Jilid 20
MENDADAK Lie Bouw Pek berbangkit dan menolak tubuh Su Poan cu yang gemuk, yang mengadang dihadapannya, biarpun tubuh itu besar, tidak urung si Gemuk terpelanting sampai membentur tembok!
"Kau seperti juga main gila terhadap aku!" ia berseru. "Kalau Lie Bouw Pek bekerja, ia bekerja menurut pikirannya sendiri! Apa kau kira aku bisa mengekor saja padamu ?"
Su Poan-cu nyender ditembok, ia awasi anak muda itu, ia tertawa cekikikan. "Kalau begitu, Lie Toaya, kau hendak kembali ke Pakkhia atau tidak ?" ia tanya dengan membandel.
"Kenapa aku tidak kembali ?" sahut Bouw Pek dengan bersenyum ewah. "Di Pakkhia aku masih punya banyak urusan yang mesti dibereskan" Ia bertindak menghampirkan si gemuk itu, akan tepok-tepok pundaknya. "Lauw Su, kau ini sobat sejati" ia kata. "Aku si orang she Lie memang sudah tahu. Tapi, sekarang ini aku hendak minta satu hal darimu, yaitu didalam urusanku ini, jangan kau mengadu biru, Kau bisa terima atau tidak ?"
Su Poan cu tertawa berkakakan.
"Aku mengadu biru ?" ia tegaskan. "Kita sobat2 baik, eh ?" Bouw Pek menghela napas, ia manggut.
"Kau memang sobatku, dan aku tahu kau bermaksud baik," berkata ia, "tetapi urusanku ini sulit, tidak sedemikian sederhana sebagaimana kau kira!"
Setelah kata begitu, ia titahkan pengikutnya Su Poan-cu siapkan kudanya Beng Su Ciauw, sementara ia sendiri sudah lantas betulkan pakaiannya dan benahkan pauwhoknya.
Su Poan-cu anggap Lie Bouw Pek benar. Menurut ia, ia ingin Lie Bouw Pek kabur dari penjara, ia bunuh Cie Stelong dan Poan Louw Sam, lantas ia mau ambil Cui Siam, buat dinikahkan pada anak muda ini lantas semua menjadi beres ! Tapi sekarang ternyata, tindakannya Lie Bouw Pek lebih benar, perkara tidak usah menjadi lebih ruwet. Cuma bedanya, perkara sebenarnya masih sulit ! Kenapa sekarang muncul Jie Siu Lian ? Tentang si nona Jie ini, ia memang tidak ketahui suatu apa, kecuali belakangan.
"Kalau begini jalannya, pengharapan Beng Jie Siauwya tentu sukar kesampaian yaitu Bouw Pek dan nona Jie tidak akan gampang2 menikah satu pada lain. " Meskipun otaknya berpikir demikian, ia toh terus mengawasi dengan sikap adem pada anak muda kita, pada tampangnya ada senyuman tawar........
Bouw Pek telah siap dengan cepat. Ia menoleh pada Pa- san-coa, si Ular Gunung.
"Lauw Su" katanya, "sekarang juga aku mau kembali ke Pakkhia ! Kalau urusanku di Pakkhia sudah beres, aku mau pergi ke Selatan, aku niat pulang ke Lamkiong! Lauw Su, jika kau tidak mau lekas2 berlalu dari sini, tunggulah aku beberapa hari, sampai aku kembali, waktu itu kita nanti bertemu pula !"
Su Poan-cu goyang kepala.
"Belum berketentuan aku pergi kemana," ia jawab. "Nah. sampai kita ketemu pula !"
"Baiklah," Bouw Pek manggut. "Dalam satu bulan aku pasti akan kembali ke Lam-kiong, jikalau kau ada urusan apa2, kau boleh cari aku di Lamkiong saja !"
Su Poan-cu manggut, ia tertawa.
"Baik, baik!" kata ia berulang-ulang. "Memang Lie Toaya, dibelakang hari aku mesti perlu minta bantuan kau " Kemudian ia tambahkan : "Semua ongkos hotel disini kau tidak usah perdulikan. Aku hendak tinggal disini dua hari lagi, nanti aku yang perhitungkan semua"
Ia ketahui si Gemuk ini bukannya seperti ia atau Beng Su Ciauw, yang kantongnya kempes.
"Baiklah, terima kasih !" ia jawab.
Ketika itu pengikutnya Su Poan-cu telah balik dan memberitahukan, bahwa kuda sudah disiapkan, maka Bouw Pek segera bawa pauwhok dan pedangnya dan bertindak keluar. Ia terus lompat naik atas kuda itu, yalan kuda hitam, yang Beng Su Ciauw ambil dari istal Pweelekhu.
Su Poan-cu dan pembantunya mengantar sampai diluar. Diatas kuda Bouw Pek memberi hormat selamat berpisah dengan air muka sedih.
"Sampai ketemu !" ia kata dengan pelarian. Su Poan-cu balas hormat itu.
"Sampai ketemu, sampai ketemu pula ! Mudah2an kau berhasil, Lie Toaya !"
Su Poan-cu mengawasi sampai otang sudah pergi jauh ia lantas menoleh pada pengikutnya, air mukanya berseri-seri.
"Muridku hayo siap, kita berdua juga mau berangkat "
BOUW PEK sampai di Pakkhia ketika sudah magrib dan terus saja masuk kedalam kota. Ia pulang ke Hoat Beng Sie sesudah taruh pauwhok dan tambat kudanya, dengan sewa kereta ia pergi kerumahnya Tek Siauw Hong, sebagaimana ia sudah disambut dengan terheran heran oleh si orang Boan. Pada sobat baik ini ia tuturkan halnya Beng Su Ciauw atau Siauw Jie, yang hembuskan napasnya yang terakhir di depan ia. Ia cerita dengan suara pelahan, ia kuatir Siu Lian dapat dengar.
Siauw Hong menghela napas dan berulang ulang goyang kepala.
"Beng Su Ciauw seorang aneh" ia kata dengan masgul "Ia juga terlalu beradat keras. Kenapa ia berangkat sendirian ke Khoyang tempur Biauw Cin San sekalian dan adu jiwanya ? Sekarang ia telah binasa secara demikian menyedihkan dan Nona Jie ia sia-siakan dirumahku ini bagaimana kemudian ?
Bouw Pek tidak apa2, ia tetap sangat berduka, hingga nampaknya tidak suka bicara.
Tapi Siauw Hong mendadak tertawa romannya jadi gembira sekali. "Saudara Bouw Pek, aku hendak kasi tahu kau satu hal" demikian ia berkata hampir berseru. Inilah yang dibilang wan wan siang po, atau balas membalas coba kau tebak?"
Meskipun ia majukan pertanyaan, selagi orang memandang ia, Siauw Hong toh sudah menjawab pertanyaannya sendiri. Ia kata:
"Biauw Cin San sudah sampai di Pakkhia, tetapi belum beberapa hari, ia sudah mampus terbunuh ditangannya nona Jie! Dengan begini bisalah dibilang bahwa nona Jie sudah balaskan sakit hatinya tunangannya itu !"
Bouw Pek memang tidak ketahui urusan itu, ia nampaknya heran.
"Duduknya hal begini" kata pula Siauw Hong, yang segera bercerita hal keganasannya Biauw Cin San. lapun sebut, bahwa Siam Nio adalah gundiknya okpa dari Holam itu. Ia tutup ceritanya sampai Thio Giok Kin satroni ia diwaktu malam, tetapi maksud jahat itu gagal karena rintangan dari nona Jie
Bagaimana juga, Bouw Pek mendengar penuturan itu dengan kekaguman.
"Siu Lian bisa bunuh Biauw Cin San, ia bisa pecundangi Thio Giok Kin, terang boegeenya sudah maju banyak" ia pikir. "Sayang tunangannya telah menutup mata dan nasibnya sendiri buruk.... Aku tidak nyana Cui Siam adalah gundik orang, pantas ia seperti rahasiakan suatu apa dan benci orang kalangan sungai Telaga, rupanya ia benci Biauw Cin San dan lantas menyamakan semua orang seolah2 jahat seperti okpa itu. "
Siauw Hong cari huncweenya dan sedot itu. "Hiantee, apa kau sudah makan ?" akhirnya ia tanya. Bouw Pek geleng kepala. "Sekarang ini aku tidak bisa dahar" ia menyahut. "Satu hari aku lakukan perjalanan, aku belum cuci muka, coba kau tolong perintah orang sediakan air."
Siauw Hong teriaki Siu Jie buat suruh pelayan itu lekas ambil air sekalian pesan orang didapur akan sediakan dua tiga rupa barang santapan.
Siu Jie berlalu tetapi ia lekas kembali dengan air, maka Bouw Pek lantas bersihkan mukanya, sebentar kemudian ia seperti salin rupa, tetapi ia masih duduk diam dengan roman berduka.
Selama itu Siauw Hong duduk dipinggiran, ia sedot huncwee sambil terus mengawasi anak muda ini. Rupanya ia juga berpikir bagaimana harus hiburkan ini sobat
Sebentar kemudian, nasi dan temannya telah disajikan, berikut arak.
"Hiantee, coba kau minum," kata Siauw Hong. "Kau dahar seadanya. Masih siang kau jangan pikir buat lekas2 pulang, disini kita boleh bicara. Aku ingin ajak kau berdamai "
Bouw Pek pun bingung dalam hal bagaimana ia harus bertindak terhadap Jie Siu Lian, maka tawaran itu ia tidak tampik lagi. Paling dulu ia tenggak secawan arak.
"Aku sudah pikir bagaimana aku harus bertindak" ia kata kemudian. "Besok aku hendak kunjungi Tiat Jieya, begitupun piauwceku, aku pamitan dari mereka, sesudah itu aku mau pulang ke Lamkiong!"
Siauw Hong melengak mendengar pengutaraan itu.
"Kau mau pulang ?" ia tanya. "Kapan kau hendak kembali?"
"Jikalau tidak ada halangan, aku tentu akan sering tengok kau toako," Bouw Pek jawab. "Sudah setengah tahun aku berada dikota raja ini, benar maksud kedatanganku belum tercapai, akan tetapi aku girang yang disini aku telah dapatkan banyak sobat, apa pula toako sendiri. Toako telah banyak bantu aku, aku sangat berterima kasih."
Siauw Hong goyang kepala, ia tersenyum tawar.
"Hiantee, aku minta kau jangan mengucap begini padaku." ia bilang. "Dalam persobatan kita, aku tidak ingin kau sebut2 banyak bantuan dan berterima kasih. Adalah kebiasaanku bersobat dengan bersungguh sungguh hati apa lagi terhadapmu, seperti kau ketahui, aku berani pertanggungkan rumah tangga dan jiwaku!"
Anak muda kita tampaknya sangat terharu, beberapa kali ia menarik napas.
"Hiantee, aku harap kau mengerti aku dengan baik," Siauw Hong kata pula. "Aku bicara begini rupa bukannya aku inginkan pembalasan budi darimu. Aku juga punya kesukaranku. Nona Jie Siu Lian ..." ia berhenti dengan tiba2 ia merasa yang ia telah omong terlalu keras. Ia lalu melanjutkan dengan pelahan: "Sebenarnya, aku tadinya tidak kenal nona itu, bahwa aku telah ajak ia kemari, melulu karena aku ingin ia bisa ketemu padamu, tetapi kau senantiasa menyingkir dari ia, hingga ia akhirnya mesti berdiam sama aku."
"Lantaran ia tinggal padaku, hampir2 aku tersangkut perkara. Sudah begitu, mengenai urusan sinona itu dan aku, kau tidak tahu, kau tidak ambil peihatian. Dibelakang hari bagaimana aku harus berbuat? Mustahil ia mesti berdiam terus sama aku? Itu tokh tidak bisa jadi ! Apa mesti di antap ia pergi kemana ia suka, atau kita minta ia pergi? Ia sudah tidak punya ayah dan ibu, tunangannya tidak ketahuan kemana parannya sekarang ternyata tunangan itu telah binasa ! Dirumah mertuanya ia tidak bisa tinggal, dirumahnya sendiri sudah tidak ada orang lain, bagaimana ? Ia adalah satu nona, umur baru tujuh alau delapan belas tahun, meski benar ia pandai bugee dan tidak takut orang jahat, ia toh tidak bisa dibiarkan hidup sendirian dalam perantauan !" Bouw Pek diam. Ucapannya Siauw Hong benar semuanya. Iapun merasakan seperti sobat itu. Tapi ia tidak punya daya akan pecahkan kesulitan itu. Dengan cara bagai mana Siu Lian harus dipernahkan ? Beberapa kali ia menarik napas. Siauw Hong mulai merasa tidak puas, hingga dalam hati nya ia berkata: "Kau laki2, kenapa kau tidak bisa berlaku terus- terang, akan bereskan halnya si nona ini, supaya sobatmu jadi lega pikirannya?"
Oleh karena memikir demikian dengan sungguh2 ia kata pula :
"Hiantee, Biauw Cin San sudah binasa. Thio Giok Kin sudah diusir pergi, disini tidak ada musuhmu lagi, seharusnya kau boleh bertenang hati ! Sekarang mari kita bicara secara terbuka. Kelakuan dan bugee nona Jie Siu Lian, kau ketahui sendiri, kau kagumi. Kau sendiri duluan, dimusim panas, telah kasih tahu aku bahwa kau sangat menyesal yang nona Jie sudah punya tunangan, hingga kau tidak bisa menikah dia, bahwa kau tidak bisa lupai idamanmu. Karena itu kau jadi berduka, kegembiraanmu lenyap. Tapi sekarang lain, sekarang ada jalan buat kau obati luka pada hatimu itu. Beng Su Ciauw telah menutup mata ini satu soal. Jie Siu Lian sudah bertunangan, itu baru namanya saja, sedang sebenarnya berdua mereka belum pernah ketemu muka, maka kalau sekarang ia menikah pada orang lain, itu bukannya perbuatan yang melanggar kesucian dirinya. Kau sendiri tidak punya rintangan, kau sebenarnya boleh lantas menikah dengan dia. Setelah menikah kau boleh lantas bantu ia bawa jenazah ayah bundanya. Sesudah itu terserah pada kau, kau hendak tinggal di kampungmu atau dikota raja. Dengan begitu nona Jie akan berketentuan hidupnya, kau sendiri akan kesampaian cita- citamu. Kalau seorang laki-laki bertindak, ia mesti ingat juga orang lain, kau tidak turut adat sendiri dan bikin rugi atau celaka orang lain, Asal saja kau manggut hiatee, urusannya nona Jie sendiri kau boleh serahkan padaku ! Perayaan untuk nikah, urusan rumah dan lainnya semua toakomu ini yang nanti tanggung beres !"
Siauw Hong bersenyum, ia pandang anak muda itu. Dalam hatinya ia pikir: "Aku telah bicara, mustahil kau masih tidak memandang padaku ?. Tapi Bouw Pek, kendati telah dengar
semua dan mengerti, tetap masih menolak.
"Hal ini tidak bisa dilakukan !" kata ia dengan bersenyum tawar. "Jikalau tadinya aku tidak kenal Beng Su Ciauw, jikalau Beng Su Ciauw tidak korbankan jiwanya untuk aku, urusan masih bisa didamaikan. Sekarang ia menarik
napas, romannya duka sekali. "Beng Su Ciauw sangka aku cintai nona Jie, ia mengalah dan menyingkir, lantaran untuk kebaikanku ia korbankan jiwanya .... Sekarang, selagi tulang2nya masih belum kering, aku nikah nona tunangannya, apakah dunia tidak akan tertawai aku ? Lagian hal itu sangat menusuk liangsimku. "
"Ah, kau terlalu berkukuh !" kata Siauw Hong dengan putus asa. "Sekarang apa kau pikir tentang hari kemudiannya nona Jie Siu Lian ? Kau kenal baik ayahnya almarhum, malah kau ada bertetangga daerah, maka dengan adanya semua itu kau berkewajiban untuk perhatikan nona yatim piatu yang harus dikasihani itu. Bagaimana kau pikir?"
"pasti sekali aku mesti bantu ia dengan sesungguhnya" Bouw Pek jawab. "Turut apa yang aku ketahui, Jie Loo piauw- tauw punya milik serta beberapa murid di Kielok, aku nanti cari murid itu supaya mereka datang kemari, akan papak sumoay mereka. Mereka itu harus berdamai buat antarkan nona Jie, ke Soanhoa atau ke Kielok .
Bouw Pek anggap pikirannya ini sempurna. Ia percaya, yang Sun Ceng Lee dan saudara2 angkatnya tentu akan bisa mengatur bagaimana baiknya. Karena pamili Jie terkenal di Kielok, pamili ini mesti punya sanak atau kenalan, yang mesti akan sudi taruh perhatian pada sinona. Siauw Hong bersenyum dingin. Ia anggap dengan jalan itu, Bouw Pek melulu hendak bersihkan diri.
"Sudah, urusan dibelakang tinggal di belakang" akhirnya ia kata. "Sekarang halnya Beng Su Ciauw. la telah menutup mata, hal ini kita tidak bisa sembunyikan terhadap nona Jie. Aku pikir kita baik panggil nona itu akan tuturkan semua hal, agar ia mendapat tahu."
Ia lantas berbangku dan mau bertindak masuk.
Bouw Pek tidak ingin ketemu dengan Siu Lian, sikapnya Siauw Hong bikin ia bingung. Ia pun berbangkit.
"Toako, tahan" ia mencegah. "Kenapa kau berlaku begini terburu?" Kalau nona Jie ketahui kematiannya Beng Su Ciauw ia tentu sangat bersedih dan menangis. Aku bilang aku mau berangkat tetapi itu akan kejadian sedikitnya lagi satu atau dua hari selama itu aku tentu akan bertemu dengan nona Jie, maka waktu itu aku nanti kasi keterangan jelas padanya...
Pemuda ini kasi lihat roman begitu berduka, hingga Siauw Hong jadi terharu.
"Hiantee, kau benar2 bikin aku bingung" kata ia sambil banting kaki "Persahabatan kita sudah hampir satu tahun, tetapi rapatnya adalah melebihi daripada itu! Gangguannya persaudaraan Phang. Biauw Cin San, Oey Kie Pok, tidak bikin aku ibuk se perti ini, yang membikin kepalaku pusing. Heran, Beng Su Ciauw telah dapat dicari, kenapa sekarang ia binasa?..."
Siauw Hong lempar diri dikursi, ia menarik napas panjang pendek.
Bouw Pek tahu baik kejujurannya Siauw Hong, melihat keadaannya sobat itu ia berduka bukan main. Tapi apa mau sobat int tidak ketahui hatinya.
"Toako, mari minum" ia kemudian kata. Ia isikan cawan sobatnya. "Hiantee, kau dengarlah aku," kemudian Siauw Hong kata pula, "Bila kau menikah nona Jie, urusan lantas jadi beres dan sempurna. Aku nanti pecah rumahku ini, supaya kau berdua bisa tetap tinggal disini dan seterusnya kita orang bisa berdampingan. Sesudah nona Jie dapat dipernahkan urusan kau berdua mudah sekali. Aku nanti atur supaya kau bisa dapat pekerjaan. Umpama kata kau mau jadi piauwsu berdua isterimu, kau boleh buka piauwkok. Andainya kau ingin bekerja pada negeri, dahan aku nanti dayakan bersama2, tiat Pweelekya, yang tentu akan berhasil...
Terhadap bujukan itu hatinya Bouw Pek tidak tergerak. Ketika itu ia telah tenggak susu macan banyak juga, kepalanya sedikit pusing, maka setelah bicara lagi sebentar, ia pulang.
"Besok aku nanti datang pula, besok kita akan bicara lebih jauh." ia kata.
Siauw Hong awasi sobat itu.
"Suruh sediakan kereta," ia kata pada Siu Jie.
"Tidak usah, hari belum terlalu malam, aku bisa jalan pelahan2" Bouw Pek mencegah.
Siauw Hong tidak memaksa, ia antar sobatnya sampai diluar, dengan bingung ia awasi orang bertindak pergi.
Bouw Pek jalan dengan tindakan berat, ia keluar dari mulut gang Tiang-Su-sam-tiauw. Ia tetap berduka, kepalanya ia rasai pusing, dadanya sedikit sakit. Waktu itu kira2 jam dua, awan banyak, tapi tidak terlalu gelap. Kapan ia dongak kelangit, ia rasai benda cair halus sekali menimpah ia, seperti gerimis halus atau embun... Angin dingin menyambar2, tapi ia tidak perdulikan. Dijalan besar masih kedapatan kereta yang mundar-mandir, maka ia sewa sebuah yang bawa ia keluar Lamshia.
Tukang kereta telah gunai cambuknya ambil isap huncwee pendek. "Hawa begini dingin, salyu sudah turun," ia ngoce sendirian
Bouw Pek melongok keluar jendela ia lihat cahaya hijau gelap. Dipinggir kereta ada lentera merah, cahayanya mengasi lihat salju yang sedang turun dengan terbang melayang2.
"Aku perlu pulang," pikir anak muda ini "Sudah setengah tahun aku berlalu dari rumah, dua kali pamanku telah tulis surat padaku, tidak pernah aku balas suratnya itu..
Kereta menuju terus ke Lamshia salju turun makin lebat Mendadak Bouw Pek ingat, duluan di musim panas ia
pernah keluar dari rumahnya Siauw Hong dengan terus ditimpah hujan, lantaran mana ia pergi ke Po Hoa Pan, dan sebab hujan terus turun makin besar ia jadi menginap pada Cui Siam.
"Itu adalah suatu kekeliruan dari aku" ia pikir "tetapi Cui Siam benar2 berlaku baik terhadap aku, sedang ia tahu aku tidak punya pekerjaan dan tidak punya banyak uang. Adalah malam itu aku dapati pisau belatinya, hingga aku menduga ia simpan rahasia apa. Aku telah minta keterangan, ia tidak mau memberitahukan aku. Sekarang ternyata pisau itu ia simpan untuk jaga diri, untuk membalas sakit hati pada Biauw Cin San. Siapa nyana ia asal gundik yang minggat? Syukur baginya, selagi menghadapi Biauw Cin San, Siu Lian datang menolong dia. Siam Nio harus dikasihani, aku hendak berlalu dari Pakkhia, aku harus tengok dia, taruh kata ia kemudian sembuh benar, aku toh tak akan bertemu pula dengan ia..."
Ketika itu kereta justeru sampai di Houw-pang-ciang. "Tahan !" ia perintahkan tukang kereta hentikan
kendaraannya.
Kapan roda 2 kereta sudah berhenti, ia loncat turun, ia bayar sewaannya, dengan lawan sang salyu ia bertindak masuk ke gang Hunpong Liu-liekay yang gelap. Jalanan becek. Kapan ia sampai didepan pintu yang bobrok, ia lihat pintu itu tertutup rapat. Segera ia mengetok pintu beberapa kali.
"Siapa?" demikian jawaban setelah sekian lama.
"Aku orang she Lie, aku mau lihat nyonya Cia dan anaknya." sahut Bouw Pek.
Pintu lantas dibuka dan seorang lelaki muncul dengan tubuh merengkat. Ia adalah Ie Jie, yang segera kenalkan tamunya.
"Oh, Lie Toaya dari Sinsiang Hotong!" kata ia.
"Benar," anak muda kita manggut "Tadi baru saja aku kembali. Aku dengar dalam beberapa hari ini ada orang hinakan Siam Nio, sekarang aku mau lihat dia."
"Benar, toaya. Beberapa hari ini Siam Nio sangat bersengsara, baiknya ada nona Jie yang menolongi ia, hingga si harimau
Biauw tidak berani datang pula Sekarang ini sakitnya Siam Nio bertambah hebat. Silahkan masuk!"
Lantas ia mendahului bertindak dari jendela ia memanggil "Enso Cia, enso Cia, Lie Bouw Pek Lie Toaya datang "
Suaranya Cia Mama terdengar menyahuti disusul dengan rintihannya Siam Nio. Didalam kamar segera tertampak aba api. Kemudian Cin Mama muncul dimuka pintu.
"Oh, Lie Looya !" berseru nyonya ini, "kami ibu dan anak sangat harapkan kedatanganmu! Lekas masuk! Lambat sedikit saja, kau tidak akan lihat si Siam lagi !"
Bouw Pek merasa sebal berbareng kasihan melihat nyonya ini, yang batinnya sudah rusak. Ia tidak menyahuti, ia hanya bertindak masuk. Dengan lantas ia diserang bau yang tidak sedap dari dalam kamar. Api kelak-kelik, kamar sangat dingin, perapian tidak ada. Siam Nio rebah dipembaringan, ia tahu Bouw Pek datang, ia singkap selimut hingga kelihatan rambutnya yang kusut, muka yang pucat dan sangat perok.
"Lie Toaya, kau baru datang" kata ia dengan lemah "Napasku tinggal sekali hembus saja, aku ingin tengok kau.."
Cia Mama berdiri disamping, airmatanya mengucur dengan deras, tapi ketika ia hendak ceritakan halnya Biauw Cin San sampai si nona Jie datang menolongi dengan ulapkan tangan Bouw Pek mencegah.
"Tidak usah kau ceritera, aku sudah ketahui semua" anak muda ini memotong, "Tek Ngoya sudah beritahukan segala apa padaku. Bagaimana dengan sakitnya Siam Nio? Kau sudah panggil thabib atau belum ?"
Cia Mama menangis.
"Mana kami punya uang buat panggil thabib?" ia menyahuti. "Uang yang duluan Lie Looya berikan pada kami semua sudah terpakai habis... Siam Nio akan mati karena kelaparan! kim Mama sekarang tidak mau pedulikan kami, malah ia hendak mengusir kami..."
Bouw Pek kerutkan alis. Lagi2 ia hadapi kesulitan.
"Lie Toaya terdengar suaranya Siam Nio yang lemah"aku minta, janganlah kau tanya apa2 lagi tentang kami. "
Penyakitku sudah tidak ada harapan akan sembuh, kematianku tidak ada artinya.... Ibu belum terlalu tua, ia masih bisa bekerja, atau ia pergi mengemis. "
Cia Mama menangis sesenggukkan apabila ia dengar perkataan gadisnya itu.
Bouw Pek kuatkan hati tetapi ia tetap berduka dan terharu. "Jangan bilang demikian" ia kata "kau baru berusia dua
puluh lebih. Rawat saja dirimu, kalau kau sudah sembuh, kau boleh pikir untuk cari penghidupanmu... Biauw Cin San sudah mati, tidak ada lagi orang lain yang nanti ganggu kau..."
Siam Nio pandang anak muda kita dengan matanya yang penuh air mata. Memangnya, sinar matanya sudah lemah...
"Lie Toaya, duluan aku telah beranggapan telah keliru.." kata ia.
"Sudah jangan sebut itu, aku sudah mengerti!" Bouw Pek potong. Ia bisa duga maksudnya. "Sekarang ini menyesalpun sudah tiada gunanya. Aku datang ke Pakkhia belum ada satu tahun, tetapi pengalaman yang aku dapatkan banyak sekali. Apa yang tak bisa terjadi, toh terjadi juga. Maka dihari depan, segala perbuatan gila aku tidak akan lakukan lagi..."
Siam Nio diam, hatinya jadi seperti beku, melainkan air matanya yang masih terus mengalir keluar.
"Keadaanku sekarang harus lebih dikasihani daripada kau..." kata Bouw Pek kemudian sambil menghela napas "Kejadian kejadian telah membikin hatiku menjadi hancur. Dalam satu dua hari ini aku mau berlalu dari Pakkhia, selanjutnya aku tidak mau datang lagi kesini. Maka itu dalam hal perkenalan kita, malam ini adalah malam pertemuan yang penghabisan.....
Kau sekarang sedang sakit, aku tidak berdaya akan tolong kau, kendati begitu aku masih bisa kasi pinjam lagi. Besok tengah hari ibumu boleh datang kegerejaku, aku akan sediakan dua puluh tail perak, dengan itu kau bisa berobat sampai sembuh, kemudian kau orang berdaya akan cari penghidupanmu...
Setelah kata begitu Bouw Pek mau berlalu,
Cia Mama tadinya kaget dengar si anak muda mau tinggalkan Pakkhia, tapi kapan ia dengar mereka akan dikasi pinjam uang, ia jadi girang dengan lantas. Tapi lain daripada itu adalah Siam Nio agak tidak senang "Lie Toaya, baiklah !" kata ia. "Lie Toaya, pergilah kau dengan hari kemudianmu yang penuh harapan. Tentang aku kau tidak usah buat pikiran! Akupun tidak perlu uang, uang itu kau boleh pakai untuk ongkos perjalananmu ! Malam ini kita masih bisa bertemu muka, itu adalah bukti bahwa tidaklah percuma yang kita pernah saling berkenalan!..."
Meski ia kata demikian, Siam Nio toh menangis tersedu2, hingga ia bikin Bouw Pek berdiri tercengang. Anak muda ini mendongkol dengan berbareng hatinya seperti ditusuk2. Ia mendongkol karena kepala besar itu...
"Ah, kenapa aku mesti layani dia. ia pikir akhirnya sambil menghela napas. Tapi toh ia kata: Cui Siam, jikalau kau anggap aku bukannya manusia, baiklah, aku tidak mau membantah. Tentang diriku, kau boleh pikir perlahan2 saja... Sekarang aku pergi!...
Ia bertindak keluar dengan cepat, angin yang dingin sambar ia. Ia lihat, cuaca telah jadi jauh lebih gelap.
Ie Jie mengikuti akan membuka pintu" "Toaya mau pulang... berkata ia.
Dengan tindakan yang berat Bouw Pek injak salju yang memenuhi jalanan. Ia jawab ie Jie hanya dengan "Ya" Tapi belum bertindak jauh tatkala ia dengar jeritannya Cia Mama didalam rumah: "Oh, Thian ! Oh, anak kau benar2 tinggalkan aku!" Setelah itu nyonya itu lantas menangis menggerung2
Bahna kaget pemuda ini balik kembali kedalam.
Diatas pembaringan Siam Nio telah mandi darah. Rambutnya kusut, kedua tangannya ada didadanya. Ia lagi bergelisahan sambil merintih2 Disamping pembaringan menggeletak pisau belati yang berlepotan darah ! Cia Mama, sambil menangis, peluki anaknya itu... Bouw Pek tarik nyonya itu, diantara cahaya lampu yang kelak-kelik ia tampak pemandangan yang hebat dan mengerikan!
Kim Mama muncul dengan lantas, pakaiannya masih kusut. Ia rupanya mendusin dari tidurnya dengan kaget dan sudah lantas datang memburu. Kapan ia lihat pemandangan yang mengerikan itu, ia tuding Cia Mama.
"Apakah bukan terang? kau hendak bikin aku celaka?" ia menjerit. "Sudah aku kasi kau orang menumpang percuma, sekarang kau orang lakukan kejahatan ini! Lihat, kamarku jadi kotor"
Cia Mama mau dirangsang, baiknya Bouw Pek keburu mencegah.
"Kau jangan ribut!" ia tegor nyonya rumah itu. "Semua kerugianmu aku nanti ganti! Siam Nio luka karena ia tikam dirinya, sekarang ia perlu ditolong, kau jangan ganggu!"
Melihat Bouw Pek yang keren Kim Mama jadi kuncup. Ia tahu, itu adalah si jago muda, yang pernah hajar Poan Louw Sam, yang bikin semua buaya darat di Pakkhia jadi ciut nyalinya. Ia lantas berdiam saja.
Setelah tarik Kim Mama, Bouw pek menoleh pula pada Siam Nio, tapi ia menjadi kaget waktu ia dapati tubuhnya sudah berhenti bergerak, suara rintihannya telah lenyap. Kapan ia rabah tangannya, tangan itu menjadi dingin dengan lekas. Tidak terasa lagi air maianya mengembang, hingga ia bingung saja.
Cia Mama panggil anaknya yang diam saja, ia ambil pelita akan menyuluhi. Kapan ia ketahui apa yang telah terjadi, ia taruh pelita dimeja, ia tubruk tubuh anaknya dan menangis menggerung2.
Mukanya Kim Mama pun menjadi pucat. "Sudah habis !... kata la. "Sekarang lekas sediakan peti mati, atau melapor pada polisi. "
Bouw Pek susut air matanya.
"Siapakah yang mau bikin perkara?" ia tegor nyonya itu. "Siam Nio bunuh diri."
Ie Jie turut berduka bukan main, tetapi ia bujuki Cia Mama. "Hari sudah larut, salyu sedang turun hebat, peti mati dan
pakaian tidak bisa dibeli sekarang. kata ia. "Lagian,
mana ada uangnya?...." ia lantas awasi Bouw Pek : "Lie Toaya, kau kenal Siam Nio, sekarang kami cuma mengharap belas
kasihanmu...... Mayat Siam Nio perlu diurus dan dikubur...
Bouw Pek manggut.
"Itu seharusnya saja. Aku tidak nyana ia mati secara begini... ia tarik napas panjang. "Cia Mama, besok pagi kau boleh cari aku di bio, aku nanti sediakan uang beberapa puluh tail. "
Cia Mama sedang menangis, airmatanya lagi mengalir, tapi kapan ia dengar perkataannya anak muda itu ia lekas menoleh.
"Baik looya" ia menyahut.
Bouw Pek tidak mau saksikan pemanandangan itu lebih lama, ia pun merasa pepat berdiam lama2 didalam kamar itu, ia balikkan badannya buat berlalu. Tapi tiba2 ia ingat pisau belati itu. Ia tahu, diwaktu kalap Cia Mama bisa nekat dan gunai
pisau itu, maka sebelumnya jalan terus ia balik lagi akan jumput pisau itu, yang ia bawa pergi.
"Aku pergi!.." ia kata sambil menghela napas pula. "Harap datang pula besok, Lie Toaya," Kim Mama masih bisa pesan. "Buat sanakku ini, aku telah cukup keluarkan uang dan tenaga, sekarang aku tidak sanggup menolong lagi. "
"Jangan takut, aku nanti tanggung semua !" sahut Bouw Pek, yang sangat mendongkol. "Cuma satu hal aku pesan, selanjutnya kau jangan ganggu mereka lagi ! Awas
Anak muda ini berjalan terus, Ie Jie mengikutinya lagi.
"Kau hati2 jaga Cia Mama, jangan sampai ia nekat," ia pesan.
"Baik, toaya" sahut tetangga yang baik itu, yang terus kunci pintu.
Dengan melawan angin dan salju yang sangat dingin, Bouw Pek bertindak dijalan yang becek dan sunyi sebab sang malam itu, hatinya pun sama dinginnya dengan barang cair yang putih meletak. Ia jalan seperti tanpa tujuan. Dijalan sudah tidak ada orang atau kereta. Ia merandak sebentar, dengan tangannya yang seperti kaku ia sekah kedua matanya. Si air mata telah menjadi beku. Ia bertindak pula mengikuti jalan besar, menuju kebarat.
Dijalanan tidak ada orang, tetapi seekor ajing ikuti ia sambil mengonggong2 terus......
Binatang itu rupanya mencium bau amis dari darahnya Siam Nio yang nempel dipisau.....
Bouw Pek jalan terus dengan tindakan yang berat. Ketika sampai didepan Hoat Beng Sie, anjing itu tetap kuntit ia, hingga ia jadi sengit. Ia rabab pisaunya Siam Nio, ia niat tikam anjing itu, tetapi tatkala ia rasai darah yang sudah mulai beku, ia berdiam, hatinya bekerja.
"Sudah malam begini, kenapa aku ketemu Siam Nio? Kenapa melulu karena sedikit perselisihan, begini rupa kesudahannya? Kenapa dulu aku kesasar kerumah pelesiran ? Kenapa aku tidak berhenti sesudahnya Cie Sielong terbunuh dan Siam Nio sedang sakit ? Sekarang Siam Nio lolos dari tangan kejamnya Biauw Cin San, siapa nyana ia tidak lolos dari tangannya sendiri yang lemah. Dan ia binasa justeru dihadapanku. "
Bouw Pek hampir ngelamun terus, baiknya ia ingat akan ketok pintu. Sang salju melayang turun, menimpah ia, selagi ia menunggu pintu dibuka. Rupanya hawa dingin bikin orang tidur nyenyak, hingga ketokan pada pintu tidak segera terdengar. Sampai lama juga baru terdengar suara didalam :
"Siapa?"
"Aku, Lie Bouw Pek " sahut pemuda kita dengan cepat dan nyaring.
"Oh, Lie Toaya " kata suara didalam, setelah mana pintu dibuka. "Toaya, kudamu aku telah belikan rumput dan piara"
"Terima kasih" menyahut Bouw Pek "Aku baru pulang, tetapi aku akan pergi pula. Nanti saja, sekalian mau berangkat, aku haturkan terima kasihku pada kau suhu "Tidak apa, toaya. Terima kasih," kata hweesbio yang baik budi itu,
Bouw Pek bertindak masuk, si hweeshio kunci pintu dan balik kekamarnya.
Kapan Bouw Pek sedang mendekati kudanya yang berada ditambatnya, binatang itu berdongkrak dan berbunyi tidak berhentinya. Kuda itu seperti ingat sahabatnya, Beng Su Ciauw, dan mau cari sahabat itu....
Masuk kedalam kamarnya, Bouw Pek segera pasang lampu, sesudah itu ia duduk bercokol dikursi dengan tidak tahu apa ia mesti berbuat. Ia terbenam dalam kedukaan dan keruwetan pikiran, Maka akhirnya ia padamkan api dan naik atas pembaringannya. Ia tidak bisa lantas tidur pulas. Diluar ia masih dengar suara kuda berbareng dan anjing menggonggong. Ia rasakan hawa dikamarnya itu sangat dingin. "Kalau aku pergi, apa bisa jadi Tek Siauw Hong tidak akan beritahukan Siu Lian perihal Beng Su Ciauw telah meninggal dunia?" ia berpikir. "Dan kalau Siu Lian ketahui itu, bukankah dengan bejal kudanya, dengan lawan angin dan salju, ia akan susul aku? Bagaimana aku mesti jawab ia jikalau ia mendesak meminta keterangan ? Sebenarnya tidak ada rahasia sama sekali ! Cuma apa aku mesti bilang andaikata ia tanya, kenapa Beng Su Ciauw menyingkir dari ia? Apa aku mesti jelaskan salah mengerti dari Su Ciauw, tentang kecurigaannya terhadap adanya perhubungan antara aku dan ia? Dan apa aku mesti sampaikan segala ucapan terakhir dari Su Cauw ? Apa aku bisa bicara terus-terang ? Bagaimana kalau terjadi salah mengerti dan Siu Lian pun kabur? Bila sampai terjadi demikian, itu adalah kedosaanku.
Semua itu menyebabkan satu malam terus Bouw Pek tidak bisa pulas. Pagi2 ia sudah turun dari pembaringan, ia buka pintu kamarnya dan bertindak keluar. Salju tebal dan jagat telah menjadi seperti perak. Malah diudara masih kelihatan, salju yang sedang terbang melayang2.....
Dengan lantas Bouw Pek ingat halnya Siam Nio dan janjinya pada Cia Mama akan memberikan pinjaman uang. Ia segera masuk akan cuci muka, akan kemudian keluarkan buku keuangan Siauw Hong dengan bawa itu ia pergi ketoko uang guna tukarkan lima puluh tail. Uang ini ia bawa kembali kegereja Baru saja ia sampai di pekarangan depan, satu hweeshio yang sedang menyapu salju berkata padanya :
"Ada nyonya tua cari kau, toaya.
Bouw Pek cepatkan langkahnya kedalam didepan kamarnya ia lihat Cia Mama sedang menantikan, tubuhnya menggelendot pada meja, tubuh itu menggigil bahna kedinginan, kedua matanya nyonya ini merah dan bengul. Ia tampaknya lebih kurus dan pucat.
"Kau telah datang mama" kata anak muda ini. "Aku baru saja ambil uang. Nah, kau terimalah ini. Semua ini berjumlah lima puluh tail, kecuali untuk ongkos, selebihnya kau boleh pakai secara irit untuk melewatkan hari. Lebih baik kalau kau bisa berdaya mencari pekerjaan Kau mesti ingat, selanjutnya tidak akan ada orang lagi yang bisa menaruh belas kasihan terhadap kau...... Untuk keperluan Cui Siam, dua puluh tail pun sudah cukup"
Cia mama ulur kedua tangannya yang bergemetaran, akan sambuti uang itu yang terus dimasukkan dedalam sakunya. Air matanya kelihatan mengalir dengan deras
Ketika tadi ia mau pergi dari rumahnya, Kim Mama sudah anjurkan ia supaya ia peras Bouw Pek, agar ia bisa terima lebih banyak daripada mestinya, tetapi sekarang, apabila ia lihat jumlah begitu banyak liangsimnya terbangun, lupakan pesannya sanak itu ia sebaliknya sangat bersyukur pada anak muda itu. Ia tidak pernah sangka yang ia akan dikasi uang demikian banyak.
Oleh karena ia tahu ia mesti lekas pulang, Cia Mama tidak mau berdiam lama dibio itu, setelah menghaturkan terima kasih pula ia berjalan pergi, uangnya ia kekapi.
Bouw Pek awasi orang berlalu, lantas ia masuk kedalam kamarnya. Ia merasa lega hanya sebentaran, lantas hatinya jadi pepat pula. Ia keluar pula pergi ketempat mandi guna bersihkan tubuh, buat bikin dirinya segar, ia niat tidur supaya bisa mengaso, tetapi ia tidak bisa tidur, ia rebah hanya buat gulak-gulik. Tempo ia memandang kejendela, ia lihat cuaca telah menjadi terang.
"Apa periunya aku berdiam lebih lama pula di Pakkhia ?" demikian mendadak ia pikir. "Kenapa aku tidak mau lantas angkat kaki? Hari ini terang, jalanan tentu tidak sukar untuk dilewati. Kalau aku berangkat sekarang, tidak sampai sepuluh hari aku akan sudah sampai dikampungku. Baru setengah tahun lebih aku berada di Pakkhia," "aku telah angkat namaku, aku telah dapatkan beberapa sobat, sebenarnya berat buat segera berangkat pergi, tetapi kalau diingat apa yang aku telah alami, aku tidak perlu hiraukan. Lebih lekas aku berangkat, lebih baik!. "
Bouw Pek ambil putusan, ia keluar dari kamarnya, dengan sewa kereta ia berangkat ke Pweelekhu. Sejak ia ikut Su Poan cu pergi ke Kho-yang, setengah bulan sudah lewat, selama itu ia tidak pernah ketemu raja muda itu. Maka sekarang, menemui Tiat Jie-ya, ia jengah sendirinya. Tapi ia terangkan kenapa ia berlalu dari Pakkhia, malah ia tuturkan tentang kematiannya Beng Su Ciauw.
Tiat Pweelek manggut2 apabila ia telah dengar keterangan itu.
"Baru saja Siauw Hong datang kemari," berkata ia, "dan baru saja ia berlalu. Ia juga telah cerita semua kepadaku."
Bouw Pek terperanjat mengetahui Siauw Hong datang pada pangeran ini.
"Entah apa yang ia bicarakan ?" ia duga2. Ia lantas lirik pangeran itu, roman siapa ia lihat tidak terlalu gembira.
Deagan sungguh2 Tiat Pweelek lantas berkata:
"Bauw Pek, kau adalah anak muda yang berharga ! Kau adalah bun bu coan cay, kelakuanmupun baik, maka untuk orang sebagai kau, jangan kata dikalangan Sungai Telaga, sekalipun kau masuk dalam ketentaraan, adalah mudah untuk mendirikan jasa, jasa2 yang tidak sembarangan orang mampu ciptakan. Hanya sayang kau punya satu cacat. Maafkan, aku bicara terus terang! Mengenai orang perempuan, kau terlalu lemah. !"
Mukanya Bouw Bek berobah sebab malu dan jengah, Tiat Pweelek telah beber penyakit hatinya. Tapi berbareng, iapun terharu, ia berduka. "Tapi Pweelekya seorang luar, diandaikan ia menjadi aku, belum tentu iapun bisa menghindarkan diri dari keruwetan" ia coba hiburkan diri. Ia menghela napas.
Tiat Pweelek meneruskan kata2nya :
"Urusannya Biauw Cin San dan Thio Giok Kin kelihatannya sudah beres. Tadinya aku duga mereka itu diundang oleh Oey Kie Pok, kejadiannya akan seperti apa yang sudah terjadi dengan Phang Bouw, yalah kau orang piebu, siapa menang, siapa kalah, lantas habis perkara. Aku tidak sangka Biauw Cin San dan Thio Giok ini ternyata melebihi penjahat2 besar. Mula2 mereka telah lukakan Khu Kong Ciauw dengan piauw, lantas mereka ganggu anak perempuan orang! Justeru mereka lagi main gila, kau sendiri tidak karuan parannya! Sudah begitu, nona Jie yang menumpang pada Siauw Hong justeru bermusuh dengan Thio Giok Kin, hingga lantaran itu onar hampir sampai dipuncaknya. Diluar kota nona Jie telah lukai Biayw Cin San, yang mati hari itu juga. Atas itu Thio Giok Kin, yang tidak mengadu pada pembesar negeri, sudah menantang piebu pada sinona, hingga karenanya polisi mesti turut2an menjadi repot. Oey Kie Pok jadi ibuk bukan main, Siauw Hong jadi kuatir tidak kepalang. Melihat demikian aku lantas bicara pada Teetok Tayjin, supaya ia usir Thio Giok Kin dan rombongannya itu, maka sekarang segala apa telah menjadi sirap. Aku dengar Kie Pok lagi rebah karena sakit, ia sekap diri didalam rumah, tidak keluar2. Kau sekarang kembali, kau jangan kuatir, tidak nanti ada orang lagi yang hendak satrukan kau. Perihal kematiannya Siauw Jie di Khoyang, Siauw Hong sudah terangkan kepadaku Dalam hal ini kau jangan bersusah hati. Tempo Siauw Jie mau pergi kita bukannya tidak jegah ia, tetapi ia paksa minggat, dengan curi kudaku. Apa kita bisa bikin? Hanya aku merasa anak muda gagah seperti ia, binasa secara kecewa demikian, sungguh harus dibuat sayang.....
Sekarang tinggal urusannya nona Jie, Siauw Jie telah meninggal dunia, si nona jadi kehilangan andalannya, kerumah mertuanya ia tolak bisa pergi, dirumahnya sendiri ia tidak punya orang tua lagi, tak ada orang. Buat tinggal tetap sama Siauw Hong pun tak mungkin! Maka itu Siauw Hong punya pikiran, ia ingin kau dan si nona menikah."
Mendengar yang belakangan ini, Bouw Pek lantas geleng kepala.
Tapi Tiat Pweelek berkara terus :
"Aku lihat dalam hal ini tidak bisa digunakan desakan. Tadipun aku telah kasi mengerti pada Siauw Hong. Sekarang aku hendak tanya pada kau, aku ingin kau berikan putusanmu yang pasti ! Sebenarnya, kau suka Siu Lian atau tidak"
Sambil kata begitu, Tiat Jieya awasi muka orang dengan tajam.
Wajahnya Bouw Pek berrobah merah dan puiyat bergantian Ia tidak nyana yang Tiat Pweelek akan menanyakan ia secara demikian. Memang ia suka Siu Lian, kalau tidak mustahil ia jadi seperti orang gila ! Melulu karena ada kesulitan dari Beng Su Ciauw, ia sekarang jadi berpikir lain menindas hatinya sendiri. Siauw Hong ia bisa egoskan, bagaimana sekarang dengan pengeran ini, yang tanya ia secara ringkas? Ia tahu bagaimana ia mesti menjawab, tapi ia sangsi. Terhadap Tiat Jieya ia tidak boleh bawa sikap seperti terhadap Tek Siauw Hong. Akhir2nya, selelah bersangsi, ia berikan jawabannya
"Aku tidak suka nona Jie!"
Tentu saja mulut demikian tetapi hati berpikir lain. Ia sebenarnya hendak menambahkan keterangan. Tapi Tiat Pweelek, yang manggut?, sudah dului ia
"Baik! Secara begini, semua sudah beres ! Taytianghu memang mesti omong terus terang dan jelas Sekarang aku hendak peringatkan : oleh karena kau sudah menyatakan yang kau tidak suka nona Jie, segala hal yang sudah lewat kau tidak boleh sebut2 lagi, aku ingin kau dapat pulang semangatmu, kau mesti pikirkan cita2 kau. Sekarang apa yang kau sudah pikir untuk kau lakukan ?"
Bouw Pek benar2 terdesak. Tapi karena ia memang sudah ambil putusan, ia bisa berikan jawabannya dengan tidak ayal2an lagi. Ia menjawab dengan suara pasti :
"Hari ini atau besok aku hendak berangkat meninggalkan Pakkhia! Paling dulu aku hendak puiang kerumahku, disana aku hendak berdiam beberapa bulan, kemudian aku akan pikir pula : kembali ke Pakkhia atau pergi ke Kanglam !"
Tiat Pweelek manggut2 pula.
"Memang kau sudah berdiam lama juga di Pakkhia, sudah seharusnya kau pulang dulu," ia bilang. "Apakah kau punya cukup ongkos untuk itu "
"Cukup," jawab Bouw Pek,
"Baiklah," kata pula Tiat Pweelek. "Sampai kita ketemu pula
! Kalau dibelakang hari ada urusan apa2, kau nanti utus orang akan undang aku!"
Bouw Pek mengatakan "baik" dan kata pula :
"Jieya, budimu yang besar, aku Lie Pouw Pek tidak akan bisa lupakan !"
Setelah kata begitu anak muda ini diam. Ia terharu bukan main. Pangeran Boan ini benar2 manusia ! Ia yang baru dikenal telah diperhatikan demikian rupa!
Juga Tiat Pweelek terharu, karena ketika ia omong lebih jauh suaranya tidak sewajarnya.
Sampai disitu dengan merasa berat Bouw Pek ambil selamat tinggal, lalu dengan naik kereta ia menuju kerumahnya Tek Siauw Hong.
Orang Boan ini ada dirumah, ketika ia dengar sobatnya menyalakan mau pulang, ia lantas tarik napas berulang2, sekian lama ia diam saja. Ia benar2 bersusah hati Ia baru mau bicara, ketika Bouw Pek sebut buku uang, yang telah dipakai beberapa puluh tail untuk menolong Cia Mama dan anaknya, dan buku itu ia sekarang hendak kembalikan.
"Jangan, jangan !" demikian ia mencegah. "Kalau kau kembalikan buku itu padaku, aku tentunya anggap kau tidak mau kenal aku, Aku Tek Siauw Hong bukannya hartawan, tetapi uang sejumlah itu aku tidak perlu pakai! Kau pegang buku itu, umpama kata kau tidak dapat ketika akan gunai itu, kau boleh antapi saja ! Itu soal kecil. Yang penting, yang kau hendak tanyakan, adalah aku ingin ketahui, bagaimana perasaanmu terhadap Jie Siu Lian : kau masih perhatikan ia aiau tidak? Satu laki2 tidak melulu hendak angkat namanya, tetapi ia juga mesti dirikan rumah tangga ! Kau sendiri yang bilang padaku, melainkan Jie Sioe Lian yang pantas buat jadi isterimu, sekarang Siu Lian belum menikah, Beng Su Iyiauw sudah meninggal dunia, maka kalau sekarang lagi sekali ucapkan mulutku buat rangkap jodoh kau orang berdua rasanya aku tidak bisa tidak berhasil bukan?"
Lagi sekali Bouw Pek dapat tusukan yang tajam, seperti tadi ia dapatkan dari Tiat Pweelek, sedang itu adalah tusukan yang ia paling tidak inginkan !
Tidak tunggu orang teruskan ucapannya, berulang2 Bouw Pek geleng kepalanya, air mukanya berobah menjadi suram.
"Tentang aku dan Jie Siu Lian jangan disebut pula !" demikian ia memotong. "Tadi Pweelek hu aku telah berikan jawabanku pada Tiat Jieya !"
Sauw Hong tercengang, tetapi ia segera bersenyum dingin. "Jadi satu sobatpun tidak bisa desak kau!" kata orang Boan
ini yang putus asa. "Kalau begitu, sekarang kau mau berangkat, baik baik, aku akan antar kau "
"Tidak usah toaku antar aku!" Bouw Pek menyegah. "Aku pikir hendak berangkat hari ini juga!" Lagi sekali Siauw Hong terperanyat tapi ia lekas tanya. "Kau hendak ambil pintu mana?"
"Ciang gie-moei" sahut Bouw Pek, yang akhirnya menghela napas. "Aku Lie Bouw Pek kenal bukan sedikit orang, akan tetapi sobat yang aku kagumi dan pada siapa aku sangat berterima kasih melainkan kau seorang, Tek Toako Percaya aku, dibelakang hari, asal aku masih bernyawa, aku mesti balas budi besar ini!"
Pemuda kita begitu terharu, hingga matanya menjadi merah. '
Juga Siauw Hong tidak kurang terharunya. Ia sebal karena kebandelannya, tetapi ia sayang sobat ini yang jujur dan gagah serta setia.
"Jangan mengucap demikian, hiantee" ia kata kemudian. "Adalah biasa dari aku Ngo Tek, terhadap sobat aku selalu beber hatiku, apapula terhadap kau. Hiantee kau pergi, ini adalah kepergian untuk sementara waktu! Aku tahu dibelakang hari masih banyak waktu untuk kita bertemu pula. Apa yang aku harap adalah, supaya kau bisa buka sedikit hatimu, dalam hal apa juga jangan kau gampang berduka dan putus asa. Umpama kau dapat kesukaran hiatee, aku boleh cari aku, aku pasti akan bantu kau"
Bouw Pek tidak menjawab, ia hanya manggut.
Siauw Hong tahu sobatnya ini belum bersantap tengah- hari, ia perintah lekas sajikan barang hidangan. Ia ajak sobatnya itu dahar, undangan mana tidak ditampik. Hanyalah meski mereka bersantap sambil pasang omong, mereka kehilangan kegembiraan seperti yang sudah2, karena mereka hendak berpisahan.....
Baru saja tenggak dua cangkir arak, Bouw Pek sudah berbangkit buat pamitan. Ia telah ambil putusan buat berangkat hari itu juga. Ia sebenarnya niat masuk kepedalaman, untuk ketemui Tek Loothaythay dan Tek Naynay, tetapi karena ia kuatir nanti ketemu Siu Lian, ia kata saja pada Siauw Hong: "Aku tidak masuk iagi, tolong kau sampaikan hormatku kepada pehbo dan enso "
"Tidak usah banyak adat peradatan, aku nanti tolong sampaikan" kata Siauw Hong.
Bouw Pek lantas berbangkit dan bertindak keluar.
Siauw Hong pun berbangkit, ia mengantar sampai dipintu luar, disini mereka saling unjuk hormat dan berpisahan.
Dengan naik kereta Bouw Pek menuju ke Lam-shia, Kota Selatan. Tempo lewat di Hoe-pong Lioe liekay, ia tadinya pikir buat singgah sebentar, tetapi kapan ia ingat orang sudah surati dan untuk menyingkir dari kesedihan, ia batalkan niatnya itu. Hanya di Poan-cay Hotong Selatan ia berhenti didepan rumah paman misannya, ia terus masuk kedalam akan ketemui piauwceknya Kie Thian Sin, untuk kasi tahu keberangkatannya.
Kie Thian Sin mengalami kesulitan dalam jawatannya, disebelah itu iapun dengar segala macam kejadian yang berhubungan dengan keponakannya itu, bahwa keponakan ini telah bersobat dengan Tiat Pweelek dan orang2 ternama lain lagi, maka ia anggap baik ia lepas tangan. Sekarang ia dengar si keponakan mau pulang, ia manggut2.
"Kau mau pulang, baiklah," ia kata. "Bila nanti ada lowongan yang cocok untuk kau, nanti aku kabarkan."
Kie Thian Sin lantas tulis dua pucuk surat buat dibawa pulang kekampungnya dan ia bekalkan dua puluh tail pada keponakannya ini.
Sang encim juga berikan pesanan.
Bouw Pek tidak banyak omong, ia terima semua pesanan sambil janji akan perhatikan itu, setelah unjuk hormatnya ia berlalu. "Kapan kau hendak berangkat, toaya ?" kata pengikutnya Kie Thian Sin. "Bila perlu nanti aku pergi akan bantui kau..."
"Terima kasih buat kebaikanmu" sahut Bouw Pek yang lantas pulang langsung kebio.
Karena semua sudah beres, anak muda ini merasa hatinya lega. Karena ia tidak punya apa2, iapun bisa siapkan pauwhoknya dengan cepat, malah kudanya, si hweesio sudah sediakan. Ia ketemukan semua paderi dari Hoat Beng Sie untuk pamitan, ia menderma sepuluh tail perak, yang mana diterima dengan girang oleh orang2 suci itu. Mereka pujikan ia keselamatan dalam perjalanan.
Bouw Pek tuntun kudanya keluar dari bio, dari Sinsiang Hotong sampai dijalan baru ia loncat naik atas binatang tunggangan itu. la ayun cambuknya. Benar seperti ia bilang pada Siauw Hong, ia menuju ke Ciang-gie mui. Baru saja ia sampai dipintu kota dan hendak lewatkan itu, tiba2 dari sebuah kereta yang berhenti dipinggir jalan kelihatan Siauw Hong lompat keluar dan turun.
Orang Boan ini pakai pakaian biasa, kepalanya ditutup dengan kopia kecil. Ia menghampirkan dengan air muka tersungging senyuman.
"Hiantee!" ia menegor "Benar, kau bilang mau berangkat, lantas kau berangkat! Aku telah tunggu kau disini lama juga, aku hendak antar kau !"
Bouw Pek tercengang sedetik, tapi ia lantas bersenyum. Ia mau lompat turun dari kudanya, tapi sobatnya cegah ia.
"Jangan turun !" Siauw Hong bilang "Aku nanti naik keretaku, aku tidak mau antar jauh pada kau, hanya sampai di Kwan siang, lantas aku mau pulang kembali !"
Ia naik atas keretanya dan Hok Cu segera kasi jalan kereta itu. Mereka bicara sambil berendeng, satu diatas kuda, satu diatas kereta. Siauw Hong nampaknya gembira.
"Hiantee, seberangkat kau aku kesepian!..." ia kata.
Tapi ucapan ini bikin Bouw pek tertusuk, hingga ia jadi masgul. Ia bisa mengerti, yang sobatnya akan kesepian, seperti ia sendiri sudah merasakan,
Sejak tadi hawa udara bagus dan langit terang, apa mau mendadak dalam sekejap saja awan hitam bergumpal2 dibawa angin utara yang menderu2, hingga hawa jadi sangat dingin. Salyu memangnya belum lumer semua, dari daun2 diatas cabang pohon salju turun jatuh menyampok muka orang.
Waktu itu sudah kira2 jam tiga.
"Hiantee kau benar beradat keras dan aneh" akhirnya Siauw Hong kata "Baru kemarin sore kau kembali atau sekarang kau pergi pula Sekarang sudah jam tiga, belum melalui tiga atau empat-puluh lie, langit tentunya sudah gelap! Lain dari itu aku lihat, rasanya akan turun hujan salyu.-
Ucapan yang terakhir ini membikin Bouw Pek tiba2 ingat halnya duluan, diwaktu ia antarkan Siu Lian dan ibu ke Soanhoa, bahwa dalam berjalanan dari Soanhoa ke selatan, dibukit Kieyong Kwan San ia telah hajar orang2nya Gui Hong Siang, bahwa kemudian telah hujan besar hingga ia jadi kuyup lepek. Malam itu ia menginap dihotel di Seho shia, esoknya Gui Hong Siang satroni ia, ia ditantang berkelahi, bagaimana ia rubuhkan musuh.Tapi justeru di situ ia jadi berkenalan dengan Tek Siauw Hong. Sekarang setelah setengah tahun sobat itupun amat ia yang hendak pulang kekampungnya. Sekarang ia merasakan benar kebaikannya Siauw Hong sebagai sobat. Karena persobatan ini, Siauw Hong jadi buang uang, buang tempo, dapat banyak cape hati, tapi sobat ini tidak menjadi kecil hati
"Inilah sobat yang sukar didapatkan..." pikir ia, yang terus menghela napas Kemudian ia kata pada sobatnya itu: "Toako, silahkan kau kembali! Dibelakang hari kita akan bertemu pula Barangkali lain tahun, dipermulaan musim, aku akan datang pula ke Pakkhia ini! Aku tentu akan tengok toako !"
"Baik, baik" Siauw Hong jawab "Baiklah, sampai lain tahun dipermulaan musim! Waktu itulah kau datang sendiri atau aku
yang undang kau, kita nanti berkumpul pula. Cuma perjalanan manusia belum bisa ditentukan."
Orang Boan ini tertawa, tertawa dengan meringis. Ia mendadak inuat hal dirinya, yang telah dapatkan banyak musuh, terutama Oey Kie Pok. Bagaimana kalau Bouw Pek sudah tidak berdampingan padanya? Kendati demikian ia tidak mau utarakan kekuatirannya itu pada Bouw Pek.
Bouw Pek bisa duga kesukaran hati itu, ia lantas berkata: "Seperti aku, toako, aku minta kau suka kurangkan
pergaulanmu dengan orang dari kalangan Sungai Telaga. Aku harap kau jangan ladeni Oey Kie Pok. Umpama kala ada orang yang menyebabkan kegusaranmu, aku minta kau suka bersabar, tahan sabar untuk sementara waktu Kau tunggu sampat aku telah kembali ke Pakkhia, waktu itu, aku nanti bikin kau mendapat kepuasan"
Ia lantas tahan kudnnya, berpaling pada orang Boan itu.
Matanya merah sebab terhiarunya hati
"Sudah cukup, toako!" ia kata "Silahkan kau pulang, tidak usah kau mengantar lebih jauh..."
Ia lantas angkat tangannya dan kiongkhiu.
Keretanya Siauw Hong juga lantas berhenti. Siauw Hong sendiri dari atas keretanya segera balas memberi hormat itu.
Sedikit juga Bouw Pek tidak mengunjukkan rasa berat ketika ia mau mulai berangkat.
"Toako, silahkan kau kembali !" Siauw Hong tidak menjaWab, tetapi dengan mata tidak berkesip ia awasi orang larikan kudanya, kuda hitam yang tertampak teras diantara salyu putih melesak. Ia terus mengawasi, kendati orang sudah mulai pergi jauh. Ia tidak merasa yang ia telah kedinginan, sampai tangan dan kakinya hampir beku.
Hok Cu bergidik karena dinginnya hawa salyu masih belum kering, langit berawan, angin utara besar.
"Looya, apa kita pulang sekarang ?" akhirnya ia menegor.
Siauw Hong menoleh pada kusirnya itu, ia melihat kesekitarnya, ia memandang pula kedepan dimana bayangannya Bouw Pekpun sudah tidak kelihatan, ia masih bingung saja. Tapi akhirnya ia manggut.
"Ya, mari kita pulang" kata ia.
Hok Cu segera putar keretanya, lalu sebentar kemudian mereka telah masuk di pintu Ciang-gie-mui.
Pikirannya Siauw Hong terganggu sekali didalam keretanya ia tarik napas panjang beberapa kali. Tatkala mereka sampai di Houw Hong Kio, dari sebelah depan kelihatan seorang menghampirkan, buat terus mengasi tanda agar kereta itu dikasi berhenti.
"Tek Ngo Looya !" demikian berkata orang itu. "Aku punya urusan penting"
Siauw Hong duduk diam di keretanya, ia pandang orang itu pakaian siapa rombeng dan kotor, muka kuning dan tubuh kurus. Ia seperti kenal orang itu, akan tetapi ia lupa, hingga ia berpikir. Belum terlalu lama, ia segera ingat orang ini, yalah orang yang duluan datang padanya dengan warta dari Bouw Pek. Dia itu adalah yang dipanggil Siauw Gia Kang, si Kala Kecil.
"Ada apa?" ia lantas tanya. "Coba kau bicara !" Siauw Gia Kang datang dekat sekali ke kereta, agaknya ia ketakutan.
"Ngo Looya, aku justru hendak pergi kegedungmu untuk menyampaikan kabar," kata ia dengan pelahan. "Aku dengar kabar, sekarang ini Kim khio Thio Giok Kin tidak pulang ke Holam, ia dan kawan2nya hanya berkumpul di Poteng. Kemarin dulu. Siu Bie too Oey Kie Pok malah sudah kirim Gu tauw Hek Sam kesana. Rupanya Siu-Bie too masih berpikir akan ganggu kau Warta ini bikin Siauw Hong kaget
"Benar seperti dugaanku, Oey Kie Pok tidak mau gampang2 berhenti memusuhi aku" pikir ia. "Siauw Gia Kang ini seorang miskin, akan tetapi ia ketahui banyak hal. Aku memang kekurangan pembantu sebagai ia, baiklah aku pakai tenaganya."
Meskipun hatinya goncang, pada wajahnya orang Boan ini unjuk ketenangan, malah ia sengaja unjuk senyum ewah.
"Biarlah mereka berdaya upaya akan ganggu aku, aku nanti siap akan tunggu mereka!" ia kata dengan suara nyaring. Tapi ia lalu sengaja tanya : "Apakah kau ketahui Lie Bouw Pek telah pergi kemana?"
"Bukankah Lie Toaya kemarin sore baru masuk kedalam kota?" Siauw Gia Kang balik menanya. "Apakah ia tidak pergi ke rumah looya?"
Siauw Hong bersenyum.
"Aku hanya sengaja tanya kau" ia bilang, "aku hendak ketahui kau tahu atau tidak yang ia telah pulang. Sekarang aku terangkan padamu, Lie Toaya sudah pergi pula, aku baru saja antar ia keluar kota. Lie Bouw Pek sudah pergi, buat sementara waktu ia akan kembali. Kalau kau nanti ketemu orangnya Oey Kie Pok, kau boleh kasi tahu mereka, bahwa aku Tek Siauw Hong bukan karena telah pakai si orang she Lie sebagai pahlawan, maka aku berani tinggal di Pakkhia sebagai hoohan!" Siauw Gia Kang tertawa apabila ia dengar ucapan itu. "Siapakah yang tidak ketahui nama besar Ngo Looya ?" ia
kata. "Kau peroleh namamu bukan baru satu atau setengah
tahun! "
Siauw Hong tidak perdulikan umpakan itu. Ia kata "Kalau nanti kau dapatkan kabar apa-apa, kau boleh lekas kasi tahu padaku! Jikalau kau perlu uang, kaupun boleh bicara padaku
!"
Setelah itu ia suruh Hok Cu jalankan keretanya.
Hatinya si Kala Kecil girang sekali, karena sekarang ia telah ikat tali persobatan dengan Tek Siauw Hong. Ia lantas ngeloyor pergi buat selanjutnya dengar2 keterangan mengenai Oey Kie Pok dan si orang Boan itu, untuk mengasi kabar supaya ia bisa dapat upah.
SIAUW HONG pulang kerumahnya dengan masih berpikir keras.
Kepergiannya Bouw Pek tidak bisa dijadikan rahasia" ia pikir, "maka itu aku perlu bicara seperti tadi pada Siauw Gia Kang, agar Oey Kie Pok mendapat tahu. Biarlah Kie Pok insaf, bahwa aku tidak selamanya mau andalkan Bouw Pek. Kalau Kie Pok satu laki2 dan punya kepandaian, ia mestinya cari Bouw Pek. Tapi aKu tahu benar Kie Pok adalah orang rendah, ia tentu akan gunai ketika ini akan cari aku
Dan ini adalah dugaan yang bikin orang Boan ini berduka.
Baru saja Siu Jie tukarkan sepatunya, yang basah terkena salju dan Siauw Hong hendak salin pakaian, ia lihat Siu Lian bertindak masuk, maka lekas2 ia berbangkit.
"Duduk, nona duduk !" ia mengundang dengan manis sambil tertawa.
Pada wajahnya Siauw Hong unjuk kegirangan, hatinya adalah Thian yang ketahui. Ia kuatir bukan main yang si nona nanti tanyakan ia halnya Beng Su Ciauw dan Lie Bouw Pek hal2 yang membikin ia sakit kepala..."
Benar saja nona Jie telah tanyakan, apa yang Bouw Pek bilang dan bagaimana kabarnya perihal Beng Su Ciauw Baiknya ia bisa berpikir dengan cepat.
"Tentang Beng Jie siauwya belum ada kabar apa2" ia menyahut. "Lie Bouw Pek baru pulang satu hari, tetapi sekarang ia telah pergi pula, aku baru saja kembali habis antarkan ia keluar dari Ciang-gie-mui. "
Parasnya Siu Lian berubah dengan segera.
"Kenapa Bouw Pek baru pulang dan pergi lagi ?" ia tanya. "Adatnya Bouw Pek memang aneh," Siauw Hong jawab.
"Kalau ia mau pergi, siapa juga tidak sanggup cegah ia. Sekali ini ia berangkat pulang ke Lamkiong, boleh jadi lain tahun dibulan dua atau tiga baru ia akan kembali ke Pakkhia"
Siu Lian gigit bibirnya. Tapi ia sudah lantas berpikir, maka ia tidak kata apa2. Ia hanya lalu menghela napas.
"Kau baik jangan ibuk, nona" Siauw Hong lalu menghibur. "Aku minta kau suka bersabar dan tinggal tetap sama kami disini, nanti kalau Lie Bouw Pek sudah sampai di Kielok dan telah berhasil mengundang suheng kau, kita baru pikir pula bagaimana baiknya."
Siu Lian berduka.
"Mana aku punya suheng ?" kata ia dalam hatinya. "Ia tentu maksudkan sutit dari ayahku, ialah Kim-piauw Yok Thian Kiat. Tapi ia berada jauh di Holam. Atau barangkali dimaksudkan bekas pegawai ayahku, yalah Sun Ceng Lee. Cui Sam dan Lauw Keng. Mana mereka ini mampu bantu aku "
Meski ia pikir demikian, tapi Siu Lian tidak utarakan itu. "Nah silahkan Ngo-ko beristirahat" kata ia, yang terus
undurkan diri. Siauw Hong awasi orang pergi sambil bersenyum dengan masgul...
Siu Lian masuk kedalam kamarnya, ia tungkulkan diri dengan duduk diam, karena dirumahnya Siauw Hong ia tidak punya pekerjaan apa juga. Hari itu udarapun mendung dan angin meniup keras.
Malamnya nona kita duduk sendirian menghadapi api. Dengan japit kuningan ia betulkan bara perapian. Karena berada sendirian, ia teringat pula segala apa yang telah lewat. Ia tidak mengerti kenapa Bouw Pek seperti selalu mau menyingkir dari ia.
"Mestinya Bouw Pek ketahui baik halnya Su Ciauw, melainkan ia tidak mau ketemui aku, ia tidak hendak menutur jelas" ia menduga "Aku tidak bisa diam secara begini saja. Baik besok aku susul ia, akan minta keterangannya. Aku tidak boleh berlaku likat2 lagi, malah bila perlu, biarlah kita berbentrok asal ia mau bicara ! Biar orang cela aku tak berbudi, aku tidak boleh lepaskan ia sebelumnya ia cerita segala apa!. "
Setelah berpikir begini, baru Siu Lian bisa naik kepembaringan Ia tidur dengan padamkan api.
Esoknya pagi langit tetap mendung. Sedari pagi2 salju terus turun.
Seperti biasanya, pagi2 Siauw Hong sudah dandan dan dengan ajak Siu Jie ia pergi ketempat kerjanya. Tapi inilah apa yang ditunggu2 oleh Siu Lian ! Setelah lihat tuan rumah pergi, ia segera dandan dan siapkan pauwhok, kemudian dari jendela ia intip Tek Naynay pergi kekamainya loo thaythay, lalu ia bertindak keluar dengan cepat. Ia tenteng pedang dan pauwhok dikedua tangannya. Ia menuju langsung keistal kuda, dimana ia siapkan binatang tunggangannya.
Seorang bujang lihat nona ini, ia tidak berani mencegah maka ia lari kedalam untuk mengasi laporan kepada Tek Naynay. nyonya rumah jadi bingung, terutama karena ia tidak bisa pergi keistal akan betot kembali nona itu. Maka ia segera kirim dua bujang perempuan akan coba cegah si nona.
Siu Lian sudah tuntun kudanya sampai dipintu luar, ia baru hendak loncat naik atas kudanya, ketika dua bujang perempuan itu muncul sambil berlari.
"Nona, kembali ! Nona, kembali!" mereka ini berteriak. "Toa-naynay lagi ibuk dan ketakutan, katanya kalau sebentar looya pulang, toanaynay bisa mendapat susah !"
Bujang yang sampai duluan sudah lantas tarik tangan bajunya nona Jie.
"Jangan, nona, jangan pergi !" kata ia sambil tertawa alaman. "Nona jangan pergi!. "
Tapi Siu Lian buka matanya lebar2.
"Jangan pegang aku " ia membentak seraya tarik tangannya.
Bujang itu kaget, sampai ia mundur dan kerempat jatuh ! Melihat demikian, Siu Lian toh tertawa.
Kemudian nona ini kata dengan tetap :
"Hari ini siapa juga tidak bisa cegah aku Pergi kau beritahukan toa-naynay, bahwa aku hendak pergi, lewat lagi beberapa bulan baru aku akan kembali ! Pada looya juga kau mesti beritahukan ini, sekalian sampaikan ucapan terima kasihku."
Setelah kata begitu ia loncat naik atas kudanya, kabur diantaranya salju yang bertebaran ditanah
Sekeluarnya dari Sam tiauw Hotong, tujuan adalah jurusan barat.
Salyu masih turun, tetapi halus sekali, dijalan tidak ada banyak kereta, maka itu Siu Lian bisa pelahankan lari kudanya. Ia perlu jalan perlahan, karena tidak kenal jalan2 dikota raja dan perlu sebentar2 menanya orang. Secara begini baru ia bisa keluar dari Ciang-gie-mui.
Diluar kota orang yang berlaLu-lintas jarang sekali, sudah begitu salju mulai turun secara besar. Maka jalan sudah lantas menjadi licin, hingga menyukarkan bagi kuda si nona, meski kuda itu sebenarnya gagah. Terpaksa binatang itu dikasi jalan pelahan2.
Siu Lian juga merasakan hawa udara yang dingin, karena ia pakai celana dan baju warna hijau yang biasa. Ia menjadi ibuk, sedang sebenarnya ia hendak bedal kudanya. Maka akhirnya ia jadi masgul sekali.
"Lihat, Beng Su Ciauw !" si nona ngelamun seorang diri. "Lihat, bagaimana sukar aku mencari kau ! Kalau nanti kita bertemu, aku ingin ketahui apa nanti kau bilang terhadap aku?"
"Dan kau, Lie Bouw Pek, apa sebenarnya kau pikir?" ia ngelamun lebih jauh. "Diwaktu ayah dan ibu masih hidup, kau telah bantu kami dengan sungguh2, sekarang setelah aku yatim-piatu dan keadaanku begini menyedihkan, kenapa kau tidak sudi menemui aku sekalipun? Aku tahu, kau bukannya seorang yang tak punya liangsim ! Apa barangkali kau anggap aku ini nona dari kalangan kangouw saja?"
Nona ini jalankan kudanya sambil tunduk, ia merasakan kesepian dan iseng sekali.
Berapa jauh ia sudah jalan, inilah Siu Lian tidak ketahui, ketika dibelakangnya ia dengar suara riuh dari kelenengan kuda, disusul dengan suara teriakan berulang : "Minggir! Minggir! Tolong minggir" Maka ia segera menoleh.
Seekor kuda sedang mendatangi dengan lekas, penunggangnya seorang bertubuh kate dan gemuk, kepalanya memakai peci yang. rapat dan tubuhnya berkerobong mantel kulit kambing yang bulunya tebal. Dar1 mulutnya orang itu, juga dari mulut kudanya, menghembus keluar hawa putih.
"Siapa dia ? Apa dia bikin ?" pikir Siu Lian.
Kapan penunggang kuda itu lewat disamping nona kita, ia mengawasi dengan mata tajam, tetapi karena kudanya jalan cepat, sekejap saja ia sudah melewati, hingga kemudian tertampak punggungnya saja.
Mendadak Siu Lian ingat suatu apa!
"Apakah ia bukannya anggota rombongannya Biauw Cin San dan Thio Giok Kin?" ia berpikir. "Apa mereka telah dapat tahu aku sudah meninggalkan Pakkhia dan sekarang hendak susul aku, supaya mereka bisa serang dan bunuh aku ditengah jalan? Tapi takut apa?"
Dan Siu Lian keprak kudanya dikasi lari, untuk susul penunggang kuda itu. Tetapi ia sudah ketinggalan jauh dan penunggang kuda itu lenyap dari pemandangan...
"Aku mesti berhati2 sekarang," pikir Siu Lian kemudian. "Dijalanan biasanya ada orang jahat dan aku punya musuh2, yang aku tidak kenal..."
Maka itu ia lalu siapkan siangtoonya.
Hari itu Siu Lian bisa lewati sungai Enteng, ia jalan terus, maka pada malam jam dua barulah ia sampai di Tiang sin- tiam. Ia singgah dihotel dan mengambil kamar.
Bersendirian saja diwaktu malam, dengan menunggang kuda dan bekal senjata tajam, keadaannya sebenarnya mencurigakan, tetapi waktu berhadapan dengan pengurus penginapan ia unjuk sikap yang tenang.
"Tolong kasikan aku sebuah kamar yang bersih dan tolong piara kudaku," demikian ia kata. "Aku piauwtauw dari Coan Hin Piauw-tiam dari Yankeng, aku hendak pergi ke Taybenghu untuk urusan penting. Diwaktu kembali aku akan ambil pula kamar disini"
Keterangan ini memberikan hasil bagus, karena tuan rumah lantas siapkan apa yang diminta dan kuda segera dirawat. Maka dengan tenteng pauwhok dan pedangnya Siu Lian lantas masuk kedalam kamarnya Tuan rumah telah gantung lampu ditembok.
"Kami sedia mie dan nasi, apa nona niat makan?" "Bawakan saja satu mangkok mie," sahut si nona.
Tuan rumah lantas undurkan diri. Di-dalam ia kata pada kulinya :
"Dikamar tamu ada piauwsu, ia bawa sepasang golok, bugeenya mestinya lihay..."
Siu Lian duduk menantikan, didalam kamar ada perapian, ia merasa tubuhnya hangat, maka belum selang lama lelahnya hilang. Cuma diluar kamar angin masih meniup2, salju belum berhenti berterbangan turun.
"Sekarang aku telah terpisah tujuh atau delapan puluh lie dari Pakkhia, Siauw Hong mestinya ibuk bukan main." Siu Lian pikir. "Ia ingin nikahkan aku pada Bouw Pek, mana ia ketahui perasaan hatiku. "
Ia tidak teruskan lamunannya, ia hanya menghela napas. "Penunggang kuda kate dan gemuk tadi mestinya punya
urusan penting" pikir Siu Lian lebih jauh "kalau tidak, diwaktu turun salyu dan angin dingin dan ia sendirian saja, kenapa ia lakukan perjalanan demikian cepat? Ia mencurigakan. "
Tempo tuan rumah datang dengan mie, nona Jie berhenti berpikir dan lantas dahar.
"Apa salyu sudah berhenti?" ia tanya. "Belum, malah turunnya makin besar" sahut tuan tumah. "Barangkali hujan salyu tidak akan berhenti dalam satu hari ini. Nona jangan kuatir, disini kau bisa berdiam lagi satu atau dua hari. "
Kemudian ia tambahkan : "Diwaktu turun salyu, jalanan sukar untuk dilintasi. Sekarang sudah musim dingin ditengah jalan suka muncul begal"
"Tapi aku tidak takut!" kata Siu Lian.
Tuan rumah lihat golok tamunya dan pandang romannya: muda dan manis.
"Aneh" pikir ia. "Bagaimana seorang nona bisa menjadi piauwsu?"
Tapi ia tidak berani menanyakan.
"Kalau mie belum cukup, nona bisa minta lagi," kata ia yang terus undurkan diri.
Siu Lian manggut, ia makan terus.
Belum lama diluar terdengar suara nyaring :
"Aku numpang tanya, tuan rumah, apa disini ada seorang Lie Toaya ?" demikian suara itu.
Siu Lian terperanjat Lie Toaya ! Apa itu bukan Bouw Pek ?
Ia lantas pasang kuping.
Seorang jongos terdengar menyahut.
"Lie Toaya yang mana, tuan ? Ia berdagang apa ?"
"Ia bukan pedagang" kata orang diluar. "Ia anak muda, yang baru kemarin berangkat dari Pakkhia, lantaran turun salyu aku kira ia singgah disini. Ia bernama Lie Bouw Pek"
Tidak tempo lagi, Siu Lian taroh mangkok dan sumpitnya dan bertindak keluar. Ia segera lihat sikate dan gemuk, yang sedang bicara pada tuan rumah. "Siapa dia? Kenapa ia kenal Bouw Pek? Apa benar Lie Toako menginap disini?" begitulah pertanyaan yang muncul diotaknya si nona.
Tuan rumah berlaku baik, ia masuk kedalam, tanyakan sekalian tamunya apa diantara mereka ada Lie Bouw Pek, kemudian ia keluar pula dan kata pada orang itu :
"Disini tidak ada tuan Lie Bouw Pek. Ada juga dua orang she Lie, tetapi mereka saudara2 kulit. Coba tuan tanya Thio Kee Tiam disebelah"
Si kate-gemuk itu berdiri diam, agaknya seperti kurang percaya.
"Aku sudah tanya hotel2 lain dan semua menjawab tidak ada," kata ia seorang diri. "Apa bisa jadi Lie Toaya lanjutkan perjalanannya diyalani hujan salyu? Baik, aku mesti susul ia malam ini juga!.."
Ia putar tubuhnya dan pergi samperkan kudanya. Siu Lian maju kedepan.
"Tuan, tunggu dulu!" ia lalu menegor. Ia merasa sangat heran.
Tapi si kate-gemuk seperti tidak dengar panggilan itu, ia Ioncat naik atas kudanya, larikan tunggangannya kejurusan selatan.
Siu Lian libat orang menghilang ditempai gelap, ia menghela napas. Ia balik kedalam kamarnya.
"Rupanya Bouw Pek pergi belum seberapa jauh," ia pikir "Kalau aku berangkat dengan lawan hujan salju, dalam satu hari aku barangkali bisa susul dia..."
Si nona lantas ambil putusan. Ia lekas makan habis mie itu, setelah itu ia teriaki tuan rumah akan lakukan pembayaran. Kemudian ia tenteng pauwhok dan siangtoonya, yang ia bawa keistal, dimana ia selakan kudanya. Ia tidak perdulikan tuan rumah awasi ia dengan keheranan,
"Apakah kau tidak mau nginap nona? Besok, diwaktu langit terang, kau boleh lanjutkan perjalananmu! Sekarang sudah hampir jam tiga, jalanan licin, banyak saljunya, kudapun sukar jalan..."
Tapi si nona tidak memperdulikan.
"kau tahu, aku punya urusan penting sekali," kaia ia yang terus loncat naik atas kudanya dan kasi binatang itu jalan melaju kearah selatan. Ia mesti jalan dengan pelahan, karena sekarang iapun perlu perhatikan tapak2 kuda dari kudanya si kate gemuk.