Rahasia Istana Terlarang Jilid 12

Jilid 12

“Kalau Coencu memang tidak sudi meloloskan senjata, baiklah, cayhepun akan layani dirimu dengan tangan kosong!’ seraya berkata si anak niuda itu masukkan kembali pedsngnya kedalam sarung lalu serahkan ketangan Soen Put-shia.

Perbuatannya ini kontan mengerutkan sepasang alis Pak Thian Coen cu.

“Kau ingin bertempur dengan tangan kosong? mana mungkin kau bisa menandingi diri loohu?”

“Seandainya cayhe tetluka ditangan Coencu, hal ini haruslah salahkah cayhe kurang sempurna dalam latihan, meski matipun tidak menyesal. Hanya saja cayhe ingia jelaskan lebih dulu satu persoalan, yaitu aku tidak pernah menculik putri Coen-cu.”

“Soal itu loohu bisa percaya tapi tidak ada kau sebagai umpan loohu rasanya sulit untuk menemukan kembali putriku itu, maka dari itu di dalam keadaan yang mendesak, terpaksa aku harus menangkap dirimu hidup-hidup.”

“Setiap umat manusla yang ada dikolong langit sama sama tahu betapa lihaynya ilmu silat yang Coen cu millki, ini hari cayhe bisa mendapat kesempatan untuk bertempur melawau Coen-cu, kejadian ini betul-betul merupakan suatu kehormatan bagi diriku. Perduli menang atau kalah cayhe pasti akan layani diri Coen-cu dengan segenap tenaga”

“Heee…. heee heee tidak mudah kau dapatkan kesempatan untuk menangkan diriku” jengek Pak Thian Coen-cu sambil tertawa hambar.

Tiba-tiba ia ayun telapaknya mengirim satu pukulan kemuka.

Dipandangg dari ayunan telapak tangannya seolah-olah suatu gerakan tanpa mengguna-kan tenaga, namun dibalik kehalusan gerak itulah tersembunyi segulung kekuatan yang luar biasa sekali menggulung datang.

Slauw Ling sadar bahwa menang kalah dalam pertempuran kali ini sangat mempengaruhi kehidupan selanjutnya: Oleh sebab itu ia tak berani bertindak gegabah, tubuhnya mengegos kesamping meloloskan diri dari ancaman.

“Hati-hati….” hardik Pak Thian Coen-cu

Tiba-tiba ia ayun telapaknya mengirim satu pukulan kemuka.

Dipandang dari ayunan telapak tangannya seolah-olah suatu gerakan tanpa menggunakan tenaga, namun dibalik kehalusan gerak itulah tersembunyi segulung kekuatan yang luar biasa sekali menggulung datang.

Siauw Ling sadar bahwa menang kalah dalam pertempuran kali ini sangat mempengaruhi kehidupan selanjutnya: Oleh sebab itu ia tak berani bertindak gegabah, tubuhnya mengegos kesamping meloloskan diri dari ancaman.

“Hati-hati….” hardik Pak Tbian Coen-cu

Siauw Ling melengak bercampur kagum tatkala mendengar pihak lawan berhasil mnyebut nama ilmu silatnya dalam beberapa gebrakan, diam-diam pikirnya dalam hati, “Pengetahuan serta pengalaman orang ini dalam hal ilmu silat betul-betul luar biasa

Segera sabutnya, “Tidak salah, Liauw sian cu adalah suhu cayhe!”

“Hehh…. hebh…. tldak aneh sikap serta lagak lagumu sombong dan jumawa sekali!”

Sepasang telapaknya bergerak makin kencang angin pukulan laksana gulungan ombak ditengah samudra melanda datang.

Siauw ling tidak gentar, ia keluarkan ilmu telapak kilat berantai ajaran Lam It Kong yaitu Lian-hoan sam-tiam ciang-hoat yang disertai ilmu totok Cap-jie lan-hoa-hud-hiat Chin untuk bendung semua gasakan serta hantaman angin pukulan Pak-thian Coen cu yang menggila hebatnya.

Dalam pada itu Soen Put shia serta Boe-wie Totiang yang menyaksikan jalannya pertempuran dari sisi kalangan, diam-diam kumpulkan pula tenaga dalamnya untuk bersiap sedia, asal Siauw Ling kelihatan kete-ter dan kehabisan tenaga, mereka berdua de-ngan segera akan melancarkan satu pukulan kilat untuk memberi pertolongan.

Dalam pandangan kedua tokoh silat ini, dengan nama besar Pak-thlan Coen-cu dida-lam dunia persilatan, Siauw Ling tidak bisa bertahan hingga jurus yang ketiga puluh.

Siapa sangka kajadian selanjutnya benar-benar diluar dugaan kedua orang itu, meski pertempuran antara Siauw Ling melawan Pak Thian Coen-cu telah…. berlangsung hingga jurus yang kelima puluh. namun keadaan tetap seimbang. siapa pun tidak sanggup untuk mendesak apalagi mengalah kan pihak lawannya.

Haruslah diketahui ilmu pukulan kilat berantai ajaran Lam It Kong adalah suatu kepandaian yang mengutamakan kecepatan gerak, ilmu macam ini paling sesnai kalau di gunakan untuk menyerang musuh, sebaliknya ilmu totok dua belas bunga Lam ajaran Liauw Siauwcu mengutamakan kelincahan serta keringanan gerak, kepandaian tergebut paiing cocok digunakan untuk membendung serta mengancam kelemehan lawan.

pada saat yang bersamaan Siauw-Iing telah menggunakan dua jenis kepandaian yang berbeda untuk melawan musuh, maka kepandaian gabungan ilmu itu tentu saja akan berubah jadi suatu kepandaian untuk menyerang serta kepandaian untuk bertahan yang paling lihay pada masa itu.

Serangan-serangan yang dilancarkan Pak Thian Coen cu luar biasa dahsyatnya. namun dia cuma berhasil menghancurkan serangan-serangan kilat berantai dari Siauw-Iing belaka, setiap kali ia dipaksa buyarkan sera-ngannya ditengah jalan oleh ilmu kebutan Cap Jie Lan-hoa-bud-hiad-chiu yang jitu.

Pertarungan sudah berjalan mendekati seratus jurus lebih, bentrokan bentrokan kekerasanpun sudah makin sering terjadi, karena ltulah situasi dalam kalangan kian lama terasa kian tegang dan berbahaya, membuat hati orang jadi berdebar.

Masing masing pihak kembali saling ber-gebrak beberapa jurus, mendadak Pak Thian Coen-cu tarik kembali telapaknya dan mengundurkan diri kebelakang.

Tatkala mulai pertama bergebrak melawan Pak Thien Coen-cu tedi, dalam hati kecil-nya SienW Ling sedikit banyak masih ter-pengaruh oleh rasa jerl. namun setelah beberapa puluh jurus berlangsung, nyalinya kian lama semakin besar, dalam penyerang-an maupun pertahananpun bergebrak semakin leluasa ketika itu ia sedang bersiap sedia melancarkan serangan balasan, siapa nyana Pak Thlan Coen-cu mundur secara menda-dak.

Soen Put-shia melirik sekejap Boe Wie Too-tiang lalu mengangguk lirih.

Boe Wie Tootiang pun tersenyum dan mengangguk.

Walanpun kedua orang tokoh silat ini tidak saling mengucapkan sepatah katapun, namun dalam hati masing masing pada saat yang bersamaan telah memuji kelihayan ilmu silat dari siauw Ling, keberanian serta kehebatan dari si anak muda ini telah menggerakan hati ketua Bu-tong pay ini.

Dalam pada itu terdengar pak Thien Coen cu berkata dengan nada dingin dan hambar”-”Seandainye dugaan loohu tidak salah. ilmu telepak yang barusan kau gunakan adalah ilmu telapak kilat berantai dari Lam It Kong bukankah begitu?”

“Sedikitpun tidak salah, pengetahuan Coen cu betul-betul patut dipuji dan dikagumi!”

“Hmmm! Kau bisa mewarisi ilmu silat dari Lam It Kong serta Liuw siancn dua oreng tokoh besar ilmn silat dalam Bu lim pada saat yang bersamaan, tidak aneh kalau kalau dalam waktu singkat namamu bisa tersebar dan tersohor dalem dunia Kangonw.”

“Coen-cu terlalu memuji!”

“Cuma…. ada satu persoalan yang kurgan loohu pahami, dapatkah kau beri keterangan kepadaku?”

“Silahkan Coen-cu ajukan pertanyaanmu itu?”

“Belasan tahun berselang loohu pernah adu ilmu telapak tangan dengan Lam It Kong, pernah pula beradu ilmu silat dengan LiuW Sian-cu, ketika itu loohu jauh lebih menang setingkat dari mereka -….”

Mendengar kakek tua Ini menghina ayah ibu angkatnya, burn-bnru Siau Ling menukas “Menurut pandangan cayhe, belum tentu apa yang Coen-cu katakan adalah kejadian yang sesungguhnya!” Pak Thlan Cojn-cu jadi sangat gnsar. “Siapakah loohu? apa kedudukanku dalam duuia persilatan, kapan aku parnah bicara bohong?”

Sabenarnya Slanw Ling ingin membantah lagi, namun Soen Put-shia telah keburu ber setu, “Saudara Sianw biarkan dia bicara lebih lanjut!”

“Coen-cu kalau ucapanmu tidak ngoceh belaka. tentu saja cayhe akan mendengarkan dengan seksama.”

Pak Thian Coen cu tidak menggubris, ia lanjutkan kembali kata-katanya lebih jauh: “Oleh karena itulah loohu tahu untuk mempelajari ilmu pukulan kilat berantai dari Lam it Kong, maka seseorang harus memiliki tenaga dalam hasil latihan selama dua puluh tahnu keatas, dengan demikian kekuatan pukulannya baru nampak dengan nyata. Tetapi usia anda masih amat muda sekahpun sejak lahir dari perut ibumu-kau telah beiajar ilmu siiatpun belum tentu bisa mencapai kesempurnaan seperti ini. Disini lah letak ketidak pahamanku!”

“Cayhe menyadari bahwa kekuatan daya pukulku cuma seperseratus dari gie-hu ku, Coen.cu terlalu memuji!”

“Kalau loohu beritahukan kekuataan anda dewasa ini boleh dibilang setaraf dengan kemarnpuan Lam it Kong tatkala bertempur melawan loohu tempo dalu. tetapi pada waktu itu Lam It Kong masih muda dan kekar badannya untuk memperdalam ilmu pukulan kilat berantainyapuu ia sudah menghabiskan tempo selama tiga puluh tahun lebih.”

“Bakat tiap manusia berbeda, tentu saja hasil latihan setiap manusiapun tidak sama,” timbrung Soen Put shia dari samping.

“Cerewet! loohu tidak bertanya kepada kau slpengemis tua!”

“Haaa…. haaa…. haaa…. Siapapun tahu kalau aku sipengemis tua paling suka mencampuri uruSan Orang lain, kenapa aku tak boleh ikut menimbrung?”

“Coen-cu!” cepat Siauw Ling menyela kem bali. “Kau mengajukan pertanyaan semacam itu kepada cayhe, tolong tanya apa maksnd yang sebenarnya?”

“Karena tidak paham maka lohu bertanya aku sama sekali tidak bermaksud apa apa “

“Pertanyaanmn sulit untuk cayhe jawab, tapi kalan Coen-eu memang ingin tahu. hal ini mungkin disebabkan cara yang jitu dari Gie-hu ku untuk mewariskan kepandaian tersebut kepadaku!”

“Dibalik gerakan ilmu telapakmu terdapat bagian yang berbeda jauh dari gerakan asli Lam It Kong, kalau tidak loohu katakan, tentu kau tidak tahu bukan?”

“Ehmmm, ucapannya tidak salah.” pikir Siauw Ling, segera tanyanya, “Cayhe tidak merasa ada perbedaan dalam gerakan ilmu telapakku tapi seandainya kalau memang ada. hal itu mungkin disebab-kan karena aku tidak sempat mendalami inti sari dari kepandaian ayah angkatku itu.”

‘Tenaga pukulan Lam It Kong termasuk dalam sifat keras atau Yang, sebaliknya kekuatan dibalik seranganmu terdapat sifat lunak atau Im dibalik kekerasan atau Yang! Tentu kau tidak tahu bukan?”

“Mungkinkah caraku belajar tenaga dalam berbeda dengan gie-hu maka tenaga yang di pancar keluar jadi berbeda?” pikir Siauw Ling.

Meski dia tetap diam, namun timbul rasa kagum yang mendalam terhadap luasnya pengetahuan dari Pak-thian Coen-cu.

Terdengar kakek sakti dari istana Es itu berkata lebih lanjut, “Seandainya kau melayani serangan loohu niscaya mengandalkan ilmu pukulan kilat berantai saja, dalam tiga puluh gebrakan pertama loohu telah berhasil menotok jalan darahmu.”

“Kalau begitu Coen-cu sudah mengalah dan mengampuni jiwaku?”

“Itu sih tidak. Hanya disebabkan kau telah menggunakan ilmu totok Cap-jie-lac-hoa-hud hiat chin dari Liauw sian-cu. maka banyak ilmu Kien na-jiu yang loohu miliki tidak sanggup memperlihatkan kelihaiannya”

“Oow…. kiranya begitu….”

“Masih ada satu hal lagi ingin loohu sampaikan kepadamn, ilmu totok Cap-jie Lan-hoa-hud-hiat-chiu tersebut hingga kini merupakan ilmu bertahan yang paling menonjol dikolong langit, kecuali loohu mungkin tak ada orang lain yang bisa memecahkannya.”

“Didengar dari nada ucapan Coen-cu seolah olah kau punya kepandaian untuk memecah-kan ilmu totokan itu 7″

“Sedikitpun tidak salah. seandainya loohu tidak sanggup memecahkan rahasia dari ilmu totok Cap-jie lan-hoa hud-hiat jiu tersebut percuma saja aku disebut orang sebagai Rasul dari Langit Utama.”

“Pengetahuan orang Ini amat luas, mungkin perkataannya bukan gertak lambal bela-ka…. -” Pikir Siauw Ling didalam hati.

Terdengar Pak Thian Coen-cu melanjutkan kembali kata-katanya dengan nada dingin.

“Masih ada persoalan lagi hendak loohu terangkan dahulu, agar kau punya kesempatn untuk menentukan pilihannya sendiri.”

“Coen-cu ada persoalan apa lagi yang hendak kau utarakan?”

“Selama hidup loohu baru dua kali bergebrak dengan orang hingga melebihi jurus yang keseratus. Dan kali ini merupakan ketiga kalinya. Seorang boanpwe macam kau ternyata berhasil memiliki kesempurnaan ilmu hingga taraf begini tinggi. Bagaimanapun juga kau patut menerima pujian serta rasa kagum dari loohu.

Dalam hati Siauw Ling senang karena di puji, namun diiuar ia sengaja tertawa ham bar.

“Tldak pernah cayhe berpikir sampai kesitu, seandatnya Coen cu cuma ingin mengucapkan kata-kata semucam itu belaka, lebih baik jangan kauteruskan lagi, sebab percuma”

Air muka Pak Thian Coen-cu berubah hebat.

“Bagus. Kalau memang begitu loohu pun akan langsung membicarakan persoalan pokok”

la meraudek sejenak, kemudian sambungnya, “Ilmu silat yang ada dikolong langit jarang sekali bisa didapatkan serangkaian ilmu telapak atau ilmu pukulan yang pada saat bersamaan bisn digunaknn untuk menghadapi ilmu pukulan kilat berantai serta ilmu totok dua belas bunga Lan, sekalipan loohu sendiri punya kemampuan untuk memecahkannya. namun bila tidak kugunakan tepat pada saatnya, kemungkinan jiwaku bakal terancam bahaya atau mungkin akan melukai dirimu hingga luka parah, olch sebab itulah sebelum kejadian macam ini berlangsung, aku harus terangkan lebih dahulu”

“Oooow…. tidak mengapa. tidak mongapa seumpama kata cayhe mati atau terluka anggap saja hal ini disebabkan aku she Siauw kurang rajin dalam melatih ilmu silatku, meski matipun tak usah disesal-kan.”

“Kalau begitu kejadiannya maka tujuanku akan berubah. Loohu sama sekali liada maksud membinasakan dirimu.” kata Pak Tbian Coen-cu. “Loohu Cuma ingin menang-kap kau lalu menggunakan dirimu sebagai umpan guna memancing pulangnya putriku, seandainya sekali hantam kucabut jiwamu, bukankah tindakanku malah bertentangan dengan maksudku semula.

“Cuaca kadangkala terang kadangkala mendung, aku rasa persoalan yang ada dikolong langit tak sepotongpun yang sempurna.” Kata Siauw Ling. “Walaupun cara Coen-cu berpi-kir sangat bagus, sayang seribu kali sayang kita punya kemampuan tapi tenaga kurang, apa yang dapat kami lakukan?”

“Loohu punya satu cara untuk mengatasi kesulitan tersebut, entah sudikah kau sang-gupi.”

“Coba katakanlah!”

“Bila kau sadar bahWa kau bukan tan-dingan loohu kenapa tidak menyerah kalah saja? dengan berbuat begitu bukan saja jiwamu selamat, apa yang lohu cita-citakan pun bakal terwujud. Bukankah bagi kita masing masing pihak saling menguntungkan??”

“Sayang aku orang she Siauw bukanlah manusia pengecut yang takut mati, maksud baik Coen-cu terpaksa harus kutampik.”

‘bocah keras kepala. kau betul Betul tak tahu diri! Terima nih seranganku!!” teriak Pak-thian Coen cu sangat murka.

Telapak kanan diayun,sebuah serangan dahsyat segera dilepaskan.

Serangannya kali ini jauh berbeda dengan serangan pertama kali tadi, sebelum sang telapak menyambar tiba. segulung angin pukulan yang dingin dan tajam hingga merasuk tulang telah melanda tiba.

“ilmu silat anakah ini?? kenapa begitu dingin?” pikir Siauw-ling dengan alis berkerut.

la tak berani berlaku ayal, buru buru tangan kanannya diayun kemuka menyambut datangnya serangan dengan keras lawan keras.

Brak…. l sepasang telapak saling beradu. mendadak si anak muda itu rasakan segenap tubuhnya kaku dan dinginnya luar biasa.

Terdengarah suara Pak-thian Cosu-co yang dingin bergema datang, “Inilah ilmu pukulan es Hian Peng Ciang yang paling kuandalkan. jangan dikata manusia macam kau, sekalipun jago kelas Wahid pun tidak nanti sanggup menyambut sepuluh buah pukulanku.”

Sembari berbicara, sepasang telapak di ayun beruntun, kembali dua buah serangan dahsyat dilancarkan,

Diam-diam Siauw Ling gertak gigi, sepasang telapak diayun berbareng dan serentak ia sambut pula kedua buah serangan lawan.

Begitu saling bertemu, anak muda tersebut merasakan begitu dahsyat hawa dingin yang memancar keluar dari serangan tadi, demikian hebatnya sehingga boleh dibilang beberapa kali lipat lebih dahsyat dari serangan pertama, batinya terperanjat dan segera pikirnya, “Bila kulayani terus dirinya dengan cara begini bukankah lama kelamaan aku bakal mati beku karena kedinginan.”

Dalam pada itu Pak Thian Coeueu telah tertawa terbahakbahak.

“Haaa…. -haaa…. haaa…. ternyata kau benar-benar luar biasa, meski sudah terima tiga buah pukulan loohu secara beruntnn, air mukamu sama sekali tidak berubah.”

Tangan kanan diayun kembali kemuka, serentetan hawa dingin yang aneh sekali kembali.menyerang tiba.

Serangannya yang dilancarkan sejurus de-mi sejurus ini memaksa Siauw Ling tanpa punya kesempatan untuk berpikir harus menerima setiap serangannya dengan keras la-wan keras.

Terasa seluruh badan mnlai membeku, serentetan hawa yang sangat dingin menyebar keseluruh organ badan, tak kuasa ia bersin, ulu hatinya terasa sakit dan serasa anggota badannya mulai membeku.

Pak Thian Coin-cu semakin tidak mau kasih kesempatan bagi lawannya untuk ber-kutik, secara beruntun ia melepaskan kembali tiga buah serangan berantai.

Siauw Ling jadi kerepotan, tangan kiri Serta kanannya terpaksa harus berputar kesana kemari menyambut setiap ancaman yang datang kearahnya.

^Mendadak Pak thian Coen-cu berhenti menyerang, ia tertawa dan mengejek, “Bagaimana rasanya ilmu telapak Hian-peng-ciang dari lohu ini? Enak bukan?”

Pada waktu itu Siauw Ling telah merasakan adanya segulung hawa dingin yang sa-ngat aneh menyerang kedalam tubuhnya mem buat keempat anggota badannya membeku dan tak dapat bergerak dengan leluasa-

Hatinya terkejut bercampur ngeri, disamping itu iapun mendongkol dan marah, “Ilmu silat aliran sesat macam begini tidak bakal bisa menangkan ilmu silatku-

“Untuk melatih kepandaian silat yang demikian dahsyatnya ini lohu telah membuang waktu selama puluhan tahun lamanya dengan berlatih giat. siapa bilang ilmuku ini adalah ilmu sesat?”

Siauw Ling rasakan hawa dingin yang menyerang kedalam tubuhnya kian lama kian bertambah parah, segenap organ tubuhnya seolah-olah teiah dikuasai oleh hawa dingin yang menyerang masuk itu. ia sadar bahwa dirinya tak mungkin sanggup bertempur lebih jauh. Namun diapun tidak rela mengaku kalah dengan begitu saja.

Maka sambil kerahkan tenaga murninya untuk melindungi badan, tangan kanan mempersiapkan ilmu totok Siuw-lo cie sedang tangan kiri merogoh kedalam saku ambil keluar sebutir pil ujarnya dingin, “Coen-cu hanya tahu Liuw Sian-cu lihay dalam ilmu totok Cap jie lan-hoa hud hiat chiu, tahukah kau ilmu Sakti apa lagi yang dia miliki?”

“Kecuali ilmu rotok dua belas bunga Lan, cayhe betul betul tak dapat menebak kepandaian silat apa lagi yang ia miliki.”

“Heeh…. heeh…. heeh…. Coen-cu kepingin tahu?”

“Bagus! lohu pingin tahu kepandaian macam apa lagi yang ia miliki I”

“Hmm! Mula-mula rasakan dahulu keli-hayan ilmu senjata rahasia dari Liuw Sian-cu.

Tangan kanan diayun, segenggam butiran perak segera meluncur kemuka mengancam jalan darah atas bawah, kiri serta kanan Pak Thian Coencu.

“Haaa…. haa…. haa…. ilmu penye-bar senjata rahasia Man-thian Hoa-yu ma-cam inipun kau anggap kepandaian sakti, sungguh menggelikan….”

Sepasang telapak diayun berbareng kemu-ka, segulung hawa pukulan yang maha dah-syat segera meluncur kedepan membuat bu-tiran-butiran perak yang mengancam sekeli-ling tubuhnya sama • sama rontok keatas tanah.

Tatkala Pak Thian Coen cu sedang memukul rontok senjata rahasia yang mengancam tubuhnya itulah, tiba-tiba Sianw Ling membentak keras. Badannya meloncat keangkasa dan dengan mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya ia lepaskan ilmu sakti Siauw Loo Sin Cie.

Pada waktu itn segenap perhatian Pak Thian Coencu hanya ditujukan keatas senjata rahasia, ia tidak menyangka kalau di-saat semacam itulah Siauw Ling bisa mele-paskan kepandaian saktinya.

Segulung angin totokan yang maha dah-syat diiringi desiran angin tajam, laksana kilat meluncur kemuka.

Menanti sikakek tua Itu menduSin akan bahaya yang datang mengancam, waktu sudah tak sempat lagi baginya untuk menghindar, angin totokau itu tahu-tahu sudah berada di atas jalan darah penting “Hiau Kia Hiat” di atas dada depannya.

Dalam keadaan gugup sekuat tenaga ia banting tubuhnya kearah samping.

Mendadak iganya terasa amat sakit, angin serangan tadi dengan telak telah menghajar jalan darah Thay Paouw Hiat.

Tenaga serangan dari ilmu totok Siauw Loo Sin Cie ini benar-benar luar biaaa sekali meski Pak Thian Cosn-cu memiliki tenaga dalam yang amat sempurna, tak urung keok juga, terasalah darah segar bergolak kencang didalam dada, mata berkunang-kunang dan kepala pusing tujuh keliling hampir-hampir saja ia jatuh terjengkang keatas tanah.

Namun, bagaimanapun juga dia adalah se orang jagoan yang memiliki ilmu silat luar biasa, buru-buru ia mengempos tenaga dan menekan darah segar yang bergelora dalam dadanya, kemudian cepat-cepat ia putar badan dan ngeloyor pergi dari situ.

Siauw Ling sendiri, meski serangan Siauw Loo cie yang dilancarkan dengan segenap tenaga itu berhasil mengenai sasarannya, tetapi daya tahan tubuhnya sudah hancur, begitu habis menyerang kakinya jadi lemas dan badannya langsung roboh keatas tanah.

Soen Put shia serta Boa Wie Tootiang buru-buru lari kedepan memayang tubuh Siauw Ling, seru mereka hampir berbareng, “Parahkah luka yang kau derita?”

Dibawah sorot cahaya malam yang remang remang, kedua orang tokoh silat itu dapat kan wajah Siauw Ling telah berubah jadi pucat pias bagaikan mayat. Sepasang mata terpejam rapat sementara mnlutnya masih menggumam seorang diri, “Inilah ilmu totok Siauw-loo sin-cie dari Liuwsian cu!”

Habis berkata. si anak muda itu jatuh tidak sadarkan diri.

Soen Put-shia amat gusar sekali menyaksi kan kejadiah itu, makinya kalang kabut, “Keparat, kunyuk tua! kau telah melukai sahabat cilik kami dengan menggunakan ilmu silat beracun….”

Tapi ketika ia mendongak, bayangan Pak-Thian Coen-cu telah lenyap tak berbekas.

“Loocianpwee tak usah mendongkol atau marah-marah lagi,” cegah Boe Wie Tootiang sambil menghela napas ringan. “Luka yang diderita Pak-THian Coen-cu pun tidak ringan, Justeru karena itu ia melarikan diri dari sini. Dalam pertarungan barusan. dia sendiri pun tidak peroleh keuntungan apa apa….”

“Bukannya begitu…. Aaaai….! tadi, sudah sepantasnya kalau aku sipengemis tua mewakili dia untuk menahan sebagian dari tenaga serangannya lebih dahulu.”

“Kini. kejadian telah berlangsung. Sekalipun locianpwe merasa sesalpun tak berguna. persoalan paling penting yang harus kita lakukan sekarang adalah bagaimana caranya mengobati luka dalam yang diderita Siauw thay hiap agar ia sembuh kembali seperti sedia kala,”

Soen Put Shia mengangguk, ia ulurkan tangannya untuk periksa pernapasan Siauw Ling terasa olehnya napas si anak muda itu lemah sekali, rupanya luka dalam yang ia derita amat parah sekali. Tak kuasa sepasang alisnya berkerut.

“ehhmmm. Luka dalam yang ia derita amat parah sekali!” serunya

Boe Wie Tootiang membungkam, lama ia termenung namun kemudian katanya, “Peristiwa terlukanya Siauw-thay-hiap. lebih baik kita rahasiakan rapat-rapat. Menurut pendapat Pinto, lebih baik kita cari sebuah tempat disekitar tempat ini untuk merawat lukanya- Entah bagaimana menurut Pendapat Locianpwe?7″

“Tidak salah. Mata mata Shen Bok Hong tersebar dimana-mana, lagipula mereka punya pendengaran yang sangat tajam. Seandainya berita ini sampai tersiar keluar, dengan cepat kabar ini bakal terdengar oleh gembong iblis itu!”

“Kurang lebih dua li dari sini terdapat sebuah rumah petani yang kaya, bagaimana kalau kita hantar Siauwthay-hiap kesitu agar merawat luka dalamnya??” tiba – tlba Cheng Yap cin menyela.

“Berapa jumlah anggota keluarga mereka?? kalau anggota keluarga mereka terlalu ba-nyak kemungkinan besar kabar ini bisa bocor pula keluaran!”

“Meski keluarga petani itu kaya, namun tiada pelayan yang bekerja disitu, kecuali sepasang suami istri, mereka hanya memlliki seorang putri belaka….”

“Darimana kau bisa tahu?” tanya Boe Wie Tootiang.

“Siauw-te pernah membawa Be cong-pacu untuk merawat lukanya disana, maka dari itu siauwte, mengetahui hal ini dengan amat jelas.”

“Kalau begitu bagus sekali, luka yang di-derita Siauw-thay-hiap parah sekali, kita tak boleh banyak buang waktu lagi, ayoh kita segera berangkat kesitu”

Cheng Yap Cing mengiakan dan Segera berangkat menuju kerumah petani kaya yang dimaksudkan.

Soen put-shia menggendong Siauw – ling menyusnl dibelakang, sedang Boe Wie Too-tiang melindungi dipaling belakang, dalam sekejap mata dua li telah dilalui dengan ce-pat.

Sebuah bangunan rumah yang tinggi besar kini terbentang didepan mata, Cheng Yap-cing langsung menuju kepintu dau menggedor gerbang pintu yang besar hingga menimbulkan sua a keras

Beberapa saat kemudian muncul seorang lelaki setengah baya membuka pintu bagi mereka.

Ketika membuka pintu, mulut orang itu masih bergumam memaki kata-kata kotor tetapi setelah menyaksikan Cheng Yap-cing yang berdiri sambil menyoren pedang ia tampak kaget dan segera membungkam.

Cheng Yap cing pura-pura berlagak pilon, ia menjura, “Tolong Heng-thay suka memberi kabar kepada empek Lie, katakan saja seorang pemuda she Cheng ingin berjumpa dengan beliau.”

“Ooouw…. kiranya Cheng toa-ya”

“Tio-heng. Kau masih ingat dengan diri sianw-te?”

“Cheng toa-ya terlalu sungkan. panggil saja diri hamba dengan sebutan nama ” Ooh ya…. Cheng tay-hiap. Harap kau menanti sejenak disini, hamba segera melaporkan kehadiranmu kepada tuan majikan.

Tidak lama lelaki itu berlalu, ia muncul kembali mengiringi seorang kakek tua yang berwajah ramah dan penuh welas kaslh.

“Empek Lie. Maaf…. maaf…. kembali aku datang mengganggumu!” seru Cheng Yap-cing sambil maju memberi hormat.

“Bangunan rumah loe-han sangat luas. di gunakanpun masih sisa banyak. Cheng sauw ya tak perlu sungkan sungkan, silahkan masuk kedalam rumah!….”

Diiringi lampu lentera yang dibawa lelaki kekar itu, beberapa orang tadipun masuk kedalam sebuah ruangan besar.

“Cheng toa-ya. Kau ada pesan apa lagi?”

“Malam malam kita sudah datang mengganggu membuat hati tak enak, Tioheng, silahkan beristirahat!”

Kakek tua itu memandang sekejap kearah Soen Put Shia serta Siauw Ling diapun tidak banyak bertanya, lelaki she Tio tadi segera mengundurkan diri dari ruangan Menanti kedua orang itu sudah berlalu Cheng Yap cing menutup daun pintu seraya berkata sedih, “Diruang ini pula tempo dulu Be Cong Pionw Pacu merawat lukanya, sungguh tak kusangka. ini hari kembali aku gunakan ruangan ini untuk merawat luka seorang rekan kita. Sungguh aneh,” bislk Soen Put Shia. “Masa keluarga yang begitu ramah halus kok sudi menerima kita orang-orang dari kalangan dnnia persilatan??”

“Rupanya mereka suami istri berdua per nah mendapat budi kebaikan dari Cong Piauw Pacu pada masa silam.”

Boe Wie Tootiang termenung lama sekali. mendadak ia buka suara dan berkata, “Mata mata Shen Bok Hong tersebar sam-pai ratusan li dari kota Koei Chiu, kita tak boleh menyusahkan orang lain. Pinto akan gunakan segenap tenaga yang kumiliki untuk coba menyembuhkan luka Siauw-tay. hiap seandainya keadaan Siauw-thay-hiap, masih belum juga menunjukkan tanda-tanda kebaikan, kita harus mencari tempat lain yang lebih aman untuk merawat lukanya. Bagaimana pun juga, kita tak boleh tinggal disini sehingga mengakibatkan keluarga pe-tani yang baik hati ini pun ikut terseret dalam lembah kehancuran.”

“Perkataan Tootiang tepat sekali!” pelahan lahan ia dekati pembaringan dan memba-lingkan rabuh Siauw Ling keatas pembaringan tersebut.

“Sam-te, dekatkan lampu lilin itu kemari.” bisik Boe Wie Tootiang lirih. Cheng Yap-cing mengiakan. sambil membawa lampu lilin ia dekati pembaringan.

Dengan meminjam cahaya lampu lilin itulah. Boe Wi Tootiang memeriksa air muka Siauw Ling dengan teliti, namun dengan cepat ia kerutkan dahinya.

Sejak Siauw Ling menderita luka, air muka Boo Wie Tootiang selalu kelihatan te-nang sekali, tapi saat ini air mukanya telah berubah sangat hebat.

“Sudah lama aku dengar akan kelihayan Totiang dalam ilmu pertabiban, aku rasa kau pasti sudah punya keyakinan untuk menyembuhkan luka Siauw Ling bukan?” kata Soen Put-shin.

Boe Wie Totiang tidak menjawab, ia cekal tangan Siauw Ling dan dirabanya beberapa saat kemudian sambil geleng kepala ia menghela napas panjang.

“Pinto sama sekali tidak punya keyakinan

“Kalau begitu, keadaannya Sangat berbahaya sekali?”

“Rupanya ia terluka oleh sejenis ilmu silat yang istimewa, barang siapa ying tak paham dengan keadaaa luka tersebut sulit untuk memberikan pertolougan. Aai tapi pinto pasti akan berusaha sekuat tenaga.”

“Toot iang hendak turun tangan dengan gunakan cara apa?”

“Saat ini pernapasannya lemah sekali, pinto hendak menggunakan tenaga dalam untuk bantu memperlancar peredaran darahnya lebih; dahulu. kemudian baru mengobatinya dengan bahan obat-obatan!”

“Aku sipengemis tua sama sekali buta terhadap ilmu pertabiban, apa yang hendak kaulakukan terserah pada keputusan totiang!”

“Baiklah, pinto akan coba-coba lebih dahulu!” bisik Boe Wie Totiang dengan wajah serius rupanya ia merasa berat hati untuk mulai dengan pengobatannya.

Sambil memayang tubuh siauw Ling, tangan kanannya menekan diatas jalan darah Ming Coen-hiat. lalu hawa murninya disalur kan keluar, rentetan aliran panaspun lang-sung menerjang masuk kedalam tubuh Siauw Ling.

Sepertanak nasi lamanya telah lewat dengan percuma, Siauw Ling tetap tidak mem perlihatkan reaksi apapun juga.

Ketika Soen Put shia meraba tangan kiri Siauw Ling, terasa lengan tersebut telah ber ubah menjadi dingin bagaikan segera ujarnya, “Totiang, lebih baik kau tak usah buang tenaga dengan percuma. gantilah dengau cara yang lain!”

Boe Wie Totiang menghela napas panjang ia tarik kembali tangan kanannya lalu dari dalam saku ambil keluar sebuah borol por-selen dari dalam botol tadi ia ambil dua butir pil dan dijejelkan kedalam mulut si anak muda itu.

Dibawah sorotan sinar lilin, tampak wajah Siauw Ling telah berubah jadi hijau, bibir mulutnya mulai menghitam dan dua butir pil yang dijejalkan kedalam mulutnya tadi susah ditelan kedalam perut.

“Wah…. rupanya dia sudah tak ketolongan lagi.” bisik Soen Put shia sambil geleng kepalanya.

Boe Wie Totiang mengempos tenaga, ia pentang gigi Siauw Ling dan jejalkan kedua butir pil tadi dengan paksa.

Kedua butir pil tadi masuk ke dalam perut namun bagaikan batu yang tenggelam dida-sar samudra, lama sekali tidak menunjukan reaksi apapun.

Tiba-tiba Soen Put-shla mendepak kakinya ke atas tanah keras-keras.

“Totiang. sementara kau berusaha disini dengan sekuat tenaga, aku si pengemis tua akan pergi mencari si Raja Obat Bertangan keji!”

“Kalau membicarakan soal ilmu pertabib-an, kepandaian si Raja Obat Bertangan Keji memang terbilang sebagai Tabib nomor Wahid dikolong langit dewasa ini, seandainya loocianpwe berhasil menemukan dirinya hal ini memang jauh lebih baik.”

“Tapi…. locianpwe, tahukah kau dimana Tok-chiu Yok ong berada saat ini?” tiba-tiba Cheng Yap Ching menycla.

“Tidak!”

“Kalau memang locianpwe belum tahu di manakah ia berada, jagad begini luas. ke manakah kau hendak menemukan dirinya 7”

“Mencari jarum di dasar samudra, terpak-sa aku harus adu nasib!”

“Bila keadaan tidak menunjukkan perubahan. aku lihat jiwa Siauw thayhiap sukar untuk diperpanjang lebih dari dua hari.”

“Apakah tootiang tidak mampu untuk memperpanjang umurnya sampai beberapa hari”

“Apabila pinto punya keyakinan untuk memperpanjang umurnya beberapa harl lagi, locianpwe pun rasanya tak perlu pergi mencari si Raja Obat Bertangan keji.”

Air muka Soen Put shia berubah hebat. “Kalau kita tak sanggup berbuat apa apa lebih baik tinggalkan saja dirinya diatas perahunya Su Hay Koencu. Disana belum ten-tu jiwanya bakal modar.”

Ia merandek sejenak, lain sambungnya: “Saat ini apa yang hendak totiang laku-kan terhadap diri Siauw Ling?”

Sementara berbicara, sepasang matanya berkilat tajam, hawa gusar secara lapat lapat menghiasi air mukanya

Boe Wie Tootiang sendiri, walaupun hati-nya sangat terharu namun diluaran ia berusaha keras mempertahankan ketenangan hatinya, ia berkata, “Pinto akan coba menolong Siauw thay-hiap dengan tusukan jarum, seandainya cara inipun tidak berhasil menolong selembar jiwanya.Aai pinto tak bisa berbuat apa-apa lagi.”

“Jadi maksudmn…. seandainya tusukan jarum yang hendak kau lakukan ini tidak berhasil juga memperpanjang jiwa Siauw Ling, maka ia bakal mati tak tertolong lagi?”

“Haaa…. haaa haaa…. seandainya benar-benar terjadi demikian, apa yang hendak tootiang lakukan???” mendadak Soen Put-s ia bertanya sambil tertawa terbahak-bahak

“Maksud locianpwe???”

“Maksud hatiku? Siauw Ling mati di tangan totiang serta aku si pengemis tua, sedang kita adalah sepasang semut yang dtikat dengan sebuah benang. Kau ingin terbang tak bisa sedang aku ingin lari pun tidak mungkin!”

Boe Wie Totiang tertawa hambar. ia bungam dalam seribu bahasa.

“Maksud Lo cianpwe, apakah suhengku pun harus ikut mengorbankan jiwanya demi Siauw Ling?” sela Ceng Yap Ching tiba-tiba.

Tabiat sipengemis tua ini kasar, barangasan dan gampang naik darah. Sepanjang hi-dupnya sifat tersebut sukar dirubah. Kalau tidak demikian dengan nama baik serta kedudukannya mungkin sejak dulu ia sudah diserahi jabatan sebagai ketua perkumpulan Kay-pang.

“Loocianpwe, legakan hatimu,” ujar Boe Wie Tootiang lagi. “Seandainya Siauw Ling benar-benar berumur pendek dan meninggal dunia pinto pasti akan bunuh diri untuk menebus dosa!”

“Apa yang aku sipengemis tua utarakan tadi. tidak lebih cuma kata-kata dikala hatiku sedang mendongkol belaka. Harap tootiang jangan pikirkan didalam hati. Hanya saja…. seandainya Siauw Ling benar-benar meninggal dunia, menurut apa yang aku pe-ngemis tua ketahui pasti ada beberapa orang yang akan menyusul diri kealam baka.”

“Siapa saja?”

“Orang pertama adalah ibu kandungnya.”

“Sebagai orang tua, kasih sayang terhadap putranya melampaui cinta kasih apapun juga, ini memang kemungkinan besar bisa terjadi. lain siapa lagi kecuali ibunya.”

“Sepasang pedagang dari Tiong Chin Kiem Lan serta Giok Lan, dua orang dayang yang ia bawa dari perkampungan Pek Hoa San-Cung.

“Waah, mana mungkin?”

“Jangan dibilang mereka, sekalipun aku si pengemis tuapun sudah bosan hidup dikolong langit. Eeeei bocah cilik kau beget menarnh curiga, apakah perkataanku pun tidak sudi kau percaya?”

Cheng Yap Clng tidak banyak bicara lagi ia membungkam.

Dalam pada itu Boe Wie Tootiang telah ambil keluar jarum emasnya dari dalam saku, serunya, “Sam te, dekatkan lilin itu kemari.” Cheng Yap cing mengiakan, ia angkat lampu lilin itu tinggi tinggi sehingga sekeliling tubuh Siauw Ling tertampak jelas.

Boe Wie Tootiang memeriksa sejenak sekujur tubuh si anak muda itu, setelah jalan darah yang diincarkan ketemu. maka jarum emas itu pun segera ditusuk kebawah.

Tatkala jarum emas tadi menembusi jalan darah, mendadak SiauwLing menghembuskan napas panjang,

“Ooo…. dingin…. dingin….”

“Aaah, benar,” kata Boe Wie TooMang Sambil cabut kembali jarum emasnya. “ilmu kepandaian dari Pak-thian Coen cu adalah ilmu beracun berhawa dingin. setelah kena diserang bawa dingin tersebut pasti sudah mengeram didalam tubuhnya, akan kucoba memberi obat kepadanya untuk mengusir hawa tersebut!”

Sewaktu menyaksikan Siauw Ling secara tiba-tiba dapat buka snara, Soen-put-shia kegirangan setengah mati, buru-buru ia berseru, “Rupanya tusuk jarummu lihay sekali. Totiang, bagaimana kalau kau tusuk pula ja-lan darahnya yang lain?”

“Sekarang, sekujur tubuhnya terserang oleh hawa dingin yang jahat. seandainya kita tak dapat mengusir ha-wa jahat tersebut, sekalipun ia dapat sadar kembalipun percuma saja!”

“Lalu kau hendak menggunakaa resep obat apa untuk mengusir hawa dingin yang mengeram dalam tubuhnya itu?”

“Hawa dingin yang mengeram dalam tubuhnya sama sekali berbeda dengan hawa dingin yang mengeram dalam tubuh kebanyakan orang, maka dari itu kadar obat yang, diberikan kepadanya harus lebih tinggi. Pinto akan segera buka resep dan kita harus depat cepat belikan dirumah obat terdekat.”

“Baik, cepatlah kau blkin resepnya aku sipengemis tua segera akan pergi ketoko obat!”

“Saat ini fajar baru menyingsing, bagai mana kalau kita menunggu sejenak lagi?”

“Jiwa rnanusia lebih berharga dari apapun jnga. apalagi jiwa Siauw-thay hiap

amat kritis, masa masalah besar inipun harus diundur-undurkan lagi?….”

Boe Wie Tootiang tertawa getir.

“Perkataan locianpwe memang tidak sa-lah, tetapi pinto pun harus hati-hati dalam mengambil setiap tindakan….”

“Cuma membuat resep kan suatu peker-jaan yang gampang sekali, kenapa harus menunggu sampai lama?”

Boe Wie Tootiang dibikin apa boleh buat, terpaksa ia berkata, “Tenaga dalam yang dimlliki Siauw thayhiap telah mencapai puncak kesempurnaan, tetapi saat Ini sekujur tubuhnya terserang juga oleh hawa dingin tersebut, hal ini menandakan bahwa hawa dingin yang rnengeram dalam tubuhnya bukanlah hawa dingin biasa obat yang akan kita gunakan untuk mengu-sir hawa dingin itupun jauh berbeda dengan resep obat biasa. Nah maka dari Itu sebelum membuka resep. pinto harus pikirkan lebih dahulu dengan seksama”

Soen Put-shia berpikir sejenak, ia merasa bahwa ucapan tersebut sedikitpun tidak salah maka iapun lantas membungkam.

Boe Wie Tootiang menghela napas panjang.

“Loocianpwe. legakanlah hatimu,” hibur-nya. “Dengan tenaga dalam yang dimiliki Siauw Ling, sekalipun ia sudah terluka oleh hawa pukulan dingin dari Pak Thian Coen-cu

Pada saat Italah tiba-tiba terdengar suara keras berkumandang datang.

“Suara ledakan darimana asalnya ledakan tersebut?” seru Soen Put-shia terperanjat.

“Ledakan Itu berasal dari peringatan tanda bahaya.” sahut Cheng Yap-cing sambil menerjang keluar dari ruangan.

Ketika ia menoleh, tampak Boe Wie Too-tiang masih tundukkan kepala sambil putar otak, rupanya ia sedang memikirkan suatu persoalan yang amat sulit sekali sehingga ledakan keras tadi sama sekali tidak terdengar olehnya.

Setibanya Boe Wie Tootiang tampak Cheng Yap-cing mendorong tubuh toosu itu seraya berseru, “Suheng, tanda bahaya telah dilepaskan, rupanya ada musuh tangguh yang menyusup kedalam markas kita “

“Tanda bahaya?” teriak Boe Wie Tootiang sambil melompat bangun.

“Tidak salah, barusan siauw-te melakukan pengintaian dari atas loteng, secara lapat-lapat aku lihat bunga api bertaburan diang-kasa, agaknya musuh tangguh telah menyeberangi telaga.”

Boe Wie Tootiang segera berpaling kearah Soen Put-shia dan serunya, “Locianpwe, harap kau tetap berada di-sini melindungi Siauw Ling, sedang pinto serta Ceng sute akan pulang sebentar “

“Biarlah aku pengemis tua menemani kau pulang ke markas, tinggalkan saja sutemu di-sini untuk menjaga Siauw Ling, seandainya Pak-Thian Coen-cu yang telah pergi kembail lagi, aku sipengemis tua akan ajak dia untuk beradu jiwa.”

“Menurut pandangan pinto, luka yang di-derita Pak-Thian Coen-cu tidak ringan, tidak Mungkin ia balik lagi kemari. Delapan bagian pastilah anak buah Sben Bok Hong yang berhasil mengejar sampai disitu.”

Begitu gelisah hati toosu tua itu sehabis mengucapkan kata-kata yang terakhir tubuh nya telah melayang keluar dari ruangan.

Cheng Yap Cing ingin menyusul suheng-nya, namun segera dihalangi Soen Put-shia sambil berseru, “Bocah cilik, lebih baik kau tetap tinggal disini, jagalah diri Siauw Ling baik-baik. biar aku sipengemis tua yang menemanl snhengmu.”

“Soal ini….”

“Ilmu silat yang dimillki soen Loocian-Pwe beratus-ratus kali lebih hebat darimu.” Terdengar suara Boe Wie Tootiang berkumandang datang “Dengan hadirnya Soen loocian pwee, meskipun ada musuh tangguh pun tidak susah untuk dihadapi, kau tetap tinggal disitu Saja “

Ucapan tadi kian lama kian menjauh. tatkala perkataan terakhir selesai diucapkan tubuhnya sudah lenyap dikegelapan.

Soen Put shia pun tidak banyak bicara, ia enjotkan badan pergi dari ruangan. dalam sekejap mata tubuhnya pun lenyap dibalik kegelapan.

Cheng Yap-cing dibikin apa boleh buat terpaksa ia menarik napas panjang, menutup pintu dan duduk disisi Siauw Ling.

la tak mengerti ilmu pertabiban, duduk di sisi Siauw Ling yang menggigil kedinginan, jagoan muda dari Bu tong-pay ini sedikit kelabakan Kurang lebih seperminuman teh kemudian. mendadak terdengar Siauw Ling mengigau keras.

“Aduh…. dingin…. dingin….”

Cheng Yap-cing buru-buru bangun menarik selimut untuk ditutupkan keatas tubuh Siauw Ling.

Waktu ia sedang menutupi tubuh SiauW Ling dengan selimur. tiba-tiba terdengar suara getaran keras disusul daun pintu yang tertutup rapat mendadak terbuka.

Segulung angin malam berhembus masuk lampu lilin bergoyang kencang membuat suasana sedikit jadi suram.

Secepat kilat Cheng Yap-cing putar badan tangan kanan menyambar dan pedangnya sudah dilepaskan dari sarung.

Seorang perempuan cantik berdandan keraton dan baju warna hijau serta sekuntum bunga emas bersulamkan didepan dadanya perlahan berjalan masuk.

“Kiem Hoa Hujien “ tegur Cheng Yap-cing.

“Tidak salah!” dengan pandangan dingin nyonya itu berpaling ke arah Siauw Ling dan melanjutkan ;

“Bagaimana dengan lukanya.

Cheng Yap-cing putar pedangnya membentuk selapis bunga pedang yang tebal, ka-mudian baru berkata, “Walaupun ia tidak punya kemampuan lagi untuk melawan musuh, namun selama aku orang she-Cheng masih berada disini, tidak nanti kubiarkan kau mencelakai dirinya.”

Air muka Kiem Hoa Hujien berubah amat sedih. lambat lambat ia mendekati sisi pembaringan.

“Berbenti!” bardik jagoau muda dari Bu-tong Pay ini sambil mendorong pedangnya kemuka menciptakan serentetan cahaya tajam. “Kalau kau berani maju selangkah lagi. hati hati pedangku tidak akan kenal ampun!”

“Janganlah kau gusarkan hatiku….”

“Kalau kugusarkan dirimu lantas kenapa?”

“Akan kusuruh kau rasakan kelihayan dari Pek Sian jie!”

“Pek Sian jie??”

“Ular aneh yang paling aneh paling be racun serta paling keji dikolong langit, ge-rak geriknya lincah seluruh tubuhnya keras melebihi baja. Jangan dikata telapak, sekalipun senjata tajam tidak akan mempan membacok tubuhnya.”

“Benarkah itu? cayhe radaan kurang percaya!”

“Jangan kau coba untuk menjajal. sebab tiada seorangpun memperoleh kesempatan kedua untuk menjajal kelihayan Pek-sian-jieku.”

Perlahan lahan sinar matanya beralih ke atas wajah Siauw Ling dan…. menambahkan

“Aku tidak nanti mencelakai dirinya. aku hanya ingin memeriksa keadaan lukanya belaka.”

“Dari mana aku bisa mempercayai dirimu?”

Tangan kanannya Kim Hoa Hujien segera merogoh kedalam sakunya ambil keluar sebuah kotak porselen yang panjangnya satu depa dengan lebar setengah coen. lalu ujar-nya ketus, “Bagaimana hubudganmu dengan saudara ku ini?”

“Siapakah saudaramu?”

“Siauw Ling “

Cheng Yap-cing berpaling dan meman-dang sekejap kearah Siauw Ling, lalu jawabnya, “Tidak terhitung baik, juga tidak terhi-tung terlalu jelek!”

Tiba-tiba Kiem Hoa Hujien menghela napas panjang dan menyimpan kembali kotak knmala tersebut.

“Seandainya aku biarkan kau mati terpa-gut oleh Pek Sianjie, nanti kalau saudaraku sadar dan mengetahui kejadian Ini,hatinya tentu merasa tidak senang.”

“Soal ini tak usah hujien ragu ragu kau….”

“Aku tidak punya banyak waktu untuk ribut dengan dirimu. cepat katakan! Kecuali kite saling bergebrak masih ada cara apa lagi yang bisa diiempuh agar aku bisa memeriksa keadaan luka dari saudaraku.”

“Seandainya kau memang benar – benar tiada maksud untuk mencelakai dirinya tentu saja tiada halangan bagimu untuk memeriksa keadaan lukanya, cuma,

“Cuma apa? cepat katakan.”

Demi menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan aku hendak menotok beberapa buah jalan darahmu, agar kau tidak memiliki kemampuan untuk melawan, dengan demikian seandainya kau punya maksud un-tuk mencelakai dirlnya, akupun masih punya kesempatan untuk turun tangan menghalang!”

“Baiklah! cepat kau turun tangan’” seraya berkata nyonya cantik dari suku Bianw ini pejamkan mata dan berdiri sambil bertolak pinggang.

Tangan kiri Cheng Yap cing bergerak ce-pat menotok dua buah jalan darah penting ditubuh Kiem Hoa Hujien. setelah itu ia baru menyingkir kesamping membuka jalan Kiem Hoa Hujien.

“Sekarang kau boleh mendekati pembaringan untuk periksa keadaan lukanja, tapi lebih baik janganlah kau sentuh tubuhnya.”
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar