Kitab Pusaka Jilid 08

Jilid 8 : Tuduhan keji

Tak selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah saling bertarung sepuluh gebrakan lebih, sepanjang pertarungan itu berlangsung, Suma Thian yu selalu mengalah dan berbelas kasihan dalam serang-serangannya, anehnya Bi hong siancu pun seakan-akan mempunyai pandangan yang sama, dia pun selalu berbelas kasihan didalam melancarkan serangannya.

Sekilas pandangan pertarungan yang berlangsung antara kedua orang itu tampaknya amat seru, padahal dalam hati masing-masing sudah ada perhitungannya, pertarungan mereka berlangsung amat santai dan tidak saling membahayakan jiwa masing-masing.

Lama-kelamaan kedua orang ada kalanya mereka berdua sempat bertanya-tanya sendiri, buat apa mereka berdua harus saling bertarung?

Akhirnya Bi hong siancu Wan Pek-lan yang tertawa merdu lebih dulu, pedang mestikanya diputar kencang menciptakan selapis hujan pedang yang tebal dan langsung mengancam jalan darah Tiong teng hiat dan Tham tiong kiat ditubuh lawan. Ditengah pekikan nyaring gadis itu, Suma Thian yu tersadar pula dari lamunannya, tak terlukiskan rasa kagetnya melihat ujung pedang lawan tahu-tahu sudah berada didepan dada.

xx X xx

SIANAk MUDA itu membentak nyaring, Pedang Kit hong kiamnya diputar untuk menangkis pedang lawan dengan jurus Sik poh thian keng (batu hancur langit terkejut),  menggunakan kesempatan itu ia menerobos masuk kedepan dan menusuk jalan darah Tham tiong hiat dan tiong teng hiat si nona tersebut.

"Tidak sopan kalau suatu pemberian tidak dibalas dengan pemberian lain...!" serunya.

Berbareng dengan seruan itu, terdengar Bi hong siancu menjerit keras lalu mundur beberapa langkah dengan sempoyongan dan akhirnya roboh terkapar diatas tanah.

Menyaksikan kejadian itu, Suma Thian yu amat terkejut, buru-buru dia menyimpan pedangnya dan lari kesisi Bi hong siancu sambil tanyanya dengan gelisah:

"Nona Wan, apakah kau terluka?"

Bi hong siancu Wan Pek lan berdiam kaku seperti patung, sepasang matanya terpejam rapat-rapat, napasnya memburu dan kelihatan menderita sekali...

Suma Thian yu makin cemas setelah menyaksikan kejadian ini dengan perasaan bingung, buru-buru serunya:

"Nona Wan, nona Wan...'"

Melihat Wan Pek lan belum juga membuka matanya, dia tak dapat mengindahkan ucapan yang mengatakan "antara lelaki dan perempuan ada batas-batasnya lagi”, dengan cepat dia melakukan pemeriksaan.

Tampak napasnya teratur, matanya terpejam rapat dan mukanya merah segar, walaupun sudah diperiksa sekian lama, tidak dijumpai gejala-gejala aneh dibalik denyutan nadi lawan, kesemuanya ini segera menimbulkan perasaan curiga dalam hatinya.

Padahal Bi hong siancu Wan Pek lan sama sekali tidak terluka, apa yang dilakukan sekarang tak lebih hanya berpurapura belaka.

Berbicara yang sesungguhnya, maksud tujuan dan tindakan yang dilakukannya ini amat dalam selain hendak menyelesaikan pertarungan yang sama sekali tak berguna itu, diapun ingin mencari tahu sampai dimanakah watak dan perangai dari Suma thian yu.

Dengan sepasang mata setengah terpejam, diam-diam dia melirik dan mengikuti gerak-gerik Suma thian yu dengan seksama dari pagi hingga sekarang, kini ia baru berkesempatan untuk menyaksikan wajah Suma Thian yu dengan jelas.

Melihat tampangnya yang gagah dan ganteng, makin dilihat dia merasa makin tertarik, tanpa terasa pikirnya dalam hati:

"Aaah, mustahil dia tersangkut dalam peristiwa pembegalan barang kawalan, ooh Thian! Hal ini mustahil bisa terjadi! Ayah pasti telah salah menuduh orang baik!"

Berpikir sampai disitu, jantungnya serasa berdebar amat keras.

Pada waktu itulah dia merasa telapak tangan Suma Thian yu yang panas dan hangat telah ditempelkan diatas dadanya padahal sejak dewasa selain ibunya hampir tak pernah ada orang yang pernah menyentuh badanrya, apalagi meraba diatas sepasang payudaranya.

Tapi sekarang, orang yang meraba payudaranya adalah seorang lelaki, seorang pemuda tampan yang gagah dan mempunyai daya tarik, apalagi merupakan orang yang dicintainya, bayangkan saja bagaimana mungkin hatinya tidak menjadi mabuk? Dia menjadi mabuk, mabuk seperti terbang di angkasa, perasaan semacam ini belum pernah dialaminya sepanjang hidup, dia ingin menampik namun tak tega untuk melepaskan kenikmatan seperti itu, keadan semacam ini amat mengenaskan, juga amat manis dan mesra....

Tapi perempuan tetap perempuan, terutama sekali gadis remaja yang mulai mengenal arti kata cinta, bagaimanapun cintanya kepada pemuda itu toh sepasang matanya segera membuka kembali, ia tidak membiarkan pihak lawan meraih keuntungan kelewat lama.

Pada dasarnya Suma Thian yu adalah seorang pemuda paling bodoh didunia ini, kecuali merasa gelisah, dia sama sekali tak dapat menekan kobaran emosi dalam hatinya.

Begitu melihat Bi hong siancu mendusin, rasa girangnya melebihi sekeluarga miskin yang secara tiba-tiba menemukan sebuntalan emas murni, dengan cepat dia bersorak gembira.

"Nona Wan, kau tidak apa-apa bukan?"

Bi hong siancu Wan Pek lan menutup mulutnya rapat-rapat dan menggelengkan kepalanya berulang kali.

Suma Thian yu yang melihat gadis itu mendusin kembali, tak terlukiskan rasa girangnya ia menghembuskan napas panjang lalu berkata:

"Waah....hampir saja aku dibikin kaget setengah mati, terima kasih banyak, kau tidak terluka apa-apa!"

Sebetulnya perkataan semacam itu tak pantas diutarakan keluar, jika ada pihak ketiga hadir disitu, ia pasti akan merasa perkataan mana kelewat mesra, padahal tindakan dari Suma Thian yu ini tak lebih merupakan suatu perbuatan yang mendekati ketolol-tololan.

Bi hong siancu Wan Pek lan sengaja menegur dengan suara keras.

"Huuh, masa kau merasa kuatir? Hmm, mungkin kau bertambah gembira bila menyaksikan aku mati!" Perkataan semacam inipun tidak seharusaya diutarakan, tapi pada dasarnya kedua orang itu memang berwatak aneh, setelah saling ribut sekian lama, akhirnya mereka malah merasakan kemesraannya.

Kau berani mengatakan dialam semesta ini tiada sesuatu kekuatan besar yang mengatur segala-galanya?

Sesungguhnya Malaikat cinta mengatur bagi mereka berdua segala sesuatunya, apakah kau ingin membantah? Kecuali kalau kau mempunyai kekuatan lainnya itu lain cerita.

Suma thian yu mengira gadis itu masih masih marah, dengan wajah minta maaf dia berkata:

"Aku sama sekali tidak bermaksud demikian, maaf jika aku membuatmu terjatuh, harap kau sudi memaafkan."

Pada dasarnya anak gadis memang lebih perasa dari pada kaum lelaki, lagi pula hati mereka lebih lembek.

Melihat wajah Suma Thian yu yang mengenaskan itu, Bi hong siancu Wan Pek lan tak jadi curiga, cepat ia menyahut:

"Kesemuanya ini gara-gara aku mencoba unjuk kepandaian, sehingga akibatnya kau dibikin terperanjat, apakah kau menyalahkan aku?"

"Aah, mana, mana..." buru buru Suma Thian yu menyahut, "asal kau tidak terluka, aku merasa girang sekali "

"Mengapa sih kau begitu menaruh perhatian kepadaku?" Bi hong siancu balik bertanya.

"Karena... karena..."

Suma Thian yu mengulangi perkataan tersebut sampai beberapa kali tanpa berhasil untuk melanjutkannya.

"Aku tahu kau tak punya alasan bukan?" "Ehmmm...!"

"Ya, memang banyak kejadian yang berlangsung secara wajar, tiada suatu bentuk alasan, yang pasti, aku rasa sesuatu yang nyata di dunia ini selamanya tak beralasan, bukankah begitu?" "Maaf nona, aku merasa kagum sekali kepadamu yang melebihi orang lain"

"Jangan nona, nona melulu, aku toh bukan tak punya nama, mengapa kau selalu memanggil dengan nama tersebut?" ketika mengucapkan perkataan tersebut, nadanya tersipu-sipu.

"Ahh betul, tolong tanya siapakah nama nona?" buru-buru sianak muda itu bertanya.

"Aku bernama Pek lan, ketika masih kecil orang memanggilku Lan ji, kau boleh memanggil aku sebagai adik Lan!"

"Adik Lan..." Suma Thian yu segera memanggil, tapi kata selanjutnya dia tak sanggup untuk melanjutkan.

Waktu itu, Suma Thian yu merasa amat gembira sekali selama bergaul dengan Wan PeK lan, tapi kalau ditanya menpapa, dia sendiripun tak mampu untuk mengucapkan sesuatu.

Itulah sebabnya manusia dinamakan mahkluk yang berperasaan, yang terpenting manusia bukan rumput atau binatang, manusia adalah mahkluk yang berperasaan.

Kadangkala perasaan semacam itu baru bisa tumbuh dan meningkat mencapai pada puncaknya bila manusia yang berlawanan jenis bertemu.

Ada orang bilang: Hubungan manusia antara manusia terdapat semacam daya tarik menarik, hal ini tak lain adalah perasaan.

Waktu berlalu dengan cepatnya, dalam suasana yang santai karena berbincang dan bergurau, tanpa terasa matahari telah bergeser kearah barat, langit diliputi oleh cahaya keemasemasan.

Bi hong siancu Wan Pek lan mendongakkan kepalanya dan memandang keadaan cuaca sekejap, kemudian suaranya dengan terkejut. "Aaah, matahari sudah condong kebarat, aku harus segera pergi dari sini.

Entah mengapa, sewaktu mendengar gadis itu hendak pergi, Suma Thian yu segera merasa hatinya kosong dan kecut, ditatapnya nona Wan dengan wajah termangu, dia

seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun akhirnya niat itu diurungkan.

Padahal Bi hong siancu sendiripun tak ingin berpisah dengan pemuda tersebut, buru buru ia mengusulkan.

"Engkoh Yu, bagaimana kalau kita kembali?" "Kembali? Kembali kemana?" tanyanya.

"Ke rumahku!" sahut Bi hong siancu.

"Ah, bukankah hal itu sama dengan mengantar diriku kembali ke mulut harimau?"

"Tak mungkin, aku akan membujuk ayahku, dia pasti dapat memahami kesulitanmu.

"Terima kasih atas maksud baikmu, sayang aku masih ada urusan penting yang tak dapat ditunda lagi, lebih baik kita berpisah dulu sampai disini, moga-moga kita akan bersua kembali dimasa mendatang" kata Suma Thian yu.

Berbicara sampai disitu dia lantas bangkit berdiri dan sekali lagi memandang sekejap kearah Bi hong siancu.

Bi hong siancu yang melihat dia hendak pergi, hatinya menjadi amat gelisah, buru-buru dia bertanya: "Engkoh Yu, kau bermaksud hendak pergi ke mana?" kata Bi hong siancu sedih.

"Bagi seorang lelaki, cita-citanya berada di empat penjuru, seluruh jagad bisa dijadikan rumahnya, oleh karena itu, kemana aku sampai, disitulah aku akan berada"

"Apakah kau akan kembali lagi kemari?"

"Tentu akan kembali, menanti sampai fitnahan terhadap diriku sudah jadi jelas sekali."

"kalau selamanya tak pernah menjadi jelas kembali...?" "Itu berarti selama hidup aku tak akan menginjakkan   kakiku kembali ke perusahaan Sin liong piaukiok." jawab Suma Thian yu.

"Sungguh?" selesai mengucapkan perkataan itu, sepasang matanya telah basah oleh air mata, menyusul kemudian dua baris air mata jatuh berderai membasahi pipinya.

Suma Thian yu merasakan hatinya menjadi kecut, setelah menghembuskan napas hiburnya.

"Aku pasti kembali untuk menengokmu, asalkan kau benarbenar menyukai aku kembali kemari"

"Tidak, kau bohong! Aku tahu kau sedang menghiburku, kau tak mungkin akan kembali lagi..."

Berbicara sampai disitu ternyata dia menangis terisak dengan amat sedihnya.

Menangis semacam senjata yang ampuh bagi kaum wanita, air mata juga merupakan semacam taktik untuk mencapai pada tujuannya, seperti juga Suma Thian yu sekarang, dia dibikin melumer juga hatinya oleh isak tangis dan air mata yang jatuh bercucuran.

Seketika itu juga sang pemuda tersebut menjadi gelagapan sendiri dengan perasaan panik, untuk sesaat dia tak berhasil menemukan kata-kata yang cocok untuk menghibur hati gadis

she Wan tersebut, karena itu dengan mata terbelalak dia hanya bisa memandang dengan wajah kebingungan.

Sementara itu, satu ingatan tiba tiba melintas dalam benaknya:

"Jangan-jangan nona Wan jatuh hati padaku."

Berpikir sampai disitu, tanpa terasa dia memandang  sekejap kearahnya, siapa tahu makin dilihat dia merasa hal itu makin benar, tanpa terasa jantungnya berdebar keras.

Buru-buru dia maju kedepan dan memegang bahu si nona, lalu hiburnya dengan suara lembut.

"Aku pasti akan kembali untuk menengokmu, asal hatimu tak akan berubah untuk selamanya" Perkataan itu benar benar sangat manjur, pelan-pelan Bi hong siancu mendongakkan ke palanya dan memandang sekejap kearahnya dengan pandangan mata yang merah, kemudian dengan wajah tersipu-sipu menundukkan kepalanya rendah-rendah.

Sementara mereka berdua merasa berat hati untuk saling berpisah.... Dari arah jalan raya sana terdengar suara derap kaki kuda yang amat ramai berkumandang dari kejauhan sana yang makin lama semakin mendekat.

Agak tertegun Bi hong siancu mendengar suara itu, dia segera memasang telinga baik-baik, mendadak serunya tertahan:

"Aduh celaka, ayahku telah menyusul kemari" "Dari mana kau bisa tahu?"

"Apa kau tak mendengar suara bel itu? suara yang berasal dari kuda tunggangan milik ayah"

Kemudian dengan cepat serunya kepada Suma Thian yu. "Cepat lari, mereka sudah datang, kalau keburu terkurung,

bisa berabe juga akhirnya!"

Mendengar itu, Suma Thian yu segera terta wa terbahakbahak.

"Haah haah haah. Aku Suma Thian yu adalah seorang manusia yang tak akan mencari gara-gara bila tiada urusan, dan tidak takut menghadapi setiap kejadian bila menjumpai urusan, kalau toh mereka sudah datang, memangnya bisa menelanku hidup-hidup?"

Terkesiap jnga Bi hong Siancu setelah mendengar perkataan itu, buru buru pintanya dengan nada setengah merengek:

"Engkoh Yu, kumohon kepadamu sudilah kiranya untuk menghindarkan diri lebih dahulu, ayahku bukan seorang manusia yang bisa diusik dengan begitu saja, demi kau, juga karena aku, cepatlah pergi meninggalkan tempat ini!"

"Kalau aku pergi, bukankah hal ini akan di tertawakan orang?" "Darimana mereka bisa tahu kalau kau berada bersamasamaku?"

Baru saja Bi hong siancu menyelesaikan kata-katanya, mendadak dari tengah udara berkumandang suara gelak tertawa yang menyeramkan, mendengar itu kedua orang tersebut menjadi terkesiap dan segera berpaling.

Tampak dua bayangan manusia dengan kecepatan luar biasa meluncur turun dihadapan kedua orang itu.

Suma Thian yu mencoba untuk mengawasi orang itu  dengan seksama, ternyata dia tak lain adalah Boan thian hui Ya Nu bersama seorang manusia berusia empat puluh tahun.

Begitu berjumpa dengan kedua orang itu, buru-buru Bi hong siancu memberi hormat seraya berkata:

"Paman Ya, mengapa kaupun datang kemari?" "Hmm, bukankah semuanya ini gara-gara kau?" Eeh,

kenapa kau bisa berada bersama anjing lelaki ini?"

Begitu Boan thian hui Ya Nu menyaksikan Suma Thia yu, hatinya kontan menjadi panas kembali, mungkin inilah yang dikatakan dalam pepatah sebagai:

"Dua orang musuh besar saling berjumpa, sepasang matapun ikut memerah"

Suma Thian yu tentu saja tidak mau menunjukan kelemahannya, dengan cepat dia berseru:

"Hmm, prajurit yang pernah kalah, kau masih punya muka untuk datang mencariku, huuh sunggah tak tahu malu"

Ternyata Boan thian hui Ya Nu tidak menjadi marah sebaliknya malahan tertawa.

Anjing cilik, keparat terkutuk, kita berjum pa lagi, mari, mari, kuperkenalkan kau dengan sahabatku ini, dia adalah Sang tayhiap"

Suma Thian yu mencoba untuk mengamati orang iyu,  tampak wajahnya hijau membesi seperti baru saja sembuh  dari suatu penyakit yang sangat parah, mendadak dia teringat akan seseorang, tanpa terasa tanyanya. "Apakah orang ini yang disebut Cing bin kui (setan muka hijau) Seng Tham?"

"Setan muka hijau adalah suatu kata makian, Suma Thian yu sengaja berkata demikian dengan maksud untuk menyindir lawannya.

Siapa tahu manusia bermuka hijau itu tertawa seram setelah mendengar seruan tersebut, sahutnya:

"Benar, bocah keparat, tampaknya kau cukup tahu akan diriku, aku memang bernama setan muka hijau, sedang kau sebentar lagi akan berubah menjadi setan muka putih"

Belum sempat Suma Thian yu menjawab, dari tengah udara telah berkumandang lagi tiga kali suara pekikan panjang.

Mendengar suara pekikan tersebut, paras muka Bi hong siancu Wan Pek lan berubah menadi pucat pias, segera serunya:

"Ayahku datang "

Betul juga, dari hadapan mereka segera muncul tiga sosok bayangan manusia, dalam sekejap mata bayangan tersebut sudah tiba di depan Suma Thian yu, orang yang berada di tengah itu sudah membentak dengan penuh kegusaran sebelum kakinya mencapai tanah:

"Perempuan rendah, kau berani pagar makan tanaman, diam-diam bersekongkol dengan, kaum laknat!"

Mendengar ayahnya melontarkan makian yang keji dan amat tak sedap didengar itu, kontan saja Bi hong siancu menangis tersedu-sedu. Suma Thian Yu adalah seorang lelaki yang berjiwa kesatria, dia amat membenci watak Mo im sin liong Wan Kiam ciu.

Sambil menggerakkan tubuhnya dia segera menerjang kehadapan Wan Kiam ciu, kemudian serunya sambil menuding:

"Wan tay hiap, aku benar-benar merasa malu untukmu, tindakanmu itu sungguh lebih rendah daripada binatang, darimana kau bisa tahu kalau putriku bertindak pagar makan tanaman?

"Dia membelai dirimu, hal ini merupakan suatu fakta!" bentak Mo im sin liong Wan Kiam ciu dengan gusar.

Mendengar ucapan tersebut, Suma Thian yu segera tertawa terbahak bahak.

"Haahhh...haahh... hahh... Wan tayhiap, di depan orang yang jujur tak usah berbicara bohong, apa maksud kedatanganmu sudah aku pahami, aku orang she Suma akan menerimanya satu persatu "

Dalam pada itu, Boan thian hui ya Nu menimbrung dari samping.

"Cong piautau, buat apa mesti ribut dengannya? Lebih baik dibunuh saja habis perkara"

Si manusia berbaju hijau yang berada disampingnya seperti takut tidak kebagian kesempatan saja, tiba-tiba ia menyerobot maju ke lalu sambil tertawa dingin serunya:

"Anjing keparat, Toaya akan melengkapi keinginanmu itu!"

Seraya berkata dia lantas mengayunkan telapak tangannya menghantam dada Suma Thian yu.

Melihat datangnya bacokan tersebut, Suma Thian yu miringkan badannya lalu berkelit ke samping, katanya sambil tertawa:

"Selamanya sianya enggan membunuh prajurit tak bernama"

Gagal dalam serangannya yang pertama, si setan muka hijau Sang tham maju kedepan sembari melancarkan sebuah pukulan lahi, dampratnya dengan penuh kegusaran:

"Bangsat, kau pingin mampus rupanya?"

Tenaga pukulan yang amat dahsyat segera dilontarkan kedepan sehingga menimbulkan deruan angin tajam yang amat memekikkan telinga.

Jarak kedua dua belah pihak cuma lima langkah, begitu si setan muka hijau Sang tham mengayunkan telapak tangannya, Suma thian yu segera merasakan datangnya hembusan angin dingin yang mencekam perasaannya. Dengan perasaan terkesiap dia lantas melayang kesamping untuk menghindarkan diri, dengan mempergunakan ilmu Ciok tiong luan poh sin hoat ajaran si pengemis yang suka berpelancong cong Wi Kian, tampak ujung bajunya terhembus angin dan tahu-tahu dia sudah berdiri satu kaki dari posisi semula ...

Begitu Suma Thian yu mendemontrasikan ge rakan tubuh yang amat indah, Bi hong siancu segera bersorak memuji.

Tampak pemuda itu segera mengejek si setan muka hijau: "Sauya tak akan bersedia untuk bertarung melawan setan

tanpa nama, mengerti?"

"Anjing keparat" kontan saja setan muka hijau Sang tham mencaci maki kalang kabut, "Toaya bernama Sang Tham,  ingat baik-baik namaku agar kalau sudah mampus mengetahui siapa pembunuhmu, cepat lolosan pedangmu!"

Sebetulnya Suma Thian yu memang tidak mempunyai

kesan baik terhadapnya, apalagi setelah mendengar kalau dia adalah murid kedua dari si mayat hidup Ciu Jit hwee atau adik seperguruan dari si macan angin hitam Sim Kong, kemarahannya segera berkobar.

Sengaja ejeknya dengan suara yang sinis:

Sang Tham? Sayang seribu kali sayang, sauya belum  pernah dengar nama Sang Tham berkumandang dalam dunia persilatan"

Berbicara sampai disitu dia lantas sedekap tangan dan tertawa terkekeh-kekeh, seolah-olah dia sama sekali tak pandang sebelah matapun ternadap si setan muka hijau Sang Tham.

Perlu di ketahui, si setan muka hijau Sang tham adalah seorang manusia yang liar dan membunuh orang tanpa berkedip, mendengar perkataan itu bukannya menjadi gusar malah tertawa tergelak, suaranya menusuk pendengaran dan tak sedap didengar...

Selesai tertawa, mendadak sepasang mata nya yang buas dan tajam bagaikan sembilu itu yang menembusi hati, ia mengawasi wajahnya Suma Thian yu tanpa berkedip, membuat anak muda itu bergidik, pikirnya:

"Amat luar biasa tenaga dalam orang ini!"

Walau Sang Tham menduduki urutan kedua dalam perguruan si mayat hidup Ciu Jit hwee, namun usianya jauh diatas usia kakak sepergu ruan si harimau angin Sim Kong, sebab mayat hidup Ciu Jit hwee mengutamakan urutan dalam penerimaan muridnya tanpa mempersoalkan perbedaan usia diantara mereka.

Sampai di manakah kepandaian silat dari harimau angin hitam Sim Kong, sewaktu be-ada di lembah Cing im kok yang lalu, sudah pernah dirasakan oleh Suma thian yu dan terbukti memang luar biasa. Benar, kekalahannya yang dideritanya tempo hari hanya terbatas pada soal pengalaman dan pengetahuan, namun kekalahan tersebut diterimanya dengan hati yang tulus.

Dalam pada itu, si setan muka hijau Sang tham telah meloloskan sebilah pedang lengkungberbentuk kaitan dari punggung nya, kemudian serunya setelah tertawa seram:

"Hehehehe.....bila toaya telah membegalmu, kau toh akan mengenali diriku?"

Seraya berkata, pedang kaitan berbentuk bulan sabit direntangkan kedepan, kemudian sambil bergerak maju kedepan, dia membacok tubuh Suma thian yu dengan jurus Hek coa jui tong (ular hitam keluar dari gua).

Suma Thian yu memang berniat untuk mempermainkan setan muka hijau, menghadapi ancaman tersebut ternyata ia tidak meloloskan pedang Kit hong kiamnya. Dengan sepasang mata yang tajam dia mengawasi pedang kaitan tersebut lekat lekat kemudian setelah tertawa dingin ejeknya:

"Setan tua, dalam sepuluh gebrakan aku akan menyuruh kau memperlihatkan wujud sebenarnya!"

Baru selesai dia berkata, pedang kaitan dari Setan muka hijau Sang Tham telah menusuk tiba, tampaknya beberapa inci lagi segera akan menyentuh ujung baju Suma Thian yu. Pada saat itulah mendadak Suma Thian yu mendengus dingin, menyusul bayangan tubuh nya berkelebat lewat dan tahu-tahu sudah lenyap dari pandangan mata. Gagal dari serangannya yang pertama, mendadak setan muka hijau Sang Tham merasakan datangnya dengusan dingin yang bergema dari belakang tubuh, buru-buru dia membalikkan badannya, seketika itu juga terasa hawa dingin menembusi tulang belakangnya, ternyata Suma Thian yu sudah menyelinap kebelakang punggungnya.

Kontan saja sifat buas dari setan muka hijau berkobar dalam dadanya, pedang kaitan berbentuk sabitnya dengan jurus Heng Sau gian kun (menyapu rata selaksa prajurit)segera menyapu kedepan mengikuti berputaran badan-nya kemudian pedang itu ditusuk kemuka de ngan kecepatan bagaikan sambaran kilat.

Siapa tahu baru saja sepasang bahunya bergerak, tampak ada bayangan hitam berkelebat lewat, tahu-tahu dia sudah kehilangan lagi bayangan tubuh dari Suma Thian yu.

Kali ini, setan muka hijau Sang Tham bertindak lebih cerdik, ketika senjatanya mencapai setengah jalan, tiba-tiba  tubuhnya berputar kencang dan membacok kebelakang punggung.

Di dalam anggapannya, serangan yang dilancarkan kali ini pasti akan berhasil telak, sekalipun Suma Thian yu licik juga tidak akan lolos dari serangan pedangnya yang aneh tapi sakti itu. Maka itu, bersamaan dengan berputarnya sang badan, dalam hati kecilnya dia tertawa dingin tiada hentinya.

Siapa tahu selicik-liciknya dia, orang lain tidak lebih bodoh.

Suma Thian yu tahu-tahu sudah berdiri disisinya sambil bertepuk tangan dan bersorak sorai.

"Hooree... rupanya kau sedang menghantam si angin busuk," ejeknya sambil tertawa tergelak, "sauya toh berada disini, kenapa angin tak berdosa yang di hajar? Nah, sekarang sudah lewat tiga jurus, masih ada tujuh jurus lagi untuk memaksamu menunjuk wujud aslimu!" Selama hidup belum pernah setan muka hijau Sang Tham di perlakukan orang dengan cara macam ini, kontan saja berteriak dengan penuh kegusaran:

"Bocah keparat, serahkan nyawamu!"

Menyusul teriakan itu tubuhnya bergerak kedepan bagaikan orang kalap, sambil menciptakan selapis cahaya pedang dia menyerang secara membabi buta.

Mo im sin liong Wan Kiam ciu yang selama ini hanya   melihat jalannya pertempuran dari tepi arena, sesungguhnya tak pandang sebelah matapun terhadap si setan muka hijau. Oleh sebab itu menang kalah Sang tham boleh dibilang tiada sangkut pautnya pula dengan dia, akan tetapi setelah menyaksikan Sang thsm mulsi nekad dan siap beradu jiwa, ia menjadi amat gelisah, teriaknya tanpa sadar:

"Saudara sekalian, maju bersama!"

Selesai berkata ternyata dia menerjang lebih dahulu kedalam arena, disusul kemudian oleh dua orang piausu dan Boan thian hui ya Nu.

Bi hong siancu Wan Pek lan menjadi gelisah sekali setelah menyaksikan kejadian tersebut, berdiri disitu dia lantas berteriak penuh kegelisahan.

"Oooh Thian, sungguh memalukan sekali perbuatan kalian!"

Yang dimaksudkan sebagai orang yang memalukan tentu saja perbuatan dari ayahnya yang main kerubut serta menyerang kaum muda, sebagai seorang cong piautau ternyata dia menggunakan sistem pertarungan roda berputar untuk meng-giliri seorang bocah cilik,

bila kabar ini tersiar keluar, nisciya hal mana akan sangat memalukan dan merosotkan pamornya di depan mata umum.

Waktu itu Suma Thian yu sedang merasa gembira karena berhasil menangkan San Tham, melihat kawanan musuhnya menyerang bersama, dia segera berpekik dengan suara yang amat nyaring, dengan suatu kecepatan luar biasa dia mencabut keluar pedang Kit hong kiam yang tiada tandingannya dikolong langit itu. Begitu pedang Kit hong kiam diloloskan, dari empat penjuru sudah menyambar tiba lima macam senjata tajam.

Dalam repotnya Suma Thian yu segera mengeluarkan jurus Ya can pat hong atau berta rung malam delapan penjuru untuk memunahkan ancaman lawan dengan kekerasan.

Waktu itu kemarahannya telah berkobar, buru-buru dia menghimpun tenaga dalamnya sambil  memutar pedang, secara beruntun dia lepaskan dua kali serangan berantai untuk mendesak mundur lima orang yang mengerubutinya sampai beberapa langkah, kemudian bentaknya pada Wan Kiam cu dengan kobaran emosi:

"Wan tayhiap, dendam ini akan kuingat selalu dihati, suatu ketika aku orang she Suma pasti akan berkunjung lagi ke Sin liong piauliok untuk menentukan mati hidup bersamamu!"

Selesai berkata, dia berpekik nyaring, sepasang kakinya menjejak tanah dan melambung ke tengah udara kemudian dengan kecepatan luar biasa melesat ke dalam hutan lewat dibelakang tebing.

Melihat pemuda itu melarikan diri, tentu saja Mo im sin liong enggan untuk melepaskan dengan begitu saja, sambil membentak pendek, kakinya menjejak tanah dan segera mengejar dengan kecepatan tinggi.

Keempat orang lainnya tak mau ketinggalan, serentak mereka melakukan pengejaran dengan kecepatan tinggi.

Tak lama kemudian Suma Thian yu telah tiba ditepi hutan.

Mo im sin liong Wan Kiam ciu yang berada dibelakangnya segera membentak keras:

"Bocah keparat, jangan kabur! Tinggalkan dahulu selembar nyawamu!"

Belum habis dia berkata, Suma Thian yu telah menembusi hutan dan menyelinap dibalik dedaunan.

Tentu saja Mo im sin liong tak rela melepakan mangsanya dengan begitu saja, dia segera memberi tanda kepada rekanrekannya agar melanjutkan pengejaran tersebut.

Mendadak dari balik hutan brkumandang suara pekikan areh yang amat nyaring.... Mendengar pekikan tersebut, Mo im sin liong Wan Kiam ciu menjadi tertegun, ketika ia mendongakkan kepalanya, tampak tiga sosok bayangan manusia sedang melesat keluar dari dalam hutan dan melayang turun dihadapan mereka, persis menghadang jalan pergi orang-orang itu.!

Melihat siapa yang datang Boan thian hui Ya Nu segera menjerit kaget.

"Aaah, pencoleng berkerudung!"

Betul, disitu telah muncul tiga orang manusia berkerudung, ketiga orang itu menutupi wajahnya dengan kain berwarna hitam dengan jubah berwarna hitam pula, selain sepasang matanya yang berkilauan tajam, boleh dibilang tak terlihat bagaimanakah mimik wajahnya ketika itu.

Begitu berjumpa dengan manusia berkerudung itu, kemarahan Mo im sin liong Wan kiam ciu semakin memuncak, tanpa bertanya merah atau hijau lagi, segera bentaknya keras-keras:

"Siapa yang berada didepan sana? Mengapa menghadang jalan pergi kami?"

"Toayamu hendak menghalangi jalan pergi mu, mau apa kau?" sahut manusia berkerudung yang ada ditengah dengan dingin.

"Siapakah kau?"

"Orang yang telah membegal barang kawalan perusahaan kalian" jawab orang itu dingin.

"Wan piautau, membunuh adalah suatu perbuatan yang dilakukan hanya dengan mengangkat tangan, mengapa kau mesti melakukan pembunuhan terhadap seorang bocah cilik?"

"Apa sangkut pahutnya antara bocah keparat dengan kalian?"

"Ooh, soal itu mah lebih baik tak usah di campuri Wan piautau, bocah itu sudah kubawa pergi, kalau punya kemampuan minta sajalah kepadaku!"

Selama hidupnya Mo im sin liong Wan Kiam ciu hidup diujung golok, begitu rnenrtengar ke tiga orang itu mengaku sebagai pembegal barang kawalannya dan mereka pula yang telah menyelamatkan Suma Thian yu, kontan saja marah, ssgera dia menerjang ke muka dan melepaskan sebuah bacokan ke tubuh orang itu.

"Kiam ciu!" terdengar orang berkerudung itu membentak keras, "masih ingin hidupkah kau?"

Ketika mendengar teguran tersebut, Mo im sin liong Wan Kiam ciu yang sedang memasang gaya untuk melancarkan serangan menjadi agak terhenti, kemudian ia berdiri

termangu-mangu ditempat semula dengan perasaan terkesiap. "Suara orang ini sangat kukenal... sebenarnya siapakah

dia?" demikian ia berpikir.

Sementara dia masih termenung, terdengar orang itu berkata lagi:

"Kiam ciu, matikan saja keinginanmu itu, lebih baik pulang saja ke rumah "

Mendengar perkataan itu, mendadak Mo im sin liong Wan Kiam ciu teringat akan seseorang, paras mukanya segera berubah hebat, tapi dengan cepat ia menggelengkan kepalanya untuk menyangkal kembali jalan pemikiran tersebut, tanyanya sambil mendongakkan, kepala

"Siapakah kau? Dapatkah aku mengetahuinya?"

"Sesaat sebelum ajalmu tiba, aku pasti akan menyingkap kain kerudung ini untuk memperlihatkan wajah asliku kepadamu!"

Mendengar perkataan tersebut, Mo im sin liong Wan Kiam ciu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa panjang.

"Haaah....haaah....haaah....sungguh beruntung kita bisa saling bersua muka pada hari ini, bersusah susah aku mencari jejakmu akhirnya berhasil ditemukan tanpa bersusah payah.

Bila kalian bertiga tidak segera menyerahkan barang kawalan kami yang dibegal, jangan harap kalian bisa keluar dari sini dengan keadaan hidup!"

Berbicara sampai disitu, dia lantas memberi perintah kepada para piausunya.

"Bekuk mereka semua!" Siapa tahu belum selesai dia berkata, mendadak terdengar ke tiga orang manusia berkerudung itu tertawa tergelak bersama.

Ketika Wan Kiam ciu mendongakkan kepalanya, dengan perasaan kaget segera jeritnya:

"Aaaah"

Ternyata ke empat orang pembantu yang dibawanya telah berdiri mengintari dibelakang tubuhnya dengan berjajar, sambil megang senjata, meraka mengawasi kearahnya dengan senyuman licik menghiasi bibirnya.

Merasakan gelagat tidak beres, dengan perasaan terkesiap, Mo im sin liong segera bertanya:

"Kalian..."

Belum habis dia berkata, Boan thian hui Ya Nu telah menyela sambil tertawa licik.

Wan congpiautau, kau terkejut? Siapa suruh kau pikun dan tolol, jangan salahkan jika kamipun bertindak pagar makan tanaman, heeh...heeeh..., hari ini adalah hari kematianmu, cuma bila kan bersedia menyerahkan perusahaan Sin liong piaukiok kepadaku, tentu orang she Ya pun bisa berbelas kasihan dengan mengampuni selembar jiwamu."

Ternyata Boan thian hui Ya Nu telah bersekongkol dengan kawanan penyamun berkerudung itu, tentu saja si Setan muka hijau Sang Tham pun diundang datang secara khusus untuk membantu pihak mereka.

Mimpipun Mo im sin liong Wan Kiam ciu tidak menyangka kalau mata-matanya berada dalam tubuh perguruan sendiri, melihat masa

jayanya sudah lewat, diam-diam ia menghela napas  panjang, akhirnya setelah mengambil keputusan didalam hati, katanya sambil tertawa sedih:

"Ya Nu! Lohu bersikap sangat baik kepada mu, siapa tahu kau adalah seorang manusia yang berpakaian binatang.

Pepatah kuno memang berkata benar: Tahu orangnya,  tahu mukanya belum tentu tahu hatinya... Ternyata lohu sudah salah menilai dirimu, tidak sulit bila kau menginginkan perusahaan ini, cuma kau mau mesti bertanya dulu kepada pedangku ini, jika dia setuju, tentu saja lohu akan menyerahkan de ngan sepasang tangan terbuka..."

Setan muka hijau Sang Tham tertawa seram. "Heehh...heeehh...heehh.,. kematian sudah berada didepan

mata, buat apa mesti banyak ber bicara lagi? Toaya akan segera mengirim dirimu lebih dulu untuk pulang kerumah kakek moyangmu"

selesai berkata, pedang kaitan berbentuk bulan sabitnya diayunkan ke muka menusuk tenggorokan wan Kiam ciu.

Mo im sin-liong wan Kiam ciu tertawa seram, pedangnya dengan jurus Sau soat hee ciat (Membersinkan salju dibawah rumah) menangkis datangnya ancaman pedang kaitan tersebut, menyusul kemudian dengan jurus Sin liong ji hay (naga sakti masuk samudra) secepat kilat dia menusuk ke ulu hati setan muka hijau Sang Tham.

Boan thian hui Ya Na paling mengetahui kemampuan yang sebetulnya dari Wan Kiam cui, dia kuatir setan hijau Sang Tham terkecoh, maka sambil memutar senjata Sam ciat kunnya ia terjun pula ke arena pertarungan, suatu pertarungan sengit dengan cepat berkobar.....

Mo im sin liong wan Kiam ciu dengan megandalkan ilmu pedang Hu mo kiam hoat serta Mo im sin hoatnya yang lihay pernah menjagoi utara dan selatan sungai besar, meski sekarang diharuskan berhadapan langsung dengan dua orang musuh tangguh, dia masih dapat memberikan perlawanan-nya dengan gigih, dia kuatir dikerubuti orang banyak, maka begitu turun tangan dia lantas melancarkan ancaman dengan jurusjurus dahsyat dan mematikan.

Benar juga, tak lama kemudian si setan muka hijau Sang Tham keok lebih dulu, menyusul kemudian Boan thian hui Ya ikut terpapas kutung sebuah jari tangan-nya.

Tiga orang manusia berkerudung yang berada disamping arena dan melihat gelagat tidak menguntungkan, dengan cepat membentak keras dan bersama-sama terjun ke arena pertarungan, dengan demikian situasinya segera berubah, Mo im sin liong kena terdesak sehingga mundur kebelakang berulang kali........

Sepasang tangan sulit melawan empat tangan, seorang gagah sukar melayani gerombolan monyet, apalagi usia Mo im sin liong San Kiam ciu telah mencapai enam puluh tahunan, setelah bertarung sekian lama ia makin tak kuasa menahan diri.

Pada mulanya dia masih dapat memutar senjatanya dengan leluasa, tapi lama-kelamaan akhirnya makin keteter dan tak sanggup menahan diri lebih lanjut.

Paras muka Mo im sin liong berubah menjadi merah padam bagaikan darah, sepasang matanya merah berapi-api, pakaian yang dikenakan olennya kini telah bertambah dengan  beberapa buah lubang, hingga detik ini dia benar-benar kehabisan tenaga dan berada diambang kematian. Tampak giginya saling bergemerutukan keras, mendadak ia berjongkok lalu sambil membentak nyaring, sepasang lengan-nya diluruskan kemuka dan tubumenerjang keudara dan berusaha untuk melompat keluar dari arena dengan mengerahkan sisa kekuatan yang dimilikinya.

Boan thian hui Ya Nu yang mendendam karena jarinya dipapas kutung, tentu saja tak akan membiarkan dia melarikan diri dengan begitu saja, sambil memberi tanda kepada semua orang, serentak mereka melompat ke muka dan menubruk bersama ketubuh Mo im sin liong Wan kiam cui.

Tujuh macam senjata bagaikan titik air hujan berbareng membacok kearah tubuh lawan.

Tampaknya Mo im sin liong Wan Kiam akan terjerumus kedalam bahaya maut dan tak mungkin jiwanya bisa tertolong lagi...

Disaat yang amat kritis itulah mendadak dari tengah udara berkumandang suara pekikan nyaring yang memekikkan telinga, menyusul kemudian terlihat sesosok bayangan manusia berwarna hitam masuk ke dalam arena dengan kecepatan luar biasa. Seketika itu juga terdengar suara benturan senjata yang amat ramai disusul jeritan kesakitan bergema memenuhi angkasa, diantara ba yangan manusia berkelebat lewat, tujuh delapan sosok bayangan manusia tahu-tahu sudah roboh rerkapar diatas tanah sambil mengaduh kesakitan.

Ditengah arena pertarungan, kini telah berdiri seorang kakek berwajah segar yang sangat berwibawa, ditangannya menggenggam sebuah senjata kebutan dan berdiri disitu sambil tersenyum.

Waktu itu sebenarnya Mo im sin liong sudah memejamkan matanya siap mati, ketika tiba-tiba muncul seorang bintang penolong dari atas langit, ia merasa terkejut sekali, buru-buru melompat bangun, kemudian dengan hormat dia menjura seraya berkata:

"Berkat bantuan dari saudara, kuucapkan banyak terima kasih atas pertolonganmu!"

"Cepat-cepatlah pulang, kuatirnya kalau terjadi sesuatu peristiwa yang diluar dugaan!"

Mendengar perkataan itu, Mo im sin liong merasa amat terkejut, satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya, kemudian jeritnya kaget:

"Aah, jangan-jangan aku sudah terkena siasat memancing harimau turun gunung?"

Kakek itu mengangguk dan tersenyum, lalu ia tidak bicara lagi.

Mo im sin liong Wan kiam cui merasa gelisah sekali, buruburu tanyanya lebih jauh:

"Tolong tanya siapakah namamu agar budi kebaikan ini bisa kubalas dikemudian hari!"

"Cepatlah pergi! Tak ada gunanya menanyakan soal itu kepadaku, lebih baik segera pulang keperusahaan Piaukiok untuk menyelamatKan bencana" kembali kakek itu tegsenyum!

Mo im sin liong Wan Kiam ciau tidak bertanya lebih jauh, dia segera menjura kemudian melompat pergi meninggalkan tempat itu, dalam beberapa langkah saja dia sudah lenyap dari pandangan mata. Sepeninggal Mo im sin liong, kakek itu baru mengalihkan sorot matanya dan mengawasi ketujuh orang pencoleng yang tergeletak ditanah lalu sambil mengibaskan senjata kebutannya, ia berkata :

"Semuanya cepat bangun! Sudah tak becus macam gentong nasi, masih berani berlagak sok pendekar"

Seakan-akan memiliki kewibawaan yang luar biasa, ketujuh orang pencoleng yang sedang merintih diatas tanah itu segera merangkak

bangun kemudian dengan empat belas matanya yang memancarkan sinar takut bercampur merengek, mereka bersama-sama mengawasi tubuh kakek tersebut.

Si kakek segera tersenyum, katanya.

"Lohu paling benci dengan segala macam permainan rendah dan busuk seperti ini, berbicara dari perbuatan yang

kalian lakukan, sebetulnya tak seorangpun tak boleh dibiarkan hidup, tapi mengingat kalian belum melakukan kejahatan besar, maka sengaja kuampuni jiwa mu sekali ini saja, bila lain kali sampai terjatuh kembali ketangan lohu, tak akan seenteng ini yang bakal kuberikan"

Berbicara sampai disitu, ditatapnya ketujuh orang itu dengan pandangan tajam, kemudian bentaknya lebih lanjut.

Mengapa tidak segara enyah dari sini? Apakah ingin menunggu sampai lohu yang menghantar keberangkatan kalian?"

Meski suaranya halus namun memancarkan semacam kewibawaan yang membuat orang tak berani melanggarnya.

Hoan thian hui Ya Nu berangkat duluan disusul lima orang lainnya, tinggal seorang manusia berkerudung yang masih tetap tinggal disitu sambil mengancam:

"Toaya tak akan melupakan peristiwa yang berlangsung hari ini dengan begitu saja, tinggalkan namamu, dikemudian hari pasti akan kubalas pemberianmu pada hari ini"

Kembali kakek itu tertawa terbahak-bahak setelah mendengar ucapan tersebut. "Bagus, punya keberanian, punya semangat, lohu paling suka dengan manusia semacam kau, baik! Jika kau ingin membalas peristiwa hari ini, silahkan saja datang ke telaga Tong ting yu untuk mencari Heng see Cinjin..."

Mengetahui kalau kakek yang berada dihapannya kali ini adalah Heng see Cinjin yang nama besarnya sudah termashur dalam dunia persilatan sejak puluhan tahun berselang, manusia berkerudung itu tak berani banyak berbicara lagi. dia segera membalikkan badan dan segera melarikan diri terbiritbirit meninggalkan tempat itu.

Memandang bayangan hitam yang semakin menjauh dari pandangan mata itu. Heng see Ciajin tertawa terbahak-bahak, kemudian selesai tertawa bentaknya dengan suara rendah.

"Bocah, sekarang kau sudah boleh keluar."

Baru selesai dia berkata, dari dalam hutan terdengar sesorang menyahut lantang:

"Aku telah datang!"

Sesosok bayangan manusia melayang keluar dari balik pepohonan, setelah berputar satu lingkaran diudara, dengan entengnya dia melayang turun di muka Heng see Cinjin.

Ternyata orang itu tak lain adalah si pendekar cilik Suma Thian yu. Begitu mencapai permukaan tanah Suma Thian yu segera berkata dengan hormat:

"Rupanya cianpwee, maaf bila boanpwee punya mata tak berbiji."

Heng see Cinjin segera tertawa terbahak-bahak”.

"Haaah, haaah, haaah, sudah kau dengar namaku. Bocah, siapakah gurumu?"

"Guruku adalah Put gho chu."

Mengetahui kalau guru Suma Thian yu adalah Put Gho cu yang angkat nama bersamanya tak terasa Heng see Cinjin tertawa bergelak.

Tapi secara tiba-tiba dia menghentikan kembali gelak tertawanya, kemudian setelah melirik sekejap kearah pedang yang tersoreng dipunggung Suma Thian yu, katanya agak tercengang. Dari mana kau dapatkan pedang itu?" "Hadiah dari paman boanpwee, Kit hong kiam Wan Liang." "Ehmm, bagaimana dengan dia? Sekarang dia berada

dimana?"

"Dia seorang tua telah tiada."

"Sudah mati?" paras muka Heng see Cinjin berubah hebat, "apa yang menyebabkannya kema tian-nya?"

Begitu teringat dengan kematian paman Wan nya yang mengenaskan, sepasang mata Suma thian yu berubah menjadi merah padam, titik air mata jatuh bercucuran membasahi pipinya, sampai lama kemudian ia baru berusaha untuk menekan kesedihan yang mencekam dalam dadanya.

Kemudian secara ringkas dia menceritakan kisah kematian Wan Liang yang mengenaskan itu kepada Heng see Cinjin, kemudian secara ringkas mengisahkan pula apa yang telah dialaminya di perusahaan Sin liong piaukiok.

Heng see Cinjiu mendengarkan dengan seksama, kemudian sambil mengdongakkan kepalanya dia menghela napas panjang.

"Aaai... sakit hati tenggelam ke dasar samudra, tiada saat untuk membuktikan kebersihan diri lagi"

"Sungguhkah dugaan dari locianpwee itu?

"Ehhmm ...kau tahu manusia macam apakah Bi kun lun Siau Wi goan yang menjadi musuh bebuyutannya paman Wan?"

Suma Thian-yu menggelengkan kepalanya berulang kali.

BoanPwee kurang jelas, mohon kau sudi memberi penjelasan"

"Aaai....siancay, kalau persoalan ini saja tidak kau pahami, bagaimana mungkin fitnahan yang menimpa Wan Liang bisa terselesaikan dengan baik...?"

Selesai berkata, Heng see Cinjin segera duduk bersila dan mempersilahkan pula kepada Suma Thian yu untuk duduk, kemudian katanya.

"Nak, kau duduklah dulu, akan kujelaskan semua perangai yang sebenarnya dan Siau Wi goan" Suma Thian-yu segera duduk. Pada saat itulah mendadak ia teringat kembali dengan bencana yang menimpa perusahaan Sin liong piau kiok, buru-buru katanya:

"Locianpwee, bagaimana dengan keadaan di Sin liong piaukiok?"

"Anak bodoh, apa sangkut pautnya persoalan ini dengan dirimu? Mereka amat membencimu sehingga kalau bisa makan dagingmu dan menghirup darahmu, buat apa kau mesti memperhatikan dirinya? "

"Tapi......

Melihat sikap Suma Thian yu yang murung dan penuh perasaan cemas, diam-diam Heng see Cinjin memuji atas kebesaran hati dan sifat kependekaran dari pemuda itu, katanya sambil tertawa:

"Bencana bisa dihindari, bagaimana dengan kekesalan?

Nak, tak usah kau pikirkan tentang masalah itu, dengarkan dulu perkataanku. Sudah pasti wan Kiam ciu si manusia tolol itu dapat dibantu"

Mendengar ucapan mana, Suma Thian yu segera berpikir lagi didalam hati:

"Menunggu kau menyelesaikan kata katanya, mungkin Sin liong piaukiok sudah hancur menjadi puing-puing yang berserakan?"

Walaupun dia berpikir demikian, toh perasaannya agak tenang banyak, karena setelah Heng see Cinjin berkata demikian, sudah pasti ia telah mengatur suatu rencana yang matang.

Sementara itu Heng see Cinjin telah memandang sekejap ke arah Suma Thian yu, lalu berkata.

"Nak, orang yang hendak kau cari adalah pemimpin  kalangan putih dari dunia persilatan dewasa ini, andaikata dia adalah musuh umum dari dunia persilatan saat ini, lohu yakin usahamu itu pasti akan segera berhasil, sa yang Bi kun lun  Siau Wi goan adalah seorang yang dianggap sebagai seorang Kuncu, seorang enghiong hohan dari dunia persilatan, bila kau berani mencarinya, berarti kau sedang menantang seluruh umat persilatan untuk berduel, akibatnya tak bisa dibayangkan dengan kata-kata.

Mendengar sampai disitu, Suma Thian yu segera bertanya dengan perasaan gugup:

"Kalau begitu, harapan dari boauwe ini tak mungkin bisa terwujud ?"

"Aku rasa demikian, kecuali kalau kau memiliki suatu kepandaian yang luar biasa"

Berbicara sampai disitu, Heng see Cinjin berhenti sejenak, kemudian melanjutkan :

"Cuma, manusia tak akan menangkan takdir, kebenaran pasti akan ditegakkan, asal kau dapat menemukan suatu bukti dari kejahatan yang telah dilakukan Siau Wi goan, tentu saja hal ini akan mempermudah dirimu untuk mempermudah  dirimu untuk melaksanakan tugas tersebut"

"Jadi locianpwee menganggap dia adalah seorang yang baik?"

"Hanya bisa mengatakan demikian, karena dia tidak mempunyai bukti yang menunjukkan kalau telah melakukan kejahatan"

Suma Thian-yu merasakan hatinya sakit sekali, katanya kemudian dengan cepat:

"Dia adalah orang jahat! Dia adalah pemimpin dari rombongan penyamun berkerudung itu!"

"Aku memang pernah mendengar berita tersebut" kata Heng see Cinjin hambar, "tapi kalau sesuatu kejadian belum dibuktikan dengan mata kepala sendiri, hal mana tak dapat diper caya dengan begitu saja"

Suma Thian yu menjadi sangat gelisah, serunya lagi dengan cemas.

Hal 57 dan 58 hilang Suma thian yu seorang yang cerdas, mendengar perkataan itu, kecurigaan-nya lenyap, kemurungan dan kekesalan yang semula menyelimuti wajahnya pun lenyap, dengan perasaan terima kasih, dia awasi Heng See cinjin tak berkedip, sepatah katapun tak sanggup diucapkan karena haru.

Melihat itu Heng see Cinjin segera berkata sambil tersenyum:

"Orang yang baik selalu dilindungi Thian, persoalanmu kali  ini hanya ada rasa kejut tiada bahaya, semoga kau dapat maju dengan gagah berani "

"Terima kasih atas petunjuk dari cianpwee, seru Suma Thian yu sambil bangkit dan mengucapkan rasa terima kasihnya.

Heng see cinjin mengulapkan tangannya menyuruh dia duduk, dan katanya lagi:

"Mereka segera akan datang, mari kita duduk dan menanti sejenak!"

"Siapa mereka?" tanya Suma Thian yu dengan rasa keheranan.

"Sebentar kau akan mengerti, buat apa mesti terburu napsu?"

Berbicara sampai disitu, Heng see cinjin segera memasang telinga dan mendengarkan dengan seksama, kemudian ia segera tertawa terbahak-bahak.

"Haah...haah....haah...mereka sudah datang, cara kerja kedua orang setan cillk ini benar-benar cepat sekali!"

Suma Thian yu tidak tahu permainan macam apakah yang hendak dilakukan Heng see cinjin ini, untuk sesaat dia menjadi kebingungan setengah mati dan cuma bisa mengawasi kakek itu dengan wajah termangu.

Heng see Cinjin segera menuding keatas tebing, lalu tertawa terbahak-bahak.

"Haah... haah... haah...coba lihat, bukankah mereka telah datang?" Suma Thian yu segera berpaling, mengikuti arah yang ditunjuk Heng see Cinjin, tampak ada dua sosok bayangan manusia sedang meluncur mendekat dengan kecepatan luar biasa. Cukup dilihat dari gerakan tubuh mereka,

dapat diketahui kalau kedua orang itu adalan jago-jago persilatan nomor wahid dari kolong langit...

Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah melayang turun disamping mereka, ternyata ke dua orang itu adalah muda mudi yang berusia antara tujuh delapan belas tahun.

Begitu mencapai diatas permukaan tanah, muda mudi itu segera melayang turun ke tanah dan menyembah kepada Heng see Cinjin sembari melapor:

"In su, tugas yang dibebankan kepada kami telah diselesaikan, cuma sayang kami gagal untuk melindungi Mo im sin liong Wan Kiam ciu Wan cong piautau"

"Apa? Wan congpiautau telah tertimpa suatu musibah?"

Setelah menjerit kaget, dengan gusar Heng see Cinjin segera menegur sepasang muda mudi itu:

"Bodoh! Bagaimana pesanku pada kalian? Masa urusan  sekecil inipun tidak bisa dibereskan secara tepat? Begitu masih ingin membicarakan masalah besar lainnya?

Ternyata sepasang muda mudi ini adalah murid kesayangan dari Heng see cinjin, mereka adalah saudara sekandung, yang lelaki bernama Thia Cian, yang perempuan Thia Yong.

Sejak kecil dua saudara ini hidup sengsara karena di tinggal mati kedua orangnya, oleh Heng see Cinjin mereka pun di bawa pulang kebukit Kun san dipelihara disana.

Oleh karena kedua orang itu mempunyai bakat yarg baik untuk berlatih silat, timbul perasaan sayang Heng see Cinjin kepada mereka, sejak kecil kepandaian silatnya telah diberikan kepada mereka berdua. Perlu di ketahui Heng see Cinjin adalah kakak seperguruan Leng gho Cinjin ketua partai Kun lun dewasa ini, ilmu silatnya lihay sekali.

Berhubung adik perguruannya Leng gho Cin jin sombong dan kemaruk akan nama dan kedudukan, sedangkan dia hambar akan nama dan kedudukan, seringkali kedua orang bersaudara perguruan ini bentrok berselisih paham, akhirnya diapun menyerahkan kedudukan ciangbun jin tersebut kepada Leng gho Cinjin.

Sedangkan dia sendiripun berkelana dalam dunia persilatan, selain mengasingkan diri diapun memusatkan segenap perhatiannya untuk mendidik anak muridnya.

Oleh karena itu, begitu terjun kedalam dunia persilatan, dua bersaudara Thia segera menjadi tenar dan menggemparkan dunia persilatan, semua orang menyebut mereka sebagai Thi pit suseng (sastrawan berpena baja) dan Toan im siancu.

Sementara itu Thi pit suseng Tnia Cian sedang berkata dengan nada menyesal:

"In su, dalam melindungi keselamatan jiwa Wan congpiautau, tecu berdua memang tidak berkemampuan, justru karena kami datang tepat pada waktunya, maka Sin Liong piauklok baru selamat dari jurang kehancuran"

Suma Thian yu menjadi gelisah sekali setelah mendengar kalau Wan cong piantau menderita luka parah, baru saja Thi pit suseng Thian Cian menyelesaikan kata-katanya, dengan cepat dia telah bertanya:

"Apakah jiwanya terancam bahaya?"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar