Rahasia Kunci Wasiat Bagian 11

“Kita dua bersaudara sudah bekerja sama dan boleh dikata hubungan kita sudah sangat akrab melebihi saudara sekandung. Tidak disangka nama besar serta kepercayaan yang kita pupuk selama puluhan tahun ini sudah hancur di dalam sekejap saja, kini cayhe sudah punya rencana bagi kehidupan selanjutnya dan aku tidak ingin memaksa kau ikut bersama-sama aku menjalankan tindakan ini.

““Toako bagaimana kau bocah bicara begitu!”seru Tu Kiu sangat terharu.

“Tiong Cho Siang-ku laksana timbangan dengan ukurannya. Toako! Silahkan kau orang sebutkan jalan yang bagaimana kita harus tempuh, bilamana aku sebagai saudara mengerutkan alisnya setelah mendengar perkataan itu malu aku bukanlah seorang lelaki sejati!”“Bagus sekali!”teriak Sang Pat kegirangan.

“Kini merek kita sudah rusak yang berarti kita sudah tidak punya muka untuk berkelana kembali di dalam dunia kangouw, mulai saat ini juga di dalam Bulim tidak bakal ada nama kita dua bersaudara lagi dan sejak kini pula kita tidak usah mengungkap kembali persoalan yang menyangkut Gak Siauw-cha, aku mau pergi menyamar dan menyelidiki keadaan Siauw Ling selanjutnya sehari tidak berhasil mendapatkan Siauw Ling maka sehari pula nama Tiong Cho Siang-ku lenyap dari kalangan dunia persilatan.

““Bilamana Siauw Ling sudah mati tenggelam?”“Haaahh… haaahh. Berarti pula nama besar kita Tiong Cho Siang-ku akan ikut tenggelam pula mengikuti tubuh Siauw Ling yang jatuh ke dalam air dan mengalir mengikuti arus sungai,”jawab Sang Pat sambil tertawa terbahak-bahak.

Dengan perlahan Tu Kiu menghela napas panjang.

“Heeei. Bilamana Siauw ling masih hidup di dalam dunia berarti pula kita bersaudarapun masih ada harapan untuk pulihkan kembali nama besar kita bukan?”serunya.

“Asalkan kita berhasil membawa Siauw Ling untuk diserahkan kepada Gak Siauw-cha sehingga sudah memenuhi janji kita maka nama Tiong Cho Siang-ku pun baru bisa muncul lagi di dalam dunia kangouw!”“Baiklah!”sahut Tu Kiu kemudian sambil mengangguk.

“Bagaimanapun juga kita belum pernah berjanji waktu dengan Gak Siauw-cha entah itu delapan tahun atau sepuluh tahun kemudian masih belum terhitung mengingkari janji!”Sang Pat yang sudah berhasil mengambil ketetapan di dalam hatinya perasaan sedih serta murung yang mencekam hatipun sudah jauh berkurang.

“Rapatkan perahu kepantai!”serunya kemudian sambil menyapu sekejap ke arah pengemudi tersebut.

Sang pengemudi perahu yang semula sudah dapat melihat kelihayan dari ilmu silat mereka berdua saat ini sama sekali tidak berani mengucapkan sepatah katapun. Walaupun di dalam hati mengerti kalau di tempat tersebut bukan merupakan pelabuhan yang bisa dirapati perahu apalagi tempatnya sangat berbahaya tetapi dengan paksaan diri dia menjalankan juga perahunya untuk menepi.

Agaknya Sang Pat sudah keburu hendak naik kedarat, maka sewaktu perahunya berada kurang lebih dua kaki dari tepi pantai mendadak dia sudah enjotkan badannya laksana seekor burung raksasa dengan cepatnya melayang keatas darat.

Tu Kiu yang begitu melihat tindakan dari toakonya itu dari dalam saku dia lalu mengambil keluar sekeping emas yang dilemparkan keatas geladak lalu dengan kencangnya mengikuti dari belakang Sang Pat meloncat keatas daratan.

Daratan yang disinggahi mereka saat ini adalah sebuah tempat yang amat sunyi dan gersang, batuan cadas tersebar memenuhi permukaan tanah di samping tanah berpasir yang amat luas, beberapa li jauhnya dari tempat itu tak tampak sebuah dusunpun.

Tiga batang pohon Liuw yang tua dan tinggi besar tumbuh menjadi satu di samping tepi sungai.

Dengan termangu-mangu Sang Pat memperhatikan sekejap ketiga batang pohon Liuw itu, lalu dengan perlahan dia berjalan mendekat sambil mengerahkan tenaga dalamnya ia mulai mengukir beberapa kata di atas batang pohon tersebut dengan menggunakan kekuatan jarinya.

“Jan Hua tahun kesebelas bulan dua belas tanggal dua, Siauw Ling jatuh di dalam sungai sekitar tempat ini. Tertanda Tiong Cho Siang-ku.

“Walaupun Sang Pat ini mempunyai pikiran yang cerdas dan akal yang licik tetapi dia tidak banyak membaca buku, maka setelah menulis perkataan tersebut di dalam hatinya merasa amat puas sekali sehingga tak kuasa lagi dia tertawa terbahak-bahak.

“Haa… haa… tulisan ini anggap saja tanggung jawab kita dua bersaudara terhadap Gak Siauw-cha dan membuat pula sebuah teka-teki membingungkan buat para kawan-kawan Bulim yang bermaksud untuk mendapatkan anak kunci Cing Kong Ci Yau,”katanya.

“Tidak salah!”sambung Tu Kiu sembari mengangguk.

“Kitapun harus mencari kawan yang lebih banyak lagi untuk bantu kita dua bersaudara mencari jejak serta berita mati hidupnya dari bocah itu.

“Dengan termangu-mangu Sang Pat dongakkan kepalanya memandang sang surya yang mulai tenggelam diufuk barat, mendadak dia bersuit nyaring dan putar badan berlalu dari tempat itu.

Kini balik pada Siauw Ling yang kena terpukul oleh angin pukulan yang dihasilkan oleh Sang Pat sehingga ia terjatuh ke dalam sungai.

Bocah itu hanya merasakan badannya mendadak jadi amat dingin dan tenggelam terus kedasar sungai. Hatinya benar-benar amat cemas sekali.

“Aduuh… celaka!”teriaknya diam-diam.

Walaupun badannya sangat lemah tetapi hatinya keras dan mempunyai ketetapan yang teguh maka di dalam keadaan kritis yang mempengaruhi mati hidupnya ini dia tidak bingung. Buru-buru pernapasannya ditutup dan sambil mengikuti aliran air sungai yang menggulung tiada hentinya ia sebentar tenggelam sebentar muncul kembali mengalir terus ke depan.

Lama kelamaan diapun mulai merasakan napasnya jadi sesak, dadanya terasa amat panas, hatinya mulai bingung apa yang harus diperbuat waktu itu?? Mendadak tubuhnya terasa disambar oleh seseorang disusul sebuah tabung bambu yang dimasukkan ke dalam mulutnya.

Siauw Ling yang sedang kehabisan napas itu dengan cepat melepaskan kesumpakannya tersebut melalui tabung bambu itu, iapun merasakan tubuhnya mulai diseret seorang untuk berenang ke arah depan.

Berenang di dalam air sungai yang berombak besar membuat bocah itu tak kuasa untuk membuka matanya dan dengan demikian diapun tidak mengetahui tindakan orang tersebut. Tetapi yang jelas kini napasnya tidak sesak lagi karena dia dapat bernapas melalui tabung bambu yang ada dimulutnya itu.

Tiong Cho Siang-ku walaupun sudah lama sekali berkelana di dalam dunia kangouw dan pengetahuannyapun amat luas tetapi mereka berdua yang tidak mengerti akan ilmu di dalam air sudah tentu tidak pernah berpikir juga kalau orang masih bisa menggunakan tabung bambu untuk bernapas di dalam air sehingga nyawa Siauw Ling bisa dipertahankan lebih lanjut.

Air sungai mengalir dengan ombak yang besar sedang tabung bambu itu amat kecil sekali bentuknya, walaupun berada di atas permukaan air tetapi sulit sekali untuk bisa dilihat dengan jelas.

Siauw Ling yang tubuhnya kena dirangkul oleh seseorang berendam terus di bawah permukaan air entah lewat beberapa saat lamanya bocah itu hanya merasakan badannya semakin lama terasa semakin dingin, tangan kakinya mulai jadi kaku sehingga se4waktu muncul kembali dipermukaan air seluruh tubuhnya sudah tak bisa berkutik kembali.

Tetapi kesadarannya masih penuh, dia hanya merasa badannya dibaringkan disebuah pembaringan dan pakaiannya yang basah itupun dilepaskan lalu badannya ditutupi dengan selimut yang amat tebal untuk memulihkan kembali kehangatan tubuhnya.

Matanya dengan perlahan menyapu sekejap sekeliling tempat itu, tampaklah saat ruangan perahu yang kecil, cuaca sudah amat gelap sedang di dalam ruangan perahu hanya diterangi dengan sebuah lilin yang kecil.

Seorang kakek tua yang memakai pakaian rumput dengan usia lima puluhan tahun dan memelihara jenggot kambing sedang duduk minum arak dan seorang lelaki memakai pakaian hitam pekat.

Sayur dari mereka itu sangat sederhana sekali. Sepiring ikan asap, sepiring kacang goreng dan sepoci arak.

Siauw Ling yang melihat sikap serta tindak tanduk dari mereka berdua amat dingin pikirannya mulai berputar.

“Hmm, kelihatannya kedua orang inipun bukan manusia baik-baik. Ada delapan bagian mereka pasti lagi mencari anak kunci Cing Kong Ci Yau tersebut!”Berpikir akan hal itu dia lantas melengos tidak suka melihat lebih lanjut.

Kedua orang itupun tidak terlalu banyak berbicara dengan diri Siauw Ling, sehabis bersantap merekapun mulai menjalankan perahunya.

Ombak menggulung dengan besarnya diselingi dengan suara angin yang bertiup menderu-deru diantara suara percikan air yang amat ramai itu dengan perlahan perahu itu mulai bergerak ke arah depan.

Tubuh Siauw Ling yang memangnya sudah lemah apalagi sudah berendam beberapa jam lamanya di dalam air saat ini merasa amat lelah sekali, tanpa terasa dia sudah jatuh pulas dengan nyenyaknya sehingga sang surya muncul kembali menerangi seluruh jagat.

Sikakek tua memakai pakaian rumput itu tampak berjalan masuk dengan membawa semangkuk nasi dan sayur, dia memandang sekejap ke arah bocah itu, lalu meletakkan sayur dan nasi di atas meja dan putar badannya berjalan keluar dari ruangan.

Sejak tadi Siauw Ling sudah merasa amat lapar tanpa memperduli lagi suasana disekitarnya dia sudah bangun dan menyikat habis santapan tersebut.

Itu hari mereka berdua hanya masuk sekali saja ke dalam ruangan untuk menengok diri Siauw Ling tetapi selama ini tak sepatah katapun yang diucapkan keluar.

Haripun dengan perlahan menggelap kembali diudara penuh tersebar berjuta-juta bintang, sang rembulan memancarkan sinarnya remang-remang di tengah angkasa.

Pada saat itulah tiba-tiba tampil si lelaki kasar tua berjalan dan masuk ke dalam ruangan perahu.

“Ayolah mendarat!”serunya singkat.

Tanpa menanti jawaban dari Siauw Ling lagi dia sudah menyambar tubuhnya untuk digendong dan meloncat dari dalam perahu.

Dengan meminjam cahaya rembulan yang remang-remang tampaklah orang itu dengan amat gesitnya meloncat dan merangkak menaiki sebuah tebing yang amat terjal dan curam dengan dibawahnya terbantang sungai berombak besar.

“Aaah… habis sudah”pikir Siauw Ling diam-diam. “Dia mau mengirim aku keatas puncak gunung yang demikian curam sudah mempunyai suatu maksud tertentu.

“Gerakan dari orang itu benar-benar amat cepat sekali, hanya di dalam sepertanakan nasi lamanya dia telah berhasil mendekati puncak tersebut, mendadak tubuhnya meloncat kekiri lalu menikung kekanan dan berjalan masuk ke dalam sebuah gua itu yang amat gelap.

Sejak dahulu Siauw Ling sudah tidak pikirkan keselamatan serta mati hidupnya, walaupun dua merasa dirinya tetap tenang sedikitpun tidak gugup.

Terasa orang itu berlari semakin lama semakin cepat, dan sebentar menikung kekiri sebentar membelok kekanan beberapa saat kemudian dia baru berhenti dan mendorong sesuatu ke depan.

“Kraaak…!”pandangannya mendadak jadi amat terang.

Waktu itulah lelaki tersebut baru turunkan diri Siauw Ling keatas tanah, sambil membereskan pakaiannya.

Dengan sinar mata yang tajam Siauw Ling mulai menyapu dan memandang sekejap ke arah sekeliling tempat itu, tampaklah di dalam ruangan batu yang luas itu hanya ada dua buah kamar saja dan sebuah lampu lentera tergantung di atas dinding-dinding ruangan itu bercahaya laksana pualam dan di dalam ruangan tersebut kecuali sebuah kursi kayu benda apapun tidak kelihatan.

Dalam hati dia jadi keheranan pikirnya, “Apa maksud orang ini membawa aku datang kemari??”Sewaktu dia lagi termenung itulah mendadak terdengar suara mendehem, dan dari ujung ruangan batu itu terbuka sebuah pintu dan berjalan masuk seseorang pemuda berbaju hijau.

Melihat munculnya sipemuda berbaju hijau itu buru-buru lelaki berbaju hitam itu bungkukkan badannya menjura.

“Hamba memenuhi perintah dari kongcu dan membawa bocah ini datang kemari!”ujarnya.

Pemuda berbaju hijau itu segera mengulapkan tangannya, lelaki itupun lantas mengundurkan diri dan menutup kembali pintu batu tersebut.

Saat ini di dalam ruangan cuma tinggal Siauw Ling serta pemuda berbaju hijau itu dan tampaklah pemuda tersebut menggape dan berseru dengan suara perlahan.

“Saudara cilik jangan takut.

““Aku tidak takut”sahut Siauw Ling sambil busungkan dadanya.

Pemuda berbaju hijau itu agak dibuat melengak sejenak lalu dia tertawa tawar.

“Nyalimu sungguh amat besar, ayahku sengaja mengundang kau datang kemari tidak lebih hanya hendak menanyakan suatu urusan dengan dirimu. Asalkan kau suka menjawab dengan sejujurnya kami tidak akan mengganggu dirimu,”katanya.

“Kalau begitu kau boleh mulai bertanya!”“Saudara cilik silahkan ikuti aku!”ujar pemuda berbaju hijau itu sambil menggape.

Siauw Ling dengan mengikuti pemuda itu lantas berjalan melewati pintu batu itu.

Ruangan yang ada dibalik pintu ini jauh lebih besar beberapa kali lipat dari ruangan depan. Didekat dinding batu tampaklah sebuah pembaringan yang beralaskan kulit macan, di atas pembaringan berbaring seorang tua yang badannya ditutupi selimut tebal, kelihatannya dia sedang menderita sakit.

“Ayah…”panggil pemuda berbaju hijau itu sambil berjalan mendekat pembaringan.

Si orang tua yang berbaring di atas pembaringan kayu itu tampak menghembuskan napas panjang, dengan perlahan putar badannya.

“Bimbing aku bangun!”pintanya.

Pemuda berbaju hijau itupun segera membantu si orang tua itu duduk dan menarik selimut untuk menutupi badannya.

Dengan pandangan yang tajam Siauw Ling memperhatikan orang itu, terlihatlah orang tua itu amat kurus sekali hanya tinggal kulit pembungkus tulang saja tetapi perawakannya amat kasar dan besar tentunya sebelum sakit badannya amat kekar sekali.

Sinar mata si orang tua yang amat tajam itu dengan terpesonanya memperhatikan diri Siauw Ling lalu tanyanya dengan suara yang serak, “Bocah! Apa kau kenal dengan Gak Im Kauw?”Mendengar perkataan tersebut Siauw Ling jadi ragu-ragu pikirnya, “Apa maksudnya mengungkap bibi Im secara tiba-tiba?”Walaupun dalam hati merasa ragu-ragu akhirnya ia menjawab juga dengan lantang.

“Sudah tentu aku kenal, karena dia adalah bibiku!”“Siapakah namamu??”tanya si orang tua kurus itu lagi sambil mengerutkan alisnya.

“Aku bernama Siauw Ling.

““Berita di dalam dunia kangouw yang mengatakan bahwa Gak Im Kauw telah memperoleh anak kunci pembuka istana terlarang apakah hal ini sungguh-sungguh terjadi??”“Sudah tentu sungguh-sungguh.

“Jawaban yang diucapkan secara terus terang dan lantang ini benar berada diluar dugaan sikakek tua berbadan kurus itu, diapun jadi melengak dibuatnya.

“Setelah memperoleh anak kunci Cing Kong Ci Yau berarti pula dia telah menjadi musuh dari seluruh jagoan kolong langit, lalu dimanakah sekarang dia berada?”tanyanya lagi.

“Mati…”jawab Siauw Ling sambil menghela napas sedih.

“Apa? dia sungguh-sungguh sudah mati? Berita yang tersiar di dalam Bulim apakah sungguh-sungguh?”teriak si orang tua itu dengan paras berubah hebat.

“Benar! tetapi sekalipun bibi Im sudah mati tetapi wajahnya masih bagus seperti sedia kala kecuali dia tidak bisa bicara dan bergerak lainnya mirip sekali sewaktu ia masih hidup.

“Agaknya perasaan hati si orang tua kurus itu benar-benar sudah terkena pukulan yang amat berat. Air mata mengucur keluar membasahi kedua pipinya kelihatan dia orang amat sedih sekali.

“Bocah! Apakah Gak Im Kauw mempunyai seorang puteri??”tanyanya lagi dengan suara perlahan.

“Ada dia seorang nona yang cantik.

“Dengan perlahan si orang tua itu mengangguk.

“Bocah sekarang kau harus beristirahat!”serunya itu kemudian sambil ulapkan tangannya. “Keadaan di dalam dunia kangouw sangat berbahaya buat dirimu, karena para jago mulai memasang jebakkan untuk mencari jejakmu tetapi di tempat ini kau boleh bermain dengan senang hati lega mereka tidak bakal berani mencari gara-gara kemari!”Dalam hati kecil Siauw Ling pada saat ini benar-benar diliputi banyak persoalan yang mencurigakan sewaktu dia bermaksud hendak bertanya itulah mendadak pemuda berbaju hijau itu sudah menarik pergelangan tangan kanan Siauw Ling dan mengajaknya berlalu dari sana.

“Saudara cilik, mari aku hantarkan kau untuk beristirahat!”serunya.

Tidak menanti jawaban itu dari Siauw Ling dia lantas menarik tubuhnya berlalu dari ruangan batu itu.

Gua rahasia di dalam lambung gunung ini separuh bagian adalah penjelmaan alam dan sebagian lagi terbuat oleh tangan manusia. Dimana saja tampaklah ruangan-ruangan batu yang tertutup dan terbuka.

Pemuda berbaju hijau itu membawa Siauw Ling berjalan mengelilingi beberapa buah tikungan dan akhirnya sambil menuding ke arah sebuah ruangan batu, ujarnya, “Kamar baru itu adalah tempatmu untuk beristirahat kau masuklah untuk melihat-lihat bilamana ada urusan beritahu saja nanti orang yang datang sendiri untuk melayani!”Agaknya pemuda berbaju hijau itu menaruh rasa benci dan mual terhadap diri Siauw Ling tidak menanti jawaban dari bocah itu lagi dia sudah lantas putar badan dan berlalu dari sana.

Sesampainya di depan pintu ruangan mendadak dia menghentikan kemabli langkahnya dan menoleh ke belakang.

“Hey bocah cilik!”serunya memberi peringatan. “Lebih baik kau belajar tenang saja dan janganlah sembarangan lari kemana-mana sehingga tidak sampai mendatang bencana kematian buat dirimu sendiri.

““Urusan apa?”“Sekalipun aku beritahukan kepadamu kaupun tidak bakal paham. Asalkan kau ingatingat saja kecuali benda yang di dalam ruanganmu ini perduli sudah melihat benda yang bagaimana aneh dan kukoaynya jangan sekali-kali coba untuk memegang dan mencawil, cukup itu saja kau harus perhatikan!”Selesai berkata dia lantas putar badan dan berlalu dengan tergesa-gesa.

Dengan pandangannya termangu-mangu Siauw Ling memperhatikan bayangan punggung pemuda itu yang mulai lenyap dari pandangan, dalam hati kecilnya timbullah perasaan untuk melanggar, pikirnya, “Justru kau tidak boleh aku orang lihat, sengaja aku mau pergi kemanapun untuk melihat-lihat.

“Sifatnya yang keras dan kepala batu itu membuat dia orang segera bertindak setelah berpikir dengan perlahan dia meninggalkan ruangan batu itu dan berjalan ke dalam melalui lorong yang ada.

Walaupun di dalam lambung gunung itu terdapat banyak ruangan maupun lorong-lorong batu tetapi boleh dikata ruangan utamalah yang paling luas. Dengan langkah yang perlahan Siauw Ling berjalan masuk kedalam, entah sudah lewat beberapa saat lamanya dan tak tahu pula sudah melewati berapa banyak ruangan mendadak terdengar suara air terjun yang amat dahsyat dan memekikkan telinga berkumandang datang.

Siauw Ling jadi keheranan, pikirnya, “Di dalam gua batu ini dari mana datangnya air terjun yang demikian dahsyat?”Dengan cepat dia pusatkan seluruh perhatiannya untuk mendengar, semakin didengar semakin jelas agaknya dentuman air terjun tersebut muncul dari suatu tempat yang tak jauh dihadapannya.

Waktu itulah Siauw Ling baru mulai merasakan kalau di dalam gua batu di tengah lambung gunung ini mengandung kemisteriusan, agaknya di dalam setiap pintu itu yang tertutup rapat tergantung suatu benda yang amat aneh, dan penuh kemisteriusan.

Pada saat dia lagi berpikir dan melamunkan akan hal-hal itulah sudah mencapai pada ujung dari ruangan batu itu dan suara air terjun itupun kedengaran lebih jelas lagi berkumandang keluar deari balik dinding batu tersebut.

Dengan perlahan bocah itu meraba dinding batu yang penuh ditumbuhi dengan lumut.

Bukan saja tempat itu tak pernah kedatangan manusia bahkan sangat lembab dan basah sekali.

Mendadak tangannya terbentur dengan sebuah tonjolan batu yang berbentuk aneh sedikit dia gunakan tenaga batu tersebut ternyata berputar dengan amat mudahnya.

Dalam hati Siauw Ling jadi kaget bercampur heran, tak terasa lagi tangannya memutarnya semakin keras lagi.

“Kraaaak… kraaak…”dengan diiringi suara gesekan yang berat dan nyarinmg seluruh dinding batu itu mulai bergoyang dan bergerak kesamping.

Dengan hati sangat terperanjat Siauw Ling buru-buru meloncat ke arah belakang.

Tiba-tiba serentetan cahaya terang menembus masuk kedalam, percikan air membasahi wajahnya dari dinding dihadapannya muncullah sebuah pintu yang amat besar.

Siauw Ling sama sekali tidak menyangka kalau tonjolan batu yang berbentuk aneh itu ternyata bukan lain adalah tombol untuk menggerakkan pintu rahasia tersebut.

Dibalik pintu yang terbuka lebar itu tampaklah sebuah air terjun yang amat besar dan deras muncullah dihadapannya, seluruh pintu batu itu terbungkus oleh cahaya serta percikan air terjun yang mana dahsyat sehingga kelihatan amat seram dan mengagumkan.

Lama kelamaan dari rasa tertarik bocah itu jadi kepingin tahu lebih jauh, maka dengan hati rada berdebar-debar dia mulai berjalan maju ke depan.

Pintu batu itu luasnya kurang lebih hanya tiga depa, dan sambil bercekelan dinding batu itu Siauw Ling melengok ke arah bawah.

Tampaklah sebuah tebing yang amat curam terbentang di samping pintu dengan sebuah jurang yang tak kelihatan dasarnya menghiasi pandangan mata.

Air terjun itu terurai dari puncak kedasar jurang dengan daya luncur air yang amat mengejutkan.

Di tempat itu kecuali disoroti dengan sedikit cahaya sang surya yang berhasil menembus curahan air terjun itu yang tampak hanyalah kabut nan tebal serta percikan air yang sangat dingin.

Siauw Ling benar-benar dibuat terpesona melihat pemandangan alam yang begitu indahnya, diam-diam dalam hati berpikir, “Melakukan perjalanan selaksa li jauh lebih mengagumkan daripada membaca selaksa jilid kitab perkataan ini benar-benar tidak salah, tempat yang demikian curam dan berbahayanya ini tidak bakal bisa aku temui di dalam kitab.

“Selagi bocah itu berdiri termangu-mangu itulah mendadak terdengar suara tertawa yang amat seram berkumandang datang dari belakang tubuhnya.

“Heee… heee, kini kau sendiri yang mencari jalan mati…”Belum sempat Siauw Ling menoleh untuk melihat dengan jelas siapakah orang yang baru saja memperdengarkan suara itu, tahu-tahu badannya sudah kena didorong oleh suatu tenaga pukulan yang maha dahsyat.

Tak kuasa lagi tubuhnya menerjang keluar pintu dan terjerumus ke dalam jurang yang dalamnya selaksa kaki dengan dasar yang amat runcing itu.

Penggunaan tenaga dorongan itu amat tepat sekali, dia cuma mendorong tubuh Siauw Ling keluar dari gua yang lalu merosot ke bawah dengan menempel pada dinding batu.

Air terjun dengan derasnya memecah didasar jurang dengan memercikkan kabut air yang tebal, seluruh dinding batu diliputi oleh kelembapan dengan lumut tumbuh setebal beberapa coen yang menambah licinnya dinding itu, jangan dikata Siauw Ling sebagai seorang bocah cilik yang tidak mengerti akan ilmu silat, sekalipun yang memiliki kepandaian silat yang amat lihaypun jangan harap bisa menahan dirinya dari luncuran dengan menempel pada dinding batu yang berlumut itu.

Diam-diam Siauw Ling menghela napas panjang dengan hati yang amat sedih, pikirnya, “Aaaah… habis sudah aku kali ini jurang yang begitu dalamnya akan menjadi tempat kuburku untuk selamanya.

“Sejak kecil dia sudah menderita sakit yang amat aneh dan terhadap kematian selama ini sama sekali tidak takut ditambah lagi dnegan pengalamannya selama beberapa hari ini membuat dia orang memandang terlalu tawar terhadap soal kematian walaupun dalam hati dia tahu kalau tubuhnya akan hancur setibanya didasar jurang tetapi dia sama sekali tidak jadi jeri.

Setiap orang yang berada diambang kematian pastilah timbul kekuatan untuk mencari keselamatan, walaupun Siauw Ling tahu kalau tindakannya ini bakal sia-sia belaka tetapi sepasang tangannya tetap mencengkeram tiada hentinya.

Mendadak dia merasa ada sesuatu benda yang amat halus dan lunak menyangkut badannya, cuma sayang benda tersbut tidak kuat untuk menahan terjangan badannya, maka begitu terkena terjangannya benda tersbut patah dan ikut terjatuh ke dalam jurang.

Demikianlah berturut-turut badannya menyangkut dengan benda-benda yang lunak dan halus itu sehingga pada patah dan jatuh ke dalam jurang tetapi dengan kejadian itupun sudah membantu untuk mengerem daya luncur badannya yang sedang melayang ke bawah itu.

Tiba-tiba badannya yang meluncur ke bawah itu tersentak dan membentur sesuatu, kakinya terasa membentur pada sebuah benda yang amat berat sehingga tidak kuasa sudah memantang dan berhentilah meluncur agaknya kini dia sudah terjatuh di atas sebuah batuan yang amat dingin sekali.

Lama sekali Siauw Ling berdiam diri dengan pandangan mendelong, kemudian dengan telitinya ia memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu.

Tampaklah tubuhnya pada saat ini sudah berada di atas sebuah tanah batuan yang menonjol keluar dari dinding tebing, batu tersebut berada ditengah-tengah antara puncak tebing dengan dasar jurang yang amat dalam itu, besarnya laksana sebuah mangkuk dengan panjang tidak sampai tiga depa.

Di sekeliling batu itu tumbuh sejenis jamur berwarna putih yang amat banyak sekali, jamur itu tingginya hanya kurang lebih tiga coen dengan tangkainya berwarna merah tawar, bentuknya mirip dengan payung dan besarnya ada setelapak, batunyapun sangat harum sekali.

Atas adalah tebing setinggi ribuan kaki dan bawah adalah jurang yang dalamnya sampai kelihatan dasarnya, kecuali tumbuh jamur yang berwarna putih keperak-perakan itu seluruh permukaan tebing hanyalah dipenuhi dengan lumut hijau yang amat tebal.

Tempat itu benar-benar merupakan suatu tempat yang ganjil atas tak terlihat langit bawah tak terlihat tanah, sehingga merupakan suatu tempat yang sangat berbahaya sekali.

Terjunlah air dari atas puncak mencapai daya terjuann yang amat luas di sekeliling itu, sehingga kurang lebih ada satu kaki enam tujuh depa di sekeliling tempat tersebut sudah dipenuhi dengan kabut air yang amat tebal, hanya di dalam sekejap itu saja seluruh tubuh bocah itu sudah basah kuyup.

Dengan perlahanpun rasa terperanjat yang memenuhi hati Siauw Ling kini mulai lenyap berganti dengan rasa keheranan pikirnya, “Aneh sekali! tebing ini mencapai luas ratusan kaki kenapa di tempat lain tidak tampak tumbuhan apapun kecuali disekitar tempat ini saja yang ada tumbuhan jamur putih itu?”Kiranya tumbuhan jamur putih dengan tangkai merah itu hanya tumbuh diderah sekitar tiga empat kaki dari tonjolan batu cadas itu.

Tangannya mulai meraba tanah didinding itu, dia merasa tempat itu sangat gembur dan basah, hatinya jadi lantas jadi paham kembali.

“Aaah…! Benar tanah di sekeliling tebing sini pastilah amat subur sekali sehingga jamurjamur itu hanya tumbuh di sekeliling ini saja!”pikirnya.

Rasa heran yang semula mencekam hatipun dengan cepat ikut tersapu lenyap. Cuacapun dengan perlahan mulai menggelap karena sang surya dibalik puncak yang sangat tinggi itu.

Kini suasana jadi gelap, perutpun mulai keroncongan pikirnya dihati, “Tempat ini tampak burung maupun binatang, dimalam hari tentulah sangat sunyi. Kelihatannya aku orang tidak terbanting mati didasar jurang tapi harus menemui kematian karena kelaparan dan kedinginan.

“Saking laparnya akhirnya ia tidak kuat lagi untuk mempertahankan dirinya, tangannya mulai memetik jamur-jamur putih yang tumbuh disekitar tempat itu lalu dimasukkan kemulutnya.

Setelah masuk ke dalam mulut terasa suatu rasa manis dan harum yang benar-benar menusuk hidung tersebar keluar, jamur putih itu benar-benar sangat enak sekali.

Hanya di dalam sekejap saja Siauw Ling sudah menghabiskan tujuh delapan batang sampai perutnya terasa sangat kenyang dia baru berhenti mengunyah dan mulai berpikir kembali.

Soal makan untuk sementara waktu masih bisa di atas dengan jamur-jamur putih yang bisa diambil dengan menggunakan tangan dan paling lama masih bisa bertahan dua tiga hari lagi, tetapi bagaimana aku harus melawan rasa dingin dimalam hari dan cara bagaimana pula untuk meninggalkan tempat ini!”Bocah ini sama sekali tidak memikirkan siapakah orang yang sudah mendorong dirinya sampai terjatuh ke dalam jurang, kepada diapun dalam hatinya tidak menaruh rasa dendam yang dipikirkan waktu ini hanyalah dengan cara bagaimana bisa meninggalkan tempat tersebut.

Malam yang dingin akhirnya menjelang tiba juga, kecuali suara air terjun yang bergema memekikkan telinga hanyalah suara angin malam yang menderu-deru mengawani Siauw Ling dimalam yang sunyi itu.

Keadaan yang sangat seram ini boleh dikata tak mungkin bisa diubah lagi dengan kekuatan Siauw Ling, agaknya kecuali bila dia harus menemui kematian dengan meloncat ke bawah dasar jurang hanyalah merasakan penderitaan sebelum menjelang kematiannya di atas batu tersebut.

Sambil bersandar pada dinding bocah itu memejamkan matanya dan berlatih tenaga dalam sesuai cara yang diajarkan Gak Im Kauw kepadanya, dia berharap dengan latihan tersebut rasa dingin yang mencekam badannya itu bisa tertahan.

Suatu peristiwa ternyata berlangsung diluar dugaannya. Waktu itu dia tidak merasa begitu dingin dan malam yang panjang itupun berlalu dengan cepatnya.

Haripun menjadi terang kembali, sinar keemas-emasan dari sang surya memancarkan cahaya terang menerangi puncak tebing.

Kalau lapar Siauw Ling lantas memetik beberapa batang jamur untuk dimakan, setelah itu menanti kembali munculnya malam berikut.

Demikianlah dengan menempuh penghidupan yang serba susah payah tiga hari sudah berlalu dengan cepatnya.

Hari itu kembali Siauw Ling merasa sangat lapar sedang jamur putih yang ada di sekelilingnya sudah termakan habis, walaupun di tempat yang lebih jauh masih amat banyak tetapi tak terambil olehnya.

Di dalam keadaan yang amat terdesak itulah bocah tersebut mulai mencari akal untuk menyambung hidup, maka dialah yang melepaskan pakaiannya untuk dibentuk tali dan diikat diujung baju tersebut sedang ujung yang lain diikat pada pinggangnya.

Dengan menggunakan cara itulah dia meluncur ke bawah untuk mengambil beberapa batang jamur untuk seterusnya naik kembali ke tempat semula.

Beberapa hari kembali lewat dengan cepatnya, jamur-jamur putih yang ada di bawah tebing kembali habis dimakan sedang jamur-jamur yang tumbuh subur disebelah atas dan samping kiri kanan tak tercapai olehnya, waktu itulah hatinya mulai cemas dan bingung.

Bilamana dihitung dengan jari maka bocah itu sudah berdiam selama sepuluh hari sepuluh malam di tengah tonjolan batu yang tidak melihat langit dan melihat tanah itu.

Hari itu mendadak cuaca berubah hebat angin bertiup kencang diselingi hujan badai yang amat dahsyat, petir menyambar tiada hentinya disertai suara halilintar yang membelah bumi.

Walaupun selama beberapa hari ini Siauw Ling sama sekali tidak bersantap sehingga perutnya terasa amat lapar tapi semangatnya masih tetap gagah, pakaian sebelah ataspun sudah disobek untuk dibuat tali maka sekalipun kini berada dalam keadaan setengah telanjang bocah itu sama sekali tidak merasa kedinginan.

Hujan badai yang disertai dengan tiupan angin kencang itu berlangsung selama emapt lima jam lamanya, walaupun hanya beberapa jam tetapi bagi Siauw Ling yang merasakan penderitaan itu, bagaikan selama beberapa tahun lamanya.

Hujan badai itu datangnya cepat perginyapun dalam sekejap hanya di dalam beberapa saat saja angin berhenti, hujannyapun reda sinar sang surya mulai menampakkan dirinya kembali.

Kembali perutnya mulai merasa sangat lapar, jamurpun tak berhasil didapatkan dan sewaktu Siauw Ling berada di dalam keadaan serba bingung itulah mendadak tampak sesosok bayangan dengan cepatnya menerjang datang.

Belum sempat bocah itu melihat dengan jelas tahu-tahu bayangan hitam itu sudah melayang turun di atas batu cadas tersebut.

Walaupun bayangan hitam itu berhasil meluncur keatas batu tersebut tetapi badannya bergoyang amat keras seperti mau jatuh dengan sebatnya Siauw Ling menyambar bayangan tersebut dan ditariknya kencang-kencang.

Kiranya bayangan tersebut bukan lain adalah seekor burung yang amat besar.

Setelah memperoleh bantuan dari Siauw Ling burung itupun baru menutup sayapnya dan berdiri tegak di atas batu itu.

Burung itu besarnya mencapai dada, dan bilamana mendogakkan kepalanya jauh lebih tinggi dari dirinya. Siauw Ling yang sejak kecil sudah memperoleh pengetahuan campuran yang amat luas sekali pandangannya lanatas sudah tahu kalau burung itu tentunya burung rajawali seperti yang dikatakan dalam kitab, hatinya jadi amat girang.

“Aaah… bilamana aku tidak terkurung disini mana mungkin bisa melihat burung sebesar ini,”pikirnya.

Pada waktu itulah dia menemukan kalau burung itu sedang memejamkan mata menundukkan kepala, agaknya sedang menderita suatu penyakit.

Siauw Ling jadi keheranan terburu-buru dia menarik burung itu lebih mendekat lagi.

Tiba-tiba jamur putih yang dicekal ditangannya disambar oleh burung tersebut lalu ditelan.

Melihat akan hal itu timbullah rasa kasihan dihati Siauw Ling, pikirnya diam-diam, “Ooouw… kiranya burung rajawali ini sedang lapar!”Buru-buru dia mengambil lagi beberapa batang jamur yang baru saja dipetik itu untuk dijejalkan ke dalam mulutnya.

Burung rajawali itu sesudah menghaboskan enam tujuh batang jamur putih itu semangatnyapun berkobar kembali suara pekikkan memecahkan kesunyian menembus ke tengah angkasa membuat Siauw Ling merasakan telinganya tergetar.

Diam-diam bocah itu jadi amat terperanjat kembali pikirnya, “Tidak disangka jamur putih itu sungguh mujarab sekali. Burung raksasa yang tadi kelihatan mau mati setelah menelan beberapa batang jamur semangatnya pulih kembali.

“Pikirannya yang cerdikpun segera bisa memecahkan kembali berbagai persoalan yang selama ini mencekam hatinya. Tidak aneh kalau selama ini badannya tidak terasa kedinginan maupun lelah, kiranya jamur putih tersebut sangat berkasiat untuk badan.

Setelah semangatnya pulih kembali burung rajawali itupun mulai mengibas-ibaskan sayapnya siap terbang pergi.

Mendadak Siauw Ling merasakan hatinya rada tergetar.

“Burung ini setelah pergi dari sini entah kapan lagi baru kembali?? inilah kesempatan yang baik bagiku untuk meloloskan diri dari sini, aku harus meminjam burung tersebut untuk meninggalkan tempat itu!”Berpikir akan hal tersebut hatinya jadi mantap, serunya dengan cepat, “Kakak rajawali, kakak rajawali, tolong aku meninggalkan tempat ini.

“Tangan kanannya melepaskan kain yang mengikat di atas batu tebing itu sedang badannya naik keatas punggung burung tersebut.

Diantara suara pekikan yang nyaring burung rajawali itu mulai mementangkan sayapnya dan melayang ke tengah angkasa melewati air terjun tersebut menuju ke tengah udara.

Siauw Ling yang ada di atas punggung rajawali itu hanya merasakan angin menderu-deru di samping telinganya dalam hati dia jadi terperanjat sedang sepasang tangannya merangkul leher burung tersebut lebih kencang lagi.

Walaupun angin yang ditimbulkan oleh kebasan sayapnya amat menyeramkan tetapi terbang burung tersebut amat mantap. Lama kelamaan Siauw Ling mulai berani lagi matanya mulai dipentangkan dan melongok ke bawah dengan penuh rasa kagum.

Mendadak burung itu meluncur ke bawah dengan amat cepatnya hampir-hampir melemparkan dirinya jatuh dari punggung burung. Buru-buru dia merangkul leher rajawali tersebut lebih kencang.

Akhirnya burung itu menutup sayapnya kembali dan melayang turun disebuah lembah yang amat curam.

Pohon siong tumbuh dengan rindangnya memenuhi permukaan rumput nan hijau menghiasi tanah di samping berbagai ragam bunga mengeluarkan bau harum yang semerbak pemandangan disekitar tempat itu benar-benar amat indah sekali.

Dengan langkah yang perlahan Siauw Ling berjalan ke depan melalui pohon siong yang besar dan rindang itu. Akhirnya sampailah di bawah bukit dengan sebuah rumah kayu berdiri disisi hutan.

Hatinya jadi amat girang, teriaknya, “Bagus sekali! Kiranya disini ada orang berdiam.

“Rumah kayu itu tertutup rapat-rapat dengan sekelilingnya tumbuh pohon siong yang rendah tapi lebat, saking girangnya Siauw Ling segera menerjang masuk ke dalam dan membuka pintu tersebut.

Setelah baru saja hendak melangkah masuk mendadak hatinya rada tertegun.

“Akh… bagaimana aku boleh bertindak gegabah???”pikirnya.

Dengan cepat dia berhenti lalu berseru dengan suara keras.

“Majikan rumah yang ada di dalam maaf boanpwee mengganggu ketenanganmu.

“Suasana di dalam rumah masih tetap tenang-tenang saja, sedikit suarapun tidak kedengaran.

Siauw Ling jadi ragu-ragu, akhirnya dia melangkah masuk juga ke dalam ruangan tersebut.

Tampaklah di dalam ruangan itu kecuali sebuah pembaringan kayu tidak tampak benda yang lain di atas pembaringan kayu duduklah seorang yang memakai kerudung putih.

Selangkah demi selangkah Siauw Ling berjalan mendekati, walaupun begitu orang itu masih tetap duduk tenang tanpa menunjukkan gerakan apapun juga.

Dalam hati Siauw Ling jadi rada mangkel, pikirnya, “sebenarnya orang itu masih hidup atau mati?? Kenapa badannya seperti patung sedikitpun tidak bergerak?”Berpikir akan hal itu dengan keras kembali teriaknya, “Boanpwee Siauw Ling telah mengganggu ketenangan dari Locianpwee, disini aku minta maaf terlebih dulu.

“Orang itu tetap duduk tidak bergerak tegak dan kaku laksana sebuah patung malaikat yang terbuat dari tanah liat.

Melihat perkataannya dua kali tidak memperoleh jawaban Siauw Ling jadi rada kheki, pikirnya, “Bagus sekali… kau berpura-pura bisu dan tuli tidak memperdulikan diriku akupun tidak akan menggubris dirimu lagi. Kita lihat siapa diantara kita yang berbicara terlebih dulu!”Dia lantas mengundurkan diri keujung ruangan dan bersila, sambil pejamkan matanya dia mulai mengatur pernapasan sesuai dengan ajaran dari Gak Im Kauw.

Menanti dia selesai berlatih magribpun sudah menjelang datang, ketika bocah itu menoleh kembali ke arah orang tersebut tampaklah dia masih tetap duduk bersila disana.

Siauw Ling jadi gemas juga, tanpa banyak cakap lagi dia lantas bertindak keluar dari ruangan tersebut untuk mencari sedikit makanan guna menangsal perutnya yang sedang lapar.

Lembah tersebut dalamnya tidak lebih hanya seratus kaki, tetapi hawanya sangat nyaman.

Disana sini tumbuhlah berbagai pohon buah-buahan dengan amat suburnya.

Tanpa banyak bicara lagi Siauw Ling memanjat pohon untuk memetik beberapa biji buah dan dimakannya untuk menahan lapar.

Setelah itu dia kembali ke dalam ruangan itu bermaksud untuk menginap semalam disana. Dengan hormatnya bocah itu menjura dan berseru kembali, “Boanpwee tersesat dan tiba di tempat ini, karena tidak ada tempat yang lain untuk berteduh, malam ini boanpwee bermaksud untuk meminjam ruangan dari Locianpwee ini untuk beristirahat.

“Orang itu membungkam tidak mengucapkan sepatah katapun, Siauw Ling pun tidak mau ambil gubris dia lantas menguncurkan diri kepojokan ruangan dan tertidur dengan pulasnya.

Selama beberapa hari ini dia belum pernah tidur dengan nyenyak, walaupun ruangan tersebut amat jelek tetapi jauh lebih aman dibandingkan dengan batu di atas tebing tadi karena hatinya lega diapun tertidur dengan pulasnya.

Sewaktu sadar kembali hari sudah terang sewaktu memandang pula ke arah manusia berkerudung itu tampaklah dia masih duduk bersila tak bergerak, pikirnya kembali berputar, “Hm! Kau tidak memperdulikan diriku akupun tidak akan mengajak kau berbicara lagi.

“Sekeluarnya dari ruangan itu kembali dia mencari buah-buahan untuk menangsal perut kemudian mencari mata air cuci muka.

Setelah itu dengan langkah yang perlahan dia mulai berjalan masuk ke dalam lembah itu lebih dalam lagi.

Panjang lembah itu tidak lebih cuma seratus kaki. walaupun Siauw Ling berjalan dengan amat perlahan tidak sampai selang lima dia sudah tiba pada ujung lembah tersebut.

Terlihatlah dua buah puncak bertemu jadi satu di tempat itu, sebuah batu cadas setinggi dua kaki menghalangi perjalanan selanjutnya.

Siauw Ling jadi amat tertarik melihat keadaan di tempat itu setelah mengitari batu cadas mendadak muncullah sebuah pintu yang setengah terbuka setengah tertutup hatinya jadi amat girang.

“Hore, bagus sekali! Kiranya di tempat inipun ada sebuah ruangan batu, dengan begitu aku bisa berdiam disini saja dan tidak usah pinjam ruangan tadi.

“Pintu itu hanya terbuka tiga cun saja tidak cukup untuk dilalui seseorang dengan sekuat tenaga Siauw Ling mendorong pintu itu kesamping pintu yang besar dan berat itupun dengan perlahan terbentanglah.

Dalam keadaan tidak sadar tadi dia sudah makan jamur putih yang berusia ribuan tahun tenaga kekuatan dibadannyapun sudah memperoleh kemajuan yang pesat cuma dia sendiri sama sekali tidak merasa.

Jilid 14 Gua cadas alam itu tidak begitu dalam luasnya hanya sembilan depa dengan dalam dua kaki di bawah sorotan sinar sang surya seluruh pemandangan di dalam ruangan tersebut dapat dilihat dengan jelasnya.

Tiba-tiba Siauw Ling menjerit kaget dan mundur satu langkah ke belakang kiranya di dalam gua itupun terdapat seorang yang memakai jubah berwarna kuning wajahnya menghadap ke arah dinding sehingga tak dapat dilihat bagaimana bentuk mukanya.

Diam-diam dia menghela napas panjang, pikirnya, “Heee… tidak disangka di tempat inipun ada orang yang mendiami.

“Sinar matanya kembali berputar memandang sekeliling tempat itu di atas dinding yang rata dan bersinar itu terlukislah delapan buah gambar manusia ada yang sedang duduk ada yang sedang berdiri ada pula yang sedang berbaring atau terlungkup bermacam gaya itu terukir dengan amat jelas sekali agaknya dibuat dengan menggunakan golok atau pedang.

Kecuali kedepalan buah gambar yang terpancang di atas dinding serta simanusia berjubah kuning itu sebuah pembaringanpun tidak tampak di tempat itu.

Dengan perlahan Siauw Ling berjalan ke depan maksudnya ingin melihat bagaimana rupa orang itu boleh dikata hampir menempel dinding, ujung hidungnya saling menempel dengan batu kecuali baju serta badannya sama sekali tidak kelihatan yang lain.

Siauw Ling yang merasa tindakannya masuk ke dalam ruangan sangat tidak sopan.

Dengan perlahan Siauw Ling berjalan terburu-buru merangkap tangannya menjura.

“Boanpwee, Siauw Ling tanpa sengaja telah tiba di dalam ruangan Locianpwee… harap suka dimaafkan.

“Orang berbaju kuning itu tetap duduk menghadap kedinding sedikitpun tidak bergerak oleh perkataan itu.

Sekali lagi Siauw Ling merasa hatinya jengkel pikirnya, “Orang-orang di dalam lembah ini ternyata merupakan manusia-manusia aneh yang tidak pakai aturan semua!”Segulung angin gunung bertiup masuk ke dalam ruangan membuat jubah kuning dari orang itu berkibar tiada hentinya.

Tetapi orang berjubah kuning itu tetap tak bergerak dari tempatnya.

Satu ingatan mendadak berkelebat di dalam benak bocah itu.

“Orang ini duduk di tempat ini tanpa makan tanpa minum dan tak kedengaran suara bernapas, bahkan aku yang mendorong pintu masuk dan mendekati dirinya diapun tidak merasa, bilamana dia manusia hidup maka seharusnya akan membuka mata, apa mungkin mereka telah mati,”pikirnya.

Teringat akan hal ini kembali otaknya berputar.

Di dalam lembah gunung ini tentu ada semut serta binatang kecil bilamana mereka sudah mati seharusnya mendatangkan semut serta binatang-binatang kecil lainnya.

Semakin berpikir Siauw Ling semakin bingung dia tidak mengerti apakah kedua orang itu masih hidup ataukah sudah mati.

Mendadak di dalam benaknya teringat kembali akan keadaan dari Gak Im Kauw yang mati dalam keadaan duduk bersila dengan wajah masih seperti sedia kala kini kedua orang ini bisa tiba di tempat yang ditutupi gunung tinggi serta sunyi tak kelihatan manusia ini mereka memiliki kepandaian silat yang tinggi dan bilamana mereka mati keadaanpun tentu seperti Gak Im Kauw.

Walaupun dia amat cerdik tetapi tidak akan terlepas dari pikiran bocah teringat akan kematian mereka yang ada di tengah gunung, sehinggalah seorangpun yang ikut bela sungkawa hatinya jadi amat sedih.

“Empek tua!”serunya kemudian dengan suara serak. “Kau mati di dalam gunung yang sesunyi ini dan setiap hari berada di dalam gua kecil ini sungguh kasihan sekali! Seorang yang turut bela sungkawapun tak ada… dan di tempat inipun tak ada uang kertas buat menghormati dirimu baiklah biar aku gunakan saja buah-buahan sebagai sesajen untuk menghormati sukmamu.

“Sehabis berkata dia lantas lari keluar dari gua tersebut untuk mengambil beberapa biji buah-buahan dan kemudian diletakkan di belakang tubuh si orang tua itu.

“Empek tua!”ujarnya sambil jatuhkan diri berlutut. “Aku Siauw Ling memberi hormat buat dirimu.

“Sehabis berkata dia menjalankan tiga kali penghormatan besar.

Sebenarnya dia berbuat begitu hanya timbul dari dasar hati kecilnya tetapi teringat diapun akan mati di dalam gunung yang amat sunyi dan terasing dari pergaulan manusia sehingga tak mungkin bisa bertemu kembali dengan enci Gak nya maka dalam hati jadi terasa amat sedih sekali.

Tak tertahan lagi ia menangis tersedu-sedu.

Si orang berjubah kuning yang duduk menghadap dinding bagaikan patung malaikat itu sekalipun berhati keras laksana baja saat ini tergetar juga mendengar suara tangisan yang demikian menyedihkan dari bocah tersebut akhirnya dia menghela napas panjang juga jubahnya sedikit digetarkan dan menotok jalan darah “Shia Khei”di tubuh Siauw Ling.

Siauw Ling yang sedang menangis dengan sedihnya sejak semula sudah kehilangan kesadarannya sekalipun orang berbaju kuning itu sudah menghela napas panjang dan menoleh, dia masih tetap tidak merasa, tak kuasa lagi jalan darahnya kena ditotok secara tidak sadar yang kemudian tertidur dengan pulasnya.

Si orang tua berbaju kuning itu setelah menotok jalan darah Siauw Ling lantas terpekur berpikir beberapa saat lamanya, akhirnya setelah menghela napas panjang gumamnya seorang diri, “Aku sudah menolong dirinya, seharusnyalah aku memperhatikan dirinya terus.

“Tangannya mulai meraba seluruh tubuh dari Siauw Ling, setelah itu ujarnya lagi, “Ternyata dia orang mempunyai bakat yang amat bagus sekali untuk belajar ilmu silat cuma sayang ketiga buah urat nadinya ada sedikit gangguan…”Dia meranjak sebentar lalu tertawa terbahak-bahak.

“Haahaahaaa… benar bilamana dia tidak ada sakit pada ketiga urat nadinya dengan bakatnya yang begitu bagus sudah tentu diterima orang lain, bagaimana mungkin kini bisa menemui lohu?”Di dalam ruangan batu pada saat ini cuma dia serta Siauw Ling dua orang dan saat ini bocah tersebut lagi tidak sadar jadi boleh dikata dia lagi berbicara seorang diri dan tertawa tergeletak dengan senangnya.

Mendadak orang tua itu mengerutkan alisnya kembali pikirnya, “Kita sudah mengadakan perjanjian untuk saling memperdalam ilmu silat bilamana aku menolong bocah ini sudah tentu akan membuang waktu yang sangat banyak dengan begitu kepandaianku tidak bakal bisa menangkan kepandaian mereka.

“Teringat akan hal ini kembali muncullah rasa benci serta gemasnya terhadap diri Siauw Ling.

“Apakah mungkin mereka yang sengaja mencari bocah ini untuk mengganggu waktuku di dalam berlatih limu silat??”pikirnya kembali. “Hmm! Siasat ini benar-benar amat kejam dan ganas, bocah ini bermaksud untuk mengganggu latihan Siu Kang ku dia tidak boleh tinggal lebih lama.

“Napas membunuh mulai menyelimuti wajahnya tepalak tangannya dengan perlahan diangkat digaplokkan keatas tubuh Siauw Ling.

Pada saat telapak tangannya hampir menempel dengan jalan darah Thian Leng hiat di atas ubun-ubun bocah itu kembali hatinya bergerak.

“Dia menangis dengan begitu sedihnya jelas hal ini tidak mungkin keluar karena purapura dia sudah salah menduga aku sudah mati sehingga memetik banyak buah-buahan untuk menyambangi diriku hati yang demikian ramah dan halusnya benar-benar luar biasa sekali bilamana aku gaplok dia sampai mati bukankah hidupku akan terganggu dengan rasa menyesal??”Teringat kembali akan usianya yang sudah mencapai seratus tahun sekalipun memahami ilmu silat yang lebih mendalampun tiada gunanya maka hatinya jadi goyah.

“Walaupun tidak ada hubungannya dengan orang ini tetapi bocah ini sangat baik terhadap diriku, hatinyapun amat welas asih, lebih baik aku wariskan saja seluruh kepandaian silatku kepadanya, dengan begitu kepandaiankupun tidak akan ikut terkubur bersama hajatku.

“Dengan mengikuti perubahan di dalam hatinya wajah orang tersebut sebentar penuh dilapisi nafsu membunuh sebentar kemudian amat ramah, sungguh kasihan Siauw Ling yang berada di dalam keadaan tidak sadar, dia tidak tahu kalau nyawanya berulang kali sudah berada dalam keadaan bahaya.

Akhirnya hawa jahat yang menghiasi wajah si orang berbaju kuning itu mulai luntur berganti dengan senyuman yang ramah dia menengok ke arah Siauw Ling yang berbaring disisi tubuhnya lalu berbisik, “Bocah, kau muncul di tempat ini sesaat sebelum aku berhasil memahami tenaga sakti yang sedang aku yakini karenanya ilmu silatkupun menemui kerugian. Loohu sendiri juga tidak tahu apakah ini yang dinamakan jodoh atau bencana?”Tangannya mulai digerakkan mengurut seluruh tubuh bocah cilik itu.

Dimana jari tangannya tiba seluruh tulang dari Siauw Ling berbunyi menggerutuk segulung asap putih dengan cepatnya mengepul keluar dari ujung jarinya.

Semakin lama asap putih itu semakin menebal, hanya di dalam sekejap saja sudah mengurung tubuh Siauw Ling.

Kiranya si orang tua berbaju kuning itu telah menggunakan hawa murni hasil latihannya selama puluhan tahun ini untuk melumerkan ketiga buat urat nadinya yang tersumbat itu.

Walaupun jalan darah dari Siauw Ling tertotok tetapi tenaga dalam yang berhasil dilatih selama ini sama sekali tidak padam bahkan memberikan reaksi yang dahsyat seluruh tubuhnya dengan mengikuti getaran jari tangan dari si orang tua berbaju kuning itu bergetar tiada hentinya.

Kurang lebih sepertanak nasi kemudian wajah si orang tua itu mulai dibasahi dengan keringat bagaikan curahan hujan, tetapi tangannya masih tidak berhenti juga.

Keringat yang membasahi jubah kuningnyapun segera menetes keatas tubuh Siauw Ling.

Menanti napasnya mulai tersengal-sengal dia baru berhenti dan menghembuskan napas panjang, lalu dari dalam sakunya dia mengambil keluar sebutir pil berwarna putih.

Lama sekali dia memandang ke arah pil putih yang ada ditangannya dengan rasa sayang,lama sekali baru terdengar orang tua itu menghela napas panjang yang terpaksa membuka mulut Siauw Ling untuk dimasukkan pil putih itu ke dalam mulutnya.

“Bocah… beristirahatlah baik-baik……”gumamnya seorang diri.

Telapak tangannya dengan cepat bergerak membebaskan jalan darah Siauw Ling yang tertotok itu.

Mendadak Siauw Ling membuka matanya dan memandang sekejap ke arah si orang tua itu, agaknya dia bermaksud untuk mengucapkan sesuatu tetapi rasa ngantuknya sukar ditahan. Belum sempat mulutnya bergerak dia sudah jatuh pulas dengan nyenyaknya.

Menanti bocah itu sadar kembali untuk kedua kalinya pemandangan di dalam ruangan batu sudah berubah.

Tampaklah disudut ruangan batu itu sinar api berapi, dua ekor daging ayam sedang dipanggang di atas . Nyala api tersebut bau harum tersinar datang membuat perutnya terasa amat lapar.

Si orang tua berjubah kuning dengan jenggot berwarna keperak-perakan yang ada di sampingnya berwajah amat merah saat itu sedang memandang ke arahnya sambil tertawa.

Siauw Ling segera menggerak-gerakkan kaki tangannya, terasa seluruh badannya amat nyaman laksana baru berganti tulang saja.

Buru-buru dia merangkak bangun dan melototi si orang tua berjubah kuning itu dengan tertegun.

“Aach kiranya dia belum mati??”pikirnya.

“Bocah, kau sudah bangun?”terdengar si orang tua berjubah kuning itu bertanya sambil tertawa.

“Empek tua kau masih hidup yaaa?”seru bocah itu keheranan.

Teringat akan keadaannya sewaktu si orang tua itu duduk bersila menghadap ke arah dinding batu walaupun saat ibi dia bisa melihat senyuman ramah menghiasi wajahnya dan jelas si orang tua itu adalah seorang manusia hidup tetapi dalam hati tak berani terlalu percaya.

“Sudah tentu masih hidup!”sahut si orang tua berjubah kuning sambil tertawa.

“Kau sudah lama hidup di dalam lembah yang sunyi ini?”“Ehm… mungkin ada tiga puluh tahun.

““Apa? tiga puluh tahun?”teriak Siauw Ling terperanjat. “Aah… sungguh panjang sekali waktu itu?”“Aai bocah! Siang malam sering berputar puluhan tahun lewat bagaikan sentilan kuku.

Sewaktu loohu masuk ke dalam lembah ini kau masih belum lahir tapi kini loohu sudah tua… yaaa, tua sekali!”kata si orang tua berjubah kuning itu sambil menghela napas panjang.

Mendengar perkataan itu dalam hati Siauw Ling lantas berpikir, “Manusia hidup takkan terhindar dari kematian. Kau sudah hidup selanjut ini buat apa masih ingin hidup lebih lama lagi?”Karena di dalam tubuhnya telah menderita penyakit berat dan sukar untuk hidup lebih dari dua puluh tahun. Maka sejak kecil dia sudah mendengarkan penjelasan dari ayahya soal mati hidup, sejak semula dia sudah tahu kalau dirinya takkan hidup lebih lama lagi karena itu terhadap soal kematian di dalam pandangannya merupakan satu urusan yang amat kecil.

Si orang tua berjubah kuning yang melihat bocah itu memandang ke arahnya dengan terpesona agaknya lagi memikirkan satu urusan yang sangat besar hatinya jadi heran.

“Bocah, kau lagi memikirkan apa??”Dalam hari Siauw Ling jadi amat cemas pikirnya, “Urusan ini tidak boleh aku beritahukan kepadanya biarlah aku beritahu kalau usianya amat panjang saja.

“Di dalam keadaan cemas itu mendadak teringat kembali olehnya akan si orang berkerudung putih yang ada di dalam rumah kayu tadi maka dengan cepat ujarnya, “Kalau memangnya Locianpwee belum mati maka orang yang ada di dalam rumah kayu itupun pasti masih hidup.

““Ooouw… kau sudah bertemu dengan dirinya.

““Aku melihat dia duduk bersila di atas pembaringan kayu dengan wajahnya tertutup oleh kain putih apakah dia masih bernapas atau tidak aku tidak tahu, tetapi kalau memanganya kau kini belum mati tentunya dia orang belum mati juga.

“Si orang tua berjubah itu segera tertawa.

“Pikiranmu sedikitpun tidak salah! haruslah kau ketahui orang yang memiliki tenaga dalam sempurna ditambah pula bila belajar ilmu kura-kura bernapas sekalipun menutup seluruh saluran pernapasan selama beberapa jam pun bukanlah merupakan persoalan yang sulit.

““Aakh…! kiranya belajar silatpun ada kebaikannya!”puji Siauw Ling tidak kuasa lagi.

“Apakah kau kepingin belajar ilmu silat?”“Ingin sih ingin belajar! Tetapi aku mau belajar ilmu silat nomor wahit di dalam kolong langit pada saat ini,”sahut Siauw Ling setelah termenung sebentar.

“Haaa… haaa… kalau begitu kau sudah benar mencari orang, di dalam kolong langit pada saat ini orang yang bisa menangkap diri loohupun hanya beberapa orang saja.

“Walaupun seluruh rambutnya telah memutih tetapi dikarenakan sudah amat lama berdiam di dalam gunung seorang diri hatinya masih tetap bersifat polos.

“Bagaimana?”tanya seorang tua berjubah kuning itu. “Apakah kau rada tidak percaya dengan perkataan yang loohu ucapkan.

““Kau menyebut dirimu memiliki kepandaian silat yang amat lihay dan tanpa tandingan dikolong langit…”“siapa yang bilang tanpa tandingan. Aku cuma bilang tidak banyak…!”sombong si orang tua itu buru-buru.

“Kalau begitu masih ada orang yang bisa menangkap dirimu?”“Tidak benar, tidak benar paling bantu juga seimbang saja.

““Bagaimana kepandaianmu jika dibandingkan dengan Pak Thian Coencu??”tiba-tiba tanya bocah itu lagi.

Si orang tua berjubah kuning itu agak melengak sebentar kemudian dia baru menjawab.

“Kepandaian silat dari siiblis tua itu benar luar biasa dan namanya terkenal…”Jadi maksudmu kau tidak bisa menangkap dirinya?”sambung Siauw Ling dengan nada kecewa.

“Siapa yang bilang??”seru si orang tua berjubah kuning itu sambil mengerutkan alisnya.

Walaupun loohu sudah nama besar dari siiblis tua itu tetapi selamanya belum pernah bergebrak sendiri dengan dirinya, siapa menang siapa kalah siapapun tak bisa menentukan.

“Si orang tua ini agaknya mempunyai nafsu untuk menang yang luar biasa besarnya dia berhenti sebentar lalu tambahnya lagi, “Tetapi menurut pikiran loohu dia belum tentu bisa menangkap diriku, paling banter ternyata seimbanglah!”“Aaah…! Sungguh-sungguhkah perkataanmu?”seru Siauw Ling kegirangan.

“sudah tentu sungguh!”Dengan cepat Siauw Ling dongakan kepalanya memandang ke arah si orang tua berjubah kuning itu dari sinar matanya memancarkan keluar perasaan yang sangat bangga dan kagum.

“Apakah kau suka menerima aku sebagai muridmu??”tanyanya kemudian.

Tidak bisa… aku tidak bisa menerima dirimu sebagai murid!”sahut si orang tua berjubah kuning itu sambil goyangkan tangannya berulang kali.

Mendengar perkataan itu Siauw Ling tiba-tiba menghela napas panjang. Ujarnya, “Apakah perkataan sudah menyinggung perasaan kau orang tua??”Si orang tua berjubah kuning itu malah tertawa terbahak-bahak.

“Bilamana kau memang kepingin belajar ilmu silat kelas satu maka kau tidak boleh mengengkat aku sebagai gurumu, tetapi bilamana kau hanya kepingin belajar ilmu silat tingkat kedua maka cepatlah jalankan penghormatan besar untuk angkat aku sebagai guru.

“Sekali lagi Siauw Ling dibuat melengak.

“Semakin dengar semakin tidak paham, empek tua! Sukakah kau orang menjelaskan lebih terang lagi??”“Haaa… haaa… rahasia langit tidak boleh dibocorkan, kalau tidak maka akan lenyap kemanjurannya,”sahut si orang tua itu sambil tertawa terbahak-bahak, Kelihatannya dia amat girang.

Siauw Ling untuk beberapa saat lamanya tidak tahu keistimewaan dari perkataan tersebut dia hanya memegang kepalanya dan berpikir keras.

Si orang tua berjubah kuning itu setelah menghentikan suara tertawanya dengan perlahan dia mengalihkan sinar matanya ke arah Siauw Ling lama sekali baru terdengar dia berseru.

“Hey… bocah cilik, mari kita rundingkan satu persoalan bagaimana?”“Empek tua, silahkan kau bicara!”kata Siauw Ling sambil angkat kepalanya.

“Bilamana kau kepingin belajar silat nomor wahid maka kau tidak boleh angkat aku sebagai guru!”“Benar boanpwee ini sedang kebingungan dan tidak paham!”“Urusan ini kau tidak usah berpikir lagi, sekalipun kau pikirkan sampai botak kepalamu pecahpun percuma saja, sekarang ada satu persoalan penting yang hendak dirundingkan dengan dirimu kita bukan sanak bukan keluarga bilamana aku memberimu pelajaran ilmu silat kepadamu bukankah aku jadi rugi??”“Lalu bagaimana baiknya??”“Biarlah loohu menerima sedikit kerugian dan menerima kau sebagai anak angkatku.

“Siauw Ling jadi melengak.

“Kau suka menerima aku sebagai anak angkat? tingkatan ayah terhadap anak serta guru terhadap murid adalah seimbang mana mungkin kau merasa rugi??”pikirnya dihati.

Sikakek tua berjubah kuning itu melihat wajah Siauw Ling penuh diliputi oleh kebingungan wajahnyapun segera terlintas suatu senyuman bangga.

“Haaaa, haaa, bilamana loohu tidak memberitahukan urusan ini kepadamu sekalipun kau berpikir untuk selamanya jangan harap bisa paham”serunya sambil tertawa. “Bilamana membicarakan dari tingkatan umur sekalipun loohu jadi kakekmu juga pantas bilamana aku hanya menerima kau sebagai anak angkatku bukankah aku akan merasa rugi besar??”“Ooouw kiranya begitu!”pikir Siauw Ling sambil hanya tertawa. “Jika ditinjau dari tingkatnya di dalam Bulim tentunya dia orang merupakan seorang Locianpwee angkatan tua!”Terdengar si orang tua berjubah kuning itu sambil tertawa menyambung kembali, “Masih ada satu urusan kau harus menjawab dulu dengan sejujurnya setelah itu aku baru bisa menerima dirimu sebagai putra angkat!”“Bagus sekali untuk memperoleh ayah angkatpun harus menerima dulu banyak peraturan,”pikirnya.

Walaupun begitu dia bertanya juga, “Urusan apa?”“Setelah kau berhasil mempelajari kepandaian silat dari loohu, bila berkelana di dalam dunia kangouw dikemudian hari perduli sudah bertemu dengan jagoan lihay yang bagaimanapun juga asalkan dia masih hidup harus memandang dia sebagai satu tingkatan dengan dirimu, kalau tidak loohu semakin rugi besar lagi.

““Leng jie tentu akan mengingat-ingat sekali,”sahut Siauw Ling cepat sambil bangun berdiri dan menjura.

Bocah ini memiliki otak yang cerdas, sewaktu dilihat orang tua itu sangat kukoay karena takut sebentar lagi dia bakal mengubahnya kembali pendiriannya terburu-buru lantas bangun dan jatuhkan diri berlutut menjalankan penghormatan besar.

Si orang tua berjubah kuning masih tetap duduk tak bergerak, setelah menerima sembilan kali penghormatan dari Siauw Ling dia baru tertawa tergelak.

“Mulai sekarang kita harus memanggil dengan sebutan ayah beranak”katanya.

“Perkataan Gie hu memang benar!”“Kau bocah sungguh cerdik sekali,”ujar si orang tua berjubah kuning itu kegirangan.

“Tak rugi loohu menggunakan hawa murni untuk tembusi ketiga buah urat nadimu tersebut!”“Ketiga buah urat nadiku sudah ditembusi?”tanya Siauw Ling seperti mengerti tapi tidak paham.

“Sudah tentu sudah tembus kalau tidak buat apa aku menerima seorang anak angkat yang berudia pendek?”“Budi kebaikan dari Gie hu, Leng jie merasa amat berterima kasih sekali!”serunya kemudian sambil jatuhkan diri berlutut.

“Bangun… bangun! Ayo cepat aku masih ada perkataan yang hendak kusampaikan kepadamu!”kata si orang tua berjubah kuning sambil tertawa.

Dengan perlahan Siauw Ling bangun berdiri dan duduk di samping si orang tua itu.

“Gie hu ada petunjuk apa?”Dia orang yang sedikit-dikit memanggil gie hu, membuat orang tua berjubah kuning itu benar-benar kegirangan dan senyumanpun menghiasi seluruh wajahnya.

Dengan perlahan si orang tua berjubah kuning itu membelai rambut sang bocah yang terurai, ujarnya, “Bocah ilmu yang gie hu pelajari saat ini adalah ilmu Tong Ci It Yen Kang bilamana kau ikut aku mempelajari ilmu kwekang semacam ini maka selama hidup tak boleh kawin dengan kata lain loohupun tak bakal menggendong cuan angkat!”“Soal ini Leng jie tidak takut!”“Tidak bisa jadi!”teriak si orang tua berjubah kuning itu mendadak dengan mata melotot lebar-lebar. “Karena aku mempelajari ilmu kwekang Tong Ci It Yen Kang maka sudah tertanam seorang musuh yang amat tangguh sekali. Sekalipun sudah bergebrak selama puluhan tahun lamanya masih belum juga berhasil dibereskan apalagi ilmu silat ini termasuk aliran Yang yang panas dan sukar aku tidak boleh menyelakai anak angkatku.

“Tetapi sebentar kemudian dia sudah merasa perkataan yang baru saja diucapkan ini terlalu memandang rendah dirinya, tak tertahan lagi dia menyambung, “Sekalipun hawa yang kasar rada tidak baik tetapi bilamana kasar bersatu dengan lunak hal itu akan luar biasa sekali, cuma saja untuk mempelajari hingga mencapai pada taraf yang demikian tingginya harus membutuhkan waktu sepuluh tahun latihan giat walaupun sepuluh tahun lewat dengan cepat tetapi umur manusiapun ada batasnya, menanti tenaga kasarmu timbul tenaga lunak dari seorang bocah akan berubah jadi seorang kakek tua yang kecil karena itu kau tidak boleh mempelajari ilmu silat yang Gie hu pelajari selama ini.

“Mendengar perkataan itu Siauw Ling pun diam-diam merasa amat terperanjat, pikirnya, “Bilamana mengharuskan aku belajar selama sepuluh tahun lamanya, waktu itu dirinya benar-benar sudah tua , enci Gak pun sudah jadi nenek-nenek, orang-orang yang mengganggu enci Gak pun kebanyakan sudah pada mati…”Si orang tua berjubah kuning yang melihat Siauw Ling dibuat termenung tanpa mengucapkan sepatah katapun tidak tertahan lagi segera tertawa terbahak-bahak.

“Bocah, kau takut?”serunya.

“Tidak! Leng jie tidak akan takut.

“Tiba-tiba paras muka si orang tua berjubah kuning itu berubah sangat keren, ujarnya, “Mungkin loohu tidak bakal kuat hidup beberapa tahun lagi bocah.

““Kini kau sudah anggap aku sebagai gie humu bilamana aku tidak sanggup untuk menciptakan dirimu sebagai sekuntum bunga yang aneh dari Bulim bilamana dikemudian hari kau mendapat hinaan sewaktu melakukan perjalanan di dalam Bulim bukankah aku sebagai ayah angkatmu akan ikut ternoda nama baiknya?”“Leng jie bodoh tidak memahami perkataan dari Gie hu!”“Loohu tidak menyalahkan kau bodoh hanya menyalahkan loohu tidak bicara terus terang”kata si orang tua berjubah kuning itu sambil tertawa.

“Di tengah lembah sunyi yang jauh terpisah dari pergaulan manusia ini kecuali Gie humu masih berdiam dua orang jagoan lihay lainnya…

”ooo0ooo “

Aaach orang berkerudung putih yang ada di dalam rumah kayu itu!”seru Siauw Ling tak tertahan.

“Tidak salah!”sambung si orang tua dengan cepat. “Dia orang mengutamakan ilmu meringankan tubuh, senjata rahasia serta ilmu jari sehingga menjagoi seluruh Bulim.

Sedang tenaga dalam yang dipelajaripun termasuk suatu pelajaran yang luar biasa.

““Bagaimana?? Apakah di dalam lembah sunyi yang terlepas dari keramaian dunia ini masih ada orang ketiga?”tanya Siauw Ling dengan perasaan tercengang.

“Tidak salah diantara ketiga orang itu kau sudah bertemu dengan dua orang masih ada seorang lagi yang berdiam disitu tempat amat kukoay bilamana tidak memperoleh petunjuk dari diriku kau tidak bakal bisa menemukannya.

“Walaupun jenggot orang itu sudah pada memutih tetapi sewaktu berkata dan tertawa masih membawa beberapa bagian sifat kekanak-kanakan yang amat polos.

Mendengar perkataan itu sifat ingin tahu segera meliputi hati Siauw Ling.

“Dia berdiam dimana?”tanyanya cemas.

“Bocah! coba kau terka.

““Gie hu berdiam di dalam gua batu orang itu berdiam di dalam rumah kayu sedang orang ketiga ini berdiam di tempat yang lebih kukoay tempat tersebut tentunya suatu tempat yang tidak umum”pikirnya dihati.

Setelah termenung beberapa saat lamanya dia baru berseru, “Apakah dia orang berdiam di atas pohon?”“Tidak benar tidak benar dia berdiam di tengah udara!”Karena takut Siauw Ling tidak mengerti apa yang sedang diartikan buru-buru menjawab terlebih dulu.

“Berdiam di tengah udara?”seru Siauw Ling keheranan.

“Tidak salah”sahut si orang tua berjubah kuning itu sambil tertawa senang. “Kami bertiga sudah berdiam puluhan tahun lamanya disini, setiap kali lewat beberapa waktu tentu mengadakan satu kali pertandingan untuk menentukan kepandaian siapakah yang lebih unggul, tetapi sekalipun sudah diulangi berulang kali keadaan tetap tidak berubah, siapapun tidak bisa menangkan pihak lain.

“Sewaktu dia orang lagi bercerita dengan amat girangnya tiba-tiba terdengar orang tua itu menghela napas panjang dan berseru dengan amat sedih.

“Bocah kau tahu tidak mengapa selama puluhan tahun ini aku tidak pernah meninggalkan tempat ini selangkahpun?”Mendadak Siauw Ling teringat kembali akan perbuatan dari para jago-jago Bulim yang pada berebut anak kunci Cing Kong Ci Yau walaupun dimulut pada berkata hendak mengetahui rahasia yang menyelimuti istana terlarang itu padahal yang sebetulnya pada ingin memenuhi kebutuhan pribadi masing-masing, tentunya di dalam istana terlarang itu sudah tertinggal berbagai macam ilmu silat peninggalan cianpwee-cianpwee terdahulu.

Kini mendengar perkataan dari si orang tua itupun lantas mereka merasa kalau perbuatan dari gie hu nya yang berdiam selama puluhan tahun lamanya di dalam lembah yang sunyi ini tentu ada sangkut pautnya dengan perbuatan nama serta kedudukan.

Teringat akan hal itu, ia lantas tersenyum.

“Gie hu berbuat begini tentunya dikarenakan memperebutkan nama besar serta kedudukan bukan? Kalau tidak mana mungkin Gie hu berdiam selama puluhan tahun di dalam lembah yang sunyi ini?”“Bocah, kau hanya berhasil menebak benar separuh saja,”ujar sikakek tua berjubah kuning itu sambil menghela napas panjang. “Hee…! kami mengasingkan diri selama puluhan tahun lamanya, kecuali dikarenakan perebutan nama besar terikat pula di dalam soal cinta. Peristiwa ini panjang sekali kalau dibicarakan, apalagi waktu untuk berkumpul bagi kita ayah beranak dikemudian haripun masih banyak karena itu lebih baik kita bicarakan besok saja. Baru sampai kau menangis tadi membuat aku tersadar kembali kalau loohu masih belum sadar dari rintangan tersebut, tetapi sekarang aku telah menyadari kembali akan semua urusan bahkan sampai soal yang menggembirakan dan menyedihkan hatipun.

“Beberapa perkataan ini sebetulnya maksud yang mendaldam, Siauw Ling cerdik saat ini tidak akan paham akan apa yang dimaksudkan oleh si orang tua berjubah kuning itu.

Tampak sikakek tua berjubah kuning itu mengelus-elus jenggotnya yang putih setelah beberapa saat lamanya ia baru berkata kembali dengan nada serius, “Bocah, daripada ribut lebih baik sekarang kita pergi mencari si siucay miskin itu.

“Selesai berkata ia menarik tangan Siauw Ling dan dengan langkah lebar berjalan keluar ruangan.

Sang surya memancarkan sinarnya keperak-perakan, bunga-bunga tumbuh laksana hiasan sutera. Air sungai mengalir dengan begitu tenangnya membuat pemandangan disana benar-benar sangat indah sekali.

“Leng jie,kau sudah melihatnya bukan? itulah tempat tinggal dari si siucay miskin!”ujar sikakek berjubah kuning sambil menuding ke arah timur lalu menghela napas panjang.

Dengan seluruh konsentrasinya Siauw Ling mengalihkan pandangannya ke depan, diarah sebelah timur di atas sebuah tebing yang curam benar-benar tampaklah sesosok bayangan hitam.

“Untuk belajar ilmu silat harus didahului oleh pelajaran tenaga dalam”kata sikakek berjubah kuning itu sambil mengempit tubuh Siauw Ling. “Tenaga dalam yang dipelajari oleh siucay miskin itu termasuk tenaga dalam aliran Budha yang lihay bilamana kau dapat berhasil memperoleh pelajaran tenaga dalamnya terlebih dahulu kemudian baru mempelajariilmu telapakku serta ilmu rahasia dari Liuw Sian Ci tak sampai lima tahun kau sudah pasti dapat berkelana di dalam dunia kangouw.

“Gerakan tubuhnya amat cepat laksana sambaran kilat. Siauw Ling hanya merasakan deruan angin menyambar lewat dari sisi telinganya, bunga-bunga pepohonan maupun dinding tebing hanya berkelebat laksana kilat dan dalam waktu yang amat singkat itulah mereka berdua telah tiba di bawah bayangan hitam yang sedang bergerak-gerak tadi.

Bocah itupun segera dongakan kepalanya keatas dan tampaklah bayangan hitam yang bergerak-gerak itu bukan lain adalah sebuah ayunan yang terbuat dari tali rotan dengan diatasnya secara samar-samar tampak seseorang lagi duduk bersila.

Kedua belah ujung dari ayunan rotan itu terikat pada dua sisi puncak yang saling berhadapan di tengah tiupan angin gunung yang kencang ayunan rotan itu bergoyanggoyang tiada hentinya.

Siauw Ling yang melihat kejadian itu didalama hatinya mengira-ngira kalau ayunan itu ada tiga puluh kaki tingginya dari atas permukaan tanah dan bilamana sampai terjadi dari atas ayunan tersebut jangan dikata mahkluk yang terbuat dari daging dan sekalipun sekeras batu cadas yang sangat keraspun akan hancur berantakan.

“Gie hu!”tanyanya dengan perasaan kuatir. “Apakah siang malam ia tetap duduk di atas ayunan rotan itu terus??”“Bocah apakah kau merasa kuatir bilamana ia sampai terjatuh dari atas ayunan itu?”Siauw Ling pun mengangguk dan tanyanya pula, “Bilamana menemui hujan deras dan angin kencang apakah rotan panjang yang mengikat ayunan itu kuat untuk mempertahankan dirinya?”“Haaa… haaa… soal ini tidak perlu kau merasakan kuatir buat dirinya!”seru sikakek tua berjubah kuning itu sambil tertawa terbahak-bahak. “Ia sudah duduk disana selama sepuluh tahun lamanya tetapi selama ini belum pernah ia terjatuh ke bawah.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar