Rahasia Kunci Wasiat Bagian 09

“Hee… hee… apa kau kira kedatangan kami dua bersaudara dari tempat kejauhan hanya dikarenakan untuk bersantap nasi serta arakmu?”teriaknya.

“Entah saudara ini mempunyai petunujk apa lagi?”sela Im Yang Cu dari samping.

“Nama besar partai Bu-tong-pay sudah amat cemerlang sekali di dalam dunia persilatan sudah tentu kalian tidak ingin bukan kalau di belakang nama Bu-tong-pay ditambahi dengan partai tukang merebut barang milik orang lain?”sindir si Kiem Siepoa Sang PAt dengan ketus. “Kami dua bersaudara mendapat titipan dari orang lain untuk memapak Siauw Ling pulang.

““Kalian sudah menerima titipan dari siapa?”sambung Im Yang Cu tidak menanti dia menyelesaikan kata-katanya.

“Gak Siauw-cha! kami dua bersaudara mempunyai perjanjian dengan dua orang mengharuskan kami mencari kembali diri Siauw Lung”kata Tu Kiu dengan dingin.

“Bilamana Tooheng benar-benar tidak bermaksud untuk ikut memperebutkan barang milik orang lain maka cayhe rasa terhadap perkataanku inipun kalian akan mampercayainya!”“Heeey tauke berdua!”tiba-tiba Ie Bun Gan To menimbrung dari samping mereka.

“Apakah janji kalian dengan Siauw-cha adalah hendak menolong bocah cilik ini?? haa… haaahh tidak kusangka… tidak kusangka Tiong Cho Siang-ku pun sudah menjadi pedagang manusia… haaahh… haahh.

““Soal ini kau orang tidak usah ikut campur”Sang Pat dengan suara yang ketus. “Kami sebagai kaum pedagang cuma mengerti cara untung yang sebanyak-banyaknya, selamanya tidak pernah membicarakan macam barang dagangan tersebut.

“Sebenarnya Ie Bun Han To bermaksud hendak menyindir lagi dengan beberapa perkataan yang tajam untuk menimbulkan hawa amarah mereka berdua dengan pihak Bu-tong-pay, tetapi sewaktu teringat kalau mereka berduapun merupakan kalangan yang telah lama berkelana di dalam dunia kangouw dan pengetahuan mereka-mereka luar biasa hatinya jadi ragu-ragu, ia perkataannya membuat berdua jadi marah terhadap dirinya dan menyerang dia sendiri terlebih dahulu. Bilamana demikian adanya bukankah sebaliknya pihak Bu-tong-pay yang bakal menerima keuntungan? Sebetulnya dia adalah seorang yang berpikir tajam teringat akan hal tersebut dialantas mendehem beberapa kali dan tidak becakap-cakap lagi.

Sie Siepoa emas Sang Pat melirik sekejap ke arah Bu Wie Tootiang, lalu ujarnya, “Cayhe sangat mengharapkan Too heng bisa memandang pada wajah kami Tiong Cho bersaudara untuk serahkan Siauw Ling si bocah cilik itu untuk kami bawa pergi.

““Sekalipun Sang heng benar-benar mempunyai janji dengan diri Gak Siauw-cha tetap perkataanmu itu bukankah terlalu enteng?”seru Im Yang Cu.

“Haaahh… haaahh… kami orang kaum pedagang sudah tentu mengerti akan keuntungan, bilamana partai kalian suka serahkan orang tanpa memperoleh sedikit keterlaluan… jangan kuatir… jangan kuatir, sudah tentu kami akan membagi bagian kepada partai kalian,”ujar Sang Pat sambil tertawa terbahak.

“Bu Wie Tootiang yang mendengar perkataan itu agak mengerutkan alisnya tetapi masih bisa menahan pergolakan dihatinya.

Dari dalam sakunya Sang Pat segera mengambil keluar kentongan yang terbuat dari sutera sambungnya, “Di dalam kentongan ini berisikan sedikit hadiah dari kami berdua, barang yang tidak berharga ini harap Tootiang menerimanya.

“Im Yang Cu yang melihat diantara kening suhengnya sudah dikerutkan rapat-rapat mana berani menerima barang itu lagi. Dia segera mendengus dingin.

“Pinto dengan saudara sekalian tidak berjalan disatu jalan yang sama, maaf kami tidak berani menerima barang tersebut.

““Loo toa!”tiba-tiba terdengar si pit besi berwajah dingin Tu Kiu berteriak sambil mendorong meja perjamuan itu kesamping.

“Perundingan tidak berhasil terpaksa kita harus menggunakan kekerasan untuk merebut barang tersebut…! Hmmm! Bilamana kalian berdua punya kekuatan untuk merebutnya kenapa tidak dicoba?”seru Bu Wie Tootiang dengan dingin.

“Akh… tidak bisa jadi,”ujar Sang Pat sambil menggoyang-goyangkan tangannya berulang kali.

“Kami bersaudara naik gunung dengan mengirim kartu nama terlebih dulu sedang Tootiang menerima dengan hormat, sekalipun misalnya hendak menggunakan kekerasan saat ini rasanya masih belum waktunya untuk bergerak.

““Bagus sekali, setiap saat pinto pasti akan melayani kemauan kalian, tidak saja kalian berdua pokoknya barang siapa yang naik ke gunung pada ini hari bilamana merasa punya pegangan untuk rebut pergi bocah cilik ini boleh turun tangan untuk mencobanya.

““Kalau begitu kami bersaudara mohon pamit dulu!”ujar si Kiem Siepoa kemudian sambil menarik tangan Tu Kiu.

Mereka lantas putar tubuh berjalan keluar dari ruangan pendopo dan berlalu dengan langkah lebar.

Kang Lam Su Kongcu pada bangkit berdiri untuk menjura.

“Terima kasih atas pelajaran dari Tootiang”serunya berbareng.

“Mana… mana… kelihatannya kalian berempatpun mempunyai kesenangan untuk mencoba-coba akukan?”ujar Im Yang Cu.

“Kang Lam Su Kongcu selamanya tidak pernah ketinggalan!”jawab si Bu Wie Tootiang lantas mengangguk.

“Kalian berempat selamat jalan, pinto tidak menghantar lagi!”serunya.

“Tidak berani mengganggu!”Mereka berempat bersama-sama lantas meninggalkan ruangan pendopo itu dan berlalu.

Setelah semuanya pergi Ie Bun Han To naru melirik sekejap ke arah sitangan sakti peluru besi Coe Koen San.

“Hey orang tua! kaupun sudah kenyang bersantap dan minum arak, apa yang kau tunggu lagi di tempat ini??”“Kau berani mengurusi loohu??”teriak Coe Koen San dengan gusar.

“Apa kau rada tidak percaya?”ejek Ie Bun Han To sambil tertawa.

Mendadak tubuhnya bergerak maju ke depan, dengan kecepatan dahsyat tangannya melancarkan serangan menotok tubuh Coe Koen San.

Sitangan sakti peluru besi Coe Koen San sama sekali tak menduga kalau dia berkata hendak menyerang lantas datang menyerang bahkan kecepatannya luar biasa, untuk beberapa saat lamanya dia dibuat kelabakan juga sehingga terdesak mundur sejauh lima langkah ke belakang.

Ie Bun Han To yang melancarkan satu serangan dan berhasil mendesak mundur Coe Koen san ke belakang mana suka membiarkan dia balas menyerang dirinya.

Dengan cepat tubuhnya meloncat ke belakang dan kembali ke tempat semula.

Saking kekinya Coe Koen San lantas berteriak dan berkaok-kaok tiada hentinya, telapak tangan kanannya diayunkan ke depan menerima datangnya pukulan itu.

“Hmm! hanya dengan mengandalkan sedikit kepandaian silat ini kau bermaksud hendak berkelahi dengan susiokku? lebih baik cayhe saja yang melayani beberapa jurus dengan dirimu!”ejeknya dengan dingin. Kakinya dengan cepat melancarkan satu tendangan ke depan.

Coe Koen San semakin dibuat gusar telapak tangannya dimiringkan kesamping laksana sebilah golok dengan cepatnya dibabat ke depan.

Jan Ing tertawa dingin, tubuhnya meloncat ke atas sedang kakinya berturut-turut melancarkan tiga kali tendangan kilat memaksa Coe Koen San harus mundur dua langkah ke belakang.

Bu Wie Tootiang yang melihat diantara mereka berdua terjadi pertempuran hatinya jadi kurang senang, ujung jubahnya segera dikebutkan ke depan mendorongkan satu pukulan yang maha dahsyat mendesak mundur dari Jan Ing.

“Bilamana kalian berdua sungguh-sungguh mau berkelahi lebih baik cepat-cepat tinggalkan kuil Sam Yuan Koan ini saja!”usirnya.

Ie Bun Han To lantas tersenyum.

“Cayhe masih ada beberapa perkataan penting yang hendak dibicarakan dengan Too heng,”ujarnya perlahan. “Bilamana ada si orang tua disini malah ada kemungkinan mengganggu pembicaraan kita saja lebih baik biarkanlah dia bermain-main beberapa jurus dengan Ing jie.

““Bagus!”Teriak Coe Koen San dengan gusarnya setelah mendengar suara ejekan tersebut. Kau berani begitu menghina diri Loohu!”Tubuhnya miring kesamping loalu meloncat ke tengah udara dan menubruk ke arah diri Ie Bun Han To.

Pada saat yang bersamaan Bu Wie Tootiang segera mengirim satu kebutan ke depan segulung hawa murni yang amat dahysat dengan cepatnya mengalir ke depan menghalangi perjalanan selanjutnya dari Coe Koen San, lalu dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara, ujarnya, Coe Thay hiap bukannya pinto memandang hina dirimu terus terang saja pinto katakan kalau dirimu masih bukan tandingan dari Ie Bun Han itu, dia lambat-lambat tidak turun tangan jahat terhadap dirimu hal ini bukanlah karena dalam hati menaruh rasa jeri terhadapmu, di dalam keadaan dan situasi seperti ini harap kau orang suka sedikit bersabar.

“Haruslah diketahui nama besar dari Coe Koen San amat terkenal di dalam Bulim karena kebajikannya walaupun Bu Wie Tootiang jarang sekali turun gunung tetapi urusan tentang dunia kangouw dia sering sekali memperoleh laporan dari anak buahnya, karena itu terhadap bagaimana sikap serta sifat dari setiap jago dia mengetahuinya dengan amat jelas.

Saat ini walaupun di dalam hati Coe Koen San merasa sangat tidak puas tetapi diapun tidak mau menyia nyiakan maksud baik dari Bu Wie Tootiang itu karenanya dia orang lantas merangkap tangannya menjura “Kalau begitu Loolap mohon diri dulu,”ujarnya kemudian setelah itu dengan langkah lebar dia berjalan keluar dari ruangan pendopo tersebut.

Saat ini yang ada di dalam ruangan pendopo tinggal Bu Wie Tootiang, Im Yang Cu, Ie Bun Han To serta Jan Ing empat orang.

Bu Wie Tootiang menoleh dan memandang sekejab ke atas tubuh Siauw Ling yang ada di dalam pelukannya lalu ujarnya, “Luka yang diderita bocah sangat parah sekali dan tidak bisa mengulur waktu lebih banyak lagi, bilamana Ie Bun heng ada petunjuk silahkan dibicarakan selekasnya.

““Cayhe ingin bertanya kepada Tooheng apakah Tooheng percaya dengan kekuatan partai Bu-tong-pay bisa mempertahankan keselamatan dari anak kunci Cing Kong Ci Yau tersebut?”ujar Ie Bun Han To dengan dingin.

“Kau orang jangan salah paha,”seru Bu Wie Tootiang sambil tersenyum ramah “Partai Bu-tong-pay kami sama sekali tidak menyimpan anak kunci Cing Kong Ci Yau tersebut, tetapi bilamana memangnya para jago dikolong langit sudah salah paham kalau anak kunci tersebut ada di tangan kami pihak Bu-tong-pay, pinto pun tidak bisa berbuat apa apa lagi.

““Perjalanan cayhe kali ini meninggalkan daerah Sang Yang Peng perkampungan Sian Khie Su Lu sebenarnya masih ada satu urusan yang jauh lebih penting lagi,”ujar Ie Bun Han TO sambil tertawa.

“Dan di dalam urusan ini cayhe ingin sekali mengajak Tootiang untuk berunding. Terus terang saja soal anak kunci Cing Kong Ci Yau tersebut tidak lebih cuma topeng yang cayhe gunakan untuk menipu orang lain sehingga rasa curiga dari para jago Bulim lainnya bisa dihindari.

“Mendengar perkataan tersebut air muka Bu Wie Tootiang segera berubah jadi amat keren.

“Pinto paling tidak terbiasa dengan cara main kayu, lebih baik Ie Bun heng bicara urusan ini dengan terus terang saja!”ujarnya perlahan.

Ie Bun Han To lantas kirim satu senyuman yang amat misterius sambungnya perlahan, “Seluruh jago Bulim pada saat ini kebanyakan memuji dan mengagumi partai Siauw lim pay sebagai pimpinan dari sembilan partai besar lainnya tetapi cayhe sebaliknya malah mengagumi atas ilmu silat dari partai Tootiang yang lebih mengutamakan kelunakan dan tenaga dalam yang dahsyat.

“Ie Bun heng terlalu memuji, partai kami tidak kuat untuk memikul pujian tersebut.

“Air muka Ie Bun Han To dengan perlahan berubah jadi amat keren, tiba-tiba dia bungkukkan badannya menjura kepada Bu Wie Tootiang.

“Kali ini cayhe menerima titipan dari seorang untuk mengajak Tooheng mengadakan satu pertemuan puncak para jago,”katanya sambil tertawa.

“Pertemuan puncak apa?”tanya Bu Wie Tootiang keheranan.

“Bilamana Tooheng menyetujuinya cayhe baru berani bicara langsung”Bu Wie Tootiang termenung berpikir sebentar, lama sekali dia baru menjawab, “Lebih baik Ie Bun heng bicarakan dulu soal ini, sehingga pinto pun bisa menimbang nimbang dulu”“Urusan ini menyangkut satu peristiwa yang amat besar, bilamana Tooheng tidak menyetujuinya cayhe pun tidak akan berani berbicara sembarangan”Dia berhenti sebentar, sambungnya, “Tetapi cayhe bisa memberi sedikit keterangan buat Tootiang, bila Tooheng setuju untuk memimpin pertemuan itu, tidak sampai setahun keadaan di dunia kangouw bakal terjadi satu perubahan besar.

Mendengar kata itu Bu Wie Tootiang tak mengucapkan sepatah katapun, matanya memandang keluar pendopo, agaknya dia memikirkan satu peristiwa maha penting.

“Urusan ini besar dan berat, lebih baik Tooheng pikirkan beberapa hari untuk didengar jawaban,”ujar Ie Bun Han To tiba-tiba lalu berdiri dan menjura.

Setelah itu sambil senyum dia berlalu, Si Pek So Suseng Jan Ing dengan cepat mengikuti dari belakang Ie Bun Han To.

Im Yang Cu memperhatikan hingga mereka lenyap, lalu tanyanya perlahan, “Suheng, tahukah apa yang diucapkannya?”“Agaknya menyangkut satu siasat yang besar dan berat, aku sendiri tak mengerti,”katanya.

Jilid 11 Dia menoleh dan memandang sekejap keatas tubuh bocah tersebut, lalu dengan wajah berubah amat serius katanya, “Coba kau kirim perintah, dua tiga ratus orang anak murid dari dua angkatan harus digerakan semua untuk baik-baik menjaga di sekeliling kuil, malam ini ada kemungkinan musuh tangguh bakal menyerang gunung.

“Im Yang Cu sangat jarang melihat wajah yang serius dan berat seperti suhengnya hari ini, dalam hati walaupun diliputi oleh pelbagai urusan yang mencurigakan dia tidak berani banyak bertanya.

Dia lantas menyahut dan dengan langkah yang tergesa-gesa berjalan keluar ruangan pendopo tersebut.

Bu Wie Tootiang pun segera ikut berjalan keluar dari ruangan pendopo itu dan kembali keruangan belakang.

Dia mengambil keluar pil pemusnah racun pemberian dari Ie Bun Han To itu lalu ditelitinya dengan tajam, walaupun di dalam keadaan kepepet dia tidak berani menggunakannya. Akhirnya dengan hati berat dia meletakkan diri Siauw Ling keatas pembaringan dan menotok beberapa buah jalan darahnya, setelah itu gumamnya seorang diri, “Bocah kau sungguh amat kasihan sekali, sekarang beristirahatlah kau sebentar.

Pinto tidak berani menggunakan pil pemusnah racun ini untuk dengan perlahan-lahan memaksa racun dibadanmu mengalir keluar.

““Suheng!”tiba-tiba terdengar suara yang berat berkumandang masuk dari luar ruangan.

“Terhadap seorang bocah cilik saja kenapa kau begitu murung. Janganlah berbuat keterlaluan.

“Bersamaan dengan selesainya perkataan itu dari luar ruangan berjalan masuk seorang pemuda tampan berbaju biru dengan gagahnya.

“Kepandaian silatmu sungguh mendapatkan kemajuan yang amat pesat,”ujar Bu Wie Tootiang sambil tertawa-tawa. “Kau kapan tiba di depan ruangan? Kenapa aku sama sekali tidak mendengarnya?”“Baru saja siauwte bertemu muka dengan Jie suheng,”ujar pemuda berbaju biru itu lagi sambil tertawa tawar. “Dan melihat pula dia membawa anak murid dari kuil untuk diatur disetiap tempat yang strategis, keadaannya sangat repot sekali. Apakah di dalam kuil Sam Yuan Kuan kita sudah terjadi suatu perubahan?”Dengan perlahan-lahan Bu Wie Tootiang mengangguk.

“Kali ini kau tutup pintu berlatih diri sudah mendapatkan kemajuan seberapa banyak?”“Akh, Cuma tujuh bagian kesempurnaan saja, masih mengharapkan bimbingan dari suheng.

“Sikap Bu Wie Tootiang terhadap sutenya yang gagah dan tampan ini bukan saja amat ramah bahkan sangat menghormat. Dengan kedudukannya sebagai ciangbunjien boleh dikata merupakan satu peristiwa yang amat mengherankan.

Tampak dia tersenyum, lalu katanya, “Kau bisa melatih tenaga dalammu mencapai tujuh bagian kesempurnaan. Hal ini sudah lebih dari cukup.

“Pemuda berbaju biru itu tersenyum, kepalanya dengan perlahan ditoleh memandang sekelap keatas tubuh Siauw Ling yang menggeletak di atas pembaringan.

“Apakah bocah ini sudah keracunan?”tanyanya.

“Tidak salah, tetapi untung saja racunnya tidak terlalu berat sekalipun tidak usah menggunakan obat pemusnahnya juga bisa ditolong.

““Menggunakan tenaga dalam untuk mengusir racun yang bersarang di tubuh walaupun hal ini bisa dilakukan tetapi suheng bakal banyak kehilangan tenaga, sekalipun tenaga dalam dari suheng amat tinggi lebih baik jangan dicoba dengan sembarangan.

““Sebelum dalam hati aku merasa rada ragu-ragu, tetapi sekarang hatiku malah jauh lebih mantap lagi. Aku pasti akan mencobanya,”sambung Bu Wie Tootiang dengan cepat.

“Kenapa hari ini setiap saat ada kemungkinan musuh tangguh menyerang gunung. Aku lagi merasa kuatir dengan kekuatan Im Yang suhengmu dia tidak bakal kuat menerima seluruh penjagaan ini kini sudah ada kau yang muncul hatiku jadi lega.

““Entah jagoan dari mana yang hendak mengacau gunung”tiba-tiba tanya pemuda berbaju biru itu sambil tertawa nyaring.

“Heeeei, itulah jago-jago berkepandaian tinggi yang sudah lama memiliki nama besar di dalam Bulim, sute selamanya tidak pernah terjun diri ke dalam dunia kangouw sekalipun aku beritahukan kepadamu juga percuma saja.

“Pemuda berbaju biru itu masih belum kehilangan sikap yang polos dan kekanak-kanakan.

Setelah termenung beberapa saat lamanya mendadak tanyanya, “Eeei tahun ini aku umur berapa?”Bu Wie Tootiang yang ditanya begitu jadi melengak. Dia termenung berpikir beberapa saat lamanya.

“Tahun ini kau berusia dua puluh tiga tahun,”sahutnya kemudian.

“Lalu aku sudah berlatih ilmu silat selama berapa tahun?”“Sejak umur tiga tahun…”mendadak ia mengubah kata-katanya.

“Sedikitpun tidak kurang dari dua puluh tahun lamanya.

““Dua puluh tahun bukanlah satu waktu yang pendek tetapi entah bagaimana dengan kepandaian silat yang aku miliki pada saat ini?”“Kau sejak kecil berlatih ilmu silat pikiran tidak dikacaukan dengan berbagai urusan, gemblengan dan susah payah selama tiga tahun ditambah lagi setiap tahun menutup diri tiga kali kecuali kekurangan pengalaman sewaktu menghadapi musuh tangguh kedahsyatanmu sudah jauh berada di atas Jie suhengmu itu!”Agaknya secara tiba-tiba pemuda berbaju biru itu sudah teringat akan sesuatu urusan yang penting. Alisnya dikerutkan rapat-rapat.

“Toa suheng! Siauw te ada beberapa perkataan yang selama ini selalu tersembunyi di dalam hati belum pernah dinyatakn pada ciangbun suheng. Entah bolehkah siauw te menanyakan?”“Asalkan aku mengetahui tentu akan aku jawab sekuruh pertanyaanmu itu,”jawab Bu Wie Tootiang sambil tertawa.

“Sejak kematian suhu hingga saat ini sudah ada berapa tahun lamanya?”“Delapan belas tahun!”“Jumlah total aku Cuma belajar ilmu silat selama dua puluh tahun lamanya sedang suhu sudah mati selama delapan belas tahun waktu itu walaupun aku masih seorang bocah yang berumur lima enam tahun tetapi perbuatan suhu yang memberi pelajaran ilmu silat kepadaku seharusnya masih ada sebagian besar teringat di dalam benakku. Tetapi kenapa sekarang aku tidak mengingatnya semua? Menurut rasa-rasaku Toa suhenglah yang selalu memberi pelajaran kepadaku.

“Mendengar perkataan itu Bu Wie Tootiang lantas tertawa.

“Aku tidak lebih Cuma mewakili suhu untuk memberi pelajaran ilmu silat kepadamu, waktu itu suhu lagi sakit dan tidak bisa bangun sehingga tidak mungkin bagi beliau untuk turunkan sendiri kepandaian silatnya kepadamu.

““Justru yang membuat aku jadi keheranan adalah persoalan ini, kalau memangnya Toa suheng yang memberi pelajaran ilmu silat kepadaku bagaimana aku bisa angkat suhu sebagai guru?”Haruslah diketahui dengan usianya pada saat ini sekalipun menjadi anak murid dari Bu Wie Tootiang juga tidak terhitung besar, karena anak murid dari Toosu tua ini kebanyakan sudah berusia tiga puluh tahunan. Jadi bilamana dibandingkan dengan usianya masih ada terpaut puluhan tahun.

Bu Wie Tootiang kembali tertawa tawar.

“Peratuaran di dalam Bulim paling mengutamakan soal tingkatan, kau adalah suhu yang menyanggupi untuk terima sebagai murid Bu-tong-pay. Sekalipun dikemudian hari akulah yang memberi pelajaran ilmu silat kepadamu tetapi akupun tidak dapat memandang rendah soal tingkatanmu.

“Agaknya pemuda berbaju biru itu masih tidak demikian mengerti soal perkataan itu, baru saja dia bermaksud untuk berbicara mendadak maksud itu dibatalkan kembali. Sambil dongakkan kepalanya dia menghela napas panjang.

“Toa suheng!”ujarnya. “Kalau memangnya aku orang tak berpengalaman di dalam menghadapi musuh, kalau begitu akupun harus berlatih terus menerus?”“Soal itu sudah tentu.

“Semangat pemuda tersebut jadi timbul kembali. “Siauwte yang sudah ada dua puluh tahun lamanya belum pernah berkelahi dengan orang lain, ini hari saja aku keluar dengan pengasingan dan di dalam kuil Sam Yuan Koan tadi ada urusan, inilah satu kesempatan yang sangat baik buat diriku. Entah maukah ciangbunjien suheng memberi ijin kepada Siauwte untuk menggunakan kepandaian silat dari musuh.

““Bagus kalau begitu kau harus bertanggung jawab untuk melindungi ruanganku ini,”sahut Bu Wie Tootiang sambil tertawa.

Agaknya pemuda berbaju biru rada tidak mau. “Tapi suheng, ruangan ini adalah tempat terlarang. Orang lain tidak mungkin akan menyerbu kemari.

““Bilamana dugaanku tak salah maka kecuali ruangan ini tidak ada tempat yang lebih penting lagi. Justru bagian para jago naik ke gunung Bu tong san adalah bertujuan pada ruangan ini.

““Kalau demikian adanya hal ini amat bagus sekali!”teriak pemuda berbaju biru ini kegirangan. “Biarlah aku pergi dulu ke dalam gua di belakang gunung untuk mengambil sedikit barang setelah itu baru kemari lagi.

“Tidak menanti jawaban dari Bu Wie Tootiang lagi dia lantas putar tubuh dan meloncat pergi sejauh dua tiga kali kemudian hanya di dalam sekejap saja ia sudah lenyap ditelan gerumbulan bunga. Gerakannya amat cepat laksana kilat yang menyambar.

Bu Wie Tootiang segera menghembuskan napas panjang. Dia membimbing tubuh Siauw Ling untuk bersandar pada dinding sedang dirinya bangkit berdiri dan jalan bolak balik di dalam ruangan tersebut.

Hanya dalam beberapa saat saja dari atas batok kepalanya sudah mulai mengepul asap putih yang makin lama semakin menebal, jelas dengan menggunakan gerakan jalan pulang pergi itu dia lagi menyalurkan hawa murninya.

Mendadak ia menghentikan tubuhnya dan angkat jarinya menotok keatas tubuh Siauw Ling yang menggeletak di atas pembaringan. Segulung asap putih yang tawar dengan mengikuti arah yang dituding menyambar ke depan menghajar jalan darah “Tiong Khiek Hiat”diurat nadinya.

Tubuh Siauw Ling yang bersandar pada dinding segera gemetar dengan amat keras, agaknya ada segulung tenaga pukulan yang keras tepat bersarang ke dalam tubuhnya lalu mengikuti aliran darah dibadannya berputar mengelilingi seluruh tubuh.

Dengan kejadian itulah tubuhnya jadi gemetar dan bergoyang tiada hentinya Cuma saja tempat kedudukan masih tetap pada keadaan semula.

Setelah Bu Wie Tootiang melancarkan totokan tersebut, uap putih yang mengepul dari atas batok kepalanya mulai membuyar. Air mukanya kelihatan amat lelah dan murung, dengan perlahan ia berjalan mendekati pembaringan, membaringkan tubuh Siauw Ling lalu dia sendiri duduk bersila untuk mengatur pernapasan.

Kurang lebih satu jam kemudian rasa kesal dan kecapaian yang meliputi Bu Wie Tootiang mulai kelihatan luntur.

Saat ini cuaca sudah mulai menggelap, sewaktu Bu Wie Tootiang membuka matanya kembali tampaklah di depan pintu ruangan sudah berdiri berjajar dua orang.

Mereka adalah Im Yang Cu serta pemuda berbaju biru.

Im Yang Cu segera maju ke depan menjura ujarnya, “Anak murid angkatan kedua dan ketiga dari kuil sudah digerakkan semua. Setiap tempat yang penting sudah dipasangi barisan pedang Ngo Heng Kiam Tio untuk menghalangi serbuan musuh. Apakah suheng bermaksud untuk memeriksanya sendiri?”“Tidak perlu,”kata Bu Wie Tootiang sambil tertawa tawar.

“Coba kau sampaikan lagi perintahku, sebelum menerima perintah suara genta emas tetap anak murid yang berjaga-jaga dilarang meninggalkan tempat tugasnya untuk mengejar musuh. Mereka cukup berjaga ditempatnya masing-masing untuk menahan serangan dari pihak musuh.

““Jadi maksud ciangbun suheng, bilamana ada musuh yang berhasil meloloskan diri dari penjagaan biarkan mereka masuk kedalam?”seru Im Yang Cu sambil mengerutkan alisnya rapat-rapat.

Dengan perlahan Bu Wie Tootiang lantas mengengguk.

“Kebanyakan orang-orang yang datang bakal menyerbu gunung pada malam ini adalah jago-jago dari seluruh dunia kangouw. Walau sejak aku menerima jabatan sebagai ciangbunjien pernah memerintahkan setiap anak murid untuk tidak mengikat permusuhan dengan orang lain. Tapi nama besar serta kewibawaan dari Bu-tong-pay yang sudah dipupuk sejak ratusan tahun yang lalu harus tetap dijaga. Aku rasa jikalau bukannya orang-orang tidak tahu diri tidak bakal mereka mencari gara-gara buat dirinya sendiri.

“‘Orang-orang itu kebanyakan adalah jago-jago kenamaan dari Bulim dan macamnyapun amat banyak terdiri dari pelbagai partai maupun aliran sedangkan anak murid dari kuil Sam Yuan Koan kebanyakan tak berpengalaman dalam pertempuran daripada keadaan nanti jadi kacau lebih baik kau orang pilihkan lima belas orang jagoan yang berkepandaian tinggi untuk membentuk jadi tiga kelompok dan masing-masing kelompok membentuk barisan Ngo Heng Tin khusus menghadapi musuh-musuh tangguh.

““Uraian dari suheng memang benar. Biarlah siauwte segera pergi melaksanakannya,”jawab Im Yang Cu kemudian. Dia lantas silangkan telapak tangannya di depan dada untuk memberi hormat dan mengundurkan diri dari sana.

Sedang pemuda berbaju biru itu masih tetap memakai jubahnya yang berwarna biru. Di tangan kanannya sudah mencekal sebilah pedang pada tangan kirinya mencekal sebuah sabuk yang pada ujungnya terdapat tujuh buah sarung yang masing-masing tersoren sebilah pedang pendek sepanjang delapan koma dua coen.

Bu Wie Tootiang memandang sekejap keatas sabuk yang tersorenkan tujuh bilah pedang pendek itu. Air mukanya berubah jadi amat keren dan serius sekali.

“Sute! Tahukah kau orang pedang pendek yang ada di dalam sarung tersebut dari apa?’ “Aku tahu, pedang itu terbuat dari besi baja yang sudah berusia ribuan tahun.

““Kalau kau sudah tahu itulah teramat bagus, pedang itu amat tajam sekali bahkan emaspun bisa ditembusi dengan mudah ditambahi lagi pada setiap ujung pedang itu terdapat dua buah ujung yang amat runcing khusus digunakan untuk memecahkan hawa khie kang tidak perduli bagaimana tingginya kepandaian silat dari orang itu mereka tidak bakal bisa bertahan terhadap serangan tersebut. Benda ini sangat dahsyat sekali, lebih baik kau jangan menggunakannya sembarangan.

““Siauwte akan mengingat-ingatnya selalu,”sahut pemuda berbaju biru itu mengangguk.

Bu Wie Tootiang segera tersenyum.

“Apakah kau mengetahui juga nama ketujuh bilah pedang pendek tersebut?”tanyanya.

“Menurut ingatan siauwte agaknya pedang ini bernama Chiet Siu Kiam!”“Lalu tahukah kau kenapa pedang tersebut dinamakan Chiet Siu?”Tanya Bu Wie Tootiang lagi dengan wajah serius.

Kiranya pemuda berbaju biru bukan saja dengan rajinnya belajar ilmu silat bahkan terhadap ilmu sastrapun memahami dengan amat pasih.

Tampak dia termenung berpikir sebentar, lalu ujarnya, “Jika ditinjau dari perkataan Chiet Siu dua kata ini agaknya mengandung tujuh buah arti yang berlainan. Agaknya baik tujuh rasa cinta maupun enam nafsu bilamana bertemu dengan pedang ini pasti akan jadi lenyap dengan sendirinya, entah penjelasan dari siauwte benar atau tidak?”“Kau Cuma berhasil menerangkan separuh saja, pedang ini dinamakan Chiet Siu kecuali mengartikan kekejaman dari pedang tersebut. Bahkan mempunyai arti untuk memperingatkan setiap orang.

““Sewaktu suhu menjelang kematiannya dia pernah memberi pesanan agar pedang Chiet Siu Kiam ini diserahkan buat sute untuk menggunakannya. Aku rasa tentunya dia orang tua ada maksud tertentu. Pesan terakhir suhu bagaimana aku berani melanggar. Tapi benda itu amat ganas, harap sute suka menggunakannya dengan sangat berhati-hati?”“Siauwte akan selalu mengingat perkataan dari suheng”sahut pemuda berbaju biru itu dengan sangat hormat. “Bilamana bukannya bertemu dengan orang yang benar-benar ganas dan kejam, siauwte pasti tidak akan menggunakan pedang ini.

“Mendengar perkataan itu Bu Wie Tootiang lantas mengangguk.

“Bilamana kau bisa demikian mencintai barang peninggalan suhu, aku sudah tentu bisa berlega hati…”katanya.

Mendadak dia mengulapkan tangannya mengundurkan dia orang dan katanya lagi, “Kau bantulah aku untuk menjaga keselamatan diriku?”Sehabis berkata kembali dia berjalan kembali mengitari seluruh ruangan. Beberapa saat kemudian dari atas kepala toosu tua itu mulai mengepul uap putih yang semakin lama semakin menebal.

Setelah berjalan bolak balik beberapa kali akhirnya dia menghentikan langkahnya lalu mengayunkan jari tangannya ke depan.

Segulung asap putih dengan mengikuti gerakan tersebut menghajar tubuh Siauw Ling.

Serangannya kali ini ternyata sudah menghajar jalan darah Sia Khek Hiat di bawah jalan darah semula.

Haruslah diketahui dua urat nadi penting di dalam tubuh manusia adalah Im hiat dan Yang hiat yang saling bersambungan dengan jalan darah Tiong Khek, Cing Kwan Yuan Sik Bun, Khie Hay, Im Ci, Sin Kwan, Swie Hun, Shia Wan, Ci Kong, Hoa Kay dua puluh empat jalan darah.

Sedang bagian atas tubuh manusia menghubungkan jalan darah pusat dengan jalan darah Shia Khek Cing Ming Bun, Uang Kwan, Lek Coe, Cian Tiong, Tiong An, Kauw Cuang dua puluh jalan darah.

Terlihatlah seluruh tubuh Siauw Ling kembali terjadi pergolakan yang ringan, sedang uap putih yang berkumpul di atas kepala Bu Wie Tootiang pun secara mendadak lenyap tak berbekas.

Kali ini jelas kelihatan dia jauh lebih lelah, di atas batok kepalanya sudah dipenuhi dengan keringat sebesar butiran kedelai.

Melihat akan keadaan dari suhengnya pemuda berbaju biru itu segera mengerutkan alisnya.

“Bocah jangan bergerak dulu, biarlah pinto bantu kau untuk paksa keluar racun yang bersarang di dalam tubuhmu. Bilamana kau merasa tubuhmu tak enak cepatlah beritahukan kepada pinto.

“Secara samar-samar Siauw Ling masih teringat akan bau amis yang amat keras sewaktu ada diruangan pendopo dan setelah itu dia jatuh tak sadarkan diri dan apapun tidak mengetahui.

Kini mendengar pertanyaan dari Bu Wie Tootiang dia lantas menyahut, “Aku merasa didadaku amat sumpek dan sesak untuk bernapas, rasanya ingin muntah!”“Kalau begitu sangat bagus sekali. Bilamana kau ingin muntah maka biarkanlah muntah keluar, jangan sekali0kali ditahan!”Diam-diam lantas menyalurkan hawa murninya keatas telapak tangan lalu dengan melalui jalan darah Sian Khie Hiai dia salurkan hawa murninya ke dalam tubuh dan menerjang keseluruh urat nadi.

“Semoga saja pinto berhasil gunakan kekuatan dari tenaga kweekang ini untuk sekalian menerjang bobol ketiga buah jalan darah kematianmu,”katanya perlahan.

Siauw Ling tidak mengerti apa yang dimaksud sebagai tiga jalan kematian tersebut itu tetapi pemuda berbaju biru itu segera melirik sekejap ke arah Bu Wie Tootiang yang lagi bersemedi di atas pembaringan lalu bisiknya dengan suara yang amat lirih, “Bilamana ada bahaya cepat beritahu kepadaku.

“Kedua orang toosu cilik itu segera menyahut dan mengundurkan diri dari ruangan.

Api tungku di dalam ruangan berkobar-kobar memancarkan cahaya kehijau-hijauan yang amat menyeramkan.

Walaupun pemuda berbaju biru itu berusaha untuk menggunakan kesempatan sebelum terjadinya angin taupan serta hujan badai untuk memikirkan cara-cara sewaktu menghadapi musuh tetapi hatinya tidak berhasil juga untuk menjadi tenang.

Di tengah suasana pikiran kacau tidak terasa lagi waktupun menunjukkan kentongan kedua tengah malam. Mendadak di tengah kesunyian malam itulah terdengarlah suara genta dibunyikan bertalu-talu.

Dalam hati pemuda berbaju biru itu segera mengetahui kalau kuil Sam Yuan Koan sudah kedatangan musuh tangguh.

Dengan cepat dia meloncat bangun mengikat pedang Chiet Siu Kiam itu baik-baik dan sambil menenteng pedang berjalan keluar dari ruangan tersebut.

Di tengah tiupan angin malam yang menderu-deru serta goyangan pohon serta dedaunan secara samar-samar di tengah kegelapan tampaklah berkelebatnya sinar pedang yang menyilaukan mata.

Terdengar suara genta kembali berbunyi bertalu-talu sebanyak tujuh kali, inilah tanda dari kuil Sam Yuan Koan yang mengerti keadaan sangat genting dan pihak musuh sudah menerjang masuk ke dalam kuil Sam Yuan Koan.

Siauw Ling sibocah cilik yang lagi berbaring di atas pembaringan setelah memperoleh bantuan tenaga murninya dari Bu Wie Tootiang untuk menerjang Jie serta Tok. Dua buah urat nadinya saat ini aliran darah ditumbuhi sudah lancar kembali sedang jalan darah yang tertotokpun telah terbebas.

Mendadak dia pentangkan matanya lebar-lebar lalu meronta untuk bangun duduk.

Melihat gerak-gerik dari sang bocah, Bu Wie Tootiang dengan cepat mengulur tangan kirinya menekan jalan darah Sian Khie di atas tubuh Siauw Ling rapat-rapat, mendadak ia maju satu langkah ke depan dan menempelkan telapak tangannya keatas punggung dari Bu Wie Tootiang.

“Mari, biarlah siauwte bantu suheng!”“Tidak perlu bantu diriku lagi!”cegah Bu Wie Tootiang dengan suaranya yang rendah dan berat. “Malam ini kau masih harus bersiap sedia untuk menghadapi musuh tangguh.

“Dengan perlahan pemuda berbaju biru itu menghela napas panjang lalu menarik telapak tangannya yang menempel di atas punggung Bu Wie Tootiang itu.

Sedang Bu Wie Tootiang dengan perlahan berjalan kesamping pembaringan lalu duduk bersemedi dan pejamkan matanya rapat-rapat.

Sang pemuda berbaju biru yang pertama kalinya hendak bertemu dengan musuh tangguh dalam hati rada merasa tegang juga, tangannya dengan cepat digape ke depan ruangan.

Dua orang toosu cilik dengan cepat berlari mendatang.

“susiok ada perintah apa?”tanya mereka berbareng sambil luruskan tangannya ke bawah.

Siauw Ling merasakan di dalam tubuhnya ada dua tempat yang terasa sakit dan linu seperti ada jalan darah yang mengumpul jadi satu sehingga sukar untuk ditembusi.

Penyakit itu sejak dia mengerti akan urusan sudah begitu bahkan sakit tersebut selamanya belum pernah dipikirkan dihati.

Tetapi sejak memperoleh cara untuk mengatur pernapasan dari Gak Im Kauw agaknya urusan semakin memberat. Setiap kali dia mengadakan semedi satu kali maka tempat yang amat sakit itu pasti kembuh kembali selama seperminum teh lamanya.

Tetapi aliran hawa panas menerjang keluar dari telapak tangan Bu Wie Tootiang bukannya semakin lemah bahkan semakin mengeras menembusi seluruh jalan darahnya dan mengasahi keempat buah anggota badannya.

Sebentar kemudian ia sudah merasa adanya satu hawa yang bertentangan yang mengalir keluar menahan datangnya aliran hawa panas menerjang masuk ke dalam tubuhnya itu.

Bu Wie Tootiang jadi melengak.

“Bocah, apakah kau pernah belajar ilmu silat?”‘Tidak! Heee, sebenarnya bibi Im hendak wariskan aku ilmu silat tidak disangka dia sudah menemui ajalnya.

“Baru bicara sampai disitu agaknya merasa dirinya sudah ketelanjur berbicara dengan terburu-buru lantas menutupi mulutnya kembali.

Dengan perlahan-lahan Bu Wie Tootiang menarik telapak tangan kanannya dari jalan darah Sian Khie Hiat paha tubuh Siauw Ling.

“Bocah sekarang apakah kau ingin muntah?”tanyanya dengan penuh perhatian.

“Tidak, aku Cuma merasa bau amis yang memualkan di dalam dada kini sudah lenyap dengan sendirinya.

““Heeeei… bocah! Ketiga buah urat nadi kematianmu sudah hampir membeku, bilamana seluruhnya jadi keras maka sekalipun ada jin berumur seribu tahun tiada gunanya lagi untuk menyuembuhkan lukamu itu…”Dengan menggunakan tangan kanan menekan pinggiran pembaringan Siauw Ling segera bangun duduk.

“Aku sejak kecil sudah memperoleh nasehat dari Tia,”katanya dengan cepat. “Sekalipun aku sukar untuk hidup lebih lama lagi tetapi walaupun seratus tahun lagi manusiapun akan mati, mati sekarang atau mati kemudian sebenarnya bukan satu soal yang penting.

“Bu Wie Tootiangjadi melengak, dia sama sekali tidak menyangka kalau bocah yang baru berusia sangat muda ini ternyata sudah dapat memandang kematian bagai pulang saja, tak kuasa lagi dia lantas mengangguk.

“Tetapi ketiga buah jalan darah kematian itu belum sampai membeku benar-benar,”ujarnya sambil tertawa. “Sudah tentu untuk menolongnya masih ada cara, tapi bilamana harus menggunakan tenaga dalam dari pinto saja hal ini membutuhkan waktu yang amat lama setelah melewati hujan badai malam ini biarlah pinto gunakan tusukan jarum saja untuk menyembuhkan lukamu itu, coba kita lihat, apakah berhasil atau tidak. Baru saja dengan menggunakan tenaga dalam aku sudah mendesak racun itu untuk berkumpul jadi satu dala dua belas jam ini tak bakal dapat terjadi perubahan apapun.

’ “Malam ini akan terjadi hujan badai?”tanya Siauw Ling keheranan.

“Oouw… ada banyak jagoan Bulim yang datang kemari untuk memperebutkan dirimu!”“Apakah orang-orang yang kita temui tadi siang? Hmm! Aku tahu, mereka bukannya lagi memperebutkan aku. Mereka Cuma ingin menggunakan diriku untuk paksa supaya tak menyerahkan anak kunci Cing Kong Ci Yau tersebut.

“Bu Wie Tootiang lantas tertawa tawar.

“Pinto sudah sanggupi untuk melindungi dirimu sekalipun ada jagoan yang bagaimana lihaynya pun pada berkumpul digunung Bu tong san ini pinto juga bakal melanggar janji.

“Dia berhenti sebentar, lalu tambahnya, “Bocah apakah Gak Im Kauw benar-benar sudah mati!”“Ehmm! Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, dia memang benar-benar sudah mati!”“Kau bilang dia binasa karena terluka tahukah kau dia orang terluka di tangan siapa?”“Soal ini aku tidak tahu,”jawab Siauw Ling sambil gelengkan kepalanya.

Baru saja dia selesai berbicara mendadak terdengarlah suara tertawa panjang yang menusuk telinga bergema datang.

Suara tertawa ini agaknya berasal dari tempat kejauhan tetapi amat menusuk telinga membuat Siauw Ling yang mendengar suara tersebut tidak terasa lagi sudah bergidik.

“Bocah, kau harus ingat, baik-baiklah berada di tempat ini. Sebelum memperoleh ijin dari pinto janganlah meninggalkan ruangan itu sembarangan!”kata Bu Wie Tootiang dengan suara perlahan.

Dengan mata kepala sendiri Siauw Ling sudah melihat bagaimana dahsyat dan serunya pertempuran, di bawah berkelebatnya bayangan goloj mati hidup setiap saat bisa ditentukan, dan dalam sekejap mata itu pula seseorang yang tidak mengerti ilmu silat ikut campur bukan saja tidak membantu sebaliknya hanya akan menyeret orang lain saja.

Karenanya dia lantas mengangguk.

“Boanpwee pasti akan mengingat-ingatnya terus!”Ketika mendongakkan kepalanya terlihatlah seorang pemuda berbaju biru dengan mencekal pedang berjalan masuk dengan langkah lebar. Air mukanya amat keren dan serius.

Begitu masuk ke dalam ruangan pemuda itu lantas menjura kepada Bu Wie Tootiang.

“Suheng apakah mendengar suara tertawa panjang tadi?”“Ehmm, kepandaian silat orang itu sangat tinggi.

“Mendadak kembali terdengar suara bentakan orang amat keras berkumandang datang.

Pemuda berbaju biru itu dengan cepat putar tubuhnyalaksana menggulungnya asap dia sudah meloncat keluar dari ruangan tersebut.

Walaupun bocah ini tak berkepandaian silat serta badannya lemah tetapi nyalinya benarbenar sangat mengagumkan, ia tidak takut menghadapi kematian.

Tampaklah dua orang menoleh ke arah Bu Wie Tootiang kemudian ujarnya, “Aku ingin menonton orang lagi berkelahi boleh bukan?”“Pertempuran hanya mendatangkan bahaya apa yang baik untuk dilihat?”seru Bu Wie Tootiang sambil kerutkan alisnya rapat-rapat.

“Aku bisa bersembunyi dibalik pintu, aku tak akan meninggalkan ruangan barang selangkahpun.

““Siapa?”tiba-tiba terdengar suara bentakan yang amat keras memecahkan keheningan yang mencekam dimalam buta. “Kurang ajar siapa yang menyerbu kuil Sam Yuan Koan? Bilamana sungguh-sungguh bernyali ayo cepat unjukkan diri, buat apa main sembunyi seperti anak kura-kura?”“Heee, heee, Cuma mengandalkan usiamu yang masih begitu muda berani juga menanyakan nama loohu?”sahut seseorang.

Siauw Ling memandang sekejap ke arah Bu Wie Tootiang, sewaktu dilihatnya dia orang tidak turun tangan mencegah dengan tebalkan nyali dia meloncat turun dari atas pembaringan dan melongok keluar.

Di tengah malam buta terlihatlah dua orang Toosu cilik itu sambil mencekal pedangnya erat-erat berdiri sejajar menghalangi seorang lelaki berbaju hitam yang berperawakan tinggi besar.

Orang itu menggunakan secarik kain hitam membungkus wajahnya sehingga hanya tampaklah sepasang matanya yang memancarkan sinar berkilauan.

Saat ini orang lagi berbicara dengan orang berbaju hitam itu bukan lain adalah sipemuda berbaju biru.

Agaknya pemuda berbaju biru itu sudah dibuat gusar oleh perkataan orang itu, terdengar dia tertawa dingin tiada hentinya.

“Saudara bisa menghentikan penghalang-penghalang di depan boleh dikata kepandaianmu tidak lemah, cayhe ingin minta beberapa petunjuk dari dirimu.

“Tangan kanannya dengan cepat berkelebat mencabut keluar pedang pusaka yang ada disarungnya.

“Heeei… kau masih tidak memadai untuk berbicara dengan loohu, lebih baik suruh Bu Wie Tootiang saja untuk keluar menemui diriku,”ujar orang berbaju hitam itu tetap dengan suaranya yang amat dingin kaku.

“Kalian cepat menyingkir!”bentak pemuda berbaju biru itu dengan amat gusar.

Pedangnya dengan cepat ditebaskan ke depan membentuk dua kuntum bunga pedang.

“Bilamana saudara bisa menangkan pedangku nantipun belum terlambat untuk bertemu muka dengan suhengku!”Selama ini Bu Wie Tootiang duduk bersila terus menerus tanpa mengucapkan sepatah katapun, terhadap kegaduhan serta ketegangan yang terjadi di tempat luaran sama sekali tidak mangambil gubris.

“Apa? Kau adalah sute dari Bu Wie Tootiang. Kenapa loohu belum mendengar kalau Cing Jan sitoosu tua itu mempunyai ahli waris macam kau?”Cing Jan Tootiang adalah suhu dari Bu Wie Tootiang dan merupakan ciangbunjien dari angkatan yang terdahulu, perkataan dari orang ini sangat tidak sopan dan tidak menghormat suhunya, membuat sipemuda berbaju biru itu semakin gusar sekali.

“Kau berani menghina suhuku?”teriaknya.

———————–http://ecersildejavu.

wordpress.

com/————————– Di tengah suara suitan yang amat keras pedangnya dengan amat dahsyat melancarkan tusukan kedep.

Di tengah kegelapan malam terlihatlah sinar keperak-perakan menembusi angakas membentuk bunga-gunga pedang yang amat banyak.

“Jurus Thian Li San Hoa yang amat bagus”puji orang yang berbaju hitam itu.

Ujung bajunya segera dikebutkan ke depan menimbulkan segulung angin pukulan yang amat dahsyat menghalangi datangnya serangan dari pedang tersebut. Diikuti tanyanya, “Hei bocah cilik, siapakah namamu?”“Can Jap Cing! Terimalah kembali seranganku,”ujar pemuda tersebut.

Sembari berbicara pedang ditangannya berturut-turut berkelebat ke depan melancarkan delapan serangan sekaligus. Terlihatlah sinar yang menyilaukan mata segera memenuhi angkasa.

Ujung jubah orang berbaju hitam itu kembali berkelebat dan menotok tiada hentinya delapan buah serangan yang dilancarkan dengan amat dahsyat itu seketika itu juga terhadang kembali.

Can Yap Cing yang untuk pertama kalinya menghadapi musuh sudah menemui lawan yang demikian tangguhnya dalam hati merasa terkejut bercampur gusar dengan menggunakan seluruh tenaganya dia kembali melancarkan serangan gencar.

Mendadak orang berbaju hitam itu meloncat mundur lima langkah ke belakang.

“Tenaga dalam, kelincahan semuanya tak berada di bawah Jie suhengmu Cuma sayang pengalaman di dalam menghadapi musuh masih terlalu cetek,”ujarnya.

Perkataannya amat halus dan sedikitpun tidak membawa nada permusuhan.

Pada saat itulah terdengar suara dari Bu Wie Tootiang sudah berkumandang keluar.

“Sute jangan berlaku kurang ajar lagi terhadap Tiam Thay hiap. Cepat tarik kembali pedangmu.

“Sembari berkata dia sudah berjalan keluar dari ruangan untuk menyambut kedatangan orang itu. Dengan tangan kanannya dirangkap ke depan dada Bu Wie Tootiang tersenyum.

“Angin apa yang sudah meniup saudara datang kemari? Kita sudah ada puluhan tahun tidak bertemu muka bukan?”katanya.

“Bagus… bagus sekali!”seru orang berbaju hitam itu pula sambil menuding ke arah Bu Wie Tootiang. “Kau ternyata masih enak-enakan saja, musuh tangguh sudah di depan mata kau masih enak-enakan duduk di dalam ruangan saja.

““Haaa, haaa, pinto sudah tahu kalau Tiam heng pasti akan datang maka urusan tidak bakal jadi kacau lagi.

““Hmmm. Kau tidak usah melolohi aku dengan kuah pemabok, aki Tiam Loo jie selamanya tidak suka dengan kuah tersebut.

“seru orang berbaju hitam itu sambil mendengus dingin.

Sembari berkata dengan langkah lebar dia berjalan masuk ke dalam ruangan.

Can Jap Cing yang melihat sikap sombong dari orang itu lantas mengerutkan keningnya rapat-rapat, pikirnya, “Orang itu amat jumawa sekali. Terhadap ciangbun suhengpun bertindak begitu kurang ajar. Hmm! Ada satu hari aku harus kasih hajaran kepadanya.

“Haruslah diketahui kedudukan seorang ciangbunjien partai Bu tong adalah sangat tinggi sekali dan dihormati oleh setiap jago yang ada di dalam dunia kangouw.

Walaupun Bu Wie Tootiang jadi orang amat ramah dan sabar tetapi setiap anak murid partai Bu-tong-pay memandangnya sebagai dewa yang dipuja-puja.

Kini sikap orang berbaju hitam itu ternyata tidak memandang kesopanan dan sama sekali tidak menaruh hormat kepada Bu Wie Tootiang, melihat hal ini walaupun dalam hati Can Jap Cing merasa tidak puas tetapi mulutnya dia mengikuti dari belakang tubuh Bu Wie Tootiang untuk berjalan masuk ke dalam ruangan.

Orang yang berbaju hitam tersebut tidaj menanti Bu Wie Tootiang mempersilahkan dia untuk mengambil tempat duduk, pantatnya sudah dijatuhkan keatas sebuah kursi.

“Aku Tiam Loo jie sewaktu melakukan perjalanan lewat daerah Ang si dengan mata kepala sendiri sudah melihat banyak orang Bulim yang berduyun-duyun mendatangi gunung Bu tong san,”katanya. “Waktu itu aku tidak tahu sudah terjadi peristiwa apa di tempat ini. Karenanya dengan tergesa-gesa aku lantas berangkat kemari. Tetapi tidak kusangka maksud hatiku kali inipun bakal mendapatkan hasil yang sia-sia belaka.

“Bu Wie Tootiang tersenyum.

“Sepuluh tahun tidak bertemu sifat dari Tiam heng masih saja berangasan, sedikitpun tidak berubah”katanya.

“Haaa, haaa, selamanya aku tidak berubah.

“Dia berhenti sejenak untuk kemudian sambungnya lagi, “Hei, loosu tua hidung kerbau, kau jangan terlalu memandang enteng urusan, bilamana manusia yang datang hanya kucing kecil atau anjing kecil yang tidak berguna aku Tiam Loo Jien tidak bakal melakukan perjalanan cepat untuk memberitahukan urusan ini kepadamu, haruslah kau ketahui bukan saja mereka adalah para jago Bulim yang berkepandaian tinggi bahkan diantaranya terdapat pula beberapa orang iblis tua yang telah mengasingkan diri. Jika dibicarakan soal nama serta kepandaian silatnya ada kemungkinan tidak berada di bawah kepandaian kau si toosu tua hidung kerbau. Heee, heee, bilamana kau berani berlaku gegabah maka urusan akan jadi runyam. Hmm, waktu itu walupun kau menyesal juga tak berguna.

““Ada kau, Tiam Thay hiap disini sudah tentu aku tidak perlu murung lagi,”sambung Bu Wie Tootiang dengan wajah masih diliputi oleh senyuman.

Dengan lemasnya orang berbaju hitam itu lantas menggelengkan kepalanya berulang kali.

“Hm, kau sihidung kerbau selamanya seperti Loo toa saja, sekalipun dunia mau ambruk hatinya masih tenang-tenang saja.

“Bu Wie Tootiang segera mengulapkan tangannya, segera terlihatlah dua orang toosu cilik berlari masuk dengan membawa sebuah nampan berisikan teh harum.

Orang berbaju hitam lantas menarik lepas kain hitam yang membungkus mukanya, lalu mengambil cawan air teh itu dan diteguknya sampai habis.

Dengan mengambil kesempatan itulah Siauw Ling alihkan pandangannya ke arah orang itu.

Terlihatlah olehnya wajah orang berbaju hitam itu penuh ditumbuhi cabang, matanya besar bulat dengan wajah persegi, alisnya tebal hidungnya mancung kelihatannya sangat angker dan berwibawa sekali.

Bilamana dibandingkan dengan perawakan tubuhnya jelas rada tidak sesuai.

Bu Wie Tootiang segera menoleh ke arah Can Jap Cing dan tertawa.

“Sute cepat kau datang memberi hormat, dialah Tiam Jie hiap dari Tiong Lam Jie Hiap yang namanya telah menggetarkan seluruh dunia persilatan!”“Kepandaian silat dari Tiam heng benar-benar sangat luar biasa, siauwte merasa amat kagum!”ujar Can Jap Cing kemudian sambil menjura.

“Tak usah banyak adat”cegah Tiam Loo jie sambil goyangkan tangannya berulang kali.

“Aku, Tiam Loo jie paling takut soal beginian, kalau suheng hidung kerbaumu ini keadaannya persis seperti keadaan Loo toa kami, kalau bertemu muka, waaah… apapun dibicarakan sehingga tiga hari tiga malam tak ada hentinya, dikarenakan sikap kecut mereka yang sedikit keterlaluan, aku Tiam Loo jie sudah ada sepuluh tahun lamanya tidak pernah menaiki gunung Bu tong san kalian…”Dengan pandangan yang tajam dia memperlihatkan diri Can Yap Cing lalu sambungnya, “Hey! Toosu tua… sejak kapan kau mempunyai seorang sute yang demikian mudanya? Kenapa sedikitpun aku tidak tahu?”Bu Wie Tootiang tersenyum.

“Menurut pesan terakhir dari suhu dia harus melihat lagi beberapa macam ilmu silat sehingga selama itu selalu tinggal di belakang gunung dan jarang unjukkan muka bukan saja kau yang tidak kenal bahkan anak murid Bu-tong-pay sendiri tak mengetahui mereka masih mempunyai seorang Sam Susiok.

“Cah Yap Cing yang mendengar perkataan dari Tiam Loo jie mulai pembukaan sampai akhirnya pembicaraan selalu saja menyebut suhengnya dengan sebutan sihidung kerbau, sitoosu tua hatinya merasa tidak senang, pikirnya, “Suhengku bagaimana adalah seorang ciangbunjien dari satu partai besar, dia meneriakkan sihidung kerbau sitoosu tua sungguh kurang sedap didengar… orang ini kurang ajar sekali!”Tetapi sewaktu dilihatnya air muka Bu Wie Tootiang masih tetap tenang-tenang saja diapun tidak berani mengumbar hawa amarahnya.

Sinar mata Tiam Loo jie dengan perlahan dialihkan keatas tubuh Siauw Ling sibocah cilik itu.

“Lalu siapakah bocah cilik ini? Hahaha…justru tujuan para jago pada mendatangi gunung Bu tong san pada malam ini dikarenakan dia orang.

“Sepasang mata Tiam Loo jie segera dipentangkan lebar-lebar, dia memperhatikan beberapa kejap ke arah diri Siauw Ling.

“Karena dia? Apakah bocah cilik ini mempunyai ikatan dendam kesumat dengan para jago di Bulim…”00 X 00 Bilamana Cuma ada ikatan dendam kesumat saja dengan orang-orang Bulim hal ini tidak bakal memancing datangnya berbagai kesulitan yang memusingkan kepala.

“Hey hidung kerbau! Kau tidak usah jual mahal lagi, cepat beritahu urusan ini kepadaku sejelas-jelasnya!”teriak Tiam Loo jie kemudian dengan amat kerasnya saking tidak bisa menahan sabar lagi.

Air muka Bu Wie Tootiang segera berubah jadi amat serius dan keras sekali lagi dia menceritakan kisahnya bagaimana bocah cilik ini terseret di dalam persoalan anak kunci Cing Kong Ci Yau yang lagi diperebutkan oleh para jago Bulim.

Selesai mendengarkan kisah itu nampak Tiam loo jie termenung sebentar, lalu ujarnya dengan perlahan, “Persoalan anak kunci Cing Kong Ci Yau ini bakal menyeret suatu peristiwa yang amat besar, Loo toa kami pernah bilang bilamana ingin menjaga ketenangan dan ketenteraman dunia kangouw maka urusan pertama haruslah cepat-cepat memusnahkan anak kunci tersebut. Tidak disangka ternyata dugaannya sedikitpun tidak meleset.

“Dia berhenti sebentar untuk kemudian sambungnya, “Tetapi yang benar orang-orang itu sedikit keterlaluan, bukannya pergi mencari Gak Siauw-cha serta Tiong Cho Siang-ku.

Bagaimana tujuan mereka bisa beralih ketubuh seorang bocah cilik yang sama sekali tak bertenaga ini.

“Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang amat keras berkumandang datang.

Dengan cepatnya Can Jap Cing menggerakkan badannya bagaikan kilat berkelebat keluar ruangan.

“Kepandaian silat dari siauw sutemu itu tidak jelek, aku lihat lain kali ia bakal memperoleh kemajuan yang amat pesat dan pasti tidak berada di bawah dirimu, Cuma saja gerakannya terlalu terang-terangan. Menurut penglihatanku Tiam Loo jie, musuhmusuh yang menyerbu gunung pada malam ini ada dua orang iblis yang paling sukar untuk dilayani. Aku mau pergi menyambut kedatangannya.

“Tidak menunggu jawaban dari Bu Wie Tootiang lagi dia lantas gerakkan kakinya berjalan keluar dari ruangan. Tiba-tiba terdengar Siauw Ling menghela napas panjang-panjang.

“Heei, aku harus belajar ilmu silat,”ujarnya dengan keras. “Hmm! Bilamana aku sudah berhasil memiliki ilmu silat maka aku akan kasih sedikit hajaran kepada orang-orang itu.

““Bagus! Semangatmu amat bagus sekali, tetapi tahukah kau?”seru Bu Wie Tootiang.

Mendadak terdengar suara seseorang yang dingin berat dan kaku berkumandang datang dari tempat kejauhan.

“Loohu Pak Thin Coen cu (si rasul sakti dari langit utara) khusus datang kemari disebabkan mendengar kemunculannya anak kunci Cing Kong Ci Yau di dalam Bulim dan bocah yang ada di dalam ruangan itulah satu-satunya kunci untuk mendapatkan anak kunci tersebut. Dahulu loohu terus menerus tutup diri dan mengasingkan diri sehingga tidak pernah mengikuti suatu pertandingan ilmu silat. Kini aku mulai merasa menyesal.

“Berbicara sampai disini mendadak suaranya terputus.

Siauw Ling segera menoleh ke tempat luaran tetapi disana tak nampak sesosok bayangan manusiapun, sewaktu menoleh kembali ke arah Bu Wie Tootiang terlihatlah air muka yoosu tua itu sudah berubah sangat hebat, diataas keningnya secara samar-samar sudah dibasahi oleh keringat dingin. Mendadak terasalah api di dalam tungku bergoyang tiada hentinya, di tengah sambaran angin yang amat keras di dalam ruangan tersebut sudah kedatangan tiga orang manusia.

Orang yang ada di tengah adalah seorang kakek tua berjubah sutera dengan bersulamkan seekor naga, jenggotnya yang putih terurai memanjang hingga dadanya.

Sedang dua orang yang ada di sampingnya adalah siucay berusia pertengahan yang memakai baju berwarna putih.

Dengan cepat Bu Wie Tootiang meloncat bangun lalu merangkapkan tangan memberi hormat. “Tidak mengetahui akan kedatangan dari Coen cu maaf pinto tidak menyambut dari kejauhan.

“Sikakek tua yang berdiri di tengah itu lantas tertawa.

“Loohu hanya lewat disini saja karena mendengar anak kunci Cing Kong Ci Yau kembali muncul dalam dunia kangouw dan karena tidak turut di dalam pertemuan puncak para jago tempo hari dalam hatiku selama puluhan tahun ini merasa amat menyesal.

“Dua rentetan sinar mata yang amat dingin dan menyeramkan dengan cepat dialihkan keatas tubuh Siauw Ling, lalu sambungnya, “Walaupun loohu tidak merasa tertarik terhadap harta pusaka yang ada di dalam istana tersebut tapi sangat mengharapkan dapat ikut memasuki istana terlarang itu untuk memeriksa apakah kawan serta sahabat-sahabat karibku tempo hari masih hidup atau sudah mati.

“Dengan wajah yang amat serius Bu Wie Tootiang berdiri tak bergerak, diam-diam dia mulai menyalurkan hawa khie kangnya yang dilatih selama puluhan tahun ini untuk siap menghadapi serangan musuh.

Pak Thian Coen cu yang melihat Bu Wie Tootiang sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun, air mukanya segera berubah dengan amat hebatnya.

“Tetapi kunci emas pembuka istana rahasia itu bagaikan batu di tengah samudera, selama puluhan tahun ini Cuma terdengar beritanya saja yang tersiar di dalam Bulim. Loohu sudah ada tiga kali memasuki daerah Tionggoan untuk menyelidiki jejak dari kunci wasiat tersebut tetapi selama ini tak ditemui juga.

““Kali ini aku dengar berita yang mengatakan kunci emas pembuka istana terlarang itu ada disini karena itu sengaja loohu datang kemari untuk mengecek kebenarannya, tetapi jika ditinjau dari banyaknya jago-jago Bulim yang pada berkumpul digunung Bu tong san ini aku rasa berita itu pastilah benar.

“Setelah lewat beberapa saat Bu Wie Tootiang pun baru bisa menenangkan kembali hatinya. Dia tertawa tawar dan memandang sekejap ke arah Siauw Ling sibocah cilik itu.

“Menurut berita yang tersiar di dalam Bulim maka satu-satunya kunci untuk memperoleh anak kunci pembuka istana terlarang adalah bocah ini,”ujarnya tawar. “Dengan ketajaman mata dari Locianpwee tentunya kau orang bisa tahu apakah bocah ini pernah berlatih ilmu silat atau tidak. Locianpwee janganlah kau suka percaya terhadap berita yang tersiar di dalam dunia kangouw, karena berita tersebut sengaja disiarkan untuk menimbulkan suatu gelombang di dalam dunia kangouw.

“Dengan perlahan Pak Thian Coen cu mengelus jenggot putihnya yang sepanjang dada dengan telitinya dia lantas memeriksa sekejap bocah itu.

Mendadak dari sepadang matanya memancar keluar sinar yang amat tajam dingin, lalu ujarnya dengan serius, “Tahukah kau orang apa akibatnya bilamana berani mengelabuhi diri loohu?”“Soal ini pinto tidak tahu,”sahut Bu Wie Tootiang dengan hati bergetar.

“Seluruh perguruan akan dibasmi habis, anjing dan ayam tidfak tertinggal seekorpun lain hari bilamana loohu berhasil mengetahui kalau di dalam persoalan ini ada hal-hal mengandung siasat maka partai Bu-tong-pay jangan harap tancapkan kakinya kembali di dalam dunia kangouw. Kini loohu mohon diri terlebih dulu?”seru Pak Thian Coe cu.

Sepasang mata Siauw Ling yang terbelalak lebar-lebar kini melotot semakin besar lagi.

Dia sama sekali tak dapat melihat dengan jelas bagaimana caranya ketiga orang itu pergi dari sana.

Matanya terasa kabur dan dalam sekejap mata saja ketiga orang itu sudah lenyap tak berbekas yang membuat dalam hati dia merasa amat kagum, pikirnya, “Kepandaian ilmu silat dari beberapa orang ini sungguh hebat sekali. Hei. Bilamana aku berhasil melatih ilmuku sedahsyat itu maka enci Gak tidak perlu pikirkan untuk melindungi diriku lagi, di samping itu akupun dapat membantu dia untuk membalas dendam bibi Im.

“Terdengar Bu Wie Tootiang menghela napas panjang dan berjalan keluar dari kamar dengan langkah perlahan.

Siauw Ling hanya merasakan darah panas didadanya mendadak bergolak amat keras, dengan cepat dia lari mengikuti dari belakang Bu Wie Tootiang, lalu serunya, “Tootiang, kau tidak usah menghela napas panjang, semua bencana yang dialami partai Bu-tong-pay hanyalah muncul dikarenakan aku Siauw Ling saja, asalkan aku tinggalkan tempat ini maka mereka tak akan mencari gara-gara lagi kesini.

““Bocah sungguh kukuh hatimu!”seru Bu Wie Tootiang tak tahan lagi sambil menoleh memandang sekejap ke arah bocah itu.

Mendadak dia meloncat keluar dari ruangan dan membentak keras, “Siapa?”Telapak tangannya dengan cepat mengirim satu pukulan dahsyat ke depan.

Dari tempat kegelapan dibalik pepohonan segera meloncat keluar sesosok bayangan manusia yang menggerakkan tangan kanannya menyambut datangnya serangan dari Bu Wie Tootiang ini, sedang tubuhnya dengan meminjam kesempatan itu meloncat sejauh dua kaki lebih.

“Hmm! Nama besar ciangbunjien Bu-tong-pay ternyata bukan nama kosong belaka, sungguh dahsyat tenaga dalammu!”puji orang itu dengan suara dingin.

Sehabis berkata tubuhnya segera melesat ke tengah udara dan berkelebat lenyap dari pandangan.

Bu Wie Tootiang pun tidak melakukan pengejaran lebih lanjut. Tangan kanan serta kirinya sedikit didayung ke belakang tubuhnya sudah meloncat balik ke dalam ruangan semula.

Ketika Siauw Ling dapat melihat kelas apa yang terjadi tampaklah dikedua belah tangan Bu Wie Tootiang sudah membawa dua orang toosu cilik berjubah hijau yang menyoren pedang pada punggungnya.

Cuma saja pada saat ini mereka sama sekali tidak berkutik, jelas jalan darahnya sudah keburu ditotok.

Dengan telitinya Toosu tua itu memeriksa di sekeliling tubuh toosu cilik itu mendadak sepasang tangannya bersama-sama digerakkan ke depan masing-masing menepuk di atas jalan darah In Bun Hiat pada pundak kanannya.

Terdengar kedua orang toosu cilik itu menghembuskan napas panjang dan mulai menggoyangkan biji matanya. Setelah memandang sekejap mata ke arah Bu Wie Tootiang pada paras mukanya segera tertulis rasa menyesal yang bukan kepalang.

Mendadak mereka menjatuhkan diri berlutut di atas tanah dan berseru, “Kepandaian silat tecu tak becus sehingga menimbulkan rasa malu buat perguruan, harap ciangbun suhu turun tangan memberi hukuman.

““Ayo bangun, aku tidak akan menyalahkan kalian. Kedahsyatan dari musuh yang muncul malam ini berada diluar dugaan pinto!”seru Bu Wie Tootiang sambil gelengkan kepalanya.

Dalam hati dia tahu kedua orang toosu cilik itu kena ditotok jalan darahnya oleh Pak Thian cu, dengan kepandaian silat yang demikian dahsyatnya dari si rasul sakti dari langit utara sekalipun Bu Wie Tootiang sendiripun belum tentu tandingannya apalagi kedua orang muridnya.

Mendengar perkataan dari ciangbunjiennya ini kedua orang toosu cilik itu segera berlutut mengucapkan terima kasih.

“Terima kasih suhu suka mengampuni dosa kami!”serunya berbareng.

“Sudahlah”seru Bu Wie Tootiang sambil mengulapkan tangannya diantara pepohonan.

“Diluar ruangan ada kemungkinan sudah bersembunyi berpuluh orang jagoan Bulim, kalian berjaga-jagalah satu kaki diluar ruangan ini, asalkan orang-orang yang bersembunyi dibalik pepohonan itu tidak menyerbu ke dalam ruangan maka janganlah urusi diri mereka.

“Kedua orang toosu cilik itu lantas menyahut mencabut keluar pedangnya dan bersamasama berlalu dari sana.

Mereka berdua sesudah mengalami kerugian kali ini tidak berani berlaku gegabah lagi, sambil mencekal pedang dan punggung menempel mereka melakukan perondaan dan penjagaan terhadap jejak musuh yang mulai memenuhi sekeliling tempat itu.

Di atas wajah Bu Wie Tootiangpun dengan perlahan terlintas perasaan yang amat murung, sinar matanya dengan termangu-mangu memandang keatas percikan api berwarna hijau di atas tungku.

Siauw Ling yang melihat kemurungan diri Bu Wie Tootiang memberi peringatan segera berkecamuk di dalam benaknya peristiwa yang telah lewat kembali berkelebat dihatinya diam-diam dia berpikir, “Aku, Siauw Ling kenapa begitu membawa sial? Sewaktu aku dilahirkan ayahku kena difitnah oleh pembesar laknat sehingga meletakkan jabatannya, bibi Im bersikap sangat baik terhadap diriku diapun mati di dalam sumur kering, kemudian enci Gak begitu cinta padaku kini mati hidupnya tidak jelas akhirnya aku datang ke gunung Bu tong san ini tetapi tidak sampai tiga hari sudah mendatangkan garagara buat pihak Bu-tong-pay…”Semakin dipikir hatinya semakin pedih, tidak terasa lagi darah panas bergolak dengan amat derasnya di dalam dada.

Mendadak dia berteriak amat kerasnya, “Aku adalah manusia pembawa sial. Ini siapapun jangan mengurusi aku lagi!”“Bocah, kau kenapa?”tanya Bu Wie Tootiang tertegun sewaktu dilihatnya sikap bocah itu sangat aneh.

“Tootiang! Aku mau tanya tentang beberapa hal kepadamu tetapi kau jangan menipu lho?”seru Siauw Ling dengan paras amat serius.

Bu Wie Tootiang hanya merasa dari sinar matanya mengandung rasa golakan hati yang keras tidak terasa lagi dia sudah mengerutkan alisnya rapat-rapat.

“Bocah, kau bertanyalah?”“Kau pernah berjanji, bilamana aku hendak meninggalkan tempat ini kau tidak akan menghalangi niatku ini. Bukankah begitu?”“Tidak salah!”Mendadak Siauw Ling si bocah cilik itu menjatuhkan diri berlutut di atas tanah dan memberi hormat dengan tulusnya.

“Budi kebaikan Tootiang terhadap diriku, aku Siauw Ling tidak akan melupakan untuk selamanya. Bilamana aku masih bisa hidup di dunia dan berhasil belajar ilmu silat lain hari tentu akan kubalas budi kebaikan ini.

““Bocah kau hendak berbuat apa?”tanya Bu Wie Tootiang kebingungan.

“Aku mau meninggalkan tempat ini!”“Heeei… kini jejak musuh meliputi seluruh penjuru, nafsu membunuh sudah mengelilingi seluruh kuil Sam Yuan Koan ini, apa lagi kau adalah seorang bocah yang lemah dengan racun yang belum benar-benar punah dari badanmu, kau hendak pergi kemana?”seru Bu Wie Tootiang lagi sambil menghela napas panjang.

“Kau tidak usah ikut campur!”Sehabis berkata dengan langkah lebar segera berjalan keluar dari ruangan tersebut.

“Bocah!”seru Bu Wie Tootiang terburu-buru sambil berkelebat menghalangi di depan tubuhnya. “Bilamana kau benar-benar ingin belajar ilmu silat pinto dengan rela akan mengerahkan tenaga yang ada untuk penuhi keinginanmu.

“Dengan perlahan-lahan Siauw Ling menggelengkan kepalanya.

“Maksud baik dari Tootiang biarlah aku terima dihati saja. Aku tidak ingin mengangkat kau sebagai guru, biarlah aku pergi saja.

“Mendadak terasa segulung angin berkelebat, seorang pemuda berbaju biru dengan menenteng pedang sudah menghalangi di depan pintu kamar dan mencegat perjalanan dari Siauw Ling.

Darah yang menempel di atas pedang belum kering keringat mengucur dengan derasnya jelas baru saja dia orang terseret di dalam satu pertempuran yang amat sengit.

Siuaw Ling melirik sekejap ke arah pemuda itu kemudian sambil membusungkan dada dia melanjutkan kembali perjalanannya dengan langkah lebar.

Dengan cepat pemuda berbaju biru itu mencengkeram tubuh Siauw Ling dan menegur.

“Hai bocah yang tidak tahu diri, dengan kedudukan ciangbunjien dari But tong pay ternyata dia orang suka menerima kau sebagai murid. Hal ini boleh dikata merupakan suatu keuntungan bagimu.

““Heeeei…”terdengar Bu Wie Tootiang menyambung dengan suara yang ramah.

“Karena nafsu rakus muncul dihatiku membuat akal jadi tertutup. Selama puluhan tahun ini pinto selalu melarang setiap anak murid Bu-tong-pay untuk mencari gara-gara dengan orang-orang Bulim, tidak disangka akhirnya menjadi rumit persoalan ini tak bisa terhindar lagi suatu badai taupan bakal melanda partai Bu-tong-pay kami.

““Urusan timbul karena diriku, bilamana aku meninggalkan gunung Bu tong san ini sudah tentu mereka tidak akan mencari kekuil Sam Yuan Koan lagi,”sambung Siauw Ling dengan cepat.

“Walauoun perkataan itu tidak sedikitpun salah, tetapi…”“Tetapi apa? Apakah Tootiang hendak menggunakan aku sebagai umpan untuk memancing kedatangan dari enci Gak ku dan memaksa dia untuk menyerahkan anak kunci istana rahasia itu?”Karena selama beberapa waktu ini berturut-turut dia mengalami kekejaman serta kelicikan orang-orang kangouw sehingga membuat pandangan serta pengetahuannya bertambah tajam dan tambah luas.

“Walaupun pinto mempunyai nafsu rakus untuk memiliki anak kunci tersebut tetapi sama sekali tak bermaksud untuk menggunakan dirimu sebagai umpan.

““Lalu mengapa Tootiang tidak mengijinkan aku pergi?”“Waktu ini dikuil Sam Yuan Koan sedang berkecamuk suatu pertempuran yang amat sengit, kau tidak berkepandaian silat bagaimana bisa lolos dari tempat ini?”“Sekalipun para jago yang mendatangi tempat ini amat banyak tetapi tujuan mereka adalah menawarkan aku untuk dijadikan umpan mereka tak akan melukai diriku,”sahut si bocah.

“Bilamana kau suka masuk menjadi anggota Bu-tong-pay maka pinto tak akan sayangsayangnya mengasingkan diri selama tiga bulan untuk menyembuhkan ketiga urat nadimu yang tersumbat itu.

“Bu Wie Tootiang menarik napas berulang kali.

“Kau memiliki tulang serta bakat yang amat baik”sambungnya. “Tidak sukar bagimu untuk mewarisi seluruh kepandaian silat dari pinto.

“Sepasang mata Siauw Ling dipentangkan semakin lebar.

“Lalu bagaimana jikalau kepandaianmu dibandingkan dengan Pak Thian Coen cu itu?”“Sute lepaskan dirinya!”tegur Bu Wie Tootiang sambil mengulapkan tangannya.

Walaupun dia didalama hati pemuda berbaju biru itu tidak suka tetapi diapun tidak berani melanggar perintah dari suhengnya dengan hati berat tangan kiri terpaksa dikendorkan melepaskan diri Siauw Ling dari cengkeramannya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar