Cincin Maut Jilid 04

Jilid 04
SUATU PERASAAN HAMPA KOSONG menyusup ke dalam dadanya, membuat gadis itu makin kesepian.

"Benarkah anak muda tak akan mengenal kemurungan ?" dia menghela napas panjang, "aai, mengapa aku begitu mudah murung?Hatiku selalu kesal, kesepian dan hampa ? Tak adakah sesuatu benda yarg dapat memuaskan hatiku ?" "Took, took, took..." suara derap kaki kuda yang ramai berkumandang dari kejauhan sana dan makin lama semakin mendekat.

Seperti merasa terkejut sekujur badan nona itu segera gemetar agak keras.

Dengan cepat dia membalikkan badannya memandang ke arah mana berasalnya suara derap kaki kuda itu.

Dibawah cahaya matanya yang lembut, tampaknya wajahnya yang cantik bak bidadari dari kayangan, mukanya begtu menarik begitu anggun membuat siapapun pasti akan terpesona bila berjumpa dengannya...

Dibalik biji matanya yang jeli seakan akan terpancar keluar serentetan cahayanya yang sangat aneh.

Sekarang, gadis itu telah melihat jelas kuda tersebut, diapun menyaksikan seorang manusia berbaju biru sedang berbaring diatas kuda putihnya yang sedang berlarian mendekat dengan kecepatan tinggi.

Dia tak sempat melihat jelas raut wajah orang itu karena wajahnya tertunduk rendah, seluruh badannya bersanndar diatas pelana dan bergoncang keras mengikuti gerakan lari kudanya.

Menyaksikan kesemuanya itu paras muka si nona itu segera berubah menjidi amat serius, suatu perasaan aneh timbul pula dari dalam hati kecilnya, ia merasakan suatu ketegangan yang belum pernah dirasakan sebelumnya, suatu perasaan tegang yang mencekam perasaannya. Dalam hatinya yang tenang, dengan cepat timbul goncangan keras yang mendebar-debarkan hatinya.

Kuda putih itu makin lama semakin mendekat, kemudian sambil meringkik panjang mendadak kuda itu mengangkat sepasang kaki depannya tinggi-tinggi ke atas.

Agaknya pemuda yang berada di atas punggung kuda itu tak sanggup menahan goncangan yang keras itu, sekujur badannya gemetar keras, kemudian terjatuh dari atas kuda.

"Eeeh, hati-hati. . ."

Gadis cantik berambut panjang itu tak sanggup mengendalikan rasa kagetnya lagi dan menjerit tertahan, bagaikan terbang ia lari ke depan dan membangunkan tubuh anak muda itu.

Akan tetapi, dikala jari jemarinya yang putih halus hampir menyentuh tubuhnya, timbul keraguan dalam hati kecilnya, perasaan kegadisan membuat ia merasa sangsi untuk melakukan tindakan secara sembrono.

Suatu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya, segera dia berpikir:

"Ayah seringkali berkata: didunia ini lebih banyak orang jahat daripada orang baik, seringkali dia memperingatkan kepadaku agar berhati hati dengan siasat licik orang jahat, tapi aku tak tahu orang ini seorang yang baik atau orang jahat."

Sambil menggigit bibirnya yang merah, dia berpikir lebih jauh: "Seandainya dia orang jahat, bila kutolong dia, bukankah  hal ini sama artinya dengan membakar badan sendiri ? Apalagi ayah tak ada dirumah sekarang sedang akupun hanya seorang anak perempuan . . ."

Baru saja ingatan tersebut melintas dalan benaknya, ingatan lain muncul kembali di dalam benaknya, dengan kening berkerut dia ragu berapa saat lamanya, lalu berpikir lebih jauh:

"Bilamana orang ini adalah orang baik, jika tidak kutolong jiwanya, jelas tindakanku ini tak benar. Aai . . . . kalau di lihat dari lukanya yang amat begitu parah, mana tega membiarkan dia mati..."

Dalam waktu singkat, pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, merasa jalan pikirannya saling bertentangan dan tak tahu bagaimana harus menyelesaikan keadaan yang berada di depan mata.

Dengan kepala tertunduk ia termenung sebentar dari balik biji matanya yang jeli lamat-lamat muncul suatu kebimbangan, ia menghela napas panjang kemudian sorot matanya yang jeli dialihkan kembali ke atas tubuh sang pemuda yang melingkar diatas tanah itu.

Mendadak pemuda itu menggerakan tubuhnya sambil menarik napas panjang-panjang pelan-pelan badannya berputar, tapi sorot matanya sayu dan tubuhnya lemah,  setelah bergerak sebentar kembali tak berkutik di atas tanah...

Gadis itu menghembuskan napas panjang, sekilas rasa kecewa melintas dalam sorot matanya, dengan cepat dia bangkit berdiri. Seperminum teh lewat dengan cepatnya, namun sorot  mata si nona yang berdiri kaku di tempat masih belum bergeser dari posisinya semula dia masih saja mengawasi anak muda itu lekat-lekat, dan dia sendiripun sama sekali tak berkutik, seakan akan dua orang itu saling menanti dengan badan kaku.

Mendadak, terpancar sinar kegembiraan di atas wajah gadis itu, pemuda yang terkapar kaku ditanah itu akhirnya bergerak juga.

Terdengar pemuda itu mendesis kesakitan sekujur badannya gemetar keras sambil menggeliat.

Tapi apa yang kemudian dilihat olehnya membuat gadis itu merasakan jantungnya berdebar keras, dia sama sekali tak menyangka kalau anak muda tersebut memiliki ketampanan wajah yang mengagumkan.

Hidungnya yang mancung dengan bibirnya yang tipis menciptakan sebuah garis perpaduan yang menawan, ditambah pula dengan alis mata yang hitam pekat, menciptakan pemandangan yang menawan hati.

Walaupun wajahnya begitu pucat, tapi sama sekali tidak mengurangi ketampanan wajahnya.

Lambat laun Liong Tian-im mendapatkan kembali kesadarannya.. berusaha keras dia mengendalikan gejolak hawa darah di dalam dadanya lalu pelan-pelan membuka matanya.

Dihadapan matanya segera muncul sebuah bayangan ramping yang kabur, secara lamat lamat pemuda itu seperti menyaksikan seorang gadis berdandan sederhana sedang berdiri dihadapannya.

Diam diam ia menghela napas panjang, menghela napas karena dalam keadaan terluka parah, setelah menempuh perjalanan jauh dan menjelang saat tibanya, dia masih sempat menyaksikan seorang gadis yang begitu cantik rupawan.

Dia berdiri dibawah langit yang cerah didepan bayangan daunan nan hijau, tampak kulit badannya putih bersih bagaikan salju dan memancarkan sinar terang...

Terutama sekali rambutnya yang hitam dengan alis mata yarg tipis, biji mata yang bening, membuat orang merasa bahwa dia adalah gadis yang tercantik didunia ini, menggetarkan hati setiap anak muda...

Kecantikan wajah sinona yang menawan, dengan cepat membuat hati sang pemuda yang dingin seperti salju mulai mencair dan berdebar keras, membuat sepasang matanya terbelalak lebar-lebar..

Menyaksikan sikap Liong Tian im yang memandang tertegun kearahnya, gadis itu segera tertawa.

Di antara senyumannya yang manis, muncul sebuah lesung pipi yang dalam diatas pipinya membuat dia nampak lebih cantik, lebih genit dan mempesonakan hati.

Sinar mata sinona pun sedang menatap ke-wajahnya dari balik biji matanya yang jeli, Liong Tian im dapat menyaksikan bayangan tubuh sendiri, dapat pula menyaksikan sikap sendiri yang terpikat. Buru-buru ia mengendalikan perasaannya yang bergejolak, sorot mata yang lembut dan penuh kobaran rasa cinta pun seketika lenyap tak berbekas.

Setelah menggertak gigi, serunya:

"Disinilah tempat tinggal Leng Yok su, lembah Yok ong kok?"

Si gadis itu nampak tertegun, dari balik matanya yang jelipun memancarkan sinar tercengang senyuman diujung bibirnya seketika lenyap tak berbekas, lama sekali dia awasi wajah Liong Tian im dengan termangu.

"Benar!" jawabnya kemudian, "kau ada urusan apa?"

Nona yang cantik rupawan ini tahu, setiap orang yang memasuki lembab Yok ong kok atau lembah raja obat ini, sebagian besar adalah untuk memohon pertolongan dari ayahnya untuk menyembuhkan penyakit yang sedang di derita.

Pemuda itu datang dengan membawa luka yang begitu parah. sudah barang tentu tujuannya adalah memohon pertolongan juga.

Meski dia sudah tahu apa maksud kedatangan Liong Tian im kesitu, namun wajahnya masih menunjukkan perasaan tidak habis mengerti.

Perlu diketahui, luka yang diderita Liong Tian im pada saat ini boleh dibilang sangat parah.

Setelah kena disergap oleh Leng kong siansu, lalu diterjang oleh serangan maut dari Hiong cing taysu dan Thian hong siansu, ditambah Iagi harus menempuh perjalanan siang malam sejauh empat ratus li lebih, lukanya telah bertambah parah hingga melukai isi perut dan nadinya.

Tapi setelah mengot'ir, pennm:sa i sebentar jadi, kekuatan badannya telah banyak yang pulih kembali, paras mukanya yang pucat pias pun mulai tumbuh warna merah.

Setelah mengatur pernapasan berapa saat Liong Tian im bangkit berdiri, kemudian ujarnya:

"Nona, tolong sampaikan kepada Hong Yok-su, locianpwe Liong Tian im ada urusan hendak menjumpainya"

"Ayahku belum pulang, datanglah dikemudian hari saja !" sahut si gadis sambil mengedipkan matanya yang bulat besar.

Bagaikan tersambar geledek disiang hari bolong, Liong Tian im segera merasakan kepala pusing, seluruh badannya bergoncang keras.

Dia tahu luka yang dideritanya sekarang amat parah, paling banter dia hanya bisa bertahan selama tiga hari lagi, bila dalam tiga hari luka itu tak disembuhkan sudah pasti jantungnya akan pecah yang mengakibatkan tiba ajalnja"

Rasa gelisah yang mencekam perasaannya saat ini luar biasa sekali, butiran keringat segera jatuh bercucuran membasahi tubuhnya,

Dengan putus asa Liong Tian-im mengawasi wajah gadis itu, lalu serunya lagi dengan gelisah:

"Hong Yok-su telah pergi kemana ? Kapan dia baru kembali
?" "Ada kalanya dua tiga bulan lamanya ayahku baru pulang, tapi ada kalanya pula hanya pergi sepuluh sampai setengah bulan kali ini dia berkata hendak mencari semacam obat yang mestika, paling cepat juga dua bulan lagi baru bisa pulang."

Setelah menghela napas, dia melanjutkan:

"Aaai, setiap kali dia keluar rumah, aku Tin tin selalu ditinggalnya seorang diri."

Ia terbayang kembali bagaimana dia seorang diri harus tinggal didalam lembah yang begini luas, sepanjang hari   hanya berteman meta, kolam teratai, pohon siong serta semak belukar seringkali dia merasakan kesepian, merasa hampa... tapi tiada orang yang dapat memahami perasaannya itu...

Kadangkala dia berharap ada orang menemaninya berbincang bincang atau menemaninya berjalan jalan di dalam lembah tapi kesemuanya itu hanya khayalan, tak pernah ada orang yang menemaninya...

Meski musim semi yang indah telah tiba dan memberikan harapan baginya namun hal itu hanya merupakan harapan belaka, seringkali harapan tersebut akan punah dalam lamunan, dia selalu merasakan kesepian, hatinyapun seolaholah hanya tertambat dalam lembah Yok ong kok masa remaja yang sepi dan sendiri...

Liong Tian im dapat menyaksikan kemurungan mencekam diatas wajahnya, Liong Tian im berbicara sampai disitu, dia cukup memahami perasaan gadis itu, karena diapun dapat merasakan kesepian dan hidup menyendiri karena tak berteman. . . . Sepasang alis matanya yang tebal segera berkernyit, dari balik biji matanya segera memancarkan suatu tekad yang besar . . .

Kembali dia berpikir:

"Tin tin adalah putrinya Hong Yok su sudah pasti dia mengerti cara untuk menyembuhkan luka dalam, padahal lukaku sekarang telah mencapai isi perut, luka ini harus segera disembuhkan . . .

Ia melirik sekejap kearah gadis itu, kemudian berpikir lebih jauh:

"Mengapa aku tidak meminta kepada Tin-tin untuk memeriksakan keadaan lukaku ?"

Setelah termenung berapa saat dan menarik napas panjang-panjang, Liong Tian im berkata:

"Tin-tin dapatkah kau memeriksakan keadaan luka seseorang ?"

Mau tak mau dia harus memohon bantuan kepada seorang dara.

Hong Tin tin dibesarkan dalam lingkungan keluarga  seorang tabib sakti yang tersohor di seluruh dunia persilatan, sudah barang tentu diapun mengerti tentang ilmu pertabiban, akan tetapi selama ini dia tak pernah memeriksakan luka orang, maka diapun merasa tak punya keyakinan barang sedikitpun juga.

Setelah termenung sebentar, ia menghela napas panjang. "Aku tak bisa, belum pernah ayahku memberi pelajaran ilmu pertabiban kepadaku."

Sesungguhnya ucaptn tersebut diucapkan secara jujur,  akan tetapi bagi pendengaran Liong Tian im, dia menganggap berniat untuk menyulitkan dirinya, kontan walahnya berubah hebat, hawa pembunuhanpun segera menyelimuti seluruh wajahnya.

Selama ini, Hong Tin tin belum pernah menyaksikan seorang pemuda mengumbar hawa amarah dihadapannya, memandang sikap Liong Tian im yang diliputi bawa amarah tersebut, tanpa terasa dia mundur beberapa langkah ke belakang.

Wajahnya berubah menjadi pucat pias seperti mayat, dengan suara gemetar bisiknya:

"Kau... mengapa kau menjadi marah ?"

Liong Tian im mendengus berat berat, dengan sempoyongan dia maju dua langkah ke depan, kemudian ditatapnya wajah Hong Tin tin lekat lekat.

"Kau benar benar tak bisa, ataukah hanya pura pura tak bisa?" hardiknya dengan suara dalam.

Hong Tin tin tak berani balas menatap sorot mata lawan yang begitu tajam bagaikan sembilu itu, pelan pelan dia mengalihkan sorot matanya ke arah lain.

Dia tak menyangka kalau Liong Tian im bisa bersikap kasar kepadanya, bahkan menegur kearahnya dengan nada penuh kecurigaan. Pelan pelan dia membelai rambut yang kusut dan berusaha untuk menenangkan hatinya, kemudian ia menanya:
"Sebenarnya kau sedang marah dengan siapa?" "Hmmm, lembah Yok ong-kok tersohor sebagai tempat
tinggal tabib kenamaan di kolong langit, masa kau sebagai putrinya tak sanggup mengobati orang . . .? Huuuh, jelas kau lagi berbohong, kau hendak menipu kepadaku bukan . . ?" Liong Tian im tertawa dingin tiada hentinya.

"Kurang ajar, kau betul betul seorang yang jahat !" Hong Tin-tin tak sanggup menghadapi sikap kasar Liong Tian im, paras mukanya berubah bebat, selapis hawa dingin segera menyelimuti seluruh wajahnya.

Lalu sambil membentak nyaring, dia mengayunkan tangan kanannya siap melancarkan serangan.

Baru saja serangan itu akan dilancarkan satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya, buru buru dia menarik kembali serangannya seraya menghela napas sedih.

"Lebih baik tinggalkan tempat ini !" katanya kemudian. "jika kau masih inginn membuat gara gara disini, maka hal itu sama artinya dengan mencari penyakit buat diri sendiri."

Liong Tian im melirik sekejap ke arah gadis itu, kemudian mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, senyuman yang menghiasi ujung bibirnya yang tipispun makin lama semakin bertambah dingin dan menyeramkan . . .

Mendadak ia menerjang kemuka, secepat kilat telapak tangan kanannya mencengkeram pergelangan tangan Hong Tin-tin. Hong Tin tin menjerit kaget, cepat dia melompat mundur sambil berseru:

"Kau berani mendesakku ? Hati hati dengan lukamu yang akan bertambah parah . ."

"Hmm, aku tidak memaksamu berarti nyawaku tak dapat disesalkan" Liong Tian im men dengus dingin, "yang penting sekarang adalah menyelamatkan nyawa sendiri, terpaksa aku mesti memaksamu untuk menyerahkan obat mestika dari lembah Yok ong kok . . Po mia-wan kepadaku !"

Mimpipun Hong Tin tin tidak menyangka kalau pemuda  yang berada dihadapannya sekarang selain dingin tak berperasaan lagi pula amat berani untuk mengancamnya agar menyerahkan Po mia-wan, obat mestika penyambung nyawa yang cuma dimiliki sebanyak tiga biji oleh Hong Yok-su.

Bukan suatu pekerjaan yang mudah untuk membuat pil mestika tersebut, sebab selain bahannya langka juga membutuhkan teratai berusia selaksa tahun yang dicampur dengan Jinsom berusia sepuluh tahun sama pelbagai bahan obat mestika lainnya.

Hong Yok-su amat menyayangi pil tersebut melebihi nyawa sendiri, karena pil Po mia wan iu bersama Toa huan-wan serta Siau huan wan disebut tiga jenis pil mestika dikolong langit.

Ia pernah sesumbar kepada khalayak ramai, betapapun parahnya luka dalam yeng diderita seseorang, asal minum sebutir pil Po mia wan niscaya luka yang dideritanya akan sembuh tama sekali.

Hong Tin tin tertawa getir: "Jangan harap kau bisa mendapatkan pil Pom ia wan tersebut" ujarnya, "ayahku telah membawa pergi ke tiga butir pil mestika tersebut, mustahil aku dapat memberikannya kepadamu . .."

Tertegun juga wajah Liong Tian im setelah menyaksikan keseriusan si nona sewaktu mengucapkan perkataan itu, sama sekali tak terlintas nada bohong dalam perkataannya itu.

Maka setelah termangu berapa saat lamanya, dia berpikir lebih jauh:

"Po mia wan merupakan salah satu benda mestika di kolong langit, mustahil Hong Yok su akan menggembolnya selalu didalam saku, aku yakin dia pasti menyembunyikannya dalam lembah Yok ong kok ini . ."
Kemudian dengan gusar dia berpikir lebih jauh: "Jelas dia sedang membohongi aku lagi, tampaknya
terpaksa aku mesti mengorbankan sisa renaga dalam yang kumiliki untuk membekuk dirinya dan memaksanya untuk mengatakan letak tempat penyimpanan tersebut"

Berpikir sampai disini, dengan cepat Liong Tian im mengambil, keputusan di dalam hati kecilnya, sisa tenaga dalam yang masih ada dua bagian itu diam-diam dihimpun menjadi satu, kemudian dia bersiap-siap sambil menanti datangnya kesempatan baik guna membekuk Hong Tin tin.

Dia tahu, gadis yang begini cantik jeli biasanya berotak cerdas dan bukan seorang manusia yang mudah di hadapi, terpaksa dia harus menunggu sampai dia teledor atau sih baru turun tangan, dalam keadaan demikian harapan untuk berhasil baru ada. Andaikata ia bertindak kelewat gegabah sudah pasti gadis itu enggan untuk berada di sana bersamanya lagi, siapa tahu malah bersembunyi didalam lembah dan tak keluar lagi.

Ia menarik napas panjang panjang, berusaha keras untuk mengendalikan gejolak hati didalam dadanya, dia harus menunggu tibanya kesempatan yang paling baik, apa lagi dalam keadaan terluka parah, apa bila serangannya gagal, betul tak akan sampai mengancam keselamatan jiwanya, tapi sudah pasti kepanikan silat yang dimiliki pun tak dapat dipertahankan . . .

Dengan sepasang biji matanya yarg jeli Hong Tin tin mengawasi terus paras muka Hong Tian im, sifat kejantanan yang tercermin diwajah pemuda itu membuat hatinya mulai goyah .. .

Dia berharap Liong Tian im bisa cepat cepat meninggalkan lembah Yok ong kok, tapi diapun tidak berharap pemuda itu terlalu cepat meninggalkan tempat tersebut.

Dalam perasaannya, Liong Tian im memiliki kejantanan serta sifat lelaki yang luar biasa, betul wajahnya selalu dingin dan kaku, tapi apakah tidak mungkin didasar hatinya jua ini tersembunyi kobaran api cinta yang membara ? ? ?

Dari balik mata Tin tin yang sayu, terpancar keluar sinar mata yang halus dan lembut, ia menghela nafas panjang: "Aaaai, kau tak usah berkeras kepala tetap berada disini, sesungguhnya aku ini memang benar benar tak pernah memeriksakan luka orang, kalau tidak, buat apa aku mesti membohongimu?" "Aku tidak bersikeras menyuruh nona untuk
menyembuhkan lukaku, aku hanya ingin menanyakan satu hal kepada nona, harap kau menjawab dengan sejujurnya . , ."

Setelah berhenti sejenak ia  melanjutkan: "Benarkah Pil Po mia-wan berada disaku ayahmu ?"
Hong Tin tin amat terperanjat setelah mendengar perkataan itu, sekujur badannya gemetar keras, seolah-olah kebohongannya ketahuan sehingga mukanya menjadi merah padam karena jengah.

Setelah mundur beberapa langkah, dia menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menegur:
"Mengapa sih kau selalu menyinggung soal Po mia-wan ?" "Hmmm, tanpa dia berarti aku bakal kehilangan selembar
nyawaku" Liong Tian ini mendengus dengan wajah membesi, "apabila seseorang sudah berada di tepi jurang kematian dia pasti akan selalu berusaha dengan sekuat tenaga guna menemukan kembali nyawanya."

Berbicara sampai disitu, tahu tahu badannya melejit ke tengah udara, kemudian tangannya mendayung cepat dan secepat kilat telapak tangan kirinya melepaskan sebuah pukulan untuk menghadang jalan mundur Hong Tin tin, sementara kelima jari tangan kanannya dipentangkan untuk mencengkeram lengan gadis itu.

Melihat Liong Tian in secara tiba-tiba melancarkan serangan, paras muka Hong Tin tin tetap dingin tanpa emosi, meski hatinya amat sakit dan butiran air mata hampir saja meleleh keluar membasahi pipinya. Untuk mundur jelas tak sampai Iagi, segera bentaknya: "Kau berani. . ."
Tak sempat membayangkan sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang dimilikinya sepasang telapak tangannya segera direntangkan dan membacok ke tubuh anak muda itu.

Dalam melancarkan serangannya kali ini, Liong Tian-im talah memperhitungkan waktunya secara tepat, sudah barang tentu dia tak akan memberi kesempatan buat Hoag Tia un untuk menghindar atau pun berkelit.

Sambil mendengus dingin, sekulum senyuman pedih tersungging di ujung bibirnya telapak tangannya mengayun ke bawah dengan tajam, sementara kelima jari tangannya  disertai tenaga besar untuk membekuk Hong Tin tin...

Tapi dalam gelisah bercampur gusarnya tadi, Hong Tin tin sempat melancarkan pula sebuah pukulan, dengan telak ancaman tersebut bersarang di atas dada Liong Tian in.

"Blaaamm . . . !" Liong Tian im segera merasakan matanya berkunang kunang hawa darah didalam bergolak keras dan tak ampun dia muntah darah segar yang persis mengenai tubuh si nona.

Darah yang berwarna merah tua itu seketika membuat Liong Tin tin terkesiap cepat cepat dia memejamkan matanya dan tak berani memandang lebih jauh.

"Aduuuh. . ." Liong Tian im mendesis kesakitan, mukanya berubah semakin pucat, pelan pelan dia membesut darah yang menodai ujung bibirnya. . . "Kau sangat kejam !"

Hong Tin tin masih terhitung seorang remaja, selama ini belum pernah ia tinggalkan lembah Yok-ong kok barang selangkah pun dia juga tak pernah menyaksikan anyirnya darah, maka sewaktu dilihatnya Liong Tian-im muntah darah gara gara terhajar olehnya, dia jadi kaget dan ketakutan setengah mati.

Rasa sedih yang meluap membuat titik titik air mata jatuh bercucuran membasahi pipi nya yang putih . .,

"Lepaskan aku, lepaskan aku.." dengan mata terbelalak dia menangis terisak.

Baru pertama kali ini Liong Tian-im menyaksikan gadis yang begitu cantik jelita menangis terisak dihadapannya.

Mengamati butiran air mata yang jatuh bercucuran membasahi pipi si nona, perasaan sang pemuda yasjg dingia kaku itu mendadak bergetar keras.

Lambat laun hatinya yang membeku bagaikan gunung bersalju itu, seolah-olah bertemu dengan kobaran api yang membara, segera melumer dan mencair hingga tak berwujud.

Hanya butiran air mata perempuan baru merupakan satusatunya senjata yang sanggup menaklukkan hati kaum pria, tiada seorang lelakipun yang tak akan menundukkan kepala dibawah linangan air mata itu meleleh dari mata seorang gadis yang cantik jelita, rasanya sukar untuk ditemukan lelaki yang sanggup menghadapinya.

"Lepaskan aku, lepaskan aku..." Hong Tin-tin mendesis sambil menangis terisak. Liong Tian im segera menghela napas.

"Aaai, kau tak usah takut, bila Po mia wan telah kudapatkan, segera akan kutinggalkan tempat ini dan selamanya tak akan kembali lagi."

Ia cukup mengerti tindakannya yang kelewatan itu telah melukai hati kecil sigadis cantik itu, namun betapa pedih hatinya, tak mungkin baginya untuk melepaskan gadis itu dengan begitu saja.

Maka dengan nada lembut dan penuh permintaan maaf dia berkata:

"Kau tak usah menangis, cukup beritahu kepadaku, dimanakah pil Po mia wan itu disimpan?"

"Bukannya aku tak mau memberitahukan kepadamu sesungguhnya pil Po mia wan itu merupakan nyawa kedua dari ayahku." dengan ketakutan Hong Tin tin menengadah.
Kemudian setelah membesut air matanya, dia melanjutkan. "la menganggap Po mia wan jauh lebih penting daripada
nyawaku, begitu selesai dibuat, pil itu segera disembunyikan." "Di sembunyikan dimana? Bawa aku kesana!"
Dengan cepat Hong Tin tin menggeleng, "Akupun tak tahu,
tak pernah ayah memberitahukan kepadaku." Setelah meronta, kembali serunya: "Lepaskan aku ! Lepuskan aku !" Suara teriakannya yang gemetar disertai perasaan jengah dan manja, selapis hawa merah jengah menghiasi wajahnya, itulah kuntum bunga yang tercantik dalam kehidupan seorang gadis remaja.

"Lepaskan dia !"

Bentakan keras bagaikan guntur yang membelah bumi disiang hari bolong bergema memecahkan keheningan.

Liong Tian-im segera merasakan telinganya mendengung keras, dengan terperanjat ia mendongakkan kepalanya, tampak sesosok bayangan hitam sedang meluncur datang dari lembah sana, dalam beberapa kali lompatan saja telah sampai di depan mukanya.

Liong Tian-im segera berpaling ke depan, ternyata dia adalah seorang lelaki setengah umur yang agak bungkuk, berwajah bersih tanpa kumis dan tinggi badan mencapai tujuh depa.

Ia mengenakan pakaian berjubah biru dengan ikat kepala melibat di keningnya, sorot mata yang tajam memencarkan kilatan cahaya yang menggidikkan hati.

"Ayah !" dengan air mata bercucuran Hong Tin tin berpekik sedih.

Lelaki setengah umur itu mendengus dingin sorot matanya yang tajam mengawasi wajah Liong Tian-im tanpa berkedip, ujarnya dingin.

"Siapakah kau ? Mengapa menangkap putriku ?" "Hahh.. hahh .. hihh . . mungkin kaulah pang bernama Hong Yok su?" Liong Tian im tertawa nyaring, "kebetulan aku menderita luka dalam yang cukup parah, maka aku berniat meminta sebutir pil po mia wan mu itu untuk menyembuhkan luka yang kuderita"

Gelak tertawa amat nyaring itu segera menyentuh mulut luka didalam tubuhnya, lamat-lamat dadanya menjadi sakit, sedemikian sakitnya sampai sekujur badannya gemetar keras, terpaksa dia harus menarik nafas panjang-panjang untuk menekan rasa sakit itu.

"Bocah keparat!" dengan suara parau Hong Yok su membentak keras, "setelah berhasil membekuk putriku, kau lantas ingin menukarnya dengan pil Po mia wan? Hm, kau terlalu pandang rendah aku Hong Yok su. ."

Setelah mendengus, lanjutnya: "Sudah setengah abad lamanya lohu hidup didunia ini, tapi belum pernah kujumpai seorang bocah keparat yang begitu tekebur seperti kau .."
Liong Tian im terkejut sekali, dengan cepat dia berpikir: "Sekarang dia teramat gusar, sudah pasti tak akan
berbicara secara baik-baik denganku, padahal keselamatan jiwaku paling penting sekarang, tampaknya terpaksa aku mesti mempergunakan Tin tin sebagai sandera untuk pertukaran syarat nanti!"

Sambil mencengkeram lengan kanan Hong Tin tin erat-erat, dia menariknya mundur sejauh lima depa lebih, dengan telapak tangan kanan disilangkan didepan dada ujarnya dingin: "Putrimu berada ditanganku sekarang, aku tidak berharap kedua belah pihak sampai terjadi banjir darah, aku hanya membutuhkan sebutir pil Po mia wan, harap kau sudi memenuhi keinginanku ini."

Saking gusarnya semua rambut diatas kepala Hong Yok su pada berdiri semua seperti landak, dengan gusar dia membentak:

"Bocah keparat, aku lebih suka kehilangan putriku daripada harus menerima syaratmu itu hingga kini aku Hong Yok-su sudah puluhan tahun berkelana dalam dunia persilatan, tapi selama ini belum pernah menerima gertak sambal dari seorang bocah keparat pun macam kau . . ."

"Ayah!" menyaksikan kemarahan yang mencengkam ayahnya, Tin-tin segera menjerit keras.

Sejak kecil dibesarkan dalam kasih sayang ayah, hampir tak pernah setitik perasaan menderita pun yang pernah dialaminya tapi setelah mendengar kemarahan dari Hong Yok su tersebut, timbul perasaan sedih yang amat sangat didalam hatinya.

Dengan menahan isak tangis yang menjadi, gadis itu berseru:

"Ayah, sejak kecil Tin tin telah kehilangan ibu, sebelum menghembuskan napasnya yang penghabisan ibu telah berpesan agar melindungi Tin-tin, tapi sekarang Tin-tin dianiaya orang bukan saja kau tidak berusaha untuk menolongku malahan kau mengatakan sudah tidak mau diriku lagi . . ."

Sesudah menangis sesenggukan lanjutnya: "Kalau begini keadaannya, apa artiku untuk hidup lebih jauh ?"

Hong Yok-su sama sekali tidak menyangka kalau Hong Tin tin bakal mengucapkan perkataan semacam itu, rasa sedih segera menyelimuti wajahnya, tanpa terasa diapun terbayang kembali akan kasih sayang isterinya di masa lalu, dia seakanakan menyaksikan kembali keadaan isterinya menjelang tibanya ajal.

Dengan mata berkaca-kaca ia mendongakkan kepalanya memandang awan di angkasa, lalu gumamnya:

"Adik Hu sian, aku merasa bersalah kepadamu. . ."

Tatkala ia membayangkan betapa tak mampunya dia untuk melindungi putri sendiri, hatinya terasa amat sakit bagaikan diiris-iris pisau, dia seakan-akan menyaksikan isteri kesayangannya yang cantik berdiri disampingnya sambil menegur dan memakinya, melotot ke arahnya dengan penuh kemurungan.

"Cou-bu, aku hanya mempunyai Tin-tin seorang, dia terlalu mengenaskan nasibnya. baru berusia dua tahun sudah kehilangan ibunya, sebelum meninggal akupun tak akan mengajukan permintaan yang kelewat banyak. aku hanya berharap kau bisa memberi kasih sayang yang sungguh hati kepadanya, termasuk pula kasih sayangku sebagai lbunya, jangan memberikan kesan seakan-akan dia adalah seorang yatim piatu, Cou-bu. luluskanlah permintaanku, dengan begitu meski aku sudah berada dialam baka, tak akan kukuatirkan nasibnya." 

Kata-kata terakhir dari isteri kesayangannya itu seakanakan mendengung kembali disisi telinganya, dia adalah seorang ibu yang agung, meski ajalnya di depan mata namun tak tega meninggalkan anaknya dengan begitu saja.

Diam diam Hong Yok-su menghela napas panjang, diatas wajahnya yang tua terlintas suatu kerutan penuh penderitaan, katanya sambil tertawa parau:

"Tin-tin, kau tak usah takut, ayah pasti akan berusaha dengan sepenuh tenaga untuk menolong dirimu . .  bersabarlah untuk beberapa saat. ayah pasti akan mengusahakan penolongan bagiku, aku pasti akan melindungi keselamatan jiwamu."

oooo0oooo

ANGIN DINGIN berhembus kencang dari lembah bukit yang sepi, Liong Tian-im lari secepat kilat menelurusi lembah Yokong kok sambil mengempit tubuh Hong Tin-tin.

Sepasang matanya telah berubah menjadi merah membara sekujur badannya gemetar keras, giginya terkatup kencang dan berusaha keras untuk mengendalikan diri agar darah di dalam dadanya jangan sampai tertumpah keluar.

Pandangan matanya kini diliputi oleh kegelapan, suatu perasaan yang belum pernah dirasakan menyelimuti seluruh benaknya, dia merasa badannya seakan akan mau meledak, nadinya seperti mau pecah.

Tapi suatu semangat yang keras, suatu kemauan yang teguh memaksanya untuk bertahan terus, agar ia tak sampai roboh dihadapan siapapun, ia tetap berusaha terus untuk mempertahankan diri. Sambil mengerahkan sisa kekuatan yang masih tertinggal dalam tubuhnya untuk menahan luka yang sudah merambat sampai ke tujuh jirut delapan nadinya, kemudian noda darah masih membekas diujung bibirrya, wajah masih pucat seperti mayat, pada hakekatnya kedaan anak muda itu sekarang benar-benar amat mengerikan . . . .

Angin gunung berhembus kencang menerpa badannya, dia tak tahu dari mana datangnya kekuatan yang begitu besar dalam tubuhnya sehingga dalam keadaan terluka pun masil sanggup melakukan perjalanan sejauh ini.

Hong Tin-tin dipeluk oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga, semacam perasaan yang belum pernah dirasakan sebelumnyamembuat dia merasa agak pening...

Tatkala dia menyaksikan Liong Tian im membawanya memasuki tebing curam yang buntu, rasa kaget dan seram segera menyelimuti seluruh wajahnya, dengan suara keras teriaknya:

"Kau tak boleh ke sana, kau tak boleh ke sana !"

Waktu itu, kesadaran Liong Tian im sudah hampir tak jelas dia seakan akan sudah tidak mendengar lagi suara jeritan kagetnya, dia hanya tahu untuk lari dan lari terus menuju tebing yang terjal.

Sesudah berlarian sekian waktu, dia menghembuskan napas panjang, dimana ia berada sekarang ternyata diatas sebuah batu cadas yang menonjol keluar, dihadapan tebing situ tampak sebuah air terjun dengan airnya yang amat deras... Percikan air yang dingin menerpa kewajah Liong Tian im, membuat anak muda itu segera tersadar kembali dari keruwetan pikiran.

Dia menggerakan ujung bajunya untuk menyeka noda darah diujung bibir, hawa darah diseluruh badannya mengalir pelan dan membiarkan hawa murninya menyebar ke seluruh badan.

"Aduuuh..!" ia merasa dimana hawa murninya merambat, otot dan nadinya segera mengejang keras dan menimbulkan rasa kesakitan yang luar biasa.

Dengan terengah-engah dia membaringkan tubuh Hong Tian-tin ke atas tanah lalu dengan sempoyongan menjatuhkan diri bersila diatas tanah.

Memandang butiran air yang memercik ke empat penjuru serta awan yang melayang di angkasa, tanpa terasa ia menghela napas berat.

Hong Tin tin tak mengira kalau dia bakal dilepaskan secara tiba-tiba, menyaksikan anak muda itu memandang ke angkasa seperti termangu, seperti juga tertegun, mendadak timbul suatu perasaan aneh yang merangsang perasaannya, membuat rasa permusuhan dan rasa gusar yang semula menyelimuti perasaan sinona jauh lebih kurang.

Sekarang, rasa iba malah muncul dalam hatinya, dengan suara lembut dia segera menegur:

"Parahkah luka yang kau derita."

Liong Tian-im menarik kembali sorot matanya dari angkasa, melewati wajahnya dan berhenti diatas rambutnya yang kusut tampak wajahnya yang cantik dan anggun basah berair, membuat ia nampak jauh lebih mempersonakan hati.

Dari balik biji matanya yang jeli pemuda itu seakan akan menyaksikan keadaan sendiri yang sudah mendekati ajalnya.

Seketika itu juga dengan gusar dia berseru: "Lukaku parah atau tidak, apa sangkut pautnya dengan dirimu?"

"Aku... aku hanya bertanya saja" Hong Tin-tin menyahut dengan wajah kaget.

Memandang wajah memerah gadis itu serta rasa takut  yang mencekam hatinya, membuat Liong Tian im merasakan munculkan suatu daya tarik yang tak terelakkan sedang menyelimuti hatinya.

Tapi kekerasan hatinya membuat anak muda itu tak mudah menyerah pada pendirian ..

"Kalau memang begitu, lebih baik kau tak usah bertanya," dengan suara dalam kembali dia berseru.

Bagaimanapun juga timbul perasaan menyesal dalam hati kecilnya, maka selesai mengucapkan perkataan itu, dia segera mendongakkan kepalanya memandang awan putih bergerak di angkasa.

Hong Tin-tin menggetarkan bibirnya dan berkata dengan suara gemetar:
"Apakah kau tak suka diperhatikan orang" "Diperhatikan?" Liong Tian-im mendongakkan kepala dan
tertawa terbahak-bahak. Tapi baru sampai ditengah jalan, kembali dia berkerut kening sambil menghentikan tertawanya.

"Nah, coba lihat, luka menjadi kambuh lagi bukan ?" ujar Hong Tin-tin lembut "aku lihat lukamu sangat parah !"

Liong Tian-im sama sekali tak berhasrat untuk menjawab pertanyaan itu, sebab dia merasa perhatian gadis itu lebih banyak cemoohannya, lebih banyak sindirannya daripada suatu kenyataan, Tapi ia tak sanggup menyaksikan lelehan air mata yang membasahi pipinya, tak berdaya untuk membungkam terus dalam seribu bahasa.

"Tubuhku masih sanggup untuk mempertahankan diri" kata Liong Tian im getir, "selama aku masih dapat bernapas luka ini tak nanti akan mematikan aku."

"Aaai..! Kau kelewat keras kepala, padahal apa gunanya?" sinona menghela napas panjang.
Sesudah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan: "Meski pil Po mia wan dari ayahku sanggup untuk
menyembuhkan lukamu itu, namun dapat pula merangsang peredaran darahmu sehingga mengalir lebih cepat, hal mana kemungkian besar justru akan memecahkan urat nadimu yg berakibat suatu kematian yang fatal..."

Liong Tian im tidak ambil perduli apakah ucapan tersebut merupakan suatu kenyataan atau bukan, tapi perasaan sedih membuat hatinya menjadi lemah.

Sekarang dia tak berdaya untuk menguatirkan mati hidup sendiri, bagaimana pun juga, dia merasakan suatu kehangatan yang tak terlukiskan dengan kata-kata, karena menjelang kematian terdapat seorang gadis yang begitu cantik memperhatikan dirinya.

Sedangkan mengenai benar atau tidaknya, buat apa mesti dipersoalkan.

Setelah tertawa pedih, ia berkata:

"Kau memang seorang anak perempuan yang baik, setelah mati aku dapat mengenang kau terus.. ."

Hong Tin-tin amat pedih hatinya setelah mendengar perkataan itu dia merasa pemuda yang berada disampingnya sekarang mempunyai perasaan hati yang hampir tak berbeda.

Ia sejak kecil sudah kehilangan kasih sayang ibu, hal mana membuat dia lebih perasa dari pada orang Iain atas penderitaan yang sedang menimpa orang lain, karena hanya orang yang sedang menderita saja yang paling memahami penderitaan orang lain.

Hong Tin tin segera tertawa getir, katanya: "Kaupun seorang yang baik, hanya saja tiada orang yang mau memahami dirimu."

Liong Tian-im turut tertawa getir, tapi sewaktu sinar matanya dialihkan kembali dari atas awan ke atas wajah yang cantik, kontan saja hatinya merasa bergetar keras.

Rupanya dalam benturan mata tadi, kedua belah pihak seperti telah memahami perasaan lawan, seakan-akan hubungan mereka selangkah lebih dekat. Mendadak dari depan lembah sana berkumandang suara bentakan marah dari Hong Yok su, agaknya Hong Yok-su seperti merasa takut akan sesuatu dan tak berani kesitu.

Tampak lelaki setengah umur itu berada di atas sebuah tebing lebih kurang puluhan kaki dari tempat mereka berada dau mencaci maki tiada hentinya.

Liong Tian-im melirik sekejap kearah Hong Yok-su yang sedang mencak-mencak kegusaran itu, kemudian bisiknya:

"Ayahmu telah datang."

Hong Tin tin memandang sekejap ke aratf Hoog Yok su ditempat kejauhan itu, wajahnya nampak amat tenang, katanya sambil menghela napas panjang:

"Tidak mengapa, ia tak akan berani datang kemari." "Kenapa?" tanya Liong Tian im tertegun.
"Aaiii. . .!" dengan kening berkerut Hong Tin tin menghela napas panjang, "dibawah air terjun situlah ibuku di kuburkan, dulu ketika ibuku sedang sakit, ayahku merasa amat  menderita karena ia tak berhasil menyembuhkan penyakit yang dideritanya, maka setelah ibu ku tiada, ia bersumpah tak akan datang kemari lagi."

"Mengapa?" Liong Tnn im tercengang.

"Sebab dia menganggap dirinya sebagai Tabib sakti nomor wahid di kolong langit tapi kenyataannya penyakit yang diderita istri sendiri pun tak sanggup disembuhkan, kejadian semacam ini boleh di bilang merupakan suatu kejadian yang tak dapat diampuni." Setelah menghela napas panjang kembali ujarnya:

"Oleh sebab itu dia menganggap sebelum cara penyembuhan terhadap penyakit yang di derita ibuku berhasil ditemukan, dia tak akan jalang ke tempat ini."

Sewaktu membicarakan kembali tentang Ibunya, titik air mata nampan jatuh berlinang membasahi pipinya yang halus, kenangan di masa kecil dulu membuatnya sangat sedih dan menderita.

Liong Tian-im dan Hong Tin-tin segera terjerumus dalam suasana pedih yang mencekam perasaan masing-masing .. .

Pemuda itu tidak bermaksud menghibur hati si nona dengan kata apapun, yang bisa dia lakukan hanya mengalihkan sorot matanya yang penuh simpatik ke bawahnya. .

Mendadak suatu rasa sakit yang amat sangat menyerang datang dari balik tubuhnya, napasnya segera tersengkal dan keningnya hampir saja berkerut menjadi satu.

Peluh dingin telah membasahi telapak langannya, sekujar badannya gemetar keras, bibirnya berubah menjadi pucat pil tanpa terasa dia merintih.

Pada saat itulah Hong Tin tin telah maju ke depan sambil bertanya: "Kau benci dengan ayahku ?"

Liong Tian-im menggigit bibirnya kencang-kencang lewat sesaat dia baru menjawab:

"Aku tak pernah menganak emaskan nasibku, kalau ada budi kubayar dengan budi, ada dendam kubalas dengan dendam, pokoknya aku tak mau hutang tak mau pula dihutang.

Ucapan yang begitu tegas dan tandas itu membuat Hong Tin-tin menyusut mundur beberapa langkah dengan terkejut.

Dari mimik wajah sang pemuda, dia tahu kalau ia memiliki pendendam terutama biji matanya yang memancarkan kobaran api dendam. Betul-betul menggidikkan hati.
Cepat dia gelengkan kepalanya berulang kali dengan kaget. "Oooh, lukamu semakin parah, waktunya tidak bisa ditunda
lagi, akan kucarikan obat untukmu!"

"Kau punya rencana meninggalkan aku?" Liong Tian im tertawa sedih.

"Paling tidak sekarang tak mungkin.."

Sesudah tertawa hambar, gadis ini membawa langkahnya yang berat menelusuri tebing yang curam, dimana tumbuh aneka bunga dan rumput yang berwarna-warni.

Seperti diketahui lembah Yok ong kok adalah tempat penghasil bahan obat-obatan yang tersohor didunia, sebagai seorang tabib, Hong Yok su telah manfaatkan setiap bidang tanah yang ada dalam lembah itu untuk menanam tumbuhan obat, tak heran puluhan tahun kemudian seluruh lembah itu sudah dipenuhi dengan rumput obat.

Sambil mengumpulkan obat-abatan, dengan perasaan berat Hong Tin tin berpikir: "Dia begitu dingin kaku dan tak berperasaan, sudah pasti ia sangat membenci kepada ayah karena ayah menolak untuk memberi pil Po mia wan kepadanya."
Sesudah termenung sebentar, ia berpikir lebih lanjut: "Betul aku agak suka dengan wataknya yang angkuh, tapi
aku lebih mencintai ayahku, sejak kecil aku tak beribu, hanya ayahlah yang mencintaiku, aku tak dapat kehilangan ayah lagi."

"Hay, hati-hati, jangan sampai terjerumus kedalam jurang." tiba-tiba Liong Tian-im berteriak:

Hong Tin-tin berpaling dan melirik sekejap ka arah Liong Tian im, lalu pikirnya lebih jauh:

"Niatnya untuk membalas dendam jauh lebih kuat dari pada siapapun, bila kutolong dia tapi justru mendatangkan ancaman bahaya maut bagi ayah, apa dayaku waktu itu ?"

Pelbagai pikiran segera berkecamuk di dalam benaknya, ibarat benang halus yang membelenggu seluruh badannya.

Selesai mengumpulkan beberapa macam obat-obatan dan mencucinya di air, dia serahkan bahan obat tadi ke tangan Liong Tian im sambil ujarnya:

"Beberapa macam obat obatan ini mahal harganya, makanlah dengan segera, hal ini akan sangat bermanfaat bagi luka yang sedang kau derita."

"Dapatkah obat-obatan ini menyelamatkan jiwaku, aku tak berani menduganya." Liong Tian-im menghela napas sedih. Mendengar itu, Hong Tin tin amat terperanjat dengan cepat ia mundur sejauh lima enam langkah seakan akan telah melakukan kesalahan besar, ditatapnya wajah Lioog Tian im agak takut takut.

Tanpa merasakan sesuatu apa pun Liong Tianim memandang sekejap rumput rumputan obat itu, kemudian katanya setelah menghela napas panjang:

"Seingatku, waktu masih kecil dulu aku pernah beberapa kali jatuh sakit, tapi belum pernah ada orang yang memberi obat untukku, bahkan orang yang datang menjengukpun tak ada, setiap kali sedang sakit, aku selalu merintih dan menderita kesakitan sendirian."

Setelah menghela napas panjang, dia melanjutkan:

"Tin tin ! Tahukah kau, ada kalanya untuk menghilangkan rasa haus pun tak dapat, sejak kecil aku sudah dibesarkan dalam lingkungan yang serba mengenaskan, hidup dalam penderitaan "

Dilihatnya Hong Tin tin dalam dalam, kemudian meneruskan:

"Kali ini kau telah menolongku, boleh dibilang baru pertama kali ini kurasakan kehangatan hidup, maksud baikmu itu tak akan kulupakan untuk selamanya."

Memandang senyumannya yang rawan dan wajahnya yang penuh kegetiran, gadis itu segera mengerlingkan sekejap pandangan yang penuh dengan pengertian dan hiburan.

Liong Tian im mengunyah segenggam rumput obat,
rasanya getir, pahit dan sukar ditelan, tapi kalau teringat kalau obat itu bermanfaat bagi lukanya, dengan memaksakan diri ditelannya kedalam perut.

Lalu sambil termangu-mangu memperhatikan beberapa kuntum mega di angkasa, pelan pelan ia berkata Iagi:

"Setiap orang, tentu mempunyai kenangan yang amat banyak tentang masa kecilnya, tapi masa kecilku dulu selain dendam kesumat, serta kebencian yang mengelilingi diriku, hampir tiada suatu kenanganpun yang berharga untuk diingat kembali... .

Setelah tertawa getir, lanjutnya:

"Aku masih ingat, suatu malam ketika aku sedang tidur nyenyak, tiba-tiba muncul empat orang hwesio yang memasuki kamarku, menelanjangi aku, membelengguku dihadapan ayah ibuku lalu menghajarku habis-habisan,
dengan kesakitan aku menjerit-jerit, tapi hwesio-hwesio itu tak mengenal belas kasihan, mereka menghajar terus sambil memaksa ayah ibunya memberitahukan suatu rahasia "

Butiran keringat telah membasahi wajahnya, dengan nada setengah menjerit ia melanjutkan:

"Walaupun kedua orang tuaku menubruk datang dengan mati-matian, bahkan memohon agar mengampuni aku, tapi orangtua ku tidak mengungkapkan rahasia tersebut lantaran aku dilecuti, karena mereka lebih suka kehilangan anaknya daripada mengungkapkan rahasia tersebut "

Dia sendiripun merasa heran, mengapa kisah yang diharihari biasa enggan diutarakan kini telah d'ceriterakan kepada seorang gadis yang baru dikenalnya ? "Kau tak usah kelewat emosi . . . , ." bujuk Hong Tin-tin lembut

Liong Tian-im menyeka keringat sambil berusaha keras untuk mengendalikan gejolak perasaannya, kembali dia bergumam:

"Mereka saksikan seluruh badanku penuh dengan luka, namun tak sepatah katapun yang di ucapkan . . ."

"Mengapa orang tuamu begitu kejam ?" makin lama Hong Tin tin makin tertarik, dia membelalakkan matanya lebar lebar, "sebetulnya rahasia besar apakah itu?"

"Kenapa bisa membuat orang tuamu lebih suka mengorbankan kau daripada membongkar rahasia tersebut."

Kembali Liong Tian-im mengunyah obat-obatan tersebut kemudian mengangkat cincin iblis emas yang berada ditangan kanannya, memandang benda itu sepasang matanya berkacakaca, gejolak perasaan yang keraspun sraspun kembali menerjang perasaannya.

"Keadaan yang sejelasnya tidak kuketahui ia menghela napas sedih, "tapi sudah jelas ada hubungannya dengan cincin ini, adapun kedatanganku dalam dunia persilatan yang penuh dengan mara bahaya dari bukit Lau-san yang eaangpun tak  lain untuk melacaki rahasia yang menyelimuti ayah ibuku dimasa lalu."

Kesedihan yang mencekam perasaannya membuat pemuda itu mengungkapkan seluruh rahasia hatinya. Hong Tin-tin hanya tahu mendengarkan keluh-kesah tersebut ia tak menyangka kalau rumput obat yang diambilnya tadi sudah ada sebagian besar yang telah habis termakan.

Tatkala untuk kesekian kalinya Liong Tian im masukan rumput obat itu kedalam mulutnya dia menjerit kaget dengan wajah pucat pias lalu buru buru menubruk kedepan dan menyampok jatuh rumput obat ditangan pemuda itu.

"Jangan makan yang ini!" jeritnya kaget.

Liong Tian im agak tertegun, kemudian dengan gusar bentaknya:

"Perempuan rendah, apakah kau takut lukaku sembuh kembali?"

Dimaki perempuan rendah, HongTin tin tertegun, lalu sambil menutup mukanya menangis dia lari kebelakang,
"Berhenti!" bentak Liong Tian im lagi dengan gusar Dengan terkejut Hong Tin tin menghentikan tubuhnya, air
mata telah membasahi wajahnya sambil membalikkan badan  ia menatap wajah Liong Tiam im, tapi dari wajahnya yang pucat dan bibirnya yarg gemetar, dapat diketahui betapa ngeri dan takutnya gadis itu.
Pelan pelan Liong Tian im bangkit berdiri, lalu ujarnya: "Kau jangan menangis, selama hidup aku paling benci
melihat perempuan menangis."

Kemudian setelah menarik napas panjang-panjang dia melanjutkan: "Aku ingin bertanya kepadamu, mengapa kau memukul jatuh rumput obat yang berada ditanganku ?"

"Kau . . . kau mengatakan aku rendah, di bagian yang manakah aku telah melakukan perbuatan rendah ?"

Gejolak perasaan dalam hati Liong Tian-lm pelan pelan mereda kembali, ujarnya pelan:

"Anggaplah aku telah salah berbicara, baiklah, aku minta maaf kepadamu !"
Sesudah berhenti sebentar, ia segera membentak: "Tapi apa sebabnya kau memukul jatuh rumput obat
ditanganku? Bila tidak kau jelaskan alasannya pada hari ini, hmm, lihat apakah aku akan mengampuni dirimu atau tidak ?"

Hong Tin tin segera menyeka air mata membasahi pipinya, kemudian ujarnya:

"Wakta itu aku kuatir kau akan membunuh ayahku setelah luka dalammu sembuh maka sengaja kucarikan rumput beracun untukmu, tapi setelah menyaksikan kau bukanlah orang jahat, aku jadi tak tega membiarkan kau mati maka..."

Ia mendongakkan kepalanya kemhali, dengan mata terbelalak besar terusnya:

"Tahu begini, akan kubiarkan kau mati."

Selesai berkata, kembali ia tundukkan kepalanya rendah rendah, rambutnya yang hitam terurai kebawah, badannya gemetar keras menahan isak tangis sementara matanya melirik diam diam kearah Liong Tian im melalui celah celah rambutnya.

Dalam pandangan matanya kabur karena air mata, ia saksikan napas Liong Tian im mulai memburu seluruh wajahnya telah berubah menjadi hijau kebiruan.

Dia tahu rumput obat itu mengandung racun yang amat jahat, dan sekarang sudah mulai bereaksi didalam nadinya, bila tidak segera mendapatkan obat penawarnya niscaya badannya akan membusuk dan mati dengan tujuh lubang indranya mengucurkan darah,

Dalam keadaan demikian, buru buru dia mengambil keluar sebutir mutiara besar yang digantungkan pada lehernya, lalu dengan cepat mutiara tersebut dijejalkan kedalam mulut pemuda itu.

Segulung bau harum khas perempuan dengan cepat menerpa hidung Liong Tian im, ia merasakan seluruh badannya bergejolak keras, suatu perasaan aneh tiba tiba muncul dalam benaknya.

Dengan suara lirih Hong Tia tin berkata:

"Inilah mutiara penolak racun yang amat termashur dalam dunia persilatan, hisaplah berapa saat, bagaimanapun lihaynya racun yang mengeram dalam tubuhmu niscaya akan punah dengan sendirinya."

"Mengapa kau lagi lagi menyelamatkan jiwaku ?" tanya Liong Tian im sambil tertawa sedih.

"Entahlah . . . " gadis itu menggelengkan kepalanya  berulang kali, dia tak tahu kalau hati kecilnya sudah tertambat oleh benih cinta yang tumbuh dalam hatinya, dia hanya merasa bila pemuda itu di biarkan mati keracunan, maka hal ini akan merupakan suatu kejadian yang amat menyedihkan hatinya sepanjang masa.

Liong Tian im tak berani memperhatikan sinar mata dibalik biji matanya yang jeli, buru-buru dia melengos ke arah lain, sementara mutiara yang menggeser dibibirnya segera mendatangkan suatu perasaan dingin dan nyaman yang merasuk sampai ke daIam tulang sumsum.

Dengan cepat dia berpikir:

"Sekalipun benda ini adalah racun penembus usus yang paling beracun pun pasti akan kutelan, apalagi benda ini hanya mutiara pe-nolak racun "

Dengan cepat dia mendongakkan kepalanya dan memandang wajahnya dengan lembut kemudian tanyanya:

"Kau mengingkari kuhisap mutiara ini ?"

"Bila kau sampai mati karena celaka di tanganku, sudah  pasti aku akan menyesal sepanjang masa karena telah melakukan kesalahan besar, karena sesungguhnya aku sangat menyukai dirimu"

Liong Tian-im merasakan hatinya bergetar terasa sehingga bibirnya ternganga:

Hong Tin tin pun tidak menunggu dia bicara lagi, dengan cepat mutiara tersebut djjejalkan ke dalam mulutnya.

Segulung hawa dingin yang menyegarkan dengan cepat mengalir masuk ke dalam lambungnya, seketika itu juga ia merasakan rasa sakit yang mencekam tubuhnya selama ini mendadak berkurang banyak, pikirannya yang mulai kalutpun sudah banyak menjadi sadar kembali.

Dalam waktu singkat, satu ingatan dengan cepat melintas didalam benaknya:

"Kalau toh mutiara penolak racun ini mempunyai kasiat untuk menyembuhkan luka beracun, mengapa tak kugunakan kesempatan sewakaktu menawarkan racun nanti kucoba untuk menyembuhkan pula luka dalam yang aku derita ini ? Ya   benar ! Siapa tahu kalau ini akan bermanfaat bagiku "

Begitu ingatan tersebut melintas didalam benaknya, buru buru dia menjatuhkan diri duduk bersila diatas batu, kemudian mengerahkan sim hoat tenaga dalam aliran Kim-mo-bun untuk menyalurkan hawa murninya mengitari seluruh badan, lalu dengan menggunakan kesempatan dikala hawa racun tersebut terhisap keluar, pelan-pelan dia mencoba untuk mengisap kembali hawa murninya kedalam pusar.

Dengan telapak tangan kiri menuding kelangit, telapak tangan kanan menuding ketanah, sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat, pelan-pelan kesadarannya mulai hilang dan pikirannya terpusatkan menjadi satu.

Hong Tin tin menyeka air matanya sambil mengawasi wajah Liong Tian im dengan penuh perhatian, dia merasa cemas bercampur geiisah, tapi ketika dilihatnya warna hitam yang semula menyelimuti wajah si anak muda itu sudah berubah menjadi putih pucat, hatinya menjadi girang sekali.

"Mutiara penolak racun itu benar-benar mujarab sekali" demikian dia berpikir, "sekarang racun yang mengeram dalam tubuhnya telah mulai punah dan hilang." Sinar matahari yang cerah menyoroti diatas wajah Liong Tian im. pelan-pelan muka yang pucat itupun sudah mulai bersemu merah dengusan napasnya yang beratpun lambat laun semakin teratur.

Memperhatikan pemuda yang dari seluruh badannya memancarkan kekuatan aneh itu Hong Tin tin merasakan timbulnya suatu perasaan kasih dan sayang yang membawa sorot matanya makin lembut dan senyuman manis mulai menghiasi ujung bibirnya.

Kini paras muka Liong Tian im sudah semakin bersemu merah, senyuman sinona pun semakin membaik.

"Traang." mendadak dari balik lembah berkumandang suara genta yang amat nyaring.
Paras muka Hong Tin tin segera berubah hebat, pikirnya: "Aduh celaka sudah pasti ayah sedang mengundang datang
tiga manusia jahanam itu."

Ketika ia menjumpai semedi Liong Tian lm sedang mencapai kritisnya, ia makin gelisah sehingga wajahnya berubah menjadi pucat pias, untuk sesaat dia tak tahu bagaimana mesti menanggulangi keadaan tersebut.

Sementara dia masih panik, dari kejauhan sana tampak munculnya tiga sosok bayangan hitam yang meluncur datang dengan kecepatan luar biasa.

Orang yang menerjang datang paling dulu adalah seorang pemuda berusia dua puluh tahunan, wajahnya tampan dan mengenakan baju berwarna putih dengan sebilah pedang tersoren dipunggung, sepatunya hitam dengan tubuh yang gagah, sebelah ya ia bertampang cakap, hanya sayang agak licik, tengik dan menyebalkan.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar