Po Kiam Kim Tjee Jilid 09

Jilid 9

SU POAN CU cerita seperti pembawa kabar saja, tidak tahunya Bouw Pek dengari itu dengan sungguh2 dan hatinya panas bukan main. ia telah tenggak pula araknya, sedang tadinya dia sudah mau berhenti minum.

„Kiranya dengan cara beginilah Louw Sam bikin dirinya kaya" kata dia dengan bersenyum ewah. „Baiklah, nanti datang waktunya yang aku akan bikin Poan Louw Sam kenal siapa adanya aku !"

Ketika itu datang dua tamu, Su Poan cu tinggalkan sobatnya akan layani dua orang itu.

„Catat saja semua apa yang aku dahar dan minum," kata Bouw Pek kemudian. dia berbangkit dan pakai baju luarnya, lantas bertindak keluar dari warung arak itu. dia bertindak dibawah sinar bulan dan bintang yang guram, dia jalan pelahan, hatinya masih panas, sedang pengaruh arak menambah panesnya hati itu.

Dengan pulang kegereja, apa aku mesti lakukan? pikir dia

„Lebih baik aku pergi pada Siam Nio dan kongkouw dengan sinona.

Ingat Cui Siam. hatinya anak muda ini goncang. Tapi dia jalan terus menuju ke Hin-kie thoa. Ketika sampai didepan Po Hoa Pan, dia lihat api terang dan orang yang keluar masuk banyak. Di depan rumah juga ada menunggu beberapa  kereta.

“Boleh jadi Cui Siam sedang layani tamu” pikir anak muda kita. Tapi, biar bagaimana juga, aku mesti ketemukan dia."

Dia bertindak masuk, atas mana jongos segera sambut dia. „Lie Toaya datang !" dia berkata sambil tertawa. „Nona Cui Siam ada tamunya !"

„Siapakah tamu itu ?" Bouw Pek tanya.

“Louw Sam ya sahut jongos itu, kembali sambil tertawa.

„Boleh jadi tidak lama kemudian dia akan berlalu. Baiklah toaya pergi dulu kekamar sebelah. "

Hatinya Bouw Pek memukul.

“Kalau tamu itu Louw Sam-ya, tidak apa !” dia bilang. „Aku kenal Louw Sam ya, nanti aku sekalian ketemukan dia !"

„Kalau begitu, silahkan toaya naik ditangga dengan tindakan berlari lari itu, yang terus saja dongak dan menyerukan : „Tamu buat nona Cui Siam !”

Bouw Pek sementara itu sudah naik di tangga dengan tindakan perlahan2, dengan lekas dia sampai diatas, baru saja dia berada didepan pintu kamarnya Cui Siam, Cia Mama telah papak dia. Pada muka yang kisut dan kurus dari nyonya tua ini tersugging senyuman, tentu saja senyuman yang di-bikin2. Hampir seperti berbisik, dia kata pada tamunya :

“Lie Toaya, baik kau datang lain kali saja. Sekarang Louw Sam ya ada dikamarnya si Siam."

Bouw Pek mendongkol, hingga mukanya menjadi merah. Belum sampai dia buka mulutnya, kupingnya segera dengar tertawa yang keras dan kaku, datangnya dari kamarnya Siam Nio, suara tertawa mana segera disusul dengan suara tertawa yang empuk. Tentu saja suara tertawa itu melulu menambah ke mendongkolannya. dia gusar bercampur iri hati.

„Apa ? Poan Louw Sam ada didalam ?" dia kata dengnn suara keras. „Dia itu mahluk apa? Aku tidak takut dia. Suruh Cui Siam keluar, aku mau bicara padanya, tidak lama, aku akan lantas pergi lagi!"

Sikapnya anak muda ini bikin Cia Loo mama menjadi sibuk bukan main, hingga dia banting2 kakinya.

“Lie Looya," katanya, „bicaralah pelahan sedikit. "

Suara tertawa didalam kamar berhenti dengan mendadak, sebagai gantinya kere disingkap dan satu tubuh yang tinggi dan terokmok muncul keluar. Diterangnya lampu, dia kelihatan berusia empatpuluh lebih, tidak piara kumis, matanya kecil. mulutnya lebar, kedua pipinya nonjol jauh hingga umpama kata melebihi mancungnya hidungnya Pakaiannya dan dandanannya menyatakan dia seperti seorang besar. Dengan mata yang dibuka lebar dia awasi anak muda kita.

„Apa kau mau, eh ?” dia menegor.

Bouw Pek hampir angkat tangannya akan hajar muka tembem itu, baiknya dia masih bisa kerdilkan diri. dia angkat dada.

„Aku Lie Bouw Pek, aku sobatnya Cui Siam!" dia perkenalkan diri.

Dengan pelahan, Poan Louw Sam manggut manggut.

„Jadinya kaulah yang dipanggil Lie Bouw Pek !" kata dia dengan angkuh. “Selama beberapa hari ini segala pengemis ditengah jalan ramai bicarakan nama kau katanya kau doyan sekali berkelahi ! Aku tanya kau, apakah kau yang barusan sebut2 namaku Poan Louw Sam ?"

„Betul !" sahut Bouw Pek dengan sikap menantang. „Aku memang tahu kau adalah Poan Louw Sam si Terokmok, kau berniat membeli Siam Nio, yang kau hendak serahkan pada Cie Sie long, yang kau sedang tempel ! Kaulah yang menyebabkan matinya tuan toko di Cay sie kauw tadi ! Ketahuilah, Poan Louw Sam, aku memang datang cari kau, untuk coba2 sama kau !"

Louw Sam adalah saorang yang belum pernah dihina dimuka umum, dia belum pernah mendapat malu dimuka orang banyak, maka itu bisa dimengerti, kendati dia jeri terhadap anak muda kita, dia toh tidak mau mengalah

secara mentah2. Begitulah dia kasih dengar suara dihidung, mulutnya dia buat maju.

„Orang she Lie, kau benar bernyali besar !” kata dia sambil berseru, dia bawa aksi buat tutupi tembaganya. „Tapi sekarang aku tidak punya tempo buat layani kau, nanti saja kita cari lain waktu ! "

Setelah kata begitu, Poan Louw Sam putar tubuhnya, masuk kembali kekamarnya Cui Siam. „Kembali !” membentak Bouw Pek, yang sambar panggung orang, yang ditarik dengan mendadak.

Poan Louw Sam bertubuh besar dan berat, tetapi tangan Bouw Pek yang kuat bikin dia tidak mampu bertindak terus, dia mesti berbalik dengan terpaksa. Mukanya menyadi merah dan pucat, bahna mendongkol berbareng malu, hatinya goncang.

“Kau mau apa?" dia masih tanya dengan suara nyaring.

Sebagai jawaban, sebelah tangannya Bouw Pek melayang pada pipinya, atas mana terdengarlah gaplokan yang nyaring, sampai si Terokmok meringis bahna kesakitan. Tapi dia jadi nekad, dia ulur tangannya dengan niatan sambar anak muda itu buat digoeyeng.

„Hai ! Kau berani pukul aku! Dia menjerit dengan susah.

Bouw Pek tidak jawab tegoran itu, hanya tangan orang dia segera tangkap dan betot, kakinya berbareng mendupak lututnya. atas mana si terokmok lantas jatuh ngusruk, terus berlutut !

„Sekarang Lie Toaya mau hajar kau sampai mampus !" dia berseru kemudian.

Seruan ini disusul dengan dupakan pada batok kepalanya, maka sambil menjerit Poan Louw Sam jatuh ngusruk kejubin lauwteng. Ketika dupakan lain menyusul, lagi2 dia menjerit !

„Mati aku!" demikian suaranya. Si Terokmok ini telah mati daya !

Sampai disitu Cia Mama dan beberapa jongos serta beberapa tamu dan nona2 manis telah keluar dan merubung, karena mereka telah dengar ada orang berkelahi.

Cui Siam lari keluar, dia tubruk Bouw Pek buat dipeluk!.

„Jangan, Lie Looya. kau jangan pukul dia lagi," dia kata sambil menangis. „Kalau kau pukul lagi, nanti dia mati. ”

„Apa artinya dia mampus?" kata Bouw Pek dengan mendelu. „Tidak lebih tidak kurang. aku hanya bikin kotor tempat kau ini kalau dia mampus, aku Lie Bouw Pek bersedia buat ganti jiwanya !" Sembari kata begitu, Bouw Pek tendang paha Poan Louw Sam yang penuh minyak, hingga dengan tubuh bergulingan si terokmok itu menjerit kesakitan.

Dua tamu segera maju akan cegah Bouw Pek menendang lebih jauh. dan beberapa jongos hampirkan Louw Sam buat pimpin dia bangun.

Melihat begitu banyak orang, Louw Sam menjadi berani lagi.

„Hayo kau wakilkan aku hajar dia lagi !” dia berteriak seraya tuding anak muda kita, dia menitah pada kawanan jongos dan tamu tamu lainnya. “Jangan takut, kendati kau hajar dia sampai mampus ! Malah aku akan kasihkan upah seratus tail perak tiap orang nya !"

Dalam keadaan biasa, janji itu pasti akan bikin orang meluruk maju. Siapa tidak mau bermuka muka terhadap hartawan yang berpengaruh ini ? Tapi sekarang lain. Semua jongos tidak berani main gila terhadap Lie Bouw Pek. apa pula dia ini sobat kekal dari Pek Siauw Hong maka, sebaliknya dari pada dengar perintah, mereka malah membujuki:

„Sudah Sam ya, sudah, harap kau jangan gusar. Lie Looya orang asing disini, dia juga tentu sedang mabok arak, harap Sam ya jangan ladeni dia. Mari Sam ya naik kereta dan pulang, besok sam ya boleh, datang pula dengan ajak orang untuk bikin perdamaian, supaya dengan begitu urusan menjadi habis Lie Looya seorang muda, baiklah Sam ya berlaku sabar terhadapnya.

Tukang kereta Louw Sam telah datang, karena dia telah dapat tahu apa yang terjadi di lauwteng, maka sebelumnya majikan itu kata apa , dia bantu membujuki, dari itu separoh dipaksa si terokmok ini telah di dukung turun dari lauwteng, dibawa kekeretanya buat terus diantar pulang. Tapi karena masih penasaran, selagi mau berlalu dia pentang bacot lebar2

:

„Orang she Lie, hati2 kau ! Jangan kau bertingkah, kau nanti lihat dan kenalkan Louw Sam ya !" Bouw Pek gusar, dia mau hajar hartawan itu, tetapi Cui Siam pegangi keras2.

„Jangan, looya. Jangan” kata si nona sambil menangis.

„Sukalah kau pandang aku, jangan kau serang dia pula "

„Ya, jangan kau serang dia, looya," Cia Mama turut  berkata. „Louw Sam ya seorang yang berharta besar, kita tidak boleh main gila terhadap dia !"

Tapi Lie Bouw Pek bersenyum tawar.

Orang lain boleh takut padanya, tetapi aku tidak !" dia berseru. „Ia punya uang, aku punya kepalan, coba lihat, uangnya yang lebih keras atau kepalanku ! "

Setelah kata begitu, dia tarik Siam Nio, dia ajak masuk kedalam kamar. Maka semua nona2 lain, tamu2 dan jongos lantas pada berlalu dan turun dari lauwteng. Semua nona dan tamu balik kekamarnya masing2 dengan terus bicarakan kejadian itu, begitu juga kawanan jongos.

Orang she Lie itu tidak saja liehay bugee nya, dia mestinya berpengaruh juga," demikian orang men-duga2. Jikalau dia tidak punya pengaruh, bagaimana dia berani hajar Poan Louw Sam !”

„Biasanya di kota selatan, Poan Louw Sam lebih berpengaruh dan malaikat uang, lebih berkuasa daripada Giam Lo Ong, siapa sangka hari ini dia mesti rasai orang gaplok dan dupak dia pergi datang !" kata yang lain. „Karena dia telah rubuh, hingga namanya jadi merosot, dia tentunya tidak akan mau mengerti, boleh jadi sebentar dia datang pula dengan bawa banyak orang, atau dia kirim orang2nya buat hajar si orang she Lie ini !

Diantara orang didalam rumah pelesiran itu, Cia Loo mama adalah yang paling sibuk dan kuatir sampai hatinya tergoncang terus, air mukanya juga terus pucat, sebab takut.

„Lie-ya," demikian dia kata pada anak muda kita, „Menurut aku, baiklah kau menyingkir saja buat sedikit waktu......Sebentar Louw Sam tentu akan datang pula bersama orang2 nya. ia punya banyak orang, yang kabarnya semua bangsa kasar ! Mereka itu andaikata membunuh orang tidak ada perkaranya ! Buktinya jalan kejadian kemarin ini, atas dirinya seorang nona dari satu rumah pelesiran lain. Nona itu berani main gila, lantas Louw Sam ya kirim orang nya, buat cambuki si nona sampai tubuhnya matang biru dan ber- darah2, sedang barang perabotan dikamarnya dirumah pelesiran itu telah diubrak abrik juga ! Tamu si nona telah di hajar setengah mati. Kemudian, beberapa orang dari rumah pelesiran itu telah ditangkap, dibawa pergi. ”

Bouw Pek mendongkol mendengar ucapan itu.

“Kau jangan takut !" dia kata. „Aku percaya Louw Sam atau kawan2nya tidak akan datang pula! Kalau dia berani datang lagi mustinya banyak orang jadi ketahui urusannya ini, dia tentu merasa malu. Paling juga Louw Sam berdaya cari akal buat bikin aku celaka, umpama dia adukan aku pada pembesar negeri, supaya aku ditangkap dan ditahan, atau dia perintah orang bokong dan serang aku di tengah jalan. Biar bagaimana, aku tidak takut !"

Bouw Pek bicara dengan unjuk roman puas sekali.

Cui Sam duduk disampingnya anak muda ini, dia menangis dan gunai sapu tangan buat susut air mata nya.

“Kau juga jangan takut," Bouw Pek hiburkan kekasihnya  itu. „Tidak perduli siapa, siapa berani main gila terhadap kau, aku nanti hajar dia, bila perlu jiwanya aku nanti kehendaki ! Umpama kata kau takut akan berdiam terus disini, tidak ada halangannya, kau dan ibumu berdua boleh turut aku, kemana saja kita sampai, aku tanggung kau tidak akan bersengsara !"

Ia bermaksud menghibur, siapa tahu, mendengar hiburan itu, Cui Siam jadi rnenangis makin sedih..........

Sampai sekian lama sinona masih saja menangis, hingga bosan menghiburnya, Bouw Pek jadi dapat anggapan lain.

„Buat urusan kecil seperti ini dia menangis tidak mau berhenti, apakah dia anggap tidak seharusnya aku hajar Poan Louw Sam ?" demikian dia berpikir. „Apakah hatinya jadi terluka, karena Louw Sam telah kena kuhajar ?"

Ia duduk bingung, dia tidak bisa tahu hati nya si nona. Tempo dia melirik. Siam Nio masih menangis, air matanya turun dengan deras. Terang nona ini sangat berduka, entah apa sebabnya.

Juga Cia Loo mama, yang duduk disamping. turut menangis. Nyonya tua ini nampak nya tidak puas, karena dia sudah terbitkan onar.

Melihat keadaan disekitarnya, Bouw Pek jadi tidak senang. dia tadi nya mau minta keterangan, tetapi lekas juga dia batalkan itu. dia anggap Cui Siam dan ibunya orang orang perempuan lemah yang harus dikasihani, tidak ada perlunya dia desak mereka itu. Karena memikir begini, dia lalu menghela napas. dia taruh selembar uang kertas dimeja dan berbangkit, lantas bertindak keluar terus turun dari lauwteng.

Biasanya apabila anak muda ini mau berlalu, Cui Siam tidak saja pesan dia besok datang pula, si nona juga mengantar sambil meloneng dilankan dan tangannya dilambai lambaikan dengan air muka tersungging senyuman, tetapi sekali ini bukan saja nona itu tidak keluar mengantar, dia malah duduk terus dan menangis saja, Cuma Cia Loo mama masih juga menegor dengan suara tidak sewajarnya, katanya ;

“Lie Looya, apa besok kau akan datang, pula !"

Dengan paksakan diri. Bouw Pek menyahut juga „Ya", tapi dia jalan terus.

Dibawah lauwteng beberapa jongos sambut pemuda ini. agaknya mereka ngeri, karena sekarang terbukti lagi kegagahannya tamu ini.

“Lie Looya, kau mau pulang ?" mereka tanya sembari tertawa.

„Ya," sahut pemuda kita. „Kalau kejadian Poan Louw Sam datang pula dengan ajak orang orangnya, kamu boleh kasi tahu supaya dia cari aku di Hoat Beng Sie di Sinsiang Hootong. Kamu jangan takut, ada apa juga, aku sendiri yang nanti tanggung jawab, kamu tidak akan kerembet rembet !"

„Baiklah,  looya,  kami  tahu,"  sahut  beberapa  jongos itu.

„Looya juga baik jangan kuatir. Poan Louw Sam mestinya telah  ketahui, yang looya  tidak  boleh  dibuat  permainan,  ia pasti tidak akan berani datang pula, karena datang pula buat dia berarti cari susah sendiri ......

Bouw Pek manggut dia lantas berlalu dari Po Hoa Pan dia tetap masih mendongkol, ketika sampai didalam kamarnya dia tidak bisa lantas tidur, percuma dia coba meramkan mata.

„Selama dua bulan ini, perbuatanku bisa dibilang keliru," begitu dia jadi ngelamun. „Aku seorang miskin, hak apa aku punya akan keluar masuk rumah hina ? Lagi makin lama aku berkenalan dengan Cui Siam, makin keras hatiku tertarik.  Maka lagi seketika lama, bisa2 ludaslah semangat laki2ku. Ciu Siam Nio adalah bunga yang terkenal; banyak kenalannya, seperti Cie Sie long dan Poan Louw Sam, apa bisa dengan sebenarnya dia jatuh hati padaku, tidak perduli aku masih muda dan jujur? Umpama kata benar dia menyinta aku, tetapi kalau aku mesti ajak dia merantau, apakah dia sudi ?

Memikir demikian, hatinya pemuda ini menjadi sedikit tawar. Adalah karena ini, baru sampai tengah malam dia bisa meramkan mata dan pulas.

Kapan esoknya pagi Bouw Pek mendusin dari tidurnya, dia lantas ingat perbutannya kemarin, ialah dengan bergantian dia telah rubuhkan Oey Kie Pok dan Louw Sam, dua orang yang terkenal di Pakkhia. „Benar kejadian itu bikin aku puas, tetapi bagaimana  dengan  mereka  berdua?"  demikian  dia  pikir.

„Mereka tentu tidak puas dan tentu sekali akan berdaya buat bikin aku celaka. Mau tidak mau, aku mesti berlaku hati2 .......

"

Hari itu hawa udara panas sekali, kendati begitu, kecuali pergi kewarungnya Su Poan cu, Bouw Pek tidak pergi kemana mana lagi. maka berdiam dikamarnya dia merasa tak keruan. Oleh karena ini sorenya dia lantas pergi ke Po Hoa Pan.

Sekali ini, sikapnya Cui Sam beda sekali daripada yang sudah dia dingin sekali, sepasang alisnya senantiasa mengkerut, pada tampang mukanya tidak pernah tertampak tertawa atau senyuman. Duduk sekian lama, anak muda kita jadi tidak gembira, maka dia lantas angkat kaki , ditengah perjalanan dia mampir diwarungnya Su Poan cu. Su Poan cu ternyata telah dapat tahu, Yang kemarin di Po Hoa Pan si anak muda telah berikan hajaran pada Louw Sam yang tersohor, ketika dia tanyakan ini Bouw Pek merasa heran.

“Su Ciangkui, kupingmu betul liehay dia kata. „Bagaimana kau bisa lekas ketahui yang aku telah hajar Poan Louw Sam?,. Setiap hari kau repot dengan daganganmu, kau mesti layani tamu, kau tidak pernah keluar, dari mana kau dengar hal itu

?"

Su Poan cu gembira sekali dengan pertanyaannya sobat langganan ini.

„Lie Toaya, janganlah kau anggap, karena aku setiap hari tidak pernah tinggalkan warungku, lantas aku tidak ketahui segala apa!" dia kata sambil tertawa. “Yang benar adalah, banyak orang telah datang membawa warta

padaku"

Bouw Pek masih saja tidak mengerti.

“Sebenarnya siapakah yang mengasi kabar pada kau ?" ia tegasi.

„Toaya seorang pintar, kenapa hal ini toaya masih tidak mengerti ?" Su Poan cu tertawa pula. „Warungku ini kecil. tetapi peruntunganku si Gemuk cukup baik, maka juga, kecil warungku, langgananku banyak. Beberapa sobat langganan suka datang kemari, sembari minum mereka pasang omong, mereka obrolkan apa saja yang mereka masing2 dengar diluaran. Coba kemarin ini toaya hajar orang lain, barang kali masih ada orang yang tidak atau belum ketahui, tetapi kerena yang terima hajaran adalah Poan Louw Sam si Teromok, Selama beberapa tahun ini di kota raja tidak ada kejahatan yang Poan Louw Sam tidak lakukan, keadaan begitu, ke marin adalah buat pertama kalinya dia terima bagiannya, maka itu lantas saja semua orang ketahui kejadian ini, asal satu orang mendapat tahu, lantas banyak orang mendapat tahu juga, dan semua orang yang dengar tidak ada yang tidak gembira, Toaya tahu, siapa ceritakan kejadian itu, dia tentu tonjolkan jempolnya buat puji toaya !" Sembari kata begitu, si Gemuk ini juga tonjolkan jempolnya, Maka mau atau tidak, Bouw Pek jadi tersenyum. dia memang senang mendengar warta itu.

„Lie Toaya," kata pula si tukang warung „apakah toaya ketahui bahwa nona Cui Siam dan Po Hoa Pan, karena ihtiarnya Poan Louw Sam, hendak dirangkap jodohnya dengan Cie Toalooya, bekas Lee pou Sielong?”

Mendengar ini, Bouw Pek merasa tidak puas. dia memang sedang masgul.

„Aku memang tahu Poan Louw Sam mau serahkan Cui Siam pada Cie Sie long, supaya dia bisa tempel bekas sielong itu," dia jawab. „Tadi Cui Siam sendiri telah kasi tahu padaku, sukar buat Cie Sielong mau ambil dia sebagai gundik. Sielong itu sudah tua dan dirumahnya sudah punya dua gundik. Cui Siam sendiri telah kasi tahu. apa juga akan terjadi, dia tidak sudi menikahi Cie Sielong." Su Poan cu manggut2.

“Aku pun pernah dengar yang nona Cui Siam bukannya bunga raya seperti yang kebanyakan” dia bilang, loaya kau kenal baik nona itu, kenapa kau tidak mau keluarkan uang buat tebus dirinya, supaya dia bisa turut kau ? Tidakkah ini lebih baik dari pada kau berdiam sendirian saja didalam bio ?”

Ditanya begitu, Bouw Pek tertawa.

„Sekarang ini aku masih repot akan piara mulutku sendiri, bagaimana aku bisa ambil isteri. apa pula nona dari rumah pelesiran ?" katanya.

“Lie Toaya, kau terlalu merendahkan diri!" Su Poan cu kata pula. .. dengan kepandaian kau ini sebenarnya mudah sekali kau dapat hidup mewah ! Apakah artinya sambut satu isteri ? Asald ia suka bersabar sekian lama, kau pasti bisa dapatkan uang buat tebus dia "

Bouw Pek bersenyum dan irup araknya, beberapa cawan. dia tidak kata apa apa lagi, sampai dia berjalan pulang. Su Poan cu juga tidak bicara lebih jauh.

Esoknya Bouw Pek mesti duduk dalam kamarnya yang  sunyi dengan membaca buku, Hawa udara panas mengendas. Melihat cuaca, rupanya sang air langit berniat turun akan membasahi bumi.

Kira2 jam sepuluh diluar kamar ada suara orang menanya : “Apakah Lie Toaya ada didalam ?"

Suara itu asing, Bouw Pek lantas saja keluar. Dilatar didepan kamarnya dia lihat satu keranjang buah semangka, yang pikul seorang dengan dandanan sebagai bujang. Di situ juga berdiri Siu Bie to Oey Kie Pok bersama seorang pengikutnya. Itu adalah si Bie to kurus, yang kemarin ini dia hajar kenal dengan kepalannya. Oleh karena itu dia mengawasi dengan tidak ucapkan sepatah kata.

Oey Kie Pok dandan dengan rapi, ketika dia lihat tuan rumah muncul, dia angkat kedua tangannya memberi hormat, tampangnya tersungging dengan senyuman.

„Saudara Bouw Pek," berkata dia dengan lantas, agaknya seperti sahabat karib. „Dengan kesampingkan kejadian kemarin ini, sekarang aku sengaja datang mengunjungi kau! Aku bawa semangka, buat kau hilangkan dahaga dihari hari yang panas ini !”

Bouw Pek tetap merasa heran, karena sikap orang adalah luar biasa. Tapi karena orang telah berlaku hormat, dia juga lantas angkat tangannya, balas kehormatan itu.

„Silahkan masuk," dia mengundang, „mari kita duduk di dalam”

Dengan menghaturkan terima kasih, Oey Kie Pok terima baik undangan itu, dia ikut masuk kedalam dan duduk dikursi yang ditunjuk.

„Saudara Bouw Pek, sudah lama aku dengar nama besar kau" dia berkata pula. „Sebenarnya sudah sekian lama aku ingin jumpakan kau, tapi niatan itu aku selalu mesti tunda, karena kau selalu berada bersama sama Tek Siauw Hong.

Siauw Hong itu juga sobatku. aku kuatir dia tidak ijinkan yang kita main2. Kemarin ini aku dengar Siauw Hong berangkat ke Tongleng, lantas aku datang padamu. Aku memang sengaja pakai nama palsu. Sesudah nya kita bertempur, saudara Bouw Pek, barulah aku ketahui betul, bahwa bugee kau jauh lebih tinggi dari pada apa yang aku bisa, maka juga aku jadi sangat kagumi kau. Sudah begitu kemarin pun aku dengar, saudara. kau telah hajar Poan Louw Sam, orang hartawan dan ternama dikota selatan, aku jadi lebih kagum lagi! Demikianlah hari ini, dengan kehormatan setulusnya, aku datang berkunjung Kalau kau bisa lupai kejadian kemarin , saudara aku ingin sekali menjadi sobat kekal kau !”.

Bouw Pek jujur dan manis budi, melihat sikap orang itu, kendati dia kurang mengerti, dia pun berlaku hormat.

„Kau terlalu memuji tuan Oey," dia ber kata. „Dalam kejadian kemarin ini, sebenar nya akulah yang paling sembrono dan lancang ..."

“Tidak, saudara Bouw Pek, kejadian itu tidak berarti sama sekali," Kie Pok kata pula. „Bicara tentang sembrono, akulah yang paling lancang. Kita tadinya belum pernah ketemu satu sama lain, datang2 aku lantas menantang piebu Coba orang lain ketahui hal ini, mereka pasti akan tertawakan aku. Meski begitu, dengan tidak terlebih dulu berkelahi, mana kita bisa saling berkenalan ? Nanti, saudara, sesudah kau bergaul cukup lama dengan aku, barulah kau ketahui aku ini orang macam apa ! Biasa bagiku, apa yang keluar di mulut, tidak ada didalam hati, aku jujur. Siauw Hong kenal aku baik sekali, kau tunggu sampai nanti dia pulang, kau boleh tanya padanya dan dia akan berikan keterangannya seperti apa yang aku katakan ini.”

„Nama kau, saudara Oey, aku memang dengar pada sebelumnya aku datang ke Pakkhia Ini," Bouw Pek bilang.

„Ketika baru baru ini aku ikut saudara Siauw Hong pesiar ke Jie kap, disana aku juga pernah lihat kau."

„Oh, kalau begitu saudara sendiri yang hari itu berada bersama sama Siau Hong ? kata Siu Bie to, yang unjuk roman heran. „Hari itu aku bersama dua sobatku, lantaran tidak dapat kesempatan aku jadi tidak bisa samperi saudara Siauw Hong buat pasang omong. Kalau tidak demikian, tentulah waktu itu kita sudah berkenalan." Demikian mereka bicara, sampai Oey Kie Pok tanya hal ichwal orang dan maksud ke datangannya ke kota raja.

Bouw Pek menjawab pertanyaan orang secara ringkas saja. Dengan ucapannya, dengan sikapnya, Oey Kie Pok unjuk bahwa dia sangat menaruh perhatian pada pemuda kita, yang iapun kasi nasehat supaya jangan putus asa, karena sampai

sebegitu jauh maksudnya masih belum tercapai.

„Tunggulah sampai saudara Siauw Hong pulang kita nanti pikir pula bagaimana baik nya," kata Siu Bie to lebih jauh.

„Percaja aku, saudara, aku nanti berdaya supaja kau peroleh suatu kedudukan."

Mereka bicara sehingga tengah hari, lantas Oey Kie Pok undang tuan rumah pergi kerumah makan buat bersantap sama2.

„Aku sudah makan, terima kasih," Bouw Pek menampik.

„lain hari saja aku nanti balas kunjungan kau, saudara Oey."

Sampai disitu Oey Kie Pok pamitan, dia ajak dua orangnya pulang.

Bouw Pek antar tamunya sampai diluar, dimana menanti keretanya. Bouw Pek balik kamarnya, di susul oleh seorang hweeshio dari bio itu.

„Oh, Oey Su ya antarkan semangka !" kata paderi ini.

„Semangkanya besar besar !" Sembari kata begitu, sambil, dia bertindak masuk. „Apa tadi kau omong sama Oey Su-ya tentang pesananku kemarin ini ?"

„Sudah, aku sudah bicara," sahut Bouw Pek dengan pelahan. dia terpaksa mendusta, „Oey Su ya bilang dia mau pikir pikir dulu baberapa hari, kemudian dia akan kasi kabar padaku."

Jawaban itu bikin si paderi girang sekali.

„Kami mengharap betul bantuan kau, Lie Toaya ! berkata ia. „Kau akan lakukan satu perbuatan baik !"

Bouw Pek bersenyum.

„Aku tidak bisa makan habis semua semangka ini, suhu boleh ambil beberapa biji, dia kata. "Terima kasih toaya !" kata hweeshio itu. yang lantas berlalu dengan kegirangan, tangan memondong beberapa biji semangka.

Bouw Pek duduk pula seorang diri, pikirannya kusut, karena dia mesti pikirkan sikap nya Oey Kie Pok barusan, sikap mana dia duga duga apa maksud yang sebenarnya.

„Dia berlaku manis di mulut, apa kata hatinya ? Aku belum kenal dia dengan baik. paling betul adalah aku jangan bergaul terlalu rapat padanya . . .

Karena dia tidak berbuat apa apa, Bouw Pek naik kepembaringan dan tidur, waktu dia mendusin dia lantas dandan. dia pakai baju panjang. dia keluar dari bio terus menuju ke Poan cay Hootong selatan, akan tengok pamannya: Ia mesti mengetok pintu, baru bujang muncul.

„Oh, siauwya," kata hamba itu, yang mengasi hormat.

„Sudah dua hari Siauwya tidak datang kemari, kenapa ?"

„Dalam dua hari ini aku punya urusan lain," Bouw Pek sahuti. Dia lantas mau bertindak masuk. Tapi bujang itu mencegah.

“Looya pergi, dia masih belum kembali," dia terangkan.

„Dan thaythay sedang tidur, dia masih belum bangun . . . “,

Mendengar itu, Bouw Pek jadi melongo. Kalau sang paman pergi, kenapa bujangnya ini tidak diajak sebagaimana biasanya ?

„Jangan jangan sengaja piauwcek mau menyingkir dari aku

. . . ." akhirnya dia menduga duga. „Ia tentu telah dengar kabar aku telah rubuhkan Oey Kie Pok dan hajar Poan Louw Sam, dia tentu kuatir, karena onar itu dia nanti terbawa bawa. tidak salah lagi, ini mesti sebabnya kenapa dia sungkan ketemui aku. . ." Karena ini dia jadi mendongkol. „Baiklah !" dia kata, dan terus putar tubuhnya dan pergi.

„Apakah siauwya akan datang lagi ?" tanya si bujang. Dengan berpura pura tidak dengar pertanyaan itu, Bouw

Pek jalan terus, dia mendongkol berbareng bertawar hati. dia terus pulang kegereja. „Aku berdiam disini sudah hampir satu bulan. kerjaan belum dapat, sobat dalam bepergian, lantas sekarang piauwcek juga tidak mau ketemui aku, kalau begitu apa perlunya aku berdiam lebih lama pula disini ? baiklah aku pulangkan buku uang Siauw Hong, lantas aku bebenah dan berangkat meninggalkan kota Pakkhia ini ! "

Dalam keadaan itu Bouw Pek lantas ambil putusan, cuma berangkatnya dia tetapkan dalam satu atau dua hari lagi. Seraya dia pergi kewarungnya Su Poan cu buat berdahar sambil minum arak dan kongkouw dengan tukang warung itu. dia telah kasi tahu putusan nya akan meninggalkan kota raja.

„Sebenarnya juga, berdiam saja dikota ini dengan tidak bekerja suatu apa tidak ada artinya," kata tukang warung itu.

„Dengan punyai kepandaian seperti apa yang kau punyakan, toaya adalah pantas untuk kau pergi mengembara, guna cari suatu usaha. Cuma buat keberangkatan selagi Tek Siauw Hong tidak ada dirumah, inilah kurang cocok. Sebagai sobat baik, yang dipercayakan rumah tangganya bagaimana kau bisa tinggal kan kewajibanmu itu ? Menurut aku, baik toaya tunggu sehingga Siauw Hong sudah pulang. Kau masih punya tempo buat menunda."

Bouw Pek goyang kepala. „Ia pergi ke Tong leng buat urus kepentingan Sri Baginda, pulangnya belum ketentuan kapan. Dirumah nya melainkan ada ibu dan isterinya serta dua anak, lainnya semua bujang atau budak sampai sebegitu jauh mereka tidak kurang suatu apa, aku rasa tidak ada halangannya akan aku tinggal pergi. Diwaktu dia mau pergi, Tek Siauw Hong serahkan buku uang padaku, buku itu besok aku hendak pulang kan pada loo thaythay. Besok juga aku hendak kunjungi Oey Kie Pok, buat ambil selamat tinggal. dia benar pernah berkelahi dengan aku dan aku telah bikin dia rubuh, tetapi tadi pagi dia telah kunjungi aku untuk kehormatan dan ajak aku menjadi sobatnya, dari itu aku tidak boleh sia siakan manis budinya itu. Sekalipun pada Cui Siam di Po Hoa Pan aku hendak pergi untuk pamitan. dia bunya raya, sejak aku hajar Poan Louw Sam dia berlaku tawar terhadap aku, kendati demikian, pada hari hari yang telah lalu dia berlaku baik sekali padaku, maka kebaikan itu aku tidak boleh lupakan. Aku ingin terangkan pada Siam-Nio sebabnya aku hendak berlalu dari Pakhia ini. Pada Hoa chio Phang Liong dari Cun Goan Piauwtam aku mau pergi, aku hendak jelaskan bahwa aku adalah orang yang telah lukai ia, apabila dia mempunyai kepandaian, dia boleh cari dan seterukan aku, sekali kali dia tidak boleh musuhi Tek Siauw Hong”

Mendengar ucapannya pemuda gagah itu, tiba tiba si Gemuk ingat suatu hal.

„Hampir aku lupa kasi toaya tahu," berkata dia. „Kemarin aku telah dengar kabar dari seorang yang berkata padaku. Menurut orang itu, sekarang ini Kim too Phang Bouw dari Cimciu sudah berangkat menuju ke Pakkhia.w

Bouw Pek melongo mendengar warta ini,

„Kalau benar Phang Bouw mau datang, betul betul aku tidak boleh meninggalkan kota ini," pikirnya. Lantas dia kata pada sobatnya itu: „Kalau benar dia telah berangkat dari Cimciu kemari, tidak lain maksudnya pasti adalah buat coba lawan aku. Karena dia akan datang, aku mesti tunda keberankatanku. Orang pasti akan katai aku takut, apabila aku paksa berangkat juga! Baiklah, disini aku nanti tunggu dia sampai tiga hari, dalam tempo tiga hari, apabila dia tidak muncul aku akan berangkat menuju ke Cimciu, akan papaki dia di tengah jalan !"

Su Poan cu nampaknya berpikir, keras dan dia berkata:

„Menurut pemandanganku, apabila sesampainya dikota raja ini Kim too Phang Bouw lantas dapat dengar yang Siu Bie to Oey Kie Pok telah kena toaya pukul rubuh, ia tentu tidak berani cari toaya. Selama beberapa tahun ini , Kim too Phang Bouw telah menyagoi dipropinsi Titlee. namanya sama terkenalnya sebagai Kim chio Tio Giok Kin dipropinsi Holam."

Mendengar disebutnya nama Kim chio Tio Giok Kin. Bauw Pek lantas ingat pamili Ho, ialah musuh musuhnya Jie Hong Wan almarhum. dan ingat almarhum piauwsu tua itu, dia jadi teringat pada anak daranya, Bagaimana keadaannya Jie Siu Lian sekarang? dia jadi masgul apabila ingat sinona itu yang umpama kata dia boleh lihat tetapi tidak boleh pegang, barsama si nona sudah ada yang punya.

„Jikalau Kim too Phang Bouw ingat nama beliau.  pasti sekali dia tidak akan sembarangan adu kepandaian dengan orang yang sudah terang berkepandaian tinggi," Su Poancu nyatakan pula.

Dia mesti ingat, satu kali dia kalah, lantas namanya jadi rusak, pamornya jadi turun, hingga habislah semua pengharapannya !"

Tapi Bouw Pek tertawakan sobat ini.

„Semua itu terserah pada dia sendiri !” dia bilang „Buat aku, sedikit juga aku tidak takut ! Sekarang aku mau pergi ke Po Hoa Pan”.

Benar benar Bouw Pek bertindak keluar dari warung arak, akan menuju ke Han kee hoa. Begitu masuk di pintu rumah peleSIr, paling dulu dia tanya jongos Poan Louw Sam datang lagi atau tidak.

Jongos itu melihat keseputarnya lantas dia tertawa.

“Sejak dia kena dihajar, Poan Louw Sam belum pernah datang pula kemari” kemudian dia menyahut „Boleh jadi dia ngeram di rumah, akan obati lukanya, atau karena dia jerih terhadap kau, toaya . . .”

Bouw Pek tertawa dia tidak kata apa apa, hanya dia naik di lauwteng. Mulai didepan kamarnya Cui Siam. dia sudah pasang kuping, akan dengar didalam ada tamu atau tidak, apabila dia dapatkan kamar sepi saja, dia bertindak masuk dengan tidak mengasi tanda apa2 lagi.

Dengan baju dadunya yang marong Cui Siam sedang duduk sendirian menghadapi api, nampaknya dia sangat masgul atau bersedih kapan dia lihat datangnya si anak muda. dia terbangkit dengan ayal ayalan, agaknya dia lesu atau ogah ogahan. Tapi dia menghampirkan, akan bantui tamunya membuka baju luarnya.

Bouw Pek mengasi tanda dengan ulapan tangan buat mencegah. dia hampirkan kursi dia duduk disitu. Cui Siam ambil teh, yang dia angsurkan pada anak muda itu, kemudian ia berdiri di sampingnya, romannya tetap berduka, alisnya mengkerut, mulutnya berat buat dibuka akan ucapkan kata2,

Bouw Pek irup tehnya, baru dia bicara, dengan sabar.

„Aku datang buat kasi kabar pada kamu," demikian katanya, „hari ini juga aku niat berangkat meninggalkan Pakkhia, dan itu aku mau ambil selamat berpisah darimu !”

Biar bagaimana juga, mendengar pengutaraan itu Cui Siam terperanjat. Dengan mata yang mengembeng air. menandakan beratnya hati, dia awasi anak muda itu, tangan siapa ia pegangi.

„Kau mau pergi kemana, looya ?" dia tanya. „Kau akan balik lagi atau tidak?” Bauw Pek merasa seperti dirinya kena di pengaruhi, akan tetapi dia coba kandalikan diri.

„Untuk sementara ini aku tidak niat pulang kerumahku, aku belum tetapkan kemana aku hendak pergi," dia menyahut.

„Boleh jadi dibelakang hari aku akan datang pula ke Pakkhia ini, cuma itu tentunya akan kejadian lagi tiga  atau  lima  tahun "

Matanya Cui Siam menjadi merah.

„Aku  mesti  pergi,  tidak  bisa  tidak,”  Bouw  Pek jelaskan.

„Tinggal disini, aku merasa penghidupan tawar, tidak ada artinya. Cuma, sebelumnya aku berangkat, sebenarnya aku niat omong banyak pada kau. Kau harus ketahui, aku bukannya seperti kebanyakan pemogor. Mereka itu boleh datang kapan mereka suka, mereka boleh pergi begitu lekas mereka mau pergi, dimata mereka kau orang bangsa bunga raya tidak lagi dipandang sebagai manusia. sehabisnya dibuat main kau boleh dilempari. Aku sebaliknya lain tidak nanti aku berbuat demikian ! Bicara terus terang, selama aku kenal kau, aku telah mencinta dan kasihan padamu, umpama kata aku punya uang, seandainya kau juga ingin, aku ingin sekali tolong kau berlalu dari lautan kesengsaraan ini, supaya kita berdua bisa menjadi suami isteri. Tapi, sekarang hal yang demikian tidak nanti  bisa berwujud ! Sejak  aku hajar  Poan Louw Sam, aku telah dapat lihat bagaimana sikapmu terhadap aku telah menyadi tawar ! . . . .

Mendengar itu, air matanya Siam Nio lantas saja turun menetes, sebutir dengan sebutir, dia menangis sesenggukan, hingga dia tidak bisa buka mulutnya kendati nampaknya dia ingin bicara ya, bicara banyak ....

Bouw Pek menghela napas.

„Oleh karena aku lihat kau beda dari nona2 yang kebanyakan, maka itu aku telah bicara begini rupa pada kau," dia kata pula. “Seorang perempuan paling tidak beruntung jika dia telah menjadi bunga raya, kesengsaraannya yang sudah2, penderitaannya saat2 sekarang semua itu tidak usah disebut sebut lagi, yang penting adalah dia harus pikirkan hari2nya yang akan datang, ialah hari kemudiannya. Beberapa lama satu nona bisa pertahankan usia mudanya ? Orang2 sebangsa Poan Louw Sam dan Cie Sie long, bagaimana mereka bisa mengerti nasib orang ? Bagaimana mereka bisa diharap punya perasaan ? Maka buat kamu nona, adalah seharusnya apabila kau lekas lekas cari seorang yang muda dan jujur, tidak peduli dia kaya atau miskin asal dia bisa perlakukan kau sebagai manusia !"

Siam Nio menangis makin hebat, hingga sia2 saja dia niat buka mulutnya. dia tidak lagi sesenggukan, hanya ter-seduh2.

„Pendeknya, apa juga yang terjadi. kau tidak boleh menikah dengan Poan Louw San atau Cie Sie long !" kata Bouw Pek. „Kita telah kenal satu sama lain, tidak nanti aku ijinkan kau, seorang parempuan yang pintar, menjadi barang permainan segala lelaki tak keruan ! Umpama lain waktu mereka gunai pengaruhnya uang akan kangkangi kau, asal aku dapat tahu, aku akan segera kembali ke Pakkhia ini, aku nanti ambil jiwa mereka !”

Adalah setelah itu. kendatipun dengan terputus putus, Sam Nio bisa juga bicara.

“Kau jangan kuatir," demikian dia bilang, „pasti sekali aku tidak akan ikut si tua bangka she Cie itu ! Tapi barusan kau bilang, bahwa selama beberapa hari ini aku berlaku tawar terhadap kau, dengan ucapanmu itu kau bikin aku penasaran !

. . . ."

Ia berhenti bicara, karena ia tangisannya mendesak, kepalanya bergerak gerak.

Bouw Pek menjadi terharu menampak kedukaannya itu. tetapi dia coba sekuatnya buat akan bikin teguh hatinya.

„Melulu dipemandangan mataku, kau nampaknya tawar." dia mengulangi.

“Aku memang tahu, terhadap aku kau bersikap  baik  sekali. " Hatinya lantas saja menjadi lemah. dia tambahkan:

„Meskipun aku berangkat, aku toh tidak akan bisa lupa kan kau, asal aku ada tempo, aku akan lekas lekas kembali."

„Asal kau mau kembali, meski tiga atau lima tahun, aku nanti tunggu kau !" Siam Nio bilang.

Hatinia Bouw Pek menjadi lemah, hampir dia batalkan niatnya pergi. Tapi, setelah berpikir sebentar, dia tertawa.

,,Tidak usah kau tunggui aku,” dia bilang. “Sudah cukup apabila kau harap harap yang dibelakang hari kita dapat bertemu pula. "

Siam Nio susut air matanya, dia pandang anak muda itu. “Sebenarnya, kenapa kau sekarang mau pergi ?” dia

tegaskan. „Kemanakan kau hendak menuju ? Apa benar kau tidak boleh tidak berangkat?''

Bouw Pek bingung.

„Sebenarnya tidak barangkatpun boleh," dia jawab kemudian. .,Cuma, tinggal disini bagiku tidak ada artinya. Baiklah aku omong terus terang padamu. Aku siucay dari Lamkiong, tetapi berbareng aku punya pengertian ilmu silat. Kau ketahui sendiri, aku datang kesini belum ada dua bulan, dengan beruntun aku telah rubuhkan Say Lu Pou Gui Hong Siang, Hoa Chio Phang Long dan Siu Bie to Oey Kie Pok, semuanya orang orang gagah dari Utara ini. sekarang masih ada lagi satu lawanku, yang belum bertarung, yaitu Kim too Phang Bouw dari Cimciu, Buat dia itu, aku akan berdiam lagi tiga hari disini, andaikata dalam tiga hari dia tidak datang, aku akan berangkat ke Cimciu, akan papaki dia ditengah jalan. Sesudahnya pertempuran dengan orang she Phang itu, aku berniat pulang dulu kekampungku. Atau barangkali aku kembali kesini ”

Selagi berkata demikian, anak muda kita telah unjuk sikapnya yang gagah, tidak saja air mukanya telah berobah jadi keren, kedua tangannya pun digerak2i.

Sebaliknya, air mukanya Siam Nio telah jadi sangat guram, dia telah diliputi kesedihan hebat.

Justru itu Cia Mama bertindak masuk, tangannya memegang selembar kertas merah.

Melihat kertas itu, Siam Nio ulur tangan nya dengan cepat bukannya buat terus dibaca. hanya segera dibejek bejek.

Bouw Pek telah menyaksikan, dia bisa menduga. Itu mestinya karcis namanya Poan Louw Sam atau Ciu Sie-long yang memanggil sinona. dia tidak mau menanya, karena dia sudah mengerti. dia hanya berbangkit dengan segera.

„Rupanya kau mau keluar," dia kata. „Aku juga mau pergi.

Biarlah lain hari saja kita bertemu pula !.

Tapi Siam Nio tahan lengannya.

„Bukankah kau barusan bilang mau tunggu lagi tiga hari dan baru berangkat?" dia tanya, roman dan suaranya sedih sekali. „Apa kah besok kau tidak akan datang pula ?”

Bouw Pek tidak lantas menjawab, dia hanya berpikir.

“Aku tidak bisa pastikan bisa datang lagi atau tidak" akhirnya dia menjawab. „Aku punya beberapa urusan yang mengenai diriku. yang mesti diselesaikan dulu dalam dua hari ini. sesudah semua itu beres, baru aku berangkat dengan hati lega. karena segala apa aku telah lakukan untuk sobatku."

Cia Loo mama disamping awasi anak muda itu dan anak perempuannya

Lie Looya, kenapa kau hendak bikin perjalanan ?" dia tanya.

„Aku ingin lakukan suatu perjalanan di luaran" Bouw Pek jawab. „Tentu saja, aku akan balik selekas bisa."

Sembari kata begitu, anak muda ini pandang Cui Sam. siapa pun sedang mengawasi dia dengan matanya yang celi. „Baiklah, kalau kau hendak pergi !” kata nona ini akhirnya, cekalannya dia lepaskan,

Bouw Pek tidak bisa duga apa yang si nona pikir, benar dia merasa berat, tetapi sifat lakinya masih berkuasa atas dirinya.

„Aku Lie Bouw Pek, kenapa aku mesti jadi seorang yang berpikiran cupat, yang mesti berati orang perempuan melebihi segala apa ?"

Setelah pikir demikian, dia manggut, lantas bertindak keluar, dengan tidak menoleh lagi dia jalan terus turun ditangga lauwteng.

„Eh, Lie Looya, kau hendak pulang ?" menegor beberapa jongos.

Anak muda ini manggut, dia jalan terus, dari pintu dia menuju kebarat, niatannya adalah pulang terus kegereja. Tapi baru saja jalan beberapa tindak, tiba2 ada orang cekal lengannya. yang terus dipegangi dengan keras, hingga dia terperanjat !

DISAAT anak muda kita ini menoleh dan hendak lepaskan lengannya, orang itu mendadak tertawa berkakakan seraya berkata : „Lie Toaya, aku !"

„Ah, kau sobatku !” dia berseru karena dia segera kenali Su Poan-cu, si tukang warung arak yang gemuk. Sinar bulan guram, tetapi dia masih bisa melihat dengan nyata. „Su Ciangkui, ada apa kau sengaja cari aku ?

“Benar, toaya, aku memang sengaja cari kau !” sahut si gemuk itu.

Bouw Pek melongo dia heran.

“Ada apa kau cari aku, ciangkui ?" dia tanya.

„Aku hendak kasi kabar penting. Lie Toaya, tapi kau jangan terkejut," sahut orang she Su itu. „Sekarang orang2 fihak lawanmu sedang tanggui kau dimulut gang Sian-sian Hootong

!"

Bagaimana juga, anak muda kita merasa heran.

„Siapa mereka?" ia tanya. „Apakah itu Kim-too Phang Bouw

?" „Benar dia," Su Poan-cu manggut. „Phang Bouw sudah sampai di kota raja, tadi aku lihat dia bersama dua kawannya sedang menunggui sambil jalan mundar mandir di mulut gang Oleh karena kuatir kau tidak bersiaga dan nanti terkena bokongan, aku lekas cari kau buat menberi tahu."

„Terima kasih buat kebaikanmu, sobatku” kata Bouw Pek. dia sangat tidak senang. Kenapa Phang Bouw cari dia malam2

? Kenapa si Golok Emas itu mesti tunggui dia diwaktu malam buta rata itu ? “Baiklah," dia tambah kan. „Sekarang juga aku pergi ketemui dia ! Aku mau dia bisa bikin apa atas diri ku i"

Setelah kata begitu Bouw Pek lantas mau berangkat.

„Tunggu dulu, Lie Toaya," Su Poan-cu mencegah, seraya tarik tangan orang. „Tadi aku lihat mereka itu pada bekal senjata golok, dan tumbak. kau sendiri tidak bawa barang sepotong besi, kalau sampai terjadi pertempuran apa kau tidak, kewalahan.

Di tanya begitu Bouw Pek merandek, pikirannya bekerja. Memang biasanya baginya, kalau keluar, siang atau malam, dia tidak pernah bawa pedangnya sedang sekarang dia akan hadapi Phang Bouw. yang tidak boleh disamakan dengan sembarang orang. Namanya orang she Phang itu demikian tersohor, kepandaiannya mestinya juga tinggi. „Dengan tangan kosong, bagaimana aku bisa tandingi dia ?" tapi. lekas juga dia berpikir lain dia segera ingat Jie Siu Lian, yang dengan tangan kosong bisa layani empat lima musuh ! tidakkah si nona perempuan yang tubuhnya lemah ? Kenapa nona itu bisa rampas senjata musuh dan lukai musuh2 nya itu? Kenapa aku mesti bernyali kecil ? Apa aku kalah terhadap seorang perempuan !"

Oleh karena pikiran demikian bikin hatinya panas dan semangatnya terbangun, Bouw Pek lantas pandang Su Poan cu, sambil unjuk senyumnya

„Su Ciangkui," katanya, „apakah kau anggap, dengan tidak bersenjata aku jadi tak punya guna ? Tidak apa, sobatku, sekarang juga aku mau ketemui mereka itu, buat lihat apa yang mereka kehendaki ” Su Poan cu tidak mencegah lagi, sebaliknya diapun mengikuti anak muda itu. dia percaya pemuda ini lihay dan berani, maka juga Phang Bouw dipandang tidak sebelah mata. dia cuma masih tidak tetap betul hatinya, maka disepanjang jalan dia masih mengasi nasehat, katanya :

“Lie Toaya, kapan sebentar kejadian kau piebu dengan Kim too Phang Bouw, aku minta sukalah kau berlaku hati2. Tenaganya besar seperti kerbau, ilmu goloknya pun istimewa. Disebelah itu aku dengar dia seorang jujur dan terhormat, barangkali dia tidak sampai sudi gunai akal busuk. "

Sembari jalan terus, dengan hati masih mendongkol, Bouw Pek sahuti kawannya :

„Apa kau percaya orang semacam dia bisa berlaku jujur? dia mau piebu. kenapa dia tidak ambil jalan terus terang, secara laki2? Kenapa dia tidak mau kunjungi aku, buat damaikan suatu tanggal dan suatu tempat terbuka, dimana kami bisa adu kepandaian ? Kau lihat, sekarang sudah gelap, kenapa dia justeru tunggui aku di gang ? Apakah dengan begini dia bukannya mau gunai akal busuk ?"

Selagi bicara, mereka tahu2 sudah sampai dimulut utara Sin siang Hootong. Jalanan disitu gelap, karena sang puteri malam telah bersembunyi dialingan mega. Biasanya Sin-siang Hootong tidak sepi seperti itu, ini disebabkan ketikanya sudah jam dua, jadi orang yang keluar malam sudah tidak ada.

“Su Ciangkui, baiklah sekarang kau pulang saja." berkata si anak muda pada kenalannya itu. „Kalau kau terus ikut aku, nanti orang curigai kau berada difihakku, dengan begitu kau jadi kena kerembet rembet”

Su Poan cu setujui pikiran itu.

„Baiklah, aku akan pulang,” dia jawab. „Aku harap, toaya. jangan sekali kau pandang enteng Kim too Phang Bouw !"

„Aku tahu” sahut Bouw Pek seraya manggut.

Jalan lebih jauh, masuk di dalam gang, anak muda kita bikin kendor tindakannya. Dengan pasang mata dia berlaku hati2. Tapi disitu dia tidak lihat orang.

„Apakah bisa jadi Su Poan cu salah mata ?" dia berpikir. Ia jalan terus sampai didepan Hoat Beng Sie. dia mengetok ngetok pintu gereja. dia tidak dapat jawaban dari dalam, hanya dari belakangnya, secara mendadak, dia dapat tegoran dengan suara yang keras dan bengis :

„He, apa kau bikin ?” demikian suara itu.

Bouw Pek lekas putar tubuhnya. dia segera lihat tiga orang lagi mendatangi dari jurusan selatan. Mereka semua pakai pakaian ringkas warna hitam, karena gelapnya jagat maka mereka itu tidak dapat dilihat tegas. dia berdiri di tangga sambil mengawasi dengan tajam, seraya siap sedia.

„Sam wie, apakah kau dari Cun Goan Piauwtiam ?” dia menegor. „Apakah samwie sedang cari aku, Lie Bouw Pek ?”

Dengar pertanyaan itu, tiga orang itu merandak, agak tercengang.

„Nyalakan api !" kemudian satu diantaranya berkata.

Seorang yang jalan dibelakang lantas sulut api dan pasang tengloleng, yang dibawa oleh orang yang kedua. Lentera ini cukup buat bikin mereka bisa melihat nyata satu pada lain, tiga orang itu bisa lihat Bouw Pek dengan sikapnya yang gagah, dan anak muda kita bisa pandang mereka, yang semua bertubuh sedang dan usianya masing2 kurang lebih tiga puluh tahun, dengan tubuh kekar dan roman keren. Satu diantara mereka membawa tiga batang golok yang berserangka, yang satu pegang lentera, yang ketiga tertangan kosong dia ini bajunya terbuka bagian dada, dengan begitu kelihatan nyata dadanya yang banyak uratnya.

„Sobat, apakah kau Kim too Phang Bouw?" akhirnya Bouw Pek tanya.

„Kau sudah kenal aku, Phang Su Thayya, kenapa kau tanya lagi ?" balik menanya orang, yang berada paling depan, suaranya menyatakan dia gusar.

Bouw Pek tidak senang karena orang bahasakan diri

„Thayya".

„Eh, sobat, mulutmu berlakulah sedikit see jie !” dia menegor. “Janganlah kau sebut sebut thayya ! Kau telah cari aku. apa kehendakmu ? Kau telah ketemu aku, kau boleh bikin apa kau suka ! Dengan bertangan kosong dan tidak ada orang yang bantui aku, kau boleh maju dengan, berbareng ! Jikalau aku Lie Bouw Pek jerih sedikit saja, aku bukannya muridnya Kie Kong Kiat dan bukan keponakan murid Kang Lam Hoo !"

Phang Bouw terperanjat akan dengar di sebutnya nama kedua lauw hiap, jago tua, yang tersohor itu, kendati demikian dia tertawa dingin.

„Kau sebut namanya Kie Kong Kiat dan Kang Lam Hoo, apa dengan begitu kau hendak bikin jerih aku?" dia mengejek. Kemudian dia lanjuti : „Baiklah, karena kau juga orang2 yang punya nama, aku suka main dengan kau, dengan begini bukan saja aku jadi bisa coba lampiaskan penasarannya shako

dan ngotee, aku juga ingin coba kepandaian kau, kau yang katanya muridnya Kie Kong Kiat, akan ketahui berapa tinggi kepandaianmu itu !"

Bouw Pek bisa lihat yang sikapnya jadi lebih sabar.

„Sudahlah baik kau jangan ucapkan kata kata yang tak ada perlunya !" dia bilang „Aku kasi tahu pada kau, sejak hari aku lukai saudara kau. Hoa Chio Phang Liong, aku memang sengaja tunggu kedatanganmu, malah aku sudah ambil putusan, andaikata kau tidak datang aku hendak berangkat ke Cimciu buat papaki kamu ! Tapi sekarang kita sudah bertemu, inilah bagus, aku jadi tidak perlu susul kau lagi. Sekarang aku hendak tanya kau, kau sebenarnya niat adu jiwa atau hendak piebu ? Apabila kau berniat adu jiwa, nah, silahkan hunus senjatamu dan majulah kau semua dengan berbareng !"

Tapi atas tantangan itu, Phang Bouw tertawa berkakakan.

„Apakah kau anggap Kim too Phang Bauw pithu yang cupat pikirannya dan busuk hatinya?" dia tanya dengan mata melotot, dengan senyuman menghina. „Sekarang sudah tengah malam buta rata dan kau tidak bersenjata, taruh kata kami mampu hajar kau, kami bukannya enghiong !

Kau benar sudah hinakan saudaraku, kendati demikian. Phang Su Thayya bukannya orang yang sembarangan mau bunuh orang ! Aku juga bukannya hendak kepung kau  ! jikalau kau punya nyali, apakah besok pagi kau berani datang ke Cun Goan Piauw tiam di Ta mo ciang, supaya disana kita bertanding dihadapan sobat2 ?"

Bouw Pek tertawa ber gelak2 dengan tiba2.

„Bagus !” dia berseru. Besok pagi jam barapa ? Kau boleh sebutkan waktunya, aku pasti datang !"

„Besok pagi jam delapan !” Phang Bouw kasi tahu „Kau boleh ajak Tek Siauw Hong datang bersama sama kau !"

„Tek Siauw Kong tidak ada dikota raja. dia sedang lakukan perjalanan dinas” anak muda kita kasi tahu. „Disebelah itu, urusan kita ini tidak ada sangkut pautnya dengan orang she Tek itu ! Apabila kau tidak puas. kau boleh berurusan padaku satu orang she Lie, Besok aku nanti datang pada jam yang di tentukan !"

Phang Bouw buka matanya lebar2.

“Apakah pasti kau akan datang besok pagi ?" dia tegaskan.

„Kenapa tidak ?" Bouw Pek bersenyum ewah. „Satu kuncu. apabila dia sudah ucapkan perkataannya, tak nanti jadi menyesal !"

„Baiklah!" jago Cimciu itu manggut. Lantas dia menoleh pada dua kawan nya : ,,Hayo kita pulang !"

Dua orang itu dengan tidak kata apa2 ikut Kim too Phang Bouw ngeloyor pergi, menuju keutara.

Bouw Pek tunggu sampai orang sudah pergi jauh juga, baru ia balik tubuhnya akan ketok pintu pula, yang berselang sedikit lama dibukai oleh seorang paderi.

“Lie Toaya, tadi ada tiga orang cari kau," kata hweeshio ini.

„Aku tahu, aku telah ketemu mereka itu," Bouw Pek manggut. dia jalan terus.

“Lie Toaya, apa hari ini kau ketemu Oey Soeya ?” tanya pula si hweshio sembari jalan setelah dia kunci pintu.

“Hari ini aku tidak ketemu dia," sahut anak muda kita, yang tidak sabaran. „Tentang pesananmu kau jangan kuatir apabila ada ketikanya aku nanti desak dia."

“Terima kasih, toaya” kata paderi itu yang lantas ngeloyor pergi. Bouw Pek masuk kedalam kamarnya buat paling dulu nyalakan api. dia lantas saja pikirkan segala apa yang terjadi hari itu, terutama halnya Phang Bouw barusan.

„Aku lihat dia benar seorang laki2. Kalau besok aku bisa rubuhkan dia, aku tidak boleh bikin dia terluka. Aku harap besok urusan dapat dibikin beres, selanjutnya aku merdeka aku bisa berlalu dari Phakkia. Tapi kemana aku mesti pergi ?"

Pertanyaan itu bikin anak muda kita bingung sendirinya.

„Bagaimana dengan Siu Lian sekarang ?” kemudian dia ingat si nona, yang dia percaya tentu berada dalam kedukaan, ia telah minta bantuannya Tek Siauw Hong, akan cari tahu halnya Beng Su Ciauw, dia masih tidak peroleh kabar suatu apa. meski juga orang Boan itu punya pergaulan luas.

„Sebenarnya, hidup atau mati dia mesti ada kabarnya Dengan dia tidak pulang, Siu Lian bisa terlantar seumur hidupnya. Kalau dia sudah mati, kepastian mesti ada, supaya orang tidak tunggu tunggu lagi ”

Bouw Pek anggap dia tidak punya alasan akan pergi lagi ke Soanhoa, yang memang dia tidak ingin. Pergi kesana berarti bertemu dengan Nona Jie Tidakkah pertemuan itu berarti luka kumat ?.

„Lagi dua hari akan merantau, akan cari Su Ciauw," dia ambil putusan. „Biarlah aku berhasil, supaya pada Siu Lian aku bisa kasi kabar yang pasti ”

Ingat Siu Lian, anak muda itu jadi ingat Cui Siam.

„Kenapa aku hadapi dua nona saling ber ganti ? Kenapa mereka mesti ada hubungannya dengan aku ? Coba tidak urusannya Siu Lian, yang bikin aku berduka, tidak nanti aku ketemu Cui Sam. Siu Lian aku bisa lupakan, bagaimana dengan nona Cia itu ? Dalam keadaan seperti sekarang, kendati aku mau, aku tidak mampu angkat si nona dari pecomberan. Ciu Siam sendiri, entah bagaimana sikapnya, dia agaknya tak bersungguh2 akan ikut aku ”

Selama ngelamunnya, Bouw Pek tidak tahu sudah lewat berapa jam, dia masih belum bisa tidur pulas. Lilin diciaktay juga sudah mulai habis, sisanya berkelak kelik. Memandang ketembok, dia lihat pedangnya. Ini ada baiknya. Setiap kali lihat pedargnya, semangatnya jadi terbangun.

“Ha, kenapa aku mesti pikirkan saja urusan orang perempuan ?" akhirnya dia tegor dirinya sendiri. „Besok aku mesti tempur Kim too Phang Bouw. hoohan terkenal dari Titlee. Kalau aku kalah, hari itu juga aku nanti pulang kekampungku bantu paman bercocok tanam, selanjutnya aku tidak sudi omong lagi tentang ilmu surat dan ilmu silat, tapi bila aku menang, tidak bisa lain, aku mesti merantau, terus sampai ke Utara, buat cari Beng Su Ciauw, Atau boleh juga aku pergi ke Kanglam. akan cari tahu halnya susiok Kang Lam Hoo, buat dapat kepastian dia masih hidup atau sudah tidak ada didunia ini".

Dengan pikiran ini sebagai putusan, Bouw Pek kunci pintu, padamkan sisa lilin dan rebahkan diri. Sekarang dia bisa singkirkan segala pikiran, dengan lekas dia telah bisa pulas.

Kendati dia naik tidur sampai malam, di waktu fajar anak muda kita sudah mendusin seperti biasa. dia cuci mulut dan muka. dia singsatkan pakaiannya, dengan menenteng pedang dia pergi kelatar. Sendirian dia berlatih diri, mula2 dengan pedang, kemudian dengan tangan kosong dia berasa dirinya sehat seperti biasa, hingga dia merasa pasti bahwa sebentar dia akan bisa kalahkan Phang Bouw. Kemudian dia masuk akan dandan, setelah pakai baju luar, dengan bawa pedangnya dia berangkat pergi.

Buat lebih dulu tangsal perutnya, Bouw Pek menuju kewarungnya Su Poan cu. Si Gemuk, dengan tubuh telanjang sebatas dada dan memakai kun, seperti biasanya, berdiri didepan pintu. Kapan dia lihat anak muda kita, segera dia tertawa dan menegor duluan :

„Lie Toaya, kau datang pagi pagi sekali !” Sikapnya manis senantiasa bergembira.

Sambil bersenyum, Bouw Pek masuk ke dalam warung itu.

„Su Ciangkui, tolong kau kasikan aku dua tail arak dan sepering sayur," dia kata. Tolong juga perintah pegawaimu pergi kesebelah belikan aku kue " Tatkala itu masih belum ada pembeli lain, maka Su Poan cu bisa layani langganan atau sobat kekalnya ini, dengan cepat, sedang orangnya dia sudah lantas perintah pergi beli kue yang diminta.

„Kenapa hari ini toaya pesan arak sedikit sekali?" berkata tuan rumah sambil tertawa „Apakah toaya mau tunggu sesudah rubuhkan Kim too Phang Bouw baru kau mau datang pula kemari akan minum puas2an ?

„Ah, si gemuk ini benar2 cerdik " pikir pemuda kita dia manggut dan berkata. „Benar” dia menyahut. „Tadi malam setelah kau antar aku dan pergi, aku lantas dapat ketemu Phang Bouw, dia datang bersama dua kawan-nya. dia benar laki2. dia tidak mau bartempur malam2, dia juga tidak mau kerubuti aku, dia hanya janjikan aku akan pagi ini datang ke Cun Goan Piauwtiam, buat adu kepandaian di kantor piauw kiok itu. dia kata,. dia mau undang beberapa sobat selaku saksi, supaya piebu kami ada yang saksikan. Su Ciangkui, bila kau ada tempo, mari turut aku !”

Su Poan-cu goyang2 kepala dan tangannya.

„Aduh, aduh, aku tidak berani pergi nonton!" dia berkaok. Toaya gunai pedang. Phang Bouw gunai sepasang golok, berdua kau ada pasangan, mustahil kamu tidak akan bertempur dengan seru sekali ! Sebagai penonton, aku berdiri dipinggiran, andaikata ada senjata nyasar dan aku terluka, apakah itu tidak Sia2 dan penasaran bagi diriku? kau tahu sendiri, toaya, tubuhku begini gemuk, dagingku mana sanggup lawan pedang atau golok?"

Bouw Pek tertawa mendengar banyolan itu, dia tidak kata apa2.

Pegawai yang diperintah beli kue telah balik, maka anak muda kita lantas dahar kue nya makan sayur dan minum araknya.

Su Poan-cu terus dampingi anak muda ini, tubuh nya yang penuh daging saban2 bergerak gerak.

„Lie Toaya, urusan dikalangan Sungai Telaga adalah asing bagiku," dia kata kemudian „tetapi namanya Kim too Phang Bouw aku telah dengar sejak lama, maka kalau sebentar toaya berhadapan, aku minta sukalah kau jangan pandang enteng padanya, kau mesti hati2 dengan gerakan tangannya !"

Bouw Pek manggut, dia bersukur buat peringatan itu.

Aku tahu, kau jangan kuatir," dia bilang. „Jangan kata baru Kim too Phang Bouw, kendati ditambah satu orang lagi, yang lebih gagah daripadanya. aku percaya aku akan sanggup jatuhkan dia !"

Anak muda ini sedang bersemangat, hingga dia bicara secara tekebur. dia berbangkit sambil tolak kesamping cawan araknya.

„Uangnya sebentar malam saja kita perhitungan," katanya.

„Jangan pikirkan itu toaya,” kata Su Poan cu “Nah, sampai sebentar malam !”

Tuan rumah ini mengawaskan perginya anak muda itu dengan kagum.

Sekeluarnya dari warung. Bouw Pek lantas sewa kereta, dengan apa dia pergi ketimur. Tidak lama dia telah lewatkan Cay-sie-kauw dan menuju keutara, akan sampai di Ta mo ciang Di gang ini. kecuali rumah2 penginapan dan beberapa piauw tiam, ada bengkel bengkel alat senjata, maka juga orang yang mondar mandir disini kebanyakan mereka kalangan Sungai Telaga.

Belum lama masuk kedalam gang, kereta nya Bouw Pek telah sampai didepan sebuah rumah dengan pintu pekarangan yang besar, didepan mana berdiri dua orang. Pintu itu berada disebelah selatan jalanan Dua orang itu sedang mengawasi kesana sini, kapan mereka melihat pemuda kita mereka lantas maju menghampirkan buat terus unjuk hormat.

“Lie ya, tolong kau tahan dulu keretamu, kami ingin bicara sebentar," mereka kata.

Bouw Pek menjadi keheranan, karena dia tidak kenal dua orang itu. dia lantas menduga pada orang2nya Cun Goan Piauw-tiam. dia perintah kusir tahan keretanya.

„Apakah kau dari Cun Goan Piauw tiam ?” dia tanya. „Bukan," sahut salah satu dari dua orang itu, Kami dari Tay Hin Piauw tiam ini." dia menunjuk pada rumah didepan mana mereka berdiri. „Loopiauw tauw kami, Lauw Kie lu, dapat tahu toaya mau piebu dengan Kim too Phang Bouw. dia perintah kami tunggu toaya disini, buat minta toaya sudi mampir sebentar di piauw tiam ingin bicara sedikit pada toaya."

Jawaban itu bikin Bouw Pek bertambah heran. Tapi dia kenali Tay Hin Piauw tiam, salah satu piauwkiok yang tersohor, sebab dulu Jie Hong Wan pernah menjadi piauw su disini.

“Baiklah " dia menyahut sambil manggut. dia ingin sekali tengok piauw-tiam itu dan piauwsunya. dia lompat turun dari keretanya dan terus bayar uang sewanya, kemudian dia ikut dua orang itu, yang persilahkan dia masuk.

Difihak lain, sudah ada orang yang masuk kedalam kasi kabar pada Lauw Kie In, maka piauwsu tua itu segera juga kelihatan muncul buat sambut tamunya. dia telah berusia enam puluh tahun atau lebih, kumisnya dan jenggotnya, rambutnya, sudah putih semua, kendati begitu dia nampaknya masih gagah.

Bouw Pek angkat kedua tangannya buat kasi hormat.

„Apakah loocianpwee Lauw Loo-piauw-tauw ?" dia tanya. Lauw Kie In lekas2 balas hormat itu.

„Itulah aku yang rendah " sahut tuan rumah dengan manis

„Apakah tuan Lie Bouw Pek sendiri ? Sudah lama aku dengar nama kau yang besar !"

Lantas tuan rumah ini undang tamunya duduk, pegawainya sudah lantas menyuguhkan teh.

Dengan mengucap terima kasih, Bouw Pek terima undangan itu.

“Sudah sekian lama aku dengar dari sobat ku tentang kau tuan Lie, namamu yang besar bikin aku kagum," berkata Lauw Kie In. “Aku juga dengar tuan muridnya kedua lauwhiap Kang Lam Hoo dan Kie Kong Kiat, adakah itu benar ?" Bouw Pek manggut, dia menyahut ; „Kang Lam Hoo adalah saudara angkat guruku almarhum,” dia kasi keterangan. „Kie Kong Kiat Lauwhiap adalah guruku. Di Lamkiong, kampung kelahiranku, aku telah ikuti Kie Lauwhiap empat lima tahun lamanya."

„Jadi tuan asal Lamkiong," berkata orang tua itu, yang kelihatan tertarik perhatiannya. „Lamkiong adalah tetangga dari Kielok. Di Kielok ada Tiat Cie Tiauw Jie Hiong Wan, apakah tuan ketahui dia itu ?"

Bouw Pek kurang puas yang orang telah undang dia, tetapi bukannya langsung bicara maksud undangannya, hanya omong perihal urusan lain, apapula akan sebut sebut Jie Hong Wan. siapa bisa menyebabkan dia teringat pada Jie Siu Lian.

„Jie Loopiauwtauw juga sobatnya guruku almarhum” dia terpaksa menyahut, tetapi dengan ringkas. „Dua kali aku pernah kunjungi orang tua itu. katanya sekarang orang tua itu sudah meninggal dunia,”

Lauw Kie In terkejut, sampai dia berseru:

„Apa ? Jie Lauwko menutup mata ?” tanyanya, „Dua puluh tahun yang lalu. Jie Loopiauwtauw telah bantu ayahku almarhum mendirikan Tay Hin Piauw tiam ini. Ketika itu aku masih muda aku pernah terima pimpinan silat dibawahnya orang tua itu. Belakangan dia pulang kekampungnya dan telah dirikan piauwtiam sendiri sejak itu aku jarang pergi ke Titlee Selatan dan dia juga tidak pernah datang lagi ke Pakkhia ini, maka dengan sendirinya kami jadi jarang bertemu, perhubungan kami selanjutnya dilakukan dengan saling mengirim surat dan mengantar barang. Baru beberapa hari yang lalu aku pikir buat kirim barang pada Jie Lauwko sekalian tengok dia,  sapa  nyana  sekarang  dia  sudah  menutup mata. '”

Lauw Kie In bersedih sampai air matanya meleleh keluar.

„Lieya, apakah kau tahu Jie Lauwko menutup mata karena sakit apa ?” dia tanya pula.

Bouw Pek sebenarnya tidak mau omong banyak dan juga tidak sudi sebut sebut halnya jago tua dari Lamkiong itu, tetapi dia terpaksa mesti ceritakan bagaimana jago tua itu meninggal ditengah jalan, disebabkan terutama permusuhannya dengan pamili Ho.

Karena berduka, berulang ulang Lauw Kie In menghela napas.

Supaya tidak usah berdiam lama lama di situ dan agar tuan rumah tidak menanyakan lebih jauh halnya Jie Hiong Wan, Bouw Pek lantas tanya, ada urusan apa tuan rumah undang dia.

Ditanya begitu, Lauw Kie In bisa kesampingkan kedukaannya.

„Aku undang kau. Lie ya, untuk minta sedikit perhatianmu," dia menyahut. „Kalau benar Lie ya berhadapan dengan Kimtoo Phang Bouw, aku minta sukalah kau menaruh belas kasihan sedikit padanya. Phang Bouw itu sobatku buat banyak tahun, benar dia sedikit jumawa, akan tetapi dia seorang baik hati, dikalangan Sungai Telaga dia suka lakukan berbagai bagai kebaikan, dia suka menolong yang lemah, sama sekali dia belum pernah lakukan kejahatan. Sebagai sobat. Phang Bouw juga jujur dan setia. Kemarin sobatku itu baru sampai, dia sudah lantas mengundang aku akan pagi ini datang ke Coan Goan Piauwtiam akan saksikan dia piebu, dengan kau, Lie ya. Aku telah dengar Lie ya muridnya Kie Kong Kiat lauwhiap dan keponakan murid Kang Lam Hoo lauwhiap, aku jadi kuatirkan sobatku itu, yang aku takut namanya jadi rusak. Aku telah kasi nasehat supaya dia jangan piebu, agar masing2 bisa lindungkan nama baiknya. ia tidak bilang suatu apa mengenai nasehatku itu. kendati demikian, sebentar aku masih hendak coba nasehati dia lebih jauh. Andaikata dia suka dengar aku, aku mau minta supaya Lie ya jangan lagi gusar terhadap dia

...... "

Mendengar ucapan itu, Bouw Pek jadi tertawa.

„Aku memang tidak niat cari permusuhan dengan dia, adalah dia sendiri yang datang cari aku!” dia jawab. „Kalau dia suka batalkan tantangannya dan urungkan piebu, aku pasti bersedia mengiringi, Memang siapa sih yang ingin menanam permusuhan ?” „Lie ya sungguh berhati mulia !" kata tuan rumah. „Baiklah, sekarang hayo kita pergi bersama sama ke Cun Goan Piauw tiam !"

„Baiklah," sahut Bouw Pek.

Maka bersama sama dengan jalan kaki mereka keluar dari Tay Hin Piauw tiam. Mereka jalan ke timur belum seberapa jauh, mereka sudah sampai dipiauwkiok dari Hoa chio Phang Liong.

Piauwtiam ini punya pintu pekarangan yang besar, tetapi sudah tua. Begitu masuk dipintu, lantas kelihatan pekarangan yang lebar, Rumah2 berada disebelah utara. Didepan rumah didirikan gubuk seperti paseban, dimana kedapatan beberapa senjata serta tiga buah meja patsian kietoh berikut kursi2nya, diatas itu ada barang santapan. Beberapa orang kelihatan sedang duduk menghadapi meja makanan itu mereka ini berbangkit buat menyambut, ketika mereka lihat Lauw Kie ln datang bersama seorang anak muda, diantara mereka ada yang kenal anak muda kita.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar