Rahasia Istana Terlarang Jilid 37

JILID 37

Phoa Liong berpaling memandang sekejap kearah Siauw Ling, kemudian dengan kencang mengikuti dibelakang tubuh It Boen Han Too menuju keluar.

“Toako!” Pek li Peng segera berbisik dengan ilmu menyampaikan suara. “Rupanya mereka semua menaruh rasa jeri terhadap dirimu, dan mengharapkan orang yang datang janganlah kau. Bila mereka tahu kau Siauw Ling pada saat ini sudah berada disisi tubuh mereka, niscaya mereka akan ketakutan setengah mati hingga sukmapun terasa melayang meninggalkan raganya.”

Sementara itu Siauw Ling sedang merasa risau dan cemas bila orang yang datang adalah sepasang pedagang dari Tiong Chiu, seandainya mereka tertawan maka terpaksa ia harus turun tangan membantu, dalam keadaan begitu bukankah semua rencana baiknya akan berantakan?”

Mendengar ucapan dari Pek li Peng barusan, hatinya segera bergerak, ia mendapat akal untuk mengatasi masalah tersebut, seandainya keadaan terdesak asal salah seorang saja diantara mereka yang turun tangan, bukankah urusan jadi beres?

Dalam hati ia berpikir demikian, diluar peringatnya, “Peng jie, It Boen Han Too adalah seorang jago kawakan yang sangat berpengalaman perasaannya was-wasnya amat tinggi, kau jangan terlalu gegabah sehingga rahasia kita ketahuan.”

Sementara masih berbicara, mereka sudah keluar dari ladang ilalang setinggi dada itu.

Mendadak It Boen Han Too menghentikan langkah kakinya dan pasang telinga memperhatikan sesuatu dengan seksama, kemudian sambil memandang kearah Phoa Liong tanyanya, “Suitan tanda bahaya telah sirap, bagaimanakah situasinya?”

“Mungkin musuh tangguh telah berhasil ditaklukan!”

“Waaah, kalau begitu lembah terpencil ini sudah tak bisa dikatakan rahasia lagi letaknya!”

“Selama banyak tahun belum pernah terjadi peristiwa semacam ini, sungguh tak nyana selama beberapa kali ini selalu terjadi peristiwa….” rupanya dia tahu bahwa dirinya sudah terlanjur bicara, buru-buru mulutnya membungkam.

Tetapi It Boen Han Too telah menyambung dengan cepat, “Kenapa? apakah ada orang yang berhasil menyelundup masuk kedalam lembah ini.”

Siauw Ling yang mendengarkan pembicaraan itu hatinya jadi tegang, diam-diam hawa murninya dihimpun kedalam telapak dan siap melakukan penyerangan, asal Phoa Liong terdesak dan mengutarakan asal usulnya, terpaksa ia akan menggunakan gerakan yang tercepat untuk menaklukan mereka berdua.

Terdengar Phoa Liong berkata, “Kemarin malam ketika kentongan kedua tengah malam telah tiba, ada dua orang menyusuk kedalam lembah kita, tapi sejak mereka masuk kedalam lembah jejaknya berhasil kami awasi terus, dalam suatu kesempatan yang tak terduga mereka berhasil kami pukul mundur menemui ajalnya!”

“Siapakah orang itu?”

“Dua orang penyamus kangouw yang tidak diketahui namanya!”

“Asal yang datang bukanlah Siauw Ling, rasanya tidak sulit untuk menghadapi mereka-mereka itu.”

Bibir Phoa Liong nampak bergerak seperti mau menanyakan sesuatu, tetapi setelah perkataannya meluncur dari ujung bibirnya mendadak ia teringat kembali akan kedudukannya dan membatalkannya niat tersebut.

“Apakah kau hendak menanyakan sesuatu?” tanya It Boen Han Too.

“Entah leluasa tidak bagiku untuk mengajukan pertanyaan?”

“Tiada halangan, katakanlah!”

“Kalau didengar dari nada suara It Boen siansong. Lagaknya manusia yang bernama Siauw Ling itu adalah seorang jagoan yang amat sulit ditaklukan?”

It Boen Han Too tersenyum.

“Bukan saja sukar ditaklukan bahkan dia adalah seorang manusia yang sangat lihay. Coba bayangkan Shen Toa cungcu kalian adalah seorang enghiong macam apa? tetapi setiap kali berjumpa dengan Siauw Ling tanpa terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri. Kekuasaan serta kantong cabang-cabang yang didirikan pihak perkampungan Pek Hoa San cung didalam dunia persilatan sebagaian besar sudah hancur berantakan diatangan orang she Siauw itu. Bahkan dewasa ini para enghiong hoohan dari pelbagai penjuru berani secara terang-terangan memusuhi perkampungan Pek Hoa San cung, sebagian besar adalah terpengaruh oleh penggerakan dari Siauw Ling ini. Sekarang dia sudah diangkat sebagai pemimpin tertinggi dari kaum Bulim yang menentang kekuasaan perkampungan Pek Hoa San cung.”

“It Boen sianseng, pernahkah kau bertemu dengan manusia yang bernama Siauw Ling itu?”

“Tentu saja pernah!”

“It Boen sianseng, dapatkah kau lukiskan bagaimanakah raut wajah dari Siauw Ling sehingga dikemudian hari bila aku sampai berjumpa dengan dirinya bisa bertindak lebih hati-hati?”

“Bila kuucapkan keluar, kau belum tentu percaya….” sahut It Boen Han Too setelah merandek sejenak sambungnya, “Bukan kau saja sekalipun cayhe sendiri. Apabila bukan menyaksikan dengan mata kepala sendiri cayhe tak nanti akan mempercayai perkataan orang lain.”

“Kenapa? cayhe percaya It Boen sianseng tak akan membohongi diriku, apa yang sianseng ucapkan tentu saja aku mempercayai seratus persen.”

“Baik! kitapun tak usah terburu-buru pulang.”

Sambil meletakkan petinya ia duduk diatas lantai lalu sambungnya, “Tahun ini Siauw Ling baru berusia dua puluh tahunan, tetapi kelihayan ilmu silatnya luar biasa sekali sehingga Shen Toa cungcu sendiripun dibikin pusing kepala oleh perbuatannya….”

“Aaaah, tidak mungkin!”

Air muka It Boen Han Too berubah jadi membesi, sahutnya, “Kalau kejadian itu adalah suatu kejadian yang mungkin terjadi, tidak akan kukatakan sebagai suatu keajaiban.”

“Perkataan sianseng memang benar!” buru-buru Phoa Liong menjura.

“Dua tahun berselang, didalam dunia persilatan telah muncul Siauw Ling yang pertama, ilmu pedangnya sangat tinggi dan kecepatan geraknya boleh dibilang menyerupai sambaran kilat. Banyak jago Bulim yang bertempur melawan dirinya sebelum sempat mencabut senjata, mereka sudah mati termakan oleh ujung pedangnya. Oleh sebab itu nama besarnya dengan cepat menanjak….”

Sinar matanya menyapu sekejap kearah Phoa Liong yang mendengarkan dengan penuh perhatian itu, kemudian terusnya, “Tetapi setahun berselang, didalam dunia persilatan telah muncul Siauw Ling kedua, kelihayan ilmu silatnya yang dimiliki orang ini jauh lebih dahsyat berkali-kali lipat kepandaian silat Siauw Ling yang pertama.”

“Oooh, benarkah terjadi peristiwa semacam ini?” seru Phoa Liong. “Diantara kedua orang ini tentu ada seorang yang palsu, mungkin orang yang muncul belakangan itu hendak meminjam nama besar orang yang pertama untuk meningkatkan gengsinya.”

“Kalau memang itu masih mendingan, Siauw Ling yang munculkan dirinya untuk pertama kali itu meskipun memiliki ilmu pedang yang sangat lihay tetapi masih belum mampu untuk menandingi kedahsyatan dari Shen Bok Hong lagipula diapun tiada maksud untuk memusuhi perkampungan Pek Hoa San cung, tetapi Siauw Ling yang muncul belakangan itu jauh berbeda sekali, bukan saja ilmu pedangnya sangat dahsyat bahkan ilmu silat yang dimilikinya beraneka ragam, baik ilmu pukulan, ilmu meringankan tubuh, ilmu senjata rahasia serta ilmu jari semuanya merupakan kepandaian sakti yang maha ampuh, yang aneh lagi mula-mulanya ia bersahabat dengan pihak perkampungan Pek Hoa san cung, bahkan telah diangkat menjadi Sam cungcu dari perkampungan itu. Namun dengan cepatnya ia telah berubah pula jadi musuh bebuyutan dari Pek Hoa San cung. Kawanan jago kangouw yang dikumpulkan Shen Toa cungcu didalam barisan pengawal berbaju hitam serta cap Pwee Kim Kong bukan saja tidak berhasil membelenggu dirinya malahan justru kena dipukul kocar kacir. Dalam jangka waktu setengah tahun yang singkat, nama besar perkampungan Pek Hoa San cung mengalami kemerosotan yang hebat. Dan disebabkan karena kemunculan Siauw Ling inilah memancing bangkitnya gerakan perlawanan terhadap kekuasaan perkampungan Pek Hoa San cung.”

“Betulkan ia sedemikian lihaynya?” Phoa Liong masih saja merasa sangal.

It Boen Han Too tersenyum.

“Seandainya tidak demikian lihay, kenapa Shen Toa cungcu buru-buru hendak membuka istana terlarang, dan membawa cayhe datang ketempat yang terpencil ini untuk membantu usahanya.”

“Sianseng, sudah setengah harian kau bercerita namun belum kau lukiskan raut wajah serta potongan badan dari Siauw Ling.”

Sekali lagi It Boen Han Too tertawa-tawa.

“Usianya masih sangat muda, tampangnya ganteng dan badannya kekar, kalau dibicarakan tentang raut wajahnya dia adalah pujaan kaum wanita, bagi siapapun yang tidak mengenali dirinya tak nanti akan percaya kalau pemuda tampan seperti dia sebenarnya adalah seorang jago kangouw yang amat tersohor dan memiliki kepandaian silat yang amat lihay.”

Mendengar sampai disitu Phoa Liong sudah tak dapat membendung debaran jantungnya yang semakin menghebat, tanpa sadar melirik sekejap kearah Siauw Ling.

Pek li Peng yang mendengar orang itu memuji kehebatan Siauw Ling, dalam hati merasa amat girang hingga tanpa sadar ia tersenyum manis.

Untung It Boen Han Too tidak menaruh perhatian kepadanya, dengan cepat gadis itu menyadari akan kecerobohannya dan segera tutup mulut.

Terdengar It Boen Han Too berkata lagi, “Phoa heng, tentang persoalan ini kau boleh tanyakan sendiri kepada Cioe Jie cungcu, apa yang ia katakan tentu tidak jauh berbeda dengan apa yang kuutarakan.”

“Sianseng suka memberi keterangan kepada cayhe, aku orang she Phoa merasa amat bangga sekali.”

“Aaah, kau tak usah berlagak sungkan, sendiri tadi aku telah menganggap Phoa heng sebagai seorang sahabat.”

“Sungguh licik hati orang ini” pikir Siauw Ling dengan hati bergerak. “Rupanya kisah cerita yang dia utarakan selama ini sebetulnya bukan tiada maksud tertentu.”

Dalam pada itu Phoa Liong telah menjura dan berkata, “Aku orang she Phoa mana berani menerima penghormatan yang demikian tinggi dari sianseng!”

“Haaah…. haaah…. ucapan terlalu berlebihan, apa salahnya kalau kita duduk sederajat dan bicara dalam setingkat….” ia merandek sejenak kemudian tambahnya. “Siauwtepu ada satu persoalan ingin minta petunjuk dari Phoa heng.”

“Asal cayhe tahu pasti akan kuutarakan keluar!”

“Bagus sekali! mengenai persoalan istana terlarang sampai sejauh manakah yang Phoa heng ketahui?”

“Tentang soal ini?” Phoa Liong termenung berpikir sebentar.:”Shen Toa cungcu belum pernah membicarakan hal itu dengan cayhe.”

“Maksudku selama beberapa tahun Phoa heng berdiam didalam lembah ini, entah penemuan apa saja yang berhasil kau ketahui.”

“Tentang masalah itu sih memang ada berapa hal yang aneh!”

“Silahkan Phoa heng utarakan keluar, siauwte akan mendengarkan dengan seksama.”

“Kurang lebih satu tahun berselang, cayhe sekalian berhasil menemukan sebilah pedang pendek yang antik sekali bentuknya didalam sebuah gua kecil….”

“Sekarang pedang pendek itu berada dimana?” sela It Boen Han Too cepat.

“Telah diambil oleh Shen Toa cungcu!”

“Baiklah! kau boleh katakan saja bentuk dari pedang pendek itu” akhirnya dengan perasaan apa boleh buat ia berkata.

Phoa Liong pejamkan mata dan berpikir, agaknya ia sedang mengumpulkan segenap ingatannya untuk mengingat-ingat bentuk pedang pendek itu.

Lama sekali ia baru membuka matanya kembali sambil berkata, “Kejadian itu telah terjadi satu tahun berselang, cayhe sudah tak begitu ingat. Tapi yang pasti pedang pendek itu panjangnya kurang lebih satu depa dua coen, lebarnya sebatas tiga jari, sarung pedang itu berwarna ungu tua dan entah terbuat dari bahan apa, terasa keras dan kuat.”

“Sarung pedang berwarna ungu…. diantara pedang kenamaan dalam kolong langit….” gumam It Boen Han Too seorang diri. Mendadak ia angkat kepala dan memandang sekejap kearah Phoa Liong, tanyanya lebih jauh, “Bagaimanakah bentuknya pedang didalam sarung itu?”

“cayhe hanya sempat melihat pedang pendek itu beserta sarungnya, bagaimanakah bentuk pedang itu aku tidak begitu jelas.”

“Oooh, jadi sewaktu kalian menemukan pedang itu kebetulan Shen Toa cungcu berada disamping kalian, maka sebelum pedang itu sempat diloloskan diambil oleh Shen Toa cungcu?”

“Tidak, bukan begitu” sahut Phoa Liong sambil menggelengkan kepalanya. “Sepuluh hari setelah kami sekalian menemukan pedang pendek berwarna ungu itu, Toa cungcu baru tiba disini.”

“Dalam jangka waktu sepuluh hari, mata Phoa heng tidak mencabut pedang itu untuk dilihat bentuknya? kesabaranmu benar-benar mengagumkan sekali….” jengek It Boen Han Too sambil tertawa.

“Bukannya cayhe mempunyai kesabaran setebal itu, sebaliknya pedang itu telah menempel dengan sarungnya dengan kencang, dan cayhe tidak berhasil untuk meloloskannya keluar.”

“Apakah pada gagang pedang terdapat tombol rahasianya?”

“Cayhe telah melakukan pemeriksaan dengan seksama, seluruh pedang itu tak ada yang lolos dari pengamatan tapi kami belum berhasil juga menemukan tombol rahasia untuk membuka pedang itu, seolah-olah pedang tadi memang dilebur jadi satu dengan sarungnya.”

“Aaah, mungkin hanya selembar lempangan Leng pay baja yang berwarna ungu! dari mana Phoa heng bisa merasa begitu yakin kalau benda itu adalah sebilah pedang pendek?”

“Dengan andalkan pengalaman serta pengetahuanku selama puluhan tahun, cayhe yakin bahwa benda itu adalah sebilah pedang pendek.”

“Dari mana kau bisa tahu?”

“Ukuran lebar gagang pedang dengan tubuh pedang itu terpaut hanya sedikit, warna pelindung tangan diatas gagang dengan tubuh pedang sama sekali berbeda jauh. Karena itu cayhe yakin bahwa benda itu adalah sebilah pedang pendek.”

“Apa anehnya sih sebilah pedang pendek?” pikir Siauw Ling dengan keheranan. “Mengapa It Boen Han Too menanyakan dengan begitu jelas dan telit?”

Terdengar It Boen Han Too telah berkata, “Phoa heng apakah kau pernah menemukan sesuatu diatas sarung pedang itu? misalnya tulisan atau guratan-guratan gambar?”

“Aaah! jika kau tidak mengatakan begitu hampir saja cayhe tak ingat, diatas sarung pedang itu memang terdapat lukisan yang mirip naga tapi bukan naga, pengetahuan cayhe terlalu cetek maka tak kuketahui lambang apakah gambar tersebut?”

“Sekilas perasaan kaget dan tercengang terlintas diatas wajah It Boen Han Too, segera serunya, “Diantara lukisan naga tidak menyerupai naga itu apakah ada lukisan manusia….?”

Rupanya ia tahu Phoa Liong tidak bisa menangkap artinya, segera sambungnya lebih jauh, “Maksudku lukisan raut wajah seseorang yang aneh.”

Phoa Liong termenung sebentar lalu mengangguk.

“Benar, agaknya menyerupai lukisan batok kepala manusia….”

“Aaaaah, sayang…. sayang….”

“Apa yang sayang?”

Rupanya It Boen Han Too menyadari akan kehilafannya mengucapkan kata tersebut, buru-buru sambungnya, “Setelah mendengar dari mulut Phoa heng bahwa benda itu adalah sebilah pedang bagus, cayhe jadi merasa sayang karena tak dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri.”

Ia merandek sejenak, kemudian tanyanya lagi, “Setelah menyaksikan pedang pendek itu apayang dikatakan oleh Shen Toa cungcu?”

“Setelah dipermainkan sebentar, ia masukkan pedang itu didalam sakunya….”

It Boen Han Too tidak bertanya lebih jauh, sinar matanya segera menyapu sekejap sekeliling tempat itu lalu ujarnya, “Sudah begini lama aku tak mendengar suara suitan tanda bahaya lagi, mungkin orang yang berhasil masuk kedalam ini telah dilukai….?”

“Belum!” sahut Phoa Liong sambil menggeleng.

Waktu itu It Boen Han Too telah bangkit dan siap berlalu, mendengar jawaban tersebut ia segera berhenti.

“Dari mana Phoa heng bisa tahu kalau orang itu belum berhasil dibekuk….?” tanyanya.

“Dalam lembah kami ini sudah ditentukan pelbagai kode yang mengartikan sesuatu. Andaikata ornag itu telah berhasil ditawan atau dibunuh tanda kode tertentu akan segera disiarkan daripada orang yang ada didalam lembah masih melakukan pencarian kesana kemari.”

“Lalu bagaimana keadaan situasinya pada saat ini?”

“Walaupun jejak musuh berhasil ketahuan tapi mereka berhasil meloloskan diri, sekarang masih dilakukan pencarian secara besar-besaran.”

“Lembah bukit ini walaupun panjang, tapi menurut apa yang cayhe lihat sewaktu masuk kesini situasinya tidak terlalu rumit dan sukar, kenapa sampai sekarang jejak lawan belum berhasil ditemukan juga?”

“Bagaimanapun ilmu silat yang dimiliki pihak lawan tak nanti mereka berhasil meloloskan diri dari penggeledahan kami yang bakal disiarkan.”

Mendadak It Boen Han Too berpaling memandang sekejap kearah Siauw Ling serta Pek li Peng, kemudian katanya, “Seandainya pihak musuh menyusupkan diri diantara kawanan pekerja, bukan jejak mereka jadi amat sulit untuk ditemukan?”

“Sungguh lihay orang ini” batin Siauw Ling dengan terperanjat. “Kemudian hari aku musti bersikap lebih hati-hati lagi menghampiri dirinya….”

Rupanya Phoa Liong pun ikut merasa tidak tenang hati karena perkataan itu, ia segera mendehem dan menyela, “Bagaimana kalau kita lihat-lihat keadaan sana bilamana perlu, kitapun bisa membantu mereka untuk menemukan jejak orang yang memasuki lembah bukit ini.”

Dalam hati sebenarnya It Boen Han Too tiada maksud untuk membantu mereka guna mencari jejak musuh tangguh yang menyusup masuk kedalam lembah, tetapi setelah Phoa Liong berkata begitu tentu saja ia tak pantas untuk menampik. Terpaksa sambil mengangkat petinya ia menjawab, “Perkataan Phoa heng sedikitpun tidak salah!” dengan langkah lebar ia berlalu lebih dahulu.

“Cayhe akan membawa jalan buat sianseng!” buru-buru Phoa Liong berebut maju kedepan.

Siauw Ling yang berada dibelakangpun tidak mempercepat langkahnya menyusul kebelakang Pek li Peng, katanya dengan ilmu menyampaikan suara, “Peng jie entah siapa yang telah memasuki lembah ini, bilamana sampai ditemukan oleh kita, kau harus menahan diri dan jangan berteriak.”

Sambil menoleh Pek li Peng tersenyum lalu mengangguk, langkahnya segera dipercepat.

Baru saja mereka berjalan sejauh enam tujuh tombak, tiba-tiba dari tempat kejauhan berkumandang datang suara benturan besi yang nyaring sebanyak tiga kali.

“Apa maksud rahasia itu?” It Boen Han Too segera bertanya dengan alis berkerut.

“Tanda yang mengartikan bahwa situasi agak menegang, musuh yang datang sangat lihay bahkan telah melukai anggota kita, kini sudah ada tiga orang yang terluka atau binasa.”

“Dentingan benda tajam itu berasal dari daerah sekitar sini, apakah itu berarti bahwa korban yang terluka atau mati itu berada disekitar sini….?”

“Tidak salah, berada pada jarak dua puluh tombak!” sambil berkata badannya telah berkelebat kearah depan.

Setelah membelok pada sebuah tikungan, tampaklah tiga orang pria berbaju hitam dengan senjata terhunus sedang mengelilingi tiga sosok mayat yang menggeletak diatas tanah.

Phoa Liong serta It Boen Han Too segera mempercepat langkahnya mendekati tempat kejadian.

Siauw Ling tak berani mendekati terlalu kedepan, ia berhenti pada jarak tujuh delapan depa jauhnya dan berusaha mencari tahu letak luka ketiga orang itu dengan ketajaman matanya.

Siapa tahu It Boen Han Too menutupi pemandangan dihadapannya, membuat si anak muda itu tak berhasil memeriksa luka ketiga sosok mayat itu.

“Apakah jejak musuh telah ketahuan?” tanya pemilik pesanggrahan Sian Kie Soe Loo itu.

Salah seorang diantara ketiga pria berbaju hitam itu sgeera menjura dan menyahut, “Ketika mereka masuk kedalam lembah ini jejaknya telah diketahui penjaga kita, tanda bahaya segera dibunyikan dan pengajaran dilakukan, siapa tahu jejak musuh tiba-tiba lenyap tak berbekas. Mungkin jejak mereka berhasil diketahui oleh ketiga orang saudara ini, maka segera mereka turun tangan berat untuk membinasakan mereka.”

It Boen Han Too segera berjongkok untuk memeriksa mulut luka ketiga sosok mayat itu, kemudian katanya, “Dua orang terluka diujung senjata rahasia, sedang yang lain terluka dibawah pukulan berat….”

Sinar matanya dialihkan kearah pria berbaju hitam yang memberi jawaban tadi, sambungnya, “Apakah kau berhasil menyaksikan raut wajah pihak lawan?”

“Ketika mendengar tanda bahaya cayhe segera datang kemari. Tapi sayang agak terlambat” sahut pria itu dengan wajah tersipu-sipu, “Yang kami saksikan hanyalah dua sosok bayangan manusia belaka. Raut wajah mereka tak terlihat.”

“Dimanakah Cioe Jie cungcu?”

“Dengan membawa ketiga orang mandor telah melakukan perjalanan kearah berlalunya pihak musuh.”

It Boen Han Too tidak berbicara lagi, ia segera berlalu dari situ.

“Harap kalian bertiga segera mengubur ketiga sosok mayat ini” perintah Phoa Liong dengan suara lirih.

Rupanya kedudukan Phoa Liong didalam lembah ini jauh diatas kedudukan ketiga orang pria berbaju hitam itu, mereka segera menerima perintah dengan sikap hormat, dengan seorang mengempit sesosok mayat mereka segera berkelebat menuju kearah lembah.

Phoa Liong tidak memperdulikan ketiga orang itu lagi, ia menyusul kearah It Boen Han Too dan mengikuti dibelakang tubuhnya.

Selama ini Siauw Ling serta Pek li Peng selalu mempertahankan jaraknya terpaut kira-kira enam depa dibelakang kedua orang itu.

“Phoa heng!” ditengah jalan It Boen Han Too bertanya. “Apa sih kedudukan pria berbaju hitam itu?”

“Mereka adalah kaum Boa su peronda gunung, semuanya berjumlah tiga puluh enam orang dengan tiga orang membentuk satu kelompok kecil.”

“Aaaah. Itulah dia, karena tak mungkin melukai salah seorang saja maka pihak lawan sekaligus telah membinasakan ketiga orang itu.”

Mendadak ia mempercepat langkahnya bergerak menuju kejalan semula. Tidak selang beberapa saat kemudian sampailah mereka ditepi selokan kecil dengan pancuran air itu.

Sepanjang perjalanan Siauw Ling memperhatikan terus keadaan disekeliling tempat itu, namun tak nampak sesosok bayangan manusiapun muncul disekitar situ.

Suasana ditepi selokan luar biasa sunyinya seakan-akan tempat itu sama sekali tidak terganggu oleh usaha pencarian besar-besaran terhadap jejak musuh.

“Apakah orang yang menyelundup masuk kedalam lembah itu berhasil ditawan dan telah ditaklukan?” pikir pemuda kita.

Terdengar It Boen Han Too telah berkata, “Phoa heng, musuh tangguh yang berhasil menyusup masuk kedalam lembah ini apakah masih bercekol disekitar sini?”

“Cayhe belum mendengar tanda rahasia yang menunjukkan pihak lawan telah meninggalkan tempat ini.”

“Kalau musuh masih ada didalam lembah tentu saja mereka telah menyembunyikan diri” kata orang she It Boen itu setelah menyapu sekejap sekeliling tempat itu. “Dari arah barat hingga sampai disini, tak pernah kita jumpai jejak musuh malah yang terlihat cara pengaturan penjagaan ditempat ini terlalu ceroboh, sama sekali tak bisa dikatakan ketat.”

“Selama banyak tahun meskipun ada orang berhasil menyusup kelembah ini, kebanyakan sudah terjadi dalam perhitungan kita, mereka kalau bukan dibunuh kebanyakan sudah ditahan didalam lembah ini. Untuk menambah tenaga kerja yang sangat kekurangan, belum pernah hitungan kami meleset, tapi beberapa hari ini….”

“Maksud beberapa hari belakangan ini ada orang menyusup pula kedalam lembah ini?” tukas It Boen Han Too cepat.

Phoa Liong menyapu sekejap wajah Siauw Ling serta Pek li Peng, kemudian dengan tenang jawabnya, “Walaupun mereka berhasil menyusup masuk tapi jejak kedua orang itu berhasil ketahuan, saat itu juga mereka sudah mati kami bunuh.”

“Oooh, kiranya begitu….” ia tarik napas panjang. “Phoa heng, cayhe mempunyai pandangan yang aneh, entah Phoa heng bisa menyetujuinya atau tidak?”

“It Boen sianseng, silahkan kau utarakan maksudmu.”

“Kalian para mandor apakah kenal satu persatu akan raut wajah para pekerja anak buahnya?”

“Dalam lembah ini kaum pekerja jadi dibagi empat kelompok dengan masing-masing kelompok dipimpin oleh seorang mandor. Mandor dari setiap kelompok tentu saja kenal dengan wajah anak-anak buahnya.”

“Nah. Itulah dia….”

Belum habis ia berkata terlihatlah Cioe Cau Liong dengan langkah tergopoh-gopoh sedang jalan mendatangi.

It Boen Han Too segera bangkit berdiri dan menegur, “Jie cungcu, apakah pihak musuh yang menyusup kedalam lembah berhasil ditemukan?”

Cioe Cau Liong gelengkan kepalanya.

“Masih dalam pencarian….” ia merandek sejenak lalu menambahkan, “Rupanya rahasia lembah ini sudah bocor ditempat luaran. Aaaai….! semoga Toa cungcu bisa cepat-cepat datang kemari.”

“Kecerdikan serta kepandaian silat yang dimiliki Shen Bok Hong memang sangat lihay” pikir Siauw Ling. “Sayang anak buahnya tak seorangpun yang kelihatan becus.”

Terdengar It Boen Han Too telah berkata, “Cayhe telah berhasil menemukan sesuatu pertanda, keadaan serta sifat tanah dari lembah ini memang sangat aneh sekali, ada yang keras, ada yang subur dan ada yang gersang satu sama lain semuanya berbeda.”

“Apa bedanya dengan keadaan dilembah lain?” tanya Cioe Cau Liong cepat.

“Tentu saja berbeda jauh, lembah yang panjangnya hanya beberapa puluh li ini tiada bedanya dengan perjalanan sejauh ribuan li. Semua keanehan yang jarang ditemui ditempat lain ternyata sudah muncul semua disini, pada jarak puluhan li yang pendek mengandung berpuluh-puluh jenis sifat tanah yang luar biasa.”

Sinar mata Cioe Cau Liong perlahan-lahan dialihkan kearah selokan, mendadak ia berseru tertahan, “Eeei, coba lihat! apakah itu?”

It Boen Han Too segera alihkan sinar matanya tampaklah diantara gelombang air selokan yang hijau terlintas serentetan bayangan merah yang berkilauan, cahaya merah itu dengan cepat tenggelam kedasar selokan.

Siauw Ling yang berdiri pada jarak tujuh delapan depa dari selokan tadi, mendengar seruan Cioe Cau Liong hatinya jadi amat gelisah, tapi iapun tak leluasa untuk maju kedepan terpaksa dari pembicaraan kedua orang itu ia berusaha mendapatkan keterangan yang diperlukan.

Terdengarlah It Boen Han Too menyahut, “Rupanya seekor ikan Lei Hie yang sudah berusia banyak tahun!”

“Apakah dihari-hari biasa diatas air selokan ini juga sering nampak bayangan merah?” tanya Cioe Cau Liong sambil alihkan sinar matanya kearah Phoa Liong.

“Hamba belum pernah menyaksikan….” ia mendongak memandang cuaca dan menambahkan. “Dihari-hari biasa, hamba jarang sekali berjalan-jalan dipagi hari begini, apalagi Toa cungcu telah menurunkan peraturan yang amat ketat. Bila bukan keadaan yang memaksa dilarang berlalu lalang diterang hari.”

Cioe Cau Liong mengangguk.

“It Boen heng….” serunya.

Tapi memilik dari pesanggrahan Sian Kie Soe Loo itu sedang putarkan perhatiannya mengawasi bayangan merah didalam telaga, terhadap seruan itu ternyata sama sekali tak didengar olehnya.

Mendadak diatas permukaan air yang hijau muncul kembali gelombang air, bayangan merah tadi bergerak cepat dan lenyap dari pandangan.

Tiba-tiba It Boen Han Too jatuhkan diri berbaring keatas tanah, telinga kirinya ditempelkan keatas tanah dan sambil pejamkan mata mendengarkan dengan seksama.

Kurang lebih seperminum teh kemudian ia baru bangkit berdiri, sambil membersihkan bajunya dari debu katanya, “telaga kecil ini rada aneh!”

“Apanya yang aneh?”

“Didalam lembah ini semestinya terdapat aliran sungai dibawah tanah, dan air itu semestinya berhubungan dengan air didalam telaga ini, tetapi setelah kudengarkan dengan seksama ternyata tidak berhubungan.”

Mendadak terdengar suara langkah kaki berat berkumandang datang memotong pembicaraan yang belum selesai itu.

Ketika semua orang berpaling, terlihatlah sikakek yang kehilangan sebelah telinganya itu dengan langkah amat lambat sedang berjalan mendekati.

Sekilas memandang siapapun tahu kalau keadaannya tidak beres, jelas sikakek tua itu menderita luka dalam yang amat parah.

“Phoa Liong! cepat bimbing tubuhnya.” seru Cioe Cau Liong.

Phoa Liong mengiakan dan buru-buru lari kedepan sambil membopong tubuh kakek tua itu ia segera lari kembali kesisi tubuh Jie cungcu.

“Jangan berbicara!” seru It Boen Han Too dengan suara berat. Tangan kanannya bergerak cepat secara beruntun menotok dua buah jalan darah ditubuh kakek itu, kemudian membuka peti emasnya dan ambil keluar biji obat yang mana segera dijejalkan kedalam mulutnya.

“Salurkan hawa murnimu untuk membantu bekerjanya obat itu, setelah keadaan luka agak tenang baru berbicara.”

Kakek tua itu memandang sekejap kearah It Boen Han Too kemudian pejamkan matanya.

“Entah siapa musuh tangguh yang berhasil menyusup kedalam lembah ini….?” pikir Siauw Ling. “Jangan-jangan sepasang pedagang dari Tiong chiu. Waaah…. bisa jadi mereka akan merusak rencanaku.”

Sementara itu Cioe Cau Liong telah berkata dengan suara rendah, “It Boen heng, apakah ia bisa mempertahankan diri?”

Maksud dari ucapan itu sudah jelas sekali. Bila jiwanya tak bisa dipertahankan maka ia akan mengorbankan keselamatannya untuk mengetahui lebih dulu duduknya perkara.

Dengan wajah serius dan sunguh It Boen Han Too menjawab, “Dengan kerahkan tenaga dalamnya ia bertahan terus hingga sampai ditempat ini, seluruh tenaganya telah digunakan, bila lukanya tidak diusahakan untuk menjadi tenang kembali, sulit baginya untuk bercakap-cakap.”

“Aaah. Siauwte lupa kalau It Boen heng adalah seorang ahli dalam ilmu ketabiban, dengan obat mujarab pemberianmu niscaya jiwanya bisa dipertahankan.”

“Dapatkah mempertahankan selembar jiwanya, cayhe tidak memiliki keyakinan tersebut, tetapi setelah kadar obat itu mulai bekerja paling sedikit luka dalamnya yang diderita bisa tertahan untuk beberapa waktu bila tiada perubahan lain jiwanya masih dapat dipertahankan selama satu jam lagi.”

Diam-diam Siauw Ling memperhatikan keadaan lawannya, ia lihat air muka Cioe Cau Liong menunjukkan kegelisahan yang tak terhingga, tapi ia berusaha keras untuk mempertahankan ketenangannya.

Kurang lebih sepertanak nasi kemudian It Boen Han Too baru menepuk bebas jalan darah dari kakek tua itu, ujarnya, “Sekarang Jie cungcu boleh mengajukan pertanyaan kepadanya!”

Sedari tadi Cioe Cau Liong sudah tidak sabar untuk menanti lebih jauh, buru-buru tegurnya, “Apakah kau berhasil menemukan pihak musuh?”

Si kakek tua itu mengangguk.

“Yang datang adalah seorang pria dan seorang wanita, delapan bagian dia adalah Siauw Ling.”

Rupanya It Boen Han Too merasa amat jeri sekali terhadap Siauw Ling, mendengar perkataan itu air mukanya segera berubah.

“Macam apakah raut wajah pria itu?”

“Usianya diantara dua puluh tahunan, memakai pakaian ringkas berwarna biru menyoren pedang dan ilmu silatnya sangat lihay….”

Setelah mengucapkan serangkai kata-kata itu, ia sudah kehabisan tenaga dan napasnya tersengkal-sengkal.

It Boen Han Too menunggu sampai napas orang menjadi tenang kembali, lalu ia bertanya lebih jauh, “Bagaimanakah potongan wajah yang perempuan?”

“Memakai baju hijau, celana hijau dan ikat kepala warna hijau, wajahnya amat cantik dan iapun bersenjatakan sebilah pedang.”

It Boen Han Too angkat kepala memandang sekejap kearah Cioe Cau Liong, bibirnya bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu namun akhirnya maksud itu dibatalkan.

Cioe Cau Liong mendehem ringan untuk mengendorkan rasa tegang yang menyelimuti wajahnya, kemudian bertanya, “Dimanakah kedua orang mandor lainnya.”

“Telah mati semua diujung pedang perempuan itu, jurus pedang yang digunakan gadis itu amat keji dan telengas jauh melebihi pemuda berbaju biru itu.”

“Siauw Ling selamanya tidak pernah mengenakan pakaian ringkas berwarna biru” ujar Cioe Cau Liong.

“Tentang soal ini sulit untuk dikatakan….” sahut It Boen Han Too sinar matanya segera dialihkan keatas wajah kakek tua berambut putih itu.

“Kalian telah berjumpa dengan mereka dimana?”

“Beberapa puluh tombak dari tempat ini.”

Tanpa sadar It Boen Han Too serta Cioe Cau Liong sama-sama alihkan sinar matanya menyapu sekejap kesekeliling tempat itu.

Beberapa saat kemudian Cioe Cau Liong mendehem berat dan berkata, “Kenapa kami tidak mendengar suara pertarungan atau jeritan dari kalian….?”

“Kami boleh dibilang tidak bertempur sama sekali….”

“Kalau tidak bertempur kenapa kau bisa terluka dengan begitu parahnya….?”

“Gerakan tubuh kedua orang itu etrlalu cepat, kami hanya lihat pedang ditangan gadis itu berkelebat lewat. Mandir she Ong dan Ku dua orang tahu-tahu sudah mati konyol, cayhe sendiri sebelum sempat mencabut senjata sudah termakan pula oleh pukulan berat pria itu.”

“Mengapa mereka tidak sekalian membinasakan dirimu?”

“Setelah terkena pukulan hamba jatuh roboh keatas tanah, mungkin ia menganggap aku sudah mati maka tidak menggubris diriku lagi!”

“apakah kau tidak melihat kemanakah mereka pergi?”

“Agaknya lari kesebelah barat, setelah terluka parah hamba merasa pandangan mata jadi berkunang-kunang, yang jelas bagaimana hamba kurang begitu tahu.”

Sampai disini Cioe Cau Liongpun segera menghembuskan napas panjang.

“Huuuh….! kalau begitu, ia memang benar-benar adalah Siauw Ling!” katanya.

“Darimana ia bisa tahu akan letak lembah ini?” tanya It Boen Han Too.

“Mungkin saja mereka menguntit dibelakang tubuh kita!” jawab Jie cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung ini dengan bulu kuduk pada bangun berdiri.

“Lalu siapakah gadis itu? ia bisa membinasakan dua orang mandor kita dalam tebasan pedang, jelas orang itu bukanlah Kiem Lan atau Giok Lan dua orang dayang yang morat bersama Siauw Ling.”

Mendadak dengan mendengar kata-kata kedua orang dayang itu morat bersama Siauw Ling, Pek li Peng kontan melotot sekejap kearah si anak muda itu.

Melihat air muka dara tersebut berubah, Siauw Ling takut jejaknya konangan buru-buru dengan ilmu menyampaikan suara peringatnya, “Peng jie, saat ini kita berada ditengah kepungan musuh, kau tak boleh bertindak gegabah.”

Dalam pada itu Cioe Cau Liongpun telah mengemukakan keheranan.

“Tidak salah, siapakah budak sialan itu? empat mandor kami bukanlah manusia lemah ia bisa membinasakan mereka berdua dalam sekali kelebatan pedang hal ini menunjukkan bahwa diapun merupakan seorang jago yang maha lihay.”

“Ehmmm, kalau begitu orang yang datang mirip dengan Siauw Ling!”

“Semoga saja apa yang It Boen heng duga tidak meleset….” sinar matanya segera dialihkan kearah Phoa Liong dan tanyanya. “Didalam lembah ini apakah masih ada jago lihay?”

“Kalau dibicarakan tentang ilmu silat dalam lembah ini kepandaian keempat orang mandorlah yang paling baik, diantara hamba sekalian berempat, ilmu silat saudara Teng inilah yang paling ampuh.”

“Phoa heng, kau terlalu memuji” buru-buru kakek berambut putih itu berseru. “Diantara kami berempat bukan saja ilmu silat Phoa heng yang baik, bahkan senjata rahasian jarum beracun milik Phoa heng tiada tandingannya dikolong langit!”

“Bagus, Phoa Liong! kalau begitu kumpulkanlah beberapa orang jago lihay dan lakukan pencarian lagi kearah sebelah barat….”

“Jago lihay yang ada dilembah ini kecuali keempat orang mandor hanya tinggal pasukan pengawal dipelbagai tempat, mereka mempunyai tugasnya tersendiri. Bila kita turunkan perintah untuk melakukan pemeriksaan secara besar-besaran, andaikata ada musuh yang menyusup lagi bukankah mereka akan lolos dari pengawalan kita?”

“Jadi kalau begitu kita tak bisa mengatur orang lagi secara bebas….?” tanya Cioe Cau Liong.

“Semua penjagaan yang tersebar disekitar tempat ini adalah hasil pemikiran serta diatur oleh Toa cungcu sendiri, apabila Jie cungcu suka menurunkan perintahmu….!”

“Kalau begitu, tak usah saja….” sinar matanya menatap wajah Phoa Lioang tajam-tajam dan menambahkan. “Kau sudah amat lama tinggal didalam selat ini, terhadap segala sesuatu yang diatur disini tentu memahami dengan jelas bukan….”

“Hamba hanya mengetahui urusan bagian dalam, sedangkan mengenai persiapan diluar selat untuk menghadapi musuh hamba sama sekali tidak tahu….!”

“Tetapi bagaimanapun juga kau toh lebih jelas dari aku!” seru Cioe Cau Liong ketus.

Melihat wajah Jie cungcunya menunjukkan perasaan tidak senang hati, Phoa Liong tidak berani banyak bicara lagi, buru-buru jawabnya, “Ucapan Jie cungcu sedikitpun tidak salah.”

“Menurut pendapatmu apakah lebih baik kita lakukan mencari serta menggeledah atau lebih baik tidak usah sama sekali?”

Walaupun ia merasa bahwa orang yang datang bukan Siauw Ling, tetapi ia selalu kuatirkan bahwa musuh yang telah menyerang datang adalah si anak muda itu, tahu bahwa andaikata dugaannya tidak salah maka selembar jiwanya pasti akan menemui bencana.

Oleh karena itu ia berusaha menggunakan kesempatan ini untuk cuci tangan dari masalah itu hingga ia punya peluang banyak untuk berada bersama-sama It Boen Han Too. Andaikata Siauw Ling betul-betul datang kesitupun ia mempunyai pembantu yang tangguh.

Haruslah diketahui kedudukan It Boen Han Too ketika itu adalah tamu terhormat, tentu saja Cioe Cau Liong merasa tidak leluasa untuk memerintahkan dirinya ikut pergi mencari jejak Siauw Ling.

Bagaimanapun juga Phoa Liong adalah seorang manusia yang banyak pengalaman didalam dunia pesilatan, setelah berpikir sejenak ia segera dapat menebak maksud dari Jie cungcunya itu segera katanya, “Menurut maksud hamba, kita tak boleh kacaukan urusan hingga mengakibatkan keadaan bertambah runyam, karenanya untuk sementara jejak mereka berdua tak usah dicari lagi.”

It Boen Han Too mendehem ringan, lalu ikut berkata, “Akupun mempunyai perasaan yang sama untuk mencari jejak kedua orang itu terpaksa kita harus menggerakkan seluruh jago lihay yang sudah ditempatkan pada posisinya masing-masing, hal itu bisa mengacaukan keadaan. Bagaimanapun juga didalam selat ini toh tiada barang berharga yang mereka bisa curi….! bukankah begitu?”

“Perkataan It Boen heng sedikitpun tidak salah. Justru tindakan kita yang tenang dan kalem malahan akan mencurigakan hati lawan sehingga tak berani berkutik secara gegabah. Sebentar lagi Toa cungcu akan menyusul kemari dengan membawa sejumlah jago lihay, saat itu rasanya tidak sulit untuk membelkuk mereka berdua!”

“Siauwte telah melakukan pemeriksaan dipelbagai sudut selat yang terasa penting dan sudah kulukisakan pula beberapa tempat yang mencurigakan, macam-macam batu dan pasir yang berhasil dikumpulkan pada hari ini perlu kuselidiki lebih jauh agar bisa menyusun laporan bagi Shen Toa cungcu. Jie cungcu! kalau memang kau tiada maksud untuk menggerakkan para jago yang berada didalam selat ini untuk mencari jejak musuh, siauwte ingin menggunakan beberapa saat ini untuk melakukan penyelidikan!”

“Baiklah….” sahut Cioe Cau Liong. Ia segera berpaling kearah Phoa Liong dan menambahkan. “Coba pilihlah sebuah ruang batu yang paling kuat pintunya untuk It Boen sianseng bekerja!”

“Ruangan tempat beristirahat Jie cungcu paling kuat dan aman, dalam ruang itu Toa cungcu telah menempatkan pula beberapa alat rahasia disitu, bagaimana kalau ruangan tadi dipersembahkan untuk tuan It Boen?”

Cioe Cau Liong mengangguk tanda setuju, sinar matanya segera dialihkan kearah kakek tua she Teng itu, tegurnya, “Bagaimana keadaan lukamu?”

“Setelah memperoleh bantuan obat mujarab dari It Boen sianseng, keadaanku sudah bertambah baik” jawab kakek berambut putih itu.

“Bagus sekali, kau boleh pergi beristirahat.”

Kakek tua itu mengiakan dan segera mengundurkan diri.

Kembali Cioe Cau Liong alihkan sinar matanya kearah Phoa Liong sambil perintahnya, “Dari antara kaum pekerja, pilihlah beberapa orang yang memiliki ilmu silat agak tinggi, tugaskan mereka untuk menjaga tempat-tempat penting didalam selat.”

“Hamba terima perintah!” Phoa Liong bongkokkan badan memberi hormat.

“It Boen heng, mari kita pergi….”

Kedua orang itu segera berlalu dan masuk kedalam goa batu ketempat tinggal Cioe Cau Liong. Sepeninggalnya kedua orang itu Siauw Ling segera alihkan matanya memandang sekeliling tempat itu, dibawah sorot sang surya tampaklah suasana diseluruh selat itu hening dan sunyi senyap, kecuali dirinya serta Pek li Peng dan Phoa Liong tidak nampak bayangan lain.

Phoa Liong berdiri termenung ditempat semula hingga bayangan tubuh Cioe Cau Liong serta It Boen Han Too sudah lenyap dari pandangan, kemudian baru ujarnya, “Harap kalian berdua suka mengikuti diriku!”

Pek li Peng teringat akan bau busuk keringat didalam ruangan kamar para pekerja yang sangat memuakan itu segera mengerutkan alisnya.

“Kenapa?” ia berseru. “Apakah kita harus kembali kedalam kamar para pekerja itu?”

“Itu sih tak usah. Setelah pekerja berhenti maka para pekerja yang memiliki ilmu silat agak lumayan segera akan mendusin dari impiannya, dalam keadaan begini ingatan mereka jadi lebih jernih dari keadaan semula. Bila mereka jumpai raut wajah kalian yang asing tentu akan bertanya ini itu, satu kali salah bertindak malahan rahasia ini bisa terbongkar.”

“Lalu bagaimana baiknya?” tanya Siauw Ling.

“Untuk sementara waktu kalian berdua boleh beristirahat didalam kamarku saja, dengan demikian bisa mengurangi kesempatan untuk terbongkarnya rahasia ini!”

“Kalau begitu cepat bawa jalan buat kami, kami berdua akan mengikuti dibelakang.”

Demikianlah Phoa Liong pun membawa kedua orang itu menuju kedalam sebuah goa, setelah ditutup pintu bisiknya, “Apakah diantara kalian berdua ada yang bernama Siauw Ling!”

Siauw Ling tidak menjawab, sinar matanya melirik sekejap kearah pintu kamar, ia lihat pintu tersebut tertutup rapat, tidak ada cahaya sang surya yang menyorot kedalam. Sekalipun diluar berdiri seseorang juga belum tentu akan mendengar pembicaraan mereka.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar