Rahasia Kunci Wasiat Bagian 05

Hoo-kun pun duduk di samping kawannya, dia kelihatan amat lelah dan kini bersandar di atas batu. Sekalipun belum tertidur benar-benar tetapi sudah lelap sukar membuka matanya kembali.

Pemandangan yang terbentang dihadapan mata Siauw Ling pada saat ini benar-benar mengenaskan sekali… Siauw Ling segera terasa hatinya seperti disayat-sayat. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi, dia cuma teringat kemarin malam dia masih berbicara dengan Gak Siauw-cha kemudian kedatangan musuh dia masih ingat dirinya ditotok rubuh, setelah itu dia sama sekali tidak tahu lagi dia jatuh tidak sadarkan diri.

Ketika menoleh kembali kesamping terlihatlah Gak Siauw-cha sudah tertidur dengan nyeyaknya.

Kiranya sejak semula Gak Siauw-cha sudah merasa kelelahan sehingga sukar ditahan tetapi dikarenakan dia masih kuatir akan diri Siauw Ling yang belum sadar juga dari pulasnya, walaupun jalan darah yang tertotok sudah dibebaskan maka dengan paksakan diri dia menanti terus, menanti aliran darah Siauw Ling sudah lancar sekali dia membuka matanya dia lalu tersenyum dan memejamkan matanya untuk tidur.

Lama sekali Siauw Ling duduk termenung di atas tanah setelah itu dengan perlahan dia baru bangkit berdiri dan berjalan menuju ke arah Thio-kan.

Walaupun saat ini Hoo-kun amat lelah sekali tetapi dikarenakan selalu memikirkan keselamatan dari Thio-kan membuat dia orang tidak bisa beristirahat dengan nyenyak.

Baru saja Siauw Ling tiba di samping dada Thio-kan mendadak Hoo-kun sudah merasa.

“Siapa???”Bentaknya dengan keras.

Tangan kanannya dengan kecepatan luar biasa melancarkan satu cengkraman ke depan bersamaan pula dia membuka matanya lebar-lebar.

Walaupun dia bisa melihat orang yang datang adalah Siauw Ling tetapi dikarenakan serangan yang dilancarkan terlalu cepat untuk ditarik kembali sudah tidak sempat lagi.

Siauw Ling segera kena dicekal tangannya sehingga badannya tidak kuasa lagi jatuh terjungkal di atas tanah.

Walaupun Hoo-kun tidak sempat menarik kembali serangannya tetapi dia berusaha pula untuk menolong diri Siauw Ling tangan kirinya dengan cepat disambar ke depan menahan badan Siauw Ling yang hendak menubruk ke arah batu cadas.

“Oooooh kiranya kongcu, apa kau merasa kaget??”tanyanya dengan menyesal.

Jilid 6 “Aku sangat baik,”jawab Siauw Ling sembari menyeka keringat yang mengucur di atas kepalanya.

“Heeei…! bilamana kongcu menjadi kaget hamba tentu akan menerima makian dari nona.

“Siauw Ling lantas menoleh memandang sekejap ke arah diri Thio-kan.

“Paman Thio ini kenapa? Apakah lukanya amat berat?”tanyanya.

“Lengannya kena dibacok hingga putus. Bilamana bukannya nona cepat-cepat memberi pil mujarab yang dibawa untuk menghentikan darah mungkin dia sudah menemui ajalnya.

“Sekali lagi Siauw Ling menghela napas panjang.

“Orang yang menderita luka begitu berat harus menderita pula di tengah pegunungan itu sunyi tanpa memperoleh perawatan yang benar, hal ini sungguh merupakan satu peristiwa yang mengerikan sekali.

““Kongcu yang lahir dan dibesarkan di dalam keluarga kaya mana mengerti akan kehidupan di dalam dunia kangouw?”ujar Hoo-kun sambil menghela napas panjang pula.

“Jangan dikata kehilangan sebuah lengan, sekalipun kehilangan sepasang kaki bilamana ada waktu tentu melanjutkan perjalanan dengan menggunakan sepasang tangan.

““Aaah, peristiwa semacam itu sungguh menyedihkan sekali.

““Kongcu yang tertidur dipunggung nona sudah tentu tidak mengetahui bagaimana hebatnya pertempuran yang sudah terjadi tadi. Sampai cayhe sendiripun yang sudah separuh umurku berkelana di Bulim juga baru menemui satu kali pertempuran yang begitu dahsyatnya,”seru Hoo-kun, mendadak dia pukul kakinya sendiri dan sambungnya, “Walaupun pertempuran ini amat seru dan bahaya sekali tetapi boleh dikata merupakan satu pengalaman yang benar-benar berharga. Nona dengan mengandalkan sebilah pedangnya yang amat tajam berturut-turut menerjang hancur dua puluh delapan buah penghalang dan melukai empat puluh orang musuh dia orang yang menggendong kongcu dan bertempur pula terus menerus tanpa berhenti sungguh merupakan seorang jagoan yang memiliki daya tahan yang benar-benar luar biasa.

““Heeei… semuanya adalah disebabkan aku yang sudah melelahkan diri cici,”ujar Siauw Ling dengan nada kesal.

Hoo-kun yang sudah bercerita sampai titik kegembiraan segera melanjutkan kembali kisahnya.

“Untung sekali jalan darah kongcu sudah ditotok oleh nona, bilamana kau harus melihat sendiri pertempuran berdarah yang berlangsung selama satu malaman itu mungkin saking ketakutannya kau akan terkencing-kencing.

““Kalian berdua yang membantu enci Gak menghadapi musuh dan berhasil membantu dia meloloskan diri dari bahaya boleh dikata jasamu amat besar sekali,”sambung Siauw Ling segera.

“Sungguh menyesal sekali, bukan saja kami tidak berhasil membantu nona bahkan malah merepotkan dirinya saja yang harus pecahkan perhatian untuk membantu kami sewaktu ibu majikan kami masih hidup dengan kemashuran dari ilmu pedang keluarga Gak kami jarang sekali ada orang dari kalangan Hek to maupun dari kalangan Pek to yang mengganggu kami di bawah lindungan nama besar dari ibu majikan belum pernah kami menemui pertempuran tang begitu mengejutkannya.

““Kongcu, terus terang saja pertempuran darah yang berlangsung tadi itu merupakan pengalaman pertama bagiku sejak terjunkan diri ke dalam Bulim. Nona Gak dengan mencekal pedang dan menerjang musuh selama semalaman bahkan berhasil menghajar tubuh pula berpuluh-puluh orang jago bilamana berita ini lain hari tersiar di dalam Bulim nama nona tentu akan segera membumbung tinggi.

“Dia menoleh ke arah Gak Siauw-cha yang tertidur nyenyak di samping batu, kemudian dengan sedihnya menghela napas panjang.

“Heeei, karena pertempuran yang amat sengit inilah nona Gak jadi kecapaian, sekalipun seorang yang terbuat dari bajapun tidak mungkin bisa menahan penderitaan semacam ini.

“Mendadak Siauw Ling mengerutkan alisnya rapat-rapat, lalu serunya, “Enci Gak sudah kehilangan ibunya yang tercinta. Kenapa orang-orang itu masih terus-terusan mengejar dia. Hmmm! Aku harus cepat-cepat berlatih ilmu silat sehingga bisa membantu enci Gak untuk mengusir musuh-musuhnya.

“Selesai berkata dia segera duduk bersila dan pejamkan matanya untuk mulai mengatur pernapasan.

Melihat sikap serta tindak tanduk yang aneh dari Siauw Ling itu tidak terasa Hoo-kun tersenyum geli.

“Kongcu!”ujarnya. “Ilmu silat bukannya bisa berhasil dilatih hanya di dalam satu hari atau satu bulan saja, buta apa kau begitu cemas??”“Hoa Toa siok! Apakah kita sudah lolos dari bahaya maut??”tanya Siauw Ling secara tiba-tiba sambil membuka matanya lebar-lebar.

“Kongcu!”seru Hoo-kun dengan cemas. “Kau tidak boleh panggil aku dengan sebutan itu. Lain kali bilamana ada urusan panggil saja aku dengan sebutan Hoo-kun…”Dia berhenti sebentar untuk tukar napas lalu baru sambungnya, “Orang-orang yang menghalangi perjalanan kita kali ini boleh dikata termasuk juga para jago dari kalangan Hak to serta kalangan Pek to, baik dari kalangan lurus maupun dari kalangan jahat pada berkumpul jadi satu untuk bekerja sama. Aku lihay walaupun kita menghindarkan diri ke ujung langitpun tidak bakal bisa lolos dari kejaran mereka.

““Saat ini kekuatan dari cici Gak belum pulih, Thio-kan pun baru saja menderita luka.

Bilamana ada orang lagi yang datang mencari gara-gara entah siapa yang bisa menahan serangan mereka??”kata Siauw Ling tiba-tiba.

“Jika dilihat dari sikap nona agaknya dia sudah punya perhitungan dalam hatinya. Saat ini terpaksa kita harus menunggu setelah kesehatan nona pulih kembali dan luka Thio-kan sembuh baru mengambil perhitungan.

“Baru saja dia selesai bicara mendadak terdengar suara tertawa yang amat dingin sekali berkumandang datang dari ujung tebing muncullah dua orang lelaki berbaju hitam yang berjalan mendatang dengan langkah yang perlahan, wajah mereka dingin kaku dan menyeramkan sekali, perawakan badan tinggi kurus seperti gala.

Hoo-kun jadi amat terperanjat, dengan cepat dia menyambar senjata Koan Pitnya dan melintangkan badannya di tengah jalan.

“Berhenti!”bentaknya keras.

Suara bentakan ini amat nyaring sekali, sehingga menggetarkan seluruh lembah tersebut.

Walaupun kepandaian silat yang dimiliki Hoo-kun tidak tinggi tetapi dia orang yang sudah lama berkelana di dalam Bulim membuat pengalamannya amat luas, sewaktu dilihatnya orang yang datang itu sikapnya amat tenang dan langkahnya mantap, dia segera mengerti kalau kepandaian silat yang dimiliki dua orang itu amat tinggi, karena itu mengerti dirinya bukan tandingannya.

Maka dia ingin menggunakan suara bentakan suara yang keras itu untuk mengejutkan Gak Siauw-cha. Kedua orang berbaju hitam itu saling berpandangan sekejap kemudian bersama-sama menghentikan langkahnya dan memandang ke arah Hoo-kun dengan dingin.

Ketika Hoo-kun menoleh ke belakang dan melihat ke arah Gak Siauw-cha masih tertidur dengan amat nyenyaknya sedangkan Siauw Ling saat ini sudah bangkit berdiri dan berjalan mendatangi, tidak terasa dalam hati merasa amat cemas sekali.

Tetapi pada saat dan keadaan seperti ini dia tidak dapat memperlihatkan rasa cemas dan kuatirnya dengan cepat dia membentangkan sepasang Pitnya siap-siap menghadapi serangan musuh.

“Saudara berdua berasal dari golongan mana!”teriaknya kembali.

“Sin Hong Pang!”sahut orang berbaju hitam yang ada disebelah kiri dengan suara yang amat dingin.

Dari nada suaranya jelas kedengaran amat kaku dan tawar, sama sekali tidak mirip suara manusia.

Hoo-kun merasakan hatinya sedikit bergidik cepat-cepat tanya lagi, “Saudara-saudara dari Sin Hong Pang, aku sih sering mendengar orang membicarakannya tetapi entah siapakah nama besar dari kalian berdua?”Dia yang merasa urusan terlalu tegang bukanlah bisa dihadapi dengan menggunakan tenaga sendiri terpaksa berusaha keras untuk mengulur waktu lebih lama lagi dia mengharapkan Gak Siauw-cha bisa sadar kembali dari pulasnya karena itu setiap perkataan yang diucapkan amat nyaring sekali.

Walaupun air muka kedua orang berbaju hitam itu amat kaku dingin dan menyeramkan tetapi agaknya tidak sering berkelana di dalam Bulim terhadap maksud hati dari Hoo-kun ini ternyata mereka sama sekali tidak merasa.

Terdengar si lelaki berbaju hitam yang ada di samping kiri menyahut dengan suara yang amat dingin.

“Dua panglima pembuka jalan dari Sin Hong Pang, Tat Pan atau sipanglima Cuo Hwee.

““Cayhe adalah Yen Hun atau sisukma sial Hong Heng.

““Ooooh kalian berdua sungguh mirip sekali dengan sebutan!”seru Hoo-kun.

“Kami datang kemari untuk melaksanakan tugas tidak ada waktu yang luang bagi untuk banyak cakap. ayo minggir!”Bentak Cuo Hwee dingin.

Tangan kirinya segera diayun mendatar menghajar badannya.

Hoo-kun yang melihat wajah kedua orang ini amat dingin dan menyeramkan tetapi sama sekali tidak mengerti akan siasat yang digunakan sebenarnya ingin berbicara lagi beberapa patah kata dengan dirinya untuk mengulur waktu lebih lama siapa sangka secara tiba-tiba pihak musuh sudah turun tangan menghajar badannya.

“Di dalam keadaan yang tergesa-gesa senjata Pan Kuan Pitnya segera diputar menotok jalan darah dipergelangan tangan Cuo Hwee.

Siapa sangka gerakan tangan dari sipanglima baja Cuo Hwee amat aneh dan cepat sekali gesitnya dia menarik kembali telapak kaki kirinya disusul telapak kanannya didorong ke depan menghajar pergelangan tangan kanan dari Hoo-kun, seketika itu juga senjata Pan Koan Pit yang ada ditangannya terpental jatuh menubruk batu cadas.

Hoo-kun yang lagi lelah sejak semula sudah mengerti kalau dirinya bukanlah tandingan dari pihak musuh, tetapi dia sama sekali tidak menyangka hanya di dalam sekejap saja senjata Pan Koan Pit yang ada di tangan kanannya sudah terpental dalam hati dia terasa amat terperanjat sekali.

Senjata Pan Koan Pit yang ada di tangan kiranya dengan menggunakan jurus “Hua Hun Im Yang atau menggores atau memisahkan Im dan Yang”dengan nekadnya segera ditusuk ke depan, sedangkan mulutnya berteriak keras.

“Nona cepat bangun…”Sisukma sial Hong Heng yang berdiri disebelah mendadak miringkan badannya dan berkelebat dari samping badan Hoo-kun menerjang ke arah diri Gak Siauw-cha.

Siauw Ling yang melihat kejadian itu dalam hati merasa amat cemas sekali.

“Jangan lukai enci Gak-ku!”bentaknya dengan keras, sedang tangannya segera mencakar tangannya Hong Heng.

Hong Heng tertawa dingin, tangannya bagaikan sambaran kilat cepatnya dibalik ke atas.

Siauw Ling segera merasakan pergelangan tangannya amat sakit sekali seperti dipukul dengan tongkat besi saking sakitnya membuat seluruh tubuh tergetar kemudian terpental jatuh kesamping.

Gak Siauw-cha dengan tenangnya masih tetap duduk di atas tanah, agaknya dia sama sekali tidak mendengar adanya suara bentakan serta teriakan keras itu.

Dengan menahan rasa sakit ditangannya Siauw Ling segera bangkit berdiri lagi disertai suara jeritan yang amat tinggi untuk kedua kalinya dia menubruk ke arah diri Hoo Heng.

Gerakan dari Hoo Heng yang menubruk ke depan dilakukan amat cepat sekali. Siauw Ling hanya melihat tangan kanan dari Hoo Heng yang menyambar ke depan sudah hampir mendekati batok kepala dari Gak Siauw-cha tetapi saat itu sang nona masih belum sadar juga.

Saking cemasnya tidak kuasa lagi dia menjerit dan menangis.

“Oooh… cici…!”teriaknya.

Tetapi belum sempat jari tangan Hong Heng mencapai batok kepalanya mendadak dia mendengus berat, sedang tubuhnya berturut-turut mundur beberapa depa ke belakang.

Sambil menggerakkan pedangnya mendadak Gak Siauw-cha bangun berdiri diantara berkelebatnya sinar yang menyilaukan mata dia sudah melancarkan serangan gencar menggencet musuhnya.

Kiranya sejak tadi dia sudah disadarkan oleh suara bentakan yang keras dari Hoo-kun, sewaktu dia membuka matanya dan dapat melihat musuh yang sudah ada di depannya memiliki kepandaian silat yang amat tinggi.

Dengan keadaan badan seperti ini dia merasa dirinya sukar untuk memperoleh kemenangan karenanya dia pura-pura tidur terus, dia ingin menggunakan kesempatan sewaktu musuh tidak siap sedia melancarkan serangan bokongan dengan menggunakan jarum-jarum emas yang secara diam-diam sudah dipersiapkan itu.

Hoo Heng yang diganggu oleh suara bentakan dari Hoo-kun serta Siauw Ling sudah tentu tidak melihat akan gerak-gerik Gak Siauw-cha yang mengambil keluar senjata rahasia.

Tenaga dalam Gak Siauw-cha sudah dilatih hingga mencapai taraf kesempurnaan, dia orang yang sudah beristirahat sebentar semangatnya pada saat iktu sudah pulih sebagian kini begitu dia melancarkan serangannya maka jurus serangan yang dilancarkanpun merupakan serangan yang mematikan.

Hoo Heng sama sekali tidak menduga akan hal ini. Apalagi jaraknya cuma beberapa depa saja dengan dirinya. Diantara berkelebatnya sinar keemas-emasan sepasang lutut, denagn serta beberapa buah jalan darahnya sudah kena hajar oleh datangnya serangan jarum emas tersebut.

Kepandaian silat orang ini sungguh luar biasa sekali, walaupun beberapa buah jalan darahnya sudah terhajar oleh jarum emas tetapi tubuhnya tidak sampai rubuh ke atas tanah. Setelah menarik hawa murninya panjang-panjang tubuhnya segera meloncat mundur beberapa depa jauhnya.

Hong Heng yang jalan darahnya terhajar oleh jarum emas dengan sendirinya untuk menyalurkan tenaga dalamnyapun rasa terganggu, begitu ujung kakinya mencapai permukaan tanah tubuhnya dengan terhuyung kembali mundur beberapa langkah, hampir-hampir dia jatuh terjungkang.

Kini melihat sinar pedang Gak Siauw-cha dengan ganasnya menyerang ke arahnya sehingga sukar untuk dihindari dalam hati merasa amat cemas bercampur gusar.

Ketika dia melihat Siauw Ling yang ada di sampingnya sedang menubruk ke arahnya dengan cepat lengannya bergerak kesamping dan mencengkram tubuhnya lalu digunakan sebagai senjata untuk menangkis datangnya serangan pedang dari Gak Siauw-cha.

Melihat kejadian itu Gak Siauw-cha lantas menjerit kaget pergelangan tangannya dengan cepat ditarik ke belakang membatalkan serangannya.

Sifat kejam dari sisukma sial Hong Heng kembali muncul memenuhi seluruh benaknya dia segera mengangkat badan Siauw Ling dan siap dibanting ke atas batu cadas yang amat besar.

“Jangan dibanting!”tiba-tiba berkumandang datang suara seseorang yang membentak dengan keras.

Di tengah suara bentakan itu tampaklah sesosok bayangan berkelebat datang mencengkeram sepasang pergelangan tangan dari Hong Heng.

Orang yang baru saja datang ini mempunyai wajah yang bulat, berbadan pendek dan gemuk perutnya yang besar menonjol keluar dari antara pakaiannya yang berwarna hijau, orang itu bukan lain adalah Loo toa dari Tiong Cho Siang-ku, si Siepoa emas Sang Pat adanya.

Lima jari tangan Sang Pat sekalipun dengan amat kencangnya mencengkeram sepasang pergelangan tangan dari Hong Heng tetapi dia tidak bermaksud merebut Siauw Ling yang masih ada ditangannya, sebaliknya sambil tertawa terbahak-bahak menoleh ke arah diri Gak Siauw-cha.

“Haaa… haa… orang hidup kok dimana-mana terus ketemu. Nona Gak bagaimana? baikbaik bukan! haa… haa… sekali lagi kita bertemu muka…”Saat ini dengan mengandalakan senjata Pan Koan Pitnya yang tinggal sebuah dengan sekuat tenaga Hoo-kun melancarkan serangannya menahan diri sipanglima baja Cuo Hwee.

Tetapi baru saja lewat tiga empat jurus jalan darah “Ci Ti Hiat”dilengan kirinya kembali kena ditabok oleh jurus Hwee Kuang Huan Cau dari Cuo Hwee sehingga senjata Pit yang ada di tangan kirinya itupun terpukul lepas. Disusul tubuh Cuo Hwee mendesak satu langkah ke depan siap menabok jalan darah “Cian Leng”di atas ubun-ubun Hoo-kun.

Hoo-kun yang kekuatannya belum pulih benar kini harus menghadapi musuh tangguh pula sejak semula tenaganya sudah habis digunakan ditambah lagi pergelangan tangan serta sikut kirinya berhasil dilukai oleh pihak lawan membuat pukulan dari Cuo Hwee yang amat cepat ini sukar baginya untuk menghindari lagi.

Mendadak sebuah tendangan berkelebat datang mengejar tiga dari Cuo Hwee.

Datangnya tendangan itu amat cepat dan tidak menimbulkan sedikit suarapun membuat semua orang merasa amat terkejut.

Cuo Hwee terburu-buru melancarkan satu pukulan dengan menggunakan telapak kanannya sedang badannya menyingkir kesamping satu langkah, sewaktu dia menoleh ke belakang tampaklah seorang lelaki dengan perawakan tinggi kurus memakai baju biru dan topi bulunya menutupi hampir separuh wajahnya sudah berdiri dengan dinginnya kurang lebih tiga depa dari tempat dimana dia berdiri.

“Siapa kau???”bentaknya sambil tertawa dingin.

Hoo-kun yang belum selang lama pernah bertemu dengan orang itu sudah tentu masih ingat kalau dia orang bukan lain adalah “Leng Thiat Pit Tu Kiu”salah satu anggota dari Tiong Cho Siang-ku. Tetapi dia orang bukankah berdiri sebagai musuh dengan pihaknya.

Bagaimana secara tiba-tiba bisa turun tangan memberi pertolongan.

Terdengar dengan suara yang amat dingin Tu Kiu sudah memberikan jawabannya, “Cayhe adalah seorang pedagang yang suka berterus terang dan tidak pernah merugikan orang lain bilamana dagangan kami kali ini tidak berhasil juga cayhe berdua segera akan berlalu dari sini. Urusan selanjutnya boleh kalian lakukan semuanya.

“Suaranya amat dingin dan tawar tetapi nadanya ramah.

Cuo Hwee yang pengalamannya tidak luas tentu sudah tidak kenal dengan Tiong Cho Siang-ku ini mendengar perkataan tersebut dengan gusarnya dia membentak keras, telapak tangannya dengan disertai desiran angin pukulan yang amat tajam segera menyambar ke arah depan.

Terlihatnya hanya sedikit Tu Kiu menggoyangkan pundaknya dia sudah bergeser tiga empat depa jauhnya.

“Kaum pedagang cuma gemar mencari keuntungan saja, soal berkelahi heee, hee, cayhe tidak punya minat”sahutnya cepat.

Untuk sesaat lamanya Cuo Hwee tidak mengerti tentang apa yang dimaksud oleh perkataannya itu dengan gusarnya dia segera membentak, “Buat apa kau banyak omong?”Telapak tangannya kembali dibabat ke depan dengan amat dahsyatnya.

Sekali lagi Tu Kiu meloncat kesamping untuk menghindarkan diri dari serangan itu.

“Cayhe sudah bilang selamanya aku paling tidak suka berkelahi!”serunya dengan keras.

“Bilamana kami turun tangan maka harus ada keuntungan buat imbalannya. Bilamana kau mau berkelahi tunggu saja sebentar.

“Walaupun Cuo Hwee jarang sekali berkelana seorang diri di dalam dunia kangouw sehingga pengalaman yang didapat amat cetek, tetapi dari cara menghindar yang baru diperhatikan orang itu dia bisa tahu kalau kepandaian silat orang itu tidak lemah karenanya dia tidak berani berlaku terlalu gegabah lagi diam-diam tenaga murninya mulai disalurkan untuk siap-siap menghadapi segala kemungkinan.

Ketika dia menoleh ke belakang tampaklah Hong Heng sedang mengangkat seorang bocah cilik tetapi sepasang urat nadi pada tangannya sudah dicengkeram oleh seorang yang gemuk pendek sehingga tidak bisa bergerak dalam hati diam merasa terkejut bercampur gusar.

Di tengah suara bentakannya yang amat keras tubuhnya segera menubruk ke arahnya.

Tetapi kembali pandangannya jadi kabur Tu Kiu yang semula berdiri kurang lebih satu kaki dari dirinya mendadak kembali sudah menghalangi perjalanannya Cuo Hwee yang sedang menerjang ke depan sama sekali tidak menyangka akan kedatangan Tu Kiu yang mendadak itu, tidak bisa terhindar lagi tubuh mereka berdua sehingga terbentur satu sama lainnya.

Tu Kiu masih tetap berdiri tidak bergerak sebaliknya tubuh Cuo Hwee terpental mundur satu langkah ke belakang oleh tubrukan tersebut tidak terasa lagi dalam hati merasa bergidik.

Dia tahu saat ini sudah menemui musuh tangguh untuk memperoleh kemenangan agaknya bukanlah satu pekerjaan yang gampang.

Terdengar Tu Kiu tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya.

“Haaa… haaa… nona Gak”serunya.

“Selamat berjumpa kembali… selamat bertemu bagaimana?? dagangan kita ini mau dibicarakan kembali atau tidak? Bilamana jadi maka tanggung kedua belah pihak tidak bakal memperoleh kerugian tetapi bila nona menolak… haaahaaa… kami kaum pedagang terpaksa cuma bisa menonton keramaian saja dari samping.

“Gak Siauw-cha sembari melintangkan pedangnya diam-diam mengerahkan hawa murninya siap-siap menghadapi sesuatu lama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun.

Melihat Gak Siauw-cha tidak mengucapkan sepatah katapun Tu Kiu lantas mengerutkan alisnya rapat-rapat.

“Selama puluhan tahun cayhe melakukan perdagangan walaupun belum bisa dikatakan selama mencapai sukses tapi selamanya belum pernah menemui orang yang sukar diajak berdagang seperti nona ini!”serunya kesal.

Sewaktu dilihatnya Gak Siauw-cha bermaksud untuk berbicara dia cepat-cepat menyambung kembali, “Asalkan cayhe melepaskan sepasang tangannku ini maka nyawa kecil dari saudara ini akan terbanting mati?”Sehabis berkata dia mundur satu langkah ke belakang. Agaknya dia bermaksud untuk melepaskan tangannya.

Gak Siauw-cha tidak bisa menahan sabar lagi dia segera membentak keras, “Kau tolong dulu nyawa adikku itu setelah itu kita baru membicarakan soal dagangan antara kita!”teriaknya.

“Haa… haa tidak bisa, tidak bisa,”ujar Sang Pat sembari tertawa terbahak-bahak.

“Bilamana cayhe tidak mencekal baik-baik kesempatan ini jika nanti nona Gak mungkir bukankah dagangan dari cayhe ini akan menderita kerugian yang amat besar!”“Heeeei… cepat katakan kau mau membicarakan soal dagangan apa?”seru Gak Siauwcha kemudian sambil menghela napas panjang dengan sedihnya.

“Haaa… haaa… bagus, bagus sekali! Asalkan nona Gak bersungguh-sungguh untuk melakukan jual beli ini cayhe tanggung nona pasti tidak akan menemui kerugian.

““Adikku ini tidak mengerti ilmu silat dia sudah lama sekali dicengkeram orang mungkin sebentar lagi dia bakal tidak tahan, baiklah aku kabulkan permintaanmu itu, sekarang cepat tolong dulu nyawa adikku itu!”“oooouw… jangan keburu! jangan keburu!”ujar Sang Pat lagi sembari tertawa tergelak.

“Sebelum perdagangan ini kita bicarakan baik-baik kalian berdua semuanya adalah langgananku.

“Mendengar perkataan tersebut Gak Siauw-cha lantas merasakan hatinya bergidik.

“Hmmm! tidak kusangka Tiong Cho Siang-ku yang namanya sudah terkenal diseluruh Bulim tidak lebih merupakan manusia-manusia rendah…”serunya dengan dingin.

Sang Pat sama sekali tidak menjadi marah akan makian itu dia malah tertawa semakin keras.

“Orang-orang Bulim ada siapa yang tidak kenal dengan kami Tiong Cho Siang-ku???”ujarnya. “Selamanya kami cuma kenal akan keuntungan tanpa mengenal orangnya, asalkan perdagangan kita berhasil maka menggunakan cara yang bagaimanapun pasti akan kami lakukan.

“Gak Siauw-cha benar-benar terdesak dia tidak dapat berbuat apa-apa lagi terpaksa dengan sedihnya menghela napas panjang.

“Kau bicaralah, kalian menginginkan apa?”tanyanya kesal.

“Sebetulnya tidak perlu cayhe katakan di dalam hati tentunya nona sudah mengerti,”sela Tu Kiu dari samping. “Bukankah sebegitu banyaknya jago-jago Bulim pada mencari nona hanya dikarenakan kunci Cing Kong Ci Yau itu? jika ditinjau dari situasi ini cayhe rasa kalian tidak mungkin berhasil melindungi anak kunci Cing Kong Ci Yau itu lebih lama lagi. Heeee… heee… dari pada terjatuh ketangan orang lain lebih baik kita saling tukar menukar saja.

““Tetapi aku sama sekali tidak mengetahui dimana anak kunci Cing Kong Ci Yau itu berada??”Teriak Gak Siauw-cha dengan lemas.

Sepasang biji mata dari Sang Pat berputar-putar sebentar, lalu tertawa tergelak dengan kerasnya.

“Cayhe sebagai pedagang selamanya tidak pernah mungkir, asalkan nona suka menerima dagangan ini maka kita akan anggap dagangan ini berhasil.

““Aku sungguh-sungguh tidak tahu dimana anak kunci Cing Kong Ci Yau itu…”seru Gak Siauw-cha lagi.

“Tidak mengapa!”timbrung Sang Pat kemudian. “Bilamana anak kunci Cing Kong Ci Yau itu betul-betul tiada di tangan nona maka kami akan menanggung kerugian ini, cuma saja… hee… harap nona suka menuliskan secara bukti buat cayhe dengan demikian kami bisa berbicara dengan ibumu dikemudian hari.

““Baiklah! Aku terima permintaanmu!”jawab Gak Siauw-cha akhirnya dengan sedih.

“Tu Lao jie!”teriak si Siepoa emas Sang Pat kemudian dengan keras.

“Perdagangan kita dengan nona Gak sudah berhasil.

“Di tengah suara bentakan yang keras mendadak dia menyalurkan tenaga dalamnya ke arah tangan sedang kaki kanannya bagaikan kilat cepatnya melancarkan satu tendangan ke arah depan.

Suara dengusan berat segera bergema memenuhi angkasa. Tubuh Hong Heng yang tinggi kurus itu mendadak melayang keangkasa dan terjatuh kurang lebih tujuh delapan depa jauhnya.

Siauw Ling yang semula ada di tangan kini sudah berhasil direbut kembali oleh Sang Pat.

Cuo Hwee yang secara diam sedang mengerahkan tenaga dalamnya untuk menunggu saat yang baik menerjang ke arah Tu Kiu kini secara mendadak mendengar suara dengusan berat berkumandang datang dari samping badannya dia cepat-cepat menoleh kesamping.

Terlihatnlah olehnya Hong Heng sudah menggeletak di atas tanah dengan sepasang mata yang dipejamkan rapat-rapat agaknya luka yang diderita amat parah sekali.

Tanpa perduli diri Tu Kiu lagi dengan cepat dia meloncat ke depan dan menyambar badan Hong Heng lalu melarikan diri terbirit-birit dari tempat tersebut.

“Toako,”seru si Leng Bian Thiat Pit Tu Kiu kemudian sembari melirik sekejap ke arah Cuo Hwee yang lagi melarikan diri terbirit-birit dari situ. “Perlukah kita tawan kembali kedua orang bocah?”“Haaa… haaa… tidak perlu, tidak perlu!”cegah Sang Pat sambil tertawa. “Kita harus cepat-cepat membicarakan urusan penting dengan nona Gak.

“Tu Kiu lantas berjalan mendatang sedang tangannya dengan amat gesit menyambar Hookun yang ada di samping, satu pukulan yang ringan dengan amat tepatnya menghajar jalan darah “Ming Bun Hiat”dipunggungnya.

“Kawan baik-baiklah kau beristirahat”serunya.

Setelah melepaskan kembali dari Hoo-kun dia segera berjalan kesamping badan Sang Pat.

Hoo-kun yang jalan darah “Ming Bun Hiat”nya kena terhajar satu kali segera merasakan peredaran darah di dalam badannya menjadi lancar kembali. Semangat yang mulai loyo kini serentak bangun kembali.

————————http://ecersildejavu.

wordpress.

com/—————————– Gak Siauw-cha yang melihat Siauw Ling berhasil lolos dari ancaman bahaya maut dengan cepat berlari kehadapannya.

“Adik Ling, bagaimana rasamu?”tanyanya cemas.

Sewaktu Sang Pat merebut diri Siauw Ling dari tangan musuh tadi secara diam-diam dia sudah menyalurkan hawa murninya ke dalam sang bocah sehingga boleh dikata peredaran darah di dalam Siauw Ling saat ini sudah lancar benar-benar.

Dengan perlahan Siauw Ling membuka matanya dan memandang wajah Gak Siauw-cha yang penuh diliputi oleh rasa kuatir itu dia tersenyum.

“Cici, kau tidak usah kuatir, aku sangat baik sekali,”katanya.

Sehabis berkata dengan gagahnya dia bangkit dari dalam pelukan Gak Siauw-cha.

“Haa… haaa… untung… untung sekali adikmu itu tidak sampai terluka!”Tukas Sang Pat tiba-tiba sambil tertawa terbahak-bahak.

“Sungguh sayang benar aku tidak tahu dimana anak kunci Cing Kong Ci Yau itu berada,”ujar Gak Siauw-cha dingin. “Dan aku sendiripun belum pernah melihat bagaimana bentuk dari benda itu, aku rasa di dalam perdagangan kita kali ini kalian berdua harus menanggung rugi.

““Cayhe sudah mengalami angin taupan berulang kali tetapi selamanya belum pernah menderita perahu terbalik. Soal ini harap nona suka berlega hati,”jawab Sang Pat tersenyum.

“Kami dua bersaudara selamanya berdagang dengan uang tunai dan selamanya belum pernah menemui tunggakkan,”sambung Leng Bian Thiat Pit Tu Kiu pula dengan dingin.

“Cuma saja karena barang dagangan dari nona Gak ini terlalu besar maka untuk kali ini kami melanggar kebiasaan tersebut, tapi kalau cuma ucapan kosong saja tidak kuat buktinya lebih baik nona tulis secarik bukti hutang saja.

“Sehabis berkata dari dalam pinggangnya dia melepaskan sebuah buntalan kecil berwarna kuning isinya bukan lain adalah sebuah kitab tebal berwarna putih dengan alat-alat tulis menulisnya.

Selama ini Leng Biat Thiat Pit Tu Kiu berdiam terus tanpa banyak buang waktu dia segera membuka buntalan kitab hutangnya dan meletakkan pit serta tinta baknya ke depan siap-siap menunggu Gak Siauw-cha untuk mengisinya.

Dengan pandangan tajam Sang Pat memandang diri Gak Siauw-cha beberapa saat lamanya kemudian tertawa terbahak-bahak.

“Harap nona suka memaafkan tindakan kami ini kami percaya nona Gak sebagai seorang jagoan yang berasal dari satu perguruan terkenal tidak bakal membohongi kami, setiap perkara serta tulisan yang nona ucapkan kami tidak akan menaruh curiga lagi.

““Tetapi aku sama sekali tidak pernah menemui anak kunci Cing Kong Ci Yau itu.

Bilamana kalian tetap tidak percaya yah apa boleh buat,”ujar Gak Siauw-cha sambil kerutkan alisnya rapat-rapat.

“Sejak tadi cayhe sudah bilang, setiap perkataan yang nona ucapkan kami mempercayainya penuh.

““Kalau memang sudah percaya akan perkataanku. Lalu buat apa kau banyak bertanya lagi???”“Para jago-jago Bulim yang pada berdatangan mengejar diri nona itu sungguh menggelikan sekali haaaa, haaa mereka masih mengira anak kunci Cing Kong Ci Yau itu disimpan nona…”kata Sang Pat tertawa.

“Apanya yang menggelikan. Bukankah kalianpun sama saja??”sambung Gak Siauw-cha mendongkol.

“Sudah tentu sama sekali berbeda!”teriak Sang Pat lagi mendadak dia menarik senyuman yang biasanya menghiasi bibirnya itu lalu tanbahnya, “Anak kunci Cing Kong Ci Yau itu tidak berada di tangan nona tetapi disimpan oleh ibumu.

““Tetapi ibuku sudah meninggal”sambung Gak Siauw-cha dengan cepat.

“Soal inipun cayhe percaya,”jawab Sang Pat sambil mengangguk dia berhenti sebentar untuk kemudian secara tiba-tiba tertawa keras.

“Haaa, haaa, nona Gak! Asalkan kau orang suka mencatatkan nama di dalam buku hutang kami maka perdagangan kita ini boleh dikata sudah resmi.

“Si Pit besi berwajah dingin Tu Kiu yang dengan tangan kiri memegang tinta bak dau Pat tangan kanan membawa buku hutang segera menyambung lagi dengan suara yang dingin, “Setelah kedua orang setan pembuka jalan dari Sin Hong Pangcu itu menderita sedikit kekalahan mereka pasti tidak akan berhenti sampai disitu saja. Sebentar lagi para jagojago kelas satu dari Sin Hong Pang tentu akan pada berdatangan semua, saat ini waktu berharga bagaikan emos lebih baik nona tidak usah banyak mengulur waktu lagi.

““Lalu kalian suruh aku menulis apa di dalam buku hutang yang ada ditangannya.

“Senyuman ramah mulai menghiasi kembali wajah si Siepoa emas Sang Pat.

“Soal itu mudah sekali,”jawabnya menyengir. “Nona tulis saja seperti apa yang cayhe katakan.

“Gak Siauw-cha segera tersenyum dingin. Dengan perlahan dia mulai mengangkat pitnya.

Si Kiam Siepoa Sang Pat termenung berpikir sebentar, setelah itu baru ujarnya dengan nyaring, “Aku Gak Siauw-cha berjanji sendiri hendak menyerahkan anak kunci Cing Kong Ci Yau yang disimpan ibuku kepada…”Baru saja Gak Siauw-cha mau menulis kata-kata itu ke dalam buku hutang tersebut mendadak dia membatalkan niatnya.

“Tunggu dulu!”teriaknya.

“Ada urusan apa?”“Bilamana aku mengikuti perkataanmu itu dan menulis kata-kata tersebut di atas buku hutang, kalian mau membayar berapa kepada kami?”“Soal ini pasti tidak akan merugikan diri nona selain emas murni seribu kati, kain sutera seratus kodi, mutiara sepuluh butir ditambah lagi dengan sebilah golok pusaka yang amat tajam bahkan bertanggung jawab pula melindungi nona serta adikmu ini meninggalkan tempat berbahaya hingga selamat.

““Berpuluh-puluh jagoan Bulim termasuk pula para dari Siauw Lim pay serta Bu-tong-pay tanpa sebab membuntuti terus jejakku, walaupun dunia ini lebar ada tempat mana lagi merupakan tempat aman bagi aku Gak Siauw-cha??”“Tenang hal ini nona tidak usah kuatir, para jago Bulim pada mengejar nona kesemuanya dikarenakan anak kunci Cing Kong Ci Yau tersebut. Menanti setelah barang itu cayhe terima dan melakukan persiapan-persiapan tentu cayhe akan mengumumkan kepada seluruh Bulim kalau anak kunci Cing Kong Ci Yau sudah kami simpan, setelah berita ini tersiar maka nona tidak bakal menemui kesulitan lagi.

““Bilamana kalian berdua tidak berhasil mendapatkan anak kunci Cing Kong Ci Yau itu??”tanya Gak Siauw-cha kemudian.

“Kami bermaksud sudah mengadakan penyelidikan dengan amat jelas sekali,”tukas si Leng Bian Thiat Pu Tu Kiu dengan perlahan-lahan. “Anak kunci Cing Kong Ci Yau itu benar-benar sudah didapatkan ibumu, kecuali nona punya maksud untuk merusak perjanjian ini tidak mungkin benda itu bisa lolos kembali dari tangan kami.

““Barang ini menyangkut keselamatan dari partai-partai benar serta berpuluh-puluh orang jagoan dari Bulim. Nona menyimpannya terus juga tiada ada gunanya,”sambung Sang Pat pula.

Siauw Ling yang selama ini berdiam terus saat ini tidak bisa menahan sabar lagi tukasnya, “Kalau memangnya anak kunci Cing Kong Ci Yau itu tiada gunanya, lalu buat apa kalian terus menerus mendesak enci Gak ku untuk menyerahkannya barang itu kepada kalian???”“Saudara cilik, kami bukannya meminta tapi membayar dan memberi dengan satu jumlah yang amat besar sekali…”jawab Sang Pat sembari melirik sekejap ke arah Siauw Ling.

“Nona Gak, waktu sudah mengijinkan lagi silahkan nona mulai menulis kata-kata itu ke dalam buku hutang ini!”timbrung Tu Kiu secara tiba-tiba.

Mendengar perkataan tersebut Gak Siauw-cha segera melototi sekejap wajah Tu Kiu kemudian tegurnya, “Walaupun aku adalah seorang perempuan tetapi kata-kata yang telah aku ucapkan selamanya tidak bakal dipungkiri kembali tetapi sebelum kata-kata itu aku tulis di dalam buku hutangmu seharusnya urusan dibikin jadi tenang dulu.

““Ooooh, sudah tentu, sudah tentu.

“sahut Sang Pat dengan cepat. “Nona masih ada petunjuk apa silahkan berbicara sepuasnya cayhe tentu akan mendengarkan semua perkataan nona dengan senang hati.

““untuk menyuruh aku tulis kata-kata itu ke dalam buku hutang sih boleh-boleh saja, tetapi ada dua syarat yang harus kalian penuhi!”“Syarat apa itu???”“Pertama: Jika nanti setelah kalian berdua periksa pada ibuku ternyata anak kunci Cing Kong Ci Yau tidak berada padanya hutang ini harus dianggap lunas!”Sang Pat termenung sebentar, tetapi sesaat kemudian dia sudah mengangguk.

“Asalkan dari tengah-tengah nona tidak menyingkirkannya terlebih dulu kami akan penuhi permintaanmu itu. Sekarang silahkan untuk mengucapkan syarat yang kedua!”“Kedua: Anak kunci Cing Kong Ci Yau itu sebenarnya adalah barang milik ibuku yang sudah kalian rampas…”“Eeeeeh, eeeeeh, nanti dulu, nanti! perkataanmu salah besar”teriak Sang Pat sambil goyangkan tangannya berulang kali. “Selama Tiong Cho Siang-ku tidak pernah merampas maupun memaksa orang untuk melakukan jual beli ini perdagangan kita kali ini adalah nona sendiri yang menyetujuinya.

““Tidak perduli kalian berdua mau berapa banyaknya aku sama sekali tidak bermaksud untuk menjual anak kunci Cing Kong Ci Yau itu kepada kalian, emas murni serta mutiara maaf aku orang tidak berani menerimanya…”“Apakah pedang pusaka yang berusia ratusan tahun nona juga tidak menerima???”“Tidak mau! Aku cuma ingin diberi hak untuk menuntut kembali benda tersebut dari kalian!”“Soal ini mudah sekali,”jawab Sang Pat sambil tertawa. “Asalkan kami berdua bersaudara belum mati dan istana terlarang belum terbuka maka harga diri anak kunci Cing Kong Ci Yau itu tidak bakal merosot, setiap waktu nona boleh mencari kami dua bersaudara untuk dituntut kembali, tetapi perkataan harus kita jelaskan terlebih dulu! Bilamana nona ingin menuntut kembali anak kunci Cing Kong Ci Yau itu maka nona harus dapat mengalahkan terlebih dulu ilmu silat kami dua bersaudara. Waktu itu bukan saja nona boleh meminta kembali anak kunci Cing Kong Ci Yau tersebut bahkan boleh membuka harga juga untuk minta bunga selama ini kepada kami.

““Baiklah! kalau begitu kita putuskan demikian saja kepandaian silat kalian berdua sangat tinggi sudah tentu tidak bakal kalian berdua memandang tinggi aku si perempuan lemah.

“Dia segera menggerakkan pitnya mulai menulis di atas buku hutang tersebut.

“Aku Gak Siauw-cha rela menjual sebuah kunci Cing Kong Ci Yau milik ibuku…”“Eeei, bagaimana kelanjutannya??”tanyanya kemudian sambil berhenti menulis.

Sang Pat garu kepalanya sebentar, kemudian baru sahutnya, “Tulis saja dibawahnya: Dijual kepada Tiong Cho Siang-ku dengan terima uang muka berupa sepuluh butir sedangkan sisanya uang emas seribu kati, kain sutera seratus kodi dan sebilah pedang pusaka berusia seratus tahun akan disusul setelah menerima anak kunci Cing Kong Ci Yau tersebut.

““Tidak bisa jadi!”bantah Gak Siauw-cha setelah mendengar perkataan itu. “Aku tidak mau menerima barang-barang itu sudah tentu hal-hal yang tetek bengek itu tidak perlu ditulis.

““Ooo tidak boleh, tidak!”seru Sang Pat dengan cemas sekali. “Nona boleh tidak menerima barang-barang itu tetapi kami berdua tidak boleh tidak harus mengeluarkannya juga.

“Terpaksa Gak Siauw-cha menuliskan juga sesuai dengan apa yang diucapkan oleh Sang Pat itu.

“Begitu???”tanyanya kemudian.

“Masih harus ditambah lagi dengan dua patah kata,”sambung Sang Pat kemudian.

“Perkataantidak dipenuhi buku hutang sebagai bukti.

“Terpaksa Gak Siauw-cha menulis juga kedua patah itu.

“Sudah selesai,”ujarnya kemudian dengan dingin.

“Baiklah! terima kasih atas bantuan nona.

“Si Leng Bian Thiat Pit Tu Kiu pun segera menyimpan kembali buku hutang, pit serta tinta bak itu ke dalam bungkusannya semula.

“Setelah ada tulisan ini maka dikemudian hari cayhe bisa menuntut barang itu dari tangan nona,”katanya.

Dalam hati Gak Siauw-cha merasa amat kesal dia tidak perduli kedua orang itu lagi sembari menggandeng tangan Siauw Ling dengan cepatnya segera berjalan menuju kesamping sebuah batu besar dan duduk disana untuk istirahat.

Gak Siauw-cha yang masih badannya amat lemah harus melakukan pertempuran pula saat ini badannya benar-benar terasa lemas. Begitu memejamkan matanya dia segera tertidur ke dalam impian yang indah.

“Loo toa! Apakah kitapun harus berjaga-jaga disini?”tanya si Leng Bian Thiat Pit Tu Kiu kepada toakonya Sang Pat.

“Nona Gak adalah seorang pendekar wanita sejati, apa yang sudah diucapkan tidak bakal disesali lagi. Coba kau ambil keluar pil mujarab di dalam botol porselen itu untuk dibagikan kepada saudara cilik dan kedua orang kawannya itu setiap orang sebutir.

Merekapun harus menggunakan kesempatan ini untuk beristirahat”kata Sang Pat sambil tertawa.

Tu Kiu segera menyahut dan mengambil keluar sebuah botol porselen kemudian mengeluarkan tiga pil berwarna merah dan dibagikan kepada Hoo-kun serta Thio-kan.

“Kedua butir pil mujarab ini mempunyai khasiat yang luar biasa. Kau telanlah sebutir dan yang sebutir lagi berikanlah kepada kawan yang baru saja kehilangan sebuah lengan itu,”katanya.

Tanpa menanti jawaban dari Hoo-kun lagi dia sudah menyerahkan kedua butir pil mujarab tersebut kepadanya. Setelah itu baru berjalan mendekati diri Siauw Ling.

“Saudara cilik, kaupun telanlah pil mujarab ini,”ujarnya dengan dingin.

“Aku tidak mau!”jawab Siauw Ling sambil angkat kepalanya memandang sekejap ke arah pil yang ada di tangan Tu Kiu itu.

Tiga patah kata yang diucapkan baru-baru ini amat tegas dan atos sekali.

Tu Kiu jadi melengak.

“Cepat telanlah pil ini. Karena ia akan membantu menyegarkan kembali badanmu,”ujarnya.

“Tidak , aku tidak mau! Aku tidak akan menerima pemberian pilmu itu. Sekalipun diberi burung hong atau daging naga yang bisa memperpanjang usia manusiapun aku tidak mau akan menerimanya!”teriak Siauw Ling sambil gelengkan kepalanya.

Tu Kiu segera menggoyang-goyangkan pil merah yang ada ditangannya, lalu dengan tawar katanya lagi, “Bilamana saat ini kau tidak suka menerima pil ini maka dikemudian hari kau bakal merasa menyesal.

““Hmm! Sekalipun setelah ditelan usiaku bisa mencapai seratus tahunpun sama saja aku tidak mau terima cepat kau menyingkirlah dari sini.

“Tu Kiu yang berulang kali ketanggor batu dalam hati merasa keki bercampur geli juga pikirnya, “Bocah cilik ini sungguh gagah sekali nyalipun amat besar! Ehhmm… sungguh mengagumkan.

“Dia tidak mau memaksa lagi pil merah itu lalu dimasukkan kembali ke dalam sakunya dan mengundurkan diri dari sana.

Cuaca mulai menjadi gelap kembali, sang rembulan dengan memancarkan sinar keperakperakan jauh tergantung diawang-awang, puncak yang tinggi menjulang memantulkan sinar putih yang menyilaukan mata, angin dingin bertiup sepoi-sepoi menambah kesunyian yang mencekam di sekeliling tempat itu.

Setelah beristirahat cukup lama semangat dari Gak Siauw-cha pun telah pulih kembali.

Sewaktu dia membuka matanya terlihatlah Tiong Cho Siang-ku masih ada disana.

Yang satu lagi duduk bersila mengatur pernapasan sedang yang lain berdiri bersandar di atas batu. Tidak terasa lagi dalam hati pikirannya, “Mereka adalah pendekar yang disegani di dalam dunia kangouw, cuma sayang yang dipikirkan cuma keuntungan melulu sehingga banyak sudah mengikat permusuhan dengan orang-orang Bulim. Heeee harta kekayaan yang dimiliki mereka mungkin bisa menandingi kekayaan satu negara cuma sayang yaa sayang… mereka tidak mendasarkan akan sifat kependekaran!”Sang Pat yang sedari tadi memejamkan matanya untuk beristirahat mendadak membuka matanya lebar-lebar lalu tertawa terbahak-bahak.

“Haaa… haa… nona Gak! Apa kau sudah bangun?”“Hmm, kalian berdua tentu sudah lama menunggu bukan?”seru Gak Siauw-cha sambil tertawa dingin.

Dia segera jalan mendekati diri Siauw Ling terlihatlah pada saat itu dia sedang pejamkan matanya untuk mengatur pernapasan.

Hawa dingin di tengah malam benar-benar menggigilkan badan walaupun Siauw Ling sudah salurkan hawa murninya untuk melawan hawa dingin tersebut tetapi agaknya tidak berhasil juga. Tampaklah dengan badan menggigil keras dia berusaha juga untuk mnegatur pernapasan. Hal ini membuat Gak Siauw-cha yang melihatnya segera menaruh rasa kasihan.

“Adik Ling, apakah kau kedingingan?”tanyanya sambil menghela napas panjang.

Dengan perlahan Siauw Ling membuka sepasang matanya kembali dan memandang sekejap ke arah Gak Siauw-cha.

“Aku tidak takut dingin!”sahutnya.

“Haaa… haaa… soal itu tidak perlu kuatir,”ujar si Kiem Siepoa Sang Pat sambil berjalan mendekat dengan langkah lebar. “Cayhe memiliki sebuah mantel berbulu binatang yang dapat menghangatkan badan bilamana adik nona membutuhkan cayhe hadiahkan kepadanya.

““Aku tidak mau… aku tidak mau! Sekalipun mati kedinginan aku juga tidak akan memakai pakaianmu!”teriak Siauw Ling dengan ketus.

“Haaa…haa… saudara cilik ini sungguh bersemangat… sungguh bersemangat! cayhe betul-betul kagum”puji Sang Pat tersenyum.

Dengan pandangan yang amat dingin Gak Siauw-cha memandang sekejap ke arah Sang Pat lalu ujarnya, “Tiong Cho Siang-ku sudah ada puluhan tahun lamanya mengangkat nama di dalam Bulim setiap hari berdagang dan mengumpulkan harta kekayaan saja tentu hasil yang kalian peroleh amat banyak bukan!”Sebenarnya kata-kata yang diucapkan olehnya ini bernadakan sindiran tetapi didengar di dalam telinga Kiem Siepoa Sang Pat rada berbeda. Terdengar dia segera tertawa terbahak-bahak.

“Haaa… haaa… harta kekayaan yang berhasil cayhe kumpulkan sekalipun tidak bisa dibandingkan dengan satu negara tetapi kawan-kawan Bulim pada waktu ini tiada yang bisa menandingi diri kami.

“Mendengar kata-kata itu Gak Siauw-cha mengerutkan alisnya rapat-rapat.

“Hmmm! orang ini sungguh tidak tahu malu,”pikirnya dihati. “Aku sengaja mengolokolok dia sebaliknya dia malah menerima kata-kataku dengan begitu girang.

“Dia tidak mau berbicara lagi, sambil menarik tangan Siauw Ling dia menoleh sekejap ke arah Thio-kan.

“Apakah lukamu sudah sembuh??”tanyanya.

“Mengalirnya darah sudah berhenti, rasa sakitpun jauh berkurang, sekarang kita boleh melanjutkan perjalanan lagi,”jawab Thio-kan sambil meloncat bangun dan memungut kembali goloknya.

“Baiklah! kalau begitu kita segera berangkat”perintah Gak Siauw-cha kemudian.

Sambil menggandeng tangan Siauw Ling dia memimpin jalan terlebih dulu.

Hoo-kun yang menerima pemberian pil mujarab dari Tu Kiu setelah ditelan dan mengatur pernapasan semangatnyapun sudah berkobar kembali. Dalam hati pikirannya, “Kelihatan bukan saja Tiong Cho Siang-ku berhasil mengumpulkan harta kekayaan saja bahkan pil mujarabpun disimpan pula. Ehm sungguh hebat sekali pekerjaan mereka.

“Dia lantas pungut kembali senjata Pan Koan Pitnya dan mengikuti dari belakang Thiokan.

Mendadak Si Leng Bian Thiat Pit Tu Kiu menggeserkan badannya kesamping menghalangi perjalanan pergi dari Gak Siauw-cha.

“Nona Gak! Apakah kau sudah lupa akan perjanjian kita?”tanyanya.

“Bukankah kalian ingin menemui jenazah dari ibuku?”“Tidak salah! pergi mencari ibumu untuk menerima anak kunci Cing Kong Ci Yau yang sudah nona jual kepada kami.

““Hmmm! Sedikitpun aku belum lupa,”jawab Gak Siauw-cha tawar. Tubuhnya miring kesamping dan melanjutkan kembali langkahnya menuju ke depan.

“Bilamana nona Gak masih mengingat-ingat urusan itu hal tersebut jauh lebih bagus lagi,”ujar Tu Kiu dengan cemas. “Lebih baik nona suka menjelaskan kepada kami dimana jenazah ibumu berada, agar kamipun bisa membereskan perdagangan kita kali ini.

““Kaum pengejar dari perkumpulan Sin Hong Pang sebentar lagi bakal tiba menanti sesudah aku berhasil meloloskan diri dari bahaya baru aku ceritakan lagi kepada kalian.

““Haaa… haaa perkataan ini sedikitpun tidak salah”sakut Kiem Siepoa Sang Pat membenarkan. “Nona Gak adalah pemilik barang, Hey Loo jie lebih baik kita sedikit berlaku sungkan.

“Diantara suara bentakannya yang amat keras tubuhnya sudah berebut melayang keluar dulu dari sisi badan Gak Siauw-cha kemudian dengan nyaringnya dia bersuit panjang.

Terdengar beberapa kali suara gonggongan anjing, terlihatlah kedua ekor anjing berwarna hitam itu sudah berlari mendatang.

Kedua anjing-anjing itu melihat Sang Pat sembari menggoyang-goyangkan ekornya segera berdiri di samping badannya.

Dengan mengikuti dari belakang badan Sang Pat akhirnya Gak Siauw-cha sekalian berjalan keluar juga dari lembah tersebut. Setelah memperhatikan sekejap keadaan di sekeliling tempat itu mereka melanjutkan kembali perjalanannya menuju ke arah sebelah barat.

“Loo jie, kau lindungilah nona Gak sekalian, aku mau berangkat dulu ke depan untuk mencari tahu keadaan musuh,”ujar si Kiem Siepoa Sang Pat kemudian di tengah jalan.

“Asalkan berhasil menghindarkan diri dari Sin Hong Pangcu serta beberapa orang siluman tua yang paling sukar dihadapi urusan bakal menjadi beres.

““Sehari anak kunci Cing Kong Ci Yau itu tidak muncul di dalam Bulim maka Gak Siauw-cha tidak bakal berhasil meloloskan diri dari kejaran musuh. Apakah kita benarbenar mau melindungi dirinya selama hidup?”kata Tu Kiu.

“Tidak mengapa, asalkan kita berhasil meloloskan diri dari kepungan para jago-jago kelas satu maka urusan dikemudian hari mudah untuk dikerjakan.

“Ketika dia mendongak dan melihat Gak Siauw-cha serta Hoo-kun sekalian sudah berada kurang lebih sepuluh kaki jauhnya dengan cepat dia tepuk-epuk pundak Tu Kiu, tambahnya, “loo jie, cepat kau kejar mereka.

“Sehabis berkata dengan cepat bagaikan kilat dia berkelebat terlebih dahulu melewati Gak Siauw-cha sekalian.

Kedua ekor anjing hitam itupun dengan cepat mengikuti dari belakang Sang Pat. Gerakan merekapun cepat bagaikan sambaran angin bersalju.

Si Leng Bian Thiat Pit cepat-cepat memperkencang larinya mengejar diri Hoo-kun sekalian.

Gak Siauw-cha yang selama ini memandang gerak-gerik dari Tiong Cho Siang-ku dan melihat tindak tanduk mereka amat tergesa-gesa seperti lagi menghadapi musuh tangguh tidak terasa dalam hati merasa keheranan. Dia pingin sekali pada saat dan keadaan seperti ini sehingga Tiong Cho Siang-ku menderita kerugian besar.

Di bawah bokongan Gak Siauw-cha, Siauw Ling melanjutkan perjalanannya melewati dua puncak gunung, hawa dingin mulai mencekam seluruh badannya sewaktu dia menoleh ke belakang tampaklah Tu Kiu dengan topi berbulunya hampir menutupi separuh bagian wajahnya masih tetap mengikuti terus dari belakang Hoo Koe. Hal ini membuat diam-diam dia berpikir, “Walaupun orang ini memiliki wajah yang amat jelek tetapi kepandaian silatnya amat tinggi, dia ada kemungkinan sedang membantu enci Gak menahan musuh tangguh.

“Belum habis dia berpikir terdengarlah suara gonggongan anjing kembali bergema datang disusul munculnya sesosok bayangan manusia.

Dengan cepat Gak Siauw-cha menarik badan Siauw Ling ke belakang punggungnya, pedangnya dicabut keluar dan siap-siap menhadapi sesuatu.

“Eeeei nona Gak jangan salah paham”terdengar orang itu mendehem beberapa kali.

“Cayhe adalah Sang Pat?”Di tengah suara pembicaraannya itu dia sudah muncul kembali dihadapan Gak Siauwcha.

Di bawah sorotan sinar rembulan tampak di atas wajahnya yang bulat gemuk tiada hentinya menguap asap yang tebal, sekali pandang sudah diketahui kalau dia baru saja melakukan perjalanan dengan mengerahkan seluruh tenaganya.

Kedua ekor anjing hitamnyapun dengan kencang ikut munculkan dirinya belakang badan sang majikan.

Ujung bibir Gak Siauw-cha sedikit bergerak hendak mengucapkan sesuatu. Tetapi belum sampai diucapkan keluar mendadak dia menelan kembali kata-katanya, lalu dengan pandangan dingin memperhatikan Sang Pat.

Air muka si Kiem Siepoa Sang Pat walaupun niat ini sudah berubah rada tegang tetapi senyuman tetap menghiasi dibibirnya.

“Waaaduh, celaka, celaka!”ujarnya sambil melirik sekejap ke arah Gak Siauw-cha.

“Agaknya dagangan kita dengan nona Gak ini bakal menderita kerugian.

““Jagoan yang bisa dianggap Tiong Cho Siang-ku sebagai musuh tangguh tentunya bukan manusia sembarangan??”ejek Gak Siauw-cha dari samping.

“Perkataan nona sedikitpun tidak salah,”jawab Sang Pat tertawa. “Baru saja cayhe melihat munculnya dua orang jagoan Bulim yang sulit untuk dihadapi, selamanya mereka paling tidak suka berebut nama jelas kemunculannya kali ini bertujuan untuk ikut merebut anak kunci Cing Kong Ci Yau tersebut.

““Apa kalian merasa takut??”“Haaa, haaa takut?? di dalam kolong langit pada saat ini sukar sekali untuk mencari keluar beberapa jago yang ditakuti cayhe berdua, cayhe bicara demikian kesemuanya adalah demi kebaikan nona sendiri dari pada menemui satu urusan lebih baik kita menghindari saja, buat apa sengaja menjadi gebuk, betul tidak??”kata Si Kiem Siepoa Sang Pat tertawa.

“Lalu apa maksudmu??”“Maksud cayhe lebih baik jalan berputar saja untuk menghindari pertemuan dengan kedua orang tua itu.

““Kau sudah berbicara setengah harian tetapi belum menyebutkan juga siapakah mereka??”“Mereka berdua sudah mempunyai nama besar yang amat cemerlang di dalam Bulim, sekalipun nona belum pernah menemuinya ada kemungkinan pernah mendengar juga dari ibumu!”“Siapa??”Mendadak Kiem Siepoa Sang Pat berbelok ke arah Utara dan melanjutkan kembali perjalanannya.

“Sembari melakukan perjalanan kita-kita meneruskan pembicaraan kita saja!”serunya.

Ketika dia menoleh ke belakang dan melihat Gak Siauw-cha masih tetap berdiri di tempat semula tidak terus alisnya dikerutkan rapat-rapat.

“Nona Gak bilamana kau ingin meloloskan diri dari kepungan para jago tanpa kekurangan sesuatu apapun lebih baik suka bekerja sama dengan cayhe berdua,”katanya.

Sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap ke arah Siauw Ling ujarnya lagi, “Sekalipun nona tidak pikirkan keselamatan diri sendiri dan mati hidup kedu orang anak buahmu tetapi seharusnya memikirkan pula bagi keselamatan adikmu itu, bilamana sampai terjadi pertempuran sengit sulit baginya untuk menghindarkan diri.

“Beberapa perkataannya ini segera menggerakkan hati Gak Siauw-cha tanpa banyak cakap lagi sembari menggandeng tangan Siauw Ling dia melanjutkan perjalanannya menuju ke arah utara.

“Haaa, haaa, bilamana nona suka bekerja sama dengan cayhe berdua, untuk meloloskan diri dari kepungan musuh bukanlah satu urusan yang sukar”kata Sang Pat sambil tertawa.

Gak Siauw-cha yang teringat kembali akan perbuatan mereka memaksa dirinya untuk menulis perjanjian dibuku hutangnya dalam hati seperti juga api yanh kena bensin hawa amarahnya semakin berkobar.

“Hmmm! kepandaian silat kalian berdua memang sangat lihay tetapi perbuatan kalian yang rendah bukanlah satu pekerjaan yang cemerlang makanya dengan nama serta kedudukan Tiong Cho Siang-ku seharusnya setelah mendengar perkataan yang sangat menghina ini sedikit-sedikitnya akan menjadi marah, tetapi bukannya si Kiem Siepoa Sang Pat tidak jadi gusar sebaliknya malah tertawa melucu.

“Perkataan dari nona Gak sedikitpun tidak salah,”jawabnya menyengir-menyengir.

“Selamanya kami berdua paling tidak suka akan nama kosong asalkan ada keuntungan itulah kami tuju, hiii…hii… coba kau lihat harta kekayaan yang sudah aku kumpulkan sebegitu banyaknya sehingga sukar dihitung mau apa kita bisa punya apa bukankah hal ini menyenangkan sekali?”“Hmmm! Apa gunanya emas intan dan harta kekayaan itu? Setelah mati tidak bakal dibawa serta dalam peti mati!”Kiem Siepoa Sang Pat agak melengak mendengar perkataan itu, ujarnya kemudian, “Setiap manusia ada kesenangan yang berbeda, tidak perduli orang lain menganggap emas intan bagaikan kotoran manusia tetapi cayhe merasa amat senang sekali dengan barang-barang itu sehingga selamanya tiada bosan-bosannya.

“Dia dongakan kepalanya lantas tertawa terbahak-bahak.

“Oooh… hampir saja cayhe lupa memberi tahukan nama dari kedua orang jagoan yang sukar dilayani itu,”katanya kemudian.

Walaupun di dalam hati Gak Siauw-cha tidak ingin berbicara dengan kedua orang yang dianggapnya manusia-manusia laknat ini, tetapi rasa ingin tahu dihatinya membuat dia orang tanpa terasa lagi sudah mengajukan pertanyaan.

“Siapakah orang itu??”“Ada kemungkinan mereka berdua merupakan jago yang paling dikagumi oleh nona,”jawab Sang Pat sambil tertawa. “Mereka suka berkelana di dalam Bulim dan sering menolong yan g lemah menindas yang kuat, memandang harta bagaikan kotoran akan bilamana dibandingkan dengan kami kaum pedagang jauh berbeda sekali.

““Hmmm! bilamana kau niat berbicara katakanlah terus terang, bilamana tidak suka bicara yaa sudalah buat apa sengaja berputar-putar membuat hati orang merasa kesal!”tegur Gak Siauw-cha dengan nada yang dingin.

Walaupun kegemaran dari Kiem Siepoa Sang Pat cuma mencari keuntungan saja, tetapi jadi orang amat sabar sekali walaupun Gak Siauw-cha sudah menyindir atau mengolokolok dirinya dengan cara apapun tetap tidak berhasil membuat dia lemah.

Tampak dia kembali tertawa, sahutnya, “Apakah nona pernah mendengar akan nama Ciu Ceng atau si pendeta pemabok serta Fan Kay atau si pengemis kelaparan dua orang??”Mendengar disebutnya nama-nama itu dalam hati Gak Siauw-cha merasa rada berdebar, pikirnya, Jilid 7 “Si pendeta pemabok dan si pengemis kelaparan merupakan enghiong loohan yang memiliki nama cemerlang di Bulim, apakah merekapun ikut datang memperebutkan anak kunci Cing Kong Ci yau tersebut?”Berpikir akan hal ini lantas jawabnya, “Pernah aku dengar namanya, cuma saja tidak tahu bagaimana macam manusianya.

“Siauw Ling yang mendengar disebutnya nama-nama itu dalam hatipun merasa keheranan.

“Kenapa mereka memilih nama sebagai si pengemis kelaparan dan pendeta pemabok?”selanya. “Pendeta itu adalah seorang hweesio,”ujar Sang Pat memberikan keterangan.

“Walaupun dia merupakan seorang yang beribadat tetapi selamanya tidak pernah berpantang arak maupun daging bahkan kekuatan minum araknya sangat luar biasa lihaynya. Bukan saja seribu cawan tidak mabok bahkan boleh dikata tiada tandingannya, pernah pada masa yang lalu di atas loteng Qai Hok Loo dia mengadakan pertandingan minum dengan orang lain, akhirnya setelah bertanding selama tiga hari tiga malam lamanya seluruh peserta sudah pada mabok dia masih tenang-tenang saja, karena hal itulah dia diberi gelar sebagai si pendeta pemabok!”“Oooohh kiranya begitu, si pendeta pemabok pandai minum arak tentunya si pengemis kelaparan itu pandai makan nasi bukan?”ujar Siauw Ling.

“Dugaan dari langkah cilik sedikitpun tidak salah, kekuatan makan dari si pengemis kelaparan itu memang amat dahsyat sekali, selamanya dia tidak pernah makan kenyang.

““Wooouw…! Sekali makan sepuluh liter beras apakah perutnya tidak meledak?”teriak Siauw Ling sambil menjulurkan lidahnya.

“Orang-orang Bulim memberi gelar kepadanya sebara si pengemis kelaparan sudah tentu gelar itu bukannya diberikan percuma saja bilamana dia tidak dapat makan sepuluh liter nasi mana mungkin ada orang yang kasih gelar pengemis kelaparan kepadanya?”“Bagaimana kepandaian silat dari si pendeta pemabok serta si pengemis kelaparan?”“Lihay sekali…”“Jikalau dibandingkan dengan enci Gak ku?”“Jauh lebih lihay lagi.

“Mendadak Siauw Ling mengerutkan alisnya rapat-rapat.

“Mereka jauh-jauh datang ke atas gunung yang tertutup oleh salju ini tentunya bermaksud seperti kalian berdua, hendak merebut anak kunci Cing Kong Ci Yau dari enci Gak ku bukan begitu??”tanyanya.

“Gerak-gerik dari dua orang ini sukar sekali untuk diduga,”ujar Sang Pat sambil tertawa.

“Apakah maksud sebenarnya cayhe tidak berani memastikan, tetapi semoga saja mereka bukan bermaksud begitu!”“Kenapa?”tanya Siauw Ling lagi keheranan.

Agaknya Kiem Siepoa sudah merasa cocok dengan diri Siauw Ling, setiap pertanyaannya pasti dijawab.

Mendengar pertanyaan itu dia lantas tertawa terbahak-bahak.

“Karena anak kunci Cing Kong Ci Yau tersebut sudah dijual oleh enci Gak mu kepada cayhe.

“Gak Siauw-cha tiba-tiba tertaw dingin, tangan kanannya mengerahkan tenaga dengan menyeret badan Siauw Ling dia melanjutkan perjalanan dengan cepat.

Kiem Siepoa Sang Pat yang melihat dia melanjutkan perjalanan dengan cepat diapun segera mempercepat gerakannya dan merebut ke depan mereka.

“Cayhe akan memimpin jalan buat nona,”ujarnya. Thio-kan yang lengannya belum lama berselang terbacok putus kini harus melakukan perjalanan pula dan dengan cepat membuat mulut lukanya kembali pecah, darah segar mengucur keras membasahi permukaan salju.

Walaupun dia berusaha untuk bertahan tetapi bagaimanapun manusia yang terbuat dari daging tidak kuat untuk bertahan lama. Dia segera merasakan kepalanya pening matanya berkunang-kunang lalu rubuh tercengang ke atas tanah.

Hoo-kun yang mengikuti dari belakang tubuh Thio-kan badannyapun sudah menderita luka-luka ringan, setelah melakukan perjalanan cepat kini badannya mulai lelah napasnyapun ngos-ngosan sewaktu melihat Thio-kan rubuh ke atas tanah dia tidak sempat untuk menolong lagi.

Terasa tergulung angin manyambar dari samping badannya, si Leng Bian Thiat Pit Tu Kiu yang selama ini ada di belakang sudah meloncat ke depan menyambar tubuh Thiokan yang hendak roboh itu. Tangannya dengan gesit menotok dua buah jalan darahnya untuk menghentikan mengalirnya darah.

Setelah itu dari dalam sakunya dia mengambil keluar seperti pil dan dijejalkan ke dalam mulut Thio-kan.

“Cepat telan!”katanya.

“Tidak perduli lagi Thio-kan sudah menelan pil itu atau belum sambil menggendong badannya dia melanjutkan kembali perjalanan ke arah depan.

“Ada urusan apa?”mendadak Gak Siauw-cha menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.

“Mulut lukanya pecah kembali sedang orangnya sudah jatuh tidak sadarkan diri,”jawab Tu Kiu dengan dingin. “Tetapi sekarang sudah tidak mengapa cayhe akan menggendong dirinya untuk melanjutkan perjalanan kembali.

““Hmmm! kalian berbuat demikian tidak lebih ingin cepat-cepat meloloskan diri dari kepungan kemudian paksa aku untuk menyerahkan anak kunci Cing Kong Ci Yau itu kepadamu,”pikir Gak Siauw-cha dihati.

Karenanya dia tidak mengucapkan kata-kata terima kasih lagi, sambil putar badan kembali melanjutkan perjalanan ke depan.

Jalan gunung berbelok-belok setelah melakukan perjalanan selama satu malaman akhirnya cuacapun mulai terang tanah kembali.

Tiba-tiba terdengar suara gonggongan anjing memecahkan kesunyian dipagi hari itu disusul suara bentakan yang amat keras bergema mendatang.

“Dasar binatang! mentang-mentang aku seorang pengemis tua lalu kaupun mau menganiaya aku pula?”“Aduh celaka ada setan!”teriak Kiem Siepoa Sang Pat tiba-tiba dengan kagetnya. “Putar sana putar sini kenapa terus menerus bertemu juga dengan si pengemis tua itu?”Cepat-cepat dia menghentikan larinya.

Terlihatlah diperempat jalan lembah gunung itu sebuah kuil kecil, di depan kuil di bawah pohon siong besar duduk seorang kakek tua memakai pakaian butut dengan dihadapannya terletak sebuah kuil besar.

Di samping pengemis tua itu terlentang sebuah tongkat kayu dengan dua ekor anjing hitam berdiri kurang lebih emapt lima depa dihadapan pengemis tersebut, gayanya siap mau menubruk ke depan.

Sang Pat terburu-buru bersuit nyaring memanggil kembali kedua ekor anjing hitamnya.

“Shen Heng, selamat bertemu! Selamat bertemu!”sembari merangkap tangannya menjura.

Dengan perlahan kakek tua berpakaian butut itu menoleh dan memandang sekejap ke arah diri Sang Pat.

“Sang heng! Semakin lama kelihatannya kau orang semakin kaya. Daganganmu semakin makmur haa… haa…”katanya kesel.

“Haaa… haa… haa terima kasih, terima kasih untung besar untuk menutupi kerugian kecil ha… haa… bolehlah dikata lumayan!”“Kedua ekor binatang buruk ini apakah binatang peliharaan dari Sang heng”tanya si kakek tua berpakaian butut itu lagi sambil melirik sekejap ke arah kedua ekor anjing hitam itu.

“Aaah benar, benar! Sewaktu cayhe mengadakan perdagangan di daerah Si Le, bukannya memperoleh keuntungan yang menyenangkan sebaliknya memperoleh dua ekor anak macan itu…”“Aaai anak macan?? terlalu muluk! katakan saja dua ekor anjing!”seru si kakek tua berpakaian butut itu kesal. “Sang heng adalah seorang kaya, hanya tidak kusangka anjungmupun ikut-ikutan jadi kaya. Melihat aku si pengemis tua jadi begitu galak.

Sepertinya tidak leluasa melihat aku ada disini.

““Haa… haa… binatang tak berakal buat apa Shen heng marah-marah. Bagaimana kalau cayhe mintakan maaf buat mereka?”kata Sang Pat tertawa.

Selesai berkata dia lantas merangkap tangannya memberi hormat.

Sinar mata si pengemis tua itu segera mulai dialihkan ke atas tubuh Gak Siauw-cha. Lalu secara tiba-tiba berseru, “Aduh payah-payah! kenapa dagangan dari Sang heng semakin lama semakin mujur?? Sampai manusiapun kau dagangkan??”Dalam hati Gak Siauw-cha benar-benar merasa mendongkol mendengar perkataan itu, tetapi ketika dilihatnya Sang Pat yang memiliki ilmu silat tidak berani berbuat kurang ajar, dia menduga orang itu tentulah merupakan seorang jagoan yang sangat terkenal, bahkan ada kemungkinan adalah si pengemis kelaparan yang sangat lihay itu.

Karenanya dengan paksaan diri dia bersabar.

“Perkataan dari Shen heng terlalu berat”terdengar Sang Pat sudah berbicara lagi sambil tertawa terbahak-bahak. “Nona ini adalah majikan pemilik barang dagangan kami.

“Mendadak sipit besi berwajah dingin Tu Kiu meletakkan Thio-kan yang digendongnya ke atas tanah, lalu dengan langkah lebar berjalan maju ke depan.

“Maaf kami sebagai kaum pedagang lagi banyak urusan sehingga tidak ada waktu untuk banyak berbicara dengan Shen heng, lain waktu bilamana ada jodoh kita bertemu kembali, selamat tinggal”serunya.

“Haaa… haaaa…”mendadak pengemis itu tertawa tergelak dengan amat kerasnya.

“Ternyata Loo jie jauh lebih berangasan dari Loo tea.

““Apakah Shen heng punya maksud untuk mencari gara-gara dengan kami bersaudara?”sambung Tu Kiu dengan dingin.

“Tidak berani… tidak berani!”jawab si pengemis tua sambil tertawa. “Selama beberapa tahun ini nasib aku si pengemis tua lagi tidak mujur untuk makan tiga kali seharipun susah, sekarang kebetulan aku orang sudah bertemu dengan kalian yang memiliki kekayaan setinggi gunung, harap mengingat persahabatan kita dahulu kalian suka membagi sedikit sisa nasi kepadaku.

““Heee… heee… kalau Shen heng memangnya bermaksud untuk mencari gara-gara dengan kami dua saudara, silahkan turun tangan memberi petunjuk”seru Tu Kiu lagi sambil tertawa dingin.

Si pengemis tua itu segera menyambar kuali besar yang ada dihadapannya dan mencomoti nasi yang ada di dalam kuali untuk dijejalkan ke dalam mulutnya sendiri, ujarnya sambil tertawa, “Ada pepatah mengatakan, orang miskin akan berkelahi dengan orang kaya, kalian dua bersaudara adalah orang kaya yang memiliki harta setinggi gunung sebaliknya aku si pengemis tua tidak punya apa-apa, bilamana harus berkelahi bukankah aku si pengemis tua pasti akan menderita kalah???”“Permainan Shen heng lebih baik ditarik sampai sekian saja,”sambung Sang Pat dengan cepat.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar