Budi Ksatria Jilid 38

Jilid: 38

SETELAH berhenti sebentar, ia melanjutkan kembali kata-katanya :

“Nona tak usah bersedih hati lagi, aku harap engkau bisa tenangkan pikiran sambil menyimpan tenaga, setelah kepergian Giok siau longkun dan nona Gak maka situasipun kembali mengalami perubahan hebat. Siau tayhiap sebagai seorang pendekar berjiwa besar dengan sendirinya akan tampilkan diri ketengah gelanggang, dengan kemunculannya dus berarti suatu pertarungan seru tak dapat dihindari lagi, nona! Sebagai seorang jago yang berilmu tinggi, tenagamu sangat kami butuhkan guna menanggulangi segala kesulitan, aku minta engkau suka menjaga diri dengan sebaik-baiknya. Tidak keberatan bukan?”

Pek li Peng mengangguk.

“Perkataanmu memang masuk diakal, akan kusimpan kata-katamu itu didalam hati!”

“Baik, kalau memang begitu silahkan nona baik-baik beristirahat, aku hendak mohon diri lebih dahulu!”

Sesudah memberi hormat, ia putar badan dan berlalu dari ruang tenda tersebut.

“It bun sianseng .!” tiba-tiba Pek li Peng menegur dengan suara amat lirih.

It bun Han to segera menghentikan langkah kakinya.

“Apakah nona masih ada pesan-pesan lain?”

“Dalam suratnya enci Gak sangat memuji kecerdasan otakmu, katanya engkau pasti dapat membantu Siau tayhiap untuk melawan Shen Bok Hong, aku harap engkau benar-benar berusaha dengan sekuat tenaga sehingga tidak sampai menyia-nyiakan harapan kami semua!”

“Aaah”.! Nona Gak terlalu menyanjung diriku padahal aku tak becus dan tidak memiliki kepandaian apa-apa..!”sahut It bun Han to sambil tersenyum;

“Aaai. ! It bun sianseng, engkau tak usah merendah lagi”, bisik Pek li Peng sambil menghela napas panjang, “baik enci Gak maupun toako semuanya memuji akan kecerdasanmu serta kehebatanmu, aku percaya engkau benar-benar memiliki kemampuan tersebut!”

“Siau tayhiap terlalu memuji dan mempercayai kemampuanku, tapi., akupun takkan menyia-nyiakan kepercayaan itu, aku pasti akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk membantu dirinya.

“Aku tahu ilmu pengetahuanmu sangat luas, otakmu brilian dan kecerdasanmu luar biasa tapi apakah dalam hal lain engkau juga memiliki kemampuan yang tak kalah hebatnya??”

“Maksud nona, engkau hendak membutuhkan bantuanku??”

“Benar!” Pek 1i Peng mengangguk “pikiran ku kalut dan perasaan hatiku gundah, aku tak tahu bagaimana harus mengatasi keadaanku ini. karena itu aku mohon beberapa petunjuk dari sianseng!”

It bun Han to tidak langsung menjawab ia termenung dan berpikir sebentar, kemudian baru sahutnya:

“Mungkin aku tak dapat meringankan kegalauan hatimu itu, akan tetapi jika nona bersedia mempercayai aku silahkan utarakanlah kesulitan hatimu itu kepadaku asal aku mampu pasti akan kuberikan penjelasn yang seterang-terangnya kepada nona!”

“Engkau pandai melihat raut wajah dan garis hidup seseorang?!”

“Mengetahui sedikit-sedikit saja”

“Coba lihatlah apakah Siau toako adalah seorang manusia yang berumur pendek?!”

Tertawa geli It bun Han to sehabis mendengar pertanyaan itu, jawabnya dengan senyum dikulum :

“Siau tayhiap tidak termasuk manusia yang berumur pendek, karena itu sewaktu tersiar berita yang mengatakan ia mati terbakar di dalam hutan, dalam hati kecilku sama sekali tidak percaya, tapi karena bukti yang ada sudah terlalu banyak dan kenyataan menunjukkan bahwa ia sudah mati maka mau tak mau aku harus mempercayainya juga, meski dihati kecil aku hanya setengah percaya setengah tidak!”

“Selanjutnya, apakah ia bakal menemui bauyak kesulitan dan mara bahaya lagi?!”

“Tentang soal ini aku tak berani memastikan sebelum kuteliti lagi garis muka Siau tayhiap dengan lebih seksama, aku hanya merasa bahwa kesuksesan yang berhasil diraih Stau tayhiap terlampau cepat, lebih cepat kesuksesan tercapai lebih besar pula bahaya yang mengancam jiwanya, kesulitan dan pelbagai kejadian hebat sudah tentu akan sering dijumpainya di hari -hari kemudian, walau begitu aku dapat memastikan bahwa ia bukan tergolong manusia yang berumur pendek”

“Oooh, aku sudah mengerti sekarang, maksudmu dikemudian hari dia masih harus menemui banyak kesulitan dan mara bahaya lagi?”

“Untuk mencapai kesuksesan dalam suatu pekerjaan dan mengangkat nama sendiri ke puncak kecemerlangan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, itu membutuhkan perjuangan dan keuletan untuk bergerak terus naik ketangga tertinggi”

“Bagaimana pula pandangan sianseng terhadap enci Gakku itu? Apakah dia termasuk seorang manusia yang berumur pendek ?!”

Lama sekali It bun Han-to termenung dan berpikir keras, akhirnya ia menjawab:

“Mengenai nona Gak, aku tak dapat memberikan penilaian yang lebih seksama!”

“Kenapa begitu?!”

“Nona Gak terlampau keren dan serius terhadap orang lain, dia jarang bicara dan jarang tertawa, namun orang lain rata rata menaruh hormat kepadanya dan tak berani mendekati dirinya, walau begitu ada pula sementara orang yang gampang terpikat oleh dirinya, jatuh cinta kepadanya hingga rela berkorban demi cinta, keadaan tersebut seolah-olah memperlihatkan bahwa mereka lebih rela mati daripada tak berhasil menangkan senyum manisnya.”

“Perkataan sianseng memang tepat sekali aku sendiripun mempunyai perasaan yang aneh terhadap dirinya.”

“Diantara satu juta orang belum tentu bisa kita jumpai seorang manusia macam dia dan yang tak beruntung lagi ternyata dia dilahirkan sebagai seorang putri persilatan. Aaai..! Andaikata dia dilahirkan dirumah seorang petani, maka paling banter kehadirannya disitu hanya akan mengakibatkan hebohnya satu dusun dan satu daerah, tapi sekarang..lantaran dia, beberapa orang jago persilatan harus saling bunuh membunuh demi mendapatkan dirinya !”

“Mungkinkah hal ini dikarenakan paras muka enci Gak yang terlampau cantik ?”

“Menurut perhitungan garis muka, raut wajahnya itu termasuk type gadis yang memiliki kecantikan tapi tidak kentara, sekilas pandang ia tidak terhitung seorang gadis yang cantik dan menawan hati, tapi setiap laki-laki yang berjumpa dengannya merasa mau tak mau harus mendekatinya dan berusaha menarik perhatiannya, dan begitu mereka menaruh perhatian maka semakin dipandang mereka akan semakin kesemsem, semakin terpikat sehingga akhirnya tak mampu melepaskan diri lagi dari belenggu cinta itu”

“Ooh..kiranya begitu!”

“Untungnya nona Gak pandai membawa diri, mukanya selalu dingin, kaku dan tidak menunjukan perubahan emosi, andaikan ia berbuat lebih genit dan murah senyuman., waah .! Dunia pasti akan kacau, lebih banyak orang yang akan terpesona, terpikat dan saling membunuh lagi guna memperebutkan hatinya..”

Ia berhenti sebentar, kemudian sambung nya lebih jauh :

“Aku rasa perkataan kita cukup sampai di sini lebih dahulu, dan aku harap engkau jangan sampai menyiarkan apa yang telah kita bicarakan sekarang kepada orang lain”

“Akan kuingat selalu ucapan dari It-bun sianseng ini .!” sahut Pek li Peng seraya mengangguk.

“Legakanlah hatimu nona dan bersikaplah lebih terbuka dalam menghadapi masalah ini “ ujar It bun Han-to lagi, baik-baik beristirahat dan manfaatkanlah waktu yang sangat berharga ini untuk menghimpun tenaga, apabila Shen Bok Hong telah datang nanti, akan kukirimkan orang untuk mengundang dirimu”

Tidak menunggu jawaban dari Pek-li Peng lagi, ia lantas putar badan dan berlalu dari sana.

Menanti It bun Han to sudah berlalu, Pek li Peng lantas duduk bersila diatas pembaringan dan mengatur pernapasan, tapi ia tak mampu pusatkan perhatiannya sebab pelbagai pikiran serasa berkecamuk menjadi satu didalam benaknya.

Dalam lamunannya entah berapa lama sudah lewat tanpa terasa, tiba-tiba dari luar ruang tenda berkumandang suara langkah manusia..

Ia membuka matanya kembali, tampaklah seorang dayang berjalan masuk kedalam ruangan sambil membawa sebilah pedang dan seperangkat pakaian ringkas warna hitam, ujarnya dengan suara lirih :

“It-bun sianseng mengharapkan nona tukar pakaian ini serta membawa senjata tajam, kemudian segera menuju keruang perabuan!”

Pek li Peng mengiakan, buru-buru ia tukar pakaian, menggembol pedang dan lari keluar.

Sementara itu It bun Han to, Bu wi to tiang dan Sun Put shia sekalian telah berkumpul dibelakang mimbar meja perabuan waktu itu mereka sedang bercakap-cakap dengan suara lirih.

“Apakah Shen Bok Hong sudah datang?” tanya Pek li Peng sambil menghampiri mereka.

“Sebentar ia akan tiba” sahut It bun Han to, “harap nona segera menyembunyikan diri kemari dan turuti perkataanku, sebelum ada perintah aku harap nona menahan diri.”

Pek-li Peng mengangguk, ia menuju kebelakang mimbar dan duduk disana.

Ruang perabuan tersebut diatur It bun Han to dengan seksama sekali, banyak pikiran dan tenaga telah dibuang untuk membangun tempat itu.

Rupanya ruang dibelakang mimbar perabuan sengaja dibangun dengan sinar yang agak redup, dalam keadaan demikian sekalipun seseorang memiliki ketajaman mata yang luar biasa, belum tentu dia dapat memperhatikan orang-orang yang berada dibelakang mimbar tersebut dengan seksama, sebaliknya orang yang berada dibelakang mimbar dapat menyaksikan semua pemandangan dihalaman depan dengan terangnya.

Sementara itu It bun Han to telah berkata lagi dengan suara yang amat lirih :

“Gak Siau cha serta Giok siau long kun telah pergi dari sini, aku rasa acara selanjutnya terpaksa harus diisi oleh Sun

Locian pwe, bila Shen Bok Hong ternyata menolak tantangan locianpwe untuk berduel, maka.”

“Jangan kuatir, aku sipengemis tua toh sudah berjanji, selanjutnya akan kuturuti semua perkataanmu” sambung Sun Put shia dengan cepat,

“Sekalipun Shen Bok Hong menerima tantangan untuk berduel, aku minta Sun locianpwe berhati-hati sekali melepaskan bahan peledak Poh san sin lui tersebut”

“Dalam soal ini, aku sipengemis tua kuatir kalau aku kesalahan tangan atau mungkin terburu karena keadaan yang terdesak, karenanya aku minta bantuan dari kalian semua agar diam-diam memberi kisikan kepada jago-jago kita agar mundur agak jauhan.

“Jangan kuatir, akan kubereskan persoalan itu.” jawab It bun Han to setelah berhenti sebentar dia alihkan sorot matanya ke atas wajah Bu wi totiang, kemudian sambungnya lebih lanjut.

“Aku lihat lebih baik totiang saja yang tampilkan diri untuk berhadapan dengannya tapi jangan sekali-kali engkau berdiri terlalu dekat dengan dirinya, kuatir kalau ia melancarkan serangan secara tiba-tiba..”

Sementara pembicaraan masih berlangsung sampai disitu, tiba-tiba terdengar suara dari Coh Kun san berkumandang datang:

“Shen cungcu dari perkampungan Pek hoa san ceng telah tiba”

Bu wi totiang segera menyingkap gorden dan selangkah demi selangkah tampil kegelanggang.

Pek li Peng mengintip keluar, ia lihat Shen Bok Hong disertai empat orang pengiringnya berjalan masuk kedalam gelanggang.

Keempat orang jago yang mengiringi gembong iblis tersebut, kecuali Kim hoa hujin dan Lan Giok tong, orang ketiga adalah seorang hwesio gede berjubah lhasa warna merah darah dengan membawa sepasang senjata kencengan terbuat dari tembaga.

Sedangkan orang keempat adalah seorang pemuda berjubah hijau yang bermuka pucat ia bertangan kosong belaka tanpa membawa senjata tajam apa-apa..

Bu wi totiang maju ke depan dan memberi hormat, kemudian sapanya.

“Shen toa cungcu, tampaknya engkau memang seorang jago yang pegang janji..”

“Kedatangan aku orang she Shen agaknya jauh lebih pagian..” kata Shen Bok Hong.

Sorot matanya menyapu sekejap sekeliling tempat itu, kemudian sambungnya lebih jauh.

“Kenapa nona Gak tidak kelihatan? Dia berada dimana??”

“Apakah Shen toa cungcu bersikeras untuk bertempur melawan nona Gak?” tanya Bu wi totiang sambil tertawa ewa.

Shen Bok Hong tersenyum.

“Bagi aku orang she Shen sih tiada pendapat lain cuma beberapa orang sahabatku ini sama-sama mengharapkan bisa berjumpa dengan nona Gak!”

Bu wi totiang alihkan sorot matanya ke arah pemuda bermuka pucat itu, setelah memandang sekejap ia berkata

“Apabila kalian semua ingin berjumpa dengan nona Gak, maka terpaksa kalian harus menunggu lebih dahulu!”

Sebelum Shen Bok Hong sempat baka suara, tiba-tiba Lan Giok tong menimbrung dari samping:

“Sebenarnya Gak Siau cha berada disini atau tidak?”

“Sewaktu nona Gak mengadakan perjanjian dengan kalian semua, toh waktu itu aku tidak menjadi saksi atau penanggung jawab, kalau kalian minta orang kepadaku apakah tidak merasa bahwa perbuatan kamu semua itu keterlaluan ?”

Tiba-tiba Sun Put-shia munculkan diri dari belakang mimbar, sambil menghampiri gembong iblis itu dia menegur dingin:

“Hey, Shen Bok Hong masih kenal dengan aku si pengemis tua?”

Shen Bok Hong tertawa ewa.

“Tianglo perkumpulan Kay pang adalah seorang pendekar besar, masa aku tidak tahu?”

“Bagus-bagus aku si pengemis tua sudah peyot dan loyo bosan rasanya kalau disuruh hidup beberapa tahun lagi didunia ini, sebelum mati aku ingin melakukan perbuatan baik bagi umat persilatan disungai telaga, agar nama harumku selalu terkenang dihati mereka..”

“Apa yang hendak saudara Sun lakukan?” tukas Shen Bok Hong

“Bagaimanapun juga toh bukan engkau yang ingin bertemu dengan nona Gak, maka aku si pengemis tua hendak menantang kau Shen toa cungcu untuk melangsungkan suatu pertarungan sengit satu lawan satu, apakah engkau berani menerina tantangan duelku ini?”

Shen Bok Hong tidak langsung menjawab, ia termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian berkata.

“Jadi Sun heng hendak mengajak aku untuk berduel?”

“Betul, dan siapapun tidak boleh membantu pihak manapun dalam pertarungan ini, sebelum salah satu pihak mampus pertarungan tidak akan dihentikan!”

Berkilatlah sepasang mata Shen Bok Hong ia menyapu sekejap seputar ruangan itu, lalu berkata.

”Ehmm! Aku merasa kagum sekali dengan kegagahan serta keberanian Sun heng!”

“Oooh..! Jadi engkau menyetujuinya ?”

“Tidak ! Aku belum menyetujui tantanganmu itu..” jawab Shen Bok Hong sambil menggeleng.

“Kenapa?” tanya Sun Put-shia gelisah.

“Sebab engkau sudah pasti bukan tandinganku !”

“Mengapa engkau tak berani menerima tantanganku untuk berduel ini ?” pengemis tua itu makin gusar.

Shen Bok Hong tertawa dingin tiada hentinya.

“Gampang sekali jawabanku, tantanganmu ini sangat tidak wajar dan berbeda sekali dengan keadaau di hari-hari biasa, segala yang tak wajar menandakan bahwa dibalik kejadian tersebut tentu ada rencana busuk, bila Sun heng bersikeras ingin turun tangan, biarlah siaute mengutus seorang jago untuk mengiringi kehendakmu itu.”

Sebelum Sun Put shia menjawab, ia sudah berpaling kearah hwesio baju merah itu seraya berkata

“Taysu, tolong engkau yang hadapi orang itu !”

Padri berbaju merah itu segera mengia-kan, dengan langkah lebar dia maju ke depan dan menghadang dihadapan Shen Bok Hong, katanya sambil tertawa.

“Bukankah tanganmu sudah gatal dsn ingin bertempur? Hayo majulah pinceng akan layani keinginanmu.”

Tertegun Sun Put Shia menghadapi kejadian tersebut, dalam hati dia lantas berpikir.

“Waah.. kalau begini caranya sudah pasti aku si pengemis tua yang bakal kalah dalam taruhan itu, Aaai, It bun Han to memang pintar dan pandai melihat gelagat, ternyata semua tebakan dan dugaannya tak meleset..”

Walaupun dalam hati ia berpikir demikian, tapi Pengemis tua yang memiliki nama besar dalam dunia persilatan ini tak sudi menyerah dengan begitu saja, ia masih coba berusaha untuk memancing kemarahan musuhnya dengan kata-kata yang sinis.

“Hey, Shen Bok Hong! Katanya kau seorang jagoan yang hebat dan punya ambisi untuk jagoi kolong langit, kenapa nyalimu kecil seperti tikus busuk? Huuh, kalau tidak berani menerima tantanganku ini lebih baik pulang kandang saja dan hidup tenang dirumah, daripada perbuatanmu ini ditertawakan orang persilatan”

“Haahh. haahh. haahh. engkau tak perlu memanasi hatiku, seorang laki-laki yang pintar adalah mereka yang pandai melihat gelagat dan menomor satukan urusan yang lebih penting, apa gunanya menuruti emosi dan angkara murka karena urusan yang tak penting?!”

Sementara itu Padri baju merah itu sudah memutar senjata kencengan tembaganya sambil berkata dengan dingin :

“Hey, pengemis busuk ! kalau ingin menantang duel Shen toa cungcu, lebih baik layani dahulu serangan dari pinceng ini!”

Tiba-tiba ia bergerak kedepan dan menerjang musuhnya, diantara bergeraknya telapak tangan kiri, sekilas cahaya emas memancar keluar dari senjata kencengan tembaga itu dan langsung menyambar tubuh lawan dengan kecepatan bagaikan sambaran petir.

Betapa terperanjatnya Sun Put shia menghadapi serangan tersebut, cepat ia bergerak mundur dua langkah kebelakang.

Hwesio baju merah itu tertawa dingin, ia memburu kedepan dan menerjang lawannya habis-habisan, sepasang kencengan tembaganya diiringi sambaran cahaya yang menyilaukan mata menyergap kiri kanan musuh.

Sungguh tajam serangan senjata kencengan yang dilancarkan oleh padri itu. Sinar yang terbias keluar membuat mata jadi silau tak dapat dipentangkan lebar.

Secara beruntun Sun Put Shia melancarkan dua buah berantai kedepan, dua gulung angin pukulan yang keras dan hebat langsung menggulung kedepan dan menghadang datangnya dari padri itu, kemudian menggunakan kesempatan baik ini tubuhnya bergerak mundur dua langkah kebelakang.

“Tahan” bentaknya keras-keras.

Padri berbaju merah itu menghentikan serangan mautnya, lalu mengejek dengan suara dingin.

“Hmmm! Sudah lama aku dengar akan nama besarmu, sungguh tak nyana engkau tak lebih hanya manusia tak becus yang takut mati, benar-benar bikin hati kecewa!”

Betapa gusarnya Sun Put shia setelah mendengar ejekan itu, namun ia berusaha keras untuk mengendalikan perasaan hatinya itu, dengan dingin katanya :

“Hmm..! Engkau tak usah mengejek dengan kata-kata yang begitu tajam, seperti apa yang telah dikatakan Shen toa cungcu tadi engkau tidak pantas untuk bertarung melawan aku si pengemis tua!”

“Kurangajar, pengemis busuk, engkau jangan tekebur dulu, sebelum omong besar, kalahkan dulu permainan senjataku ini!” seru Padri baju merah itu dengan gusar.

Sun Put shia tidak berani bertindak gegabah, sebab dalam sakunya saat itu masih tersimpan bahan peledak Poh san sin lui yang hebat, ia kuatir benda peledak itu tersentuh oleh senjata lawan sehingga meledak, bila sampai terjadi begitu,

bukan saja Shen Bok Hong gagal dibunuh malahan dia sendirilah yang akan korban bukankah peristiwa itu sana sekali tak ada harganya ?

Dalam keadaan demikian ia tak ingin bertarung lebih lama lagi, sambil putar badan pengemis tua itu segera kembali kebelakang mimbar.

Tentu saja padri baju merah itu tak sudi melepaskan musuhnya dengan begitu saja, melihat Sun Put shia berlalu dari gelanggang, senjata tajamnya tiba-tiba diputar kemudian dengan disertai kilatan cahaya yang menyilaukan mata langsung menyergap punggung musuh.

Bu wi totiang tidak berpeluk tangan belaka, dia putar tangan kanannya untuk cabut keluar pedangnya, setelah membuat gerakan perputaran diudara ia tangkis datangnya serangan tersebut.

“Traaang .!” dentingan nyaring berkumandang memekikan telinga, diiringi percikan bunga api senjata padri tersebut segera terpental dan meluncur kearah lain.

Cepat padri berbaju merah itu putar tangan kirinya, dengan begitu perputaran senjata tajamnya segera berhasil dikuasahi kembali

Begitulah, dalam bentrokan tersebut kedua belah pihak sama-sama mendemonstrasikan kelihayanna, diam-diam para jago yang hadir diruangan itu sama merasa kagum.

“Engkau yang bernama Bu wi totiang?” tegur padri berbaju merah itu dengan suara yang ketus.

“Benar” jawab Bu wi totiang sambil maju kedepan, “pinto adalah Bu wi, bolehaku tahu nama gelar dari taysu?”

“Hmmm! pinto tak mempunyai tempat tinggal tetap, lebih baik kau tak usah tahu nama gelarku..”

Setelah berhenti sebentar, ia menambahkan.

“Aku dengar diantara jago yang ada da1am perguruan Bu-tong pay, ilmu pedang totiang terhitung paling tinggi pinceng ingin minta beberapa petunjuk darimu”

“Ilmu kencengan terbang yang taysu miliki amat hebat, aku lihat permainannya mirip sekali dengan ilmu hwe-swan bui pa (kencengan terbang berpusing) dari gereja Siau lim si .”

“Heehhh hehh hehhh memangnya kecuali gereja Siau lim si, dikolong langit selebar ini tidak memiliki kepandaian silat lain?” tukas padri berbaju itu sambil tertawa dingin, “to tiang, silahkan saja turun tangan!”

Tentu saja Bu wi totiang tak dapat memaksa lawannya untuk mengakui sebagai murid gereja Siau lim-si, setelah padri menolak pengakuannya, sambil membalingkan pedangnya ia berkata :

“Kalau toh taysu keberatan untuk mengungkap sama besarmu, terpaksa kita harus menentukan menang kalah kita dalam ilmu silat!”

Selangkah demi selangkah ia bergerak maju kedepan.

Dari serangan dahsyat yang telah dilancarkan padri baju merah itu Bu wi totiang sadar kalau ia sudah bertemu dengan musuh tangguh, tentu saja imam tua itu tak berani bertindak gegabah, dengan langkah yang berat dan mantap dia maju kedepan, hawa murninya diam-diam dihimpun kedalam sekujur badannya kemudian perhatiannya dipusatkan menjadi satu dan bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.

Dalam waktu singkat selisih jarak kedua belah pihak telah makin mendekat sehingga akhirnya tinggal kurang lebih tiga langkah saja.

Dengan cekatan padri berbaju merah itu menyilangkan sepasang kencengan tembaganya didepan dada, iapun tak

berani bertindak gegabah menghadapi musuh tangguh yang merupakan ciangbunjin dari perguruan Bu tong pay ini.

Ujung pedang Bu wi totiang diangkat ke depan, inilah jurus serangan pertahanan dari ilmu pedang Tay-kek hui-kiam yang tersohor itu.

Sudah tentu kedua belah pihak sama-sama memahami kekinian lawan, karenanya hawa murni yang dimilikinya segera dihimpun menjadi satu, dengan begitu, bila serangan dilancarkan niscaya serangan tersebut merupakan suatu ancaman maut yaug benar-benar menggetarkan hati.

Suasana menjadi kritis, setiap pertarungan akan berlangsung, dalam keadaan itulah tiba-tiba mendengar suara pujian kepada sang Buddha berkumandang memecahkan sesunyian

“Omitohud..! Totiang harap tahan, dan silahkan mundur lima langkah kebelakang!”

Dengan posisi yang sama sekali tidak berubah, perlahan-lahan Bu wi totiang mundur lima langkah kebelakang.

Ketika ia berpaling, tampaklah seorang padri tua berusia antara enam puluh tahunan dengan memakai jubah warna abu-abu dan bersenjatakan golok telah tampilkan diri ditengah gelanggang.

Orang itu tak lain adalah padri saleh dari gereja Siau lim si, Ceng kong taysu adanya;

“Taysu. apa yang hendak kau lakukan?” tegur Bu wi totiang dengan suara lirih.

“Seperti apa yang totiang katakan, pinceng merasa permainan kencengan dari taysu itu mirip sekali dengan ilmu hwe swan hui pa dari gereja Siau lim si kami. Karena itu pinceng terpaksa harus mengganggu pertarungan totiang untuk menemui taysu ini.”

“Kalau memang begitu, pinto mengalah buat taysu! “

Ceng kong taysu menyiapkan goloknya di depan dada, lalu dengan langkah yang perlahan maju kedepan.

Kiranya It bun Han to yang bersembunyi dibelakang mimbar telah mengatur rencana tersebut, setelah dia amati situasi dalam ruang perabuan tersebut dan mendengar dari Bu wi totiang bahwa permainan kencengan padri baju merah itu berasal dari gereja Siau lim si, dia segera mengutus Ceng kong taysu untuk menggantikan kedudukan Bu wi totiang.

Sementara itu, Sua Put shia telah masuk keruang belakang, ia serahkan kembali bahan peledak Poh-san-sin lui tersebut ketangan It-bun Han to lalu ujarnya dengan lirih:

“Sianseng memang lihay dan pandai melakukan penilaian terhadap segala persoalan, aku sipengemis tua benar-benar merasa kagum mulai sekarang, akan kuturuti semua perkataan dari sianseng!”

Dengan hormat dia angsurkan bahan peledak tersebut.

It-bun Han to tersenyum, setelah menerima bahan peledak Poh san-sin lui itu katanya dengan lirih

“Aku rasa dalam pertarungan yang berlangsung hari, kita tidak membutuhkan benda ini lagi, Siau tayhiap rupanya sudah masuk kedalam ruang perabuan !”

“Dimana dia ? Kenapa aku si pengemis tak tidak melihatnya?” tanya Sun Put shia keheranan.

“Bila tebakanku tidak keliru, kakek baju kuning yang berdiri didepan pintu ruangan itu tak lain adalah hasil penyaruan dari Siau tayhiap !”

Sun Put shia segera alihkan sorot matanya kedepan pintu ruangan, memang tak salah ucapan It bun Han to, disana berdiri seorang kakek baju kuning yang berusia enam puluh

tahunan. sebuah tongkat bambu terpegang dalam genggamannya

“Darimana engkau bisa tahu?” tanya Sun Put shia dengan perasaan tidak puas

“Sederhana sekali jawabannya, bukankah kita bisa mengetahui hal ini dari tongkat bambunya?”

Dengan sorot mata yang tajam Sun Put shia mengawasi tongkat bambu itu. Tapi tiada sesuatu yang berhasil ditemukan ia merasa bambu itu hanyalah sebatang bambu yang amat biasa.

Lalu darimana It bun Han to bisa tahu kalau orang itu adalah penyaruan dari Siau Ling? Toh bambu yang dipakai sama sekali tiada keistimewaannya?

“Kenapa dengan tongkat bambu itu?” tak kuasa lagi dia bertanya

“Tongkat bambu itu masih baru dan tampaknya belum lama dicabut dari kebun bambu. bila tongkat itu sudah sering kali dipakai maka warnanya pasti akan berubah, Siau tayhiap memang cerdik sayang ia agak teledor, semoga saja Shen Bok Hong tak akan mengetahui akan keteledorannya itu”

“Benar juga perkataannya ini”, pikir Sun Put shia dalam hati, “padahal gampang sekali cara pemecahannya, tapi aku si pengemis tua toh tak dapat menebaknya, aaai, dari sini dapatlah diketahui bahwa dalam hal kecerdikan aku si pengemis tua masih kalah satu tingkat jika dibandingkan It bun Han to..”

Berpikir sampai disini, ia lantas tertawa dan mengangguk.

“Kecerdikan sianseng memang hebat benar benar bikin hati orang jadi kagum”

Mendadak sepasang alis matanya berkernyit, ujarnya lagi dengan kuatir.

“Mungkinkah Shen Bok Hong akan mengetahui juga persoalan ini?”

“Aku rasa ia tak akan menduga sampai disitu!”

“Kalau begitu kecerdasan Shen Bok Hong masih kalah satu tingkat jika dibandingkan sianseng?”

“ Ooh.. bukan begitu maksudku!”

“Kalau bukan demikian, kenapa sianseng dapat menemukan keteledoran Siau tayhiap sedangkan Shen Bok Hong tidak mengetahuinya?”

“Karena kita sudah tahu lebih dahulu kalau ini hari Siau tayhiap bakal muncul di sini. sebaliknya Shen Bok Hong sama sekali tidak tahu?”

Tertegunlah Sun Put-shia sesudah mendengar jawaban yang sangat tepat ini, akhirnya dia mengangguk dan keluar dari tempat itu.

Rupanya si pengemis tua ini masih kurang puas dengan kekalahan yang dideritanya, maka dia berusaha putar otak untuk mengajukan satu pertanyaan sulit yang kira-kira tak akan mampu dijawab It bun Han to.

Siapa sangka It-bun Han to memang cerdik dan pengetahuannya sangat luas, bukan saja pertanyaan-pertanyaannya gagal untuk menyulitkan lawan, malahan setiap jawabannya terasa amat tepat.

Tentu saja Sua Put shia jadi gelagapan sendiri, akhirnya ia merasa benar-benar takluk dengan kehebatan rekannya ini.

Dipihak lain Ceng kong taysu telah berkata setibanya dihadapan padri berbaju merah itu :

“Partai Siau lim adalah tulang punggung masyarakat persilatan yang mengutamakan keadilan dan kebenaran, sepanjang sejarah sudah beribu-ribu orang-orang yang jatuh korban demi kebenaran didunia persilatan, mengapa engkau..”

“Heehhh. heehhh. heehhh itukan urusan pribadi gereja Siau lim si, apa sangkut pautnya dengan pinceng?! tukas padri berbaju merah sambil tertawa dingin.

“Hmm! Bila engkau berani melepaskan topeng kulit manusia yang menutupi raut wajahmu, pinceng yakin bisa menyebutkan nama julukanmu !” kata Ceng kong taysu dengan serius.

“Sejak dilahirkan pinceng sudah memiliki paras muka yang dingin dan kaku seperti ini, aku rasa taysu tak usah menguatirkan tentang diriku!”

“Omitohud..! Walaupun demikian, yang pasti ilmu kencenganmu itu toh berasal dari gereja Siau lim si?!”

“ Hehhhh. heehhh. heehhh enak benar kalau bicara, memangnya setiap ilmu silat yang ada didunia ini bersumbar dari Siau lim si ? Toh engkau sendiri juga tahu, kebanyakan orang beragama selalu memakai senjata sian cang atau golek, atau senjata kencengan, padahal permainan ilmu toya dan ilmu kencengan tidak jauh berbeda, heeeh heeeh heeehh taysu. engkau telah menunjuk kuda sebagai menjangan, aku jadi ingin tahu apa tujuanmu bersikeras menuduh aku sebagai murid gereja Siau lim si”

Ceng kong taysu tertawa hambar.

“Kalau engkau bukan seorang padri yang berasal dan gereja Siau li si maka kau pun rasanya, tak perlu memberikan penjelasan yang demikian mendetil kepadaku !”

Agak tertegun padri baju merah itu, akhirnya dengan gusar ia berteriak keras :

“Peduli amat pinceng berasal dari perguruan mana, lebih baik menangkan dulu permainan sepasang kencenganku ini...”

Selesai berbicara, sepasang kencengan yang berada ditangannya langsung dibacok kedepan, diiringi dua kilatan

cahaya tajam, sepasang senjata kencengan itu langsung menyergap kiri kanan tubuh Ceng kong taysu.

Menghadapi datangnya ancaman tersebut Ceng kong taysu tertawa dingin, tiba-tiba dengan jurus Tee lau kim lian (mencabut teratai emas dari tanah) goloknya berkelebat kemuka balas membacok dada sang padri baju merah itu.

Tercengang kawanan jago yang hadir dalam ruangan itu sesudah menyaksikan serangan tersebut, pikir mereka hampir berbareng:

“Macam apaan jalannya pertarungan ini? Kalau diteruskan, bukankah kedua belah pihak akan sama-sama mampus?”

Bila bacokan golok dari Ceng kong taysu itu dilanjutkan kedepan, niscaya dada padri baju merah itu akan terbacok, sebaliknya pada saat yang bersamaan pula sepasang senjata kencengan padri itu akan menghajar pula tubuh Ceng kong.

Jangan orang lain, Bu wi totiang sendiripun tertegun sesudah menyaksikan jalannya pertarungan.

“Memangnya hwesio ini akan beradu jiwa” pikirnya dalam hati.

Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya. tiba-tiba padri baju merah itu sudah menarik kembali sepasang senjata kencengannya dan secepat petir mundur dua langkah kebelakang, dengan muadurnya ia ke belakang maka dengan sendirinya bacokan golok yang dilancarkan Ceng kong taysu juga mengena pada sasaran yang kosong.

Ceng kong taysu segera tertawa dingin, ejeknya.

“Hemmm . sekalipun engkau bukan murid gereja Siau lim si, tapi yang pasti ilmu kencengan yang kau gunakan bersumber dari perguruan kami..”

Bu wi totiang kembali berpikir dalam hati:

“Aiiih.. rupanya ia memang sudah punya perhitungan yang masak kalau begitu bacokan tolok tersebut justru merupakan kunci yang paling tepat untuk memecahkan serangan kencengan tembaga dari padri berbaju merah itu..”

Dalam pada itu, sang padri baju merah sudah tidak berbicara lagi. Ia menerjang maju kedepan sepasang senjata kencengannya diputar bagaikan baling-baling kemudian melepaskan serangkaian serangan berantai yang maha dahsyat.

Terasalah cahaya emas berkilauan memenuhi seluruh angkasa, bayangan kencengan silang menyilang dengan gencarnya, serangan berantai itu benar-benar merupakan serangan yang maha dahsyat.

Ceng kong taysu tak mau mengalah dengan begitu saja goloknya segera diputar dan melancarkan serangkaian serangan balasan yang tak kalah hebatnya.

Dalam waktu singkat, berlangsunglah suatu pertempuran yang amat seru ditengah gelanggang.

Walaupun sekilas pandang, orang akan mengira padri baju merah itulah yang menguasai gelanggang dengan permainan sepasang senjata kencengannya yang berputar ke sana kemari, sebaliknya permainan golok dari Ceng kong taysu hampir boleh dikata tenggelam ditengah kepungan lawan, tapi dalam kenyataan justru permainan golok dari Ceng kong taysu lah yang telah mengendalikan terus gerak laju sepasang kencengan tembaga lawan.

Bagi kawanan umat persilatan yang lain, mungkin tak seorangpun yang mengetahui duduknya perkara, lain halnya dengan Bu wi totiang, ia dapat melihat jelas semua kejadian tersebut.

Dari pertarungan yang berlangsung selama ini, imam tua itu dapat menarik kesimpulan bahwa Ceng kong taysu rupanya sudah menguasai penuh gerak perubahan dari permainan

senjata kencengan itu, karena sudah hapal maka semua serangan yang dilancarkan selalu telak hingga memaksa musuhnya tak mampu mengembangkan permainannya semaksimal mungkin.

Sudah tentu keadaan yang sangat tidak menguntungkan pihaknya ini tak akan lolos dari pengamatan Shen Bok Hong, sepasang dahinya kontan berkerut, tiba-tiba hardiknya dengan suara berat:

“Tahan. .!”

Mendengar bentakan itu, hwesio baju merah itu segera memutar sepasang senjatanya sedemikian rupa...Traang ! Traaang secara beruntun ia tangkis beberapa buah serangan golok dari Ceng kong taysu, kemudian cepat cepat mundur ke belakang,

“Kenapa tidak dilanjutkan pertarungan ini?” kata Ceng kong taysu dengan wajah serius.

“Kekuatan kamu berdua seimbang dan susah untuk menentukan siapa lebih unggul” jawab Shen Bok Hong “bila pertarungan ini dilanjutkan lebih jauh niscaya kamu berdua akan sama-sama terluka parah...”

““Hmm ! Apakah penglihatan dari Shen toa cungcu tidak melantur ? Ketahuilah keuntungan sudah berada ditangan pinceng “ sambung Ceng koug taysu dengan ketus.

Shen Bok Hong segera menengadah dan tertawa ter bahak-bahak.

“Haaah hasah haaaahh.. aah, masa iya ? Kenapa aku tidak melihat tanda-tanda itu ?”

Ceng-kong taysu mendengus dingin dan tidak menggubris ocehan gembong iblis itu lagi, dia alihkan sorot matanya keatas wajah padri baju merah itu, lalu ujarnya:

“Perguruan Siau lim pay selalu dihormat dan disanjung tiap umat persilatan didunia untuk menegakkan keadilan dan kebenaran sejak dahulu kala hingga kini entah sudah berapa ribu sucou kita yang mati sebagai pahlawan, dimana jerih payah mereka justru ditukar dengan nama besar gereja Siau lim si sekarang ini, Hmm ! Sunggah tak nyana”

“Lan si-heng” tiba-tiba Shen Bok Hong menyela dengan suara dingin, “temuilah taysu dari gereja siau lim si ini!”

Lan Giok tong mengiakan, ia cabut senjatanya dan langsung menghampiri hwesio itu ujarnya dengan dingin:

“Aku Lan Giok tong, ingin sekali minta petunjuk ilmu silat taysu yang lihay!”

Sepasang dahi Ceng kong taysu langsung berkerut setelah dilihatnya musuh yang akan dihadapinya adalah seorang pemuda yang masih kecil.

“Engkau akan bertarung melawan pinceng?!” tegurnya.

“Tentu saja, harap taysu ber-hati-hati !” sebagai penutup kata. Lan Giok tong memutar pergelangan tangan kanannya dan... Sreeet! Sreett! secara beruntun ia lepaskan dua bacoksan kilat.

Dimana ujung pedangnya berkelebat muncullah dua kuntum bunga pedang yang langsung menusuk jalan darah penting di tubuh Ceng kong taysu.

Tak berani Ceng kong taysu menghadapi serangan pedangnya yang cepat, ganas dan mengerikan itu, buru-buru dia mundur dua langkah kebelakang lalu sambil memutar goloknya ia sambut datangnya ancaman lawan.

Setelah merebut posisi yang lebih menguntungkan dengan dua bacokan kilatnya tadi, Lan Giok tong segera melepaskan kembali serangkaian serangan kilat yang amat hebat, dimana ujung pedangnya berkelebat disitulah dia meagancam jalan darah penting di tubuh lawannya.

Ceng kong taysu keteter hebat, meskipun goloknya sudah diputar dan dibabat dengan gencarnya dengan harapan berhasil merebut posisi yang lebih menguntungkan, akan tetapi perubahan jurus serangan yang dilepaskan Lan Giok tong memang benar-benar tangguh, semua ancamannya ditujukan pada hiat to penting, ini menyebabkan Ceng kong taysu tak sanggup melancarkan serangan balasannya yang lebih hebat.

Pertarungan yang berlangsung sekarang jauh lebih sengit, golok dan pedang saling menyergap titik kelemahan musuh dalam sekejap mata lima puluh gebrakan sudah lewat.

Lan Giok tong memang hebat, serangan yang dilancarkan olehnya ibarat gulungan ombak sungai tiang-kang yang tiada habisnya, dalam keadaan begitu Ceng kong taysu amat terdesak hingga sama sekali tak berkemampuan untuk melancarkan serangan balasan.

Setelah bersusah payah mempertahankan diri sebanyak lima puluh gebrakan, ia mulai kehabisan tenaga dan keringat pun mulai mengucur keluar membasahi wajahnya.

It bun Han to yang bersembunyi dibelakang mimbar dapat mengikuti jalannya pertarungan itu dengan jelas, dengan setengah berbisik segera ujarnya kepada Pek li Peng:

“Ceng kong taysu masih kalah jauh bila dibandingkan Lan Giok tiong, dan lagi iapun tak sanggup membendung serangan pedang lawannya yang tajam, ganas dan dahsyat itu, bila tidak diganti orang lain dua puluh gebrakan lagi dia pasti akan terluka oleh tusukan pedang pemuda she Lan itu..”

“Apakah aku sanggup menghadapi dirinya?” tanya Pek li Peng dengan suara lirih.

“Siau tayhiap mengikuti pula jalannya pertarungan ini dari sisi gelanggang, kalau toh akupun bisa menyaksikan posisi Ceng kong taysu yang keteter hebat dengan sendirinya Siau tayhiap sendiripun mengetahui juga akan hal ini, padahal ia

tidak berkutik sama sekali itu artinya dia masih mempunyai rencana lain maka lebih baik engkau jangan turun tangan lebih dahulu!”

“Dia harus menghadapi Shen Bok Hong tentu saja tak mungkin baginya untuk turun tangan secara sembarangan biar aku saja yang menggantikan kedudukan Ceng kong taysu.”

“Kepandaian silat yang dimiliki Bu wi totiang masih cukup untuk menandingi ilmu silat Lan Giok tong aku rasa sudah tiba waktunya bagi dia untuk tampilkan diri.”

Betul juga tebakan It bun Han to, baru saja ia menyelesaikan kata-katanya terdengar Bu w i totiang membentak keras:

”Taysu berhenti!”

Sementara itu Ceng kong taysu sedang di teter terus oleh permainan pedang Lan Giok tong yang gencar sehingga mundur terus ke belakang berulang kali, mendengar bentakan dari Bu wi totiang ia siap melompat ke belakang.

Siapa tahu Lan Giok tong; bertindak lebih cepat, sambil tertawa dingin katanya.

”Mau lari ?? Heehh heehhh heehh tidak segampang itu!”

Ditengah bentakan yang nyaring, tiba-tiba ia keluarkan satu jurus simpanannya yang tangguh setelah berhasil menyingkirkau golok Ceng kong taysu, pedangnya langsung berkelebat kedepan dan menusuk lengan kiri hwesio itu.

Darah segar segera memancar keluar dari mulut luka itu dan membasahi seluruh tubuhnya.

Bu wi totiang mendengus dingin, ia menerjang maju kedepan, pedangnya segera dikembangkan sedemikian rupa menciptakan selapis cahaya tajam yang amat menyilaukan mata.

Jurus serangan tersebut merupakan jurus pedang yang tangguh dari perguruan Bu tong pay, yakni jurus seng ho to kwa (sungai bintang tergantung diatas awan) dari ilmu pedang Tay kek hwe kiam.

Muncullah berpuluh-puluh titik cahaya tajam bagaikan rontoknya bintang dari langit, serangan tersebut benar-benar merupakan suatu jurus serangan yang sangat tangguh.

Lan Giok tong tak berani bertindak gegabah, dengan jurus bay si seng lo (bangunan kota ditengah samudra) pedangnya berputar kencang menciptakan selapis cahaya pedang untuk melindungi badan.

Trang traang traaang secara beruntun terjadilah benturan keras yang menimbulkan suara dentingan nyaring.

Cahaya tajam segera sirap dan muncullah bayangan manusia dari kedua belah pihak.

Ketika semua orang amati keadaan diri kedua orang itu, maka tampaklah pakaian yang dikenakan Lan Giok-tong telah robek tersambar oleh cahaya pedang ysng tajam i tu.

Kontan saja Shen Bok Hong tertawa dingin, serunya dengan nada setengah mengejek:

“Huuuh..! Namanya saja seorang ketua dari perguruan Bu tong pay, tak tahunya yang bisa dikerjakan hanya menyergap orang secara diam-diam engkau tidak malu ditertawakan orang banyak?”

Bu wi totiang tertawa dingin pula:

”Heehh..... heehh.... heeeh... jangan sok mengejek orang, bagaimana dengan engkau sendiri? Bukankah engkau juga memerintahkan Lan Giok tong untuk menghadapi lawannya secara bergilir, apakah perbuatanmu itu juga pantas?”

Sepasang mata Shen Bok Hong memancarkan sinar yang tajam, ia memandang sekejap sekeliling gelanggang,

kemudian memandang sekejap pula kearah kakek baju kuning bersenjata tongkat bambu yang berdiri didepan pintu, lalu ujarnya kembali kepada Lan Giok tong.

”Lan siheng, bagaimana keadaan lukamu?”

“Hanya pakaianku saja yang robek, untung tidak sampai melukai badan, aku masih berkemampuan untuk melanjutkan kembali pertarungan ini..”

Berbicara sampai disitu tiba-tiba ia maju dua langkah kedepan, sambil menuding Bu wi Totiang dengan pedangnya ia menantang.

“Totiang, beranikah engkau melangsungkan suatu pertarungan seru satu lawan satu dengan aku orang she Lan ?”

“Heeeh heeeh heeeh engkau benar-benar akan menantang pinto untuk bertarung satu lawan satu ?” Bu wi totiang menebaskan sambil tertawa dingin.

“Benar, kalau totiang tidak berani menerima tantangnnku untuk berduel, aku minta engkau lebih baik menyingkir saja diri sini dan persilahkan nona Gak untuk tampil ke depan.”

Bu wi totiang tertawa ewa ;

“Rupanya tujuan kedatanganmu kemari adalah berharap bisa berjumpa dengan nona Gak, sayang sekali nona Gak tidak sudi ber jumpa lagi dengan dirimu !”

“Kenapa?”“ teriak Lan Giok tong dengan gusarnya.

Bu wi totiang segera tertawa dingin tiada hentinya.

“Heeeh heeeh heeeehh kalau nona Gak bersedia untuk menjumpai dirimu, maka ia tak akan tinggalkan tempat ini !”

“Jadi nona Gak benar-benar sudah pergi dari sini?” Lan Giok tong menegaskan dengan paras muka berubah hebat.

“Mungkin ia pergi dari sini lantaran masih ada urusan yang jauh lebih penting dari perjanjiannya dengan kalian, mungkin juga lantaran ia tak sudi berjumpa lagi dengan dirimu, maka ia segera tinggalkan tempat ini, pokoknya yang pasti ia sudah tak berada ditempat ini lagi”

“Mana Giok siau long-kun!” tanya Lan Giok-tong dengan cepat.

“Ia juga sudah pergi, bilamana Giok-siau long kun masih berada disini, maka dia tak nanti akan membiarkan engkau menantang sona Gak untuk berduel!”

“Apakah Giok-Siau long kun pergi bersama-sama nona Gak?!” tanys Lan Giok tong lagi dengan gelisah.

“Tentang soal ini.. Aku merasa kurang begitu jelas!”

Sampai disitu Lan Giok Tong lantas berpaling dan memandang sekejap kearah Shen Bok Hong, katanya dengan lesu :

“Toa cungcu, nona Gak telah meninggalkan tempat ini!”

Shen Bok Hong segera tertawa hambar dan menanggapi :

“Ucapan kaum perempuan memang paling tak dapat dipercayai buat apa Lan si heng musti terlalu pikirkan persoalan ini didalam hati?!”

Betapa sedih dan kesalnya Lan Giok tong seketika itu juga semangat tempurnya lenyap tak berbekas, niatnya untuk menantang duel Bu wi totiang pun ikut lenyap dengan begitu saja.

Setelah melirik sekejap kearab Bu-wi to tiang, perlahan-lahan ia mengundurkan diri kebelakang.

“Lan si heng !” Shen Bok Hong segera menimbrung sambil tertawa ewa, “bukankah engkau telah menantang Bu wi totiang untuk berduel?!”

Perlahan-lahan Lan Giok tong putar badannya dan memandang sekejap kearah Shen Bok Hong, kemudian ujarnya :

“Pertarungan yang berlangsung hari ini bukan pertarungan mencari nama atau kedudukan seperti pada umumnya, aku rasa tidak menjadi kewajibanku bukan untuk bertarung mati-matian melawan Bu wi totiang?”

Shen Bok Hong tertawa ewa;

“Aku memangnya totiang, cuma saja Lan si heng toh sudah terlanjur mengutarakan tantanganmu itu, sekalipun engkau ada minat untuk batalkan niatmu ini. sepantasnya kalau mencari suatu alasan yang lebih tepat dulu sebelum mengundur lagi.”

“Shen toa Cungcu, sebelum melakukan kerja sama kita kan sudah saling menyetujui syarat-syarat yang diajukan masing-masing pihak, Aku memancing Siau Ling masuk perangkap sedang Shen toa cungcu membantu aku menawan nona Gak, sekarang Siau Ling sudah terpancing dan mati terjebak dalam kebakaran sebaliknya engkau belum penuhi janjimu. Kemarin Gak Siau cha toh telah datang ke mari, mengapa kau tak mau dengarkan perkataanku dan menawannya seketika itu juga. Sekarang ia dan Giok siau long kun telah kabur dari sini. Itu berarti pula Shen toa cungcu sama sekali tidak menepati janjimu!”

Setajam sembilu sorot mata yang terpancar keluar dari sepasang mata Shen Bok Hong, segera sambutnya dengan dingin:

“Sampai sekarang mayat Siau Ling belum ditemukan, apakah dia telah mati atau masih hidup susah diramalkan, sebaliknya Gak Siau-cha kan masih hidup didunia ini, apakah Lan siheng tidak merasa bahwa perkataanmu kau utarakan terlalu pagi ?”

Dengan gusar bercampur mendongkol Lan Giok tong tertawa dingin.

“Heebhh. heehhb. Heehhh, kalau kudengar dari pembicaraan Shen toa cungcu, tampaknya engkau sama sekali tidak menaruh perhatian atas janjimu dengan aku orang she Lan, kalau toh memang begitu rasanya aknpun tak usah jual nyawa bagimu lagi!”

“Kalau toh Lan si heng mengatakan begitu, aku orang she Shen tidak berani terlalu memaksa dirimu lagi” tukas Shen Bok Hong sambil mengulapkan tangannya, “ bila engkau tak minat untuk mencampuri urusan ini lagi, silahkan saja engkau segera berlalu dari tempat ini!”

Lan Giok tong mendengus dingin, ia tidak berkata-kata lagi. Selangkah demi selangkah dihampirinya meja abu Siau Ling, kemudian setelah berdiri depan wajah serius dia berkemak kemik seperti sedang mengatakan sesuatu, namun apa yang didoakan tak seorangpun yang tahu.

Betapa gusar dan mendongkolnya Shen Bok Hong menghadapi kejadian ini. Api amarah telah berkobar dalam dadanya, tapi sebisa mungkin ia berusaha untuk mengendalikan perasaannya itu. Ia lantas berpaling kearah Bu wi totiang dan berkata.

“Kalau toh Lan Giok tong tak berani bertarung melawan totiang, bagaimana kalau aku saja yang melayani engkau sebanyak beberapa jurus?”

Tentu saja Bu wi totiang sadar bahwa kepandaian silatnya bukan tandingan lawan, akan tetapi ia merasa tak leluasa untuk menampik tantangan orang, terpaksa sambil keraskan hati dia menjawab.

“Sudah tentu pinto harus melayani keinginan Shen toa cungcu bilamana engkau sudah tertarik dengan diriku!”

“Baik, aku orang she Shen akan melayani permainan senjatamu dengan tangan kosong!”

Bu wi totiang menghembuskan napas panjang ia silangkan pedangnya didepan dada, kemudian bersiap siaga untuk turun tangan.

Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring berkumandang memecah kan kesunyian.

“Totiang, jangan turun tangan!” It bun Han to dengan langkah yang lambat tapi tetap, setindak demi setindak munculkan diri dari belakang mimbar.

Menjumpai kemunculan jago lihay ini Shen Bok Hong segera menegur dengan suara dingin:

“Hmm ! Telah kuduga bahwa engkau pasti berada disini dan mengepalai semua persiapan ditempat ini, ternyata dugaanku sama sekali tidak keliru..!”

It bun Han to tertawa ewa.

“Oooh... ternyata Shen toa cungcu masih ingat dengan aku It bun Han to, rupanya kesan Shen toa cungcu terhadap diriku cukup mendalam, aku jadi kikuk sendiri rasanya.”

Shen Bok Hong tertawa dingin.

“Hmm ! Cukup kutinjau dari segala persiapan yang terdapat disini, aku sudah menduga kalau engkaulah yang mengatur segala sesuatunya. Heeeh heeeh heeeh sepantasnya kalau kubunuh dirimu sedari dulu...”

“Aku tahu bahwa Shen toa cungcu selalu bermaksud untuk membinasakan diriku, sayang engkau tak dapat mencari kesempatan yang paling baik untuk melakukan hasratmu itu.”

Ketika ada diluar istana terlarang, Siau Ling telah selamatkan jiwamu” kata Shen Bok Hong setengah mengejek, “tapi sekarang Siau Ling telah tewas, didunia ini sudah tak ada orang lagi yang mampu menyelamatkan jiwamu, kendatipun

engkau licik dan banyak akal muslihatnya jangan harap engkau bisa lolos pada hari ini dalam keadaan selamat”

It bun Han to tertawa hambar.

“Akupun sangat berharap agar apa yang Shen cungcu harapkan benar-benar bisa terwujud pada hari ini “ jawabnya.

“Heehhh, heebhh. heehhh.. apakah It bun heng merasa bahwa aku orang she Shen tidak memiliki kemampuan untuk membereskan jiwamu itu !”

“Tentu saja aku percaya bahwa Shen toa cungcu memiliki kemampuan untuk berbuat begitu, sebab aku percaya sebelum datang kemari engkau sudah pasti telah membuat persiapan yang matang, tapi akupun telah melakukan segala persiapan..”

Tiba-tiba Shen Bok Hong bergerak maju kedepan dan mendekati It-bun Han to sambil maju kemuka katanya :

“Aku jadi ingin tahu persiapan apakah yang telah It-bun heng lakukan selama ini, dan sampai dimana pula kehebatan dari persiapanmu itu!”

Bukannya menghindar atau mundur ke belakang, It bun Han to malahan memapaki kedatangan Shen Bok Hong dia segera menengadah dan tertawa terbahak-bahak.

“Haahhh. haahhh. haahhh, batok kepalaku telah kusiapkan di hadapanmu, bilamana Shen toa cungcu merasa mempunyai keberanian untuk memetiknya silahkan saja untuk memetik kepalaku ini”

Shen Bok Hong memang seorang manusia yang besar sekali kecurigaannya, ia tahu bahwa kepandaian silat yang dimiliki It bun Han to cetek sekali, tak mungkin ia sanggup menahan sebuah pukulannya.

Ternyata orang itu bukan saja tidak menghindar diri malahan menyongsong kedatangannya, bila tiada sesuatu

yang tak beres, jelas hal ini tak mungkin bisa dilakukan olehnya.

Satu ingatan segera melintas dalam benaknya, tiba-tiba gembong iblis ini menghentikan langkah kakinya.

It bun Han to segera tersenyum ejeknya

“Shen toa cungcu, mengapa engkau tak jadi turun tangan?!”

Setajam sembilu sorot mata Shen Bok Hong diawasinya It bun Han to dari atas kepala hingga keujung kakinya, kemudian ia berkata dengan nada sinis :

“Selamanya engkau berjiwa pengecut dan takut mampus, aku jadi heran, mengapa pada saat ini engkau jadi seorang pemberani?!”

It bun Han to tertawa ewa.

“Jadi seorang manusia adalah jamak kalau senantiasa mengalami perubahan, baik dalam watak maupun keberanian, dahulu aku memang benar-benar takut mati. tapi sekarang aku tidak lagi berjiwa pengecut, kupandang suatu kematian bagaikan pulang kerumah saja. Aku tahu ilmu silat yang dimiliki Shen toa cungcu sangat lihay, hanya sekali pukulan saja nicaya isi perutku akan hancur dan selembar nyawaku akan melayang, hmm..! Sungguh menggelikan sekali, ternyata engkau masih banyak curiga dan tak berani melakukan serangan terhadap diriku”

Bu wi totiang terhitung seorang jago yang cerdik tentu saja ia dapat meraba maksud hati It bun Han to, rupanya ia telah mempunyai niat seperti Sun Put shia tadi, yakni memancing amarah Shen Bok Hong sehingga sebuah pukulannya akan meledakkan Poh san sin lui yang berada dalam sakunya, asal bahan peledak itu meletus niscaya ia dan Shen Bok Hong akan tewas seketika itu juga;

Setelah memahami maksud dan tujuan rekannya ini imam tua dari perguruan Bu tong pay ini jadi kagum dan salut atas kesediaannya untuk berkobar demi kepentingan umum

Shen Bok Hong yang lihay dan hebat ternyata benar-benar memiliki ketenangan yang jauh melebihi siapapun ia tidak gusar tapi melirik sekejap kearah Bu wi totiang lalu sambil tertawa ewa katanya :

“It bun Han to, aku telah memahami sampai dimanakah karaktermu, engkau tak lebih adalah seorang pengecut yang takut mampus, orang yang takut mati mendadak jadi seorang pemberani, haah. haahh..haah.. sekalipun seorang manusia paling bodoh juga tahu kalau engkau telah siapkan suatu perangkap busuk untuk menjebak aku, sayang selama hidupku aku paling mengutamakan ketenangan dan pikiran yang tetap dingin, aku rasa jerih payah It bun sianseng kembali akan sia-sia belaka!”

Sementara pembicaraan berlangsung, sepasang matanya dengan tajam mengawasi terus perubahan It bun Han to, dia berharap bisa temukan sesuatu pertanda yang mencurigakan hati.

---o0dw0o---

Shen toa cungcu, ku akui engkau memang seorang jago yang pintar!” puji It bun Han to sambil tertawa, “Cuma aku yakin, sekalipun engkau peras keringat habis-habisan, belum tentu akan kau temukan alasannya mengapa secara tiba-tiba aku It bun Han to tak takut mati dan memandang suatu kematian bagaikan pulang kerumah!”

Shen Bok Hong mendengus dingin, tiba-tiba ia berpaling ke arah Kim hoa hujin seraya berkata.

“Hujin apakah engkau bawa serta ular Pek Sian ji mu itu?”

“Ada dalam sakuku!” jawab Kim hoa hujin.

“It bun Sianseng adalah seorang ahli dalam ilmu racun, apakah Pek Sian ji milikmu mampu untuk melukainya?”

“Apakah Shen tos cungcu hendak mencoba kepandaian silatku?” sahut Kim hoa hujin sambil tertawa.

“Benar aku jadi curiga dengan It bun Han to setelah menyaksikan tingkah lakunya yang luar biasa dan takut mati itu. Kalau dugaanku tak meleset, dibalik peristiwa ini tentu ada hal-hal yang tidak beres, jangankan dia bukan seorang pemberani, kendatipun dia mempunyai keberanian yang terpuji, belum tantu ia rela mati diujung telapakku, maka lantas menduga bahwa ia telah siapkan rencana busuk untuk menjebak diriku”

“Rencana busuk apa?”

“Tampaknya ia berhasrat untuk beradu jiwa dengan diriku!”

Kim hoa hnjin memandang sekejap kearah It bun Han to, kemudian sambil tertawa ewa katanya.

“Kenapa aku tidak melihatnya? Dengan cara apa dia akan beradu jiwa dengan dirimu??”

“Kelicikan dan kecerdikan It bun Han to tak bisa ku anggap sebagai suatu permainan, bagiku lebih baik sedia payung sebelum hujan dari pada harus menyesal sesudah nasi menjadi bubur” ujar Shen Bok Hong memberikan pendapatnya “siapa tahu kalau dalam sakunya telah ia siapkan bahan peledak yang sangat berbahaya? Kalau aku bertindak secara gegabah, dan bahan peledak itu sampai tersentuh olehku sehingga meledak, siapa yang bakal rugi?”

Setelah tertawa tergelak, dia melanjutkan

“Haaah... haaah... haaah... yang penting bagi kita sekarang bukanlah persoalan intrik dan rencana keji apakah yang sedang dia siapkan asalkan kita lepaskan pek Sian ji yang sangat beracun itu untuk menghadapinya, maka urusan akan menjadi beres dengan sendirinya.

Terhadap diri Kim hoa hujin pada hakekatnya Shen Bok Hong memang memberikan perlakuan yang istimewa, akan tetapi perintah dari gembong iblis itu tak berani dibangkang Kim hoa hujin dengan begitu saja.

Maka perempuan suku Biau ini segera merogoh kedalam sakunya dan mengambil keluar sebuah tabung bambu, sambil dipegangnya dia berkata dengan nada dingin:

“It-bun heng, tentunya engkau sudah memahami bukan sampai dimanakah kehebatan racun yang dikandung ular Pek sian ji ini, aku rasa tak perlu aku jelaskan secara khusus lagi kepadamu!”

Sementara itu Bu wi totiang dan Sun Put shia yang mendampingi It bun Han to ditepi gelanggang merasa benar-benar kagum dengan kecerdasan otak gembong iblis ini. Sekarang mereka baru tahu bahwa Shen Bok Hong bukanlah seorang musuh yang empuk. Segera pikirnya dihati,

“Banyak orang menceritakan bagaimana kejam dan liciknya Shen Bok Hong, sesudah bertemu hari ini kenyataan memang membuktikan bahwa dia sangat teliti dan berotak brilian, manusia macam begini sukar sekali rasanya untuk dihadapi.”

Di pihak lain, It bun Han to telah berkata dengan dingin

“Hujin, Pek sian ji milikmu itu lebih bernilai dari nyawamu sendiri, aku lihat lebih baik janganlah kau gunakan secara sembarangan!”

“Haahhh. Haaahhh. Haaahhh. Apa boleh buat? Aku memang ingin menyimpannya kembali tapi perintah dari Shen toa cungcu siapa yang berani membantah? Saudara It bun, lebih baik berhati-hatilah uutuk menghadapi serangan pek Sian ji!” kata Kim hoa hujin sambil tertawa terkekeh kekeh.

Bersamaan dengan selesainya ucapan tersebut, dia segera ayunkan tangan kanannya kemuka. Sekilas cahaya putih

dengan kecepatan bagaikan petir langsung menyambar ketubuh It bun Han to.

Bu wi totiang yang telah bersiap siaga segera bertindak cepat, bersamaan waktunya Kim hoa hujin melepaskan Pek Sian ji dia pun menerjang kemuka sambil melepaskan satu babatan kilat, desiran angin tajam segera membelah angkasa.

Tertahan oleh desiran angin kuat itu, Pek Sian ji tergetar diudara dan meluncur kebawah, disitu Bu wi totiang telah memakai dengan pedangnya. Duuuk! Dengan telak bacokan itu bersarang ditubuh Pek Sian ji.

Pekikan nyaring mengeletar membelah angkasa, bukannya tersayat kutung oleh bacokan itu, tiba-tiba Pek Sian ji melingkarkan tubuhnya menjadi satu, kemudian dengan ketat pedang Bu wi totiang dibelenggu dengan badannya.

Pedang panjang yang digunakan Bu wi to tiang itu sekalipun belum terhitung sebagai pedang mustika yang sangat ampuh, namun terbuat dari baja murni yang tajamnya luar biasa, ujung rambutpun akan tersayat kutung dalam sekali bacokan.vAkan tetapi ular pek-sian-ji sama sekali tak jeri untuk membelenggu pedang itu dengan badannya, malahan makin melilit semakin kencang, sedikitpun badannya tak tampak terluka atau cedera.

Shen Bok Hong yang ada disisi kalangan segera tertawa dingin dan ber olok-olok

“Heeeh.. heeeh.. heeeh.. bagus, bagus sekali perbuatan kalian, Huh ! Kalau mengakunya sama seorang pendekar sejati yang menegakkan keadilan dan kebenaran, eeeh tak tahunya tianglo dari Kay pang dan ketua dari Bu tong pay harus bekerja sama untuk menghadapi seorang perempuan lemah...memalukan sungguh memalukan !”

“Hmm ! Engkau tak perlu mengolok-olok yang kuhadapi bukan orangnya tapi makhluk beracun itu .” jawab Sun Put shia dengan dingin.

Dia melompat maju kedepan seraya melepaskan sebuah pukulan dahsyat, tantangnya lagi:

“Shen toa cungcu, kalau engkau mengaku jantan dan berilmu tinggi, beranikah engkau menerima tantanganku untuk berduel ?”

Shen Bok Hong melepaskan sebuah pukulan udara kosong untuk menangkis datangnya ancaman, lalu jawabnya :

“Mau menantang aku untuk berduel ? Hmm.. Pengemis tua, dengan andalkan sedikit kepandaianmu itu, engkau akan mengajak aku untuk berkelahi??”

Ketika dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat itu saling membentur satu sama lainnya segera terjadilah suatu ledakan yang memekikkan telinga, pasir dan debu beterbangan memenuhi saluran angkasa.

Shen Bok Hong telah bersiap siaga menghadapi serangan tersebut, setelah melancarkan sebuah pukulan dahsyat, tiba-tiba ia meleset dan mundur dua kaki kebelakang.

Dalam bentrokan itu, Sun Put shia merasakan sekujur badannya tergetar keras, kejadian ini membuat hatinya terkesiap.

“Sungguh hebat dan luar biasa tenaga dalam yang dimiliki gembong iblis ini “ pikirnya dihati “aku tak boleh memandang terlalu enteng atas dirinya!”

Selama ini Shen Bok Hong sendiri masih, menaruh curiga atas keberanian Sun Put shia menantang dirinya untuk berduel, dia bermaksud untuk membongkar rencana busuk apakah yang terselip dibalik tantangan itu.

Dalam perkiraannya jika ada suatu tipu muslihat, niscaya setelah menerima pukulan itu maka akibatnya akan ketahuan. Akan tetapi apa yang terjadi kemudian? Sedikitpun tidak terjadi perubahan pada diri pengemis tua itu.

Baik Sun Put-shia maupun Bu wi totiang tidak berani bersungguh-sungguh melukai ular pek sian ji milik Kim hoa hujin, mereka kuatir kalau perempuan dari suku biau ini tak lain adalah mata-mata yang diutus Siau Ling untuk mencari informasi didalam perkampungan Pek hoa san cung, maka dari itu dikala ular tersebut membelenggu ujung pedangnya, segera Bu wi to tiang menggetarkan pergelangannya sehingga ular tadi terjatuh keatas tanah.

Menyaksikan ularnya terjatuh keatas tanah. Kim hoa hujin segera maju kemuka dan menjemput kembali ular Pek sian jinya itu untuk dimasukan kedalam saku.

It bun Han to sendiri dengan wajah yang serius dan keren tetap berdiri tak berkutik ditempat semula, sinar matanya yang tajam mengawasi terus pemuda baju hijau yang bertangan kosong itu dengan seksama.

Sejak munculkan diri, pemuda baju hijau itu tak pernah mengucapkan sepatah katapun. Sikapnya tenang dan santai. Terhadap pertarungan yang sedang berlangsung ditengah gelanggang sama sekali tidak tertarik ataupun melirik barang sekejappun.

Dalam pada itu, kakek baju kuning yang berdiri disamping pintu gerbang mendadak mengseserkan tubuhnya., dengan demikian ia segera berdiri menghalang jalan keluar orang yang ada disitu.

Shen Bok Hong dengan penuh curiga menyapu sekejap ruangan itu, mendadak ia menemukan bahwa gelagat tidak menguntungkan pihaknya, bagaimanapun juga posisi pihaknya sudah kalah separuh, timbullah niat untuk mengundurkan diri dari situ,

Tanpa membuang banyak waktu, segera bisiknya lirih :

“Mari kita pergi dari sini!”

---oo0dw0oo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar