Po Kiam Kim Tjee Jilid 13

Jilid 13

BAGAIMANA juga, Kie Pok tetap sibuk.

"Jikalau demikian, lebih baik setelah dimerdekakan ia lantas diusir pergi dari kota ini!" kata ia. "Apakah artinya tempo satu bulan. ? " Duduk dikursinya, Louw Sam unjuk roman kucel sekali, tanda dari kedukaannya yang hebat.

Oey Kie Pok tidak mau pertontonkan tembaganya didepannya si Terokmok ini, maka kemudian ia bicara lagi, katanya :

"Tapi aku tidak takut pada Bouw Pek! Sekarang aku lagi menderita sakit, umpama kata ia datang yuga mencari aku, masih belum dapat dipastikan siapa yang jiwanya akan hilang lenyap. Melainkan kau . .. baiklah kau juga jangau kuatir D

sini aku punya beberapa daya waktu malam, jangan sekali2 kau keluar piatu Selama dua hari ini kau juga baik jangan

pergi kerumahnya isten mudamu Kau tinggal dirumah saja

dan kunci pintu kuat2 Aku percaya Lie Bouw Pek tidak

bisa paksa cari kau dengan loncati tembok

Louw Sam manggut2, karena ia pikir daya itu untuk sementara waktu ada baiknya juga. Tapi tatkala itu ia lihat cuaca sudah berubah, ia tidak berani berdiam lama dirumahaya sobat ini, ia segera berbangkit.

"Sekarang aku hendak pulang! Kalau ada urutan apa2, besok kita nanti rundingkan pula." kata ia.

"Baiklah," sahut Kie Pok. "Jangan kesusu, aku nanti kirim dua oraiagku buat antarkan kau !"

Kie Pok benar kirim dua cintengnya mengantar. Mereka adalah Co-tsehouw Hauw Liang dan Siauwcu-kua Kec Hong. Dan seperginya mereka itu, ia rebah pula, otaknya kembali bekerja, sembari beristirahat ia mau cari daya guna hadapi Lie Bouw Pek.

WARTA yang diperoleh Poan Louw Sam si Terokmok adalah warta yang benar. Sekarang Lie Bouw Pek sudah keluar dari penjara. Dua orang opas kantor telah antar ia tempat diwarung arak Su Poan cu si Gemuk, guna atur tanggungan dengan pemi1ik warung arak itu. Kemudian setelah terima persen, kedua opas itu lantas pulang kekantor. Maka Bouw Pek telah lantas dapat pulang kemerdekaannya. Paling dulu ia hatutkan terima kasihnya pada si Gemuk itu. . Terima kasihku pada kau tidak ada batasnya, Su Ciang-kui " kata anak muda kita. "Selama beberapa hari mendekam dalam penjara. kau saban antarkan barang makanan padaku. Itu suatu budi besar."

Su Poan-cu tertawa.

"Jangan bilang begitu, Lie Toaya," ia berkata. Setiap hari kau telah datang beli arak dan makanan padaku, aku telah terima banyak uangmu, kebetulan kau dapat perkara, seharusnya saja apabila aku kirim orangku mengantar makanan pada kau. Akupun baru kirim dua kali saja. Sekarang kau telah merdeka, aku adalah yang paling bergirang dan bersyukur! Sekarang marilah, mari kau rasai arak yang masih panas! Mari kau coba kepiting masak yang aku baru matangkan"

Sembari kata bagitu, si Gemuk tuangkan araknya. "Jangan" mencegah Bouw Pek dengau cepat. "Selama

dalam pcnjara, tidak putusnya aku minum arak, sekarang aku baru keluar, aku pikir mau mengaso barang saiu hari. Besok saja aku datang lagi!" Ia menoleh kesekitarnya, melihat tamu sedikit sekali, maka bicara lebih jauh, ia kasi dengar suara perlahan : Soe Ciang koei, pada malam itu menyesal aku telah siasiakan maksud hati kau yang baik! Oleh karena dikota raja ini aku masih punya sanak, benar benar aku tidak sanggup lakukan percobaaa itu. "

Mendengar demikian, Soe Poan coe tertawa. Ia bawa sikap seperti juga tidak mengerti maksudnya anak muda itu. Ia telah menoleh kejurusan lain ketika ia lantas berseru : "Lihat, Thio Samya lagi mendatangi. Silahkan duduk, silahkan"

Menampak demikian, Lle Bouw Pek tidak dapat ketika buat bicara terus.

"Nah, sampai besok," berkata, ia yang terus pamitan dari Soe Poan coe dan pegawainya. Ia bertindak masuk kegang Sinsiang Hu tong, untuk terus .pulang ke Hoat Beng Sie.

Begitu ketok pintu, hampir berbereng seorang hweeshio muncul didepanuya. Ia ini nampakaya girang sekali apabila lihat anak muda kita. "Oh, Lie Toaya, kau pulang!" menegok dia itu. .. Selama beberapa hari ini kau telah menderita hebat!..."

Bouw Pek merasa heran. Tadinya ia mau sangka, karena ia dapat perkara, si hweeshio tentu akan tolak ia, tidak tahunya ia sekarang telah disambut dengan manis. Tentu sekali sebagai orang baik2 dan mengenal budi, ia sangat bersyukur.

"Perkaraku adalah perkara penasaran" Ia lalu berkata buat mengasi keterangan yang lebih jelas "tentang duduknya hal, aku nanti tuturkan patinmu. Aku sangat bcrsyukur yang kau sangat perhatikan aku."

Sembari kata begitu, ia bertindak kedalam, si hweeshio ikuti ia setelah kunci pintu pula. Padcri ini lalu mendului akan bukakan pintu kamarnya dan aacnyalakan lilin.

Lie Bouw Pek bartindak masuk kedalam kamarnya dengan perasaan girang. Ia dapat kenyataan kamarnya itu terawat baik, teristimewa pedaugnya masih tetap tergantung ditempatnya ditembok. Ia awasi scnjatanya itu, hingga orang dan pedang seperti sobat yang sudah lama berpisahan......

Rambutnya Bouw Pak sudah panjang dan kusut, muka dan kumisnya tidak karuan.

"Lie Toaya, kau kurus banyak " kata si hweeshio. Bouw Pek pandang paderi itu, ia menghela napas.

"Tapi perkara telah menjadi terang, aku merdeka sekarang, jiwaku ketolongan, apa itu bukan berarti suatu keberuntungan? " ia kata.

"Syukur toaya ketemu Tiat Pweelek." berkata pula paderi yang baik budi itu, "jikalau tidak, kendatipun kau punya mulut, kau tentu tidak akan mampu gunai itu. Dasar sinbeng dan Hoeja lindungi kau" Ia tekapkan kedua tanggannya dan lalu memuji "Oh mie to hud!"

Bouw Pek menjadi beran. Ia tidak mengerti kenapa sampaipun hweeshio ini ketahui, bahwa ia telah ditolong oleh Tiat Pwelek Ketika ia mau minta keterangan, si hweeshio telah mendahului bicara pula.

"Pada dua hari yang berselang Tiat Pweelek telah utus hambanya datang kemari, buat menderma empat puluh tail perak," demikian katanya, berbareng dengan itu, hamba itu sampaikan pesanannya Tiat Pweelek pada kami.

Katanya Lie toaya akan lekas pulang kau diminta jaga barang toaya jangan ada yang kusut Sebenarnya pada hari toaya diambil dari sini, kamar kau aku sudah lantas dikunci dan dijaga dengan hati2!"

Baru sekarang Bouw Pek mengerti, ia lantas bersenyum "Sebenarnya aku tidak punya barang banyak" ia kata. "Kau

baik, kau telah capai kembali!" "Jangan bilang demikian, toaya!"

Lantas paden ini undurkan diri, ia kemudian balik lagi dengan bawa theekoan tensi teh.

Bouw Pek buka pauwhoknya, akan periksa pakaian dan uangnya, yang ternyata tidak ada yang kurang. Ia jadi sangat bcrterima kasih pada Tiat Pweelek. yang bukan saja sudah tolong dia tetapi pun sudah perlukan sampaikan pesanan pada si padri.

"Coba tidak ada pertolongan Tiat Pweelek, entah bagaimana tawar orang sambut aku..." Pikir ia.

Kemudian anak muda ini ingat musuhnya.

Poan Louw Sam jahat, entah berapa banyak orang yang telah menjadi korbannya Jikalau orang jahat semacam ia

tidak disingkirkan belum tahu berapa banyak orang lagi akan rubuh sebagai mangsanya, bagaimana orang baik bisa hidup dengan hati tenang-tenteram? Apa sekarang aku mesti lakukan?

Aku baru keluar dari penjara dengan perjanjian satu bulan lamanya, setiap waktu ada panggilan,  aku  mesti menghadap " Sekarang ini. buat pergi ke rankeng saja aku

tidak bisa..... Tak bisa lain aku mesti bersabar. "

Lantas ia ingat Cui Siam.

"Kalau ia ketahui aku ditangkap, ia tentu sangat berduka. " ia pikir malam itu ia bisa tidur dengan nyenyak,

sedang selama di penjara, dia mesti rebah diatas rumput. Besoknya sesudah matahari naik tinggi, baru ia mcndusin. Kemudian ia dandan rapi, malah scpatunya juga ia tukar sekahan, ia pergi ke pintu An teng moei untuk konjungi Tiat Pweelek,

Tatkala kereta sampai di Cian moei Toa-kay, disana ada beberapa buaya darat yang kenali anak muda ini, melihat orang telah merdeka, merdeka itu tampilkan heran dan kaget. Bouw Pek bisa lihat sikap orang, ia berpura pura pilon.

Tidak antara lama, kereta sudah masuk di An teng moei, dan setelah jalan pula sekian lama, ia telah sampai didepan istana Tiat Pweelek, atau pweelekhoe. Ia pernah kereta berhenti sedikit jauh, ia bayar uang sewanya, lantas bertindak menuju keistana. Pada pengawal ia unjuk hormat seraya sodorkan karcis namanya, ia kata :

"Aku orang she Lie, aku ingin ketemu Jie ya."

Pengawal itu sambuti karcis nama itu dan baca suratnya. "Baik baik, kau tunggu disini, aku akan memberi kabar

kedalam." kata ia kemudian dan berlalu.

Sembari menunggu, Bouw Pek perhatikan istana yang besar dan indah itu. Ia tidak usah berdiri lama, Tek Lok segera kelihatan muncul, malah dengan air muka terang.

"Lie Toaya, kau sudah keluar!" berkata sembari tertawa. "Kionghie, kionghie. Silahkan masuk, Jie ya kita undang kau"

Bouw Pek haturkan terima kasihnya.

"Tadi malam aku baru keluar dari penjara, sekarang aku sengaja berkunjung kemari untuk haturkan terima kasihku pada Jie ya yang telah tolong diriku" ia tambahkan.

Ia diajak masuk kedalam sebuah kamar barat, dimana Tek Lok undang ia duduk.

Belum terlalu lama, diluar terdengar tindakan kaki dibarengi dengan suara mendehem. Tek Lok segera berbangkit buat lantas menyingkap tirai. Maka Bouw Pek juga lekas turut berbangkit.

Dengan sikap tenang, Siauw Hong Jiam Tiat Siauw Pweelek bertindak masuk kedalam kamar dimana Bouw Pek unjuk hormatuya.

"Jangan pakai adat psradatan, tidak usah," berkata Pweelek itu sambil bersenyum. Ia mencegah dengan tangan kirinya. "Silahkan duduk" ia terus mengundang, dengan ia sendiri lantas ambil tcmpat duduknya.

Bouw Pek menghaturkan terima kasih, ia duduk menemani disebelah bawah.

"Kau tentunya baru kemarin keluar" Tiat Pweelek bukata. "Apa kau baik? "

"Terima kasih, Jie ya" sahut Bouw Pek seraya menjura, "Benar, baru kemarin sere aku keluar. Setelah mengaso satu malam sekarang aku datang untuk haturkan terima kasihku pada Jie ya, yang sudah tolong jiwaku. Budi jie ya besar sekali"

"Jengan ucapkan itu, aku tidak sunggup terima" Tiat Pweelek menampik. Lantas ia tambahkan : "Perkara kau adalah perkara fitnahan siapa juga ketahui itu ia pasti berdaya untuk menolong, apa pula aku yang menjadi orang yang makan gaji dari pemerintah agung. Aku turunan orang bangsawan, akan tetapi aku gemar ilmu silat dan telah yakinkan itu, tetapi aku tidak punya kepandaian yang berarti.

Oleh karena kegemaranku Itu, aku suka bergaul dengan orang orang yang mengerti boegee. Demikian dengan Khoe Kong Ciauw, tidak usah diterangkan lagi, aku bersobat baik. Dengan yang lain lain, seperti Oey Kie Pok dan Tek Siauw Hong, lantaran mengerti boegee dengan baik, akupun suka berkanalan. Kau sendiri baru datang di Pakkhia, tetapi setelah kau rubuhkan Sioe Bie too Oey Kie Pok dan rubuhkan Kim too Phang Bouw, aku ketahui kau adalah enghiong istimewa

Scbenarnya aku telah pikir buat kunjungi kau, siapa tahu kau justru mendapat perkara. Tentu sekali aku tidak puas dengan duduknya perkara itu, maka aku telah ketemukan Mo Teetok untuk bicarakan urusan kau. Ketika Tek Siauw Hong pulang, ia telah datang padaku dan nyatakan ia suka tanggung kau dengan dirinya sendiri, hingga aku jadi berniat keras akan tolong kau. Perkaramu telah beres, itu adalah hal yang sudah lewat, selanjutnya hal itu baik tidak usah disebut2 lagi. Kau telah masuk penjara dan menderita, itu adalah baiknya juga bagimu, seorang anak muda, selaku tambahan pengalaman. Bersama sama Tek Siauw Hong aku telah tolong kau, pertolongan itu kau tidak usah buat pikiran. Kau ketahui siapa yang fitnah kau, tetapi baik kau tidak usah cari dia itu. Orang banyak yang akan tunjuk siapa yang salah dan siapa yang benar. Hanya selanjutnya terhadap orang orang licin dan busuk itu kita baik menyingkir jauhan sedikit "

Bouw Pek dengarkan orang bicara, beberapa kali ia anggukkan kepala.

"Aku tidak akan cari orang buat timbulkan gara gara pula" ia kata satelah pangeran itu berhenti bicara Diam diam ia sangat bersyukur pada Siauw Hong, yang berani pertaruhkan dirinya untuk ia.

Setelah itu Tiat Pweelek tanya keadaan famili Bouw Pek dan hal pelajsran silatnya, anak muda kita centakan perihal bagaimana ia ikut ayah dan ibunya di Kang lam, sampai ayah dan ibunya itu menutup mata, hingga ia ikut Kang Lam Hoo ke utara dimana ia menumpang pada pamannya dan adalah waktu itu ia turut ke Kie Kong Kiat belajar silat

Tiat Pweelek menghela napas apabila ia sudah dengar semua.

"Kau jadinya turunan oryng gagah." berkata ia, yang selanjutnya ajak tamunya rundingkan tentang ilmu silat secara umum. Ia gemar ilmu silat dan telah yakinkan tu, malah sampai waktu itu diistananya masih punya dua orang guru si1at, hanya dua guru ini guru2 yang biasa saja kepandaianya. Ia girang mendengar penuturannya si orang she Lie ini, terutama dengar perihal keyakinan ilmu menggunai pedangnya.

"Bouw Pek" kata raja muda ini yang gembira bukan main, "mendengar uraianmu ini, banyak bagiannya yang aku kurang mengerti, dari sini menjadi nyata, kendati aku telah belajar silat, eku hanya katak didalam sumur, sama sekali aku tidak punya pengalaman atau pemandangan luas. Sekarang, sobatku, selagi tubuhmu sehat aku hendak minta suatu apa dan darimu" Bouw Pek berbangkit, agaknya ia merasa heran Ia tidak bisa lantas menduga maksud orang.

"Apakah itu, Jie ya? " ia tanya, "Silahkan kau perintah aku" "Tidak apa apa!" tertawa tuan rumah. "Aku sebenarnya

sudah sama ingin saksikan boegee kau, barusan mendengar perkataanmu aku menyesal yang aku tidak segera dapat lihat kau bersilat Maka sekarang, hayolah kau turuti aku pergi kepekarangan sebelah barat, dapatlah kau mainkan pedangmu, guna aku lihat. Supaya mataku jadi terbuka!"

Baru sekarang Bouw Pek mengerti, lekas2 ia merendahkan diri.

"Jangan barlaky seejie, sobat" Tiat Pweelek tertawa. Kim too Phang Bouw, Soe bie too Oey Kie Pok, semua kau telah pukul roboh. bagaimana kau orang bilang kau tidak punya kepandaian? Siapa mau penyaya kau? "

Bouw Pek tidak bisa menampik lagi. Ia juga pikir, disampul tidak membikin jengkel tuan rumah, perlu juga pertunjukan kepandaiannya didepan pangeran ini agar raja muda ini ketahui benar ia dari tingkatan mana. Maka ketika Tiat Pweelek tarik tangannya, ia lantas ikut.

"Mari kau 1ihat!" berkata pula pangeran itu. "Disebelah barat, aku punya pekarangan untuk belajar silat!" kemudian ia menoleh pada Tek Lok serasa berikan perintahnya: "Pergi kekamar tulisku, ambilkan pedangku"

Tiat Pweelek ajak tamunya sampai dsebidang pekarangan yang luas, disitu ada sebuah istal yang besar, didalamnya ada beberapa ekor kuda pilihan, dipojok selatan adalah lapangan untuk belajar silat yang disebutkan, yang tanahnya rata. Disitu kebetulan ada dua cinteng asik bersilat, ketika mereka lihat majikan itu buru buru mereka berhenti bersilat dan menyambut.

"Mari aku perkenalkan kau dengan seorang sobat baru!" berkata Tiat Pweelek sambil tertawa pada dua pegawainya itu. "Ini tuan Lie Bouw Pek, orang yang dengan tangan kosong rubuhkan Sioe Bie too Oey Kie Pok dan dengan pedang kalahkan Kim too Phang Bouw" Dua cinteng itu mengawasi dengan bingung, tapi lekas juga Mereka unjuk hormat.

"Sudah lama kita dengar nama besar dari tuan Lie," kata mereka

Bouw pek balas hormat itu sambil bersenyum ia merendahkan diri

"Panggil semua orang datang kemari " kata pula Pweelek pada dua cintengnya itu. "Hari ini aku telah undang Tuan Lie datang untuk kasi pcrtunjukan silat, buat kita luaskan pemandangan mata kita!"

Mendengar itu, dua cinteng itu segera berlalu.

"Jie ya," berkata Bouw Pek pada tuan rumah ia bicara sambil bersenyam, "tidak usahlah kau undang banyak orang, sudah cukup buat aku sendiri pertontonkan kejelekanku pada kau! Aku malu terhadap mereka itu. "

"Mereka itu ketahui siapa adanya kau, kalau mereka turut menyaksikan, mereka akan tambah pemandangan mereka" Tiat Pweelek jawab sambil tertawa. "Kau tahu, dirumahku ini aku punya lima cinteng dan tiga guru silat, tetapi mereka semua orang2 dengan kepandaian biasa, mereka belum pernah lihat orang pandai "

Justru itu Tek Lok datang dengan dua batang pedang. "Ah, anak inii!" Tiat Pweelek berseru.

"Aku suruh ia ambil pedang, ia ambil sekali dua! Apakah ia bermaksud menyuruh kita piebos "

Mendengar perkataan tuan rumah, Bouw Pek lantas bersangsi. Ia sekarang bisa duga maksudnya tuan rumah, yang rupauya mau main main dengan ia. Bagaimana ia bisa layani pangeran itu, yang justru menjadi tuan penolongnya? Kalau ia rebut kemenangan, tuan rumah malu, kalau ia berpura2 kalah, namanya akan jatuh justru kcduanya ini ia tak inginkan .._

Sementara itu Tiat Pweelek sudah sambut sebatang pedang, yang terus dihunusnya.

"Bouw Pek, coba lihat pedang ini!" berkata ia. "Berapa kau taksir harganya pedang ini? Berapa tail perak? " Melihat pedang itu, Bouw Pek terkejut didalam hati. Pedang itu membawa sinar hijau muda, benar sinarnya tidak tajam bercahaya, akan tetapi dari kedua belah ujung tajamnya ia ketahui itu bukan pedang biasa. Ia menyambuti, ia coba timbang senjata itu, la merasai berat juga.

"Pedang ini." kata ia akhirnya, "kendati orang punya beberapa ribu tail perak, ia tidak akan dapat beli"

"Sungguh mata yang tajam " Tiat Pweelek memuji sambil tertawa. "Pedang ini aku telah dapatkan sebagai hadiah seorang panglima perang besar, biar ini bukannya barang kuno. tetapi toh dari akhir ahala Han. Apa yang harus dibuat sayang, pedang ini orang telah gosok sampai dua kali Dirumahku masih ada dua tiga pedang yang lebih baik daripada ini, tetapi semua itu berada ditangan ayahku Nanti saja aku ambil, buat kasi kau lihat "

Ketika itu, dua cinteng yang tadi sudah kembali bersama beberapa kawannya dan juga si guru silat, mereka semua lantas kasi hormat pada Bouw Pek seraya bcberapa antaranya segera barkata :

"Tuan Lie, tolong kau jalankan beberapa jurus untuk luaskan pemandangan mata kami"

"Orang telah kumpul, silahkan kau mulai!" berkata Tiat Pweelek, yang mendesak selagi tamunya merendahkan diri terhadap beberapa orang itu.

Oleh karena terpaksa, Bouw Pek tidak bisa menampik lagi, sambil ringkaskan bajunya ia bertindak ketengah lapangan.

Dengan pedangnya ia kiong khioe pada orang banyak.

"Jie ya, ciongwie harap kau tidak tertawakan aku!" kata ia sambil bersenyum. Dan ia lantai mulai bersilat, sinar pedang berkelebatan lakasana kilat. Pedang menyambar gesit, kakiri dan kanan, kedepan dan kebelakang. mengikuti perakan tubuh, atau lebih benar tubuh mengimbangi gerakan tangan.

Tiat Pweelek lantas saja menjadi kagum dan memuji apabila ia saksikan sesuatu gerakan Bouw Pek yang cepat dan tetap. Bouw Pek lewatkan dua jurus, lantas ia berhenti akan terus unjuk hormat pula.

"Harap tidak tertawakan aku " berkata ia.

Dimata orang biasa permainannya Bouw Pek tidak berarti istimewa, tetapi Tiat Pweelek, yang matanya tajam, mengerti permainan itu mestinya buah latihan diatas sepuluh tahun.

Maka itu, ia menjadi kagum berbareng gatal

"Mari kasihkan aku pedang itu" kata ia pada Tek Lok seraya ulur tangannya.

Tek Lok mengerti, ia haturkan pedang yang ia pegang pada orang bangsawan itu.

Dengan hunus pedang itu; Tiat Pweelek hampirkan Bouw Pek di tengah kalangan.

"Mari kita berdua berlatih sama2!" berkata ia sambil tertawa.

Bouw Pek terperanjat, kendati ia sebenarnya telah dapat menduga.

"Aku tidak berani piebee dengan Jieya," ia menampik. "Apa? Apakah kau kuatir nanti lukai aku? Tiat Pweelek

tanya. "Jangan takut, itulah tiada bahayanya! Nanti aku perintah orang bungkus ujungnya pedangmu"

Lie Bouw Pek goyang kepala.

"Aku bukannya kuatir lukai Jieya, sebenarnya aku tidak sanggup mclayani" ia terangkan. "Barusan aku telah pertontonkan kejelekanku, kalau nanti aku kalah terhadap Jieya, mana aku punya muka buat datang pula ketemui Jieyo?

....."

Tiat Pweelek tahu orang merendah, ia tampaknya jadi tidak puas.

"Bouw Pek, aku belum pernah ketemu orang seejie seperti kau!" berkata ia, suaranya sungguh2. "Coba kau tanya beberapa guruku ini, mereka semua pernah pieboe dengan aku, adakalanya aku kalah, adakalanya juga aku yang menang. Siapa menang, siapa kalah, semua tidak ada artinya, kita melulu lagi main2, kita bukan mau cari nasi dengan permainan ini." "Jieya kita seorang yang jujur dan polos," kata beberapa orang sambil tertawa "kalau Jieya menang, ia tidak jadi kegirangan, dan kalau kalah, ia tidak jadi gusar. Tuan Lie, jangan kau seejie"

Mukanya Bouw Pek menjadi merah, ia benar benar gelisah.

Tiat Pweelek insyaf bahwa barusan ia telah omong terlalu tandas, maka untuk perbaiki itu, ia tertawa. Ia kuatir tamunya salah mergerti pundaknya tamu itu ia tepok.

"Kepandaianku tidok seperti kepandaiannya" berkata ia, "aku mau main2 dengan kau melulu untuk cari pengalaman. sekalipun Kim too phang bouw kau bisa pecundang , mustahil kau jerih terhadap aku? "

Pweelek ini tartawa pula, ia perintah Tek Lok ambil sutera buat bungkus kedua ujung pedang.

"Sudah. pedang itu tidak usah dibungkus! Bouw Pek mencegah, Ia telah ambil putusan akan iringi kehendak orang. Dengan dibungkus, pedang itu kurang leluasa untuk digerakkannya. Sudah cukup asal Jieya sudi menarik belas kasihan padaku."

Jawaban ini bikin Tiat Pweelek girang bukan main, ia tertawa dengan gembira.

Tek Lok sudah lantas bantu majikannya ringkaskan baju.

Segera juga orang bangsawan ini maju dibarengkan dengan satu tusukan.

Bouw Pek berlaku sebal. dengan Satu sampokan ia tangkis tusukan itu. Tapi juga Siauw Hong Jiam unjuk kegesitan, begitu lekas pedangnya terpental ia teruskan menyerang pula, memapas kepala orang Dan ketika si anak muda berkelit, lagi2 ia monyerang sekarang menikam iga.

Satu kali ini, Bouw Pek sengaja ketok pedang orang hingga kedua senjata jadi beradu dan menerbitkan suara keras dan nyarin g.

"Bagus!" berseru Tiat Pweelek, yang lagi menikam pada pundak kiri.

L e Bouw Pek menangkis sambil berbareng majukan sebelah kakinya dalam satu lompatan, hingga tubuhnya jadi dekat pada tubuhnya Tiat Pweelek, hal mana membikin kaget orang bangsawan ini, siapa dalam gugupuya sudah buru2 menusuk dengan pedangnya, dengao maksud mendului menyerang

Berbareng dengan itu, dari pinggiran terdengar orang berseru.

"Awas buat buat gerakan memutar tubuh!"

Dan benar2, dengan putar badannya, Bouw Pek telah menyarang.

Oleh karena ia telah dengar peringatan, Tiat Pweelek dapat pulang ketabahannya malah tatkala serangan datang ia bisa robah gerakan teryunnya akan menangkis

Atas itu Lie Bouw Pek lantai berhenti bersila!, ia tertawa, lantas lekas ia berpaling kejurusan darimana tadi datang suara peringatan, akan pandang orang yang ucapkan itu. Orang ini, dengan baju pendek, terang seorang bujang istana, umurnya kurang lebih dua puluh tahun, tubuhnya ttdak tinggi dan tidak kate, mukanya yang kurus bersorot kuning, tetapi sepasang matanya bersinar tajam.

"Heran, kenapa orang ini bisa ketahui rahasia gerakan tanganku? " pikir Bouw Pek yang merasa aneh.

Sementara itu beberapa kauwsu dan cin teng sudah lantas tegor bujang istal itu yang dikatakan tidak seharusnya banyak mulut, sementara Tek Lok, dengan keangkeran yang dibikin bikin dengan mata melotot, sudah lantas mengusir

"Bukannya kau pergi roskam kuda, kau datang kemari Apa kau mau? Kenapa kau berani banyak mulut? Lekas pergi"

Tapi orang itu yang bersenyum, cuma mundur satu tindak. Tiat Pweelek juga telah saksikan semua.

"Jangan usir dia Biarkan ia menonton!" kata orang bangsawan ini, yang sabar, yang tapinya sudah lantas tidak perhatikan lagi bujang istal itu, hanya dengan gerakan pedangnya kembali menyerang Bouw Pek seraya serukan : "Awas" Bouw Pek sedang perhatikan bujang istal itu, ia tidak gembira akan melanjutkan piboe, maka ia mundur buat serangan itu, ketika ia dirangsaK, ia mundur terus.

Diluar dugaan, Tiat Pweelek masih tidak mau berhenti, sesudahnya mendesak, mendadak ia menyerang pula sambil lompat maju.

Menampak serangan itu Bouw Pek lekas lompat berkelit, dari mana ia loncat lebih yauh kebelakang orang bangsawan itu pedangnya digerak.

Siauw Hong Jiam terperanjat, buru2 ia balik badan, pedangnya dipakai membacok untuk mendahului lawannya, maka waktu Bouw Pek menangkis, kedua senjata kembali beradu dengan menerbitkan suara nyaring, sampai mengeluarkan lelatu api

Menggunakan ketika ini, Boaw Pek tahan pedang orang. "Aku minta Jieya suka berhenti menyerang, aku menyerah"

katanya sambil tertawa

Tiat Pweelek menyekal pedang dengan tangan kanan, tangannya itu kesemutan dan aku sebagai kesudahan dari kebentroknya kedua senjata, sedang napasnya memburu, karena sedari tadi ia terus terusan gunai tenaga luar biasa. Dari itu, tidak heran jikalau iapun suka berhentikan main2 itu.

"Aku takluk, tidak kecewa kau menjadi seorang gagah," ia memuji, sambil tertawa juga.

Tetapi bebsrapa kauwsu dan cinteng sudah antas angkat majikan itu.

"Jieya sama tuan Lie ini adalah tandingan setimpal" demikian kata mereka.

Pweelek itu teitawa.

"Sudah, kau jangan banyak banyak omong lagi, sebenarnya ia mengalah" katanya.

Bouw Pek lantas sodorkan pedang tua yang ia pegang pada Tek Lok.

"Kau pegang saja pedang itu, aku hadiahkan pada kau" mencegah Tiat Pweelek. Aku masih punya pedang yang jauh lebih baik daripada itu!" Anak muda kita tidak berlaku sungkan, ia ambil pulang pedang itu dari Tek Lok.

"Terima kasih, Jieya" katanya.

"Mari kita duduk didepan!" kemudan Tiat Pweelek berkata pula.

"Baik, Jeya" sabut Bouw Pek, yang sementara itu gunai ketika lagi akan meneliti si bujang istal, siapa masih belum pergi, malah dengan dua matanya yang bercahaya pun sedang mengawas juga, hingga empat mata jadi seperti kebentrok. Bouw Pek ingin bicara pada bujang itu, tetapi Tiat Pweelek sudah bertindak, maka dengan terpaksa ia batalkan niatnya itu.

Mereka pergi keruangan yang tadi akan pasang omong sembari minum teh.

"Lain kali aku ingin kau sering2 datang kemari" berkata Tiat Pweelek pada tamunya itu. "Umpama kata kau perlu uang atau barang lain, bilang saja padaku, tidak usah kau sungkan atau malu2!"

"Terima kasih, Jieya" sahut anak muda kita, yang hatinya bsrsyukur.

Mereka bicara pula sekian lama, sampai Bouw Pek nyatakan ingin pulang.

"Baik," kata tuan rumah. "Tek Lok, bawakan pedangnya Tuan Lie"

Bouw Pek memberi hormat seraya lagi-lagi haturkan terima kasih, lantas ia bertindak pergi, tek Lok antar ia sambil bawakan pedang pemberian Tiat Pweelek.

Lekas juga mereka telah sampai dipintu depan:

Ketika tadi aku pieboe dengan Jieya, ada orang yang berseru dipinggiran apa pekerjannya erang itu? " Bouw Pek tanya pengatarnya.

"Toaya baik jangan perdulikan orang itu" kata Tek Lok sambil jebikan bibir.

"Ia Siauw Jie, pekerdiaannya adalah meroskam dan menyediakan rumput! Ia kurang ajar. didepan Tiat Pweelekya ia berani bicara! syukur Pweelekya sabar, coba ia ketemu majikan lain, tentu ia akan diberikan hajaran dan diusir!" "Betapa lama siauw Jie sudah tinggal disana Bouw pek

tanya pula.

"Barangkali sudah satu tahun" Tek Lok jawab "Ia dataeg kemari dengan perantaranya siorang padri lhama yang menjadi saudagar kulit yang kenal baik pada Jie ya. hingga Jieya malu hati untuk menolaknya, meskipun diista1 kami sudah punya belasan bujang, scbenannya tenaganya sudah tak perlu lagi..."

"Nah. sampai ketemu pula!" kata ia. ia ambi1 pedang dari tangannya Tek Lok dan bertindak msnuju keselatan didalam hatinya ia berpikir: "Orang she Je itu mestinya enghiong yang sedang terlunta lunta atau menderita! Tipu silat yang tadi aku gunai adalah tipu kilat rahasia pengajaran suhu Ke Kong Kiat, tetapi sebagai kacung istal ia bisa kenalkan, kecuali ia mergerti silat, boegeenya tinggi Kenapa ia ikhlas menjadi bujang budak? "

"Aku mesti perhatikan ia apabila ia benar liehay. aku mesti bicarakan itu pada Tiat Pweelek. Sayang bagi Pweelek ya ia pelihara segala Kauwsu tak punya guna, sedang seorang pandai ia antap terlunta-lunta dan tersia-sia. "

Jalan tidak jauh, Bouw Pek lantas sewa kereta, yang bawa ia ke Lam shia. Kota selatan, sesampainya dimulut Sin siang Hotong. ia suruh kereta berhenti, setelah bayar uang sewa, ia turun dari kereta dan terus menuju kewarungnya Soe Poan-cu

Si Gemuk tertawa kapan ia libat sobat itu dandan rapi dan tangan menceka1 pedang.

"Lie Toaya, apa kau telah pergi ke Pweelek hoe" ia tanya "Betul," Bouw Pek manggut. "Baru saja aku ketemu

PweeLek dan ia hadiahkan pedang ini padaku. Coba kau lihat!" "Aku bisa lihat, tetapi tidak mengerti" kata Soe Poa coe

sambil tertawa. Tapi ia ulur tangannya akan sambuti pedang itu. Akhirnya ia manggut2 dan memuji : "Pedang ini sungguh berharga besar" "Bagaimana kau ketahui itu? " Bouw Pek tanya. "Bagian apanya yang bagus? "

"Aku tidak lihat bagian mana yang bagus." Sabut Su Poan cu yang terus tertawa. "Aku hanya pikir kalau pedang ini hanya hadiah dari pweelek ya, mustahil bisa gagal? "

Dimukanya Bouw Pek tertawa, tetapi didalam Yafinya ia katai

"Su Poan cu, kau cerdik sekali. Jangan kau berlaga tolol didepanku! Apakah kau sangka aku tidak bisa duga kau orang macam bagaimana? "

Ia menoleh kesekitarnya, kebetulan waktu itu dak ada tamu lain.

"Aku mesti tanya asal usulnya ia mesti ceritera!" ia pikir. Ia tertawa. Ketika ia mau menanya, Su Poan cu sudah lantas sediakan arak seraya berkata Lie Toaya, mari minum lebih dulu Aku hendak beritahukan apa apa padamu "

Sayuran, buat temanuya arak, juga sudah lantas disajikan. Lie Bouw Pek minum separuh isi cangkirnya.

"Apakah itu, sobatku? " ia tanya sambil tertawa.

Sambil cenderungkan tubuhnya dimejanya, tukang warong ini borsenyum.

"Lie Toaya, kau tahu atau tidak, sobat kau Cui Siam dari Po Hoa Pan sudah ikut Cie Sielong? " demikian ia tanya.

Bouw Pek terkejut, ssmpai ia rasai kepalanya kena terpukul, hingga ia taruh cangkirnya.

"Kau dengar dari siapa? " ia tanya. "Kapan ia ikut Cie sielong? "

"Sabar, Lie Toaya" Su Poan-cu berkata. "Kau dengar, aku akan menutur dengan pelahan2 "

Bouw Pek awasi tukang warung itu dengan bingung saja. Su Poan cu menutur lebih jauh.

"Sejak kau ditangkap, Lie Toaya, aku sudah bisa duga duduknya hal, atau sebabnya penangkapan atas dirimu itu," berkata ia, dengan sabar. "Dalam halmu ini, bukan saja Louw Sam bertindak uatuk membalas sakit hati. juga Cie Sielong mau gunai ketika buat rampas Cui Siam. Hal itu bikin aku tidak puas dan aku kuatir Cui Siam nanti kena diakali. Susah apabila si nona ikut siorang tua bangka itu. Maka aku lantas berdaya buat mencegah "

Bouw Pek terus mendengarku, ia tidak memotong penuturannya si Gemuk.

"D hari kedua sedari aku mendapat tahu hal itu, dangan dandan rapi aku telah berkunjuna ke Po Hoa Pan. Aku telah ke temui Cui Siam dan si nyonya tua. Pada mereka aku lantas kata: "Lie Touya seorang baik, melulu karena urusan kau, ia sudah difitnah oleh Poan Louw Sam yang berkonco dengan Cie Sielong. Tapi Lie Toaya punya banyak sobat mewah dikota Pakkhia ini, perkaranya juga tidak ada buktinya, maka selang beberapa hari ia pasti akan dibebaskan. Maka itu, dalam beberapa hari ini andai kata Poam Louw Sam dan Cie Sielong mendesak kau supaya kau menikah, biar bagaimana juga kau jangan dengar perkataanaya itu. Kau harus mengerti, jikalau sobatnya Lie Toaya ketahui kau ikut orang, mereka tentu tidak akan mau mengerti dan kau tidak akan dapat ampun"

"Apa katanya anak dan ibu itu? " Bouw Pek potong.

"Cui Siam terangkan padaku, bahwa ia tidak akan menikah Cie Sielong" sahut Su Poan cu, "Meski ia teiah janji demikian padaku, tapi selang belum tiga hari Cie Sielong teiah kirim joli buat sambut ia dan sekarang ia tinggal di Kouw-thio Gotiauw tinggal bersama2 isteri muda dari Poan Louw Sam. Setiap hari, Cie Sielong dan Poan Louw Sam bersenang2 saja dirumah itu. Tatkala mengetahui itu. mula mu1a aku gusar sekali, tetapi belakangan, setelah berpikir lebih jauh, aku bisa sabarkan diri. Cui Siam bunga raya, dari bunga raya apa yang bisa diharap? Dimana ada bunga raya yang punya liangsim? Apa ada bunga raya yang dipikirkan Cie Sielong sudah tua atau tidak? Maka sekarang, ibu dan anak .itu telah dapatkan penghidupan yang pasti. "

Kendati sobatnya bilang demikian, mukanya Bouw Pek menjadi pucat karena ia mendongkol dan masgul dengan berbareng, sekian lama ia bingung saja. "Aku tidak percaya yang Coei Siam benar benar suka menikah Cie Sielong" kemudian ia kata : "Disini mesti ada sebabnya yang memaksa. Aku percaya Poan Louw Sam dan Cie Sielong telah gunai perkaraku, buat desak padanya hingga ia jadi kena digertak dan ketakutan. Sekarang ini entah

bagaimana ia besar kedukaannya. "

"Biar bagaimana juga. ia sudah terjatuh kedalam tangannya si tua bangka " berkata Soe Poan coe sambil tertawa. "Umpama kata ia tidak setuju, apakah ia tidak bisa cari mati? Lie Toaya, aku bicara dengan maksud baik, sebenarnya berurusan dengan bunga raya kau tidak seharusnya berlaku jujur dan sungguh sungguh. Aku omong terus terang, dikala kau tidak kenal Coei Siam, tidak nanti kau dapat perkara penasaran seperti ini! Kau masih muda, toaya, kau punya kepandaian, hari kemudianmu penuh pengharapan, dari itu janganlah kau kasi hatimu pada orang perempuan sebangsa Coei Siam itu! Kau mesti mengerti, siapa kasi dirinia dipincuk perempuan, meski hatinya keras, hati itu bisa dibikin lembek dan lumer. Sekarang Coei Siam sudah menikah, baik antapkan dia! Kau, toaya, kau harus bekerja, kalau nanti kau berhasil, percaya aku, berapa banyak orang parempuan kau ingin, berupa banyak juga kau akan dapatkan"

Bouw Pek bersenyum dengan msringis, tanda harinya tarluka.

"Soe Ciangkoei, nasehatmu benar," berkata ia. "Bukannya hatiku lemah, bukannya aku tergila-gila perempuan, akan tetapi dalam halnya Cui Siam aku tidak percaya, bahwa dengan sesungguhnya ia mencinta Cie Sielong. Sudah lama Cie Sielong incar ia. setahu berapa banyak uang Cie Sielong sudah dikeluarkan, tetapi setiap kali ia minta cui Siam ikut ia, selalu Cui Siam menampik. Maka aku tidak mengerti, kenapa justeru aku masuk penjara, baru beberapa hari saja, lantas pikirannya berobah dan ia telah ikut cie Sielong? Pada ini pasti ada sebabnya dan sebab ini aku mesti tanya Cui Siam "

Menampak demikian. Su Poan-cu tidak mengasi nasehat lebih jauh. ia duga mestu ada janyi apa2 diantara Bouw Pek dan Cui siam, jikalau tidak, tidak nanti pemuda ini demikian terluka hatinya. ferang Bouw Pek seperti seorang yang isterinya telah orang curi.

"Lie Toaya," ia kata sambil tertawa, "umpama kata kau ketemu Iyui Siam, apa kau akan bilang? "

Bouw Pek yusteru sedang tenggak araknya, ditanya begitu ia kelihatannya jadi mendongkol.

"Aku tidak mau omong banyak padanya, aku hanya mau tanya, ia kawin dengan Cie Syelong karena suka ia sendiri atau bukan!" ia jawab dengan getas.

"Andaikata ia jawab, bahwa ia menikah karena suka sendiri, apa kau hendak bikin? " Su Puan-cu tanya pula.

"Pasti sekali aku akan tidak kata apa lagi. " sahut Bouw

Pek dengan bersenyum meringis. "Dalam hal itu aku mau anggap saja aku gelap pikiran dan adalah salahku yang tadinya aku telah berlaku jujur terhadap segala bunga berjiwa. Tapi kalau ia ikut Ce Sielong bukan karena suka sendiri, bahwa ia telah kena dipaksa, terang Poan Louw Sam dan Cie Sielong telah menghina aku Maka dalam bal begitu, aku tidak mau diam saja terima hinaan. aku mesti cari mereka akan adu jiwa"

Selagi ucapkan itu Bouw Pek keprak meja sampai mangkok dan cangkir bergerak menerbitkan suara.

Melihat keakluannya sobat itu, Su Poan-cu fcrsenyum. "Bagus kalau begitu," ia berkata. "Rumah isteri muda dari

Poan Louw Sam dimana Cie Sielong taruh Cui Siam ada di Kauw-thio Go Tiauw, deri sini tidak terpisah jauh, rumahnya baru didirikan, duduknya disebelah barat jalanan, mudah buat dikenal, karena didepannya eda dua kuda2an batu. Kalau kau pergi kesana, Lie Toaya, dan menunggui Cui Siam tentu akan dapat diketemukan Mustahil yang ia tidak keluar dari rumahnya

Bouw Pek bersenyum tawar.

"Buat ketermui dia adalah urusan mudah. Sekarang aku tidak niat segera ketemu ia, aku rasai tubuhku kurang sehat" ia kata. Ia lihat orang seperti sedang pikir apa2. lantas ia sengaja unjuk roman tawar. Ia tertawa ketika ia tambahkan: "Su ciangkui, kau jangan kuatir hal ini benar bikin aku gusar akan tetapi aku bisa berpikir, andaikata aku cari mereka, melulu untuk bikin mereka merasa pusing kepala, pasti aku tidak akan terbitkan onar. Kau ketahui, disini aku tidak punya sanak-beraya "

Dengar ucapannya ini Bouw Pek mau kasitahu pada Su Poan-cu, supaya tukang warung ini jangan takut, dengan tukang warung itu telah tanggung dtrinya, ia akan jaga diri baik2 agar tidak sampai terbit onar. Diluar dugaannya, si Gemuk sudah lantas tepuk2 dada

"Jangan kuatir. Lie Toaya, kau boleh bikin apa kau suka!" ia kata. "Apa juga akan terjadi, Su Poan cu bersedia bertanggung jawab. Aku kasih tahu pada Lie Toaya, aku bukannya seperti pedagang yang nyalinya kecil"

"Aku mengerti " Boow Pek kata sambil bersenyum, sembil lirik tukang warung itu.

Su poan cu turut melirik, sambil bersenyum juga. Hingga keduanya seperti telah mengerti satu pada lain.

Bouw Pek minum araknya, ia dahar sayur serta kuenya. "Nah, sampai sebentar malam!" berkata ia yang segera

berbangkit buat terus pulang kebio. Didalam kamarnya ia rebahkan diri akan pikirkan perhubungannya dengan Cui Siam. ia tidak mengerti, kenapa si nona langgar janji, sedang dia itu sudah janji hendak menuoggunya.

"Hm kau anggap Lie Bouw Pek boleh dihina" ia ngoce sendirian, sebab sengit ingat perbuatannya Poan Louw Sam dan Cie Sielong. "Jikalau aku tidak lampiaskan kemendongkolanku ini, dan bila aku tidak sanggup tolong perempuan yang bercelaka itu, Lie Bouw Pek bukannya laki2, ia bukannya enghiong"

Bahna sengit, hampir Bouw Pek berbangkit dan pergi ke Kauw-thio Go-tiauw guna cari Siam Nio. Tapi ia mesti rebah terus, karena ia rasai kepalanya sakit dan malas bangun. sembari rebah, ia hunus pedang pemberiannya Tiat Pweelek dan pandang itu, ia dapat kenyataan, pedang itu benar2 pedang tua. Tapi kapan ia manoleh pada pedangnya sendiri yang tergantung ditembok, pikirannya bekerja membandingkan kedua senjata itu.

"Pedang ini pedang tua, bagus dipandang seperti barang kuno. enak buat dipakai merantau, untuk tempur orang, lebih baik aku tetap pakai pedangku sendiri. Pedangku pedang biasa, tetapi cukup tajam dan aku telah pakai sejak lama, malah diwaktu belajar pedang pada suhu Kie Kong Kiat, aku telah pakai itu dengan pedang itu aku telah piebu dengan Jie Siu Lian dan sontek ikat kepalanya, dengan pedang itu aku telah pecundangi Lie Mo ong Ho Kiam Go, Say Lu Pou Gui Hong Siang, Hoa-khio Phang Liong, Kim-too Phang Bouw Tegasnya, aku telah dapat namaku sekarang melulu karena aku mengandal pada pedangku itu, maka itu aku tidak boleh sia2kan

Ia menghela napas ia lalu berbangkit akan gantung pedang tua itu. Dengan paksakan diri, ia keluar dari bio buat pergi ke Poan cay Hotong Selatan, ke rumah paman misannya Kie Thian Sin. Kapan ia ketok pintu, pengawal segera muncul. Ia ini lantas unjuk hormatnya, kendati dengan roman kaget dan bcrkuatir.

"Lie Toaya, kenapa selama beberapa hari ini kau tidak pernah datang? " ia tanya.

Lie Bouw Pek bisa lihat roman orang, ia ketahui orang lagi berpura pura pilon.

"Apakah Looya ada dirumah? " ia tanya.

"Ada, sekarang ia sedang terima tamu. Silahkan toaya masuk"

"Kalau sedang ada tamu, aku tidak usah masuk" kata Bouw Pek. "Dalam beberapa hari ini aku telah kebentrok dengan orang, hingga aku terfitnah dan masuk penjara..."

"Apakah Itu benar, Toaya? " ia tegasi. "Perkara apakah itu?

"

"Looya tentu siang sudah dengar perihal perkaraku ini. Tapi

sekarang sudah beres semua, karena Tiat Siauw Pweelek, yang jadi sobatku, sudah tolong dan tanggung aku, hingga aku dimerdekakan. Tentang aku ini, kau boleh beritahukan kepada looya, agar ia dapat ketahui dan tidak buat kuatir lagi."

"Aku nanti sampaikan, toaya. Dengan ada pweelekya yang menanggung, pasti perkara telah beres semua."

Pengawal itu bicara sambil manggut2. "Sekarang aku masih tetap tinggal di Hoat Beng sie, Bouw Pek kasi tahu lebih jauh. "Tapi aku sudih pikir, lagi satu bulan aku niat berangkat pulang. Sebentar kau kasi tahu looya, bahwa lagi beberapa hari aku akan datang pula kemari."

Setelah kata begitu. Bouw Pek berlalu. Di tengah jalan ia berdiri sekian lama, bara ia bertindak dan menuju ke Kauw thio Go tiauw. Ia jalan perlahan2 Ia telah dapat cari rumahnya isteri muda dari Louw Sam dan Cie Sielong. Memandang rumah itu, hatinya panas, hampir ia pikir menerjang masuk akan cari Cui Siam untuk tanya ia itu ikut Cie Sielong dengan sungguh2 hati atau bukan, untuk cekuk si Terokmok buat kasi hajaran padanya. Ia mundar mandir sekian lama, pintu tetap terkunci rapat, tidak ada seorang juga yang keluar atau masuk.

Mendadak Bouw Pek ingat suatu apa, ia lantas saja berjalan pulang. Ia sekarang rasai kepalanya makin sakit.

"Apakah aku akan jatuh sakit? " ia kata dalam hatinya. ingat sakit, hatinya menjadi lemah. Lekas2 ia rebahkan diri, akan kemudian jadi pulas Kapan ia sadar, sang sore sudah datang, la bangun dan rapikan pakaian, ia terus pergi kewarungnya Su Poan cu akan bersantap. diwarung waktu itu banyak tamu, Su Poan cu sedang repot melayani, sebab itu sobat ini tidak bisa diajak pasang omong, ia terus pulang kebio.

Menungkulkan diri, Bouw Pek jalan jalan di pelataran. Tatkala itu dipermulaan musim ketiga. Langit terang, sepotong megapun tak tertampak. Sang rembulan bulat sisir

sudah muncul. bintang berombongan tiga atau empat, berkelik kelik disana sini. Suasana sunyi dan menyeramkan karena dikedua samping ada peti mati rebah melintang. Melulu sang kutu kutu malam, yang suka kasi dengar suara mereka.

Tiba tiba Bouw Pek ingat Jie Siu Lian dan si nona seperti berbayang didepan matanya, dibawahnya sang puteri malam.

"Kenapa aku berkukuh? " pikir ia, yang jadi ngelamun. ayah Siu Lian sudah menutup mata, tunangannya tidak ketahuan kemana parannya, usia mudanya tidak boleh disia siakan...

Aku cinta ia, kenapa aku tidak mau pergi pada ibunya akan lamar ia Kenapa aku tidak mau cari ayahnya si pemuda Beng, untuk damaikan urusan jodohku ini?

Sekejab itu, ia berniat segera berangkat ke Soanhoa, untuk rampungkan pembicaraan, supaya ia biia lekas menikahi nona Jie yang elok dan gagah.

"Tapi aku telah ikat perhubungan dengan Cui Siam, apa ia tidak kecewa apabila aku menikah dengan Siu Lian" pikiran lain muncul pula.

Ia jadi bersangsi, kebetulan sang angin sambar ia, ia bergidik sebab dinginnya hingga kesadarannya datang pula. Ia anggap tidak pantas ia menikahi Siu Lian, si nona tidak boleh diganggu dan di sia siakan, bahwa adalah keharusan baginya akan cari si pemuda she Beng. supaya mereka berdua bisa jadi suami istri. Dengan berbuat demikian, itu mengunjukkan ia seorang gagah.

Ia dongak memandang rembulan, ia keluarkan helaan napas lega, kemudian bertindak masuk kedalam kamarnya. Kamar gelap, dengan tidak nyalakan api lagi ia naik kepembaringan.

Sang kutu diluar kamar masih saja menyanyi tak berhentinya...

Bouw Pek legakan hatinya. maka akhirnya ia bisa juga pulas. Tapi, berapa lama ia sudah tidur, ia tidak ketahui waktu ia di bikin sadar oleh suara pelahan, hingga ia terperanjat dikertas jendela ia tampak sinar lemah dari sang bulan.

Diantara suaranya kutu2, masih terdengar suara pelahan itu. "sinar jendela mesti ada orang "pikir ia, yang segera

berbangkit. Dengan berindap2 ia hampirkan tembok akan ambil pedangnya, kemudian ia pergi kepintu, yang daunnya ia buka dengan tiba2, disusul dengan ia lompat mencelat. Ia masih dengar suatu suara melesatkan tetapi orangnya tak tertampak, hingga ia memandang kesekitarnya.

Rembulan sekarang sudah datang, bintang telah berkurang.

Dilangit yang biru. segulung dengan segulung, tertampak mega2 asyik main main. Dikedua pinggiran, dimana ada peti mati dengan berisikan mayat semua serba gelap....

"Rupanya orang itu atau penjahat, lari sembunyi diantara peti mati," ia menduga dengan bawa pedangnya ia periksa kedua samping, tetapi disitu tak kedapatan apapun juga.

Masih penasaran, Bouw Pak lompat naik keatas genteng, disini ia memandang keempat penjuru hingga ia jadi heran. Disaat ia hendak loncat turun, sekonyong2 ia tampak sinar api didalam kamarnya. sinar yang kelihatan dari kertas jendela. Ia menjadi kaget, karena terang ada orang pasang api didalam kamarnya itu. Cuma api itu padam sekejab kemudian.

Tak ayal lagi Ia lompat turun, justeru dari dalam kamarnya loncat keluar seorang yang mencekal pedang yang dengan tiba tiba lompat menusuk dia! Karena ia sudah siap, ia bisa menangkis buat terus balas menyerang.

Orang itu bertubuh tidak tinggi, mukanya sebagian ditutup saputangan, serangannya hebat, gerakannya gesit dan bertenaga.

Tapi pemuda kita tidak takut, sambil borsenyum sendirian melayani dengan tabah. Ia tidak mau mengeluh, saban ada saatnya ia balas mendesak. Beberapa kali pedang mereka beradu dan menerbitkan suara nyaring.

Kapan pertempuran sudah jalan dua puluh jurus lebih, barulah Bouw Pek menjadi heran sekali. Lawan itu ilmu pedangnya sempurna, sebegitu jauh belum pernah ia dapat tandingan, seperti orang tak dikenal ini. Maka untuk melayani lebih jauh, ia robah caranya bersilat, agar bisa rebut kemenangan.

Diluar dugaan, juga gerakannya lawan itu berobah dengan cepat. Diantara cahaya sang puteri malam, kedua pedang berkeredapan.

Nyata sekarang kedua pihak sedang unjuk kepandaian mereka, oleh karena sukar buat maslng2 dapat kemenangan.

Satelah buat sekian lama pula, Bouw Pek dapat pikiran akan tahan serangan musuh, guna meeegor buat ketahui musuh itu siapa dan apa maksud kedatangannya, tetapi belum sampai ia buka mulutnya, atau orang itu mendadak lompat mundur dua tindak, darimana ia enjot tubuhnya akan terus loncat naik keatas genteng, gerakannya gesit dan pesat laksana seekor kucing.

"Tunggu, sobat " anak muda kita berseru seraya juga loncat naik keatas genteng untuk menyusul tetapi kapan ia sampai diatas, musuh sudah tidak ada. disekitarnya tak terlihat barang satu bayangan.

"Bagus, bagus akhirnya Bouw Pek ngoceh seorang diri selagi ia loncat turun dari genteng buat menuju kekamarnya. "Sekarang ternyata, tidak sia2 aku datang ke Pakkhia, disini aku dapatkan tandingan setimpal"

Kapan ia sampai didalam kamanrya, ia nyalakan api. Ia heran apabila ia memandang ketembok, karena disitu pedang tua pemberian dari Tiat Pweelek sudab lenyap

"Terang dia datang untuk pedang itu " pikir ia akhirnya.

Bukannya ia jadi duka atau murka, sebaiiknya ia jadi gembira dan girang, melebihi girangnya waktu isi bisa rubuhkan Gui hong Siang dan lawan lain lagi. Ia lantas rapatkan pintu, padamkan api dan naik kepembaringannya

Kalau tadi ia rasai otaknya keruh atau pikiran ruwet, sekarang Bouw Pek merasa lega. maka sebentar kemudian ia sudah pulas hingga tidak ingat apa2 lagi.

Esoknya pagi anak muda ini mendusin. Ia rasai pusingnya belum hilang. Ia pergi kewarung yang berdekatan akan beli obat, dari situ ia pergi kewarungnya Su Poan-cu buat minta air teh, dengan apa ia telan obat itu. Ia pasang omong dengan si Gemuk, akan tetapi ia tidak tuturkan, bahwa ia telah kecurian pedang. "Nah, sampai sebentar malam!" kata anak muda ini, yang pamitan tak lama berselang. Dari situ dengan sewa kereta ia pergi ke Pweelekhu. Ketika sampai diistal ia dapat keterangan bahwa Pweelek tiada dirumah ia tidak jadi masuk.

"Baik aku ketemukan si bujang istal, kata ia Tapi baru saja niatan itu muncul atau pikiran sehat mencegah ia. "Kenapa aku mesti cari Siauw Jie, yang disini ada seorang bujang istal Aku bukannya tamu agung, tapi pweelek perlakukan aku dengan manis dan semua bujang disini berlaku hormat padaku apa kata mereka apabila aku kunjungi bujang istal?  Orang bisa berbalik pandang enteng padaku atau celakanya, mereka bisa jadi curiga. "

Oleh karena ini ia cuma mondar-mandir didepan istana, ia harap Siauw Jie keluar dengan tuntun kuda, supaya ia dapat alasan akan bicara dengan bujang itu. Siapa tahu, ditunggu sampai lama bujang itu tak pernah muncul.

"Biarlah lain kali saja aku ketemui dia " pikir ia

kemudian. Ia lalu bertindak dengan perlahan2, menuju keselatan. Jalan belum jauh ia rasai kepalanya pusing, maka lekas ia sewa kereta buat pulang ke Sinsiang Hotong. begitu sampai digereja, dalam kamarnya ia sudah lantas rebahkan diri. Ia tidak dahar tengah hari. sampai magrib baru ia sadar dan berbangkit.

Buat kedukaannya, Bouw Pek rasai tubuhnya benar2 tidak sehat, kepalanya pusing, pikirannya ruwet, hingga akhirnya ia jadi menghela napas.

"Meski bagaimana juga, urusannya Cui Siam mesti dibereskan malam ini. " ia berpikir. .-Sesudah urusan beres,

aku tidak punya sangkutan lagi, hingga aku bisa berdiam dirumah untuk beristirahat beberapa hari, kemudian aku berangkat ke Yankeng akan susul Tek Siauw Hong "

Ia pergi kewarungnya Su Poancu untuk bersantap malam. Ia gunai ketika ini buat pasang omong dengan pemilik warung arak itu Su Poan cu selalu sambut ia dengan manis dan layani ia dengan hormat dan telaten. Sehabis bicara sebentar, ia pulang kebio Sekarang ini Bouw Pek tidak dapat lantas tidur pulas. Ia ingat si pencuri psdang, yang ia harap2 supaya datang lagi. Ia tahu kesehatannya terganggu, tetapi ia merasa masih cukup kuat akan tempur pula pencuri itu, guna ukur tenaga dan kepandaian mereka sampai terdapat keputusan. Ia sengaja tidaK kunci pintu kamar, agar musuh bisa datang dan masuk dengan leluasa.....

Malam itu, selewatnya jam tiga, Bouw Pek rasai dirinya terbenam dalam kesunyian. Apa yang ia dapat dengar adalah suaranya sang kutu dan sampokannya angin musim Ciu.

"Sekarang sudah waktunya!" pikir ia, yang semangatnya jadi terbangun. Ia berbangkit dengan gembira akan tukar pakaiannya ia libat dengan angkin, Bepatunya juga ia tukar dengan yang enteng. Setelah padamkan api, dengan kempit thungsha dan bawa pedangnya. ia keluar dari bio. Ia dongak, ia lihat langit guram.

Disaat itu Bouw Pak menyesal yang ia tidak mampu terbang, hingga ia tidak dapat segera bersama Cui Siam dengan siapa sudah lama ia tidak bertemu

Bouw Pek Ioncat naik keatas rumah, dari situ ia lontat turun keluar. Ia menoleh kesekitarnya, ia lihat d dalam gang tidak ada orang lain. Maka lekat lekas ia pakai thungshangnya, setelah sembunyikan pedangnya dalam baju yang panjang dan gerombongan itu, ia mulai bertindak menuju ke Kiauw thio-Go ciauw.

Tatkala itu dltengah malam, jalanan aunyi sekali, seorang juga tak tertampak. Malah dengan orang rondapun ia tidak berpapasan Ia kenal baik Kauwthio Go tiauw, belum lama ia sudah sampai ditempat itu. Iapun segera dapat cari rumah gundiknya Poan Louw Sam, sebuah rumah kecil tetapi baru Kedua pintu terkunci, maka ia menuju ke belakang. Disini ia buka thungshanya, yang ia gulung dan ikat dipunggnngnya. Maka sekarang, dengan pakaian singsat, dengan leluasa ia loncat naik keatas tembok, terus merayap keatas genteng. Dari atas genteng kelihatan bagian dalam rumah itu terpecah tiga, kamar utara dan kamar barat terang dengan cahaya api.

Dengan hati hati Bouw Pek pergi kekamar utara. Ia merayap diatas genteng dan pasang kupingnya. Lantas ia dengar suara bicara dan tertawa dari orang perempuan bukan suara dan seorang saja. Kemudian suara itu jadi makin nyata terdengarnya.

"Aku hendak tidur sekarang!" demikian seorang perempuan. "Andai kata kau tidak puas. kau tunggu saja!"

Itu suara yang Bouw Pek kenal, maka mendengar itu hatinya seperti tertusuk.

Lantas juga kelihatan A Go keluar dengan memimpin Siam Nio dan seorang nyonya tua urut keluar dengan membawa tengloleng.

"Kau tidur sendirian saja, apa kau tidak takut? " terdengar A Go menggoda Siam Nio "Lebih baik kau tidur dengan aku dalam kamarku, sekalian kau temani aku Umpama kata sebentar Louw Sam ya datang, tidak ada halangannya sama sekali. "

Siam Nio nampaknya mendongkol, tetapi ia tertawa. "Mulut kau paling bisa ngaco belo" ia berkata. "Awas, aku

nanti kasi tahu pada Cie Tayjin!"

A Go tidak takut dengan ancaman itu.

"Kau berani, kau herani ngadu pada cie tayjin? " ia kata, sambil menggoda terus. "Awas Jikalau kau benar berani mengadu, aku nanti bikin supaya Cie Tayjin buat selamanya tidak datang pula pada kau!"

A Go pegang tangan orang dan Siam Nio berontak.

"Eh, kau ini Cie Tayjin punya apa, maka kau berani kata demikian? " nona ini kata sambil tertawa. Kenapa Cie Tayjin mau tunduk padamu? "

Siam Nio bisa lepaskan diri. ia lari kedalam kamar sebelah barat. A Go mengejar, tetapi pintu altar sudah dikunci. "Encie yang baik, sudahlah," Siam Nio berkata. "Sekarang sudah jauh malam, Louw Samya juga tentu tidak akan datang, baik kau masuk tidur! Besok kita ketemu pula"

A Go tertawa, kemudian dengan ajak si nyonya tua ia kembali kekamarnya.

Bouw Pek berada diatas genteng separuh hatinya menjadi tawar dengan segera.

"Tadinya aku anggap, dengan jadi gundiknya Cie Sielong, entah berapa sedihnya Siam Nio, siapa nyana sekarang ia begini bergirang" ia berpikir. "Kenapa ia sudi menjadi isteri muda orang? Dilihat dari sini, benar hati perempuan sangat sukar diketahui"

Dari tawar hati, Bouw Pek jadi mendongkol. Ia sudah mau berlalu dengan bawa kemendongkoiannya. waktu ia lihat api di kamar barat masih belum dipadamkan.

"Ibunya Siam Nio tentu tidur dikamar lain" pikir ia. "Malam ini Cie Sielong dan Poan Louw Sam tidak datang, maka kasihan dua perempuan itu. yang ditinggal masing2 seorang diri. lantaran mesti tunggui kamar kosong, mereka jadi

sudah bersenda gurau Cie Sielong dan Poan Louw

Sam mestinya ketahui aku sudah keluar dari penjara, pasti sekali mereka takut datang kemari."

Bouw Pek loncat turun dari atas genteng, ia hampirkan jendala dari kamar barat, dari kaca jendela ia memandang kedalam.

Siam N o duduk diam seorang diri, romannya sangat lesu, tetapi baju dan celana dadunya indah dan mentereng. Ia tunduk, hingga melulu rambutnya yang bagus yang kelihatan.

Mau tidak mau, hatinya anak muda kita jadi lemah pula. Ia pindahkan pedang kepunggung ia lalu mengetok dengan pelahan.

"Siam Nio, buka pintu .... Aku " ia berkata.

Siam Nio terkejut, hingga mukanya pucat dan tubuhnya gemetar. Ia berbangkit denga tergopoh2.

"Kau kau siapa? " ia tanya dengan susah Lantas katanya

terputus, karena pintu telah terbuka dan seorang bertindak masuk Ia hampir berteriak, kapan lihat orang itu, yang bertubuh tinggi dan berpakaian hitam Ia lantas saja berdiri diam, romannya kaget dan takut dengan berbareng. Sekarang ia kenalkan Lie Bouw Pek.

"Kau jangan takut," kata ia dengan perlahan, sinar matanya adalah sinar mencinta.

Si nona masih saja berkuatir, tampak mukanya yang elok bersinar menyedihkan.

"Bagaimana kau bisa datang kemari? " demikian pertanyaan satu nya.

Bouw Pek adukan kedua baris giginya, bibirnya menjadi rapat satu pada lain la kendalikan dirinya. Dengan mata tajam ia awaskan si nona yang lemah itu.

"Aku datang hendak bicara padamu, sebentar saja" akhirnya ia bilang.

Menampak orang tidak bergusar, batin Siam Nio pe!ahan2 menjadi tetap.

"Apa itu Bilanglah? " ia kata

"Poan Louw Sam dan Cie Sielong sudah gunai akal busuk, dengan apa mereka fitnah aku, hingga aku mesti masuk penjara," ia kata, "maksudnya itu tidak lain supaya mereka bisa dapati dirimu. Apakah kau ketahui ini? " Siam Nio manggut.

"Aku telah ketahui semuanya," ia menyahut. "Aku juga ketahui, yang kau telah ke1uar dari penjara. Sudah dua hari- meraka tidak datang kemari, sebabnya yalah mereka takut padamu!"

Bouw Pek tertawa dingin.

"Beruntung mereka tidak ada disini" kata ia. "Coba mereka ada di sini, tidak bisa tidak, aku tentu bunuh mereka "

Mendengar itu Siam Nio bergidik, apa pula sekarang ia telah dapat lihat pedangnya menggembloh dipunggungnya.

Bouw Pek bertindak maju akan datang lebih dekat, air mukanya bersorot gusar.

Lie Bouw Pek seorang laki laki, ia tidak akan kasi dirinya dipermainkan dan dihina!" ia kata dengan sengit. "Aku juga tidak bisa lihat yang kau mesti menjadi gundiknya tua bangka yang sendirinya sudah punya dua tiga isteri muda. Kau turut aku, besok kita nanti tinggalkan Pakkhia ini Tidak perduli kemana kita pergi, aku pasti tidak nanti bikin kau menderita kesengsaraan"

Siam Nio kaget, sampai mundur dua tindak, la goyang goyang kepala.

"Aku tidak bisa ikut kau" ia menyahut.

Bouw Pek sudah ulur tangannya akan tarik si nona, ketika ia tercengang karena mendengar jawaban itu.

"Kenapa kau tidak biia ikut aku? " ia tegasi. "Apakah kau memang suka menjadi gundiknya tua bangka she Cie itu"

Siam Nio goyang pula kepalanya.

"Tidak," ia menyahut, "aku tidak suka, Tapi... Cie Tayjin punya pengaruh besar ia punya banyak uang, dengan itu semua ia bisa berbuat segala apa. Lain dari itu, ia telah perlakukan kami ibu dan anak baik sekali, maka kami tidak boleh tidak punyakan liangsim, tidak "

Mendadak nona Cia menangis, hingga perkataannya jadi terputus. Ia agaknya tidak takut lagi, ia banting banting kakinya.

"Sekarang aku tidak bisa nikahi kau " berkata ia. "Kau

orang kalangan Sungai Telaga, tidak ada yang baik hatinya. Aku suka ikut Cie Tayjin seumur hidupku! Jikalau kau hendak bunuh Cie Tayjin, hayo, kau sekalian bunuh aku juga"

Bouw Pek jadi melongo, hatinya menjadi dingin. "Baiklah. akhirnia ia manggut2. "Oleh karena kau telah

mengucap begini, aku juga tidak mau timbulkan pula urusan kita berdua, anggap saja aku telah keliru kenal orang Baiklah, aku pergi sekarang "

Ia bertindak keluar, daun pintu ia tutup pula cuma dengan satu enjotan tubuh ia sudah mencelat keatas genteng.

Siam Nio tercengang, kemudian ia jatuhkan kepalanya diatas meja dan menangis. Ia menyesal yang ia telah perlakukan secara demikian anak muda itu, roman siapa yang cakap telah segera berbayang dimatanya, suara siapa yang sabar telah berkumandang dikapingnya Ia seperti lihat satu tubuh yang gagah berdiri dihadapannya tapi sekejab saja, dan sekarang ia berada sendirian, seperti tadinya....

Lie Bouw Pek sudah pulang kegereja, ia tidak gusar atau mendongkol, ia hinya sesalkan diri sendiri

"Kenapa aku mesti main api dengan Siam Nio? " demikian ia pikir. sebenarnya, begitu ketahui Jie Siu Lian sudah tidak merdeka, aku mesti berusaha di Pakkhia ini, atau aku terus pergi marantau. Kenapa aku berlaku jujur terhadap Siam Nio? Benar katanya Su Poan-cu, jikalau aku tidak kenai Siam

Nio, tidak nanti aku sampai kena dianiaya oleh Louw Sam.

Sudah begitu, sekeluarnya dari penjara, kenapa aku mesti tengok pula Siam Nio, hingga sekarang ia berlaku begini rupa padaku Apa itu bukan berarti aku cari malu sendiri? Sudah, aku tidak boleh penasaran lagi "

Ia lantas naik atas pembaringan uatuk melegakan hati tetapi kendati demikian, sehingga lama ia tidak bisa pulas.

ESOKNYA pagi Bouw Pek mendusin, ia rasai tubunnya tetap tidak sehat, kapan ia turun dari pembaringan ia rasai kepalanya pusing dan kakinya lemas. Ia kertak gigi, ya keraskan hati. Ia tidak lagi duduk, hanya bertindak keluar kewarungnya Su Poan cu. Ia duduk dikursi dengan tangan menunjang kepala, ia tidak kata apa2.

Su Poan cu tidak menyangka kesehatan orang terganggu, ia duga anak muda ini masgul karena urusannya Siam Nio, maka ia tertawa.

"Bagaimana, Lie Toaya? " ia menegor. "Apa kau sadah ketemui Siam Nio 7"

Bouw Pek geleng kepalanya sendiri dan menghela napas "Sudahlah, diangan sebut2 pula dia itu " ia menyahut

Si gemuk bersenyum mendengar jawaban itu.

"Kau laki2, kenapa urusan begini kecil bisa ganggu kau seperti ini? " ia kata dalam hatinya. Tiba2 ia tertawa dan tepok meja. "Sudah. Lie Toaya kau jangan berduka lebih lama pula!" berkata ia. "Urusan yang menyukarkan kau itu, kau serahkan saja padaku. Kau akur, bukan? Jangan kau banyak lihat Poan Louw Sam punya enam rumah gadai dan Cie Sielong berpangkat tinggi Aku seorang she Su meski hanya tukang warung tetap aku tanggung adalah mudah sekali buat suruh mereka itu serahkan kembali Siam Nio padamu, Lie Toaya!"

Lagi lagi si Gemuk tertawa, sembari mengawasi si anak muda. Ia telah lonjorkan sebelah lengannya yang besar. Ia seperti hendak bilang.

"Lie Toaya jikalau kau tidak pergi, nanti aku yang pergi gantikan kau"

Tetapi Su Poan cu telah menduga keliru. Bouw Pek lesu bukan urusannya Siam Nio, ia lesu karena gangguannya sakit kepala, yang sebisa bisa ia hendak lawan. Ia malah tidak dengar semua ucapannya si Gemuk itu.

"Jangan kau ngaco belo, sekarang ini pikiranku lagi kusut!" ia kata ia menghela napas, kemudian ia berbangkit "Aku tidak bisa duduk lama disini, aku hendak pulang"

Dengan tindakan berat, ia pergi keluar. Ia pergi kerumah obat. Ia pulang buat teras rebahkan diri, ia bisa juga tidur pulas.

Terapi setelah mendusin dari tidurnya, Bouw Pek rasai kepalanya sakit sangat, tubuhnya pun panas.

"Saudara Bouw Pek"

Suara itu datangnya dengan mendadak.

Bouw Pek terperanjat, ia buka matanya, yang baru seja ia meramkan. Suara itu berada dekat dan ia ingin lihat siapa orangnya yang menegor ia, yang panggil ia "saudara".

Kapan ia sudah. buka matanya. Ia menjadi heran.

Didepan pembaringan berdiri seorang dengan muka kuning dan kurus, dua matanya besar, bajunya hijau. Ia adalah si bujang istal dari Pweelek-hu, yang telah bisa ketahui ilmu alat rahasia Bouw Pek.

Lekas2 Bouw Pek berbangkit, tapi ia mesti senderkan badannya.

"Saudara Jie, aku justeru harap kau" ia berkata. "Kemarin aku pergi keistana mencari kau. kau tidak ada! Silahkan duduk Maafkan aku, buat penyambutanku yang kurang hormat ini. Aku sedang sakit."

"Aku juga lihat toako seperti sedang sakit" berkata Siauw Jie, dengan sikapnya yang menghormat, "karena ini, diwaktu masuk kedalam kamarmu ini, aku tidak berani banyak bersuara. Kau tidak boleh kena angin toako, silahkan kau rebah pula"

Bouw Pek geser bantal kepala buat tunjang kapalanya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar