Kitab Pusaka Jilid 11

Jilid : 11 
TOAN-IM Siacu Thian Yong yang amat teliti, dengan menyapu sekejap sekeliling arena tersebut, mendadak ia menjerit kaget:

"Aaah, kalian lihat, benda apakah itu?"

Dengan perasaan terkesiap semua orang segera berpaling kearah mana yang ditunjuk nona Thia, kemudian serentak mereka menjerit kaget.

Ditengah jeritan kaget inilah, mendadak tampak empat  sosok bayangan manusia melompat keluar dari kegelapan dari bergerak mendekat dari empat penjuru tanah lapang itu.

Sebenarnya kejadian apakah yang membuat keempat jago muda mudi itu menjerit kaget.

Ternyata Toan im siancu Thia Yong telah menemukan sesosok mayat yang digantung di atas dahan sebatang pohon besar disudut sebelah barat.

Setelah keempat orang itu berjalan mendekat, Suma Thian yu lah yang pertama-tama menjerit kaget.

"Aaah, dia adalah Kang Pun san!"

Thi pit suseng Thia Cuan berpaling, lalu bertanya dengan nada tercengang:

"Hiante kau kenal dia?"

"Benar, dia adalah Cha gi sut tikus bersayap) Kang Pun  san, waktu ia dikalahkan oleh nona Wan dalam perusahaan Sin liong piau kiok, sungguh tak sangka ia telah tewas disini" Cun gan siucay Si Kok seng mendongakkan kepalanya dan memperhatikan jenazah si tikus bersayap Kang Pun san beberapa saat, kemudian jengeknya sambil tertawa seram:

"Hehehehehe......gentong nasi seperti ini memang sudah sepantasnya mampus, aku orang she Si berada disini, ingin kulihat siapa yang berani mengusik diriku!"

Baru selesai dia berkata, mendadak terdengar suara dengusan dingin yang lirih bergema memecahkan keheningan.

Menyusul kemudian sesosok bayangan hitam meluncur keluar dari balik hutan, bagaikan seilas cahaya kilat mengitari angkasa lalu lenyap. Semua orang merasakan pandangan matanya jadi silau, belum sempat mereka menyaksikan bayangan hitam itu, tibatiba Cun gan siucay Si Kok seng menjerit ngeri, seluruh tubuhnya bergetar keras dan segera roboh terjengkang kearas tanah.

Peristiwa itu terjadinya sangat mendadak, tiga orang  lainnya tak sempat memberi bantuan, jalan darah Si Kok seng sudah tertotok dan jatuh tak sadarkan diri.

Suma Thian yu menerjang maju kedepan, menyaksikan kejadian itu ia merasa gusar sekali, kearah dalam hutan bentaknya penuh keguiaran:

"Setan alas, darimanakah yang berada didalam hutan?

Kalau punya keberanian hayolah munculkan diri, kalau beraninya hanya main sem bunyi dan menyergap orang secara diam-diam, hal ini  bukan  perbuatan  seorang  enghiong hohan "

Baru selesai Suma Thian yu memaki, mendadak terdengar tiga kali suara pekikan nyaring dikumandang dari tiga arah yang berbeda, suaranya nyaring seperti lolongan srigala, se perti juga jeritan kuntilanak, terutama sekali ditengah kegelapan, suasananya terasa menggidikkan hati setiap orang yang mendengarnya.

Ditengah suara pekikan yang aneh itulah mendadak terdengar tiga kali desingan angin tajam membelah angkasa, ditengah arena tahu-tahu sudah bertambah dengan tiga orang kakek berbaju hitam.

Dua orang diantaranya ternyata dikenal oleh Thi pit suseng Thia Cuan, sambil tertawa tergelak, segera serunya:

"Aku mengira siapa yang datang, ternyata kalian dua orang tangkeh dari Tiang-pek san, tampaknya kalau orang sudah mendapat jodoh maka dimanapun selalu bertemu, kembali kita bersahabat lagi dengan mesrah"

Diri ketiga orang kakek berbaju hitam itu, orang yang   berada disebelah kanan adalah lotoa dari Tiang pek sam sat (tiga malaikat bengis dari bukit Tiang pek) yang disebut Kiu  tau siu (binatang berkepala sembilan) Li Gi, yang disebelah kiri adalah kakek kurus bercambang, dia adalah losam Liat hwee siu (binatang berapi membara) Li Hiong, sedangkan orang yang berdiri ditengah are na itu berambut sepanjang punggung, memakai gelang berbentuk rembulan diatas kepalanya, berusia enam puluh tahunan, mata besar alias mata tebal, hidung besar mulut besar dan bertampang seperti singa, dia membawa tongkat berbentuk rembulan, mukanya bengis dan menyeramkan.

Orang ini merupakan iblis paling keji dan paling ganas dalam dunia liok lim dewasa ini orang menyebutnya sebagai Hui cha cuncu (Rasul garpu terbang) Kiong Lui.

Garunya Sip hiap jin mo (Manusia iblis penghisap darah) Pi Ciang hay merupakan jago paling lihay dalam kalangan iblis, bersama Hoat seng si (Mayat kaku hidup) Ciu Jit hwee mereka disebut Ih Lwe ji mo (sepasang iblis dari kolong langit).

Waktu itu, binatang berkepala sembilan Li Gi menatap  sekejap ketiga orang itu dengan sorot mata buas, lalu ujarnya:

"Apakah kalian bertiga tidak kenal tulisan?"

"Kalau kenal kenapa? Kalau tidak kenal kenapa pula?" Suma Thian yu balik bertanya.

Kiu tausiu Li Gi mengawasi Suma Thian yu dengan sorot mata setajam sembilu, kemudian tanyanya penuh kegusaran:

"Siapa kau? Apakah sudah bosan hidup?"

"Hmm, dengan mengandalkan tampangmu semacam ini, kau masih belum pantas untuk menanyakan nama sauyamu!"

"Li lote" pada saat itulah terdengar Hui cha cun cu Kiong Lui berkata dengan suara dingin, "jagal saja dia kan beres? Buat apa mesti banyak bersilat lidah dengan dirinya?

Kiu tau siu Li Gi tertawa seram, tulang belulang diseluruh tubuhnya bergemerutuk keras, mukanya berubah menjadi merah padam, sepasang lengannya menjadi merah membara, agaknya dia siap sedia melancarkan serangan.

Thi pit suseng Thia Cuan melompat ke depan dan berdiri diantara Li Gi dengan Suma Thian yu, lalu sambil tertawa terbahak-bahak serunya: "Hiante, harap jangan marah, serahkan saja setan tua itu kepadaku...

Dalam perkirarn Kiu tau siu Li Gi, Suma Thian yu masih muda dan gampang diroboh kan, baru saja dia akan memberi pelajaran kepada sang pemuda, siapa tahu dari tengah jalan muncul seorang Tuia Kau kim.

Melihat kemunculan Thi pit suseng, terkesiaplah hatinya, dia tahu kalau musuhnya yang ini sangat tangguh.

Tapi setelah berada dalam keadaan demikian terpaksa ia harus bulatkan tekad untuk meng hadapinya.

Sambil membentak keras, sepasang telapak tangannya melancarkan sekuah pukulan yang dahsyat menghantam tubuh Thi pit suseng.

Melihat serangan yang begitu berbahaya dari lawannya, meledak hawa amarah dalam dada Thia Cuan, telapak tangan yang satu digunakan untuk menyapu ke bawah, sementara telapak tangan yang lain digunakan untuk membacok ke atas, dengan jurus Siang hong tiau yang (sepasang burung hong menghadap mata hari) dia sambut datangnya ancaman lawan dengan sepasang tangannya berbareng.

"Blaaammm...!" terdengar suara ledakan keras menggema memecahkan keheningan, tiga dua gulung angin serangan itu saling ber tubrukan di tengah udara terjadilah pusingan angin yang menyebar ke empat penjuru.

Terdesak oleh sisa angin pukulan itu, masing-masing pihak terdorong mundur selangkah ke belakang.

Kiu tausiu Li Gi tidak menyangka kalau tenaga dalam yang dimiliki lawan begitu sempurna, termakan oleh pukulan yang memaksa nya mundur, dia terkejut bercampur mendongkol.

Baru saja tubuhnya dapat berdiri tegak, mendadak dia berpekik nyaring, tubuhnya seperti elang raksasa menerjang ke tengah udara, sepasang tangannya diluruskan ke depan, kesepuluh jari tangannya dipentangkan lebar-lebar, dengan jurus Ciang ing phu toh (Elang sakti menerjang kelinci) dia lansung mencengkeram batok kepala Thi pit suseng Thia Cuan. Sebagai murid kesayangan dari Heng si Cin jin, Thia Cuan memiliki ilmu silat yang tinggi serta warisan langsung dari Kun lun-pay, begitu menyaksikan Kiu tau siu Li Gi menerjang ke bawah dengan dahsyatnya, ia sama sekali tidak menjadi gugup, dengan memperkuat posisi kuda-kudanya, dengan jurus Kiau cong ki ku (memukul genta menghantam tambur) sepasang tangannya bersama-sama di sodok ke depan menghajar tubuh Li Gi.

Jurus serangan ini merupakan salah satu jurus yang dahsyat dari empat macam kepandaian Kun lun kim hoat.

Hui cha cun cu Kiong Lui yang menonton jalan-nya pertarungan dari sisi arena menjadi tetegun oleh kejadian itu, mendadak bentaknya keras-keras.

"Tahan!"

Sepasang telapak tangan dua orang yang sedang bertarung sudah terlanjur di lancarkan, dihentikan jelas tak sempat lagi, disaat Kiong Lui membentak keras itulah, ditengah udara kembali terjadi suatu bentrokan keras yang menimbulkan suara ledakan dahsyat.

Menyusul kemudian tampak debu dan pasir beterbangan memenuhi angkasa, udara menja di gelap dan Kiu tau siu Li Gi mendengus ter tahan, tubuhnya seperti bintang yang jatuh roboh ke tanah, mukanya pucat pias seperti mayat, ujung bibirnya basah oleh noda darah.

Thi pit suseng Tia cuan sendiri, walaupun terpengaruh juga oleh gelombang angin sera ngan itu, namun dia tetap sehat wal'afiat seperti sedia kala, pelan-pelan dia bangkit berdiri kemudian ditatapnya Hai cha cun ca Kiong Lui tanpa berkedip.

Kiong Lui mendeham beberapa kali, kemudian dengan seorang tua yang berpengalaman dia bertanya:

"Aoa hubunganmu dengan Bi kun lun Siau Wi goan?"

"Aku sama sekali tidak kenal dengan orang ini" jawab Thia Cuan tegas.

"Bocah keparat, kau berani mengelabuhi aku? Hmmm, melihat gerakan tubuhmu jelas semuanya merupakan kepandaian silat aliran Kun lun pay, padahal Bi kun lun Siau Wi goan adalah murid kesayangan dari Leng-go cinjin, ketua Kun lun pay sekarang, masa kau tidak kenal dirinya?"

Mendengar perkaraan tersebut, Thi Pit suseng segera memperhatikan Hui cha cun cu se kejap kemudian balik bertanya:

"Maaf, kalau mataku buta, tolong tanya siapakah nama besarmu?"

"Bocah keparat, mengingat usiamu masih muda dari tak tahu urusan, aku enggan ribut denganmu, setiap jago persilatan yang berkelana dalam dunia persilatan hampir semuanya kenal dengan lohu, masa kau tidak tahu?"

Berbicara sampai disitu dia berkerut kening, kemudian sambil menuding keujung hidung sen diri serunya:

Suma Thian yu paling benci dengan sikap latah dan takabur semacam ini mendengar, per kataan tersebut ia mendengus dingin, matanya memandang sinis dan senyuman dingin menghiasi ujung bibirnya.

Hui cha cun cu Kiong Lui dapat menyaksikan sikap sinis anak muda tersebut, mendadak sepasang matanya melotot besar, sinar buas me mancar keluar, sesudah tertawa seram, serunya:

"Bocah keparat, kau tidak puas?"

Suma Thian yu memandang sekejap wajah Kiong Lui dengan pandangan sinis, kemudian tertawa terbahak-bahak.

"Habahahahana......belum pernah sauya dengar seorang manusia she Kiong dalam dunia persilatan, mungkin kau hanya seorang pra jurit tak bernama yang rendah kedudukannya. Tapi lantaran malu mengakui hal tersebut, maka sengaja kau pakai kata-kata yang mem buat untuk menggertak?"

Padahal setelah mendengar lawannya she Kiong tadi, Suma Thian yu sudah mengerti siapa gerangan orang yang dihadapinya, tapi dia sengaja mengejek, maksudnya adalah untuk memancing kemarahan musuhnya yang latah dan takabur ini. Betul juga, Hui cha cun cu Kiong Lui kontan dibuat mencakmencak karena kegusaran, selapis hawa pembunuhan yang amat tebal dengan cepat menyelimuti seluruh wajahnya, ia maju selangkah mendekati anak muda itu, kemudian toya berbentuk bulan sabitnya diayun ke pinggang lawan dengan jurus Heng sau jian kun (menyapu rata seribu prajurit).

"Bila kau ingin mampus, lohu akaa memenuhi keinginanmu itu!" makinya sambil menahan geram.

Gembong iblis kenamaan memang berbeda dengan kawanan jago lainnya, ayunan toya tersebut paling tidak

mempunyai kekuatan sebesar lima ratus kati, jangankan tubuh Suma Thian yu terdiri dari darah dan daging, sekali pun terdiri dari baja aslipun tak sanggup menahan pukulan mana.

Tatkala Suma Thian yu menyaksikan ayunan senjata Hou tou pang berbentuk bulan sabit itu amat gencar dan cepat, buru-buru dia melejit ke tengah udara.

"Weess! diiringi desingan angin tajam yang kuat, senjata toya Hou topang berbentuk bulan sabit itu menyambar lewat hanya beberapa inci dibawah kaki anak muda tersebut.

Begitu serangan toyanya mengenai sasaran yang kosong, Hui cha cun cu Kiong Lui segera menahan tubuhnya dan menarik kembali senja ta Hou topang berbentuk bulan sabit yang di ayunkan ke muka tadi.

Setelah itu dia mempertinggi serangannya satu depa lebih ke atas, kali ini yang diancam adalah pinggang lawan.

Suma Thian yu tahu lihay terpaksa dia gunakan ilmu bobot seribu, membawa tubuhnya melayang turun kebawah, senjata Hou to pang berbentuk bulan sabitnya menyapu bagian bawah tubuh dengan membawa desingan angin tajam.

Berhubung tenaga serangannya begitu dahsyat, dimana serangannya menyambar lewat secara lamat-lamat Suma Thian yu merasakan kulit badannya amat sakit.

Dalam pada itu, Liat bwee siu Li Hiong sudah melompat kehadapan Toan im siancu Thia Yang, telapak tangannya segera diayunkan ke depan melancarkan sebuah bacokan. Menanti lengannya diayunkan kedepan itulah dia baru membentak.

"Budak rendah! loya akan menemanimu bergembira!"

Toan im siancu Thio Yong menduga sampai disitu, melihat serangan yang datang begitu dahsyat ibarat bukit Thay san yang menindih kepala, dengan perasaan terperanjat ia menyingkir kesamping, gadis itu tak berani menyambut ancaman mana dengan kekerasan.

Begitu lolos dari ancaman, Toan im siancu Thin Yong meloloskan sembilan pedang mestika dari pinggangnya lalu sebelum Lian hWee siu li hiong menyerang lagi, ia sudah mengembangkan jurus-jurus mautnya sambi1 menerjang kedepan.

Tatkala Thi pit suseng Thia Cun menyaksikan adiknya sudah terjun ke arena pertarungan, tanpa terasa ia memusatkan seluruh perhatiannya mengikuti jalannya pertarunan, tangannya meraba diatas gagang pedang dan siap memberi penolongan bilamana perlu,

Dipihak lain, Suma Thian yu yang bertarung dengan tangan kosong menghadapi toya Hou to pang berbentuk bulan sabit sudah mulai tak sanggup menahan diri, bayangkan saja Hui cha cun cu sebagai tokoh kelas satu dalam dunia Liok lim dewasa ini, baik lwekang maupun gwakangnya boleh dibilang sudah mencapai tingkat yang sempurna, toya Hou to pang seberat berapa ratus kati yang berada dalam permainannya ringan bagaikan toya kayu, selain serangannya berat, gerakgeriknya juga enteng, gesit dan cekatan.

Sejak terjun ke dunia persilatan, belum pernah Suma Thian yu menghadapi mu suh setangguh ini, untuk sesaat dia dibikin geleng kepalanya oleh gerakan tubuh orang yang aneh dan cekatan, belum mencapai sepuluh gebrakan, ia sudan keteter hebat dan hanya sangaup menangkis belaka.

Beraba dalam situasi yang kritis dan tegang seperti ini, mendadak ia berpekik nyaring, tu-buhnya melejit lima kaki ke tengah udara dengan gaya burung bangau terbang ke angkasa, pedangnya segera dicabut keluar dari sarung. Serentetan cahaya biru memancar keempat penjuru dan amat menusuk pandangan mata.

Suma Thian yu memainkan selapis kabut pe dang berwarna biru untuk melindungi badan, bagaikan sebuah jala perangkap ikan yang besar dan datang dari langit, dengan cepat tubuh Hui cha cun cu dikurung rapat.

Hui cha cun cu Kiong Lui terhitung seorang gembong iblis yang sukar dihadapi, dia mendongakkan kepalanya memperhatikan sekejan ancaman lawan, kemudian setelah tertawa dingin jengeknya:

"Hehehehenehe...... kiranya kau adalah ahli waris dari orang she Wan"

Sambil berkata tongkat Hou to pang nya di angkat keatas  dan diputar bagaikan sebuah roda kereta, diantara perputaran yang kencang itulah pelan-pelan dia menyongsong bayangan pedang yang diciptakan Kit hong kiam tersebut.

Dalam waktu singkat terdengar dua kali ben turan keras ditengah udara, pedang dan tongkat Hou to pang telah saling membentur keras hingga menimbulkan percikan bunga api.

Menggunakan kesempatan dikala pedangnya bentrok dengan toya lawan, Suma Thian yu segera melayang turun keatas tanah, sebaliknya Hui cha cun cu Kiong Lui kena tertekan oleh kekuatan lawan hingga kakinya amblas tiga inci kadalam tanah, namun ia tetap berdiri tak bergerak.

Dengan mengandalkan serangan tersebut, Suma Thian yu segera mengembalikan posisi nya yang terdesak menjadi lebih mantap, pedangnya segera berputar sambil melancarkan serangan gencar, dengan Kiong Lui segera ber lempur sengit.

Selama ini Thi pit suseng hanya berpeluk belaka sambil menonton jalannya petrarungan massal, dia tidak berani membantu karena kuatir menimbulkan suatu pertarungan massal, dia dapat melihat bahha kepandaian silat yang dimiliki kedua belah pihak berada dalam keadaan seimbang, dia pun mengerti menang kalah tidak bisa di temukan dalam waktu singkat, maka dia sendiripun tak kelewat terbaru napsu untuk turun tangan. Kurang lebih seperminuman teh kemudian empat orang yang sedang bertarung sengit di tengah arena teiah berhasil menentukan siapa menang siapa kalah. Toan im siam cu yang melancarkan serangan berantai mendesak musuhnya habishabisan, kalau di lihat dari keadaan si Liat hwee sin Li hiong sekalian, tampaknya tiga jurus kemudian ia tentu keok.

Di pihak lain keadaan pertarungan antara Suma Thian yu melawan Hui cha cun cu justru merupakan ke balikannya, kini anak muda tersebut hanya memiliki sisa kekuatan untuk mempertahankan diri belaka, ia tak memiliki tenaga lagi untuk mempertahanan diri, ia tak memiliki tenaga untuk  melancarkan serangan balasan.

Sedangkan Kiong Lui sendiri justru makin bertarung semakin perkasa, senjata pentungan Hou to pangnya tak pernah mengendor sedikit pun, serangan demi serangan dilancarkan se cara gencar dan semuanya membawa deruan angin tajam yang memekikkan telinga, semua ini membuat suasana dalam arena pepertarungan berubah lebih mengerikan.

Thi pit suseng Thia Cian yang menyaksikan peristiwa ini menjadi sangat gelisah, dengan suara dalam ia lantas memrmembentak:

"Tahan!"

Suaranya keras bagaikan guntur yang membelah bumi disiang hari bolong, Liat bwee siu Li Hiong segera melepaskan dua buah serangan berantai dan melompat mundur lebih duluan.

Tentu saja Toan im siancu tak ingin membangkang perintah kakaknya, sambil menarik kembali pedangnya ia membentak:

"Hmmm, keenakan kau si setan tua!"

Dihak lain, Hui cha kun cu Kiong Lui seakan tak mendengar suara bentakan itu, bukan nya berhenti dia malah  melancarkan serangan-nya makin gencar, senjata Hou to pang nya

dengan membawa deruan angin tajam membacok seluruh tubuh Suma Thian yu secara bertubi-tubi. Setelah melalui pertarungan yang seru, sesungguhnya Suma Thian yu sudah kehilangan banyak tenaga, kepalanya terasa pening dan badannya lemas tak bertenaga.

Suara bentakan dari Thi pit suseng barusan baginya ibarat sebaskom air dingin yang diguyurkan keatas kepalanya, segera membuatnya sadar kembali, cepat dia mengembankaan gerakan tubuhnya dan meloloskan diri dari kepungan lawan.

Hai cha cun cu Kiong Lui tak rela melepas kan usaha yang berhasil dicapainya selama ini, senjatanya kembali diputar membelah angkasa dengan jurus kay san to liu (membuka bukit air mengalir), kali ini dia membacok jalan darah Pek bwee hiat dibelakang kepala Suma Thian yu.

Menyaksikan peristiwa tersebut, Thi pit su seng Thia Cuan segera berkerut kening, menda dak ia berpekik nyaring......

Tampak ujung bajunya berkibar terhembus angin kemudian tubuhnya menerjang kedepan secepat kilat, sepasang telapak tangannya dilontarkan kedepan, secara keras lawan keras, dia menggetar pergi senjata Hou to pang lawan, kemudian menghadang jalan pergi Kiong Lui.

Melihat itu, Hui cha cun cu Kiong Lui menghimpun tenaga dalamnya sambil membentak keras:

"Orang sbe Thia, jadi kau ingin mencari keuntungan dalam air keruh. Bagus sekali, hmm! Seandainya lohu tidak teringat kalau kau masih punya hubungan dengan Bi kun lun (Kun lun indah), kau anggap nyawamu masih bisa dipertahankan  hingga sekarang? Hmm, mung-kia sedari tadi sudah berpulang ke alam baka"

Thi pit suseng Thia Cuan tertawa terbahak-bahak. "Haaah...haaah...haah... terima kasih banyak atas kebaikanmu, cuma sayang toaya sama se kali tidak ada

sangkut pautnya dengan Siau Wi goan, selain itu akupun tidak saling mengenal dengannya, bila kau menginginkan nyawaku, lebih baik ambillah dengan mengandalkan pandaian silatmu sendiri." Suaranya datar, tidak tidak meninggikan kepala merendahkan derajat sendiri dibalik kelembutan terdapat nada keras, ucapan mana sege ra membungkamkan mulut

gembong iblis itu.

Tapi justeru karena hal tersebut, dari malu nya si gembong iblis itu menjadi naik darah, dia segera tertawa dingin tiada hentinya:

"Heeeh...heeeh...heeeh... barang siapa berani masuk hutan harus mampus, kau tidak menyaksikan jenasah diatas pohon itu? Inilah contoh yang paling baik bagi mereka yang bersikeras ingin melanggar peraturanku, berbicara dan cara tindak tanduk kalian semua, sebetulnya hanya ada satu jalan kematian saja. Akan tetapi berhubung lohu mempunyai sumpah yang mengatakan bahwa setiap sahabat Bi kun lun akan kulepas, maka kau boleh pergi dari sini, tapi bocah keparat yang menggemaskan ini tak boleh meninggalkan tempat ini barang setengah langkah pun.

Yang di maksudkan sebagai bocah keparat tak lain adalah Suma Thian yu.

Pada dasarnya Suma Thlan yu adalah seorang bocah yang berjiwa keras dan tinggi hati, mendadak dia membalikkan tubuhnya sambil tertawa mengejek, katanya:

"Dengan mengandalkan kepandaianmu itu kau hendak menahan aku disini? Lebih baik gerakkan lagi senjata rongsokanmu itu, sauya akan melayanimu untuk bertarung seratus gebrakan.

Suma Thian yu rugi didalam tenaga dalam yang tak berhasil melampaui kesempurnaan Kiong Lui, maka dia mengusulkan untuk ber tarung sebanyak seratus gebrakan dalam permainan ilmu pukulan.

Siapa tahu Hui cha cun cu Kiong Lui malah tertawa terbahak-bahak dengan seramnya

"Hehehebebehe....memang hal itu paling bagus, bocah keparat, hari ini aku akan suruh kau menderita kekalahan secara puas lahir batin, kemudian aku akan menggantungmu hidup-hidup diatas pohon agar ditonton semua orang!" Dengan lemah gemulai Toan im siancu dihadapan Hui cha cun cu, lalu serunya:

"Jika kau berani, mengganggu seujung ram butnya, Thia Yong yang pertama-tama akan beradu jiwa paling dulu denganmu, sampai wak tunya jangan salahkan lagi kalau nona tidak mengenal ampun!"

Sambil berkata dia lantas menggeserkan ba dannya dan berdiri disamping Suma Tbiau yu. Mencorong sinar bengis dari balik mata Kiong Lui, sambil mementangkan mulutnya yang lebar dia membentak:

"Lebih baik kalian bertiga maju bersama, dalam sepuluh gebrakan bila aku gagal meng hancur lumatkan kalian, dengan tangan terbuka lohu akan menghantar kalian pergi dari sini!"

Benar-benar suatu ucapan yang amat sesumbar. Bayangkan saja ke tiga orang muda mudi itu adalah jago-

jago pilihan dari kaum muda, Thia si hengte (dua bersaudara Thia) telah memperoleh warisan langsung dari Heng si cinjun, sedangkan Suma Thian yu mendapat warisan keluarganya, kesempurnaan mereka terhitung jagoan nomor wahid dikolong langit.

Untuk bertarung satu lawan satu, mungkin saja mereka masih belum sanggup, tapi kalau tiga orang bekerja sama, belum tentu ia sanggup merobohkan mereka dalam sepuluh gebrakan saja.

Diatas wajah mereka bertiga serentak terlintas perasaan memandang rendah yang amat sinis.

Dalam sekilas pandangan saja Hui cha cun cu Kiong Lui sudah dapat menembusi jalan pemikiran ke tiga orang lawannya, mendadak ia melemparkan senjata Hou to pang nya ke depan kaki Liat hwee siu Li Hiong, kemudian sambil menggulung bajunya hingga nampak lengan yang kekar, berbulu dan berotot besar itu, ia bersiap sedia melancarkan serangan. "Perkataan seorang lelaki sejati berat bagaikan bukit karang", dalam sepuluh gebrakan kemudian kalian pasti akan mampus diatas genangan darah segar! Suma Thian yu tidak banyak bicara, segera menghimpun segenap tenaga dalamnya kedalam lengan, lalu sambil menggunakan ilmu pukulan Tay cing to liong ciang ajaran gurunya Put gho cu, dia membacok tubuh Kiong Lai dengan jurus Ci kou thian bun (mengetuk pintu langit selatan).

Toan im siancu tidak ambil diam, dari samping ia menyerang dengan jurus Im liong tham jiau (naga sakti mementang cakar), ketika sampai ditengah jalan, dia mengubah serangan pu kulannya menjadi cengkraman dan mencengkeram belakang kepala lawan.

Hanya Thi pit suseng seorang yang tidak berkutik, dia masih menanti serangan balasan dari Hui cha cun cu dengan tenang, untuk kemudian melancarkan serangan dahsyat bila kesempatan baik telah tiba.

Serangan yang dilancarkan Suma Thian yu maupun Thia Yong sesungguhnya cuma serang an tipuan belaka, sekilas pandangan serangan mana kelihatannya cepat seperti sambaran kilat, sesunguhnya dibalik ancaman mana tersembunyi dua gerakan lain yang dipersiapkan untuk mundur.

Benar-benar lihay Hui cha cun cu ini, agaknya ia telah berhasil menebak jitu suara hati kedua orang lawannya, menghadapi ancaman tersebut ia tidak menjadi gugup atau panik.

Ditunggunya serangan lawan hampir menca pai tubuhnya ketika secara tiba-tiba dia memutar tubuhnya melancarkan serangan balasan, jurus serangannya ganas dan mengerikan, seakan-akan dia bermaksud memanah dua ekor burung dalam sekali bidikan.

serangan yang berkelebat secepat sambaran kilat, tahutahu sudah tiba di depan Thia Yong.

Mendadak Thi pit suseng membentak nyaring, tubuhnya menerobos masuk kedalam arena kemudian telapak tangannya diayunkan ke muka membabat jalan darah Leng tay hiat di punggung Hui cha cun cu. Waktu itu sesungguhnya Hui cha cun cu Kiong Lui sedang bersyukur karena serangannya akan segera berhasil mencapai sasaran, mendadak dia merasakan tibanya desingan angin tajam dari arah belakang, kenyataan tersebut kontan membuatnya menjadi tertegun.

Berada dalam keadaan begini harus mengesampingkan dulu kedua orang musuhnya yang berada didepan, ia membalikkan badan dan melepaskan serangan balasan.

Serangan ini dilepaskan dalam keadaan gusar, tenaga dalam yang disertakan benar-benar luar biasa dahsyatnya.

Ketika Thi pit suseng Thia Cuan termakan oleh sapuan tangan pukulan itu, badannya sege ra mundur beberapa langkah dengan sempoyongan, dadanya terasa sakit sekali, sadarlah dia bahwa isi perutnya telah terbakar.

Masih untung Hui cha cun cu Kiong Lui masih teringat akan sumber perguruannya serta hubungan-nya dengan Siau Wi goan, coba kalau tidak begitu, asal dia menambah tenaga serang annya dengan dua bagian tenaga saja, niscaya Thi pit suseng sudah tewas seketika.

Begitu Thi pit suseng mundur kebelakang, kini didalam  arena tinggal Suma Thian yu serta Toan im siancu yang sudah lelah karena kehabisan tenaga, tak selang dua gebrakan kemudian, Toan im siancu mengalami nasib seperti

kakaknya, isi perutnya menderita luka dan roboh terduduk diatas tanah.

Dengan demikian tinggal Suma Thian yu seorang yang

harus berjuang mempertahankan diri, diam-diam ia mengertak giginya keras-keras, secara beruntun dia melepaskan tiga  buah serangan berantai masing-masing dengan jurus Kun kun to coan ( Dunia diputar balik) Kui seng ti to (Bintang kejora jatuh jumpalitan) dan Sian hong sau soat ( Angin berpusing menyapu salju), semuanya merupakan jurus penolong dari  ilmu pukulan Tay cing to liong ciang.

Betapa hebatnya serangan itu bisa dilihat dari Hui cha cun cu Kiong Lui yang tak berani menyongsong serangan itu dengan kekerasan, secars beruntun dia mengegos sebanyak tiga kali, kemudian melompat sejauh satu kaki lebih.

Tampaknya dari sepuluh gebrakan yang di janjikan kini tinggal dua gebrakan lagi, bila Hui cha can cu Kiong Sui gagal merobohkan musuhnya, terpaksa dia harus menghantar lawan-lawannya ini untuk berlalu dari daerah terlarang itu.

Mendadak Hui cha cun cu Kiong lui berpekik nyaring, tubuhnya melejit setinggi tiga kaki ketengah udara, bagaikan seekor naga bengis meninggalkan samudra, dengan membawa deruan angin puyuh dia menyambar keatas kepala Suma Thian yu.

Thi pit suseng Thia Cuan yang menyaksikan peristiwa itu segera melupakan tenaga dalam yang dideritanya, sambil berpekik nyaring degan membawa luka dia menerjang ke arah Suma Thian yu.

"Hiante, cepat mundur! Dia telah menggunakan Pek lek si hun ciang (Pukulan geledek pembetot sukma)!"

Baru selesai Thi pit suseng berseru, di tengah angkasa telah bergema suara geledek yang menggelegar dengan nyaringnya.

Ketika Suma Thian yu mendongakkan kepala, dia jadi terperanjat, wajah berubah pucat, tak sempat memandang sekejap lagi, dia sudah me lesat kesamping untuk menghindarkan diri.

Disaat yang amat kritis inilah, ditengah udara  berkumandang pekikan nyaris yang memekakkan telinga, lalu seperti sekilas cahaya yang membuyarkan awan hitam, petikan nyaring ter sebut seketika itu juga menawarkan suara gemuruh guntur yang mengelegar diangkasa.

Semua orang yang semula tertegun oleh suara guntur, dengan cepat merasakan hatinya menjadi tenang kembali, untuk sesaat mereka seperti melupakan tragedi yang sedang terjadi didepan mata.

Ketika memandang lagi kearah Hui cha cun cu, seketika itu dia sedang mengayunkan sepasang telapak tangannya dan secepat kilat meng hantam tubuh Suma Thian yu, siapa tahu pada saat itulah suatu kejadian aneh telah berlangsung.

Tampaknya suara pekikkan nyaring yang membetot sukma itu telah mengacaukan pikiran Hui cha chun cu, tampak tubuhnya buru-buru berjumpalitan di tengah udara, lalu sepasang telapak tangannya segera ditarik kembali, seperti barung yang hinggap dia atas tanah, dengan entengnya dia melayang turun kembali kepermukaan tanah.

Sementara semua orang masih tertegun, sesosok bayangan manusia nampak berkelebat lewat dari balik hutan, hanya sekejap kemudian, tahu-tahu ditengah arena telah berdiri seorang bocah lelaki berusia sebelas dua belas tahunan.

Heran! Mungkinkah suara pekikan tadi berasal dari bocah lelaki yang masih ingusan ini?

Kalau memang begitu, bukankah bocah lelaki ini adalah seorang bocah ajaib didunia ini?

Tapi rasanya hal ini mustahil, tak bisa masuk akal, hal ini mana mungkin bisa terjadi? Seorang bocah lelaki yang masih berusia sebelas dua belas tahunan, masih bersifat kekanakkanakkan, bagaimana mungkin bisa memiliki ilmu silat yang begitu lihaynya?

Tapi cahaya kilat yang terlibat tadi sudah jelas merupakan bayangan tubuh dari bocah ini selain dia siapa lagi?

Tampak sepasang kening bocah lelaki itu menonjol tinggi sekali, dia sedang berdiri ber tolak pinggang sambil mencaci maki:

"Kiong Lui, lagi-lagi kau membuat kejahat an disini", seandainya aku tidak datang tepat waktunya, kembali ada jiwa yang akan mela. yang disini, hmmm...! Apakah kau sudah  melu pakan dengan kata-katamu tempo hari...?"

Sungguh menggelikan sekali keadaan Hui cha cun cu Kiong Lui yang telah berusia enam puluh tahunan itu, kalau tadi sikapnya garang angkuh dan jumawa sekali, maka setelah berjumpa dengan bocah lelaki itu, keadaannya berubah seperti tikus berjumpa kucing, sikapnya menghormat dan tunduk sekali. Semua orang lantas mengalihkan perhatian nya kewajah bocah itu, tampak dia mengena kan baju berwarna putih bersih, rambutnya di gulung menjadi satu, matanya besar lagi bulat, wajahnya menarik dan menyenangkan, kecuali itu tidak terlihat sesuatu gejala lain yang istimewa.

Akan tetapi sikap Hui cha cun cu Kiong Lui bagaikan sedang menghormati dewa pujaannya saja, dengan sikap yang amat menghormati dia berkata:

"Sobat kecil, kenapa sudah lama kau tidak bermain kemari?

Lohu sangat rindu kepadamu!"

"Huuuuh, siapa yarng kesudian bermain disini?" Ibuku bilang kau adalah telur busuk terbesar didunia ini, ia melarangku bermain denganmu" sahut bocah lelaki itu terus terang.

Suma Thian yu yang mendengar perkataan itu menjadi amat geli sekali sehingga tak tahan ia tertawa terkekeh.

Mendadak bocah lelaki itu berpaling, sepasang matanya melotot besar dan memancarkan sinar berkilauan.

"Benar-benar lihay sekali tenaga dalam orang ini, entah bagaimana cara berlatih?" anak muda itu segera berpikir.

Sementara itu sibocah telah memperlihatkan dua baris giginya yang putih bersih sambil menegur:

"Siapa yang bernama Suma Thian yu?"

Agak tertegun Suma Thian yu mendengar pertanyaan itu, setelah termangu sesaat buru-buru sahutnya:

"Akulah orangnya"

Bocah lelaki itu segera mengamati Suma Thian yu sekejap, kemudian katanya:

"Tak heran kalau ibuku mencarimu, nih! Disini ada sepucuk surat untukmu, ambil dan bacalah sendiri!"

Suma Thian yu makin terperanjat lagi sete lah mendegar perkataan itu, buru-buru dia menyambut surat itu dan dibuka lalu dibaca isi-nya, diatas surat itu hanya tercantum beberapa huruf yang berbunyi:

"Datanglah segera selesai membaca surat ini" Dibawahnya tidak nampak tanda tangan atau kode tertentu dari penulis surat itu.

Dengan wajah termangu Suma Tnian yu mengawasi wajah si bocah itu lekat-lekat, pelbagai ingatan segera berkecamuk didalam be naknya membuat dia terasa pusing umuk memikirkannya.

Siapakah bocah ini? Siapa pula ibunya?

Ada urusan apa dia khusus datang kesitu untuk mencarinya?

Siapa musuh besanya? Apa sangkut pautnya dengan dirinya?

Serentetan pertanyaan tersebut membuat Suma Thian yu menjadi sangat murung dan tak tahu apa yang mesti dilakukan, untuk sesaat dia menjadi gelagapan hingga tak sepatah katapun sanggup diutarakan.

Sambil tertawa cekikikan bocah lelaki itu segera menegur: "Bila kau selesai membaca, mari kita segera berangkat!" "Tolong tanya sobat kecil, kita akan kemana?" Suma Thian

yu segera bertanya:

"Tentu saja ke rumahku!"

Sambil menyahut bocah itu segera menarik tangan Suma Thian yu dan siap berlalu dari situ.

Mendadak terdengar Hui cha cun cu Kiong Lui membentak keras:

"Tungqu sebentar! Sobat kecil, dia masih berhutang kepada lohu !"

Bocah lelaki itu segera berpaling, mencorong sinar tajam dari matanya, setelah menatap sekejap wajah Kiang Lui dengan gusar, serunya kembali:

"Kau kuatir tidak bisa menagih kembali? Hutang apa sih?

Biar aku saja yang membayarkan baginya"

"Oooh, tidak, tidak!" Hui cha cun cu segera menampik, asal sobat kecil telah mengambil alih hutang tersebut, tentu saja lohu tak bisa berkata apa-apa lagi, sekembalinya kerumah nanti, sampaikan salamku untuk ibumu! Bocah lelaki itu mendengus dingin, ia segera berlalu meninggalkan hutan tersebut.

Tiba-tiba dua bersaudara Thia berpekik nysring, kedua orang itu segera melompat ke depan dan menghadang jalan pergi bocah itu.

Sambilmenjura Th i pit suseng Thia Cuan segera menegur: "Tolong tanya sobat cilik, siapa namamu dan dimana

rumahmu?"

Dengan tak sadar bocah lelaki itu menukas:

"Kau takut aku akan melalapnya hidup-hidup? Paling cepat sebulan paling lambat dua bulan, tanggung dia dapat berjumpa lagi dengan kalian berdua"

Walaupun usia bocah lelaki ini masih muda, namun caranya berbicara seperti orang dewasa, sehingga dua bersaudara Thia pun turut merasa keheranan.

Dengan cepat Toan im-siancu Thia Yong bertanya: "Dimanakah rumah kediamanmu?"

Kali ini si bocah lelaki itu tertawa cekikikan.

"Tak usah kuatir, bukan aku yang berhak menjadi mak comblang, dua bulan kemudian dia pasti akan mengunjungi kalian berdua di bukit Kun san telaga Tong ting ou".

Begitu bocah lelaki itu selesai berkata, se lembar wajah Toan im-siancu Thia Yongpua turut berubah menjadi merah padam seperti apel yang masak, dia lantas mendesis dan berseru sambil melotot:

"Hmmm, tampaknya kau mencari penyakit!"

Sambil berkata dia lantas mengayunkan telapak tangannya menghantam wajah bocah lelaki itu.

Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini segera berseru dengan amat gelisah:

"Nona Thia "

Belum habis dia berkata, bocah lelaki itu telah membentak pula dengan suara keras:

"Ayo berangkat! Tempat ini bukan tempat yang aman" Kalau dibicarakan sesungguhnya sukar masuk diakal, Suma

Thian yu hanya melihat bocah kecil itu mengangkat lengannya, tahu-tahu seluruh badan Toan im siancu sudah melayang ditengah udara seperti selembar daun yang ter hembus angin puyuh, tahu-tahu ia sudah dikirim ke sisi badan kakaknya...

Dengan demikian, kendatipun Toao im sian cu Thia Yong lebih bina1 dan wataknya lebih aneh pun, mau tak mau dia harus merasa kagum dan tunduk terhadap bocah itu.

Buru-buru dia memberi tanda kepada kakaknya dan berlalu dari situ.

Melihat kejadian tersebut, wajah bocah lelaki itu nampak berseri, dia memarik tangan suma thian yu dan menembusi hutan itu.

Kali ini mereka tidak bergerak ke arah bukit Han-san melainkan justru berbalik ke jalan kecil, semua jalanan yang mereka lalui sebagian besar adalah jalan perbukitan yang sempit dan curam.

Untung saja Suma Thian yu memiliki ilmu silat yang hebat.

Ilmu meringankan tubuhnya pun amat sempurna, dengan begitu dia masih bisa membuntuti selalu lima langkah di belakang bocah lelaki itu.

Sekarang Suma Thian yu baru benar-benar dapat menyaksikan kesempurnaan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki bocah lelaki itu, jangan dilihat bocah itu bergerak dipaling de pan, namun langkahnya enteng dan cepat hing ga kalau dilihat dari tempat kejauhan, sepa sang kakinya seakanakan tidak menempel di atas tanah.

Diam-diam Suma Thian yu menghela napas panjang, pikirnya:

"Diluar langit masih ada langit, diatas ma nusia masih ada manusia, tampaknya soal ilmu silat memang tiada tara dalamnya"

Apa yang di katakan orang kuno memang tidak salah, setinggi-tingginya sebuah bukit, tentu ada bukit lain yang jauh lebih tinggi, selihay-lihaynya kepandaian seseorang, sudah pasti ada orang lain yang jauh lebih lihay daripadanya. Bayangkan saja berapa usia bocah lelaki yang masih bau kencur ini? Tapi dalam kenyataan-nya, baik ilmu lwekang, gwakang maupun ginkang semuanya telah mencapai puncak kesem purnaan, sekalipun sejak berada dalam kandungan ibunya dia sudah mulai melatih diri, belum tentu kepandaian silatnya bisa mencapai tingkatan demikian hebatnya.

Bila ditinjau dari kepandaian silat yang di miliki bocah ini, bisa dibayangkan pula sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang di miliki ibunya? Tapi dalam dunia persilatan belum pernah terdengar nama seorang jagoan perempuan semacam itu, siapakah dia?

Sambil berlarian menempuh perjalanan be nak Suma Thian yu dipenuhi oleh pelbagai per soalan yang memusingkan kepalanya, terutama sekali dalam surat tersebut tidak dicantumkan nama maupun tanda tangan, mungkinkah bocah ini salah mencari orang?

Malam itu udara gelap gulita, tiada rembulan, hanya bintang yang betebaran memenuhi angkasa.

Walaupun Suma Thian yu memiliki kepandaian untuk

melihat dalam kegelapan, tapi saat itu dia tak sanggup melihat pemandangan yang berada satu kaki dihadapannya, hal ini membuat hatinya diam-diam merasa amat gelisah.

Sebenarnya dia ingin bertanya kepada bocah itu ke   manakah mereka hendak pergi, tapi dia pun kuatir ditertawakan oleh pihak lawan, padahal kalau tidak ditanyakan hatinya terasa amat kesal dan gugup.

Mendadak bocah lelaki yang sedang berlarian di muka berpaling seraya berseru:

"Sudah hampir sampai, bagaimana kalau kita mempercepat sedikit perjalanan kita?"

Selesai berkata, tanpa menunggu persetujuan dari Suma Thian yu lagi dia lantas menghimpun tenaga dalamnya dan berganti gerakan tubuh, kali ini dia menempuh perjalanan dengan meng gunakan ilmu meringankan tubuh Pat pah kan cian (delapan langkah mengejar comberet). Tentu saja Suma Thian yu tak berani berayal pula, buruburu dia menghimpun tenaga murnuinya dan mengembangkan ilmu meringankan tubuh Leng kong siu tok yang sangat lihay itu, bagaikan peluru yang melejit kedepan, ia mengejar lawannya dengan ketat.

Tiada hentinya bocah lelaki didepan itu ber paling dan melihat apakah Suma Thian yu ber hasil menyusulnya atau tidak, namun sepanjang jalan dia tak pernah berbicara lagi walau se patah kata pun, hal mana semakin menambah misteriusnya suasana.

Setelah menempuh suatu perjalanan yang cukup panjang, menembusi beberapa bukit, entah oerapa jauh sudah mereka berjalan akhirnya terdengar bocah lelaki itu bersorak gembira:

"Sudah sampai, didepan sana adalah rumahku"

000O000

WAKTU ITU Suma Thian yu sudah kehabisan tenaga, dengan badan lemas, napas tersengkal-sengkal, seluruh badannya basah kuyup oleh keringat, membuatnya untuk sesaat tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.

Menyaksikan keadaan itu, si bocah lelaki itu segera berkata sambil tertawa cekikikan:

"Tampaknya aku telah membuatmu kepayahan, padahal waktu kedatangan kita masih terlambat setengah kentongan daripada waktu telah kutetupkan sebelumnya!"

Ucapan tersebut tak ubahnya menyindir ketidak becusan Suma Thian yu dalam melakukan perjalanan, kontan saja paras muka anak mu da itu berubah menjidi merah sebentar, hijau sebentar, panas sebentar, dingin sebentar, rasanya tak terlukiskan dengan kata kata.

Sedemikian jengahnya pemuda itu, sehingga seandainya disana terdapat sebuah lubang gua, niscaya dia sudah menerobos masuk ke dalam untuk menyembunyikan diri.

Dengan cepat dia berpaling ke arah puncak bukit didepan sana, mendadak ia tidak menjumpai rumah seperti yang dikatakan bocah uu, kecurigaan segera timbul, sambil meman dang wajah si bocah itu tanyanya agak terdengung:

"Sobat cilik, dimana rumahmu?"

"Itu dia, dibelakang bukit sana" jawab si bocah sambil menunjuk kedepan sana.

Suma Thian yu melihat tempat yang ditunjuk adalah bukit didepan sana, hatinya lantas menjadi lega, akan tetapi sewaktu tidak menjum pai jalan tembus disitu, keningnya lantas ber kerut dan wajahnya memperlihatkan rasa ke sulitan.

Ternyata antara tempat dimana mereka ber ada sekarang dengan bukit yang berada dise berang sana dipisahkan oleh sebuah jurang yang lebarnya kurang lebih tiga puluh kaki, jangankan manusia, sekalipun binatang juga belum tentu bisa melampauinya.

Orang hanya mungkin mencapai puncak seberang bila dia menuruni lembah jurang itu le bih dulu, atau bila dia bersayap dan sanggup terbang melampauinya.

"Bagaimana cara kita menyeberang kesana?" dengan perasaan tercengang akhirnya Suma Thian yu berseru.

"Tentu saja ada caranya, harap kau kau jangan kelewat terburu napsu" sahut si bocah cepat.

Diam-diam Suma Thian yu berpikir lagi:

"Kau punya cara apa? Memangnya bisa ter bang menyeberangi jurang ini? Kalau memang demikian, bukankah dia sudah menjadi dewa bukan manusia lagi...?"

Sementara itu terdengar sibocah sedang ber gumam seorang diri.

"Ing ji memang cukup binal, tahu kalau aku bakal datang terlambat, dia tak mau menunggu aku sebentar lagi, hmmm, sebentar aku harus menghukum dia"

Ketika Suma Thian yu mendengar dikebut kannya nama "Ing ji", dia semakin keheranan, segera pikirnya lagi:

"Mungkinkah bocah lelaki ini masih mempunyai seorang adik perempuan yang lebih kecil?" Sementara dia masih berada dalam keadaan bingung dan tidak habis mengerti...

Mendadak bocah kecil itu berpekik nyaring kearah bukit disebrang sana, suara pekikannya amat nyaring memekikan telinga, seperti suara genta dari kuil yang menggaung  diseluruh tanah perbukitan, nyaring, keras dan mengagumkan.

Cukup dilihat dari kemampuannya berpekik nyaring, jika seseorang tidak memiliki tenaga dalam sebesar enam puluh tahun hasil latihan, jangan harap ia bisa berbuat demikian.

Diam-diam Suma Thian yu menghela napas panjang, suatu perasaan rendah diri segera muncul dihati kecilnya.

Begitu suara pekikan tersebut sirap, dari seberang bukit sana berkumandang suara pekikan burung hong, kemudian tampak seekor burung raksasa berwarna hijau terbang mendekat.

Dengan cepat Suma Thian yu menjadi mengerti, rupanya yang dimaksudkan sebagai "Ing-ji" adalah burung yang sedang melintasi jurang sekarang, atau dengan perkataan lain, burung tersebutlah sebagai sarana angkutan untuk menyeberangi jurang itu.

Dalam waktu singkat burung yang berwarna warni itu  sudah melintasi dua buah puncak bukit, tampaknya ia seperti ada maksud untuk mempermainkan si lelaki tersebut, sambil terbang merendah dan berputar beberapa kali, dia berkaok tiada hentinya.

Menyaksikan kejadian itu, dengan perasaan geli bercampur mendongkol bocah itu membentak:

"Ing-ji, waktu sudah siang, mengapa kau tidak segera turun? Apakah kau menunggu sampai kubekuk batang lehermu nanti?"

Ing ji masih saja berkaok sambil putar kian kemari, tampaknya ia makin sengaja tak mau melayang turun kebawah. Akhirnya dengan marah bocah itu berteriak: "Jika kau tidak turun lagi, lihat saja nanti sekembalinya dari sini akan kulaporkan kepada ibu agar kau dihukum!" Menurut aturan, Ing ji pasti akan menuruti perkataan itu dan melayang turun kebawah, sekalipun dia hendak berubah, paling tidak ulahnya tak akan sampai menggusarkan majikan mudanya.

Suma Thian yu adalah seorang pemuda yang cerdas, ia segera merasakan ada sesuatu yang tak beres, sepasang matanya yang tajam dengan cepat menyapu sekejap sekitar sana, akhirnya dia menjerit kaget:

"Aaaah, coba lihat, apakah itu?"

Mendengar seruan tersebut, si bocah itu segera berpaling, paras mukanya kontan berubah.

Ternyata diatis batang pohon raksasa dibelakang mereka berdua, melingkar seekor ular raksasa sebesar baskom, kepalanya berbentuk segitiga, sepasang matanya seperti lampu lentera dan memancarkan cahaya bengis, kalau dilihat dari sikap dan gayanya, tampaknya ular itu sudah bersiap sedia melancarkan sergapan kearah mereka berdua.

Dengan marah bocah itu segera membentak:

"Rupanya binatang keparat ini yang sedang mengacau, tak aneh kalau Ing-ji tak berani turun kebawah..."

Sambil berkata telapak tangan-nya segera diayunkan kedepan menghantam ular beracun itu, angin pukulan yang menderu-deru langsung menghajar tubuh binatang tadi.

Siapa tahu ular beracun itu amat cekatan, dia segera miringkan kepalanya menghindarkan dirinya dan menyusul kemudian sambil mementangkan mulutnya dia menyemburkan segumpal kabut tebal.

"Hati-hati ada racunnya" Suma Thian y menjerit kaget, lalu sambil mencabut keluar pedangnya serunya lagi kepada bocah itu, "sobat kecil, seranglah dia agar menjadi marah, tapi hatihati dengan semburan udara beracun-nya"

Sambil berkata dia mengeluarkan dua butir pil anti racun dan menyerahkan sebutir kepada si bocah sebelum sebutir yang lain ditelan ke perut, kemudian dia baru menjejak tanah melejit ke udara, dari atas dahan pohon itulah dia mengayunkan pedangnya membacok ekor ular rersebut. Si bocah yang berada dibawah segera mele paskan pukulan dahsyat pula ke atas kepala ular beracun itu setelah menyaksikan Suma Thian yu turun tangan.

Menghadapi ancaman dari muka dan belakang, ular beracun itu berpekik marah, matanya yang buas makin memancarkan sinar tajam, tanpa perdulikan ancaman terhadap ekornya, "Weesss" mendadak ia melejit ke depan dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari busjrnya, lalu mementangkan mulutnya lebar-lebar dan menyemburkan kabut beracun yang berbau busuk.

Mimpipun si bocah itu tak menyangga kalau ular beracun itu tidak takut dengan ancaman pukulannya, begitu terkena semburan kabut beracun tersebut, kendatipun ia sudah menelan pil anti racun, toh kepalanya terasa pusing juga, dengan sempoyongan tubuhnya mundur ke belakang.

Disaat pikiran si bocah sedang bercabang inilah, secepat angin ular beracun itu mener jsng ke depan.

Bocah lelaki itu menjerit kaget, lalu mundur ke belakang.

Lihay sekali ular beracun itu, ekornya segera disapu kedepan dan mentalkan tubuh bocah itu.

"Blaaam!" bocah itu segera terbanting keras-keras diatas tanah, mssih untung tempat dimana ia terjatuh adalah tanah berumput, kalau tidak, niscaya pantatnya akan robek.

Sementara itu, Suma Thian yu telah menerjang kebawah berbareng dengan kebasan ekor ular beracun itu, pedangnya langsung menembusi punggung binatang itu.

Sepantasnya dengan tertusuknya punggung si ular, paling tidak binatang itu, akan terluka, namun kenyataannya bukan sajs tidak mati malahan justru menimbulkan sifat buas dan garang dari ular raksasa tersebut.

Terdengar ular raksasa itu berpekik kesakitan, tubuhnya bergulingan diatas tanah, ekornya dikibaskan keatas dan segera menggurung ke tubuh Suma Thian yu.

Menghadapi ancaman tersebut, Suma Thian yu berlagak seolah-olah tidak melihatnya, secara berputar dia melepaskan tiga buah tusukan berantai yang semuanya di tujukan kebagian mematikan ditubuh sang binatang.

Dengan kejadian ini, sifat buas si ular raksasa itu makin menjadi, sambil mementangkan taringnya dia menyemburkan kabut beracun yang makin tebal mengurung seluruh tubuh anak muda tersebut.

Suma Thian yu makin menggila, secara beruntun dia melepaskan tujuh delapan buah serangan tubuh ular itu.

Termakan oleh bscokan pedang Kit Hong kiam yang tajam, seketika itu juga si ular beracun itu terbelah menjadi tiga bagian, tetapi ular itu belum mati juga.

Padahal berada dalam keadaan seperti ini, asal bagian "tujuh inci" dari ular yang mematikan itu kena di gencet, niscaya ular beracun itu akan mati seketika.

Sayang Suma Thian yu merasa asing terhadap keadaan semacam itu, dia tidak mengerti rahasia tersebut, oleh sebab itu dia harus menggorbankan tenaganya untuk berjuang mati matian.

Akibatnya bukan saja dia gagal membinasakan ular beracun itu, malah sebaliknya karena kelewat lama terkurung oleh kabut beracun si ular, meluruh tubuhnya menjadi kaku dan akhir nya jatuh tak sadarkan diri.

Begitu dia roboh kebetulan tubuhnya jatuh vdiatas perut ular itu, dengan cepat si ular raksa sa itu membalikkan badan sambil mementangkan mulutnya lebar-lebar siap menerkam tubuh anak muda tersebut.

Disaat yang amat kritis inilah, menndadak dari tengah udara berkumandang suara pekikak burung hong yang amat nyaring. si Ing-ji me nutup kembali sepasang sa yapnya dan secepat kilat menukik kebawah serta menotol bagian "tujuh inci" dari ular beracun itu.

Sementara itu ular beracun itu sedang memusatkan perhatiannya untuk menelan Suma Thian yu, mimpipun dia tak menyangka kalau "Belalang menubruk comberet, burung nuri mengincar dari belakang" tiba-tiba saja bagian dari "tujuh inci" nya terasa amat sakit, darah sege ra menyembur keluar dari mulutnya, lalu sete lah mengejang beberapa saat, tubuhnya roboh menindih diatas badan Suma Thian yu.

Ular beracun itu paling tidak berbobot lima ratus kati lebih, begitu jatuh menindih badan Suma Thian yu yang sedang pingsan, si anak muda itu segera muntah darah segar.

Ing-ji seperti pahlawan yang menang perang segera mentangkan sayapnya terbang keangkasa dan berpekik kegirangan.

Dalam pada itu, si bocah lelaki tersebut sudah mengatur napas dan mendesar keluar hawa beracun yang mengeram didalam tubuhnya, melihat si ular raksasa tersebut menindih diatas badan Sumi Thian yu, dengan cepat dia memburu mendekat, lalu bekerja keras menyingkirkan bangkai ular raksasa itu. Kemudian dia memanggil Ing ji, membopong tubuh Suma Thian yu keatas punggung ular itu dan diiringi pekikan nyaring, Ing-ji menye berangkanmereka kepuncak sebelah depan. Selama ini Suma Thian yu berada dalam keadaan tidak sadar, bagaimanakah cara mereka menyeberangi jurang tersebut, boleh dibilang dia sama sekali tidak tahu. Tatkala pemuda itu sadar kembali dari pingsannya, dia merasakan tubuhnya sudah dibaringkandidalam sebuah rumah kecil yang rapat dan tak tembus angin. Dengan cepat dia melompat bangun, tapi kepalanya terasa pusing sekali, dia segera roboh dan tertidur kembali.

Dalam keadaan setengah sadar setengah tidak, dia seperti mendengar pintu kamar dibuka orang, lalu bocah lelaki itu berjalan ke dalam ruangan.

Suma Thian yu segera mendongakkan kepalanya, ternyata bocah lelaki itu adalah bocah yang membawanya ke sana.

Maka sambil memaksakan diri untuk duduk, segera tegurnya:

"Tolong tanya dimanakah aku sekarang?"

"Di rumahku!" sahut bocah itu sambil membelalakkan matanya lebar-lebar.

"Sudah berapa lama aku tertidur?" kembali Suma Thian yu bertanya?"bagaimana caraku menyeberang ke mari?" Bocah lelaki itu tertawa cekikikan. "Ing-ji yang membopongmu kemari"

"Oooh" sambil berkata Suma Thian yu beru saha untuk bangkit berdiri.

Siapa tahu begitu ia berdiri, seketika itu juga kepalanya terasa pusing sekali, ia menjadi sempoyongan dan hampir saja roboh ter jengkang keatas tanah.

Buru-buru bocah lelaki itu memayangnya lalu berseru dengan cemas:

Hawa racun yang mengeram dalam tubuh mu belum hilang, lebih baik berbaringlah dulu, ibuku segera akan tiba"

Suma thian yu menurut dan membaringkan tubuhnya lagi, pada saat itulah tirai pintu ter singkap dan masuk seseorang.

Suma Thian yu merasakan pandangan msta nya menjsdi silau, tahu-tahu seorang perempuan cantik jelita telah berdiri dihadapannya.

Suma thian yu merasakan pandangan mata nya menjadi silau, dengan cepat dia amati perempuan itu lebih seksama.

Ternyata perempuan itu berusia tiga puluh tahunan, berwajah bulat telur, beralis lentik, bermata jeli, hidung mancung dan bibir yang kecil mungil, ia benar-benar cantik sekali. Dengan cepat dia menyadari kalau perempuan

cantik jelita ini tak lain adalah 'ibu' yang dimaksudkan bocah lelaki itu.

Buru-buru dia melompat bangun sambil menjura. "Berkat pertolongan anda, aku merasa berterima kasih

sekali".

Perempuan cantik itu tertawa hingga nampak sepasang lesung pipinya yang indah, katanya:

"Berbaringlah lebih dulu. bila ada persoalan lebih baik kita bicarakan nanti saja". Kemudian kepada si bocah katanya  pula: "Liong ji, cepat ambil kuah jinsom itu dan bawa kemari".

Liong-ji segera berlalu dengan cepat, tak selang berapa saat kemudian dia sudah muncul kembali dalam ruangan dengan membawa se mangkuk kuah jinsom. Perempuan cantik itu menerima mangkuk tersebut dan segera disuapkan kemulut Suma Thian yu, kemudian sambil menyuruh pemuda itu ber baring kembali, tangannya yang halus, lembut dan hangat itu ditempelkan diatas dadanya, segulung hawa murni lantas menyusup masuk ke dalam tubuhnya.

Dalam keadaan setengah sadar setengah tidak Suma thian yu merasakan ada segulung hawa panas mengalir melalui dada dan terus masuk ke pusar, kemudian mengalir ke sepasang kakinya sedang dari sepuluh jari kakinya terbuang keluar.

Tak selang beberapa saat kemudian, Suma Thian yu merasakan semangatnya berkobar kembali, ia merasa sesar, terutama kuah jinsom yang barusan diteguknya kini sudah mulai menyebar keseluruh hadan, tubuh yang semula lemahpun kini telah pulih kembali.

Selama hidup belum pernah Suma Thian yu menjumpai cara penyembuhan semacam ini, dari sini dapat ditarik kesimpulan kalau tenaga dalam yang dimiliki perempuan cantik ini benar-benar telah mencapai puncak kesempurnaannya.

Ketika Liong ji menyaksikan mukanya berubah menjadi merah dadu, sadarlah dia kalau hawa racunnya telah punah, dia bersorak gembira dan lari menghampiri ke sisi Suma Thian yu, serunya sambil menarik tangan anak muda itu:

"Terima kasih langit, terima kasih bumi akhirnya kau toh sembuh kembali, ayo bangun. Mari kita bermain-main diluar sana"

"Liong-ji!" perempuan cantik itu segera membentak, "jika kau nakal lagi, hati-hati kalau lbu menghajarmu, kini kesehatan badan siauhiap baru saja pulih, dia harus beristirahat be berapa hari lagi sebelum benar benar sembuh"

Liong ji menjulurkan lidahnya sambil membuat muka setan, lalu, secara diam-diam menyingkir kesamping perempuan cantik itu dan tak berani berbicara lagi. Sambil tersenyum perempuan cantik itu berkata lagi kepada Suma Thian yu:

"Tahukah kau apa sebabnya kuundang kemari?" Dengan cepat Suma Thian yu menggeleng. "Boanpwe tidak tahu, harap diberi petunjuk"

"Kau merasa keheranan bukan? Apa sebab nya tanpa

sebab tanpa musabab Liong ji mengundangmu berkunjung ke gua Hui liong tong?"

Berbicara sampai dlsitu, perempuan cantik itu lantas menuding kearah Liong ji seraya berkata:

"Dia adalah putraku, Gak Kun liong, bocah ini mengikuti nama marga orang tuaku"

Suma Thian yu hanya mendengarkan dengan tenang, sedang dihati kecilnya merasa keheran sebab sudah setengah harian lamanya perempuan cantik itu berbicara, namun dia belum pernah menyinggung tentang alasannya mengundang ia kesitu.

Agaknya perempuan cantik itu dapat menebak suara hati orang, dia dapat menangkap kecurigan dalam hati kecil Suma Thian yu, maka ujarnya lagi:
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar