Cincin Maut Jilid 25

Jilid 25

BEGITU GAGAH dan perkasanya waktu itu, sehingga dia menganggap hal mana merupakan hasil karyanya yang paling besar.

Siapa tahu dua puluh tahun kemudian dari Liu sah bun  telah muncul seorang Tin Cu hoa dia berperan sebagai seorang pelacur yang mengendon dalam Jit gwat san, sampai bertahun tahun lamanya.

Bukan begitu saja. bahkan dia pun mengadakan hubungan gelap dengannya secara lembut dan cekatan, ditinjau dari hal ini, sudah jelas orang lain tak nanti akan bisa menandinginya.

Terutama sekali tiap kali Tin Cu hoa bermesrahan dengannya di atas pembaringan secara sengaja tak sengaja perempuan itu selalu berusaha untuk menyelidiki ilmu silat kepadanya, karena percaya kalau dia tak pandai bersilat.

Siapa sangka pihak lawan ada maksud tertentu sehingga bisa jadi peristiwa ini akan menimbulkan akibat yang luar biasa.

Membayangkan kesemuanya itu, timbullah perasaan benci dan mendendam dihati kecilnya, semua kasih sayang dan cinta kasih Tin Cu hoa selama ini terhadapnya tiba tiba saja lenyap tersapu dari dalam benaknya. sebagai gantinya, muncullah hawa napsu membunuh yang tak terkirakan...

"Heee, heee, heee," dengan langkah lebar Kwan Lok khi maju selangkah kedepan, kemudian tertawa rendah, "Tin Cu hoa, keadaanmu ibarat laron yang mendekati api, mencari kematian untuk sendiri. sebenarnya aku orang she Kwan masih bermaksud untuk memberi jalan kehidupan kepadamu, tapi sekarang, heeh heeeh, heeeh, kalau toh kau merupakan sisa kekuatan dari perguruan Liu-sah bun, maka kaupun tak usah pergi sini dalam keadaan hidup lagi,"

Tin Cu hoa mengerutkan dahinya kencang-kencang, kemudian berkata dengan dingin.

"Orang she Kwan, terus terang saja kukatakan kepadamu, hari ini aku Tin Cu-hoa berani menampakan diriku yang sebenarnya, ini berarti aku akhirnya tidak takut dengan kemampuan Jit gwat san mu lagi."

"Lonte celaka..." teriak Kiau Ngo-nio sambil menggertak gigi menahan dendam, "ingin kulihat, kau hendak pergi kemana malam ini?" "Cuuuuh !" Tin Cu hoa meludah dengan nada menghina, lalu balas ejeknya, "kau ini manusia macam apa, dengan mengendalikan tampangmu itu, kau juga ingin menasehati aku? Kiau Ngonio, orang lain boleh takuti dirimu sebagai macan betina, tapi aku Tin Cu hoa sama sekali tidak pandang sebelah matapun kepadamu, bila kau punya kepandaian, ayolah dikeluarkan semua. ."

Kiau Ngo nio segera tertawa terbahak bahak dengan penuh perasaan dendam.

"Heeeh, heeeh, heeeh, bagus, bagus sekali, aku ingin menyaksikan, kau si lonte busuk bagaimana bisa melewati barisan sam kiong lak in serta sembilan pos dua belas perangkap yang ada di Jit gwat san pada malam ini..."

Kemudian sambil berpaling, serunya Iagi dengan gemas: "Lok khi, mau apa kau hanya berdiri melulu?"
Sekarang, Kwan Lok khi sudah menaruh perasaan dendam terhadap Tin Cu hoa, sedemikian dendamnya sehingga kalau bisa dia ingin membunuh perempuan tersebut diujung telapak tangannya.

Sebagai seorang yang tidak berperasaan dan tidak setia kawan, dia tak pernah memperdulikan kebaikan yang pernah diterima dari orang lain.

Apabila kedua belah pihak sudah bentrok, maka semua hubungan atau kebaikan dimasa lalu akan dianggapaya bilang lenyap tak berbekas.

Maka sambil tertawa seram serunya: "Lonte tak berperasaan, pemain sandiwara tak setia kawan, ucapan ini memang tepat sekali, benar benar perahu besar karam dipecomberan, sudah sekian tahun aku Kwan lok khi malang melintang dalam dunia persilatan tapi akhirnya harus jatuh pecundang ditangan seorang lonte, hemmmm ... bila berita ini sampai tersiar diluaran, orang lain pasti akan mentertawakan diriku hingga giginya pada copot, Tin Cu hoa, bila kau tahu diri, ayo segera bunuh diri. ."

"Kentut busuk. ." Tin Cu hoa membentak dengan gusar, "aku Tin Cu hoa membenci mu sampai merasuk ke tulang sumsum. kalau bisa aku hendak menggigit dagingmu dan menghirup darahmu . . ."

"Hm aku rasa tidak segampang itu." jengek Kwan Lok khi dengan dingin.

Baru selesai dia berkata, mendadak tubuhnya sudah melayang maju kedepan, telapak tangannya diayunkan dan segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat segera meluncur ke depan.

Secepat kilat Tin Cu hoa menyingkir ke samping, kemudian melakukan gerakan perlahan ditengah udara sambil membalikkan telapak tangannya yang putih bersih. Dia hantam ke atas tubuh Kwan Lok khi.

"Hmm" jengek Kwan Lok khi sambiI tertawa dingin "rupanya ilmu Hwee khong it coan (satu putaran ditengah angkasa) perguruan Liu sah bun pun sudah kau pelajari.

Dulu, sewaktu dia bertarung melawan ke tujuh orang Busu dari Liu sah bun, dengan mata kepala sendiri dia menyaksikan bagaimana ke tujuh orang Busu tersebut mengeluarkan ilmu tersebut. Oleh karenanya, dalam sekilas pandangan saja dia segera dapat mengenali ilmu tersebut.

Sebagai seorang gembong iblis yang berotak licik dan banyak tipu muslihatnya, tentu saja dia memiliki tenaga dalam yang amat dahsyat, ketika menyaksikan datangnya serangan dari Tin Cu hoa itu, telapak tangannya segera dirubah menjadi serangan mencengkeram dan secepat kilat menyambar urat nadi pada pergelangan tangan perempuan tersebut..

Tin Cu hoa amat terkesiap, serunya agak gemetar. "Kau..."
Tubunnya segera menerjang ke depan lalu meluncur ke tanah.

Kwan Lok khi segera menarik tangan lawannya ke depan, Tin Cu hoa yang pergelangan tangannya terasa sakit, tanpa terasa turut menerjang maju lima enam langkah.
Kwan Lok khi segera tertawa terbahak bahak. "Haaaaah, haaaah, haaah, lonte busuk, hanya
mengandalkan kepandaian serendah inipun, kau berani membuat ulah didepan pun sancu?. Heeh, heeeh, heeh, aku yakin kau sudah mengetahui dengan jelas bukan, bagaimana caraku untuk menyiksa anak buahku yang menghianatiku Nah, lain kali kau pun akan menemui ajalmu dengan cara demikian pula. . ."

"Lepas tangan. " bentak Tin Cu hoa keras keras, "Kwan Lok khi, cepat lepas tangan." "Tidak sulit bagiku untuk lepas tangan" jawab Kwan Lok khi dengan wajah dingin "kecuali kalau kau bersedia memberitahukan kepadaku, hingga kini, masih ada berada orang anggota Liu sah bun yang masih hidup didunia ini?
Mereka semua bersembunyi dimana. .?"

Tin Cu hoa tertawa dingin.

"Heeeeeh. heeeeh, heeeeeeh, rupanya kau sedang
bermimpi disiang hari bolong, semua persoalan pernah kulihat, apa kau anggap aku Tin Cu hoa akan merasa takut dengan permain busukmu itu? Bagiku, lebih baik aku seorang yang mati, Liu sah bun tak akan melepaskan harapannya untuk membalas dendam gara gara kematianku seorang, Kwan Lok khi, lebih baik padamkan saja keinginanmu itu, tak  seorangpun anggota Lu sah bun yang akan melepaskan dirimu dengan begitu saja."

"Heehh. .heeeh.." Kwan Lok khi tertawa dingin, "Tin Cu hoa, kau harus mengerti, tempat ini adaIah Jit gwat san bukan Liu sah bun, baik buruk aku Kwan Lok khi masih bisa mengambil suatu tindakan disini, apabila kau bersedia memberitahukan kepadaku secara berterus terang terhadap keselamatan nyawamu, aku orang she Kwan berani menjamin."

"Kau sedang menggertak atau sedang memancing?" jengek Tin Cu hoa amat sinis.

Kwan Lok khi berpikir sebentar, lalu katanya lagi. "Gampang sekali, kau boleh berbicara sesuka hati mu . ."
Sementara itu, Kiau Ngo nio yang berada disisinya sudah menahan geram semenjak tadi, sepasang matanya berubah menjadi merah membara apalagi setelah menyaksikan Tia Cu hoa terjatuh ke tangan suaminya, amarahnya seperti air terjun yang tak terbendungkan lagi, dengan mata melotot besar, serunya dengan geram:

"Engkoh Lok, serahkan lonte itu kepadaku"

"Soal ini . ." Kwan Lok Khi segera berkerut kening, "mau apa kau. .. ?"

"Bukankah dia amat jalang ? Aku hendak suruh dia lebih jalang lagi ..."

Ucapan Kiau Ngo nio begitu garang dan penuh rasa dendam, membuat siapa pun yang mendengar tentu merasakan hatinya bergidik.

Dalam keadaan seperti ini, dia hanya memikirkan soal pembalasan dendam belaka, ia lupa kalau Kwan Lok-khi sedang memikirkan masalah tersebut karena berhubungan dengan masalah Liu sah bun.

Maka begitu dia berteriak, bukan saja Tin Cu hoa menjadi amat terperanjat, bahkan Kwan Lok-khi pun turut merasakan hatinya berdebar keras, dia kuatir satu-satunya titik terang dari Liu sah bun yang bisa dipakai untuk melacaki jejak kawanan jago lainnya di bikin mati oleh Kuntilanak tua itu.

Dengan cepat Kwan Lok khi menggelengkan kepalanya berulangkali sambil berseru:

"Tidak bisa, aku masih ada persoalan yang hendak ditanyakan kepadanya." "Tua bangka celaka." bentak Kiau Ngo nio dengan gusar, "kau berani menolak permintaan lo nio."

Kwan Lok khi tertawa getir.

"Sekarang, dia kan sudah terjatuh ke tangan kita, apakah kau takut dia bisa kabur lagi ? Aku hanya ingin menanyakan dulu tentang jejak beberapa ekor ikan yang lolos jaring dari Liu sah bun, asal persoalan ini telah se!esii, aku akan segera menyerahkannya kepadamu."

"Baik," kata Kiau Ngo nio kemudian dengan perasaan tak senang hati "cuma aku menginginkan yang hidup!"

"Huuh enak benar jalan pemikirannya itu" jengek Tin Cu hoa dengan gusar "sekalipun aku harus mati dengan mengenaskan, tak nanti aku akan membuat keinginanmu itu tercapai. Kiau Ngo nio, lebih baik kau berdiri saja disamping situ mencari angin."

"PIaaak. . ."

Sebuah tempelengan keras dan nyaring berkumandang di udara.

Rupanya Kiau Ngo nio telah menghadiahkan sebuah tamparan yang keras sekali keatas wajah Tin Cu hoa.

Paras muka Tin Cu-hoa berubah hebat, di atas pipinya yang putih segera muncul sebuah bekas telapak tangan yang merah membengkak, dengan penuh kebencian ia segera menengok sekejap ke arah Kiau Ngo nio, kemudian serunya:

"Kau ingin berbuat keji ? Baik, dendam sakit hati ini pasti akan ditagih oleh orang orang Lu sah bun kami . . ." "Heeh .. . heeh . . heeh , . . lonte, kau masih bisa berbuat  apa ?" jengek Kiau Ngo nio sambil tertawa dingin, "hmm, lonte busuk, lonio bersumpah akan mencincang tubuhmu sampai hancur berkeping keping."

Kuntilanak tua ini memang keji, perbuatan apapun sanggup dilakukan olehnya, apalagi berada dalam keadaan amat gusar, mukanya jadi menyeringai menyeramkan sekali.

Mendadak dia melompat maju ke depan, kemudian mencekik leher Tin Cu hoa dengan penuh tenaga . . .

Tin Cu hoa segera merasa kesakitan setengah mati, bibirnya jadi pucat pias, ke empat anggota badannya lemas tak bertenaga, meski pun ingin mengumpat, sekarang dia tak mampu berbuat apa apa lagi.

Akhirnya dengan sekujur badan gemetar keras, teriaknya: "Nenek Kiau, hati hati kau. ."
Kiau Ngo nio bertambah berang, dia bersiap segera melakukan serangan yang lebih keji Iagi..

Tapi, pada saat itulah dari sudut jendela di tempat kegelapan sana berkumandang suara dari Liong Tian im.

"Ai perempuan gila, jika berani mengusik seujung  rambutnya lagi, aku Liong Tian im akan menyuruhmu mampus diatas genangan darah.

Menyusul ancaman mana, dia bersama Jago pedang buta Bok Ci berjalan keluar dari tempat persembunyiannya, keempat mata yang tajam bagaikan sembilu menatap wajah Kwan Lok khi dan Kiau Ngo nio lekat-lekat:

Dengan perasaan tercengang Kwan Lok khi segera berseru. "Aaah, rupanya disini masih ada orang lain."
Tin Cu hoa yang sudah bergeletak ditanah mendadak berseru pula dengan suara dingin.

"Liong Tian Im, siapa suruh kau keluar? Tin Cu hoa ada niat untuk membantu kalian lolos diri dari sini, kalian .." ia berhenti sejenak dan melotot kearah Kiau Ngo nio dengan penuh ketegasan, kemudian serunya.

"Perempan gila ini sudah terlalu banyak memberi dosa dan siksaan kepadaku, kau telah menampakkan diri, bantulah aku untuk melampiaskan rasa benciku ini."

"Kalau cuma masalah kecil ini saja, aku dapat
membantumu untuk melakukannya." kata Liong Tian im cepat, "sekarang, aku hendak memohon kepada Kwan toa sancu   agar melepaskan dirimu, kalau dia enggan memberi muka kepadaku..."

Senjata patung Kim sin jin itu dicabut ke luar lalu sambil tertawa nyaring terusnya:

"Terpaksa aku akan menantang gembong iblis ini untuk bertarung lebih jauh."

"Heeeehh .heeeeh. . ." sekulum senyuman yang dingin dan aneh segera menghiasi wajah Kwan Lok khi, diliriknya sekejap kearah jago pedang buta Bok Ci dengan rasa benci, kemudian tegurnya: "Bapakmu bersembunyi dimana?"

Dari balik kegelapan sana segera terdengar suara deheman dari sipedang langit Bok Keng jin:

"Aku berada disini saudara Kwan, kau bersedia untuk melepaskan orang atau tidak?"

"Heeehh. . .heeehh. . .melepaskan orang? Hmm. . .hmm. .
. persoalan ini pernah aku Kwan Lok khi sanggupi pada tiga tahun berselang, tapi malam ini. . .heeehh. . .heehh maaf kalau tak bisa kupenuhi..."

"Sudahkah kau lihat situasi sekarang, keadaan tak menguntungkan bagimu..." seru sipedang langit dingin.

Kiau Ngo nio segera tertawa dingin.

"Telur busuk tua, kau tak usah menggertak orang dengan ucapanmu itu. sekarang kegagahanmu sudah tidak seperti kegagahanmu dahulu lagi, asal aku Kiau Ngo nio turunkan perintah seluruh bukit ini akan dipenuhi oleh orang orangku..."

"Hmmm, putri Kiau Ceng memang bukan orang sembarang orang" kata si pedang langit dingin, "Kendatipun luka dalam yang kudertia sangat parah, namun terhadap kawanan anjing macam kalian ini , . huuuh, masih belum ku pandang sebelah mata pun, kalau tidak percaya, silahkan turunkan perintahmu, coba bukti kan aku si Pedang langit mampu tidak untuk menerjang turun ke bawah bukit .. ."

"Baik" kata Kiau Ngo nio penuh amarah, "wahai pedang langit, kita benar sudah bertemu dengan lawan yang tepat, ini namannya mata kura kura berhadapan dengan kacang hijau, kau lihat saja nanti . . ." Sambil berpaling ke arah Kwan Lok khi segera serunya:

"Mengapa kau belum juga menurunkan perintah . . ."

Kwan Lok khi mendengus dari dalam saku nya dia mengeluarkan sebuah benda bulat berwarna hitam pekat yang segera disentilkan ke arah luar pintu.

"Blammm. . ." suatu ledakan keras berkumandang memecahkan keheningan, seluruh udara segera bermunculan bunga bunga cahaya berwarna biru yang memancar keseluruh penjuru angkasa. .

"Hmm. ." Kwan Lok khi menjengek dingin, "wahai pedang langit, jangan harap kau bila kabur sekarang. ."

Pelan pelan si Pedang langit melangkah ke luar dari balik kegelapan sana, mukanya merah bercahaya, sama sekali tidak mirip dengan seseorang yang menderita luka parah.
Sambil tertawa tergelak, serunya dengan lantang: "Haaaah, haaah, haaah saudara Kwan, malam ini kau akan
menyaksikan lagi permainan ilmu pedang Thian yang kiam hoat dari keluarga Bok kami. ."

Kemudian sambil melemparkan sebuah kerlingan kearah jago pedang buta Bok Ci, katanya lebih jauh:

"Kau dan Liong Tian im keluar sebentar, coba lihat adakah orang yang berdatangan ."

Liong Tian im dan jago pedang buta Bok Ci segera  melompat keluar dari ruangan itu, apa yang kemudian terlihat disekeliling rempat tersebut membuat hati mereka dingin separuh.

Tampaklah ditengah kegelapan malam, dari mana mana bermunculan cahaya lentera dan obor yang bergerak mendekat, agaknya terdapat begitu banyak jago silat yang sedang berdatangan ke sana dan mengurung seluruh tempat tersebut rapat rapat . .

Jago pedang buta Bok Ci segera berpaling, seraya menjawab: "Ayah, tidak sedikit yang berdatangan kemari."

Pedang langit Bok Keng jin segera tertawa terbahak bahak
.

"Haaaah. . . haaah . . . tampaknya Kwan-Lok khi telah mengeluarkan segenap kemampuan yang dimiliki, nak kalian berdua berjaga jaga dulu didepan pintu, aku hendak berbicara ber bincang2 dulu dengan Kwan To sancu." Kemudian setelah tertawa hambar, katanya.

"Saudara Kwan, benarkah kalo tak ingin memberi muka kepadaku ?"

Kwan Lok khi sama sekali tak mengira kalau secepat itu si pedang langit Bok Keng jin berhasil memulihkan kembaIi kekuatannya. Beberapa saa itu sifat luka darah yang begitu parah telah disembuhkan kembali.

Dengan perasaan terkesiap dia berpaling sekejap ke arah Kiau Ngo nio lalu katanya.

"Bok heng, aku tak memahami maksudmu." Si pedang langit tertawa dingin.

"Aku harap kau segera melepaskan Tin Cu hoa, aku rasa ucapanku ini sudah cukup jelas, apakah kau menginginkan  aku berbicara lebih jelas lagi? Kwan heng, kau adalah seorang yang pandai, lebih baik janganlah berlagak pilon.

Kiau Ngo nio tertawa terbahak bahak.

"Haaah . . haaaah . . kau anggap hanya mengandalkan beberapa kata diri kau si tua bangka, kami suami istri berdua sudah harus melepaskan orang ?"

"Hmm, kau betul betul kelewat memandang hina diri kami. Bok Keng jin ! Bagaimanapun juga, kau harus memperlihatkan sedikit kepandaian lebih dulu !"

"Hmm, aku sudah tahu kalau kau memang sukar diatasi." seru si pedang langit Bok Keng jin dengan suara dingin.

Tubuhnya seperti sesosok sukma gentayangan meluruk ke depan kemudian tangannya melancarkan tiga buah pukulan ke tengah udara yang semuanya merupakan jurus jurus maut.

Tapi Kiau Ngo nio dan Kwan Lok khi yang menyaksikan peristiwa itu menjadi terperanjat sekali, wajah mereka terasa bagaikan di sayat dengan pisau tajam, sakitnya bukan alang kepalang.

Inilah suatu penampilan hawa murni yang sebenarnya, sama sekali tidak menggunakan siasat tapi melukai orang dengan mengandalkan pancaran tenaga dalam.

Kwan Lok khi terperanjat sekali. "Aaah ! ilmu pukulan sakti tanpa bayangan." pekiknya tanpa terasa.

"Aku sengaja mendemontrasikan kepandaian ini dihadapan kalian" kata sipedang langit Bok Keng jin dingin, "coba kalau kulancarkan serangan secara sungguhan, mungkin semenjak tadi kaliao berdua sudah roboh terkapar."

Kemudian mencorong sinar tajam dari balik matanya: "Kau masih belum mau melepaskan orang?"
Terpengaruh oleh kewibawaan dan kelihayan orang, tanpa sadar Kwan Lok khi melepaskan cengkeramannya.

Dengan suatu gerakan kilat, Tin Cu hoa segera melejit keudara dan melompat kebelakang tubuh si Pedang langit Bok Keng jin.

Kiau Ngo nio yang menyaksikan hal tersebut segera berseru dengan mendongkoI:

"Tua bangka sialan, siapa suruh kau mengendorkan cekalan
?"

Tin Cu hoa tertawa dingin pula, balasnya dengan cepat:

"Perempuan jalang, asal aku belum mati. kau lah orang pertama yang jangan harap bisa meIewati kehidupan dengan tenang..."

Setelah melepaskan Tin Cu hoa tadi, Kwan Lok khi merasa sangat menyesal, sinar mata kebencian segera mencorong keluar, agaknya dia ada maksud untuk turnn tangan. Dari tengah kegelapan mendadak berkumandang suara teriakan lantang.

"Sancu H ti Joig tui pi!ttVan pertama dibawah komando Ku Leng siap menerima perintah !"

"Turunkan perintah, tutup semua jalan tembus ke bawah bukit." teriak Kwan Lok khi kearah luar pintu, "siapa saja sebelum memperoleh perintahku dilarang melewati jalan itu."

"Baikk.."

Bayangan manusia berkelebat lewat diluar pintu, obor yang terang benderangnya membuat seluruh bukit itu menjadi terang bagaikan di siang hari, suara bentakan berkumandang susul menyusul, jelas pihak lawan sedang menghimpun sejumlah besar jago lihay untuk menutup seluruh jalan tembus yang ada.

"Haaah . . haaaah . . . sipedang langit Bok Keng jin tertawa terbahak bahak.

"Saudara Kwan, hanya mengandalkan kekuatan sekecil ini kau sudah ingin menghalangiku ?"

Kwan Lok-khi tertawa dingin.

"Hmm, kau anggap tidak mungkin? Hmm, kau terlampau memandang rendah kekuatan dari Jit gwat san."

"Kwan Lok-khi !" ujar si Pedang langit lagi dengan wajah dingin, "benarkah kau ingin turun tangan secara besar besaran dan menguras daerahmu ini dengan darah ? Jika kau benar-benar memiliki keinginan tersebut, orang pertama yang bakal mampus lebih dulu pada malam ini adalah kalian suami istri berdua."

Kwan Lok khi serta Kiau Ngo nio yang mendengar   perkataan ini diam diam merasa bergidik, andaikata pihak musuh akan beradu jiwa, berarti mereka berhadapan empat lawan dua, sekalipun mereka berdua memiliki kepandaian silat yang hebat, namun bila sampai di kerubuti empat jago lihay, apalagi si Pedang langit seorangpun sudah cukup membuat Kwan Lok kbi merasa pusing kepala, sudah jelas pihaknya  yang bakal menderita kekalahan total.

Berpikir untung ruginya, dengan perasaan terkesiap buru buru serunya kaget:

"Kau ingin menahan kami berdua. ."

"Benar" jawab si Pelang langit dingin, "aku tak usah melakukan pembunuhan terlalu banyak, cukup menahan kalian berdua. ."

Kemudian sambil berpaling ke arah Jago pedang buta Bok Ci, terusnya:

"Nak, kau segera bekuk Kiau Ngo nio."

Jago pedang buta Bok Ci juga mengetahui betapa
gawatnya situasi, buru buru ia berpesan kepada Liong Tian im agar menjaga pintu gerbang lebib berhati-hati, kemudian sambil memutar pedang kayunya dia melancarkan serangan  ke arah Kiau Ngo nio.

Tin Cu hoa memang sedang menantikan kesempatan baik ini, melihat si Jago pedang buta Bok Ci telah melancarkan serangan dengan cepat dia melompat maju pula sambil membentak nyaring.

"Perempuan jalang sambutlah sebuah pukulanku ini"

Di bawah kerubutan dua orang jago, Kiau-Ngo nio segera merasakan daya tekanan yang makin lama semakin bertambah berat, belum sampai berapa gebrakan, dia sudah bermandikan keringat karena kecapaian.

Dalam cemas dan gusarnya dia berteriak beberapa kali kemudian berusaha untuk menerjang keluar dari kepungan.

Sayang sekali dia tak pernah berhasil menemukan kesempatan seperti inl, tak sampai berapa gebrakan lagi, tubuhnya sudah terkena pukulan dahsyat dari Tin Cu hoa yang membuatnya melotot besar menahan sakit, sayangnya dia tak berkekuatan untuk melancarkan serangan balasan.

Kwan Lok khi lebih gelisah lagi, apa mau di kata si Pedang Langit mengincarnya terus dari samping, hal ini membuat kemungkinan baginya untuk turun tangan pun tak ada.

Sebaliknya si pedang langit Bok Keng jin telah menyalurkan tenaga dalamnya ke dalam sepasang lengannya, kemudian mengawasi gerak gerik Kwan Lok khi dengan pandangan dingin, asal musuh berani untuk tangan, maka si Pedang langit akan segera mendahului dengan sebuah serangan lebih dulu.

"Tua bangka celaka, mengapa kau belum juga turun tangan ?" dengan perasaan gelisah Kiau Ngo nio berseru: "Saudara Kwan, tampaknya kau sudah seharusnya membubarkan seluruh anak buahmu itu" kata si Pedang langit dingin.

Paras muka Lok khi berubah menjadi sangat aneh, ia benar benar berada dalam posisi serba salah, serunya kemudian dengan gemas:

"Kita lihat saja nanti."

Dalam pada itu, Kiau Ngo nio makin lama semakin tak mampu mempertahan diri, kemudian berteriak dengan suara gemetar bercampur ketakutan:

"Tua bangka celaka, apakah kau menginginkan Lo nio mati disini dalam keadaan mengenaskan:

"Tahan..."

Bagaimanapun juga Kwan Lok khi dan Kiau Ngo nio adalah sepasang sepasang suami istri yang sudah hidup bersama banyak tahun, tentu saja dia tak dapat membiarkan istrinya mampus secara mengenaskan.

Walaupun dalam hati kecilnya benar benar merasa enggan, namun setelah istrinya berada dalam keadaan berbahaya, terpaksa dia harus bertindak juga untuk menyelamatkan jiwanya.
Dengan gemas dan penuh kebencian segera teriaknya: "Sekarang kalian boleh pergi, tapi lain kali tak akan kalian
jumpai kesempatan seperti ini lagi . ." Jago pedang buta Bok Ci dan Tin Cu hoa segera melompat mundur, sedangkan Kiau Ngo nio juga mundur dengan napas yang terengah engah, peluh telah membasahi seluruh tubuhnya, sedang wajahnya pucat pias seperti mayat...

Si Pedang langit segera tertawa tergelak serunya.

"Mari kita pergi, malam ini Kwan toa sancu telah memberi muka kepada kita . . ."

Empat sosok bayangan manusia segera meluncur keluar dari ruangan itu dan berkelebat menuju ke bawah bukit.

Benar juga, sepanjang jalan tiada orang yang berani menghalangi perjalanan mereka lagi, namun cahaya obor dan lentera masih menerangi seluruh bukit Jit gwat san, bayangan manusia juga masih memenuhi dimana mana.

Dari ufuk timur nampak setitik cahaya merah menerangi jagad, angin sejuk berhembus silir semilir menggoyangkan daun dan ranting kegelapan malam yang panjang pelan pelan menyurut dan akhirnya terusir pergi . . .

Ditengah jalan raya yang lenggang, mendadak muncul sepasukan kuda yang bergerak dengan cepatnya menuju ke arah bukit Jit gwat-san.

Sebuah panji besar berwarna merah berkibar terhembus angin dan bergerak mendekat.

Tin Cu hoa yang menyaksikan hal ini segera berkerut kening, kemudian pikirnya:

"Mengapa mereka pun datang kemari ?" Meminjam setitik cahaya pagi yang muncul dilangit timur, ia sudah dapat melihat jelas unta terbang ditengah gurun pasir yang tertera dipanji besar berwarna merah tadi, tanpa terasa dia berseru lantang:

"Yang berada didepan apakah komandan Li ?"

Rombongan pasukan besar yang sedang bergerak cepat itu segera menghentikan perjalanannya, dari atas kuda kuning yang berada di paling depan melompat turun seorang lelaki bercambang, kemudian sambil memburu ke depan serunya:
"Pemimpin Tin kah di litu ? Aku adalah Li Bun yang !" "Mau apa kalian datang kemari?" tanya Tin Cu hoa dengan
cepat

Li Bun yang adalah komandan pasukan dari pentolan Liu  sah bun sejak perguruan ditumpas oleh kekuatan Jit gwatsan, dia telah menyebar anak buahnya disegala penjuru tempat.

Kini dia memperoleh laporan dari anak buahnya yang mengatakan bahwa Tin Cu hoa terjebak dibukit Jit gwat san maka dihimpunnya segenap kekuatan yang ada untuk bertarung melawan orang orang Jit gwat san dan berusaha untuk menyelamatkan Tin Cu hoa dari cengkeraman musuh.

Siapa tahu baru tiba ditengah jalan, mereka telah berpapasan dengan perempuan ini.

Mendapat partanyaan tersebut, dia segera menjawab dengan agak tergagap.

"Kami hendak menolong pemimpin Tin." "Kalian benar benar manusia yang tak tahu diri" seru Tin  Cu hoa dengan gusar, "sudah banyak tahun Liu sah bun mengasingkan diri dan menyembunyikan nama, tahukan kau karena apa? walaupun kita bertekad akan membalas dendam,
tapi kali ini bukan kesempatan yang baik, tindak tanduk kalian yang ceroboh ini tak lebih hanya memberi kewaspadaan bagi lawan, sama sekali tiada manfaat apapun untuk Liu sah bun kita."

"Tapi, pemimpin kau..."

"Mati hidup aku seorang tiada artinya." kata Tin Cu boa diogin, "sekali pun Tin Cu hoa telah mati, akan muncul Tin Cu hoa kedua, selama anak murid Liu sah pun masih hidup di dunia ini, harapan kita untuk membalas dendam tak pernah akan sirna. Dengan perbuatan yang kau lakukan sekarang, terpaksa kita harus merubah semua rencana kita semuIa. kejadian ini benar benar diluar dugaanku semula."

Dengan cepat Li Bun yang menggelengkan kepalanya berulang kall, serunya.

"Pemimpin walaupun perbuatan ini merupakan kesalahan hamba, tapi keadaanlah yng memaksa kita untuk berbuat demikian harap Pemimpin sudi memaafkan ..."
Tin Cu hoa segera mengulapkan tangannya seraya berkata. "Sekarang, kalau boleh pulang duIu, sebentar aku akan
menyusul."

Li Bun yang seperti ada persoalan lain yang hendak dikatakan lagi namun setelah memandang sekejap ke arah si Pedang langit ayah beranak serta Liong Tian im, dia segera menelan kembali kata katanya.

Sambil menjura sahutnya kemudian. "Baik..."

Dia melompat naik keatas kudanya, memberi tanda dengan cambuk dan memimpin pasuk annya berlalu dari situ.

Dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan.

oooOooo oooOooo

Sepeninggal orang orang itu, Tin Cu hoa baru berpaling dan katanya sambil tertawa.

"Samwi bertiga, aku Tin Cu hoa mengucapkan banyak terima kasih atas pertolongan yang yang kalian berikan, budi kebaikan ini akan selalu tertanam dihatiku dan tak akan pernah kulupakan, Sekarang, perguruan kami masih ada urusan penting, terpaksa aku harus mohon diri lebih dahulu."

Silahkan nona," si Pedang langit tersenyum "dikemudian hari, bila masih ada jodoh, kita pasti akan bertemu lagi."

Setelah menghadapi kesulitan bersama sama beberapa  orang ini, tiba-tiba saja Tin Cu hoa merasakan timbulnya suatu perasaan aneh, suatu perasaan yang tak terlukiskan dengan kata kata didalam hati kecilnya, perasaan itu merupakan suatu perasaan persahabatan yang manis.

Ditatapnya sekejap orang orang itu dengan perasaan berat, kemudian ia baru membaIikkan badan dan berlalu dari sana. Memandang bayangan punggung yang menjauh, si Pedang langit menghela napas panjang.

"Aaai, seorang gadis yang patut dikasihani, demi membalas dendam bagi perguruannya dia tak segan mengorbankan diri untuk bermesrahan dengan musuh, dengan senyuman yang dipaksakan menyambut pelukan bernapsu dari musuh besarnya, aaai,, penderitaan dan siksaan batin seperti ini sudah pasti tak akan bisa ditahan oleh orang biasa, apalagi seorang perempuan seperti dia, kebesaran jiwanya dan ketabahannya menghadapi percobaan hidup benar benar mengagumkan setiap orang."

"Ayah...." seru si jago pedang buta Bok Ci, "dapatkah ia membunuh Kwan Lok khi dengan tangan sendiri?"

Si pedang Langit Bok Keng jin termenuag dan berpikir sebentar lalu sahutnya:

"Paling tidak dia mempunyai harapa, harapan yang selalu tertanam dalam hati kecilnya inilah yang merubah menjadi keberanian dan semangat untuk hidup lebih jauh, aku dapat melihat, meski pun cara yang di tempuh rendah dan memalukan, namun dia tak sampai berjiwa pelacur.
Keanggunannya, kemuliaan hatinya masih beberapa kali lipat lebih tinggi dari pada mereka yang berlagak sok mulia. Nak, dia dilahirkan sebagai seorang perempuan, disaat ia tak menemukan cara yang terbaik untuk melakukan pembalasan dendam, terpaksa dia harus menggunakan modal ymg dimilikinya untuk mewujudkan cita citanya itu, sayang sekali kembali dia menemui kegagalan."

Setelah terhenti sejenak terusnya: "Nak, kau hantar ayah kembali ke Toa san ka untuk mengobati lukaku."

Liong Tian im dan Jago buta Bok Ci merasakan hatinya menjadi kecut mereka tahu saat berpisah telah tiba, sampai kapankah mereka bisa bertemu lagi, hal ini masih merupakan suatu hal yang sukar diduga. . .

Dingan perasaan yang bergolak Liong Tian im segera berbisik:

"Toako!"

Suara panggilannya berat dan penuh terjaga.

Jago pedang buta Bok Ci segera menggenggam tangannya kencang-kencang kemudian berseru.

"Adik Liong, aku pasti akan mencarimu."

L'ong Tian im segera mohon diri kepada si Pedang langit dia tak ingin menimbulkan suara sedih lagi diantara ke dua belah pihak, maka serunya kemudian:

"Toako, kita sampai berjumpa lagi lain waktu. ."

Jago pedang buta Bok Ci dapat merasakan kesedihan dan kekosongan yang terpancar keluar dari balik mata Liong Tian im menjelang kepergiannya tadi, apalagi terbayang betapa akrabnya hubungan mereka sebagai saudara angkat, dia menggoyangkan tangannya berulang kali dengan sedih.

"Seiamat tinggal." bisiknya gemetar "semoga kita dapat berjumpa lagi secepatnya." Si pedang Langit menarik napas panjang panjang, kemudian menimbrung dari samping.

"Nak. saudara angkatmu itu benar benar seorang pemuda yang amat bersetia kawan."

"Ayah..."

Jago pedang buta Bok Ci seperti mempunyai banyak persoalan yang diutarakan tapi mulutnya seperti tak mampu bersuara lagi sehingga seperti tanpa berbicara lagi dia mengikuti disamping si pedang langit dan berlalu dari sana.

Sesudah berpisah dengan si Pedang langit dan jago pedang buta Bok Ci, Liong Tian ini berjalan cepat menuju ke depan sana.

Entah berapa Iama dia sudah berjalan akhirnya dia mendongakkan kepalanya dan memandang sinar matahari yang baru terbit di ufuk timur, diterpa angin pagi yang sejuk dan kabut yang mulai membuyar dia menarik napas panjang panjang.

Suatu hari yang indah telah dimulai.

Sisa kabut sudah hilang di punggung bukit ditempat kejauhan sana, dibawah cahaya matahari nampak bukit nan hijau bersusun susun terbentang didepan mata.

Di tengah keheningan pagi yang syahdu inilah mendadak terdengar suara keleningan kuda berkumandang dari sana. Tanpa terasa Liong Tian im berpaling dan bergerak mendekati sumber suara keleningan tersebut dengan cepat.

Di kejauhan sana tampak seekor kuda putih yang besar dengan pelana berwarna hitam muncul dari balik kabut.

Kemudian terlihatlah sesosok bayangan manusia yang berwajah amat cantik jelita.

Liong Tian im menjadi terkesiap setelah berhasil melihat jelas paras muka orang ini.

"Mengapa bisa dia. ." segera pikirnya di dalam hati.

Leng Nine ciu duduk diatas kudanya vang tinggi besar dan berlarian mendekat, tiada hentinya dia berpaling kebelakang seolah olah seperti ada orang yang sedang mengejarnya.

"Liong. . akhirnya aku berhasil menyusulmu" serunya dengan napas memburu.

"Menyusul aku . . ?" Liong Tian im nampak tertegun, kemudian pikirnya lebih jauh:

"Mengapa dia menyusulku.."

Pertanyaan yang sangat membingungkan hatinya ini berkecamuk terus didalam benaknya.

Kendatipun dia adalah seorang yang pintar, toh dibikin kebingungan juga oleh peristiwa ini, dia tak habis mengerti mengapa gadis itu menyusulnya.

"Bawalah aku pergi. ." kembali Leng Ning ciu berseru dengan gelisah. Walaupun dia mempunyai harga diri sebagai seorang gadis, namun dalam keadaan demikian ia tak mau menggubris soal malu sama kedudukannya lagi, yang diharapkan olehnya hanyalah perlindungan dari lawan jenisnya.

"Apa kau bilang?" seru Liong Tian lm dengan perasaan "erktjut,

"Harap kau sudi membawaku." seru Leng-Ning ciu dengan gemetar, "aku tak ingin berdiam sepanjang masa disini .."

Lioig Tian im benar benar dibikin terkesiap oleh peristiwa yang berlangsung secara tiba tiba ini.

Ia memang menaruh kesan yang mendalam sekali terhadap gadis yang pernah di kenal untuk pertama kalinya ini, dalam hati kecilnya juga menaruh semacam perasaan yang tak terlukiskan dengan kata kata, apalagi setelah menyaksikan wajahnya yang sedih dan penuh pengharapan itu, dia tak tega untuk menampik permintaannya itu.

Tapi bila seorang pria dan seorang wanita harus berkumpul bersama baik siang atau malam, bukan saja hal ini akan memancing perbincangan orang lain, bisa pula mengakibatkan munculnya suatu peristiwa yang sama sekali tak terduga diantara mereka sendiri.

Maka dengan bibir agak gemetar, dan ia menegur. "Ning ciu mengapa kau ingin mengikuti aku..."
"Tian im" seru Leng Ning ciu gemetar, "Masa kau masih belum tahu akan perasaanku. . ." Dia mempunyai kecerdasan yang luar biasa juga memiliki kehangatan yaag luar biasa, perasaan cinta yang terpendam sekian lama dalam hatinya kini sudah mencapai taraf yang hampir tak terkendalikan lagi, perasaan tersebut sudah mencapai titik puncak yang paling kritis.

Dia amat mencintai Liong Tian im, perasaan tersebut sudah lama terpendam dalam hatinya, dan sekarang adalah saat baginya untuk mengemukakan perasaan tersebut entah bagaimanakah reaksi lawan tahu sejak Liong Tian im bertemu untuk pertama kalinya dulu, hati mereka seakan akan sudah terpadu, bayangan tubuh masing masing seakan akan sudah melekat antara yang satu dengan lainnya.

Sekujur badan Liong Tian im gemetar keras, hampir saja  dia dibikin tergetar oleh ucapan lawan yang begitu berani, api cinta yang selama ini terpendam dalam hatinya segera ikut membara pula dihati kecilnya.

"Sungguh ?" serunya agak emosi.
Air mata mengembang dalam kelopak mata Leng Ning-ciu. "Percayalah kepadaku, Liong kali ini bukai untuk pertama
kalinya . ."

suaranya yang merdu bagaikan bisikan letn but dari nirwana, sepasang mata mereka saling bertatapan tanpa berkedip .. .

Dalam waktu yang amat singkat inilah me reka berdua seolah o:ah lebih bertambah dekat lebih bertambah akrab dan memahami perasa an masiig masing meski tanpa kata kata namun mereka serasa saling bertukar perasaan cinta . . Liong Tian im menghembuskan napas panjang bisiknya kemudian dengan lirih.
"Kau akan menderita sepanjang masa bila mengikuti aku..." "Tak mungkin." jawab Leng Ning ciu sedih. "asal kau
bersedia menerimaku, penderitaan seperti apa pun aku sanggup untuk mengalaminya."
Liong Tian im menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tahukah kau bahwa peristiwa ini datangnya terlalu
mendadak.."

Kemudian dengan nada yang lebih tenang, dia melanjutkan:

"Kita semua masih terlalu muda, banyak persoalan yang belum pernah kita pertimbangkan."

"Masih ingatkah kau dengan waktu itu? Ketika aku membuang sapu tangan untukmu?" kata Leng Ning ciu sedih, "sejak saat itulah aku sudah bertekad untuk menyerahkan cintaku kepadamu, walaupun sekarang keadaan sangat sukar, tapi .."

"Bukankah kau hendak kawin dengan Kwan Hong?" tanya Liong Tian im dengan wajah dingin.

"Liong..." Air mata segera jatuh bercucuran membasahi bulu matanya yang hitam dan panjang, bagaikan butiran mutiara meleleh turun dengan derasnya.
Setelah terisak sebentar Leng Ning ciu ber kata lebih jauh. "Kesemuanya itu merupakan niat ayahku. Liong benarkah
kau mengharapkan agar aku berkorban demi ayahku ? Aku bukan perempuan semacam ini, aku masih mempunyai harga diri, Aku membutuhkan seseorang yang kucintai, karena dialah yang bisa kugunakan untuk naungan hidupku dan orang itu adalah kau. Aku tahu pernyataan ini terlalu berani, tapi aku mempunyai kesulitan yang tak bisa kukatakan kalau aku tidak menyatakan cintaku ini, maka orang yang akan berkorban adalah aku, aku percaya dikala kau mengetahui bahwa aku kawin dengan seseorang yang tidak kucintai, kau pun akan bersedih hati bagiku sebab diantara kita berdua mesti belum berkumpul berkumpul terlalu lama, namun batin kita sudah saling berhubungan."

"Aaaaai..."

Helaan napasnya yang panjang dan sedih bagaikan sebutir batu yang mengetuk kedalam hati Liong Tian im.

Dia menghela napas dengan penuh penderitaan, lalu berkata.

"Tidak pernahkah dia bayangkan bagaimanakah akibatnya diri tindakanmu ini ?"

Leng Ning ciu membereskan rambutnya yang terhembus angin dan menyeka alr matanya yang membasahi kelopak matanya, kemudian dengan wajah yang amat sedih dia berkata. "Ketika aku berhasil melarikan diri dari bukit Jit gwat san, aku telah bertekad akan mengikutimu walau kau akan ke ujung langit sekalipun, meski tindakan ku ini akan menyedihkan hati ayahku, tapi demi kau, aku merasa berharga untuk melakukan kesemuanya itu."

Angin pagi berhembus lewat membawa suara dengusan dingin yang amat dalam menyusul kemudian bergema suara derap kaki kuda yang sangat cepat.

Kwan Hong dengan sepasang mata yang merah membara bagaikan berapi api sedang berlari mendekat dengan kecepatan tinggi.

Paras muka Leng Ning ciu segera berobah hebat, serunya dengan gelisah: "Liong, mari kita cepat pergi."

Liong Tian im segera menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Tampaknya kita harus menerangkan persoalan ini sampai jelas Ning Ciu, lebih baik kau kembali saja ke lembah Tee ong kok."

"Hmm...hmm..." Ketika Kwan Hong menyaksikan Leng Ning ciu berdiri begitu berdekatan dengan Liong Tian im, bahkan sikap mereka begitu mesrah, api cemburu berkobar dengan hebatnya didalam dada orang ini.

Saking mendongkolnya dia segera mendongakkan kepaIanya dan tertawa terbahak bahak, dengan suatu lompatan cepat dia melayang turun dari atas kudanya dan berteriak keras.

"Ning ciu, siapa suruh kau berada dlsini?" "Hmm. apa hubunganmu denganku? Siapa suruh kau mengurusi diriku?" sahut Leng Ning ciu dingin.

Kwan Hong menjadi tertegun.

"Aku. . aku adalah calon suamimu. ."

"Huuuh. Siapa bilang kalau aku mempunyai ikatan perkawinan denganmu? Tak tahu malu!" damprat Leng Ning ciu makin keras, "huuuh, coba kalau aku tidak memandang wajah ayahku, sudah kuberi pelajaran yang setimpal kepadamu. ."

"Ehmm kau pasti sudah gila" seru Kwan Hong mendongkol, "Ning ciu, perkawinan antara keluarga Kwan dengan keluarga Leng akan mendatangkan manfaat yang amat besar bagi usaha kita untuk menguasahi seluruh dunia persilatan, ketika ayahmu berkunjung ke rumah kami dan sengaja meninggalkan kau dibukit Jit gwat san, tujuannya tak lain
adalah untuk menjalin saling pengertian yang lebih roenda iam diantara kita berdua."

Sudah terlalu banyak yang kupahami tentang dirimu"  dengus Leng Ning ciu sinis. "kau tak selain bersekongkol dengan ayahku demi melaksanakan rencana besar kalian  untuk menguasahi seluruh dunia persilatan padahal antara kita berdua sama sekali tiada perasaan cinta, kita tak lebih hanya saling memperalat belaka, Kwan Hong, diantara kita berdua sama sekali tiada hubungan perasaan yang bisa dibicarakan, kita pun tidak saling terikat oleh masing masing pihak."

"Kau sendiri yang berkata demikian" seru Kwan Hong dengan benci.

Kemudian setelah berhenti sejenak, bentaknya keras keras: "Akan kuberitahukan kepada ayahmu!"

"Hm. sekalipun ayahku tahu akan hal inipun jangan harap dia bisa memaksakan untuk kawin denganmu, bila kau mempunyai ingatan demikian, maka salah besar ingatanmu tersebut, walaupun kau bisa melakukan suatu cara untuk menghadapiku, namun aku tidak takut.." 

"Hmm...hmmm..!" Kwan Hong tertawa seram. "jangan lupa banyak sekali rahasia ayahmu yang berada ditangan kami keluarga Kwan."

Mendadak Leng Ning ciu terbungkam dalam seribu bahasa, hatinya terasa amat sakit bagaikan disayat-sayat dengan pisau tajam, saking menderitanya hampir saja dia muntahkan darah segar.

"Kau..." serunya gemetar, Kwan Hoig maju selangkah ke depan dan menggenggam tangan gadis itu, kemudian serunya.

"Ayo turut aku pulang !"

"Tahan !" mendadak Liong Tian im membentak keras, "kau jangan bersikap sekasar itu terhadap kaum wanita.."

Ia membenci cara Kwan Hong yang kasar tak berperasaan itu, maka diatas wajahnya segera terlintas selapis hawa pembunuhan yang sangat tebal.

Di tatapnya Kwan Hong dengan penuh amarah, hal ini membuat Leng Ning ciu yang berdiri disampingnya seakanakan memperoleh perasaan yang aman, ia merasa lelaki yang sudah lama dikaguminya ini benar benar berkemampuan untuk melindungi dirinya.

"Apa?"

"Kau berani bersikap begitu kurang-ajar dan tak tahu sopan santun lagi terhadapnya, aku Liong Tian im pun tak akan bersikap sungkan sungkan lagi terhadapmu..."

Kemudian dengan wajah semakin menyeramkan, dia menambahkan:

"Setiap perkataan yang sudah diucapkan oleh aku iblis emas berjari darah, selamanya tak pernah dirubah kembali."

"Hmm..." Kwan Hong mengerang penuh amarah. "apa hubunganmu dengannya? Mengapa kau bersedia mempertaruhkan jiwamu demi seorang wanita."

"Urusan ini merupakan urusan pribadiku, dengan persoalan pribadinya, lebih baik kau tak usah banyak bertanya."

"Baik..." seru Kwan Hong kemudian dengan penuh kebencian, "wahai orang she Liong, tahukah kau apa akibat yang bakal kau terima atas kelancanganmu mencampuri urusan kami ini? Sejak saat ini kau sudah ditakdirkan untuk kalah."

Ia membalikkan tangannya mencabut keluar pedangnya yang tersoren dipungung, lalu seru lebih jauh:

"Di sini tiada orang lain, inilah saat yang tepat bagi kita untuk melangsungkan pertarungan satu lawan satu." "Bila aku tertarik untuk berbuat demikian, dengan senang hati aku akan mengiringi kehendakmu itu."

Kwan Hong membentak keras, secepat kilat pedangnya digetarkan lalu menyapu ke depan dibarengi gerak maju ke muka, selapis bayangan pedang segera menyambar kedepan.

Dengan cekatan Liong Tian im merendahkan tubuhnya, kemudian berseru:

"Caramu bertarung hanya akan menakdirkan kau untuk mampus pada saat ini juga!"

Ditengah gelak tertawa yang amat nyaring, senjata patung Kim rno sin jinnya diayunkan ketengah udara, segulung desingan angin tajam yang disertai kilatan cahaya yang menyilaukan mata, langsung menghantam pedang Kwan Hong.

Gerakan tubuh yang dilakukan kedua orang ini dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa, dalam waktu singkat dia sudah berganti dengan berapa jurus serangan.

Kwen Hong memang bertekad untuk beradu jiwa, maka jurus serangan yang digunakan rata-rata ganas, keji tapi mantep.

Mendadak ia membentak keras, pedangnya dicukil keatas mengancam bahu Liong Tian-lm.

"Bagus!" bentak Liong Tian im dengan suara rendah.

Dia membuang dirinya kesamping lalu maju dua langkah kedepan secara tiba tiba, secepat kilat senjata patung Kim mo sin jinnya diayunkan kemuka yang mana dengan jitu sekali menangkis datangnya bacokan kilat dari pedang Kwan Hong.

"Traaaaang. . !"

Ketika sepasang senjata saling bertemu, segera berkumandang suara benturan nyaring yang menimbulkan percikan bunga api.

Kwan Hong merasakan lengannya bergetar keras, hampir saja pedangnya terlepas dari genggamannya.

Dengan perasaan ngeri bercampur takut segera teriaknya: "Jurus serangan apakah ini?"

Rupanya tanpa disadari tadi, Liong Tian im telah mengeluarkan ilmu silat yang berhasil dipelajari dari atas  genta emas pelenyap irama yang tersimpan dalam puncak Kim teng.

Mimpipun dia tak menyangka kalau jurus serangan yang kelihatannya sederhana ini ternyata memiliki kekuatan yang amat dahsyat sekali dalam girangnya dia lantas berseru.

"Apakah kau sendiri tak dapat meiihatnya"

Kwan Hong mundur kebelakang" lalu berseru "Kau jangan sombong dulu, lihatlah, tiga jurus serangan berikutnya akan kusambar selembar nyawamu."

Sambil tertawa seram dengan amat kerasnya dia menjengek sinis. seolah-olah Liong Tian im sudah roboh sungguhan diujung pedangnya saja. Leng Ning ciu segera berkerut kening setelah menyaksikan peristiwa ini, kepada Liong Tian im segera bisiknya:

"Hati hati, dia hendak mengeluarkan ilmu Tui mia sam si (tiga jurus pencabut nyawa)."

Kwan Hong semakin geram lagi setelah mendengar Leng Ning ciu membocorkan pula rahasia ilmu Tui mia sam si yang diandalkan itu dihadapan lawan.

Dalam amarahnya, dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu dan penuh diliputi perasaan dendam dan benci dia melototi wajah Leng Ning ciu lekat lekat, kemudian serunya:

"Perempuan rendah, kau benar benar seorang manusia yang tak kenal budi"

"Apa kau bilang ?" Leng Ning-ciu membentak gusar.

Kemudian dengan sinis dan pandangan menghina, dia melanjutkan:

"Kau manusia yang tidak punya liangsim, kalau punya keberanian ayo bicaralah sekali lagi !"

Tercekat hati Kwan Hong,serunya tergagap:

"Aaaah . . . anggap saja aku telah salah berbicara . ."

Menekan perasaan seperti ini merupakan jalan termudah untuk menampilkan perasaan benci, sejak kecil Kwan Honh sudah terbiasa dimanja oleh ayahnya, dia cukup memahami bagaimana berperasaan jahat dan licik. Tanpa terasa semua rasa gusar dan bencinya itu di lampiaikan ke atas tubuh Liong Tian im. 

"Orang she Liong" bentaknya keras keras, "rasakanlah Tui hun sam si ku ini . . . "

Pedangnya diangkat tinggi-tinggi ke tengah udara, kemudian membuat sebuah getaran pelan dan menciptakan tujuh delapan buah gelombang pedang yang menggulung ke muka dengan cepat.

Lalu sambil membentak nyaring, dia mengurung seluruh tubuh Liong Tian-im dengan dahsyatnya.

Liong Tian im segera mendongakkan kepalanya, menyaksikan kedahsyatan musuhnya, ia merasa terkesiap.

Tampak olehnya, ditengah udara dipenuhi oleh berlapislapis cahaya pedang yang gemerIapan, suatu kekuatan yang tiada tandingannya meluruk pula menyulut kilatan cahaya tadi..
Satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya. "Ilmu Tui hun sam si ini benar benar luar biasa sekali"
demikian dia berpikir, "kalau jurus yang pertama saja sudah begini hebatnya, apalagi jurus ke dua jurus ketiganya, bukankan hal ini akan membuat orang benar-benar mati kutunya."

Dia tak berani beranyal lagi, dengan mengenakan jurus Kiem oo im tang (gelombang emas mengalir tenang) dia songsong datangnya cahaya pedang yang menggulung gulung di tengah udara itu dengan kecepatan luar biasa. Leng Ning ciu yang menyaksikan kejadian ini menjadi amat terperanjat, dengan paras muka berubah hebat pikirnya:

"Bukankah cara ini merupakan suatu pertarungan adu jiwa
? Sebab salah kedua belah pihak akan sama sama terluka."

"Hmm . ." Kwan Hong mengerang penuh amarah, sepasang matanya telah berubah menjadi merah membara, wajahnya menyeringai menyeramkan sekali.

Tetkala pedangnya sudah hampir berbenturan dengan senjata patung Kim mo-sin jin inilah tiba tiba pedangnya menempel dan membacok itH^tb dengan kecepatan luar biasa.

"Triiug . . trling . .."

Benturan nyaring yang disertai dengan percikan bunga api kembali bermunculan ditengah udara.

Dengan gerakan yang cepat kedua belah pi hak sama sama melompat mundur kebelakang.

Liong Tian im masih tetap berdiri dengan senyum dikulum, seolah olah sama sekali tak terjadi suatu peristiwa apapun.

Sebaliknya paras muka Kwan Hoog telah berubah menjadi pucat pias seperti mayat, noda darah mengotori ujung bibirnya, dengan pedang yang terkulai lemas, dia berdiri dengan napas tersengkal sengkal.

Sampai lama kemudian, dia baru berkata dengan suara gemetar:

"Orang she Liong, anggap saja kau lebih hebat !" "Sama sama, sama sama. . . ke tiga jurus pencabut nyawamu juga terhitung hebat," dengus Liong Tian im dingin.

Tiba tiba kuda yang ditunggangi Kwan Hong itu meringkik panjang, belum lagi suara itu sirap, dari kejauhan sana berkumandang pula suara ringkikan kuda yang lain.

"Ang ih busu (busu berbaju merah)" teriak Kwan Hong tiba tiba dengan suara keras, "aku berada di sini."

Dari kejauhan sana tampak melayang datang sesosok bayangan berwarna merah darah, kemudian terlihatlah seorang pemuda berjubah merah darah dengan membawa sepasang kapak raksasa berlarian mendekat.

Begitu muncuI, dia lantas menegur:

"Saudara Kwan. mengapa kau dan Nona Leng berada disini
?"

Namun dia lebih terkejut lagi setelah menyaksikan keadaan Kwan Hong yang mengenaskan itu, ditatapnya Liong Tian im sekejap dengan wajah tertegun, kemudian sambil berpaling ia bertanya:

"Saudara Kwan, siapa orang itu ?"

"Hait ci kim mo . ." jawab Liong Tian im cepat.

Dengan perasaan tertegun Ang ih busu itu mundur dua langkah,mendadak paras mukanya berubah menjadi dingin seperti es, sementara sepasang matanya yang besar bagaikan genta menatap wajah Liong Tian im lekat lekat, katanya kemudian: "Beberapa patah tulisan itu tidak akan menimbulkan pengaruh ?apa apa bagi aku si Busu berbaju merah"
Liong Tian im semakin naik pitam, bentaknya lagi: "Hmm, dengan mengandalkan sedikit kemampuanmu itu
kau juga berani bicara tekebur disini? Sobat, buka matamu lebih besar manusia macam apakah dirimu ini, mengapa tidak kau tanyakan langsung kepada orang she Kwan tersebut. ."

Busu berbaju merah itu tertegun, kemudian segera tanyanya:

"Saudara Kwan, sebenarnya apa yang telah terjadi?"

"Siaute telah jatuh pecundang ditangan keparat itu" seru Kwan Hong dengan marah, "sedangkan Leng Ning ciu juga bukan milik Kwan Hong lagi."

"Hmm. ." Busu berbaju merah itu menjengek dingin, "saudara Kwan, silahkan mundur dulu ke samping, siaute hendak menggunakan ilmu kapakku untuk membacok Liong toaya iui menjadi beberapa bagian, sekalian melampiaskan rasa mangkelmu.

Liong Tian im tertawa seram.

"Heeeh . . heeh . . heeh . . . berdasarkan beberapa patah katamu itu, aku tidak akan membiarkan kau pergi meninggalkan tempat ini dalam keadaan selamat . ."

"Hmm. . ." Busu berbaju merah itu mendengus dingin, lalu dengan sikap yang menghina dia meloloskan sepasang kapaknya yang tergantung dipunggung, kemudian katanya dingin: "Kau tak nanti akan mampu untuk melakukan hal tersebut orang she Liong, yang mampus adalah kau bukan aku, jarang sekali ada orang yang bersikap begini tekebur diantara orang orang yang penah kujumpai selama ini dalam dunia persilatan hmm, mungkin mereka tahu siapakah aku si Busu berbaju merah ini? Bila berada diwilayah Lam hay, asal aku Busu berbaju merah sudah datang, siapakah yang tidak segera datang untuk menjumpai diriku . ."

"Huuh, kalau hanya Lam hay saja, apa yang perlu ditakuti
?" jengek Liong Tian im sinis "kalau aku mah tak akan memandang sebelah mata pun terhadapmu."

"Hmm . . ." Ucapan tersebut benar benar membuat Busu berbaju merah itu merasa kehilangan muka, sebenarnya dia ingin menampilkan suatu gaya yang gagah dan perkasa dihadapan Leng Ning ciu, siapa tahu Liong Tian im sama sekali tidak memberi muka kepadanya, bahkan menganggap seakan akan setahil perak pun tak laku.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar