Bayangan Berdarah Jilid 26

JILID 26

Tetapi sebelum memperoleh persetujuan dari Siauw Ling, iapun tidak berani ambil keputusan sendiri. Terpaksa masalah itu ia simpan dalam hati dengan mulut tetap membungkam.

Untuk beberapa saat lamanya suasana dalam kalangan jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.

Lama…. lama sekali, Im Yang-cu baru menghela napas panjang dan berkata;

“Perbuatan Be-heng masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa San Cung telah tersiar luas dalam dunia persilatan, semua rekan Bu-lim sama2 kagum atas keberanian dan semangat gagah dari Be-heng ini”

“Aaai….! sebenarnya siauwte cuma menemani seseorang belaka…. bicara terus terang, kali ini kami bisa tinggalkan perkampungan Pek Hoa San Cung dalam keadaan selamat, kecuali peroleh bantuan dari Sun Put Shia sang tiangloo dari Kay Pang kamipun telah mendapat bantuan seorang tokoh sakti”

“Siapakah orang itu?”

“Selamanya siauwte tidak suka bicara bohong, orang itu sekarang dan detik ini berada disini cuma saja sebelum peroleh persetujuannya siauwte tak berani ambil keputusan untuk mengutarakan namanya….”

Ia meraba surat dalam sakunya lalu menambahkan, “Surat inipun juga surat yang ditujukan kepadanya, siauwte tak berani bertindak sembarangan”.

“Begitu misteriuskah orang itu?” seru Cheng Yap Cin sambil menyapu sekejap keseluruh kalangan.

“Menurut apa yang cayhe ketahui, orang itu sudah menutupi wajah aslinya dengan penyaruan ia terpaksa berlaku misterius sebab ada kesulitan2 yang sukar diutarakan kepada orang lain”.

“Kalau demikian adanya, Be-heng pun tak perlu memperkenalkan orang itu kepada kami!”

Sengaja Cheng Yap Cin mengucapkan kata2 itu dengan suara keras, agaknya ia sengaja berbuat demikian untuk memancing kemunculan orang tersebut dengan sendirinya.

Siapa sangka Siauw Ling bersembunyi dipunggung bukit ia sama sekali tidak mendengar apa yang mereka ucapkan, tentu saja tak mungkin sianak muda itu munculkan diri.

Setelah musuh tangguh berlalu, sipadri pemabok, sipengemis kelaparan serta Suma Kan sekalianpun munculkan diri dari semak belukar disisi jalan.

Sinar mata Cheng Yap Cing segera dialihkan ke atas tubuh Suma Kan dan mengawasinya tajam tajam, bibirnya bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu namun akhirnya maksud itu dibatalkan.

Buru-buru Be Boen Hwie berseru, “Mari…. mari…. siauwte perkenalkan kalian berdua, saudara ini adalah siperamal sakti dari lautan Timur Suma Kan.”

Kemudian berpaling ke arah Cheng Yap Cing sambungnya.

“Saudara ini adalah Cheng Yap Cin Thay-hiap dari Bu Tong Pay.”

“Suma-heng” Cheng Yap Cing menyapa seraya menjura.

Suma Kan adalah seorang manusia yang bertinggi hati, semula ia bermaksud datang kedaratan Tionggoan untuk bikin peristiwa yang menggemparkan seluruh kolong langit sekalian populerkan nama sendiri.

Siapa sangka apa yang diharapkan tidak tercapai dan ia sudah jumpai peristiwa yang menggetarkan hatinya, seketika itu juga ambisi yang semula berkobar dalam hatinya padam dan lenyap tak berbekas.

Menyaksikan Cheng Yap Cin gagah dan hebat iapun segera balas memberi hormat sambil menyahut, “Selamat berjumpa muka!”

“Suma-heng, apakah kau baru pertama kali ini menginjakkan kakimu didaratan Tionggoan?”

“Siauw-te dilahirkan didaratan dan dibesarkan disebuah pulau ditengah samudra, kali ini aku pulang kedaratan Tionggoan walaupun masih merasakan keadaan kampung halaman namun terhadap setiap manusia yang ada disini merasa tertarik sekali, kenangan masa lampau sudah buram dalam ingatanku”.

“Dunia persilatan didaratan Tionggoan terlalu banyak mengandung dendam dan budi, aku rasa ketentraman dipulau anda yang terletak diluar samudra jauh lebih menyenangkan daripada tempat seperti ini”.

“Sebelum siauwte pulang, ingin sekali kulihat dan kukenali jago-jago lihay dari daratan Tionggoan….”

“Kabar yang tersiar belum boleh dipercaya. mungkin Suma-heng akan merasa kecewa.”

Ucapan ini membuat Suma Kan murung, ia menghela napas panjang.

“Aaai….! bicara terus terang, jago-jago Bulim didataran Tionggoan banyak dan lihay, gagah dan cerdik, jauh lebih hebat daripada apa yang tersiar.”

“Suma-heng, kau terlalu memuji?”

Mendadak terdengar sipengemis kelaparan teriak2 keras ;

“Heeey…. heeey…. musuh tangguh sekarang sudah mundur, kita harus cari tempat untuk bersantap sampai kenyang, ayoh cepatan dikit, perutku sudah men-jerit2.”

“Tidak salah” sambung sipadri pemabok “Setan arakku sudah mulai angot, ayoh cepat sediakan arak wangi.”

Teriakan kedua orang ini sudah sering berkumandang dimanapun juga. mereka tidak pandang bulu berada dimana dan dihadapan siapapun juga.

Cheng Yap Cin melirik sekejap ke arah padri pemabok serta pengemis kelaparan, kemudian tanyanya kepada Be Boen Hwie.

“Apakah kedua orang itu adalah sipadri pemabok serta pengemis kelaparan yang tersohor.”

“Tidak salah, perlukan siauw-te perkenalkan kalian bertiga?”

“Tidak perlu,” tukas sipadri pemabok dingin.

“Thaysu….” Cheng Yap Cin segera berpaling dan berseru.

“Tak usah terlalu menyanjung diriku, aku sihweesio, tidak kuat menerima hal itu. bila kau merasa senang dengan aku sihweesio, kita boleh mengikat persahabatan dalam soal makan, dan panggil saja aku sihweesio arak.”

Sepasang alis Ceng Yap Cin berkerut kencang, setelah merandek sejenak ia berseru, “Sudah lama aku dengar thaysu suka bicara seenaknya dan tidak pakai aturan, setelah perjumpaan hari ini, aku barusadar bahwa nama besarmu bukan nama kosong belaka.”

“Hweesio arak tetap hweesio arak, thaysu…. thaysu melulu…. Huuu! aku sihweesio tidak sanggup menerimanya.”

Untuk beberapa saat lamanya Cheng Yap Cin tak sanggup meraba isi hatinya, maka terpaksa ia membungkam.

Mendadak terdengar sipengemis kelaparan tertawa ter-bahak2, teriaknya ;

“Eeeei…. hweesio arak. celaka…. celaka…. kau sudah menyinggung perasaan Cheng thay-hiap agaknya kau sihweesio sudah bosan hidup, aku sih tak ikut mengantar kematianmu, selamat tinggal, aku berangkat lebih duluan.”

Selesai bicara tidak menanti jawaban dari Be Boen Hwie sekalian lagi ia putar badan dan berlalu.

“Hey sipengemis tua tunggu aku” teriak padri pemabok. ia berpaling dan sambil ulapkan tangan ujarnya kepada Cheng Yap Cin ;

“Seandainya kau ingin bersahabat dengan aku dalam soal makan, lebih baik carilah akal untuk memberi arak wangi kepadaku, apabila aku sihweesio gede melihat arak, sikapku tentu akan berubah.”

“Terima kasih atas petunjukmu, akan cayhe ingat selalu di dalam hati” jawab Cheng Yap Cin sambil tertawa.

Sipadri pemabok segera putar badan dan berlalu dari sana. dalam sekejap mata kedua orang pendekar kuokay itu sudah lenyap tak berbekas.

“Be-heng!” Cheng Yap Cin berbisik, “Kedua orang itu benar2 pergi?”

“Aaai….! sudah terlalu biasa kedua orang itu bersikap sok edan2an. jejak mereka sukar diraba. Benarkah mereka berlalu sukar diduga. Aaai dalam menghadapi pertarungan sengit di dalam perkampungan Pek Hoa San Cung, kecuali Soen Put Shia serta tokoh sakti itu, boleh dikata jasa dari padri pemabok serta pengemis kelaparan tidak kecil.”

Mendadak Im Yang-cu rangkap tangannya didepan dada dan berkata ;

“Shen Bok Hong bersama antek2nya telah mengundurkan diri, aku rasa ia tak bakal kembali lagi, disebabkan atas munculnya kembali Shen Bok Hong dalam dunia persilatan sauw-lim ciangbunjien serta Bu-tong ciangbunjien bersama2 telah menyebarkan undangan Bu-lim keseluruh penjuru dunia, harap cuwi sekalian suka sama2 berkumpul digunung bu-tong dan membicarakan siasat untuk membasmi gembong iblis pengacau dunia itu. Aku dengan ketajaman pendengaran serta penglihatan Shen Bok Hong, rencana ini tidak akan berhasil mengelabui dirinya, masih banyak persoalan yang harus pinto selesaikan, oleh karena itu aku mohon pamit terlebih dahulu.”

Sehabis berkata ia menjura kepada para jago, dengan membawa Cheng Yap Cin serta Tiam It Loei mereka segera berlalu dari sana.

Dalam pada itu dari balik batu karang dikedua belah sisi jalan per-lahan-lahan muncul dua puluh orang lelaki kekar yang menyandang busur serta anak panah.

Kiranya orang itu merupakan jago-jago pilihan diantara anak buah Be Boen Hwie yang sengaja disembunyikan ditempat itu, mereka telah bersiap sedia bilamana para pengejar dari perkampungan Pek Hoa San Cung mengejar sampai kesitu maka hujan anak panah segera akan menyambut kedatangan mereka.

Siapa sangka kejadian ada diluar dugaan semua orang, Shen Bok Hong dengan membawa para jago telah berlalu dari sana.

Sementara itu Siauw Ling serta Sang Pat pun sudah tinggalkan punggung bukit dan turun kebawah.

Sang Pat membuntuti kencang dibelakang Siauw Ling, terdengar ia berbisik lirih ;

“Pada saat ini toako suah jadi pahlawan gagah ditengah para jago yang hadir pada saat ini, apabila ambil kesempatan ini toako berseru maka pasti akan terdapat banyak orang yang suka mengikuti diri toako, dengan kepandaian silat yang toako miliki serta kecerdikan yang melebihi orang lain, rasanya tidak sukar bagimu untuk mendirikan pula suatu kekuatan diluar sembilan partai besar serta perkampungan Pek Hoa San Cung….”

“Aaai….!” Siauw Ling menghela napas panjang. “Meskipun siauwheng baru saja terjunkan diri ke dalam dunia persilatan, tetapi dalam pengamatanku selama setengah tahun ini dapat kutarik kesimpulan bahwasanya kebanyakan orang Bu-lim telah terbelenggu oleh Nama serta keuntungan, terutama sekali nama, hal ini paling mencelakai orang, setiap menusia ingin menjadi pemimpin Bu-lim, setiap orang ingin dihormati orang lain, kekacauan semacam ini tiada akan berakhir untuk selamanya.”

Sang Pat merasakan pipinya jadi panas setelah mendengar ucapan itu, ia tertawa dan menyambung, “Siauwte akui telah terbelenggu oleh harta, meskipun harta kekayaan itu kudapatkan dengan cara tidak halal namun belum pernah kudapatkan secara kekerasan atau merampas. Meskipun begitu dengan menggunakan akal memaksa orang lain untuk menyerahkan benda mustikanya secara sukarela sedikit banyak termasuk perbuatan orang2 rendah….”

“Tetapi sejak berkenalan dengan toako, siauw te pernah membicarakan hal ini dengan Tu Kioe kami berjanji sejak hari ini tidak akan memikirkan soal harta lagi kami akan kerahkan segenap tenaga yang ada untuk membantu toako dan melakukan suatu pekerjaan yang besar serta cemerlang!”

Siauw Ling tersenyum, mulutnya tetap membungkam, sedang dalam hati pikirnya ;

“Penyakit yang sudah dideritanya hampir puluhan tahun lamanya, aku rasa tidak bakal bisa berubah dalam waktu singkat….”

Sembari berbicara, tanpa terasa mereka berdua sudah berada diantara para jago lainnya.

Be Boen Hwie segera merogoh sakunya ambil keluar sepucuk surat dan diangsurkan kedepan. katanya ;

“Disini ada sepucuk surat, harap Siauw-heng suka menerimanya.”

Siauw Ling terima surat itu, menyaksikan gaya tulisan diatas sampul ia dapat menerka kalau orang yang menulis surat tersebut jelas adalah seorang wanita, hatinya tertegun keheranan.

“Surat ini dari siapa?” segera ia bertanya.

“Belum siauw-te lihat!”

Dengan sepasang alis berkerut Siauw Ling segera membuka sampul surat itu dan membaca isinya, terbaca olehnya ;

“Kemarin malam tatkala aku mendusin dengan pikiran segar, kudengar ayah membicarakan tentang dirimu walaupun kau sudah menyaru dan menyusup ke dalam perkampungan Pek Hoa San Cung, tetapi gagal untuk mengelabuhi sepasang mata ayahku, maksud ayah tidak membocorkan rahasia ini bukan lain karena beliau ingin menggunakan darah dalam tubuhmu untuk menolong selembar jiwaku….”

Membaca sampai disitu, Siauw Ling sudah bisa tebak berasal dari manakah surat itu, tanpa terasa hatinya bergidik, pikirnya.

“Sungguh mengerikan sekali, agaknya sebelum tok Ciu Yok Ong berhasil mengganti darah puterinya dengan darahku, sepanjang masa ia akan selalu mengincar diriku….”

Ia menghela napas dan membaca surat itu lebih jauh.

“Demi aku, ayah sudah memeras otak dan merasakan penderitaan yang hebat, akumerasa tak tega melihat beliau selalu tersiksa. Tetapi akupun tidak berani menerima sumbangan darahmu untuk menyelamatkan jiwaku mumpung ini hari pikiranku rada segar dan badan terasa agak sehat, kutulis sepucuk surat ini untukmu.

“Aku dengan dirimu tidak pernah saling kenal, tetapi dalam tubuhku sudah terdapat darahmu badanku yang lemah sudah bagaikan lampu yang kehabisan minyak. setiap saat bisa padam dan musnah. Tetapi teringat akan penderitaan ayah diam diam kucurkan aira mata dan merasa menyesal pula terhadap diri anda. Sebagai penebus dosa maka aku ingin membantu dirimu sebagai rasa penyesalanku.

“Menurut apa yang kuketahui, diantara panglima kosen yang berhasil diciptakan Shen Bok Hong, boleh dikata barisan Ngo Liong Toa Tin merupakan kekuatan yang paling dahsyat.

“Yang dimaksudkan Lima naga adalah lima orang manusia aneh yang memiliki ilmu silat yang sangat lihay, sejak ditundukan Shen Bok Hong mereka dibawa pulang ke dalam perkampungan Pek Hoa San Cung, kemudian setelah membuang waktu selama banyak tahun akhirnya terciptalah barisan Ngo Liong Toa Tin tersebut diantaranya ia sudah mendapat banyak bantuan dari ayahku, oleh karena itu aku sedikit banyak memahami keadaan yang sebenarnya.

Untuk membantu dirimu aku ada maksud merobohkan lima naga tersebut, maka dengan menggunakan sedikit akal kulenyapkan daya tempur dari lima naga tersebut walaupun begitu aku tak turun tangan keji sehingga melenyapkan jerih payah dari Shen Cung-cu dalam sekejap mata setelah berpikir berulang kali akhirnya kudapatkan akal yang sempurna, untuk sementara waktu lima naga itu akan kehilangan daya tempurnya selama sepuluh hari, setelah sepuluh hari mereka akan pulih kembali daya tempurnya sedikit penghargaan ini harap kau suka menerimanya sebagai balas budi dariku….

Surat tersebut terputus sampai disitu, dan dibawah surat tiada tercantum nama.

Walaupun surat itu tidak berakhir namun apa yang dimaksud dapat Siauw Ling pahami dengan cepat.

Kini sianak muda itu baru tahu apa sebabnya barisan Ngo Liong Toa Tin dari Shen Bok Hong tidak kuat menahan gempuran mereka, ternyata secara diam2 ada orang lain yang telah melenyapkan daya tempur mereka.

Perlahan-lahan ia lipat surat itu dan dimasukkan ke dalam saku.

Be Boen Hwie sekalian yang hadir disitu mesti tidak tahu apa yang dibicarakan dalam surat tersebut namun, menyaksikan Siauw Ling membungkam mereka pun tidak mendesak untuk bertanya.

Tiba-tiba terdengar ujung baju tersempok angin, diikuti Kiem Lan dengan langkah ter-buru-buru lari kesisi Siauw Ling dan berbisik lirih ;

“Kesehatan badan thay hujien amat lemah, tak mungkin kita lanjutkan perjalanan lagi, kita harus cepat-cepat mencari suatu tempat untuk beristirahat selama beberapa hari”.

“Bagaimana keadaannya?” tukas Siauw Ling dengan wajah berubah hebat.

“Kini keadaannya sudah tenang….”

“Aaai…. kalau begitu bagus sekali”

“Menurut pemeriksaan budak serta Giok Lan atas kesehatan dari Loo hujien, kami rasa beliau tak boleh menemui kejadian yang mengejutkan hatinya lagi, kita harus mencari suatu tempat yang terpencil untuk beristirahat selama beberapa hari, menunggu kesegaran badannya sudah pulih barulah kita lanjutkan perjalanan”.

Siauw Ling termenung sejenak, kemudian kepada Be Boen Hwie katanya, “Kesehatan tubuh ibuku sedang mundur dan sukar untuk melakukan perjalanan lagi, siauwte ada maksud beristirahat selama beberapa hari disekitar tempat ini. Bila Be-heng serta cuwi sekalian ada urusan yang harus diselesaikan, harap sialhkan berlalu!”

“Tempat ini letaknya amat berdekatan dengan perkampungan Pek Hoa San Cung, aku takut Shen Bok Hong sudah menyebarkan mata2nya disekitar sini, lebih baik lakukanlah perjalanan beberapa li lagi”.

Belum sempat Siauw Ling menjawab, Kiem Lan sudah berebut menyambung ;

“Be-ya, maaf apabila budak lancang dan banyak bicara, membicarakan dari kesehatan badan loo hujien, tak mungkin beliau sanggup untuk melakukan perjalanan lagi”.

Agaknya Be Boen Hwie pun dapat menangkap betapa seriusnya keadaan tersebut, lama sekali ia termenung kemudian baru menyahut.

“Kalau memang demikian adanya, cayhe pun tidak leluasa untuk banya bicara lagi, semoga Siauw-heng bisa menahan beberapa orang jago lihay untuk membantu dirimu. sehingga seandainya terjadi sesuatu hal diluar dugaan ada orang yang memberi bantuan”.

“Bila jumlahnya terlalu banya, malahan jejak kami gampang konangan, maksud baik Be-heng biarlah siauw-te terima di dalam hati.”

“Kalau begitu silahkan Siauw-heng berangkat lebih dahulu, sedang siauw-te akan bertahan untuk sementara waktu ditempat ini, dari pada mata2 yang dikirim Shen Bok Hong berhasil menemukan jejak kalian.”

“Kalau begitu merepotkan diri Be-heng, budi kebaikan yang kau berikan ini hari pasti akan siauw-te balas dikemudian hari.”

Setelah tiba dibelakang bukit, dengan mengajak Tion Chiu Siang Ku, Kim Lan serta giok Lan mereka berjalan menuju ke atas bukit.

“Cuwi sekalian harap tunggu sebentar” tiba-tiba terdengar sipencuri sakti Siang Hwie berseru “Walaupun usia siauw-te sudah lanjut, aku tak boleh membawa kepandaian dasar petiku masuk keliang kubur.”

“Siang-heng ada petunjuk apa lagi?” tanya Siauw Ling seraya berpaling.

Sinar mata Siang Hwie mengerling sekejap ke arah Kim Lan serta Giok Lan lalu sambil tertawa sahutnya ;

“Aku sipencuri tua lihat kedua orang bocah perguruan itu penurut sekali, maka ingin kuwariskan kepandaian mencuri kepada mereka entah nona2 gede itu suka tidak mendapat warisan ilmu mencopet dari aku sipencuri tua?”

“Seandainya Siang-heng punya maksud demikian, aku rasa mereka akan menerimanya dengan senang hati.”

Setelah melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, Siauw Ling pun mulai merasa betapa pentingnya ilmu mencuri dan mencopet, kepandaian mencuri dari sipencuri sakti Siang Hwie tiada tandingannya dikolong langit, tentu saja ia tak berani memandang rendah dirinya.

Terdengar Kim Lan serta Giok Lan menyahut berbareng.

“Apabila loocianpwee punya maksud demikian kami sekalian merasa amat berterima kasih sekali.”

“Haaa…. haaa…. bagus. kalau memang demikian adanya. aku sipencuri tua akan ikut serta pula dalam rombongan kalian.”

Siperamal sakti dari Lautan Timur Suma Kan pun maju menjura ke arah Siauw Ling, lalu berkata ;

“Siauwte pun ada maksud menemani kalian beberapa orang, entah kamu semua suka menerima diriku atau tidak?”

“Apabila Suma-heng ada maksud menggabungkan diri, dengan senang hati tentu saja siauw-te sambut kedatanganmu.”

Mendadak Kim Lan mempercepat langkahnya mendekati Be Boen Hwie, lalu bisiknya lirih ;

“Setiap budak yang berasal dari perkampungan Pek Hoa San Cug, tak seorangpun mempunyai harapan yang berlebihan, apabila mereka dapat diterima saja sudah merasa amat berterima kasih sekali, semoga Be Cong Piauw Pacu bisa bersikap baik terhadap Hong Coe moay-moay!”

“Tentang soal ini nona boleh legakan hati.” sahut Be Boen Hwie sambil tersenyum. ‘Cayhe pasti akan berusaha keras untuk baik2 merawat dirinya….”

Dalam pada itu Suma Kan telah berada di sisi Siauw Ling. terdengar ia bertanya dengan suara lirih, Heng-thay, apakah kau benar2 adalah Siauw Ling yang asli?”

“Bicara terus terang, cayhe adalah Siauw Ling yang asli.”

“Nah itulah dia…. SIauw-heng, coba kau lihat bagaimanakah perubahan air muka dari Be-heng?”

Siauw Ling memperhatikan sekejap wajah Be Boen Hwie, lalu geleng kepala.

“Siauwte tidak berhasil melihat sesuatu” sahutnya.

Wajahnya suram dan diliputi kegelapan, dalam sepuluh hari pasti terjadi perubahan besar atas dirinya. Aaai….! tatkala masih berada dalam perkampungan Pek Hoa San cung, siauwte sudah memperingatkan kepadanya bila ada bencana berdarah bakal menimpa dirinya.

“Bukankah dia sudah terluka?” sambung Siauw Ling cepat, “Aku rasa ramalah Suma-heng atas bencana berdarah yang menimpa dirinya boleh dikata sudah berlalu.”

Namun dengan cepat suma Kan menggeleng.

“Kesuraman yang menyelimuti wajahnya saat ini jauh lebih tebal dari pada sewaktu ada di dalam perkampungan Pek Hoa San Cung, bahkan hawa kesialan sudah mencapai ubun2nya, dalam beberapa waktu lagi pasti ada perubahan besar akan menimpa dirinya, paling cepat tiga hari dan paling lambat sepuluh hari kejadian itu pasti akan berlangsung.”

Walaupun dalam hati Siauw Ling merasa kurang percaya dengan hasil ramalannya, tapi menyaksikan kesungguhan orang itu tatkala mengucapkan kata2 tersebut hatinya bergerak juga, pikirnya

“Walaupun apa yang dikatakan tak boleh dipercaya seratus persen, rasanya tidak salahnya kalau mempercayai juga….”

Maka ia segera berkata, “Suma-heng, apabila kau punya keyakinan, ada baiknya memberitahukan hal ini kepadanya, agar ia bisa waspada”

“Aaai….! Be Boen Hwie berwatak gagah dan ia tek gentar menghadapi segala apapun, ucapan dari siauwte belum tentu mau dipercaya olehnya!”

“Lalu maksud Suma-heng?”

“Apabila Siauw-heng bisa menasehati dirinya secara serius dan ber-sungguh2, mungkin ia mau menuruti nasehatmu”

Siauw Ling termenung sebentar kemudian mengangguk.

“Baiklah!” sahutnya, dengan langkah lebar ia mendekati Be Boen Hwie lalu berkata dengan wajah serius, “Be-heng, siauwte mempunyai beberapa patah kata yang sebenarnya tidak sesuai untuk diutarakan kepadamu, semoga Be-heng bisa memaafkan diriku setelah kata2 tersebut kuutarakan keluar!”

“Siauw-heng ada persoalan apa? bila siauwte dapat melakukannya tentu akan kulaksanakan tanpa membantah”.

“Wajah Be-heng kelihatan suram dan gelap, selama sepuluh hari ini harap kau suka ber-hati2″.

“Apakah siperamal sakti dari lautan timur yang memberitahukan kepadamu?” tanya Be Boen Hwie sambil tertawa.

Sementara berbicara secara diam2 Siauw Ling pun memperhatikan wajahnya. ia temukan diantara alis orang itu secara lapat2 memang diliputi oleh hawa sial, segera sahutnya, “Aku sendiri yang melihat akan hal itu!”

“Baiklah!” jawab Be Boen Hwie setelah termenung sejenak. “Aku akan selalu ber-hati2 dalam setiap tindakan, harap Siauw-heng jangan kuatir!”

“Apabila kesehatan badan ibuku sudah pulih dan siauwte telah menghantarkan mereka kesuatu tempat yang aman, siauwte pasti akan berusaha untuk menemukan Be-heng kembali”

“Ciangbunjien dari partai Siauw-lim serta partai Bu-tong telah menyebarkan surat undangan Bu-lim-tiap untuk membuka suatu pertemuan para jago, semoga Siauw-heng bisa menghadiri pertemuan tersebut”.

“Untuk keadaan sekarang sulit bagiku untuk mengambil keputusan, biarlah kuputuskan setelah sampai pada saatnya….”

Ia menjura dan menambahkan.

“Siauwte akan beragkat duluan!”

Demikianlah dengan Tu Kioe membopong Siauw Thay-jien, Giok Lan membopong Siauw Hujien, Sang Pat serta Siang Hwie buka jalan. Siauw Ling serta Suma Kan mengiringi dibelakang mereka yang segera lanjutkan perjalanannya memasuki lembah gunung.

Kurang lebih tiga puluh li kemudian sampailah mereka disuatu tempat yang terpencil dan sunyi sekali.

Siang Hwie berhenti, seraya menjura ke arah Siauw Ling, katanya, “Hampir puluhan tahun lamanya Shen Bok Hong bercokol dalam perkampungan Pek Hoa San Cung, daerah sekitar ratusan li mungkin sudah berada di dalam pengawasan mereka….”

Maksud Siang-heng, apakah kita hendak mencari suatu tempat untuk beristirahat di dalam lembah gunung ini?” sela Siauw Ling.

“Sedikitpun tidak salah. asalkan kita semua bersembunyi di dalam lembah gunung ini, mungkin kita bisa menghindari pengamatan dari mata-mata yang dikirim Shen Bok Hong”.

“Kesehatan ibuku sangat menurun, aku rasa membutuhkan banyak bahan obat2an untuk menyembuhkan, bila kita berada ditengah gunung yang begini terpencil bagaimana mungkin bisa dapatkan obat2an tersebut dengan gampang?”

“Tentang soal ini Siauw-heng tak perlu murungkan, soal pembelian obat2an serahkan saja kepada aku sipencuri tua.”

“Siang-heng bukan saja lihay dalam ilmu mencuri yang mana tiada tandingannya dikolong langit. bahkan ilmu menyarupun tiada bandingannya” sambung Sang Pat sambil tertawa. “Aku rasa mata2 dari perkampungan Pek Hoa San Cung tidak bakal bisa kenali dirinya lagi.”

Pada waktu itu Giok Lan serta Tu Kioe telah memilih sebuah tanah rumput yang empuk dan meletakkan Siauw-Thay-jien serta Siauw-Hujien ke atas tanah kemudian membebaskan jalan darah mereka yang tertotok.

Sedang Siauw Ling membersihkan wajahnya dari obat penyamaran sehingga pulih kembali keadaan wajah yang sebenarnya, setelah itu ia ber-jaga2 disisi orang tuanya.

Kembali lewat beberapa saat per-lahan-lahan Siauw thay-jien menghembuskan napas panjang dan mendusin.

Menyaksikan ayahnya mendusin Siauw Ling segera jatuhkan diri berlutut dihadapannya.

“Putra yang tak berbakti Siauw Ling menhunjuk hormat buat ayah” serunya.

Sepasang mata Siauw-thay-jien dengan tajam menatap wajah Siauw Ling, lama sekali ia baru menghela napas panjang dan bertanya;

“Benarkah kau adalah Leng-jie?”

“Tidak salah, putranda adalah Siauw Ling!”

“Aaai….! perubahan pada wajah maupun tubuhmu terlalu banyak, dahulu badanmu lemah dan berpenyakitan, tapi sekarang kau gagah dan kuat….”

Ia tersenyum dan menambahkan, “Apabila diperiksa lebih cermat, memang raut wajah tempo dulu masih membekas diatas mukamu.”

“Putramu tidak berbakti, sehingga membuat ayah dan ibu menderita. hal ini benar2 membuat puteramu merasa tidak tenteram” keluh Siauw Ling dengan air mata yang bercucuran.

Sepasang mata Siauw thayjien menyapu sekejap ke arah para jago yang ada dibelakang putranya, kemudian tersenyum ramah.

“Mara bahaya yang ada di dalam tingkat pemerintahan jauh lebih hebat dari pada dunia persilatan, ayahmu sudah sering mengalami pelbagai peristiwa yang lebih mengerikan, sedikit penderitaan yang kualami masih belum terhitung seberapa” katanya.

“Siangkong cepat bangun” tiba-tiba terdengar Giok Lan berbisik. “Keadaan Loo hujien rada kurang beres.”

Air muka Siauw Ling berubah hebat, ia enjotkan badan melewati Siang Hwie serta Suma Kan dan melayang turun disisi tubuh ibunya, setelah berlutut memayang ibunya ia berteriak cemas, “Oooh ibu…. ibu….”

Begitu cemas dan gelisah hatinya, sampai tak tahan lagi air mata jatuh bercucuran dengan derasnya.

Sang Pan menjawil ujung baju Suma Kan lalu berbisik lirih ;

“Kau bisa meramal, entah bagaimana kepandaianmu dalam ilmu pertabiban?….”

“Siauwte tidak berani terlalu mengunggulkan diri sendiri, dalam hal ilmu pertabiban aku cuma mengerti tapi tidak menguasai”.

“Kalau begitu pergilah nasehati Siauw toako lebih dahulu, kemudian baru kita rundingkan kembali soal pengobatan”.

“Tentang soal ini siauwte mengerti” Suma Kan mengangguk, ia segera berjalan menghampiri Siauw Ling dan berkata dengan wajah serius, “siauw-heng, harap kau jangan gelisah sehingga mengacaukan pikiranmu, menurut terhitungan siauwte, hujien punya hok-gie yang besar dan yang panjang, sekalipun keadaan lebih burukpun tidak akan sampai sejelek yang kau bayangkan, harap legakan hatimu”.

Siauw Ling berpaling memandang sekejap ke arah Suma Kan kemudian mengangguk.

“Perkataan Suma-heng sedikitpun tidak salah” sahutnya.

Ia turunkan ibunya ke atas tanah kemudian bangun berdiri, serta menyeka air mata diatas pipinya dan berkata lebih jauh, “Ibuku selalu berada dalam keadaan tidak sadar, siapakah diantara kalian yang menguasai keadaan disekitar sini dan suka mengundang datang tabib untuk mengobati sakitnya?”

Lambat2 Siauw Thay-jien berjalan menghampiri isterinya, setelah melirih sekejap ke arah wajah nyonya itu ia menghela napas panjang.

“Ling-jie, jangan gugup” serunya.

Sebenarnya para jago sedang merundingkan persoalan itu dengan suara lirih, mendengar teguran dari Siauw Thay-jien, maka suasana seketika itu juga berubah jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun,

“Ayah, kau ada petunjuk apa?” tanya Siauw Ling seraya menjura.

“Sejak kau pergi tanpa pamit, ibumu selalu merindukan akan dirimu, rasa rindu yang ber-larut2 ini lama-kelamaan berubah jadi penyakit, sekalipun berulang kali kunasehati dirinya, tapi ia tak sanggup mengendalikan rasa gembira serta riangnya seperti dahulu….”

“Putra tak berbakti, sehingga membuat ibu susah dan menderita. dosaku amat berat dan bertumpuk2….”

Siauw Thayjien tersenyum.

“Oleh karena itulah tatkala orang2 perkampungan Pek Hoa San Cung berhasil menemukan dusun Tan Koei Cung, meskipun ayahmu berhasil menemukan gerak gerik mereka sangat mencurigakan, tetapi ibumu mempercayainya seratus persen dan menunjukkan senyuman yang belum pernah ia perlihatkan sejak kepergianmu tempo dulu. aku merasa tidak tega membongkar rahasia itu maka dengan terpaksa ikut mereka melakukan perjalanan. Aai…. sekalipun selama berada di dalam perkampungan Pek Hoa San Cung kami tidak pernah merasakan siksaan atau penderitaan apapun, tetapi hidup dalam kamar yang gelap dan setiap hari tak pernah melihat sinar matahari sedikit banyak hal itu menekan pula jiwa kami.”

“Ananda tak dapat menggirangkan ayah dan ibu sebaliknya malah menyusahkan ayah dan ibu berdua. aiii…. kejadian ini sangat menyedihkan hatiku…. sekalipun mati, dosa ini belum juga dapat ditebus.”

“Karena cemas dan mendongkol ditambah rindu pula kepada putranya maka ketika berada di dalam kamar penjara ibumu, sudah menderita sakit, ditambah pula peristiwa yang amat mengerikan itu, maka ia jatuh tidak sadarkan diri, putraku. kau tak usah gugup ataupun gelisah, asal ia mendusin dan dapat berjumpa muka dengan dirimu serta mengenali kau sebagai putranya, sakit yang ia derita tentu akan sembuh sebagian besar dengan sendirinya.”

“Perkataan ayah sedikitpun tidak salah”

Mendadak Giok Lan bangun berdiri, sambil menjura ke arah Siauw Ling ujarnya ;

“Di dalam kota Koei-Chiu terdapat seorang tabib kenamaan, biarlah budak menyusup ke dalam kota dengan jalan menyaru dan undang dia datang kemari….”

“Tak usah! tak usah berbuat demikian” tiba-tiba dari balik semak berkumandang gelak tertawa seseorang. “Tabib kenamaan macam apapun yang ada dikolong langit tiada seorangpun yang bisa menandingi kepandaian loohu, kalau cuma penyakit sekecil itu Loohu percaya cukup sekali tusuk jarum, penyakitnya seketika akan sembuh dan nyonya itu akan mendusin.”

Dengan hati terperanjat para jago sama2 angkat kepala, tampaklah diatas sebuah batu besar kurang lebih beberapa tombak dibelakang mereka berdiri seorang lelaki berbaju hitam yang kecil dan kurus kering, dia bukan lain adalah Tok Chiu Yok Ong.

Karena merasa kuatir akan keselamatan Siauw Hujien, pendengaran para jago telah kehilanan daya tajamnya, sehingga sejak kapan Tok Chiu Yok Ong tiba disitu tak seorangpun yang tahu.

Sang Pat per-tama yang tertawa dingin lebih dahulu, tegurnya, “Setelah kau datang kemari, jangan harap bisa berlalu dengan seenaknya!”

Sembari berkata ia mengerdipkan ke arah Tu Kioe kemudian mereka berdua ber-sama2 loncat kesebelah kiri dan menghadap jalan perginya.

Tok Chiu Yok Ong tertawa terbahak2 menyaksikan perbuatan kedua orang jago itu.

“Seandainya loohu takut bisa datang tak dapat berlalu, tidak nanti aku menguntit kalian sampai disini?” serunya.

Sembari berkata, ia melayang turun kebawah.

Siauw Ling segera melangkah kedepan menghadang dihadapan ayahnya, lalu menegur dingin.

“Janganlah membawa maksud jahat datang kemari kalau tidak akan kusurh kau mati tanpa tempat kubur.”

Tok Chiu Yok Ong tidak menggubris, ancaman sianak muda itu, seraya menatap wajahnya ia bergumam ;

“Tidak salah lagi, ternyata kau benar2 telah menyaru sebagai pesuruh dari Be Boen Hwie tatkala kau masih ada di dalam perkampungan Pek Hoa San Cung, loohu telah mengetahui jejakmu!”

“Pada waktu itu seandainya kau bocorkan rahasia ini kepada Shen Bok Hong mungkin kalau semua tidak akan gampang menerobos keluar dari perkampungan Pek Hoa San Cung.”

“Tidak salah, seandainya Shen Bok Hong tahu kau telah muncul disitu, ia pasti akan kearhkan segenap kekuatan yang ada di dalam perkampungan Pek Hoa San Cung untuk membinasakan dirimu.

“Heee…. heeeh…. sayang seribu kali sayang kesempatan sebaik itu tak akan didapatkan lagi, Shen Bok Hong telah me-nyia2kan kesempatan yang paling baik untuk membinasakan diriku”.

“Loohu tidak mau membocorkan rahasiamu bukan karena disebabkan hatiku welas dan kasihan terhadap dirimu, melainkan karena aku butuh kau dalam keadaan hidup2, kemudian meminjam darah segar dalam tubuhmu untuk menolong selembar jiwa putriku”.

“Diantara kita tiada hubungan apapun, dengarkanlah nasehat cayhe dan matikan saja niatmu itu”.

“Loohu cuma punya seorang putri, sebelum tujuanku tercapai sepanjang masa loohu tak akan berhenti berusaha”.

“Berbicara dari keadaanmu saat ini, berani benar kau utarakan kata2 secongkak dan sesumbar itu?” tegur Siauw Ling dengan alis berkerut.

Tok Chiu Yok Ong mendongak dan tertawa ter-bahak2.

“Haa…. haa…. orang2 Bu-lim ada siapa yang tidak mengatakan aku sombong, tinggi hati dan suka sesumbar? buat apa kau mengatakan hal itu kepada diriku?” jengeknya.

“Siauw-heng, jejak kita sudah konangan” mendadak Siang Hwie menyela. “Satu2nya cara yang bisa kita lakukan sekarang adalah membinasakan dirinya. sehingga tiada kesempatan sama sekali baginya untuk mewartakan jejakmu kepada musuh, apa gunanya kau bersilat lidah lagi dengan orang macam itu?”

Seraya berkata ia siap menubruk kedepan.

“Siang-heng, tunggu sebentar….” cegah Siauw Ling sambil ulapkan tangannya, per-lahan-lahan ia alihkan sinar matanya ke atas wajah Tok Chiu Yok Ong kemudian katanya, “Berdasarkan hal apakah kau hendak menggunakan darah segar dari aku orang she Siauw untuk menolong jiwa putrimu?”

“Ilmu pertabiban yang loohu miliki tiada tandingannya dikolong langit dewasa ini, sedang ilmu silatkupun sama saja tidak berada dibawah orang lain, maka dengan andalkan kepandaian yang manapun aku bisa dapatkan darah dalam tubuhmu!”

“Seandainya aku tidak memberi kesempatan kepadamu untuk berkutik, sampai matipun jangan harap harapanmu itu bisa tercapai….” jengek Siauw Ling seraya tertawa hambar.

“Loohu percaya suatu hari aku dapat memaksa kau untuk memberikan darah dalam tubuhmu secara sukarela untuk menolong jiwa putriku!”

Air muka Siauw Ling berubah hebat.

“Sungguh tak nyana, putrimu berwatak halus dan ramah, ia pandai membedakan mana jahat dan mana baik, sebaliknya ia mempunyai seorang ayah yang egois dan buas, perbuatanmu benar2 sudah menodai kesuciannya….”

Ia merandek sejenak, kemudian tambahnya, “Apakah kau merasa yakin bahwa ilmu silatmu sangat lihay dan sanggup untuk menundukkan aku orang she Siauw, baiklah, cayhe akan kasih satu kesempatan kepadamu untuk melakukan duel satu lawan satu, masing-masing pihak boleh andalkan kepandaian silat yang dimilikinya untuk cari kemenangan. Seandainya kau yang menang maka cayhe akan menyerahkan diri secara sukarela, darahku boleh kau ambil untuk menolong jiwa putrimu, tetapi bagaimana kalau sebalinya kau yang kalah ditangan aku orang she Siauw?”

“Selama melakukan pekerjaan loohu cuma tahu berhasil, perduli dnegan cara dan tindakan apapun akan kulakukan usaha tersebut” jengek Tog Chiu Yok Ong sambil tertawa dingin.

“Orang lain boleh mentertawakan diriku, boleh mencaci maki diriku, tapi aku tak sudi bertaruh dengan orang lain, sekalipun ini hari gagal, hari esok masih panjang, suatu saat loohu pasti akan berhasil mendapatkan akal untuk merobohkan dirimu.”

Ucapan ini seketika itu juga membuat Siauw Ling tertegun.

“Aku sungguh tak nyana atas kedudukan serta nama besarmu dalam dunia persilatan, ternyata Tok Chiu Yok Ong yang tersohor bisa mengucapkan kata2 semacam itu” teriaknya.

Tok Chiu Yok Ong tidak menggubris ejekan orang, sinar matanya menyapu sekejap ketubuh Siauw Hujien yang berbaring diatas rumput lalu mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain.

“Keadaan penyakit yang diderita ibumu tidak enteng, apabila tidak cepat-cepat disembuhkan mungkin penyakit itu akan kritis dan membahayakan jiwanya.

“Hmm! apakah kau ingin menggunakan keadaan dari ibuku untuk memaksa aku orang she Siauw sumbangkan darah buat putrimu!”

“Seandainya bisa demikian dengan senang hati akan loohu terima usulmu itu!”

“Kalau cuma sedikit penyakit yan diderita Siauw Hujien, agaknya tak perlu sampai merepotkan dirimu” sela Suma Kan dari samping.

Dari sakunya ia ambil keluar senjata gelang emasnya, kemudian berdiri menghadang dihadapan tubuh Siauw Hujien.

Sambil mendengus dingin Tok Chiu Yok Ong menyapu sekejap wajah para jago yang ada diempat penjuru, kemudain ia bertanya ;

“Benarkah kau ingin ajak aku bertaruh?”

“Orang ini keji, licik dan banyak akal” pikir Siauw Ling di dalam hatinya. “Tenaganya membantu amat besar kesuksesan perkampungan Pek Hoa San Cung, apabila tidak kubasmi cepat-cepat dengan meminjam kesempatan baik ini, dikemudian hari tentu ia bakal mendatangkan bencana bagi umat Bu-lim, walaupun dengan perbuatan ini aku merasa bersalah terhadap putrinya, tapi apa boleh buat.”

Berpikir sampai disitu, segera sahutnya hambar, “Bila kau ingin mengajak aku bergebrak, dengan cara apapun pasti akan cayhe layani!”

“Jadi orang, loohu paling tidak suka terikat oleh suatu ikatan, apabila kau ingin ajak aku bertanding, lebih baik kita tak terikat oleh peraturan peraturan dunia persilatan, menggunakan senjata rahasia, siapa lebih ampuh dialah yang menang.”

“Bagus sekali, kau suka menerangkan dahulu akan hal ini, dapat ditunjukkan kalau anda masih memiliki jiwa seorang enghiong.”

“Anda terlalu memuji!”

“Masih ada satu persoalan, mungkin Yok Ong sudah luma mengutarakannya keluar?” mendadak sipencuri sakti Siang Hwie menyela.

“Persoala apakah itu?”

“Bertarung dengan cara mengerubut, siapa banyak jumlahnya dialah yang menang.”

“Ha ha ha ha…. loohu paling benci peraturan Bu-lim tentu saja sesuka hati kalian kalau mau bergebrak dengan jalan mengerubut.”

“Baik, kalau begitu biarlah cayhe mohon petunjukmu lebih dahulu” seru Suma Kan sambil ayunkan senjata gelang emasnya.

Tapi sebelum serangannya mencapai sasaran mendadak terdengar Giok Lan menjerit lengking ;

“Hujien?!!”

Ia berjongkok dan memeluk tubuh Siauw Hujien.

Dengan cepat Siauw Ling berpaling, ia saksikan tangan serta kaki ibunya gemetar keras, wajahnya pucat pias bagaikan mayat, sepasang matanya terpejam rapat dan keringat dingin mengucur keluar tiada hentinya, se-akan2 ia sedang menahan suatu siksaan yang hebat.

Hatinya jadi terperanjat, tak kuasa lagi air matanya jatuh bercucuran membasahi wajahnya.

“Tangan dan kaki gemetar ini menandakan nyonya itu terserang penyakit angin duduk” seru Tok Chiu Yok Ong sambil tertawa tergelak. “Apabila dibiarkan ber-larut2 sekalipun ada tabib sakti yang bisa sematkan selembar jiwanya, namun seluruh badannya lemas dan sepanjang masa ia tak bisa bangun lagi.

Beberapa patah kata itu bagaikan sebilah golok yang menusuk keulu hati Siauw Ling.

“Apakah Loocianpwee punya kemampuan untuk menyembuhkan penyakitnya” per-lahan-lahan ia bertanya sambil menyeka air mata.

“Obat tiba penyakit lenyap, tanggung ia akan pulih kembali seperti sediakala!”

“Kalau begitu mohon Loocianpwee suka turun tangan menolong jiwanya!”

“Soal menyembuhkan sakit sih gampang sekali, cuma harga yang loohu minta sangat tinggi, kuatkah kalian membayarnya?”

“Bukalah harga” sela Sang Pat secara tiba-tiba. “Intan, permata, mutiara, emas murni atau benda berharga apapun, asal kau inginkan tanpa menawar aku orang she Sang akan berikan kepadamu.”

“Buat apa emas, intan permata dan segala benda tak berharga itu? dalam pandangan loohu benda2 yang tak bernilai sepeserpun.”

“Lalu apa yang kau inginkan?”

“Aku menginginkan darah dalam tubuhnya untuk menolong jiwa putriku” sahut Tok Chiu Yok Ong sambil melirik sekejap ke arah Siauw Ling.

Ucapan ini seketika itu juga membuat para jago tadi tertegun dan tak tahu apa yang harus diucapkan.

Terdengar Tok Chiu Yok Ong tertawa dingin dan berkata kembali ;

“Meskipun harga yang loohu ajukan amat tinggi, namun tidak kupaksa pada orang lain maukah kalian terima permintaan loohu itu terserah pada keputusan kalian sendiri “

Siauw thayjien yang selama ini berdiri tenang disisi kalangan, tiba tiba buka suara dan berkata, “Ling jie, usia ibumu sudah lebih dari setengah abad, keadaannya bagaikan kayu yang sudah hampir jadi perahu, sekalipun mati juga tidak mengapa. Sebaliknya usiamu masih muda, tanggung jawabmu amat besar, janganlah disebabkan suatu persoalan kecil sehingga mengaco masalah besar”

Siauw Ling tidak menyahut, mendadak ia tertekuk lutu dihadapan ayahnya dan berseru ;

“Harap Tia memaafkan dosa ananda yang tak dapat menuruti permintaanmu, cinta kasih ibu tiada bandingannya dikolong langit, sekalipun ananda harus matipun ananda rela asal selembar jiwa ibu dapat tertolong”

Para jago yang ada diempat penjuru dapat merasa betapa penting dan seriusnya masalah tersebut, mereka sama2 membungkam dan tidak berani ikut menyela barang sekecap katapun.

Lama sekali Siauw Thayjien termenung, akhirnya ia berkata, “Bangunlah lebih dahulu! apabila kau memang punya maksud untuk berbakti, tentu saja aku tak bisa banyak bicara, terserah pada keputusanmu sendiri!”

Siauw Ling segera mengucapkan terima kasih dan merangkak bangun, setelah itu kepada Tok Chiu Yok Ong katanya, “Baiklah, aku suka menyumbangkan darah dalam tubuhku untuk menolong selembar jiwa putrimu….”

“Kau sendiri loo yang menyetujui permintaanku itu, bukan Loohu yang paksa dirimu” sela Tok Chiu Yok Ong sambil tersenyum.

“Setiap patah kata yang telah kuucapkan, selamanya tidak pernah kusesalkan lagi, apakah kau tidak percaya?”

“Loohu percaya padamu!”

Ia segera melangkah menuju ketempat dimana Siauw Hujien berbaring, seraya maju hardiknya ketus.

“Ayoh minggir semua!”

Kiranya Siang Hwie serta Suma Kan berdiri sejajar menghadang dihadapan Siauw Hujien dan menghadang dirinya, tapi berhubung keadaan situasi pada saat ini sudah berubah, terpaksa mereka menurut dan menyingkir kesamping.

Setibanya disisi tubuh Siauw Hujien, Tok Chiu Yok Ong memeriksa sejenak air muka dari nyonya itu, kemudian tertawa.

“Nah, bagaimana kalau kalianpun menyaksikan bagaimanakah tabib sakti nomor wahid dikolong langit dewasa ini turun tangan?”

Giok Lan yang berdiri disisi Siauw Hujien mendadak menyela dengan suara dingin, “Ilmu pertabibanmu memang lihay, tapi kepandaianmu menggunakan racun jauh lebih lihay lagi, budak pernah dengar dari mulut Shen Bok Hong yang mengatakan Tok Chiu Yok Ong mempunyai kepandaian untuk menyalurkan racun lewan sesuatu benda.”

“Tidak salah, Loohu memang memiliki kepandaian semacam itu, tapi aku tidak bakalan sudi melukai seorang nyonya tua yang sama sekali tidak bertenaga untuk melawan.

“Mungkin saja penyakit yang diderita Loo-Hujien tidak seberat dan seserius apa yang kau katakan tadi, namun kau sengaja melukiskan keadaan tersebut sedemikian serius dan parahnya dengan maksud memaksa Siauw Kongcu untuk sumbangkan darahnya guna menolong selembar jiwa putrimu.”

Tok Chiu Yok Ong mendengus dingin, dari dalam sakunya ia ambil keluar sebatang jarum perak dan berkata lebih jau, “Asal jarum dari Loohu ini ditusukkan ke dalam tubuhnya, ia segera akan sadar kembali….”

“Tok Chiu Yok Ong, seandainya kau berani mencelakai ibuku secara diam2, tahukah kau apa yang bakal kulakukan?” sela Siauw Ling dengan nada serius.

Hmmm! tidak nanti kau bisa melukai Loohu”.

“Putrimu akan kubunuh lebih dahulu, agar jerih payahmu selama puluhan tahun untuk menolong jiwa putrimu berantakan, dan akan kupersilahkan kau mencicipi bagaimana raasanya kalau sorang ayah kehilangan putrinya yang tercinta”.

“Aaaai….! orang lain mungkin tak bisa menakut2i aku si Tok Chiu Yok Ong tapi kau, mungkin sama mempunyai kemamapuan tersebut”. Siauw Ling tidak ambil gubris, ia menjulurkan tangannya sambil berbisik lirih kepada diri Kim Lan, “Pinjamkan pedangmu kepadaku!”

Kim Lan mengiakan dan mencabut keluar pedangnya yang kemudian dipersembahkan kepada sianak muda itu.

Sepasang mata Siauw Ling berkilat, ia menatap wajah Tok Chiu Yok Ong tajam2 lalu berkata.

“Hey Tok Chiu Yok Ong, pernahkah kau menyaksikan ilmu pedang yang dimiliki aku orang she Siauw?”

“Dengan kepandaian tusuk jarum Loohu yang tiada tandingannya dikolong langit, ingin kutukarkan dengan melihat sejurus ilmu pedangmu!”

Dalam pada itu suasana dalam kalangan diliputi ketegangan, sinar mata semua orang sama2 dicurahkan ketangan Siauw Ling. wajah semua orang diliputi kesedihan dan kedukaan yang tak terhingga.

Sinar mata Siauw Ling dialihkan ke arah sebuah pohon pendek yang berada kurang lebih tiga tombak dihadapannya, kemudian ia berseru.

“Baik! nah perhatikanlah secara seksama?”

Diam2 hawa murninya disalurkan keseluruh tubuh, lalu perhatiannya ditumpahkan ke atas lengan sebelah kanan.

Tampak pedangnya per-lahan-lahan diangkat ke atas mendadak pergelangannya bergetar dan pedang tersebut terlepas dari genggamannya.

Terciptalah serentetan cahaya ke-perak2an yang amat menyilaukan mata, dengan membawa hawa pedang serta desiran yang tajam segera meluncur empat lima tombak tingginya keangkasa.

Berada ditengah udara pedang tadi berputar dua lingkaran, kemudian laksana sambaran kilat meluncur ke arah pohon pendek itu.

Serentetan cahaya tajam mengelilingi pohon tersebut dengan cepatnya, dimana sinar keperak perakan berkelebat lewat dahan ranting dan dedaunan sama2 rontoh ke atas tanah.

Menanti cahaya pedang sudah sirap dan pedang itu kembali kewujudnya sebagai senjata, maka pohon siong yang pendek tadipun tinggal sebuah pohon yang gundul dan tak nampak lagi ranting atau daun barang sedikitpun jua.

Para jago sama-sama dibikin berdiri melongo dengan mata terbelalak oleh demonstrasi ilmu pedang terbang tersebut, lama sekali mereka baru perdengarkan seruan memuji dan helaan napas.

Sedang Tok Chiu Yok Ong pun mengangguk sambil berkata ;

“Seingat loohu selama lima puluh tahun belakangan dalam kolong langit cuma ada empat orang jago kangouw yang memiliki kepandaian sedahsyat itu, tiga orang diantaranya terjerumus ke dalam istana terlarang dan hingga kini belum diketahui kabar beritanya….”

Ia merandek sejenak, tiba-tiba serunya sambil pertinggi suaranya, “Apa hubunganmu dengan Cung San Pek?”

Siauw Ling rada tertegun tatkala mendengar ia menyebutkan nama Cung San Pek, namun dengan cepat sahutnya juga.

“Dia adalah guruku!”

“Usiamu masih amat muda namun keberhasilanmu dalam ilmu silat melanggar kebiasaan dari keadaan umum, apabila dengan loohu tidak salah maka kecuali Cung San Pek maka kau masih mengalami pelbagai penemuan aneh yang berada diluar dugaan.”

Diam2 Siauw Ling terkejut dengan pernyataan tersebut pikirnya, “Sungguh lihay orang ini, apakah iapun dapat mengetahui kalau aku pernah makan jamur batu berusia seribu tahun….”

Ia tidak menjawab sebaliknya berseru.

“Dengan andalkan ilmu pedangku ini, apakah tidak dapat kucabut selembar jiwa putrimu?”

“Aku rasa lebih dari cukup, tapi belum tentu kau bisa melukai loohu dengan kepandaianmu itu”

Habis bicara jarum perak ditangannya segera ditusukkan kedepan dada Siauw hujien.

Ilmu tusuk jarum yang dimiliki orang ini benar2 lihay sekali, tatkala jarum tersebut menembusi jalan darahnya, Siauw hujien segera menghembuskan napas panjang.

“Ilmu pertabibanmu benar2 luar biasa, tidak malu kau disebut si raja obat….

“Dibawah tangan Loohu tak pernah ada penyakit yang tak bisa kusembuhkan!….”

Tampaklah jarum perak ditangan Tok Chiu Yok Ong bekerja cepat, dalam sekejap mata ia sudah menusuk dua belas jalan darah ditubuh Siauw hujien. setelah itu jarum tadi baru disimpan kembali dan ambil keluar sebuah botol porselen lalu dilemparkan ke arah Siauw Ling.

“Apa isi botol ini? bagaimana cara penggunaannya?” tanya Siauw Ling sambil menyambut botol tersebut.

“Tok Chiu Yok Ong tertawa hambar, jengeknya, Seumpama kata loohu ada maksud mencelakakan dirimu, maka pada saat ini kau sudah keracunan….”

Sinar matanya menyapu sekejap ke arah para jago kemudian tertawa ter-bahak2, tambahnya.

“Namun kau boleh berlega hati, Loohu masih membutuhkan darah segar dalam tubuhmu untuk menolong jiwa putriku, maka tidak nanti kuracuni badanmu!….”

Siauw Ling tahu kalau ia memiliki kepandaian untuk meracuni seseorang dengan meminjam sesuatu benda, maka mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.

Terdengar Tok Chiu Yok Ong berkata lebih jauh.

“Dalam botol porselen itu berisikan lima butir pil, bukan saja bermanfaat untuk menambah tenaga dan tambah usia, seandainya tiap hari menelan sebutir maka menanti kelima butir pil itu sudah habis ditelan maka tenaga serta kesehatan ibumu akan pulih kembali seperti dua puluh tahun berselang, kau harus baik2 menyimpan benda itu”.

“Terima kasih atas pemberian obat mujarab ini”.

“Sebagai tanda bukti apabila ucapan loohu tidak bohong, lima hari kemudian loohu baru akan datang lagi kemari sambil membawa putriku”

Tatkala berbicara sinar matanya memancarkan cahaya pengharapan yang tak terkirakan, sewaktu memandang Siauw Ling wajahnyapun memancar keluar rasa kasih sayang bercampur rasa gelisah.

Siauw Ling menghembuskan napas panjang katanya ;

“Perkataan seorang lelaki sejati berat laksana gunung thay-san, harap Yok-Ong berlega hati, apabila lima hari kemudian ibuku benar2 sehat dan segar kembali seperti apa yang Yok Ong katakan, cayhe pasti akan persembahkan darah segar dalam tubuhku dengan sukarela”.

“Bagus, loohu percaya dengan perkataanmu itu”.

Ia putar badan dan sekali enjot sudah berada dua tombak dari tempat semula lalu dalam sekejap mata lenyap tak berbekas.

Menanti bayangan tubuh Tok Chiu Yok Ong sudah lenyap dari pandangan, Sang Pat segera maju dan menjura kepada diri Siauw Ling, katanya ;

“Toako, benarkah kau hendak berikan darah di dalam tubuhmu untuk menolong putri dari Tok Chiu Yok Ong?”

“Setelah kusanggupi permintaannya, mana boleh kubohongi orang itu?”

“Toako, dewasa ini kau telah memikul tanggung jawab yang amat berat sekali” sela Tu Kioe dengan hati cemas. “Nasib dan keselamatan seluruh umat Bu-lim terletak diatas pundakmu, mana boleh kau mengorbankan diri demi orang lain?”

“Sepanjang masa aku sipencuri tuapun paling pegang janji, setiap perkataan yang telah kuucapkan selamanya tak pernah disesalkan kembali” sambung sipencuri sakti Siang Hwie. “Namun keadaan dari Siauw-heng pada saat ini berbeda sekali, meskipun kau ingkari janji, aku rasa kawan2 Bu-lim tetap akan menghormati dirimu.”

“Maksud baik cuwi sekalian biarlah kuterima di dalam hati saja. aku rasa persoalan ini tak usah dibicarakan lagi.”

Sang Pat tak bisa berbuat lain, ia berjalan ke hadapan Siauw thay-jien dan berkata lirih ;

“Loo-pek, keselamatan Siauw toako seorang mempengaruhi nasib dan keselamatan seluruh Bu lim berada dalam keadaan seperti ini rasanya cuma Loo-pek seorang yang mungkin dapat menghalangi niatnya ini, harap Loo-pak suka mengutarakan beberapa patah kata untuk menghalangi niat dari Siauw toako ini.”

“Tentang soal ini…. sulit sekali bagitu untuk buka suara” sahut Siauw-thayjien dengan alis berkerut. “Dengan darahnya ia tukar obat mujarab untuk menolong jiwa ibunya, perbuatan ini merupakan suatu perbuatan yang berbakti pada orang tua ia sudah menyanggupi orang untuk memberikan darahnya sebagai balas jasa. hal ini merupakan suatu perbuatan yang menyangkut soal kepercayaan, apabila kau suruh aku ajari putraku untuk ingkar janji…. aku…. aku yang jadi ayahnya terasa sukar untuk mengatakan keluar”

Ucapan ini membuat Sang Pat tertegun, lama sekali ia baru bisa menyahut.

“Nasehat Loo-pek benar sekali.”

Dalam pada itu meski ucapan Siauw-thayjien gagah dan pakai aturan, namun teringat nasib putra kesayangannya dimana beberapa hari lagi akan meninggalkan mereka untuk se-lama2nya tak urung hatinya merasa sedih dan terharu juga. Ia segera melengos dan duduk disisi batu cadas sambil memandang awan diangkasa.

Si Pit besi berwajah dingin Tu Kiow, walaupun berwajah dingin dan hambar padahal dia adalah manusia yang berhati welas, peristiwa yang menimpa Siauw Ling ini amat mencemaskan hatinya, melihat Siauw thayjien tak mau menasehati putranya terpaksa ia berjalan kesisi Giok Lan dan berkata dengan suara lirih ;

“Nona Giok Lan, aku lihat persoalan ini hanya Hujien seorang yang mungkin bisa menghalangi niatnya, menanti Hujien mendusin nanti lebih baik kita ceritakan kisah ini kepadanya.”

Sebelum Giok Lan menjawab, Siauw Ling telah berkata lebih duluan.

“Giok Lan, apabila ibuku mendusin nanti aku melarang kau untuk memberitahukan peristiwa ini kepadanya.”

Giok Lan tak berani membangkang terpaksa ia menurut.

“Akan budak ingat terus!”

“Toako, maukah kau dengarkan beberapa patah kata dari siauwte?” seru Tu Kioe dengan alis berkerut.

“Apabila persoalan itu tiada sangkut pautnya dengan peristiwa tersebut, siauwheng akan mendengarkan dengan senang hati.”

“Kalau demikian adanya, siauwte pun tak usah banyak bicara lagi!”

“Aku lihat memang ada baiknya kalian tak usah membicarakan soal ini lagi!”

“Saudara Tu, tak usah berbicara lagi” sela Sang Pat dengan nada keras. “Toako sudah mantapkan hatinya untuk berbuat demikian, sekalipun kita nasehati labih jauhpun tak berguna.”

Sementara itu Siang Hwie mendongak memandang cuaca lalu berkata, “Tok Chiu Yok Ong membutuhkan sekali darah dalam tubuh Siauw-heng, aku rasa ia tak bakal membocorkan jejak kita semua, mata2 Shen Bok Hong lebih luarpun tidak bakal berhasil menemukan tempat persembunyian kita. asal kita bertindak lebih hati2 rasanya berdiam tiga lima hari lagi pun jejak kita tak bakal konangan.”

“Hanya saja tempat ini kekurangan bahan makanan bagi kita orang2 kangouw sih mencari burung atau binatang buruanpun sudah cukup untuk menangsal perut, tetapi Siauw Loo cianpwee serta hujien tidak biasa dengan penghidupan cara begini, aku sipencuri tua ada maksud untuk pergi mencuri sedikit bahan makanan, entah siapakah diantara kalian yang suka menemani aku si pencuri tua?”

“Aku orang she Sang pandai berbohong tapi tidak punya kepandaian mencuri, ingin sekali kuikuti diri Siang-heng untuk menyaksikan bagaimana hebatnya kepandaian mencurimu” seru Sang Pat sambil tertawa.

Kedua orang itu sengaja menghalangi Siauw Ling untuk berlalu dari sana, kemudian setelah berkata kepada diri Siang Hwie ;

“Eei pencuri tua, tindakan yang kau ambil dalam menghadapi peristiwa ini membuat cayhe merasa kurang setuju”.

“Persoalan apa?”

“Lima hari lagi Tok Chiu Yok Ong akan balik lagi ber-sama2 putrinya, bukankah kaupun mendengar perkataan itu?”

“Aku dengar!”

“Siauw toako tidak ingin mengingkari janji, maka kita harus berusaha keras untuk meninggalkan tempat ini agar Tok Chiu Yok Ong menubruk tempat kosong, apabila waktu ditunda lebih lama mungkin ia bisa berubah pikiran!”

“Aku sipencuri tua tidak setuju dengan caramu itu”.

“Apakah kau mempunyai cara lain yang jauh lebih baik?”

“Akal bagus sih tidak, cuma cara ini mungkin jauh lebih bagus daripada caramu tadi”.

“Kalau begitu cepatlah kau utarakan?”

“Siauw toakomu itu walaupun berusia sangat muda tapi jadi orang sangat pegang janji dan tidak ingin urusannya dihalangi orang lain, sekalipun dalam lima hari ini kita berhasil menghindari penguntitannya, namun lama kelamaan si Tok Chiu Yok Ong tersebut bakalan berhasil juga menemukan dirinya, maka dari itu aku sipencuri tua mempunyai akal lain yang jauh lebih bagus, agar bibit bencana ini lenyap untuk selamanya”.

“Sudahlah, jangan jual mahal lagi. cepatlah katakan!”

“Kita harus berusaha untuk menemukan Be Boen Hwie, dan minta ia kirim beberapa orang jago lihay bersembunyi dijalan yang penting menanti Tok Chiu Yok Ong datang memenuhi janji, kita serang dirinya secara serentak dan membinasakan dirinya saat itu juga. atau paling sedikit membinasakan putrinya. orang ini berhati keji dan sudah banyak melakukan kejahatan, rasanya sekalipun kita bokong dan kita keroyok sampai matipun bukan suatu perbuatan yang patut disesalkan.”

“Demi selamatkan selembar jiwa toakoku, sekalipun aku orang she Sang harus melakukan suatu perbuatan yang memalukan pun tidak mengapa, cuma takutnya seumpama peristiwa ini sampai diketahui oleh Siauw toako, ia tentu akan marah dan kemungkinan besar bakal memutuskan hubungan perseaudaraan dengan diriku….”

“Persoalan ini justeru jangan sampai diketahui olehnya, kalian Tiong Chiu Siang Ku tak usah turun tangan, biarlah aku sipencuri tua dengan mengajak Suma Kan serta para jago lainnya yang dikirim Be Boen Hwie rasanya sudah lebih dari cukup,”

“Seandainya Be Boen Hwie tidak berhasil ditemukan.”

“Seumpama Be Boen Hwie tidak ditemukan, terpaksa kalian Tiong-chiu Siang Ku harus ikut serta di dalam perbuatan ini.”

“Ah…. seandainya memang tiada akal lain terpaksa kita berbuat demikian saja.”

Sambil ber-cakap2 sambil melakukan perjalanan, tanpa terasa sampailah mereka di dalam sebuah dusun.

Siang Hwie suruh Sang Pat menunggu diluar dusun, sedang ia masuk ke dalam kampung seorang diri.

Beberapa saat kemudian ia sudah muncul kembali sambil membawa beberapa ekor ayam dan bebek, dua kantung tepung mie, mangkuk kuali dan barang2 keperluan lainnya.

“Semua benda ini kau dapatkan dari mencuri?” seru Sang Pat sambil geleng kepala.

“Walaupun aku sipencuri tua tidak becus, namun tidak nanti kucuri barang milik orang miskin, kesemuanya ini aku beli dengan harga sepuluh tahil perak.”

“Terlalu mahal, terlalu mahal, kau tidak becus untuk berdagang!”

“Heee…. heee…. membicarakan soal berdagang sudah tentu aku sipencuri tua terpaksa harus menyerah, bagaimanapun juga uang itu adalah kudapatkan dari mencuri, sekalipun digunakan lebih banyakpun tidak mengapa.”

Ia merandek sejenak, lalu terusnya ;

“Kira2 harus pulang sekarang?”

“Bukankah kau hendak mencari Be Boen Hwie”

“Sekalipun gelisah juga tak usah terlalu ter-gesa2, waktu lima hari masih amat panjang, seandainya kau pulang seorang diri Siauw toakomu tentu akan menaruh curiga, lebih baik besok saja aku sipencuri tua pergi sendiri cari orang she Be itu.”

Begitulah maka kedua orang itupun dengan membawa ayam, bebek serta keperluan dapur segera pulang kelembah, tatkala tiba disana senjapun telah menjelang tiba.

Kim Lan serta Giok Lan telah siapkan sebuah gua yang telah dibersihkan untuk Siauw Hujien berbaring, sebagai alasnya diberilah setumpukan rumput2 kering yang lunak dan empuk.

Ilmu tusuk jarum serta pil yang ditinggalkan Tok Chiu Yok Ong benar2 sangat mujarab, setelah Siauw hujien menelan sebutir pil itu kesehatannya banyak sudah pulih dan iapun sudah sadar serta dapat kenali Siauw Ling sebagai putranya yang dirindukan siang malam.

Dibawah rawatan Kim Lan serta Giok Lan yang suka cerita dan bergurau, meski tinggal di gunung yang sunyi dan terpencil namun Siauw-Hujien merasa senang dan bahagia sekali.

Sedang Siauw-thayjien duduk menyepi seorang diri diluar goa, pikirannya bimbang dan kalut, ia merasa sedih karena baru beberapa hari berjumpa kembali dengan putranya, siapa sangka mereka bakal berpisah kembali untuk selamanya.

Walaupun dia adalah seorang yang berjiwa besar namun cinta kasih seorang ayah terhadap anaknya membuat ia tak urung merasa sedih hati juga.

Siauw Ling sendiripun selalu mendampingi ibunya yang sudah tua, teringat lima hari lagi ia bakal berpisah untuk selamanya, sianak muda ini ingin sekali menggunakan kesempatan baik untuk berkumpul dengan ibunya yang tercinta.

Malam ini Kim Lan demonstrasikan kepandaian memasaknya dan membuat hidangan malam itu lejat dan nikmat.

Siauw Hujien memuji tiada hentinya atas kemampuan Kim Lan malam itu ia bersantap banyak sekali.

Setelah santap malam, udara semakin gelap gulita, dalam guapun dibuat seunggukan api unggun.

Kesehatan Siauw Hujien sudah banyak pulih kembali. dibawah sorotan api unggun ia bercakap cakap dengan Kim Lan serta Giok Lan.

Memandang dua orang dayang tersebut, tiba-tiba nyonya tua itu teringat akan diri Gak Siauw Cha,maka dengan sedih ia segera bertanya ;

“Sejak perpisahan pada lima tahun berselang hingga ini hari belum pernah kami bertemu lagi tapi ananda sudah mendapatkan kabar beritanya, beberapa hari lagi menanti kesehatan ibu sudah pulih ananda akan pergi mencari dirinya.”

Belum habis ia bicara mendadak sianak muda itu membungkam, teringat dalam masa hidupnya kali ini tak mungkin bisa berjumpa legi dengan enci Gak-nya, ia merasa hatinya seperti di-iris2, saking sedihnya kepalanya tertunduk rendah-rendah dan mulut bungkam dalam seribu bahasa.

“Aaaai….! Siauw Cha bocah itu memang menyenangkan” gumam Siauw Hujien “Tatkala ia masih berada disisikum aku masih tak merasakan sesuatu, tapis ejak kepergiannya kau merasa amat rindu sekali dan kian hari rasa rinduku kian bertambah….”

Ia berpaling memandang sekejap dua orang dayang yang ada disisinya dan menambahkan ;

“Dua orang nona inipun menyenangkan hati, dikemudian hari….”

Siauw Ling kuatir ibunya dalam keadaan senang tak sanggup mengeram, buru-buru ia menimbrung;

“Penyakit yang ibu derita belum sembuh lebih baik jangan banyak bicara, beristirahatlah dengan tenang, ananda pun akan beristirahat.”

Habis bicara ia bangkit berdiri dan berlalu.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar