Rahasia Istana Terlarang Jilid 01

Jilid 1

Dalam cerita “Bayangan Berdarah” dikisahkan bahwa Siauw Ling telah turun kebawah tebing untuk mencari jamur batu berusia seratus tahun.

Pada saat itulah tiba-tiba musuh yang amat tangguh telah menyerang datang sehingga melibatkan si Raja obat Bertangan Keji serta Sang Pat dalam pertempuran yang amat sengit.

Tu Kioe yang diserahi tugas untuk melayani uluran tali senar disisi gua, merasa amat gelisah dan kuatir sekali menghadapi kejadian tersebut, apa lacur Siauw Ling yang berada dibawah tebing tak kunjung datang juga

Sementara itu ia merasa kuatir bercampur tegang akhirnya mengambil keputusan untuk menerjunkan diri kegelanggang pertempuran tiba-tiba tali senar yang berada digenggamnya bergetar keras hal ini menandakan bahwa Siaw Ling telah menemukan jamur batu tersebut dan siap naik keatas.

Tu Kioe merasa amat kegirangan, sepasang tangannya dengan kerahkan segenap tenaga yang dimilikmya segera menarik tali senar tersebut keatas.

Rupanya Siaw Ling yang berada dibawah tebingpun mengetehui bahwa rekan-rekannya yang berada diatas tebing telah berjumpa dengan musuh tangguh, tangan maupun kakinya lkut bekerja keras untuk membatu mempercepat daya tarik tali senar dari Tu Kioe

Dalam pada bentrokan senjata yang berkumandang diarah belakang semakin nyaring, jelas pertarungan yang berlangsung makin lama semakin seru dan Sang Pat mulai tak sanggup mempertahankan diri. Sambil bertarung ia mundur terus kebelakang.

“Toako, apakah kau telah naik?” tiba-tiba terdengar Tu Kioe berseru dengan nada girang.

“Akn telah naik keatas tebing” jawab Siaw Ling.

Kiranya Tu Kioe yang berwajah adorn sebenarnya memiliki hati yang hangar, ia tahu Sang Pat sedang melangsungkan pertarungan sengit maka ia tak berani memandang kearah saudaranya itu, sementara posisi Sianw Ling pun amat berbahaya. maka iapun tidak berani memandang kearah sianak muda tersebnt.

Menanti Siauw Ling telah tiba diatas tebing dengan selamat ia baru diangkat kepala menatap saudara tuanya ini. seraya menjura ujarnya :

“Toako, keadaanmu baik-baik saja bukan, Selesai bicara ia sambar senjata pit bajanya, kemudian merogoh pula gelang pelindung tangannya dan melancarkan sebuah se-rangan gencar kearah musuh.

Braaaak ! cahaya tajam berkilauan, dari sisi kalangan telah menyambar sebilah golok menangis datangnya aucaman itu.

Tu Kioe segera putar gelang pelindung tangannya Traang traaang.. secara beruntun ia menyapu datangnya serangan berantai dari beberapa macam senjata sajam.

Pada saat inilah Tu Kioe baru puuya ke-sempatan untuk menyaksikan keadaan situasi dihadapannya.

Lampu lantera yang ditinggalkan kedua orang dayang itu masih memancarkan cahaya tajam sehingga pemandangan disana dapat terlihat jelas.

Tampaklah empat orang pemuda berbaju biru dengan bersenjatakan golok, pedang. papan baja serta tombak berdiri dengan angker-nya disitu.

Empat macam senjata dengan keistimewaan yang berbeda menyerang datang secara berbareng diantaranya dibumbuhi kerja sama, hal ini membuat Sang Pat yang memiliki ilmu silat amat liheypun tidak sanggup untuk menghadapi keempat orang itu sekaligus.

“Loo-jie” terdengar Sang Pat berseru, “gantikanlah posisiku, aku hendak cari peluang untuk membalut lukaku”.

Permainan senjata pit baja ditangan kanan Tu Kioe serta gelang perak ditangan kirinya tiba-tiba diperketat. ia disambut separuh ancaman yang menggulung datang.

Mengambil kesempatan itu Sang Pat me-loncat keluar dari kalangan dan menghembuskan napas panjang.

Toako. apakah kau telah mendapatkan jamur batu berusia seribu tahun??” tanyanya.

“Aku telah mendapatkannya”.

Sang Pat pun segera merobek pakaian sen diri untuk membalut luka yang meuganga di lengan sebelah kirinya.

“Apakah lukamu parah sekali??” bisik Sianw Ling seraya mengatur pernapasan.

“Lengan kamu terkena bacokan golok lawan namun tidak terlalu parah, aku rasa luka dikaki kirikulah yang rada berat!”

Siauw Ling alihkan sinar matanya. sedikupun tidak salah kaki kiri Sang Pat penuh berlumuran darah”, bahkan darah segar mengucur keluar tiada hentinya. Tanpa terasa ia menghela napas dan bertanya

“Bagaimana keadaan kakimu ?”

“Harap toako legakan hati, Iuka ini tidak sampai mempengaruhi otot serta tulang”.

Sementara kedua orang itu sedang bercakap cakap tiba tiba terdengar suara dengusan berat berkumandang datang.

Tanpa berpaling Sang Pat berkata :

“Saudara Tu telah terluka orang yang menggunakan tombak itu paling ganas dalam melancarkan seranganuya jurus serangan yang ia miliki mempunyai perubahan yang sangat banyak dan sukar diraba sebelumnya*’.

Siauw Ling alihkan sinar matanya ketengah, sedikitpun tidak salah diatas kaki kiri Tu Kioa tampak muncul sebuah yang amat besar darah segar mengucur keluar tiada hentinya, jelas luka yang ia derita amat parah sekali. “Saudara Tu. harap segera mengundurkan din kebelakang. biarlah aku yang bendung serangan musuh” seru Siauw Ling sambil menghembuskan napas panjang.

Ditengah bentakan keras pedang panjangnya telah diloloskan dari dalam sarung.

Tu Kioe mengerti bahwa kepandaian silat yang dimiliki saudaranya ini amat lihay sekali, laksana kilat ia mundur dua Iangkah kebelakang, kemudian merobek secarik kain dan membalut mulut lukanya,

“Sauw Ling getarkan tangan kanannya’ sang pedang dnringi desiran angin tajam segera menggulung keatas, laksana kilat ia sampok miring keempat bilah senjata tajam itu.

EmpAt orang pemuda berbaju biru itu menggunakan empat macam senjata yang berbeda tapi melakukan serangan dengan kerja sama yang luar biasa, ketika golok tersebut kena taugkis, papan besi dengan cepat menyusnl datang. Terutama sekali adalah senjata Lian Cu-Ciang bagaikan ular sakti menembusi gua, sering kali dengan mengimbang serangan pemuda itu yang bersenjatakan pedang

itu menyusul datang.

Siauw Ling yang saling bergebrak sebanyak beberapa jurus melawan orang-orang itu dapat merasakan kekuatan yang dahsyat dibalik serangan mereka, diam diam pikirnya didalam hati.

“Tidak kalau sepasang pedang dari Ticng chiu pada terluka dibawah ujung tombak orang itu. jurus serangan yang dia gunakan memang aneh sakti dan ganasnya luar biasa.

Suatu ingatan berkelebat dalam benaknya tiba-tiba permainan pedangnya diperketat.

Dalam sekejap mata bunga-bunga pedang berhamburan diangkasa mengurung seluruh lorong batu itu.

Telapak kirinya melancarkan ilmu telapak kilat berantai Lian Huan San Tian Ciang Hoat ajaran Lam It Kong untuk bekerja sama dengan gerakan pedangnya, dengan demikian serangan gencar dari keempat orang itupun berhasil dibendnng.

Terdengar suara dari si raja obat berta-ngan keji berkumandang datang.

“Sandara Tn, apakah Siauw Liang ThaihiaP telah naik??”

“Sudah?”

“Apakah berhasil mendapatkan jamur batu berusia seribu tahun!”

“Untung sekali tidak sampai mengecewakan dirimu” sahut Siauw Ling dengan cepat.

“Loohu telah berjumpa dengan musuh tangguh yang belum pernah kujumpai selama hidupku!?.

“Bagaimana ?” sela Sang Pat. “Apakah Yok-Ongpun telah menderita luka ?”

“Cuma dua buah luka dikulit luar belakang, tidak terhitung seberapa ?”

Setelah merandek sejenak sambungnya :

“Sekalipun Loohu telah menderita luka, namun aku masih punya kemampuan untuk melanjutkan pertarungan” .

Serangan-serangan balasan dari Siauw Ling kendati dilancarkan dengan amat dahsyatnya tetapi berjumpa dengan serangan gencar hasil kerja sama keempat orang itu. keadaannya berbahaya. Pihak lawan masih sanggup melancarkan serangan serangan balasan dibalik pertahanannya yang kuat

Sementara itu setelah selesai membalut Iukanya dan mengatur napas beberapa saat. Sepasang pedagang dari Tiong Chin kembali menggerakkan senjata tajamnya untuk menyerang kembali kearah inusuh-musuhnya.

“Toako, ilmu silat yang dimiliki orang ini rupanya berhasil dari satu aliran yang sama, setiap jurus yang digunakan amat kejit dan ganas,

Toako tak usah berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap diri mereka,” sernnya keras-ke ras.

“Sedikitpun tidak salah,” pikir Siauw Ling. “Apabila aku tidah melukai beberapa orang dalam serangan kali ini, mungkin sulit bagi kita beberapa orang untuk menerjang keluar dari istana batu digunung Wu-san ini “

Karena berpikir demikian, jurus jurus serangan mematikanpun segera dilancarkan.

Nampak cahaya pedang yang berkilauan memegangi seluruh angkasa, laksana kilat menyambar kearah depan,

Pemuda berbaju biru yang bersenjatakan papan baja itu mendadak melepaskan senjatanya, sang badan mnndur beberapa langkah kebelakang dengan sempoyongan, dan akhirnya ia roboh terjengkang keatas tanah.

Setelah badannya roboh keatas tanah, darah segarpun mengucur lewat mulut luka di depan dadanya.

Kiranya dada orang itu berhasil disambar. robek oleh babatan kilat Siauw Linp yang di lancarkan amat cepat, isi perutnya kontan hancur berantakan dau jiwanyapun melayang saat itu juga.

Sementara itu Sepasang pedang dari Tiong Chiu sebetulnya bermaksud membantu Siauw Ling namun tubnh mereka dengan cepat terdesak mundur kembali terkena desakan bawa pedang Siauw Ling yang maha dahsyat.

Setelah berhasil membinasakan seorang pemuda berbaju biru. Siauw Ling membentak keras:

“Majikan kalian telah mengadakan perjanjian dengan diriku, dalam batas waktu satu jam la tidak akan melancarkan serangan bokongan. Sungguh tak nyana dia adalah seorang manusia rend’ah yang tidak pegang janji” Hmmm! kalau kalian semua tidak segera menghentikan serangan jangan salahkan kalau aku Siauw Ling akan bertindak kejam dan telengas terhadap diri kalian semua.”

Ditengah bentakan keras gerakan pedangnya secara beruntun beberapa kali, kembali sipemuda berbaju biru yang bersenjatakan pedang itu terluka diujung pedang Siauw Ling, badannya terjengkang keatas tanah.

Tusukan pedang sianak muda tersebut kali mi telah menembusi dada lawannya, tusukan maut itu seketika mencabut selembar jiwanya.

Sang Pat yang selama ini menyaksikan jalannya pertempuran dari sisi kalangan tiba-tiba teringat suatu hal pikirnya,

“Beei.,.sungguh aneh sekali, kenapa tidak kedcngaran suara jeritan kesakitau dikala tnbuh mereka termakan oleh pedang?”

Timbul rasa curiga dalam hatinya, segera bisiknya kepada diri Tu Kioe:

*’Hey Loo Jie! apakah kau menemukan puia tanda tanda aneh yang patut dicurigai?”

“Bagian mana yang tidak beres?”

“Selama beberapa orang iui melakukau pertempnran sengit melawan diri kita kecuali terdeugar beberapa kali suara teriakan yang aneh, apakah kau pernah mendengar mereka mengucapkan sesuatu?”

“Sama sekali tidak kedengaran.”

Serangan Sianw toako amat lihay dan dahsyat secara beruntun ia berbasil melukai dua orang namun kedua orang itu sama sekali tidak memperdengarkan suara teriakan ataupun jeritan ngeri, apakah hal ini tidak aneh?”

“Sedikitpnn tidak salah, kejadian ini memang patut dicurigai.,..”

Sementara kedua orang itu terlibat dalam pembicaraan yang serius, kembali seorang pemuda berbaju biru roboh binasa termakan sambaran pedang dari Siauw Ling,

Pada saat itu diantara ernpat orang pemuda berbaju biru ada tiga orang sudah mati binasa, kini hanya tersisa sang pemuda bersenjata tombak ssja yang masih melangsung kan pertempuran sengit.

Setelah membunnh tiga orang, dalam Lati Siauw Ling timbul perasaan tidak tega, ia tidak ingin membunuh lebih banyak lagi. Maka dari itu gerakan pedang ditangannya makin diperketat, la terhadap pemuda bersenjatakan tombak itu bisa tahn diri dan segera mengundurkan diri.

Siapa sangka orang itu benar-benar bandel dan tidak punya rasa takut, sekalipun serangan gencar yang dilancarkan Siauw Ling te lah mcmaksa gerakan tubuhnya jadi terkekang dan kacau tidak keruan, namun ia tetap keras kepala tak mau mengudurkan diri.

“Toako!” Sang Pat segera berseru dengan nada lirih.” Aku 1ihat manusia yang ada dalam istana batu digunung Wu-san ini amat kukoay sekali bukan saja mereka bersantap binatang berbisa untuk melanjutkan hidup ilmu silat yang manunggal, aku pikir mereka pasti bukan manusia-manusia baik. Pada saat ini keadaan kita sangat krisis dan berbahaya sekali, harap toako jangan mengulur waktu Iebih jaah. …!”

“Ucapan saudara Sang Pat tidak salah.”

Serangan telapak ditangan kirinya makin diperketat membendung seluruh ancaman yang datang dari ujung tombak lawan dan tangan kanannya dengan jurus In-pon-gwat-kong atau awan membuyar cahaya rembulan cemerlang membabatkan pedangnya kedepan

“Breet ‘.” pakaian bagian dada pemuda itu robek, Siauw Ling tidak tega untuk mendesak lebih jauh, dan ia tarik kembali serangannya.

Tampak pemuda berbaju biru itu mundur kebelakang dengan sempoyongan, tapi secara tiba2 tombaknya digetarkan langsung mengarah ke depan lawannya.

Mimpipun Siauw Ling tidak mengira kalau ia masih sanggup melancarkan serangan yang demikian dahsyat setelah menderita luka parah hampir saja tubuhnya termakan oleh bokongan lawan. Tak kuasa lagi ia naik pitam, pcdangnya disapu keluar, kakinya dari posisi Tiong Kiong mendesak kemuka setelah menyampok miring tombak berantai tadi senjatauya langaung membabat ketubuh lawan

Terasa cahaya tajam berkilauan memenuhi angkasa, darah segar memercik keempat penjuru dan lengan kanan pemuda itu mental dibabat putus jadi dua bagian.

“Sampai matipun orang ini tak akan sadar, tak boleh kita biarkan dia hidup lebih Jauh.” tukas Tu Kioe.

Senjata Pit bajanya ditotok kedepan menusuk ulu hati oraug itu, kontan pemuda berbaju biru itupun menemui ajalnya.

“Aaai sungguh tak kusangka keempat orang ini merupakan manusia-manusia yang tak takut mati.” keluh Siauw Ling seraya gelengkan kepalanya berulang kali.

Sang Pat mendehem ringan, sebenarnya ia mau mengucapkan sesuatu namun akhirnya ia batalkan niatnya itu.

Sekali tendang Tu Kioe menyingkirkan mayat orang tadi. serunya :

“Mari kita segera herangkat : Kita lihat bagaimana keadaan dari si Raja Obat Ber-tangan Keji.” tanpa menanti jawaban orang lain lagi, ia memburu kedepan lebih dulu.

Siauw Ling dengan menenteng pedang ber-jalan ditengah, sedangkan Sang Pat menguntil dibelakang sianak muda itu.

Setelah melewati sebuah tikungan, terdengar angin pukulan menderu-deru memenuhi angkasa.

Tatkala mereka alihkan sinar matanya ke arah kalangan, terlihat si Raja Obat bertangan Keji dengan tangan kosong sedang melangsungkan pertarungan seru melawan dua orang kakek tua yang rambutnya telah beruban semua.

Kedua orang kakek tua ini, yang satu bersenjatakan Hud-tim sedang yang lain bersenjatakan pedang, serangan serangan yang mereka lancarkan amat ganas dan lihay

Berada dibawah kurungan Hud-tim serta pedang lawan, Tok Chiu Yok Ong memberikan perlawanan sengit, ia gunakan kepandaian merampas senjata dengan tangan kosong yaug diinngi oleh ilmu Kie Nah Jiauw memaksakan diri untuk bertarung seimbang.

Namun bagaimanapun juga posisinya amat kritis dan berbahagia sekali sepasang telapaknya tidak berani bergerak lambat, setiap serangan dibalas dengan serangan, demikian repot siraja obat ini sampai-sampai ia tidak .sempat untuk menggunakan ilmu melepaskan racunnya yang amat liehay.

“Saudaraku, avoh cepat mundur !” tiba-tiba terdengar suara Siauw Ling berseru sambil mengayunkan pedangnya kedepan.

Selama ini Tu Kioe menaruh perasaari antipatik terhadap diri Tok Chiu Yok Ong pada waktu itu juga ia sedang mempertimbangkan dia perlukah turun tangan membantu siraja obat itu atau jangan. Kini mendengar seruan dari Siauw Ling, dengan cepat badannya menyingkir kesamping.

Siauw Ling getarkan pedang panjangnya, dengan gerakan „Chan Liong Ing Hong” atau Mennnggang Naga Memancmg burung Hong ia sambut datangnya ancaman dan senjata Hud-tim tersebui^

“Cayhe bantu diri Yok Ong untuk menghadapi manusia manusia jahanam ini!”

Tok Chiu Yok Ong bungkam dalam seribu bahasa, sepasang telapaknya diperketat dan dengan kerahkan segenap tenaga yang di-milikinya mcughadapi sikakek bersenjata pedang tersebut.

Kiranya keadaan siRaja Obat Bertangan Keji pada waktu itu Sudah payah sekali. Ia telah merasa dirinya tidak tahan untak melanjutkan pertarungan, mungkin dalam sepuluh gebrakan lagi tubuhnya bakal terluka ditangan lawan, maka kehadiran Siauw Ling tepat pada saatnya dan segera membantu dia untuk menghadapi kakek tua bersenjatakan Hud tim itu, bagi Yok Ong boleh dikata me rupakan suatu bantuan yang sangat besar.

Tetapi dengan dasar wataknya yang sombong dan tinggi hatinya ia merasa berterima kasih hanya perasaan tersebut tidak sampai di utarakannya keluar.

Siauw Ling yang membuat datangnya serangan Hud tim dan kakek tua berambut putih itu, dengan cepat merasakan bahwa dia kehebatannya amat sederhana sekali dan seolah olah gampang dihadapi, namun setelah saling bergebrak ia baru tahu bahwa kelihayan lawan justru terletak pada kelembekan serat dari senjata Hud-tim iiu. benar-benar emas yang lembek sebeatar berubah jadi keras sebentar mengembang dan sebentar merapat, hal ini merupakan suatu aneaman yang berbahaya sekali.

Diam-diam Siauw Ling berpikir didalam hatinya:

Permaianan Hud tim orang ini begitu gampang, aku rasa ilmu silat yang di miliki sikakek tua bersenjatakan pedang itu pun tidak jelek. Siraja Obat Bertangan Keji dapat mempertabankan diri selama ini dibawah orang sealiran kedua orang itu, kejadian ini betul betul luar biasa sekali.”

Otaknya berputar gerakan tangannya sama sekali tidak mengendor, tiba-tiba ia percepat daya serangan pedangnya, dengan sikakek ber senjatakan Hud tim tersebut dilangsungkan-uya suatu pertarungan kilat yang saling memperbutkan posisi lebih menguntungkan.

Sejak Siauw Ling turnn tangan mengurangi daya tekanan pada dirinya, siraja Obat Bertangan Kejipun merasakan beban yang ia pjkul semakm enteng. Ia mulai sempat putar Otaknya untuk menghadapi serangan serangan musuh

Ia merasa apabila pertarungan cara begini dilangsungkan lebih jauh, sulit baginya untuk menentukan siapa kalah, maka secara tiba-tiba gerakan serangannya berubah, ia mendesak musuhnya semakin gencar dan semakin hebat,

Ditengah berlangsungnya pertarungan sengit, tiba tiba terdengar suaranya nyaring yang mirip dengan suara suitan berkumandang datang memecahkan kesunyian. Serangan kedua orang kakek tua itu semakin diperketat, setelah mengirim dua buah serangan gencar tiba-tiba mereka meloncat mundur kebelakang.”

Menyaksikan tindakan mereka si Raja Obat Bertangan keji segera berpikir didalam hati-nya, “Bayangan berdarah.”

“Entah kedua orang mi sedang mempersiapkan rencana keji apa lagi mencelakai kamu?’

Sementara ia masih berpikir, tampaklah kedua orang kakek berambut putih itu putar badan dan berlaln dari sana, dalam sekejap bayangan tubuh mereka sudah lenyap tak ber bekas

Memandang bayangan punggung kedua orang itu yang mulai lenyap dari pandangan, Tok Chiu Yok Ong bergnmam seorang din.

“Tidak sebarusnya mereka berdua melarikan diri dari sini dalam keadaan yang begitu mengenaskan… “

Perkataan ini seakan akan diutarakan bagi diri, namun mirip pula sedang bertanya kepada orang lain.

To Kioe segera tertawa dingin

“Tentu saja hal ini disebabkan mereka sadar bahwa kepandaian silat yang mereka miliki bukan tandingan toako kami, maka melihat posisi yang tidak menguntungkan mereka segera melarikan diri,” sambungnya cepat,

Sinar mata Sang Pat berputar memandang sekejap suasana disekiiar sana, ia melihat ada dua orang pemuda berbaju biru menggeletak dilorong sebelah kiri. jelas sebelum kehadiran kedua orang tua itu, kedua orang pemuda lersebut telah menyerang Tok-chiu Yok-ong lebih dahulu namun mereka berhasil dirobohkan oleh siraja obat mi.

“Apakah kedua orang pemuda berbaju biru ini sudah modar semua?”

“Mereka belum modar cuma luka yang di derita sangat parah, sebelum kehadirau kedua orang kakek tua itn, mereka berdua telah melancarkan serangan bokongan terhadap diri loohu.”

“Jadi kalau begitu, mereka berdua telah terluka ditangan Yok Ong?” “Sedikitpun tidak salah.” “Bagaimanakah keadaan luka mereka? apakah masih btsa digunakan untuk melakukan perjalanan

“Aku rasa sudah tak mungkin lagi”.

Kedua orang kakek tadi mengundurkan diri dengan langkah tergesa gera, babkan sepatah katapun tidak diucapkan, aku rasa mereka pasti mempunyai rencana keji yang lain, kita tak boleb berdiam terlalu lama di sini, ayoh cepat bcrangkat,” tiba-tiba Tu Kiou menyela.

Tanpa menunggu jawaban orang lain, ia berjalan lebih dahulu kearah depan.

Setelah melewati dua buah tikungan, tiba tiba dari arah depan herkumandang datang suara teguran yang sangat dingin:

“Anak buahku tidak mendengarkan perintah dan melancarkan serangan bokongan kepada kalian secara diam diam, kini cayhe telah tangkap mereka semua untuk dijatuhi bukuman. Nah, cuwi sekalian boleh segera berlalu dari sini tanpa hadangan…”

Ia merandek sejenak, kemudian sambnng nya:

“Pada saat ini batas waktu satu jam telah habis, tetapi berhubung anak buahku mengingkari janji dengan melancarkan serangan bokongan lebih dahulu, maka cayhepun akan langgar kebiasaan dengan memberi perpanjangan waktu selama seengah jam buat kalian, apabila didalam setengahjam mendatangi cuwi sekalian masih berada dalam istana batuku, janganlah salahkan kalau cayhe terpaksa akan melancarkan serangan bokongan untuk merobohkan kalian semua.”

“Sayang sekali sebagian besar anak buahmu telah mati binasa ditangan kami,” teriak Sang Pat.

“Semestinya aku harus membalaskan dendam bagi mereka.” sahut orang itu dengan suara yang dingin. “Tapi mengingat mereka turun tangan dengan melanggar peraturan, maka anggap saja mereka memang sudah di takdirkan hams mati.”

Sementara Siauw Ling ingin buka snara, orang itu telah berkata kembali lebih jauh:

“Batas waktu yang kuberikan kepada kalian hanya setengah jam, apakah kalian suka mendengarkan perkataan atan tidak untuk segera meninggalkan tempat ini terserah pada keputusan sendiri, apabila kalian tidak percaya lagi, dengan menenteng pedang ia segera berlalu dari Sana.

Dalam dugaan beberapa orang itu semua dalam perjalanan keluar dan lorong tak bisa dihindari lagi pertarungan-pertarungan sengit pasti akan ditemui, siapa sangka apa yang terjadi kemudian ternyata jauh diluar dugaan siapapun juga. serombongan jago jago lihay mi berhasil keluar dari istana batn tanpa mengalami rintangan apapun juga…..

Baru saja mereka berempat melangkah keluar dari depan gua tersebut, mendadak diiringi suara yang amat keras pintu batu itu menutup sendiri rapat-rapat.

“Aneh….suagguh sekali..” terdengar Sang Pat bergumam sambil menghembuskan napas panjang.

“Persoalan apa yang aneh?” tanya Tu Kioe.

“Seumpama kata ia tidak mau menggerak kan alat rahasia yang ada didalam lorong itu untuk membuka pintu batu yang menghalangi jalan pergi kita, bukankah kita bakal terkurung?” entah apa sebabnya majikan istana batu ternyata suka melepaskan diri kita dengan begitu gampang.”

“Mungkin saja dia adalah seorang koencu yangmemegang janji,” kata Siauw Ling mem berikan pendapatnya.

“Haa. .haaa.. jadi toako benar-benar mempercayai perkataannya itu?”

“Apabila ia tidak mau membuka pintu batu yang amat besar itu, kita segera akan terkurung didalam goa tersebut Tetapi apa sebabnya ia sudab membukakan pintu bagi kita keluar? bukakah hal ini menunjukkan bahwa tiada maksud untuk menyalahi kita?”

“Kalo menurut pandangan siauwte jauh berbeda sekali,” ujar Tu Kioe. “Aku rasa majikan istana batu itu telah melepaskan jagoan kelas wahidnya untuk bergebrak dengan kami, dalam hasil pertarungan tersebut ia merasa bahwa kekuatan kita luar biasa sekali.

Apabila ia bersikeras menahan kita didalam istana batunya ada kemungkinan bakal menimbulkan hawa gusar kami sekalian. Maka dari itu untuk menghindanri kebancuran total, dengan sukarela ia telab melepaskan kita semua.

Siauw Ling ada maksud menimbrung. tiba tiba To Chiu Yok Ong mengulurkan tangannya kedepan sambil berkata:

“Siauw heng, bukankah kau berhasil mendapatkan jamur batu berusia seribu tahun? coba perlibatkan kepada loohu!”

Siauw Ling merogob kedalam sakunya ambil keluar segenggam jamur batu itu kemudian diangsurkan kedepan.

Dengan cepat Si Raja Obat Bertangan Kejl I menyambut jamur batu tersebut, diperiksanya sejenak dibawah sorotan sinar bintang yang redup, lalu serunya penuh kegirangan:

“Aaah, sedikitpun tidak salah…memang benda inilah yang kucari cari selama ini.”

Jamur-jamur segera dimasukkan kedalam sakunya, kemudian mengulurkan tali gannya dan bertanya :

“Masih ada ?”

“Haa haa kenapa? Apakah segenggam masih tidak cukup ?” tegur Sang Pat sambil tertawa terbabak-bahak.

“Penyakit yang diderita puteriku sangat parah. hanya segenggam jamur batu mana cukup untuk menyembuhkan sakitnya.”

Siauw Ling tidak mengucapkan sepatah katapun, kembali ia meraup segenggam jamur batu dan diangsurkan kepadanya.

Tok Chiu Yok Ong menerima jamur-jamur tadi, setelah diperiksa sejenak segera dimasukkan kedalam sakunya, kali ia tidak ulurkan tangannya untuk minta kembali.

Demikianlah mereka berempatpun segera balik kedalam perahu mereka.

Suasama dalam ruang perahu terang benderang oleh cahaya lampu, pemilik perahu sedang menanti kedatangan mereka di dalam ruang, tatkala menyaksikan keempat orang itu kembali , ia segera menjura dan berlalu dari situ.

“Loohu tiada maksud memperlihatkan permainan setan, aku cuma mengajak kalian bertiga merundingkan persoalan ini “

“Baiklah ! Sekarang boleh kau utarakan bantuan apa lagi yang kau butuhkan dari kami.”

“Sewaktu loohu sedang bekerja untuk menyembuhkan penyakit puteriku yang sudah diderita selama banyak tahun, terpaksa perahu tuan harus kupinjam, dan kalian hertigapun tak bisa beristirahat didalam ruang perahu ini

“Ouw kiranya cuma persoalan ini saja.”

“Harapan anda suka maafkan diri loohu, dan semoga sudi mengabulkan permintaanku ini.”

“Berapa lama yang kau butuhkan ?” sela Tu Kioe dingin.

“Apabila dimulai sejak sekarang, maka paling cepatpun harus digunakan sampai besok sore “

“Pada waktu itupun kami sudah akan mendarat.” sela Sang Pat.

“Apabila kalian bertiga tidak suka mengijinkan, loohu serta siauw-li segera akan tinggalkan perahu ini untuk mencari tempat lain yang tenang serta terpencil.”

“Tak usah Yok Ong bersusah payah, silahkan pakai ruang perahu ini.” kata Siauw Ling cepat.

Tanpa menanti jawaban ia Iangsung berjalan keluar dari ruangan. disusul sepasang pedagang dari Tiang Chiu dibelakangnya.

Laksana kilat Tok Chiu Yok Ong menutup pintu serta jendela yang ada dalam perahu itu mem’buat seluruh ruangan tirtutup rapat dan sedikit lubangpun tak ada.

Siauw Ling serta sepasang pedagang dari Tiong Chiu setelah keluar dari ruang perahu segera duduk bersila diatas geladak dan pejamkan mata mengatur pernapasan.

Fajar mulai menyingsing, sinar sang sur-ya yang berwarna keemas-emasan mulai me mancar dan ufuk timur.

Tiba-tiba tampak pemilik perahu lari menghampiri mereka seraya bertanya :

“Toa-ya sekalian, perahu ini hendak dijalankan menuju kemana ?” ^

“Angkat jangkar dan balik ketempat semula.”

“Kita kembali lagi ?” tanya pemilik perahu itu tertegun.

“Sedikitpun tidak salah.” Tu Kioe menanggapi dengan nada dingin.

Pemilik perahu itu melirik sekejap kearah ketiga orang itu, ia tidak berani berbicara lagi, buru-buru putar badan berlalu. Perahu pun segera putar arah ditengah selat tersebnt dengan cepat mereka berlayar keluar dari selat Sam Nia.

Sang Pat adalah seorang jagoan yang cermat, walaupun ia sedang duduk bersila di atas geladak, namun sepasang matanya terus menerus mengawasi gerak gerik dalam ruangan.

Sedangkan pemilik perahn itu diam-diam merasa tercengang menyaksikan tingkah laku ketiga orang itu, pikirnya ;

“Sungguh aneh sekali, ruang perahu yang nyaman ditinggalkan sebaliknva malah duduk berkerumun diatas geladak dan membiarkan tubuhnya terhembus angin tersengat panasnya matahari ..ketiga orang ini benar-be-nar manusia kukoay…”

Setiap kali bertemu dengan wajah Tu Kioe yang dingin bagaikan es, hatinya kebat bebit tidak karuan, tentu saja ia tidak berani banyak bertanya.

Ketika tengah hari sudah lewat, pintu ruang perahu itu baru tampak terbuka disusul Tok Chiu Yok Ong munculkan din dengan langkah yang amat lambat.

Seluruh tabuhnja basah kuyup oleh keringat wajahnya lesu dan kecapian seakan akan baru saja menyelesaikan suatu pertarungan sengit, setelah tiba dihadapan ketiga orang itu, ia segera jatuhkan diri duduk di geladak.

Tu Kioe melirik sekejap kearah Si Raja Obat Beriangan Keji, sementara dalam hati pikirnya

“Kalau aku ingin membinasakan dirinya pada saat ini, perbuatanku ini bisa kulakukan amat gampang sekali bagaikan membalik telapak sendiri ..”

“Yok Ong, bagaimana keadaan puterimu?” tanya Siauw Ling setelah mendebem rmgan.

“Loohu telab berhasil seluruh urat nadi dalam tubuhnya,” jawab Tok Chiu Yok Ong seraya mengangguk lemah. “Dan kini ia telah makan obat pada saat ini pnteriku sedang tertidur dengan nyenyaknya.”

Selesai bicara sepasang matanya dipejamkan dan mengatur pernapasan kembali.

Dalam pada itu perahu meluncur kedepan dengan lancarnya mengikuti aliran air sungai, tampak tebing-tebing curam yang tinggi menjulang keangkasa dalam sekejap mata telah ditinggalkan jauh dibelakang.

Sang surya makin condong kearah barat, pe rahu yang mereka tumpangi telab hampir keluar dari selat Sam Nia.

Tenaga Iwekang yang dimiliki siraja Obat Bertangan Keji amat sempurna, setelah mengatur pernapasan hampir satu jam lamanya seluruh tenaganya telah pulih kembali seperti sedia kala, iapun membuka sepasang matanya menyapu sekejap ketiga orang itu ke-rnudian ujarnya:

“Siauw-heng, loohu masih ada satu permintaan yang kurang sesuai ingin kutanyakan kepada dirimu, entah sudikah kiranya kalian bsrtiga mengabulkannya?”

“Apabila permintaanmu kurang sesuai, lebih baik tak usah diutarakan saja sela Tu Kioe,” Daripada kalan kami tolak nanti, Yok Ong tentu merasa bersedih hati.”

Tok Chiu Yok Ong kontan mengerutkan sepasang alisnya.

“Loohu dengan maksud baik hendak ajak kalian bertiga merundingkan satu persoalan, katanya “kalau kalian tidak mengabulkannya, bukankah hal ini sama artinya memaksa loohu,…

“Persoalan apa ?” sela Siauw Ling.

“Berkat bantuan obat mujarab dari Sianw Heng, keadan siauw li pun semakin membaik dan punya harapan untuk hidup lebih jauh-Tetapi setelah menderita sakit dalam puluh an tahun, hawa murni dalam tubuhnya boleh dibilang sudah buyar sama sekali. apabila harus dirawat secara perlahan-lahan mungkin akan makan waktu yang lama. Meninjau situasi Bu-lim yang amat kacau pada saat ini ingin sekali loohu pmjam perahu ini selama tujuh hari, menanti kesehatan puteriku telah pulih kembali, kita baru mendarat. Entah bagaimana menurut pendapat anda ?”

“Soal itu kau urusan pribadi Yok Ong sendiri, apa gunanya kau ajak kami untuk berunding?” seru Sang Pat sambil tertawa.

“Loohu ada maksud mohon bantuan kalian bertiga, maka dari itu terpaksa aku harus ajak kalian untuk berunding.”

“Kalau anda ingin mobon bantuan kami, lebih baik Yok Ong terangkan dulu masalah sampai jelas kemudian akan kita tinjau dulu perlukah kembali membantu dirimu atau tidak ?”

“Umpama kata kalian bertiga tidak setuju bukankah pembicaraan loohu sia-sia belaka.”

“Jadi maksud Yok Ong, kau hendak paksa kami untuk mengabulkan permintaanmu itu9″ Ujar Tu Kioe ketus.

Si Raja Obat Bertangan Keji tertawa kering

“Apabila kalian bertiga tidak setnju. hal ini sama artinya telah menjerumuskan kembali puteriku kelembah kematian, usaha Siauw Thaihiap dengan menempuh bahaya mengambil jamur batu berusia seribu tahun pun akan merupakan usaha yang sia-sia Saja.”

Sang Pat mengerling tncnyapu sekejap ke adaan disekeliling tempat itu, Ialu sambil tertawa ujarnya :

“Pada saat dan keadaan seperti ini lebih baik Yok Ong jangan menggunakan akal busuk lagi untuk menipu kami, berbicara putar kayuh macam begini tiada berguna sama sekali, lebih baik utarakan saja maksudmu secara terus terang dan blak-blakan.”

“Baiklah ! Tatkala loohu sedang mengobati puteriku, waktu itulah tiada bertenaga sama sekali untuk menghadapi serangan apabila ada orang menaiki perahu membokong diriku bukankah jiwa kami berdua bakal runyam maka dari itu aku harap kalian bertiga suka bertindak sebagai pelindung kami.”

“Hm! Apa yang Yok Ong pikirkan dan lakukan semuanya demi kepentingan diri pribadi. jengek Tu Kioe dingin. “Kami tiga bersaudara “

“Ular tanpa kepala tak akan jalan, burung tiada sayap tak akan terbang, aku rasa di-antara kalian bertiga tentu ada seorang yang bertindak sebagai pemimpin bukan?”

“Tentu saja dia adalah Liong Tauw toako kami.”

“Apabila kalian berdua sudah tahu kedudukan sendiri dan tidak pnnya kek asaa untuk turut berbicara, lebih baik kurangi sedikit pembicaraan kalian dari pada mengacaukan situasi serta masalah yang se-benarnya.”

“Yok Ong sedang memaksa kami ? Atau-kah mohon bantuan dari kami “” tegur Siauw Ling.

“Pertanyaan ini sulit sekali untuk dijavvab selama hidupku belum pernah loohu memehon kepada orang lain.”

“Kalau Yok Ong tiada maksud memohon dus berarti kau hendak menggunakan kekerasan untuk memaksa kami, baiklah ! Akan cayhe layani sampai kemauanmu itu…,,.”

“Jadi sudah kau kabulkan permintaanku itu ? tanya Tok Chiu Yok Ong sambil tertawa.

“Tidak setuju !”

Tok Chiu Yok Ong segera menarik kembali senyuman yang menghiasi bibirnya.

“Aaai Seandainya pada saat loohu sedang mengatur pernapasan tadi kalian totok jalan darahkn, niscaya loohu sudah roboh tanpa memberikan perlawanan barang sedikitpun jua.”

“Sekalipun kami ada maksud membinasakan dirimupun, mungkin bukan suatu pekerjaan yang gampang.” sambung Tu Kioe tidak tahan lagi.

“Tidak salah, maka dari itulah loohu merasa sayang bagi kalian bertiga.”

“Seorang lelaki sejati tidak akan melancarkan serangan bokongan dikala orang lain tidak siap lagipula pada saat inipun belum terhirung lambat untuk turun tangan membinasakan dirimu.”

“Sudah terlalu lambat, seandainya ketika itu kalian bertiga turun tangan melukai diri loohu, pada saat ini ten:u saja tiada persoalaan yang bisa dirundingkan lagi, tapi sayang saribu kali sayang kesempatan yang sangat baik itu telah kalian buang dengan percuma”

Air muka Sang Pat berubah jadi serius.

“Kalau kudengar dari nada pembicaraan Yok Ong, agaknya kau hendak menggunakankekerasan untuk menahan kami tetap berada disini ?”

“Kalian bertiga telah melaknkan suatu kesalahan yang amat besar, yaitn tidak seharusnya duduk bersanding dengan diriku “

“Apa? Jadi kau telah meracuni tubuh kami bertiga ?!” tukas S auw Ling dengan mata melotot.

“Bukankah sudah sering kali loohu memberitahnkan kepada kalian bertiga bahwa aku mempunyai kepandaian untuk meracuni orang lewat sentuhan badan ?”

“Cayhe merasa rada kurang percaya.” sent Sang Pat.

“Kalau tidak percaya, apa sebabnya tidak kau coba sendiri benar atau tidaknya perkataanku itu ?”

Tang Pat salurkan hawa murninya mengeIilingi seluruh badan, sedikitpun tak salah, ia merasakan tubuhnya sudah keracuanan, hawa amarahnya langsung berkobar dalam rongga dadanya.

“Bagus’ bagus sekali! kau telah melepaskan racnn keji kedalam tubuh kami bertiga, jangan salahkan kalau kami bertigapun akan menggunakan tindakan yang paling keji untuk menghadapi dirimu, Loo-jie! terjang ke dalam ruang perahu dan kita bunuh dulu budak tersebut…”

Tu Kioe meloncat bangun senjata pit baja yang terselip pada pinggangnya segera dicabnt keluar dan berjalan menuja kearah ruang perahu.

“Borhenti!” hardik si Raja obat bertangan “keji sambil tertawa dingin.

Tiba-tiba Sang Pat lintangkan badannya menghadang jalan pergi. Tok Chiu Yok Ong, serunya.

“Apabila Yok Ong punya keyakinan bisa merobohkan aku orang she Sang dalam sebuah serangan, mungkin masih ada harapan bagimu untuk menyelamaikan selembar jiwa putrimu.”

Siauw Ling pun berseru sambil tertawa di agin.

“Sungguh tak kusangka sama sekali tabiat dan watak yok ong adalah demikian rendahnya.

“bila yok ong berani memperlihatkan permainan setan lagi kali ini, tak usah orang lain naik yang keatas perahu untuk membokong kalian berdua, cayhe lah akan turun tangan lebih duluan,” ancamnya dingin.

“Loohu sama sekali tidak jeri terhadap kalian bertiga.”

Walaupun jawaban dari jawaban si Raja Obat Bertangan Keji masih kedengaran ketus dan atos, namun ia mengerti bahwasanya kepandaian silat yang dimilikinya masih bukan tandingan ketiga orang itu.

Tampak Sang Pat pejamkan matanya mengatur pernapasan beberapa saat lamanya, kemudian membuka mata dan mengangguk.

“Ehmmm, tidak salah obat itu memang obat penawar?” katanya.

Secara beruntun Siauw Ling serta Tu Kioe pun masing-masing menelan sebutir pil, Ialu salurkan hawa murninya bekerja sama dengan daya menggeram ditubuh mereka.

“Selama hidup belum pernah loohu melakukan tindakan seperti ini hari”. Terdengar Tok Chiu Yok Ong bergumam “Setelah melepaskan racun keji, sebelum tujuannya tercapai telah kupersembahkan obat penawaran nya.”

“Keadaan situasi yang memaksa kau harus berbuat demikian, tentu saja terpaksa Yok Ong harus menurut,” Tu Kioe.

Tiba-tiba Tok Chiu Yok Ong berjalan masuk kedalam ruang perahu dengan langkah lebar, setelah membopong tubuh puterinya ia berjalan keluar dari dalam ruangan. Ujarnya sambil menatap wajah Siauw Ling tajam ta jam:

“Loohu sama sekali tidak terdesak oleh keadaan kalian bertiga, aku mempersembahkan obat penawarnya tersebut buat kalian hal ini disebabkan semangat serta kegagalan Siauw tayhiap yang luar biasa….”

Siauw Liang membungkam, sinar matanya perlahan lahan dialihkan keatas tubuh puteri Si Raja Obat yang kurus kering tinggal kulit membungkus tulang itu, tiba tiba muncu1 perasaan tidak tega dari dalam hatinya. la menghela napas panjang dan berkata:

“Sandaraku berdua, kalau kita ingin menolong orang tolonglah sampai akhir, bukankah kita sudah menolong dia untuk mendapatkan obat mujarab itu kepapa tidak sanggupi pula untuk melindungi keselamatan mereka selama tujuh hari? entah bagaimana menurut pen dapat kalian berdua.”

Sang Pit garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, kemudian menjawab.

“Siauw-te sekalian akan menyanggupi seluruh perintah dari toako, apabila toako me mang merasa seharusnya kita lindungi mereka berdua selama tujuh hari, kamipun tidak akan menolakl”

“Kalau nasib putriku tidak jelek, dan ia belum ditakdirkan untuk mati, kesempatan untuk hidup pasti tetap ada ditangannya.

Loohn tidak berani merepotkan kalian bertiga,” sela siraja obat bertangan keji.

“Mati hidup putrimu merupakan suatu masalah yang amat besar. Yok Ong! apa gunanya kau mengumbar napas karena persoalaan yang sepele?”

“Liong-tauw toako telah menyangupi untuk melindungi keselamatan kalian ayah dan anak berdua selama tujuh hari, Yok Ong sekalipun kau tidak maupun harus mau,” seru Tu Kioe pula.

* “Loohu tidak ingin kalian tolak perminta anku itu, namun loohupun tidak ingin menerima budi kalian dengan begitu saja.”

“Jadi bagaimana menurat pendapat Yok Ong?”

“Kalau kalian bertiga benar ada maksud untuk melindungi kami ayah dan anak sela ma tujuh hari, maka loohu harus pula memberi suatu benda sebagai balas jasa, apabila kalian bertiga s u d i menerimanya….maka Loohu akan berdiam diatas perahu ini selama tujuh hari, tapi kalau kalian tolak pemberian ini, sekarang juga loohu akan angkat kaki dan berlalu dari sini.”

Mendengar ucapan tersebut, Siauw Ling jadi keheranan, pikirnya,

“Sungguh aneh tingkah laku serta tabiat orang ini, tadi kami tidak mau gunakan kekerasan untuk memaksa, sekarang setelah kita sanggupi diapun paksa kami nntuk menerima balas jasanya…aaai benar-benar seorang manusia kukoay.”

Berpikir sampai disitu, ia Iantas berkata:

“Baiklah, apabila Yok Ong memang ada maksnd memberi sesuatu kepada kami sebagai balas jasa, berikanlah benda itn setelah batas waktu tujuh hari telah lewat.”

“Baik, kalau begitu kita tetapkan dengan janji demikian saja,” seru Yok Ong.

Ia lantas membopong puterinya dan berjalan masuk kembali kedepan ruang perahu.

Sepeninggalnya siraja obat bertangan keji’

Siauw Ling segera berkata lirih kepada se pasang pedang dari Tiong Chiu.

“Setelah kita menyetujui nntuk melindungi keselamatan mereka berdua selama tnjuh hari-sudah sepantasnya kajau kita bekerja dengan sangat hati-hati, jangan punya pikiran gega-bah atau menggantingkan urusan orang lain.”

“Toako, bukankah perahu ini sedang berlayar ditengah sungai, darimana datangnja musuh yang akan mengganggu dirinya? Siraja obat bertangan keji itu memang terlalu berhati-hati dalam seiiap gerak geriknya,”omel Tu Kioe, .

“Walaupun ucapanmu sekali, namun bagaimanapun juga kita harus mengadakan sedikit persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.”

“Satu-satunya musuh yang ada kemungkinan besar datang mengganggu adalah jago jago dari istana batu digunung….Wu san,” ujar Sang Pat memberikan peodapatnya. “Kecuali mereka, aku rasa tak mungkin ada orang lain yang datang mencari gara-gara.” Setelah merandek sejenak, sambungnya : “Hanya saja, apabila mereka ada maksud untuk mengejar dan membokong kita, lain apa sebabnya merekapun sudi melepaskan kita keluar dari istana batu itu ? Maka aku rasa hal inipnn tipis sekali kemungkinannya” Tiba-tiba terdengar suara Tok Chin Yok Oug berkumandang datang dari dalam ruang perahu.

“Msnurut pandaugan loohu. didalam istana batu digunung Wu san telah terjadi perubahan besar, majikan istana batu tidak akan punya banyak waktu untuk mengejar kita sekalian.”

Itu waktu tengah hari telah menjelang, tiba-tiba sambil bergendong tangan Siauw Ling berdiri diatas geladak memperlihatkan pemandangan disekeliling sungai, tiba-tiba si Raja Obat Bertangan Keji muncullah dari dalam ruang perahu.

“Besok tatkala sang surya muucal diufuk timur, siauwte telah dapat meninggalkan pe rahu itu, dan perjanjian tujuh hari yang kita tetapkan pun akan berakhir.” ujarnya.

“Kalau keadaan sakit putrimn yang belum seaibuh. diperpanjang dua tiga hari lagipun tidak mengapa.” Siauw Ling menanggapi.

Selama beberapa hari belakangan ini, rasa permusuhan antara Tok Chiu Yok Ong dengan Siauw Ling sudah banyak lenyap, hubungan mereka berduapun mulai terjalin rapat.

“Tidak perlu. semua urat nadi puteriku teIah berbasil kutembusi, keadaan sakitnyapuu sudah makin sembuh, asal loohu berhasil membawa dia untuk berdiam disuatu tempat yang sunyi dan terpencil lalu dengan meng-gunakan segala kemampuanku serta obat mujarab yang kumiliki akan kudidik dirinya agar makin kuat aku hendak memeeahkan rekor dunla persilatan dengan mendidiknya jadi seorang jagoan yang paling liehay didalam Bu-lim dalam tiga tahun mendatang.”

“Semoga harapan Yok Ong bisa terpenuhi dan cayhe pun bisa ikut merasakan hasil karyamu itu.”

Sementara pembicaraan masih berlangsung tiba-tiba tampaklah dui buah perahu cepat meluncur datang dengan kenCangnya.

“Kehadiran kedua buah perahu cepat itu rada sedikit kurang beres, harap Siauw Tai-hiap bisa bersikap lebih hati hati” seru Tek Chiu Yok Ong dengan cepat.

Sianw Ling alihkan sinar matanya kearah tepi snngai tampaklah diatas setiap perahu cepat itu duduklah dua orang jagoan.

Seorang pegang kemudi sedang orang yang kedua berdiri diujung perahu, empat pasang mata sama sama dialihkan kearah perahu besar.

Tampaklah kedua buah perahu kilat tadi mengelilingi perahu besar itu batu kali, tiba-tiba mereka putar arah dan berlalu dari situ.

Dari gerak gerik perahu perahu itu, Siauw Ling menemukan bahwasanya keadaan kurang beres, segera pikirnya didalam hati :

“Dalam enam hari belakangan ini beruntung sekali tak ada kejadian yang menimpa kami, masa pada hari yang terakhir bisa ter jadi sesuafu yaug tidak -diinginkan? tempat ini dekat sekali letaknya dengan kota Koei
Chiu, mungkinkah kedna baah perahu cepat itu adalah mata-mata yang dikirim pihak perkampungan Pek Hoa San-cung ?”

Belum habis ia berpikir, tampaklah kedua buah perahn cepat tadi putar arah kembali dan kali ini langsung meluncur kearah perahu besar.

Sang Pat maupun Tu Kiou rupanya sudah melihat pula akan kehadiran perahn-perahn cepat yang tidak diundang itu, buru-buru ke dua orang itu mendekati Siauw Ling sambil berbisik :

“Aku lihat gerak gerik kedua perahu cepat itu ada sedikit tidak beres,”

“Apabila mereka datang untuk mencari gara-gara dengan kita, loohu berharap mereka bisa cepat-cepat turun tangan.” bisik si Raja Obat Bertangan keji.

“Mengapa ? ? “

“Sebab dua jam kemudian loohu harus bekerja keras lagi untuk melakukan pemusatan Urat nadi putriku yang terakhir kalinya. pasta saat itu tiada kesempatan bagiku untuk membantu kalian bertiga,”

Barn saja ucapan itu selesai diutarakan sampan kecil itu teiah mendekatiperahu me reka

Menyaksikan perbuatan itu dalam hati Siauw Ling berpikir.

“Ditengah siang hari bolong .. besar nyali orang ini !”

Dalam pada itu tampaklah lelaki kekar tersebut dengan sepasang matanya yang tajam perlahan lahan menyapu sekajap wajah Siauw Ling sekalian, kemudian menegur.

“Sudah lama benar perahu cuwi sekalian sauh ditempat ini !’

“Siapakah anda ? begitu tak tahn sopan dalam melakukan pembjcaraan dengan orang lain” seru Tu Kioe.

Orang itu te tawa dingin.

“Aku sedang bertanya, bukannya menjawab siapa suruh anda balik bertanya?” hardiknya.

“Selama hidup belum pernah kami sudi menjawab pertanyaan orang 1″

“Heee heee tapi ini hari terpaksa kalian harus melanggar kebiasaan tersebut.”

“Hemm, belum tentu demikian.”

“Bangsat. siapa kau ? besar benar bacot-mu !”

Tu Kioe pun mulai naik pitam oleh si-kap kasar itu.

“Tutup bacotmu bangsat” terlaknya. “Kalau berani banyak cingcong lagi disini, ku-usir kau dari atas perahu ini.”

“Hooo. hooo ,…hooo…..kenapa tidak kau coba ?”

Sekonyong konyong Tu Kioe menerjang maju kedepan, telapaknya berputar siap melancarkan serangan, namnn pada saat itulah Siauw Ling membentak keras : “Jangan gegabah “

Tu Kioe tarik kembali hawa murninya> Sang badan yang sedang menerjang kemuka-pun segera ditarik kembali keposisi semula.

Siauw Ling memandang sekejap kearah lelaki itu, lalu bertanya :

“Apa maksud kedatangan anda keperahu kami ? dapatkah anda menjelaskan ? “

Lelaki kekar itu memperhatikan sekejap tubuh Siauw Ling dari atas hingga kebawah menyaksikan sianak muda itu gagah dan perkasa ia tidak berani memandang enteng, buru-buru menjura dan berkata.

“Tolong tanya siapakah nama besar anda

“Siauw-te Siauw Ling.”

Lelaki itu tertegun sejenak kemudian selanya kembali.

“Sudah lama kukagumi nama besar anda sungguh beruntung ini hari kita bisa saling berjumpa.”

Dan siapakah nama sahabat sendiri ?”

“Seorang prajurit kecil yang tidak ternama sekalipun diutarakan mungkin Siauw tayhiap pun tidak kenal,”
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar