Pertarungan Di Bukit Sagara Jilid 06 : Berawal dari Mimpi

Berawal dari Mimpi

Sunyi senyap di lereng barat Bukit Tunggul. Awan dan kabut menghalangi pandangan ke puncak Gunung Tangkuban Parahu. Kedua gunung itu, Bukit Tunggul dan Tangkuban Parahu, adalah sisa-sisa legenda Sangkuriang.

Belasan tahun Resi Darmakusumah melalui hari-hari yang damai di Bukit Tunggul, menunggu saat-saat moksa jika waktunya tiba.

Akan tetapi, kedamaian itu tampaknya bakal segera tercoreng. Pancaindranya yang peka bisa merasakan bahwa udara yang selama ini penuh kedamaian telah berubah menjadi hiruk-pikuk oleh lintasan gelombang yang samar di kejauhan.

“Kenapa setelah lenyap dari persemayamannya selama ini, kitab-kitab ini seakan-akan menjadi buron? Apakah orang-orang tidak menyadarinya selama ini? Kenapa sesuatu menjadi sangat berharga setelah tidak ada lagi di tempatnya?”

Semua tanda tanya itu berseliweran di kepala Resi Darmakusumah.

Dibungkusnya kitab-kitab yang telah ia selamatkan dengan sehelai kain yang selama ini ia jadikan ikat kepala. Dikemasnya beberapa helai pakaian miliknya ke dalam sebuah kantong kulit sapi.

Hanya itulah harta kekayaan miliknya.

Hanya sebilah kujang kecil yang terselip di balik bajunya. Kujang yang bahkan tidak bernama apa-apa.

Tak ada air mata ketika Resi Darmakusumah meninggalkan pondoknya, lalu perlahan menuruni Bukit Tunggul ke arah matahari terbit.

Sungguh keputusan yang didasarkan pada nalurinya yang tajam. Weruh

sadurunge winarah.

Tiga hari setelah Resi Darmakusumah pergi, sejumlah orang mendatangi dan mengobrak-abrik pondok peninggalan Resi Darmakusumah.

RESI Darmakusumah tidak takut kalau ia menjadi semacam buruan justru menjelang akhir masa hidupnya. Ia hanya tidak mau banyak berurusan, terutama dengan orang-orang yang mungkin saja akan menyelewengkan keluhuran isi kitab pusaka. Betapa akan berduka para leluhurnya kalau tahu kitab-kitab itu jatuh ke tangan orang yang keliru.

Oleh karena itu, Resi Darmakusumah terus mengikuti naluri dan langkah kakinya ke mana pun mengarah.

Ia sempat tinggal di lereng Gunung Indrakila, sebuah gunung yang kemudian disebut juga Gunung Cerme, yang menjega di selatan Negeri Cerbon. Tapi, tidak sampai dua purnama, ia tinggalkan tempat itu.

Perjalanannya akhirnya sampai di Bukit Sagara, sebuah bukit kecil yang dirasanya sudah jauh dari pusat-pusat keramaian di bekas Kerajaan Pajajaran, tetapi juga jauh dari berbagai negeri di sebelah timur.

Bertahun-tahun Resi Darmakusumah menyepi, menyerahkan hidupnya kepada Yang Mahakuasa, sambil mempelajari isi ketiga kitab yang dibawanya.

Sampai kemudian ia merasakan bahwa hidupnya akan terusik lagi. Dan, kali ini tampaknya akan terjadi peristiwa besar menyangkut ketiga kitab yang ia sembunyikan.

“JADI, di mana sebenarnya Aki, eh, maaf, Resi Darmakusumah menyembunyikan kitab-kitab pusaka itu?” tanya Jaka Wulung.

Resi Darmakusumah menarik napas dan tersenyum. “Suatu saat kau akan tahu.”

Jaka Wulung berdebar-debar mendengar kata-kata gurunya. “Benarkah?” Resi Darmakusumah mengangguk.
Jaka Wulung memandang langit kelam di luar. Tetapi, di matanya, langit itu tampak bercahaya cerah.

Ia membayangkan suatu saat membaca dan mempelajari kitab-kitab hebat itu. Ia berkhayal menjadi seorang sakti seperti gurunya, Ki Karta alias Resi Darmakusumah.

Ia akan membasmi para penjahat, para pembuat onar negara, mereka yang membuat rakyat sengsara, dan ... ya, pokoknya orang-orang yang seperti itu.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar