JILID 7
„AKU lupa alamatnya, tetapi lupa atau tidak, aku sekarang perlu kunjungi dia," dia pikir akhirnya. „Ia seorang yang ternama, dia mestinya mudah dicari."
Ia tukar pakaian, sambar kipasnya. lantas keluar. Didepan pintu dia teriaki sebuah kereta kaldai, yang bawa dia menuju ketimur. Hawa udara panas, maka duduk didalam kereta, anak muda ini tidak berhentinya goyang2 kipasnya. Si tukang kereta telah mandi keringat. Selagi mendekati Su pay lauw, tukang kereta tanya penyewanya kegang mana ia hendak pergi, kesebelah barat atau sebelah timur.
Aku tidak tahu mesti pergi kemana, aku hendak tengok seorang sobat baru' sahut anak muda ini, yang berada dalam kesangsian.
„Siapa itu sobatmu,tuan.? la orang she apa?" tanya tukang kereta pula.
“Ia orang she Tek. la seorang Boan," Bouw Pek kasi tahu. Tukang kereta itu menoleh akan awasi penumpangnya Nyata perhatiannya sangat tertarik.
“Apakah tuan mencari Thie ciang Tek Ngo ya ?” “Betul,” sahut Bouw pek seraya memanggutkan kepala.
„Aku tahu rumahnya Tek Ngo Ya," kata tukang kereta itu. ,Ia tinggal di jalan sebelah utara ditengah antara tiga jalanan, dia seorang yang baik hati. Di pintu timur ini, diantara orang yang paling ternama, adalah ia bersama Sioe bieto Oey Soe Ya !” Setelah kata begitu, dengan gembira tukang kereta itu cambuk keledainya, buat kasi binatang itu lari keras. Maka tidak lama kemudian kendaraan itu sudah keluar dari mulut barat dari tiga jalanan antara timur dan barat, terus berhenti didepan rumahnya Tek Siauw Hong. Di depan pintu ada dua orang dengan dandanan sebagai bujang sedang belanja membeli kembang.
Bouw Pek samperkan dua orang itu dan tanya apa. Tek Siauw Hong ada di rumah.
Lebih dulu dari pada itu dia telah perhatikan rumahnya orang, yang pintunya dicat merah, dikiri dan kanan ada dua singa2an batu, sedang di sebelah timur ada pintu buat masuknya kereta. Dua orang itu rapi dandanannya. “Kau siapa, tuan?" tanya dua orang itu, yang telah balik mengawasi.
“Aku she lie, dari Seebo Yan," Bouw Pek jawab. Mendengar jawaban itu, salah satu hamba itu lantas saja tertawa.
„Apakah tuan bukannya Lie Toaya dari hotel Goan Hong?" dia kata. „Silahkan masuk silahkan masuk, toaya !" Hamba ini telah dengar dari Sioe Jie. bahwa majikan mereka punya kenalan baru yang berdiam dihotel di Seehoyan, sedang Hok-Coe pun pernah omong hal sobat itu, bahwa majikan mereka selama dua hari ini hampir tidak bisa berpisah dari sobat baru itu. Bouw Pek bertindak masuk, dua orang itu pimpin ia. Dipekarangan dalam Sioe Jie tertampak sedang siram kembang, kapan dia dapat lihat tamu itu, dia lepaskan corong airnya dan lari menghampirkan.
„Oh, Lie Toaya datang !" dia berseru. „Toaya. selamat datang !” Dan dia lalu unjuk hormatnya
Bouw Pek sambut hamba itu sambil manggut dan tersenyum.
Sioe Jie bersama hamba itu dari luar lantas antar tamunya masuk sampai dikamar tamu. Ruangan besar, yang kelihatan saja disitu enam kamar yang besar2, sedang kursi meja dari kayu wangi. Ditembok digantung banyak gambar pigura yang muat tulisan huruf2 yang indah. Diatas meja kedapatan banyak barang barang dari kuningan dan perunggu. Segala apa disitu indah dan bersih.
„Duduk dulu, toaya, aku nanti kabarkan," kata Sioe Jie, yang terus masuk kedalam.
Bouw Pek duduk, oleh hamba dari luar tadi dia disuguhkan teh. Belum terlalu lama, Tek Siauw Hong kelihatan bertindak keluar, air mukanya ramai dengan senyuman.
„Lauwtee, kau benar2 datang cari aku !” kata dia dengan gembira Bouw Pek berbangkit buat unjuk hormatnya
„Bagaimana dengan kesehatanmu, toako?" dia tanya. „Apa kau baik?'
„Aku baik, terima kasih. Kemarin ini aku terkena hawa panas, aku mesti pergi kebelakang sampai dua kali, kemarinpun aku sudah sembuh,' sahut tuan rumah.
„Duduklah !” sembari kata begitu dia ambil kursi didepan sobatnya itu. Bujang tadi bawakan pula teh dan Sioe Jie muncul dengan ini hoencwee. „Toako, kau ”
„Jangan sebut itu ! Siauw Hong mencegah seraya goyang2 tangannya, hingga perkataan sobatnya jadi terpotong. „Sama sekali tidak ada artinya, kau jangan buat pikiran, kalau kau pikirkan itu, kau pasti anggap aku sebagai orang luar. Malah kalau kau perlu apa apa, kau mesti kasi tahu padaku, aku selama nya bersedia buat bantu kau. Kau telah ketahui rumahku ini, lain kali harap kau sering2 datang. Setiap hari pada jam sepuluh aku sudah senggang dan berada dirumah, waktu itu kau boleh datang, jangan malu2. Dirumahku ini semua orangku kau boleh perintah, siapa saja diantaranya tidak boleh berlaku ayal !" Bouw pek manggut2.
„Baik, toako, lain kali aku akan sering2 datang," dia bilang. Siauw Hong sedot hoencweenya dua kali, lantas dia tertawa.
„Kau pergi ke Cui Siam atau tidak?" dia tanya. Ditanya begitu, mukanya Bouw pek menyadi merah.
„Kemarin lohor aku ketemu dia ditengah jalan, dia bersama ibunya," dia jawab. „Ia teriaki aku dan kami jadi bicara ditengah jalan,
Jadi bicara ditengah jalan, dia undang aku datang malamnya, aku terima undangan itu. jadinya aku terima undangan secara sembarargan saja, tapi belakangan aku pikir, pada orang sebangsa dia aku tidak boleh hilangkan kepercayaan, maka malamnya aku telah pergi memenuhi janyi. Aku berdiam satu jam lebih di sana." Siauw Hong tertawa tidak berhentinya apabila dia dengar jawaban itu.
“Lauwtee, kenapa sih kau omong dengan berputar putar ?" dia menegor. “Aku kasi tahu kau, buat kau pergi kesana tidak ada halangannya sembarang waktu kau boleh pergi, toh melulu untuk main main saja ! Daripada berdiam sendirian saja dihotel, lebih baik kau keluar pesiar, diluaran kau tidak akan hadapi kemasgulan seperti menyekap diri di dalam kamar. Tidakkah kita hanya cari kesenangan ? kita boleh pergi atau tidak, semua menurut kehendak kita sendiri." Bouw Pek manggut sambil bersenyum. dia mesti akui benarnya orang Boan ini. Kenapa dia tidak bisa longgarkan pikiran seperti sobat nya ini ?
Siauw Hong tertawa dan kata pula :
“Saudaraku, mari aku kasi tahu. Coei Siam sebenarnya berjodoh dengan kau. dia adalah bunga berjiwa yang paling tahan harga, ada beberapa orang yang pernah rogoh saku dalam dalam buat ketemui dia, terhadap orang2 itu sepatah kata juga dia tidak mau ucapkan. Tapi terhadap kau, kau lihat sendiri. Bagaimana manis dia perlakukan kau, walau ditengah jalan dia sudi teriaki kau. dia mau undang kau buat datang padanya ! Tidakkah ini aneh ? Orang lain datang, dia tolak, atau dia tidak layani, kau yang tidak datang, dia undang dengan hormat ! Coba undangan terjadi pada orang lain, orang itu barangkali akan menjadi gila dengan mendadak bahna kegirangan yang melewati batas atau dia akan gotong uangnya supaya dia bisa segera ketemu dengan si nona manis
!”
„Kendati demikian ketempat demikian, aku tak sudi sering2 pergi," Bouw Pek kata.
„Tidak sering2 pergi juga ada baiknya," Siauw Hong akui.
„Dengan jarang pergi, kita jadi tidak terpincuk. Siapa sudah satu kali kena terikat, meski dia gagah perkasa, dia akan rubuh sebagai pecundang. sukar dibelakang hari dia angkat kakinya yang sudah kejeblos ! Tapi Coei Siam beda dari yang lain, dia tidak biasanya pegangi tamu sampai dia tidak mau lepas2, sedang dia juga tidak punya sifat sekekar, tidak jemu pada si miskin atau kemaruk pada si hartawan. dia sudah ke temu banyak orang, tidak ada satu yang dia sukai, apa mau, baru ketemu kau, dia sudah jatuh hati apakah ini tidak aneh ?" Bouw Pek tertawa.
„Cukup. toako, cukup ! Sudahlah, kita jangan omongkan hal Coei Siam saja !"
„Nah, apa lagi?" Siauw Hong tanya. saudaraku sudah dahar
?"
„Aku telah dahar dulu di hotel, baru aku datang kemari. Bagaimana dengan toako ?" „Aku baru saja bersantap. Hari ini kau tentu senggang, bagaimana jikalau kita pergi main2 ke Jie kap ?”
„Jie kap? Dimana itu letaknya ?"
„Sampaipun Jie kap kau tidak tahu !" Siauw Hong tertawakan sobatnya. „Bila orang lain dengar pembicaraan kita, pasti dia akan tertawakan kau ! Sudah, mari kita pergi. Kita akan naik kereta, menuju ke Coe hoa moei, dari sana kita nanti naik perahu buat pergi ke Ji Kap, sesudah main perahu, dengan perahu juga kita menuju ke Boen-lian. Kereta kita boleh diperintah menunggu di Boen lian. Sepulangnya dari sana, kau mesti turut aku kesini, disini kita nanti bersama sama bersantap malam."
Bouw Pek terima ajakan itu.
“Baik, toako. Sekarang silahkan kau dandan," dia kata. Siauw Hong girang sekali, sebelumnya masuk kedalam dia telah berikan perintahnya, ke satu supaya Hok Jie siap dengan keretanya, kedua supaya sebentar malam Sioe Jie sedia barang barang hidangan yang istimewa. Siauw Hong ketemui isterinya didalam.
“Lie Bouw Pek telah datang," dia kata pada isterinya itu Didalam rumahnya, dia tinggal ber sama isterinya itu serta ibunya yang sudah tua. Anggota keluarga lainnya adalah dua anaknya.
“Kenapa kau tidak undang dia masuk ?" kata Tek Nay Nay.
„Ia seorang yang pemaluan !' kata sang suami. „Ia duduk menunggui diluar, aku mau ajak dia pesiar ke Jie kap" Lantas orarg Boan ini dandan, dengan bawa kipasnya dia keluar pula dengan cepat.
„Mari kita berangkat, saudara Lie !" katanya pada Bouw Pek setelah berada didepannya sobat baru itu. Bouw Pek berbangkit, dia ikut tuan rumah bertindak keluar. Sioe Jie mengikut dengan bawa coeihoen sang majikan. Diluar Hok Jie sudah siap dengan keretanya.
“Sebentar jam empat kau mesti perintah koki siap," Siauw Hong pesan Sioe Jie selagi kereta mau berangkat. Sioe Jie berikan jawabannya, maka Hok Jie kasi keretanya berangkat.
Kendaraan itu menuju ke Cee hoa moei dan keluar dari pintu kota itu. Tek Siauw Hong ajak Bouw Pek turun dari kendaraan nya, pada Hok Jie dia pesan :
“Sekarang kau boleh pulang, tapi ingat, sebentar jam empat kau datang pula kemari akan sambut kami." Orang Boan ini dan sobatnya pergi ketepi sungai, dimana mereka naik atas sebuah perahu, dimana sudah ada belasan orang, lelaki dan perempuan, rupanya mereka semua juga mau pergi ke Jie kap akan pelesir.
Dimuka air, yang penuh rumput hijau, perahu sudah lantas melaju menuju ke selatan. Dikedua tepi, disepanjang jalan, pohon yang lioe mengasi pemandangan indah. Angin ber kesiur2 dengan pelahan. mendatangkan perasaan yang nyaman. Dari situ pun tertampak tembok kota, yang nampaknya agung disepanjang sungai itu.
Matahari sudah naik tinggi, hawa sebenar nya panas, akan tetapi ditempat yang rindang seperti itu dimana air memberikan hawa dingin, orang tak sampai menjadi korbannya pergaruh Batara Surya yang lihay.
Siauw Hong dan Bouw Pek duduk dibagian payon gubuk perahu, mereka tidak kerja apa apa selain memandang kedua tepi, tetapi karena didalam perahu ada anak wayang yang menyanyi, kuping mereka juga bisa dengar kan nyanyian itu. Lagu yang diperdengarkan adalah „Ong Jie Cia kenangkan suaminya "
Anak wayang itu piara kumis hitam, thungshanya sudah jelek sekali, kendati begitu sembari nyanyi dia toh masih bawa aksinya, bikin gerak gerakannya lemas seperti orang perempuan.
Diantara sekalian penumpang perahu, jang paling tertarik perhatiannya adalah orang2 perempuan, yang memakai pakaian cara Han dan Boan menurut kesukaan hati mereka, mereka ini pada tertawa tawa tersenyum, tetapi ada juga yang mukanya jadi bersemu merah. Sebagai seorang asing Bouw Pek tidak mengerti wayang Pakkhia, maka itu dia lebih banyak mengawasi kemuka air, dimana terdapat itik dalam rombongan sedang berenang ke sana kemari sambil berbareng mencari makanan. Binatang itu tubuhnya bersih, gerakannya gesit, nampaknya gembira sekali, diantaranya ada juga yang berbunyi kowak kowek. Memandang semua itu, Bouw Pek lalu ingat masa dia masih kecil. Tempo dia baru berusia delapan tahun, oleh ayah dan ibunya, bersama sama Kang Lam Ho dia telah di ajak pesiar ketelaga Po Yang. Ilmu berenang dan selulup Kang Lam Ho liehay. dia bisa selulup timbul seperti juga ikan, adalah katanya di dalam air dia bisa melihat seperti di darat. Lie Hong Kiat, ayahnya, juga telah belajar Ilmu berenang dari Kang Lam Ho.
Tapi sekarang ini ayahnya telah merupakan tulang2 didalam tanah. Dan Kang Lam Ho, Entah jago itu masih hidup atau sudah mati ? usianya ditaksir sudah enampuluh lebih. Makin perahu maju, bebek2 kelihatan makin banyak dan pepohonan nampaknya makin lebat. Juga kelihatan rumah2 ditepi sungai. Maka pemandangan itu adalah laksana lukisan saja.
Tidak lama mereka sudah mendekati jembatan si anak wayang telah berhenti menyanyi. dia hampirkan sesuatu penumpang perahu seraya sodorkan tangannya akan minta persen.
„Sudah sampai," kata Tek Siauw Hong seraya tarik tangan kawannya. Lebih dulu dari pada itu dia telah rogoh sakunya akan kasikan beberapa chie pada anak wayang itu. Bouw Pek berbangkit ikut sobatnya.
Cepat sekali perahu telah dipinggirkan dan ditambat, maka dua sobat ini lantas bisa mendarat. Maka lagi sekali Bouw Pek bisa lihat banyak orang, yang sedang pesiar seperti mereka berdua. Orang dari Lamkiong ini bisa saksikan keindahan alam dari Jie kap. Orang jang pesiar banyak sekali, air sungai jernih laksana kaca. Disepanjang tepi pohon pohon lioe tetap banyak dan bagus. Di-bawah pohon2 itu ditaruh meja2, jamuan orang menjual teh dan kue kue, diantaranya ada yang mendirikan gubuk2. Orang orang yang telah pesiar ada yang duduk minum dan makan kue. Pedagang pedagang kecil lainnya juga terdapat disitu, begitupun anak anak wayang yang ngamen jual suara dan aksi.
Orang orang yang pesiar itu adalah lelaki dan perempuan dan dari berbagai tingkatan, tua dan muda, kaya dan miskin. yang paling menarik perhatian adalah nyonya nyonya muda dengan pakaian cara Boan dan nona nona dengan kuncirnya yang panjan dan meroyot turun dibelakangnya.
Lantas ada apa, yang menyolok dimatanya Bouw Pek, karena itu adalah pemandangan yang dia tidak sangka sangka akan tampak di kota raja. yalah beberapa orang pasti bangsa hidung belang atau luntang lantung yang telah nyelak sini diantara orang orang perempuan muda, dengan maksud tak lain dari pada berlaku jail.
„Pakkhia adalah kota raja, kenapa orang orang ini bersikap begitu tidak tahu aturan?" dia berpikir.
Tapi dia tidak sempat berpikir banyak, Siauw Hong telah betot tangannya.
„Mari kita nyelak antara orang banyak, buat cari gubuk teh," berkata sobat orang Boan ini.
Anak muda kita menurut dengan tidak kata apa apa. Sebentar kemudian mereka telah sampai disebuah gubuk dimana pelayannya, kapan lihat orang Boan ini, segera menghampiri buat menyambut sambil mengunjuk hormat.
„Oh, Tek Ngo-ya?" berkata dia. „Tidak di duga duga hari ini Ngo ya senggang dan bisa datang pesiar kemari !" Siauw Hong kenal pelayan ini, ialah Siauw Thio atau Thio si Kecil dari Cee hoa moei maka sembari tertawa dia kata :
„Tolong carikan kami tempat yang baik!" Dengan cepat Siauw Thio telah carikan meja yang diingini, dengan lebih dulu bawa kan air buat kedua tamunya bersihkan muka.
Sembari mengipas diri Bouw Pek minum teh nya, sedang Siauw Hong repot dengan hoencweenya sambil matanya terus memandang keluar gubuk mengawasi orang orang yang sedang pesiar.
Tidak antara lama, dari jurusan timur Bouw Pek lihat mendatangi tiga orang dengan baju tay-kwa buat musim panas, tetapi yang menarik perhatian adalah yang jalan di tengah tengah, orang mana tubuhnya tidak tinggi, mukanya hitam, tetapi sikapnya bukan sikap orang kebanyakan. Dua orang lagi, yang jalan dibelakangnya, yang menjadi bujang atau budak, berjalan mengikutinya sambil tangan mereka mesing2 membawa sebuah kantong uang. Dibelakang mereka ini mengikuti dua atau tiga puluh pengemis lelaki perempuan, yang ber ulang2 minta2 uang. Saban2 dua bujang itu merogoh kantongnya dan memberikan sejumlah uang, tidak heran bila pengemis pengemis, yang tak kenal batas, yang jumlahnya memang banyak. jadi makin banyak yang mengikuti, hingga dua budak itu jadi repot. Simuka hitam kelihatannya tidak perdulikan pekerjaannya dua bujang itu, dia jalan terus dengan diapit oleh kedua kawannya.
Beberapa buaya darat atau hidung belang yang bergelandangan, apabila mereka berpapasan dengan orang muka hitam ini, semua menegor dengan laku yang hormat, seperti juga orang ini orang bangsawan atau raja muda. Tapi orang yang di kasi hormat itu tidak ambil peduli, dia bertindak terus dengan agung2an, tangannya saban2 goyang kipas nya.
„Siapa orang Ini, yang romannya agung2an?" anak muda kita men duga2.
Adalah justru saat itu, Tek Siauw Hong kutik sobatnya seraya berkata,
“Lekas lihat ! itu dia Sioe bie to Oey Kie Pak. Sembari kata begitu, orang Boan ini sudah lantas berbangkit, dengan air muka penuh senyuman dia bertindak menyabut Oey Kie Pak, yang sudah mendatangi dekat gubuk teh itu. Sioe bie to, si Bie to kurus, juga telah dapat lihat Tek Siauw Hong, maka dia pun menghadapi orang dengan unjuk senyuman, tubuhnya sedikit dibongkokkan. “Oey Soe ko, hari ini kau senggang?' menegor Siauw Hong. Orang she Oey itu manggut sambil bersenyum, tetapi teguran orang seperti juga dia tidak dengar, karena dia lanjutkan perjalannannya tanpa menoleh lagi.
Mukanya Siauw Hong menyadi merah. Dihadapannya Lie Bouw Pek orang perlakukan dia demikian tawar, sedang dia telah berlaku manis dan hormat, sekalipun tidak usah malu, dia toh menjadi jengah dia menyesal yang Sioe bie to sudah tidak singgah di situ akan beromong kendati satu dua kata. Maka itu lalu dia duduk dengan diam saja, karena masgul. Lie Bouw Pek bukannya seorang tolol, tentu sekali dia mengerti kemasgulannya sobat itu, malah la merasa turut mendongkol karena sikap agul2an orang itu.
„Kiranya begitu saja Sioe Bie to yang orang sohorkan” katanya. „Dimataku, biar dia tidak katak, sikapnya terlalu jumawa !"
„Ia bukan nya terlalu jumawa," kata Siauw Hong, yang bisa mengerti maksud sobatnya itu. „Yang benar adalah persahabatan kami biasa saja dan diantara kami jarang sekali ada pergaulan yang rapat .......malah, buat bilang terus terang, di antara kami bahkan ada sedikit ganjalan ! "
„Apakah itu?” tanya Bouw Pek, yang agak nya sangat tertarik
„Ganjalan apa itu toako?”
“Ganjalan kecil,” Siauw Hong ulangi. “Aku punya keponakan perempuan, yang dikasi menikah pada seorang she Hong dari Pak Siu Kio, dirumah suaminya keponakan itu dapat perlakuan kejam dari ipar2nya, bahna jengkel dia telah menutup mata. Buruk nasibnya keponakan itu, sudah mayatnya telah tidak diurus sebagaimana mestinya, malah dia telah dibicarakan jelek di muka orang lain. Ketika aku kesitu hal itu. aku jadi tidak senang, aku lalu kirim beberapa orang pada keluarga Hong itu akan menegor. Kapan Oey Kie Pok dapat tahu halnya aku kirim orang itu, dia jadi tidak puas. dia katakan bahwa aku tidak pandang mata padanya Inilah sebabnya kenapa dia jadi berlaku tinggi terhadap aku." „Kalau begitu, dia seorang yang tidak bisa diajak bergaul !" kata Bouw Pek yang menjadi tidak senang „Kenapa tidak dari tadi tadi nya ia campur tangan, buat bikin akur kedua keluarga? Kenapa dia tidak mau berlaku terus terang terhadap toako?”
„Kau tidak tahu adatnya orang Pakkhia, saudara Lie." kata Siauw Hong dengan sabar „Kami dikota ini adalah orang yang sering dan mudah merasa tersinggung. Oey Kie Pok adalah hartawan besar dan tersohor buat Pakkhia, dia juga terkenal ilmu silatnya. Di kota sebelah timur tidak ada satu orang yang tidak junjung dia, kecuali aku seorang she Tek. Aku tidak kaya sepertinya. boegee pun aku kalah terkenal, akan tetapi diluar dan dalam kota aku punya banyak sekali kenalan, maka itu kapan satu waktu aku bepergian, aku selamanya mandapat muka lebih terang dari padanya. Ini adalah salah satu sebab lain kenapa dia jadi berdengki terhadap aku. Begitu lah, kendati kami kenal satu sama lain sudah belasan tahun, kami tidak pernah duduk bicara lama2. "
„Menurut kau, toako, terang Oey Kie Pok seorang dengan pikiran cupat !" kata Bouw-Pek yang tetap tidak puas.
„percaya, toako, satu waktu aku nanti hadapi dia, buat lenyapkan kemendongkolan toako."
Siauw liong tidak nyana sobatnya ini gusar dan penasaran untuk dia sampai begitu rupa.
„Jangan, saudara, jangan! ia segera mencegah. „Biarlah dia berdengki terhadap aku. aku sendiri tidak mau berbuat salah terhadap dia. Bagaimana juga, dalam keadaan sekarang, diantara kami masih tetap ada perkenalan tetapi satu kali kami bentrok, lantas selanjutnya kami akan jadi musuh."
„Disebelah itu, Oey Kie Pok bersobat sangat rapat dengan Gin chio Khoe Siauw Houw maka aku tidak ingin bentrok terhadap mereka berdua melulu sebab menuruti adat di satu waktu." Lie Bouw Pek tersenyum.
„Aku juga tidak mau mendapat salah dari mereka," dia bilang. „Aku hanya ingin cari tahu, sampai dimana boegee mereka. Umpama kata kejadian aku pieboe dengan mereka, toako, tidak nanti aku kasi tahu mereka bahwa aku sobat toako." Tek Siauw Hong juga tertawa mendengar perkataannya sobat ini.
„Saudara, kau benar bicara sebagai seorang muda yang berdarah panas” katanya. “Kau belum ketahui bagaimana besar pengaruhnya Oey Kie Pok , kau belum tahu yang dia punya banyak kuping dan mata, yang setiap saat bisa menyampaikan segala macam kabar padanya. Persobatan kita bisa dibilang masih baru, akan tetapi aku percaja dia tentu telah ketahui adanya pergaulan rapat diantara kita. Apa yang dia belum ketahui pasti adalah keadaan diri saudara. Ganjalan diantara dia dan aku, saudara, tidak boleh menyebabkan kami bentrok hebat. Aku percaya, dia pun tidak akan mau satrukan aku, tapi satu kali kau cari dia. lantas urusan berobah menjadi keonaran. Umpama kata dia hinakan kau, saudaraku, urusan masih bisa diurus, celakanya adalah kapan kejadian sampai kau hajar dia, apa juga ke sudahannya sudah terang dia akan bikin kau tidak akan mampu injak kota Pakkhia ini lebih lama pula ! Saudara, kau masih muda kau bertenaga besar dimana saja, asal kau mau, kau bisa taruh kakimu, tapi kendati demikian aku minta kau bisa berpikir panjang. Bintangmu belum terbuka, saudara, itu artinya kau perlu bersabar. kau mesti menunggu waktu. Aku percaya betul satu waktu kau akan ke sampaian cita citamu ! Kenapa mesti turuti adat disatu waktu? Kenapa, dengan tidak ada perlunya, kau cari musuh dengan orang semacam dia itu? baiklah saudara mengerti, Oey Kie Pok itu bukannya berandal atau okpa." Bouw Pek bisa mengerti kejujurannya sobat ini, yang sangat tidak inginkan dia mencari perkara. Tentu saja dia mesti hargakan kebaikan orang.
„Baik tetapkan hatimu, toako, tidak nanti aku terbitkan onar untuk kau, dia kata. „Aku bukannya kuatir terbit onar untuk diriku, aku hanya kuatirkan kau, saudara," kata Pek Siauw Hong, yang berlaku terus terang.
„Aku memikir untuk kau.
Bouw Pek manggut.
„Aku tahu, toako memang sangat perhati kan aku,” katanya, yang lalu menghela napas.
Siauw Hong merasa tidak enak sendirinya menampak sobat itu jadi berduka.
„Mari kita jalan jalan lagi sebentar, lantas kita pulang," kata dia setelah hirup cawan tehnya yang penghabisan. „Sebentar aku akan undang kau bersantap, buat rasai barang makanan se hari2 dari kota Pakkhia, aku ingin ketahui bagaimana anggapanmu tentang makanan rumahan itu."
„Kalau aku telah kebiasaan makan cara Utara, bagaimana bila nanti aku pulang kekampungku? tanya Bouw Pek sembari tertawa, satu tanda dia sedang main2.
„Itulah bukan soal !' Siauw Hong pun tertawa. Kapan sampai terjadi kau kegilaan masakan Pakkhia, kau boleh ajak anak istrimu pindah kemari, kita nanti tinggal sama2. Asal saja kau suka memandang aku, saudara, itulah yang aku harap betul.'
„Aku mana punya anak isteri !" tertawa Bouw Pek. „Diriku sendiri adalah keluargaku !"
Siauw Hong awaskan sobatnya, dia merasa heran bukan main. dia isikan coeihoen nya lalu tiup coa-liannya buat sedot huncweenya.
„Berlakulah terus terang, saudaraku, kau sebenarnya sudah menikah atau belum?" akhir nya dia menegasi. Lie Bouw Pek goyang goyang kepala. „Belum !' dia jawab dengan pendek.
Kembali Siauw Hong awasi sobat itu, agak nya dia tidak mau percaya.
„Bukankah kebiasaan orang dikampungan dalam umur dua atau tiga belas tahun sudah menikah?'' dia menegasi pula.
Anak muda kita manggut. „Betul." dia menyawab. „betul begitu adat kebiasaan di kampung, muda muda orang telah dinikahkan. Tapi aku, aku terkecuali.” Kendati demikian. dia toh menghela napas. Lekas lekas dia tambahkan.
„Marilah kita pasiar pula, lantas kita pulang. Dirumah, sembari bersantap malam, aku nanti tuturkan tentang diriku semua dengan jelas. Kau adalah sobatku satu2nya. yang kenal diriku toako, maka pada kau aku hendak ceritera semua." Setelah berkata demikian lagi lagi Bouw Pek menghela napas.
„Baik, baiklah," dia berkata. “Hari ini kita pesiar sehabis bersantap malam aku nanti temani kau keluar pula, keluar kota, sebab kita mesti pergi tengok Coei Siam !"
Bouw Pek tertawa mendengar sobatnya ini. Tek Siauw Hong lantas bayar uang teh dan ajak sobatnya pergi akan jalan lebih jauh di Jie-kap ini, sesudah merasa cukup dengan naik perahu mereka kembali ke Cee-hoa-moei. Nyata Hok Jie sudah menantikan dengan keretanya, maka bersama sama lantas naik kereta dan terus berangkat pulang. Sekali ini. setiba di rumah lekas Siauw Hong ajak sobatnya masuk terus kepedalaman, disini dia ajar kenal sobat itu pada ibu dan isterinya, kemudian mereka baru kembali kekamar tamu buat duduk sambil makan kwaci, sampai kemudian Sioe Jie datang memberi tahu. bahwa barang santapan sudah sedia dan mereka diundang duduk bersantap.
Oleh karena tidak ada orarg lain lagi, mereka bersantap berdua saja. Mareka minum arak. Adalah disini Lie Bouw Pek gunai ketika akan tuturkan hal ihwalnya sendiri, oleh karena ingin nikah isteri yang cantik dan gagah berbareng, pernikahannya jadi tertunda. Dia ceritakan hal pertemuannya dengan Jie Soe Lian. Menutur tentang Keng Lam hoo dan Kie Kong Kiat, dia unjuk semangatnya, tetapi ceritera tentang dirinya, yang muda muda kehilargan ajah serta ibu, dia berduka sampai air matanya meleleh keluar. Di waktu ceritakan tentang pie boe dengan Sioe Lan, bagaimana dia tolongi keluarga si nona, Dia kelihatan gembira, tetapi di waktu mengasi tahu bahwa nona itu sudah punya tunangan, dia lesu, akan akhir sehabis tenggak araknya dia jatuhkan kepalanya di meja seperti orang yang sedang tidur pulas.....
Siauw Hong juga bergirang dan masgul dengan berbareng mendengari penuturan itu dia tidak nyana, masih begitu muda pengalaman nya sobat ini ternyata sudah cukup banyak dan luas.
„Mendengar kau, saudara, nyata sekali pemandangan mataku tidak salah," akhirnya dia bilang. „Dengan sesungguhnya, kau orang gagah, juga luar biasa. Tentang pernikahanmu, saudara, kau baik jangan buat pikiran. Tunangan Sioe Lian telah pergi tidak karuan parannya, karena itu tidak bisa jadi dia akan mau tetap tinggal menumpang pada mertua nya, jadi janda bukan janda, menunggu tak ketentuan yang ditunggu. Satu waktu aku nanti pergi ke Soanhoa, di sana aku nanti ke temukan beng Loo-piauwtauw dan Jie Loo thaythay aku akan angkat diriku menjadi orang perantaraan, akan recoki jodohmu dengan jodohnya nona Sioe Lian. Oleh karena nona Jie belum menikah, tidak bisa dibilang bahwa dia menikah pula. Juga tidak seharus nya buat Beng Piauwsoa „ikat" terus si nona, hingga dia bisa bikin gagal penghidupannya . .” Bouw Pek goyang goyang tangannya.
„Taruh kata benar tunangannya nona Sioe Lian telah menutup mata, andaikata nona Sioe Lian juga mau menikah denganku, aku sendiri pasti tidak bisa kawin dia!” dia kata dengan sungguh sungguh „coba toako pikir. jikalau terjadi aku menikah dia, tidakkah orang nanti katakan aku seorang yang kemaruk dengan paras elok dan melupakan kebajikan ? Terus terang aku bilang, kendati betul aku kagumi nona Sioe Lian, terhadap dia aku tidak kandung pikiran lain. Umpama kata bisa kejadian aku suka pandang dia sebagai adik angkat, tidak nanti aku nikah dia sebagai isteriku. Aku mesti merasa malu terhadap Jie Lao-piauwtauw, apabila aku mesti nikah gadisnya itu ! "
Siauw Hong menghela napas. Perkataannya sobat ini membikin dia ketahui lebih dalam sifat dan tabiatnya sobat ini yang utamakan kebajikan, yang suka korbankan segala apa untuk menjaga nama baiknya. dia menjadi kagum.
„Saudara, aku mengerti kau," dia kata, „Sekarang baik kita jangan sebut sebut pula tentang nona Jie itu. Karena aku telah ambil sikapmu, aku harap kejadian itu tidak lagi membikin kau berduka. Tunggulah sampai aku dapatkan nona yang cocok, nanti baru kita bicarakan pula tentang pernikahanmu. Tidakkah sekarang soal pernikahan bukannya hal yang penting
?"
„Toako benar," sahut Bouw Pek seraya mamggut. Mereka dahar dan minum dengan pelahan, mereka masih bicarakan hal2 lain lagi, sampai cuaca mulai gelap. Bouw Pek telah tungkuli diri dengan arak, tidak heran waktu berhenti bersantap dia rasa kepalannya pusing, tubuhnya panas, pikirannya pepat, hingga dia jadi seperti orang yang mungsang mangsing.
„Toako, mari kita lihat Siam Nio !" kata ia akhirnya.
“Kau sudah pusing, Saudara, lebih baik kau mengaso," kata Siauw Hong, yang bisa lihat orang mulai sinting.
„Hari ini aku tidak pikir buat keluar kota, aku nanti perintah Sioe Jie sediakan kereta buat antar kau pulang. "
Bouw Pek tidak dengar nyata ucapannya sobat itu, tetapi dia manggut.
Siauw Hong perintah Sioe Jie pergi sedia kan kereta, dia sendiri lalu berbangkit akan bantu sobatnya pakai baju luarnya, kemudian sama sama mereka bertindak keluar. Karena kereta sudah lantas siap, sesampainya diluar, tuan rumah lantas pimpin tamu nya naik kereta, setelah mana dia masuk kedalam.
Bouw Pek duduk didalam kereta dengan kepala pusing. Dalam gelapnya sang malam Hok Jie kendarai keretanya menuju kehotel.
„Sudah sampai di Cian-moei atau belum?" tanya Bouw Pek pada si kusir, sesudah dia rasai telah duduk lama juga didalam kereta. „Kita akan segera keluar dari kota," Hok Jie jawab.
„Bawa aku ke Han-kee-thoa," Bouw Pek kasi tahu. „Aku tidak niat pulang dulu."
Hok Jie menurut, tetapi didalam hatinya la tertawakan anak muda ini,
„Sudah sinting tetapi masih mau mogor !" pikir si kusir. „Oh, sobat majikanku ini ternyata setan pemogoran !' Bouw Pek terus merasakan tubuhnya tidak enak, pikirannya kusut. dia dapat perasaan ingin ketemui Siam Nio. Tidak lama kemudian kereta berhenti.
„Sudah sampai," demikian suaranya Hok Jie. Bouw Pek segera lompat turun dari kendaraan itu.
„Lie Toaya, apakah kau tidak mau pergi ke tempat2 lain ?' Hok Jie tanya : „Apa kah aku boleh pulang sekarang ?"
„Ya, kau boleh pulang," sahut anak muda kita. yang berikan jawabannya dengan sembarangan kemudian dengan tindakan berat dia menuju kedalam rumah pelesiran.
„Oh, tamunya nona Cui Siam ! Lie Looya datang?" berseru jongos yang kita kenal.
CUI SIAM sedang duduk didalam kamarnya, pikirannya lagi bekerja, oleh karena dia masgul memikirkan tentang dirinya, yang tidak tahu bagaimana akan jadi nya. dia pikirkan hari kemudiannya. Tapi kapan dia dengar teriakannya Mo Ho, si jongos, dia terperanjat, lekas lekas dia berbangkit. Ibunya telah mendahului keluar akan sambut tamu. Bouw Pek naik ditangga lauw teng dengan tindakan limbung, begitu lekas dia masuk ke dalam kamarnya Siam Nio, si nona sudah lantas bau arak, yang menyerang keras pada hidung. Di mana kau minum, looya, sampai kau begini sinting ?" menyambut Cui Siam sambil tertawa.
„Apakah Tek Siauw Hong tidak datang ?" tanya si anak muda, yang tidak jawab pertanyaan orang, atau pertanyaan itu tidak di dengar.
„Tidak, Tek Looya tidak datang," sahut Cia Loo-ma-ma Jawaban itu rupanya bikin anak muda ini sadar sedikit, ia manggut. „Benar." dia bilang. „Aku justeru baru dari rumahnya."
„Lihat, looya, kau benar benar sudah lupa daratan !' Coei Siam kata sambil tertawa.
„Tidak, aku tidak mabok, aku hanya sedang berduka ! menyangkal si anak muda, yang otaknya lagi dipengaruhi susu macan. dia jatuhkan dirinya dikursi, sampai hampir rubuh ber- sama2 kursi itu, baiknya Siam Nio keburu jambret dia. Nona ini lalu kerutkan alis.
„Kau duduk, looya, duduk baik baik, nanti aku ambilkan soan-bwee-chung," katanya ke mudian. „Mama, tolong kau ambilkan satu mangkok supaya looya bisa minum." Kelihatannya Cia Lo ma ma tidak puas akan tetapi dia toh berlalu akan ambil soan-bwee-thung Ketika dia balik lagi, Coei Siam sambuti minuman itu buat dibawa kemulutnya Bouw Pek, yang telah pentang mulutnya dan irup itu. Baru saja dua ceglukan, anak muda ini telah geleng kepalanya, goyang tangannya.
“Sudah cukup, aku tidak haus !" dia berkata. Siam Nio tarik pulang mangkok, dia berdiri menunggui, matanya mengawasi anak muda itu, yang dia anggap lucu, tadinya dia mau menggodai, apamau si anak muda telah dului dia :
„Siam Nio, aku harap kau mengerti aku," kata Bouw Pek setelah menghela napas panjang, „aku harap kau mengerti, aku datang pada kau bukannya buat mogor...... Kita berdua sebenarnya orang orang yang harus di kasihani ! .. . " Siam Nio tersenyum. dia lihat Bouw Pek kepal tangannya, agaknya anak muda ini lagi murka.
„Aku gagah, kau cantik, toh segala apa telah tidak berjalan menurut kehendak kita !” kata pemuda dari Lamkiong itu, suaranya keras. „Apa celaka, kita telah menjadi barang barang permainannya segala orang tidak karuan ? Siam Nio terharu, sampai dia mesti tepas air matanya. Siapa nyana, selagi ia berduka, anak muda itu seperti telah tusuk lukanya, tapi dia tertawa. Lie Looya, kau benar benar sedang mabok," dia kata. „Apa yang kau bilang, semua aku tidak mengerti "
Baru saja mereka bicara sampai disitu, diluar kamar terdenger pula suaranya Mo Ho yang telah naik kelauwteng.
Nona Siam Nio ada surat undangan untuk kau !" Cia Mama buka pintu akan terima surat undangan itu, selembar kertas merah, sembari bertindak masuk, dia kata :
„Cie Tayjin bersama Louw Sam ya sedang menunggui di Kong Hoo Kie, anak, kau baik lah lekas pergi !” “Siam Nio sambuti karcis nama itu, setelah baca itu, sepasang alisnya berkerut.
.Ah, kenapa begini waktu mereka baru duduk bersantap ?" katanya, yang tampaknya masgul, hingga suaranya pun tidak lampias. „Lie Looya, mari aku antar kau kepembaronganku, kau boleh rebah rebahan atau tidur disana, aku mau keluar sebentar, aku akan segera kembali ”
Bouw Pek dapat ingatan buat pulang saja kehotel, apamau pengaruh arak sedang ber-kuasa atas dirinya, hingga dia seperti tidak mampu geraki tubuhnya.
„Baiklah. kau boleh pergi” dia menyahut. Siam Nio lantas bukai baju luar anak muda ini, lalu dia dukung dikasi bangun buat di antar kepembaringan, disitu dia rebahkan tubuh orang, yang dia tutupi dengan selimut merah, kemudian dia tutup kelambunya dia pun bakar dupa nyamuk. Kemudian lekas- lekas dia dandan dan ajak ibunya pergi. Bouw Pek rebah dengan tidak karuan rasa, kepalanya pusing, dia gulak gulik beberapa kali, tidak juga pulas, maka akhirnya dia ber bangkit dan duduk diatas pembaringan. Mendadak dia enek dan muntah muntah, hingga keluarlah semua makanan dan arak yang dia gasak dirumahnya Tek Siauw Hong. dia muntah beberapa kali, sampai rasai perutnya kosong, hingga tubuhnya menjadi enteng dan lega. Tentu sekali karena itu otaknya juga menjadi sedikit jernih.
Dari kamar2 lain, diatas dan di bawah lauw teng, saban2 terdengar suara bicara dan tertawa riuh, yang keluar dari mulutnya nona nona lain dan tamu2. Diantara itu ada juga suara nyanyian, antaranya : ,Sejak kau pergi kongcu, pikiranku jadi kalut, minum teh tidak bisa. dahar nasi tak beri napsu, aku rasanya telah seperti kehilangan semangatku ”
Baru sekarang Bouw Pek ingat bahwa dia berada dikamarnya Siam Nio.
„Celaka, kenapa aku muntah muntah disini ?' kata dia seorang diri dengan terkejut. Ia berbangkit buat bikin api lebih terang, maka dia bisa lihat kotoran bekas muntahan baunya telah mengalir dilantai, diatas kasur, membikin kotor seprei dan selimut yang Indah ?
“Benar benar celaka !” kata dia pula setelah melongo sekian lama. Sekarang dia dapat kenyataan baju dan celananya juga kena kotoran !, ia masgul, karena menyesal telah bikin kotor kamar orang. Lalu dia keluar dari kamar, pergi ambil teh buat berkumur. Adalah selagi dia berkumur, dia dengar tindakan kaki ditangga lauw teng kapan dia menoleh dia lihat Siam Nio sudah pulang ber sama ibunya. dia merasa malu, tetapi dia segera pegat si nona.
„Jangan masuk kekamarmu, kasur dan sprei kau aku telah kena bikin kotor!" dia kasi tahu. Si nona memandang anak muda kita. lantas ia bisa menduga.
“Kau telah muntah muntah, Lie Looya," dia kata. „Tidak apa, aku nanti suruh orang bikin bersih." dia masuk kedalam kamarnya akan lihat pembaringannya, akhirnya dia tertawa.
„Lie Looya," katanya, „kau rupanya telah keluarkan isi perutmu !"
Mukanya Bouw Pek menjadi merah. dia jengah buat dua hal. yalah muntah2 itu dan tadi dia telah beber rahasia hati nya pada si nona. Tapi Walau merasa malu dia paksakan diri buat tertawa. Ketika itu Mo Ho telah masuk kekamar, karena Siam Nio telah titahkan dia bikin bersih pembaringan, si nona sendiri dipihak lain telah tuangkan teh untuk anak muda itu.
„Bagaimana sekarang?' tanya nona ini „Pakaian kau telah kotor semua dan kami di sini tidak punya pakaian buat kau tukar! Apa tidak baik kirim orang kehotel-mu akan ambil pakaian kau?" “Tidak usah," sahut Bouw Pek, "Pintu kamarku aku yang kunci sendiri orang-orang hotel niscaya tidak bisa ambilkan pakaianku."
Ia lantas minta baju luarnya, yang dia lalu pakai untuk kerobongi diri. dia keluarkan lima lembar uang kertas dari satu tail selembar nya, uang itu dia letakkan di atas meja.
„Aku telah bikin kotor seprei dan selimut kau, kau tidak bisa pakai lagi itu, kau tukar saja dengan yang baru, dia bilang,
„Pakailah uang ini untuk membelinya."
Siam Nio jumput uang itu, dia periksa jumlahnya, lantas dia ambil salembar, empat yang lain dia serahkan kembali pada tamunya. „Aku tidak bisa terima semua uangmu,” kata dia dengan roman sungguh2. „Apa artinya barang kotor? Kenapa itu mesti diganti? Apakah kau tidak pandang mata padaku?" Lagi lagi mukanya Bouw Pek menjadi merah, dia ulur tangannya akan ambil kembali uangnya. dia tidak tahu apa dia mesti bilang. Siam Nio menoleh kelampu, tubuhnya membelakangi si anak muda, sebentar saja dia berpaling lagi dan tertawa: dia sambar tangan tamunya.
„Aku minta janganlah kau pikirkan urusan kecil ini !” dia minta. dia menoleh kedalam kamarnya dia lihat ibunya dan Mo Ho sedang repot membersihkan pembaringan, dia tersenyum. dia lalu tambahkan: Aku yang minta kau tidur dipembaringanku, aku tidak takut pembaringanku itu kau muntahkan !'
Sampai waktu itu masih saja Bouw Pek tidak tahu mesti bilang apa.
„Sekarang baiklah aku pulang.........." kata dia akhir nya. Nyata Coei Siam nampak nya berat berpisah, ia telah bersangsi.
“Nah, baiklah !" ia kata sesaat kemudian. „Sampai besok !" Dan dia tertawa.
„Sampai besok !' kata Bouw Pek, yang terus saja turun dari lauwteng. Sinona manis berdiri menggelendot di lankan, mengawasi kebawah pada pemuda itu, sampai tamu itu sudah menghilang di pintu baru dia tinggalkan lankan.
Sekeluarnya dari Po Hoa Pan, Bouw Pek jalan terus, dia tidak sewa kereta, dia pulang dengan jalan kaki, ketika sampai dihotel Goan Hong, didalam kamarnya dia lantas buka pakaian, dia minta air akan bersihkan diri, kemudian salin pakaian baru. dia menyesal mengingat perbuatannya „gila" itu selagi sinting.
“Selanjutnya aku mesti jaga diri akan tidak minum terlalu banyak," la janji pada dirinya sendiri. Ia Ingat, bahwa kelakuan nya sampai sebegitu jauh tidak ada artinya, bahwa selanjutnya dia mesti robah sikap.
„Aku mesti pegang derajat dan bangun!" dia ambil kepastian.
Sampai disitu, Bouw Pek naik kepembaringannya dan tidur. Esoknya, selewatnya tengah hari, sehabis dandan dia pergi ke Poan cay Hoo-tong selatan akan tengok pamannya.
„kenapa sudah dua hari kau tidak datang datang?" Kie Thian Sin tanya keponakannya.
“Aku terserang hawa panas dan aku rasai tubuhku tidak sehat," dia menyawab, tetapi dengan muka berobah sedikit didalam hati dia malu sekali, karena terpaksa mesti men-justa. Paman itu mengawasi.
“Ya, aku lihat kau sedikit kurus,” dia bilang. „Ada satu hal yang aku hendak beritahukan pada kau." Anak muda itu terkejut dalam hatinya. entah urusan apa yang sang paman hendak beritahukan.
„Aku lihat bukan daya yang sempurna untuk kau tetap tinggal dihotel, Kie Coesu bilang. „Dengan tinggal dihotel kesatu kamar kecil kedua keadaan ramai, hingga kau tentu tidak bisa tinggal dan belajar dengan tenteram Ketiga, ini yang paling penting, dengan tinggal di hotel kau juga jadi hamburkan uang terlalu banyak. Kalau kau berdiam di hotel setengah atau satu bulan lamanya dan kerjanya masih belum dapat, bisa2 uang bekalanwu nanti habis dipakai ongkos sehari-hari. Begitulah, tentang ini aku telah pikirkan. Kemarin aku telah bicara dengan Loo hong-tiang Kong Goan dari gereja Hoat Beng Sie di Tongpian Sinsiang Hootong, buat pinjam salah satu kamarnya. Aku kasi tahu. bahwa itu untuk salah satu anakku, yang datang ke kota raja buat cari pekerjaan, bahwa sanak itu mengerti surat. Nyata dia bersedia luluskan permintaanku, nampaknya dia girang sekali. Dia telah unjuk satu kamarnya sebelah barat Karena sudah ada kepastian, tinggal kau pilih hari-hari apa saja buat kau pindah tinggal disana, kau pun bisa bantu Kong Goan Soohoe salin kitab atau surat2, dalam hal ini dia bisa mengasi sedikit uang kerugian pada kau.
Ruangan gereja besar dan keadaannya sunyi, dengan tinggal disana. kecuali ringan ongkos, kau jadi dapat banyak faedah, buat dahar setiap hari bisa beli makanan di warung nasi yang berdekatan, dengan ini kau juga bisa hematkan lagi sejumlah uang."
Mendengar begitu, hatinya anak muda kita menjadi lega. dia manggut.
“Baiklah,” dia bilang. „Sebentar aku pulang dan berbenah, besok aku bisa lantas pindah” Ia ambil putusan dengan lantas, terutama, bikin paman itu tidak kecil hati.
„Aku nanti perintah opas pergi antar kau ke gereja, ' Kie coe-soe kata pula „Disana kau boleh periksa dulu kamar dan gereja itu andaikata kamarnya bocor atau demak hawanya, kau tentu tidak bisa tinggal disana. Bouw Pek manggut, dia nyatakan setuju.
Kie Coe Soe lantas panggil opasnya. Lay Sin, sambil kasikan karcis namanya dia suruh hamba ini antarkan kemenakannya pergi ke Hoat Beng Sie. Lay Sin terima perintah, supaya dia lantas ajak Bouw Pek pergi ke gereja nya Kong-Goan Hwee shio. Ternyata paderi itu sudah tua. usianya sudah enam puluh lebih, orangnya kurus, romannya menundukkan dia seorang paderi sejati. dia perintah muridnya, yang bernama Tie Tong akan antarkan anak muda ini kekamar yang dia unjuk. Hoat Beng Sie besar, tapi sudah tua dan kelihatannya kurang rawatan rupanya gereja ini tidak punya sawah kebun yang besar dan kekurangan dermawan2 yang mau jadi penunjang. Hweeshionya pun sama sekali cuma ada belasan orang.
Ketika Bouw Pek diantar keruangan barat, disitu terdapat pendopo dengan tiga kamar, patung apa yang dipuja disitu dia tidak lihat, tetapi dia dapatkan dikedua samping ada beberapa peti mati kiriman orang yang rupanya menunda penguburan sanak pamilinya. Di sebelah timurnya ada lagi kamar lain, yang tinggal kosong, cuma ada sebuah meja dengan dua buah bangkunya. Kamar itu gelap, tetapi tidak demak. “Kamar itu juga tidak bocor," Tie Tong kasi tahu. Bouw Pak setuju apabila dia telah perhatikan kamar itu, dengan depannya ada pelataran yang luas, disitu dalam keadaan sunyi setiap waktu dia bisa latih ilmu silatnya.
„Baiklah," dia beri tahukan Tie Tong, „besok aku nanti datang pindah kemari.”
Lantas anak muda ini keluar dari bio, dia perintah Lay Sin pulang buat sampaikan kabar pada pamannya bahwa dia jadi pindah, dia sendiri segera pulang kehotel. dia sudah pikir, selanjutnya kecuali di waktu kunjungi Tek Siauw Hong, dia dapat banyak ketika buat berlatih silat. dia pun sudah pikir untuk selanjutnya jangan sering sering pergi pada Coei Siam.
„Aku telah bikin kotor pembaringannya aku mau ganti ia menolak, dia benar nona luar biasa," dia berpikir, „Aku sebenarnya merasa malu buat sikapnya yang manis budi itu. "
Bouw Pek lantas mampir disebuah toko cita, dia pilih dua rupa cita yang bagus, dia beli belasan elo, dengan bawa itu dia tidak terus pulang melainkan menuju ke Po Hoa Pan di Han kee thoa. Siam Nio sedang nyisir waktu dia lihat tamu nya muncul dengan mendadak sambil bawa cita. „Eh Lie Looya. apa sih kau bikin?' dia tanya dengan bernapsu. Bouw Pek paksakan diri akan tersenyum.
„Kejadian kemarin bikin hatiku tidak tenteran”, dia bilang.
..maka barusan aku pergi ketoko cita beli dua rupa cita ini, yang kurang baik. Kau boleh pakai ini dan bikin apa kau suka. "
„Aku bisa menduga !" Siam Nio kata sambil tertawa. „Aku telah duga, bahwa kau akan belikan aku cita, buat ganti seprei dan selimutku, kemudian sesudah mengganti kau lantas tidak mau datang lagi kemari !"
Mukanya Bouw Pek menjadi merah, dia tidak nyana si nona begitu cerdik dan omongan nya tedas sekali. jadinya, apa yang dia telah pikir, sinona sudah dapat tebak.
„Kau menduga keliru !' dia paksa bilang. „Sebentar aku pulang, tetapi nanti sore aku akan datang lagi. Selanjutnya setiap hari aku sedikitnya akan datang satu kali pada kau.. Pemuda ini mau bicara lebih jauh, tetapi si nona pegat ia. sambil bersenyum tapi agaknya sungguh sungguh, Siam nio kata:”
Apakah benar?. Apakah perkataan kau boleh dipegang, looya?'
Bouw Pek menyesal, yang dia sudah kelepasan omong.
„Percaya aku, asal ada ketika, aku tentu akan datang kemari," dia kata......
“Aku baru tidak bisa datang kemari andai kata ada urusan yang menghalangi aku. Kendati demikian, meskipun aku sendiri tidak datang, hatiku toh setiap saat tidak bisa lupai kau." Cia Loo mama ada didalam kamar bersama mereka, dia cuma dengarkan saja pembicaraan itu, tetapi sesampainya disitu dia ngeloyor pergi. Berbareng dengan itu Coei Siam pegang pundak orang, dia angkat kepalanya, matanya ternyata merah, malah mendadak dari mata itu keluar air seperti dari sumber, sesudah mana dia jatuhkan kepalanya didada orang........
Bouw Pek terperanjat, dengan alis mengkerut dia tunduk, tetapi dia tidak dapat lihat mukanya sinona, hanya rambutnya yang bagus, hitam dan mengkilap. dia coba kendalikan diri, dengan kedua tangannya dia angkat kepalanya si nona, air matanya dia susuti. Jangan berlaku begini, kesehatanmu nanti terganggu," katanya dengan perlahan. „Kau bersusah hati, ini aku tahu. Baiklah lain kali saja bila ada temponya yang baik. kita bicara pula. Aku akan berdaya untuk bantu kau. Ucapan itu melulu bikin Siam Nio menangis hingga sesengukan, sampai anak muda kita tidak tahu bagaimana harus membujuki nya.
Diluar mendadak terdengar suara orang bicara - yalah Cia Lo ma ma. Siam Nio lekas pisahkan diri, dengan jarinya dia menunjuk kursi, minta Bouw Pek duduk dia sendiri segera menuju kemeja riasnya buat susut kering air matanya, pakai pupur dan yancie, akan akhirnya bereskan rambutnya. Bouw Pek duduk sambil memandang kekaca dimana dia lihat roman yang cantik manis dari si nona, dia merasa kasihan pada anak dara ini, yang nasibnya buruk, karena kendati cantik dan punya roman begitu sempurna dia mesti berada dirumah pelesiran ......
Cia Lo ma ma menyingkap kere, dia bertindak masuk seraya berkata.
„Barusan orang cerita, bahwa dijalan besar dari Cian moei ada orang berkelahi dengan gunai senjata tajam, sampai ada yang dibacok mati !"
Perhatian Bouw Pek tertarik dengan tiba2. Tapi karena dia tidak punya sangkutan dengan perkelahian itu, dia coba kendalikan diri dan duduk diam saja. Tetapi dia tidak bisa berdiam saja. Tetapi dia tidak bisa berdiam lama2 disitu karena pikirannya tidak tenteram, maka lekas juga dia minta diri dari Siam Nio.
“Apakah sebentar malam looya niat datang pula?" Coei Siam tanya sambil tertawa. Ia tidak menjawab. dia anggap si nona lagi godai ia. Dari depan pintu dia menuju ke barat, sepanjang jalan pikirannya bekerja.
„Diwaktu mau pindah kegereja, aku sudah ambil putusan akan jauhkan diri dari Siam Nio, sekarang terbukti niatan itu tidak dapat diwujudkan. Sesungguhnya Siam Nio harus dikasihani, dia mestinya punya lelakon sedih, yang dia hendak dijublekkan atas diriku. Sekarang ini bagaimana dengan keadaan diriku, Bisakah aku punya kelebihan tenaga buat dipakai menolongnya ? Dan apakah pantas bagi ku, satu laki2, mesti beratkan diri pada seorang perempuan ? Apakah dengan begini aku jadi tidak sia2 maksud tujuanku ?”. Bouw Pek benar benar bersangsi: „coba aku punya uang. umpama beberapa ratus tail perak, dengan itu aku bisa tebus Siam Nio, supaya dia bisa bebaskan diri dari rumah pelesiran. Aku tentu suka andaikata dia mau menjadi isteriku yang sah. Cuma dalam hal Ini ada kesukarannya, yalah paman dan bibi dikampungku niscaja tentang tindakan ku ini.........
Tanpa merasa Bouw Pek telah sampai di rumah penginapan, tetapi disini dia lantas lihat keretanya Tek Siauw Hong, maka dia menduda mestinya sobat itu telah kunjungi ia. Ia cepat kan tindakannya akan masuk. Baru saja dia sampai dithia, seorang jongos hampirkan dia.
„Lie Toaya, lekas masuk kekamarmu ! kata jongos itu, „Tek Looya yang kau kenal baik tadi telah berkelahi di Cian moei Toa kay, dia mendapat luka !" Pemuda itu terkejut sekali.
„Oh kiranya dia yang tadi dikabarkan berkelahi !” kata dia dalam hatinya. „Entah lukanya berbahaya atau tidak ?” Separoh berlari dia menuju kekamarnya. dia dapatkan Tek Siauw Hong sedang numprah di pembaringan nya, pakaiannya berkelepotan darah.
„Eh, kemana kau pergi ? tanya orang Boan itu begitu dia lihat sobatnya.
„Aku pergi kerumah pamanku," Bouw Pek jawab.
„Toako dengan siapa kau berkelahi? Bagaimana dengan lukamu ?”
Tek Siauw Hong ulur tangan kanannya akan kasi lihat lukanya. Itu luka bekas golok yang dalam, rupanya darah telah keluar banyak dari situ. Kendatipun demikian Siauw Hong seperti tidak rasai lukanya itu.
Mereka terdiri dari belasan orang, mereka kurung aku selagi aku berada didalam ke reta," cerita orang Boan ini.
„Kami bertempur mati2an. Pikir saja, aku sendirian dengan sebatang golok dan mereka be-ramai2, Benar aku telah terluka, akan tetapi di fihak mereka aku telah lukai dua orang sedang yang lainnya aku telah serahkan pada kantor giesoe buat diurus."
Siauw Hong bukannya seorang jumawa tetapi diwaktu bicara dia bersenyum dan kelihatannya dia puas atau bangga sekali.
“Siapa mereka itu ?" Bouw Pek tanya, „Apa mereka mau, ada permusuhan apa diantara toako dan mereka ?”.
“Apakah kau sudah lupa, saudaraku ?” Siauw Hong baliki.
„Itu adalah ekornya ke jadian dirumah komedi Yan Hie Tong, di waktu kita menonton wayang. Bukankah disana lantaran urusannya In Coe Si Kaki Keras aku telah hajar seorang jangkung sampai orang itu muntah darah? Nyata orang itu adalah Phang Sam, engkonya Hoa chio Phang Go dari Coen Goan Piauw tiam. Mereka bersaudara banyak, di Cim cioe mereka disebut Phang kee Ngo Houw, lima harimau persaudaraan Phang. Mareka semua mengerti boegee. Phang sulung sudah meninggal dunia, yang kedua. Gin kauw Phang Tek, buka piauw kiok di Thio kee kauw. Phang Sam adalah yang ketiga, namanya Hoay, gelarannya Tiat koen. dia baru satu bulan datang ke Pakkhia ini, tinggal bersama adiknya bungsu, Hoa-chio Phang Go, yang bernama Liong. Phang Go telah buka Coen Goan Piauw tiam di kota ini sudah enam atau tujuh tahun. Orang bilang tumbaknya liehay, hingga dia sanggup layani Gin chio Ciang koen Khoe Kong Ciauw. Tapi paling liehay adalah saudaranya yang keempat, yang dipanggil Phang Soe, namanya Bouw, julukkannya Kim too. si Golok Emas. Katanya, buat propinsi Titlee Kim too Phang Bouw adalah orang gagah kenamaan, sampaipun Sioe Bie to Oey Kie Pok dan Khoe Kong Ciauw sendiri tidak berani main gila terhadap dia. Ini juga sebabnya kenapa Coen Goan Piauw tiam tadi tersohor Piauw soe dari piauw tiam itu karena ini jadi suka main gila d luaran. terhadap mereka tidak ada orang yang berani banyak mulut atau usilan " Bouw Pek tidak puas mendengar Siauw Hong agulkan Phang Bouw begitu rupa.
„Apakah yang tadi serang toako itu Phang Bouw ?" dia tanya.
„Bukan, bukan dia, Siauw Hong jawab. „Kalau tadi dia yang berada disini, pasti sekali aku akan dapat kecelakaan hebat. bicara terus terang saudara, diwaktu kemudian aku dapat tahu, bahwa fihak lawanku adalah orang orang Coen Goan Piauw tiam, aku menyesal bukan main. Sesungguhnya aku tidak ingin sekali tanami bibit permusuhan dengan fihak Phang itu. Dalam dua hari ini aku telah tidak pergi kekota selatan, kesatu karena aku memang merasa kesehatanku sedikit terganggu, kedua aku ingin menyingkir dari gangguan mereka, tetapi hari ini aku tidak tahan berdiam lebih lama di rumah, sedang kemarin ini aku tahu kau telah mabok arak, karena kuatirkan diri kau, aku perintah sedia kan kereta. Aku sengaja bawa golok untuk berjaga jaga. Diluar dugaanku, baru saja sampai di jembatan Cian moei, belasan piauwsoe dari Coen Goan Piauw tiam telah pegat dan kurung aku. Mereka semua bersenjata golok, ruyung rantai dan toja. Diantara mereka tidak ada si orang she Phang. Mula mula aku bicara pada mereka, aku ajak mereka berdamai, tetapi mereka menolak, mereka berkata hendak hajar aku. Di jalan besar itu ada banyak orang, dihadapan mereka, aku tidak bisa unjuk kelemahan lebih jauh, maka tidak perduli mereka berjumlah besar, aku turun dari kereta dan layani mereka bertempur, Kesudahannya saudara ketahui, yalah aku terluka sendirian, tetapi mereka luka dua dan yang lain lain ditangkap. Sebelum pertempuran berhenti ada datang orang orang polisi, mereka itu kenal aku, maka atas keteranganku belasan orang itu lantas ditangkap dan dibawa pergi. Tapi dengan begini permusuhanku dengan pihak Phang jadi bertambah hebat. Aku percaya betul, tidak bisa tidak, mereka pasti akan cari aku dari itu selanjutnya aku tidak mau sering sering pergi keluar kota............. Setelah kata begitu, orang Boen ini i unjuk roman berduka sekali. Dengan saputangan, yang telah berlepotan darah. dia susut darah yang mengucur dari lukanya.
„Aku sudah perintah Hok Jie pulang mengambil pakaian dan obat luka" kemudian ia kata pula. “Aku tahu sendiri, saudara. Tek Siauw Hong satu laki2, maka jangan kata satu luka seperti ini, kendati lenganku ini di tabas kutung, tidak nanti aku merintih atau berteriak kesakitan. Beberapa piauwsoe dari Coen Goan Piauw tiam itu, berikut Hoa-chio Pheng Sam sendiri, jikalau mereka arah aku aku tidak takut, apa yang aku kuatirkan adalah kalau Kim too Phang Bouw datang mencari aku. Phang Bouw kenal banyak orang jahat, siapa saja mereka bisa ajak berkonco, maka itu. sudah dia sendiri lihay, dengan ajak banyak kawan dia sesungguhnya sukar dilayani. '
Kembali Phang Bouw disebut sebut, mendengar itu Bouw Pek menjadi mendongkol dan gusar, hingga wajah mukanya menjadi merah padam.
„Toako, tetapkan hatimu !" kata dia dengan suara dingin, dengan senyuman tawar. Tidak perduli Hoa chio Phang Liong atau Kim too Phang Bouw, apabila mereka itu datang mencari toako, toako mesti lekas kasi kabar padaku ! Toako, aku tidak takut pada mereka itu !”
„Dengan sebenarnya, hiantee, buat selanjutnya tidak bisa tidak kau mesti bantu aku," kata si orang Boan. Sampai disitu Bouw Pek kasi tahu yang dia akan pindah ke Hoat Kong Sie.
„Itulah bagus," Siauw Hong bilang. „Memang tidak sempurna kau berdiam lama dirumah penginapan. Aku tadinya niat ajak kau tinggal padaku, dirumahku, aku kuatir kau menolak...... " ,Besok aku akan pindah, perkara lainnya kita lihat saja belakangan," Bouw Pek kata.
Sementara itu Hok Jie telah bertindak masuk bersama Sioe Jie, bersama mereka ada lagi dua bujang lain, yang membawa pakaian dan obat luka.
„Kenapa kau datang be ramai ?" Siauw Hong tanya. „Dengan begini dirumah ada siapa?"
„Loo thaythay dan thaythay berkuatir ketika mereka dengar looya berkelahi dan terluka," kata Sioe Jie. „kami lantas diperintah pergi menyusul: Looya diminta lekas2 pulang”. Majikan itu tersenyum sindir.
„Kau datang ramai2, apa kau bisa bikin?" dia tanya.
„Apakah kau bisa lindungi aku ?”
Sioe Jie tidak kata apa , dia tidak berani buka mulut terhadap majikan itu.
„Sekarang marilah obati aku." Siauw Hong kata kemudian. Hok Jie bersama dua bujang lantas undurkan diri dan Sioe Jie maju akan obati lukanya majikan itu, sesudah mana dia bantu majikan itu salin pakaian. Begitu lekas sudah pakai obat dan tukar pakaian, Tek Siauw Hong telah seperti lupa yang dia baru saja terluka hebat, malah dia lupakan juga kekuatirannya, kemasgulan dan kemurkaan, malah juga dia tidak mau pulang, hanya bersama Bouw Pek dia lalu pasang omong, pokok pembicaraan adalah halnya Coei Siam si nona manis.
Orang Boan ini tertawa berkakakan ketika dia dengar sobatnya telah kunjungi si nona dan muntahkan pembaringannya dan kemudian telah membelikan cita untuk nona itu.
„Baru dua hari aku tidak pergi, siapa nyana kau berdua telah jadi begini panas !' ia menggoda. ..lagi beberapa hari aku niat pergi ke Tong leng bila nanti aku pularg dari sana. barangkali kau telah menyewa rumah buat tinggal sama2 !"
Bouw Pek tidak menjadi gusar yang dia digoda secara begitu, dia hanya merasa malu.
„Besok aku pindah kegereja. selanjutnya aku tidak akan kunjungi Coe Siam lagi." dia bilang. Tek Siauw Hoag masih saja tertawa.
“Besok kau boleh pindah kegereja !" dia kata. „Tetapi kau tidak cukur rambutmu buat menjadi hweeshio, siapa mau usilan yang kau pergi mogor?'" “Bukannya begitu ! Bouw Pak terangkan. “Aku insyaf, aku mengerti, aku tidak boleh sering pergi ketempat seperti itu dan berdiam lama2 disana, satu kali aku berdiam lama lama, sukar aku loloskan diri dari cengkeram. "
Siauw Hong masih saja bersenyum, sebagai seorang yang telah banyak pengalaman, dia rupanya sudah tahu selatan. Selagi kedua fihak saling membungkam, tiba tiba Hok Jie bersama dua bujang lain nya bertindak masuk dengan tergopoh gopoh. roman mereka pucat bahna ketakutan. Hok- Jie segera berkata !.
‘Looya. jongos hotel telah kasi tahu kabar hebat padaku ! Katanya ketua Coen Goan Piauw tiam bersama belasan kawannya, dengan semua bekal senjata, sedang berdiri menunggu di mulut jalan sebelah timur ! Rupa rupanya mereka itu hendak pegat kau looya " Kabar itu benar hebat,
tidak, heran bila Tek Siauw Hong nampaknya terperanjat.
Lie Bouw Pek yang gesit sudah sambar pedangnya, yang dia gantung ditembok.
“Nanti aku ketemui mereka !" dia kata. dia memang masih mendongkol.
„Jangan !” Siauw Hong mencegah. „Saudaraku, jangan kau sibuk tidak keruan, sabar, aku nanti cari akal !”
„Akal ?” Bouw Pek baliki. „Toako, apa perlunya akan pikir2 akal lagi? Aku nanti pergi dan hajar mereka, habis perkara ! Mereka itu terlalu menghina toako ? Kenapa mereka seperti juga tidak ijinkan toako jalan dijalan umum ?"
„Apakah tidak baik aku pergi kekantor negeri, minta pembesar kirim orang akan bekuk mereka itu?"' Hok Jie campur bicara.
„Jangan !" mencegah Siauw Hong sambil bersenyum sindir. “Dengan pinjam pengaruh pembesar negeri buat menindih orang, apa jadinya nanti dengan aku ? Perbuatan demikian macam aku si orang she Tek tidak sudi lakukan !'
„Kau benar, toako!" Bouw Pek benarkan.
“Sekarang hayo, mari kita ketemui mereka"! kata orang Boan ini, dengan suaranya yang pasti. dia lompat bangun, dia berpaling pada kawan nya. „Saudara, mari kau temani aku !” katanya. Kemudian dia menoleh pada Siu Jie berempat dan kata : „Sebentar kau tidak boleh campur urusan, kau mesti berdiri saja dipinggiran menonton ! Umpama kata mereka pukul kau jangan kau balas memukul !"
„AKU lupa alamatnya, tetapi lupa atau tidak, aku sekarang perlu kunjungi dia," dia pikir akhirnya. „Ia seorang yang ternama, dia mestinya mudah dicari."
Ia tukar pakaian, sambar kipasnya. lantas keluar. Didepan pintu dia teriaki sebuah kereta kaldai, yang bawa dia menuju ketimur. Hawa udara panas, maka duduk didalam kereta, anak muda ini tidak berhentinya goyang2 kipasnya. Si tukang kereta telah mandi keringat.
Selagi mendekati Su pay lauw, tukang kereta tanya penyewanya kegang mana ia hendak pergi, kesebelah barat atau sebelah timur.
Aku tidak tahu mesti pergi kemana, aku hendak tengok seorang sobat baru' sahut anak muda ini, yang berada dalam kesangsian.
„Siapa itu sobatmu,tuan.? la orang she apa?" tanya tukang kereta pula.
“Ia orang she Tek. la seorang Boan," Bouw Pek kasi tahu. Tukang kereta itu menoleh akan awasi penumpangnya
Nyata perhatiannya sangat tertarik.
“Apakah tuan mencari Thie ciang Tek Ngo ya ?” “Betul,” sahut Bouw pek seraya memanggutkan kepala.
„Aku tahu rumahnya Tek Ngo Ya," kata tukang kereta itu.
,Ia tinggal di jalan sebelah utara ditengah antara tiga jalanan, dia seorang yang baik hati. Di pintu timur ini, diantara orang yang paling ternama, adalah ia bersama Sioe bieto Oey Soe Ya
!”
Setelah kata begitu, dengan gembira tukang kereta itu cambuk keledainya, buat kasi binatang itu lari keras. Maka tidak lama kemudian kendaraan itu sudah keluar dari mulut barat dari tiga jalanan antara timur dan barat, terus berhenti didepan rumahnya Tek Siauw Hong. Di depan pintu ada dua orang dengan dandanan sebagai bujang sedang belanja membeli kembang.
Bouw Pek samperkan dua orang itu dan tanya apa. Tek Siauw Hong ada di rumah.
Lebih dulu dari pada itu dia telah perhatikan rumahnya orang, yang pintunya dicat merah, dikiri dan kanan ada dua singa2an batu, sedang di sebelah timur ada pintu buat masuknya kereta. Dua orang itu rapi dandanannya.
“Kau siapa, tuan?" tanya dua orang itu, yang telah balik mengawasi.
“Aku she lie, dari Seebo Yan," Bouw Pek jawab.
Mendengar jawaban itu, salah satu hamba itu lantas saja tertawa.
„Apakah tuan bukannya Lie Toaya dari hotel Goan Hong?" dia kata. „Silahkan masuk silahkan masuk, toaya !"
Hamba ini telah dengar dari Sioe Jie. bahwa majikan mereka punya kenalan baru yang berdiam dihotel di Seehoyan, sedang Hok-Coe pun pernah omong hal sobat itu, bahwa majikan mereka selama dua hari ini hampir tidak bisa berpisah dari sobat baru itu.
Bouw Pek bertindak masuk, dua orang itu pimpin ia.
Dipekarangan dalam Sioe Jie tertampak sedang siram kembang, kapan dia dapat lihat tamu itu, dia lepaskan corong airnya dan lari menghampirkan.
„Oh, Lie Toaya datang !" dia berseru. „Toaya. selamat datang !”
Dan dia lalu unjuk hormatnya
Bouw Pek sambut hamba itu sambil manggut dan tersenyum.
Sioe Jie bersama hamba itu dari luar lantas antar tamunya masuk sampai dikamar tamu.
Ruangan besar, yang kelihatan saja disitu enam kamar yang besar2, sedang kursi meja dari kayu wangi. Ditembok digantung banyak gambar pigura yang muat tulisan huruf2 yang indah. Diatas meja kedapatan banyak barang barang dari kuningan dan perunggu. Segala apa disitu indah dan bersih. „Duduk dulu, toaya, aku nanti kabarkan," kata Sioe Jie, yang terus masuk kedalam.
Bouw Pek duduk, oleh hamba dari luar tadi dia disuguhkan teh.
Belum terlalu lama, Tek Siauw Hong kelihatan bertindak keluar, air mukanya ramai dengan senyuman.
„Lauwtee, kau benar2 datang cari aku !” kata dia dengan gembira
Bouw Pek berbangkit buat unjuk hormatnya
„Bagaimana dengan kesehatanmu, toako?" dia tanya. „Apa kau baik?'
„Aku baik, terima kasih. Kemarin ini aku terkena hawa panas, aku mesti pergi kebelakang sampai dua kali, kemarinpun aku sudah sembuh,' sahut tuan rumah.
„Duduklah !” sembari kata begitu dia ambil kursi didepan sobatnya itu. Bujang tadi bawakan pula teh dan Sioe Jie muncul dengan ini hoencwee.
„Toako, kau ”
„Jangan sebut itu ! Siauw Hong mencegah seraya goyang2 tangannya, hingga perkataan sobatnya jadi terpotong. „Sama sekali tidak ada artinya, kau jangan buat pikiran, kalau kau pikirkan itu, kau pasti anggap aku sebagai orang luar. Malah kalau kau perlu apa apa, kau mesti kasi tahu padaku, aku selama nya bersedia buat bantu kau. Kau telah ketahui rumahku ini, lain kali harap kau sering2 datang. Setiap hari pada jam sepuluh aku sudah senggang dan berada dirumah, waktu itu kau boleh datang, jangan malu2. Dirumahku ini semua orangku kau boleh perintah, siapa saja diantaranya tidak boleh berlaku ayal !" Bouw pek manggut2.
„Baik, toako, lain kali aku akan sering2 datang," dia bilang.
Siauw Hong sedot hoencweenya dua kali, lantas dia tertawa.
„Kau pergi ke Cui Siam atau tidak?" dia tanya. Ditanya begitu, mukanya Bouw pek menyadi merah. „Kemarin lohor aku ketemu dia ditengah jalan, dia bersama ibunya," dia jawab. „Ia teriaki aku dan kami jadi bicara ditengah jalan,
Jadi bicara ditengah jalan, dia undang aku datang malamnya, aku terima undangan itu. jadinya aku terima undangan secara sembarargan saja, tapi belakangan aku pikir, pada orang sebangsa dia aku tidak boleh hilangkan kepercayaan, maka malamnya aku telah pergi memenuhi janyi. Aku berdiam satu jam lebih di sana."
Siauw Hong tertawa tidak berhentinya apabila dia dengar jawaban itu.
“Lauwtee, kenapa sih kau omong dengan berputar putar ?" dia menegor. “Aku kasi tahu kau, buat kau pergi kesana tidak ada halangannya sembarang waktu kau boleh pergi, toh melulu untuk main main saja ! Daripada berdiam sendirian saja dihotel, lebih baik kau keluar pesiar, diluaran kau tidak akan hadapi kemasgulan seperti menyekap diri di dalam kamar. Tidakkah kita hanya cari kesenangan ? kita boleh pergi atau tidak, semua menurut kehendak kita sendiri."
Bouw Pek manggut sambil bersenyum. dia mesti akui benarnya orang Boan ini. Kenapa dia tidak bisa longgarkan pikiran seperti sobat nya ini ?
Siauw Hong tertawa dan kata pula :
“Saudaraku, mari aku kasi tahu. Coei Siam sebenarnya berjodoh dengan kau. dia adalah bunga berjiwa yang paling tahan harga, ada beberapa orang yang pernah rogoh saku dalam dalam buat ketemui dia, terhadap orang2 itu sepatah kata juga dia tidak mau ucapkan. Tapi terhadap kau, kau lihat sendiri. Bagaimana manis dia perlakukan kau, walau ditengah jalan dia sudi teriaki kau. dia mau undang kau buat datang padanya ! Tidakkah ini aneh ? Orang lain datang, dia tolak, atau dia tidak layani, kau yang tidak datang, dia undang dengan hormat ! Coba undangan terjadi pada orang lain, orang itu barangkali akan menjadi gila dengan mendadak bahna kegirangan yang melewati batas atau dia akan gotong uangnya supaya dia bisa segera ketemu dengan si nona manis
!”
„Kendati demikian ketempat demikian, aku tak sudi sering2 pergi," Bouw Pek kata.
„Tidak sering2 pergi juga ada baiknya," Siauw Hong akui.
„Dengan jarang pergi, kita jadi tidak terpincuk. Siapa sudah satu kali kena terikat, meski dia gagah perkasa, dia akan rubuh sebagai pecundang. sukar dibelakang hari dia angkat kakinya yang sudah kejeblos ! Tapi Coei Siam beda dari yang lain, dia tidak biasanya pegangi tamu sampai dia tidak mau lepas2, sedang dia juga tidak punya sifat sekekar, tidak jemu pada si miskin atau kemaruk pada si hartawan. dia sudah ke temu banyak orang, tidak ada satu yang dia sukai, apa mau, baru ketemu kau, dia sudah jatuh hati apakah ini tidak aneh ?" Bouw Pek tertawa.
„Cukup. toako, cukup ! Sudahlah, kita jangan omongkan hal Coei Siam saja !"
„Nah, apa lagi?" Siauw Hong tanya. saudaraku sudah dahar
?"
„Aku telah dahar dulu di hotel, baru aku datang kemari.
Bagaimana dengan toako ?"
„Aku baru saja bersantap. Hari ini kau tentu senggang, bagaimana jikalau kita pergi main2 ke Jie kap ?”
„Jie kap? Dimana itu letaknya ?"
„Sampaipun Jie kap kau tidak tahu !" Siauw Hong tertawakan sobatnya. „Bila orang lain dengar pembicaraan kita, pasti dia akan tertawakan kau ! Sudah, mari kita pergi. Kita akan naik kereta, menuju ke Coe hoa moei, dari sana kita nanti naik perahu buat pergi ke Ji Kap, sesudah main perahu, dengan perahu juga kita menuju ke Boen-lian. Kereta kita boleh diperintah menunggu di Boen lian. Sepulangnya dari sana, kau mesti turut aku kesini, disini kita nanti bersama sama bersantap malam."
Bouw Pek terima ajakan itu.
“Baik, toako. Sekarang silahkan kau dandan," dia kata. Siauw Hong girang sekali, sebelumnya masuk kedalam dia telah berikan perintahnya, ke satu supaya Hok Jie siap dengan keretanya, kedua supaya sebentar malam Sioe Jie sedia barang barang hidangan yang istimewa.
Siauw Hong ketemui isterinya didalam.
“Lie Bouw Pek telah datang," dia kata pada isterinya itu Didalam rumahnya, dia tinggal ber sama isterinya itu serta ibunya yang sudah tua. Anggota keluarga lainnya adalah dua anaknya.
“Kenapa kau tidak undang dia masuk ?" kata Tek Nay Nay.
„Ia seorang yang pemaluan !' kata sang suami. „Ia duduk menunggui diluar, aku mau ajak dia pesiar ke Jie kap"
Lantas orarg Boan ini dandan, dengan bawa kipasnya dia keluar pula dengan cepat.
„Mari kita berangkat, saudara Lie !" katanya pada Bouw Pek setelah berada didepannya sobat baru itu.
Bouw Pek berbangkit, dia ikut tuan rumah bertindak keluar. Sioe Jie mengikut dengan bawa coeihoen sang majikan. Diluar Hok Jie sudah siap dengan keretanya.
“Sebentar jam empat kau mesti perintah koki siap," Siauw Hong pesan Sioe Jie selagi kereta mau berangkat.
Sioe Jie berikan jawabannya, maka Hok Jie kasi keretanya berangkat.
Kendaraan itu menuju ke Cee hoa moei dan keluar dari pintu kota itu. Tek Siauw Hong ajak Bouw Pek turun dari kendaraan nya, pada Hok Jie dia pesan :
“Sekarang kau boleh pulang, tapi ingat, sebentar jam empat kau datang pula kemari akan sambut kami."
Orang Boan ini dan sobatnya pergi ketepi sungai, dimana mereka naik atas sebuah perahu, dimana sudah ada belasan orang, lelaki dan perempuan, rupanya mereka semua juga mau pergi ke Jie kap akan pelesir.
Dimuka air, yang penuh rumput hijau, perahu sudah lantas melaju menuju ke selatan. Dikedua tepi, disepanjang jalan, pohon yang lioe mengasi pemandangan indah. Angin ber kesiur2 dengan pelahan. mendatangkan perasaan yang nyaman. Dari situ pun tertampak tembok kota, yang nampaknya agung disepanjang sungai itu.
Matahari sudah naik tinggi, hawa sebenar nya panas, akan tetapi ditempat yang rindang seperti itu dimana air memberikan hawa dingin, orang tak sampai menjadi korbannya pergaruh Batara Surya yang lihay.
Siauw Hong dan Bouw Pek duduk dibagian payon gubuk perahu, mereka tidak kerja apa apa selain memandang kedua tepi, tetapi karena didalam perahu ada anak wayang yang menyanyi, kuping mereka juga bisa dengar kan nyanyian itu. Lagu yang diperdengarkan adalah „Ong Jie Cia kenangkan suaminya "
Anak wayang itu piara kumis hitam, thungshanya sudah jelek sekali, kendati begitu sembari nyanyi dia toh masih bawa aksinya, bikin gerak gerakannya lemas seperti orang perempuan.
Diantara sekalian penumpang perahu, jang paling tertarik perhatiannya adalah orang2 perempuan, yang memakai pakaian cara Han dan Boan menurut kesukaan hati mereka, mereka ini pada tertawa tawa tersenyum, tetapi ada juga yang mukanya jadi bersemu merah.
Sebagai seorang asing Bouw Pek tidak mengerti wayang Pakkhia, maka itu dia lebih banyak mengawasi kemuka air, dimana terdapat itik dalam rombongan sedang berenang ke sana kemari sambil berbareng mencari makanan. Binatang itu tubuhnya bersih, gerakannya gesit, nampaknya gembira sekali, diantaranya ada juga yang berbunyi kowak kowek.
Memandang semua itu, Bouw Pek lalu ingat masa dia masih kecil. Tempo dia baru berusia delapan tahun, oleh ayah dan ibunya, bersama sama Kang Lam Ho dia telah di ajak pesiar ketelaga Po Yang. Ilmu berenang dan selulup Kang Lam Ho liehay. dia bisa selulup timbul seperti juga ikan, adalah katanya di dalam air dia bisa melihat seperti di darat. Lie Hong Kiat, ayahnya, juga telah belajar Ilmu berenang dari Kang Lam Ho. Tapi sekarang ini ayahnya telah merupakan tulang2 didalam tanah. Dan Kang Lam Ho, Entah jago itu masih hidup atau sudah mati ? usianya ditaksir sudah enampuluh lebih.
Makin perahu maju, bebek2 kelihatan makin banyak dan pepohonan nampaknya makin lebat. Juga kelihatan rumah2 ditepi sungai. Maka pemandangan itu adalah laksana lukisan saja.
Tidak lama mereka sudah mendekati jembatan si anak wayang telah berhenti menyanyi. dia hampirkan sesuatu penumpang perahu seraya sodorkan tangannya akan minta persen.
„Sudah sampai," kata Tek Siauw Hong seraya tarik tangan kawannya. Lebih dulu dari pada itu dia telah rogoh sakunya akan kasikan beberapa chie pada anak wayang itu. Bouw Pek berbangkit ikut sobatnya.
Cepat sekali perahu telah dipinggirkan dan ditambat, maka dua sobat ini lantas bisa mendarat. Maka lagi sekali Bouw Pek bisa lihat banyak orang, yang sedang pesiar seperti mereka berdua. Orang dari Lamkiong ini bisa saksikan keindahan alam dari Jie kap. Orang jang pesiar banyak sekali, air sungai jernih laksana kaca. Disepanjang tepi pohon pohon lioe tetap banyak dan bagus. Di-bawah pohon2 itu ditaruh meja2, jamuan orang menjual teh dan kue kue, diantaranya ada yang mendirikan gubuk2. Orang orang yang telah pesiar ada yang duduk minum dan makan kue. Pedagang pedagang kecil lainnya juga terdapat disitu, begitupun anak anak wayang yang ngamen jual suara dan aksi.
Orang orang yang pesiar itu adalah lelaki dan perempuan dan dari berbagai tingkatan, tua dan muda, kaya dan miskin. yang paling menarik perhatian adalah nyonya nyonya muda dengan pakaian cara Boan dan nona nona dengan kuncirnya yang panjan dan meroyot turun dibelakangnya.
Lantas ada apa, yang menyolok dimatanya Bouw Pek, karena itu adalah pemandangan yang dia tidak sangka sangka akan tampak di kota raja. yalah beberapa orang pasti bangsa hidung belang atau luntang lantung yang telah nyelak sini diantara orang orang perempuan muda, dengan maksud tak lain dari pada berlaku jail.
„Pakkhia adalah kota raja, kenapa orang orang ini bersikap begitu tidak tahu aturan?" dia berpikir.
Tapi dia tidak sempat berpikir banyak, Siauw Hong telah betot tangannya.
„Mari kita nyelak antara orang banyak, buat cari gubuk teh," berkata sobat orang Boan ini.
Anak muda kita menurut dengan tidak kata apa apa.
Sebentar kemudian mereka telah sampai disebuah gubuk dimana pelayannya, kapan lihat orang Boan ini, segera menghampiri buat menyambut sambil mengunjuk hormat.
„Oh, Tek Ngo-ya?" berkata dia. „Tidak di duga duga hari ini Ngo ya senggang dan bisa datang pesiar kemari !"
Siauw Hong kenal pelayan ini, ialah Siauw Thio atau Thio si Kecil dari Cee hoa moei maka sembari tertawa dia kata :
„Tolong carikan kami tempat yang baik!"
Dengan cepat Siauw Thio telah carikan meja yang diingini, dengan lebih dulu bawa kan air buat kedua tamunya bersihkan muka.
Sembari mengipas diri Bouw Pek minum teh nya, sedang Siauw Hong repot dengan hoencweenya sambil matanya terus memandang keluar gubuk mengawasi orang orang yang sedang pesiar.
Tidak antara lama, dari jurusan timur Bouw Pek lihat mendatangi tiga orang dengan baju tay-kwa buat musim panas, tetapi yang menarik perhatian adalah yang jalan di tengah tengah, orang mana tubuhnya tidak tinggi, mukanya hitam, tetapi sikapnya bukan sikap orang kebanyakan. Dua orang lagi, yang jalan dibelakangnya, yang menjadi bujang atau budak, berjalan mengikutinya sambil tangan mereka mesing2 membawa sebuah kantong uang. Dibelakang mereka ini mengikuti dua atau tiga puluh pengemis lelaki perempuan, yang ber ulang2 minta2 uang. Saban2 dua bujang itu merogoh kantongnya dan memberikan sejumlah uang, tidak heran bila pengemis pengemis, yang tak kenal batas, yang jumlahnya memang banyak. jadi makin banyak yang mengikuti, hingga dua budak itu jadi repot.
Simuka hitam kelihatannya tidak perdulikan pekerjaannya dua bujang itu, dia jalan terus dengan diapit oleh kedua kawannya.
Beberapa buaya darat atau hidung belang yang bergelandangan, apabila mereka berpapasan dengan orang muka hitam ini, semua menegor dengan laku yang hormat, seperti juga orang ini orang bangsawan atau raja muda. Tapi orang yang di kasi hormat itu tidak ambil peduli, dia bertindak terus dengan agung2an, tangannya saban2 goyang kipas nya.
„Siapa orang Ini, yang romannya agung2an?" anak muda kita men duga2.
Adalah justru saat itu, Tek Siauw Hong kutik sobatnya seraya berkata,
“Lekas lihat ! itu dia Sioe bie to Oey Kie Pak.
Sembari kata begitu, orang Boan ini sudah lantas berbangkit, dengan air muka penuh senyuman dia bertindak menyabut Oey Kie Pak, yang sudah mendatangi dekat gubuk teh itu.
Sioe bie to, si Bie to kurus, juga telah dapat lihat Tek Siauw Hong, maka dia pun menghadapi orang dengan unjuk senyuman, tubuhnya sedikit dibongkokkan.
“Oey Soe ko, hari ini kau senggang?' menegor Siauw Hong. Orang she Oey itu manggut sambil bersenyum, tetapi teguran orang seperti juga dia tidak dengar, karena dia
lanjutkan perjalannannya tanpa menoleh lagi.
Mukanya Siauw Hong menyadi merah. Dihadapannya Lie Bouw Pek orang perlakukan dia demikian tawar, sedang dia telah berlaku manis dan hormat, sekalipun tidak usah malu, dia toh menjadi jengah dia menyesal yang Sioe bie to sudah tidak singgah di situ akan beromong kendati satu dua kata. Maka itu lalu dia duduk dengan diam saja, karena masgul.
Lie Bouw Pek bukannya seorang tolol, tentu sekali dia mengerti kemasgulannya sobat itu, malah la merasa turut mendongkol karena sikap agul2an orang itu. „Kiranya begitu saja Sioe Bie to yang orang sohorkan” katanya. „Dimataku, biar dia tidak katak, sikapnya terlalu jumawa !"
„Ia bukan nya terlalu jumawa," kata Siauw Hong, yang bisa mengerti maksud sobatnya itu. „Yang benar adalah persahabatan kami biasa saja dan diantara kami jarang sekali ada pergaulan yang rapat .......malah, buat bilang terus terang, di antara kami bahkan ada sedikit ganjalan ! "
„Apakah itu?” tanya Bouw Pek, yang agak nya sangat tertarik. „Ganjalan apa itu toako?”
“Ganjalan kecil,” Siauw Hong ulangi. “Aku punya keponakan perempuan, yang dikasi menikah pada seorang she Hong dari Pak Siu Kio, dirumah suaminya keponakan itu dapat perlakuan kejam dari ipar2nya, bahna jengkel dia telah menutup mata. Buruk nasibnya keponakan itu, sudah mayatnya telah tidak diurus sebagaimana mestinya, malah dia telah dibicarakan jelek di muka orang lain. Ketika aku kesitu hal itu. aku jadi tidak senang, aku lalu kirim beberapa orang pada keluarga Hong itu akan menegor. Kapan Oey Kie Pok dapat tahu halnya aku kirim orang itu, dia jadi tidak puas. dia katakan bahwa aku tidak pandang mata padanya Inilah sebabnya kenapa dia jadi berlaku tinggi terhadap aku."
„Kalau begitu, dia seorang yang tidak bisa diajak bergaul !" kata Bouw Pek yang menjadi tidak senang „Kenapa tidak dari tadi tadi nya ia campur tangan, buat bikin akur kedua keluarga? Kenapa dia tidak mau berlaku terus terang terhadap toako?”
„Kau tidak tahu adatnya orang Pakkhia, saudara Lie." kata Siauw Hong dengan sabar „Kami dikota ini adalah orang yang sering dan mudah merasa tersinggung. Oey Kie Pok adalah hartawan besar dan tersohor buat Pakkhia, dia juga terkenal ilmu silatnya. Di kota sebelah timur tidak ada satu orang yang tidak junjung dia, kecuali aku seorang she Tek. Aku tidak kaya sepertinya. boegee pun aku kalah terkenal, akan tetapi diluar dan dalam kota aku punya banyak sekali kenalan, maka itu kapan satu waktu aku bepergian, aku selamanya mandapat muka lebih terang dari padanya. Ini adalah salah satu sebab lain kenapa dia jadi berdengki terhadap aku. Begitu lah, kendati kami kenal satu sama lain sudah belasan tahun, kami tidak pernah duduk bicara lama2. "
„Menurut kau, toako, terang Oey Kie Pok seorang dengan pikiran cupat !" kata Bouw-Pek yang tetap tidak puas.
„percaya, toako, satu waktu aku nanti hadapi dia, buat lenyapkan kemendongkolan toako."
Siauw liong tidak nyana sobatnya ini gusar dan penasaran untuk dia sampai begitu rupa.
„Jangan, saudara, jangan! ia segera mencegah. „Biarlah dia berdengki terhadap aku. aku sendiri tidak mau berbuat salah terhadap dia. Bagaimana juga, dalam keadaan sekarang, diantara kami masih tetap ada perkenalan tetapi satu kali kami bentrok, lantas selanjutnya kami akan jadi musuh."
„Disebelah itu, Oey Kie Pok bersobat sangat rapat dengan Gin chio Khoe Siauw Houw maka aku tidak ingin bentrok terhadap mereka berdua melulu sebab menuruti adat di satu waktu." Lie Bouw Pek tersenyum.
„Aku juga tidak mau mendapat salah dari mereka," dia bilang. „Aku hanya ingin cari tahu, sampai dimana boegee mereka. Umpama kata kejadian aku pieboe dengan mereka, toako, tidak nanti aku kasi tahu mereka bahwa aku sobat toako."
Tek Siauw Hong juga tertawa mendengar perkataannya sobat ini.
„Saudara, kau benar bicara sebagai seorang muda yang berdarah panas” katanya. “Kau belum ketahui bagaimana besar pengaruhnya Oey Kie Pok , kau belum tahu yang dia punya banyak kuping dan mata, yang setiap saat bisa menyampaikan segala macam kabar padanya. Persobatan kita bisa dibilang masih baru, akan tetapi aku percaja dia tentu telah ketahui adanya pergaulan rapat diantara kita. Apa yang dia belum ketahui pasti adalah keadaan diri saudara. Ganjalan diantara dia dan aku, saudara, tidak boleh menyebabkan kami bentrok hebat. Aku percaya, dia pun tidak akan mau satrukan aku, tapi satu kali kau cari dia. lantas urusan berobah menjadi keonaran. Umpama kata dia hinakan kau, saudaraku, urusan masih bisa diurus, celakanya adalah kapan kejadian sampai kau hajar dia, apa juga ke sudahannya sudah terang dia akan bikin kau tidak akan mampu injak kota Pakkhia ini lebih lama pula ! Saudara, kau masih muda kau bertenaga besar dimana saja, asal kau mau, kau bisa taruh kakimu, tapi kendati demikian aku minta kau bisa berpikir panjang. Bintangmu belum terbuka, saudara, itu artinya kau perlu bersabar. kau mesti menunggu waktu. Aku percaya betul satu waktu kau akan ke sampaian cita citamu ! Kenapa mesti turuti adat disatu waktu? Kenapa, dengan tidak ada perlunya, kau cari musuh dengan orang semacam dia itu? baiklah saudara mengerti, Oey Kie Pok itu bukannya berandal atau okpa."
Bouw Pek bisa mengerti kejujurannya sobat ini, yang sangat tidak inginkan dia mencari perkara. Tentu saja dia mesti hargakan kebaikan orang.
„Baik tetapkan hatimu, toako, tidak nanti aku terbitkan onar untuk kau, dia kata.
„Aku bukannya kuatir terbit onar untuk diriku, aku hanya kuatirkan kau, saudara," kata Pek Siauw Hong, yang berlaku terus terang. „Aku memikir untuk kau.
Bouw Pek manggut.
„Aku tahu, toako memang sangat perhati kan aku,” katanya, yang lalu menghela napas.
Siauw Hong merasa tidak enak sendirinya menampak sobat itu jadi berduka.
„Mari kita jalan jalan lagi sebentar, lantas kita pulang," kata dia setelah hirup cawan tehnya yang penghabisan. „Sebentar aku akan undang kau bersantap, buat rasai barang makanan se hari2 dari kota Pakkhia, aku ingin ketahui bagaimana anggapanmu tentang makanan rumahan itu."
„Kalau aku telah kebiasaan makan cara Utara, bagaimana bila nanti aku pulang kekampungku? tanya Bouw Pek sembari tertawa, satu tanda dia sedang main2. „Itulah bukan soal !' Siauw Hong pun tertawa. Kapan sampai terjadi kau kegilaan masakan Pakkhia, kau boleh ajak anak istrimu pindah kemari, kita nanti tinggal sama2. Asal saja kau suka memandang aku, saudara, itulah yang aku harap betul.'
„Aku mana punya anak isteri !" tertawa Bouw Pek. „Diriku sendiri adalah keluargaku !"
Siauw Hong awaskan sobatnya, dia merasa heran bukan main. dia isikan coeihoen nya lalu tiup coa-liannya buat sedot huncweenya.
„Berlakulah terus terang, saudaraku, kau sebenarnya sudah menikah atau belum?" akhir nya dia menegasi.
Lie Bouw Pek goyang goyang kepala. „Belum !' dia jawab dengan pendek.
Kembali Siauw Hong awasi sobat itu, agak nya dia tidak mau percaya.
„Bukankah kebiasaan orang dikampungan dalam umur dua atau tiga belas tahun sudah menikah?'' dia menegasi pula. Anak muda kita manggut.
„Betul." dia menyawab. „betul begitu adat kebiasaan di kampung, muda muda orang telah dinikahkan. Tapi aku, aku terkecuali.” Kendati demikian. dia toh menghela napas. Lekas lekas dia tambahkan.
„Marilah kita pasiar pula, lantas kita pulang. Dirumah, sembari bersantap malam, aku nanti tuturkan tentang diriku semua dengan jelas. Kau adalah sobatku satu2nya. yang kenal diriku toako, maka pada kau aku hendak ceritera semua."
Setelah berkata demikian lagi lagi Bouw Pek menghela napas.
„Baik, baiklah," dia berkata. “Hari ini kita pesiar sehabis bersantap malam aku nanti temani kau keluar pula, keluar kota, sebab kita mesti pergi tengok Coei Siam !"
Bouw Pek tertawa mendengar sobatnya ini.
Tek Siauw Hong lantas bayar uang teh dan ajak sobatnya pergi akan jalan lebih jauh di Jie-kap ini, sesudah merasa cukup dengan naik perahu mereka kembali ke Cee-hoa-moei. Nyata Hok Jie sudah menantikan dengan keretanya, maka bersama sama lantas naik kereta dan terus berangkat pulang.
Sekali ini. setiba di rumah lekas Siauw Hong ajak sobatnya masuk terus kepedalaman, disini dia ajar kenal sobat itu pada ibu dan isterinya, kemudian mereka baru kembali kekamar tamu buat duduk sambil makan kwaci, sampai kemudian Sioe Jie datang memberi tahu. bahwa barang santapan sudah sedia dan mereka diundang duduk bersantap.
Oleh karena tidak ada orarg lain lagi, mereka bersantap berdua saja. Mareka minum arak. Adalah disini Lie Bouw Pek gunai ketika akan tuturkan hal ihwalnya sendiri, oleh karena ingin nikah isteri yang cantik dan gagah berbareng, pernikahannya jadi tertunda. Dia ceritakan hal pertemuannya dengan Jie Soe Lian. Menutur tentang Keng Lam hoo dan Kie Kong Kiat, dia unjuk semangatnya, tetapi ceritera tentang dirinya, yang muda muda kehilargan ajah serta ibu, dia berduka sampai air matanya meleleh keluar. Di waktu ceritakan tentang pie boe dengan Sioe Lan, bagaimana dia tolongi keluarga si nona, Dia kelihatan gembira, tetapi di waktu mengasi tahu bahwa nona itu sudah punya tunangan, dia lesu, akan akhir sehabis tenggak araknya dia jatuhkan kepalanya di meja seperti orang yang sedang tidur pulas.....
Siauw Hong juga bergirang dan masgul dengan berbareng mendengari penuturan itu dia tidak nyana, masih begitu muda pengalaman nya sobat ini ternyata sudah cukup banyak dan luas.
„Mendengar kau, saudara, nyata sekali pemandangan mataku tidak salah," akhirnya dia bilang. „Dengan sesungguhnya, kau orang gagah, juga luar biasa. Tentang pernikahanmu, saudara, kau baik jangan buat pikiran. Tunangan Sioe Lian telah pergi tidak karuan parannya, karena itu tidak bisa jadi dia akan mau tetap tinggal menumpang pada mertua nya, jadi janda bukan janda, menunggu tak ketentuan yang ditunggu. Satu waktu aku nanti pergi ke Soanhoa, di sana aku nanti ke temukan beng Loo-piauwtauw dan Jie Loo thaythay aku akan angkat diriku menjadi orang perantaraan, akan recoki jodohmu dengan jodohnya nona Sioe Lian. Oleh karena nona Jie belum menikah, tidak bisa dibilang bahwa dia menikah pula. Juga tidak seharus nya buat Beng Piauwsoa „ikat" terus si nona, hingga dia bisa bikin gagal penghidupannya . .” Bouw Pek goyang goyang tangannya.
„Taruh kata benar tunangannya nona Sioe Lian telah menutup mata, andaikata nona Sioe Lian juga mau menikah denganku, aku sendiri pasti tidak bisa kawin dia!” dia kata dengan sungguh sungguh „coba toako pikir. jikalau terjadi aku menikah dia, tidakkah orang nanti katakan aku seorang yang kemaruk dengan paras elok dan melupakan kebajikan ? Terus terang aku bilang, kendati betul aku kagumi nona Sioe Lian, terhadap dia aku tidak kandung pikiran lain. Umpama kata bisa kejadian aku suka pandang dia sebagai adik angkat, tidak nanti aku nikah dia sebagai isteriku. Aku mesti merasa malu terhadap Jie Lao-piauwtauw, apabila aku mesti nikah gadisnya itu ! "
Siauw Hong menghela napas. Perkataannya sobat ini membikin dia ketahui lebih dalam sifat dan tabiatnya sobat ini yang utamakan kebajikan, yang suka korbankan segala apa untuk menjaga nama baiknya. dia menjadi kagum.
„Saudara, aku mengerti kau," dia kata, „Sekarang baik kita jangan sebut sebut pula tentang nona Jie itu. Karena aku telah ambil sikapmu, aku harap kejadian itu tidak lagi membikin kau berduka. Tunggulah sampai aku dapatkan nona yang cocok, nanti baru kita bicarakan pula tentang pernikahanmu. Tidakkah sekarang soal pernikahan bukannya hal yang penting
?"
„Toako benar," sahut Bouw Pek seraya mamggut.
Mereka dahar dan minum dengan pelahan, mereka masih bicarakan hal2 lain lagi, sampai cuaca mulai gelap.
Bouw Pek telah tungkuli diri dengan arak, tidak heran waktu berhenti bersantap dia rasa kepalannya pusing, tubuhnya panas, pikirannya pepat, hingga dia jadi seperti orang yang mungsang mangsing.
„Toako, mari kita lihat Siam Nio !" kata ia akhirnya. “ Kau sudah pusing, Saudara, lebih baik kau mengaso," kata Siauw Hong, yang bisa lihat orang mulai sinting. „Hari ini aku tidak pikir buat keluar kota, aku nanti perintah Sioe Jie sediakan kereta buat antar kau pulang. "
Bouw Pek tidak dengar nyata ucapannya sobat itu, tetapi dia manggut.
Siauw Hong perintah Sioe Jie pergi sedia kan kereta, dia sendiri lalu berbangkit akan bantu sobatnya pakai baju luarnya, kemudian sama sama mereka bertindak keluar. Karena kereta sudah lantas siap, sesampainya diluar, tuan rumah lantas pimpin tamu nya naik kereta, setelah mana dia masuk kedalam.
Bouw Pek duduk didalam kereta dengan kepala pusing.
Dalam gelapnya sang malam Hok Jie kendarai keretanya menuju kehotel.
„Sudah sampai di Cian-moei atau belum?" tanya Bouw Pek pada si kusir, sesudah dia rasai telah duduk lama juga didalam kereta.
„Kita akan segera keluar dari kota," Hok Jie jawab.
„Bawa aku ke Han-kee-thoa," Bouw Pek kasi tahu. „Aku tidak niat pulang dulu."
Hok Jie menurut, tetapi didalam hatinya la tertawakan anak muda ini,
„Sudah sinting tetapi masih mau mogor !" pikir si kusir.
„Oh, sobat majikanku ini ternyata setan pemogoran !'
Bouw Pek terus merasakan tubuhnya tidak enak, pikirannya kusut. dia dapat perasaan ingin ketemui Siam Nio.
Tidak lama kemudian kereta berhenti.
„Sudah sampai," demikian suaranya Hok Jie. Bouw Pek segera lompat turun dari kendaraan itu.
„Lie Toaya, apakah kau tidak mau pergi ke tempat2 lain ?' Hok Jie tanya : „Apa kah aku boleh pulang sekarang ?"
„Ya, kau boleh pulang," sahut anak muda kita. yang berikan jawabannya dengan sembarangan kemudian dengan tindakan berat dia menuju kedalam rumah pelesiran. „Oh, tamunya nona Cui Siam ! Lie Looya datang?" berseru jongos yang kita kenal.
CUI SIAM sedang duduk didalam kamarnya, pikirannya lagi bekerja, oleh karena dia masgul memikirkan tentang dirinya, yang tidak tahu bagaimana akan jadi nya. dia pikirkan hari kemudiannya. Tapi kapan dia dengar teriakannya Mo Ho, si jongos, dia terperanjat, lekas lekas dia berbangkit. Ibunya telah mendahului keluar akan sambut tamu.
Bouw Pek naik ditangga lauw teng dengan tindakan limbung, begitu lekas dia masuk ke dalam kamarnya Siam Nio, si nona sudah lantas bau arak, yang menyerang keras pada hidung.
Di mana kau minum, looya, sampai kau begini sinting ?" menyambut Cui Siam sambil tertawa.
„Apakah Tek Siauw Hong tidak datang ?" tanya si anak muda, yang tidak jawab pertanyaan orang, atau pertanyaan itu tidak di dengar.
„Tidak, Tek Looya tidak datang," sahut Cia Loo-ma-ma Jawaban itu rupanya bikin anak muda ini sadar sedikit, ia
manggut.
„Benar." dia bilang. „Aku justeru baru dari rumahnya."
„Lihat, looya, kau benar benar sudah lupa daratan !' Coei Siam kata sambil tertawa.
„Tidak, aku tidak mabok, aku hanya sedang berduka ! menyangkal si anak muda, yang otaknya lagi dipengaruhi susu macan. dia jatuhkan dirinya dikursi, sampai hampir rubuh ber- sama2 kursi itu, baiknya Siam Nio keburu jambret dia.
Nona ini lalu kerutkan alis.
„Kau duduk, looya, duduk baik baik, nanti aku ambilkan soan-bwee-chung," katanya ke mudian. „Mama, tolong kau ambilkan satu mangkok supaya looya bisa minum."
Kelihatannya Cia Lo ma ma tidak puas akan tetapi dia toh berlalu akan ambil soan-bwee-thung Ketika dia balik lagi, Coei Siam sambuti minuman itu buat dibawa kemulutnya Bouw Pek, yang telah pentang mulutnya dan irup itu. Baru saja dua ceglukan, anak muda ini telah geleng kepalanya, goyang tangannya.
“Sudah cukup, aku tidak haus !" dia berkata.
Siam Nio tarik pulang mangkok, dia berdiri menunggui, matanya mengawasi anak muda itu, yang dia anggap lucu, tadinya dia mau menggodai, apamau si anak muda telah dului dia :
„Siam Nio, aku harap kau mengerti aku," kata Bouw Pek setelah menghela napas panjang, „aku harap kau mengerti, aku datang pada kau bukannya buat mogor...... Kita berdua sebenarnya orang orang yang harus di kasihani ! .. . "
Siam Nio tersenyum. dia lihat Bouw Pek kepal tangannya, agaknya anak muda ini lagi murka.
„Aku gagah, kau cantik, toh segala apa telah tidak berjalan menurut kehendak kita !” kata pemuda dari Lamkiong itu, suaranya keras. „Apa celaka, kita telah menjadi barang barang permainannya segala orang tidak karuan ?
Siam Nio terharu, sampai dia mesti tepas air matanya. Siapa nyana, selagi ia berduka, anak muda itu seperti telah tusuk lukanya, tapi dia tertawa.
Lie Looya, kau benar benar sedang mabok," dia kata. „Apa yang kau bilang, semua aku tidak mengerti "
Baru saja mereka bicara sampai disitu, diluar kamar terdenger pula suaranya Mo Ho yang telah naik kelauwteng.
Nona Siam Nio ada surat undangan untuk kau !"
Cia Mama buka pintu akan terima surat undangan itu, selembar kertas merah, sembari bertindak masuk, dia kata :
„Cie Tayjin bersama Louw Sam ya sedang menunggui di Kong Hoo Kie, anak, kau baik lah lekas pergi !”
“Siam Nio sambuti karcis nama itu, setelah baca itu, sepasang alisnya berkerut.
.Ah, kenapa begini waktu mereka baru duduk bersantap ?" katanya, yang tampaknya masgul, hingga suaranya pun tidak lampias. „Lie Looya, mari aku antar kau kepembaronganku, kau boleh rebah rebahan atau tidur disana, aku mau keluar sebentar, aku akan segera kembali ” Bouw Pek dapat ingatan buat pulang saja kehotel, apamau pengaruh arak sedang ber-kuasa atas dirinya, hingga dia seperti tidak mampu geraki tubuhnya.
„Baiklah. kau boleh pergi” dia menyahut.
Siam Nio lantas bukai baju luar anak muda ini, lalu dia dukung dikasi bangun buat di antar kepembaringan, disitu dia rebahkan tubuh orang, yang dia tutupi dengan selimut merah, kemudian dia tutup kelambunya dia pun bakar dupa nyamuk. Kemudian lekas-lekas dia dandan dan ajak ibunya pergi.
Bouw Pek rebah dengan tidak karuan rasa, kepalanya pusing, dia gulak gulik beberapa kali, tidak juga pulas, maka akhirnya dia ber bangkit dan duduk diatas pembaringan. Mendadak dia enek dan muntah muntah, hingga keluarlah semua makanan dan arak yang dia gasak dirumahnya Tek Siauw Hong. dia muntah beberapa kali, sampai rasai perutnya kosong, hingga tubuhnya menjadi enteng dan lega. Tentu sekali karena itu otaknya juga menjadi sedikit jernih.
Dari kamar2 lain, diatas dan di bawah lauw teng, saban2 terdengar suara bicara dan tertawa riuh, yang keluar dari mulutnya nona nona lain dan tamu2. Diantara itu ada juga suara nyanyian, antaranya : ,Sejak kau pergi kongcu, pikiranku jadi kalut, minum teh tidak bisa. dahar nasi tak beri napsu, aku rasanya telah seperti kehilangan semangatku ”
Baru sekarang Bouw Pek ingat bahwa dia berada dikamarnya Siam Nio.
„Celaka, kenapa aku muntah muntah disini ?' kata dia seorang diri dengan terkejut.
Ia berbangkit buat bikin api lebih terang, maka dia bisa lihat kotoran bekas muntahan baunya telah mengalir dilantai, diatas kasur, membikin kotor seprei dan selimut yang Indah ?
“Benar benar celaka !” kata dia pula setelah melongo sekian lama. Sekarang dia dapat kenyataan baju dan celananya juga kena kotoran !, ia masgul, karena menyesal telah bikin kotor kamar orang. Lalu dia keluar dari kamar, pergi ambil teh buat berkumur. Adalah selagi dia berkumur, dia dengar tindakan kaki ditangga lauw teng kapan dia menoleh dia lihat Siam Nio sudah pulang ber sama ibunya. dia merasa malu, tetapi dia segera pegat si nona.
„Jangan masuk kekamarmu, kasur dan sprei kau aku telah kena bikin kotor!" dia kasi tahu. Si nona memandang anak muda kita. lantas ia bisa menduga.
“Kau telah muntah muntah, Lie Looya," dia kata. „Tidak apa, aku nanti suruh orang bikin bersih." dia masuk kedalam kamarnya akan lihat pembaringannya, akhirnya dia tertawa.
„Lie Looya," katanya, „kau rupanya telah keluarkan isi perutmu !"
Mukanya Bouw Pek menjadi merah. dia jengah buat dua hal. yalah muntah2 itu dan tadi dia telah beber rahasia hati nya pada si nona. Tapi Walau merasa malu dia paksakan diri buat tertawa.
Ketika itu Mo Ho telah masuk kekamar, karena Siam Nio telah titahkan dia bikin bersih pembaringan, si nona sendiri dipihak lain telah tuangkan teh untuk anak muda itu.
„Bagaimana sekarang?' tanya nona ini „Pakaian kau telah kotor semua dan kami di sini tidak punya pakaian buat kau tukar! Apa tidak baik kirim orang kehotel-mu akan ambil pakaian kau?"
“Tidak usah," sahut Bouw Pek, "Pintu kamarku aku yang kunci sendiri orang-orang hotel niscaya tidak bisa ambilkan pakaianku."
Ia lantas minta baju luarnya, yang dia lalu pakai untuk kerobongi diri. dia keluarkan lima lembar uang kertas dari satu tail selembar nya, uang itu dia letakkan di atas meja.
„Aku telah bikin kotor seprei dan selimut kau, kau tidak bisa pakai lagi itu, kau tukar saja dengan yang baru, dia bilang,
„Pakailah uang ini untuk membelinya."
Siam Nio jumput uang itu, dia periksa jumlahnya, lantas dia ambil salembar, empat yang lain dia serahkan kembali pada tamunya.
„Aku tidak bisa terima semua uangmu,” kata dia dengan roman sungguh2. „Apa artinya barang kotor? Kenapa itu mesti diganti? Apakah kau tidak pandang mata padaku?" Lagi lagi mukanya Bouw Pek menjadi merah, dia ulur tangannya akan ambil kembali uangnya. dia tidak tahu apa dia mesti bilang.
Siam Nio menoleh kelampu, tubuhnya membelakangi si anak muda, sebentar saja dia berpaling lagi dan tertawa: dia sambar tangan tamunya.
„Aku minta janganlah kau pikirkan urusan kecil ini !” dia minta. dia menoleh kedalam kamarnya dia lihat ibunya dan Mo Ho sedang repot membersihkan pembaringan, dia tersenyum. dia lalu tambahkan: Aku yang minta kau tidur dipembaringanku, aku tidak takut pembaringanku itu kau muntahkan !'
Sampai waktu itu masih saja Bouw Pek tidak tahu mesti bilang apa.
„Sekarang baiklah aku pulang. " kata dia akhir nya.
Nyata Coei Siam nampak nya berat berpisah, ia telah bersangsi.
“Nah, baiklah !" ia kata sesaat kemudian. „Sampai besok !" Dan dia tertawa.
„Sampai besok !' kata Bouw Pek, yang terus saja turun dari lauwteng.
Sinona manis berdiri menggelendot di lankan, mengawasi kebawah pada pemuda itu, sampai tamu itu sudah menghilang di pintu baru dia tinggalkan lankan.
Sekeluarnya dari Po Hoa Pan, Bouw Pek jalan terus, dia tidak sewa kereta, dia pulang dengan jalan kaki, ketika sampai dihotel Goan Hong, didalam kamarnya dia lantas buka pakaian, dia minta air akan bersihkan diri, kemudian salin pakaian baru. dia menyesal mengingat perbuatannya „gila" itu selagi sinting.
“Selanjutnya aku mesti jaga diri akan tidak minum terlalu banyak," la janji pada dirinya sendiri.
Ia Ingat, bahwa kelakuan nya sampai sebegitu jauh tidak ada artinya, bahwa selanjutnya dia mesti robah sikap.
„Aku mesti pegang derajat dan bangun!" dia ambil kepastian. Sampai disitu, Bouw Pek naik kepembaringannya dan tidur. Esoknya, selewatnya tengah hari, sehabis dandan dia pergi ke Poan cay Hoo-tong selatan akan tengok pamannya.
„kenapa sudah dua hari kau tidak datang datang?" Kie Thian Sin tanya keponakannya.
“Aku terserang hawa panas dan aku rasai tubuhku tidak sehat," dia menyawab, tetapi dengan muka berobah sedikit didalam hati dia malu sekali, karena terpaksa mesti men-justa. Paman itu mengawasi.
“Ya, aku lihat kau sedikit kurus,” dia bilang. „Ada satu hal yang aku hendak beritahukan pada kau."
Anak muda itu terkejut dalam hatinya. entah urusan apa yang sang paman hendak beritahukan.
„Aku lihat bukan daya yang sempurna untuk kau tetap tinggal dihotel, Kie Coesu bilang. „Dengan tinggal dihotel kesatu kamar kecil kedua keadaan ramai, hingga kau tentu tidak bisa tinggal dan belajar dengan tenteram Ketiga, ini yang paling penting, dengan tinggal di hotel kau juga jadi hamburkan uang terlalu banyak. Kalau kau berdiam di hotel setengah atau satu bulan lamanya dan kerjanya masih belum dapat, bisa2 uang bekalanwu nanti habis dipakai ongkos sehari-hari. Begitulah, tentang ini aku telah pikirkan. Kemarin aku telah bicara dengan Loo hong-tiang Kong Goan dari gereja Hoat Beng Sie di Tongpian Sinsiang Hootong, buat pinjam salah satu kamarnya. Aku kasi tahu. bahwa itu untuk salah satu anakku, yang datang ke kota raja buat cari pekerjaan, bahwa sanak itu mengerti surat. Nyata dia bersedia luluskan permintaanku, nampaknya dia girang sekali. Dia telah unjuk satu kamarnya sebelah barat Karena sudah ada kepastian, tinggal kau pilih hari-hari apa saja buat kau pindah tinggal disana, kau pun bisa bantu Kong Goan Soohoe salin kitab atau surat2, dalam hal ini dia bisa mengasi sedikit uang kerugian pada kau.
Ruangan gereja besar dan keadaannya sunyi, dengan tinggal disana. kecuali ringan ongkos, kau jadi dapat banyak faedah, buat dahar setiap hari bisa beli makanan di warung nasi yang berdekatan, dengan ini kau juga bisa hematkan lagi sejumlah uang."
Mendengar begitu, hatinya anak muda kita menjadi lega. dia manggut.
“Baiklah,” dia bilang. „Sebentar aku pulang dan berbenah, besok aku bisa lantas pindah” Ia ambil putusan dengan lantas, terutama, bikin paman itu tidak kecil hati.
„Aku nanti perintah opas pergi antar kau ke gereja, ' Kie coe-soe kata pula „Disana kau boleh periksa dulu kamar dan gereja itu andaikata kamarnya bocor atau demak hawanya, kau tentu tidak bisa tinggal disana. Bouw Pek manggut, dia nyatakan setuju.
Kie Coe Soe lantas panggil opasnya. Lay Sin, sambil kasikan karcis namanya dia suruh hamba ini antarkan kemenakannya pergi ke Hoat Beng Sie.
Lay Sin terima perintah, supaya dia lantas ajak Bouw Pek pergi ke gereja nya Kong-Goan Hwee shio.
Ternyata paderi itu sudah tua. usianya sudah enam puluh lebih, orangnya kurus, romannya menundukkan dia seorang paderi sejati. dia perintah muridnya, yang bernama Tie Tong akan antarkan anak muda ini kekamar yang dia unjuk.
Hoat Beng Sie besar, tapi sudah tua dan kelihatannya kurang rawatan rupanya gereja ini tidak punya sawah kebun yang besar dan kekurangan dermawan2 yang mau jadi penunjang. Hweeshionya pun sama sekali cuma ada belasan orang.
Ketika Bouw Pek diantar keruangan barat, disitu terdapat pendopo dengan tiga kamar, patung apa yang dipuja disitu dia tidak lihat, tetapi dia dapatkan dikedua samping ada beberapa peti mati kiriman orang yang rupanya menunda penguburan sanak pamilinya. Di sebelah timurnya ada lagi kamar lain, yang tinggal kosong, cuma ada sebuah meja dengan dua buah bangkunya. Kamar itu gelap, tetapi tidak demak.
“Kamar itu juga tidak bocor," Tie Tong kasi tahu. Bouw Pak setuju apabila dia telah perhatikan kamar itu, dengan depannya ada pelataran yang luas, disitu dalam keadaan sunyi setiap waktu dia bisa latih ilmu silatnya.
„Baiklah," dia beri tahukan Tie Tong, „besok aku nanti datang pindah kemari.”
Lantas anak muda ini keluar dari bio, dia perintah Lay Sin pulang buat sampaikan kabar pada pamannya bahwa dia jadi pindah, dia sendiri segera pulang kehotel. dia sudah pikir, selanjutnya kecuali di waktu kunjungi Tek Siauw Hong, dia dapat banyak ketika buat berlatih silat. dia pun sudah pikir untuk selanjutnya jangan sering sering pergi pada Coei Siam.
„Aku telah bikin kotor pembaringannya aku mau ganti ia menolak, dia benar nona luar biasa," dia berpikir, „Aku sebenarnya merasa malu buat sikapnya yang manis budi itu. "
Bouw Pek lantas mampir disebuah toko cita, dia pilih dua rupa cita yang bagus, dia beli belasan elo, dengan bawa itu dia tidak terus pulang melainkan menuju ke Po Hoa Pan di Han kee thoa.
Siam Nio sedang nyisir waktu dia lihat tamu nya muncul dengan mendadak sambil bawa cita. „Eh Lie Looya. apa sih kau bikin?' dia tanya dengan bernapsu.
Bouw Pek paksakan diri akan tersenyum.
„Kejadian kemarin bikin hatiku tidak tenteran”, dia bilang.
..maka barusan aku pergi ketoko cita beli dua rupa cita ini, yang kurang baik. Kau boleh pakai ini dan bikin apa kau suka. "
„Aku bisa menduga !" Siam Nio kata sambil tertawa. „Aku telah duga, bahwa kau akan belikan aku cita, buat ganti seprei dan selimutku, kemudian sesudah mengganti kau lantas tidak mau datang lagi kemari !"
Mukanya Bouw Pek menjadi merah, dia tidak nyana si nona begitu cerdik dan omongan nya tedas sekali. jadinya, apa yang dia telah pikir, sinona sudah dapat tebak. „Kau menduga keliru !' dia paksa bilang. „Sebentar aku pulang, tetapi nanti sore aku akan datang lagi. Selanjutnya setiap hari aku sedikitnya akan datang satu kali pada kau..
Pemuda ini mau bicara lebih jauh, tetapi si nona pegat ia. sambil bersenyum tapi
agaknya sungguh sungguh, Siam nio kata:
..Apakah benar?. Apakah perkataan kau boleh dipegang, looya?'
Bouw Pek menyesal, yang dia sudah kelepasan omong.
„Percaya aku, asal ada ketika, aku tentu akan datang kemari," dia kata......
Aku baru tidak bisa datang kemari andai kata ada urusan yang menghalangi aku. Kendati demikian, meskipun aku sendiri tidak datang, hatiku toh setiap saat tidak bisa lupai kau."
Cia Loo mama ada didalam kamar bersama mereka, dia cuma dengarkan saja pembicaraan itu, tetapi sesampainya disitu dia ngeloyor pergi. Berbareng dengan itu Coei Siam pegang pundak orang, dia angkat kepalanya, matanya ternyata merah, malah mendadak dari mata itu keluar air seperti dari sumber, sesudah mana dia jatuhkan kepalanya didada orang........
Bouw Pek terperanjat, dengan alis mengkerut dia tunduk, tetapi dia tidak dapat lihat mukanya sinona, hanya rambutnya yang bagus, hitam dan mengkilap. dia coba kendalikan diri, dengan kedua tangannya dia angkat kepalanya si nona, air matanya dia susuti.
Jangan berlaku begini, kesehatanmu nanti terganggu," katanya dengan perlahan. „Kau bersusah hati, ini aku tahu. Baiklah lain kali saja bila ada temponya yang baik. kita bicara pula. Aku akan berdaya untuk bantu kau.
Ucapan itu melulu bikin Siam Nio menangis hingga sesengukan, sampai anak muda kita tidak tahu bagaimana harus membujuki nya.
Diluar mendadak terdengar suara orang bicara - yalah Cia Lo ma ma. Siam Nio lekas pisahkan diri, dengan jarinya dia menunjuk kursi, minta Bouw Pek duduk dia sendiri segera menuju kemeja riasnya buat susut kering air matanya, pakai pupur dan yancie, akan akhirnya bereskan rambutnya.
Bouw Pek duduk sambil memandang kekaca dimana dia lihat roman yang cantik manis dari si nona, dia merasa kasihan pada anak dara ini, yang nasibnya buruk, karena kendati cantik dan punya roman begitu sempurna dia mesti berada dirumah pelesiran ......
Cia Lo ma ma menyingkap kere, dia bertindak masuk seraya berkata.
„Barusan orang cerita, bahwa dijalan besar dari Cian moei ada orang berkelahi dengan gunai senjata tajam, sampai ada yang dibacok mati !"
Perhatian Bouw Pek tertarik dengan tiba2. Tapi karena dia tidak punya sangkutan dengan perkelahian itu, dia coba kendalikan diri dan duduk diam saja. Tetapi dia tidak bisa berdiam saja. Tetapi dia tidak bisa berdiam lama2 disitu karena pikirannya tidak tenteram, maka lekas juga dia minta diri dari Siam Nio.
“Apakah sebentar malam looya niat datang pula?" Coei Siam tanya sambil tertawa.
Ia tidak menjawab. dia anggap si nona lagi godai ia. Dari depan pintu dia menuju ke barat, sepanjang jalan pikirannya bekerja.
„Diwaktu mau pindah kegereja, aku sudah ambil putusan akan jauhkan diri dari Siam Nio, sekarang terbukti niatan itu tidak dapat diwujudkan. Sesungguhnya Siam Nio harus dikasihani, dia mestinya punya lelakon sedih, yang dia hendak dijublekkan atas diriku. Sekarang ini bagaimana dengan keadaan diriku, Bisakah aku punya kelebihan tenaga buat dipakai menolongnya ? Dan apakah pantas bagi ku, satu laki2, mesti beratkan diri pada seorang perempuan ? Apakah dengan begini aku jadi tidak sia2 maksud tujuanku ?”. Bouw Pek benar benar bersangsi: „coba aku punya uang. umpama beberapa ratus tail perak, dengan itu aku bisa tebus Siam Nio, supaya dia bisa bebaskan diri dari rumah pelesiran. Aku tentu suka andaikata dia mau menjadi isteriku yang sah. Cuma dalam hal Ini ada kesukarannya, yalah paman dan bibi dikampungku niscaja tentang tindakan ku ini.........
Tanpa merasa Bouw Pek telah sampai di rumah penginapan, tetapi disini dia lantas lihat keretanya Tek Siauw Hong, maka dia menduda mestinya sobat itu telah kunjungi ia.
Ia cepat kan tindakannya akan masuk. Baru saja dia sampai dithia, seorang jongos hampirkan dia.
„Lie Toaya, lekas masuk kekamarmu ! kata jongos itu, „Tek Looya yang kau kenal baik tadi telah berkelahi di Cian moei Toa kay, dia mendapat luka !"
Pemuda itu terkejut sekali.
„Oh kiranya dia yang tadi dikabarkan berkelahi !” kata dia dalam hatinya. „Entah lukanya berbahaya atau tidak ?”
Separoh berlari dia menuju kekamarnya. dia dapatkan Tek Siauw Hong sedang numprah di pembaringan nya, pakaiannya berkelepotan darah.
„Eh, kemana kau pergi ? tanya orang Boan itu begitu dia lihat sobatnya.
„Aku pergi kerumah pamanku," Bouw Pek jawab. „Toako dengan siapa kau berkelahi? Bagaimana dengan lukamu ?”
Tek Siauw Hong ulur tangan kanannya akan kasi lihat lukanya. Itu luka bekas golok yang dalam, rupanya darah telah keluar banyak dari situ. Kendatipun demikian Siauw Hong seperti tidak rasai lukanya itu.
Mereka terdiri dari belasan orang, mereka kurung aku selagi aku berada didalam ke reta," cerita orang Boan ini.
„Kami bertempur mati2an. Pikir saja, aku sendirian dengan sebatang golok dan mereka be-ramai2, Benar aku telah terluka, akan tetapi di fihak mereka aku telah lukai dua orang sedang yang lainnya aku telah serahkan pada kantor giesoe buat diurus." Siauw Hong bukannya seorang jumawa tetapi diwaktu bicara dia bersenyum dan kelihatannya dia puas atau bangga sekali.
“Siapa mereka itu ?" Bouw Pek tanya, „Apa mereka mau, ada permusuhan apa diantara toako dan mereka ?”.
“Apakah kau sudah lupa, saudaraku ?” Siauw Hong baliki.
„Itu adalah ekornya ke jadian dirumah komedi Yan Hie Tong, di waktu kita menonton wayang. Bukankah disana lantaran urusannya In Coe Si Kaki Keras aku telah hajar seorang jangkung sampai orang itu muntah darah? Nyata orang itu adalah Phang Sam, engkonya Hoa chio Phang Go dari Coen Goan Piauw tiam. Mereka bersaudara banyak, di Cim cioe mereka disebut Phang kee Ngo Houw, lima harimau persaudaraan Phang. Mareka semua mengerti boegee. Phang sulung sudah meninggal dunia, yang kedua. Gin kauw Phang Tek, buka piauw kiok di Thio kee kauw. Phang Sam adalah yang ketiga, namanya Hoay, gelarannya Tiat koen. dia baru satu bulan datang ke Pakkhia ini, tinggal bersama adiknya bungsu, Hoa-chio Phang Go, yang bernama Liong. Phang Go telah buka Coen Goan Piauw tiam di kota ini sudah enam atau tujuh tahun. Orang bilang tumbaknya liehay, hingga dia sanggup layani Gin chio Ciang koen Khoe Kong Ciauw. Tapi paling liehay adalah saudaranya yang keempat, yang dipanggil Phang Soe, namanya Bouw, julukkannya Kim too. si Golok Emas. Katanya, buat propinsi Titlee Kim too Phang Bouw adalah orang gagah kenamaan, sampaipun Sioe Bie to Oey Kie Pok dan Khoe Kong Ciauw sendiri tidak berani main gila terhadap dia. Ini juga sebabnya kenapa Coen Goan Piauw tiam tadi tersohor Piauw soe dari piauw tiam itu karena ini jadi suka main gila d luaran. terhadap mereka tidak ada orang yang berani banyak mulut atau usilan "
Bouw Pek tidak puas mendengar Siauw Hong agulkan Phang Bouw begitu rupa.
„Apakah yang tadi serang toako itu Phang Bouw ?" dia tanya. „Bukan, bukan dia, Siauw Hong jawab. „Kalau tadi dia yang berada disini, pasti sekali aku akan dapat kecelakaan hebat. bicara terus terang saudara, diwaktu kemudian aku dapat tahu, bahwa fihak lawanku adalah orang orang Coen Goan Piauw tiam, aku menyesal bukan main. Sesungguhnya aku tidak ingin sekali tanami bibit permusuhan dengan fihak Phang itu. Dalam dua hari ini aku telah tidak pergi kekota selatan, kesatu karena aku memang merasa kesehatanku sedikit terganggu, kedua aku ingin menyingkir dari gangguan mereka, tetapi hari ini aku tidak tahan berdiam lebih lama di rumah, sedang kemarin ini aku tahu kau telah mabok arak, karena kuatirkan diri kau, aku perintah sedia kan kereta. Aku sengaja bawa golok untuk berjaga jaga. Diluar dugaanku, baru saja sampai di jembatan Cian moei, belasan piauwsoe dari Coen Goan Piauw tiam telah pegat dan kurung aku. Mereka semua bersenjata golok, ruyung rantai dan toja. Diantara mereka tidak ada si orang she Phang. Mula mula aku bicara pada mereka, aku ajak mereka berdamai, tetapi mereka menolak, mereka berkata hendak hajar aku. Di jalan besar itu ada banyak orang, dihadapan mereka, aku tidak bisa unjuk kelemahan lebih jauh, maka tidak perduli mereka berjumlah besar, aku turun dari kereta dan layani mereka bertempur, Kesudahannya saudara ketahui, yalah aku terluka sendirian, tetapi mereka luka dua dan yang lain lain ditangkap. Sebelum pertempuran berhenti ada datang orang orang polisi, mereka itu kenal aku, maka atas keteranganku belasan orang itu lantas ditangkap dan dibawa pergi. Tapi dengan begini permusuhanku dengan pihak Phang jadi bertambah hebat. Aku percaya betul, tidak bisa tidak, mereka pasti akan cari aku dari itu selanjutnya aku tidak mau sering sering pergi keluar kota.............
Setelah kata begitu, orang Boen ini i unjuk roman berduka sekali. Dengan saputangan, yang telah berlepotan darah. dia susut darah yang mengucur dari lukanya.
„Aku sudah perintah Hok Jie pulang mengambil pakaian dan obat luka" kemudian ia kata pula. “Aku tahu sendiri, saudara. Tek Siauw Hong satu laki2, maka jangan kata satu luka seperti ini, kendati lenganku ini di tabas kutung, tidak nanti aku merintih atau berteriak kesakitan. Beberapa piauwsoe dari Coen Goan Piauw tiam itu, berikut Hoa-chio Pheng Sam sendiri, jikalau mereka arah aku aku tidak takut, apa yang aku kuatirkan adalah kalau Kim too Phang Bouw datang mencari aku. Phang Bouw kenal banyak orang jahat, siapa saja mereka bisa ajak berkonco, maka itu. sudah dia sendiri lihay, dengan ajak banyak kawan dia sesungguhnya sukar dilayani. '
Kembali Phang Bouw disebut sebut, mendengar itu Bouw Pek menjadi mendongkol dan gusar, hingga wajah mukanya menjadi merah padam.
„Toako, tetapkan hatimu !" kata dia dengan suara dingin, dengan senyuman tawar. Tidak perduli Hoa chio Phang Liong atau Kim too Phang Bouw, apabila mereka itu datang mencari toako, toako mesti lekas kasi kabar padaku ! Toako, aku tidak takut pada mereka itu !”
„Dengan sebenarnya, hiantee, buat selanjutnya tidak bisa tidak kau mesti bantu aku," kata si orang Boan.
Sampai disitu Bouw Pek kasi tahu yang dia akan pindah ke Hoat Kong Sie.
„Itulah bagus," Siauw Hong bilang. „Memang tidak sempurna kau berdiam lama dirumah penginapan. Aku tadinya niat ajak kau tinggal padaku, dirumahku, aku kuatir kau menolak. "
,Besok aku akan pindah, perkara lainnya kita lihat saja belakangan," Bouw Pek kata.
Sementara itu Hok Jie telah bertindak masuk bersama Sioe Jie, bersama mereka ada lagi dua bujang lain, yang membawa pakaian dan obat luka.
„Kenapa kau datang be ramai ?" Siauw Hong tanya.
„Dengan begini dirumah ada siapa?"
„Loo thaythay dan thaythay berkuatir ketika mereka dengar looya berkelahi dan terluka," kata Sioe Jie. „kami lantas diperintah pergi menyusul: Looya diminta lekas2 pulang”. Majikan itu tersenyum sindir.
„Kau datang ramai2, apa kau bisa bikin?" dia tanya.
„Apakah kau bisa lindungi aku ?”
Sioe Jie tidak kata apa , dia tidak berani buka mulut terhadap majikan itu.
„Sekarang marilah obati aku." Siauw Hong kata kemudian. Hok Jie bersama dua bujang lantas undurkan diri dan Sioe
Jie maju akan obati lukanya majikan itu, sesudah mana dia bantu majikan itu salin pakaian.
Begitu lekas sudah pakai obat dan tukar pakaian, Tek Siauw Hong telah seperti lupa yang dia baru saja terluka hebat, malah dia lupakan juga kekuatirannya, kemasgulan dan kemurkaan, malah juga dia tidak mau pulang, hanya bersama Bouw Pek dia lalu pasang omong, pokok pembicaraan adalah halnya Coei Siam si nona manis.
Orang Boan ini tertawa berkakakan ketika dia dengar sobatnya telah kunjungi si nona dan muntahkan pembaringannya dan kemudian telah membelikan cita untuk nona itu.
„Baru dua hari aku tidak pergi, siapa nyana kau berdua telah jadi begini panas !' ia
menggoda. ..lagi beberapa hari aku niat pergi ke Tong leng bila nanti aku pularg dari sana. barangkali kau telah menyewa rumah buat tinggal sama2 !"
Bouw Pek tidak menjadi gusar yang dia digoda secara begitu, dia hanya merasa malu.
„Besok aku pindah kegereja. selanjutnya aku tidak akan kunjungi Coe Siam lagi." dia bilang. Tek Siauw Hoag masih saja tertawa.
“Besok kau boleh pindah kegereja !" dia kata. „Tetapi kau tidak cukur rambutmu buat menjadi hweeshio, siapa mau usilan yang kau pergi mogor?'"
“Bukannya begitu ! Bouw Pak terangkan. “Aku insyaf, aku mengerti, aku tidak boleh sering pergi ketempat seperti itu dan berdiam lama2 disana, satu kali aku berdiam lama lama, sukar aku loloskan diri dari cengkeram. "
Siauw Hong masih saja bersenyum, sebagai seorang yang telah banyak pengalaman, dia rupanya sudah tahu selatan.
Selagi kedua fihak saling membungkam, tiba tiba Hok Jie bersama dua bujang lain nya bertindak masuk dengan tergopoh gopoh. roman mereka pucat bahna ketakutan. Hok- Jie segera berkata !.
‘Looya. jongos hotel telah kasi tahu kabar hebat padaku ! Katanya ketua Coen Goan Piauw tiam bersama belasan kawannya, dengan semua bekal senjata, sedang berdiri menunggu di mulut jalan sebelah timur ! Rupa rupanya mereka itu hendak pegat kau looya "
Kabar itu benar hebat, tidak, heran bila Tek Siauw Hong nampaknya terperanjat.
Lie Bouw Pek yang gesit sudah sambar pedangnya, yang dia gantung ditembok.
“Nanti aku ketemui mereka !" dia kata. dia memang masih mendongkol.
„Jangan !” Siauw Hong mencegah. „Saudaraku, jangan kau sibuk tidak keruan, sabar, aku nanti cari akal !”
„Akal ?” Bouw Pek baliki. „Toako, apa perlunya akan pikir2 akal lagi? Aku nanti pergi dan hajar mereka, habis perkara ! Mereka itu terlalu menghina toako ? Kenapa mereka seperti juga tidak ijinkan toako jalan dijalan umum ?"
„Apakah tidak baik aku pergi kekantor negeri, minta pembesar kirim orang akan bekuk mereka itu?"' Hok Jie campur bicara.
„Jangan !" mencegah Siauw Hong sambil bersenyum sindir. “Dengan pinjam pengaruh pembesar negeri buat menindih orang, apa jadinya nanti dengan aku ? Perbuatan demikian
macam aku si orang she Tek tidak sudi lakukan !'
„Kau benar, toako!" Bouw Pek benarkan.
Sekarang hayo, mari kita ketemui mereka"! kata orang Boan ini, dengan suaranya yang pasti. dia lompat bangun, dia berpaling pada kawan nya. „Saudara, mari kau temani aku !” katanya. Kemudian dia menoleh pada Siu Jie berempat dan kata : „Sebentar kau tidak boleh campur urusan, kau mesti berdiri saja dipinggiran menonton ! Umpama kata mereka pukul kau jangan kau balas memukul !"