Budi Ksatria Jilid 13

Jilid 13
TIBA tiba ia pejamkan matanya, merangkap tangan didada dan berbisik, “Lam bu Omitohud! siancay..... siancay....."

Tiba2 ia buka matanya kembali,dengan napsu membunuh menyelimuti wajahnya ia berseru : “Siauw sicu...!”

“Sutay, ada urusan apa?”

“Engkau tak mau jadi pendeta, aku rasa didalam hati kecilmu pasti sudah mempunyai rencana tertentu, pin-ni bersedia mendengarkan pendapatmu yang tinggi itu”

“Bukannya aku tak bersedia, dalam kenyataannya memang masih banyak masalah yang belum sempat kuselesaikan. Dewasa ini kaum iblis merajalela dalam dunia persilatan. Nafsu membunuh telah menyelimuti seluruh jagad. Aku orang she Siauw sebagai warga persilatan sudah kewajiban untuk menyumbangkan tenaganya bagi umat persilatan, aku harus mempertahankan keadilan dan kebenaran yang selalu ditegakkan dalam sungai telaga selama beratus ratus tahun lamanya...”

“Hmm! sudah puluhan tahun lamanya pin-ni tak pernah terpengaruh oleh napsu" sela Sam Ciat taysu tiba2 dengan suara dingin.

"Dan sekarang?”

"Pin-ni telah menggunakan segenap kemampuan yang kumiliki untuk menasehati dirimu, sayang batu yang keras tak dapat anggukkan kepala, akupun tak bisa berbuat apa-apa lagi...”

Siauw Ling gelengkan kepalanya dan menghela napas panjang. “Sutay, terpengaruh oleh napsu adalah sikap yang wajar dari seorang umat manusia, apakah hal inipun ingin merupakan ajaran dari agama?”

Perkataan ini diutarakan cukup tajam, hal itu membuat air muka Sam Ciat sutay seketika berubah hebat.

Tidak menunggu rahib tersebut buka suara, Siauw Ling telah berkata kembali. “Perselisihan antara Giok Siauw long kun dengan enci Gak adalah urusan pribadi mereka sendiri. Masalah tersebut sama sekali tak ada hubungannya dengan umat persilatan, tiada sangkut pautnya dengan keadilan dalam persilatan. Sutay sendiri walaupun sudah bertapa puluhan tahun lamanya akan tetapi terpengaruh juga oleh napsu, apa lagi mereka hanya manusia biasa apakah tidak mungkin untuk terpengaruh pula oleh napsu seperti halnya dengan keadaan sutay barusan? Hmm... sungguh tak nyana kalian telah menimpakan semua kesalahan itu di atas pundak aku orang she-Siauw"

"Pada saat ini waktu sangat berharga sekali, kalau memang engkau tak mau menempuh jalan yang pin-ni tunjukkan, tentunya engkau sudah mempunyai cara penyelesaian yang baik bukan?"

"Aku sama sekali tak punya cara lain yang baik,”sahut Siauw Ling sambil menggeleng, hal ini harus dilihat bagaimanakah pendapat lain dari sutay”

“Pin-ni masih ada satu jalan lain”

“Coba katakanlah"

“Seseorang yang hidup dikolong langit, sekalipun hidup sampai seratus tahun akhirnya akan mati juga. Bilamana Siauw sicu bersedia bunuh diri dihadapan kami maka bukan saja akan menghilangkan rasa sakit dikala sekarat, engkaupun akan meninggalkan kesan yang baik bagi kami semua”

“Andaikata diantara aku dan Giok Siauw Longkun ada seorang harus mati, kenapa orang yang harus mati adalah diriku?"

"Karena dia she Thio sedang kau she Siauw, lagi pula engkau sudah pernah disiarkan mati tenggelam didalam sungai Tiang kang”

Siauw Ling segera tertawa dingin, “Toh kau Sam Ciat sutay juga bukan she-Thio?” jengeknya.

Gak Siauw-cha sebenarnya hendak mencegah terjadinya percekcokan antara Siauw Ling dengan Sam Ciat sutay. Asalkan rahib setengah baya itu dapat melepaskan diri dari masalah ini maka situasi yang dihadapinya peda saat ini akan mengalami perubahan besar.

Tetapi Sam Ciat sutay yang biasanya selalu tenang dan tidak terpengaruh oleh emosi itu. Dengan terang terangan telah memperlihatkan sikapnya yang membela Giok Siauw long-kun, itu berarti pertentangan tak bisa dihindari lagi. Maka gadis itu pun tidak jadi menghalangi parcekcokan di antara mereka lagi, hanya saja secara diam diam ia bersiap sedia sambil menonton perubahan situasi dalam gelanggang.

Setelah mengucapkan kata-2 sindiran yang amat pedas itu, Siauw Ling menduga ada kemungkinan besar Sam Ciat sutay akan melakukan sergapan, diam-diam ia himpun kekuatannya dan bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan dengan kekerasan.

Siapa tahu kejadiannya sama sekali berada diluar dugaannya, bukan saja Sam Ciat sutay tidak segera turun tangan, sorot matanya malah dialihkan kembali kearah Gik Siauw-cha. "Sumoay, sudah kau pikirkan persoalan ini masak-masak?"

Walaupun didalam hati kecilnya Gak Siauw-cha mengetahui apa yang dimaksudkan, tapi ia pura2 berlagak pilon. "Suci suruh Siauw-moay memikirkan tentang soal apa?" tanyanya.

"Coba pikirkanlah situasi yang kau hadapi pada saat ini. Andaikata kedua belah pihak sampai terjadi pertarungan, mungkin sebelum ada korban yang berjatuhan tak akan berhenti"

Dengan wajah serius Gak Siauw-cha melihat sekejap kearah Giok Siauw Long kun, lalu berkata: “Terhadap penyakit yang diderita Thio heng bukan saja Siauw moay merasa kasihan bahkan justru perhatian khusus. Siauw moay pun mengetahui sampai dimanakah kelihaiannya dari Thio lohujin. Bila berbicara dari sudut perasaan yang halus, mungkin Siauw-moay sudah banyak mengecewakan diri Thio heng. Akan tetapi berbicara dari sudut ceng li, Siauw moay sama sekali tidak merugikan dirinya apapun. sewaktu aku menjalin hubungan dengan Thio-beng, toh sudah Siauw-moay jelaskan bahwa seandainya Siauw Ling masih hidup dikolong langit maka Siauw moay akan tinggalkan dirinya”

Ia menghembuskan napas panjang, kemudian melanjutkan: “Penyakit parah yang diderita Thio-heng, perduli apakah hal itu disebabkan karena ada hubungannya dengan diriku sudah sewajarnya kalau Siauw moay merawat serta melayaninya. Akan kuusahakan sedapat mungkin untuk menyembuhkan sakitnya secepat mungkin. Akan tetspi situasi yang terbentang didepan mata pada saat ini bukan saja membuat aku jadi kecewa dan putus asa, bahkan akupun merasa terdesak sekali. Ketika aku berjanji dengan Thio-heng untuk berjumpa disini, pertemuan tersebut hanya bersifat pribadi. Siapa tahu bukan saja Thio heng telah mengundang Thio lo hujin serta suci bahkan menggerakkan pula para jago lihay dari perkampungan Pek-in-san-cung dengan maksud memaksa aku menuruti permintaannya. Sekalipun semula Siauw moay memang menaruh hati kepadanya, kini dari cinta telah berubah jadi benci, hatiku pun ikut jadi dingin”

“Alasan-alasanmu itu kendatipun tidak kau ucapkan, akupun sudah tahu. tapi keadaan yang terbentang didepan mata pada saat ini memaksa engkau mau tak mau harus memenuainya juga” kata Sam Ciat sutay dengan dingin.

“Suci, kau suruh aku menyanggupi apa?” tanya Gak Siauw-cha sambil membelalakkan matanya.

“Perkawinanmu dengan Thio si heng, karena engkau, ia telah menderita sakit rindu yang berat, dikolong langit kecuali engkau rasanya sudah tiada obat lagi yang dapat menyembuhkan penyakitnya itu"

Gak Siauw-cha termenung dan berpikir sebentar, kemudian menjawab: “Andaikata Siauw tnoay tidak mengabulkan suci pasti akan menaruh curiga bahwa aku punya hubungan gelap dengan Siauw Ling..."

"Jadi kalau begitu, engkau sudah mengabulkan?” sambung Sam Ciat sutay dengan cepat sambil tersenyum kegirangan

Dengan imannya yang tebal di-hari2 biasa rasa gusar itu girang selamanya tidak terlihat diatas wajahnya, tapi kali ini dia tak dapat menutupi rasa kegirangannya itu.

"Untuk sementara waktu suci jangan keburu senang hati, Siauw moay masih ada perkataan lain yang hendak kulanjutkan”

"Rupanya engkau masih ada urusan hendak diucapkan keluar, bukankah begitu?” seru Sam Ciat sutay dengan air muka berubah hebat.

"Sedikitpun tidak salah, mumpung sekarang ada kesempatan Siauw moay mengutarakan semua perkataan yang terkanduug dalam hatiku, mungkin setelah lewat beberapa saat lagi Siauw moay sudah tak dapat membicarakan persoalan ini lagi. Dengan begitu suci pun bisa mengetahui duduk perkara yang sebenarnya hingga sewaktu berada dihadapan suhu, engkau dapat memberi keterangan kepada beliau...."

“Urusan telah jadi begini, aku tidak ingin mendengar pembicaraan yang lebih banyak lagi" tukas Sam Ciat sutay dengan cepat, tetapi bila engkau ingin perlihatkan baktimu kepada suhu dan hendak menyampaikan duduk perkara yang sebenarnya kepada dia orang tua, suci akan kerjakan sedapat mungkin...aku harap penjelasanmu itu bisa diutarakan secara singkat tapi jelas, ketahuilah keputusan yang salah diambil kemungkinan besar dapat mengakibatkan terjadinya tragedi yang menyedihkan”

Gak Siauw-cha tertawa hambar. “Siauw moay telah menduga sampai kesitu. Perhatian dari suci akan kuterima didalam hati...."

Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan, “Beberapa kali Thio heng pernah berkunjung kepadaku, tapi setiap kali aku telah menampik untuk bertemu dengan dirinya, hal ini disebabkan sebelum meninggal dunia ibuku telah meninggalkan sepucuk surat wasiat dan dalam surat tadi mendiang ibuku telah berpesan agar aku menjaga Siauw Ling baik2. Isi selengkapnya tidak akan kuungkapkan tapi yang pasti dalam surat wasiat tadi dengan jelas sudah tercantum bahwa beliau telah menetapkan perkawinanku."

“Oooh.. jadi ada kejadian semacam itu?" tanya Sam Ciat sutay setelah tertegun sebentar.

“Semua perkataan Siauw moay diucapkan sejujurnya, tak sepatah katapun yang bohong”

“Sekarang surat wasiat itu berada dimana?"

“Siauw moay simpan didalam saku!"

“Baik! lanjutkan perkataanmu”

“Oleh sebab itu, walaupun berulang kali Thio heng menolong aku dan Siauw moay ingin membalas budi, tapi setiap kali sudah kuterangkan kepadanya bilamana Siauw Ling masih hidup, aku akan tinggalkan dirinya..."

“Apakah sumoay pernah mengungkapkan kepada Thio si heng mengenai urusan surat wasiat?"

“Tidak!”

“Nah, disinilah letak kesalahanmu, seandainya kau terangkan duduk perkara yang se benarnya tidak nanti akan terjadi peristiwa seperti ini"

“Ketika itu apabila Thio heng mendesak lebih jauh Siauw moay telah bersiap akan memperlihatkan surat wasiat itu. Tapi pada waktu itu Tlio-heng berlagak sok berjiwa besar dan cuma tertawa hambar belaka tanpa mendesak lebih jauh, tentu saja Siauw moay tidak berani mengeluarkan surat wasiat ibuku dan memperlihatkan kepadanya”

"Pada waktu itu berita kematian Siauw Ling didasar sungai sudah begitu pasti” kata Giok Siauw long kun sambil mengangguk. “Ketika aku melakukan pemeriksaan ditepi sungai dimana Siauw Ling tercebur, ombak sungai Tiang kang sedang menggulung dengan hebatnya. Jangan dibilang seseorang yang tidak mengerti akan ilmu silat, sekalipun seorang jago yang sangat lihaypun pasti tidak mengerti ilmu dalam air. Setelah tercebur didalam sungai pasti akan menemui ajalnya, karena itu aku lantas menduga bahwa Siauw Ling pasti sudah mati"

Sam Ciat sutay memandang sekejap kearah Siauw Ling kemudian berseru: “Tapi dalam kenyataan, toh dia masih hidup segar bugar dikolong langit”

“Oleh sebab itulah” seru Gak Siauw-cha kemudian. “dalam persoalan ini tak dapat dikatakan kalau aku telah mengingkari janji dan melupakan budi”.

Tiba tiba Thio lo hujin menimbrung: “Seandainya cucuku tidak berulang kait menolong dirimu, sekarang engkau sudah mati. Sekalipun Siauw Ling masih hidup dikolong langit, diapun tak dapat berjumpa dengan dirimu"

“Sedikitpun tidak salah. Tindakan boan-pwee meninggalkan Thio heng memang bisa dianggap lupa budi, tetapi bagaimana seandainya aku meninggalkan Siauw Ling? mereka pernah menolong ibuku dan dalam surat wasiatnya ibuku telah menetapkan perkawinanku dengan dirinya. Kalau locianpwee yaag menjadi aku maka bagaimanakah tindakan-locianpwee untuk mengatasi persoalan ini?".

“Belum pernah kutemui kejadian seperti ini, tentu saja aku tak usah pikirkan persoalan itu”

Gak Siauw-cha memanjang sekejap kearah Sam Ciat taysu, kemudian melanjutkan: “Begitulah kenyataan yang sesungguhnya seandainya Thio heng datang menepati janji seorang diri maka keadaan Siauw moay akan bertambah susah, tapi justru kedatangan Thio heng yang disertai orang banyak untuk memaksakan perkawinan itu, hal ini malah meringankan bebanku”

“Sudah selesai perkataanmu itu?"

“Perkataan Siauw moay sudah selesai semoga saja setelah aku mati suci dapat menyampaikan pesan tersebut kepada suhu untuk itu Siauw moay ucapkan banyak2 terima kasih”

“Bagus sekali” sambung Thio Lo hujin dengan cepat. “kalau memang engkau merasa serba salah memang mati adalah satu-satunya jalan yang paling baik.....!"

Dalam hati kecilnya secara diam diam ia sudah membuat pertimbangan, andaikata Gak Siauw-cha masih hidup maka Giok Siauw long kun akan selalu terbayang oleh kecantikan wajahnya, penyakit rindu yang dideritapun kian hari akan kian bertambah parah sehingga akhirnya menemui ajalnya, sebaliknya kalau Gak Siauw-cha mati didepan matanya maka kematian tersebut kian lama akan kian mengaburkan kenangannya terhadap gadis itu, penyakit rindu yang dideritapun akan bertambah ringan, suatu ketika bila ia carikan seorang nona cantik lagi baginya, tidak sukar untuk menyembuhkan sakit rindunya itu.

Dengan pandangan yang tajam Gak Siauw-cha melirik sekejap kearah Thio Lo hujin, kemudian berkata. “Locianpwee, meskipun boanpwee harus mati. tetapi aku tidak bersedia untuk melakukan bunuh diri”

“Kematian macam apakah yang kau harapkan?"

Gak Siauw-cha melirik sekejap kearah Sam Ciat sutay, kemudian menjawab: “Suci, aku rasa suci pasti sudah tahu bagai manakah watak Siauw moay. Meskipun aku seorang perempuan tapi aku mempunyai kekerasan jiwa yang tak kalah dengin kaum pria. Jikalau Thio locianpwee mendesak diriku terus menerus, terpaksa Siauw moay akan melakukan perlawanan”

“Hmmm! pikirkanlah se-baik2nya, andaikata terjadi pertarungan, apakah akibat yang bakal kita temui?" seru Sam Ciat sutay dengan dingin.

“Sudah Siauw moay pikirkan, paling banter aku bakal mati didasar lembah Toan hun gay ini”

Sam Ciat sutay tertawa dingin. “Percayakah engkau bahwa kamu pasti mati disini?" serunya.

“Sekarang atau besok akhirnya toh mati, Siauw moay tidak takut mati, apa yang musti kutakuti lagi?”

Sam Ciat sutay menghembuskan napas panjang. per-lahan2 katanya: “Aku mendapat tugas dari suhu untuk datang kemari menyelesaikan masalah ini, tentu saja aku tak dapat berpeluk tangan belaka, andaikata engkau tak bersedia mendengarkan perkataanku, sucipun tak dapat membantu dirimu lagi...”

"Siauw moay memahami kesulitan dari suci aku tak berani mendendam atau membenci dirimu”

"Engkau tak usah bayangkan yang bagus2, tahukah engkau seandainya terjadi pertarungan maka siapakah yang akan kau hadapi untuk pertama kalinya?"

"Aku rasa tentu bukan suci!” sahut Gak Siauw-cha setelah tertegun sebentar.

“Salah kau, justru akulah yang akan kau hadapi lebih dulu”

Gak Siauw-cha tertawa getir. ”Suci, mengapa kau harus turun tangan lebih dahulu? mengapa kau tak bersedia memberi satu kali kesempatan saja kepadaku?"

“Kalau engkau dapat meresapi keluhuran budi suhu, maka bisa kau sadari pula kesulitan yang kuhadapi saat ini. Dan kaupun tak akan melakukan pertarungan ditempat ini”

"Aku sudah mengutarakan semua duduk perkara yang sebenarnya, dan suci-pun seharusnya sudah memahami semua...”

"Aku sudah tahu, tapi aku tak dapat melepaskan dirimu” sela Sam Ciat sutay* dengan ketus, ”sekarang hanya ada dua jalan yang bisa kau pilih, bersedia jadi menantu keluarga Thio atau melangsungkan pertarungan dengan kami”

"Aku hanya berharap suci bersedia mundur selangkah kebelakang, agar aku dapat....”

“Tidak, aku harus menghadapi dirimu lebih dahulu, sebab dibalik tindakanku ini terdapat banyak alasan...”

“Enci Gak” sela Siauw Ling secara tiba2. ”kalau engkau tak bersedia untuk bertarung melawan sutay ini. bagaimana kalau Siauw-te saja yang mewakili dirimu?"

"Disini tak ada urusanmu, ayoh cepat mengundurkan diri dari lembah ini.... Soh Bun, antar dia berlalu dari sini!"

“Haa... haa... haa...” Siauw Ling tertawa tergelak, “enci Gak, urusan toh sudah berubah jadi begini, menurut pendapatmu apakah aku bersedia untuk pergi dari sini?"

“Sebelum aku mati aku dapat memohon kepada suci untuk melepaskan engkau pergi dari sini. Hubungan kami sudah berlangsung banyak tahun lagipula urusan ini tak ada sangkut pautnya dengan dirimu, aku rasa ia pasti atan bersedia membantu diriku”

“Sekalipun sucimu bersedia melepaskan aku. belum tentu keluarga Thio bersedia mengampuni diriku, ini hari meskipun aku tidak mati dalam lembah Toan hun gay, dikemudian hari bakal mati juga didalam pengejaran mereka. Pada waktu itu Siauw te bakal menghadapi mereka seorang diri. Daripada begitu apa salahnya kalau ini hari aku akan bekerja sama dengan cici untuk menentukan menang kalah dengan mereka?"

“Sekarang engkau telah menjadi seorang pendekar besar yang bernama besar dalam dunia persilatan, semua harapan umat persilatan telah dijatuhkan keatas pundakmu. jika engkau ingin mati maka sudah sepantasnya mati karena hendak menegakkan keadilan dan kebenaran bagi umat persilatan buat apa engkau harus mengorbankan diri karena urusan cewek?"

“Merekalah yang memaksa aku untuk berbuat begini! Jenasah bibi Im belum dikebumikan kedalam tanah, benarkah cici bersedia mati didasar lembah Tom hun gay ini?"

"Keadaanku terpaksa harus berbuat begini sedang engkau toh tidak harus menghadapi keadaan semacam ini?"

"Setelah cici mati. mereka tak akan melepaskan diriku sebaliknya jika engkau hidup maka merekapun secara diam2 dapat berusaha untuk membunuh diriku. Sekarang posisi kita sudah terdesak dan kitapun telah berada dalam keadaan saling bermusuhan dengan mereka. Mungkin saja mereka bisa membantu Shen Bok Hong untuk menyulitkan diriku. Pada waktu itu keadaanku sepuluh kali lipat akan jauh lebih buruk daripada sekarang, daripada tinggalkan bencana dikemudian hari apa salahnya hari ini juga kita tentukan menang kalah dengan mereka?”

Gak Siauw-cha berpaling memandang sekejap ke arah Siauw Ling sorot matanya memancarkan kerumitan dan kebingungan.

Dalam ingatan Siauw Ling belum pernah ia jumpai sorot mata yang begitu aneh dari Gak Siauw-cha. Ia sendiripun tak dapat membedakan apikah sorot mata itu memancarkan rasa cinta, benci, murung atau kesal.....

Dengan suara keras Sam Ciat sutay telah berkata kembali: “Mengingat hubungan kita selama banyak tahun, aku akan mengalah satu jurus kepadamu, sekarang kau boleh turun tangan”.

Tiba tiba Siauw Ling loncat maju kedapan melampaui Gak Siauw-cha sambil berpaling serunya keras keras, “Kau mundurlah kebelakang”

Selamanya ia selalu memandang Gak Siauw-cha bagaikan malaikat dan tak berani mempunyai pikiran jelek kepadanya, apalagi membentak dengan suara keras, tapi sekarang karena terpengaruh emosi tak dapat di tahan lagi suaranya begitu keras hingga memekakkan telinga.

Dalam perkiraan Siauw Ling bentakan tersebut pasti akan memancing kegusaran dari gadis itu. Siapa tahu kejadian sama sekali diluar dugaan, sambil tundukkan kepalanya, Gak Siauw-cha mengundurkan diri kebelakang, Siauw Ling jadi lega.

kepada Sam Ciat sutay segera serunya. “Engkau dengan enci Gak adalah saudara seperguruan, engkau masuk perguruan lebih dahulu dari pada dirinya, sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang dia miliki engkau pasti mengetahuinya dengan jelas, bila sutay bergebrak melawan dirinya bukankah seratus persen kau dapat memenangkan dirinya?”

Sam Ciat sutay tertawa dingin. “Sekalipun begitu antara kami masih terdapat hubungan cinta kasih, paling banter aku hanya melukai dirinya saja dan tidak sampai melukai jiwanya”

"Kalau bertarung melawan aku?"

“Kita harus andalkan ilmu silat kita masing-masing untuk menemukan siapa menang siapa kalah”

“Baik! sutay boleh segera turun tangan"

Sejak masuk kedalam gua Sam Ciat sutay tak pernah memperhatikan diri Siauw Ling, sekarang setelah dia ditantang maka tanpa terasa diperhatikannya pemuda itu dengan seksama.

Ketika dilihatnya pemuda itu gagah dan berwajah keren, ia tertegun dan pikirnya di dalam hati. "Usia orang ini tidak begitu besar, tapi semangat tempurnya tinggi sekali, kalau kulihat sikapnya jelas tenaga dalam yang dimilikinya tidak lemah, aku tak boleh memandang enteng dirinya"

Dengan cepat diapun memandang tinggi pemuda itu. sikap maupun tingkah lakunya tidak sesombong tadi lagi, katanya: "Bila kau harus bertarung melawan Gak sumoay, keadaan ini memang kurang adil. Kalau memang Siauw tayhiap bersedia mewakili darinya untuk bertempur, pin-ni bersedia untuk mohon beberapa petunjuk darimu”

Siauw Ling jadi tercengang ketika dilihatnya sikap rahib itu secara tiba tiba berubah jadi lunak, pikirnya. "Rahib ini selalu ketus dan dingin, kenapa secara tiba2 berubah jadi begini lunak"

Ujarnya kemudian: "Sutay engkau hendak beradu kepalan tangan kosong? ataukah hendak menggunakan senjata tajam?"

“Pertarungan kita bukanlah pertarungan Pi bu atau mencari nama, tentu saja tidak terbatas pada tangan kosong atau senjata belaka. Semua kepandaian yang kita miliki bisa dikeluarkan semua...”

“Caramu memang adil, silahkan sutay turun tangan”

“Pin-ni akan mengalah kepadamu”

“Kalau begitu aku akan menuruti kehendakmu itu.....”

Habis berkata telapaknya diayun dan mengirim satu pukulan kedepan.

Dalam beberapa bulan terakhir, seluruh perhatian dan tenaganya dicurahkan untuk mempelajari ilmu jari Sian cit sinkang dari partai Siauw lim serta ilmu pedang dari Tam In Cing yang berasal dari gunung Hoa san. Bukan saja kepandaiannya, memperoleh kemajuan. Dalam tenaga dalampun ia peroleh kemajuan yang pesat.

Begitu serangan dilancarkan, terbitlah segulung angin pukulan yang maha dahsyat meluncur kedepan.

Begitu Siauw Ling melancarkan serangannya. Sam Ciat sutay segera menyadari bahwa ia telah bertemu musuh tangguh, jari tengah dan telunjuk tangan kirinya segera dibabat kemuka mengancam urat nadi sianak muda itu.

“Gerakan yang sangat indah!" puji Siauw Ling, terpaksa kanannya menekan kebawah, laksana kilat telapak kirinya melancarkan sebuah serangan lagi.

Ilmu telapak yang dimilikinya merupakan hasil ciptaan dari Lam It Kong, bukan saja kecepatannya sukar diikuti dengan pandangan mata bahkan luar biasa dahsyatnya.

Diam2 Sam Ciat sutay merasa amat terperanjat, pikirnya: “Sungguh tak nyana gerakan ilmu telapak yang dimiliki bocah ini demikian cepatnya."

Berpikir demikian, tubuhnya dengan cepat berputar dan menyingkir tiga depa kesamping untuk melepaskan diri dari ancaman tersebut.

“Sutay. jangan salahkan kalau aku bertindak kurangajar...” bentak Siauw Ling keras keras.

Ditengah bentakan telapaknya bagaikan bayangan mengejar kemuka. Sepasang telapaknya melancarkan serangan berantai dan dalam waktu singkat, delapan buah pukulan telah dilepaskan.

Bukan saja kedelapan buah serangan tersebut dilancarkan dalam waktu singkat bahkan kecepatannya luar biasa dan lagi hawa pukulannya sangat tajam dan kuat.

Dengan kepandaian yang dimiliki Sam Ciat sutay ternyata ia terdesak mundur berulang kali kebelakang. Setelah bersusah payah akhirnya delapan buah serangan tersebut baru bisa dihindari.

Gak Siauw-cha tak pernah menyangka kalau kepandaian silat yang dimiliki Siauw Ling begitu lihaynya. Dalam hati ia merasa girang bercampur kuatir.

Girang karena dengan usia Siauw Ling yang masih begitu muda ternyata mempunyai kemampuan sedahsyat itu, kuatir karena ia takut pemuda tersebut salah melukai Sam Ciat sutay sehingga mengakibatkan terjalinnya hubungan permusuhan antara pemuda itu dengan perguruannya.

Thio lo hujin serta para pengikutnya merasa terperanjat juga melihat kelihayan dari Siauw Ling. Dengan demikian harapan mereka yang semula diletakkan diatas bahu Sam Ciat sutay untuk membekuk Gak Siauw-cha pun mengalami kegagalan total.

Sementara itu setelah Sam Ciat sutay kehilangan posisi baik sehingga secara beruntun ia didesak mundur berulang kali oleh serangan Siauw Ling yang amat gencar, hatinya merasa amat terperanjat menanti delapan buah serangan berantai dari Siauw Ling sudah lewat, ia segera putar pergelangan kanannya mencabut senjata Hud-tim dari punggungnya, bayangan tajam segera menyebar keempat penjuru.

"Ilmu telapak sicu amat lihay, belum pernah pin-ni menjumpai kepandaian seperti itu sekarang berhati-hatilah engkau"

Siauw Ling mengepos hawa murninya lalu meloncat mundur tiga depa kebelakang.

Meskipun gerakan menghindarnya dilakukan sangat cepat namun serangan kebutan dari Sam Ciat sutaypun cukup dahsyat, pemuda itu tetap terkena sapuan, sehingga pakaiannya robek dan kulit badannya terluka.

Serat kebutan yang lunak dan halus ketika mengena di tubuh Siauw Ling, bagaikan sayatan pisau tajam, munculan guratan2 darah di tubuhnya.

Setelah sapuan hud timnya mengena dibahu kiri Siauw Ling, rahib tersebut tidak mengejar lebih jauh malahan ia berdiri tertegun.

Rupanya setelah sapaan tersebut mengena dibadan Siauw Ling. ia segera merasa munculnya segulung tenaga pantulan amat keras dari badan pemuda itu hingga membuat pergelangan kanannya jadi linu dan sakit.

Pengetahuan yang dimiliki Sam Ciat sutay amat luas, setelah serangannya mengena di badan lawan ia tahu bahwa tenaga khikang pelindung badan sianak muda itulah yang menggetarkan tangannya kembali, tak pernah disangka olehnya dengan usia pemuda itu yang masih muda ternyata berhasil menyaksikan kepandaian yang amat tinggi itu...

Baru saja ingatan tersebut berkelebat da lam benaknya, dari dalam sakunya Siauw Ling telah ambil keluar sebilah pedang pendek yang memancarkan cahaya ke emas2an, katanya: "Jurus serangan sutay amat ampuh, aku pun terpaksa harus gunakan pedang...”

Pedang pendek disilangkan didepan dada namun ia tidak langsung melancarkan serangan balasan.

Dari cara pemuda itu memegang pedang, satu ingatan berkelebat dalam benak Sam Ciat sutay, segera tegurnya: "Siapa gurumu?”

Sebelum Siauw Ling sempat menjawab, bayangan manusia berkelebat lewat, dan Pek-li Peng telah berdiri dihadapan Siauw Ling, sambil memandang rahib itu serunya: “Bagaimana kalau pertarungan ditunda sebentar?”

“Ada apa?”.

“Aku hendak membalutkan luka yang diderita toako lebih dahulu, kemudian pertarungan baru dilanjutkan kembali”

“Hmmm... pertarungan antara dua jago merupakan penentuan antara mati dan hidup, belum pernah aku lihat ada pertarungan di hentikan ditengah jalan hanya karena memberi kesempatan pada musuhnya untuk membalut luka lebih dahulu?" ejek Thio lo hujin.

Tentu saja maksud dari perkataan itu jelas sekali, ia sedang membakar hati Sam Ciat sutay yang tidak seharusnya memberi kesempatan kepada Siauw Ling untuk mengatur pernapasan.

Tapi Sam Ciat sutay sama sekali tidak menggubris ucapan dari Thio lo hujin, sambil memandang kearah Pek li Peng tanyanya: “Apa hubunganmu dengan Siauw Ling?"

"Aku adalah adik angkatnya?"

“Baik! balutkan dulu lukanya..."

Dengan penuh rasa sayang Pek-li Peng ambil keluar sebuah botol perselen dari sakunya dan menuangkan sejumlah bubuk obat berwarna putih, kemudian dibubuhkan dialas mulut luka pemudi itu, dengan menggunakan secarik kain luka tadi dengan cepat dibungkus.

Gak Siauw-cha hanya menyaksikan semua tingkah laku gadis tersebut dari sisi kalangan, ia membungkam dalam seribu bahasa.

Sebenarnya Siauw Ling ingin menampik maksud baik Pek-li Peng untuk membalutkan lukanya itu, tetapi setelah teringat bahwa penolakannya dihadapan umum mungkin akan membuat malu dara tersebut, terpaksa ia biarkan lukanya dibalut olehnya.

Selesai membalut luka Siauw Ling. Pek-li Peng menghela napas pajang dan berkata: "Oooh Toako... kalau ini hari engkau mati dilembah Toan-hun gay maka bukan saja nona Gak akan menemani kematianmu itu, Siauw-moay pun akan mengorbankan diri pula untuk menemani dirimu. Bertarunglah dengan hati lega”

Habis berkata ia melirik sekejap kearah Gak Siauw-cha, kemudian mundur kembali ke tempat semula.

Air muka Gak Siauw-cha tetap tenang dan sama sekali tidak menunjukkan perubahan apapun seakan akan perkataan dari Pek-li Peng itu sama sekali tak terdengar olehnya.

Menunggu Pek-li Peng sudah mundur kembali ketempat semula, Sam Ciat sutay baru berkata dingin: “Siauw Ling, engkau sudah mampu untuk melanjutkan pertarungan?"

Siauw Ling tarik napas panjang, setelah menarik hawa murninya dari pusar menyebar keseluruh tubuh ia menjawab. “Sekalipun luka yang kuderita lebih parah pun aku masih mempunyai kemampuan untuk melanjutkan pertarungan ini....."

Setelah berhenti sebentar dia melanjutkan : “Cuma sebelum pertarungan dimulai terlebih dahulu aku hendak memperingatkan sesuatu kepada sutay”

“Memperingatkan soal apa?"

"Pedang yang kumiliki ini sangat tajam sekali, aku harap sutay suka berhati hati!"

"Kalau berbicara dari tingkat usia” pikir Sam Ciat sutay didalam hati kecilnya, tidak pantas kalau aku gunakan senjata lebih dahulu, sekarang aku sudah pakai senjata bahkan melukai dirinya, namun sikapnya masih gagah dan terbuka, hal ini sungguh tidak mudah”.

Berpikir demikian diapun menjawab, "Pin-ni telah mengetahuinya!"

"Kalau begitu sutay berhati-hatilah....."

Dengan menggunakan jurus naik naga memanggil burung hong ia tusuk kedepan.

Sam Ciat sutay ayun senjata hud-tim nya menangkis, lalu maju kedepan melancarkan serangan balasan.

Siauw Ling tekan pedang pendeknya ke bawah, dari samping ia babat hud tim itu ke atas.

Tenaga dalam yang dimiliki Sam Ciat su tay amat sempurna, balu hud tim yang lunak dan halus dalam penggunaannya ternyata jadi kaku dan lurus bagaikan sebatang pit. kadangkala menyebar pula bagaikan sarang laba-laba, lihaynya bukan kepalang.

Namun jurus pedang Siauw Ling pun aneh sekali, ditengah kelurusan terdapat keanehan tersembunyi. Kebenaran semuanya ditujukan untuk menghadapi kibasan senjata lawan.

Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah bertarung sebanyak belasan jurus lebih.

Meskipun serangan hud-tim yang dilancarkan Sam Ciat sutay amat dahsyat, ditengah kebasan terselip pula serangan menotok serta membabat namun ia selalu hanya mampu membendung datangnya serangan dari lawan saja ia sendiri tak berhasil mendekati tubuh pemuda itu.

Selelah bertarung lima gebrakan kembali mendadak Sam Ciat sutay tarik serangannya dan loncat mundur kebelakang serunya: “Engkau belajar ilmu pedang dari siapa?"

“In-jin yang mewariskan ilmu pedang tersebut kepadaku she Cung....” mendadak pemuda itu teringat kembali akan pantangan gurunya, dengan cepat perkataannya diputus ditengah jalan.

“Apakah dia adalah Cung San Pek?" sambung rahib tersebut.

Mendengar pihak lawan dapat menyebut nama gurunya, Siauw Ling tertegun kemudian menjawab: "Sedikirpun tidak salah, apakah sutay kenal dengan dia orang tua?"

"Hanya pernah mendengar namanya saja" jawab Sam Ciat sutay setelah kemurungan menyelinap diatas wajahnya.

Habis berkata ia segera putar senjata dan melancarkan serangan kembali.

"Dia adalah seorang pendeta dari mana bisa mengetahui tentang guruku,..?" batin Siauw Ling.

Karena pikiranrya bercabang dua kali nyaris tertusuk oleh sodokan lawan. buru2 ia pusatkan perhatian dan melayani serangan lawan dengan bersungguh hati.

Sepanjang pertarungan berlangsung, Siauw Ling hanya berusaha untuk menebas kurung bulu Hud-tim ditangan Sam Ciat sutay. Siapa tahu perubahan jurus yang dimiliki rahib tersebut luar biasa sekali, dalam gerakan sebanyak puluhan jurus ternyata Siauw Ling gagal untuk mewujudkan keinginannya tersebut bahkan ia malah terdesak dibawah angin dan membuat pertahanannya agak kacau balau.

Dengan cepat ia menyadari kesalahannya, dalam pertarungan selanjutnya pemuda itu tidak lagi memusatkan perhatiannya pada ujung senjata lawan, tapi berusaha merebut posisi yang lebih menguntungkan daripida lawannya.

Dengan begitu situasi dalam kalangan seketika herubah jadi seru dan ramai sekali, baik senjata hud tim maupun pedang pendek sama2 mengeluarkan jurus2 yang ampuh untuk merobohkan lawannya.

Selelah beberapi bulan lamanya memperdalam ilmu pedarig dari Tan In Cing, tanpa terasa Siauw Ling sudah menghapalkan semua gerakan dari ilmu pedang tersebut diluar kepala, dalam pertarungan itupun jurus serangan tadi segera dipergunakan.

Bisa dibayangkan dengan dahsyat ampuh dan sadisnya ilmu pedang yang pernah dimiliki oleh salah seorang diantara sepuluh tokoh maha sakti dalam dunia persilatan ini.

Karena itulah, dalam pertarungan seringkali Sam Ciat sutay didesak oleh munculnya serangan yang luar biasa, hal ini membuat rahib tersebut dengan cepat berada dibawah angin.

Thio lo hujin serta para pengikutnya untuk kssekian kalinya dibuat terperanjat oleh kelihaian ilmu pedang yang dimiliki Siauw Ling, pikir mereka tanpa terasa: "Jika hari ini Siauw Ling tidak disingkirkan dari muka bumi, untuk melukainya di kemudian hari pasti merupakan suatu pekerjaan yang amat sulit"

Dari tengah gelanggang pertarungan mendadak menggema suara bentakan keras dari Siauw Ling. Ditengah kilatan cahaya pedang ia mundur lima langkah kebelakang sambil serunya berulang kali: "Maaf... maaf..."

Ketika sorot mata semua orang dialihkan kearah Sam Ciat sutay, tampaklah bulu senjatanya telah tersebar diatas tanah.

Memang bulu hud tim nya yang buntung, Sam Ciat sutay berbisik lirih: "Engkau telah menang..."

"Ini berkat sutay yang bersedia mengalah”

"Pedang yang berada dalam genggamannya tajam luar biasa” sela Thio Lo hujin dari samping. “Meskipun bulu senjatamu kena terpapas, namun hal ini masih belum terhitung suatu kekalahan”

Air muka Sam Ciat sutay berubah jadi dingin menyeramkan, setelah memandang sekejap kearah Thio Lo hujin katanya. "Maksud Thio locianpwee. apakah aku baru dapat disebut kalah jika diriku sudah terluka diujung senjata Siauw Ling?”

“Kalau engkau rela mengaku kalah, tentu saja aku tak dapat berkata apa2 lagi"

"Ada satu hal pin-ni hendak bertanya kepada Thio locianpwee!” seru Sam Ciat sutay dengan wajib serius.

"Persoalan apa?"

"Ilmu pedang yang dimiliki Siauw Ling amat kacau dan diantaranya terdapat jurus2 yang ampuh, apakah locianpwee dapat melihat asal usul dari ilmu pedangnya itu?"

"Sebelum mendiang suamiku mati, ia pernah membicarakan tentang ilmu pedang yang ada dikolong langit dengan diriku, pernah membicarakan pula tentang diri Cung San Pek. katanya meskipun ilmu pedang yang dimilikinya sangat lihay tapi karena bakatnya yang kurang bagus ditambah agak terlambat waktu belajar ilmu. maka ia tak berani ikut serta didalam perebutan nama diantara sepuluh tokoh sakti....”.

"Menurut anggapan lohujin beberapa patah kata dari Thio locianpwee isi bermaksud memuji ataukah menyindir?"

“Perduli dia bermaksud memuji atau menyindir, setelah ia tak berani ikut serta dalam perebutan sepuluh tokoh sakti, itu berani ia tak mempunyai keyakinan untuk merebut kemenangan”

Air muka Sam Ciat sutay berubah membesi, ujarnya kembali. “Thio Lo hujin, kau telah membawa pokok pembicaraan ini terlalu jauh. Aku hanya ingin lo hujin memperbincangkan tentang ilmu pedang yang dimiliki pemuda Siauw Ling, bukan memandang rendah Cung San Pek....”.

Satu ingatan berkelebat dalam benak Siauw Ling, pikirnya. “Rupanya Sam Ciat sutay merasa amat tidak puas karena Thio lo hujin memandang rendah guruku, apakah ia kenal dengan guruku..."

Terdengar Sam Ciat sutay melanjutkan kembali kata katanya: “Bila penglihatan Pinni tidak salah, di antara jurus pedang yang dipergunakan Siauw Ling terselip pula ilmu pedang dari partai Hoa san”.

Mendengar perkataan itu Siauw Ling merasa terperanjat, pikirnya: "Pengetahuan yang dimiliki Sam-Ciat sutay benar2 amat luas, ternyata ia dapat melihat bahwa diantara ilmu pedangku terdapat pula jurus2 ampuh dari partai Hoa san”

Sementara itu Thio Lo hujin sudah mengerutkan alisnya, lalu berkata: "Ilmu pedang aliran Hoa san biasa2 saja tak ada anehnya, kalau dibandingkan dengan partai Bu tong atau partai Kun lun mereka terkebelakang sekali. Selama seratus tahun belakangan ini hanya Tan In Cing seorang yang kosen, Tapi sejak ia terjebak dalam istana terlarang dari partai Hoa san tak ada orang kosen lagi. Kendatipun ilmu pedang partai Hoa san telah dipelajari olehnya, itupun bukan termasuk ilmu pedang yang sakti"

"Pin-ni maksudkan ia telah menggunakan ilmu pedang aliran Hoa san. Bahkan merupakan jurus2 ampuh yang pernah digunakan Tan In Cing didalam perebutan sepuluh tokoh sakti"

"Tapi Tan In Cing toh sudah terjebak dalam istana terlarang?”

“Pin-ni curiga Siauw Ling telah berhasil memasuki istana terlarang serta mendapatkan ilmu pedang peninggalan dari Tan In Cing itu”

Thio Lo Hujin gelengkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak. “Haa... haa.. haa... tidak mungkin! hal itu tidak mungkin terjadi. Sutay terlalu pandang tinggi bajingan yang bernama Siauw Ling itu. Ketahuilah selama puluhan tahun entah sudah ada berapa banyak jago kosen yang berusaha untuk memasuki Istana terlarang, tapi usaha mereka mengalami kegagalan total. Siauw Ling itu manusia macam apa? masa seorang bajingan cilik-pun mampu untuk memasuki Istana terlarang....?"

Setelah berhenti sebentar ujarnya kembali: “Sekalipun Siauw Ling telah mempergunakan jurus pedang dari Tan In Cing darimana sutay bisa tahu?”

Air muka Sam Ciat sutay berubah jadi dingin kaku, katanya: “Tempo hari sebelum Thio locianpwee terjerumus kedalam istana terlarang ia pernah membicarakan tentang ilmu pedang Tan In Cing dengan guruku, suatu kali ditengah pertarungan antara Thio locianpwee melawan Tan In Cing hampir saja ia terluka diujung senjata lawan. Untuk membicarakan soal tadi suhu dan Thio locianpwee telah menghabiskan waktu selama sehari semalam. Boanpwee yang ikut mendengarkan pembicaraan itu dari samping merasa menambah pengetahuan, karena itu kesan tersebut sudah mendalam sekali dalam hatiku. Ketika Siauw Ling berhasil membabat kutung senjataku tadi, kebetulan sekali aku merasa bahwa jurus yang ia gunakan mirip sekali dengan jurus In yau thian san atau gunung thian san tertutup awan. Bukan saja gerakannya ini sulit dipelajari bahkan harus memiliki bakat yang bagus. Padahal sejak Tan In Cing lenyap di Istana terlarang, jurus tersebut ikut punah pula dari partai Hoa san. Siauw Ling sebagai jago yang bukan berasal dari partai Hoi san tapi dapat mempergunakan jurus tadi. Kecuali ia mempelajari dari kitab catatan milik Tan In Cing, tentu saja kepandaian itu tak dapat dipelajarinya, maka pin-ni curiga kalau ia sudah pernah memasuki Istana Terlarang"

Thio Lo hujin termenung sebentar, kemudian berkata. “Andaikata Siauw Ling benar benar pernah memasuki istana terlarang, semestinya dia akan mengambil kitab catatan ilmu seruling dari keluarga Thio kami lebih dahulu”

“Ucapan ini memang benar...” jawab Sam Ciat sutay, sinar matanya segera dialihkan ke arah Siauw Ling dan tanyanya: “Jurus yang barusan kau gunakan apakah jurus gunung Thian san diliputi awan dari aliran partai Hoa san?"

“Sedikitpun tidak salah, pengetahuan sutay luas sekali, jurus itu memang jurus In yau thian san”.

“Jadi kau sudah memasuki istana terlarang?" seru Thio lo hujin sambil tertawa dingin.

“Sedikitpun tidak salah, bahkan aku telah melihat pula jenasah dari Thio locianpwee!"

ooOOOoo



SEKUJUR badan Thio Lo hujin gemetar keras. “Sudah puluhan tahun lamanya ia terjerumus didalam istana terlarang, sekarangpun yang tersisa hanya sesosok tulang putih, darimana engkau bisa mengetahuinya kembali?”

“Apa yang terjadi sama sekali berada di luar dugaan Thio Lo-hujin, pertama istana terlarang tertutup rapat sekali. Kedua tenaga dalam dari beberapa orang locianpwee amat sempurna, maka kendatipun sudah mati lama sekali, namun keadaan mereka masih tetap seperti sedia mula"

“Sungguhkah perkataanmu itu?”

“Selamanya aku orang she Siauw tak pernah bohong”

“Setelah kalian masuk kedalam istana terlarang, bukankah udara ikut mengalir hingga masuk jenasah mereka jadi rusak?”

“Setelah melewat, masa puluhan tahun lamanya, jenasah beberapa orang locianpwee itu sudah mengering, aku rasa tubuh mereka tak mungkin bisa rusak kembali"

"Apakah engkau sudah dapatkan kitab catatan ilmu seruling dari keluarga Thio kami?"

"Setelah kami sekalian berada diistana terlarang, barulah kuketahui bahwa ada orang yang masuk kedalam Istana Terlarang mendahului kami semua....”

"Jadi kalau begitu kitab catatan ilmu seruling dari keluarga Thio kami ikut diambil pula oleh orang itu?” sela Thio lo hujin.

"Sebagian besar kitab catatan dari beberapa orang locianpwee yang terjerumus dalam Istana Terlarang telah diambil orang, sedangkan mengenai kitab catatan ilmu seruling dari Thio locianpwee....”

Setelah memandang sekejap kearah Gak Siauw-cha, ia membungkam.

Per-lahan2 dari dalam sakunya Gak Siauw-cha ambil keluar sejilid kitab catatan, sambil diangsurkan kedepan katanya: "Aku bersedia menghadiahkan kembali kitab catatan ilmu seruling dari Thio locianpwee ini sebagai tanda budi atas pertolongan yang pernah ia berikan kepadaku”

Perubahan yang terjadi diluar dugaan ini membuat semua orang berdiri tertegun, mereka tak tahu api yang musti dijawab dalam keadaan begini.

Bukankah Sam Ciat sutay yang selama ini selalu tenangpun dibikin tertegun sehingga tak dapat mengucapkan sepatah katapun.

Per-lahan2 Gak Siauw-cha melangkah maju kedepan mendekati Giok Siauw long-kun, kemudian sambil angsurkan kitab tersebut kepadanya ia berkata: "Thio heng Siauw moay bukanlah seorang yang lupa budi. Tapi pesan terakhir dari ibu ku yang membuat aku tak bisa memenuhi harapanmu itu. Lagipula sewaktu Siauw moay mengadakan hubungan dengan Thio heng, toh sudah kujelaskan lebih dahulu duduk perkara yang sebenarnya. Terimalah hadiah kitab ini sebagai tanda balas budi atau pertolongan yang pernah kau berikan kepadaku, keluarga Thio didalam dunia persilatan”

Per-lahan2 Giok Siauw long kun angkat kepalanya dan memandang wajah Gak Siauw-cha tanpa berkedip, sinar matanya begitu tajam se-akan2 hendak menembusi hati gadis itu.

Gak Siauw-cha tundukkan kepalanya dan menghela napas sedih. "Thio heng, terimalah barang peninggalan dari mendiang kakekmu, setelah mempelajari isi kitab ini tidaklah sulit bagimu untuk angkat nama dalam dunia persilatan, anggaplah kesemuanya itu sebagai balas budi dari Siauw moay...”

"Terima kasih atas maksud baik nona, biarlah aku terima didalam hati saja...”

Ia berpaling dan memandang sekejap ke arah Thio lo hujin, tiba2 ia membungkam.

Jelas perkataan itu belum selesai diucapkan, tapi dengan paksakan diri ucapan tersebut ditelan kembali mentah2.

Tiba2 Thio lo jin mengulurkan tangannya berkata dengan nada dingin: "Benda itu milik mendiang suamiku, aku berhak untuk mendapatkannya kembali..."

Dengan cepat Gak Siauw-cha tarik kembali tangannya dau geleng kepala, "Siapapun tahu kalau benda peninggalan dari Thio locianpwee terlimpah dalam Istana Terlarang, dan siapapun tahu bahwa untuk memasuki Istana Terlarang, orang akan mempertaruhkan jiwa raganya sendiri. Sekalipun locianpwee adalah nyonya raja seruling, namun engkau sudah tak berhak lagi untuk mendapatkan kitab catatan ini"

"Aku adalah istrinya, kenapa tidak berhak untuk mendapatkan kembali barang peninggalan dari suamiku?"

Dari sepasang matanya memandang keluar cahaya berapi yang penuh mengandung kegusaran, sambil menatap kitab ditangan Gak Siauw-cha tajam2 nenek itu bersiap siaga, rupanya ia bermaksud merampas kitab itu tapi takut merusaknya, maka untuk sementara waktu nenek itu jadi tak tahu apa yang musti dilakukan.

Per-lahan2 GaK Siauw-cha simpan kembali kitab catatan itu kedalam sakunya, lalu menjawab: "Perkataan locianpwee memang masuk di akal. tapi keadaannya pada saat ini sama sekali berbeda”

"Kalau memang ucapanku tidak keliru, budak ingusan, karena kitab catatan itu tidak kau serahkan kembali kepadaku?"

“Seandainya Thio locianpwee sebelum masuk kedalam Istana Terlarang telah menulis kitab catatan ini kemudian kitab itu dibawa masuk kedalam istana terlarang, maka sudah sepantasnya kalau kitab catatan ini harus dikembalikan kepada locianpwee. Sayang sekali kitab itu ditulis setelah Thio locianpwee berada dalam istana terlarang tujuannya tidak lain karena ia tak ingin kepandaian silatnya lenyap dari permukaan bumi. Siapa yang dapat masuk kedalam istana terlarang dialah yang berhak untuk mendapatkan kitab catatan ini....”

“Tapi orang yang masuk kedalam istana terlarang toh bukan nona sendiri....” sela Thio Seng kakek berjubah abu2 itu secara mendadak.

Gak Siauw-cha melirik sekejap kearah Siauw Ling lalu berkata : “Meskipun bukan aku sendiri yang masuk kedalam istana terlarang, tetapi buku ini di hadiahkan kepadaku oleh orang itu sendiri”

“Kitab itu ditulis oleh majikan tua kami, perkampungan Pek-in-sau-cung berhak untuk mendapatkannya kembali, kalau nona tak mau serahkan kepadaku terpaksa aku akan merampas dengan gunakan kekerasan”

Gak Siauw-cha tertawa ewa. “Sebelum kalian datang kemari, tak seorangpun diantara kamu sekalian yang menduga kalau aku menyimpan kitab catatan dari Thio locianpwee. Tujuan kalian adalah memaksa aku turuti maksud kalian serta mengawini Thio beng. Kalau aku tak setuju toh sama saja akhirnya aku bakal mati ditangan kalian semua....''

Sorot matanya dialihkan keatas wajah Sam Ciat sutay, kemudian melanjutkan: “Siauw moay telah berusaha menerima penghinaan dan bersedia membereskan urusan ini sebaik baiknya. Tapi keadaan telah memaksa aku untuk gagal memenuhi harapan itu, sekarang akupun sudah tak tahan lagi...."

Setelah bertarung melawan Siauw Ling tadi, Sam Ciat sutay sudah tahu kalau keadaan pada saat ini kritis sekali andaikata terjadi bentrokan kekerasan maka urusan pasti akan berakhir dengan tragis. Meskipun semua kekuatan inti dari perkampungan Pek-in-san cung telah berkumpul disini. tapi dengan keampuhan ilmu pedang yang dimiliki Siauw Ling serta kesempurnaan dalam tenaga dalamnya bila bertarung satu lawan satu termasuk juga Thio lo hujin belum tentu bisa menangkan dirinya kalau secara mengerubut maka keadaan tentu akan semakin runyam.

Maka setelah menilai situasi yang terbentang didepan mata diapun bertanya dengan tenang: “Apakah rencana sumoay selanjutnya?"

“Aku bersedia mengembalikan kitab catatan itu kepada Thio heng, tapi kalau Thio lo hujin sekalian terlalu memaksa diriku, apa boleh buat... terpaksa kejadian pada hari ini harus diselesaikan secara kekerasan”

Sam Ciat sutay memandang sekejap kearah Thio lo hujin, lalu bertanya: “Bagaimana pendapat lo hujin?”

Thio lo hujin tertawa dingin. “Gak Siauw-cha lupa budi dan mencelakai cucuku, nampaknya kalau ia tidak kembali pada cucuku, penyakit yang diderita cucuku tak akan sembuh. Lagi pula ia sudah mengangkangi pula kitab peninggalan dari mendiang suamiku. Jika cucuku sampai mengalami suatu musibah sehingga keturunan keluarga Thio tertumpas, apa yang dapat kulakukan lagi? Oleh sebab itu bukan saja dia harus kawin dengan cucuku bahkan kitab catatan itupun harus diserahkan kembali kepadaku”

“Boanpwee toh bersedia mengembalikan kitab catatan ini sebagai balas budi atas pertolongan yang pernah ia berikan kepadaku, kalau Thio heng memang tak mau menerima apa yang bisa kulakukan lagi?"

Thio lo hujin tertawa dingin: "Masih ada satu cara lain lagi, yakni kami akan gunakan kekerasan untuk merampas kembali kitab catatan itu, menangkap Gak-Siauw-cha kemudian memunahkan ilmu silatnya dan memaksa dirimu untuk kawin dengan cucuku"

Tiba tiba Siauw Ling maju dua langkah ke depan, tapi sebelum ia sempat membantah Gak Siauw-cha telah menghalanginya.

Thio lo-hujin ulapkan tangannya, tiba-tiba pemuda berpakaian ringkas itu melancarkan totokan merobohkan Giok Siauw long kun.

"Bagaimana pendapat suci?" tanya Gak Siauw-cha dengan suara berat, “harap engkau suka memberi keputusan, sebab jika kedua belah pihak sampai terjadi pertarungan mungkin suci pun tak dapat menguasai keadaan”

Dikala Gak Siauw-cha serta Sam Ciat sutay sedang bercakap cakap itulah, kakek berjubah abu-abu Thio Seng serta manusia bertangan besi telah mengambil posisi mengurung disekeliling tempat itu.

Gak Siauw-cha segera meloloskan pedang ringannya dari pinggang, sedang Soh Bun serta dayang baju merah masing2 mencabut pula pedang mustika mereka.

Dari sakunya Thio lo hujin ambil keluar sepasang senjata palu emas.

Senjata tersebut berbentuk istimewa sekali palu emas itu tidak terlalu besar dan kurang lebih sebesar cawan air teh, dibelakang palu terikat tali kecil berwarna putih.

Terdengar Thio lo hujin bergumam seorang diri: “Sudah puluhan tahun lamanya aku tak pernah menggunakan palu emas pencabut nyawa...”

Ketika mengetahui bahwa Thio lo hujin membawa pula senjata andalannya, Sam Ciat sutay mengerti bahwa ia telah membuat persiapan, atau berarti pertarungan tak bisa di hindari lagi.

Situasi bertambah tegang, setiap saat pertarungan bisa berlangsung....

Dengan pandangan serius Gak Siauw-cha memandang sekejap kearah Sam Ciat sutay lalu berkata: “Sekarang keadaan sudah bertambah kacau, pertarungan tak dapat dihindari lagi. Aku harap suci bersedia mengundurkan diri dari tempat ini”

Sam Ciat Sutay menunjukan sikap serba salah. setelah berpikir sebentar ia menyahut: “Sumoay, kalau engkau kalah.....”

“Mayatku akan terkapar didasar Toan hun gay ini” sambung Gak Siauw-cha cepat.

“Tahukah engkau apas akibatnya jika Thio lo hujin berhasil kau lukai”?

“Aku menyerahkan diri kepada suhu dan menantikan hukuman yang bakal dijatuhkan kepada diriku”

“Kalau kalah mati konyol kalau menang di hukum oleh perguruan, menang kalah tiada manfaat apa pun bagimu, apa gunanya engkau bertempur?”.

“Berbicara dari situasi yang sedang kuhadapi sekarang, kecuali melakukan pertarungan rasanya tiada jalan lain lagi”

“Aku mempunyai satu jalan, apakah sumoay bersedia untuk mendengarkan?...."

“Silahkan suci utarakan!"

“Kalau memang engkau tidak bersalah dalam hal ini, apa salahnya kalau mengikuti suci untuk menghadap suhu. Agar suhu yang munculkan diri menyelesaikan persoalan ini bagaimana menurut pendapatmu?"

Gak Siauw-cha memandang sekejap ke arah Siauw Ling kemudian menjawab: "Kalau aku menyetujui usul dari suci, lalu bagaimanakah dengan saudara Siauw..? dengan tenaganya seorang mana mampu menahan keributan dari pihak perkampungan Pek in san cung?"

"Diantara para jago yang hadir disini pada saat ini mungkin kepandaian silatnya yang paling tinggi” pikir Sam Ciat sutay di dalam hati, sekalipun Thio lo hujin turun tangan sendiripun belum tentu berhasil mendapatkan keuntungan apa-apa....”

"Suci akan usahakan untuk menasehati Thio locianpwee....”

Sorot matanya dialihkan keatas wajah Thio lo hujin kemudian melanjutkan: "Locianpwee sudah dengar perkataan dari Gak sumoay?"

"Sudah!”

"Kalau Gak sumoay bersedia mengikuti aku keperguruan dan menunggu keputusan dari suhu, apakah locianpwee bersedia untuk melepaskan dirinya...?”

“Hmm...! mungkin adikku itu tak akan memandang sebelah matapun terhadap aku yang menjadi ensonya..."

Ia berhenti sebentar, selelah termenung lanjutnya. “Walaupun ia tidak memandang sebelah matapun terhadapku yang menjadi ensonya tetapi bagaimanapun juga aku harus tetap menghormati dirinya. Gak Siauw-cha akan kuserahkan kepadamu, tapi tiga bulan kemudian aku harap suhumu suka berkunjung ke perkampungan Pek in san cung untuk memberi jawaban”

“Boanpwee pasti akan menyampaikan pesan dari locianpwee ini kepada guruku”

Thio lo hujin tertawa dingin. “Kau harus beritahu kepadanya bahwa persoalan ini menyangkut soal ketururan dari keluarga Thio. Ia yang menjadi bibinya ikut bertanggung jawab dalam masalah ini”

Tidak menunggu Sam Ciat sutay menjawab ia segera ulapkan tangannya sambil berseru: “Ayoh kita pergi dari sini”

Siauw Ling dengan pedang pendek masih di silangkan didepan dada memandang perubahan ini dengan wajah tak berubah. Mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.

Sejak dulu senjata hud timnya terpapa kutung diujung pedang Siauw Ling yang tajam, Sam Ciat sutay selalu berwajah murung dan tidak menunjukkan sikap dingin dan sombong seperti sewaktu datang tadi, ia mendehem ringan dan menyambung, "Thio lo hujin, pin-ni ada satu persoalan hendak diucapkan kepada kau orang tua"

Rupanya secara diam2 Thio lo-jin telah menilai pula keadaan situasi yang terbentang didepan mata. Ia tahu seandainya kedua belah pihak sampai saling bertarung dengan gunakan kekerasan maka siapa menang siapa kalah masih menpakan suatu tanda tanya besar apalagi kalau Sam Ciat sutay suci tangan dan tidak ikut campur dalam masalah ini. keadaan sangat mempengaruhi sekali keadaan lawan.

Sekarang Sirn Ciat sutay usulkan akan membawa pergi Gak Siauw-cha untuk dihadapkan kepada gurunya, hal ini malah jauh lebih baik bagi posisinya. Sebab setelah Gak Siauw-cha pergi ia dapat menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya untuk membunuh Siauw Ling lebih dahulu, setelah musuh tangguh ini berhasil disingkirkan dan memutuskan harapan Gak Siauw-cha maka tidak sulit baginya untuk memaksa gadis itu kawin dengan cucunya.

Oleh sebab itu ia segera menyetujui usul dari Sam Ciat sttay dan mengharapkan Gak Siauw-cha cepat2 berlalu dari sana.

Setelah didalam hati kecilnya mempunyai rencana itu, tidak menunggu Sam Ciat sutay banyak bicara lagi, ia menyambung: "Bawalah pergi Gak Siauw-cha dari sini! persoalan selanjutnya ditempat ini tak usah kau sangsikan lagi”

"Maksud pin-ni, aku harap Thio Lohujin bukan saja serahkan Gak Siauw-cha kepada guruku, bahkan pertarungan yang terjadi pada hari inipun tak usah dilangsungkan kembali"

"Gak Siauw-cha adalah adik seperguruanmu. Dengan Siauw Ling toh engkau tak mempunyai hubungan apa-apa?” seru Thio lo-bujin.

"Kalau Thio locianpwee tidak bersedia melepaskan Siauw Ling lebih dahulu, locian pwee tidak akan tinggalkan tempat ini dengan begitu saja” seru Gak Siauw-cha dengan cepat.

“Hmm....! selama hidup belum pernah aku digertak dan diancam orang dengan cara begini”

Gak Siauw-cha alihkan sorot matanya ke arah Sam Ciat sutay, lalu berkata: "Suci, rupanya engkau tak dapat menyelesaikan persoalan ini secara baik2, tapi aku tahu bahwa suci telah mengerahkan segenap kemampuan yang kau miliki dan Siauw moay pun telah berusaha memberi muka kepada suci, tapi situasi telah berubah jadi begini terpaksa suci harus mengundurkan diri dari masalah pertikaian ini"

Beberapa patah kata ini diucapkan dengan nada yang cukup berat, air muka Sam Ciat sutay tanpa terasa berubah bebat.

Tapi bagaimanapun juga dia adalah seorang rahib yang beriman tebal, sesudah termenung sebentar ujarnya: "Kalau memang Thio lo hujin tak mau memberi muka kepadaku dan akupun sudah menderita kalah ditangan Siauw Ling... yaa.... terpaksa untuk sementara waktu aku harus mengundurkan diri dari masalah pertikaian ini"

Selesai berkata perlahan lahan ia mengundurkan diri kesudut ruangan dan berpeluk tangan belaka.

Rupanya Thio lo hujin tak pernah menyangka kalau Sam Ciat sutay bakal ambil keputusan untuk berpeluk tangan belaka, setelah tertegun sejenak ia tertawa dingin dan berkata: “Walaupun senjata hud tim milik sutay berhasil dipapas kutung oleh pedang tajam milik Siauw Ling tapi engkau toh belum terluka ditangan Gak Siauw-cha...."

Sam Ciat sutay tertawa ewa. “Kalau memang Thio lo hujin tak mau mendengarkan perkataan pin-ni dengan sendirinya pin-ni pun tak akan memaksa sumoay untuk menuruti perkataanku lagi....”

Siauw Ling yang selama ini tidak mengucapkan sepatah katapun tiba tiba maju selangkah kedepan dan berkata: “Pertikaian ini bisa terjadi karena aku orang she Siauw tidak mati, tapi pada saat ini locianpwee toh mempunyai kesempatan ini tidak kau pergunakan?"

“Hmmm ...! kau anggap aku tidak berani?"

Gak Siauw-cha enjotkan badannya melewati Siauw Ling, dan ia berseru: “Urusan ini timbul lantaran aku dengan Siauw Ling sama sekali tak ada sangkut pautnya. Kalau locianpwee ingin turun tangan, sepantasnya kalau menghadapi diriku”

Siauw Ling tersenyum. “Cici. sekalipun engkau memikul dosa-dosa itu belum tentu mereka bersedia untuk melepaskan Siauw-te. Ini hari mereka tidak membunuh diriku toh hari esok masih banyak kesempatan untuk membunuh aku, jalan paling bagus yang harus kita tempuh sekarang adalah berusaha membuat mereka mengerti kalau orang orang dari perkampungan Pek-in-sancung tidak mampu membunuh aku orang she Siauw setelah hal ini dapat dibuktikan mereka baru bersedia lepas tangan. Cici! bayangi saja diriku dari sisi gelanggang bila Siauw-te tak mampu mempertahankan diri barulah cici turun tangan”

Sementara Gak Siauw-cha hendak membantah, tiba tiba suara dari Sam Ciat sutay telah menggema disisi telinganya: “Sumoay, mundurlah kebelakang. Ilmu silat yang dimiliki Siauw ling tidak berada di bawah kepandaianmu dalam keadaan seperti ini memang mereka harus dikasih tahu bila Siauw Ling adalah seorang jago yang lihay. Sebab hanya inilah satu satunya jalan untuk menghindari akibat yang lebih tragis. Jika engkau bersikeras turun tangan...bisa jadi pertarungan massal akan terjadi”

Gak Siauw-cha mengerti bahwa apa yang d katakan Sam Ciat sutay adalah suatu keadaan yang nyata, oleh karena itu perlahan lahan dia mengundurkan diri kebefakang.

Semangat tempar Siauw Ling seketika berkobar, sambil siapkan pedang pendeknya ia berseru, “Locianpwee. siiahkan turun tangan”

Thio Lo hujin tertawa dingin, perlahan-lahan ia maju dua langkah kedepan, senjata palu emas pencabut nyawanyapun berputar silih berganti kesana kemari...

Siauw Ling menghimpun hawa murninya, dan berpikir: “Tenaga dilara yang dimiliki nenek tua ini sempurna sekali, dia memang musuh yang patut disegani..."

Tiba2.. bayangan manusia berkelebat lewat kakek berjubah abu abu itu sambil loncat masuk kedalam gelanggang serunya: “Untuk menghadapi seorang angkatan muda, kenapa hujin musti turun tangan sendiri? serahkan saja kepada budak tua”

“Pedang pendek ditangannya tajam sekali” ujar Thio lo hujin dengan wajah serius, “Hud tim dari Sam Ciat sutay pun terpapas olehnya, mungkin engkau bukan tandingannya.”

“Bila budak tidak mampu menghadapinya belum terlambat bila hujin turun tangan menggantikan diriku”

“Oooon toako!" mendadak Pek-li Peng berseru, “orang lain sedang menghadapi dirimu dengan pertarungan cara roda berputar, kau musti ber-hati2...!"

Thio Seng takut majikan tuanya terbakar oleh ucapan tersebut dan menghalangi dia untuk turun tangan, tanpa banyak bicara lagi seruling baja ditangan kanannya segera menotok dada depan pemuda tersebut dengan jurus Tiat sukay hoa atau pohon besi mulai berbunga.

Pedang pendek Siauw Ling segera berputar dengan jurus ”Hoat lun kiu coan" atau roda sakti berputar sembilan kali, berlapis lapis cahaya putih tercipta diudara menghalangi babatan dari seruling baja itu, sementa ia tubuhnya masih tetap berdiri tegak di tempat semula.

Sejak kecil Thio Seng telah mengikuti raja seruling Thio Hong bahkan mendapat perhatian khusus dari majikannya, karena itu banyak petunjuk ilmu silat yang berhasil ia dapatkan.

Sejak Thio Hong terjerumus didalam istana terlarang, Thio Seng makin giat melatih diri dan memperdalam ilmu serulingnya, selama empat puluh tahun latihan itu tak pernah dihentikan barang sehari pun. kendatipun kedudukannya hanya seorang pembantu namun kesempurnaan tenaga dalam serta ilmu silatnya jauh lebih dahsyat dari pada majikan mudanya, dia merupakan salah satu jago yang paling lihay dalam perkampungan Pek in san-cung.

Setelah masing2 pihak melangsungkan pertarungan, Thio Seng segera menyadari bahwa ia telah berjumpa dengan musuh tangguh. Seruling bajanya segera berputar kencang, dalam waktu singkat sembilan buah serangan berantai telah dilancarkan.

Siauw Ling sendiri walaupun berhasil mendapatkan kitab catatan ilmu seruling dari raja seruling Thio Hong, tetapi selama ini tak sempat membacanya, karena itu terhadap perubahan gerak ilmu seruling lawan boleh dibilang buta sama sekali, sekalipun begitu dengan andalkan ketajaman pedang pendeknya ia berusaha memapas kutung senjata lawan.

Sejak menyaksikan pertarungan antara Siauw Ling melawan Sam Ciat sutay dimana senjata kebutan rahib tersebut kena tersayat Kutung, Thio Seng agak jeri terhadap ketajaman pedang lawan. Setiap kali ia berusaha untuk menghindari bentrokan kekerasan dengan senjata lawan, dengan demikian daya tekanan yang dipancarkanpun tak dapat mencapai tingkat yang sebenarnya, walaupun sembilan buah serangan berantai telah dilancarkan tapi tak selangkahpun ia berhasil mendesak musuhnya.

Siauw Ling tetap berdiri tegak ditempat semula. Menjumpai serangan ia punahkan dengan serangan, menjumpai ancaman dibalas dengan ancaman, sejuruspun ia tak mengendorkan pertahanannya.

"Berhenti!” mendadak Thio Lo hujin membentak keras.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar