JlLlD 14
"KELIHATANNYA sakitku ini tidak berarti" sahut ia sambil menghela napas. "Rupanya aku telah terkena angin dingin. Aku belum undang thabib aku hanya makan beberapa butir yohwan. Sesudah mengaso dua tiga hari, barangkali aku akan sembuh."
Sembari kata bagitu, matanya Bouw Pek memandang kemejanya, dimana sekarang terletak sebatang pedang ialah pedang pemberiannya Tiat Siauw Pweelek, yang diwaktu malam lenyap tercuri orang. Ia lantas bersenyum.
"Saudara Jie," berkata ia, "ketika kemarin ini aku layani Jie ya main pedang dan kau telah lihat ilmu pukulanku dan lantas peringati Jie ya, aku lantas ketahui yang kau seorang ahli silat, maka selanjutnya aku perhargai diri kau. Pada Tek Lok aku telah minta keterangan, adalah diri dia itu aku ketahui kau orang she Jie. Aku menyesal yang Tiat Jie-ya sudah tidak mampu melihat orang Kau punya kepandaian tinggi, kenapa kau diantapi mendekam dikandang kuda? Aku telah pikir, aku mesti ketemui Jie ya guna kasi tahu tentang dirimu. Kemarin aku kunjungi Jie ya, ia kebetulan tidak ada diistana. "
Tetapi Siauw Jie goyang kepala.
"Jangan, toako. pada Pweelek ya jangan kau sebut aku, ia minta. "Pekerjaan meroskam kuda itu adalah pekerjaan yang aku sendiri inginkan. Sudah hampir satu tahun sejak aku datang dan bekerja di Pweelek hu, tetap hari kecuali melakukan kewajibanku aku tidak mau urusan lain. adalah nama kau yang terkenal, sudah sejak sebulan yang berselang aku dapat dengar orang buat sebutan. Kemarin ini waktu hal toako piebu dengan Jie ya, aku kagumi benar ilmu ulat kau yang luar biasa itu. Kau bisa bergerak dengan gesit sekali. Aku sampai lupa diri, hingga diluar keinginan aku telah buka suara. Oleh karena itu, aku mesti terima seselan oiang. Pasti sekali aku tidak sudi berurusan daigan orang2 semacam mereka itu. Tempo hari itu meu menyaksikan Jie ya kasih hadiah pedang pada toako aku kagum bukan main, sebab tertariknya hatiku. Begitulah malamnya aku telah datang kemari, kesatu aku ingin minta pelajaran dari toako dan kedua aku ingin pinjam lihat pedang tua itu Sekarang pedang tua itu aku sudah lihat, aku dapat kenyataan, meski benar pedang itu sudah tua tetapi tajamnya tidak seberapa Aku tahu toako tentu telah pikirkan pedang itu. maka sekarang aku telah bawa itu buat dipulangkan. Buat perbuatanku, aku minta toako sudi maafkan aku. "
"Pedang itu aku tidak pakai, baik kau ambil, saudara Jie, aku suka kasihkan itu pada kau," ia bilang. "Kemarin malam kau datang dengan pakai tutup muka, kendati demikian, aku sudah ketahui, kau adalah orang itu, maka juga dihari kedua aku lantas cari kau. Bukannya maksudku saudara Jie, buat minta pulang pedang itu! Saudara Jie, ijinkan aku omong terus terang. Aku masih muda, aku merantau belum cukup lama, akan tetapi Gui Hong Siang, oey Kie Pok, Kim too Phang Bouw dan lain2, semua orang2 yang namanya tersohor, aku telah pernah tandingi. Ternyata mereka sebenarnya orang biasa saja. Untuk menangkan mereka itu emua, aku telah tidak gunakan terlalu banyak tenaga Tapi saudara, kemarin malam, waktu aku berhadapan kau, barulah aku betul2 ketemu lawan! Saudara, dengan bermain2 dengan kau aku girang bukan main, pertama aku kagum, kedua karena aku sanggup layani kau! Saudara, oh, aku girang bukan main!"
Bouw Pek begitu gembira, hingga ia mau bangun, tetapi apa mau kepalanya berat, kakinya lemas, ia tidak sanggup berbangkit, sedang Siauw Jie juga sudah lantas mencegah. "Jangan bergerak, saudara Lie, kau rebah saja!" "Saudara Jie, aku masih belum belajar kenal dengan kau"
kata tuan rumah, sambil mengawasi dengan tajam. "Saudara, aku masih belum ketahui nama kau yang besar dan kau asal mana..."
"Aku asal Tho kee kauw," ia menyahut, "sedan masih kecil aku telah tidak punya ayak bunda, maka kesudahannya aku jadi hidup terlunta-lunta dikalangan Sungai Telaga. Ada orang panggil aku Siauw Jie, atau Jie Muda, ada juga yang panggil Jie Jie, yaitu Jie yang kedua .....
Itu adalah jawaban yang menyimpang, dari situ Bouw Pek ketahui orang masih belum mau kasih tahu namanya yang tenar.
"Pasti ia seorang yang mempunyai riwayat" ia pikir. "Ia tinggal di pweelek hu secara merendahkan diri, itu mesti ada maksudnya yang tersembunyi, atau ia lakukan itu karena terpaksa. Sekarang kita baru kenal, aku tidak boleh desak ia, ia niscaya tidak mau omong terus terang, maka baiklah aku bersabar, sampai persobatan kita sudah cukup kekal
"Oleh karena aku tidak punya tempat simpan, pedang ini baiklah ditinggal disini," berkata pula Siauw Jie, "jikalau nanti aku perlu dan hendak pakai, aku nanti datang kemari akan minta pada toako. Kau sakit toako, kau tidak boleh alpa, kau perlu lekas panggil thabib."
Bouw Pek berterima kasih buat perhatiannya itu.
«Terima kasih, saudara Jie" la menyahut. "Kau tidak usah kuatirkan aku, aku nanti minta tolong hweeshio disini pergi panggilkan thabib. Kalau sebentar kau pulang, tolong beritahukan Jie ya, bahwa aku lagi sakit dan karena itu baru satu dua hari lagi aku bisa berkunjung padanya."
Siauw Jie manggut.
"Aku nanti Sampaikan omongan toako ini," ia kata. "Sekarang silahkan toako mengaso, aku hendak pulang, besok aku nanti datang pula."
"Terima kash, saudara. Maafkan aku, aku tidak antar kau," berkata Bouw Pek. Siauw Jie manggut, lantas ia bsrlalu.
"Kelihatannya orang she Jie ini jujur, ia pikir Bouw Pek setelah perginya tamunya itu. "ada harganya bagiku buat ikat tali persahabatan padanya Aku hanya heran, begitu gagah dan masih muda, kenapa ia sudi menjadi bujang istal, menjadi tukang roskam kuda Itu toh Suatu pekerjaan rendah
Sebenarnya Bouw Pek merasa heran dan masih hendak pikirkan halnya Siauw Jie itu, akan tetapi mengingat sakitnya dan kepala pusing, ia lantas coba lupakan. Tidak lama hweeshio datang menengoki, tapi ia berat buat buka mulutnya
Ia tahu, jikalau thabib dipanggil, siapa yang nanti belikan dan masakkan obat? Ketika hweeshio itu berlalu, ia jadi sedih
sendirinya. Beginilah orang yang hidup sebatang kara dikampung orang aakit tidak ada yang menengok dan rawati, hingga kalau umpamanya menutup mata, siapa akan urus mayatnya?
Kedukaannya anak muda ini jadi bertambah. kapan ia teringat pada Siu Lian yang sudah tidak punya oraag tua, yang hari depannya guram berhubung lenyapnya tunangannya. iapun teringat pada Siam Nio yang lemah. yang ia percaya telah menjadi korbannya pengaruh dan uang.
Sehingga lewat tengah hari Bauw pek belum dahar, sedang buat minum air saja tidak ada orang yang bawakan ia air teh. Semua menambah kedukaannya, pikirannya jadi pepat. Adalah disaat ini, kupingnya dapat dengar suara tindakan diluar kamar. Ia lekas memandang kepintu, akan akhirnya tampak Siauw Jie datang pula.
Siauw Jie layani sobat ini minum teh. ia lihat sang waktu masih belum malam, maka ia pergi keluar, diwaktu bilik lagi ia datang bersama thabib. Bouw Pek lantas diperiksa, terutama nadinya. susudah itu thabib itu menulia surat obat dan kemudian pergi. Siauw Jie pun pergi untuk beli obat, ketika ia pulang, ia sekalian bawa anglo, sepiauw arang, beras dan lain2. Lebih dulu ia masak obat, lantas masak bubur. Maka sehabis makan obat, bouw Pek bisa lantas dahar bubur dan minum teh. "Hiatee, terima kasih buat kebaikanmu ini," kata si sakit ia sangat bersyukur. Ia merasa sangat berhutang budi.
"Jangan kau berkata demikian, toako" kata Siauw Jie dengan sungguh, nampaknya ia kurang senang. "Aku minta kau jangan seejie, tidak berarti apa2 bagiku akan merawat kau, apa yang aku harap adalah kau mengaso dan lekas sembuh. Kalau nanti kita sudah lama bersobat, baru kau akan dapat ketahui, aku si Siauw Jie orang macam apa"
Selagi mereka bicara tiba daun pintu ada yang tolak dari luar dan seorang gemuk bertindak masuk berbareng dengan ucapannya yang berlagu lidah Shoasay, katanya
"Bagaimana eh, Lie Toaya Kau sakit?"
Siauw Jie pasang lampu seraya terus awasi erang yang baru datang itu, yang pun berbalik mengawasinya.
Bouw Pek sudah lantas mengenali siapa si gemuk itu. "Su Ciangkui," ia lantas memanggil. "Aku sedang sakit,
barangkali aku akan meninggal disini "
"Eh Lie Toaya kau jangan ngeco belo " si Gemuk menegur. "Siapa sih orangnya yang tidak pernah dapat sakit? Lewat dua tiga hari, kau tentu akan sembuh?"
"Diwaktu begini bukankah kau sedang repot?" Bouw Pek tanya "Kenapa kau bisa bagikan tempo untuk datang kemari?" "Memang ada bsberapa meja yang penuh dengan tamu.
tetapi orangku sanggup yam mereka sendirian " Su Poan cu jawab. "Sebenarnya sudah dua hari ini aku lihat air mukamu beda dari pada biasanya, aku kuatir kau dapat sakit, dan hari ini kau tidak muncul seantero hari, aku jadi menduga keras bahwa kau sakit. Demikianlah aku datang"
Bouw Pek tertawa, ia menoleh pada Siauw Jie.
"Kau lihat, hiantee," berkata ia. "Benar aku hidup sebatang kara dikota pakkhia ini, akan tetapi peruntunganku baik, buktinya Su Ciang-kui ini, baru satu hari ia tidak lihat aku, ia sudah berkuatir! "
Sebelum orang menyahuti, Su Poan cupun menoleh pada bujang istal itu, "Kau siapa, tuan ?" ia tanya "Bolehkah aku ketahui she kau yang mulia ?"
"Aku orang she Jie." sahut Siauw Jie sembari bersenyum "Saudara ini adalah Jie Jietee," Bouw Pek memberi tahu, "ilmunya jauh lebih liehay daripada apa yang aku bisa" Segera
ia tambahkan : "Hiantee, tuan ini adalah Su Ciangkui yalah tuan dari warung arak diluar gang kita. lapun menjadi sobat kekalku."
Siauw Jie dan Su Poan Iyu bcrkiongkhiu satu pada lain. Masih saja Su Ciangkui mengawasi kenalan baru itu,
barulah ia menoleh pada Bouw Pek.
kau telah undang thabib toaya, sesudah makan obat bagaimana kau rasakan?" ia tanya.
"Thabib bilang penyakit ini tidak berarti" Sauw Jie yang talangi menjawab, "katanya sesudah minum beberapa bungkus obat. ia akan sembuh. Cuma ia perlu mengaso"
Su Poan cu manggut .
"Itulah aku percaya," ia bilang. "Cuma Lie Toaya ini. kendati ia pandai ilmunya dan pandai mencari hiburan tapi pikirannya agak tertutup. Sebenarnya juga, orang muda seharusnya mesti pantang paras elok ..."
Mendengar ucapannya si Gemuk, Siauw Jie tercengang, kemudian ia lekas menoleh pada si sakit.
Bouw Pek pandang si Gemuk itu, ia berniat mencegah orang bicara teius, tetapi Soe Poan coe yang tidak mamperdulikan mukanya bersemu merah, sudah bicara lebih jauh, katanya:
"Apa yang lebih liehay lag1 daripada paras elok adalah sakit rindu "
Bouw Pek tidak bisa tahan sabar lagi, hingga ia menegor: "Soe Ciangkoei , ayo jangan kau ngaco belo"
Tapi si Gemuk yang lucu itu tertawa
"Jangan sembunyi sembunyikan, sobatku " kata ia. Lie
toaya. hayo bicara menurut liangsim kau! Mustahil penyakit kau ini bukan disebabkan Coei Siam? ia nona bunga latar, jikalau ia suka nikah Poan Louw Sam atau mau ikut Cie Sielong, perduli apa antap salya! Kita laki , asal kita punya kepandaian dan kemauan berapa saja nona kita hendak nikah, kita bisa dapatkan! kenapa sih kau mesti selalu pikirkan Coei Siam. hingga kau bikin rusak tubuhmu yang kuat laksana besi? Bunga raya yang tidak punya liangsim, kita jangan buat pikiran! Kau seorang pintar, Lie Toaya, kau sebenarnya tidak usah minum obat, asal kau suka buka matamu dan hatimu dengan sendirinya penyakitmu akan sembuh !. "
Beda dari pada biasanya, Soe Poan coe bicara dengan sungguh sungguh, nampaknya ia sengit atau tidak tenang, tetapi kemudian kelihatannya ia agak menyesal maka ia terpandang Siaaw Jie dan kata pada orang baru ini:
"Aku adalah orang Yang asing suka omong terus terang. urusannya Lie Toaya ini telah bikin aku menjadi ibuk sekali Lie Toaya ini menjadi langgananku dan berbareng sobat baik yang aku hargakan "
Siauw Jie manggut, ia tidak jawab tukang warung itu. Tapi Lie Bouw Pek, yang rebah dipembaringannya, bersenyum tawar.
"Soe Cangkoei, apa yang kau barusan bilang, semuanya tfdak cocok" ia membantah. "Memang aku telah kenal bunga raya, tetapi sekarang ini dia itu aku telah lupakan Sakitku ini sedikit diuga tak ada hubungannya dengan bunga itu!"
Tapi si Gemuk bandel, ia tertawa.
"Sudah cukup Lie Toaya," kerkata ia. "Sekarang baiklah kau mengaso aku tidak mau adu lidah, sekarang aku mau pulang, besok aku nanti datang pula "
Sehabis kata begitu, si Gemuk pandang Siauw Jie dan manggut, lalu bertindak pergi.
Siauw Jie anggap pemilik warung arak itu seorang yang aneh Ia tidak mengerti, kenapa meskipun tubuhnya begitu besar, tindakannya cepat dan tepat.
Lie Bouw Pek bila lihat yang orang merasa heran, maka ia kata:
"hiantee, kau jangan pandang enteng pada tukang warung arak ini! ia memang punya bagian bagian yang istimewa aku telah pernah timbulkan itu kepadanya, tetapi ia tetap menyangkal"
Siauw Jie manggut.
"Aku lihat dia dari sikapnya, dari tindakannya, ia mestinya seorang yang mangerti ilmu silat," ia bilang.
"Aku percaya ia seorang beriwayat" Bouw Pek kata pula. "Tunggulah sampai sakitku sudah sembuh aku mesti cari keterangan untuk mengetahui jelas siapa dia itu. Masih ada beberapa hal lain. yang bikin aku heran, tetapi ah biarlah, tunggu saja lain waktu, nanti dengan perlahan aku bicarakan itu padamu "
Siauw Jie manggut. Ia sebenarnya ingin ketahui halnya Poan Louw Sam dan Cie Sielong serta Coai Siam. ia mau minta keterangan dari Bouw Pek, tetapi melihat orang sedang sakit dan agaknya tidak mau banyak omong ia batalkan niatnya itu.
"Baiklah aku bersabar" demikian ia pikir.
Dengan begitu mereka jadi diam dua duanya. Siauw Jie duduk disamping lampu yang apinya guram. Suasana dalam kamar sunyi diluar tertampak dari jendela rembulan sedang bercahaya indah. Suaranya kutu malam terdengar nyata dalam kesunyian itu.
Lama juga Bouw Pek rebah, akhirnya kedengaran ia merintih beberapa kali ia merasa sekujur tubuhnya panas.
Tukang roskam kuda iu menunjang dagu alisnya mengkerut, suatu tanda ia masgul Rambutnya kusut, pakaiannya bunyak jahitannya, tanda kemiskinannya. Memandang ia dalam keadaannya itu, siapapun tak akan percaya, bahwa ia sebenarnya pandai boegee.
Diam diam anak muda kita menghela napas.
"Didalam dunia ini entah berapa banyak orang gagah yang telah mati menderita didalam kalangan Sungai Telaga" ia pikir, "Di fihak lain, umpama di pwee!ek hoe, segala kauwsoe dan cinteng semua bisa makan enak dan pakaian bagus, hidupnya senang Kenapa tidak ketahui orang sebagai Siauw Jie ini? Dari omongaunya, dari gerak gerakannya, ia bukannya orang sembarangan. Ia juga tentu belum lama ceburkan diri dalam kalangan Sungai Telaga. Kenapa ia tidak punya nama?"
Kendati demikian, Bouw Pek tidak berani lantas tanya asal usulnya.
"Ia berkepandaian tinggi, tetapi ia tidak sudi campur gaul dengan orang jahat ia lebih suka hidup menderita, dari sini sudah terniata ia searang yan£ psga i g kekal dera-jatnya. Kita baru kenal, tetapi ia suka berkorban untuk temani dan rawati aku. Ini juga bukti lain yang menyatakan ia berhati mulia "
Oleh karena ini, anak muda kita jadi makin bersyukur. "Hiantee sekarang sudah bukan siang lagi, pergilah kau
tidur" ia berkata. "Sayang aku tidak punya pembaringan lain selainnya yang aku pakai sekarang Hawa udara sangat dingin. "
Ditegor begitu Siauw Jie sadar dari ngelamunnya, ia terus berbangkit.
"Buat aku tidak ada selimut atau lainnya, tidak apa" kata ia. "Sekarang baru dipermulaan musim rontok, hawa udara belum biasa dibilang terlalu dingin. Besok aku nanti ambil parabot tidur. Toako kau mau minum?"
Ia tuangkan teh. Dan bawakan Itu pada anak muda Kita. Bouw Pek minum sambil menghaturkan terima kasih.
Sebentar kemudian pintu ditutup dan api dipadamkan, berdua mereka masuk tidur.
Esoknya siang Tek Lok datang.
"Jie ya berkuatir ketika ia dengar Lie Toaya sakit, maka ia perintah aku datang menyambangi" berkata hamba yang dipertaya itu. "Jie-ya pun perintah aku undang thabib untuk periksa sakit toaya Thabib itu, Siang Tayhu, adalah tabib pandai, ia akan datang sebentar lagi, karena tadi waktu aku pergi padanya, ia masih mesti pergi kedua rumah."
"Terima kasih" Bouw Pek kata. "Jie ya begitu baik hati, bagaimana aku balas budinya?"
"Jie ya juga perintah aku sampaikan soal ini pada toaya" Tek Lok berkata pula. "Jie ya bilang, apabila toaya perlu uang diminta toaya bilang saja, jangan seejie . Sekarang Jie ya sudah sediakan beberapa puluh tail perak, tatapi kerena Jie ya kuatir toaya sangsi, ia tidak lantas titah aku bawa uang itu"
"Perkara uang, aku masih sedia cukup" Bouw Pek bilang. "Tapi Jie ya tentu perhatikan aku, aku sungguh merasa malu sendiri... " Ia lalu tunjuk Siauw Jie, yang berada disampingnya, ia tambahkan "Tuan Jie ini telah bantu aku, maka kapan sebentar kau pulang, tolong kau sampaikan pada Jie ya umpama kata diistana ia tidak punya pekerjaan lain aku minta supaya ia diperkenankan berdiam lagi beberapa hari sama aku disini Aku perlu orang buat temani aku."
"Itu perkara kecil, aku sendiri bisa kasi putusan" Tek Lok jawab dengan cepat "Biarlah ia berdiam disini, karena diistal ia tidak banyak pekerjaannya."
Tek Lok sudah bicara dengan bawa sikap seperti taykoankee atau kuasa istana, tetapi Siauw Jie disampingnya berdiri diam, sikap dan air mukanya tidak berobah barang sedikit juga. Bouw Pek jadi heran, kenapa Siauw Jie sudi bekerja sebagai bujang dan mesti terima perlakuan seperti menghina dari seorang budak. Meski begitu, ia diam saja, ia tidak mau buka rahasianya si orang she Jie ini pada budak yang pegang kekuasaan atas Pweelek hu itu.
Atas undangan tuan rumah, Tek Lok duduk dan minum teh, sembari bicara ia mau tunggui datangnya Siang Tayhu, yang muncul tak lama kemudian.
Thabib ini adalah salah satu thabib yang terkena! diPakkhia, ia bisa keluar masuk istana raja2 muda atau gedung2 besar, tidak heran kalau tingkah lakunya tinggi. Maka itu, masuk kedalam kamar kecil dari sebuah gereja, bicarapun ia tidak mau, ia lantas periksa nadinya Bouw Pek, bikin resep lantas ngeloyor pergi.
Tek Lok antar thabib itu sampai diluar gereja, lantas ia masuk pula akan periksa surat obat.
"Surat obat ini berharga mahal, biarlah aku yang bawa pulang untuk dibelikan obatnya" ia berkata. "Kami memang punya perhubungan tetap dengan rumah obat Hok Lian Tong" "Aku kira tidak usah kau yang bawa, biarlah sebentar saudara Jie saja yang belikan obatnya" Bouw Pek mencegah.
Tek Lok letakkan surat obat itu.
"Baiklah." ia bilang. "Nah, sekarang aku hendak pulang" "Baik. Tolong sampaikan terima kasihku pada Jie ya" bouw
Pek pesan.
Tek Lok manggut, lantas ia berlalu.
Seperginya budak yang berkuasa itu, Siauw Jie kata pada sobatnya :
"Sungguh baik perlakuan Tiat Jieya terhadapmu toako. Tek Lok ini pengikut Jie ya yang paling dipercaya, sampai Tek Lok diutus menyambangi kau dan mengundang thabib, itu berarti peighargaan atas dirimu.
Bouw Pek manggut.
"Ketika aku masih dipenjara, Jie ya juga perintah Tek Lok beberapa kali datang menengoki" ia kata. Lantas ia menghela napas. "Jie Hiantee. aku benar2 tidak mengerti"ia melanjutkan. "Orang sebagai kau, aku percaya, dalam segala apa mesti bisa angkat kepala, maka aku heran, konapa kau justeru pilih pekerjaan bujang istal istananya Tiat Jieya ....
Kenapa, hiatee ?"
Ditanya begitu, Siauw Jie menghela napas. Sampai lama juga baru ia angkat kepalanya.
"Toako aku hendak bicara secara terus terang padamu," ia menyabut. "Aku ini telah merantau dikalangan Sungai Telaga sejak masih kecil sekali, lantaran itu, sekarang sesudah besan, aku tidak mau merantau pula
"Kalau begitu, kenapa hiantee tidak mau coba pertontonkan kepandaianmu dihadapan Jie ya ?" Bouw Pek tanya pula. "Seperti kau lihat sendiri, Jie ya gemar silat, la hargakan orang orang yang punya kepandaian, siapa tahu andaikata ia angkat kau jadi cinteng? Tidakkah itu lebih baik daripada pekerjaan yang kau pegang sekarang?"
Berulang ulang Siauw Jie goyang kepala.
"Sekarang ini aku tak ingin lakukan itu macam pekerjaan" ia terangkan. "Umpama kata aku menjadi cinteng, segera akan banyak orang yang ketahui aku ini orang macam apa
....."
Bouw Pek terperanjat.
"Kalau begitu, hiantee" berkata ia, "jadinya dengan jadi tukang istal ini kau sedang umpatkan diri? Kau jadinya tak ingin orang kenali kau?..."
Siauw Jie manggut pula disertai helaan napas.
"Toako, sekarang kau telah mengerti, aku minta kau jangan menanyakan lebih jauh" memegat tukang istal ini. "Ringkasnya dalam hatiku aku punya kesukaran yang aku tak dapat Uraikan Tapi Jie Jie tidak takut, tidak takut siapa juga.
Akupun belum pernah lakukan apa yang melanggar undang negeri, aku tinggal di Pweelekhu selaku bujang istal melulu untuk sementara. Aku sekarang lagi uji kesabaran lagi tunggu waktu, apabila ketikanya sudah tiba, aku hendak pergi ketempat lain"
"Hiantee, kalau nanti aku sudah sembuh, aku hendak pergi ke Yankeng, apakah kau suka ikut aku sama pergi kesana?" Bouw Pek tanya. "Di Yankeng aku punya sobat kekal yang bernama Tiat seeciang Tek SiauW Hong serta Sin-tho Yo Kian Tong mereka itu sedang menantikan aku. Disana kita bisa bekerja sebagii piauwsu"
Tapi Siauw Jie goyang2 kepala.
"Ke Yankeag aku tidak mau pergi" ia menyahut.
Bouw Pek heran atas jawaban ini. Ia anggap sobat ini benar2 kukoay. Ketika ia hendak bicara pula, tiba ia lihat Siauw Jie berbangkit. tangannya menyambar surat obat.
"Toako tunggu, aku hendak pergi beli obat" ia kata.
"Kau tidak bawa uang, hiatee. Dikantongku ada beberapa tail, kau ambilah itu."
"Tidak usah, aku juga punya uang" ia kata Dan sembari kata begitu ia bertindak keluar.
Bouw Pek bertambah pusing kepalanya, karena ia tidak mengerti kelakuan yang aneh itu.
Belum terlalu lama Siauw Jie sudah kembali dengan bungkusan obat, ia terus nyalakan api dan masak obat itu. Setelah Bouw Pek minum obat, ia rebahan dan kemudian tidur pulas. Ketika ini digunai olah Siauw Jie buat pulang keistalnya di Pweelek bu, buat ambil perabot tidur.
Hari itu Kie Thian Sin kirim hambanya pergi tengok Bouw Pak, kapan pamannya dengar kcponakannya sakit ia kirimkan uang belasan tail perak.
Malamnya, Su Poan cu juga kirim bujangnya datang membawakan bubur dan lain2 untuk sobatnya yang sakit itu.
Maka itu, kesudahannia, Bouw Pek tidak mengalami kesukaran. Uang sedia, obat dan makanan ada. pelayan juga ada serta kawan yang dapat diajak bicara cuma, sebab selalu mesti rebah dan jadi ngangguk, kadang ia teringat pula pada Siu Lian atau Siam Nio dan setiap habis ingat mereka ini ia jadi masgul berduka dan menyesal Semua kejadian itu ia ingin jadikan pengalaman dan tauladan, agar lain kali ia jangan coba dekati orang perempuan lagi ......
"Siauw Jie benar juga" demikian ia pikir lebih jauh. biar jadi bujang istal, ia merdeka, pikirannya tidak terganggu...
Oleh karena ia bisa hiburkan diri, lewat beberapa hari Bouw Pek telah sembuh dari sakitnya, melulu karena sekian lama mesti diam saja diatas pembaringan ia masih lemah.
"Kau baik mengaso terus, toako" Siauw Jie kasih tahu. "Tentang makananmu dan lain2, kau tetap serahkan padaku" "Dengan begitu aku melulu bikin banyak susah padamu"
Bouw pek bilang.
"semua itu tiada artinya" Siauw Jie yelaskan.
Sudah dua hari Su Poan cu tidak kirim orangnya datang membawa makanan, sebaliknya dari Pweelekhu setiap hari ada datang orang untuk menyambangi sekalian bawakan ia yan oh dan makanan-makanan lain untuk kuatkan badan maka Bouw Pek bukan main bersiukurnya pada Tiat Jieya, yang begitu perhatikan ia.
Hari itu turun hujan kecil, tetapi hawa udara dingin sekali. Maka Siauw Jie pindahkan anglo kedalam kamar, buat pakai itu sebagai perapaian sambil berbareng masak air, masak nasi dan lain2. Dengan begitu, ia juga berada didalam, hingga Bouw Pek bisa pasang omong dengan dia.
"Tuan Lie, apakah kau dirumah?" demikian terdengar pertanyaan dengan tiba suara itu datangnya dari luar dan asing bagi Bouw Psk, hingga ia jadi heran.
Siauw Jie lari membuka pintu dan melihat.
Nyata yang datang ada aeorang hamba negeri, hamba dari Kim-bun Teetook yang duluan tangkap Bouw Pek. Tapi sekarang hamba ini bersikap sabar.
"Tuan Lie, apa dalam beberapa hari Ini kau tidak pergi kemana2?" ia tanya,
"Tidak" menyahut Bouw Pek. Ia bawa sikap tenang. Ia mengerti, dengan hujan2 datang juga, hamba ini mesti ada urusan penting. "Aku telah sakit sudah sepuluh hari lebih. Selama itu aku berdiam dirumah dan makan obat. Sekarang aku sudah sembuh, tetapi aku masih belum turun dari pembaringan. Ada apa kau hari ini datang cari aku, lauwhia?"
Hamba negeri itu duduk dikepala pembaringan, ia keluarkan kantong tembakau buat isap huncwee matanya mengawasi keatas meja dimana ada bungkusan obat, sedang ditanah ia tampak kip-siauw. Iapun lihat muka orang yang perok dan pucat. Akhirnya ia tertawa sendirinya, ia goyang kepala.
"Tidak apa2 !" ia menyahut. "Aku datang melulu untuk melihat kau, Lie Toaya. Toaya, apakah dalam beberapa hari ini kau tidak pernah ketemu Jie ya?"
"Seperti aku sudah bilang, aku diserang penyakit, hingga buat belasan hari aku mesti berdiam saja didalam kamar ini," Bouw Pek menyahut. "Aku tidak ketemu Jieya, tetapi buat sakitku ini aku telah terima banyak sekali budinya jie ya.
Setiap hari tentu Jie ya kirim orang sambangi aku. Ia juga yang undangkan aku thabib dan belikan aku obat"
"Memang, Jieya seorang yang mulia hatinya!" memuji hamba itu. Ia nampaknya berpikir sebentar, lantas ia menanya "Lie Toaya, apakah kau ketahui urusannya Poan Louw Sam dan Cie Sielong?" Mendengar pertanyaan itu, Bouw Pek melegak sebentaran. tapi lekas juga ia geleng kepala.
"Aku tidak kenal mereka itu." ia menyahut. Hamba negeri itu tetap bawa sikap sabar.
"Lie Toaya, aku hendak sampaikan satu kabar baru padamu?" ia berkata pula. "Kemarin malam Poan Louw Sam dan Cie Sielong berada dirumah isteri muda mereka diKauwthio Go tiauw, mendadak ada orang yang datang sambil membawa golok, berdua mereka telah dibunuh mati. "
Mau tidak mau, Bouw Pek terperanjat sampai air mukanya berubah. Bagaimana juga, kabar itu hebat baginya. Itu adalah kejadian yang ia tidak pernah sangka.
Si hamba negeri teruskan omongannya
"Sesudah lakukan pembunuhan itu, si penjahat telah angkat kaki dan kabur, Tidak ada barang apa juga yang lenyap, maka itu orang menyangka itu adalah pembunuhan guna membalas sakit hati. Kami dikantor menjadi sangat repot, begitu lekas kami dengar kabar itu. Gundiknya Louw Sam, yaitu A Go, dan gundikiya Cie Sielong. Siam Nio, serta ibunya gundik ini, Cia Loo Mama, kami telah bawa kekantor untuk didengar keterangannya. Toaya tahu apa? Gundiknya Louw Sam itu telah seret kau, Toaya "
Bouw Pek terkejut hingga tertampak kemurkaannya. "Apakah perempuan itu bilang aku yang bunuh Louw Sana
dan Cie Sielong?" ia tanya.
"Sabar toaya" berkata hamba itu seraya ulapkan tangannya. "Urusan itu tidak bisa ada sangkutannya dengan kau. Memang benar A Go bilang, bahwa Louw Sam dan Cie Sielong bermusuhan dengan toaya, bahwa karena dapat tahu kau telah keluar dari penjara, karena ketakutan mereka tidak berani datang kerumah gandik mereka. Sudah beberapa hari mereka tidak datang, kalau kemarin mereka toh datang, itu disebabkan A Go dan Cui Siam sudah kirim orang minta mereka datang juga. Adalah diluar dugaan, justeru malam itu sudah terjadi pembunuhan. Pembunuh itu seorang gemuk, kedua tangannya, kepalanya semua dibungkus dengan kain Hitam. Bujang perempuan yang tua juga dapat lihat pembunuh itu"
Didalam hatinya, Bouw Pek kaget kapan ia dengar si pembunuh adalah seorang gemuk. Tapi karena itu ia bisa bcrsenyum tawar.
"Syukur aku bukannya seorang gemuk " kata ia. Hamba itu mengawasi sambil bersenyum.
"Kami dikantor semua ketahui itu, maka kami juga tidak curigai kau toaya" berkata ia. "Tapi oleh karena A Go ada sebut nama toaya, sep kami tidak bisa tidak kirim aku kemari untuk menyambangi toaya, guna mencari keterangan "
"Keterangan apakah bisa didapat dari aku?" kata Bouw Pek dengan bersenyum dingin. "Benar Poan Louw Sam telah fitnah aku dan benar aku benci dia akan tetapi perbuatan demikian datangi orang di waktu malam dan membunuh. perbuatan yang rendah, aku Lie Bouw Pek tak nanti sudi lakukan!
Sementara itu sudah beberapa hari aku rebah karena sakit, mana aku ada tenaga dan mampu lakukan itu? Andaikata kau tidak percaya aku. kau boleh cari thabib yang diundang oleh Tiat Pweelek untuk mengobati aku, akan dengar keterangannya, kau boleh tanya padanya aku sakit benar atau berpura2 saja"
Dijelaskan demikian, hamba negeri itu tertawa, meskipun sebenarnya ia mesti merasa jengah atau likat.
"Bukankah siang2 aku telah terangkan, toaya?" berkata ia sambil tertawa. "Dikantor kami apa juga tidek ada yang curigai toaya Malah buat menduga saja, kami tidak berani, Jikalau demikian, tidaklah perlunya kau datang meminta keterangan dari aku?" Bouw Pek bilang. "Poan Louw Sam dan Cie Sielong itu setiap hari andalkan uang dan pengaruh mereka, tidak ada kejahatan yang mereka tidak lakukan, maka itu bisa dimengerti. bahwa orang yang telah jadi korban mereka banyak, entah berapa banyaknya!" "Dikota raja ini aku punya banyak sanak dan sobat, aku tidak bisa pertaruhkan jiwaku buat singkirkan dua manusia busuk itu, jikalau orang lain, itu urusan mereka sendiri!"
Bouw Pek bicara dengan lagu dan roman menyatakan ia sangat mendongkol dan berbareng juga merasa puas, karena kebinasaannya Poan Louw Sam dan Cie Sielong memang membikin ia puas.
Hamba negeri itu tidak kata apa2 lagi, apa pula ia memangnya percaya, pembunuhan itu tidak bisa diadi perbuatannya anak muda ini, maka tidak lama berselang ia berbangkit untuk pamitan.
"Lihay" kata Bouw Pek seperginya hamba negeri itu, "baiknya aku kebetulan sakit, jikalau tidak, lagi aku mesti berurusan dengan pembesar negeri dan dalam perkara yang lebih hebat..."
"Itulah belum pasti, toako" Siauw Jie borkata. "Tidakkah saksi2 perempuan sendiri bilang, sipembanuh berbadan gemuk?"
Bouw Pek berdiam, ia berpikir, lalu ia bcrsenyum.
Berulang2 ia manggut2.
"Toako, apa benar kau kenal Cui Siam, gundiknya Cie Sieloag itu?" kemudian Suuw Jie tanya.
Ditanya begitu, Bouw Pak merasa malu sendiri. Ia menghela napas.
"Saudara, betul pantangan paling keras untuk anak muda adalah perkenalan dengan nona nona," ia berkata. "Selama setengah tahun ini aku sangat menderita oleh karena aku kenal orang perempuan, hingga semangatku jadi seperti telah buyar pergi... Aku merasa tidak beruntung lantaran adanya perkenalan itu. Sekarang aku mengerti, sekarang aku menyesal bukan main Saudara jikalau kau suka dengar aku
nanti menuturkan"
Siauw Jie bersenyum. Ia memang ingin ketahui hal ihwalnya jago muda ini, maka pengutaraan itu ia sambut dengan girang sekali.
"Silahkan, toako" ia bsrkata seraya terus pasang kuping. Bouw Pek bersenyum secara menyedihkan.
"Dalam satu tahun ini, dua kali aku telah mengalami pertemuan yang berkesudahan bikin hatiku terluka," ia mulai "Pertama adalah perkenalanku dengan nona tetangga daerah, yaitu nona dari Kielok. Ia dari satu she dengan kau, hintee"
Siauw Jie nampaknya kaget, sebagaimana air mukanya telah berobah lengan mendadak. Terang ia tertarik hati secara luar biasa.
Bouw Pek tidak perhatikan perobahan sikap itu, ia lantas melanjutkan dengan penuturannya. Ia tuturkan segala halnya dengan Jie Siu Lian bahwa karena tawar bati terhadap nona itu yang ia tidak berani ganggu ia jadi kenal Cui Siam, bahwa karena bersobat dengan Cui Siam, diluar tahuaya ia telah dimusuhi oleh Poan Louw Sam dan Cie Sielong,
Aku telah teryerat, lain kali aku tidak mau bersobat lagi dangan orang perempuan" ia kata akhirnya dengan sengit.
Siauw Jie bingung mendengarkan penuturan itu, terutama bagian halnya Sioe Lian
"Menurut aku, toako" kata ia kemudian, sambil barsenyum "aku lihat kau dan si nona she Jie itu adalah pasangan yang setimpal. "
Hatinya Bouw Pek sebenarnya belum mati, maka mendengar perkataanaya kawannya itu ia menghela napas.
Aku telah berusia hampir tiga puluh tahun, sebabnya kenapa aku masih belum menikah, karena aku lagi tunggui nona yang segalanya mirip dengan nona Jie itu" ia akui, Diluar dugaanku, peruntungan tipis. Nyata nona Jie sudah bertunangan, maka lantaran itu aku tidak berani mengharap yang bukan2! Sejak itu aku telah ambil putusan guna cari Beng soe Ciauw, supaya mereka berdua bisa lekas menikah, apabila mereka sudah tertangkap, barulah batiku lega. Aku sendiri, apa pula setelah pengalamanku dengan Coei Siam, aku sudah sumpah tidak mau menikah. Bicara hal pernikahan saja, aku tidak sudi!"
"Siauw Jie bersenyum itu dingin apabila ia dengar ucapan sengit itu. "Kenapa kau bersikap demikian keras, toako?" ia berkata. "Orang she Beng itu tidak ketahuan dimana adanya, tidak ada halangannya toako nikahi nona Jie Sioe Lian"
Bouw Pek tertawa.
"Hiantee " berkata ia, "aku benar bodoh dan kelihatannya sukar buat aku bisa lupai persobatanku dengan nona Jie akan tetapi perbuatan tidak pantas demikian, yang bertentangan dengan adat peradatan, aku pasti tak akan lakukan Umpama buat selama lamanya Beng Soe Ciaw tidak ketahuan kemana parannya. atau umpama ia telah menutup mata, aku tetap tak akan ambil Jie Sioe Lian se bagai isteriku Daripada nikahi nona Jie, aku lebih suka hidup duda untuk seumur hidupku "
Siauw Jie tertawa dengan dingin.
"Kau terlalu berkukuh, toako " ia berkata.
Sehabis ia kata begitu, Siauw Jie berbangkit akan bertindak keluar kamar. Ia berdiri diteratapan, akan memandang sisanya hujan musim Cioe. Sampai sekian lama baru ia masuk pula.
Sorenya, sehabis masuk, Siauw Jie ajak Bouw Pek bersantap. Mereka dahar sama sesudah pasang lampu, mereka duduk berhadapan buat pasang omong.
Lagi sekali 8ouw Pek minta seorang she Siauw itu robah sikapnya, jangan tuntut terus penghidupan yang rendah itu.
"Sekarang ini Tiat Pweelek perlakukan kau tidak selayaknya" kata anak muda kita, "tetapi itu bukan karena sengaja hanya lantaran ia tidak meugetahui macam apa adanya kau. Coba ia ketahui kau gagah dan adalah tandinganku, aku penyaya ia segera akan perlakukan kau sebagai tamu yang terhormat."
Siauw Jie geleng kepala.
"Tiat Pweelek tidak perhatikan aku, aku juga tidak ingin pertontonkan kepandaianku dihadapannya" ia bilang. "Aku tidak ingin peroleh kedudukan karena pertontonkan kepandaianku itu! Lagian sekarang aku sudah ambil putusan akan robah cara hidupku. Toako. aku mau tunggu sampai kau sembuh betul, segera aku akan tinggalkan Pakkhia pargi ketempat lain!" Bouw pek terperanjat.
"Eh hiantee kemana kau hendak pargi?" ia tanya.
"Aku pikir buat pergi ke kanglam, akan cari seorang sobat" sahut Siauw Jie dengan roman sangsi.
"Bagus" berseru Bouw Pek dengan kegirangan "Aku juga ingin pergi ke Lamhia sudah lama aku berniat, sebegitu jauh belum bisa kejadian. Aku asalnya dari Titlee, tetapi aku terlahir di Kanglam. Hiantee tahu, di Kanglam aku punya beng pehhoe, yaitu empe yang menjadi saudara angkatnya ayah ku, yalah loo hiapkek Kang Lam Hoo. Aku ingin kunjungi beng pehhoe itu. Baik, laotee. bila nanti aku sudah sembuh betul, mari kita pergi sama2, pesiar ke Selatan! Kau akur bukan?"
Tetapi Siauw Jie goyang kepala.
"Toako, kau jangan samakan dirimu dengan diriku" ia kasi mengerti. "Aku sebatang kara, dimana aku sampai, disitu ada rumahku. Lain dari itu bagiku segala macam pekerjaan sudah biasa, apa saja aku bisa lakukan. Kau sebaliknya, dikampung kau masih mempunyai paman, sedang kedatanganmu ke Pakkhia adalah dengan tujuan yang besar. Kau mempunyai pengharapan, sebagai sekarang sudah terbukti, tiap hari namamu naik makin tinggi dan tiap hari sobatmu bertambah. Aku minta toako jangan sia siakan hari depanmu yang penuh pengharapan itu! Aku percaya, toako, dibelakang hari kau akan lakukan suatu pekerjaan besar di sini, waktu itu kau boleh mendirikan rumah
tangga bersama nona Jie Sioe Lian, secara begitu tidaklah kau bikin kecawa dirimu sebagai seorang gagah yang bersemangat! Aku seorang dengan peruntungan malang, buktinya sekarang aku tidak peroleh kemajuan, hingga mesti hidup terlunta lunta aku tidak berdaya. "
Bouw Pek tidak puas dengan pengutaraannya sobat itu, ia masgul akan dengar namanya Sioe Lian di sebut sebut. Tiap kali nama itu disebut, tiap kali juga ia merasa tertusuk. ia juga tak merasa puas terhadap sikapnya orang she Jie ini, yang hatinya baik, tapi dalam persobatan agaknya hendak jauhkan diri". Buktinya, ia sudah tuturkan hal dirinya dengan jelas, tapi Siauw Jie sendiri bungkam perihal riwayatnya. Ia tetap hanya baru ketahui, Siauw Jie adalah Jie Jie. anak yang kedua.
"Meski bagaimana juga, ia seorang aneh" akhirnya ia beranggapan.
Dengan berhenti bicara, kamar jadi sunyi. Diluar masih terdengar menetesnya air hujan. Keduanya berdiam, mereka nampaknya punya kesukaran masing2.
Ditembok tergantung dua batang pedang.
Lilin sekarang telah hampir tinggal pongkotnya saja.
=================Ada Bagian Hilang======================
"Secara terus terang, sudah dua tiga tahun lamanya aku Soe Poancoe tidak sudi mcnjadi orang yang usilan" demikian katanya dengan nyaring sikapnya gagah, tetapi Louw Sam dengan uangnya terlalu jahat, ia telah lakukan banyak sekali kebusukan dan kekejaman, hingga sudah sekian lama aku berniat singkirkan ia. Kemurkaanku telah meluap sesudah ia fitnah kau, hingga kau masuk penjara dan ketika ia pakai buat ancam dan jerumuskan Coei Siam kedalam kedudukan hina dina, hingga kau, enghiong besar, mesti jatuh sakit karena rindu. Kejadian seperti itu aku tidak bisa tonton lebih lama lagi. Maka tadi malam aku telah pergi ke Kauw thio Go tiauw, dimana aku telah bikin habis jiwanya Poan Louw Sam dan Cie Sielong. guna bikin tamat lelakon keyahatannya. Sekarang Coei Siam telah menyadi janda muda, mustahil ia sekarang tidak bisa menikah pada kau?"
Mukanya Bouw Pek neniyidi merah "Kau ngaco!" ia membentak.
Tetapi bukannya kuncup, si Genuk sebaliknya tertawa. "Aku tidak mau berbantahan," ia kata. "Aku merasa puas,
karena dengan jalan ini aku telah lampiaskan hawa busuk dalam perutku. Aku tabu yang hamba negeri sudah mulai cari aku, lantaran itu aku tidak bisa tinggal lebih lama pula di Pakkhia ini. Malam ini juga aku akan angkat kaki dari sini Tetapi lebih dulu aku hendak beritahu kau kau satu hal. Kau jangan anggap Oey Kie Pok itu seorang dengan hati baik. Baru saja selama dua hari ini aku dapat keterangan yang benar. Dalam perkara kau difitnah, bukan melainkan Louw Sam seorang yang aniaya kau, diantaranya Oey Kie Pok juga turut memasukkan bukan sedikit racun Tek Ngo ya pulang ke Pakkhia belum ada tiga hari, ia sudah dipaksa mesti angkat kaki pula. Sekarang Oey Kie Pok lagi bertindak lebih jauh, ia sudah berkonco dengan Phang Hoay dan Phang Liong dua saudara, mereka telah minta Moh Po Koen dari Soe Hay Piauw Tiam pergi ke Holam guna undang Teng couw hie Biuw Cin San dan Kim khio Thio Giok Kin. Mereka semua diundang untuk musuhi kau! Maka, Lie Bouw Pek, seorang kau mesti berlaku hati2! Thio Giok Kin punya Tumbak Emas, Biauw Cin San punya piauw terbang, bersama2 Oey Kie Pok punya golok yang tersembunyi
dalam tertawanya yang manis. semua itu tidak boleh dipandang ringan semua berbahaya sekali. Aku kasi tahu padamu, karena aku akan pergi, aku tak dapat bantu kau lebih jauh" Ia tertawa, ia angkat kedua tangannya, kiongcioe pada dua orang didalam kamar itu lalu ia tambahkan "Aku berangkat sekarang! Mudah2an nanti kita akan bertemu pula"
Setelah kata begitu, ia putar tubuhnya dan bertindak keluar, kapan diluar terdengar suara angin menyambar dan genteng terinjak, si Ular Gunung telah hilang lenyap dimalam yang gelap itu.
Tapi Lie Bouw Pek mendadak tertawa berkakakan.
"Kau lihat, hiantee sudah terang Lie BouW Pek bukannya tidak ternama." ia kata pada Siauw Jie, yang ia awasi. "Lihatlah, namaku sudah mendatangkan kedengkiannya semua orang itu! Bukankah Soe Poan coe telah beritahukan barusan, bahwa Sioe Bie too Oey Kie Pok sudah minta bantuannya si orang she Moh buat undang datang Kim khio Thio Giok Kin dan Biauw Cin San? Namanya Thio Giok Kin itu aku pernah dengar dari mulutnya almarhum Jie Loo enghiong. tetapi namanya Biauw Cin San barulah pertama kali ini aku dapat tahu. Bagus! Kalau nanti mereka sampai di Pakkhia, sakitku tentulah sudah sembuh betul, maka waktu itu aku pasti suka ketemu mereka itu" Ia tertawa secara dingin. Bukannya jerih, ia justru jadi berani luar biasa. Lantas ia damprat Oey Kie Pok. katanya: "Oey Kie Pok, bagus betul perbuatanmu! Ketika aku dipenjara, kau telah datang sambangi aku, siapa nyana ku sebenarnya seorang busuk dengan mulut manis! Baiklah, sekarang aku tidak pergi cari kau, aku mau tunggu sampai nanti sudah datang orang undangan kau, baru aku sekalian coba kau !"
Saat ini sebenarnya panas. tetapi Siauw Jie duduk diam, nampaknya ia tidak perdulikan urusan itu, ia malah lantas tutup pintu buat terus lupakan diri dan tidur.
Bouw Pek sendiri tidak bisa lantas meramkan mata Ingat Kie Pok, ia mendongkol bukan main. Tapi kapan ia ingat Soe Poan coe, ia jadi gembira, karena situkang warung arak adalah seorang yang lucu, menarik hati dan mengagumkan. Apabila ia ingat si bujang istal, ia heran, kecurigaannya tak bisa lenyap dengan lantas Si orang she Jie ini tetap sukar diduga hatinya.
Lewat lima atau enam hari lagi, sakitnya Bouw Pek sudah sembuh sama sekali. Sejak |tu siauw Jie pindah pula ke Pweelek hoe, malah ia telah tidak datang.
Pagi itu Bouw Pek bangun dan pakai baju kapas yang lemas, kepalanya ditutup dengan kapas, baru seja ia keluar dari pintu ia sudah disambut angin pagi yang dingin, yang membikin ia bergidik. Kapan ia tunduk, memandang kelatar, ia lihat ber tumpuknya daun rontok. Dengan tindakan perlahan ia keluar dari pekarangan bio kapan ia sampai dimulut utara dari Sinsiang Hotong darimana ia bisa lihat warung arak dari Soe Poan coe ia dapatkan warung itu tertutup rapat, nampaknya sunyi, mirip seperti setumpukan kuburan yang tidak terawat.
Ia tidak mau berdiam lama atau mondar mandir didekat warung itu, ia buat orang nanti sangka bahwa ia punya hubungan dengan si Gemuk, yang sudah kabur, ia lalu sewa kereta buat mtnuju ke An leng moei, ke Pweelekhoe.
Kapan anak muda ini sampai di istana raja muda oleh pengawal ia disambut dengan hormat dan manis dan lantas persilahkan masuk kekamar yang mungil, dimana dipersilahkan duduk. Ia menantikan tidak lama lalu tertampak Siauw Hong Jiam Tiat Siauw Pweelek bertindak masuk.
Pangeran Boan itu terkejut kapan ia tampak tamunya. "Ah, kau menjadi begini kurus " ia berkata
Bouw Pek barsenyum meringis, ia berbangkit buat unjuk hormatnya.
"Silahkan duduk." mengundang tuan rumah "Sudahkah sakitmu sembuh seanteronya?" Tiat Siauw
Pweelek tanya.
"Terima kasih. Jie ya, aku telah sembuh betul" sahut Bouw Pek "Aku penyaya, lewat lagi beberapa hari, aku akan sudah sehat kembali seperti sediakala Ia berhenti sebentar, kemudian menambahkan "Mengenai sakitku ini aku sangat bsrsyukur pada Jieya begitupun pada saudara Jie Jie, yang telah rawat aku."
Tiat Pweelek manggut.
"Siauw Jie memang anak baik, " ia kata, "cuma aku dengar orang bilang ia sangat malas. ,"
Mendengar begitu Bouw Pek bersenyum. Ia mengerti, bahwa pengeran ini telah dapat kabar yang dibikin2. Ia berniat bantah itu, ia ingin kasi tahu raja muda ini bahwa siorang she Jie sebenarnya pandai boegee dan tidak boleh diantap tinggal dikandang kuda. Tapi selagi ia mau buka mulut, Tiat Pweelek sudah bicara lebih jauh.
"Bouw Pek, aku memang harap aupaya kau lekas sembuh" kata ia. "Apakah kau ketahui Oey Kie Pok sudah kirim utusan ke Holam guna undang Teng couw he Biauw Cin San dan Kim khio Thio Giok Kin ke Pakkhia ini untuk diadu dengan kau?"
Bouw Pek terima kabar itu dengan tenang. "Dari mana Jieya dapat kabar ini?" ia tanya.
"Kemarin ini aku telah ketemu Gin khio Ciangkoen Khoe Kong Ciauw." Tiat Siauw Fweelek menyahut. "Khoe Kong Ciauw telah beritahukan hal itu dan ia nyatakan sangat tidak puas. Mengenai ini, ia sudah tanyakan Oey Kie Pok yang menyungkal keras. Oey Kie Pok bilang, bahwa dengan kau ia tidak bermusuhan, bahwa ia belum pernah rasai tanganmu bahwa ia juga bersobat padamu, Ia juga bilang, waktu kau ditahan dalam penjara, ia sudah datang menyambangi ..."
Bouw Pek tertawa secara menyindir.
"Memang benar beberapa kali Kie Pok minta aku menjadi sobatnya" ia bilang "Tapi, siapakah ketahui bagaimana sebenarnya hatinya? Tantang orang yang ia undang aku bisa bilang, meski sekarang aku belum sehat seperti sediakala, aku tidak takut. Scbenarnya aku berniat pergi ke Yankeng, tapi karena ada urusan ini, aku hendak tunda perjalananku itu, aku hendak tunggu Biauw Cin San dan Thio Giok Kin, buat dapat ketahui mereka sebetulnya orang macam bagaimana. "
Tiat Tweelek puas dengan pengutaraan itu.
"Benar" ia bilang. "Aku juga ingin kau kasi mereka lihat kau sebenarnya orang macam bagaimana !"
Berdua mereka berdiam, sampai kemudian Tiat Pweelek mendadak menghela napas.
"Suasana dikota raiya ini benar busuk" demikian ia nyatakan, "Kalau disini datang orang dari tempat lain dan orang itu unjuk sedikit saja kepandaiannya ia lantas jadi bulan bulanan dari kedengkian dan iri hati Umpama kau, coba kau tidak kena1 aku atau Tek Siauw Hong, entah sampai dimana kau jad1 korbannya orang2 yang iri hati itu ! Belakangan ini aku telah dapat tahu satu hal yang mendongkolkan sekali, lantaran kau sedang sakit dan kelihatannya sakit itu berat, aku telah tidak kasi beritahukan hal itu padamu Itu adalah hanya Poan Lauw Sam dan Cie Sielong, yang dirumah gundiknya sudah ada yang bunuh mati secara diam2 . Menurut keterangan orang2 perempuan didalam rumah itu, katanya si pembunuh seorang gemuk tubuhnya, tapi Oey Kie Pok mau gunai ketika ini untuk bikin celaka kau. Kau tahu, ia telah kasih tahu teetok. bahwa sipembunuh adalah kau, hingga lantaran ini Moh teetok telah datang padaku menanyakan perihal kau. Tentu saja aku kasih keterangan, bahwa kau sedang sakit dan aku berani tanggung yang kau tidak lakukan pembunuhan. itu" Bouw Pek manggut2.
"selagi aku sakit, orangnya teetok juga datang padaku" kata ia, yang tuturkan kedatangannya hamba negeri, bagaimana hamba itu sudah bicara dan bagaimana ia telah menjawab, kemudian ia meneruskan dengan suara menyatakan mendongkolnya hati "Duluan, sebelum aku datang kemari, aku telah dengar namanya Sioe Bie too 0ey kie Pok, yang orang sohorkan hingga aku turut-turutan jadi hargakan dia, maka aku tidak sangka ia sebenarnya manusia yang dalam tertawanya umpatkan senjata tajam. Biarlah, satu kali aku nanti cari ia, buat tanya ia, kenapa ia berlaku begini macam terhadapku"
Bahna mendongkol, mukanya anak muda ini yang pucat berubah menjadi merah.
"Tidak usah kau cari dia" pangeran ini mencegah "Kau baru sembuh, kau tidak bo1eh umbar napsu amarahmu. Kau juga tidak akan dapat cari dia itu. Sejak kau keluar dari penjara, ia jarang keluar pintu, dan sekarang, berhubung dengan kebinasaanya Poan Louw Sam dan Cie Sielong, ia benar sekap dirinya didalam gedungnya. yang paling benar adalah selanjutnya kau jaga diri baik2 terhadap dia"
Bouw Pek menyatakan bahwa ia akan perhatikan nasehat itu, tetapi didalam hati, ia gusar bukan main.
Selanjutnya berdua mereka bicara pula sekian lama, sampai kemudian Bouw pek minta perkenan untuk undurkan diri. Ia tidak terus pulang, ia mampir diistal akan cari Siauw Jie, tetapi bujang istal itu tidak ada menurut kawannya sejak kemarin pergi keluar, roskam itu belum kembali.
Bouw Pek heran dan bercuriga Ia tidak kata apa2 lagi. ia lantas sewa kereta buat pufang ke Lam shia, Kota selatan. duduk diatas kereta hatinya berpikir:
"Aneh yang aku telah mesti hadapi orang yang luar biasa. Secara luar biasa Soe Poan-coe telah menjadi sobatku selama satu bulan lebih ia berhati baik, ia mau bantu aku apa lacur, maksudnya itu telah bikin aku menghadapi bahaya. Sekarang aku bertemu Siauw Je, yang jauh lebih aneh dari pada si Gemuk itu. Entah apa yang orang aneh ini hendak lakukan?"
Kereta telah jalan dengan cepat, Sebentar kemudian Bouw Pek sudah sampai di LouW ma sie toakay yaitu jalan besar di Louw ma sie diluarnya Tian moei. Ia duduk dikereta dengan tidak turunkan tenda, maka itu, selainnya bisa melihat kesekitarnya. orang lain pun bisa lihat ia dengan nyata.
Banyak orang yang mundar mandir dikiri dan kanan banyak warung atau toko. Selagi keretanya jalan terus tiba tiba ia dengar orang teriaki ia berulang ulang "Lie Toaya Lie Toaya
Mendengar panggilan itu, anak muda kita segera menoleh kejurusan darimana suara datang. Maka ditepi jalanan ia tampak seorang perempuan tua yang lagi menggape ia sambil masih terus memanggil2. Dan la segera kenalkan Cia Loo mama, ibunya Siam Nio.
Nyonya itu berpakaian tua, bajunya pendek, tangannya disesapkan karena kedinginan, tetapi ditangan itu kelihatan bungkusan obat.
Bouw pek perintah kusir tahan keretanya. "Ada apa?" ia tanya. Kenapa kau disini?"
Cia Mama menghampirkan, ia unjuk hormat sambil membongkokkan tubuh, kemudian ia menunjuk kejurusan selatan.
"Aku tinggal disana, di Hun pong Liu lie kay" ia menyahut. "Bersama2 si Siam aku sudah pindah, sekarang kami menumpang pada engkimnya. Siam Nio setiap hari ingat kau, looya lantaran selalu ingat kau, ia sampai jatuh sakit. Apa
kau sekarang lagi senggang, looya? Mari ikut aku pergi lihat si Siam!"
Suaranya Cia Mama perlahan dan mendatangkan rasa kasihan, pakaian dan romannyapun bisa membikin orang terharu. Bouw Pek bisa duga kesukaran orang, yang disebabkan mampusnya Cie Sielong. Ia sebetulnya tidak niat keremui Cui Siam lagi, tetapi kapan ia ingat persobatannya duluan, hatinya berubah dalam sekejap. Ia ingat, baru dua bulan perubahan telah terjadi begini rupa. "Baiklah, aku nanti lihat ia" ia menyahut akhirnya. Ia turun dari kereta, bayar uang sewanya, lantas ikut nyonya itu.
Mereka masuk dimulut jalan sebelah utara dari Hun pong Liu lie kay.
Sekarang ini nyonya setengah tua itu nampaknya gembira, tubuhnya yang sedikit melengkung ia coba bikin lumpang.
"Lie Looya, anakku itu terang berjodoh padamu" ia kata sembari jalan. "Sejak hari itu kau tinggalkan ia, ia tidak napsu dahar dan minum, hingga berias juga ia tidak mau, hingga kesudahannya kami jadi kebentrok dengan pihak Po Hoa pan, dengan kesudahan kami keluar dan pindah. Engkimnya hendak berdaya buat carikan tempat lain, tetapi si Siam menolak, sembari menangis ia kata ia tidak mau lagi hidup dirumah pelesiran. Ia bilang ia hendak tunggui kau"
Bouw Pek mendongkol berbareng geli mendengar ocehan itu.
"Tua bangka ini benar2 licin dan tidak tahu malu," pikir ia.
Ia berani rahasiakan perbuatannya, yang ia kira aku tidak ketahui"
Berbareng ini iapun jadi curiga.
"Tidakkah ia dustakan aku, buat pancing aku datang pada anaknya itu?" pikir ia. "Hm! Meski andaikata benar2 Siam Nio hendak robah haluan dan menjadi baik akupun tidak sudi kasi diriku dipermainkan pula oleh sang cinta buta ..."
Jalan tidak seberapa jauh, Cia Mama berhenti didepan sebuah rumah yang daun pintunya sudah rusak dan tidak ditutup.
Looya, silahkan masuk" ia mengundang, inilah rumah kami, harap kau tidak buat celaan. "
Bouw Pek bertindak masuk. Ia lihat ceracapan yang sempit, dimana ada air becek dan daun kotor. Disitu terdapat enam atau tujuh kamar. Maka ia menduga, pengisi rumah mesti terdiri atas beberapa keluarga.
Segera juga muncul tiga orang perempuan yang rambutnya kusut, tetapi mukanya medok tak keruan, karena mereka ini lihat Cia Mama datang bersama seorang anak muda yang pakaiannya rapi dan potongannya beda daripada orang kebanyakan. Tapi mereka itu tidak lagi keluar, mereka hanya nongol di muka pintu.
Bouw Pek bisa menduga siapa adanya nona itu, ia tidak ambil perduli.
Cia Mama bawa anak muda kita kedepan kamar sebelah barat, sebuah kamar kecil, ia tolak daun pintunya, yang ditutupi kertas robekan dan undang masuk tamunya.
BOUW PEK bertindak masuk, hidungnya segera disampok bebauan obat dan bau lain yang tidak menyedapkan. Dalam kamar Itu tidak ada meja, cuma ada bangku yang merupakan pembaringan, yeng dialasi dengan selembar kain merah yang belum terlalu tua. Ia ingat, itu adalah kain yang dulu ia belikan untuk Siam Nio.
Rebah diatas pembaringan itu, dengan tubuh dikerobongi selimut dan kepala separoh tertutup, hingga tertampak rambut yang kusut, kelihatan tubuh Cui Siam yang tidak bergerak.
Cia Mama sudah lantai dekati anaknya.
"Cui Siam Cui Siam lihat berkata ia. "Lihat, anak, siapa yang datang kemari!'
Siam Nio merintih, ia keluarkan kepalanya dan angkat itu. Menampak anak muda kita ia nampaknya kaget dan heran, berbareng menyesal..----
"Akhirnya kau datang! " berkata ia dengan lemah "Kau,
Lie Looya. kau sekarang tentunya sudah merasa puas. "
Bouw Pek lihat mukanya bengkak dan matang biru. diantara itu ada bekas mengalami airmata dan darah Ia lihat sepasang mata yang sinaruya masih hidup dan menarik hati. Itulah roman yang penuh kedukaan, yeng mendatangkan rasa terbaru
Setelah kata begitu. Siam Nio tutupi pula mukanya dan menangis sesenggukan.
Cia Mama diam saja, tapi air matanya keluar, la menangis. Bouw Pek bisa menduga. Tentu setelah kebinasaannya Cie
Sielong dan Poan Louw Sam Siam Nio telah jadi kurban kompasannya pembesar negeri, yang mestinya curigai dia dan coba mencari pengakuan dengan jalan kekerasan.
Mau tidak mau, anak muda kita merasa kasihan dan terharu.
Jie Sielong dan Poan Louw Sam benar jahat dan harus dibunuh mati, tetapi perkara mereka itu menang bukan tidak ada sangkutannya dengan aku. " Ia berpikir. "Mereka telah
terima hukuman mereka, tetapi Siam Nio, apakah. salahnya?"
Oleh karena terharu, hatinya Bouw Pek menjadi lemah. Ia menghampirkan.
"Cui Siam, kau jangan sesalkan aku, yangan penasaran," ia berkata. "Poan Louw Sam dan Cie Sielong ada yang bunuh. inilah aku tidak sangka. Aku telah jatuh sakit setengah bulan lamanya dan sekarang aku baru sembuh. "
Tiba2 Siam Nio angkat kepalanya dan mengawasi. "Bagaimana aku bisa sesalkan kau ? kata ia sambil
bersenyum tawar. "Cuma. ia menoleh pada ibunya dan kata:
"Mama tolong kau keluar sebentar, aku hendak bicara pada Lie Looya Cia Mama mengerti, sambil lepas air matanya ia undurkan diri.
SIam Nio masih mendongkol, tetapi ia bicara dengan perlahan.
"Aku tahu, Looya, sipembunuh bukan kau," kata ia, "tetapi, bisakah kau bilang bahwa aku tidak ketahui siapa pembunuhnya?"
Bouw Pek terparanjat, hingga ia tercengang iapun bersenyum tawar.
Taruh kata aku ketahui siapa dia, habis bagaimana?" ia tanya. "Ketika Cie Sielong dibunuh, sakitku justeru sedang hebatnya. Dalam keadaan seperti itu, apa aku masih, punya pikiran buat perintah orang pergi lakukan pembunuhan?"
Siam Nio tertawa dingin.