Po Kiam Kim Tjee Jilid 25 (Tamat)

Jilid 25 (Tamat)

BOUW PEK menghampirkan, ia tarik sebuah kursi, maka pelayan lantas menyuguhkan teh. Ia taruh buntalan pedangnya diujung meja. Sembari minum teh, ia turut mendengarkan Lim Chiong, karena difitnah oleh Kho  Gee Lwee dan Liok Gie-houw, sudah kena dihukum buang, tetapi belakangan Lim Chiong bisa balas sakit hati dengan bunuh Liok Gie-houw, setelah mana ia buron ke Liang San.

"Dan lelakonku hampir mirip dengan lelakonnya Lim Chiong" Bouw Pek ngelamun. Ia ingat bagaimana ia datang ke Pakkhia untuk cari pekerjaan, bagaimana ia ketemu Tek Siauw Hong, bagaimana ia terbitkan riwayat hidupnya itu masih belum tamat, rupanya ia masih panjang.

"Celaka adalah Oey Kie Pok yang pandai bermuka2, demikian ia ngelamun lebih jauh, "ia mau bikin susah, tapi ia berpura2 berlaku manis, hingga aku diperdayakan. Sekarang aku sudah tahu rahasianya, aku mesti tamatkan peranannya yang busuk dan kejam itu"

Ngelamun secara demikian Bouw Pek menjadi panas hati hingga ia tidak tertarik akan dengarkan cerita lebih jauh. Ia bayar uang teh dan persen pada tukang cerita itu, dengan bawa pedangnya ia ngeloyor pergi. Ia melewati beberapa gang kecil, yang membikin ia sampai pula didepan gedungnya Siu-Bie-Too.

Cuaca sekarang sudah mulai gelap.

Pintu pekarangan masih tertutup rapat, dimuka pintu tidak ada yang jaga. Pintu itu sunyi seperti juga tembok pekarangan dikiri dan kanan. Hingga gedung itu mirip sebuah tempat pekuburan tua....

Bouw Pek sudah pikir buat loncati tembok dan masuk kedalam akan terjang Oey Kie Pok didalam rumahnya, tetapi  ia tak jadi lakukan, karena ia pikir dengan berlaku semberono begitu, apabila gagal, usahanya bisa gagal seanteronya.

Dalam gang itu masih ada orang jarang jarang yang mundar-mandir, kalau ia loncat naik kelembok, bisa ada orang yang pergoki dia. Sang waktupun baru perdengarkan kentongan dua kali.

Bouw Pek bertindak kesebuah gang kecil, lewat dari situ ia jalan terus, lempang. Dengan tidak merasa, ia sampai dipintu An-teng-mui, dipojok timur. Disini hanya sedikit rumahnya. Diantara tembok kota yang kekar ada pepohonan dan rumput lebat. Angin malam juga bersiur-siur.

Menghampirkan kaki tembok Bouw Pek taruh pedangnya ditanah, ia terus duduk. Ia dongak akan lihat bintang2 dilangit yang berkelik2. Bintang banyak, tetapi pikirannya ia rasakan lebih banyak pula.

Ketika dahulu dirumah ia yakinkan silat, Bouw Pek tidak pernah pikir bahwa ia akan punya riwayat penghidupan sebagai ini, sedang ia beium berusia tiga puluh tahun, pengaiamannya sudah luar biasa: manis, pahit, getir, menjadi satu.

"Andaikata aku bisa hidup senang dan merdeka, mana aku bisa lupakan Su Ciauw dan Cui Siam?" demikian ia ngelamun. "Bagaimana dengan Siu Lian yang bersendirian? Apa artinya kesenangan, kalau tetap masih ada tiga soal itu yang memenuhi otak? Lagian, dengan adat sebagai aku ini, mana aku bisa icipi ketenteraman hidup? Maka baiklah aku bunuh Oey Kie Pok, perkara dibelakang adalah urusan dibelakang!

Lama juga Bouw Pek duduk bercokol, akhirnya ia lonlyat bangun sambil sembat pedangnya. Ia jalan pula digang tadi akan kembali kegedungnya Oey Kie Pok. Dijalan besar tidak ada seorangpun, malah suara si orang ronda dan anjing juga tidak terdengar. Bouw Pek pergi kekaki tembok, disitu ia buka buntalannya akan keluarkan pedangnya, yang ia terus hunus, setelah mana kain buntalannya ia libat dipinggang, dan sesudah selipkan pedangnya ia loncat turun kedalam pekarangan, akan terus bertindak dengan hati2 kedepan gedung, la cari jalan untuk masuk kedalam.

Selagi bertindak kejurusan dalam, mendadak Bouw Pek dengar suara anjing menggonggong, suaranya ramai, maka buru2 ia pergi kesamping dan loncat naik keatas rumah. Cepat sekali empat ekor anjing muncul sambil terus kasi dengar suara yang riuh.

Bukan main mendongkolnya pemuda kita.

"Oey Kie Pok benar2 liehay" pikir ia "tidak saja Thio Giok Kin sekalian mau jual jiwa buat ia, juga segala binatang seperti anjing. "

Ia jadi sengit sendirinya.

"Apa karena rintangan anjing aku jadi tidak mampu bunuh dia?" ia pikir pula "Tidak Beberapa ekor anjing itu kemudian berhenti bersuara dan ngeloyor pula kedalam, maka seluruh gedung kembali sunyi seperti sediakala. Sekitar ruangan gelap, gerakan apapun tak tertampak.

"Terang aku pandang Kie Pok terlalu enteng" akhirnya Bouw pek ingat. "Ia tentu tahu dengan baik, seperginya Siauw Hong aku pasti akan satroni dia, maka itu apa bisa jadi ia mau berdiam terus dirumahnya akan tunggui datangnya kematian? Sekalipun kelinci punya tiga lobang sarang, apalagi manusia? Mustahil Kie Pok tidak punya tempat meneduh yang lain? Pasti sekarang ia tidak ada dirumah, kalau aku paksa masuk, mungkin aku kesalahan bunuh orang lain! Itu tidak perlu, malah akan merugikan aku, sebab Kie Pok niscaya akan jaga diri lebih hati2 lagi. "

Lantas Bouw Pek loncat ketembok, dari situ lompat keluar pekarangan dan menuju kekaki tembok An-teng-mui. Karena ia tidak niat pulang, disitu ia cari tempat akan rebahkan diri. Ia bisa tidur. Tatkala mendusin, ia lihat bintang2 sudah jarang, fajar mulai menyingsing. Embun bikin pakaiannya pemuda ini demek. Ia ingat pula Kie Pok, kembali ia jadi sengit.

"Sekarang aku harus selidiki dahulu hal dia" ia bisa bikin tenang dirinya "Aku mesti ketahui ia berada digedungnya atau dirumah lain"

Ia buka libatan pinggang dan pedangnya ia bungkus pula dengan rapi, setelah selesai ia bertindak pergi akan pulang kehotelnya.

Selama dijalan sang angin bikin bajunya yang demek menjadi kering pula.

Matahari sudah mulai muncul dan dijalan sekarang kelihaian orang mulai keluar, kalau orang yang hanya jalan2 dan bawa burung dalam kurungan menuju kedalam kota.

Sebentar kemudian Bouw Pek sudah lewat digang dekat gedungnya 0ey Kie Pok, ia lihat kedua daun pintu masih juga belum dibuka. Sedikit jauh disebelah timur ada pedagang kembang tauwhu, maka ia menghampirkan dan membeli. Sembari berdahar ia pasang mata kejurusan pintu.

Dari jurusan barat lalu kelihatan seorang mendatangi kejurusan gedung. Ia ini seorang bujangnya hartawan, sebagai mana ternyata dari dandanannya. Ia ketok pintu gedungnya Oey Kie Pok.

Bouw Pek dapat mengenali orang itu, yalan kacungnya Siu- Bie-too.

"Heran!" ia berpikir, "Aku tahu betul kacung ini selamanya tidak pernah pisahkan diri dari Oey Kie Pok, kenapa sekarang selagi pintu pekarangan belum dibuka, ia datang dari luar? Tidak salah lagi Oey Kie Pok tentu tidak berada dirumahnya. Baiknya tadi malam aku tidak berlaku sembrono"

Ia dahar habis tauwhu mangkok kedua dan membayar dengan bawa buntalannya ia pergi sedikit jauh disebelah barat, disini ia berdiri diam dibawah pohon dan pasang mata.

Ketika itu kacungnya Kie Pok sudah masuk kedalam, tak lama ia keluar pula dengan bawa bungkusan kecil dan panjang rupanya itu adalnh huncwee. Sekeluarnya, ia menuju kebarat, daun pintu segera ditutup pula. Selagi hendak bertindak lebih dahulu kacung itu celingukan kesekitarnya.

Oleh karena orang tidak naik kereta, Bouw Pek duga Kie Pok berada tidak jauh dari gedungnya. Ia tunggu sampai si kacung sudah jalan jauh juga, baru ia keluar dari tempatnya sembunyi dan menguntit Ia jalan sambil tunduk.

Masih saja si kacung suka menoleh kebelakang, kendati demikian ia tidak dapat lihat pemuda kita, atau tidak menyangka jelek. Sesampainya di Pak Sin Kio ia menuju terus kebarat, masuk kedalam sebuah gang disebelah selatan.

Bouw Pek cepatkan tindakannya agar tidak ketinggalan. Menikung digang, buat sementara waktu kacung itu lenyap dari pemandangan, tetapi setelah sampai dimulut gang ia bisa melihat lebih jauh.

Kembali kacung itu menikung, digang yang kecil dan sempit. Ia menuju rumah dijalan sebelah utara. Rumah itu, yang pintunya ia ketok.

Bouw Pek perhatikan rumah itu, kemudian ia mundur lagi akan berdiri menantikan digang yang berdekatan, supaya tidak terlihat andai kata si kacung keluar lagi. Kebetulan disitu lewat seorang tua, yang bawai kantong tembakau, ia lalu menanya kan.

"Lauwsiok, aku numpang tanya" ia kata dengan hormat "Rumah diutara jalanan digang kecil, yang pintunya kecil, apa benar rumahnya si orang she Thio?"

Orang tua itu angkat kepalanya" ia agaknya tercengang, tetapi kemudian menjawab:

"Itu rumahnya si orang Oey, bukan rumahnya si orang she Thio" ia menyahut "Kau cari siapa?"

Bouw Pek girang mendengar jawaban itu, ia tertawa. "Tidak salah tentu itu dia rumah yang aku cari!" menjawab

ia, "Aku cari orang yang bekerja pada Keluarga Oey Su ya di Pak Sin Kio"

"Benar" orang tua itu manggut "Sebetulnya aku tidak tahu dia orang she apa, akan tetapi aku tahu ia pengikutnya Oey Suya, namanya Sun Cu, tetapi orang biasa panggil ia Oey Sun. la baru pindah kesitu. Rumah itu ia dapat dari Oey Su-ya,  yang sengaja beli untuk dia. Matah Oey Su-ya juga mengongkosi ia nikah"

"Tidak salah dia adalah orang yang aku cari. Terima kasih, lauw-siok"

"Akhirnya, Oey Kie pok!" kata pemuda ini dalam hatinya yang merasa puas sekali hingga perasaan itu juga tertampak pada wajahnya "Tidak perduli bagaimana licin, kau tidak mungkin lolos dari tanganku!"

Lantas Lie Bouw Pek bertindak masuk kegang keiyil itu, pedangnya ia sudah siapkan. Ia hampirkan pintu rumah yang ia terus ketok. Ia ada sangat bernapsu, hingga ia menggedor dengan keras.

"Siapa?" lalu terdengar suara dari dalam.

"Buka pintu!" kata anak muda ini, yang tiba2 mendapat akal "Aku Moh Po Kun dari Su Hay Piauw-tiam, ada urusan penting untuk Oey Su-ya"

Tak ada jawahan dari dalam, hanya berselang sesaat terdengar suara dari seorang lain.

"Disini tidak ada Oey Suya" demikian katanya "Rupanya kau salah cari! Coba pergi kerumah lain!"

Jawaban itu tercampur dengan suara diganjalnya pintu dengan batu.

Bouw Pek punya tubuh sampai mengge-etar karena murkanya.

Terang musuh berada didalam, tetapi pintu tidak dibuka, bagaimana ia bisa masuk? Apa ia mesti mundur dan sudah saja?

Ia angkat kepalanya akan pandang rumah itu sampai kesampingnya. Temboknya rendah, tetapi diatas tembok dipasang banyak paku dan pecahan beling.

Gang itu sepi, rumah disitu hanya lima buah. Karena masih pagi semua rumah itu masih pada kunci pintu. Maka disitu kecuali Bouw Pek tiada orang lain lagi.

Pemuda ini tidak bisa tahan sabar lagi, ia pergi kesamping, ditembok yang rendah ia mencelat naik keatas Ia tidak mau injak paku atau pecahan beling, dengan menginjak pinggiran tembok ia loncat lebih jauh, masuk kedalam pekarangan. Didalam, dua orang masih saja pindahkan batu, guna ganjal pintu! Ia kenalkan Sun Cu, sedang yang lainnya adalah seorang bentuk Kuning dengan tubuh besar.

Dua orang itu terperanjat apabila mereka lihat ada orang loncat masuk dengan lewati tembok pekarangan, tetapi simuka kuning segera sembar sebuah golok didekatnya. Ia adalah Cote houw Hauw Liang si Harimau Setempat, yang menjadi pahlawannya Oey Kie Pok, dengan tidak kata apa2 ia terus serang jago kita.

Dalam sengitnya Lie Bouw Pek benci sesuatu rintangan, maka ketika musuh terjang ia, ia menangkis dengan keras, justeru goloknya musuh terpental pedangnya ia teruskan membacok. Cuma dengan sekali bacok saja, ia bikin si Harimau Setempat rubuh terluka, karena ternyata Hauw Liang bukannya pahlawan yang terlalu tangguh bagi Bouw Pek.

Dengan tidak buang tempo lagi, dengan lak perdulikan Sun Cu, yang tidak coba kabur, Bouw Pek menerjang kepintu, justru dari dalam kelihatan lari keluar seorang perempuan yang gelungnya kusut, mukanya memperlihatkan sisa pupur, tanda ia baru turun dari pembaringan. Dengan angkat tangannya seperti hendak memegat ia berseru:

"Eh, eh, kau bikin apa? Kenapa kau masuk kerumah orang dengan bawa bawa pedang? Apa sudah tidak ada undang2 negara? Lekas pergi, atau aku panggil polisi. "

Tentu sekali, Lie Bouw Pek tidak mau dirintangi oleh orang perempuan itu.

"Minggir" ia membentak. "Lekas perintah Oey Kie Pok keluar!"

Sambil berkata begitu ia balingkan pedangnya, hingga orang perempuan itu yang ketakutan keluarkan jeritan dan lantas lari balik kedalam kamar. Ia coba kunci pintu.

Lie Bouw Pek lompat memburu, dengan satu tendangan ia bikin daun pintu terpental dan terbuka. Maka sekarang Siu Bie-too Oey Kie Pok tidak bisa umpatkan diri lebih jauh, terpaksa ia keluar dengan cekal sepasang gaetan Hok-chiu- kauw. "Lie Bouw Pek, tunggu diluar" ia berseru "Aku nanti keluar! Didalam sini ada orang perempuan"

"Baik," sahut pemuda kita. "Aku tidak takut kau nanti lari!" Ia loncat mundur dan menantikan didalam pekarangan. "Oey Kie Pok, apa perlunya kau umpatkan diri disini? Ayo

lekas keluar!"

Oey Kie Pok lalu keluar dengan pakaian ringkas, celananya pendek, pada mukanya yang kurus seperti tidak lagi tertampak darah, rupanya karena jerih hati berbareng nekad. Toh ia masih sabarkan diri dan bersenyum.

"Saudara Lie" begitulah ia kata. "Bukankah kita berdua bersahabat baik? Ketika tahun yang lampau kau ditahan didalam penjara, aku toh telah tengoki kau! Kenapa sekarang kau karena percaya hasutannya Tek Loo Ngo datang cari aku akan adu jiwa?"

Tapi ucapan itu justeru menambah murkanya Bouw Pek, karena ia jadi ingat kelicinan dan kepalsuan orang itu.

"Oey Kie Pok, apa perlunya kau ngaco belo seperti ini?" ia kata. "Itu tidak ada gunanya? Berulang2 kau bikin celaka aku, berulang2 kau ganggu Tek Siauw Hong, hingga kini ia dibuang ke Sinkiang ! Apa kau sangka aku masih belum tahu rahasia kejahatan kau, serigila yang bercorak manusia, kau sahabatan palsu! Mengertilah kau, bahwa hari ini aku mesti bunuh kau, serigala yang bermuka manusia, untuk balas sakit hatinya Siauw Hong dan untuk singkirkan induk bahaya bagi penduduk Pakkhia

Bouw Pek tutup ucapannya itu dengan loncat maju sambil menyerang.

Dengan tergopoh2, Oey Kie Pok angkat gaetannya menangkis. Ia tidak membalas menyerang, ia masih mau bicara.

"Saudara Lie, tahan!" ia berseru. "Saudara, sukalah kau dengar perkataanku! Saudara, jikalau kau sudi bersahabat dengan aku, aku nanti hadiahkan kau lima laksa tail perak!" "Siapa kesudian, uangmu yang bau busuk!" ia membentak dengan delikkan matanya. Dan lagi sekali ia menyerang.

Oey Kie Pok masih sayang jiwanya, kendati hatinya ciut ia toh angkat gaetannya guna hindarkan diri dari ujung pedang. Sekarang ia lakukan perlawanan dengan sengit, karena ia mesti bela diri.

Dimana Bouw Pek ingin lekas tikamkan pedangnya pada dada lawannya, bisa dimengerti yang ia berkelahi dengan seru.

Setelah melalui lima jurus, Bouw Pek dapat kenyataan kepandaiannya Siu Bie-too adalah beda daripada dahulu, rupanya ini adalah hasil dari latihan sungguh2 dari siu Bie-too Kurus, yang telah gunai tempo dua bulan untuk yakinkan terus ilmu gaetannya. Sayang ia mesti hadapi musuh yang terlalu tangguh dan yang bawa amarahnya sedang meluap.

Segera juga Oey Kie Pok mesti berkelahi sambil mundur, setindak dengan setindak, oleh karena ketakutannya sampaikan ia berteriak: "Polisi! Polisi! Ada pembunuh"

Mendongkolnya Lie Bouw Pek tak kepalang, karena ia tahu, kalau si jahat ini bikin terlalu banyak ramai bisa ada orang yang pergoki perkelahian mereka, atau mungkin datang hamba negeri. Maka itu ia ingin lekas2 tamatkan pertempuran ini.

Dengan satu rangsakan permainan gaetannya Oey Kie Pok, dibikin kalut, lalu dengan kesebatan luar biasa, Bouw Pek kirim tusukan kematian!

Benar2 Siu Bie too tidak berdaya lagi, dadanya menjadi talenan pedang, berbareng jeritannya yang hebat, dua gaetannya terlepas dan jatuh, darah hidup menyembur dari lukanya, setelah mana tubuhnya rubuh terbanting dengan menerbitkan suara keras.

Lie Bouw Pek tidak lantas tarik pulang pedangnya, malah dengan pedangnya ia gunai tenaganya akan tolak tubuh lawannya. Oey Kie Pok berkelejetan beberapa kali, lantas semua anggota badannya diam, mulutnya terkancing, matanya tertutup..... Sampai disitu baru Bouw Pek cabut pedangnya sambil keluarkan helaan napas lega. Karena sekarang barulah ia merasa puas. Lantas ia bertindak pergi, dipekarangan ia lihat Houw Liang sedang duduk sambil pegangi lukanya dan mulutnya keluarkan rintihan.

Sun Cu yang ketakutan sangat berlutut didepannya Bouw Pek. "Ampun, Lie Toaya" ia memohon.

"Jangan takut" kata Bouw Pek seraya kibaskan tangannya. "Aku tidak akan bunuh sembarang orang. Aku telah bunuh Oey Kie Pok, aku akan tanggung jawab! Sekarang aku mau pergi pada pembesar negeri akan serahkan diri."

Benar Bouw Pek hampirkan pintu, yang ia buka setelah batunya ia singkirkan. Ia bertindak terus akan pergi kekantor pembesar negeri untuk serahkan dirinya. Ia melainkan terangkan she dan namanya, bahwa ia bermusuh dengan Oey Kie Pok, bahwa ia serahkan diri sesudah bunuh musuh itu. Ia unjuk, bahwa ia telah satroni Oey Kie Pok dirumahnya Sun Cu. Setelah diborgol, Bouw Pek diserahkan kekantor teetok.

Sementara dipihak lain wakil dikirim kerumahnya Sun Cu guna periksa tempat kejadian dan mayatnya Oey Kie Pok serta lukanya Hauw Liang.

Peristiwa ini sudah lantas tersiar kesegala penjuru kota raja. Suara orang banyak terpecah dua. Mereka yang tidak tahu kepalsuannya Oey Kie Pok anggap kasihan Kie Pok binasa secara demikian hebat dan untuk itu Bouw Pek mesti mengganti jiwa, tetapi mereka yang ketahui baik Kie Pok itu jahat dan kejam, pada bersyukur dan berbareng puji Bouw Pek yang mesti bertanggung jawab. Orang puji anak muda itu karena kelakuannya sebagai laki2 sejati.

Kapan warta sampii dikuplngnya Khu Kong Ciauw, orang bangsawan ini menghela napas, sebab kagum berbareng duka. iapun menyesal akan kebinasaan Kie Pok, tidak perduli Siu-Bie-too jahat dan pernah beli Biauw Cin San buat melukainya, karena biar bagaimana juga mereka selama banyak tahun pernah jadi sahabat kekal Ia menyesal, bahwa karena kejahatannya Oey Kie Pok mesti buang jiwa. "Lie Bouw Pek adalah laki dan gagah, dengan serahkan diri ia tentu akan ganti jiwanya Kie Pok dengan jiwanya sendiri" ia pikir lebih jauh, "sayang kalau ia sam pai mesti jalani  hukuman mati"

Karena ini Khu Kong Ciauw segera naik kereta pergi ke Pweelek-hu akan menghadap Tiat Siauw Pweelek, akan sampaikan kabar hebat dan mendukakan itu. Ia ingin berdamai dengan pangeran Boan itu, supaya seberapa bisa Bouw Pek dapat ditolong.

Tiat Siauw Pweelek pun menunjukkan kedukaan mendengar warta perihal perbuatannya Bouw Pek.

"Aku memang telah duga, buhwa satu hari mesti terjadi perkara begini" berkata ia. "Perbuatannya Oey Kie Pok terhadap Tek Siauw Hong dan Lie Bouw Pek terlalu jahat dan kejam, sudah terhitung sering ia berdaya akan binasakan mereka ini Tek Siauw Hong masih bisa bersabar tetapi Bouw Pek? Malah aku juga sudah duga, kalau sampai sebegitu jauh Bouw Pek bisa berlaku sabar, ia sebenarnya,mau tunggu dahulu sampai perkaranya Siauw Hong sudah ada putusannya. Lihat saja kenapa Bouw Pek tidak mau antar Siauw Hong, sedang mereka berdua bersahabat seperti saudara dan  sedang Bouw Pek ketahui juga, didalam perjalanannya itu Siauw Hong terancam bahaya, Terang sudah ia telah berpikir tetap"

Tiat Siauw Pweelek menghela napas.

"Nyata sekali Bouw Pek sudah pikir segala apa dengan matang dan ini menunjukkan laki 2 sejati" berkata ia pula. "Ia telah berhasil membunuh Oey Kie Pok, tapi ia tidak mau lari, sedang untuk berbuat demikian ia merdeka! Kenapa ia justeru serahkan diri? tidak lain! la tidak mau bikin Tek Siauw Hong jadi dicungai dan kerembet, ia sengaja mau tanggung jawab sendiri"

Khu Kong Ciauw juga menghela napas, dugaannya orang bangsawan Boan itu benar sekali.

"Oey Kie Pok dan aku bersahabat baik sekali, baru belakangan ia telah renggangkan diri. Aku anggap ia telah cari matinya sendiri" ia nyatakan. "Sekarang tinggal Lie Bouw Pek. Sungguh kecewa dan harus disayangkan. kalau ia sampai dihukum. Maka Jieya, aku mohon kau suka berdaya akan tolong dia. "

Lagi-lagi pangeran Boan itu menghela napas.

"Aku kuatir sekali ini aku tidak mampu berdaya" ia bilang. "Malah bisa jadi sekali ini Bouw Pek juga tidak ingin orang tolong dia, karena ia rupanya berniat membalas budinya Tek Siauw Hong dengan jiwanya"

Airmukanya Tiat Siauw Pweelek menjadi guram sekali, air matanya seperti mengembeng. Ia kagum bukan main akan persahabatan demikian kekal antara Tek Siauw Hong dan Lie Bouw Pek, persahabatan sehidup semati.

"Biarlah aku nanti perintah Tek Lok pergi menengoki dahulu, kemudian baru kita pikir pula bagaimana baiknya" ia kata akhirnya.

"Aku harap" kata Khu Kong Ciauw.

Kedua sahabat ini masih bicarakan lagi hal2 lain, kemudian Kong Ciauw pamitan, sedang Tiat Siauw Pweelek lantas panggil Tek Lok, yang ia perintah pergi lihat Bouw Pek.

Lie Bouw Pek telah ditahan dikamar tahanan dikantor teetok, maka itu Tek Lok sudah kenal semua sipir dan penjaga2 pen jara. Ia juga tidak sangka, bahwa orang she Lie itu mesti mendekam dikamar tahanan. Ketika ia sampai dipenjara baru belum lama Bouw Pek diantar kesitu. Pemuda ini telah akui segala apa, dari itu pemeriksaan atas dirinya tidak ambil banyak tempo dan ia bisa segera dikirim kepenjara. Hamba2 penjara, yang kenal pemuda kita, tidak berani berlaku sembarangan, karena mereka tahu pemuda ini adalah sahabat baiknya Tiat Siauw Pweelek dan mereka menduga pweelek tentu tidak akan peluk tangan saja. Begitulah Bouw Pek dikasi kamar yang kering.

Begitu masuk kedalam kamar, Bouw Pek numprah diatas tikar rombeng, sebaliknya daripada berduka, seorang diri ia tertawa berkakakan, karena ia merasa puas atas perbuatannya barusan yang membawa hasil. "Lie Toaya, Tek Lok memanggil dari luar kamar, selagi anak muda itu masih duduk bercokol. "Lie Toaya, Jie-ya telah kirim aku datang kemari akan sambangi kau !"

Bouw Pek menoleh, ia kenali orang kepercayaannya Tiat Siauw Pweelek, ia lekas berbangkit buat menghampirkan Ia telah perlihatkan air muka yang sangat berterima kasih. Tapi dimuka jeruji menghadapi Tek Lok, ia bersenyum.

"Pergi kau pada Jie-ya, kau sampaikan terima kasihku kepadanya" ia kata dengan sabar "Harap kau beritahukan kepada Jie-ya, agar ia tidak kuatir supaya ia tidak usah capekan diri lagi untuk perkaraku ini. Masukku dalam penjara lain dari yang dulu ada fitnah aku, tetapi sekarang aku mau sendiri! Aku telah bunuh Oey Kie Pok, untuk itu aku mesti tanggung jawab, kalau karena ini aku mesti binasa, aku tidak penasaran. Undang2 negeri mesti dijalankan dan aku harus terima itu. umpama kata Jie-ya hendak melepas budi dengan menolong aku, menyesal aku tidak bisa terima itu, aku tidak mau sembarangan keluar dari penjara ini. Saudara Tek Lok, tolong kau sampaikan kepada Jie ya, bilang bahwa dijaman lain saja aku nanti balas budi kebaikannya yang besar, yang aku junjung tinggi!"

Sehabis kata begitu, Bouw Pek nampaknya sangat terharu.

Tek Lok menjadi bingung, karena ia heran dan kagum akan sikap itu. Buat sekejap ia juga diam saja, sebab iapun sangat terharu.

"Barangkali toaya perlu apa2 disini?" kemudian ia tanya. Bouw Pek geleng kepala.

"Tidak, apa juga aku tidak perlu" ia menjawab. "Saudara Tek Lok, selanjutnya kau juga baik tidak usah datang tengok aku lagi. ?"

Tek Lok tergugu, bahna kagumnya. Ia sampai tidak berani kata apa2 lagi.

"Baiklah toaya Ijinkan aku berlalu" kata ia yang lalu pesan penjaga bui supaya mereka perlakukan baik2 orang tahanan itu. Ketika, sampai di istana, Tek Lok cari Tiat Pweelek guna berikan laporannya. Mendengar itu, orang bangsawan ini goyang kepala dan menghela napas.

"Itu aku telah duga" ia kata. "Bouw Pek benar laki2 yang harus dikagumi"

Kemudian ia pesan supaya esoknya Tek Lok pergi pula kepenjara akan menyambangi, karena pesannya Bouw Pek ia tidak mau ambil perduli.

Tatkala dilain harinya Tek Lok pergi kepenjara akan lakukan titah majikannya, disana sudah ada bujangnya Khu Kong Ciauw, yang diperintah menyambangi sambil membawa barang makanan.

"Kemarin Lie Toaya tidak makan dan minum" kata sipir yang memberikan keterangan. "Ia terus duduk numprah  diatas tikar"

Tek Lok dan bujangnya Khu Kong Ciauw menghampirkan jendela yang berjeruji, dari situ mereka melongok kedalam. Lie Bouw Pek kelihatan sedang duduk diam, kedua tangannya diatas lutut.

"Lie Toaya ! Lie Toaya!" Tek Lok memanggil.

"Toaya !" bujangnya Khu Kong Ciauw pun memanggil.

Tapi percuma saja, belasan kali mereka memanggil Bouw Pek tak memperdulikannya, ia tidak menyahut atau menoleh, maka dua hamba itu jadi kewalahan, terpaksa mereka pulang. Bouw Pek memang telah ambil putusan buat mogok makan. Ia tahu Tiat Siauw Pweelek dan Khu Kong Ciauw yang sangat baik mau tolong ia, tetapi ia sendiri merasa beri akan terima lebih banyak lagi budi mereka, dari itu ia tidak suka

layani bujang sahabatnya itu.

Dimusim panas, dalam kamarnya Bouw Pek pun dapat gangguan dari semut dan kutu busuk, sedang dengan mogok makan ia telah mulai kelaparan dan kehausan, tetapi dengan kuatkan hati ia bisa pertahankan diri.

Dilari ketiga, Bouw Pek merasa ada tenaga yang kuat sekali, yang tekan ia, napasnya telah menjadi lemah. Karena pikirannya tetap terang, ia mengerti sebabnya perubahan itu. Tubuhnya yang kuat dan hati yang keras lagi melawan ujian.....

"Benar2 aku seorang enghiong, sekalipun sang kematian takut datangi aku "

kata ia seorang diri seraya matanya memandang kesekitarnya, kemudian ia tutup kedua matanya.

Tidak lama kemudian tanpa merasa ia telah pulas. Maka dengan tidur nyenyak ia tidak tahu apa2 lagi. Demikianpun ia tidak ketahui berapa lama ia sudah tidur, sampai mendadak ia sedar karena ia rasai ada tangan kasar yang tolak tubuhnya. Dengan terkejut dan heran ia pentang matanya.

Kamar gelap, tetapi banyak nyamuk beterbangan berputar dimuka atau kepalanya. Melainkan dari jendela menembus sedikit sinar terang dari si Puteri Malam.

Lekas juga Bouw Pek ketahui, bahwa tangan yang kasar, yang tadi tolak tubuhnya, adalah tangan seorang yang jongkok didepannya. la tidak bisa melihat nyata, tetapi ia lantas menduga pada Su poan-cu si terokmok. Maka ia lantas tertawa.

"Loo Su apa perlunya kau datang kemari?" ia tanya "Juga sekali ini aku tolak kebaikan kau! Lekas pergi, sahabatku, biarlah kita sambung pula persahabatan kita dalam penjelmaan lain

Dengan suaranya yang kasar Su Poan-cu menyahut: "Sahabat baik, aku tidak datang sendirian saja!"

Berbareng dengan jawabannya si ular Gunung, pintu penjara yang barusan tertutup, dito!ak terbuka, dan seorang dalam rupa bayangan hitam bertindak masuk. Diantara sinar rembulan yang sangat suram Bouw Pek lihat gerak-gerakan tubuh yang halus. Ia menjadi kaget, karena ia sudah bisa menduga dengan pasti. Dengan pegangi pundaknya Pa-san- coa ia berbangkit.

"Nona Jie!" Ia kata dengan keras, tetapi suaranya lemah. "Nona, tempat apakah ini? Kenapa kau datang kemari? Silahkan kembali nona! Tidak aku tidak mau pergi!. "

Su Poan cu berbangkit dan menghela napas. Jie Siu Lian tidak lihat nona itu, tetapi ia dengar suara sesenggukan yang ditahan.

"Lie toako, mari ikut aku menyingkir dari sini..." demikian katanya. Kau masih muda, bugee Kau liehay, apa benar2 kau puas akan binasa didalam penjara ini?"

Napasnya Bouw Pek memburu, karena ia mesti lawan rasa hatinya. Tubuhnya menggetar ketika ia merasa kedua tangannya si nona menempel pada lengannya....

Su Poan-cu jongkok pula, dengan tidak tunggu perkenan, ia rabah rantai borgolan, yang ia hendak loloskan.

Lie Bouw Pek kaget hingga ia mundur dengan cepat, tetapi justeru karena itu, tubuhnya telah langgar tembok dengan keras sebab tubuhnya sangat lemah, benturan itu bikin ia habis tenaga, tubuhnya lantas jatuh. Kepalanya juga pusing dengan mendadak.

Jie Siu Lian kaget, ia maju akan pegang tubuh itu.

"Lie toako" katanya sambil menangis, "kasilah Su Toako gendong kau pergi dari sini, jikalau tidak, aku pun tak mau keluar lagi!"

Bouw Pek angkat kepalanya, ia pegang tangan nona itu. "Jangan, nona" ia kata dengan suaranya yang tetap.

"Jikalau kau tidak perdulikan dirimu, kau harus ingat pada Tek Ngo-ko dan keluarganya. Aku bunuh Oey Kie Pok, itu bukan melulu untuk balas sakit hatinya Ngoko. Aku tidak menyesal yang aku mesti binasa. Bukannya aku hendak bikin sakit hatimu nona, hanya benar sejak kebinasaannya Beng Jieko di Khoyang, hatiku telah jadi tawar sebenarnya, sedari saat itu aku sudah niat habiskan jiwaku, kalau aku masih bisa bersabar itu disebabkan budinya Ngoko aku belum bisa balas. Tetapi sekarang aku beranggapan, bahwa keadaanmu seperti sekarang ini disebabkan oleh aku, maka itu, selama satu hari aku belum meninggal dunia, hatimu juga tidak dapat menjadi tenteram. Maka, nona, silahkan kau pergi atas namaku aku minta kau suka tolong jaga keluarganya Tek Ngoko! " Hatinya Siu Lian seperti dipotong, hingga ia tepaskan kedua tangannya, lantaran mana tubuhnya Bouw Pek terlepas dan jatuh terbanting.

"Lekas nona, lekas!" Bouw Pek masih bisa berkata. "Aku minta nona, kau juga Su Toako, lekaslah pergi. "

Benar2 waktu itu kedengaran suara kentongan dari si orang ronda, yang rupanya sedang menghampirkan kejurusan kamar.

Siu Lian dan Su Poan cu mendekam, mereka menahan napas.

Suaranya orang ronda, yang bunyikan kentongan empat kali, lekas juga telah lewat.

Jie Siu Lian lekas berbangkit, tetapi Su Poan cu si Ular Gunung masih jongkok terus, pada kupingnya Lie Bouw Pek ia berbisik katanya:

"Jika!au aku tahu, bahwa kau dengan begini cepat datang ke Pakkhia untuk bunuh Oey Kie Pok pasti aku telah mendahului kau akan wakilkan pekerjaan ini. Aku terlambat, disebabkan aku mesti tengok Lauw Cit Thayswee. Kau telah bunuh Gui Hong Siang, kau telah lukai Thio Giok Kin, itu aku tidak perduli, tetapi kau telah rubuhkan Lauw Cit Thayswee, inilah lain, Lauw Cit adalah sahabatku yang baik dan lukanya hebat, maka aku tidak bisa antap dia saja. Begitulah aku tolong ia dengan antar ia pulang untuk berobat. Dua hari aku tertunda disana, lantas aku berangkat kemari, maksudku adalah supaya aku bisa bantu kau bereskan Oey Kie Pok. Baru saja kemarin siang aku sampai disini, lantas Siauw Gia kang ketemui aku dan ceritakan tentang hasil perbuatanmu. Tadinya kemarin malam aku hendak minta kau keluar dari sini, tetapi lantaran aku ingat kejadian tahun yang sudah, diwaktu mana kau telah tampik bantuanku, aku jadi batalkan niaian itu. Begitulah, setelah berpikir, aku segera cari nona Jie buat minta ia bantu aku. Aku percaya, dengan memandang nona Jie, kau nanti suka turut aku berlalu dari sini. Aku tidak sangka toaya, sifat kau tetap kukuh dan aneh! Dengan sikapmu ini, Toaya, kecewa kau menjadi enghiong sejati! Dimataku kau sebenarnya enghiong yang tak ada keduanya, dari itu aku puja kau. Dikampungku sendiri, Shoa-say, aku telah jatuh nama, karena itu aku pergi merantau, lantaran itu aku bersahabat denganmu. Aku harap supaya aku bisa undang kau pegi ke Shoa-say, bagai disana kau bisa tolong aku membalaskan sakit hati. Toaya sudah satu tahun kita bersahabat, selama itu kau bisa lihat sendiri, tenaga apa aku telah keluarkan untukmu. Duluan kau dipenjara, aku hendak ajak kau minggat, kau menolak alasannya adalah kau kuatir ada sahabatmu yang akan tersangkut, tetapi sekarang, sahabat siapa lagi bisa kerembet? Lekas toaya, mari turut aku pergi ! Sekarang sudah jam empat!"

Dengan tidak perdutikan orang setuju atau tidak, kembali Su Poan-cu, merabah borgolan kaki, yang ia hendak loloskan. Tapi ketika Bouw Pek gerakkan kakinya, yang ternyata masih bertenaga, si Gemuk telah rubuh telentang, dengan lantai borgolan menerbitkan suara nyaring!

Bahna kaget, Siu Lian sampai lompat minggir.

Su Poan-cu tidak marah, ia merayap bangun, untuk banting2 kakinya. Tapi karena ia telah putus asa, ia kata pada nona Jie dengan perlahan:

"Mari kita pergi lekas, lekas! Lihat saja besok!"

Dengan merasa berat Siu Lian ikut keluar, ia juga mengerti yang mereka tidak boleh lebih lama lagi dipenjara itu atau mereka akan kepergok, itu berbahaya.

Su Poan cu telah kunci rapi lagi pintu penjara.

Dua orang itu dua rupa perasaannya. Su Poan-cu tidak gusar tetapi mendongkol, ia penasaran pada sahabat yang kepala batu itu. Siu Lian sebaliknya berduka dan berbareng kuatirkan keselamatannya anak muda itu. Keduanya loncat naik keatas genteng dan menyingkir, akan kemudian ditengah jalan mereka berpisahan untuk pulang ketempatnya masing2.

Bouw Pek terus rebah seperginya dua orang itu, ia pulas seperti pingsan.........

Lagi dua hari telah lewat. Tiat Siauw Pweelek dan Khu Kong Ciauw sudah berdaya akan tolong Lie Bouw Pek, sedikitnya untuk meringankan nasibnya, tetapi daya upaya mereka tiada hasilnya. Perkara telah jadi jelas sekali, karena Bouw Pek telah akui perbuatannya, tidak ada yang ia sembunyikan, dan semuanya ia yang tanggung sendiri.

Su Poan cu dan Jie Siu Lian masih penasaran, tiap malam mereka pergi kepenjara akan coba masuk kedalam guna  paksa Bouw Pek minggat. Tetapi penjagaan telah diatur makin keras, rupanya karena dihari pertama itu borgolan Bouw Pek yang berubah sedikit telah menerbitkan kecurigaan hamba2 penjara.

Dimalam hari keenam, Su Poan cu kirim Siauw Gia kang kerumahnya Tek Siauw Hong, akan sampaikan kabar pada Jie Siu Lian, katanya dengan ringkas: "Angin keras sekali, malam ini jangan keluar!"

Siu Lian terima kabar itu dengan kaget dan duka.

"Malam itu Bouw Pek sudah sangat lelah, sekarang sudah lewat dua hari, bagaimana ia bisa pertahankan diri?" ia kata- dalam hatinya.

Sedianya Jie Siu Lian pandang Lie Bouw Pek sebagai saudara sendiri. Ia ingat budinya dan dan ia kagumkan kegagahannya. Tapi mulai saat pemuda itu bunuh Oey Kie Pok, perasaannya telah berobah. Kecuali kekaguman, sang cinta rupanya mainkan peranan juga, ia coba lawan ini, tetapi ia merasa dirinya lemah....

Kini Siu Lian insyaf akan sifatnya Lie Bouw Pek, pemuda gagah dan putih bersih, yang kenal budi, yang utamakan kejujuran, yang berani korbankan diri. Terang pemuda ini cintai ia, tetapi karena ia telah jadi tunangannya Beng Su Ciauw, pemuda ini suka mundur maka justeru ada perkaranya Tek Siauw Hong ini Bouw Pek tidak sialkan ketika akan balaskan sakit hati sahabat itu, sambil berbareng mencari jalan kematian secara laki2. Dengan jalan ini Bouw Pek juga bisa balas budinya Beng Su Ciauw, berbareng habiskan cintanya terhadap dirinya.

"Tidak, ia tidak boleh binasa dalam penjara secara begini kecewa" pikir Siu Lian yang lalu tidak gubris pemberian ingat dari Su Poan-cu. Ia tunggu sampai jam dua, lantas ia dandan, dengan bekal golok pendek, selagi Tek Naynay tidur, ia keluar dari gedung dengan loncati tembok. Ia jalan digang yang kecil akan menuju kantor teetok, yang ia ketahui baik letaknya.

"Kalau aku tidak mampu tolong Bouw Pek, biar akupun turut binasa didalam penjara!" demikian ia sudah ambil putusan, ia rupanya mengerti, apa gunanya hidup lebih lama sendirian saja, dengan tak ada orang yang bisa dibuat harapan.....

Segera juga Siu Lian sampai drsatu hotong atau gang kecil, yang ia tidak tahu apa namanya, hanya ia ketahui dari gang ini kantor teetok sudah tidak jauh lagi. Disini ia merandek sebentar.

Dilangit bintang bertaburan dan bulan sedang bersisir.

Sesudah berhenti sebentar Siu Lian mau lanjutkan perjalanannya, ketika mendadak ia rasa ada orang tepok pundaknya seraya ia terus ditegor katanya :

"Kau bikin apa disini?"

Ia kaget, ia lekas menoleh. Diantara cahaya terang dari bulan dan bintang yang guram, nona Jie lihat ia berhadapan dengan seseorang yang tubuhnya tinggi dan kumis atau berewoknya panjang dan warnanya putih, tanda ia itu seorang yang telah berusia tinggi. Selagi ia hendak menegor, orang itu telah dahului ia dengan lagu suara Selatan.

"Lekas pulang! Lekas kembali!" demikian suaranya orang tua itu.

Diluar dugaan, orang tua itu juga mendorong dengan tangannya.

Siu Lian rasai tenaga yang kuat, karena tubuhnya tertolak mundur hampir terpelanting. Ia lekas perbaiki kakinya. Tentu saja ia tidak senang.

"Kenapa kau dorong aku?" ia menegor.

Tapi tegoran itu dijawab dengan kelebatan tubuh dan selanjutnya si orang tua sudah lenyap dari pemandangan matanya, hingga ia jadi kagum berbareng heran. Ia pun tidak dengar tindakan kaki. Mau atau tidak ia jadi bergidik. "Apakah aku benar ketemu setan?" ia tanya dirinya sendiri. "Apakah itu rohnya ayahku ? Tetapi tubuh ayah tidak demikian tinggi. "

Ingat ayahnya Siu Lian menjadi sedih. Beginilah nasibnya anak yang sebatang kara, tiada sanak tiada kadang.

Tapi Siu Lian tidak mundur, ia tidak gubris peringatannya si orang tua atau si iblis itu ia maju terus menuju kekantor teetok. Ia lintasi beberapa jalanan kecil hingga sampai dibelakang gedung yang ia cari. Ia tidak jerih terhadap penjagaan yang kuat. Ia mau tolong Bouw Pek guna balas budinya anak muda itu, yang telah berbuat banyak guna ia sekeluarga

Dengan satu enjotan tubuh Siu Lian loncat naik keatas tembok. Pelajarannya "Ya-heng-sut" atau "jalan malam" ia dapat dari ayahnya, sudah begitu, selama berdiam belakangan di Kielok, ia sudah latih lebih jauh, tidak heran kalau ia peroleh kemajuan pesat. Ia loncat terus, naik keatas genteng, dari situ menuju keruangan, dimana ada kamarnya Bouw Pek. Dari situ ia lihat beberapa orang ronda, yang siap dengan berbagai senjata, dan bawa lentera. Ia menantikan ketika.

Nona kita mesti menunggu lama sebelumnya orang2 ronda itu pergi keruangan lain. Ia percaya mereka itu bukan menjaga melulu hanya meronda. Ia gunai ketika ini akan terus loncat turun, akan samperi kamarnya Lie Bouw Pek. Ketika ia rabah pintu pada kuncinya, ia kaget berbareng heran. Sebab pintu itu tidak saja tidak dikunci, malah melainkan dirapatkan saja, Tapi dengan tidak sangsi, siap dengan goloknya, ia lekas pentang pintu dan masuk kedalam. Cuma ia berlaku hati2.

Kamar gelap, sinar bulanpun tidak ada.

Siu Lian tidak berani buka suara, untuk cari Bouw Pek ia hanya merabab2, sedang kakinya maju setindak. Buat keheranannya,

ia tidak dapat pegang tubuh orang, hanya segala rerombeng, seperti mangkok dan piring pecah dan tikar butut.

"Hei, kemana ia pergi?" Hatinya nona kita jadi berdebaran. Ia bersangsi, tetapi ia tidak berani diam lama2 didalam kamar itu, lekas2 ia keluar akan terus loncat naik keatas genteng. Ia loncat ketembok, supaya bisa loncat turun keluar pekarangan. Justeru itu lewat dua orang ronda sambil bunyikan kentongan, lekas2 ia rebahkan diri diatas tembok itu. Syukur orang tidak melihatnya, setelah dua orang itu lewat ia cepat. lompat turun kebawah Ia berlari2 dipinggir gang. malam itu dengan tidak pikirkan lagi si orang tua yang aneh. yang bersikap sebagai iblis, ia lari terus dan pulang.

Ketika nona ini sampai didalam kamar Tek Naynay masih tidur nyenyak, boleh jadi ia sedang mimpi bertemu suaminya di Sinkiang.

Dengan tidak terbitkan suara apa juga Siu Lian kunci pintu dan besarkan lampu. Ia tuang teh buat diminum, guna bikin tenteram hatinya. Iapun tukar pakaiannya. Sekarang barulah ia bisa berpikir.

"Kemana Bouw Pek telah pergi? Mustahil ia bisa kabur sendiri? Tidak bisa! Ia toh sudah berkeputusan pasti akan berdiam didalam penjara, akan cari ajalnya dengan jalan mogok makan! Kalau ia mau lari setelah bunuh Oey Kie Pok tak nanti ia serahkan diri! Apa bisa jadi ia telah menutup mata dan sipir bui telah. kubur mayatnya?

Siu Lian jadi bingung, semua pertanyaan itu bikin ia pusing. "Jangan2 ia benar sudah menutup mata" Bahna duka nona

ini mengucurkan air matanya....

"Siapa orang tua itu?" pikir ia, kapan ia ingat orang tua tidak dikenal itu. "Apa ia seorang gila? Tapi kenapa ia bisa menghilang? Apa bisa jadi mataku yang kabur? Bagaimana ia bisa menghilang justeru didepan mataku?"

Semua pikiran itu bikin Siu Lian malam itu tidak dapat tidur, kendati ia telah rebahkan diri dan berdaya akan lupakan segalanya. Maka itu esoknya ia merasa kesehatannya sedikit terganggu.

Ketika sang sore mendatangi, Siauw Gia kang datang cari nona kita. Siu Lian keluar sambil berlari2 akan ketemui orang pengangguran yang cerdik itu. Ia mau tanya apa barangkali si Kala Kecil ketahui halnya Bouw Pek, apa si anak muda telah kabur atau binasa......

Siauw Gia kang menantikan diluar thia, romannya bingung, sampai tubuhnya seperti tidak mau berdiri tetap.

"Lie Bouw Pek Lie Toaya tadi malam sudah kabur dari penjara!" demikian ia kata begitu lekas si nona berada didepannya, "Orang2nya Kie-bun Teetok hari ini seharian penuh, telah mencari disekeliling sembilan pintu kota. Mereka berhasil mencari tahu, yang Su Poan-cu umpatkan diri di Ciang-gie-mui, disebuab warung sereh, tetapi ketika warung itu didatangi, si Gemuk sudah tidak ada Maka sekarang semua orang menduga Lie Toaya telah diajak minggat oleh Su Poan- cu. Orang telah menduga demikian, karena Orang tahu mereka bersahabat sangat kekal. Karena kejadian ini aku juga tidak bisa berdiam lebih lama lagi didaiam kota itu, maka itu nona aku minta kau suka tolong aku dengan sejumlah uang agar aku bisa menyingkirkan diri. Aku harap dalam beberapa hari ini nona juga berlaku hati2"

Siu Lian juga menjadi bingung. Ia benar berkuatir akan kaburnya Bouw Pek. Tapi ia lekas pergi kedalam akan ambil uang sepuluh tail, yang ia berikan pada tukang bawa kabar itu.

Siauw Gia kang terima uang itu sambil, membilang terima kasih, lantas ia ngeloyor pergi.

Siu Lian perintah Hok Cu kunci pintu ia masuk kedalam. Ia duduk seorang diri dengan bertopang dagu.

"Apakah benar Lie Bouw Pek dibawa lari oleh Su Poan-cu? Ini sukar bisa jadi! Aku tidak percaya Su Poan-cu punya kepandaian akan bisa berbuat demikian."

Juga semua pertaryaan itu Siu Lian tak mampu jawab Kekuatirannya sekarang terhadap Bouw Pek bersifat lain. Lolos dari penjara berarti bahwa bahaya maut sudah lolos. Hanya entah didalam penyingkiran.

Mulai esok paginya, Siu Lian lantas pesan Hok Cu dan semua bujang didalam rumah, supaya pintu luar selamanya ditutup dan dikunci, kecuali bujang dapur mau pergi belanja pintu itu tidak boleh dibuka.

Siu Lian pun kuatir teetok nanti datang menggeledah. "Mustahil orang curigai kita? Bouw Pek tidak ada disini, apa

yang mesti dibuat kuatir? Juga bukannya aku yang bawa minggat ia. "

Ingat demikian, Siu Lian bisa besarkan hati Ia hanya berkuatir dan menduga-duga saja..........

Sejak itu, lima hari sudah lewat kejadian baru apa juga tidak ada.

Begitulah dengan lekas telah datang hari keenam.

Malam itu Siu Lian tidur diluar kamar. Pada kira2  jam empat nona kita mengimpi, mimpi tidak keruan. Pertama ia impikan ayah dan ibunya, lantas ia lihat Lie Bouw Pek. Kemudian ia sadar. Tapi tiba2 ia rasai lengannya kena langgar suatu barang dingin yang panjang sebagai ular. hanya tidak bergerak. Ia terperanjat, hingga dengan satu gerakan ia  loncat turun kebawah pembaringan. Ia lantas sembat pelita buat dipakai menyuluhi.

Ketika Siu Lian telah lihat barang itu, ia kaget. Sebab barang panjang itu, yang dingin rasanya, adalah sebatang pedang dibawah mana tertindih sepotong kertas mestinya surat.

Sebagai seorang yang hati2 Siu Lian tidak lantas pungut pedang dan surat itu, hanya lebih dahulu ia periksa kamarnya, tetapi pintu dan jendela semua tertutup rapi, dan tanda apa juga yang mencurigai tidak ada, hingga ia jadi tidak puas.

Kalau pintu dan jendela tidak terganggu, dari mana orang dapat masuk akan taruh pedang dan surat itu? Dan kenapa ia tidak mendusin?

Ia buka pintu dan keluar akan loncat naik keatas genteng. Ia melihat kesekitar gedung. Dibawah sinar bulan, segala apa sunyi dan senyap.

"Heran!" dia pikir, lalu loncat turun. Ia terus masuk kedalam kamarnya. Baru sekarang ia jumput barang diatas pembaringannya itu, lebih dahulu suratnya. Dalam terangnya api pelita ia membaca. Sama sekali tertulis empat belas huruf, yang berarti:

"Orangnya sudah ikut Kang Lam Hoo, pedangnya ditinggal buat jodoh dilain hari"

Surat itu sederhana, Siu Lian bisa baca, tetapi arti yang sebenarnya bikin ia bingung. Siapa itu Kang Lam Hoo ? Siapa itu "orangnya" ? Hanya kata2 yang kedua membikin ia merasa jengah.

Siu Lian pungut pedang itu, yang ia terus periksa dengan hati2.

"Inilah pedangnya Lie Bouw Pek" pikir ia yang kenalkan senjata itu "Kenapa pedangnya diantarkan kepadaku? Apa ia sendiri yang antarkan ini kemari? Tapi ia bukannya orang sembrono dan ceriwis"

Kembali sda soal baru yang bikin nona Jie asah otaknya. Surat dan pedang ia lalu simpan.

"Buat dapat keterangan, aku mesti keluar bikin penyelidikan. Tapi aku bertugas melindungi keluarga ini, mana aku bisa tinggalkan rumah ini?"

Didalam rumah itu setiap hari Siu Lian lewatkan temponya dengan pasang omong dengan Tek Naynay, atau ia ajarkan silat pada kedua anaknya Siauw Hong.

Tek Naynay gelap tentang segala apa, sampaipun Bouw Pek bunuh Oey Kie Pok ia juga tidak dapat dengar. Hanya kadang2 saja ia ingat anak muda itu, kalau ia sedang ingat lantas ia tanya si nona: "Kenapa Bouw Pek pergi dan belum kembali?"

Atas itu Siu Lian jawab : "Ia tentu susul Ngo-ko, terus ke Sin-kiang"

Tek Naynay penyaya jawaban itu, karena ia tahu suaminya bersahabat kekal dengan pemuda she Lie itu.

Demikian sang hari dilalui, tiga bulan telah lewat. Waktu itu Yo Kian Tong telah kembali dari Sin-kiang ia terus pergi ke rumahnya Tek Siauw Hong akan sampaikan kabar pada nyonya Tek, bahwa suaminya sudah sampai di Sinkiang dengan tidak kurang suatu apa, bahwa disana suami itu tidak menderita.

"Tetapi Sun Ceng Lee berdiam terus di Sinkiang" Yo Kian Tong kasih tahu lebih jauh "ini perlu, supaya kalau nanti keluar pengampunan, ia bisa melindungi dalam perjalanan pulang"

Ketika mau pamitan, Yo Kian Tong lagi sekali minta nyonya Tek jangan kuatir.

Kemudian Yo Kian Tong pergi kerumahnya Khu Kong Ciauw buat mengasih kabar sekalian tinggal lama?, karena kuatir dicurigai. Baru tinggal diam dua hari ia sudah pamitan untuk pulang ke Yankeng.

Hiburannya Yo Kian Tong terhadap Tek Naynay ada baiknya bagi nyonya itu, yang selanjutnya bisa tetapkan hati. Benar tentang Bouw Pek ia tidak dengar kabar apa2, tetapi dengan adanya Siu Lian dirumahnya ia tidak takut apa juga. Iapun tidak menjadi kesepian, karena adanya nona Jie sebagai kawan.

Segera juga dua kali musim dingin dan panas, telah lewat dengan cepat, seperti tanpa terasa orang telah berada dimusim rontok. Diwaktu mana, berhubung dengan pengampunan umum, Tek Siauw Hong telah pulang dengan tak kurang suatu apa. Kalau pihak keluarga girang, iapun tidak kurang puasnya melihat rumah tangganya selamat dan Siu Lian dengan tidak kenal bosan terus berdiam dirumahnya melindungi keluarganya. Maka juga secara hangat ia haturkan terima kasihnya pada nona itu.

Baru sekarang dimukanya Siauw Hong, Siu Lian kasih keterangan pada Tek Naynay sebabnya Lie Bouw Pek pergi ke Poteng bahwa sekembalinya ke Pakkhia membunuh Oey Kie Pok dan serahkan diri pada pembesar negeri, bahwa Bouw pek mau mencari mati dengan mogok makan, bahwa ia bersama Su Poan-cu mau menolong! tetapi maksudnya tidak kesampaian karena anak muda itu menolak bantuan, bahwa pada suatu malam Lie Bouw Pek lenyap dari penjara hingga sekarang lewat dua tahun lebih .... Tek Naynay bingung saja, ia seperti orang mimpi.

Tek Siauw Hong goyang2 kepala dan menghela napas. Warta itu sangat menggetarkan hatinya. Ia kaget heran, kagum dan berkuatir. Benar2 Bouw Pek itu sahabat sejati, tidak kecewa yang ia telah ikat tali persahabatan dengan anak muda itu. Bagaimana ia telah dibela, bagaimana budinya telah dibalas: dengan pengorbanan jiwa raga

Siauw Hong sangat kuatir akan dirinya Bouw Pek. Tetapi Siu Lian sudah lantas menutur lebih jauh: bahwa selagi tidur nyenyak orang kirimkan ia surat dan pedang itu.

Siauw Hong ambil pedang itu dan memeriksanya dengan teliti. Kejadian itu bikin iapun merasa heran sekali.

"Tidak salah, ini pedangnya saudara Bouw Pek" ia kata. Dan terus ia baca Surat dengan belasan huruf itu Tapi, begitu lekas sudah membaca, air mukanya mendadak jadi terang, dari bersenyum ia terus tertawa. Ia jadi kegirangan.

"Nona, kau jangan kuatir lagi" katanya dengan lagu-suara gembira sekali. "Surat ini menunjukkan yang saudara Bouw Pek sudah ikut pehhu, Kang Lam Hoo si jago tua

Siu Lian merasa heran, ia awasi tuan rumah.

"Siapa itu loo-hiapkek Kang Lam Hoo?" ia tanya. "Ia itu orang macam apa?"

"Sebenarnya aku belum pernah bertemu dengan loo hiapkek itu" Siauw Hong menyahut, "hanya pada sepuluh tahan berselang aku telah dengar namanya yang besar. Bukan melulu di Kanglam ia tidak ada tandingannya, juga jamannya itu bugeenya dan kemasyhurannya tiada keduanya. Dengan ayahnya saudara Bouw Pek ia angkat saudara. Saudara Bouw Pek sebetulnya lahir di Kanglam, hanya karena meninggalnya ayah dan ibunya, KangLam Hoo telah bawa ia ke Lamkiong, diserahkan pala pamannya Menurut saudara Bouw Pek, waktu itu ia baru berumur delapan tahun. Tidak bisa salah lagi, pehhu itu tentunya tidak bisa lupa kcponakannya, maka ia telah menyusul kemari, justeru keponakannya mendapat susah, ia lantas menolong. Atau ia telah datang kemari, karena ia dapat kabar perihal keponakannya itu masuk bui. Aku percaya betul sekarang saudara Bouw Pek berada bersama pehhunya itu. Barangkali, lewat lagi beberapa tahun, ia akan datang pula kemari. Waktu itu tentulah bugeenya telah dapat kemajuan pesat dan sifatnya juga tentu akan turut berobah"

Siauw Hong ada begitu girang, sampai kaki dan tangannya turut memain....

Baru sekarang Siu Lian mengerti bunyinya tulisan itu, "Orangnya sudah ikut Kang Lam Hoo. "

Tapi ia lalu tanya : "Lie Bouw Pek sudah ikut Kang Lam Hoo, kenapa ia tidak bawa pedangnya, melainkan pedangnya itu ia antarkan kepadaku disini?"

Selagi menanya begitu, nampaknya sinona kemaluan. Rupanya ia mengerti maksudnya, "antarkan pedang", terapi ia sengaja tanya Siauw Hong untuk mendapat penjelasan.

Sebelumnya menjawab, Siauw Hong sudah tertawa lebih dahulu.

"Malam itu, orang yang antarkan pedang mestinya bukan Lie Bouw Pek sendiri" ia menjawab. "Orang itu mestinya Kang Lam Hoo. Rupanya Kang Lam Hoo ketahui yang diantara nona dan saudara Bouw Pek ada hubungan sebagai engko dan adik, bahwa nona dengan menerjang bahaya sudah satroni penjara untuk menolong saudara Bouw Pek, dari itu ia sengaja serahkan pedangnya saudara Bouw Pek pada nona, selaku tanda terima kasih."

Siu Lian puas dengan keterangan itu, ia manggut2. Keterangan ini membikin Siu Lian ingat kejadian pada dua tahun yang lalu, waktu ia mau tolongi Lie Bouw Pek, didalam gang ia sudah ketemu seorang tua yang luar biasa. Ia menduga orang tua itu tentunya Kang Lam Hoo sendiri.

"Pedang ini baik nona simpan" kata tuan rumah, "pedang ini pedang biasa saja, tetapi dengan ini saudara Bouw Pek sudah binasakan Say Lu Pou Gui Hong Siang, Hoa-chio Phang Liong, Kim thio Thio Giok Kin, dan juga Siu Bie-too Oey Kie Pok! Dengan ini juga ia telah percundangi Kim too Phang Bouw yang tersohor! Maka pedang ini boleh dianggap sebagai pedang istimewa. Tetapi surat ini, harap nona serahkan padaku, aku hendak bawa dan tujukan kepada Tiat Pweelek. Aku percaya, entah bagaimana keras orang bangsawan itu pikirkan saudara Bouw PeK dalam dua tahun ini!"

Lantas Siauw Hong suruh bujangnya perintah Hok Cu siapkan kereta, ia sendiri terus pergi Kedalam akan tukar pakaian.

Tek Naynay susul suaminya itu.

"Kau baru pulang, apa kau tidak bisa mengaso dahulu barang satu hari" kata isteri ini. "Apa tidak baik besok saja kau kunjungi pweelekya?"

"Aku tidak perlu mengaso" Siauw Hong kasi tahu. "Satu tahun lebih aku berdiam di Sinkiang, selama itu aku telah mengaso cukup. Sekarang Oey Kie Pok telah dibinasakan oleh saudara Bouw Pek, dengan binasanya dia itu aku tidak punya musuh lagi. Selanjutnye, asal aku mau aku bisa mengaso sesukaku!"

Tapi setelah mengucap demikian, ia menghela napas, karena ia ingat Bouw Pek yang tidak ketahui dimana dan bagaimana keadaannya.

"Kalau begitu, baik kau cukur dahulu mukamu" Tek Naynay kata pula.

"Tidak usah" sang suami jawab. "Sekarang aku tidak menjabat pangkat lagi, aku boleh pergi dengan begini saja menghadap Tiat Jieya. Aku percaya Jie ya tidak akan tidak ketemui aku "

Karena Siu Lian tidak ada diantara mereka, Siauw Hong keluarkan suratnya Kang Lam Hoo, diperlihatkan pada isterinya,

kemudian dengan tangan menunjuk keluar, sembari tertawa ia kata pula "Kang Lam Hoo antarkan pedangnya saudara Bouw Pek pada nona Jie, ia tentu kandung sesuatu maksud, cuma ia tidak jelaskan itu didalam suratnya." Ia lalu bacakan bunyinya surat itu dan terangkan artinya, kemudian sembari tertawa ia tambahkan "Pedangnya ditinggal buat jodoh dilain hari! Ha ha ha ! Sungguh menarik bunyinya huruf "jodoh" itu!"

Sementara itu ia sudah dandan, dan kepalanya memakai kopia kecil yang ditabur batu mustika, setelah selipkan surat disakunya ia bertindak keluar, dengau ajak Siu Jie ia naik keretanya akan pergi kerumahnya Tiat Siauw Pweelek.

Duduk didalam keretanya, orang Boan ini gembira sekali, hingga ia agaknya jumawa. Ia seperti mau unjuk pada orang banyak: "Lihat ini, Tek Ngo ya sudah pulang! Ia tetap sebagaimana adanya, tidak jadi melarat dan tidak binasa juga! Tapi Oey Kie Pok? Malah tulangnya barangkali sudah rusak!"

Selesai kereta lewat di Pak Sin Kio, Hok Cu pun berkata : "Pada dua tahun yang lalu, Lie Toaya, yang naik kereta

kita, telah lewat disini.

Waktu itu sudah mulai malam. Mendadak ada rombongan orang jahat yang datang menyerang, dengan gunai panah gelap, dengan golok dan tumbak. Selagi orang bertempur, polisi kelihatan mendatangi. Syukur Lie Toaya bisa kalahkan dan usir semua musuhnya dan polisi pun bisa diegoskan cuma waktu itu pahaku telah kena anak panah, hingga aku mesti berobat lama. "

Hal ini baru hari ini Tek Siauw Hong dapat tahu, dengan begitu ia jadi dapat tahu juga, selagi ia dikeram dipenjara Heng-pou, Bouw Pek dan Oey Kie Pok sudah bertempur hebat, hanya Siu Bie-too selalu main curang. Hal ini telah menambahkan kekagumannya bagi Bouw Pek, budi siapa ia anggap besar sekali.

Tidak antara lama kereta sudah sampai di Pweelekhu Siauw Hong masuk kedalam dan dapat bertemu dengan pmgeran Boan itu, pada siapa ia lantas saja unjuk hormatnya sambil haturkan terima kasih.

Tiat Pweelek sambut tamunya dengan girang.

Mereka pasang omong. Siauw Hong menutur halnya di Sinkiang dan menceritakan tentang Lie di lengah jalan,  dengan kesudahan beberapa orang jahat dapat di binasakan, bagaimana gagahnya pemuda she Lie itu, telah binasakan Kie Pok dan serahkan diri.

"Tapi sekarang ia telah pergi entah kemana, apa yang ketinggalan dari ia adalah ini" seraya terus keluarkan surat tinggalannya Kang Lam Hoo.

Tiat Siauw Pweelek penyaya.

"Aku memang sudah duga Bouw Pek telah ditolongi orang bahwa penolongnya mesti jauh lebih liehay daripada dia" ia kata "Dipihak kantor semua orang bilang bahwa Lie Bouw Pek telah ditolongi oleh Su Poan-cu si bekas tukang warung arak, ini aku tidak percaya. Su Poan-cu bukan orang ternama dikalangan kangouw, mustahil Bouw Pek sudi ikut dia? Sekarang sudah pasti, Bouw Pek telah ditolongi oleh pehhunya Kang Lam Hoo, dan ia tentu telah dibawa dibawa ke Selatan! Tentang pedang yang dikasihkan pada nona Jie itu  sebenarnya Kang Lam Hoo dapat ambil dari aku disini! Dua hari setelah kaburuya Bouw Pek, Kiu bun Teetok Moo Tek Yu telah datang padaku, memberitahukan bahwa Bouw Pek sudah minggat. Ia terangkan karena ia tahu aku perhatikan Bouw Pek, ia datang untuk mengasi tahu saja.

Kemudian Teetok itu bicara tentang Oey Kie Pok, yang ia katakan jahat sekali dan pantas binasa, bahwa meskipun Bouw Pek pemburon ia toh mengaguminya Dari pembicaraan lebih jauh, samar2 Teetok seperti mau unjuk bahwa minggatnya Bouw Pek adalah seperti ia yang anjurkan secara diam2. Akhirnya ia bilang, umpama kata Bouw Pek belum keluar dari Pakkhia, ia minta aku kasi kisikan agar ia pergi jauh. Tentu saja, mendengar demikian, aku tegor teetok itu. Aku lalu tegaskan apa adanya perhubungan diantara aku dan Bouw Pek. Lantas aku minta upaya ia tukar pedangnya Lie Bouw Pek dengan pedang yang lama dan agar pedang itu diserahkan padaku. Aku kata aku inginkan pedang itu selaku tanda peringatan. Mo Teetok luluskan permintaanku, malah hari itu juga ia mengirimkannya. Aku taruh pedang itu diatas meja dikamar tulis, aku pikir buat bikinkan sarung. Aku pun sudah pikir bila nanti Bouw Pek kembali kemari, aku hendak kembalikan pedangnya itu. Diluar dugaanku, sebelum sarung pedang dapat dibikin, pedang itu lenyap, sebelum berada tiga hari padaku. Tentu saja aku menjadi heran. Berhubung keadaan genting karena kaburnya Bouw Pek, aku tidak perintah orang pergi cari pedang itu. Tetapi tidak dinyana, pedang itu sebenarnya diambil oleh Kang Lam Hoo dan ia serahkan pada nona Siu Lian, guna dijadikan tanda mata"

Mendengar keterangan itu Siauw Hong pun tertawa.

"Selagi BouwPek berada dalam penjara, nona Siu Lian sudah satroni penjara dan ajak Bouw Pek kabur, tetapi Bouw Pek tak dapat dibujuknya" Tiat Siauw Pweelek kata pula "tetapi aku percaya selama berada berduaan, mereka tentu telah beber rasa hatinya masing2, Bouw Pek memang kukoay, perkataan siapa saja ia tidak suka dengar, tetapi kalau pehhunya Kang Lam Hoo yang recoki jodohnya. aku percaya ia tidak akan membantah lagi. Aku percaya betul, karena Kang Lam Hoo telah kirim pedang itu pada nona Jie dan telah tinggalkan suratnya, dibelakang hari ia akan rangkap jodoh mereka berdua. Sekarang nona Jie berada dirumahmu, baik kau jaga supaya ia suka tinggal terus, sebab kalau sampai ia dapat ingatan akan merantau, sesudah ia berada diluaran sekalipun Kang Lam Hoo sukar dapat cari dia!"

Siauw Hong manggut2.

"Aku punya akal aku tidak nanti kasi ia pergi" ia kata. "Sekarang" kemudian Tiat Pweelek kata lagi "kendati sudah

tidak ada Oey Kie Pok, kau tetapi harus berlaku hati. Kau harus tahu, perkara kau sendiri sudah diputus dan  sudah beres tetapi hal barang2 yang hilang, tetap masih bergantung. Diantara barang yang lenyap ada serenceng mutiara, terdiri atas beberapa ratus butir, beberapa butir yang terdapatan dirumahnya Yo Cun Jie, semua itu yang kecil". Kabarnya ada empat puluh butir yang besar luar biasa, yang menjaui mutiara langka. Semua mutiara besar ini belum ada kabar ceritanya. Kau telah kembali, kau mesti waspada. Aku kuatir, karena mutiara itu, kau sembarangan waktu bisa berembet- rembet pula. " Siauw Hong bilang terima kasih buat peringatan itu. Iapun mengerti, yang ia benar2 belum bebas sama sekali!

Mereka masih bicara lagi sebentaran, kemudian Siauw Hong pamitan pulang. Tapi ia tidak terus pulang ia menuju langsung ke Pakkauw yan, kegedungnya Khu Kong Ciauw, akan sambangi sahabat orang bangsawan itu, untuk haturkan terima kasihnya.

Khu Kong Ciauw juga sambut tamunya dengan girang.

Mereka bicara lama juga, yang dibicarakan adalah sama dengan apa yang Siauw Hong percakapkan di Pweelekhu. Kemudian Siauw Hong pulang. Barulah sekarang berkumpul dengan isterinya dan Siu Lian, Siauw Hong menutur jelas perihal perjalanannya istimewa ke Sinkiang, tentang berdiamnya ditempat pembuangan itu. Ia sebutkan hal2 tempat terkenal yang ia lihat, hal orang2 gagah yang ia dengar, begitupun beberapa hal lain lagi. Sampai jauh malam, baru mereka berhenti pasang omong dan masuk tidur.

Mulai esoknya lantas Siauw Hong seperti sekap diri. Ia tidak bikin kunjungan, ia pun tampik sembarang tamu, kalau ia bertamu atau terima tamu, mereka itu melainkan Tiat Siauw Pweelek dan Khu Kong Ciauw, begitupun Sun Ceng Lee, orang yang lindungi ia, dari perginya ke Sinkiang, selama ia berdiam ditempat pembuangan, hingga kembalinya. Sekarang ini muridnya almarhum Jie Hiong Wan telah diangkat menjadi piauw-tauw dari Tay Him Piauw Tiam.

Berdiam dirumahnya, Siauw Hong lewatkan hari dengan belajar menulis huruf besar dan membaca kitab hikayat dan lain2. Ia telah beli sebuah rumah kecil didalam Sam-tiauw Hotong, Tang Su-pay-lauw, ia minta Jie Siu Lian tinggal dirumah itu yang ia peraboti lengkap. Ia minta Siu Lian didik ilmu silat pada dua anak lelakinya, supaya anak2 itu mengerti silat dengan baik dan kemudian bisa menjaga diri.

Siu Lian suka berdiam dirumah itu, ia suka didik dua anaknya Siauw Hong. Untuk segala keperluannya ia dapat dua bujang perempuan. Ia sendiri selainnya mendidik dua bocah Tek juga tidak alpakan kepandaiannya, hingga ilmunya tak jadi mundur, bahkan bertambah.

Kalau ia sendiri tidak kunjungi Tek Naynay, Siu Lan suka undang nyonya itu, buat diajak kongkouw. Maka itu kendati ia hidup sendirian, ia tidak merasa kesepian.

Hanya kadang2 saja ia suka teringat pada Lie Bouw Pek dan Beng Su Ciauw, sebab ia telah simpan tanda mata dua orang itu Lie Bouw Pek punya pokiam atau pedang tajam bergemerlapan, dan Beng Su Ciauw punya tusuk konde emas atau kim cee yang pun bercahaya berkilau kilauan. Kalau ingat itu, barulah ia unjuk kesedihannya.

TAMAT
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar