Rahasia Istana Terlarang Jilid 22

Jilid 22

Sebelum Siauw Ling sempat menjawab, mendadak terdengar seseorang tertawa dan menyahuti, “Sedikitpun tidak salah benda itu memang sudah terjatuh ketangan nona Gak Siauw.” semua orang segera berpaling, tampaklah Tiong Cho Siang ku beserta Suma Kan, Im Yang Cu sekalian sedang bergerak mendekati, orang yang menjawab barusan bukan lain adalah Sang Pat.

Terdengar si sie poa emas Sang Pat tertawa terbahak2, dia melirik sekejap kearah si anak muda itu dan lantas membungkam.

Sementara itu Siauw Lingpun melirik sekejap kearah Sang Pat, kemudian ujarnya, “Mengenai persoalan ini, kedua orang saudaraku mengetahui lebih jelas, lebih baik Tootiang bertanya kepada mereka saja!”

Sang Pat tertawa jengah, ujarnya, “Menurut pemberitahuan dari nona Gak sendiri, katanya anak kunci istana terlarang memang betul2 sudah terjatuh ketangannya, tetapi dia tidak membawa dibadan dan cayhe sendiripun tak tahu benda itu telah disimpan dimana….”

“Ai…. kalau begitu, pinto berharap agar nona Gak bisa cepat2 masuk kedalam istana terlarang, guna mempalajari ilmu sakti dan berhasil menaklukkan Djen Bok Hong.”

Mengungkap soal Gak Im Kauw beserta Gak Siauw Tjha, Siauw Ling merasa hatinya teramat sedih, jenasah Bibi Im nya yang belum dikebumikan, jejak Gak Siauw Tjha yang lenyap tak berbekas membuat hatinya terasa sangat pedih, tanpa terasa dia menghela napas panjang dan tundukkan kepalanya rendah2.

Sang Pat sendiri sebetulnya sedang merasa amat bersemangat untuk membicarakan soal kunci istana terlarang namun menyaksikan kepedihan hati toakonya, dia jadi bungkam dalam seribu bahasa dan tak berani banyak bicara lagi.

Soen Put Shia menyapu sekejap wajah para jago, kemudian dia berkata, “Gak Im Kauw telah meninggal dunia, sejak Gak Siauw Tjha tidak diketahui dua berarti kabar berita mengenai kunci istana terlarang pun sukar ditemukan bagaikan batu yang tenggelam ditengah samudra, menurut aku sipengemis tua lebih baik urusan ini tak usah dibicarakan lagi.”

“Persoalan paling penting yang sedang kita hadapi saat ini adalah bagaimana caranya menghadapi Djen Bok Hong serta menyelamatkan umat Bulim dari penjagalan besar2an, apakah sebelum kunci istana terlarang muncul dalam dunia kangouw lantas kita tak sanggup melenyapkan Djen Bok Hong dari muka bumi?”

“Kepedihan hati Siauw Ling seketika tersapu lenyap dari kobaran semangat dari Soen put shia barusan, dia segera busungkan dada dan menyahut, “Sedikitpun tidak salah! dewasa ini para partai besar para orang gagah dari pelbagai daerah tak berani melakukan perlawanan atas tindak tanduk Djen Bok Hong bukan lain adalah disebabkan karena mereka sudah dibikin jeri oleh kejadian benggolan iblis tersebut. Menurut pendapat cayhe lebih baik kita kasih pelajaran buat Djen Bok Hong agar jabar kekalahannya tersebar luas didalam dunia kangouw, dengan berbuat demikian kemungkinan besar kita bisa memancing semangat perlawanan dari partai2 besar.”

“Sedikitpun tidak salah!”teriak Soen put shia sambil acungkan jempolnya. “Bagus…. bagus sekali, semangat jantan memang biasanya muncul pada usia muda!”

“Siauw thayhiap, meskipun apa yang kau utarakan barusan memang merupakan satu tindakan yang tepat, namun menurut pinto bilamana kita campurkan pula sedikit rencana yang masak, niscaya hasil yang kita peroleh akan semakin cepat.”

“Bagaimana maksud tootiang?”

“Bilamana kita sudah peroleh sedikit kemenangan maka kita musti sengaja memperbesar kemenangan itu disamping menyiarkan pula kabar berita yang mengatakan bahwa Djen Bok Hong ada rencana menyerang sesuatu partai besar, dengan berbuat demikian ada kemungkinan bisa bangkitkan semangat perlawanan mereka jauh lebih cepat, asal semua partai besar mau bersatu padu niscaya dengan mudah Djen Bok Hong dapat disingkirkan dari muka bumi.”

“Betul, menggunakan tentara memang musti diimbangi dengan siasat yang lihay makin licik siasat tersebut makin bagus. Terhadap manusia keji macam dia memang sepantasnya kalau kita hadapi dengan tindakan apapun.”

“Aaaai…. tapi ada satu persoalan cayhe harus terangkan terlebih dahulu.”

“Persoalan apa?”

“Menurut apa yang cayhe ketahui, dalam tubuh tiap partai besar termasuk juga Kay pang serta Sin Hong Pang telah disusuni mata2 dari Djen Bok Hong, oleh karena itu setiap gerak gerik partai2 besar dengan cepat dapat diketahui oleh Djen Bok Hong. Masalah ini menyangkut mati hidupnya seluruh umat Bulim bagaimanapun juga kita harus rencanakan dulu masak2.”

“Akh, telah terjadi peristiwa itu?” teriak Boe Wie Tootiang tertegun.

“Aku orang she Siauw pernah menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri, sudah tentu tidak akan salah lagi, hanya saja sayang tatkala mereka bertemu dengan Djen Bok Hong waktu itu telah mengenakan kain kerudung semua, sehingga sulit bagi cayhe untuk mengenali mereka.”

“Oooh, sungguh menakutkan, pinto akan segera membuat surat untuk para partai besar agar merekapun bisa memperhatikan tentang persoalan ini….!”

Siauw Ling membungkam sesaat, sementara sepasang matanya dengan tajam menyapu sekejap wajah para jago Bu tong pay yang duduk disekitar sana, setelah itu katanya, “Dalam tubuh partai Bu tong sendiripun disusupi mata2 perkampungan Pek Hoa San cung, dikala Tootiang mengutus orang untuk menyampaikan surat kepada para partai besar alangkah baiknya kalau direncanakan lagi dengan lebih seksama.”

“Tentang persoalan ini pinto pasti akan memikirkannya baik2″ sahut Boe Wie Tootiang dengan wajah serius, sinar matanya perlahan2 menyapu sekejap para jago yang ada disekeliling tempat itu kemudian tegurnya, “Untuk sementara waktu kalian boleh mengundurkan diri dari sini.”

Belasan jagoan Bu tong pay yang duduk disekeliling sama berbareng bangkit berdiri dan segera mengundurkan diri.

Dengan begitu maka disekitar tempat itu tinggal Soen put shia, Tiong Cho Siang Ku, Siauw Ling, Suma Kan, Boe Wie Tootiang, Im Yang Cu serta Ceng Yap Ching beberapa orang.

Menanti semua anak muridnya telah pergi jauh, Boe Wie Tootiang baru berkata dengan suara lirih.

“Kita tak boleh terlalu melancarkan kekuatan kita, paling baik dibagi jadi dua rombongan saja, disamping itu harus sling berhubungan kelompok yang lain. Sehingga seandainya salah satu rombongan kepergok Djen Bok Hong, kita masih sanggup menghadapinya dengan seimbang.”

“Ucapan tootiang sedikitpun tidak salah.”

“Tetapi kita harus menyiapkan pula beberapa orang Siauw Ling gadungan agar pengawasan Djen Bok Hong terhadap kita jadi semakin kacau” Soen Put shia mengusulkan.

“Memang sudah seharusnya demikian.”

Setelah berunding masak maka para jagopun mulai melaksanakan tugasnya masing2.

Dan dengan demikian suatu pertarungan adu kepintaranpun segera berlangsung.

Boe Wie Tootiang sendiri kecuali mengirim beberapa orang muridnya untuk menyampaikan surat peringatan untuk pelbagai partai besar, diapun memilih enam orang muridnya yang memiliki ilmu pedang terlihay untuk melepaskan jubah memakai pakaian biasa dan menyaru sebagai Siauw Ling kemudian dibawah perlindungan Ceng Yap Chin, Soen Put shia serta Siauw Ling sekalian berangkat meninggalkan lembah Huang Yang Kok.

Im Yang Cu dengan membawa sebagian murid Bu tong Pay mendapat tugas melindungi keselamatan Be Boen Hwie yang terluka.

Pada saat ini semua jago telah mendapatkan make up yang amat sempurna, tidak terkecuali pula Boe Wie Tootiang sang ciangbunjien dari partai Bu tong, dia menyaru sebagai seorang sastrawan yang gagal dalam ujian.

Soen put shia menyaru jadi seorang kusir kereta, Suma Kan sendiri menyaru sebagai tukang ramal.

Bagi Tiong Cho Siang Ku berdua yang sudah sering menyaru, kali ini mereka menyaru menjadi sepasang kusir keledai.

Ceng Yap Chin dan Siauw Ling memakai jubah lebar dan menyaru jadi kakek setengah tua, mereka berdua masing2 menunggang seekor keledai.

Enam orang jago Bu tong pay menyaru jadi tukang kuli pikul. Pedagang dan macam2 ragam yang dengan cepat mencampur baurkan diri dengan para pejalan kaki dijalan raya menuju kota Oh Cioe.

Sepanjang jalan diam2 para jago memperhatikan situasi disekitar mereka, sedikitpun tidak salah mereka telah temukan banyak jago Bulim yang bersimpang siur ditengah jalan.

Dunia persilatan benar2 telah mengalami goncangan yang sangat hebat.

Kendati Djen Bok Hong terkenal akan ketajaman pendengarannya, namun kali ini mimpipun dia tidak menyangka kalau Boe Wie Tootiang sekalian bakal muncul dalam dunia persilatan dengan jalan menyaru. Karena itu sepanjang perjalanan mereka tidak mengalami peristiwa apapun.

Hari itu tatkala sang surya telah condong kearah barat mereka telah tiba diluar kota Ooh Chioe.

Pada saat itulah Sang Pat berbisik kepada Siauw Ling yang menunggang keledai, “Diluar pintu kota sebelah selatan terdapat sebuah rumah penginapan yang amat besar bernama Lak Hoo karena kamarnya sangat banyak maka orang yang menginap disitupun paling banyak ragamnya, seandainya Djen Bok Hong menaruh orang dikota ini maka sembilan puluh persen mata2 itu pasti berada dirumah penginapan Lak Hoo. Setelah kita tiba disini alangkah baiknya kalau menginap disini saja!”

“Baiklah!” sahut Siauw Ling sambil mengangguk. “Mari kita percepat sedikit menuju kesana, tinggalkanlah kode rahasia yang menunjukkan arah tujuan kita, kalau kita bersama2 memasuki rumah penginapan itu niscaya kehadiran kita akan dicurigai mata2 Djen Bok Hong, keadaan pada saat ini jauh berbeda dengan keadaan dihari2 biasa, janganlah kita salah bertindak sehingga mengakibatkan keadaan kita ditempat terang dan musuh ada ditempat kegelapan.”

Sang Pat mengangguk dia segera tinggalkan kode rahasia dan segera berangkat menuju kerumah penginapan Lak Hoo.

Ketika mereka tiba disana, saat itu menunjukkan senja hari.

Sang Pat serahkan keledainya pada sang pelayan dan memesan sebuah ruang berikut halaman, kemudian melangkah masuk lebih dahulu.

Suasana dalam penginapan terang benderang ketika itu saatnya orang bersantap malam, dalam sebuah ruang yang sangat luas tertera puluhan meja besar tetapi kebanyakan telah diisi orang. Hal ini menunjukkan kalau rumah penginapan itu memang ramai sekali.

Diam2 Siauw Ling memperhatikan keadaan sekeliling tempat itu, mendadak ia temukan dua orang lelaki kekar berbaju hitam yang sedang duduk saling berhadapan. Raut wajah orang itu sepintas lalu kelihatan sangat dikenal, hanya saja untuk sesaat ia tak sanggup mengingat2nya siapa gerangan orang tadi.

Ia takut pihak lawan menaruh curiga maka tak berani banyak memandang, mengikuti dibelakang Sang Pat si anak muda itu segera melangkah masuk kedalam.

Tempat itu merupakan sebuah ruang tamu yang sangat luas, ditengah ruangan tertera sebuah meja berkaki delapan, mungkin biasanya digunakan untuk bersantap.

Pelayan yang menghantar mereka melirik sekejap kearah Siauw Ling serta Ceng Yap Chin, menaksikan kedua orang itu memakai baju yang kasar serta bertingkah laku kampungan segera berkata dengan suara lantang, “Loocianpwee berdua, ruangan ini mahal sekali, kalau kalian tidak ingin terlalu banyak mengeluarkan uang lebih baik pindah saja kekamar yang jauh lebih murah.”

Sang Pat tidak ingin ribut, cepat2 dia merogoh keluar dua tali emas dari sakunya. Sambil disodorkan ketangan pelayan itu tanyanya, “Cukup tidak? walaupun kedua orang wanggwe ini jarang sekali keluar rumah, tetapi dalam mengeluarkan uang mereka amat royal.”

Dari ucapan pihak lawan rupanya pelayan menyadari kalau ia telah berjumpa dengan orang yang sedang berpergian, buru2 ia tertawa paksa.

“Oooh, cukup, cukup, silahkan kalian berempat beristirahat, hamba segera siapkan sepoci air teh panas untuk kalian.”

Menanti pelayan itu sudah lenyap dari pandangan. Siauw Ling lantas berbisik kepada Sang Pat.

“Sang heng, apakah kau telah menemukan manusia2 yang patut dicurigai?”

Sang Pat mengangguk.

“Ehmm Kiam Bun Siang Ing! Toa Hong Kiam, sipedang pengejar angin Pey Pek Lie dan Boe Im Kiam sipedang tanpa bayangan Than Tong.”

“Dalam dunia persilatan Kiam Bun Siang Ing merupakan jagoan yang punya nama.” sela Tu Kioe dengan suaranya yang adem. “Tak nyana mereka sudi diperalat oleh Djen Bok Hong….”

“Sussttt….! hati2 kalau bicara!”

Tu Kioe membungkam dan segera berjalan kehalaman tengah.

Menyaksikan Tu Kioe sudah berjaga diluar halaman. Sang Pat baru berkata lagi dengan suara lirih, “Kalau memang Kiam Bun Siang Ing telah muncul disini, berarti pula pihak perkampungan Pek Hoa San cung telah mengirim jago-jagonya kekota Ooh Chioe, hanya ada satu persoalan yang mencurigakan masih tak dapat siauwte pahami.”

“Persoalan apa?”

“Djen Bok Hong telah mengutus beratus orang jago lihaynya untuk menemukan jejak toako dan siap turun tangan keji, tidak mungkin mereka bakal turun tangan secara terang2an, kalau Kiam Bun Siang Ingpun mendapat tugas untuk membinasakan toako, tidak nanti dia akan munculkan diri secara terang2an didalam rumah penginapan Lak Hoo ini….”

“Tidak salah, kalau mereka datang dengan jalan menyaru rasanya jauh lebih gampang membokong diriku.”

“Kecuali orang yang memberi peringatan kepada kita telah bersekongkol dengan Djen Bok Hong, rasanya benggola iblis itu tak nanti bisa menyangka kalau kita bisa munculkan diri didalam kota yang penuh dengan mata2nya.”

“Ehmm, ucapanmu memang sangat beralasan” Siauw Ling membenarkan setelah termenung sejenak.

“Seandainya jago-jago perkampungan Pek Hoa San cung berbondong2 muncul disini setelah toako tampil dikota Ooh Chioe dan ketahui mata2 Djen Bok Hong. Kejadian ini tak suah diherankan. Tapi sebelum toako muncul jago-jago mereka sudah berdatangan disini, peristiwa ini benar2 membikin orang tidak habis mengerti.”

“Bila kita dapat menawan Kiam Bun Siang Ing dalam keadaan hidup2 mungkin duduknya perkara bisa kita ketahui dengan jelas” sela Ceng Yap Chin dari samping.

“Cayhe rasa tindakan ini tak boleh sekali2 dilakukan….”

Terdengar suara batuk ringan Tu Kioe berkumandang datang.

Sang Pat segera membungkam.

Ketika berpaling tampaklah sang pelayan dengan tangan kanan membawa poci teh, tangan kiri membawa sebuah nampan kayu melangkah datang dengan tindakan lebar.

“Kalian berempat ingin makan apa?” tegurnya.

Sang Pat memesan beberapa macam sayur lezat, pelayan itupun mengundurkan diri.

Ceng Yap Chin mendehem perlahan ujarnya, “Sang heng tidak setuju dengan pendapat siauwte apakah kau mempunyai usul lain yang jauh lebih sempurna?”

“Menurut pendapat siauwte, kedatangan mereka pasti mempunyai rencana lain.”

“Lalu bagaimana tindakan kita?”

“Menurut siauwte, lebih baik kita selidik dahulu apa maksud tujuan Kiam Bun Siang Ing datang kemari.”

“Kalau tidak kita tangkap mereka berdua, mana bisa kita ketahui maksud kedatangan mereka?”

“Itu sih tak usah, diam2 kita bisa menyelidikinya.”

“Menyelidikinya secara diam2?”

“Bagus sekali” seru Siauw Ling. “Kita bisa membagi diri jadi beberapa kelompok untuk mengawasi dirinya, biarlah cayhe berangkat lebih dahulu….”

“Cayhe rasa lebih baik aku saja yang berangkat lebih dulu” tukas Ceng Yap Chin, dia lantas bangkit berdiri dan siap berlalu.

“Nanti dulu, nanti dulu….” buru2 Sang Pat mencegah. “Toako serta Ceng heng tak usah repot2 pergi sendiri, dengan dandanan kamu berdua pada saat ini usia kalian telah melewati setengah abad, tetapi tingkah lakunya tidak mirip dengan seorang kakek tua, jangan dikata dalam pandangan Kiam Bun Siang Ing bisa mengetahui penyaruan kalian, sekalipun seorang manusia biasapun tidak sulit untuk menemukan kelemahan dalam penyaruan kalian itu.”

“Lalu bagaimana kita sekarang?”

Sie poa emas Sang Pat tersenyum.

“Pekerjaan semacam ini tidak pantas dilakukan kita semua, menurut siauwte dikolong langit dewasa ini hanya ada dua orang yang bisa melakukannya dengan sempurna.”

“Siapakah mereka?”

“Yang satu adalah segulung angin Peng In dari Kay pang sedang yang lain adalah pencuri sakti Siang Hoei, kecuali mereka berdua anak murid Kay pang pun merupakan pencari berita yang cekatan, hanya sayang Soen Put shia belum tiba, dia adalah Tiang loo Kay pang. Aku rasa bila dia tampilkan diri untuk turunkan perintah maka para anggota Kay pang dikota Ooh Chioe pasti akan membantu dirinya.”

“Meskipun ucapan tidak salah, tapi Kiam Bun Siang Ing tidak nanti akan menunggu hingga Soen Loocianpwee tiba disini baru pergi dalam keadaan situasi demikian terpaksa kita harus berusaha sendiri.”

“Baiklah” kata Sang Pat setelah termenung sejenak. “Kalian berdua berjaga2lah disini, cayhe akan melakukan pemeriksaan sejenak ditempat luaran!” ia berpaling kearah Tu Kioe dan tambahnya, “Toako serta Ceng heng jarang sekali melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, kau harus berhati2 jangan sampai pihak kita yang malahan diawasi orang.”

“Jangan kuatir, kau boleh berangkat dengan hati lega.”

Sang Pat segera putar badan dan berlalu dari ruangan, jangan dilihat perutnya yang buncit dan gede, namun gerak geriknya lincah sekali.

Tu Kioe segera menutup pintu dan berkata dengan suara lirih, “Kalian berdua harap berada didalam kamar saja, biar aku yang berjaga diluar.”

Tiba2 terdengar seseorang berseru keras, “Sayur dan arak telah datang.”

Tu Kioe membuka pintu dan menerima sayur serta arak itu, ujarnya, “Setelah melakukan perjalanan seharian penuh, pada saat ini kami merasa amat lelah mangkuk dan sumpit harap diambil besok pagi saja.”

Pelayan itu tertegun namun akhirnya dia mengangguk.

“Baiklah!” dengan cepat diapun berlalu.

Tu Kioe membawa sayur dan kedalam kamar, pesannya, “Cepatlah kalian bersantap, setelah itu padamkan lampu lentera.”

Meskipun diluar Siauw Ling tidak bicara namun didalam ia menggerutu tiada hentinya.

“Hu…. hidup macam apakah ini? sungguh menyesakkan dada.”

Mereka bertiga cepat2 bersantap kemudian Tu Kioe membereskan mangkuk dan sumpit kemudian padamkan lampu, setelah pintu dan jendela diperiksa semua iapun duduk bersila didalam ruangan.

Satu jam lewat dengan cepat tetapi Sang Pat tak kunjung datang Siauw Ling mulai kuatir pikirnya, “Karena sudah begitu lama dia belum juga kembali? jangan2 telah menemui kesulitan….”

Tak tahan lagi dia menghela napas dan bergumam, “Seharusnya Sang heng telah kembali.”

Dalam pada itu suasana diruang depan sudah radaan hening, suara ribut dan hiruk pikuk yang membisingkan telingapun telah banyak berkurang.

Tu Kioe mendehem ringan dan menjawab, “Toako, kau tidak tahu, meskipun diluar wajahnya Sang Loo jie kelihatan halus dan ramah tetapi rasa ingin tahu dalam hatinya sangat tebal, dibalik gelak tertawanya yang haha…. hihi, dia mempunyai watak yang tak terima sebelum tujuannya tercapai, setelah ia pergi sebelum duduknya perkara dibikin jelas tak nanti ia akan kembali.”

Mendengar itu Siauw Ling menghela napas panjang, bibirnya bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu namun akhirnya dibatalkan.

Tu Kioe melirik sekejap kearah Siauw Ling lalu berkata kembali, “Toako tak usah selalu menguatirkan keselamatannya asal dia tak ada minat untuk berkelahi, sekalipun bertemu dengan musuh tangguh nomor wahid tidak nanti ia bisa terkurung.”

“Semoga saja ia dapat kembali dalam keadaan sehat walafiat tanpa kekurangan sesuatu apapun.”

“Lebih baik kita tunggu satu jam lagi.” usul Ceng Yap Chin. “Apabila dia belum juga kembali, maka kita harus berusaha menemukan Soen Loocianpwee serta suhengnya untuk merundingkan masalah ini.”

Kiranya Soen put shia serta Siauw Ling sekalian telah berangkat dengan kelompok yang terpisah, mereka telah berjanji kecuali keadaan situasi yang terlalu mendesak perduli dalam menginap, melakukan perjalanan atau bertemupun dilarang bercakap2 sehingga menarik perhatian orang lain.

Sementara beberapa orang itu masih berunding, tiba2 pintu kamar terbuka dan sesosok bayangan manusia menerjang masuk kedalam.

“Siapa?” hardik Tu Kioe.

Ditengah bentakan badannya berkelebat kedepan menghadang didepan pintu ruangan.

“Aku!” jawab orang itu lirih. “Cepat pasang lampu!”

Tu Kioe segera kenali suara saudaranya, buru2 dia cari korek api dan memasang lampu.

Tampaklah air muka Sang Pat telah berubah jadi hijau membesi. Ketika itu dia berdiri dengan tangan kanan ditumpangkan keatas lengan kirinya, darah segar membasahi seluruh baju bagian kirinya.

Siauw Ling jadi terperanjat, buru2 ia mendekati Sang Pat segera menegur, “Saudara Sang, parahkah luka yang kau derita?”

“Tidak mengapa, hanya sedikit luka luar, siauwte masih sanggup bertahan, asal diberi obat luka niscaya sudah sembuh.”

Dari dalam sakunya Ceng Yap Chin segera ambil keluar sebuah bungkusan, serunya, “Obat penahan sakit Ci Hiat Ci Thong San dari partai Bu tong kami rasanya pernah Sang heng dengar bukan?”

“Tidak salah, memang sangat terkenal” jawab Tu Kioe sambil menerima bungkusan itu, dia ambil bubuk obat tadi dan ditebarkan diatas luka, kemudian sambil membalut lengan tersebut serunya seraya gelengkan kepala berulang kali. “Sungguh berbahaya, sungguh berbahaya, satu mili saja lebih kedalam, tulangmu pasti sudah terluka.”

“Oooh, jadi luka itu tidak sampai mengenai tulang lenganku?”

“Tidak, tapi nyaris sekali hampir terkena….”

“Heee, heee…. semula aku kira lengan kiriku pasti akan jadi cacad, sungguh tak nyana masih bisa ketolong….”

“Sebenarnya apa yang terjadi?” tegur Siauw Ling.

“Aaaai…. tatkala siauwte tiba siruang tengah, kebetulan Kiam Bun Siang Ing sedang menyelesaikan notanya dan berlalu.”

“Kau terlalu banyak kehilangan darah, jangan banyak bicara singkatnya saja!”

Sang Pat mengangguk.

“Kuikuti dari belakang mereka melewati beberapa buah jalan, akhirnya sampailah kami disebuah tempat yang amat ramai, lampu teng2an tergantung dimana2, orang yang berlalu lalang saling berdesakan kedua belah sisi jalan adalah bangunan rumah yang tinggi besar….”

“Tempat apakah itu? kok begitu ramai?” jago muda dari Bu tong pay menyela.

“Tempat itu bukan lain adalah sarang pelacuran yang tersohor dikota Ooh Chioe ini.”

“Mau apa Kiam Bun Siang Ing pergi kesitu? apakah mereka berduapun orang2 yang suka main perempuan?”

“Mula2 akupun merasakan tercengang, seandainya Kiam bun Siang Ing memang ada maksud melepaskan hajatnya ditempat itu sepantasnya kalau mereka ganti pakaian dulu, apa sebabnya mereka berangkat dengan tergesa2? karena itu kecurigaan siauwte makin bertambah, aku segera mengejarnya kedalam.”

“Oooh jadi Djen Bok Hong telah mendirikan pos mata2nya didalam sarang pelacuran itu?” tanya Ceng Yap Chin.

“Menurut dugaanku bukan saja tempat itu merupakan sarang mata2nya, bahkan dari situ pula semua komando dikirimkan….”

Ia merandek sejenak, kemudian terusnya, “Ketika kulihat mereka masuk kedalam rumah pelacuran yang memakai merek gedung Sam Kang Soe It akupun segera ikut masuk kedalam….”

“Lalu kenapa kau bisa terluka?”

“Apakah Kiam Bun Siang Ing hendak membinasakan dirimu dihadapan umum?” sambung Tu Kioe.

Sang Pat menggeleng.

“Perubahan yang kemudian berlangsung banyak liku2nya, ketika aku mengejar hingga kedalam gedung Sam Kang Soe It tampaklah orang hilir mudik disini banyak sekali, perabot yang ada disitupun boleh dibilang sangat mewah, didepan ada kolam serta gunung2an dikedua belah samping penuh dengan jendela berhorden, boleh dibilang dagangannya laris dan untung besar.”

Sebagian kebiasaan seorang pedagang membicarakan soal untuk maka Sang Pat pun jadi lupa keadaan dan ngecipris terus tiada hentinya.

“Teruskan!” seru Siauw Ling dengan alis berkerut.

“Heeee…. heee…. penyakit lamaku memang selamanya sukar dirubah….” Sang Pat mendehem ringan dan terusnya. “Ketika siauwte melihat Kiam Bun Siang Ing menuju kebelakang gunung2an dan menuju kehalaman belakang maka aku segera menyusulnya pula, siapa tahu dibelakang gunung2an situ terdapat sebuah pintu dan pintu tadi dijaga dua orang pelayan kurang ajar benar kedua orang pelayan tadi, mungkin dipandangannya pakaian siauwte pakaian amat kasar maka kepergianku segera dihalangi. Sebetulnya siauwte hendak paksa menerobos kedalam tapi aku takut sudah mengejutkan Kiam Bun Siang Ing, maka terpaksa aku mengundurkan diri setelah kuperiksa keadaan disekeliling tempat itu, kucari sebuah tempat yang gelap dan loncat kedalam ruang belakang gedung Sam Kang Soe It tersebut….”

“Dihalaman belakang penuh ditanami pepohonan bunga, lampu lentera digantung pada setiap penjuru membuat suasana disekeliling sana jadi terang benderang bagaikan siang hari, beberapa ruangan tampak tertutup oleh kain horden yang tebal. Sekilas memang siauwte telah sadar bahwa halaman itu sudah diatur oleh orang lihay, peduli kau ada disudut manapun sulit untuk menghindarkan diri dari sorotan cahaya lampu. Hal ini memaksa siauwte harus berdiam beberapa saat diatas atap tanpa sanggup loncat kehalaman belakang.”

Teringat akan lukanya yang belum lama menderita, Siauw Ling tak ingin saudaranya terlalu banyak bicara tak tahan selanya, “Saudara Sang, persingkat saja ceritamu!”

“Obat luka dari Bu tong pay benar2 sangat manjur, pada saat ini rasa yang siauwte derita sudah banyak berkurang.”

“Baiklah, kalau begitu perlahan sedikit suaramu agar jangan sampai menggetarkan mulut lukamu!”

Sang Pat tersenyum.

“Siauwte tengok kesana tengok kemari tetapi belum berhasil juga menemukan dari mana aku harus meloncat turun, tetapi aku pun tahu kalau harus begitu teruspun bukan jalan yang tepat, akhirnya aku lantas mengambil keputusan untuk kembali dahulu dan tukar pakaian….”

Begitu masuk kedalam ruangan Siauw Ling sekalian hanya repot membubuhi lukanya dengan obat, kini setelah mendengar perkataan tersebut mereka lantas perhatikan bajunya, ternyata Sang Pat telah tukar sebuah jubah berwarna hitam yang amat panjang.

“Dari mana dapat pakaian ini?” tanya Ceng Yap Chin.

“Kucari seseorang yang mempunyai potongan badan yang rada sama dengan perawakanku, diam2 kutotok jalan darahnya, melepaskan pakaiannya, setelah meninggalkan sedikit uang lantas masuk kembali kedalam gedung Sam Kang Soe It.”

Ia berhenti sebentar untuk tukar napas.

“Sedikitpun tidak salah, dengan dandananku sekarang ternyata kedua orang pelayan itu sama sekali tidak menghalangi jalan pergiku dan biarkan aku masuk kedalam.”

“Apakah halaman belakang sana merupakan tempat perkumpulan anak buah Djen Bok Hong?”

“Dihalaman belakang terdapat banyak sekali serambi serta lorong yang berliku2, perabot disitu jauh lebih mewah dari pada halaman depan, diantaranya hanya ada dua deret kamar yang tertutup, karena tak tahu Kiam Bun Siang Ing telah masuk kekamar yang mana, maka diam2 siauwte hitung kamar yang ada disana, semuanya ada dua belas pintu dan dari tiap kamar menyorot keluar cahaya lampu.”

Kembali dia berhenti sebentar, setelah tukar napas sambungnya lebih jauh, “Tidak salah, setelah kulintasi semua loteng itu satu kali dan tidak berhasil menemukan jejak Kiam Bun Siang Ing. Diam2 aku mulai merasa bahwa diriku telah terjerumus kedalam suasana yang penuh dengan mara bahaya.”

“pada bagian mana yang tidak beres?”

“Waktu aku mula2 masuk kedalam masih tidak merasakan apa2, tetapi setelah mengitari tempat itu satu kali aku baru merasakan keadaan yang sedikit tidak beres, ternyata letak kedua belas buah pintu itu secara diam2 mengandung unsur barisan Pat Kwa, jelas tempat itu bukan satu tempat pelacuran biasa, setelah kusadari bahwa keadaan terjerumus dalam keadaan bahaya buru2 aku mengundurkan diri dari situ. Pada saat aku belok pada tikungan tiba2 terdengar sambaran angin menyapu lewat dari sisi tubuhku, meski dalam hati aku pasti waspada namun aku tak pernah mengira kalau dibalik tikungan telah ada seseorang yang menantikan kedatanganku, untuk saat sulit bagiku untuk meloloskan diri, maka tak ampun lagi lengan kiriku termakan oleh sebuah bacokan….”

“Apakah kau berhasil melihat raut wajah orang itu?” tanya Tu Kioe.

Dia sadar akan kelihayan ilmu silat yang dimiliki Sang Pat, meskipun ada orang secara mendadak melancarkan serangan bokongan kepadanya, sukar juga untuk bikin jago kate ini terluka.

Sang Pat menggeleng.

“Aku tidak berhasil menyaksikan raut wajahnya dan pula tidak sempat bagiku untuk memeriksa. Sebab sambaran golok yang menerjang diriku menyapu datang dengan cepatnya, masih untung aku cuma termakan sebuah bacokannya saja, dalam keadaan begitu aku tak berani menerjang kedalam lebih jauh, sambil mengempos tenaga badanku segera melayang keatas atap rumah. Ketika itulah puluhan titik cahaya tajam meluncur secara berbareng kearahku berdiri, daerah seluas delapan depa telah terkurung oleh serangan senjata rahasia yang rapat, bila aku tidak berhasil mempertahankan rasa dongkolku untuk melancarkan serangan balasan, niscaya aku telah mati dibawah serangan senjata rahasia itu.”

“Aaah, persiapan yang demikian ketatnya jelas bukan disiapkan untuk menghadapi siauwte seorang” seru Siauw Ling. “Sebaiknya memang sejak dahulu telah dipersiapkan untung Sang heng punya akal yang panjang hingga tidak sampai terbokong oleh lawan.”

“Ada satu perakalan siauwte merasa kurang paham.”

“Persoalan apa?”

“Aku maksudkan bacokan golok yang berhasil melukai lenganku, tatkala untuk pertama kalinya aku lewat pada jalan tersebut, telah perhatikan dengan seksama siauwte yakin disitu tak ada orang, kemudian akupun sudah perhatikan lagi suasana disekitar sana yang bebas dari manusia, lalu dari manakah datangnya sambaran golok tersebut….?”

Siauw Ling termenung sebentar, lalu ia menjawab, “Seandainya dibelakang dinding terdapat sebuah alat rahasia yang bisa bergerak secara otomatis, dengan sendirinya serangan golok itupun bisa muncul tanpa diduga.”

“Baach benar! siauwte tidak sampai berpikir kesitu. Oooh…. suatu persiapan yang benar2 sangat keji! sekalipun bacokan golok itu tidak sampai membinasakan diriku, tetapi serangan senjata rahasia berikutnya benar2 luar biasa. Sekalipun seorang jago kelas satupun belum tentu dapat menyelamatkan diri dengan selamat. Masih untung nasib siauwte rada baik dan segera loncat keatas atap, dengan demikian jiwaku berhasil diselamatkan.”

“Waah…. kalau cayhe yang harus menghadapi kejadian seperti itu, aku pasti bakal terluka diujung senjata rahasia itu” komentar Ceng Yap Chian.

“Setelah kau melarikan diri keatas atap rumah, apakah ada orang yang mengejar dirimu?”

“Bangunan tersebut letaknya dekat dengan halaman depan lagi pula para tamu yang berkunjung kesana amat banyak, ditambah pula gerakanku cepat sekali tiba2 sudah menyelinap kedalam gerombolan manusia.”

“Kalau begitu gedung Sam Kang Soe It memang radaan kukoay!”

“Djen Bok Hong telah menyebarkan anak buahnya keseluruh dunia untuk mencelakai Siauw heng kenapa kita tidak obrak abrik pula beberapa markas besarnya agar dia tahu rasa?’

“Perkataan Ceng heng sedikitpun tidak salah, baiklah malam ini kita beristirahat sehari besok malam kita baru pergi menengok keadaan Sam Kang Soe It.”

“Toako, alangkah baiknya kalau kita mengadakan kontak dahulu dengan Boe wie Tootiang, Soen Loocianpwee, kemudian baru melakukan suatu tindakan” Sang Pat mengusulkan.

“Tapi entah suheng cayhe berdiam pula didalam rumah penginapan Lak Hoo ini atau tidak.”

“Mereka sudah menginap disini, ketika siauwte keluar tadi diam2 telah kuperiksa tanda rahasia yang mereka lepaskan, suhengmu serta Soen loocianpwee telah berada disini semua. Hanya kita tidak tahu mereka menginap dikamar mana?”

“Mata2 Djen Bok Hong sangat lihay, malam ini kita harus membagi tugas jaga malam.”

Malam ini berlalu tanpa menemui kejadian apapun juga, ketika keesokan harinya fajar baru menyingsing, secara beruntun Boe Wie Tootiang serta Soen Put shia telah menggabungkan diri dengan mereka.”

Siauw Ling memang ada maksud mengundang kedatangan kedua orang itu, begitu melihat mereka berdua sudah datang maka cepat2 ia sampaikan kisah peristiwa yang telah dialami Sang Pat kemarin malam.

“Rupanya kita sudah tak dapat menghindarkan diri dari bentrokan langsung dengan pihak Djen Bok Hong” ujarnya Boe Wie Tootiang selesai mendengarkan cerita itu. “Menghancurkan sebuah markas rahasianya berarti kita sudah mencukil sebuah matanya. Dewasa ini meskipun anak buah Djen Bok Hong telah ditempatkan dikota Ooh Chioe tetapi ia tak bakal pusatkan segenap tenaga serta kekuatannya disini, pinto rasa meskipun bertemu sendiri dengan dirinya, kita masih mampu untuk mempertahankan diri.”

“Ia dirikan markas besarnya didalam sarang pelacur, perbuatannya ini benar2 sangat lihay” kata Soen Put shia pula. “Sudah kujelajahi hampir segala penjuru dunia, tapi belum pernah kutemui kejadian seperti ini. Aku sipengemis tua rasanya harus ikut berangkat untuk menambah pengalamanku.”

“Berangkat sih kita harus berangkat, cuma kita harus berangkat dengan suatu susunan rencana yang ketat dan sempurna.”

“Tootiang kau pintar dan banyak akal, aku pengemis tua rasa dalam hatimu tentu sudah punya rencana bukan?”

Boe wie Tootiang tersenyum.

“Rencana sih memang ada tetapi pinto tak tahu bisakah digunakan dengan cepat, setelah pinto utarakan nanti seandainya ada bagian yang terasa kurang tepat harap kalian suka memberi komentar.”

Segera dia beberkan rencananya dan menjelaskan hingga bagian2 yang paling mendetail.

“Bagus, bagus!” puji Soen Put shia kemudian. “Kita kacaukan dahulu perhatian musuh, kemudian baru menerobos masuk!”

Klootaak….! mendadak sebutir batu terjatuh didalam halaman.

“Cuwi sekalian harap berhati2″ bisik Boe wie Tootiang sambil ulapkan tangannya.

“Apa yang sudah terjadi?”

Boe wie Tootiang goyangkan tangannya memberi tanda agar Siauw Ling jangan berbicara.

Lewat beberapa saat kemudian dari luar kamar berkumandang lagi dua suara yang nyaring, saat itulah Boe wie Tootiang baru bangkit berdiri sembari berkata, “Pinto telah sebarkan anak buahku untuk berjaga2 disekeliling tempat ini, suara nyaring yang berkumandang tadi menandakan adanya orang mencurigakan mendekati tempat kita.”

“Oooh, jadi suara beruntun dua kali barusan menandakan kalau orang yang mencurigakan itu sudah pergi?”

“Tidak salah!” toosu itu bangkit berdiri dan menambahkan. “Pinto akan pergi lebih dahulu.”

“Aku sipengemis tua pun mencari beberapa orang pembantu, aku berpisah pula lebih dahulu.”

Murid Kay pang tersebar dimana2, Kota Ooh Chioe sebagai sebuah kota tentu saja terhindar dari jelajahan murid2 Kay pang. Soen put shia sebagai seorang Tiangloo tentu saja tidak sukar untuk mendapatkan bala bantuan.

Setelah beberapa orang itu berlalu, Boe wie Tootiang baru memandang sekejap kearah Sang Pat sambil berkata, “Walaupun luka yang diderita hanya luka luar belaka, tapi kau sudah terlalu banyak kehilangan darah, lebih baik beristirahatlah selama beberapa hari.”

“Siauwte rasa beristirahat setengah haripun rasanya sudah lebih dari cukup.”

Ketika sore hampir menjelang, Siauw Ling dengan membawa serta Tiong Cho Siang Ku serta Ceng Yap Chin berangkat meninggalkan rumah penginapan Lak Hoo dan menuju kelenteng Koen Eng Loe.

Koen Eng Loo adalah rumah makan terbesar dikota Ooh Chioe, ketika Siauw Ling sekalian tiba disana, Boe wie Tootiang serta Suma Kan sekalian telah duluan.

Kali ini Boe wie Tootiang menyaru sebagai seorang kakek berjubah hijau yang sangat angker. Seandainya tidak berjanji lebih dahulu mungkin Siauw Ling tidak akan mengenali dirinya kembali.

Suma Kan tetap berdandan sebagai seorang tukang ramal.

Saat itu sore belum tiba, tamu yang ada diatas loteng pun hanya enam bagian Siauw Ling putar biji matanya menyapu sekejap kesekeliling sana kemudian melangkah masuk kesebuah kamar.

Didalam kamar sana telah menanti dua orang toosu muda yang membawa sebuah buntalan.

Siauw Ling segera tukar pakaian, membersihkan wajahnya dari obat penyaruan dan memulihkan kembali wajah aslinya. Setelah itu dia baru munculkan diri dan mencari tempat duduk.

Tempat yang dipilih Siauw Ling strategis letaknya, barang siapa pun yang naik keatas loteng tentu akan menjumpai wajahnya.

Dalam pada itu Sang Pat, Tu Kioe serta Ceng Yap Chin menyebar disekeliling meja Siauw Ling untuk melindunginya secara diam2, enam buah sorot mata tiada hentinya mengawasi gerak gerik setiap tamu dengan hati tegang.

Siapapun tidak tahu serangan keji apakah yang telah direncanakan Djen Bok Hong untuk mencelakai Siauw Ling, mereka takut sedikit melengah mengakibatkan si anak muda itu terbokong.

Tidak selang beberapa saat Siauw Ling duduk disana, mendadak dari sudut timur laut berdiri seseorang dan segera turun kebawah.

“Hati2 dengan keparat itu” bisik Sang Pat cepat.

Tu Kioe mengangguk, dengan tajam ia perhatikan terus gerak gerik orang itu.

Tampak orang itu berhenti sejenak dimulut loteng, kemudian berpaling dan memperhatikan lagi diri Siauw Ling, setelah itu baru turun dari loteng dan berlalu.

Beberapa saat kemudian muncul seorang pelayan dan membawa nampan sayur, ia bagikan dahulu sayur itu pada empat meja tamu, kemudian menghampiri Siauw Ling sambil menyapa, “Khek koan, kau hendak pesan sayur apa?”

Siauw Ling sebutkan dua macam sayur dan sepoci arak, pelayan itu segera berlalu.

Beberapa saat kemudian pelayan tadi telah muncul kembali menghidangkan sayur pesanan.

Pelayanan yang dilakukan sang pelayan dengan cepatnya ini segera mencurigakan hati Sang pat, kembali bisiknya kepada Tu Kioe, “Aku rasa keadaan rada tidak beres….”

“Bagaimana yang kurang beres?”

“Baik dalam rumah makan besar maupun dalam rumah makan kecil sudah menjadi kebiasaan perilakunya suatu peraturan dimana yang datang duluan dilayani lebih dahulu, tapi coba kau lihat pelayan tersebut kenapa ia melayani Liong tauw toako kita melampaui batas? kau harus hati2 memperhatikan gerak geriknya.”

Sementara itu pelayan tadi sudah mendekati Siauw Ling, diam2 Tu Kioe mengepos tenaga melakukan persiapan, asal pelayan itu menunjukkan tingkah laku yang mencurigakan dengan suatu gerakan secepat kilat dia akan melancarkan seragan mematikan.

Tetapi pelayan itu tidak melakukan sesuatu gerakanpun, setelah meletakkan sayur dan arak tadi keatas meja dia segera mengundurkan diri.

Diam2 Tu Kioe bernapas lega pikirnya, “Sang Loo jie terlalu berhati2, sekalipun Djen Bok Hong telah sebarkan mata2nya dimana2, tidak mungkin dia bisa mengutus anak buahnya jadi pelayan dalam rumah makan Koen Eng Loo ini….”

Dalam pada itu pelayan tadi sudah mendekati Ceng Yap Chin, setelah menanyakan pesanan sayur dan arak diapun berlalu.

Perlahan2 Siauw Ling angkat cawan araknya hendak diteguk, tapi sebelum cawan tersebut menempel dibibirnya serentetan suara berbisik yang amat lembut telah menyusup kedalam telinganya.

“Jangan kau teguk arak itu, dan jangan kau sentuh sayur yang dihidangkan!”

Bukan saja suara itu kedengaran asing sekali bahkan tidak mirip nada pria, dengan cepat Siauw Ling menyapu sekejap sekeliling tempat itu, menanti dilihatnya diatas loteng tiada seorang perempuanpun ia baru berpikir dengan hati tercengang, “siapakah orang itu? kenapa dia memberi peringatan kepadaku….”

Beberapa saat telah lewat, pelayan tadipun muncul kembali seraya memperhatikan sayur dan arak dimeja Siauw Ling mendadak tegurnya, “Eeeei…. Khek Koan kenapa kau? apakah arakanya kurang panas?”

“Ooooh bukan….”

“Apakah sayurnya kurang sedap?”

“Juga bukan!”

“Kalau memang sayur dan arak kami lezat, kenapa Khek Koan tidak bersantap?” tanya pelayan tadi sambil memandang sekejap sayur dan arak dimeja.

Mendengar teguran tersebut, satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benak Siauw Ling.

“Seorang pelayan, kenapa dia begitu suka mencampuri urusan orang lain?” pikirnya.

Setelah berkelana beberapa waktu dalam dunia persilatan, pengalamannya sekarang telah makin bertambah, kendati dalam hatinya telah timbul rasa curiga namun diatas wajahnya sama sekali tidak diutarakan perasaan tersebut ia tersenyum hambar.

“Cayhe tidak bersantap karena secara lapat2 aku mencium suatu bau yang sangat aneh dalam sayur serta arak ini….” bisiknya.

“Aaah, Khek Koan pandai benar bergurau!”

“Kalau kau tidak percaya nah coba minumlah sendiri, silahkan…. silahkan….”

Sembari berkata tangannya bergerak cepat, tangan kanannya laksana kilat menotok jalan darah Hong Hu dikaki kanan pelayan itu sementara tangan kirinya yang membawa cawan dengan disaluri tenaga kweekang segera mencekokkan arak tadi kedalam mulutnya.

Gerakan yang dilakukan si anak muda ini cermat sekali, meskipun dia memaksa pelayan itu untuk meminum arak dalam cawan, tetapi para tamu yang ada diatas loteng tak seorangpun yang tahu.

Sambil meletakkan cawan arak tadi keatas meja perlahan2 Siauw Ling bangun bediri, ia tabok punggung pelayan tadi hingga arak dalam mulutnya terteguk kedalam perut, setelah itu sambil melepaskan jalan darahnya yang tertotok katanya, “Loo heng, semoga kau tetap sehat walafiat!”

Begitu jalan darahnya terbuka pelayan itu cepat2 lari turun kebawah, tetapi berhubung racun yang mengeram dalam perutnya sangat keji maka baru saja tiba dimulut loteng ia sudah jatuh terjungkal dan muntah darah segar.

Hanya dalam sekejap mata darah telah mengucur keluar dari kelima inderanya, setelah berkelejit sebentar tamatlah riwayat pelayan tersebut.

Diam2 Siauw Ling merinding setelah melihat betapa kejinya racun yang dipersiapkan untuknya, bilamana tidak ada orang yang memberi peringatan kepadanya, arak tadi niscaya telah diteguknya kedalam perutnya.

Sementara itu suasana diatas loteng jadi gaduh dan menarik perhatian banyak orang.

Pada saat itulah berdiri seorang tamu dari tempat duduknya, laksana kilat dia sambar jenasah pelayan tadi dan kabur turun dari loteng.

“Aaah, dalam rumah makan ini tentu masih terdapat banyak sekali jago-jago lihay perkampungan Pek Hoa San cung yang mencampur baurkan diri dengan para tamu” pikir Siauw Ling didalam hati. “Musuh dalam kegelapan sedang aku ada ditempat yang terang, tak baik aku berdiam terlalu lama disini.” setelah meletakkan beberapa pecahan uang perak keatas meja ia segera bangkit berdiri dan turun dari loteng.

Tu Kioe segera berbisik kepada Sang Pat, “Sungguh tak disangka Djen Bok Hong telah siapkan jebakan maut dalam rumah makan, ayoh kita berangkat!”

Tanpa banyak bicara ia turun lebih dahulu dari atas loteng.

Ceng Yap Chin menyapu sekejap kesekelilingnya, mendadak ia berteriak keras, “Aduh celaka, dalam sayur dan arak ada racunnya, hati2….”

Robohnya sang pelayan tanpa sebab barusan telah memancing perhatian banyak orang, setelah mendengar teriakan pula dari Ceng Yap Chin, suasana berubah makin kalut.

Menggunakan kekalutan itu buru2 Ceng Yap Chin meloloskan diri dari atas loteng.

Dalam pada itu Siauw Ling telah turun dari atas loteng dan segera lari kearah luar, tetapi baru saja ia tiba didepan pintu suara yang lembut halus tadi kembali berkumandang disisi telinganya.

“Hati2 dengan serangan bokongan.”

Siauw Ling menoleh, tapi orang itu tidak ditemukan juga, ia lantas berpikir, “Ia tak mau munculkan diri, berarti belum saatnya ia bersedia untuk menjumpai diriku.”
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar