Rahasia Istana Terlarang Jilid 18

Jilid 18

“Sekalipun berhasil kita pikirkan, lalu apa gunanya?” ujar Siauw Ling sambil tertawa getir.

“Tentu saja penting sekali artinya, misalnya saja berbicara mengenai situasi yang kita hadapi malam itu, lukamu sangat parah dan tak sanggup bangun. Sedang aku sipengemis tua serta Boe Wie Tootiang terkurung disisi telaga oleh jago-jago lihay Djen Bok Hong yang begitu banyak, seandainya pada saat yang kritis tidak muncul irama musik yang aneh, kejadiannya pasti hebat.”

“Pertarungan sengit tak terhindar dan kemungkinan besar aku sipengemis tua serta Boe Wie Tootiang bakal mati konyol ditangan mereka. Bukan begitu saja bahkan Im Yang cu beserta sekalian partai Bu tong, Bo Boen Hwie dan teman-teman lainnya tak akan terhindar dari bencana-bencana. Jadi menurut pikiranku seandainya orang yang dipukul mundur Djen Bok Hong dengan irama musiknya adalah seseorang yang sama, jelas ia tidak bermaksud jahat terhadap diri kita semua!”

Ucapan ini sedikit banyak melegakan hati Siauw Ling ia menghela napas panjang.

“Loocianpwee apa yang harus kita perbuat saat ini?” akhirnya dia bertanya.

“Aku rasa Boe Wie Tootiang sekalian sudah tidak sabar menunggu kehadiran kita maka kupikir lebih baik kita kembali dulu kebawah pohon Pak. Setelah berkumpul dengan mereka semua kita baru menyusun rencana kembali!”

“Ehmm!aku rasa kita memang sudah seharusnya berbuat begini!”

Begitulah mereka berdua lantas keluar dari rumah gubuk dan kembali melalui jalan semula.

“Saudara Siauw!” Ditengah jalan Soen Put Shia memperingatkan: “Sesudah bertemu dengan Boe Wie Tootiang nanti, lebih baik kita tak usah ungkap lagi persoalan ini.”

“Kenapa?”

“Awan gelap telah menyelimuti jagad dunia persilatan sedang kau, saudara Siauw adalah rembulan ditengah awan hitam. Sejak pertempuran dalam perkampungan Pek Hoa San cung tempo dulu, bukan saja namamu meloncat tinggi bahkan kau telah dipandang sebagai simbol kekuatan untuk melawan gerombolan Djen Bok Hong, mungkin kau masih belum tahu bahwa secara lapat-lapat kau telah menjadi pemimpin orang Bulim. Justru karena itulah Djen Bok Hong berdaya upaya dengan segala kemampuannya untuk menangkap ayah ibumu maksudnya bukan lain paksa untuk tunduk pada perintahnya, agar kau tidak berani membangkang dan lawan dirinya, dalam hati kecilnya ia paham bahwa mulai itu hanya kaulah yang punya kemampuan serta keberanian untuk menyelenggarakan suatu kekuatan Bulim untuk menentang dirinya. Maka dari itu demi keselamatan ayah ibumu serta keberhasilan kita untuk menghancurkan kekuatan Djen Bok Hong berusahalah merahasiakan jejak orang yang tahu akan kejadian ini semakin menguntungkan dirimu sendiri.”

Siauw Ling segera mengangguk.

“Perkataan loocianpwee sedikitpun tak salah. Tapi apa yang harus kau jawab seandainya mereka bertanya nanti?”

“Jawablah sebagian saja dari kejadian yang sesungguhnya.”

Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki kedua orang itu telah berhasil mencapai puncak kesempurnaan. Sesaat kemudian mereka berdua dibawah pohon Pak.

Dalam pada itu Boe Wie Tootiang serta Tiong Cho Siang Ku sekalian beberapa orang sedang menanti dengan hati cemas, melihat kedua orang itu sudah kembali buru-buru mereka maju menyongsong.

“Hei. Apakah kalian sudah berhasil menjumpai peniup seruling itu?” terdengar Kiem Hoa Hujien yang belum sembuh dan bersandar disisi pohon berteriak keras.

“Hanya kami dengar suaranya saja, sedang macam orangnya tak berhasil kita temui.”

“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Boe Wie Tootiang.

Soen Put Shia takut Siauw Ling terlanjur bicara selalu, maka ia segera tertawa terbahak-bahak dan menyambung, “Aku sipengemis tua serta saudara Siauw telah mengejar suara itu hingga tiba didepan sebuah rumah gubuk, kiranya suara seruling itu muncul dari dalam rumah gubuk tadi….”

“Apakah kalian tidak masuk dan memeriksa keadan didalam gubuk itu….” sela Kiem Hoa Hujien.

“Menggunakan kesempatan ketika ajak sipengemis tua berbicara, orang itu telah melarikan diri lewat jendela kebelakang, sehingga tatkala aku serta saudara Siauw berhasil masuk kedalam rumah gubuk itu, ternyata orang tadi sudah lenyap tak berbekas.”

“Kalau begitu dia tidak sudi bertemu muka dengan kalian?”

“Mungkin saja begitu!”

Sang Pat melirik sekejap kearah Siauw Ling lalu berkata, “Toako meskipun daya cium anjing kita tajam namun setelah adanya kejadian ini tidak mungkin berhasil kita kejar jejak dirinya lagi.”

“Aaaaa…. agaknya mereka sudah memperhitungkan segala sesuatunya dengan cermat meski kita kejarpun rasanya tak berguna, sekarang urusan sudah jadi begini, sekalipun gelisah juga percuma, lebih baik tak usah dikejar lagi.”

“Lalu bagaimana rencana Siauw thayhiap selanjutnya?” tanya Boe Wie Tootiang.

“Anak murid partai Bu tong serta Bo Boen Hwie sekalian sedang menanti kita ditepi telaga. Bagaimana kalau kita kembali dulu kesana?”

Tingkah laku Siauw Ling yang berubah seratus delapan puluh derajat ini mencengangkan hati Boe Wie Tootiang. Diam-diam pikirnya, “Sungguh aneh sekali sikap si anak muda ini apa sebabnya ia berubah pikiran secara mendadak? bukannya mencari jejak ayah ibunya malahan diajak kembali….”

Tetapi sebagai seorang yang cermat dan mengutamakan tata kesopanan sekalipun dalam hati menaruh curiga, kecurigaan itu tidak sampai diutarakan keluar.

Terdengar Tu Kioe berkata dengan suara dingin, “Siauwte sekalian tak berguna sehingga mengakibatkan kedua orang tua diculik orang, sekalipun harus mengejar sampai keujung langit kedasar samudra kami pasti harus temukan kembali mereka berdua!”

“Aaaai….! aku mengerti akan maksud hati Tu heng dalam hati siauwte merasa sangat berterima kasih tetapi situasi yang kita hadapi sekarang telah berubah, kita tak boleh tinggalkan begitu banyak sahabat-sahabat Bulim yang menderita luka.”

“Sedikitpun tidak salah” sambung Soen Put Shia. “Aku sipengemis tuapun berpikir demikian, seandainya kita lama sekali tinggalkan tempat itu dan misalnya Djen Bok Hong kirim jago-jagonya lagi untuk menyerang, sekalipun jago-jago Bu tong, namun aku tetap merasa bahwa sepasang tangan tidak nanti bisa menangkan empat buah tangan.”

Mendadak Kiem Hoa Hujien bangun berdiri.

“Kalau memang cuwi sekalian mau kembali ketempat semula, aku tak bisa menyertai kalian lagi….”

Sinar matanya beralih keatas wajah Siauw Ling dan menambah, “Saudara Siauw baik-baiklah menjaga diri, cici mau pergi dulu.”

“Cici” seru Siauw Ling dengan cemas, ia segera loncat kedepan menghalangi jalan pergi perempuan itu. “Lukamu belum sembuh, mana mungkin kau sanggup melakukan perjalanan seorang diri.”

“Lalu bagaimana pendapat saudara Siauw?” Kiem Hoa Hujien balik bertanya sambil tertawa terbahak-bahak.

“Lebih baik cici melanjutkan perjalanan lebih dulu bersama kami, dengan begitu siauwte bisa bertanggung jawab melindungi keselamatan cici.”

“Apakah kau hendak nasehatiku untuk melepaskan jalan gelap kembali kejalan terang dan lepaskan diri dari pengaruh perkampungan Pek Hoa San cung….??”

“Siauwte tidak berani memaksa cici untuk berubah pendapat aku cuma berharap agar cici mau merawat lukamu lebih dahulu hingga sembuh baru kemudian meneruskan kembali perjalananmu seorang diri.”

Mendadak Kiem Hoa Hujien tarik kembali senyumannya, lalu berkata lirih, “Seandainya saat ini aku ikut kalian kembali ketepi telaga, maka dengan cepat Djen Bok Hong akan mengetahui kabar berita ini.”

“Apakah cici sangat jeri terhadap diri Djen Bok Hong?????”

“Asal ia hentikan pemberian obat penawar kebadanku maka racun yang mengeram dalam tubuhku segera bekerja dan akhirnya mati. Coba katakan menakutkan tidak kejadian ini??”

“Dalam hati siauwte mempunyai satu persoalan yang tidak dipahami, apakah cici suka menjelaskan??”

“Coba katakan persoalan apa yang tidak kau pahami, asal cici tahu pasti akan kukatakan kepadamu.”

“Siauwte pernah berdiam agak lama didalam perkampungan Pek Hoa San cung, apa sebabnya Djen Bok Hong tidak melepaskan racun kedalam tubuhku?”

“Peristiwa ini boleh dibilang rejekimu yang bagus, mungkin saja ia tidak sempat melakukan perbuatan tersebut atau mungkin tidak berpikir sampai disitu. Karena menurut pikirannya kau seorang bocah yang baru turun gunung mana berani menentang dirinya.”

Siauw Ling membungkam lama sekali ia termenung kemudian baru berkata, “Aku mau mempertahankan selembar jiwaku, maka mau tak mau harus pergi….”

“Tapi luka yang kau derita amat parah, ditambah pula tiada orang yang melindungi dirimu dalam perjalanan, bukankah hal ini sangat berbahaya bagi dirimu?”

Mendengar perkataan itu Kiem Hoa Hujien tertawa.

“Saudara Siauw legakanlah hatimu, dengan andalkan makhluk berbisa yang cici miliki aku masih mampu menjaga diri.”

Habis berkata ia lantas ulapkan tangannya dan berlalu dari situ dengan langkah perlahan.

Berhubung luka dan kesehatannya belum sembuh seperti sedia kala, maka langkah perempuan itu masih gontai dan sempoyongan kesana kemari, seolah-olah setiap saat ia bisa roboh ketanah.

Makin dilihat Siauw Ling merasa makin tidak tega, buru-buru ia mengejar kedepan dan menghadang jalan pergi Kiem Hoa Hujien, serunya sambil menjura, “Cici! sudah berulang kali kau menolong jiwaku namun siauwte belum pernah membalas budi kebaikanmu. Sekarang luka yang kau derita masih amat parah. Sama sekali tiada tenaga untuk melindungi diri sendiri. Aku Siauw Ling mengerti bahwa aku tak mampu, namun bagaimanapun juga aku tak rela membiarkan kau pergi seorang diri.”

Sekilas cahaya memancar keluar dari balik mata perempuan Biauw itu. Ia tatap wajah Siauw Ling kemudian tertawa.

“Sudahlah…. tak usah kau tunjukkan sikap seorang gadis. Cici sudah terbiasa menderita, tidak tega kutelan ucapanmu yang mempesonakan hati itu….”

Tak menunggu jawaban dari Siauw Ling lagi, buru-buru ia putar badan dan berlalu.

Mimpipun Siauw Ling tak pernah menyangka kalau Kiem Hoa Hujien bisa mengucapkan kata-kata seperti itu. Ia termangu-mangu ditempat semula dan untuk beberapa saat tak tahu harus berbuat apa.

Tampak Kiem Hoa Hujien dengan langkah gontai berlalu dari situ.

Lama sekali Siauw Ling berdiri mematung ditempatnya, menanti bayangan punggung perempuan itu sudah lenyap dari pandangan ia baru berpaling dan mendekati Boe Wie Tootiang.

“Aku tidak menyangka kalau hatinya begitu keras!” ujarnya.

“Kiem Hoa Hujien punya akal yang cerdik dan pintar, aku rasa ia dapat melindungi keselamatan sendiri tanpa perlu kita kuatirkan lagi.”

“Setelah menerima budi orang lain yang begitu besar tanpa bisa membalasnya, hal ini membuat hatiku sedih dan tidak tentram.”

“Waktu dikemudian hari masih panjang, kau tak usah gelisah begitu….” sela Soen Put Shia. “Tatkala Kiem Hoa Hujien hendak berlalu tadi, meski ucapannya ketua dan tegas namun wajahnya tak dapat menyembunyikan kesedihan hatinya!”

“Dari mana Tootiang bisa tahu?”

“Kalau hatinya tidak sedih, tidak nanti ia menangis.”

“Tapi…. aku berdiri sangat dekat dengan dirinya, mengapa tidak kutemui air mata yang jatuh berlinang dari kelopak matanya?”

“Siauw thayhiap tidak memperhatikan dengan cermat maka tidak kau lihat hal itu tatkala ia putar badan tadi pinto dengan tegas dapat melihat bahwa ia sedang menyeka air mata.”

Siauw Ling termenung beberapa saat kemudian baru menjawab.

“Aah, mungkin saja ucapan tootiang benar, sebab kau melihat lebih jelas dari pada diri cayhe.”

Perjalanan dilakukan sangat cepat, dalam sekejap mata mereka sudah tiba ditepi telaga.

Setibanya dibawah tebing Boe Wie Tootiang segera menunjukkan sikap yang aneh, tampak ia berpaling sekejap kearah Siauw Ling dengan sinar mata sedih lalu berkata, “Rupanya kedatangan kita kembali terlambat selangkah.”

“Apakah sudah terjadi peristiwa yang ada diluar dugaan.”

“Tidak salah, apabila mereka tidak membuyarkan diri maka disini tentu terjadi peristiwa yang mengejutkan.”

“Ehmm, perkataan ini sedikitpun tidak salah” pikir Siauw Ling. “Seandainya ditempat ini masih terdapat anak murid Bu tong pay kenapa tidak nampak seorang manusiapun yang akan datang menyambut ciangbunjiennya? atau paling sedikit ditempat ini harus ada orang yang menjaga….”

Dalam pada itu Soen Put Shia, Tiong Cho Siang ku, Suma Kan, Ong Hong serta Thio Kie An pun secara lapat-lapat dapat merasakan suatu perasaan yang sangat aneh.

Boe Wie Tootiang segera percepat langkahnya menerjang masuk kedalam sebuah rumah gubuk.

Dengan kencang Siauw Ling mengikuti dari belakang, hawa murninya yang disiapkan seluruh badan guna menghadapi segala sesuatu yang tidak diinginkan.

Sesuah mengalami pelbagai pertempuran sengit makin lama pengalamannya semakin bertambah. Walaupun diluar ia tidak mengucapkan sepatah katapun dalam hati ia mengerti bahwa jago-jago yang dibawa datang Boe Wie Tootiang kali ini sebagian besar merupakan jago-jago lihay dari partainya, segenap kekuatan ini partai Bu tong telah dikumpulkan disitu, maka seandainya mereka mengalami kejadian yang diluar dugaan, kemungkinan besar hal ini akan menggoncangkan kekuatan partai ditengah dunia persilatan.

Sementara ia masih berpikir sampailah kedua orang itu didalam ruangan gubuk.

Mendadak Boe Wie Tootiang berhenti berpaling sekejap kearah Siauw Ling. Kemudian mengulur tangan kirinya menekan pintu.

Meski toosu itu berusaha mempertahankan ketenangan hatinya, namun Siauw Ling tentukan bahwa tangan kirinya gemetar keras, seolah-olah pintu kayu itu secara tiba-tiba telah berubah menjadi amat berat sekali sehingga Boe Wie Tootiang harus mengeluarkan segenap kekuatan tubuhnya untuk mendorong pintu tadi.

Dalam hati Siauw Ling menghela napas panjang, mendadak ia maju selangkah kedepan dan berjaga disisi Boe Wie Tootiang.

Ia mengerti perasaan hati Boe Wie Tootiang pada saat ini sangat berat. Reaksinya tidak akan secepat pada waktu-waktu biasa, kemungkinan besar dalam gubuk itu menggeletak mayat-mayat dari anggota partai Bu tong kemungkinan juga bersembunyi musuh yang amat tangguh, maka ia berjaga disisi Boe Wie Tootiang sambil mempersiapkan diri untuk menolong jiwa toosu tua itu disetiap saat.

Terdengar pintu kayu terbuka lebar, dibawah sorot cahaya matahari semua pemandangan dalam ruangan dapat dilihat jelas.

Apa yang mereka jumpai saat ini ternyata jauh ada diluar dugaan semua orang. Dalam ruangan itu tidak nampak ada mayat yang bergelimpangan, juga tidak nampak ada musuh tangguh yang bersembunyi disana.

Dalam ruangan gubuk yang sempit tampaklah Im Yang cu sedang duduk bersemedhi. Dikedua belah sisinya duduk enam orang anggota partai Bu tong yang sama-sama menggembol pedang.

Rupanya ketujuh orang itu telah menderita luka dalam yang amat parah. Dan saat itu mereka sedang bersemedhi sambil mengobati lukanya.

Sementara itu Siauw Ling telah siapkan segenap kekuatannya diatas telapak, sesudah menyaksikan keadaan dalam ruangan itu ia lantas menghembuskan napas lepas lega dan buyarkan tenaga murninya.

“Sute, baik-baik keadaanmu?” Boe Wie Tootiang segera menegur sambil melangkah kedepan.

Im Yang cu membuka sedikit matanya untuk memandang sekejap kearah Boe Wie Tootiang serta Siauw Ling, setelah itu pejamkan kembali matanya dan bungkam dalam seribu bahasa.

Kembali Boe Wie Tootiang menghela napas panjang.

“Sute parahkah luka dalam yang kau derita?” sambil bertanya ia maju lebih kedepan.

Selagi lagi Im Yang cu buka matanya memandang sekejap kearah suhengnya, setelah itu mengangguk.

“Sute, dimanakah letak lukamu? coba perhatikan kepadaku!”

Im Yang cu tetap duduk tenang ditempatnya semula menanti Boe Wie Tootiang sudah tiba disisinya mendadak ia loncat bangun. Jari tangannya bagaikan sebatang tombak langsung menotok jalan darah Thay pao hiat diatas iganya.

Sementara itu Boe Wie Tootiang berada dalam keadaan sedih, mimpipun ia tak pernah menyangka kalau Im Yang cu secara tiba-tiba melancarkan serangan kearahnya, sedang berdiri tertegun ujung jari Im Yang cu telah menempel diatas jubahnya.

Menghadapi kejadian diluar dugaan ini, terpopoh-popoh ia tarik napas dalam-dalam dan mengegos kesamping.

Namun serangan Im Yang cu amat cepat dan aneh, perubahan jurus dilakukan seperti sambaran kilat. Menjumpai Boe Wie Tootiang mengegos kesamping, pergelangan kanannya ditekan kebawah kemudian mengancam jalan darah Keng bun hiat ditubuhnya.

Boe Wie Tootiang memang memiliki ilmu silat yang sangat lihay, tapi dalam keadaan sedih dan tidak bersiap sedia, ia tak mampu untuk menghindarkan diri lebih jauh. Baru saja badannya berusaha miring kesamping, totokan tadi dengan telak telah mampir diatas jalan darahnya. Seketika itu juga separuh badannya jadi kaku.

Tapi bagaimanapun juga dia adalah ciangbunjien suatu partai besar. Kesempurnaan ilmu silatnya bukan kosong belaka. Begitu tertotok ia mendengus dingin, telapaknya dibalik membabat kebawah menghajar uratnya dipergelangan kanan Im Yang cu.

Dikala Im Yang cu melancarkan serangan bokongan tadi, enam orang toojien yang duduk disamping Im Yang cu serentak loncat bangun dan menerjang kearah Siauw Ling. Rupanya enam orang itu telah saling menentukan jalan darah yang hendak mereka ancam. Enam orang dua belas telapak. Pada saat yang berbareng sama-sama menghantam dua belas buah jalan darah penting ditubuh si anak muda itu.

Siauw Ling yang baru saja membuyarkan tenaga sinkangnya jadi terkejut menyaksikan ancaman. Melihat bayangan telapak melanda datang dari delapan penjuru, buru-buru ia kebas sepasang telapaknya kesamping untuk melindungi jalan darahnya, kemudian badannya melesat kesamping kalangan.

Bluuk! blukk! sekalipun ia berhasil berkelit kesamping, tak urung bahu kiri dan punggungnya terhajar dengan keras.

Masih untung tenaga khiekang yang dilatih Siauw Ling telah menunjukkan hasil, walaupun terhantam ia tidak sampai menderita luka parah.

Sementara itu keenam orang toojien tadi sama-sama terkesiap tatkala menjumpai Siauw Ling sama sekali tidak roboh walaupun sudah kena terhantam telak bahkan kedua orang toojien yang berhasil mendaratkan kepalannya ditubuh si anak muda tadi merasakan tangannya jadi linu dan kaku.

“Cabut pedang gunakan barisan Lak Hoo Kiam Tin untuk mengurung dirinya….”

Cahaya pedang seketika berkelebat memenuhi seluruh ruang. Segulung bayangan pedang langsung mengancam Siauw Ling.

Si anak muda itu sendiri walaupun tidak sampai menderita luka parah akibat serangan tadi, namun untuk beberapa saat darah segar dalam dadanya bergolak keras. Ia tak sanggup mengerahkan tenaga murninya untuk melancarkan serangan balasan.

Menanti enam orang toojien itu mencabut pedangnya dan mengurung dirinya diempat penjuru. Siauw Ling baru menghembuskan napas panjang, diiringi bentakan keras secara beruntun ia kirim empat buah serangan berantai yang membendung datangnya ancaman dari empat penjuru, setelah itu pedangnya diloloskan, dengan jurus Im Khie Mie Ghong atau hawa udara memenuhi angkasa menciptakan selapis hawa pedang yang melindungi tubuhnya.

Terdengar suara dentingan yang amat nyaring, enam bilah pedang yang mengancam tubuh pemuda she Siauw itu semuanya tersampok kesamping.

Rupanya keenam orang toojien itu menyadari bahwasanya mereka telah berjumpa dengan musuh tangguh yang belum pernah ditemui sebelumnya, setelah pedangnya dipukul mental oleh hawa pedang Siauw Ling, tak seorangpun diantara mereka yang berani maju sendirian kedepan, enam pedang bersatu padu memainkan suatu rangkaian ilmu pedang yang mengutamakan kerja sama, seketika itu juga Siauw Ling terkurung didalam barisan Lak Hoo Kiam Tin tersebut.

Hawa gusar yang berkobar dalam dada Siauw Ling dari sarung ia segera melancarkan serangan kilat dengan harapan bisa melukai beberapa orang lebih dulu untuk memadamkan kegusaran hatinya.

Siapa sangka barisan pedang Lak Hoo Kiam Tin merupakan suatu kerja sama yang amat sempurna, seluruh tusukan kilat dari Siauw Ling bukan saja gagal mengenai sasarannya bahkan terpatahkan semua ditengah jalan.

Secara beruntun si anak muda itu melancarkan kembali berpuluh-puluh buah tusukan maut, namun setiap kali serangannya gagal total. Sekarang ia baru sadar bahwa dirinya sudah terkurung didalam suatu barisan pedang yang mempunyai perubahan aneh, dia tak berani bertindak gegabah lagi permainan pedangnya berubah dan dari posisi menyerang kini ia berubah jadi posisi bertahan.

Tatkala masih belajar ilmu silat dilembah tiga Nabi tempo dulu. Dari suhunya Cung San Pek. Pemuda ini pernah mendengar uraian mengenai keampuhan dari suatu barisan pedang. Dalam barisan yang ampuh tenaga serangan mereka bukanlah terdiri dari satu tambah satu jadi dua. Tetapi pada setiap sudut terhimpunlah tenaga serangan dari segenap anggota yang berdiri pada posisi barusan itu, satu dengan yang lain bersatu padu menjadi satu tubuh. Maka tenaga merekapun ampuh dan luar biasa.

Barisan Lak Hoo Kiam Tin dari keenam orang toojien itu memang ampuh dan berhasil mengurung Siauw Ling ditengah kalangan, namun setelah si anak muda itu mengubah posisinya dari menyerang jadi bertahan dan bertahan dengan memakai ilmu pedang sakti ajaran Cung San Pek. Maka sekalipun pengaruh dari barisan itu sangat mengejutkan hatipun tak sanggup melukai tubuhnya.

Dipihak sial Siauw Ling bisa bertahan untuk sementara waktu dipihak lain Boe Wie Tootiang telah terjerumus dalam posisi yang sangat berbahaya, dibawah desakan Im Yang cu yang menyerang kian lama kian bertambah cepat ia mulai kacau dan gugup tidak karuan.

Kiranya setelah jalan darahnya tertotok, seluruh badannya kini jadi kaku dan tak mau turut perintah, dengan sendirinya dalam melancarkan seranganpun mendapat gangguan yang amat besar. Setelah diteter terus oleh Im Yang cu ia jadi gelagapan dan setiap kali harus meloloskan diri dari lubang jarum.

Siauw Ling dapat melihat jelas keadaan Boe Wie Tootiang yang berbahaya, namun dia yang terkurung didalam barisan Lak Hoo Kiam Tin sama sekali tak berkutik lama kelamaan hatinya jadi gelisah, pikirnya, “Soen Put Shia sekalian merupakan jago-jago kangouw yang mempunyai pengalaman luas. Kenapa sampai sekarang belum juga munculkan diri….”

Mendadak…. terdengar suara bentrokan keras bagaikan guntur membelah bumi, diikuti tubuh Boe Wie Tootiang mundur dengan sempoyongan dan akhirnya roboh keatas tanah.

Laksana kilat Im Yang cu putar jari tangan kanannya menotok jalan darah diatas tubuh toosu tua itu.

Siauw Ling semakin gelisah, kembali pikirnya, “Sampai sekarang Soen Put Shia sekalian belum juga munculkan diri, jangan-jangan merekapun sudah dihadang musuh tangguh. Aaaai…. rupanya aku tak boleh terlalu mengharapkan bantuan dari mereka lagi….”

Pikirannya berputar dan permainan pedangnya segera berubah, dengan pedang ditangan kanan dan serangan telapak ditangan kiri sekuat tenaga ia desak musuhnya habis-habisan.

Pada saat yang bersamaan ia gunakan kepandaian silat yang maha sakti ajaran Cung San Pek serta Lam It Kong. Angin pukulan segera menderu-deru bagaikan bendungan yang ambrol, seluruh barisan Lak Hoo Kiam Tin didesaknya hingga kacau balau tidak karuan.

Kendati daya pengaruh dari barisan Lak Hoo Kiam Tin berhasil ditekan oleh Siauw Ling sehingga tak berkutik, namun untuk beberapa saat lamanya si anak muda itupun sulit untuk melepaskan diri dari kepungan.

Dalam pada itu Im Yang cu menotok jalan darah dari Boe Wie Tootiang, dari sakunya dia ambil keluar seutas tali serat yang kuat dan membelenggu seluruh tubuh toosu tua itu erat-erat.

Hawa gusar yang berkobar dalam dada Siauw Ling seketika memuncak setelah menyaksikan Boe Wie Tootiang dibelenggu orang tanpa bisa ia tolong. Pedang ditangan kanannya secara beruntun melancarkan tiga tusukan berantai sehingga menciptakan selapis bunga-bunga pedang kuat, sedang tangan kirinya laksana kilat mengenakan sarung tangan berkulit ular.

Sesudah meninjau keadaan situasi disitu, pemuda ini sadar bilamana ia tidak digunakan otak serta akal yang lihay, sekalipun ilmu silatnya sangat lihay jjuga sulit untuk lolos dari kepungan barisan dari Lak hoo Kiam Tin ini, kendati ia masih mampu untuk berbuat demikian namun paling sedikit harus membutuhkan waktu yang panjang untuk melancarkan pertarungan sengit. Oleh sebab itu dia lantas mendapat ilham untuk menggunakan tindakan yang ada diluar dugaan orang untuk menghancurkan pertahanan musuh dalam satu kali serangan dahsyat.

Pada saat itu walaupun Siauw Ling belum memahami seluruh perubahan dari barisan Lak Hoo Kiam Tin ini namun secara lapat-lapat ia sudah dapat meraba jalannya barisan tadi, maka permainan pedang sedikit merandek dan sengaja memperlihatkan titik kelemahan.

Enam orang toojien dalam barisan Lak Hoo Kiam Tin yang didesak habis-habisan oleh serangan balasan Siauw Ling yang gencar bagaikan titiran angin puyuh itu diam-diam merasa terkejut dan ngeri, sekalipun begitu mereka sadar bahwa selama barisan pedang tidak buyar maka untuk sementara pihak musuh masih sanggup dibendung. Sebaliknya kalau barisan mereka jadi kacau dan mereka berenam harus bertempur sendiri-sendiri, tidak sampai sepuluh gebrakan mereka pasti keok. Oleh sebab itulah dengan sepenuh tenaga mereka mempertahankan terus keutuhan barisan pedang itu.

Secara tiba-tiba mereka temukan titik kelemahan diantara serangan pihak lawan yang gencar. Tanpa berpikir panjang lagi dua bilah pedang segera menerobos masuk melalui celah kosong tadi.

Dalam keadaan seperti ini bila Siauw Ling putar pedangnya untuk menangkis, walaupun kedua bilah pedang itu akan tertangkis olehnya, tetapi pada saat itulah empat bilah pedang lainnya akan menyerang masuk dari empat penjuru dan mencabut jiwanya.

siapa sangka Siauw Ling sama sekali tidak menangkis datangnya ancaman, sebaliknya dengan tangan kiri ia mencengkeram senjata musuh.

Orang yang mencekal pedang itu tertawa dingin. Gerakan pedangnya sengaja diperlambat agar kelima jari Siauw Ling berhasil mencekal senjatanya. Dalam hati ia berpikir, “Hmm! sekalipun kau pernah melatih ilmu kebal Kim ciong cau ataupun Thiat poh san, tidak nanti dapat kau tahan babatan ujung senjataku dari samping…. sombong dan tekebur benar manusia tolol ini!”

Sementara otaknya masih berpikir, pedangnya telah dicengkeram si anak muda itu. Hawa murninya segera disalurkan melalui pedang dan mendorong senjata tadi keluar.

Gerakan tersebut merupakan suatu gerakan yang lihay sekali, bagaimanapun juga tubuh manusia terdiri dari darah dan daging, walau ilmu kebal macam apapun yang berhasil ia latih kesemuanya berhasil karena mengandalkan kekuatan tenaga khiekang yang kuat.

Toojien itu membiarkan pedangnya dicengkeram Siauw Ling kemudian baru melakukan gerakan berputar, inilah cara yang jitu untuk memecahkan pertahanan hawa khiekang rupanya ia ada maksud membabat kutung jari tangan si anak muda itu.

Tapi sayang seribu kali sayang, mimpipun ia tak akan mengira kalau Siauw Ling telah mengenakan sarung tangan kulit ular yang tidak mempan bacokan senjata apapun.

Babatan toojien itu bukan saja gagal mengutungkan jari tangan si anak muda itu, dengan menggunakan kesempatan yang baik inilah satu pukulan jitu dilepaskan Siauw Ling membuat tubuh toosu tadi terhuyung mundur kebelakang.

Dengan bergesernya toojien tadi dari tempat kedudukannya, perubahan daripada seluruh barisan Lak Hoo Kiam Tin pun mengalami kemacetan.

Siauw Ling segera mengirim satu tendangan kilat menghajar lutut kiri toojien tadi.

Terdengar toojien tersebut mendengus berat. Seketika itu juga lutut kirinya terhajar patah dan roboh keatas tanah.

Dengan hilangnya satu orang, seluruh perubahan barisan Lak Hoo Kiam Tin tersumbat, daya pengaruhnyapun seketika lenyap tak berbekas.

Menggunakan kesempatan yang sangat baik inilah Siauw Ling melancarkan serangan balasan, pedangnya berkelabat kesana kemari menggunakan jurus-jurus yang aneh. Diantara berkelabatnya cahaya pedang terdengar dua orang menjerit ngeri, mereka berdua sama-sama terluka parah diujung pedang si anak muda itu.

Dalam pada itu Im Yang cu telah selesai membelenggu Boe Wie Tootiang, tatkala menyaksikan Siauw Ling berhasil bikin kocar kacir barisan Lak Hoo Kiam Tinnya sambil cabut senjata ia segera menerjang kedepan.

“kalian mundur semua!” teriaknya.

Setelah tiga orang terluka maka saat ini tinggal tiga orang saja yang masih mempertahankan diri. Walaupun begitu mereka telah terdesak hebat oleh serangan pedang Siauw Ling yang gencar dan dahsyat. Memang kalau hanya berkisar pada sedetik kemudian.

Oleh sebab itu mendengar bentakan tadi buru-buru mereka tarik kembali senjatanya dan mengundurkan diri.

Dari bentakan tadi Siauw Ling bisa menangkap bahwa suara itu tidak mirip dengan suara dari Im Yang cu, pedangnya segera disilangkan didepan dada dan bentaknya dingin, “Siapa kau? menyaru sebagai orang Bu tong pay untuk berbuat gila, macam begitukah tindakan seorang enghiong?”

Im Yang cu tertawa, mendadak tangannya mengusap keatas wajahnya dan muncullah seraut wajah panjang yang kurus kering.

“Kaukah yang bernama Siauw Ling?” tegurnya.

“Sedikitpun tidak salah, siapa kau?”

Orang itu tertawa hambar.

“Pernahkah kau mendengar akan nama besar dari Lam Hay Ngo Seng lima rasul dari lautan Lam Hay?”

“Lima rasul dari Lam Hay? agaknya cayhe tak pernah mendengar nama ini. Tapi aku sih pernah mendengar orang membicarakan soal lima manusia laknat dari Lam Hay.”

“Hm! Lima rasul juga boleh, lima laknat juga tak mengapa, pokoknya itulah kami lima orang bersaudara!”

“Apakah kau serta beberapa orang itu?” jengek Siauw Ling sambil menyapu sekejap tiga orang toojien yang menggeletak diatas tanah.

Orang itu tertawa hambar.

“Seandainya lima manusia laknat dari Lam Hay bisa dilukai orang dengan begitu gampang apa gunanya kami memiliki gelar lima manusia laknat?”

“Lalu siapakah keenam orang yang menyaru sebagai anak murid Bu tong pay itu?”

“Jago pedang dari perkampungan Pek Hoa San cung!”

“Oooh…. sungguh tak kusangka lima manusia laknat dari Lam Hay yang mempunyai nama besar dalam dunia kangouw ternyata sudah menjadi kaki tangan dari pihak perkampungan Pek Hoa San cung” jengek Siauw Ling sambil tertawa dingin.

Orang itu tidak menunjukkan reaksi apapun hanya dengan hambar sahutnya:

“Aku rasa lebih baik kau tak usah mencampuri urusan pribadi kami.”

“Kelihatan orang ini licik dan berpikiran panjang, entah dalam urusan yang keberapa dari Lam Hay Ngo Hiong?” pikir pemuda itu, segera tegurnya, “Apakah kau adalah pemimpin dari manusia laknat?”

“Diantara lima saudara aku menduduki urutan yang paling buncit, cayhe bukan lain adalah Leng Chiu Siauw su sipelajar bertangan dingin Thian Tiong Goan!”

Rupanya Siauw Ling sengaja mengajak orang itu bercakap-cakap dengan harapan bisa peroleh sedikit waktu guna memeriksa keadaan situasi ditempat luar.

Siapa sangka Soen Put Shia serta sepasang pedagang dari Tiong chin sekalian belum juga ada kabar beritanya. Mereka lenyap bagaikan batu yang tenggelam ditengah samudra, bukan saja tidak nampak mereka muncul disitu suara merekapun tak kedengaran.

Agaknya sipelajar bertangan dingin Thian Tiong Goanpun sedang menantikan sesuatu, sambil menatap wajah Siauw Ling ia bersiap siaga.

“Aku rasa lima manusia laknat dari Lam Hay tentu hadir semua disini, bukan begitu?” mendadak Siauw Ling menegur lagi sambil putar pedangnya.

“Tentang soal itu sih, maaf kalau cayhe tak suka memberi jawaban.”

“Kalian datang kemari dengan menyaru sebagai anggota partai Bu tong, apakah perbuatan kalian adalah karena sedang menjalankan perintah dari Djen Bok Hong?”

“Tentang soal ini lebih baik saudarapun tak usah banyak tanya.”

“Kalian lima manusia laknat mau jual tenaga bagi Djen Bok Hong. Apakah kalian bekerja tanpa peroleh imbalan?”

“Itu sih tidak” Thian Tiong Goan tertawa hambar. “Selamanya lima manusia laknat dari Lam Hay tidak pernah melakukan jual beli yang merugikan, tentu saja kami tak sudi jual tenaga tanpa peroleh imbalan apapun….”

“Berapa sih imbalan yang diberikan Djen Bok Hong kepada kalian berlima, sehingga lima manusia laknat dari Lam Hay sudi jual nyawa bagi dirinya?”

Kembali sipelajar bertangan dingin Thian Tiong Goan tertawa hambar.

“Hey orang she Siauw, apakah kau tidak merasa pertanyaan yang kau ajukan sudah terlalu banyak?”

“Djen Bok Hong sanggup mengundang kalian Lam Hay Ngo Hiong untuk jual nyawa baginya, kenapa cayhe tak sanggup untuk mengundang pula dirimu….”

“Kau bicara tanpa memandang martabat orang lain. Cayhe ingin mohon petunjukmu lebih dahulu!” teriak Thian Tiong Goan tiba-tiba pedangnya segera berkelebat menusuk kearah dada lawan.

Siauw Ling putar senjatanya menangkis, sementara dalam hati pikirnya, “Djen Bok Hong mengutus lima manusia laknat dari Lam Hay untuk siapkan jebakan disini. Hal ini menunjukkan pula bahwa sejumlah jagoan lihay telah dipersiapkan pada barisan berikutnya. Satu jalan yang dapat kutempuh sekarang adalah menangkap orang ini lalu mencari keterangan dari mulutnya….”

Tetapi justru karena pikiran ini, maka banyak jurus serangan yang ampuh dan lihay dari Siauw Ling sulit digunakan. Ia takut serangannya terlalu dahsyat sehingga membinasakan orang ini.

Ilmu pedang Thian Tiong Goan lihay juga, serangannya kian lama kian bertambah dahsyat hingga membuat sekeliling tempat itu penuh dengan cahaya pedangnya.

Siauw Ling tercekam dalam rasa was-was, banyak jurusnya sukar dikeluarkan. Dari menyerang ia malah terdesak keposisi bertahan.

Empat lima puluh jurus dengan cepatnya telah berlalu, namun kedua belah pihak masih bertahan dalam keadaan seimbang. Siapapun tidak berhasil merebut kemenangan.

Makin lama Siauw Ling semakin gelisah pikirnya, “Kalau harus begitu terus menerus, mana mungkin aku bisa dapat kesempatan untuk menangkan dia? aaai…. terpaksa aku harus turun tangan keji!”

Dengan berubahnya jalan pikiran si anak muda itu maka tanpa sadar sama halnya dengan ia menolong dirinya lepas dari belenggu permainan pedangnya segera berubah dan mulai mengirim serangan-serangan balasan yang dahsyat dan mengancam tempat-tempat penting sekujur tubuh pelajar bertangan dingin itu.

Dengan adanya perubahan ini maka situasi dalam kalanganpun berubah jadi sebaliknya, dari bertahan sekarang dia lebih banyak menyerang.

Sudah lama Thian Tiong Goan kenal akan nama besar dari Siauw Ling. Maka sejak bertempur pertama kali tadi ia selalu bertindak hati-hati, setiap serangan dilancarkan dengan cermat dan seksama, namun setelah lebih dua puluh gebrakan dia mulai merasa heran dari jurus-jurus serangan si anak muda itu dirasakan adanya suatu keganjilan besar, dia merasa dalam serangannya pemuda itu sukar untuk mengerahkan kemampuannya hingga mencapai pada gerakannya ia selalu terganggu oleh sesuatu.

Namun lama kelamaan dia menjadi terbiasa dengan keadaan itu, dan serangan yang dilancarkan dari ujung pedangnyapun kian bertambah dahsyat.

Siauw Ling sendiri walaupun tak bisa kerahkan kekuatannya namun karena ilmu pedangnya memang ampuh dan sakti. Maka setiap kali Thian Tiong Goan menambahi tenaga serangannya dengan satu barisan maka daya pertahanan yang dipancarkan pemuda itupun semakin kuat, maka untuk sementara keadaan seimbang masih bisa dipertahankan terus.

Menanti Siauw Ling menyerang tanpa menguatirkan keselamatan musuhnya, Thian Tiong Goan baru sadar bahwasanya dia telah berjumpa dengan musuh tangguh, buru-buru pedangnya ditarik siap mengundurkan diri siapa sangka permainan pedang Siauw Ling makin dahsyat. Seketika ia terkurung ditengah lapisan bayangan pedangnya.

Puluhan gebrakan kembali lewat dengan cepatnya. Thian Tiong Goan mulai tidak tahan dan terdesak hebat.

Mendadak si anak muda itu melancarkan sebuah serangan aneh. Pedangnya dengan telak menghantam diatas pergelangan kanan lawan hingga membuat senjata pelajar bertangan dingin itu terlepas dari tangan.

“Mengaku kalah tidak?” teriaknya sambil tertawa dingin.

“Nama besar Siauw thayhiap benar-benar bukan nama kosong belaka cayhe mengucap banyak terima kasih!”

Tiba-tiba sesosok bayang manusia berkelebat lewat, seorang toojien sambil membawa pedang lari kedalam.

Siauw Ling melirik sekejap kearah orang itu, diikuti pedangnya menyapu kedepan.

Saat dilancarkan serangan ini benar-benar amat tepat, baru saja toojien itu mencekal pedangnya untuk diangsurkan kearah Thian Tiong Goan, babatan pedang si anak muda itu telah menyapunya.

Sreeet….! percikan darah muncrat keempat penjuru, separuh lengan kanan sitoojien itu beserta pedangnya segera rontok keatas tanah.

Thian Tiong Goan tertawa dingin, mendadak ia lancarkan sebuah serangan menghantam dada si anak muda itu.

Dengan tangan kirinya Siauw Ling sambut datangnya serangan itu dengan keras lawan keras, dalam sebuah bentrokan dahsyat Thian Tiong Goan tergetar keras sampai mundur satu langkah kebelakang.

Sebenarnya menggunakan kesempatan itu sipelajar bertangan dingin bisa melarikan diri dari gubuk tersebut, namun ia tidak bebuat demikian sebaliknya malah berdiri tenang disitu.

Pertama Siauw Ling menguatirkan keselamatan orang tuanya, kedua dia ingin memperlihatkan sedikit keterangan dari mulut orang she Thian ini, maka dia tidak ingin melukai dirinya dan berharap bisa menangkap orang itu dalam keadaan hidup-hidup.

Tetapi setelah saling bergebrak tadi, ia sadar bahwa ilmu silat yang dimiliki orang itu luar biasa sekali, untuk menghajarnya dengan tepat diharuskan mencari satu akal yang jitu.

Kedua belah pihak saling berhadapan dengan mulut membungkam, lewat seperminum teh kemudian mendadak Thian Tiong Goan tertawa dan berkata, “Siauw thayhiap tidak sepantasnya kau menerima pukulan tadi!”

“Kenapa? aku rasa serangan telapakmu sama sekali tiada hal yang patut dibanggakan!”

“Diantara jari tangan telah kusembunyikan jarum lembut yang amat berbisa. Ketika menerima seranganku tadi maka tanpa sadar kau telah keracunan hebat, daya kerja racun itu sangat cepat. Aku rasa pada saat ini kau tentu sudah merasakan sesuatu yang aneh bukan dalam tubuhmu?”

Mula-mula Siauw Ling rada tertegun, namun dengan cepat pikirnya, “Sungguh keji hati orang ini, untung tangan kiriku telah mengenakan sarung tangan kulit ular, sekalipun tusukan pedang aku tidak takut, kenapa harus jeri kepada pedang beracunmu?”

Maka ia lantas tertawa dingin, “Cayhe tidak mempan terhadap serangan racun macam apapun juga.”

“Hmm, racun keji dari kami Lam Hay Ngo Hiong berbeda dari kami sendiri. Dikolong langit tak akan ada obat lain yang bisa memusnahkan racun ini.”

Setelah berkelana selama beberapa waktu didalam dunia persilatan. Pengetahuan maupun pengalaman Siauw Ling telah banyak bertambah, mendengar ucapan itu dia lantas menjawab, “Apabila saudara tidak percaya, tunggu saja nanti.”

Thian Tiong Goan termenung sejenak, ketika ia lantas mendehem dan berkata, “Aku akan menghitung sampai angka sepuluh racun yang mengeram dalam tubuhmu belum juga bekerja, maka sejak ini hari aku orang she Thian akan segera menyingkir setiap kali berjumpa dengan dirimu!”

Siauw Ling tertawa hambar.

“Terlalu serius ucapanmu barusan, aku orang she Siauw tidak sanggup menerimanya….” Ia merandek sejenak untuk tukar napas, kemudian tambahnya: “Seandainya racun yang mengeram dalam tubuh cayhe tidak bersih, aku minta saudara menjawab tiga buah pertanyaanku, maukah kau berjanji?”

“Haaa…. haaa…. seandainya kau benar-benar kebal terhadap racunku, janga dikata tiga buah pertanyaan sekalipun tiga puluh pertanyaan juga cayhe jawab semua.”

“Kalian lima manusia laknat dari Lam Hay adalah manusia-manusia kenamaan dalam dunia persilatan. Tahukah kau akan pepatah yang mengatakan….”

“Perkataan dari seorang kongcu berat laksana gunung Thay san, sekali telah diucapkan dikejar dengan empat kudapun sukar ditarik kembali….”

“Hmm! meskipun tingkah laku kami Lam Hay Ngo Hiong rada latah dan tinggi hati namun selamanya kami selalu pegang janji. Setiap ucapan yang telah kami utarakan tidak nanti disesal kembali.”

“Bagus kalau begitu. Nah, saudara boleh mulai menghitung!”

Dalam hati kecilnya si anak muda ini sadar ketidak munculnya Soen Put Shia serta Tiong Cho Siang Ku sekalian tentu disebabkan sesuatu yang luar biasa kemungkinan besar merekapun menemui hadangan, dan sedang melangsungkan pertarungan sengit atau mungkin juga mereka sudah dibokong orang dan tertangkap musuh. Satu-satunya kemungkinan baginya untuk mengetahui kejadian itu hanyalah menaklukan pelajar bertangan dingin ini, maka dengan sabarnya dia menanti hitungan lawan.

Terdengar Thian Tiong Goan mulai menghitung dengan suara lantang, “Satu, dua, tiga, empat…. sembilan….”

Namun Siauw Ling masih tetap tenang-tenang saja berdiri disisi kalangan. Wajahnya penuh senyuman dan badannya tak berkutik.

Dan muka Thian Tiong Goan berobah hebat dengan termangu-mangu ia menatap wajah si anak muda itu lama sekali…. mendadak tegurnya, “Benarkah saudara sama sekali tidak keracunan.”

Siauw Ling tersenyum.

“Bukankah sejak tadi aku sudah bilang bahwa cayhe tidak mempan terhadap segala macam racun? siapa suruh kau tidak percaya? nah! sekarang sudah percaya?”

Ia merandek sejenak, lalu dengan suara keras serunya, “Hitunganmu tinggal satu yang belum kau sebutkan, kenapa tidak kau teruskan?”

Sepasang matanya Thian Tiong Goan berkedip, mendadak ia tertawa seram.

“Seandainya cayhe tidak sebutkan hitungan yang kesepuluh bukankah pertaruhan ini jadi berlangsung selamanya tak bisa ditentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah?”

Ucapan itu sungguh berada diluar dugaan Siauw Ling. Dari tertegun dia jadi naik pitam, serunya, “Hmm, ternyata nama besar Lam Hay Ngo Hiong hanyalah nama kosong belaka. Kalian tidak lebih hanyalah manusia bejad yang bermoral rendah!”

“Menggunakan tentara jangalah lupa memakai siasat, siapa suruh Siauw thayhiap kurang berpengalaman dalam menghadapi masalah dunia persilatan. Janganlah kau salahkan aku orang she Thian yang jauh lebih unggul otaknya.”

Dalam hati Siauw Ling benar-benar mendongkol bercampur gusar, segera seurnya ketus, “Kau anggap dengan andalkan beberapa patah kata untuk menipu diriku, kau pantas bisa tinggalkan tempat ini dalam keadaan selamat?”

Thian Tiong Goan tersenyum.

“Kecuali dalam ilmu silat Siauw thayhiap bisa kalahkan diriku sehingga membuat hatiku kagum terhadap kau.”

“Hmmm! itu bukan pekerjaan yang terlalu menyulitkan diriku!”

Dalam keadaan gusar, napsu membunuhnya segera berkobar. Perlahan-lahan dia angkat pedangnya seraya berkata, “Asalkan kau dapat menerima tiga buah tusukan pedangku lagi, maka aku orang she Siauw tak akan menyusahkan cuwi sekalian.”

Dari cara Siauw Ling mengangkat pedangnya. Sipelajar bertangan dingin telah menduga kalau pihak lawan memahami serangan hawa pedang, didalam serangannya nanti pasti luar biasa dahsyatnya. Tentu saja dia tak berani bertindak gegabah, sambil salurkan hawa murninya bersiap sedia, matanya melirik kesana kemari cari jalan keluar, diam-diam ia kerahkan ilmu menyampaikan suaranya memanggil dua orang toojien yang menyaru sebagai anggota Bu tong pay itu untuk bersama-sama melawan Siauw Ling.

Mendadak terdengar si anak muda itu membentak keras, pedangnya berkelebat kedepan menciptakan selapis cahaya keperak-perakan yang menyilaukan mata, bersama-sama pedangnya ia tubruk tubuh orang she Thian itu.

Thian Tiong Goan cepat-cepat angkat pedangnya menangkis, kemudian laksana kilat dia mundur kebelakang.

Dalam serangannya barusan Siauw Ling telah gunakan ilmu pedang terbang ajaran Cung San Pek, suatu ilmu pedang tingkat yang paling tinggi.

Sejak tinggalkan perguruan Siauw Ling terus menerus berkelana dalam Bulim. Ilmu pedang yang dipelajaripun hanya merupakan permulaannya saja, karena situasi yang terlalu mendesak pada diri ini terpaksa dia harus keluarkan kepandaian itu.

Terdengar suara senjata beradu nyaring, hawa pedang membumbung tinggi keangkasa dan menyambar kedepan.

Dua jeritan ngeri yang menyayat hati segera bergema memecahkan kesunyian, dua orang perkumpulan Pek Hoa san cung itu yang menyamar sebagai anggota Bu tong itu roboh keatas tanah dan menemui ajalnya seketika itu juga.

Yang satu terbabat pinggangnya sampai putus jadi dua bagian, sedangkan yang lain terbabat kepalanya hingga butiran batok kepala itu mencelat sejauh enam tujuh depa dari kalangan.

Thian Tiong Goan yang licik hanya kehilangan pedangnya dalam serangan tersebut, dengan cepat ia sambar tubuh Boe Wie Tootiang kemudian loncat kedepan dan lari keluar dari rumah gubuk itu.

Rupanya Siauw Ling tidak menyangka kalau seranga pedangnya barusan bisa menghasilkan akibat yang mengerikan untuk beberapa saat ia berdiri termangu-mangu ditempatnya semula.

Dalam sekejap mata itulah Thian Tiong Goan dengan membawa Boe Wie Tootiang telah lari tak berbekas.

Setelah mendusin dari lamunannya Siauw Ling segera mengempos tenaga mengejar keluar. Ia lihat Thian Tiong Goan telah berada lima tombak jauhnya dan sedang lari naik gunung. Sementara bayangan dari Soen Put Shia serta Tiong Cho Siang Ku sekalian belum kelihatan juga.

Dalam keadaan serta situasi seperti ini tak sempat bagi Siauw Ling untuk memikirkan nasib Soen Put Shia sekalian lagi, ia segera mengempos tenaga mengejar kearah pelajar bertangan dingin.

Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Siauw Ling adalah ajaran langsung dari Liuw Sian cu jago gingkang nomor wahid dikolong langit, dalam pengerahan tenaga hingga mencapai pada puncak ini bisa dibayangkan betapa cepatnya lari si anak muda itu. Tidak sampai seratus tombak ia telah berhasil menyusul Thian Tiong Goan hanya dua tombak dibelakangnya, ia segera berseru keras, “Apabila kau tidak mau menghentikan larimu, jangan salahkan kalau aku Siauw Ling akan melukai orang dengan senjata rahasia!”

Belum habis ia berkata tiba-tiba Thian Tiong Goan putar badan sambil mengayun tangannya, serentetan cahaya pudar laksana kilat meluncur kebelakang.

Siauw Ling putar pedang melindungi badan ting…. ting…. semua senjata rahasia yang menyambar datang berhasil disampok rontok semua oleh pedangnya.

Tetapi dengan hadangan ini, maka dengan menggunakan kesempatan Thian Tiong Goan berhasil lari kedepan enam tujuh depa lebih jauh dari semula.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar