugas yang akan kusampaikan padamu"

Sejak disuruh berdiam dalam gua Hui im tong, Suma Thian yu belum pernah memahami maksud tujuan yang sebenarnya, kini dia baru terceranjat sesudah mendengar perintah Cong liong lo siansu, tanpa terasa wajahnya menunjukkan kesangsiannya.

Dalam sekilas pandangan saja, Cong liong lo siansu sudah dapat menebak jalan pemikiran pemuda itu, sambil tersenyum dia segera berkata:

"Dunia persilatan dewasa ini sudah berada diambang pintu badai pembunuhan yang paling mengerikan sepanjang seratus tahun belakangan ini, tak sampai berapa tahun kemudian, banjir darah sudah pasti akan melanda seluruh dunia persilatan, tapi ini, sudah merupakan takdir, tiada orang

yang sanggup menyelamatkan badai pembunuhan berdarah itu.

"Aku masih ingat ketika berusia delapan tahun dulu, dunia persilatan juga pernah dilandai badai pembunuhuhan berdarah, banyak jago persilatan yang terlibat dalam peristiwa tersebut dan tewas secara mengerikan, kini sekejap mata seratus tahun sudah lewat, dan sekarang

badai pembunuhan itu kembali mengancam kita, kita" bahkan badai kali tampaknya timbul akibat dari munculnya kitab tanpa kata, berdasarkan tafsiran inilah maka lolap lantas mengambil keputusan untuk mewariskan segenap kepandaian silat yang kumiliki kepadamu agar kau bisa bertanggung jawab untuk menolong sesama umat manusia dari kehancuran"

Berbicara sampai disitu, Cong liong lo siansu berhenti sejenak, kemudian setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, bisiknya lagi dengan suara rendah:

"Setelah menghadiri pertemuan dibukit Kun san, kau harus seorang diri berangkat ke Lhasa ibu kota Tibet, disebelah utara kota Lhasa terdapat sebuah kuil yang bernama Phutara si, dari situlah kau dapat mulai menyelidiki sumber mula dari kitab pusaka tersebut, seandainya kitab itu belum sampai terbawa ke daratan Tionggoan, berarti  badai  pembunuhan ini bisa ditolong, kalau tidak, yaa... umat persilatan harus menghadapi situasi tersebut dengan lebih perihatin."

Sampai disini, Suma Thian yu baru mengerti apa sebabnya Hui Im Tongcu mengundangnya kesitu, tanpa terasa hatinya bertambah murung dan berat....

Menyaksikan pembahan wajah anak mnda tersebut, Cong liong lo siansu segera membentak gusar:

"Jadi kau segan ke situ?"

“Bukan, bukan begitu... " sahut Suma Thian yu tanpa berpikir panjang lagi "sekali pun boanpwe harus terjun ke lautan api pun, aku rela melaksanakannya, apalagi cuma melakukan perjalanan jauh saja"

"Kau bohong, perubahan wajahmu telah mem beritahukan segala sesuatunya itu kepadaku"

"Locianpwe, kau harus tahu, sejak kecil Thian yu sudah kehilangan orang tuaku, dendam kesumat keluargaku belum terbalas, kemudian berkat kebaikan hati paman Wan, aku dipeliharanya sampai menginjak dewasa, sebelum meninggalkan paman Wan telah berpesan kepadaku untuk membalaskan dendam baginya, kemudian Wu san siang gi menyerahkan tugas kepadaku untuk melindungi kitab pusaka tanpa kata, ditambah lagi teka teki soal mutiara anti racun yang terjadi berapa waktu berselang, semua tugas tersebut kini sudah menjadi beban ku, hanya sayang semua tugas mana tak satupun yang bisa kulaksanakan dengan baik, tiap kali teringat akan hal ini aku menjadi amat sedih sekali, maka..."

"Aku mengerti, sekilas pandangan persoalan didunia ini beribu ribu macam corak, padahal keunggulannya hanya satu, seperti apa yang kau ucapkan barusan, tampaknya persoalanmu se-muanya merupakan persoalan yang pelik, padahal jika dianalisa kembali satu persatu, semuanya akan berubah menjadi soal sepele yang bisa diselesaikan secara gampang!"

Mendengar ucapan tersebut, Suma Thian yu termenung beberapa saat lamanya, ia segera menemukan kalau perkataan itu memang benar, serta merta perasaannya pun menjadi lebih terbuka.

Tengah hari itu, dengan perasaan berat hati Suma Thian yu harus mohon diri kepada Cong liang lo siansu dan Hui im Tongcu, ke mudian dihantar oleh Gak Kun liong dengan menumpang Ing ji berangkatlah pemuda meninggalkan gua Hui im tong.

Selama hampir sebulan penuh, Gak Kun liong selalu bergaul dengan Suma Thian yu, baik siang atau malam, hubungan mereka boleh bilang sudah amat akrab, sebetulnya Suma Thian yu melarang dia menghantarnya ke puncak seberang, tapi bocah itu bersikeras hendak menghantarnya.

Ketika Ing ji terbang sampai ditengah jalan, mendadak burung itu berpekik keras, kemudian hanya berputar-putar saja disekitar tempat itu tanpa ada maksud melayang turun.

Gak Kun liong yang menyaksikan kejadian itu segera berteriak:

"Ing ji, apa yang terjadi? Apakah di depan sana ada ancaman mara bahaya?" Ing ji mengerti pertanyaan majikannya, dia manggut berulang kali sambil berpekik nyaring.

Suma Thian yu segera memuji kecerdasan burung itu, katanya:

"Ing ji, banyak terima kasih atas pemberitahuanmu, tak mengapa, terbang saja terus, kami masih sanggup untuk menghadapi ancaman bahaya macam apapun”

Setelah mendengar ucapan Suma Thian yu itu, Ing ji baru berpekik gembira, ia lantas mengembangkan sayapnya dan menukik kebawah.

Dalam waktu singkat, Ing ji sudah hinggap dipuncak seberang, sambil melompat turun ketanah, Suma Thian yu menjura kepada Gak Kun liong sambil berkata:

“Adik Liong, pulanglah lebih dulu, bila urusanku telah selesai pasti akan kembali lagi kemari untuk berkumpul lagi denganmu”

"Janji yaa, jangan bohong".

"Tentu saja, aku pasti akan memenuhi janji”

Baru selesai dia berkata, mendadak terdengar tiga kali pekikan aneh berkumandang memecahkan keheningan, menyusul kemudian tampak bayangan manusia berkelebat lewat, dalam waktu singkat dari belakang tubuh Suma Thian yu sudah muncul tiga orang kakek.

Begitu ketiga orang itu munculkan diri, mereka segera mengurung rapat-rapat Suma Thian dan Gak Kun liong.

Sekilas pandangan saja Suma Thian yu segera mengenali mereka sebagai Hui cha Cun cu yang datang bersama Tiang pek ji sat, buru buru ujarnya kepada Gak Kun liong:

"Adik Liong, cepat pergi, biar aku seorang diri yang menghadapi mereka bertiga"

"Tidak, aku ingin mati hidup bersama kau, bila ada rejeki kita nikmati bersama, kalau ada susah kita tanggulangi bersama, kini kau menemui kesulitan, masa aku harus pergi seorang diri?" seru Gak kun liong cepat.

Menyaksikan Gak Kun liong begitu bersikeras dengan pendiriannya, Suma Thian yu ingin menghibur dirinya dengan beberapa patah kata, tapi musuh uangguh keburu sudah dekat, apa lagi mereka semua memandang kearahnya dengan penuh kegusaran.

Akhirnya pemuda itu memutuskan untuk tidak banyak berbicara lagi, bagamanapun juga kehadiran Gak Kun liong memang banyak membantu baginya menghadapi lawan.

Maka sambil tersenyum dia mengangguk.

“Baiklah, untuk kali ini kukabulkan, tetapi jangan Untuk lain kali."

Gak Kun liong bersorak kegirangan, dia segera melompat turun dari punggung burungnya itu sambil menepuk kepala Ing ji, ujarnya:

Ing ji untuk sementara waktu beristirahat lah dulu diatas pohon, kau tidak boleh turut serta dalam keramaian ini lhoo..."

Hui cha Cun cu semakin naik darah lagi setelah

menyaksikan sikap Suma Thian yu yang masih sempat tertawa dan bergurau kendati pun mereka sudah dikepung rapat, sikap semacam itu pada hakekatnya sama dengan tidak

memandang sebelah mata pun terhadap mereka.

Tanpa banyak berbicara ladia maju sambil melepaskan sebuah pukulan, teriaknya dengan gusar:

"Bangsat... akan aku lihat kau bisa tertawa sampai kapan?" Suma Thian yu berdiri membelakangi Hui cha Cun cu ketika merasakan sambaran angin tajam dari balik punggung, buru-

buru dia mengeluarkan ilmu langkah Ciok tiong luan poh in hoat untuk mengegos ke samping, tidak nampak bahunya bergerak, tahu-tahu orangnya sudah berpindah posisi.

“Setan tua" seru pemuda itu kemudian sambil tertawa, "keadaanmu sekarang memang mirip sekali dengan anjing penjaga pintu. aai... tak kusangka kau memiliki kesabaran yang begitu besar, satu bulan penuh kau tetap mengeram terus disini, semangatmu yang tinggi sungguh membuat hatiku merasa amat kagum"

Baru selesai dia berkata, tiba-tiba terdengar lagi suara bentakan keras menggelegar diangkasa: "Boocah keparat. Raja akhirat sedang menggapai tangannya kepadamu...

Suma Thian yu sudeh menduga kalau serangan yang dilancarkan itu paling tidak mengandung tenaga pukulan sebesar delapan bagian, lagipula kekejiannya mengerikan, tanpa pikir panjang dia membalikkan badan menerjang ke samping Hui cha Cun cu, kemudian serunya sambit tertawa cekikikan:

“Hai, anjing budukan penjaga pintuku, tampaknya kalian belum akan puas sebelum sampai di sungai Huang ho, ingin merebut kem-bali mutiara itu? heh...hee..lebih baik urungkan saja niatmu itu"

Seraya berkata, tangan kanannya segera memainkan jurus Hui so-sui hong (serat terbang terhembus angin) untuk mencubit pelan di bawah ketiak Hui cha Cun cu.

Cubitan mana tentu saja membuat Kiong Lui kegelian, dia sampai mencak-mencak kegusaran Sambil berkaok-kaok dia melompat ke belakang sebatang pohon, ketika muncul kembali, tangannya telah bertambah dengan sebatang senjata toya berbentuk bulan sabit.

Dengan garangnya orang itu menerjang ke muka, kemudian sambil memutar senjata Hou to pangnya dia membacok batok kepala pemuda itu dengan jurus Sam yang kay tay (Sam yang membuka air).

Toya Hou to pang tersebut paling tidak mencapai berat  enam lujuh puluh kati, ditambah kekuatan sewaktu membacok hingga total jenderal kekuatannya mencapai lima ratus kati lebih.

Kendatipun Suma Thian yu memiliki tenaga yang amat sempurna, toh ia tak berani menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.

Buru-buru dia mengigos kesamping, kemudian balas melancarkan sebuah sodokan untuk menotok jalan darah Hian ki hiat lawan.

Meskipun Hui cha cun cu tidak menyangka kalau dalam waktu satu bulan yang singkat, Suma Thian yu telah memperoleh kemajuan pesat dalam kepandaian silatnya, melihat kelihayan permainan tangan kosongnya, dia benarbenar merasa terperanjat sekali.

Hanya berpisah berapa hari, namun Suma Thian yu yang sekarang bukan lagi Suma Thian yu yang dulu.

Kini, Suma Tnian yu sudah merupakan seorang tokoh persilatan muda yang berilmu sangat tinggi.

Menyaksikan datangnya sambaran tangan Suma Thian yu yang begitu cepat bagaikan sambaran petir, sudah bareng tentu Hui cha Cun cu tak berani berayal, cepat-cepat dia menarik kembali senjatanya kemudian melompat mundur sejauh setengah kaki lebih dari posisi semula.

Hei orang she Kiong seru Suma Thian yu dengan suara lantang, “lebih baik dengarkan saja anjuranku, jangan memikirkan soal mutiara ya kongcu lagi, sebab hanya dengan cara itu saja selembar nyawamu baru dapat diselamatkan, jikalau sauyamu sampai marah hmmm, kau bisa menyesal sekali...

Kalau tak mendengar ucapan itu masih mendingan, berigu selesai mendengar ucapan mana kemarahan Hui cha Cun cu benar-benar tidak dilukiskan dengan kata-kata.

Sambil membentak keras, senjata Hou to pangnya diputar kencang menciptakan selapis bayangan tebal yang menyelimuti seluruh tubuhnya, menyusul kemudian secepat kilat menyodok tubuh Suma Thian yu, bentaknya keras:

"Ayo, maju semua!”

Tiang pek ji sat tak ambil diam, serentak mereka mempersiapkan senjata masing-masing dan maju mengerubuti Suma Thian yu.

Gak Kun liong kecil orangnya, besar nyalinya menyaksikan kedua orang malaikat bengis itu maju bersama, serentak diapun meloloskan pedangnya, lalu dengan jurus Kay san to hu (mebuka bukit mencari sumber air) tangan kananya menyerang Li hiong, sementara tangan kirinya membabat si mahkluk berkepala sembilan Li Gi, semuanya dilepaskan dengan kecepatan yang mengagumkan. Tiang pek ji sat bukan manusia sembarangan, mereka tak sudi bertarung melawan Gak kun liong, kedua orang itu  segera berpisah kekiri dan kekanan menghindarkan diri dari serangan Gak kun liong, kemudian maju lagi menyerang Suma thian yu.

Marah juga Suma thian yu menyaksikan serangan dari kedua orang itu, dia jadi nekad, sambil mundur dua langkah, pedang Kit hong kiamnya segera diloloskan dari sarungnya.

begitu senjatanya diloloskan, segera berkumandang pekikan nyaring yang menggerincing.

Liat hwe siu Li hiong, orang ketiga dari Ting pek sam sat hanya merasakan cahaya biru berkelebat lewat didepan matanya, tahu-tahu dia merasakan dadanya menjadi dingin sekali, diiringi dengan jeritan ngeri, tubuhnya segera roboh terkapar ditanah bermandikan darah segar.

Semenjak mempelajari ilmu Bu beng kiam hoat, baru pertama kali ini Suma Thian yu mempergunakannya untuk menghadapi lawan.

Siapa tahu baru saja  pedangnya diloloskan dan  satu ayunan ringan melintas, seorang jago lihay dari kalangan Liok lim telah roboh binasa diatas tanah.

Kenyataan tersebut segera membuat Suma Thian yu berdiri tertegun ditempat, dia menjadi lupa kalau disitu masih ada dua orang musuh tangguh yang harus dihadapi.

Ketika Kiu tau siu Li Gi mendengar adik nya menjerit ngeri, dengan cepat ia berpaling, tahu-tahu dijumpainya Li Gi sudah terkapar tewas dengan tubuh bermandikan darah, peristiwa ini segera membuat hatinya sakit.

Dengan mata merah membara, dia membentak keras, kemudian goloknya segera diayunkan kedepan dan membacok kearah samping dengan jurus Hong toan lo siong (angin memotong pohon siong).

Sementara itu Suma Thian yu masih berdiri bodoh ditempat tanpa berkutik, tampaknya ujung golok Li Gi segera akan menembus pinggangnya. Dengan perasaan terkejut Gak Kunliong menjerit: "Hati hati engkoh Yu!”

Mendadak Suma Thian yu tersadar kembali dari lamunannya, serta merta dia memutar pedangnya untuk menangkis, setelah itu perge langan tangannya membalik ke bawah, cahaya biru kembali berkelebat lewat. Terdengar Kiu tau siu Li Gi menjerit kesakitan kemudian tu buhnya roboh terjengkang ke tanah.

Pada hakekatnya Suma Thian yu tidak sempat melihat jelas apa yang terjadi, tapi secara beruntun dia telah membunuh dua malaikat bengis, hal ini membuatnya tertegun.

Ketika berpaling kembali, tampaknya olehnya Kiu tau siu Li  Gi seperti babi yang baru disembelih, bergulingan diatas tanah sambil merintih tiada hentinya.

Tak jauh dari sisi tubuhnya tertinggal sebuah lengan kanan yang menggenggam golok.

Memandang semua pemandangan yang tertera didepan mata, Suma Thian yu merasa seakan-akan berada dalam impian saja, hanya dalam satu bulan ilmu pedangnya telah menperoleh kemajuan yang pesat, dalam sekali gebrakan saja secara beruntun dia berhasil meroboh kan dua orang jago lihay dari kalangan Liok-lim.

Hal ini serasa dalam impian saja, sukar untuk dipercaya.

Bahkan Hui cha Cun cu pun merasa terkesiap setelah menyaksikan peristiwa ini, segulung hawa dingin segera menyusup lewat punggungnya membuat ia merasa bergidik, sambil menggenggam senjata toya Hou lo pangnya, dia cuma berdiri kaku ditempat, lupa melepaskan serangan lagi.

Pulang saja kau!” kata Sama Thian yu kemudian hambar, "suatu ketika, aku akan membalaskan dendam bagi seratus jiwa yang melayang dalam dusun tersebut, ingat, hari ini ku ampuni jiwamu karena aku telah mendapatkan mutiara mustika itu dari tanganmu, maka aku tak tega untak membunuhmu..."

Hui cha Cun cu adalah seorang manusia luar biasa kalau dia disuruh untuk mengaku kalah sebelum bertempur, maka lebih baik mampus saja dalam pertarungan. Betul dia sudah tahu kalau ilmu pedang Suma Thian yu sangat lihay, tanpa bertanding pun sudah diketahui siapa lebih tangguh siapa lebih lemah, tapi kalau dia disuruh lari terbiritbirit hanya berdasarkan sepatah katalawan, jangankan dia terhitung gembong iblis termashur dalam kalangan liok lim, sekalipun seorang keroco yang tak bernama pun tak akan sudi melakukan perbuatan yang memalukan itu.

Hui cha Cun cu segera mementangkan sepasang matanya yang tajam dan penuh pancaran sinar kebencian itu, kemudian setelah melotot sekejap kearah Suma Thian yu, katanya dingin:

"Bocah keparat, kau tak usah takabur lebih dulu, mari kita tentukan kelibayan masing-masing dalam permainan tangan kosong!"

Begitu selesai berkata, dia segera membuang senjata tongkat Hou tong pang nya ketanah.

Suma Thian yu segera menyarungkan kembali pedangnya ke dalam sarung sambil bersiap menghadapi serangan lawan.

Hui cha Cun cu memang tak malu disebut seorang gembong iblis yang licik dan berbahaya, dia ingin mengandalkan kesempurnaan tenaga dalamnya yang mencapai enam puluh tahun hasil latihan untuk mengejar Suma Thiat yu yang masih ingusan.

Kedua belah pihak saling berhadapan tanpa bergerak, selang beberapa saat kemudian Hui cha Cun cu baru membentak keras, dengan jurus Sin jut kui meh (malaikat muncul setan menghilang) yang disertai dengan tenaga sebesar enam bagian, dia menghajar pemuda tersebut.

Suma Thian yu merentangkan sepasang tangannya dipisahkan kesebelah samping, dengan jurus Po im kiam jit (menyingkap awan melihat matahari) dia punahkan serangan musuh, lalu membentak dengan marah:

"Kau benar-benar keras kepala dan tak tahu diri, baik, mengingat dihari-hari biasa supaya tak punya dendam maupun sakit hati dengan mu hari ini aku masih akan memberi satu kesempatan kepadamu untuk hidup, tapi jika kau belum juga mau mengerti, hmmm kalau begitu jangan salahkan lagi sepasang telapak tangan ku tak kenal ampun lagi......

Berbicara sampai disitu, telapak tangan kirinya segera melakukan tangkisan keatas, sementara telapak tangan kananya seperti anak panah yang terlepas dari busurnya langsung menyodok jalan darah Hian ki hiat didada Hui cha cun cu dengan kecepatan luar biasa.

00o00 00o00

Lagi-lagi Hui cha cun cu dibikin terperanjat oleh kelincahan gerak tubuh Suma thian yu, terutama sekali kesanggupan anak muda itu menutup diri dari sergapannya, kemudian melancarkan serangan balasan. Secara beruntun dia mundur tiga langkah, lalu dengan jurus Ban hong jut cau (selaksa lebah keluar dari sarang), dia hantam tenggorokan pemuda itu.

Suma thian yu mendegus dingin, dia mengegos kesamping dengan cepat, menyusul kemudian sebuah pukulan balasan dihantamkan ke tubuh kiong lui keras-keras.

Serangan itu sekilas pandangan tampak lembuk lagi lunak, namun cepatnya tak terlukiskan dengan kata-kata.

Menyaksikan kejadian tersebut, Kiong Lui segera tertawa terkekeh-kekeh dengan seramnya.

"Bocah keparat, tampaknya kau sudah terjepit sekarang...hmm, lebih baik menyerah saja untuk menerima kematian, daripada harus mampus dengan tubuh tercincang!"

Sambil mengerahkan tenaga dalamnya dia melakukan tangkisan.

Siapa tahu setelah terjadi penangkisan itu kiong Lui merasakan tubuhnya bergetar keras, cepat-cepat dia mundur kebelakang untuk menyelamatkan diri.

"Sungguh lihay!" pekiknya dalam hati.

Walaupun dia berhasil meloloskan diri dari ancaman lawan, namun keadaannya benar-benar amat mengenaskan. "Ayo, sambut lagi sebuah pukulan ku ini!" seru Suma thian yu sambil tertawa dingin.

Telapak tangan kanannya kembali diayunkan kemuka menciptakan berlapis-lapis bayangan tangan yang segera menyelimuti seluruh angkasa dan mengurung tubuh lawan.

Berulang kali dipaksa dibawah angin, Hui cha cun cu sudah dibikin gusar sekali, bulu dan rambutnya sampai berdiri semua bagaikan kawat, apalagi menyaksikan keangkuhan  pemuda itu, kemarahannya menjadi-jadi.

Sambil membentak keras, tiba-tiba saja dia merubah gerakan tubuhnya, kali ini dia gunakan dua jurus penolong  dari ilmu Po to pak an(ombak dahsyat memecah ditepian) dan Hu kong keng im (cahaya kilat lintasan bayangan) untuk melepaskan bacokan maut, bersamaan waktunya dia melejit pula ke tengah udara.

Suma thian yu tak berani memandang enteng musuhnya setelah pihak lawan mengeluarkan jurus mautnya, terutama sekali sesudah pihak musuh melambung ke angkasa, biasanya gerakan itu pasti akan dilanjutkan dengan serangan maut lainnya.

Cepat-cepat dia pusatkan seluruh perhatiannya kesatu titik, hawa Kui goan sim hoat pun disalurkan ke seluruh bagian badan, lalu dengan menghimpun tenaga pukulan Bu siang sinkang dalam telapak tangan, dia bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.

Baru selesai  Suma Thian yu  melakukan persiapan, di tengah udara sudah berkumandang suara gemuruhnya guntur memekikkan telinga.

Rupanya Hui cha Cun cu iah mengeluarkan ilmu pukulan andalannya yakni Pek lei si hun ciang untuk menghadapi lawan, berbareng dengan menggemanya geledek, terlihat dua kilasan cahaya kilat yang disertai desingan angin tajam menghantam kearah kepala lawan.

Suma Thian yu pernah merasakan kelihayan dari Pek lek si hun ciang lawan, dia cukup mengetahui kelihayan musuhnya, coba kalau tempo hari tidak ditolong Gak Kun liong, mungkin ia sudah tewas sedari dulu.

Akan tetapi, semenjak dia mempelajari ilmu Sian po hui hong ciang hoat ajaran Cong liong lo siansu, semangatnya berkobar lagi, walaupun ia belum pernah mencoba sampai dimana kekuatan pukulan tersebut, namun rasa percayanya pada diri sendiri meningkat.

Sambil tertawa hambar, tenaga Bu siang sinkangnya dilontarkan melalui telapak tangan dan menyongsong datangnya ancaman lawan.

"Blaaamm...." ketika dua gulung angina pukulan yang menderu-deru bagaikan angin pukulan yang berbenturan satu sama lainnya, ledakan dahsyat menggelegar disusul beterbangan-nya pasir dan debu.

Akibat dari benturan itu, tubuh Hui cha cun cu terpental sejauh beberapa kaki dan terbanting keras-keras diatas tanah.

Suma Thian yu sendiri pun mundur beberapa langkah dengan sempoyongan sebelum akhirnya dia berhasil berdiri tegak.

Paras muka Hui cha Cun cu pucat pias seperti mayat, rasa kaget dan tercengang menghiasi wajahnya, untuk sesaat ia jadi tertegun.

Akhirnya sambil merangkak bangun dari atas tanah, serunya dengan nada penuh kebencian"

"Bocah keparat, selama gunung nan hijau, air tetap mengalir, hutang ini tak akan kulupakan untuk selamanya, sampai jumpa lagi lain kesempatan!"

Tanpa berpaling lagi, dia lantas melarikan diri terbirit-birit meninggalkan tempat itu.

Menyelamatkan diri dalam keadaan yang mengenaskan boleh dibilang baru pertama kali dilakukan Kiong Liu selama hidupnya, masih untung Suma Thian yu berbaik hati dengan mengampuni jiwanya, coba kalau tidak, sudah pasti dia akan mampus sedari tadi.

Tapi justeru karena kewelas kasihannya ini, dikemudian hari gembong iblis tersebut justru mengakibatkan banyak kematian yang mengenaskan bagi umat persilatan lainnya, tentu saja hal ini sama sekali diluar dugaaan anak muda tersebut.

Melihat Kiong Liu sudah melarikan diri, Gak Kun liong   segera bersorak kegirangan, sambil lari ke sisi Suma Thian yu, serunya dengan wajah berseri:

"Engkoh Thian yu, sungguh hebat pukulanmu tadi, apa sih namanya?"

Suma Thian yu sendiri pun tidak habis mengerti mengapa dia berhasil mengalahkan gembong iblis tersebut dalam sekali pukulan, mendapat pertanyaan tersebut segera sahutnya sambil tertawa hambar:

"Bu siang sinkang!"

"Bu siang sinkang? Aaaah, betul, aku pernah mendengar ibu bercerita, konon dalam dunia persilatan terdapat seorang pendekar yang bernama Put Gho cu, diakah yang mengajarkan ilmu tersebut kepadamu?"

"Yaa, betul, dia adalah guruku"

"Tak heran kalau begitu lihay, lain kali kau mesti mengajarkan ilmu tersebut kepadaku, mau bukan?"

"Tentu, asal adik Liong senang, sekalipun hatiku yang kau maui juga akan kuberikan"

"Ooeh engkoh Thian yu, kau memang sangat baik, selama hidup Liong ji akan berterima kasih terus kepadamu"

Suma Thian yu mengalihkan pandangannya keatas langit, setelah melihat waktu dia memandang pula dua sosok jenasah yang tergeletak ditanah, katanya kemudian sambil menghela napas:

"Bu beng kiam hoat benar-benar memiliki kekuatan yang luar biasa, aku menyesal serang anku tadi telah mengakibatkan mereka berdua satu mati satu terluka parah"

"Aah, mereka kan orang jahat yang senang berbuat bejat, matipun masih untung"

"Tapi mereka toh tak ada dendam kesumat apapun dengan diriku?" "Aiai, sudahlah, tak usah dibicarakan lagi, engkoh Thian yu, kau harus berangkat, semoga sepanjang jalan selamat dan sukses selalu"

Gak kun liong segera memanggil Ing ji dan menunggang burungnya dia balik kembali kepuncak seberang.

Memandang bayangan punggung nya hingga lenyap dari pandangan, Suma thian yu baru berbisik pelan:

"Adik liong, kaupun harus baik-baik menjaga diri"

Ketika ucapan tersebut diutarakan, Gak kun liong mungkin sudah sampai di gua Hui im tong.

Setelah berpisah dengan Gak kun liong, seorang diri Suma thian yu berangkat meninggalkan bukit Han san menuju ke kota tong sia.

Perjalan yang ditempuh amat jauh, tempat yang dilalui melulu tanah perbukitan yang tinggi, akhirnya Suma thian yu membeli keledai untuk melanjutkan perjalanan.

Keledai tak bisa lari cepat, pemuda itupun tidak terburu buru melanjutkan perjalanan, maka memanfaatkan kesempatan itu, dia menikmati pemandangan alam yang indah disepanjang jalan.

Dari situ menuju Tong ting ou paling tidak membutuhkan waktu dua puluh hari jika perjalanan ditembuh dengan cara begini, tapi justru dia akan sampai ketempat tujuan persis sebelum waktu yang ditetapkan oleh dua bersaudara Thia.

Suatu pagi, dia meninggalkan Lu teng berangkat kekota Tong sia, tiba-tiba awan gelap menyelimuti seluruh angkasa membuat udara menjadi gelap gulita.

Melihat hujan deras segera turun, Suma thian yu menjadi amat gelisah, dia segera larikan keledainya cepat-cepat untuk menuju kesebuah hutan didekatnya.

Mendadak terdengar bunyi guntur menggelegar disusul sambaran kilat yang tajam, lalu hujan pun turun amat deras.

Hujan turun begitu deras dan keras, agaknya membuat keledai itu ketakutan sambil berpekik nyaring tahu-tahu binatang itu lari kencang menuju keatas gunung. Suma Thian ya ikut merasa terkejut, cepat-cepat dia memeluk leher keledai kencang-kencang dan membiarkan binatang tersebut berlarian tanpa tujuan. Hujan turuu semakin deras...

Kini Suma Thian yu telah basah kuyup oleh derasnya air hujan.

Suatu ketika, mendadak keledai itu berpekik nyaring sambil menyambar kepuncak bukit, dengan perasaan terkejut Suma Thian yu mendongakan, kepalanya, tiba-tiba dia melihat ada sebuah rumah kayu muncul dibalik bukit sana.

Rupanya kesanalah keledai itu berlarian. Suma Thian yu menjadi amat kegirangan.

Sambil menepuk kepala keledainya dia memuji berulang kali.

"Wahai keledai, kau memang pintar, mari kesana untuk berteduh dari hujan keparat ini"

Keledai itu berpekik nyaring, secepat terbang dia lari kearah rumah kayu tersebut.

Baru sampai didepan rumah kayu itu, mendadak dari balik rumah terdengar suara bentakan nyaring menggelegar memecahkan keheningan:

"Lihat serangan!"

Menyusul kemudian muncul tiga titik cahaya bintang yang menembusi kabut hujan dan menyambar tiba.

Suma Thian yu sangat terkejut, cepat-cepat dia menarik tali lesnya kuat-kuat.

Sambil meringkik panjang, keledai itu segera mengangkat kakinya keatas dan bergeser setengah kaki dari posisi semula.

Tiga titik cahaya tajam itu dengan membawa desingan angin tajam, menyambar lewat persis disisi telinga Suma Thian yu dan melesat kedepan....

Suma Thian yu sendiri kena digoncang pula oleh lejitan keledai tersebut hingga terjatuh ketanah. Bersamaan waktunya, mendadak pintu rumah dibuka dan muncul kepala seorang gadis muda. Walaupun hujan masih turun dengan derasnya, namun Suma Thian yu dapat mengenali perempuan itu sebagai Yan tho hoa (bunga tho indah) Ho Hong yang pernah dijumpainya di rumah Bi kun lun Siau Wi goan tempo hari.

Begitu mengetahui siapakah perempuan itu, Suma Thian yu segera melompat naik lagi keatas punggung keledainya dan siap berlalu dari tempat tersebut.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar