Bayangan Berdarah Jilid 21

JILID 21

Tiba-tiba terdengar seseorang tertawa lantang dan berseru, “Ada teko arak tiada cawan, apakah kejadian ini tidak merusak pemandangan?”

Tangan kirinya didorong kedepan, teko arak yang sedang melayang datang tiba-tiba berhenti di tengah udara lalu berbelok kekanan dan meluncur kembali kemuka.

Mengikuti gerakan tersebut tangan kanan orang itu pun diayun kedepan dua buah cawan arak segera mengikuti dibelakang teko arak tadi melayang kedepan.

Antara cawan dan teko tetap terpaut suatu jarak tertentu walau sudah melayang sejauh tiga empat tombak, jaraknya sama sekali tidak berubah.

Ketika Be Boen Hwie berpaling maka ia kenali orang itu adalah seorang pengemis berperawakan kecil kurus dan berpakaian dekil, dia bukan lain adalah Sun Put Shia seorang Tiang loo partai Kay-pang yang sudah lenyap hampir puluhan tahun lamanya.

Menjumpai orang itu, Be Boen Hwie kegirangan, segera ia berpikir.

“Tak nyana si orang tua ini masih hidup dikolong langit bahkan menghadiri pula pertemuan orang gagah yang diselenggarakan hari ini dengan hadirnya ini maka kekuatan dipihakku akan bertambah kuat, dua puluh tahun lamanya tak pernah berjumpa dengan dia, tak disangka wajah maupun tingkah lakunya masih tetap seperti sedia kala, aku rasa tenaga dalamnya tentu peroleh kemajuan yang amat pesat.

Dalam pada itu Shen Bok HOng telah mendehem berat dan menegur.

“Tak disangka Sun-heng pun turut hadir dalam pertemuanku ini, hal ini benar2 menambah pamor siauwte.”

Sembari bicara dari tempat jauh ia menjura.

Siauw Ling mengenali watak Shen Bok Hong yang angkuh dan tinggi hati dalam pandangannya, siapapun sebagai manusia tapi sekarang bersikap begitu hormat kepada orang itu tak kuasa ia memperhatikan diri Sun Put Shia beberapa kejap lebih banyak.

Terdengar Sun Put Shia tertawa ter-bahak2

“Haaa…. haaa…. bagaimana? apakah kau merasa tidak senang karena usia aku sipengemis tua terlalu panjang?” tegurnya.

“Sun-heng, pantasnya sejak dua puluh tahun berselang kau sudah modar….”

“Haaa…. haaa selamanya aku sipengemis tua paling tidak suka mengikuti kemauan orang. kau pingin aku sipengemis tua cepat-cepat modar justru aku pingin hidup dua tiga ratus tahun lagi untuk kau lihat!”

“Aku takut Sun-heng tidak punya usia sepanjang itu….”

“Kita semua adalah pengemis yang minta2 sela seseorang dengan suara yang tinggi keras secara mendadak. “Aku lihat…. eei…. sisetan mabok! kau harus membantu diriku”

Siauw Ling segera alihkan sinar matanya ia temukan orang itu bukan lain adalah si Pengemis kelaparan sedang orang yang duduk dihadapannya bukan lain adalah sipendeta pemabok.

“Eeei pengemis kelaparan yang rudin mengapa sih kau suka campuri urusan orang melulu?” tegur sipendeta pemabok sambil memicingkan matanya yang sipit. “Aku sihweesio paling benci kalau suruh mendengarkan perkataanmu”

Seraya berkata ujung tangan kanannya dikebaskan langsung berjalan keluar, segulung tenaga dalam telah memutar teko arak tadi sehingga berpindah arah.

Sipengemis kelaparanpun melepaskan sebuah pukulan. dua buah cawan arak yang membuntuti dibelakang teko arak tadipun segera berputar arah namun selisih jaraknya sejauh dua depa tetap dipertahankan seperti sedia kala.

Sebagian besar jago-jago yang hadir dalam ruangan itu merupakan jago-jago kangouw kenamaan, bagi mereka tidak susah untuk salurkan hawa lweekangnya agar teko arak berputar arah dan tetap meluncur tetapi apabila bertambah dengan dua buah cawan arak tersebut maka pekerjaan ini bukan setiap orang dapat melakukannya kecuali memiliki tenaga lweekang yang amat sempurnya atau mempunyai keyakinan siapapun tidak berani mencoba secara gegabah.

setelah teko arak dan cawan arak itu melayang sejauh empat lima tombak tak ada orang melepaskan serangan lagi. benda2 itupun dengan cepat meluncur kebawah.

Pada saat itulah tiba-tiba Kiem Hoa Hujien kebaskan ujung baju sebelah kanannya. teko arak yang sudah kehilangan kendali dan sedang meluncur kebawah itu mendadak mencelat kembali ketengah udara dan meluncur ketangan nyonya cantik itu

Tidak sampai disana saja tindakan Kiem Hoa Hujien, ujung telapak kiri pun segera menyusul melepaskan sebuah pukulan, dua cawan arak yang berada satu tombak jauhnya segera ikut mencelat pula dibelakang teko arak semula dan terjatuh ketangan Kiem Hoa Hujien.

Jarang sekali ia munculkan diri dihadapan para jago Tionggoan, sebagian besar jago yang hadir dalam ruangan itu tidak kenal dengan dirinya namun meski demikian diam2 mereka semua kaget dan kagum atas kehebatan tenaga dalam yang dimiliki perempuan cantik itu.

shen Bok Hong tertawa terbahak ujarnya.

“Haa…. haaa…. diantara cuwi sekalian tentu ada sebagian besar yang tidak kenal dengan kesatria perempuan ini bukan?” serunya lantang. dia adalah jago nomor dua dari wilayah Biauw, Kiem Hoa Hujien adanya, tentu saudara sekalian pernah mendengar nama besarnya bukan?”

“Ilmu silat yang berasal dari pinggiran perbatasan bukan ilmu silat yang gemilap harap cuwi sekalian suka banyak memberi petunjuk” sambung Kiem Hoa Hujien segera sambil tertawa.

Tangan kanannya menyungging teko arak itu kemudian menambahkan, “Seteko arak wangi sayang bukan kalau sampai tumpah begitu saja, aku yang rendah akan memetik bunga menyembah Budha dan menghormati Sun-heng dengan secawan arak”

Setelah menerima cawan arak itu ia penuhi cawan tersebut dengan arak lalu jari tengah serta jari telunjuknya menyentil cawan dengan penuh arak itu segera meluncur ke arah Sun Put Shia.

“Haa…. haa…. rejeki aku sipengemis tua benar2 tidak tipis ternyata bisa peroleh perhatian khusus dari wanita secantik ini” seru Sun Put Shia sambi tertawa tergelak. “Kalau memang Hujien tidak memandang rendah kejelekan aku sipengemis tua akan kuterima penghormatan dengan senang hati”

Tangannya lantas menyambar kedepan menerima cawan arak yang meluncur datang itu.

Kiem Hoa Hujien tertawa hambar.kembali ia penuhi cawan kedua, sinar matanya berputar menyapu empat penjuru setelah itu sambil tertawa katanya, Cawan arak kedua sepantasnya kau persembahkan buat Be Cong Piauw Pacu!

Telapak kiri didorong kedepan, cawan penuh dengan arak itu segera meluncur ke arah Be Boen Hwie.

Walaupun selisih jarak antara kedua orang itu rada dekat namun gerakan cawan arak itu pun lambat sekali, setelah ber-putar2 diangkasa seperti rangkak siput sedikit demi sedikit meluncur kemuka.

“Terima kasih atas pemberian Hujien” seru Be bOen Hwie seraya mengerahkan tenaga dalamnya secara diam2, tangannya segera bergerak kedepan menerima pemberian tersebut.

Ketika cawan arak itu tiba diatas tangan Be Boen Hwie, tidak langsung melayang ketangannya tadi berputar dahulu sebanyak dua lingkaran kemudian baru berhenti.

“Sungguh amat dahsyat tenaga lweekang yang dimilikinya” seru Be Boen Hwie di dalam hati dengan hati terperanjat.

Dalam pada itu Kiem Hoa Hujien sudah angkat cawan arak sendiri dan berkata sambil tertawa nyaring.

“Silahkan kalian berdua menghabiskan isi cawan tersebut, aku yang rendah akan mengiringi dengan secawan arak pula.”

Sekali teguk ia menghabiskan dahulu isi cawannya.

Para jago serta orang gagah yang hadir dalam ruangan tersebut, walaupun sebagian besar belum pernah berjumpa dengan Kiem Hoa Hujien namun sudah lama mengetahui nama besarnya, terutama sekali kelihayan orang suku Biauw dalam melepaskan racun keji sudah lama terkenal dalam dunia persilatan, sebagai jago sakti nomor dua dalam wilayah Biauw tentu saja kemampuan Kiem Hoa Hujien dalam melepaskan racun keji luar biasa sekali, maka dari itulah meski Sun Put Shia lihay dan punya kedudukan tinggi dalam dunia persilatan, ia merasa ragu2 untuk meneguk habis isi cawan yang diangsurkan kepadanya tadi.

Menanti Kiem Hoa Hujien selesai meneguk habis isi cawannya dan menyaksikan Sun Put Shia serta Be Boen Hwie masih tetap mencekal cawan arak itu tanpa berani menghabiskannya, tak tahan lagi ia tertawa terkekeh2.

Kena diejek oleh perempuan cantik itu mendadak Sun Put shia membentak keras, “Waduuh…. waaduuuh…. celaka, dalam arak ini tentu sudah dicampuri racun keji”

Tanpa banyak cingcong ia segera banting cawan arak itu ke atas tanah.

Pengetahuannya amat luas tentu saja ia tak mau terpancing oleh hasutan Kiem Hoa Hujien yang mengejeknya dengan kata2 tajam. tetapi teringat bahwasanya mencekal cawan arak tersebut dalam waktu lama bukan suatu tindakan yang tepat maka sengaja dicarinya satu alasan yang cukup masuk diakal kemudian membanting cawan arak tadi ke atas tanah.

Kemampuan Kiem Hoa Hujien untuk melepaskan racun keji sudah diketahui setiap orang dan sebagian besar para jago pada jeri kepadanya, apabila dituduhkan ia melepaskan racun keji dalam arak tersebut tentu saja tak ada orang yang merasa tidak percaya.

Braak….! cawan arak itu hancur ber-keping2 arak muncrat keempat penjuru membasahi seluruh lantai.

Pada saat itu sinar mata semua jago yang hadir dalam ruangan sama2 dialikan ke atas lantai dimana cawan arak tadi terbanting hancur.

Tampaklah diantara hancuran cawan tersebut mendadak mencelat sebatang benda yang halus bagaikan jarum, panjangnya cuma beberapa coen ditengah udara binatang cilik itu berputar dan menggeliat tiada hentinya.

Menyaksikan kejadian itu Sun Put Shia merasakan hatinya tergetar keras diam2 pikirnya.

“Kiem Hoa Hujien benar2 lihay tidak salah lagi ia sudah main setan dalam cawan arak itu seandainya aku sipengemis tua menerima hasutan serta ejekannya yang memanaskan hati tadi, lalu meneguk habis arak yang ada dalam cawan ini bukankah aku bakal berabe?”

Ketika ia membanting cawan arak itu ke atas tanah tadi pengemis tua ini sama sekali tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan di dalam cawan arak tersebut, siapa sangka setelah cawan tadi hancur berkeping2 maka muncullah seekor ulat kecil didalamnya.

Setiap orang yang menghadiri pertemuan para enghiong yang diselenggarakan ketika itu maka manusia gagah, setiap orang memiliki ketajaman mata yang melebihi orang lain, meskipun ulat putih itu sangat lembut lagi kecil namun setiap jago dapat menyaksikan dengan jelas.

Siapapun diantara para jago sudah tahu kalau Kiem Hoa Hujien adalah jago ahli nomor wahid dikolong langit, setiap orang menaruh curiga terhadap tingkah lakunya.namun setelah menyaksikan ulat lembut itu tak urung mereka dibuat terperanjat juga sehingga hatinya terasa berdebar keras.

Dalam pada itu Be Boen Hwie sedang merasa serba salah, menyaksikan dalam cawan arak Sun Put Shia terdapat ulat kecil berwarna putih iapun ambil kesempatan itu untuk turun dari keadaan yang serba runyam, tangan kanannya diayun dan iapun membanting hancur cawan arak tersebut guna diperiksa perubahan selanjutnya.

Siapa sangka peristiwa yang terjadi kali ini jauh ada diluar dugaan para jago. dalam cawan arak itu sama sekali tidak terjadi perubahan apapun. Mendadak Kiem Hoa Hujien meninggalkan tempat duduknya, dengan langkah yang genit dan mempesonakan ia berjalan menuju kehadapan Sun Put Shia.

Terhadap Kiem Hoa Hujien yang cantik molek namun berhati keji bagaikan seekor ular berbisa ini setiap jago menaruh rasa takut sebesar tiga bagian kepadanya, menyaksikan ia berjalan mendekat setiap orang segera salurkan hawa murninya untuk bikin persiapan.

Gerak gerik Kiem Hoa Hujien kelihatan lambat sekali padahal gerakan tubuhnya amat cepat dalam sekejap mata ia sudah berada ditempat kejadian, dari balik kepingan cawan arak itu tangannya segera menyambar dan menangkap kembali ulat kecil berwarna putih itu kemudian dimasukkannya ke dalam mulut dan ditelannya mentah2.

Setelah itu sambil tertawa nyaring katanya, “Sayang …. sayang….”

“Sayang aku sipengemis tua tidak terjebak oleh perangkap Hujien bukankah begitu?”

“Sayang sekali binatang yang mustajab dan sangat ternilai ini sudah dilepaskan begitu saja”

Beberapa patah kata ini boleh dikata merupakan suatu keluhan tapi kecuali ia sendiri serta Tok-chiu-Yok-Ong siapa yang mau percaya akan ucapannya?

“Bagaimana rasanya ulat kecil itu?” ejek Sun Put Shia.

“Luar biasa lezatnya dikolong langit tak ada makanan yang lebih lezat daripada ulat tersebut sahut Kiem Hoa Hujien sambil tertawa. ia lantas putar badan dan balik ketempat semula.

Para jago sama2 bergidik, mereka tidak menyangka perempuan cantik itu berani menelan seekor ulat kecil dalam keadaan hidup2 bahkan memuji akan kelezatannya.

Sementara itu Be Boen Hwie merasa tercengang setelah menyaksikan dari kepingan cawan arak itu tidak dijumpai keadaan yang mencurigakan, ia lantas berpikir.

“Aaaah benar, hubungannya dengan Siauw Ling adalah sahabat kental yang luar biasa sekali, memandang diatas wajah Siauw Ling ia telah melepaskan diriku….”

Setelah terjadinya kegaduhan tersebut, maka segera mendatangkan banyak kerepotan serta kekesalan bagi Shen Bok Hong yang sudah punya rencana matang ini. ia sudah mempersiapkan diri dengan segala macam siasat nemun sama sekali tidak menyangka kalau Sun Put Shia serta simanusia berjubah merah itu dapat ikut serta pula dalam perjamuan para enghiong yang ia selenggarakan ini, ilmu silat yang dimiliki kedua orang itu sangat lihay sekali, kemungkinan besar rencananya harus mengalami perubahan sama sekali disamping harus menghadapi tidnak tanduk kedua orang itu.

Watak Shen Bok Hong dingin dan kaku, sekalipun menjumpai peristiwa yang menyulitkan dirinya ia dapat tetap mempertahankan ketenangan hatinya. segera sambil ulapkan tangannya ia berkata kepada Hong Coe seraya tertawa, “Janganlah dikarenakan persoalan seorang dayang macam kau sehingga merusak pertemuan para enghiong yang sedang kuadakan, kau mengundurkan diri lebih dahulu, setelah perjamuan ini kita bicarakan lagi persoalan tersebut.

Selama ini Hong Coe hanya mengawasi segala perubahan dengan hati tenang, setealah menyaksikan diantara para jago yang hadir dalam ruangan itu ternyata begitu banyak orang berani menentang serta memusuhi Shen Bok Hong, nyalinya semakin bertambah besar, segera serunya kembali, “Budak telah menghilangkan kewibawaan Toa Cungcu dihadapan para jago, dosa dosa tersebut amat besar dan hanya bisa ditebus dengan suatu kematian belakak, tetapi sebelum budak menemui ajalnya aku ingin membeberkan seluruh perbuatan maksiat yang dilakukan Toa Cungcu setiap harinya kepada seluruh umat jago yang ada dikolong langit meskipun setelah kuutarakan keluar rahasia ini maka budak harus mati seketika budakpun akan mati dengan mata meram”

Ucapan ini sangat menggusarkan Shen Bok Hong meski ia naik pitam namun iapun sadar bahwa Hong coe pada saat ini merupakan pusat perhatian para jago yang hadir dalam ruangan tersebut apabila ia turun tangan melukai dirinya tentu saja ada banyak jago yang akan turun tangan melindungi keselamatannya kecuali kalau ia turn tangan dengan segenap tenaga dan tidak sayang untuk bentrok dengan para jago rasanya sulit untuk melukai dayang tersebut.

Tentu saja Shen Bok Hong tidak mau karena disebabkan seorang dayang cilik sampai menggagalkan rencana besarnya maka ia tidak bertindak sesuatu dan dengan keraskan kepala menantikan perubahan selanjutnya.

Terdengar Hong Coe dengan suara lantang melanjutkan, “Semua gadis serta dayang yang ada dalam perkampungan asal paras mukanya rada cantik telah kau gunakan semua secara paksa, kau telah merampas keperawanannya.”

“Haaaa…. haaa dayang yang tidak tahu malu, ucapan semacam inipun berani kau utarakan pada keadaan seperti ini” seru Shen Bok Hong sambil tertawa tergelak. “Apakah kau tidak tahu bahwa cuwi sekalian yang hadir dalam ruangan dewasa ini adalah jago-jago kenamaan dalam dunia persilatan, apakah kau anggap mereka suka percaya begitu saja dengan segala tuduhan serta fitnahanmu itu?”

Hong Coe tidak menggubris, ia melanjutkan.

“Dan aku adalah salah satu korban yang telah dinodai olehnya.”

“Pun Cungcu selamanya bertindak baik hati kepadamu dan tidak pernah mengawasi secara ketat kepadamu, sungguh tak nyana karena tindakan tersebut telah mengakibatkan kejadian seperti ini. kau benar2 adalah seorang dayang yang tak kenal budi.”

“Mengapa kau tidak mengatakan tindakan ini sebagai sudatu pembalasan”

“Budak busuk, entah kau sudah kena dibohongi oleh siapa sehingga kesadaranmu sirna mari kita tak usah menggubris dirinya lagi.”

Sinar matanya berputar dan dialihkan ke arah seorang pemuda ganteng yang duduk disisinya. setelah itu sambungnya lebih jauh.

“Tujuan siauwte untuk mengundang cuwi sekalian menghadiri pertemuan besar ini bukan lain pertama, ingin memperkenalkan saudaraku ini kepada seluruh enghiong hoohan yang ada dikolong langit….”

Dalam ruangan terjadi kegaduhan, ada orang yang memperhatikan dengan seksama, ada pula yang ber bisik2 merundingkan persoalan itu mereka semua sama2 menebak siapakah orang itu.

Terdengar Shen Bok Hong dengan suara keras melanjutkan, “Diantara cuwi sekalian mungkin ada diantaranya yang pernah bertemu dengan saudaraku ini, tapi sebagian besar tentu merasa asing bukan, siauwte percaya kalian semua tentu pernah mendengar nama besarnya yang telah menggetarkan sungai telaga.

Suasana dalam ruangan seketika itu juga jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.

Shen Bok Hong tersenyum

“Meskipun tidak panjang masanya untuk berkelana dalam dunia persilatan tapi nama besarnya benar2 sudah menggetarkan seluruh jagad….” sambungnya.

“Apakah dia Siauw Ling?” tanya seseorang secara tiba-tiba, disusul oleh pertanyaan2 orang lain.

“Tidak salah dia adalah Siauw Ling, pada saat ini….”

“Dia bukan Siauw Ling” mendadak Hong Coe menjerit lengking.

Dengan wajah berubah Shen Bok Hong melirik sekejap ke arah Hong Coe namun ia tidak ambil gubris, sambungnya lebih lanjut, “Siauw Ling yang hadir pada saat ini telah menjadi Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San Cung dari siauw-te, dikemudian hari apabila cuwi sekalian bertemu dengan dirinya dalam dunia persilatan harap saudara sekalian suka menjaga dirinya baik2….”

Ketika menyaksikan seluruh jago yang hadir dalam ruangan itu agaknya sebagian besar telah mempercayai obrolan dari shen Bok Hong itu. Hong Coe jadi amat gelisah kembali ia berteriak, “Dia benar2 bukan Siauw Ling, harap cuwi sekalian jangan sampai tertipu oleh obrolannya”

“Budak cilik, pandai benar kau mengobrol dan mengaco belo yang bukan2″ tegur Shen Bok Hong sambil tertawa ramah. “Jelas kau sudah keracunan hebat sehingga tak tertolong lagi Samte, bunuh saja dirinya, dari pada ia selalu melanggar peraturan dari perkampungan Pek Hoa Sancung kita.”

Pemuda tampan itu mengiakan mendadak ia bangun berdiri, sepasang matanya yang tajam mengawasi tubuh Hong ‘Coe tak berkedip kemudian perlahan-lahan tangannya bergerak meraba gagang pedang.

Nama besar Siauw Ling sudah menggetarkan seluruh jagad, tapi para jago yang hadir dalam kalangan dewasa ini sebagian besar belum pernah menyaksikan ilmu silat yang dimilikinya, tetapi ditinjau dari sinar mata tajam yang sedang menatap Hong Coe, serta gerakannya untuk meraba gagang pedang, mereka percaya bahwa pemuda ini mempunyai ilmu yang amat dahsyat dalam menggunakan pedang.

Ditinjau dari sikapnya yang lama sekali tidak mencabut pedang, siapapun berani menduga dalam gerakan mencabut pedang nanti ia pasti melaksanakannya dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.

Pada saat ini keberanian Hong Coe tidak berkurang ia malah semakin gagah, jeritnya lengking, “Sekalipun in ihari aku Hong Coe harus mati dibawah ujung pedangnya, akan kubongkar dahulu tindak tanduk Shen Bok Hong yang terkutuk ini dihadapan para enghiong hoohan sekalipun mati aku rela!”

Dalam pada itu selembar wajah Siauw Ling gadungan itu sudah berubah jadi merah, selapis napsu membunuh berkobar dalam wajahnya, sepasang mata bersinar tajam dan pedang panjangnya sudah diloloskan sepanjang setengah depa dari dalam sarung.

Be Boen Hwie menggetarkan kipasnya yang mana secara tiba-tiba membuka separuh. telapak kiri disilangkan didepan dada lalu menarik napas panjang, sepasang matanya dengan tajam mengawasi terus tangan kanan dari Siauw Ling gadungan itu, jelas ia pun menyaksikan keadaan tidak menguntungkan maka ia bersipa sedia menahan datangnya serangan tersebut dengan segenap tenaga.

Tiba-tiba Suma Kan menyingkap bajunya lalu mengambil keluar sepasang roda emasnya dari saku setelah dicekal dalam tangannya iapun siap sedia melakukan pertarungan.

Suasana dalam ruangan itu seketika itu juga berubah jadi hening, sunyi dan tak kedengaran sedikit suarapun begitu sunyi suasananya sehingga napas setiap orang dapat terdengar nyata.

Siauw Ling pun tidak tinggal diam, tangan kanannya segera merogoh sakunya lalu diam2 mengenakan sarung tangan kulit ularnya, iapun bersiap sedia melakukan pertolongan di-saat2 perlu.

Shen Bok Hong tidak ketinggalan. sepasang matanya yang tajam mengawasi Be Boen Hwie serta Suma Kan tajam2. paras mukanya tenang membuat orang sukar untuk membedakan ia sedang gembira atau gusar.

Bukan begitu saja sinar mata setiap jago yang hadir dalam ruangan itu telah dicurahkan ke atas tubuh pemuda ganteng tadi serta Be Boen Hwie sekalian, jelas etiap orang menguatirkan menang kalah yang akan diraih oleh masing-masing pihak.

Mendadak Siauw Ling gadungan itu menggerakkan pergelangan kanannya tiba-tiba pedangnya sudah dicabut keluar dari dalam sarung.

Dalam sekejap mata hawa pedang berkelebat memenuhi angkasa, cahaya tajam pedangnya langsung menyerang ke atas tubuh Hong Coe yang berdiri tidak gentar.

Be Boen Hwie putar kipasnya menciptakan selapis bayangan kipas dan sekali berkelebat ia bendung datangnya rentetan cahaya pedang itu.

Ditengah kesunyian yang mencekam seluruh ruangan terdengar suara bentrokan nyaring menggema dengan kerasnya, bayangan kipas memenuhi angkasa itu mendadak sirap dan lenyap tak berbekas.

Diikuti cahaya emas berkelebat dan meluncurlah selapis kabut kuning menghadang cahaya pedang yang berhasi menerobosi bayangan kipas itu.

Traang…. traang…. baik cahaya pedang maupun kabut kuning ber-sama2 lenyap tak berbekas.

Orang luar hanya menyaksikan bayangan kipas cahaya roda serta hawa pedang dalam sekilas pandang telah lenyap tak berbekas, siapapun tidak pernah menyangka dalam bentrokan barusan telah terjadi duel sengit yang menentukan antara mati dan hidup.

Menanti semua orang alihkan kembali sinar matanya ketengah kalangan maka tampaklah cahaya merah yang semula menyelubungi wajah Siauw Ling gadungan itu sudah lenyap dan buyar saat ini wajahnya berubah jadi pucat pias bagaikan susu kambing.

Wajah Be Boen Hwie pun ke-hijau2an, tangan kanannya mencekal kipas sedang darah segar telah membasahi separuh bagian bajunya dan ketika itu masih menetes ke atas lantai.

Sebaliknya Suma Kan silangkan sepasang roda emasnya didepan dada napasnya tersengkal2 dan keringat mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.

Situasi yang terbentang ditengah kalangan sudah jelas sekali, di dalam membendung serangan pemuda ganteng tersebut baik Suma Kan maupun Be Boen Hwie telah mengerahkan segenap kemampuannya, seumpama dalam serangan pedangnya orang itu menambahi dengan beberapa bagian tenaga saja, walaupun kedua orang itu telah kerahkan segenap tenaga yang dimiliki belum tentu bisa menghadang serangan pedang yang ditujukan ke arah Hong Coe itu.

Dalam pada itu mereka bertiga sama2 berdiri ditengah kalangan tak berkutik siapapun berusaha merebut waktu sebanyak2 untuk mengatur pernapasan dan memulihkan kembali tenaga dalamnya.

Begitu mendesak waktu yang mereka butuhkan sampai sampai Be Boen Hwie tiada kesempatan sama sekali untuk membalut luka diatas lengannya.

Ketenangan yang terjadi saat ini merupakan suatu ketenangan yang paling hening menjelang terjadinya suatu hujan badai yang maha dahsyat serangan berikutnya yang jauh lebih dahsyat segera akan berlangsung.

Di dalam serangan berikutnya mungkin daya serangan tidak terlalu besar namun setiap oang sadar dalam serangan itulah setiap orang akan menentukan matai hidupnya masing-masing.

Tampak cahaya merah selapis demi selapis telah menyelimuti kembali wajah pemuda ganteng itu, dari tawar warna tersebut semakin menebal.

Keringat yang membasahi kening Suma Kan pun telah mengering. napas yang ter-sengkal2 tidak kedengaran lagi.

Siauw Ling asli yang duduk disisi kalangan pun tidak ketinggalan, diam2 ia tinjau situasi ketika itu ia tahu Suma Kan serta Be Boen Hwie tidak akan kuat menahan satu serangan lagi dari lawannya, ia harus cepat-cepat mencari satu akal untuk membantu secara diam2.

Tetapi dibawah pengawasan para jago, tidak gampang baginya untuk menunjukkan kepandaian saktinya tanpa menimbulkan jejak yang dapat mencurigakan orang.

Ilmu silat yang dimiliki pemuda ganteng itu benar2 sudah menggetarkan seluruh kalangan, sebagian besar para jago yan gbelum pernah bertemu dengan Siauw Ling mulai mempercayai apabila orang ini bukan lain adalah Siauw Ling yang sebenarnya.

Sebab tidak lama Siauw Ling berkelana dalam dunia persilatan, namun paras mukanya yang ganteng serta kecepatan pedangnya telah menggetarkan seluruh sungai telaga, dan pemuda yang ada dihadapan mereka saat ini persis seperti apa yang dilukiskan.

Seandainya mereka memperhatikan lebih seksama lagi, mungkin pikiran itu segera akan berubah sayang tak seorangpun yang memperhatikan akan diri pemuda itu. meski ada yang memperhatikan jumlahnya amat keci.

Tampak hawa merah yang menyelimuti wajah pemuda itu makin lama semakin menebal. sinar mata yang memancar keluar dari sepasang mata pun semakin bening jeli dan cemerlang hal ini membuktikan apabila suatu pertempuran yang menentukan antara mati dan hidup segera akan berlangsung.

Setelah melewati pengaturan napas selama beberapa saat rasa lelah telah lenyap dari tubuh Be Boen Hwie, darah segar yang mengucur keluar lewat mulut lukapun telah berhasil ditahan oleh hawa murninya, ia mulai putar otak untuk mencari akal guna menghadapi sitauasi yang terbentang dihadapannya saat ini, diam2 pikirnya.

“Apabila pertarungan ini bisa dilangsungkan dengan pengaturan jarak dekat, siapa menang siapa kalah masih susah diduga. tapi jelas dalam bentrokan tenaga dalam tadi aku masih kalah setingkat dari kepandaiannya.”

Satu2nya harapan baginya untuk merebut kemenangan adalah melancarkan serangan secepat mungkin setelah bentrokan senjata dengan dirinya, kemudian sejurus demi sejurus meneternya habis2an, tapi ia membutuhkan persiapan untuk melakukan pertarungan semacam ini.

Sewaktu ia tahu setelah melakukan pertarungan itu maka ia akan kecapaian sekali dan susah melanjutkan pertarungan lebih jauh.

Sementara otaknya masih berputar, pemuda ganteng itu sudah mulai bergerak kembali, pedangnya digetarkan cahay tajam berkilat dan sekali lagi meluncur ke arah tubuh Hong Coe.

Disaat pemuda itu bergerak, Suma Kan serta Siauw Ling pun turun tangan pula serentak.

Suma Kan menggetarkan sepasang roda emas ditangannya menyerang dari samping dan menyambut datangnya cahaya tajam yang sedang meluncur kedepan itu.

Sedangkan Siauw Ling secara diam2 melepaskan ilmu jari Siuw-Loo-Ci-Kangnya yang hebat serentetan deseiran tajam segera meluncur kedepan.

Duuusss! serangan pedang pemuda itu termakan oleh sentilan jari Siuw-Loo-Ci-Kang yang dilepaskan Siauw Ling, tenaganya segera banyak berkurang, apalagi termakan oleh tangkisan roda emas yang digerakkan Suma Kan, diiringi suara dentingan nyaring seketika itu juga serangan pedang itu terbendung sama sekali.

Suma Kan hanya merasakan dalam bentrokannya dengan pedang pemuda tersebut untuk kedua kalinya tenaga serangan lawan sama sekali berkurang, dengan mudah dan gampang serangan itu berhasil ia punahkan.

Kiranya Siauw Ling gadungan itu diam2 menderita kerugian yang amat besar.

Kiranya Siauw Ling takut serangan pedangnya amat lihay dan sulit ditangkis maka dalam sentilan ilmu jari Siuw-Loo-Ci-Kangnya tadi ia telah menggunakan tenaga sebesar delapan bagian, begitu dahsyat tenaga desiran yang tak berwujud itu sehingga pemuda ganteng itu merasakan pedang ditangan kanannya se-akan2 terhajar oleh segulung tenaga yang amat besar sekali begitu hebat serangan itu hampir2 saja pedangnya tak sanggup dikuasai dan lepas dari tangan.

Tidaklah aneh kalau pedang itu seketika berhasil dipunahkan sama sekali oleh sepasang roda emas Suma Kan tanpa buang tenaga banyak

Tiba-tiba Be Boen Hwie maju dua langkah kedepan sambil menjura sapanya, “Ilmu pedang yang heng-thay miliki benar2 luar biasa, cayhe ingin sekali menjajal ilmu pedang terbang dari Heng-thay, harap Heng-thay suka memberi petunjuk”

Walaupun diluaran ia bicara amat sopan tapi dalam tindakan sama sekali tidak memberi kesempatan bagi pemuda itu untukmenjawab, kipas ditangannya berputar kencang, dengan juru “Siauw-Ci-Thian-Lam” atau Sambil Tertawa Menuding Langit Selatan kipasnya dirapatkan lurus langsung menotok kemuka.

Saat itu cahaya merah yang menyelimuti wajah pemuda itu sudah buyar dan muncullah selembar wajah yang pucat pias bagaikan mayat.

Tampak ia angkat pedangnya untuk menangkis serangan kipas Be Boen Hwie namun sama sekali tidak melancarkan serangan balasan.

“Haaa haaa…. Heng-thay, mengapa kau tidak melancarkan serangan balasan? apakah kau sudah lelah dan kehabisan tenaga sehingga tak dapat bergebrak lagi?” jengek Be Boen Hwie sambil tertawa terbahak2.

Ditengah bentakan keras, kipasnya berkelebat melancarkan serentetan serangan gencar yang cepat dan dahsyat sebentar kipasnya ditutup untuk melancarkan totokan, sebentar lagi dibentangkan untuk membabat, sebuah kipas dalam sekejap mata telah berubah jadi golok pedang serta Poan-koan pit untuk menotok jalan darah.

Agaknya setelahmelepaskan dua kali ilmu pedang terbangnya pemuda ganteng itu sudah kehabisan tenaga, dalam menangkis setiap serangan kipas yang dilepaskan Be Boen Hwie ia keihatan payah dan ngotot sekali.

Tidak sampai sepuluh gebrakan kemudian pemuda ganteng itu sudah kalang kabut dan terdesak hebat, ia mulai keteter dan tidak sanggup mempertahankan diri.

Shen Bok Hong dapat menyaksikan situasi yang sangat tidak menguntungkan dirinya, ia sadar apabila pertarungan ini dilanjutkan lebih jauh maka tidak sampai dua puluh jurus Siauw Ling gadungan itu pasti akan terluka dibawah sambaran kipas yang dilancarkan Be Boen Hwie, hatinya jadi amat gelisah.

“Tahan!” segera bentaknya.

Pemuda tampan itu siap menarik kembali pedangnya untukmengundurkan diri setelah mendengar bentakan itu namun Be Boen Hwie tidak mau lepas tangan begitu saja kipasnya berputar semakin kencang dan pemuda itupun kontan terkurung dibawah lapisan bayangan kipas yang amat rapat dan dahsyat.

Menyaksikan bentakannya tidak diambil gubris Shen Bok Hong naik pitam, pikirnya, “Kurang ajar…. Be Boen Hwie benar2 menjengkelkan hati, aku harus kasih sedikit pelajaran kepadanya….”

Karena berpikir demikian tangannya segera diangkat lalu menyentil kedepan setelah itu perlahan-lahan duduk kembali.

Dari meja perjamuan sebelah kiri mendadak menggema suara tertawa dingin diikuti meluncurlah kata2 ejekan, Hmm? andalkan jumlah banyak untuk merebut kemenangan, macam enghiong apakah kau orang?”

Ditengah bentakan keras, sebuah cambuk lemas berwarna merah telah meluncur ke arah tubuh Be Boen Hwie.

Merasakan datangnya serangan Be Boen Hwie putar kipas menangkis, ambil kesempatan itulah pemuda tampan itu tarik kembali pedangnya sambil meloncat mundur.

Cambuk lemas berwarna merah yang meluncur datang itu entah terbuat dari bahan apa, lunak dan keras setelah tertangkis oleh kipas Be Boen Hwie benda tadi seketika ditarik kembali ke belakang.

Agaknya ia sama sekali tiada bergebrak melawan Be Boen Hwie, dan maksudnya hanya menolong pemuda tampan itu melepaskan diri dari mara bahaya.

Dalam pada itu pemuda yang menjadi Siauw Ling gadungan itu segera mengundurkan diri sejauh lima depa ke belakang, ia tidak kembali kekursiya semula tapi berdiri tegak disisi kalangan sambil mengatur pernapasan,

Dalam hati Be Boen Hwie mengerti, ilmu silat serta jurus pedang yang dimiliki orang itu tidak berada dibawahnya, barusan ia berhasil terkurung dibawah kipasnya hal ini disebabkan tenaga dalamnya telah berkurang setelah dua kali melepaskan ilmu pedang terbang yang maha dahsyat, apabila ia biarkan orang itu atur pernapasan lebih dahulu kemudian menyerang lagi ia tahu dia pasti bukan tandingannya.

Dalam kenyataan, setelah Be Boen Hwie melakukan pertarungan sengit sambil menahan rasa sakit, mulut luka semakin melebar darah segar mengucur keluar tiada hentinya membasahi hampir seluruh baju yang dikenakan.

Siauw Ling diam2 mengawasi situasi dalam ruangan, ia dapat membedakan bahwa dalam ruangan tersebut telah terpisah jadi dua rombongan, hanya kedua belah pihak tidak mengetahui situasi serta keadaan lawannya untuk sementara tetap bersabar.

Ia sadar bahwa dari antara dua golongan itu hanya ia serta Be boen Hwie bertiga saja yang secara terang2an berani memusuhi orang2 perkampungan Pek Hoa Sancung keadaan ini sangat tidak menguntungkan posisi mereka, maka dengan ilmu menyampaikan suara segera pesannya

“Suma-heng, harap kau suka menasehati Be Cong Piauw Pacu untuk sementara waktu bersabar dahulu, dewasa ini saatnya belummatang janganlah bikin keonaran lebih jauh”

Terhadap Siauw Ling, dalam hati Suma Kan merasa amat kagum maka setelah menerima pesannya ia lantas tertawa ter-bahak2.

“Be-heng mari kita kembali kekursi perjamuan lebih dahulu” ajaknya.

Be Boen Hwie tahu dibalik ucapannya pasti mengandung maksud tertentu, dalam kenyataan iapun sudah lemas setelah kehilangan banyak darah. apalagi harus mengalami pula pertarungan sengit, sinar matanya lantas menyapu sekejap ke arah Hong Coe dan katanya lirih, “Nona Hong harap kaupun segera mengundurkan diri kemeja perjamuan!”

Demikianlah beberapa orang itu segera mengundurkan diri kemeja perjamuan dan ambil tempat duduk kembali.

Setelah itulah sinar mata Be boen Hwie baru menyapu ke arah seorang kakek tua berbaju hitam yang duduk dimeja perjamuan nomor dua katanya lirih, “Suma-heng, kenalkah kau dengan orang itu?”

“Tidak kenal”

“Dia bukan jago Bu-lim dari daratan Tionggoan”

Ingatan Siauw Ling amat tajam. sekilas pandang ia kenali kedua orang itu adalah sepasang Hek-pek-Jie-Loo yang datang dari luar perbatasan, kemarin malam dalam perjamuan yang diselenggarakan dalam kebun si orang tua berbaju hitam itu pernah menangkis kipas dari Be Boen Hwie.

Sedang si kakek berbaju putih itu punya usia sebaya dengan sihitam maka mereka duga orang itu adalah Pek-Loo.

Sementara itu pemuda tampan tadi telah menyelesaikan semedinya. hawa merah yang amat tebal telah menyelimuti kembali wajahnya.

Melihat kelihayan orang Suma Kan jadi terperanjat.

“Sungguh amat sempurna tenaga dalam yang dimiliki keparat cilik itu” pikirnya.

Tampak ia ayunkan pedangnya dan berkata dengan suara dingin, “Aku orang she Siauw masih ingin mohon petunjuk dari ilmu silat yang dimiliki Be Cong Piauw Pacu”

Suatu tantangan yang dilakukan secara blak2an meski Be Boen Hwie sadar kepandaiannya bukan tandingan lawan namun ia pun tidak ingin menunjukkan kelemahan dihadapan musuh segera dirobeknya secarik kain untuk membungkus mulut lukanya setelah itu sambil tertawa manggut.

“Pasti akan kulayani kemauanmu” sahutnya.

Tapi sebelum Be Boen Hwie bertindak Suma Kan telah mendahului dirinya dan meninggalkan meja perjamuan….

“Be Cong Piauw Pacu, kedudukanmu sangat tinggi dan terhormat bagaimana kalau biarkan cayhe yang melayani dirinya lebih dahulu?” serunya.

“Hmm! kalau kau ingin mewakili dirinya mati, nah cepatlah cabut keluar senjata tajammu” jengek pemuda itu dingin. pedangnya segera digetarkan dan muncullah empat kuntum bunga2 pedang.

Suma Kan sadar ilmu pedang terbang yang dimiliki pemuda itu amat lihay sekali, dengan andalkan kepandaian ia seorang diri belum tentu dapat menandinginya tetapi setelah ia menyatakan kesanggupan terpaksa sambil keraskan kepala segera munculkan diri ketengah kalangan dari dalam saku sepasang roda emasnya diambil keluar dan dicekal dalam genggamannya.

Dari hawa merah yang begitu tebal menyelimuti wajah pemuda tampan itu Siauw Ling mulai men-duga2, ilmu silat apakah yang telah dipelajari orang itu, ia rasa ilmu silatnya pasti berasal dari ilmu sesat, dimana setiap kali setelah selesai menggunakan kepandaiannya tenaga dalam yang punah dengan cepat pulih kembali seperti sedia kala, ia tahu meski ilmu silat yang dimiliki Suma Kan sangat lihay, mungkin ia masih bukan tandingannya, sianak muda ini putar otak untuk mencari akal guna membantu dirinya.

Sementara ia masih berpikir pemuda tampan itu sudah menggetarkan pedangnya menusuk ke depan.

Kali ini ternyata ia tidak menggunakan ilmu pedang terbangnya lagi.

Yang paling ditakuti Suma Kan adalah ilmu pedang terbangnya menyaksikan ia menyerang dengan jurus pedang biasa hatinya jadi girang. Roda emas ditangan kirinya segera menangkis datangnya serangan itu dengan jurus “Wan-Te-Huan-Im” atau didasar pergelangan membalik Awan melancarkan serangan

Pemuda tampan itu tidak lemah, ia keluarkan jurus “Hiat-Nio-Hua-Sah” atau burung merah menggurat pasir. Traang….! ditengah bentrokan keras ia berhasil memunahkan roda emas lawan diikuti melancarkan tiga buah serangan berantai.

Suma Kan putar roda emasnya, dengan jurus2 keras lawan keras ia terima seluruh serangan lawan.

Kiranya ia takut pihak lawan menggunakan ilmu pedang terbangnya lagi maka begitu turun tangan dengan seluruh tenaga ia meneter musuhnya habis2an.

Dalam sekejap mata cahaya roda bayangan pedang bercampur baur jadi satu dan berlangsunglah suatu pertarungan yang maha sengit.

Sepanjang pertarungan itu berlangsung Siauw Ling pentang matanya mengawasi setiap perubahan yang terjadi dalam kalangan, disamping itu iapun selalu mengawasi setiap gerak gerik dari Shen Bok Hong.

Tampaklah jurus serangan dari Suma Kan amat dahsyat dan gencar. setelah bergebrak sebanyak dua puluh jurus boleh dikata ia telah menguasai seluruh kalangan.

Pada saat itulah Shen Bok Hong kerutkan alisnya bibir tampak komat kamit disusul Cioe Cau Liong tiba-tiba meninggalkan tempat duduknya.

Siauw Ling tahu Shen Bok Hong telah menggunakan ilmu menyampaikan suara untuk memberi petunjuk kepada Cioe Cau Liong guna bkin persiapan tetapi ia tidak tahu rencana apakah yang sedang mereka persiapkan.

Kedudukannya pada saat ini hanya seorang pelayan meski ia temukan suatu peristiwa tidak leluasa baginya untuk memperingatkan para jago yang ada dalam ruangan, maka buru-buru dengan ilmu menyampaikan suara bisiknya kepada Be Boen Hwie, “Be-heng harap kau suka memperhatikan gerak gerik dari Cioe Cau Liong?”

Waktu itu Be Boen Hwie sedang pusatkan seluruh perhatiannya untuk mengawasi pertarungan anatar Suma Kan melawan pemuda tampan itu mendengar peringatan ini ia jadi terperanjat dan segera berpaling sedikitpun tidak tampaklah Cioe Cau Liong secara diam2 telah meninggalkan meja perjamuan.

Ketika itu boleh dikata seluruh perhatian para jago sedang tercurahkan ketengah kalangan dimana sedang berlangsung pertarungan sengit antara Siauw Ling gadungan melawan Suma Kan sedikit sekali diantara para jago yang menyaksikan Cioe Cau Liong meninggalkan tempat duduknya.

Dikala Be Boen Hwie cabangkan perhatiannya untuk mengawasi gerak geriknya Cioe Cau Liong itulah pertempuran sengit yang sedang berlangsung ditengah kalangan telah terjadi perubahan hebat.

Kiranya setelah Suma Kan melangsungkan pertarungan sengit sebanyak dua puluh jurus melawan Siauw Ling gadungan itu, ia telah berhasil menguasai jalannya jurus pedang lawan, tiba-tiba roda emas ditangan kirinya mengeluarkan jurus “Im Hong Ngo Ih” atau Awan Gelap Menutup Lima Gunung. dengan suatu tindakan menempuh bahaya ia babat gerakan pedang lawan disebelah kiri.

Suma Lan adalah seorang manusia yang teliti apabila ia tidak punya keyakinan berhasil menguasai musuh, tidak nanti ia melakukan perbuatan yang menempuh bahaya sebab tindakan tersebut sama artinya telah melanggar pandangan Bu lim.

Seandainya gerakan pedang pemuda tampan itu mendadak menyerang dari sebelah kanan separuh badan Suma Kan yang tidak terjaga akan terjatuh dibawah ancaman musuh, meski tidak terluka sedikit banyak ia akan dibikin kerepotan oleh gencetan lawan.

Siapa sangka gerakan pedang musuh tepat seperti apa yang diduga. tidak salah lagi ujung pedang lawan datang dari arah sebelah kiri.

Suma Kan jadi kegirangan setengah mati, roda emas ditangan kanannya segera menghajar dada lawan dengan jurus “Hwie-Pa-hong-Tiong” atau Pacul Terbang membentur genta.

Pemuda tampan itu buru-buru mengempos tenaga dan meloncat dua langkah ke belakang untuk menghindari hantaman roda emas dari Suma Kan itu.

Siapa tahu pada saat itulah Suma Kan telah ayunkan tangannya. roda emasi itu tiba-tiba meluncur dari tangannya laksana sambaran kilat melayang kedepan.

Ilmu roda terbang merupakan suatu jurus paling ampuh dalam jurus roda emas yang dikuasahi Suma Kan pemuda tampan itu sama sekali tidak menduga akan datangnya serangan tersebut, dadanya seketika terhajar oleh roda emas tadi dan segera mendengus berat, darah segar segera muncrat keluar dari mulutnya dan tubuh orang itupun roboh terjengkang ke atas tanah.

Menyaksikan peristiwa itu para enghiong hoohan yang ada dalam ruangan bersorak memuji, diam2 mereka merasa kagum atas kelihayan ilmu roda terbang dari Suma Kan.

Tampak Shen Bok Hong per-lahan-lahan bangun berdiri, tubuhnya yang tinggi besar dan bongkok itu langsung berjalan menuju ke arah mana Suma Kan berdiri.

Siauw Ling jadi terperanjat, segera pikirnya, “Ilmu silat yang dimiiliki Shen Bok Hong amat lihay, dalam menggerakkan tangannya saja ia dapat melukai orang, mungkin Suma Kan tidak akan kuat terhadap sebuah serangannya….”

Menanti ia awasi orang itu lebih jauh tampaklah Shen Bok Hong menghampiri Siauw Ling gadungan itu kemudian bongkokkan badan dan memeriksa keadaan lukanya, tiba-tiba ia ulapkan tangannya.

Dua orang pemuda berbaju singsat warna hijau muncul sambil membawa sebuah usungan, setelah membaringkan tubuh Siauw Ling gadungan tadi diatas usungan buru-buru berlalu pula dari ruangan.

Sinar mata para jago sekarang sama2 ditujukan ke atas tubuh Shen Bok Hong, mereka duga ia pasti akan merasa sedih dengan robohnya Siauw Ling dan tak bisa dihindari lagi suatu serangan yang maha dahsyat akan dilepaskan terhadap diri Suma kan.

Siapa sangka peristiwa yang terjadi berikutnya sama sekali diluar dugaan para jago, menanti dua orang pemuda berbaju hijau tadi telah berlalu ber-sama2 Siauw Ling gadungan, bukannya menghadapi Suma Kan sebaliknya Shen Bok Hong malah balik kemeja perjamuannya.

Mendadak seorang lelaki tertawa lantang begitu nyaring suaranya sampai seluruh kalangan bergetar keras, diikuti ia berseru, “Haa…. haa…. sungguh tak nyana Siauw Ling yang punya nama tersohor tidak lebih hanya gentong nasi yang tak berguna sama sekali terhadap serangan orangpun tidak sanggup mempertahankan diri. agaknya kabar berita yang tersiar dalam dunia persilatan tak boleh dipercaya seratus persen”

Be Boen Hwie berpaling ia temukan orang yang barusan berbicara adalah seorang lelaki berjubah warna merah, tinggi kurus dan berwajah kuning pucat ketika menyelesaikan kata2 tersebut ia kembali tertawa ter-bahak2.

“Entah siapakah jago ini?” pikir Be Boen Hwie di dalam hati.

Ketika mendengar ejekan itu Shen Bok Hong seera alihkan sinar matanya ke arah orang itu, kemudian tertawa dingin tiada hentinya.

“Siapakah heng-thay?” ia menegur.

“Heee…. heee…. siauwte hanya seorang prajurit tak bernama, lebih baik tak usah kusebutkan namaku!”

Shen Bok Hong benar2 seorang yang beriman tebal, ia hanya melirik sekejap ke arah orang itu kemudian bersabar diri, sinar matanya lantas menyapu keseluruh kalangan dan berkata.

“Walaupun saudara cayhe telah terluka parah ditangan orang lain, hal ini harus disalahkan ilmu silatnya tidak sempurna. sekalipun mati juga tak perlu disesalkan.”

Ia merandek sejenak, lalu sambungnya.

“Setiap orang yang diundang untuk menghadiri pertemuan dalam perkampungan Pek Hoa San Cung ini hari adalah sahabat dari aku orang she Shen. aku duga banyak sekali diantara jago lihay Bulim yang secara diam2 telah menyusup masuk ke dalam perkampungan ini, bahkan sengaja hendak mencari satroni dengan diriku, tentang soal ini walaupun siauwte sudah bersabar dan berlaku bijaksana mungkin, namun lama kelamaan tidak dapat menahan diri pula.

Sinar matanya menyapu seluruh kalangan tak seorangpun yang memberi komentar suasana amat sunyi.

Shen Bok Hong tertawa hambar ujarnya kembali.

“Berbicara sebenarnya, aku orang she Shen merasa amat berterima kasih sekali atas kesudian saudara yang menyusup ke dalam perkampunganku ini untuk menghadapi pertemuan tersebut meski kalian masuk secara tidak wajar namun aku akan menerimanya dengan senang hati serta melayani sebaik mungkin, tapi aku hendak peringatkan apabila kalian hendak bikin keonaran di sini maka janganlah salahkan diriku kalau bertindak kurang sopan, untuk menghindari kejadian itu dan carikan suatu akal yang tepat maka siauwte telah mendapatkan suatu cara yang rasanya sangat tepat, entah sudikah kiranya cuwi sekalian menyetujuinya?”

“Orang ini licik, keji dan berbahaya. entah siasat apa lagi yang sedang dipersiapkan olehnya?” pikir Siauw Ling dalam hati.

Terdengar diantara para jago yang hadir dalam ruangan ada pula yang berteriak, “Bagaimanakah usul dari Toa Cungcu itu? silahkan diutarakan. kami sekalian akan mendengarkannya dengan telinga terbuka.”

“Cara tersebut amat sederhana sekali” sahut Shen Bok Hong sambil tertawa hambar. “Asalkan aku mencoba kesetiaan hati kalian maka hal ini akan segera diketahui, sebelum itu aku ingin bertanya Cuwi sekalian adalah sahabat karib aku orang she Shen atau musuhku….?”

Tiba-tiba ia pertinggi suaranya.

“Apabila kalian suka bersahabat dengan aku orang she Shen silahkan Cuwi sekalian bangun berdiri dan memasuki tenda yang ada dibelakang aku orang she Shen, disana telah tersedia sayur dan arak bagus untuk menjamu kalian semua apabila kalian tidak ingin bersahabat denganku orang she Shen tapi tidak ingin memusuhi diriku harap saudara2 suka berpindah kemeja perjamuan sebelah kiri….”

Bicara sampai disitu suaranya berubah rendah sekali.

“Apabila saudara termasuk golongan yang ingin memusuhi aku orang maka segera berpindahlah kemeja pertemuan sebelah kanan, Cuwi sekalian adalah jago-jago kangouw kenamaan, aku rasa tentu kalian tidak akan bertindak pengecut dengan mencampur baurkan antara mush dan sahabat bukan”

Begitu Shen Bok Hong menyelesaikan kata2nya suasana dalam ruangan tersebut jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, lama sekali tiba-tiba dua orang kakek tua hitam dan putih itu berdiri lebih dahulu dan langsung menuju ke belakang Shen Bok Hong.

Setelah berlalunya dua orang ini maka para jago lainpun mengikuti jejeak mereka, dalam sekejap mata sudah ada separuh bagian para jago yang berkumpul dari ruangan itu telah berlalu ke belakang Shen Bok Hong dan lenyap dibalik tenda.

Para jago yang ada disebelah kanan perjamuan sebagian besar bangun berdiri dan berpindah ke meja perjamuan sebelah kiri.

Menyaksikan kejadian itu Siauw Ling merasa hatinya bergerak, pikirnya, “Sepintas lalu cara ini kelihatannya amat sederhana dan tiada keistimewaan, padahal amat keji dan telengas sekali, ia hendak membedakan antara pihak musuh dengan pihak sahabat dengan andalkan kepercayaan orang2 Bu-lim setealh itu ia akan kumpulkan segenap tenaga yang dimilikinya untuk menghadapi musuh cara ini benar2 luar biasa sekali….”

Ketika itu jago yang ada dimeja perjamuan sebelah kanan tinggal beberapa orang belaka, kecuali Be Boen Hwie, Suma Kan sekalian yang terduduk dalam semeja masih ada Sun Put Shia erta beberapa orang manusia asing yang tidak dikenal olehnya.

“Satu hal yang paling membingungkan Siauw Ling adalah Tong Loo Thay-Thay saat ini dari meja perjamuan sebelah kanan telah berpindah kemeja perjamuan sebelah kiri. perubahan yang terjadi dalam semalaman saja ternyata berbeda bagaikan langit dan bumi.

Diam2 Be Boen Hwie mulai menghitung jumlah orang yang ada dimeja perjamuan sebelah kanan semuanya hanya berjumlah belasan orang belaka hatinya jadi terkesiap pikirnya, “Ketika para jago sama2 berkumpul jadi satu ruangan, hal ini masih tidak terasa seberapa, tapi sekarang setelah pihak musuh dan pihak sahabat dipisahkan jumlah pihak sini jadi begitu sedikit….”

Dalam pada itu terdengar Hong Coe telah berkata dengan suara lirih, “Shen Bok Hong telah berubah maksud, agaknya berhubung terlukanya Siauw Ling gadungan,maka cara membokong telah diubah jadi suatu perang total secara terbuka”

“Tidak salah” Be Boen Hwie mengangguk. “Per-tama2 pihak yang akan diserang serta dihancurkan pastilah rombongan kita!”

Diam2 Siauw Ling pun bikin perhitungan, setelah itu pikirnya, “Apabila Shen Bok Hong terang2an hendak mengajak perang tanding secara terbuka, kemudian mendesak terus menerus, terpaksa kedudukanku sebagai seorang pelayan tidak akan tertahan lebih jauh….”

Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang amat nyaring berkumandang datang dari ujung ruangan, “Shen Cung-cu, selama ini aku sipengemis duduk disebelah kiri tapi akupun tidak ingin bersahabat dengan diri Shen Cung-cu, entah bagaimana enaknya?”

Siauw Ling alihkan sinar matanya ke arah mana berasalnya suara tadi, ia jumpai orang itu adalah sipengemis kelaparan.

Shen Bok Hong tertawa hambar.

“Apabila kau ingin bermusuhan dengan aku Shen Bok Hong silahkan segera pindah kemeja perjamuan sebelah kanan” serunya.

“Waah…. sungguh merepotkan sekali” gerutu sipengemis kelaparan dengan suara dingin.

Ia bangun berdiri dan segera berpindah kemeja perjamuan sebelah kanan.

Sipaderi pemabok mementang matanya yang sipit lalu ikut bangun berdiri pula, katanya, “Bagus, bagus sekali. Selamanya antara sipengemis kelaparan dengan padri Pemabok selalu tak pernah berpisah satu dengan lainnya apabila sipengemis kelaparan memang kepingin cari mati terpaksa mau tak mau aku sihweesio gede harus mengiringinya.”

Iapun mengikuti sipengemis kelaparan, bangun berdiri dan bergerak menuju kemeja perjamuan sebelah kanan.

Walaupun cuma sipengemis kelaparan serta si padri pemabok dua orang, tambahan ini cukup menghibur hati Be Boen Hwie tanpa terasa semangatnya berkobar kembali.

Tampak dari meja perjamuan sebelah kiri mendadak berdiri tujuh delapan orang tanpa mengucapkan sepatah katapun mereka pindah kemeja perjamuan sebelah kanan.

Be Boen Hwie segera mengawasi orang2 itu namun ia tidak kenal dengan orang2 itu.

Sepasang alis Shen Bok Hong langsung berkerut dan tertawa terbahak2.

“Haaa…. haa…. apakah masih ada orang yang hendak memusuhi aku orang she Shen!” ayoh cepat pindah kemeja perjamuan sebelah kanan” serunya.

Terdengar seseorang berteriak keras.

“Mati dan hidup telah ditentukan takdir sekalipun bersahabat dengan Shen Bok Hong belum tentu akan peroleh kebaikan?”

Mengikuti teriakan tersebut kembali ada dua orang lelaki kekar berusia lima puluh tahunan berpindah kemeja perjamuan sebelah kanan.

Kedua orang ini dikenal oleh Be Boen Hwie. mereka adalah dua harimau dari gunung Thay-san dua bersaudara she Song.

Shen Bok Hong melirik sekejap para jago yang ada dimeja perjamuan sebelah kiri lalu tertawa tergelak kembali.

“Menurut dugaan siauw-te, dari meja perjamuan sebelah kiri mungkin masih ada beberapa orang yang ingin memusuhi diri siauw-te mengapa tidak segera pindah kemeja perjamuan sebelah kanan?” jengeknya.

Tidak salah lagi, dari meja perjamuan sebelah kiri segera terdengar dengusan serta tertawa dingin.

“Hmm! Shen Toa Cung-cu yang gagah ternyata tiada maksud mengikat tali persahabatan dengan kita, buat apa kita harus menyanjung dirinya? bukankah jauh lebih baik mati daripada menanggung malu?”

“Ucapan toako sedikitpun tidak salah” sahut orang kedua. “Kepala boleh putus darah boleh mengalir, tidak akan lebih hanya kata kematian belaka, daripada hidup menanggung malu lebih baik kita mati secara gagah, dengan demikian kitapun bisa mewujudkan kegagahan seorang enghiong”

Selesai berkata kembali ada empat orang lelaki kekar pindah kemeja perjamuan sebelah kanan.

“Aaaai agaknya dalam pikiran setiap orang telah tertera nyata sekali apabila seseorang berani memusuhi Shen Bok Hong maka seratus persen ia pasti akan mati, setelah mengetahui keadaannya yang terdesak orang2 ini masih punya keberanian untuk melakukan perlawanan tindakan mereka betul2 terpuji aku harus cari suatu cara untuk menerangkan kepada mereka bahwa memusuhi Shen Bok HOng belum tentu bakal mati” pikir Siauw Ling.

Tampak wajah Shen Bok Hong berubah.

“Apakah masih ada?” tanyanya lambat2.

Pertanyaan ini diulangi sampai beberpa kali namun dari meja perjamuan sebelah kiri tidak nampak seorangpun yang pindah tempat.

Diam2 Siauw Ling mengawasi terus tingkah laku manusia berjubah merah itu, tampai ia duduk tenang tak berkutik, hatinya jadi keheranan, kembali pikirnya, Seandainya dia adalah sahabat dari Shen Bok Hong maka seharusnya masuk ke dalam tenda dibelakang orang she Shen itu, seandainya dia adalah musuh orang she Shen itu semestinya pindah kemeja perjamuan sebelah kanan dengan kedudukannya apakah ia tak dapat menentukan sebenarnya sahabat atau musuh?”

Tampak Shen Bok Hong tertawa ia lantas berpaling ke arah para jago yang ada disebelah kanan ujarnya.

“Cuwi sekalian hendak memusuhi aku Shen Bok Hong, dapatkah kalian utarakan apa alasan kalian sehingga harus memusuhi diriku?”

“Selama puluhan tahun sudah banyak kejahatan yang telah anda lakukan, banyak korban yang berjatuhan ditanganmu” seru Be Boen Hwie sambil bangun berdiri. “Dewasa ini bukan saja setiap perguruan memusuhi dirimu, bahkan setiap manusia membenci dirimu hingga merasuk ketulang. buat apa kau banyak bertanya lagi?”

——————–

36

Sebagai contohnya Be-heng sendiri, apa sebabnya kau hendak memusuhi diri siauw-te?

“Karena dendam perguruan!”

Shen Bok Hong tersenyum.

“Apabila Be-heng hendak menuntut balas bagi saudara seperguruanmu maka aku orang Shen Bok Hong pasti akan memberi kesempatan bagimu untuk menuntut balas, aku cuma takut justru Be-heng tak sanggup membalaskan dendam perguruanmu sebaliknya malah mengorbankan jiwamu sendiri”.

“Soal ini tak usah Shen Toa Cungcu kuatirkan”

Shen Bok Hong lantas alihkan sinar matanya ke arah para jago yang duduk dimeja perjamuan sebelah kiri, katanya pula, “Walaupun cuwi sekalian tiak mau bersahabat dengan aku orang she Shen tapi kalianpun tidak suka memusuhi diriku, hal ini membuat aku orang she Shen merasa amat berterima kasih….”

Ia merandek sejenak kemudian sambungnya

“Kini setelah masing-masing pihak menyatakan suara hatinya maka keadaan kitapun bagaikan air dan api, kita bersumpah tidak akan hidup bersama….”

“Shen Toa Cungcu, kau tak usah mengucapkan pelbagai alasan yang tak berguna” tukas si padri pemabok dengan suara keras. “Aku sihweesio gede sudah kepingin cepat mati, aku tidak sabaran lagi, harap Shen Toa Cungcu cepat-cepat bantu aku sihweesio gede untuk pulang kedunia Barat dan menikmati kesenangan disana”

Setiap hari padri ini berada dalam keadaan mabok. apa yang diucapkan tak pernah di-aling2i maka pada hari2 biasa semua orang menganggap apa yang diucapkan sebagai kata2 mabok padahal dalam kenyataan orang ini sangat teliti, secaradiam2 ia sudah memperhatikan gerak gerik Shen Bok Hong dikala ia memecahkan perhatiannya semua para jago padahal secara diam2 telah siap melakukan suatu perbuatan.

Terdengar sipengemis kelaparan tertawa dingin dan menyambung.

“Shen Toa Cungcu kaupun tak usah lain di mulut lain dihati. bicaralah blak2an kita hendak bertanding satu lawan satu ataukan bermain kerubutan sampai ludas semua?”

“Agaknya kalian berdua sudah tidak sabar menunggu.”

“Shen Toa Cungcu sudah terkenal akan kelicikan serta akal setannya. mau tak mau kita harus ber-jaga2.

“Baik Cuwi sekalian adalah tamu2 yang datang dari kejauhan bagaimana kita hendak bertanding harap cuwi sekalian yang ajukan asal usul, mau adu Boen mau adu Boe telapak kepalan golok atau senjata tajam silahkan kalian utarakan aku orang she Shen pasti akan mengiringi kehendak kalian?”

Sun Put Shia yang selama ini bungkam terus mendadak menyela.

“Aku sipengemis tua punya usul.

“Silahkan diutarakan”

“Pepatah kuno mengatakan naga sakti tidak akan memeras kepala ular, Shen Toa Cungcu mengadakan pertemuan para enghiong dan mengundang kami semua untuk ikut serta dalam pertemuan ini apakah….”

“Menurut ingatanku agaknya aku tidak undang kau sipengemis tua” tukas Shen Bok Hong sambil tertawa hambar.

Sun Put Shia mendehem. lalu tertawa dan berkata kembali, “Perduli kau undang aku sipengemis tua atau tidak pokoknya aku sipengemis tua masih ke dalam perkampungan Pek Hoa San Cung kalian dengan membawa kartu undangan”

“Sun-heng pandai dan berpengetahuan luas. siauw-te merasa amat kagum!”

“Haa…. haa…. kalau Shen Toa Cungcu yang muji maka kata2 tersebut tentu muncul dari hati sanubari, aku sipengemis tua merasa girang hati untuk mendengarkan….”

Sinar matanya menyapu sekejap ke arah para jago yang ada dimeja perjamuan sebelah kanan ketika menyaksikan beberapa gelintir orang itu ia tersenyum dan menyambung, “Jumlah orang diantara pihak mu dan pihak kami agaknya terpaut jauh sekali, boleh dikata kekuatan kita tidak seimbang. apabila menghadapi pertarungan masal jumlah kami tentu kalah banyak Shen Toa Cungcu adalah seorang enghiong gagah bagaimana kalau kita tentukan siapa menang siapa kalah?”

“Taruhan semacam ini selamanya tidak sudi siauwte lakukan, harap Sun-heng suka memaafkan diriku kalau tak bisa menerima usul tersebut?” tolak Shen Bok Hong sambil menggeleng.

“Kalau begitu menurut maksud Shen Toa Cungcu kau ingin mencari kemenangan dengan andalkan jumlah banyak?” ejeknya.

“Sekalipun orang2 perkampungan kami ada maksud demikian, siauwte tidak akan ijinkan mereka berbuat begitu.”

“Shen Toa Cungcu dimulut kau pandai bicara manis, padahal siapa tahu rencana busuk apa yang disiapkan dalam hati, sungguh membuat orang sukar menduga. kalau memang usul kami tak dapat diterima apa gunanya kau bertanya kepada kami? bukankah sama2 Kau Shen Bok Hong yang akhirnya ambil keputusan?”

Meskipun disindir air muka Shen Bok Hong sama sekali tidak berubah jadi merah, se-olah2 tak pernah terjadi sesuatu peristiwa ia tertawa hambar.

Maksud siauw-te, kita menjadi adilnya saja. jumlah para jago yang hadir dalam pertemuan kali ini berjumlah ratusan orang. Kalau cuma dibatas dalam tiga buah pertandingan sama untuk menentukan siapa menang siapa kalah, bukankah hal ini rada keterlaluan, entah berapa banyak bakat bagus yang harus terpendam oleh sarat itu, menurut maksud siauw-te beberapa orang diantaranya kalian boleh maju untuk melakukan pertarungan dengan mati, siapa mati dia kalah siapa hidup dialah yang menang”

Sun Put Shia tahu Shen Bok Hong hendak membinasakan seluruh musuhnya dalam pertarungan itu sekalipun tidak berhasil memusnahkan seluruhnya namun sedikit banyak ia bisa lenyapkan separuh diantaranya. Untuk beberapa saat ia tak sanggup menjawab dan membungkam dalam seribu bahasa.

Haruslah diketahui bukan saja Sun Put Shia adalah seorang Tiang-loo yang amat kosen dalam perkumpulan Kay-Pang, iapun merupakan manusia yang sangat dihormati dalam dunia persilatan. Tetapi para jago yang hadir dalam pertemuan kali ini berasal dari pelbagai daerah, maukah mereka mendengarkan keputusannya masih sukar diduga, maka iapun tidak berani mengambil komentar apapun.

Sinar mata Shen Bok Hong berputar lalu berkata kembali.

“Termasuk Sun-heng sendiri pihak kalian berjumlah lima belas orang, bagaimana kalau kita tetapkan lima belas babak saja!”

“Tentang soal ini aku sipengemis tua tak berani ambil keputusan! sahut Sun Put Shia sambil menyapu sekejap ke arah para jago.

Tiba-tiba terdengar Thay san Jie Hauw dua macan dari gunung Tahy-san berseru.

“Kami dukung Sun Loo cianpwee sebagai pemimpin kami.”

Ucapan tersebut segera disambut oleh para jago lainnya dengan persetujuan masing-masing.

Melihat para jago mendukung dirinya Sun Put Shia tertawa terbahak2.

“Baiklah aku sipengemis tua akan menerima usul kalian dengan senang hati….”

Sinar matanya lantas dialihkan kembali ke atas tubuh Shen Bok Hong, katanya, “Jumlah dari pihak anda lebih banyak, apakah bertarung cara begini termasuk suatu pertarungan yang adil?”

“Lalu bagaimana maksud Sun-heng?”

“Jumlah kami amat minim, apabila ada yang terluka atau mati maka jumlah kamipun akan semakin kecil, berbeda dengan para jago Bu-lim yang memenuhi perkampungan Pek Hoa San Cung kalian. sekalipun binasa dua puluh orangpun bukan suatu kejadian”

“Lalu bagaimana maksud Sun-heng? cepat ambil keputusan, siauwte sudah tidak sabar menunggu lagi” tukas Shen Bok Hong.

“Bagus sekali! bagaimana dengan penjagaan diempat penjuru perkampungan Pek Hoa San Cung mu ini?”

“Walaupun tidak dapat dikatakan tembok tembaga dinding baja tapi boleh dibilang termasuk suatu daerah dengan penjagaan yang amat ketat”

“Bila kita tak boleh menentukan kemenangan dengan tiga pertandingan bagaimana kalau kita lakukan pertarungan massal saja?”

“Pertarungan massal?” tanya Shen Bok Hong denagn alis berkerut.

“Benar. maksudnya kami hendak berusaha untuk terjang keluar dari perkampungan Pek Hoa San Cung mu ini”

“Aku takut cuwi sekalian gampang datang kemari tapi sukar untuk meninggalkannya” jengek sang Toa Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San Cung ini sambil tertawa dingin.

“Aku sipengemis tua per-tama2 yang tidak percaya dengan ucapanmu itu!”

Sembari berseru Sun Put Shia segera bangun berdiri dan berlalu lebih dahulu keluar ruangan.

Diam2 Siauw Ling putar otaknya ia berpikir, “Sarung tangan kulit ular ini akan kukenakan secara diam2 akan kulindungi para jago”
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar