Kitab Pusaka Jilid 02

Jilid 2. Yu-ji, Pewaris muda Bu Tong Pay

DAN tiba-tiba suara tertawanya berhenti, seperti sebuah bola yang kehabisan udara tiba-tiba dia menjatuhkan diri diatas meja dan menangis tersedu sedu. Dalam waktu singkat rasa gusar yang membara kini   berubah menjadi keheningan dan kesedihan, dari sini dapat diketahui betapa rumitnya pertentangan batin yang sedang melanda didalam hati. Sampai lama kemudian Wan Liang baru menghentikan tangisnya dan mendongakkan  kepala, kebetulan ia saksikan Suma Thian yu sedang berjongkok hendak memungut giok bei retak yang melompat keluar dalam kotak kayu itu. Hawa amarah yang selama ini mencekam perasaannya mendadak saja meledak dengan suara menggelegar bentaknya keras-keras:

"Yu ji, jangan pungut benda itu!"

Suma Thian yu amat terkejut, merah padam wajahnya karena jengah, dengan cepat ia letakkan kembali giok bei  yang dipunggutnya ketempat semula, kemudian Siap meninggalkan tempat itu. Dalam pada itu, kemarahan kit hong kiam kek Wan Liang telah mereda, pelan-pelan dia berkata  lagi:

"Yu ji, ambil benda itu! Ia menandakan hati paman telah retak, bawalah, aku percaya, waktu dapat mengobati luka paman yang sudah parah ini."

Suma Thian-yu benar benar dibikin pusing dan tak habis mengerti oleh sikap pamannya yang luar biasa itu, untuk sesaat dia tak tahu harus memungut benda itu atau jangan.

Melihat kejadian itu, Wan Liang segera berseru kembali: "Apa yang kau sangsikan lagi. Biarpun diatasnya telah bertambah dengan sebuah bekas retakan, namun tidak mengurangi kecemerlanganannya yang asli, Yu ji, kau masih muda, sekarang tak akan kau pahami keadaan tersebut, sekalipun ku utarakan hal yang sesungguhnya belum tentu kau akan mengerti, biarkan waktu yang menjelaskan kesemuanya ini kepadamu!”

Seusai berkata, kembali dia menghela napas. Berapa  banyak yang diketahui Suma thian yu? Dalam benaknya yang masih polos dia merasa bahwa mainan giok bei yang terletak ditanah itu sangat indah, tentu saja ia tak tahu kalau dibalik mainan giok bei itu sebenarnya tersimpan suatu kenangan yang indah juga memedihkan hati, sekalipun diatasnya diliputi kesedihan dan awan gelap namun cahaya aslinya masih tetap bersinar terang.

Suma Thian yu tidak sangsi lagi, dengan sangat berhati-hati ia memungut benda itu dari atas tanah lalu menyimpannya kedalam saku. Yu ji amar menyukainya, meski diatasnya telah bertambah dengan sebuah celah yang cukup dalam.

Pelan-pelan kit hong kiam kek berjalan keluar, ditatapnya Suma Thian yu sekejap, kemudian tegurnya: 'Kau sudah lapar? Apakah ter biasa makan rangsum kering?"

"Ehmm..!” Suma Thian yu mengiakan, padahal dia tak tahu apa yang disebut rangsum kering, jangankan melihat bentuknya, mendengar namanya pun belum pernah.

Wan Liang berjalan kesamping Siau Hek, dari dalam   kantung kulitnya ia mengeluarkan sebungkus rangsum kering, sambil di angsurkan ke tangan Suma Thian yu katanya:

“Untuk sementara waktu makanlah rangsum  kering  ini untuk menahan lapar, kalau menginginkan air, diatas dinding yang dibelakang tubuhmu terdapat mata air yang agak dingin airnya, jangan diminum sekaligus, lebih baik kumurkan dulu dimulut, kemudian baru ditelan kalau tidak, badanmu bisa tak tahan."

Suma Thian yu segera membuka bungkusan kertas itu, ternyata yang dimaksudkan sebagai rangsum kering adalah kerak nasi yang mengeras bagai batu, tanpa terasa keningnya berkerut dan agak lama dia ragu untuk memakannya.

Tapi, ketika ia teringat disampingnya berdiri si paman berwatak aneh yang sedang mengawasi gerak geriknya, maka tanpa berpikir panjang lagi ia segera menggigitnya.

Sebab kalau dia ragu, berarti memberitahukan kepada paman itu kalau dia bukan seorang anak yang tahan uji. 

Begitulah, setelah menggigit sepotong dia memakanrnya dengan lagak seakan-akan enak, malah sambil makan dia berkata.

Eeehmm...enak sekali rasanya, paman, mengapa kau tidak turut makan..?

Sejak permulaan hingga sekarang, kit hong kiam kek Wan Liang mengawasi terus gera-gerik bocah itu, melihat keuletan sibocah tersebut, saking terharunya air matanya jatuh bercucuran, katanya kemudian dengan suara parau.

“Nak, kau memang hebat sekali, dengan usiamu begitu muda, ternyata kau begitu ulet, tahan uji dan mempunyai semangat besar untuk mengendalikan diri, masa depan mu pasti cemerlang.”

Sewaktu mengucapkan perkataan itu, sekulum senyuman segar menghiasi wajahnya.

Ketika Yu ji mendongakkan kepalanya dan menemukan senyuman menghiasi wajah paman nya, dia menjadi tertegun.

Semenjak berkenalan dengan pamannya, baru pertama kali ini dia menyaksikan orang itu tertawa, segera pikirnya:

"Ternyata paman bukan orang yang menakutkan! senyuman itu begitu ramah dan menawan hati"

Berpikir sampai disitu, tanpa terasa ia lantas menubruk kedalam pelukan Kit hong kiam kek Wan Liang sambil berseru:

"Paman ”

Kit hong kiam kek Wan Liang memeluk tubuh suma Thian yu erat erat, saking terharunya dia sampai tak sanggup mengucapkan sepatah katapun, sampai lama, lama sekali, sambil membelai tubah Yu ji, dia bergumam lirih.

"Yu ji, kau ... kau masih kedinginan?” "Masih sedikit, paman"

"Selewatnya berapa hari, paman akan mengajarkan  semacam sim hoat tenaga dalam untuk mengusir hawa dingin, bersediakah kau untuk mempelajarinya ?" Mendengar kabar itu, Suma Thian yu menjadi girang setengah mati, dengan wajah berseri segera sahutnya:

"Sungguh paman? Ohh, paman, kau betul-betul sangat baik kepadaku, tak kusangka kalau paman bersedia mengajarkan kepandaian ilmu silat kepadaku"

Kit hong kiam kek wan Liang mengelengkan kepalanya berulang kali, sambil tertawa getir ujarnya:

“Bukan, bukan begitu, aku hanya akan mengajarkan tenaga dalam saja untuk mengusir hawa dingin"

"Mengapa?”

Sejak mengetahui kalau pamannya dapat terbang, Suma Thian yu merasa kagum sekali, maka betapa kecewanya dia setelah mengetahui kalau pamannya tidak berhasrat untuk mewariskan kepandaian tersebut bepadanya.

Buru-buru dia berseru lagi:

“Yu ji ingin terbang, terbang ke angkasa dengan bebas, hidup bahagia, mengapa paman tidak bersedia mengajarkannya kepadaku?"

"Anak baik" kata Kit hong kiam kek wan Liang sambil menghela napas, "aku tidak berharap kaupun mengikut jejak hidup dari paman, kalau kuterangkan sekarang mungkin kau belum dapat memahaminya, waktu itu kalau paman tidak belajar silat, bagaimana mungkin kualami nasib yang tragis seperti apa yang kualami sekarang. Aaaai untuk

menyesalpun sudah tak sempat lagi buat paman, mengapa pula aku harus menyeret mu untuk terjun pula kedunia seperti ini?”

Berbicara sampai disitu, diamatinya Yu ji beberapa saat, dirabanya tulang badan sekujur badannya, lalu berguman.

“Tapi... mengapa pula aku harus menyia-nyiakan bakat yang begini baiknya untuk berlatih silat?”

Tapi setelah termenung beberapa saat, kembali dia menggelengkan kepalanya berulang kali sambil melanjutkan: "Tidak, aku tak bisa berbuat demikian hal ini harus disalahkan apa sebabnya aku bisa menerima nasib setragis ini"

Dengan kebingungan Suma thian yu memandang tingkah laku Wan Liang yang sangat aneh, kemudian tanyanya dengan tercengang:

Paman, apa yang sedang kau katakan?”

"Ahh...tidak" Kit hong kiam kek Wan liang menyambut, dengan perasaan apa boleh buat dia melanjutakan, "aku rasa lebih baik pu satkan saja semua pikiianmu untuk memperoleh kesuksesan dibidang satra, dikemudian hari kau bisa menyamai ayahmu, menjadi pembesar yang berpangkat tinggi, sukakah kau akan pangkat tinggi?"

Suma Thian yu segera menggelengkan kepalanya berulang kali, tak tahu apa yang meski dijawab, padahal dia sendiri pun tidak begitu mengerti apa yang dimaksudkan dengan sastra, dan apa pula yang dimaksudkan dengan ilmu silat, dalam keadaan begitu, bayangkan saja, bagaimana mungkin dia bisa menentukan pilihannya untuk menjawab.

Walau demikian, perasaan yang bersembunyi didalam  hatinya berbicara bahwa dia enggan menjadi pembesar, sebab kehidupan semacam itu terlampau terikat, tidak bebas.

Kembali Kit hong kiam kek Wan Liang berkata: "Jangan banyak curiga, andaikata paman bersedia

melepaskan ilmu silat untuk mengejar bidang sastra, sejak dahulu aku telah merebut gelar Congkoan, kau anggap paman tidak mengeri akan Su siu ngo keng?"

"Tidak, tidak, Yu ji bukan berpendapat demikian, hanya saja Yu ji merasa malas untuk mempelajarinya "

"Sekarang, waktu sudah tidak pagi, malam ini kau boleh berada bersama paman, aku lihat kaupun sudah cukup lelah, lebih baik pergi-beristirahat lebih dulu" Keesokan harinya, ketika Suma Thian yu terbangun dari tidurnya, ia tidak menemukan pamannya berada dalam kamar, cepat-cepat bocah itu bangun sambil lari keluar.

Baru tiba dimulut gua, dia saksikan Kit hong klam kek wan Liang sedang berjalan masuk sambil menenteng pedang.

Dengan suara keras Yu ji segera berteriak, "Paman, pagi benar kau sudah bangun, Yu ji mengira kau sudah pergi meninggalkan tempat ini!"

Kit hong kiam kek wan Liang segera tersenyum.

“Anak bodoh, mana paman akan meninggalkan dirimu seorang diri? Di sini adalah rumah ku, sekarang merupakan ruman kita, mengapa tanpa sebab aku harus pergi meninggalkan tempat ini?"

“Yaa, benar”. Tempat ini adalah rumah kita, paman," apakah setiap hari kau tentu akan bangun tidur sepagi ini?"

"Ehmm, udara pagi membantu manusia untuk

menyehatkan badan, dikemudian hari kaupun tak boleh malas tidur terus, setiap pagi harus bangun iebih awal lagi"

Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan,

"Mari kita perbaiki sedikit pintu luar gua ini, daripada membiarkan orang jahat berhasil memasuki tempat ini”

"Bagaimana cara memperbaikinya?"

"Sederhana sekali, asal kita sumbat pintu gua yang pertama, lalu membuka pintu gua yang lain, hal ini akan beres"

Dengan kecerdasan dan ilmu silat yang dimiliki Kit hong   kiam kek, tak selang beberapa lama kemudian pekerjaan mereka untuk memindahkan pintu gua tersebut dapat berjalan dengan lancar.

Sambil menepuk-nepuk bajunya membersihkan dari debu, Wan Liang berkata dengan penuh rasa percaya pada diri sendiri:

"Siau wi goan, wahai Siau wi goan, sekali pun kau lebih licikpun tak akan berhasil menemukan aku Wan Liang!" Kemudian kepada Yu ji yang berada disampingnya dia berpesan.

“Yu ji, selanjutnya kau pun tak boleh bermain-main disini, mengerti?"

"Mengapa?" dengan perasaan tak mengerti dia membelalakan matanya lebar-lebar dan bertanya keheranan, "kalau tidak bermain di sini, aku harus bermain dimana?"

“Masuk keluar lewat pintu belakang, disitu merupakan gua bagian belakang, didepan gua adalah hutan bambu yang amat luas, pagi hari kalau kau suka bermain, bermainlah disitu, tapi kau harus ingat dengan pesan paman, jangan membiarkan jejak kita diketahui orang, mengerti?”

Suma Thian yu masih tidak habis mengerti tapi dia tak berani bertanya lebih jauh, sebab dia cukup menyadari bahwa watak pamannya ini aneh sekali, sekali salah bertanya bisa  jadi akan mengakibatkan datangnya dampratan atau teguran marah.

Malam musim gugur adalah malam yang dingin, terutama sekali ditempat ketinggian puncak Gi im hong di bukit Kiu ih san, boleh dibilang tempat itu tidak cocok untuk dihuni manusia maupun binatang.

Oleh karena itu, bukan saja Kit hong kiam kek Wan Liang telah mewariskan tenaga dalamnya kepada Yu ji, lagi pula diapun mengeluarkan empat butir pil Ku goan cing wan yang selama ini dianggapnya sebagai mestika yang melebihi nyawa sendiri untuk Yu ji telan, bahkan membantunya pula untuk menembusi jalan darah penting dalam tubuhnya.

Setelah lewat beberapa bulan lamanya, tubuh Suma Thian yu yang lemah kini menjadi kekar dan kuat, terutama sekali udara disitu memang berjalan lancar.

Dalam waktu singkat, tiga tahun sudah berlalu tanpa terasa, kecuali mempunyai dasar tenaga dalam yang kuat, Yu ji hanya pandai ilmu sastra dan ilmu sejarah, karena selain kepandaian itu, Kit hong kiam kek Wan Liang tidak mengajarkan ilmu pedang kepadanya.

Padahal didalam kenyataannya usaha Kit hong kiam kek Wan Liang hanya sia-sia belaka sebab setiap kau dia keluar untuk berlatih pedangnya, suma Thian yu selalu mengintip secara diam-diam dan menyerap kepandaian tersebut sedikit demi sedikit.

Dalam dua tahun saja, seluruh jurus pedang Kit hong kiam hoat yang paling diandalkan oleh Kit hong kiam kek Wan Liang telah ber hasil dicuri semua oleh Suma Thian yu.

Pada dasarnya Suma Thian yu adalah seorang bocah yang cerdik dan mempunyai bakat bagus untuk belajar silat, dia pun mempunyai ingatan yang luar biasa, tiap kali berhasil menyadap suatu jurus pedang pada malam harinya, maka dipagi harinya kemudian ia mencoba untuk melatih diri.

Meski begitu, dalam kenyataanya Kit hong kiam kek sendiri sama sekali tidak memahami akan rahasia tersebut.

Mungkin inilah yang dinamakan takdir, bila takdir menghendaki demikian, siapakah yang bisa membantahnya lagi?

Suatu hari Suma Thian yu bermain main seorang diri ke dalam hutan bambu diluar gua, setiap kali keluar dari guanya, dia selalu menuruti pesan dari Wan Liang untuk mgmeriksa dahulu sekeliling tempat itu, bila tidak menemukan manusia yang mencurigakan, ia harus kabur keluar dari gua secepat cepatnya menuju kehutan bambu.

Bagaikan pencuri saja, Suma Thian yu selalu berpaling dengan curiga untuk memperhatikan apakah pamannya Wan Liang membuntuti atau tidak, kemudia dia akan lari kebelakang sebuah batu besar, mengambil sebuah pedang yang terbuat dari bambu dan melatih diri dengan amat tekun. Setelah pedang bambu ada ditangan, Suma thian yu mulai melatih ilmu pedang Kit hong kiam hoatnya dari awal sampai akhir, semua jurus serangan dirangkaikan menjadi satu dan menyerangnya dengan kecepatan tinggi, sebentar menyerang sebentar bertahan sebentar meninggi sebentar merendah, ketika mencapai pada puncaknya, hampir saja seluruh bayangan tubuhnya lenyap dari pandangan mata.

Seorang bocah cilik yang berusia delapan tahun ternyata sanggup membawakan ilmu Pedang kit hong kiam hoat yang pernah mengemparkan dunia persilatan itu dengan begitu hafal dan matang, seandainya dia tidak berbakat bagus, mana mungkin hal ini dapat dilakukan?

Setiap kali melatih diri, Suma Thian yu selalu akan termenung sampai lama sekali, ada kalanya dia membuat garis-garis ditanah untuk memecahkan perubahan jurus serangannya, setelah itu garisgaris itu akan dihapus dengan kaki dan mulai berlatih lagi agak awal.

Semangat dan keuletan semacam ini betul-betul sesuatu yang luar biasa sekali.

Hari ini Suma thian yu keluar dari guanya itu jauh lebih itu, dalam gua tak ada persoalan yang harus dikerjakan, muka diapun menggunakan waktu yang paling baik untuk melakukan penyelidikan kemudian melatih ilmu pedang curiaannya itu bersungguh-sungguh.

Tatkala dia selesai berlatih dan baru saja akan kembali kedalam gua, mendadak dari belakang tubuhnya terdengar suara seseorang yang serak tua sedang memuji:

“Ilmu pedang bagus! Ilmu pedang bagus! Betul-betul luar biasa sekali "

Mendengar teguran itu, Suma Thian yu menjadi tertegun, dia mengira jejaknya ketahuan pamannya, dengan cepat dia berpaling kebelakang. Tapi dengan cepat dia merasa terkejut, ternyata hutan itu sepi dan kosong, tak nampak sesosok bayangan manusia pun berada disana.

“Mungkinkah aku telah salah mendengar? Aaaaah, tidak mungkin, tidak mungkin aku salah mendengar, kalau tidak.....aaah, jangan-jangan di sini ada setannya "

Teringat akan setan, tanpa terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri, hawa dingin pun segera menyerang ke dalam ulu hatinya.

"Bocah, aku berada disini!” suara yang parau tua itu kembali berkumandang datang.

Mendengar seruan tersebut, dengan cepat Suma Thian yu berpaling tapi dengan cepat dia menjerit kaget:

"Aahh!”

Ternyata diatas batu cadas raksasa itu, entah sejak kapan telah duduk seorang kakek yang amat gagah.

Tampak kakek itu memakai baju pendeta yang berwarna abu-abu, jenggotnya sepanjang dada, ketika berkibar terhembus angin kelihatan menambah kewibawaannya.

Suma Thian yu segera tertarik oleh kelihaian yang mengagumkan itu, meski dia merasa kakek itu ramah dan amat simpatik, tapi dia masih tetap berdiri termangu disitu sambil mengawasi dengan mulut melongo.

Sampai lama sekali, dia baru bisa menegur.

Siapakah kau orang tua?" Dengan ramah kakek itu mengape kearahnya lalu ujarnya sambil tersenyum manis:

“Mari, kemarilah, kau tak usah takut bocah!”

Seakan akan mempunyai suatu daya pengaruh yang besar tak terbantahkan, tak sadar Suma Thian yu berjalan mendekatinya, tapi sepasang matanya masih menampikkan sorot mata takut. Dengan cepat kakek berambut putih menjulurkan

tangannya untuk membelai rambut Suma Thian yu, lalu sambil tertawa katanya.

“Bocah, siapakah namamu? Darimana kau pelajari ilmu pedang tersebut?"

Dengan hormat sekali Suma Thian yu menjawab.

“Aku bernama Suma Thian yu, ilmu pedang ini...

Tiba-tiba dia merasa rikuh untuk mengatakanya keluar, yaa, bagaimanapun juga kepandaian tersebut diperoleh

dengan jalan mencuri, bagaimana mungkin dia dapat berterus terang kepada orang lain?

Melihat bocah itu ragu-ragu untuk menjawab, kakek berambut putih itu segera tertawa terbahak-bahak.

"Haaahhh.... haahhh.... haaahhh....tak usah malu, dengan usiamu yang begitu muda, kau bisa mencuri belajar demi kepentingan pribadi, hal mana boleh dibilang sesuatu yang luar biasa, juga menunjukkan hasratmu untuk maju”

Mendengar perkatan itu, Suma Thian yu merasakan hatinya bergetar keras, segera pikirnya:

Darimana dia bisa tahu kalau aku belajar dengan mencuri?

Jangan-jangan dia adalah dewa?”

Berpikir sampai disitu, tanpa terasa merah padam selembar wajahnya karena jengah, tanpa terasa dia menundukkan kepalanya rendah-rendah.

Kembali kakek berambut putih itu berkata:

“Bocah, tiada sesuatu yang perlu dijengahkan, semua persoalanmu cukup kupahami, kau tahu sudah berapa lama aku datang kemari?

Ketika di tunggunya sebentar dan tidak melihat, Yu ji menjawab, dia menyambung kata–katanya lebih jauh:

"Aku sudah semenjak tiga hari berselang memperhatikan gerak gerikmu, dengan usiamu yang begitu muda tapi tekun melatih diri, dikemudian hari kau pasti akan berhasil dengan sukses" Dengan mulut membungkam Suma Thian yu mendengar perkataan itu tanpa berbicara, dia hanya merasakan kakek ini terlampau misterius, pada hakekatnya seperti dewa dalam dongeng, tanpa terasa timbul rasa hormatnya kepada kakek itu.

"Bocah, beritahu kepadaku, siapakah orang yang berdiam bersamamu didalam gua itu!” tanya si kakek lebih jauh, "jangan takut, aku bu kan orang jahat "

“....." dengan cepat Suma Thian yu menggelengkan kepalanya berulang kali tanpa menjawab, tak sepatah katapun yang diutarakan keluar dari mulutnya.

"Bagus sekali!, bagus sekali, tak mau menjawab tak apalah” kakek berambut putih itu tertwa terbahak-bahak dan mengganguk memuji.

Yu ji segera mendongakkan kepalanya memandang ke arah kakek itu dengan pandang menyesal, sorot mata itu seakanakan sedang memberi-tahukan kepada si kakek bahwa dia tak dapat menjawab sejujurnya.

Tampak kakek itu bisa memahami maksud hati diri Yu ji, sambil tertawa dia lantas manggut-manggut.

"bocah, kau tak usah berbicara lagi, aku cukup memahami maksud hatimu itu, apa yang kau lakukan memang benar, aku tak dapat menyalahkan dirimu"

Setelah mendengar perkataan dari kakek itu, Suma Thian yu merasa semakin rikuh sehingga selembar wajahnya berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus.

"Bocah, inginkah kau untuk mempelajari ilmu silat yang luar biasa?" mendadak kakek itu mengalihkan pokok pembicaraannya ke soal lain.

"Ingin ”

“Dapatkah kau hidup menderita?" tanya si kakek lebih jauh.

“Dapat, aku dapat, apakah kau orang tua bersedia memberi pelajaran ilmu silat padaku?”

Kakek berambut putih itu segera tertawa terbahak-bahak. "Haah....haah...tulang belulang lohu sudah hampir mengering, mana mungkin aku bisa memberi pelajaran Kepadamu, lagipula akupun tak tahu harus menggunakan kepandaian apa saja untuk memberi pelajaran Kepadamu!" Mendengar jawaban tersebut, Yu ji menjadi tertegun, lalu dengan keheranan dia bertanya.

"Kalau begitu "

Belum habis dia berkata, kakek berambut putih itu sudah menukas kembali:

"Besok pagi kau boleh datanglagi kesini, tapi ingat jangan kau ceritakan pertemuan kita pada hari ini kepada siapun, termasuk orang dalam gua itu, mengerti?"

“Yu ji turut perintah" dengan hormat sekali Suma Thian yu segera membungkukan badannya memberi hormat.

Siapa tahu ketika mendongakkan kepalanya lagi, bocah itu segera menjerit kaget.

Rupanya sikakek berambut putih yang semula berada didepan matanya itu kini sydah lenyap tak berbekas.

Tampaknya dikala dia menganggukan kepalanya tadi, kakek itu sudah pergi meninggalkan tempat itu, sedemikian cepat gerakan tubuh nya sehingga sukar rasanya untuk di percayai.

Dengan termangu-mangu Suma Thian yu memandang ketempat kejauhan sana, sementara benaknya masih dipenuhi oleh semua gerak-gerik, tingkah laku, serta setiap patah kata yang dilakukan kakek itu.

Dalam hati kecilnya mulai diliputi perasaan curiga, terutama sekali kata sikakek menjelang kepergiannya tadi, seakan-akan si kakek itu sudah tahu kalau orang yang menghuni didalam gua itu adalah Kit hong kiam kek Wan Liang.

Tanpa terasa Suma Thian yu menjadi agak takut, dia tak tahu kakek berambut putih tadi seorang kawan atau lawan. Dia hanya merasa bahwa kemunculan kakek berambut putih itu kelewat aneh, dan kepergiannya juga terlampau misterius.

"Siapakah dia?" tanpa terasa Suma Thian yu bergumam seorang diri.

Yaa, siapakah dia? Siapakah kakek yang aneh itu?

Mungkinkah dia adalah orang yang bermaksud jahat terhadap Kit hong kiam kek Wan Liang?

Mungkinkah dia adalah seorang musuh paman nya yang sedang mengincar keselamatannya? Atau orang ia. lewat secara kebetulan saja?

Atau mungkin dia memang benar-benar ada niat untuk memberi pelajaran ilmu silat kepadanya?

Pelbagai ingatan yang berkecamuk dalam benaknya itu, membuat Yu ji jadi termangu-mangu.

Bagian Kedua

MUSIM panas kembali telah menjelang tiba.

Setiap pagi, dari dalam hutan bambu disebelah barat   puncak Gi im hong di bukit Kiu ih san, selalu muncul segulung cahaya pedang yang menyambar-nyambar.

Cahaya tersebut dipancarkan dari pedang Suma Thian yu setiap kali dia melatih kepandal silatnya.

Cuma sekarang dia sudah bukan Yu ji yang dulu, waktu terasa berlalu dengan begitu cepat, delapan tahun sudah  lewat tanpa terasa, dari seorang bocah yang manis, kini Suma Thian yu telah berubah jadi seorang pemuda tampan.

Tatkala dia telah selesai melatih ilmu pedang Kit hong kiam hoat nya, sambil menarik kembali pedang bambunya dia lantas bergumam:

“Heran, mengapa suhu belum juga datang? Aahh benar,

dia orangtua telah berkata kalau hari ini kedatangannya akan sedikit terlambat” Sambil berkata dengan menentang pedang bambu, pelanpelan dia berjalan keluar dari hutan bambu itu.

Tatkala baru tiba ditepi hutan, mendadak... "Sreeett”  setitikk cahaya emas menyambar kearahnya dari depan sana.

Suma thian yu menjadi amat terperanjat, sambil menekuk kaki kirinya dan menarik kebelakang secara tiba-tiba tubuhnya melesat ke belakang dengan gerakan datar, kemudian setelah melihat kearah benda itu, pikirnya dengan geli.

"Aaaah... benda kecil ini hanya mengagetkan hati ku saja, aku masih mengira ada senjata rahasia yang di sambit datang"

Ternyata benda kuning tersebut adalah ekor ular kecil yang berwarna kuning emas, panjangnya kurang lebih satu depa dan seluruh badannya memancarkan cahaya emas seandainya ular itu tak bergerak di tanah, orang pasti akan mengiranya sekeping emas.

tatkala ular emas itu menyaksikan Suma thian yu dapat menggegos seranggannya dengan gampang dan sedikitpun tidak gugup, dengan cepat dia sadar kalau telah berjumpa dengan musuh tangguh, cepat-cepat ia melarikan diri keluar hutan.

Walaupun Suma Thian yu dibesarkan diatas gunung, tapi baru pertama kali ini dia saksikan ular kecil seindah ini, tanpa terasa timbul sifat kekanak-kanakannya, tanpa memikirkan tentang ancaman mara bahaya lagi, dia segera melakukan pengejaran dari belakang.

Delapan tahun melatih diri dengan tekun, apa lagi  mendapat petunjuk dari guru yang pandai, ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Suma Thian yu sekarang boleh dibilang sudah mencapai tingkatan yang luar biasa sekali...

Tampak tubuhnya melejit ketengah udara lalu mengejar dari belakang tubuh ular emas tersebut. Bagaikan dibelakang tubuhnya ada matanya, ternyata ular emas itupun merasa kalau Suma Thian yu sedang mengejar dirinya, mendadak dia melingkarkan tubuhnya menjadi satu hingga  berbentuk gelang, kemudian menggelinding sejauh dua kaki lebih dari tempat semula dengan suatu gerakan yang amat cekatan.

Tatkala Suma Thian yu menyaksikan mahluk kecil itu

pandai sekali berkelit dan melarikan diri, timbul perasaan ingin tahu dan gembira nya didalam hati dia merasa semakin  tertarik dengan binatang tersebut.

Sebenarnya asal dia sambit binatang itu dengan batu, niscaya ular emas itu akan terbunuh, tapi dia tak tega berbuat begitu, ia merasa kalau bisa ditangkap hidup-hidup, sudah pasti makhluk kecil itu merupakan kawan bermain yang menyenangkan.

Maka selangkah demi selangkah dia mengejar terus dengan ketat.

Akhirnya ular berwarna emas itu telah lari menuju kedepan sebuah gua, Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian itu menjadi amat gelisah, kuatir ular emas itu lari kedalam gua sehingga lebih sukar untuk menangkapnya.

Maka kakinya lantas menjejak tanah, kemudian seluruh tubuhnya melambung ketengah udara bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya dia menerjang kearah mana ular emas itu melarikan diri.

Si ular emas itupun cukup licik, ternyata ia melejitkan tubuhnya lalu sambil membabatkan ekornya ketanah, secepat kilat ular tadi menyusup kedalam semak belukar disamping gua tersebut.

Tindakannya ini sama sekali diluar dugaan Suma Thian yu, maka ketika ia menyadari akan hal ini, keadaan sudah terlambat, ular emas tadi telah menyusup masuK kebalik semak belukar. Buru-buru Suma Thian yu melayang turun keatas tanah dan memeriksa sekeliling semak tersebut, namun bayangan tubuh dari ular emat tadi sudah lenyap tak berbekas.

Akhirnya dengan gemas bercampur dongkol didepakdepakan kakinya keatas tanah sambil menghela napas.

"Benar-benar seekor binatang yang licik, sebenarnya saya hanya ingin mengajakmu bermain, siapa tahu kau ketakutan..."

Tapi pemuda itu enggan menyerah dengan begitu saja, dengan cepat dia mengambil sebatang ranting pohon dan menghantam kesana kemari di sekeliling semak tersebut, dalam anggapannya asal ular emas kecil itu masih bersembunyi disana, niscaya dia akan kabur keluar.

Siapa tahu walapun sudah dibongkar sekian lama ternyata tiada hasilnya barang sedikitpun, akhirnya dengan hati mendongkol dia mema tahkan ranting pohon tersebut sembari menyumpah.

“Ingat saja”, bila kena kutemukan lagi dikemudian hari, pasti tak akan kuampuni dirimu.

Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, Suma Thian yu segera memandang sekejap kedalam gua, lalu gumamnya.

Jangan-jangan dia kabur kedalam gua?

Berpikir sampai disitu, tanpa ragu-ragu lagi dia berjalan menuju ke depan gua, tapi melihat keadaan gua tersebut ia menjadi tertegun.

Semak yang lebat telah tumbuh diluar gua itu sehingga hampir saja menutupi seluruh gua tadi, menengok dari luar, keadaan dalam gua itu gelap gulita dan terasa menyiarkan bau amis yang menusuk hidung.

Dalam keadaan demikian, betapapun besarnya nyali Suma Thian yu, tak urung hatinya agak keder juga, dia menjadi sangsi untuk me lanjutkan perjalanannya memasuki gua tersebut.

Seandainya dalam gua itu berdiam binatang buas atau ular beracun, bukankah tindakannya memasuki gua tersebut akan sangat membahayakan keselamatan jiwanya, apalagi kalau ular emas itu sudah terlanjur kabur, untuk menangkapnya kembali pun bukan suatu pekerjaan yang mudah.

Berpikir demikian, dengan putus asa dia lantas memandang sekejap ke arah depan gua.

Mendadak dia seperti teringat akan sesuatu, dengan girang serunya kemudian:

"Aaah, ada akal, kali ini kau simakhluk kecil jangan harap bisa lolos lagi!"

Tampak pedang bambunya diayunkan keatas semak didepan gua itu dengan sepenuh tenaga, seketika itu juga semua rumput dan ilalang sudah terpapas bersih, apalagi

setelah di injak-injak, tak selang berapa saat kemudian, depan gua itu menjadi rata dan suasana didalam gua itupun menjadi lebih terang.

Tindakannya ini bukan khusus untuk membuat terangnya suasana dalam gua saja, setelah terjadinya kegaduhan barusan, andaikata didalam gua tersembunyi binatang buas atau ular beracun, niscaya binatang-binatang itu sudah kabur keluar.

Tapi sudah sekian lama ia menunggu, ternyata didalam gua tenang-tenang saja tanpa terjadinya suatu peristiwa, hal ini membuktikan kalau didalam gua itu memang tidak terdapat makhluk beracun atau binatang buas.

Dengan memberanikan diri Suma Thian yu lantas melangkah masuk kedalam gua itu.

Mendadak ia menangkap suara rintihan yang sangat lemah berkumandang datang dari dalam gua itu, suara tersebut bagaikan rintihan kesakitan dari sejenis binatang, tapi menurut dugaannya, sudah jelas suara tersebut bukan suara manusia.

Bau apek didalam gua tersebut amat tebal, hal ini merupakan bukti kalau tempat itu sudah lama tak pernah dijamah manusia sehingga udaranya lembab, tapi darimana datangnya suara rintihan tersebut.

Delapan tahun melatih diri dengan tekun tenaga dalam yang dimiliki Suma Thian yu sekarang telah membuat pemuda tersebut bisa memandang ditempat kegelapan, kini dia sudah memperhatikan keadaan dalam gua, namun tiada sesuatupun yang berhasil ditemukan, semen-tara suara aneh tadi masih saja berkumandang tiada hentinya.

Maka dari dalam sakunya dia mengeluarkan korek api dan membuat alat penerangan yang diangkat keatas, ketika ia mencoba memeriksa sekitar tempat itu, hatinya semakin keheranan ternyata di tempat itu tidak dijumpai apa-apa, gua itu kosong melompong.

Anehnya, suara yang sangat aneh itu masih saja berkumandang datang dari dalam gua itu.

Jika tiada benda, tiada makhluk, darimana datangnya suara aneh itu?

Tanpa terasa peristiwa ini membuat Suma Thian yu tidak habis mengerti, untuk sesaat lamanya dia berdiri termangu disitu sambil termenung, kemudian atas dorongan rasa ingin tahu yang tebal, dia melanjutkan kembali perjalanannya memasuki gua itu.

Cahaya api yang berada ditangannya membuat suasana dalam gua itu menjadi terang.

Mendadak Suma Thian yu menemukan dinding gua yang datar dan licin itu penuh didapati tonjolan-tonjolan serta lekukan-lekukan yang sangat aneh, tapi oleh karena sudah berusia lama hingga diatasnya sudah dilampiri oleh debu dan pasir, seandainya tidak diperiksa dengan seksama sulit rasanya uniuk menemukan rahasia tersebut.

Buru-buru Suma Thian yu menggosoknya dengan tangan, setelah pasiur dan debu itu hilang, diatas dinding tersebut segera muncul sebuah ukiran berbentuk manusia.

Penemuan ini segera saja membuat pemuda itu kegirangan sampai lupa daratan, buru-buru dia membersihkan dinding yang lain dari debu dan pasir, setiap kali dia selesai membersihkan sebuah tonjolan maka muncul pula sebuah ukiran berbentuk manusia.

Bentuk ukiran dari manusia-manusia itu ada yang berbentuk duduk atau berukir secara hidup dan indah.

Suma thian yu tahu kalau ukiran manusiadibuat oleh kepandaian silat yang maha sakti, sudah pasti disinilah seorang tokoh silat jaman dahulu kala meninggalkan ilmu silatnya,

Selama delapan tahun terakhir ini, dia seringkali mendengar suhu serta paman Wan nya membicarakan kejadian semacam ini.

Kejadian ini boleh dibilang merupakan suatu penemuan yang tak terduga, andaikata dia juga tahu kalau ular kecil

berwarna emas itu merupakan raja ular yang paling beracun di didunia ini, sampai matipun dia tak akan berani untuk mengejarnya, dan mungkin dia pun tak akan terpancing  sampai di dalam gua kuno ini..

Sementara dia sedang berdiri sambil memperhatikan bentuk gaya dari ukiran tersebut, mendadak terendus bau harum yang menyegarkan muncul dari balik gua itu, bau itu harum sekali, seperti bunga anggrek, seperti juga bau buah yang matang, tapi yang pasti bau harum tersebut membuat sekujur badannya segera segar kembali.

Dalam sekejap mata pula bau busuk yang semula menyelimuti gua itu tersapu lenyap hingga tak berbekas. 

Tapi suara aneh tadi bergema semakin nyaring daripada tadi, untuk sesaat lamanya Suma Thian yu menjadi lupa dengan ukiran di atas dinding yang baru saja ditemukannya itu.

Dengan langkah lebar dia lantas berjalan masuk kedalam gua menghampiri sumber dari suara aneh tersebut.

Tapi, walaupun Yu ji telah menggeledah seluruh isi gua itu, alhasil dia tidak berhasil menemukan sesuatu apapun yang mencuri-gakan, hal ini membuatnya semakin tertegun dan keheranan.

Dalam pada itu bahan penerangan yang di bawanya sudah hampir habis, dia lantas membuang sisa obornya ke tanah dengan harapan akan pergunakan sisa waktu yang amat sedikit itu untuk mengingat ingat gerakan aneh yang tertera diatas dinding.

Siapa tahu, pada saat itulah suatu peristiwa aneh kembali terjadi di depan matanya.

Tatkala sisa obor itu dibuang ke atas tanah, tiba-tiba saja ia temukan disudut dinding gua itu tumbuh sebatang rumput liar yang kecil dan pendek, tanpa terasa ia teringat kembali dengan bau harum semerbak yang diendusnya tadi, janganjangan bau harum tadi berasal dari rumput liar ini?".

Ternyata dugaannya memang benar, sewaktu dia membungkukkkan badannya mendekati rumput liar tersebut, bau harum semerbak yang terendus makin menebal, sebaliknya suara eneh yang kedengaran tadipun makin lama semakin bertambah nyaring.

Tampak olehnya rumput liar itu terbagi menjadi tiga daun, bentuk daunnya seperti pedang dengan panjang sejari tangan, warnanya merah darah.

Sejak kecil Suma Thian yu memang dipelajari nama dan bentuk pelbagai rumput dan tumbuhan aneh dari kit hong kiam kek Wan Liong, meski begitu, ternyata dia tidak mengetahui nama dari rumput aneh dijumpainya sekarang.

Dasar sifat kanak-kanakanya belum hilang, ternyata Suma Thian yu memetik selembar daun pedang tersebut dari tangkainya dan dien-dus dekat lubang hidungnya.

Siapa tahu, begitu daun tadi tersentuh oleh tangan Suma Thian yu, tiba-tiba saja daun tadi menjadi layu dan bau harumnya pun seketika itu juga lenyap tak berbekas.

Kenyataan ini membuat Suma Thian yu semakin  tercengang. Bukankah daun itu masih segar sewaktu dipetik? Mengapa begitu tersentuh dengan tangannya lantas layu dan mati?

Setelah mengalami pengalaman tersebut, dia tak berani bertindak gegabah lagi, ia tahu tumbuhan aneh semacam ini merupakan suatu tumbuhan yang amat langka, menyianyiakan selembar daun yang di lakukannya barusan sudah merupakan pantangan yane besar, jika sisa yang tinggal dua lembar itu harus disia-siakan belaka, hal ini benar benar merupakan suatu tindakan yang patut disesalkan.

Maka diapun membungkukkan badan dan menjilat daun berbentuk pedang itu dengan lidahnya.

Baru saja ujung lidahnya menyentuh daun tersebut, mendadak... , "Weees!" diiringi suara yang pelan, segulung cairan segar segera meleleh keluar lewat lidahnya masuk ke dalam perut.

Seketika itu juga sekujur badannya gemetar keras, rongga badannya terasa merekah besar, apalagi ketika cairan tadi masuk ke dalam perutnya, pemuda itu segera merasakan tubuhnya seakan-akan terjerumus ke dalam gudang es yang dingin sekali.

Tak terlukiskan rasa kaget yang dialami Suma Thian yu, buru-buru dia duduk bersila sambil bersemadi, ilmu Ciong goan sim hoat ajaran Kit hong kiam kek Wan Liang segera dikerahkan untuk mengelilingi seluruh badannya.

Tak lama kemudian hawa dingin tadi lenyap tak berbekas, dia segera merasakan sekujur badannya menjadi lebih enteng dan segar.

Dasar pemuda yang pintar, lagipula memang berbakat alam, dengan cepat ia sadar kalau benda yang dihisapnya adalah suatu benda yang amat langka, maka dengan kilat ia membungkukkan badannya lagi dan menempelkan lidahnya keatas daun terakhir yang masih tersisa.

Kali ini, tatkala caiian tersebut masuk kedalam tubuhnya, bukan saja membuat badannya saja bergetar keras, seluruh lidahnya kontan menjadi kaku bercampur gatal, segulung cairan panas secepat kilat menerjang masuk melalui rongga mulut dan mengalir ke dalam perutnya.

Begitu hawa panas tadi berjumpa dengan hawa dingin yang berada dalam perutnya, seketika itu juga terjadi suatu reaksi yang sangat hebat, seketika itu juga Yu ji merasakan perutnya seperti mau meledak, rasa sakit yang melilit perutnya tak terlukiskan dengan kata-kata, buru-buru dia memejamkan matanya untuk mengatur pernapasan.

Tak lama kemudian, semua penderitaan yang dialaminya itu telah hilang tak berbekas, aliran hawa panas itupun dengan melewati pusar bergerak naik keatas menuju Khi hay hiat, lalu seperti seekor tikus yang terjang kesana terjang kemari secara beruntun menembusi jalan darah Im ciau, Hun sui, Kian it, ki ciau dan Thim liong ki hiat.

Kemudian setelah berhenti cukup lama didalam jalan darah Tham tiong hiat, Yu ji merasakan hawa panas menyengat sekujur badannya membuat peluh jatuh bercucuran menbasahi sekujur tubuhnya.

Dengan cepat pemuda itu tahu kalau ilmu Ciong goan sim hoat ajaran paman Wannya masih belum mampu untuk mengusir hawa panas dalam tubuhnya itu untuk bergerak lebih ke atas.

Maka dengan cepat dia mencoba untuk menggabungkan ilmu Hu siang sin kang ajaran dari kakek berambut putih itu dengan kepandaian ajaran paman Wannya, ternyata ilmu gabungan ini luar biasa sekali, akhirnya hawa panas yang menyengat badan itu berhasil menembusi jalan darah Tham tiong hiatnya mencapai jalan darah Hoa kay hiat diatas ubunubun, kemudian setelah mengitari tubuhnya sekali lagi hawa panas tadi mengalir kembali ke dalam pusar.

Bagaikan baru lolos dari beban berat, Suma Thian yu meng hembuskan napas panjang, dan sambil menyeka keringat, ketika angin berhembus lewat, dia merasakan tubuhnya sangat enteng sekali seperti tak berbobot lagi.

Kebetulan pada waktu itu api obor sudah, padam, tinggal sisa cahaya kuning yang redup tapi suasana dalam gua itu justru terasa makin terang benderang, hal ini membuat Thian yu semakin keheranan.

Padahal, darimana dia bisa tahu kalau hal tersebut justru merupakan kasiat dari ke dua lembar daun berbentuk pedang itu?

Sementara dia masih kebingungan, mendadak dari atas langit langit gua berkumandang suara batuan yang retak, diikuti permukaan tanah di mana ia berpijak bergoncang keras.

Tanpa terasa pemuda itu segera menjerit kaget: "Aaah, gempa bumi!"

Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya dia lantas melejit keluar dari dalam gua, baru saja tubuhnya mencapai pintu gua, dari belakang tubuhnya berkumandang suara gemuruh yang amat memekakan telinga.

Dengan cepat Suma Thian yu berpaling, apa yang terlihat membuat ia terkejut sehingga peluh dingin bercucuran. "Sungguh berbahaya!" pekiknya dalam hati.

Ternyata gua itu tak sanggup menahan getaran gempa yang amat dahsyat itu sehingga runtuh kebawah.

Memandang reruntuhan batu gunung yang menimpa gua itu, Suma Thian yu menghela napas panjang gumamnya:

"Sayang sekali, kepandaian sakti yang tertera dalam gua itu akan punah dengan begitu saja.

Kalau takdir telah berkata demikian siapa yang bisa membantah? Coba kalau Suma Thian yu sehari lebih awal menemukan gua itu, bukankah ilmu silat maha sakti yang tertera diatas dinding akan berhasil dipelajarinya?

Tapi, andaikata sehari lebih awal dia temukan gua itu, belum tentu dia akan menjumpai rumput mestika tersebut.

Ya,jika takdir telah mengatur segala sesuatunya, siapa pula yang bisa membantah?

Kini, gua kuno tersebut sudah rata dengan tanah, namun goncangan diluar masih berlangsung terus dengan dahsyatnya, pohon bertum bangau, batu cadas bergulingan, seluruh jagad seakan berubah menjadi mengerikan, bagaikan hari kiamat sudah hampir tiba.

Menyaksikan bencana alam yang sedang berlangsung itu, mendadak Suma Thian yu teringat dengan gurunya, diamdiam ia berpekik dalam hati kecilnya:

"Aduh celaka, suhu pasti sedang menanti dengan hati yang amat gelisah "

Berpikir demikian, cepat-cepat dia melejit ketengah udara, lalu secepat kilat dia meluncur kedepan menembusi hutan bambu yang lebat.

Tapi begitu sampai didalam hutan bambu, ternyata gempa bumi telah berhenti, sedang diatas batu cadas besar itupun tampak seorang kakek berambut pulih sedang duduk dengan tenang disana. Menghadapi serangkaian peristiwa yang beruntun itu, Suma Thian yu benar-benar dibuat kebingungan tak karuan, pikirnya:

"Jangan-jangan aku berada impian? Atau mungkin gempa bumi itu hanya tipuan?”

Sementara dia diliputi oleh perasaan curiga dan tidak habis mengerti, mendadak terdengar kakek berambut putih menegur:

"Kau telah pergi kemana? Sudah hampir setengah jam lamanya aku menantikan kedatanganmu"

Dengan cepat Suma Thian yu menghampiri gurunya, lalu sambil berlutut jawabnya dengan agak gagap:

""Tecu tahu salah, aku... "

Belum habis pemuda itu menyelesaikan kata-katanya, si kakek berambut putih itu telah menjerit tertahan, lalu tanyanya dengan keheranan:

“Apa yang telah kau jumpai? Cepat katakan kepadaku dengan berterus teriang..."

Tentu saja Suma Thian yu tak berani berbohong, dia lantas membeberkan bagaimana ia menemukan ular beracun, bagaimana masuk ke dalam gua dan bagaimana dia salah makan daun liar....

Kakek berambut putih itu mendengarkan semua penuturan dengan seksama, menanti anak muda itu telah menyelesaikan kata-katanya, sambil tertawa kakek itu baru berkata:

"Suatu penemuan aneh, betul-betul suatu penemuan aneh, ini baru cerita besar, suatu peristiwa yang besar sekaii. Yu ji, penemuan aneh seperti ini bukan setiap orang dapat mengalaminya, akupun tak usah menguatirkan  keselamatanmu lagi. Mulai sekarang, urat Jin meh dan tok  meh dalam tubuhmu sudah tembus, tenaga dalammu telah mencapai puncak kesempurnaan, asal kau bersedia melatih diri beberapa saat lagi, tak sulit untuk membawamu mencapai puncak kesem-purnaan yang tak terhingga" 

Suma Thian yu hanya termanggu seperti tidak memahami perkataan tersebut, namun kakek rambut putih itu tidak ambil perduli, kemudian dia berkata lebih lanjut.

"Tahukah kau, rumput Jiar apakah yang telah kau makan itu?"

“Tecu tidak tahu.”

"Rumput itu dimakan Jin sian kiam lan, meskipun kau  hanya berhasil makan dua lembar saja, hal sudah merupakan suatu kejadian yang luar biasa, daun yang tengah membantumu untuk menembusi nadi Jin meh dan tok-meh dalam dada, sedang dua lembar lainnya, yang satu bisa membuat orang melihat dalam kegelapan seperti ditempat terang, sedang yang lainnya berkhasiat kebal racun, tampaknya daun yang terbuang sia-sia itu adalah rumput kebal racun, tapi ada satu hal tak usah kau kuatir, yakni tangan kirimu sudah kebal terhadap segala macam serangan beracun.

Mengetahui kalau lengan kirinya kebal terhadap segala macam racun, tanpa terasa dia bertanya dengan wajah keheranan:

"Mengapa suhu!"

Kakek berambut putih itu segera tersenyum.

"Nak, apakah kau lupa bahwa daun itu kau petik dengan tangan kirimu? Tatkala tanganmu menyentuh daun kebal racun tersebut, sari racun tersebut telah menyusup masuk kedalam kulit badanmu, itulah sebabnya daun itu dengan cepat menjadi layu, tapi justru karena itu, telapak tangan kirimu menjadi menyerap sari daun tersebut yang menyebabkan lengan itu menjadi kebal terhadap racun.

Suma Thian yu yang mendengar ucapan tersebut menjadi amat keheranan, sudan barang tentu rasa girangnya tak terlukiskan dengan kata-kata. Sampai lama kemudian, kakek berambut putih itu baru bertanya lagi:

"Yuji, sudah berapa tahun kau mengikuti diriku?”

“Sudah delapan tahun suhu!”

“Betul, sudah delapan tahun” kakek berambut putih itu meng-angguk, selama delapan tahun ini, apa saja yang telah kau pelajari?”

Mendengar pertanyaan itu, Suma Thian yu segera menundukkan kepalanya dan tak berani menjawab.

Si kakek berambut putih itu cukup tahu akan tabiat bocah itu yang suka merendah dan sedikupun tidak angkuh, maka sambil tertawa ramah katanya lagi:

"Yu ji, tahukah kau siapa nama gurumu?”

Suma thian yu memandangi gurunya dengan termangu, kemudian menggelengkan kepalanya dengan cepat.

“Tecu yang tak berbakti sama sekali tak tahu siapa nama suhu..."

"Hal ini tak menyalahkan dirimu” kata kakek berambut putih itu sambil mengelus jenggotnya dan tertawa, "aku tak pernah menyinggung soal ini kepadamu, tahukah kau mengapa aku tidak memberitahukan hal ini kepadamu?”

“Yu ji tak tahu!"

"Menerima murid mudah, mendidik murid sukar, andaikata aku menghasilkan seorang murid yang tak becus bukankah hal ni hanya akan menambah dosa bagi umat persilatan?”

Setelah berhenti sebentar, kakek berambut putih itu menyambung lebih jauh.

"Selama delapan tahun ini aku selalu dan tiap saat mengamati tabiat serta gerak gerikmu, kuketahui kemudian bahwa kau adalah seorang yang polos, jujur dan setia, sedikitpun tidak mempunyai sifat angkuh, kau memang tidak memalukan menjadi muridku" Kembali dia berhenti menarik napas panjang, kemudian melanjutkan.

"Hari ini aku baru secara resmi menerima sebagai murid,   kau harus tahu tingkat kedudukkanmu dalam dunia persilatan sekarang adalah sangat tinggi, dikemudian hari jika kau sudah berpisah dariku untuk turun kegunung dan be kelana dalam dunia persilatan, ingatlah selalu bahwa manusia itu adalah sederajat, jangan anggkuh, jangan takabur, bersikaplah jujur kepada orang, ingatlah selalu dengan ajaran Nabi, dengan begitu kau baru bisa mengamalkan baktimu untuk umat manusia, mengerti?”.

Dengan hati yang tulus Suma Thian yu menerima nasehat itu, sahutnya dengan hormat:

"Tecu menerima perintah"

Kakek berembut putih itu segera tertawa lebar, katanya lagi:

"Tahun ini aku telah berusia sembilan puluh tahun, orang persilatan menyebutku Put Go cu, artinya belum bisa menyadari ajaran agama To yang sebenarnya. Perguruanku bersumber dari Bu tong pay, sekarang Hian cing tojin adalah keponakan muridku atau juga kakak seperguruanmu, jadi orang jujur dan bijaksana, berbicara soal ilmu silat dia terhitung jago nomor satu dunia persilatan, bila kau telah berjumpa dengannya nanti, harap kau bersikap jujur dan tulus hati kepadanya."

Ketika mengetahui kalau gurunya adalah ketua pendekar besar yang nama besarnya telah menggetarkan dunia persilatan pada enam puluh tahun berselang, hatinya merasa gembira sekali sehingga untuk sesaat lamanya hanya menjadi ternganga dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun.

Perlu dimengerti, Put Go cu adalah seorang pendekar besar yang paling kosen dari partai Bu tong semenjak perguruan ini didirikan, sejak berusia delapan belas tahun ia terjun dalam dunia persilatan, dengan mengandalkan sebatang hud tim (kebutan) dia malang melintang dalam dunia persilatan tanpa tandingan,bersama dengan Tan Pak cu mereka berdua disebut Tionggoan ji cu.

Ilmu pukulan Tay cing to liong ciang yang amat termashur dalam partai Bu tong sekarang, tak lain adalah hasil ciptaan dari kakek itu.

Semenjak mengundurkan diri dari dunia persilatan, Put Go  cu menemukan puncak Gi im hong sebagai tempat pertapaannya, siapa tahu selama berkelana dia tak menerima murid, kemudian ia telah menemukan seorang ahli waris yang kesetiannya bisa diandalkan.

Kiranya sewaktu Kit hong kiam kek Wan liang mengajak Suma Thian yu datang ke bukit itu, secara kebetulan kedatangan mereka diketahui Put Go cu yang meneliti bentuk badan Suma thian yu segera berkesimpulan kalau bocah ini amat berbakat untuk belajar silat. 

Hanya saja pada waktu itu dia mengira Suma thian yu sebagai murid Kit hong kiam kek, maka ia tak berani bertindak secara gegabah.

Kendatipun demikian, setiap hari Put Go Cu selalu datang disekitar tempat itu untuk mengawasi keadaan dari bocah itu.

Lama kelamaan, akhirnya ia berhasil menemukan rahasianya, dia tahu kalau Kit hong kiam kek Wan Liang tak lebih hanya memeliharanya tanpa bermaksud untuk menerimanya menjadi murid.

Kenyataan ini justru amat cocok dengan keinginan Put go cu, maka dia pun segera memunculkan diri dan menerimanya menjadi murid.

Selama delapan tahun, disamping harus berlatih Bu siang sin kang, Suma Thian yu juga melatih ilmu pukulan Tay cing to liong ciang, meski hanya delapan tahun, ia telah berhasil mendapatkan semua kepandaian dari Put Go cu, yang kurang sekarang tinggal kematangannya.

Sudah barang tentu, siapa tak akan mengira kalau jago tua tersebut tinggal dibukit Gi im hong, lebih tak menyangka kalau dia bakal menerima seorang murid yang begitu muda, jodoh semacam ini boleh dibilang merupakan kemujuran Yu ji.

Lama sekali Put Go cu memperhatikan wajah Yu ji, kemudian ia baru berkata lagi:

"Yu ji, sekarang aku sudah tak mempunyai kepandaian apa-apa lagi untuk diajarkan kepadamu, satu-satunya harapanku sekarang melihat kau menjadi tenar, memberi bantuan kepada umat manusia dan berbakti untuk dunia

persilatan, gunakanlah kebenaran untuk menundukkan orang, jangan menggunakan pedang untuk menaklukkan orang, kau harus tahu, dunia persilatan merupakan gudang orang pintar, diatas gunung masih ada gunung, diatas manusia pandai  masih ada manusia pandai yang lain, dengan kepandaian yang kau miliki sekarang, meski cukup tangguh  kemampuanmu, tapi kalau tidak baik-baik melatih diri, tak akan lama kau bisa tenar dalam dunia persilatan "

Setiap patah kata dari Put Go cu merupakan nasehat yang tiada tara harganya, dengan hati yang tulus Suma Thian yu mendengarkan dengan seksama, diam-diam dia mengingat semua perkataan itu didalam hati.

"In su!" ujarnya kemudian, "Yu ji pasti akan melaksanakan pesan kau orang tua dengan bersungguh hati, pasti akan kuhadapi orang dengan cinta kasih dan menyelamatkan umat manusia dari penindasan."

"Bagus sekali, aku selalu percaya dengan watakmu, mulai besok kau tak usah datang kemari lagi.

"In su, kau orang tua " “Tak usah banyak bicara lagi” tukas Put go cu hambar "aku cukup mengetahui maksud hatimu, kau berharap agar aku jangan meninggal kan dirimu bukan!”

"Betul!" Suma Thian yu manggut-manggut, wajahnya penuh dengan air mata membuat pandangan matanya menjadi kabur.

Dengan cepat Put Go cu menghibur:

“Di dunia ini tiada perjamuan yang tak buyar, asal dalam hatimu selalu teringat dengan perkataanku, meski terpisah oleh samudra yang luas, sesungguhnya aku tak berbisah dari hati mu. Anak bodoh, kau sudah bukan anak kecil lagi, setelah belajar silat kaupun harus terjun ke dunia persilatan untuk melatih diri, asal kau bersedia melakukan perbuatanperbuatan yang bermanfaat bagi umat manusia, membantu kaum lemah dan menegakkan keadilan, aku sudah merasa puas sekali."

Setelah berhenti sebentar, ia menambahkan:

"Kalau ilmu silat hanya dipendam terus di atas pegunungan yang sepi, maka kepandaian tersebut tersebut ibarat barang yang tak berguna, apalagi kau toh masih ada dendam keluarga yang harus dituntut balas”

Menyinggung kembali soal “dendam keluarga”, Suma Thian yu segera merasakan darah yang beredar dalam tubuhnya bergolak keras, tadi dia masih merasa berat hati untuk meninggalkan gurunya, tapi sekarang keadaannya menjadi berbeda, api dendam telah membara dalam dadanya, pada saat ini dia malah berharap bisa terbanh meninggalkan tempat itu.

Memandang hawa amarah yang mulai menyelimuti wajah Suma Thian yu, Put Go cu menggelengkan kepalanya secara diam-diam sambil menghela napas panjang.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar