Rahasia Kunci Wasiat Bagian 10

Lengan kanan Siauw Ling yang kena dicekal oleh pemuda berbaju biru itu sekalipun tak menggunakan tenaga besar tetapi siauw Ling merasakan aliran darahnya tidak lancar sedang lengannya secara samar-samar terasa amat sakit.

Dengan cepat dia gerak-gerakan tangannya lalu bertindak maju untuk meninggalkan tempat itu.

Jilid 12 Mendadak terdengar ujung baju tersampok angin, tahu-tahu dihadapannya sudah berkelebat datang beberapa sosok bayangan manusia yang pada berdiri sejajar dihadapannya.

Dua orang yang ada disebelah kiri adalah majikan dari Sian Kie Su Lu di daerah Kiang Pak Ih Bun Han To adanya sedang di sampingnya adalah Pek So Suseng Jan Ing.

Dua orang berdiri disebelah kanan adalah Tiong Cho Siang-ku, saat ini di tangan mereka berdua sudah pada mencekal senjata tajam.

Di tangan kiri Sang Pat mencekal Siepoa emas yang memancarkan cahaya tajam, sedang di tangan kiri dan kanan Tu Kiu mencekal gelang Hu So Gien Cian serta pit besinya.

Melihat munculnya orang-orang itu mendadak pemuda yang berbaju biru itu menukuk lutut dan menubruk ke depan dengan kecepatan bagaikan kilat, diantara berkelebatnya sinar pedang terlihat bunga-bunga pedang memenuhi angkasa.

“Kembali!”bentak Bu Wie Tootiang dengan suara rendah.

Pemuda berbaju biru itu segera menyahut dan berkelebat kembali lagi ke tempat semula.

Pulang pergi hanya dilakukan dalam sekejap mata tapi dalam waktu yang singkat itu pula dia sudah melancarkan tiga tusukan dahsyat ke arah Tiong Cho Siang-ku yang Sang Pat serta Tu Kiu bersama-sama menggerakkan senjatanya untuk memusnahkan datangnya serangan tersebut.

Agaknya dalam hati pemuda berbaju biru itu merasa sangat tak puas.

“Suheng”serunya pada Bu Wie Tootiang dengan suara berat. “Bilamana malam ini kita biarkan beberapa orang ini meninggalkan tempat ini dalam keadaan hidup-hidup, bilamana berita ini sampai tersiar di dalam dunia kangouw bukankah hanya akan merusak nama baik dari Bu-tong-pay kita?”Baik Ie Bun Han To maupun Tiong Cho Siang-ku agaknya pada tidak ingin mengikat permusuhan dengan pihak Bu-tong-pay walaupun mendengar perkataan dari pemuda berbaju biru itu amat sombong dan mereka tidak membantah barang sekejappun.

Air mkuka Bu Wie Tootiang berubah amat keren, diapun tidak ambil perduli terhadap perkataan dari pemuda berbaju biru itu.

Sepasang matanya dengan dingin dan amat tajam menyapu sekejap ke arah Ie Bun Han To serta Tiong Cho Siang-ku lalu sambungnya, “Saudara-saudara sekalian sudah berhasil menerjang segala rintang di bawah pengawasan yang ketat dari anak murid Bu-tong-pay kami. Hal ini menunjukkan kalau kepandaian kalian sungguh luar biasa sekali.

““Haaaa, haaa, Tootiang terlalu merendah”sahut Sang Pat sambil tertawa terbahak-bahak.

“Bilamana bukannya anak murid Bu-tong-pay turun tangan setengah-setengah, bagaimana mungkin cayhe dua bersaudara bisa melewati halangan tersebut.

““Perkataan ini memang tidak salah”sambung Ie Bun Han To pula. “Bilamana anak murid Bu-tong-pay yang tersebar diseluruh penjuru mengadakan perlawanan dengan sepenuh tenaga, cayhepun tidak mungkin bisa menerjang halangan tersebut dengan demikian mudahnya.

“Bu Wie Tootiang hanya tertawa tawar, ujarnya, “Kepandaian silat dari saudara-saudara sekalian lihay sekali, pintopun tahu kalau dengan kekuatan anak murid kami tidak bakal bisa menghalangi kalian dengan tenaga dalam kalian yang tinggi tentunya sudah banyak murid kami yang terluka di tangan kalian bukan?”Berbicara sampai disitu sinar matanya yang amat tajam segera berkelebat memandang beberapa kali ke arah beberapa orang itu.

Kembali si Siepoa emas Sang Pat tersenyum.

“Walaupun beruntung cayhe dua bersaudara berhasil menerjang lolos dari ketiga cegatan yang dipasang partai Bu tong kalian tetapi senjata kami tak membekas darah, kami sama sekali tak membunuh maupun melukai anak murid Tootiang”katanya.

“Cayhepun hanya metotok luka tiga orang anak murid Bu-tong-pay”sambung Ie Bun Han To. “Tetapi urusan ini sudah terjadi karena berada dalam keadaan terpaksa, cayhe tidak bisa membiarkan Ngo Kiam bersatu padu sehingga barisan pedang Ngo Kiam Sin yang amat terkenal diseluruh langit itu terbentuk.

“Terdengar suara bentakan gusar berkumandang datang dengan ramainya, jelas sekali ada banyak tempat yang lagi terjadi pertempuran-pertempuran sengit.

Bu Wie Tootiang dengan perlahan berubah jadi tenang kembali, dia menghela napas panjang.

“Heeei, orang yang datang malam ini tak sedikit jumlahnya, dan merupakan suatu peristiwa yang belum pernah dialami kami pihak Bu-tong-pay sejak ratusan tahun yang lalu.

““Kami orang yang melakukan pekerjaan dagang masih untung tidak sampai mati datang kemari,”sambung Sang Pat tersenyum.

“Entah sukakah Too heng memberi sedikit penghargaan kepada kami orang yang berdagang untuk membawa pergi bocah tersebut.

““Heee, heee, apakah Sang heng tidak merasa perkataanmu itu terlalu ringan?”seru Ie Bun Han To sambil tertawa dingin.

“Kini cayhe ada disini bilamana kau hendak membawa pergi bocah tersebut dengan begitu ringan bukankah sama saja dengan tidak memandang sebelah mata kepada cayhe.

““Hmmm! Hmmm! Ie Bun heng, bilamana kau hendak ikut serta di dalam dagangan ini maka kitapun terpaksa harus mengambil caranya tersendiri!”seru si Leng Bian Thiat Pit Tu Kiu dengan tawar.

“Haaaa, haaaa, urusan ini menyangkut modal selembar jiwa. Agaknya kami dua bersaudara tidak kuat melakukan perdagangan ini,”sambung sang sambil tertawa terbahak-bahak.

“Langit dan bumi amat luas, dimanapun terdapat gunung nan hijau untuk mengubur tulang-tulang kalian. Bilamana saudara bermaksud mengadu jiwa lebih baik jangan dilakukan di dalam kuil Sam Yuan Koan kami ini!”tiba-tiba tegur pemuda berbaju biru itu dengan amat dingin.

“Bilamana dugaan pinto tidak salah, sebentar lagi bakal muncul jago-jago Bulim lebih baik kalian berenpat bersabar dan tunggu sebentar lagi,”ujar Bu Wie Tootiang pula.

Baru saja selesai berkata mendadak telinganya dapat menangkap suara tersampoknya ujung baju terkena udara, tiga sosok bayangan manusia dengan cepat bagaikan kilat berkelebat datang.

Tiong Cho Siang-ku serta Ie Bun Han To pada menengok ke arah dimana datangnya bayangan manusia itu.

Tampaklah orang itu memakai pakaian singsat abu-abu keperak-perakan dengan kain hitam membungkus kepala sehingga cuma kelihatan sepasang matanya yang dingin dan amat tajam sedang ditangannya menenteng sebilah pedang panjang.

Cukup ditinjau dari gerakan tubuh mereka bertiga yang amat gesit, beserta kelebatan sinar mata yang dingin dan tajam itu tidak sulit untuk menduga kalau mereka semua adalah jago-jago berkepandaian tinggi yang memiliki tenaga dalam yang luar biasa.

Diam-diam Bu Wie Tootiang merasa hatinya rada bergidik.

“Jika ditinjau dari kepandaiannya. mereka bertiga tentulah jagoan lihay dari suatu daerah tetapi dari manakah asalnya? Begitu lihay dia orang sehingga berhasil menerobos halangan-halangan yang ketat dari murid-murid Bu-tong-pay”pikirnya.

Belum habis dia berpikir tampaklah dua sosok bayangan sudah meloncat datang dihadapannya.

Dandanan dari kedua orang itu sangat aneh sekali. Orang yang ada disebelah kiri memakai jubah berwarna merahdarah dengan di depan dadanya terukir sebuah obor yang disulam dengan benang emas pada punggungnya tergantung sebuah pipa tembaga sebesar lengan dengan panjang tiga depa delapan coen. Ditangannya mencekal sebuah tongkat perak yang khusus digunakan untuk menotok jalan darah.

Usianya kira-kira empat puluh tahunan. Wajahnya berbentuk paras kuda dengan jenggot yang pendek seperti kawat, sepasang matanya berbentuk segitiga yang amat aneh dan memancarkan cahaya terang, perawakannya tinggi besar dan sebuah mahkota terbuat dari emas menghiasi kepalanya.

Sedang orang yang ada dikanan memakai jubah berwarna putih dengan seikat tali rami terikat pada pinggangnya, rambut yang panjang terurai sepanjang pundak, tangan mencekal sebuah tongkat berkepala ular.

Begitu mereka berdua muncul di tengah kebun dengan langkah yang lebar lantas melanjutkan gerakannya menuju ruangan, terhadap beberapa orang yang ada di sekeliling tempat itu mereka sama sekali tidak ambil gubris, sekejappun tidak.

Tiong Cho Siang-ku serta Ie Bun Han To yang melihat munculnya kedua manusia aneh itu lantas bertukar pandangan sekejap dan mengundurkan diri dua langkah ke belakang tanpa mengucap sepatah katapun.

Bu Wie Tootiang yang beriman kuat diam-diam pun mulai menyalurkan tenaga kwekangnya siap sedia menghadapi sesuatu tetapi pada paras mukanya sama sekali tidak berubah terhadap munculnya kedua orang ini diapun pura-pura tidak melihat.

Sebaliknya pemuda berbaju biru itu tidak kuasa untuk menahan rasa gusar dihatinya, pedang ditangannya dengan cepat dikebaskan ke depan sedang tubuhnya maju tiga langkah ke depan.

Diantara berkelebatnya pergelangan tangan tampaklah bunga-bunga pedang menghiasi angkasa menghalangi perjalanan pergi dari dua orang itu.

“Berhenti!”bentaknya dengan dingin.

Si orang berbaju putih dengan rambut terurai panjang itu segera angkat tongkat berkepala ularnya menangkis datangnya pedang tersebut.

“Loohu adalah Sam Im So (si tangan pencabut nyawa) Tiauw Cian adanya!”serunya dingin.

Pemuda berbaju biru itu yang belum pernah berkelana di dalam dunia kangouw, kecuali dua suhengnya maka belum pernah ia kenal dengan orang lain, sekalipun nama besar dari Tiauw Can lebih terkenal sepuluh kalipun belum tentu membuat dia orang jadi jeri.

Pedangnya kembali digetarkan membentuk cahaya tajam yang dingin dan menyilaukan mata.

“Sekalipun kau adalah Im So Yang So setelah dikuil Sam Yuan Koan ini jangan harap bisa bertingkah semaunya.

“Bu Wie Tootiang melirik sekejap ke arah sutenya diapun tidak membentak untuk mencegah perbuatannya itu.

Jelas sekali Bu Wie Tootiang memiliki batin yang kuat ini sudah mengerti kalau situasi macam ini sangat penting sekali dan tidak terhindar dari satu pertempuran yang amat seru. Dia tahu sekalipun dirinya mencegah sutenya untuk jangan bergebrak belum tentu pertempuran malam ini bisa terhindar dengan begitu saja.

Tampak Im SO Tiauw Cian sedang memutar-mutar biji matanya yang aneh itu.

“Bocah. Sungguh tidak kecil nyalimu. Kau anak murid siapa? Ayo cepat sebutkan namamu!”“Anak murid Bu-tong-pay, Can Jap Cing”sahut pemuda berbaju biru itu dingin.

Kembali Tiauw Cian tertawa dingin.

“Kau orang bukanlah tandingan dari loohu. Bilamana benar-benar ingin bergebrak cepat undang keluar Ciangbun suhumu!”serunya.

Dia yang melihat usia Can Jap Cing paling tidak baru dua puluh dua tahun di dalam anggapannya dia orang tentulah anak murid dari Bu Wie Tootiang.

“Ciangbun suheng dari cayhe ini mempunyai kedudukan yang amat tinggi sekali,”ujar Can Jap Cing dengan dingin.

“Dengan kedudukannya yang sangat terhormat, beliau tidak akan sembarangan unjukkan diri. Bilamana kau benar ingin bertemu dengan suhengku, heeee, heeee, mudah… mudah saja asalkan kau orang bisa menangkan pedang ditanganku ini.

““Akh…! Bu Wie Tootiang adalah suhengmu?”teriak Tiauw Cian rada tergerak.

“Tidak salah, kenapa?”“Kalau begitu loohu sudah memandang terlalu rendah akan kedudukan,”tongkat berkepala ular di tangan segera ditotokan ke arah depan dengan dahsyatnya.

Pedang panjang di tangan Can Jap Cing segera digerakkan dan menyalurkan hawa murninya ke dalam tubuh pedang.

Diantara berkelebatnya cahaya yang menyilaukan mata pedang tersebut sudah melesat dari samping tongkat berkepala ular itu lalu menangkis datangnya serangan tersebut.

Bentrokan senjata yang terjadi baru-baru ini sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun, padahal diantara bentrokan itulah masing-masing pihak sudah mengadu tenaga kwekang dengan dahsyatnya.

Walaupun Can Jap Cing berhasil menangkis datangnya serangan tongkat berkepala ular dari Tiauw Cian tidak urung lengan kanannya terasa linu, diam-diam dia merasa amat terperanjat sekali.

“Aaah, tidak disangka tenaga dalam siluman tua ini amat dahsyat. Aku tidak boleh memandang terlalu rendah”pikirnya.

Sebaliknya si Sam Im So Tiauw Cian pun diam-diam merasa terperanjat, pikirnya, “Tidak disangka bocah yang masih amat muda ini memiliki tenaga dalam yang demikian sempurna, kiranya nama besar dari Bu-tong-pay yang tersiar dalam Bulim bukanlah nama kosong belaka.

“Dengan bentrokan tadi maka di dalam hati mereka berduapun semakin waspada lagi, siapapun tak ada yang berani memandang rendah pihak musuhnya.

Terdengar Tiauw Cian mendengus dingin.

“Hmm! Nama besar dari Bu-tong-pay kiranya bukan nama kosong belaka. Malam ini loohu ingin minta beberapa petunjuk dari ilmu silat simpanan dari partai Bu tong.

“Tongkat kepala ularnya didororng ke depan lalu menotok kesamping, hanya di dalam sekejap saja dia sudah melancarkan tiga serangan gencar mengancam tiga buah jalan darah penting di tubuh Can Jap Cing.

Can Jap Cing yang sudah saling bentrok satu kali dengan dirinya di dalam hati mengerti bagaimana dahsyatnya tenaga dalam orang tersebut diapun mengerti dengan senjata ringan bilamana hendak menangkis tongkatnya yang merupakan senjata berat tentu akan menderita kerugian.

Maka hawa murninya ditarik panjang-panjang kemudian dengan gesitnya menghindar dari serangan tersebut sedang pedangnya dengan cepat membabat dari samping.

Perubahan yang terjadi secara mendadak ini sangat berada diluar dugaan manusia aneh tersebut seketika itu juga Tiauw Cian kena desak mundur satu langkah ke belakang.

Tiauw Cian yang melihat dirinya kena didesak mundur satu langkah oleh pemuda tersebut dihadapan umum dari rasa malu dia jadi amat gusar sekali. Tongkat berkepala ular ditangannya mendadak digetarkan ke depan dan melancarkan serangan gencar.

Hanya di dalam sekejap saja bayangan tongkat berkelebat memenuhi angkasa disertai suara sambaran angin yang menderu-deru.

Can Jap Cing segera bersuit nyaring. Pedang pusaka ditangannya dengan cepat digerakkan membentuk serentetan pelangi berwarna keperak-perakan meluncur masuk diantara menggulungnya bayangan tongkat itu.

Suatu pertempuran sengit yang jarang terjadi di dalam dunia kangouw segera terbentang di depan mata, tampaklah bayangan tongkat berkelebat laksana gunung sehingga menimbulkan cahaya putih yang memasuki mata.

Sepasang mata yang tajam bagaikan kilat dari Bu Wie Tootiang dengan tak penuh perhartian tercurah ke tengah kalangan pertempuran diam-diam tebaga murninya sudah dikerahkan mencapai sepuluh bagian dikedua belah tangannya ia bersiap sedia bilamana sutenya tidak kuat bertahan lagi maka dengan sepuluh tenaga dia akan melancarkan serangan menolong.

Simanusia aneh bermahkota emas, dengan jubah berwarna merah darah itupun dengan melototnya sepasang matanya yang berbentuk segitiga memperhatikan terus ke tengah kalangan pertempuran dengan wajah melengak. Agaknya dia sama sekali tidak menyangka kalau di dalam partai Bu tong kecuali Bu Wie Tootiang serta Im Yang Cu masih ada seorang jagoan lihay yang demikian mudanya.

Ie Bun Han To serta Tiong Cho Siang-ku yang selama ini menonton jalannya pertempuran tanpa mengucapkan sepatah katapun setelah melihat kejadian itu dalam hati merasa terkejut juga, mereka sama sekali tidak menyangka kalau seorang pemuda yang tak bernama dari Bu-tong-pay ini bisa bergebrak dalam keadaan seimbang dengan diri Sam Im So Tiauw Cian yang merupakan iblis sakti dari dunia kangouw.

Bayangan tingkat bergoyang silih berganti cahaya pedang berputar-putar memeningkan kepala. Hanya di dalam sekejap itu saja mereka berdua sudah bergebrak sebanyak tiga puluh jurus dengan serunya tapi keadaan masih seimbang tanpa ada yang menang dan tanpa ada yang kalah.

Si manusia aneh berbaju merah itupun agaknya semakin lama semakin merasa tidak sabar, sambil menggoyang-goyangkan tongkat penotok jalan darahnya yang terbuat dari perak dia memandang ke arah Bu Wie Tootiang dengan pandangan dingin.

“Siapa saudara? Apa punya kesenangan untuk melayani beberapa jurus dengan cayhe?”tantangnya.

Dengan perlahan Bu Wie Tootiang mengebutkan ujung jubahnya lalu berjalan maju dengan langkah perlahan.

“Biarlah pinto melayani beberapa jurus!”sahutnya.

“Suheng, tunggu dulu, biarlah siauwte yang menemui dirinya!”terdengar suara bentakan keras berkumandang datang.

Ketika para jago pada menengok kebelakanh maka terlihatlah Im Yang Cu sambil mencekal pedang melayang datang dengan gerakan yang amat cepat. Dibelakangnya menyusul datang dua belas orang toosu berusia pertengahan dengan wajah yang serius dan masing-masing pada mencekal sebilah pedang berjalan mendatang.

Gerakan tubuh Im Yang Cu ini amat cepat sekali, hanya di dalam sekejap mata dia sudah berada kurang lebih empat lima depa dari manusia aneh berbaju merah itu dan menghentikan gerakannya.

“Pinto anak murid dari Bu-tong-pay, Im Yang Cu adanya mohon petunjuk beberapa jurus dari saudara,”ujarnya dengan keren sambil melintangkan pedangnya di depan dada.

“Cayhe adalah Tok Hwee (si api beracun) Chin Gak,”ujar manusia aneh berbaju merah itu dengan suara yang dingin menyeramkan.

“Lama sekali pinto mendengar nama besar dari Chin heng. Malam ini bisa bertemu muka sungguh beruntung sekali, silahkan saudara mulai turun tangan.

“Si api beracun Chin Gak tertawa dingin.

“Bu-tong-pay merupakan sebuah partai lurus yang selamanya membicarakan soal peraturan Bulim, maaf cayhe adalah seorang manusia kasar yang bersifat berangasan dan tidak mengerti akan soal tersebut.

“Tongkat penotok jalan darahnya dengan menggunakan jurus “Thian Wa Lay Im”atau alar langit muncul mega, dengan cepatnya mengancam jalan darah “Siap Thii”di atas tubuh Im Yang Cu.

Serangannya amat ganas, kejam dan mengancam tempat kematian dari manusia.

Melihat datangnya serangan yang amat ganas itu Im Yang Cu segera menggerakkan pedangnya dengan menggunakan jurus Kiem si Can Wan atau serat emas melingkari pergelangan menghajar pergelangan tangan kanan dari Chin Gak, yang memaksa dia orang terpaksa harus menarik kembali serangannya itu.

“Hmm! Ilmu pedang yang bagus!”seru si api beracun Chin Gak sambil mendengus dingin.

Telapak tangan kanannya ditekan ke bawah menghindarkan diri dari datangnya serangan tersebut sedeang telapak kirinya didorong ke depan bersamaan waktunya pula dia maju ke depan, tongkat perak penotok jalan darahnya menggunakan jurus Wan Teh Huan Im atau mengobrak abrik dengan tangan dari arah bawah menggulung keatas dengan cepatnya.

Im Yang Cu segera menggoyangkan pedangnya membentuk berpuluh-puluh kuntum bunga pedang yang menyilaukan mata, tubuhnya berturut-turut mundur tiga langkah ke belakang.

Tetapi sebentar kemudian dia sudah maju kembali ke depan menyerang sisi tubuh musuh, gerakan pedangnya tiada putus diarahkan ke depan.

Tampaklah cahaya terang berkelebat menyilaukan mata disertai bunga pedang hanya di dalam sekejap mata dia sudah melancarkan tusukan berantai.

Serangan yang gencar dan berantai ini seketika itu juga memaksa si api beracun Chin Gak terdesak mundur ke belakang.

Tetapi begitu delapan serangan berantai dari Im Yang Cu ini berlalu maka Chin Gakpun lantas melancarkan serangan tongkat perak jalan darahnya bagaikan seekor ular beracun berkelebat tiada hentinya dengan berbagai perubahan yang aneh dan ganas setiap serangannya mengancam jalan darah kematian dari toosu tersebut.

Dengan penuh perhatian Im Yang Cu terus menerus menggerakkan pedangnya laksana titiran roda kereta, cahaya terang berkelebat menyilaukan mata dengan ketatnya dia menutup seluruh titik-titik kelemahannya.

Sinar mata Ie Bun Han To berkelebat tiada hentinya mendadak dia merangkap tangannya menjura kepada Bu Wie Tootiang.

“Too heng apakah kau membutuhkan bantuan dari cayhe?”tanyanya sambil tertawa.

“Terima kasih, pinto tak begini merepotkan dirimu,”tolak Bu Wie Tootiang sambil tertawa-tawa.

Waktu itulah kedua belas orang toosu berusia pertengahan yang mengikuti dari belakang Im Yang Cu kini sudah menyebarkan diri membentuk dua buah berisi Ngo Heng Kiam Tin siap-siap menanti serangan musuh.

Barisan pedang Ngo Heng Kiam Tin dari Bu-tong-pay serta barisan Loo Han Tin dari Siauw Lim pay merupakan barisan terkenal dikolong langit dan jarang sekali ada orang yang bisa meloloskan diri dalam keadaan selamat dari kurungan barisan tersebut.

Kedua belas orang Toosu yang dibawa Im Yang Cu pada saat ini merupakan anak murid Bu-tong-pay pilihan diantaranya angkatan pertama. Setiap orang bukan saja memiliki ilmu pedang yang amat lihay apalagi dengan dua puluh tahun latihan pula terhadap barisan Ngo Heng Kiam Tin itupun sangat hafal sekali.

Kini kedua buah barisan pedang tersebut sudah dibentuk maka sama saja dengan suatu dinding baja sudah terbentuk disana.

Si Leng Bian Thiat Pit Tu Kiu yang melihat semakin bertempur situasinya semakin tegang bahkan pihak Bu-tong-pay sudah mengerahkan seluruh tenaga yang ada untuk melindungi diri Siauw Ling dalam hati mulai merasa amat cemas.

“Loo toa,”bisiknya kepada si Kiem Siepoa Sang Pat. Walaupun orang yang sudah datang pada malam ini tidak sedikit jumlahnya tetapi belum tentu bisa menahan serangan dari Bu-tong-pay yang amat kuat ini. Apakah kita baru turun tangan setelah mereka berhasil menentukan siapa menang siapa kalah?”“Orang yang bisa menyerbu kemari boleh dikata bukan termasuk manusia sembarangan saja,”ujar Sang Pat. “Bilamana kita turun tangan terlalu pagi ada kemungkinan malah menjadi arah perhatian orang banyak. Kitapun belum tahu siapakah ketiga orang berpakaian singsat warna abu-abu keperak-perakan dengan kain hitam pembungkus kepala itu, lebih baik untuk sementara waktu kita tunggu dulu sampai merekapun ikut turun tangan, dengan mengambil kesempatan sewaktu keadaan amat kacau itulah kita baru turun tangan merebut bocah tersebut. Ingat kau yang merebut sang bocah sedang aku pembuka jalan setelah berhasil mendapatkan bocah itu jangan sampai terkurung di dalam barisan pedang Ngo Heng Kiam Tin.

“Mereka berdua merundingkan urusan itu dengan masing-masing menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara walaupun perhitungan dia sedikit tak salah cuma sanyang mereka tidak menyangka kalau ketiga orang berbaju keperak-perakan itupun mempunyai maksud yang sama dengan mereka.

Sejak muncul dirinya disana mereka sama sekali tidak bercakap-cakap bahkan berdiri dengan membentuk kedudukan segitiga.

Waktu itu pertempuran sengit antara Can Jap Cing dan Tiauw Cianpun sudah mencapai pada taraf tegang-tegangnya tongkat berkepala ularnya, pedang panjang semakin panas dan semakin dahsyat.

Can Jap Cing menang di dalam kegesitan dari perubahan jurus pedang sedang Tiauw Cian menang di dalam kesempurnaan ilmu kwekangnya karena itu keadaan mereka seimbang tak ada yang menang tak ada yang kalah.

Pertempuran antara Im Yang Cu serta si api beracun Chin Gak pun seimbang tanpa ada yang bisa rebut kemenangan.

Sejak semula Im Yang Cu sudah mengenal sekali nama besar api beracun ini, ia tahu bilamana sampai membiarkan dia orang mengeluarkan ilmu kepandaian api beracunnya maka malam ini dirinya pasti akan menderita kerugian yang amat besar. Pedangnya melancarkan serangan kencang lagi sedikitpun dia tidak memberi kesempatan bagi Chin Gak untuk mengeluarkan senjata rahasia api beracunnya tersebut.

Dengan perlahan Ie Bun Han To mengangkat kepala memandang cuaca sewaktu dilihatnya waktu sudah menunjukkan kentongan ke tempat dalam hatinya kelihatan mulai cemas.

Kedatangannya malam ini sama sekali bukan dikarenakan Siauw Ling karena itu dia orang tidak terlalu memperhatikan bocah tersebut. Kini melihat Im Yang Cu dan Can Jap Cing sudah terlihat di dalam suatu pertempuran yang amat sengit dalam hati lantas tahu pertempuran itu tidak bakal bisa diselesaikan di dalam ratusan jurus.

Apalagi orang yang sedang dinantikan tak kunjung datang pula hatinya semakin dibuat cemas lagi.

Dengan cepat dia menyapu sekejap ke arah tiga orang berpakaian singsat itu.

“Apakah kedatangan kalian bertiga juga dikarenakan anak kunci Cing Kong Ci Yau?”Dalam hati dia tahu Tiong Cho Siang-ku sukar dilayani, apalagi Sang Pat menjadi orang amat licik dan amat cerdik sekali. Ada kemungkinan malah dia sendiri yang kena diselomoti. Karena itu bukannya mencari gara-gara dengan Tiong Cho Siang-ku sebaliknya dia coba mencari gara-gara dengan ketiga orang lelaki berpakaian singsat dan menutupi wajahnya dengan kain hitam itu.

Seketika itu juga orang berpakaian singsat itu dengan dinginnya mengalihkan enam buah matanya keatas tubuh Ie Bun Han To.

“Kalau memangnya benar kau mau berbuat apa?”seru orang pertama dengan suara dingin.

“Kalau memangnya sudah berani memandangi gunung Bu tong san ini dan menerjang rintangan yang dipasang tentunya termasuk manusia punya nama buat apa kalian bersikap sembunyi hmm! Apakah tidak merasa terlalu memalukan nama kalian sendiri.

““Urusan dari kami bersaudara tidak usah kau banyak cerewet”seru orang itu lagi.

“Heee… hee… cuma sayang cayhe harus melihat bagaimanakah wajah yang sebetulnya dari kalian begitu!”teriak Ie Bun Han To sambil tertawa dingin.

Dan tangan kanannya bagaikan kilat cepatnya diayun ke depan kelima jari tangannya laksana kuku elang dengan cepat menyambar keatas kain hitam yang menutup wajah lelaki tersebut.

Lelaki itu dengan cepat menggerakan pedangnya membabat ke arah depan dengan menggunakan jurus Lin Cian Su Hong atau angin berat menggulung tikar kecepatan geraknya benar-benar berada diluar dugaan dari Ie Bun Han To.

Dengan hati terperanjat buru-buru Ie Bun Han To meloncat mundur untuk mengundurkan diri dari serangan pedangnya itu.

Lelaki itu tetap berdiri di tempat semula tidak melakukan pengejaran lebih lanjut.

Melihat kejadian itu Bu Wie Tootiang diam-diam mengerutkan alisnya rapat-rapat.

“Dari manakah asalnya ketiga orang itu?”pikirnya. “Cukup dilihat dari gerakan pedangnya itu sudah dapat diketahui kalau kepandaian silatnya pasti tidak ada di bawah si api beracun Chin Gak serta sitangan pencabut nyawa Tiauw Cian.

“Terdengar Ie Bun Han To tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya.

“Haaa, haaa, sungguh cepat gerakan pedangmu, cukup mengandalkan kecepatan dari seranganmu tadi cayhe seharusnya minta beberapa petunjuk dari dirimu.

“Telapak tangannya dengan disertai tenaga pukulan yang amat dahsyat segera membabat ke depan.

Kembali lelaki itu menggerakkan pedangnya menyambut datangnya angin pukulan yang laksana mengamuknya ombak di tengah samudera itu.

Diantara berkelebatnya angin pukulan yang membuat ujung baju lelaki itu berkibar tampak serentetan sinar pedang berkelebat memenuhi angkasa.

Lelaki itu sama sekali tidak jadi terpukul mundur oleh dahsyatnya pukulan itu.

Sebaliknya Ie Bun Han To kena didesak mundur oleh ketajaman dari desiran hawa pedang pihak lawan. Hatinya semakin terperanjat lagi.

“Akh, tidak kusangka bocah cilik ini bisa juga menyalurkan hawa kwekangnya ke dalam serangan pedangnya itu,”pikirnya diam-diam di dalam hati.

Kembali sepasang telapak tangannya segera dibabatkan bersama-sama ke depan, tenaga kwekang ini laksana ambruknya gunung Thay-san segera menekan ke arah lelaki berpakaian singsat yang baru saja menerima datangnya angin pukulan dari Ie Bun Han To itu walaupun pada luarnya sama sekali tidak menunjukkan reaksi apa-apa padahal dalam hatinya terjadi suatu pergolakan yang amat keras dia merasa tenaga kwekang dari orang itu benar-benar amat dahsyat dan merupakan satu-satunya musuh tangguh yang baru ditemuinya selama ini.

Kini melihat dia orang kembali melancarkan serangan dengan begitu dahsyatnya dalam hati lantas sadar kalau pukulan tersebut tidak dapat diterima dengan keras lawan keras, maka telapak kirinya dengan cepat diayunkan ke depan menyambut datangnya angin pukulan dari Ie Bun Han To tersebut sedang tubuhnya sudah menyingkir kesamping.

Kedua orang lelaki berpakaian singsat ini sewaktu melihat kawannya mulai bergeser kesamping, agaknya merekapun mengerti apa yang dimaksud.

Tampaklah kedua orang itu dengan amat cepatnya berputar membentuk kedudukan segitiga dan masing-masing mengulurkan tangan kirinya untuk ditempelkan pada pundak kawannya.

Kiranya mereka bertiga hendak menggunakan ilmu penyaluran hawa kweekang tingkat atas untuk bersama-sama menerima datangnya angin pukulan dari Ie Bun Han To itu dengan keras lawan keras.

Dua gulung angin pukulan yang amat dahsyat begitu terbentur satu sama lainnya segera terjadilah suatu angin taupan yang amat dahsyat sekali.

Pada saat mereka berempat sedang mengadakan tenaga kwekang itulah Tiong Cho Siangku segera bersama-sama turun tangan.

Sang Pat dengan mencekal Siepoa emasnya yang memancarkan cahaya keemas-emasan menubruk ke arah Siauw Ling.

Melihat datangnya serangan tersebut dengan amat gusarnya Bu Wie Tootiang mengebutkan ujung jubahnya ke depan.

“Kalian berdua benar-benar tidak suka memberi muka kepada kami Bu-tong-pay?”bentaknya keras.

Segulung angin pukulan dahsyat dengan cepatnya sudah menggulung ke arah depan.

Terburu-buru Sang Pat mendorongkan Siepoa emasnya ke depan, tampaklah cahaya terang memenuhi angkasa diselingi suara tik tak tik yang membisingkan telinga.

“Hahah… hahaha, sungguh dahsyat tenaga pukulan dari Tootiang ini….

.

“serunya sambil tertawa terbahak-bahak.

Tubuhnya bergoyang kesamping, dengan keras lawan keras dia menerima datangnya serangan tersebut.

Leng Bian Thiat Pit Tu Kiu yang selama ini mengikuti terus di belakang tubuh Sang Pat begitu melihat kakaknya menerima pukulan dari Bu Wie Tootiang dengan keras, maka mengambil kesempatan itu lantas meloncat ke depan, dengan menggunakan pit besi di tangan kanan untuk melindungi tubuh, tangan kirinya menyambar tubuh Siauw Ling kemudian enjotkan tubuhnya melarikan diri dari tempat itu.

Mendadak tampak cahaya terang menyilaukan mata. Sang Pat dengan menggunakan gaya Cian Liong Sin Thin atau naga sakti melayang keangkasa tubuhnya bersalto ke tengah udara sedang Siepoa emasnya didorong ke depan.

Di dalam keadaan gusar Bu Wie Tootiang membentak keras, tangan kanannya dengan menggunakan jurus So Hwee Ngo Sian atau sapuan tangan lima jurus mengejar jedepan.

Sang Pat dengan cepat membalikkan badannya Siepoa emasnya dengan menggunakan jurus Nin Swee Sing Tan atau melanggar air menjalankan perahu menyambut kembali serangan dari Bu Wie Tootiang dengan kekerasan pula.

Terdengarlah suara bentrokan yang amat keras memenuhi angkasa dan terlihatlah tubuh Sang Pat terlempar sejauh enam tujuh depa dan jatuh di atas tanah.

Bu Wie Tootiangpun ikut terjatuh di atas tanah setelah terjadi bentrokan ini karena hawa murninya terbuyar kembali.

Terdengar sang Pat menghela napas panjang.

“Heeei, tenaga dalam dari Ciangbunjien dari Bu-tong-pay sungguh luar biasa sekali.

Cayhe bukanlah tandingannya.

““Hmm! bilamana sungguh-sungguh kami membiarkan kalian merebut orang dari tangan kami maka akan kemanakah wajah Bu-tong-pay kami? Apakah dikemudian hari Bu-tongpay kami masih bisa tancapkan kakinya lagi di dalam dunia kangouw?”seru Bu Wie Tootiang dengan dingin.

Di tengah suara bentakan yang amat keras itu tubuhnya sudah menubruk ke arah Sang Pat. Lima jari tangan kanannya dipentangkan lebar-lebar bagaikan cakar burung elang menyambar dadanya.

Walaupun tubuh Sang Pat amat gemuk dengan perut yang menonjol keluar tetapi gerakannya amat gesit sekali, tubuhnya dengan cepat berputar menghindarkan diri dari serangan Bu Wie Tootiang ini.

“Tootiang! berhubung urusan ini memakai modal selembar jiwa kami bersaudara maka mau tak mau kita harus keraskan hati mengambil tindakan.

““Kini tangan kanan dari Tootiang sudah terkena racun jahat, bilamana Tootiang paksakan diri kerahkan tenaga untuk menggebrak maka sebelum sepuluh jurus racun tersebut akan mulai bekerja.

“Bu Wie Tootiang yang serangannya berhasil memaksa Sang Pat mundur dua langkah ke belakang segera angkat tangan kanannya untuk diperiksa, sedikitpun tidak salah, telapak tangannya tampak sudah dipenuhi dengan bintik-bintik hitam yang amat banyak.

“Sejak semula cayhe sudah tahu kalau kepandaian silat Tootiang amat tinggi dan tenaga dalamnya pun amat sempurna maka racun-racun biasa saja tidak bisa melukai diri Tootiang”sambung Kie Siepoa Sang Pat lebih lanjut. “Karena itu terpaksa cayhe harus korbankan sedikit modal untuk pasang jarum beracun Hua Hiat Tok Cam diantara senjata Siepoa ku ini, jarum-jarum ini berasal dari aliran Thian Ban di daerah Si Ih yang terbuat dari besi ribuan tahun dan di tempat jadi benang halus bukan saja mengandung racun yang amat ganas bahkan luar biasa sekali reaksinya sudah tentu Tootiang pernah mendengarkan hal ini bukan?”Bu Wie Tootiang yang melihat warna hitam di atas telapak tangannya semakin lama menjalar semakin keatas sehingga dalam sekejap saja pergelangan tangannya sudah menghitam semua, buru-buru ia kerahkan tenaga dalamnya untuk menutup seluruh aliran darah sedang tangan kirinya dengan cepat menotok beberapa buah jalan darah di tubuhnya.

“Heee, heee, pinto bisa potong lengan kanan ini dari pada harus mendengarkan desakan serta tuntutan dari kalian Tiong Cho Siang-ku.

“Sang Pat yang melihat Tu Kiu dengan menggendong tubuh Siauw Ling serta pit besinya tiada hentinya berkelebat menyerang kesana kemari dengan serunya lantas tahu kalau dia orang sudah kena dikurung di dalam pedang Ngo Heng Kiam Tin yang amat lihay itu dalam hati merasa mata terperanjat.

Tetapi dia orang yang sudah sering melakukan perjalanan di dalam dunia kangouw dan memiliki pengalaman yang luas maka walaupun kini dalam hatinya merasa amat cemas paras mukanya masih tetap tenang saja.

“Nama besar dari Bu-tong-pay serta kuil Sam Yuan Koan di atas gunung Bu tong san ini diketahui oleh setiap orang di dalam kolong langit”katanya sambil tersenyum.

“Sekalipun malam ini kau berhasil menahan diri Siauw Ling disini tetapi sejak kini pula jago-jago Bulim yang mendatangi tempat ini akan mengalir tiada hentinya, tak seperti cayhe berdua yang bisa menyembunyikan jejak dan berkelana keujung langit apalagi anak kunci Cing Kong Ci Yau itu sama sekali tidak berada di tangan Siauw Ling. Kami berbuat demikian tidak lebihkarena cayhe pernah menyanggupi Gak Siauw-cha untuk melindungi keselamatan diri Siauw Ling akan mempertemukan mereka kakak beradik.

Perkataan yang sudah diucapkan berat laksana gunung dan kamipun tak ingin merusak merek kami yang sudah punya nama.

““Berita yang tersiar di dalam Bulim walaupun seolah-olah mengatakan siapa yang bisa menawan Siauw Ling maka anak kunci Cing Kong Ci Yau bisa didapatkan dengan mudah sebenarnya adalah salah besar, coba Tootiang bayangkan kini Gak Siauw-cha sudah terjatuh di tangan kami lalu apa gunanya mendapatkan kembali Siauw Ling sibocah cilik itu? Coba Tootiang pikir tiga kali perkataan dari cayhe ini dan rasakan cengli tidak?”“Walaupun perkataan sedikitpun tidak salah tetapi pinto sudah menyanggupi untuk melindungi diri Siauw Ling, aku orang tidak suka melanggar janji bahwa dikarenakan kuatir atas keselamatan diri sendiri,”kata Bu Wie Tootiang dingin.

“Tootiang!”tiba-tiba ujar Sang Pat lagi sambil menarik kembali senyuman. “Kami dua saudara cuma suka akan harta benda. Padahal harta yang berhasil kami kumpulkan sudah banyak sekali dan kamipun mengerti kalau benda-benda tersebut tak bisa dibawa mati, setelah kami mati maka barang-barang tersebut akan ikut musnah cuma saja dengan rasa rakus serta cari nama ini membuat diri kami tanpa merasa sudah menerima perdagangan ini.

““Walaupun cara kami berdagang selalu menggunakan akal tetapi selamanya tidak pernah merebut barang orang lain dengan main paksa dan selamanya cayhe tidak bakal melanggar perkataan ini. Malam ini cayhe ada sedikit janji buat Tootiang. Bilamana dikemudian hari anak kunci Cing Kong Ci Yau itu berhasil kami Tiong Cho Siang-ku dapatkan dan berhasil membuka istana terlarang itu, maka kami pasti akan memberi satu bagian buat Tootiang!”“Heeee, heeee, bilamana pinto menyanggupi janjimu itu bukankah sama saja dengan menurunkan derajat dari partai kami.

“seru Bu Wie Tootiang sambil tertawa dingin.

“Kami dua bersaudara hanya rakus dengan harta tetapi sama sekali tidak mengingini nyawa orang lain.

“Mendadak terdengar suara teriakan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang datang si Sam Im So Tiauw Cian mendadak menarik kembali tongkat berkepala ularnya dan meloncat pergi.

Si api beracun Chin Gak yang begitu mendengar suara teriakan ngeri dari Tiauw Cian dalam hati merasa bergidik mendadak dia melancarkan dua buah serangan menahan datangnya serangan pedang dari Im Yang Cu sedang tubuhnya meloncat sejauh tiga kaki dan melepaskan tabung hijau yang ada pada punggungnya itu.

Im Yang Cu tahu isi dari tabung hijau itu adalah api beracun yang mangangkat nama Chin Gak di dalam dunia kangouw keganasan dari api ini luar biasa sekali. Di dalam keadaan cemas itulah dia lantas membentak keras.

“Kawanan tikus, kau berani menggunakan api beracun!”Hawa murninya ditarik panjang-panjang tubuhnya dengan cepat meluncur ke arah depan.

Walaupun gerakannya amat cepat tetapi tak urung terlambat satu tindak juga, si api beracun Chin Gak sudah melepaskan tabung hijau yang tergantung pada punggungnya itu.

Pada saat yang amat kritis itulah mendadak segulung angin pukulan yanmg dahsyat menggulung ke depan.

Terdengar Chin Gak mendengus berat tubuhnya mundur ke belakang dengan sempoyongan sedang tabung hijau yang ada ditangannyapun ikut terjatuh keatas tanah.

Sewaktu ia hendak memungut kembali itulah pedang Im Yang Cu dengan disertai bungabunga pedang berwarna perak mengurung seluruh tubuhnya.

Kini si api beracun Chin Gak tidak sempat lagi memungut kembali tabung hijau itu, terburu-buru tubuhnya melayang sejauh tujuh depa ke belakang.

Pada saat itulah terdengar Sam Im So Tiauw Cian sudah berseru dengan suaranya yang berat dan dingin .

“Selama gunung masih berdiri tidak takut kehabisan kayu bakar, ayo kita pergi!”Seorang toosu berusia pertengahan yang begitu melihat kedua iblis itu hendak melarikan diri dengan cepat ia gerakan pedangnya membabat ke depan tetapi tubuhnya segera kena dihantam oleh saru pukulan dingin dari Tiauw Cian sehingga tubuhnya menggigil keras, dengan terhuyung-huyung dia terdorong mundur ke belakang.

Kaki kiri Im Yang Cu dengan gesitnya menyontek tabung hijau yang menggeletak ditanah kemudian dicekal di tangan kirinya dan pedangnya digigit dimulut serta tangan yang kanan membimbing tubuh toosu berusia pertengahan yang mundur terhuyunghuyung oleh pukulan Tiauw Cian itu.

“Cepat duduk dan kerahkan tenaga dalam untuk mengobati luka,”bisiknya dengan cepat.

Ketika dia mendongakkan kepalanya kembali si api beracun Chin Gak serta Tiauw Cin dengan mengambil kesempatan itu sudah melarikan diri dari sana dan lenyap di tengah kegelapan.

Kini si Siepoa emas Sang Pat yang melihat situasi sudah berubah amat besarnya, dari dalam sakunya dia lantas mengambil keluar sebutir pil dan diserahkan kepada Bu Wie Tootiang.

“Tootiang! obat ini bisa memusnahkan racun Hua Hiat Tok Ciam itu harap kau orang suka menelan cepat-cepat lalu menggunakan hawa khe kang masuk keluar jarum tersebut dan terhisap keluar dengan besi sembrani dengan kedahsyatan dari tenaga dalam Tootiang paling banter cuma beristirahat dua hari seluruh tubuhnya bakal pulih kembali.

““Dan pukulan tenaga dalam tidak berwujud yang baru lancarkan untuk pukul jatuh tenaga milik si api beracun Chin Gak . Dia sudah membantu racun dari jarum tersebut merembes masuk ke dalam jalan darah yang kau tutup tadi.

“Bicara sampai disini ia lantas memperendah suaranya.

“Hati-hatilah terhadap Ie Bun Han To, walaupun Tootiang jarang sekali melakukan perjalanan di dalam dunia kangouw tetapi urusan terjadi sangat kebetulan sekali dengan terjadinya pertempuran sekait malam ini nama besarmu akan bertambah kesohor lagi melampaui kecermelanganmu tempo hari tetapi kau orang jangan terlalu pandang remeh nyawamu sendiri, perkataan tadi cayhe cukup sampai disini, aku pergi dulu.

“Dia menggerakkan Siepoa emas ditangannya lalu menerjang ke arah barisan pedang Ngo Heng Kiam Tin tersebut.

Im Yang Cu segera menggetarkan pedangnya ke depan dengan disertai berkibarnya ujung jubah dan berkelebatnya cahaya terang pedangnya menotok ke arah punggung Sang Pat.

Sang Pat segera membabatkan Siepoa emasnya ke belakang, diantara bentrokan senjata yang amat keras serta percikan bunga api dia sudah berhasil menangkis datangnya serangan pedang dari Im Yang Cu itu.

Im Yang Cu merasakan lengan kanannya rada linu juga membuat hatinya jadi terperanjat pikirnya, “Nama besar dari Tiong Cho Siang-ku ternyata bukan nama kosong belaka, tenaga dalamnya berhasil dilatih jauh di atas tenaga dalam dari si api beracun Chin Gak.

“Walaupun di dalam hati dia berpikir tetapi tangannya tidak berhenti sampai disitu saja hanya di dalam sekejap saja berturut-turut dia sudah melancarkan kembali ketiga serangan mematikan.

Kembali Sang Pat menggerakan Siepoanya ke depan, di tengah suara tik tak yang membisingkan telinga kembali dia menangkis datangnya serangan pedang dari Im Yang Cu dengan keras lawan keras.

Bu Wie Tootiang yang diberi obat oleh Sang Pat dengan termangu-mangu dia memandang pil tersebut pikirannya berputar tiada hentinya mendadak dia memasuki pil tersebut ke dalam mulutnya lalu membentak keras, “Sute, bubarkan barisan pedang Ngo Heng Kiam Tin dan bebaskan diri mereka pergi!”“Im Yang Cu jadi melengak, tetapi dia tidak berani membantah lagi diantara berkelebatnya sinar pedang barisan Ngo Heng Kiam Tin itu sudah membubarkan diri.

“Tooheng terima kasih!”bisik Sang Pat dengan suara perlahan, dengan cepat dia melintangkan Siepoa emasnya di depan dada dan membuka jalan terlebih dulu menerjang keluar dari kepungan musuh.

Hanya di dalam sekejap saja tubuh mereka berdua sudah lenyap di tengah kegelapan.

Di dalam kuil Sam Yuan Koan sekalipun sudah dipasangi penghalang yang rapat, tetapi dengan kelihayan ilmu silat mereka berdua ditambah pula anak murid Bu-tong-pay sudah mendapat perintah untuk tidak melawan dengan mengadu jiwa maka tidak sampai sepertanak nasi lamanya mereka berdua sudah berhasil meloloskan diri dari kuil Sam Yuan Koan tersebut.

Sekeluarnya dari kuil Sam Yuan Koan si Leng Bian Thiat Pit Tu Kiu baru menghembuskan napas panjang-panjang.

“Heeei… barisan pedang No Heng Kiam Tin dari hidung kerbau si toosu tua itu sungguh dahsyat sekali!”serunya.

Sang Pat pun dengan kesalnya menghela napas panjang.

“Loojie, sehabis melakukan jual beli ini kitapun seharusnya cuci tangan mengundurkan diri dari pekerjaan,”katanya.

Sehabis berkata dia lantas mengebutkan ujung baju, menyimpan kembali Siepoa emasnya dan jalan ke depan dengan langkah lebar.

Mereka berdua dengan cepatnya melakukan perjalanan menuruni gunung tersebut sewaktu hari mulai terang tanah merekapun sudah tiba dikaki gunung Bu tong san.

Mendadak Sang Pat menghentikan larinya.

“Loojie! Bagaimana dengan bocah itu? Kenapa tidak kedengaran sedikit suarapun?”tanyanya sambil menoleh.

“Jalan darahnya sudah kutotok!”Kiranya Siauw Ling yang kena disambar Tu Kiu meronta terus tiada hentinya, di bawah serangan musuh tangguh dan keadaan yang amat kritis terpaksa Tu Kiu menotok jalan darahnya.

Mendengar perkataan tersebut Sang Pat lantas berjalan balik dan turun tangan membebaskan jalan darah yang tertotok pada tubuh Siauw Ling itu.

Terdengar bocah cilik itu menghembuskan napas panjang dan membuka matanya dengan perlahan-lahan.

Waktu itu cuaca sedang terang tanah, sang suryapun dengan perlahan sudah muncul diujung langit sebelah barat, sehingga setiap pemandangan bisa dilihat dengan jelas.

Siauw Ling memutar biji matanya sebentar lalu memandang sekejap ke arah orang itu.

“Apakah kalian berdua yang membawa aku datang kemari?”tanyanya dingin.

Nada ucapannya amat kasar dan sedikitpun tidak mengindahkan kesopanan.

“Hmm! Apa kau kira beberapa orang toosu tua hidung kerbau itu benar-benar bisa menghalangi diri kami?”tegur Tu Kiu.

“Hmm! kini kalian mau bawa aku kabur kemana?”“Sudah tentu menemui enci Gak mu!”sahut Sang Pat dengan cepat.

“Kepandaian silat kalian tentu amat tinggi kalau tidak mungkin bisa merebut diriku lolos dari kuil Sam Yuan Koan itu.

““Lalu apa kau anggap merek emas dari Tiong Cho Siang-ku yang berhasil dipupuk selama puluhan tahun ini mudah dirusak dengan begitu saja?”sela Tu Kiu dingin.

“Hehehe… cuma sayang walaupun kepandaian silat kalian amat lihay tetapi tindak tandusnya amat keras dan main paksa seperti perampok jadi orangpun buas, kejam dan telengas.

““Setan cilik kau berani memaki orang!”teriak Tu Kiu dengan gusar, tangannya segera diangkat siap digaplokkan ke depan.

Terburu-buru Sang Pat melintangkan tangannya menangkis datangnya gaplokan dari Tu Kiu itu.

“Hahahaha… bocah cilik kau orang sungguh bernyali.

“pujinya.

“Hmm! kalau mau pukul ayo cepat pukul”teriak Siauw Ling sambil membusungkan dadanya. “Paling banter juga tidak akan lolos dari kata-kata mati!”“Akh! bocah kau sungguh bernyali!”seru Sang Pat melengak.

“Hmm! bocah cilik apakah kau pernah merasakan bagaimana enaknya mati atau tidak bisa hiduppun susah?”sambung Tu Kiu.

“Apa yang perlu ditakutkan?”tantang Siauw Ling dengan gusarnya pula. “Dibacok satu kali juga mati dibacok seribu kali akhirnya juga mati. Kau kira aku benar-benar takut dengan beberapa bacokan golokmu? hehehe, jangan harap kau bisa membuat aku orang jadi takut.

“Sejak kecil dia sering membaca dan belajar ilmu kepandaian yang bermacam-macam, di dalam benaknya pada saat ini sudah dipenuhi dengan berpuluh-puluh kisah cerita yang tidak diketahui maksud sebenarnya. Beberapa perkataannya itupun diucapkan dengan dada yang dibusungkan lagaknya benar-benar dia menunjukkan suatu sikap semangat jantan yang sedikitpun tidak takut menghadapi maut.

“Hmmm! bagus sekali!”seru Tu Kiu dengan dingin, sinar matanya berkelebat dengan buasnya. “Ini hari aku mau suruh kau orang merasakan sedikit penderitaan, kalau tidak begitu kau bocah cilik tentu tidak mengerti seberapa tinggi langit itu dan seberapa tebalnya bumi.

“Dan jari tangannya segera dipentangkan siap-siap melancarkan satu totokan ke depan, tetapi baru saja jari tangannya itu menempel tubuh sang bocah mendadak dia menarik kembali serangannya dan menghela napas panjang.

“Bilamana aku Tu Kiu harus mencari gara-gara dengan seorang bocah cilik seperti kau dikemudian hari mana aku punya muka lagi untuk tancapkan kaki di dalam dunia kangouw.

““Hahaha… hahaha… bocah cilik kami sama sekali tidak bermaksud untuk mencelakai dirimu mari biar aku gendong kau untuk melanjutkan perjalananmu!”kata Sang Pat kembali sambil tertawa terbahak-bahak.

“Apa kau kata?”teriak Siauw Ling sambil melototkan sepasang matanya lebar-lebar.

“Aku punya sepasang kaki, aku bisa jalan sendiri.

“Sehabis berkata dengan langkah lebar dia melanjutkan perjalanan menuju ke depan.

Tu Kiu yang melihat keputusan serta sifat keras kepala dari bocah itu di dalam hati rada mendongkol, tangan kanannya lantas menyambar hendak mencengkeram pundaknya, tetapi keburu dicegah oleh Sang Pat.

“Hahahaha… biarlah dia berjalan sendiri,”katanya sambil tertawa.

Dengan membawa rasa mangkel sekejap saja Siauw Ling sudah melakukan perjalanan sejauh tujuh delapan li. tetapi badannya yang masih lemah itu tidak bisa menahan terlalu lama lagi, semakin berjalan semakin lemah. Keringat mengucur bagaikan curahan hujan membuat seluruh tubuhnya basah kuyup, dan akhirnya kakinya terasa jadi lemas dan rubuh di atas tanah.

Terburu-buru Sang Pat menyambar tubuh Siauw Lingagar jangan sampai terjatuh.

“Bocah apa kau sudah lelah?”tanyanya tertawa.

“Hmm! lepaskan aku!”serunya sambil meronta dan dengan ujung bajunya dia mengusap keringat diwajahnya.

Melihat sikap tersebut Tu Kiu kembali mengerutkan alisnya rapat-rapat.

“Loo toa, bocah ini terlalu keras kepala, aku lebih baik kita totok jalan darahnya saja kemudian membawanya pergi.

“Tidak menanti jawaban dari Sang Pat lagi dia lantas menotok jalan darah tidur di atas tubuh Siauw Ling.

Seketika itu juga bocah tersebut jatuh tidak sadarkan diri.

Entah lewat berapa waktu lamanya, sewaktu pikirannya jadi jernih kembali didapatkannya dirinya sudah berbaring di atas pembaringan kayu sedang telinganya menangkap suara air yang amat berisik.

Menanti dia menoleh kesamping tampaklah Sang Pat sambil tersenyum sedang berdiri disisi pembaringan tersebut.

“Bocah, kau sudah bangun?”tanyanya sewaktu melihat Siauw Ling membuka matanya.

“Apakah kau orang suka makan sedikit?”Siauw Ling tidak menjawab sebaliknya dengan cepatnya meloncat bangun dari tempat tidurnya.

“Dimanakah tempat ini?”tanyanya.

“Di tengah sungai Tiang Kang, kita berada di atas sebuah perahu besar.

“Siauw Ling merasakan kepalanya berat dan kakinya terasa amat ringan dengan kepalanya amat pening dan berkunang-kunga tetapi dia paksakan diri juga turun dari pembaringan tersebut dan berjalan keluar dari ruangan perahu tersebut.

Sang Pat segera menyingkir kesamping memberi jalan buatnya.

Dengan mencekal dinding ruangan Siauw Ling paksakan diri keluar dari ruangan perahu itu juga tiupan angin sungai yang sampai itu membuat kesadarannya semakin pulih.

Sang surya itu memancarkan sinarnya di tengah awang-awang langit nan biru bersih dari awan, dengan termangu-mangu dia memandang keatas gulungan ombak yang saling susul menyusul di samping bayangan layar perahu di tempat kejauhan membuat dadanya terasa amat lega.

Saat ini dia berdiri di atas perahu layarnya yang amat besar dan sedang berlayar di tengah sungai yang luas.

“Bocah! Angin amat besar. Kau baik-baiklah berdiri disana,”terdengar suara yang halus dari Sang Pat berkumandang datang.

Siauw Ling menoleh memandang sekejap ke arah Siepoa emas itu, dia termenung dan bungkam seribu bahasa.

Sang Pat yang melihat sinar matanya berubah terus tiada hentinya seperti lagi memikirkan sesuatu tak terasa sudah tersenyum.

“Eeeei, bocah kau lagi pikirkan urusan apa?”tanyanya.

‘Aku lagi berpikir walaupun aku tidak suka akan sifat kalian yang buruk itu tetapi kalianpun tidak termasuk manusia-manusia yang sangat jahat, lain hari bilamana aku berhasil melatih ilmu silatku maka aku orang tidak akan membinasakan diri kalian!”Mendengar perkataan tersebut Sang Pat segera tertawa terbahak-bahak.

“Hahahaha… kau hendak belajar ilmu silat dari siapa?”Mendadak dari pintu ruangan berkelebat datang sesosok bayangan tubuh manusia si Leng Bian Thiat Pit Tu Kiu tahu-tahu sudah muncul di atas geladak terdengar dia tertawa dingin tiada hentinya.

“Hehehehe… bocah, dikolong langit pada saat ini kiranya tidak bakal kau orang berhasil mendapatkan seorang suhu yang bisa mempelajari ilmu silat yang cukup untuk membunuh orang kami.

“Mendadak di dalam benak Siauw Ling terbayang kembali sikap tegang dari Bu Wie Tootiang setelah mendengar nama dari Pak Thian Coen cu, kini begitu mendengar ejekan itu dia lantas menyahut dengan cepat, “Lalu bagaimana dengan Pak Thian Coen cu itu?”Sang Pat jadi melengak.

“Pak Thian Coen cu? dari mana kau mendengar nama sebutan ini hahaha…”“Bukan saja mendengar nama besarnya bahkan pernah bertemu dengan orangnya!”seru Siauw Ling tidak mau kalah.

Tu Kiu segera mendengus dingin.

“Hmmm, bocah cilik kau pandai benar berbohong”katanya dengan suaranya yang dingin. “Pak Thian Coen cu sudah mati sangat lama sekali apa mungkin sukmanya bisa menjelma kembali?”“Oooouw. Jadi kau tidak percaya?”“Sudah tentu tidak percaya.

““Baiklah, kalau kau tidak percaya sudahlah.

““Bocah apakah kau orang benar-benar sudah bertemu dengan Pak Thian Coen cu?”tanya Sang Pat lagi setelah berpikir sejenak dengan wajah amat serius.

“Sudah tentu sungguh buat apa aku menipu dirimu.

“Mendadak terdengar suara air sungai yang terbelah kesamping. Sebuah perahu kecil dengan menerjang ombak bergerak mendekati perahu besar tersebut disusul melayangnya sesosok bayangan manusia menubruk ke arah Siauw Ling.

Dengan gusarnya Sang Pat membentak keras, satu pukulan dahsyat segera dilancarkan ke depan.

Siauw Ling pada saat itu masih lemah, kini terkena tekanan hawa pukulan dari Sang Pat membuat kakinya jadi gontai.

Tak tertahan lagi tubuhnya lantas jatuh rubuh ke dalam sungai dengan ombak yang amat deras itu.

Melihat kejadian itu bayangan manusia yang lagi melayang ke arah perahu besar itu mendadak bersalto beberapa kali di tengah udara dan meluncur pula ke dalam sungai yang amat deras itu.

Tiong Cho Siang-ku walaupun memiliki kepandaian silat yang amat lihay akan tetapi mereka berdua tidak mengerti ilmu dalam air, begitu melihat orang itu menyelam ke dalam air dan lenyap tak berbekas mereka cuma bisa melototkan matanya lebar-lebar tanpa bisa berkutik.

Jilid 13 Dengan cepat mereka mengalihkan pandangannya dengan sebuah penutup kepala lebar yang lagi duduk dibelakangnya buritan perahu kecil itu, saat ini orang itu duduk membelakangi mereka sehingga tidak dapat dilihat dengan jelas bagaimana wajahnya.

Tangannya yang satu memegang kemudi sedang yang lain mendayung perahunya di tengah gulungan ombak, walaupun angin bertiup amat santar tetapi perahunya tetap menjaga suatu jarak yang tertentu dengan perahu besar itu.

“Loo toa!”bisik Tu Kiu dengan cepat setelah melihat hal tersebut.

“Orang itu asal usulnya tidak beres biarlah aku pergi menawan dirinya.

““Loo jie jangan…”Tetapi gerakan dari Tu Kiu jauh lebih cepat. Baru saja Sang Pat membuka mulut dia orang sudah meloncat setinggi satu kaki dan meluncur keatas perahu kecil itu.

Lima jari tangan kanannya segera dipentangkan mencengkeram keatas tubuh lelaki tersebut.

Kelihatannya lima jari tangannya bakal mengenai pundak lelaki tersebut. Mendadak orang itu membungkukkan badannya menghindarkan diri dari serangan itu lain dengan mengambil kesempatan tersebut meloncat ke dalam sungai yang amat deras itu.

Jurus “Hwee Ing Poh Toh”atau elang sakti menangkap kelinci dari Tu Kiu ini boleh dikata sudah dilatih hingga mencapai kesempurnaan sewaktu meloncat dan melancarkan serangan tadi sama sekali tidak membawa sedikit suarapun. Tidak disangka lelaki itu ternyata berhasil juga menghindarkan diri dari serangan tersebut, hal ini menunjukkan kalau pendengaran orang itu amat tajam sekali.

Tu Kiu lantas merasa kalau dirinya kini sudah ketemu dengan musuh tangguh hawa murninya ditariknya panjang-panjang. Sepasang lengannya dipentangkan dan melayang turun dari perahu dengan tenangnya.

Selama hidupnya dia orang paling tidak mengerti ilmu di dalam air, saat ini dalam hati dia merasa takut bilamana lelaki itu mendadak munculkan dirinya dari permukaan air dan mengambil kesempatan tersebut memukul jatuh dirinya ke dalam air karena itu dia tidak berani berhenti di atas perahu kecil tersebut, dengan cepat ilmu kwekangnya Thay Lit Cian Kiem Coe dikerahkan keluar.

Dimana tubuhnya menahan perahu tersebut lantas tenggelam ke dalam sungai, air dikedua belah sisinya bagaikan air mancur memancar ke depan dan kesamping dengan dahsyatnya.

Dengan meminjam kesempatan itulah Tu Kiu lantas meloncat ke tengah udara dan bersalto beberapa kali kembali keatas perahu besar.

Walaupun mereka menanti kembali seperminum teh lamanya bukan saja jejak dari Siauw Ling tak ditemukan, sampai kedua orang lelaki yang terjun ke dalam sungaipun tak nampak munculkan dirinya kembali.

Sang Pat serta Tu Kiu terpaksa hanya saling bertukar pandangan dengan wajah amat terperanjat.

“Loo toa!”terdengar Tu Kiu bertanya dengan suara berat. “Coba kau lihat mereka bertiga yang menyelam ke dalam air kenapa kita tidak berhasil melihat mereka munculkan dirinya kembali??”“Kita dua bersaudara bukanlah orang buta bagaimana mungkin bisa tidak melihat,”jawab Sang Pat tersenyum.

“Kalau memangnya begitu jelas hal ini menunjukkan kalau mereka masih keluar dari dalam air.

“Dia termenung sebentar untuk kemudian sambungnya lagi, “Mereka berdua datang kemari dengan membawa persiapan sudah tentu kepandaian menyelam dari mereka berdua amat sempurna sekali tetapi Siauw Ling tidak mengerti akan ilmu di dalam air setelah berada di dalam sebegitu lama apakah dia bisa begitu kuat ikut berada di dalam air??”“Mereka tidak naik kitapun tidak bisa turun kalau begitu kita masing-masing saling menunggu saja! Kita lihat siapa yang lebih kuat mereka atau kita,”kata Sang Pat.

Mendadak paras mukanya berubah memberat dan menutup mulutnya kembali.

Senyuman serta sikapnya yang ramah walaupun menghadapi musuh tangguh kini sudah lenyap dari wajahnya, hal ini menunjukkan kalau dia orang benar-benar sudah menemui suatu urusan yang membingungkan.

Tu Kiu sudah amat lama berkumpul dengan dirinya, sudah tentu mengerti juga akan sifatnya kini melihat Loo toanya berubah amat keren diapun lantas membungkam diri.

Tampaklah Sang Pat termenung beberapa saat lamanya kemudian baru ujarnya dengan suara perlahan, “Loo jie, kau orang cepat turun dari perahu untuk melakukan pemeriksaan bilamana mereka membawa Siauw Ling mendarat ketepi pantai dengan jalan menyelam bukankah kita akan menantinya dengan sia-sia saja di tempat ini.

““Aah… tidak salah…”teriak Tu Kiu dengan hati tergetar.

Tubuhnya yang sudah bertindak maju mendadak dihentikan kembali.

“Eeeeei kau tunggu apa lagi?”“Air sungai menggulung begitu besarnya sehingga sulit untuk melancarkan ilmu meringankan tubuh, kau suruh aku menggunakan cara apa menuju ketepian!”“Bagaimana menghadapi musuh tangguh adalah urusan Loo toa, bagaimana caranya melaksanakan adalah urusan Loo jie!”Tu Kiu jadi melengak, tapi sebentar kemudian dia sudah berseru, “Siauwte terima perintah!”Sehabis berkata tubuhnya kembali meloncat ke depan.

Terlihatlah tubuhnya bagaikan seekor burung walet dengan amat gesitnya melayang diangkasa dan meloncat turun di atas perahu kecil itu.

Waktu itu perahu kecil tersebut sudah terbalik dengan dasar perahu menghadap keatas sehingga sulit untuk didayung, walaupun begitu keadaan jauh lebih mantap lagi dari pada keadaan semula.

Sang Pat yang melihat tubuhnya berhasil melayang turun di atas perahu tersebut dia lantas tersenyum.

“Kau pergilah!”serunya sambil mengirim satu tenaga pukulan ke depan.

Angin pukulan tersebut kelihatannya tidak sebegitu keras tetapi kekuatannya luar biasa sekali sukar untuk dipercaya.

Perahu kecil tersebut setelah terkena angin pukulan ini bagaikan sebatang anak panah dengan cepatnya meluncur mengikuti aliran sungai.

Tu Kiu lantas tersenyum, hawa murninya disalurkan ke arah tangan diapun melancarkan satu pukulan keatas permukaan sungai di belakang perahu tersebut, diantara menggulungnya sang ombak kembali perahu tersebut bergerak ke depan.

Demikianlah dengan menggunakan cara yang sama dia menjalankan perahunya mengikuti arus sungai.

Dengan kerennya Sang Pat berdiri diujung perahu, walaupun perahu kecil itu sudah meluncur dengan cepatnya ke depan tetapi sepasang matanya tak berani mengendor, dia terus menerus mangawasi keadaan di sekeliling tempat itu.

Sejak semula dia sudah memerintahkan para kelasi untuk melepaskan kemudi dan membiarkan perahu tersebut berputar di tengah sungai, asalkan kedua orang lelaki itu berani munculkan dirinya maka senjata tajam serta angin pukulan dari Sang Pat telah menanti mereka untuk kirim satu serangan mematikan.

Mendadak di atas sungai meluncur datang sebuah perahu layar dengan cepatnya Sang Pat segera merasa semangatnya berkobar kembali, sepasang matanya laksana mata burung elang memperhatikan keadaan tempat itu lebih teliti dia berpikir bilamana kedua orang lelaki itu hendak menggunakan kesempatan tersebut untuk meloncat naik keatas perahu tanpa ditenui olehnya hal ini merupakan satu urusan yang sulit melebihi sulitnya menaiki langit.

Kedatangan perahu tersebut sudah bersisipan lalu menjauh dan akhirnya berubah jadi titik hitam.

Tetapi di atas permukaan sungai tidak nampak sedikit gerakanpun, di tengah menggulungnya ombak serta tiupan angin hanya terasa keadaan yang sunyi sekali… Air mata Sang Pat semakin lama berubah semakin memberat, sepasang alisnya dikerutkan rapat-rapat.

Menanti senja hampir tiba Tu Kiu baru kelihatan muncul kembali disana mereka berdua saling bertukar pandangan, lama sekali tak ada yang mengucapkan sepatah katapun.

Wajah Tu Kiu kelihatan amat murung dan lelah sekali, jelas dia orang sudah kehabisan tenaga sewaktu menjalankan perahu tadi.

“Tidak ada!”sahutnya singkat dengan nada kesal.

Sang Pat pun tahu kalau dia orang lagi lelah karenanya ia tidak bertanya lebih lanjut.

Lewat beberapa saat lamanya Tu Kiu tak bisa menahan rasa herannya lagi, dia menghela napas panjang bergumam seorang diri.

“Aneh… aneh… apakah mereka sudah memasuki istana di bawah air.

“Dengan perlahan dia dongakkan kepalanya dan berkata, “Loo toa, apakah kau sudah menduga dari mana asal usul kedua orang lelaki itu?”“Heee… bukan saja aku tidak tahu akan asal usul mereka berdua sekalipun bagaimana lihaynya kepandaian silat merekapun aku tidak bisa mengambil kesimpulan, dari cara menghindarkan dari serangan “Hwee Ing Poh Toh”mu tadi aku lihat tapi dia memiliki kepandaian yang amat tinggi tapi kalau memangnya begitu mana mungkin bisa terdesak sehingga jatuh ke dalam air?”Bicara sampai disitu mereka berduapun pada bungkam kembali selama beberapa tahun mereka berdua melakukan perjalanan di dalam dunia kangouw walaupun dengan tidak bisa dikatakan setiap urusan pasti berhasil sesuai dengan apa yang diinginkan tetapi kejadian yang dialami hari ini benar-benar luar biasa sekali.

Perahu bergerak mengikuti aliran sungai beberapa kali nelayan tersebut melongoklongokan kepalanya terakhir dengan memberanikan diri dia lantas maju bertanya, “Saudara berdua mau menepi dimana?”Dengan dinginnya Sang Pat mendengus, tangannya diayun menghajar permukaan sungai.

Seketika permukaan sungai timbullah suatu gelombang yanga amat besar disusul munculnya suatu pancaran air yang amat besar.

Melihat kejadian itu sipemilik perahu jadi amat terperanjat, buru-buru dia menarik kembali kepalanya dan bungkam seribu bahasa.

Terdengar Sang Pat tiba-tiba tertawa panjang dengan amat nyaring. Suaranya laksana pekikan naga menembus tengah awan, lama sekali dia menarik suara tertawanya.

“Loo jie!”serunya dengan wajah amat serius. “Merek emas yang telah kita pupuk selama puluhan tahun ini tak disangka telah hancur di tangan dua orang manusia yang tidak diketahui nama maupun asal usulnya.

““Air sungai menggulung dengan begitu kerasnya ada kemungkinan mereka berdua bersama-sama dengan Siauw Ling telah mati didasar sungai,”sambung Tu Kiu dengan cepat.

“Heei… perduli Siauw Ling kini masih hidup ataupun mati, kita orang yang tidak berhasil membawa dia kembali apakah masih ada muka untuk menemui Gak Siauwcha?”kata Sang Pat sembari menghela napas panjang.

“Urusan sudah amat terdesak, apakah kita tak dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan keadaan.

““Apa? kau bicara apa?”bentak Sang Pat dengan keras matanya mendelik bulat-bulat.

“Apakah kita harus menghancurkan peraturan yang sudah kita buat sendiri selama puluhan tahun ini?”Biasanya dia selalu tersenyum, perduli sudah terjadi yang bagaimana besarnyapun selamanya tidak pernah marah-marah, tetapi kini dia mirip dengan seorang yang lagi kalap.

Wajahnya yang bulat tembem itu terlintas warna merah itu yang membawa sepasang matanya mendelik lebar hatinya sedih terharu dan gemas.

“Lalu apa rencana Toako selanjutnya??”Buru-buru bisik Tu Kiu dengan suara perlahan.

Mendengar pertanyaan itu Sang Pat tertawa pahit.

“Selama puluhan tahun ini kita selalu mengutamakan janji dan selamanya tidak pernah berubah tetapi kini kita tidak sanggup membawa Siauw Ling untuk diserahkan kepada Gak Siauw-cha sudah tentu tidak punya muka lagi untuk memenuhi dirinya demikian juga terhadap para jago serta enghiong di dalam dunia kangouw apalagi untuk memaksa orang serahkan anak kunci Cing Kong Ci Yau?”Tiong Cho Siang-ku yang selama di dalam dunia kangouw walaupun dimana saja mereka telah berusaha untuk kepentingan diri sendiri tetapi selamanya belum pernah ingkar janji setiap perkataan yang telah diucapkan selamanya tidak bakal berubah dan para jago-jago Bulim kebanyakan sudah memahami akan sifat mereka yang tak pernah melanggar janji ini. Asalkan perkataan yang diucapkan oleh Tiong Cho Siang-ku tidak mungkin kena dibohongi.

Kedua orang itu dengan mengambil keuntungan ini mencari kesana dan kemari dengan mendapatkan merek emas yang amat terkenal.

Kini Siauw Ling tenggelam di dalam sungai dan lenyap. Mati hidupnya tidak jelas hal ini membuat Sang Pat tidak berhasil menepati janjinya dengan Gak Siauw-cha, dengan kejadian yang amat memalukan dan menyinggung ini sudah tentu bagi Sang Pat tidak ada muka lagi untuk terjunkan diri di dalam kangouw kembali.

Terdengar Tu Kiu menghela napas panjang.

“Heeei… urusan sudah jadi begini, lebih baik toako jangan terlalu menyalahkan diri sendiri.

“Mendadak Sang Pat mendongakkan kepalanya, sepasang matanya yang bulat itu memancarkan sinar tajam dan memandang wajah Tu Kiu tak berkedip.

“Loo jie!”sambungnya dengan cepat.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar