Bayangan Berdarah Jilid 16

JILID 16

“Terang2an Siauw Ling adalah Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sancung, apa sangkut pautnya dengan kalian sepasang pedagang dari Tiong Chiu? Teriak si raja obat gusar.

“Sedikitpun tidak salah! dia memang sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sancung, namun iapun Liong Tauw Toako dari kami sepasang pedagang dari Tiong Chiu!”

“Kau tidak usah ngaco belo kalian Tiong Tjhiu Siang Ku rata2 sudah berusia empat puluh tahunan sedangkan Siauw Ling baru saja menanjak kedewasaannya, terjun ke dalam dunia persilatan belum ada setahun….”

Sang Pat mendengus dingin, tukasnya.

“Perkenalan kami bersaudara dengan Siauw Ling toako sudah terjadi pada lima tahun berselang perkataan ini kau suka percaya tidak?”

“Aaai….” Dengan sedih Si raja obat Bertangan Keji menghela napas panjang “Katakanlah syarat apa yang hendak kalian ajukan? bagaimanapun juga selama hidup sepasang pedagang dari Tiong Chiu hanya mengutamakan keuntungan….”

Haa haa haa…. kali ini sengaja kami tidak biarkan Yok Ong berhasil menebak tepat kami mohon Yok Ong suka melepaskan Liong-tauw toako kami”

“Apa?” melepaskan Siauw Ling?” teriak Yok Ong atau si raja obat bertangan keji terperanjat.

“Tidak salah, lepaskan Siauw Ling!”

“Setelah aku lepaskan Siauw Ling siapa lagi yang dapat menggantikan dia untuk menyembuhkan penyakit putriku?”

“Yok Ong lihay dalam ilmu pertabiban dan disebut sebagai ahli nomor wahid diseluruh kolong langit aku pikir kau tentu masih memiliki cara yang lain”

“Loohu sudah berusaha dengan susah payah selama sepuluh tahun baru kali ini kutemukan manusia yang paling coock untuk menyembuhkan penyakit putriku, kalau kau paksakan dirimu melepaskan Siauw Ling, bukankah hal ini sama artinya hendak merampas jiwa putri loohu dengan kekerasan….”

“Nyawa putrimu adalah nyawa, apakah keselamatan Liong-tau toako kami bukan termasuk nyawa! tegur Sang Pat dingin.

Tubuh Si raja Obat bertangan keji yang kurus kering kelihatan gemetar keras, dari sepasang matanya memancarkan cahaya tajam yang mengandung kebencian.

“Baik, ini hari kalian sepasang pedagang dari Tiong Tjhiu telah menggagalkan rencana baik loohu, dikemudian hari bakal ada seratus bahkan selaksa nyawa jago lihay Bulim yang harus dikorbankan untuk menebus kesalahan yang telah lakukan ini hari ” teriak Yok Ong dingin.

Pada mulanya Sang Pat dibikin tertegun diikuti ia tertawa hambar.

“Urusan dikemudian hari kiga bicarakan lain kali saja, lebih baik cayhe membicarakan persoalan menurut keadaan siatuasi pasa saat ini. Seumpama Yok Ong tidak mau dilepaskan Siauw Ling, maka putrimu….”

“Kau hendak menggunakan keselamatn putriku untuk menggertak loohu?” tak Tok So Yok Ong sangat gusar.

“Apa yang kucapkan bukan gertak sambal belaka, namun suatu kenyataan yang benar2 terjadi” jawab Sang Pat dingin, “Apakah Yok Ong beranggapan cayhe tidak berani melukai putrimu?”

Sepasang meta Si raja Obat bertangan keji yang pada mulanya memancarkan cahaya kebuasan seketika berubah jadi ramah dan penuh kasih sayang, sambil memandang sang gadis yang berbaring diatas peti mati ujarnya.

“Baiklah, loohu akan melepaskan diri Siauw Ling.”

Tangan kanannya segera diayun menepuk bebas jalan darah Siauw Ling yang tertotok.

Setelah jalan darahnya bebas, sambil angkat bahu lambat2 Siauw Ling bangun berdiri lalu ujarnya.

“Nasib cayhe memang tidak sampai sesial yang kau bayangkan dua kali usaha anda menjumpai kegagalan total, namun terhadap perasaan cinta kasihmu sebagai seorang ayah kepada putrinya dalam hati kecil cayhe merasa sangat kagum dan terhormat.”

Hmm! pada suatu hari aku pasti dapat menangkap kembali dirimu, menggunakan darahmu untuk menolong selembar jiwa putriku”

Siauw Ling berpaling, sambil memandang gadis muda yang berbaring diatas peti mati ia hela napas panjang.

“Eeeei…. membunuh seorang untuk menolong seorang, memang suatu perbuatan kebajikan….”

“Asal bisa menolong jiwa putriku, kenapa tidak boleh kubunuh seratus bahkan selaksa jiwa manusia?” sambung Yok Ong cepat.

“Tetapi kelembutan, keramah tamahan serta kehalusan budi putrimu jauh berbeda dengan caramu berpikir!”

“Aku hendak kmenolong selembar jiwanya sekalipun harus memaksa ia salah menafsir niatku, akupun tak bisa berbuat apa2″.

“Dikolong langit rasa sayang orang tua terhadap anaknya adalah mulia, kau bertabiat keji, kejam, sadis dingin dan kaku, namun terhadap putri sendiri bersikap demikian sayang begitu cinta….”

Ia merandek, lalu tambahnya, “Apakah dikolong langit kecuali darah segar aku orang she-Siauw benar2 sudah tak ada obat yang bisa digunakan untuk menolong selembar jiwa putrimu?”

Si raja obat bertangan keji seperti mau mengucapkan sesuatu tapi niatnya dibatalkan kembali setelah termenung beberapa saat jawabnya.

“Dikolong langit mungkin ada obat mujarab namun hingga kini belum berhasil loohu temukan”

Diam2 Siauw Ling salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh badan, melakukan persiapan setelah itu sambil berpaling ke arah Sang Pat katanya, “Kau naiklah terlebih dahulu!”

Sang Pat sadar ilmu silat yang dimiliki Siauw Ling jauh lebih lihay beberapa kali lipat dari kepandaian sendiri karena itu ia tidak banyak bicara lagi setelah melepaskan cengkeramannya pada pergelangan gadis itu ia enjotkan badannya meloncat keluar dari gua itu.

Gerakan tubuh si raja obat bertangan keji betul2 luar biasa cepatnya barusan badan Sang Pat meloncat ke atas tangan kanannya telah berkelebat mengancam urat nadi dipergelangan Siauw Ling.

Siauw Ling pun cukup waspada sejak semula ia sudah bikin persiapan, tentu saja serangan seperti ini tak bakal merobohkan dirinya, telapak kiri diayun balas mencengkeram ke arah datangnya telapak tangan To So Yok Ong.

Lima jari Si raja Obat dipentangkan, dari serangan mencengkeram berubah jadi serangan telapak. Brak! dengan keras lawan keras ia menerima datangnya serangan itu,

Kedua belah pihak sama2 merasakan hatinya bergetar keras. hasil dari bentrokan barusan menunjukkan bahwasanya kekuatan mereka seimbang.

Dapam pada itu sementara telapak kanan Si raja Obat bertangan keji menerima datangnya serangan Siauw Ling dengan keras lawan keras, tangan kirinya tanpa mengeluarkan sedikit suarapun menotok keluar.

Sikut kanan Siauw Ling menekan kebawah balik menumbuk urat nadi diatas tubuh si Raja Obat bertangan keji, gerakan ini memaksa Yok Ong harus tekuk pergelangan menarik kembali serangannya.

Seketika ia terlambat bergerak, Siauw Ling telah merebut posisi yang sangat bagus ini, ia melancarkan serangan balasan telapak maupun jari sama menerjang kedepan mengirim enam jurus serangan. Keenam jurus serangan ini datangnya cepat laksana kilat, Tok So Yok Ong kedesak hebat sampai mundur dua langkah ke belakang, dengan susah payah akhirnya berhasil juga ia punahkan datangnya keenam buah serangan tersebut.

“Jangan melukai diriku….!” Teriaknya dengan nada cemas.

“Hmm! Seumpama aku tidak memandang diatas wajah putrimu, ini hari aku Siauw Ling tak akan lepas tangan begitu saja” jawab Siauw Ling ketus.

“Loohu sama sekali tidak jeri kepadamu!”

“Heee…. heee…. sudah dua kali kau gagal membokong diriku, kau jangan harap ada peristiwa untuk ketiga kalinya.

Ia mengepos napas dan laksana kilat menerobos keluar dari dalam kuburan.

Sang Pat serta Tu Kioe dengan senjata terhunus menanti diluar gua, melihat Siauw Ling muncul tanpa kekurangan sesuatu apapun berbareng segera berseru.

“Toako! kau telah melukai si raja obat bertangan keji?”

“Tidak, walaupun si raja obat bertangan keji amat kejam dan sadis, namun putrinya adalah seorang gadis berhati welas dan patut dikasihani!”

Tu Kioe masih belum berlega hati, kembali ia bertanya dengan nada lirih,

“Apakah kau sudah bergebrak dengan si raja obat bertangan keji!”

“Barusan kami saling menyerang beberapa jurus dengan gerakan tercepat namun belum berhasil menentukan siapa menang siapa kalah. Ia takut aku melukai putrinya dan tidak suka meneruskan pertarungan itu!”

“Nah kalau begitu bagus sekali Tu Kioe tersenyum

Selembar wajah yang setiap harinya diliputi kekusutan, ucapan selalu dingin kaku dan tiada irama serta susah kelihatan senyuman yang tersungging dibibir ini setelah tertawa terpancarlah betapa kasih dan sayangnya perasaan hati kecil orang ini.

“Seluruh tubuh si raja obat bertangan keji penuh dengan racun ia terhitung jago ahli menggunakan racun nomor satu dikolong langit kita tak boleh berdiam terlalu lama disini ayoh cepat kita pergi!” seru Sang Pat.

Dengan Tu Kioe membawa jalan, setelah bergabung dengan Kiem Lan serta Giok Lan buru-buru mereka meneruskan perjalanannya kedepan.

Secara tiba-tiba Siauw Ling teringat akan satu persoalan sembari berhenti berlari ujarnya.

“Seumpama si raja obat bertangan Keji melaporkan peristiwa yang terjadi malam ini Toa Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sancung ia pasti akan mengirim jago-jago lihay untuk memperketat penjagaan disekeliling penjara dimana orang tuaku ditahan sekalipun kita berhasi lmenyelundup masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa Sancung sedikit banyak harus mengeluarkan banyak akal dan pikiran untuk mensukseskan rencana kita”

Giok Lan yang mendengar perkataan itu segera tersenyum, katanya.

“Tentang soal ini harap siangkong berlega hati perbuatan si raja obat bertangan Keji mengejar2 Siangkong timbul berdasarkan kepentingan pribadi walaupun Shen Bok Hong mempunyai ikatan persahabatan dengan dirinya namun kalau kita tinjau dari tabiat Shen Bok Hong ia tidak bakal mengabulkan niat pribadi si raja obat bertangan keji sehingga berakibat menggagalkan rencana besarnya menurut pendapat budak Si raja obat bertangan keji pasti tidak berani membicarakan persoalan ini dengan Shen Bok Hong”

“Aku lihat se-akan2 semua orang yang ada pada jeri terhadap Shen Bok Hong benarkah begitu?” Siauw Ling mengerutkan dahi.

“Tidak salah hal ini dikarenakan tabiat Shen Bok Hong yang licik, keji dan kejam, salah kawan bisa jadi lawan. Bukan saja anak buahnya pada jeri terhadap dirinya, sekalian sahabat2 yang pernah tinggal di perkampungannya pun leme kelamaan timbul perasaan jeri yang luar biasa dihati mereka terhadap Toa Cung-cu ini”

“Kalau demikian adanya, lebih baik kita bekerja sesuai dengan rencana semula” Simbrung Sang Pat “Be Boen Hwie sudah menyetujui permintaanku!”

“Permintaan apa?”

“Sudah lama ia mengagumi ilmu silat serta semangat jantan yang toako miliki asalkan toako benar2 telah melepaskan diri dari ikatan perkampungan Pek Hoa San-cung ia akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu perjuangan.”

Perlahan-lahan Siauw Ling mengangguk.

“Aaai….! Tak bisa disalahkan kalau ia tidakmenaruh kepercayaan kepadaku dalam kenyataan nama busuk Shen Bok Hong memang sudah benar2 tersohor, tindakan maupun perbuatannya terlalu keji. Setiap orang yang pernah berhubungan dengan pihak perkampungan Pek Hoa Sancung rata2 orang kangouw sama menaruh rasa jeri yang tak terkira terhadap orang itu!”

“Memang benar demikian adanya” Sang Pat mengangguk dan tertawa. “Siauwte sudah atur tempat pertemuan dengan diri Be Boen Hwie dan ia sudah setuju untuk melakukan persiapan menyambut kedatangan kita”

“Maaf kalau budak banyak bicara” mendadak Giok Lan menimbrung. “Apakah saudara Sang Pat pernah membicarakan dengan dirinya secara bagaimana kita melakukan persiapan?”

“Soal ini sih belum pernah kubicarakan dalam keadaan seperti ini dia masih belum suka mengutarakan maksud2nya tentu saja kitapun tak bisa membicarakan persoalan ini”

“Menurut apa yang budak ketahui selama banyak tahun Shen Bok Hong bersembunyi dalam perkampungan Pek Hoa Sancung kecuali ia melatih diri dengan beberapa macam ilmu silat yang maha dahsyat iapun sudah sedia payung sebelum hujan, secara diam2 ia melatih anak buahnya, dibelakang loteng Wang Hoa Loo terdapat sebuah bangunan bawah tanah yang kuat dan tertutup dari pandangan orang, Ruang Rahasia ini kecuali Shen Bok Hong pribadi siapapun dilarang memasukinya….” mendadak merah padam selembar wajahnya, air mata setetes demi setetes jatuh berlinang.

“Eeeeei…. lagi baik2 berbicara. kenapa secara mendadak mengucurkan air mata?” pikir Tu Kioe dalam hati kecilnya “Air mata perempuan kiranya begitu gampang dan begitu leluasa dapat dikeluarkan kapan saja dan dimana saja.”

Sebaliknya Sang Pat sudah dapat menemukan letak kesedihan hati yang menimpa Giok Lan, segera hiburnya.

“Shen Bok Hong banyak melakukan perbuatan keji, dan terkutuk, orang yang dicelakainya sudah tak terhitung dengan jari tangan, Nona tak usah terlalu bersedih hati.”

Giok Lan menggunakan ujung bajunya mengusap kering bekas air mata diatas wajah, kemudian terusnya.

“Tempo dulu, budak selalu memperoleh kasih sayang dan sikap manja darinya, dimana ia berada disitu aku selalu mendampingi setengah jengkalpun tak pernah berpisah. oleh karena itu lebih banyak yang kuketahui tentang dirinya dari pada orang lain.”

“Apakah nona pernah memasuki ruang rahasia tersebut?” tanya Sang Pat.

“Tidak pernah walaupun ketika itu aku dimanja dan disayang namun diriku dilarang juga untuk melangkah masuk ke dalam ruang rahasia tersebut barang sejengkalpun namun menurut apa yang budak lihat serta dengar jago-jago lihay yang dilatih dalam ruang rahasia tersebut barulah benar2 anak buah Shen Bok Hong. Tabiatnya licik, keji dan banyak akal tak pernah ia sudi mempercayai seseorang, hanya kepada anak buha pilihan serta didikannya sendiri barulah ia sukamenurunkan ilmu silatnya”

Sang Pat keheranan tak kuasa ia bertanya.

“Apakah selama ini orang2 ini terus menerus tinggal di dalam ruang rahasia tersebut? dan tidak pernah keluar barang sejengkalpun?”

Giok Lan mengangguk membenarkan.

“Cara Shen Bok Hong mendidik orang2 ini sangat aneh dan istimewa sekali namun berhubung selama ini tak pernah ada orang yang menemukan maka persoalannya makin lama semakin misterius….”

Timbul perasaan ingin tahu dalam hati Siauw Ling, buru-buru tanyanya.

“Kata2 sesumbar apakah itu?”

“Katanya pada saat Lima Naga menjadi sempurnya saat itu pula waktunya untukmerajai seluruh kolong langit.”

Pengetahuan Sang Pat amat luas, peristiwa dalam dunia persilatan boleh dihitung tak sebuah persoalanpun yang lolos dari perhatiannya namun kali ini iapun dibikin kelabakan dan berdiri terbingung, sembari garuk2 kepalanya yang tak gatal gumamnya seorang diri.

“Apa yang diartikan Lima Naga….”

“Keadaan yang lebih jelas budak tidak tahu mungkin lima naga ini menunjukkan lima orang manusia. mungkin juga mengartikan lima macam benda aneh!”

“Aku lihat lebih besar kemungkinannya Lima Naga itu adalah lima manusia daripada lima benda.”

“Perduli dia manusia atau benda. yang pasti Lima Naga tentu luar biasa lihaynya,”

“Tentu saja tak bakal salah, lalu bagaimana selanjutnya?”

“Bagaimana persoalan selanjutnya budak kurang tahu, namun setelah Shen Bok Hong berani bicara bagitu sesumbar dan berani pula menentang seluruh umat Bulim dikolong langit aku pikir Lima Naganya mungkin sudah hampir mencapai kesempurnaan!”

“Kalau Shen Bok Hong belum memiliki suatu hal yang bisa diandalkan, tidak mungkin ia berani melakukan banyak perbuatan yang menggemparkan setelah ia munculkan diri kembali ke dalam dunia persilatan.”

“Apa yang budak ketahui sudah habis sedang mengenai apa tindakan Sang Pat selanjutnya, silahkan Sang-ya ambil keputusan?”

“Tentang soal ini cayhe sendiripun sukar mengambil keputusan, menanti setelah berunding dengan Be Boen Hwie nanti kita baru ambil keputusan.”

Tiba-tiba Giok Lan teringat kembali akan satu persoalan, ujarnya.

“Keputusan dari perundingan yang diadakan oleh Sang-ya serta Be Boen Hwie memutuskan bahwa siangkong hendak menyaru sebagai pembantu Be Boen Hwie menyelundup masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa Sancung,menurut apa yang budak ketahui, setelah berada di dalam perkampungan antara majikan serta pembantu akan dipisah-pisahkan dan berdiam dalam tempat yang berbeda. dengan demikian bukankah masing-masing pihak tak bisa saling berhubungan?”

“Tentang soal ini aku sejak semula sudah memikirkannya tetapi tujuan kita yang terpenting adalah menyelundup masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa Sancung.”

Sang Pat merandek sejenak kemudian terusnya lebih jauh.

“Setiap orang yang menerima undangan memperoleh juga sebuah tanda pengenal yang terbuat dari perak dengan andalkan tanda pengenal tersebut para undangan baru bisa masuk ke dalam perkampungan. Satu tanda pengenal berlaku untuk dua orang perduli dia pengiring atau bukan pokoknya satu tanda pengenal tak boleh kelewat dari dua orang jumlahnya.”

“Satu tanda pengenal hanya berlaku untuk dua orang” tiba-tiba Tu Kioe menimbrung dari samping. “Seandainya kita bisa mendapatkan dua buah tanda pengenal lagi bukankah semua rombongan bisa masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa Sancung dengan leluasa?”

“Sedikitpun tidak salah! tapi harus kemana kita cari tanda pengenal tersebut? dewasa ini sekalipun kita berani membayar selaksa tahil emas murni untuk sebuah lencana tanda pengenalpun tentu pemiliknya suka menjual kepada kita”

“Kapan kau berjanji akan bertemu dengan Be Boen Hwie?”

“Bedok siang, sorenya masuk ke dalam perkampungan”

“Terlalu singkat waktunya, kalau memperoleh waktu yang lebih banyak tiada halangan kita palsukan beberapa buah lencana tanda pengenal itu”

“Memalsu?”

“Kenapa tidak? sekaligus kita membuat delapan atau sepuluh buah kemudian kita hadiahkan kepada orang lain, kita kacau dahulu perkampungan Pek Hoa San-cung mereka sehingga hati mereka tidak tenteram.”

“Dalam lencana tanda pengenal itu tentu sudah diberi tanda rahasia” tukas Giok Lan dari samping “Seumpama kita memalsukan belum tentu bisa berhasil mengelabuhi pemeriksaan mereka.

“Tidak mengapa, kita tunggu saja sementara rombongan jago dalam jumlah banyak yang hendak memasuki perkampungan kita gabungkan diri dengan rombongan itu agar mereka dibikin kelabakan setengah mati” demikian ujar Tu Kioe.

“Walaupun cara ini tidak begitu sempurnya” ujar Sang Pat memperdengarkan pendapatnya “Namun bisa juga kita coba, sampai dimana waktunya kita berempat bisa menelundup masuk ke dalam perkampungan secara terang2an tak usah lagi harus menyaru sebagai orang bawahan, pelayan dan menyelundup masuk melalui pintu samping”

“Para penjaga pintu kebanyakan merupakan jago-jago paling lihay yang ada didala perkampungan” kata Giok Lan “Aku takut kita bakal menjumpai kesulitan dalam usahanya menyelundup masuk secara terang2an, lebih baik kita nyelonong saja dari pintu samping karena tindakan ini jauh lebih aman!”

Tu Kioe tertawa katanya.

“Kau belum tahu bagaimanakah kemampuanku di dalam memalsukan barang dan dalam memalsukan ukir2an sekalipun kita tidak berhasil menemukan tanda rahasia asalkan ukiran secara garis besarnya tidak meleset tentu kita dapat mengelabui mereka, Kalau nona tidak percaya sampai waktunya boleh nona periksa lebih dahulu”

Sepasang mata Giok Lan yang jeli dan memancarkan cahaya tajam dengan tajam melototi wajah Tu Kioe sementara dalam hati batinnya, “Tak kusangka manusia semacam inipun masih memiliki kemampuan untuk mengukir!”

Tu Kioe mendehem ringan, sambil tertawa tegurnya,

“Nona, kau tak usah memandang diriku semacam itu. setelah pekerjaan ini kulaksanakan selesai, kau bisa bedakan apakah ucapanku palsu atau tidak….”

Sinar matanya dialihkan ke atas wajah Sang Pat, lalu katanya.

“Persoalan yang paling sulit dewasa ini adalah secara bagaimana menemukan Be Boen Hwie serta meminjam sebentar tanda pengenalnya seumpama sampai besok siang baru bisa kita dapatkan benda tersebut. ketika itu sekalipun ada bahan belum tentu bisa kukerjakan dalam keadaan seperti itu. terpaksa kita harus bekerja menurut cara lama yang diusulkan nona Giok Lan menyelundup masuk lewat pintu belakang.

Sang Pat berjalan pulang pergi satu lingkaran, akhirnya ia mengangguk dan sahutnya lirih.

“Baik! kalian tunggu saja disini aku akan pergi mencari Be Boen Hwie” ia enjot badannya, dalam dua tiga kali loncatan bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.

Sepeninggalnya Sang Pat, Tu Kioe segera berpaling ke arah Giok Lan sembari berkata

“Seandainya aku tidak menggunakan cara tersebut untu kmemanasi hatinya belum tentu dia mau mendapatkan tanda pengenal Be Boen Hwie dengan segenap tenaga”

“Telah lama kudengar kalian Sepasang Pedagang dari Tiong Chiu hidup bagaikan saudara kandung persaudaraan dipegang teguh hingga titik darah penghabisan kenapa sekarang diantara kalian sendiri saling menggunakan akal2nya untuk menipu pihak yang lain?”

Tu Kioe tersenyum.

“Bagaimanapun juga perbuatanku ini tidak sampai menimbulkan kecelakaan yang membahayakan jiwanya,masing-masing pihak saling menggunakan akal hubunganmalah terasa semakin erat dan terbuka kau anggap Sang Loo-toa benar2 berlalu karena gusar terbakar oleh kata2ku?”

“Aku melihat dengan mata kepala sendiri apakah kesemuanya pura2 belaka?”

“Ia hanya menggunakan persoalan itu seperti alasan untuk berlalu kalau ia sudah ambil keputusan tidak pergi sekalipun kau panasi hatinya lebih hebat pun ia tak akan ambil peduli”

“Ooouw…. kiranya begitu”

“Dikolong langit asalkan dia disebut Loo-toa kebanyakan jauh lebih lihay daripada yang jadi Loo-jienya”

Giok Lan tersenyum ia lantas alihkan pokok pembicaraan kesoal lain tanyanya.

“Kau lihat Sang Loo-toa bisa berhasil mendapatkan tanda pengenal itu atau tidak?”

“Menurut penglihatan Tu loo-jie, Be Boen Hwie tak akan bisa menangkan Loo-toa kami setelah ia berlalu ini berarti ada delapan bagian bisa berhasil mendapatkan barang yang dicari”

“Dia minta kita menanti kedatangannya disini,mengapa kita tidak beristirahat mempergunakan kesempatan yang dimikian bagusnya ini?”

Pikiran Tu Kioe sedikit bergerak, pikirnya.

“Luka yang diderita kedua orang dayang ini belum sembuh harus pula mengkuti kami berlari sejauh ini. sejak semula badannya tentu sudah letih sekali….” karena berpikir demikian ia memang seharusnya beristirahat secara baik2 menggunakan kesempatan ini”

Keadaan luka Giok Lan maupun Kiem Lan pada dasarnya memang belum sembuh, harus melakukan perjalanan jauh pula selama ini, sejak semula sudah menunjukkan gejala kambuh namun mereka bersikeras mempertahankan diri. Menanti Tu Kioe sudah memberi kesanggupan mereka baru pejamkan mata duduk mengatur pernapasan.

Menanti kedua orang dayang itu sudah benar2 tenang diam2 Tu Kioe baru berjalan mendekati Siauw Ling dan berbisik lirih.

“Kedua orang nona ini sama2 terluka ditangan Si raja Obat bertangan keji, namun karena harus mengejar toako, dengan membawa luka mereka melakukan perjalanan….”

“Aku tahu mereka sangat lelah, sudah sepantasnya kalau mereka baik2 beristirahat.”

Tabiat Tu Kioe sangat kaku dan tidak suka bicara. Siauw Ling pun sedang menjumpai kesulitan dan tak ingin banyak bicara selesai berkata ia lantas mendongak dan melanjutkan lamunannya,

Tu Kioe mendehem ringan lambat2 ia berjalan ke atas tumpukan bantuan beberapa tombak diluar kalangan dan duduk disana.

Malam yang gelap semakin sunyi ditengah pegunungan nan jauh dari kota kecuali hembusan angin malam yang bertiup sepoi2 hanya kicauan burung malam dari tempat kejauhan menambahkan keseraman suasana disana.

Tiba-tiba anjing raksasa berwarna hitam yang sedang berjongkok disisi Giok Lan meloncat bangun dan segera menubruk ke arah sebelah Timur.

Sementara itu Giok Lan serta Kiem Lan sedang berada pada saat paling gawat, walaupun mereka mendengar suara namun tidak berkutik.

Sebaliknya Siauw Ling serta Tu Kioe ber-sama2 meloncat bangun, sambil mengempos napas Siauw Ling bergerak mengejar ke arah mana anjing tadi berlari. sedang mulutnya dengan ilmu menyampaikan suara ia berseru

“Saudara Tu, baik2 menjaga keselamatan kedua orang nona,”

Gerakannya sangat cepat, di dalam dua kali loncatan tubuhnya sudah berada enam tujuh tombak jauhnya.

Dalam pada itu Tu Kioe sudah bangun berdiri siap mengejar anjing raksasa itu, sudah lama ia bergaul dengan anjing2 dan betapa tajam penglihatan maupun pendengaran binatang tersebut sekalipun jagoan lihay yang memiliki kepandaian luar biasa pun tak akan lolos dari pengawasannya. Namun setelah dilihatnya Siauw Ling berkelebat kedepan lebih dahulu terpaksa ia meloncat mundur dan berjaga2 disisi kedua orang dayang itu.

Giok Lan jadi orang waspada dan banyak akal, buru-buru hawa murninya digiring kembali kepusar kemudian membukamatanya.

——————–

32

Terlihat badan Tu Kioe yang tinggi kurus berdiri menghadang didepan mereka sepasang matanya dengan tajam menyapu empat penjuru, keadaan ini jelas menunjukkan apabila ia telah menemukan suatu tanda bahaya segera ujarnya.

“Tu-ya apa yang sedang kau periksa?”

“Tidak mengapa 1″ jawab Tu Kioe sembari melirik sekejap Giok Lan. “Silahkan nona atur pernapasan baik2, cayhe akan melindungi keselamatan nona berdua”

Sinar mata Giok Lan putar kekiri berpaling kekanan sekejap tidak menemukan Siauw Ling ada disana tak tertahan tanyanya

“Dimana siangkong?”

“Ia pergi mengejar anjing raksasa tersebut”.

“Ilmu silat yang dimiliki siangkong walaupun sangat lihay, sayang ia tidak memiliki pengalaman dalam dunia persilatan gampang dibokong orang, lebih baik Tu-ya mengejar dirinya disamping menjaga segala kemungkinan”.

“Kalau aku pergi siapa yang akan melindungi keselamatan nona berdua?”

“Tidak mengapa budak telah selesai mengatur pernapasan aku bisa melindungi keselamatan enci Kiem Lan, Tu-ya silahkan berlalu dengan hati lega”.

“Baik 1 seumpama nona menjumpai tanda-tanda bahaya, segera bersuitlah nyaring mendengar tanda tersebut cayhe segera akan kembali memberi bantuan”

“Akan kuingan selalu, tu-ya silahkan cepat-cepat berlalu!”

Baru saja ia selesai bicara, tampak segumpal bayangan hitam laksana kilat menubruk kebawah lutut Tu Kioe, bayangan itu bukan lain adalah anjing raksasa berwarna hitam miliknya.

Mengikuti dibelakang anjing raksasa itu adalah dua sosok bayangan manusia yang muncul berbareng. disebelah kiri adalah Siauw Ling sedang disebelah kanan bukan lain si Segulung Angin Peng Im adanya.

“Aku kira siapa yang telah datang, kiranya kau sipengemis cilik” sapa Tu Kioe dingin.

“Beruntung ada anjing pintar peliharaanmu, kalau tidak aku sipengemis kembali akan kehilangan kesempatan sebagus ini”.

“Kesempatan apa?”

“Tidak lama kalian meninggalkan panggung diatas air tersebut, makin dipikir aku pengemis cilik makin merasa tidak enak, karena itu secara diam2 aku molor keluar dari gedung pertemuan untuk mencari kalian, berkat pemberi tahuan dai anak murid kami yang mendayung perahu. sepanjang jalan aku mengejar datang, namun setengah malaman telah kubuang dengan sia2, tidak berhasil juga kutemukan jejak kalian, kalau bukan secara kebetulan bertemu dengan anjing hitam raksasa ini, mungkin aku pengemis cilik harus mencari entah kemana lagi”.

“Tanpa membedakan mana putih mana hitam Be Boen Hwie memaksa kami mengundurkan diri dari pangggung diatas telaga, perbuatan ini jelas menunjukkan kalau mereka tidak pandang sebelah matapun terhadap dirimu, namun terhadap kami dua bersaudara, tindakan ini betul2 merupakan suatu penghinaan, setelah lewati kesempatan ini hari, aku pasti akan memperlihatkan sedikit kelihayan kepadanya”.

Oleh beberapa patah kata sindiran yang amat tajam ini selembar wajah Peng Im seketika berubah jadi merasa pedas, untuk sesaat ia dibikin ter-sipu2 dan bungkam dalam seribu bahasa.

Giok Lan adalah seorang gadis cerdik merasakan keadaan mulai jadi kaku buru-buru timbrungnya dari samping.

“Peng-ya tak usah masukkan ucapan itu ke dalam hati. Tu JIe-ya kami ini memang paling suka bergurau dengan orang”

Peng Im adalah seorang manusia beradat keras ia gagah namun mudah tersinggung kena disindir oleh beberapa kata Tu Kioe yang pedas hatinya merasa sangat tidak enak ia merasa kalau tidak mengumbar napsu hatinya terasa mangkel kalau diumbar iapun merasa tidak enak.

Kini setelah mendengar beberapa patah perkataan Giok Lan dengan gampang sekali perasaan tersebut dilenyapkan segera ujarnya.

“Tu Jie-ya kau tak usah membuat susah aku sipengemis cilik Be Boen Hwie memaksa kalian mengundurkan diri dari panggung terapung, perbuatan ini memang memalui kalian namun posisi aku sipengemis cilik tidak seberapa baik dari keadaan kalian, aku jauh lebih merasa serba salah karena itu aku sipengemis lebih baik mandah dimaki oleh guruku, segera kuambil keputusan sendiri untuk mengumpulkan anak murid kami siap menantikan perintah kalian”

Tu Kioe kontan mendongak tertawa ter-bahak2 setelah habis mendengar perkataan itu, “Kalau begitu kau pengemis cilik masih boleh dianggap seorang sahabat yang boleh diajak berhubungan”

Dalam pada itu dengan langkah ter-buru-buru Sang Pat munculkan diri pula disana.

“Apakah Be Boen Hwie sudah menyetujuinya?” tanya Siauw Ling cepat.

Sang Pat tersenyum.

“Be Boen Hwie tak berhasil kujumpai hanya saja beruntung perjalanan siauw-te kali ini tidak sia2 belaka”

“Bagaimana? kau berhasil mencuri dapat sebuah tanda pengenal?”

“Tidak salah” jawab Sang Pat sambil tersenyum. “Benda tersebut memang didapatkan dari jalan mencuri hanya saja siauw-heng tidak memiliki kemampuan untuk berbuat demikian”

“Jadi kau telah bertemu dengan sipencuri sakti Siang Hwie?”

Beberapa tombak dari tempat kegelapan tiba-tiba berkumandang keluar suara gelak tertawa seseorang.

“Haa…. haa…. sungguh tak disangka Tu-heng masih ingat dengan aku si pencuri tua, sudah dua puluh tahun lamanya kita tidak pernah berjumpa?”

Ketika semua orang berpaling, tampak seorang manusia kate kecil kurus lambat2 berjalan mendekat.

Orang ini berusia lima puluh tahun, jenggot sepanjang dada sedangkan bajunya kasar, sepasang mata memancarkan cahaya tajam.

“Pencuri tua, selama banyak tahun tidak kedengaran beritamu lagi, selama ini kau bersembunyi dimana?” tegur Tu Kioe.

“Pada dua puluh tahun berselang siauwte salah mencuri sehingga kena dihantam luka oleh seseorang” ujar Sipencuri Sakti Siang Hwie sambil tertawa. “Hatiku jadi panas karena itu kupilih tempat yang sunyi untuk memperdalam kepandaianku mencuri setelah kuyakini bahwa kali ini tak bakal gagal, maka aku muncul kembali di dalam dunia persilatan!”

Kiem Lan serta Giok Lan yang mendengar ucapan itu tak bisa menahan rasa gelinya lagi.

Mendengar ia ditertawakan sinar mata Siang Hwie segera dialihkan ke arah kedua orang dayang itu kemudian tegurnya dingin, “Apa yang kalian tertawakan? Apakah mentertawakan kepandaian cari ayam begal anjing dari loohu ini suatu pekerjaan yang kurang sedap dipandang….”

“Siang-ya jangan marah dahulu, budak berdua tidak mengandung maksud tersebut, disini aku mohon maaf kepadamu” kata Giok Lan buru-buru.

“Siang Hwie tertawa terbahak2

“Haa…. haa…. disini aku sipencuri tua balas memberi hormat”

Setelah menjura tambahnya

“Nona, silahkan menerimanya kembali”

Giok Lan alihkan sinar matanya ke arah pencuri tersebut. tampaklah sebatang tusuk konde emas terletak ditelapak kanannya seketika pikirannya rada bergerak dan tanpa terasa telah meraba kerambut sendiri.

Entah sejak kapan sebatang tusuk konde emas yang ada disanggulnya telah dicuri oleh pencuri sakti tersebut, ia jadi terperanjat seraya menerima kembali tusuk kondenya, dayang ini berkata.

“Terima kasih atas pengembalian benda milikku ini”

“Tjttt…. jttjttt…. seandainya aku pencuri tua mau cari akhli waris maka nona adalah sasaranku terutama” puji Siang Hwie sambil menunjukan jempolnya.

Giok Lan tersenyum mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa sementara hatinya berpikir.

“Siapa yang kesudian belajar kepandaian mencuri seperti ini”

“Eeei…. pencuri tua” tegur Sang Pat dengan hati gelisah. “Jangan bersilat lidah terus menerus dengan bocah cilik mari kuperkenalkan dua orang sahabat….”

Sambil menuding ke arah Siauw Ling terusnya

“Dia adalah Liong Tauw Toako kami Siauw Ling.

Siang Hwie memandang sekejap ke arah Sang Pat lalu memandang sekejap pula ke arah Siauw Ling dan ujarnya.

“Mengangkat seorang bocah cilik sebagai Liong-tauw toako makin tua sepasang pedagang dari Tiong Chiu semakin tolol….”

Namun ia segera menjura dan berkata lebih lanjut

“Aku sipencuri tua selamanya menyebut sepasang pedagang dari Tiong Tjhiu sebagai saudara, mengikuti sebutan kalian aku sipencuri tua harus menyebut dirimu sebagai Liong-tauw toako pula”.

“Tidak berani, tidak berani. Siang-heng terlalu merendahkan diri” buru-buru Siauw Ling merendah.

Sang Pat mendongak tertawa ter-bahak2.

“Toako, kau tak usah mendengarkan omongan sipencuri tua yang kukoay, dalam hati kecilnya mungkin merasa tidak puas, toako, lebih baik kau tunjukkan sedikit kepandaian agar ia menambah pengetahuannya”.

Siauw Ling tertawa hambar, ia bungkam dalam seribu bahasa.

“Eeeei pencuri tua” tegur Tu Kioe pula dengan nada dingin. “Kau tak usah lain mulut lain dihati, kesempatan dikemudian hari masih panjang pada suatu hari aku akan paksa kau mengagumi kepandaian dari Siauw toako kami”

“Baik baik….” Siang Hwie menanggapi sambi tertawa. “Aku pencuri tua selamanya tidak kucurkan air mata sebelum melihat peti mati. sebutan Liong-tauw toako kali ini hitung2 kusebutkan dengan memandang diatas wajah kalian sepasang pedagang dari Tiong Tjhiu lain kali aku pencuri tua harus meninjau dulu kepandaian silat asli dari Siauw Loo-te lebih dahulu sebelum menyebut dengan hati ikhlas”

Siauw Ling sadar bagi jago-jago gagah dunia kangouw pada umumnya tak bisa menaklukkan mereka sebelum mereka menyerah benar2, karena itu iapun tidak memikirkannya di dalam hati.

“Pencuri tua” ujar Sang Pat lebih lanjut. “Toako kami berjiwa besar ia tidak akan memikirkan perkataanmu ke dalam hati….”

Ia berpaling menuding ke arah Peng Im dan ujarnya lebih jauh

“Saudara ini adalah anak murid ketua Shen dari Kay Pang sisegulung angin Peng Im”

“Aku sipengemis cilik!” Peng Im menjura penuh hormat.

“Ooouw….! aku sipencuri tua pernah beberapa kali berjumpa dengan Shen pangcu hanya saja peristiwa ini terjadi pada dua puluh tahun berselang”

“Pada waktu itu aku sipengemis cilik masih belum menjadi anak murid suhuku”

“Haa…. haa….” Siang Hwie tertawa. “Kalau pada waktu itu kau sudah menjadi anak murid Shen Pangcu ini hari kita tak usah dipekenalkan orang lain lagi”

Pada dasarnya watak Peng Im memang cerdik banyak akal, mengerti orang tua itu ingin mengangkat kedudukannya lebih tinggi ia lantas berkata sambil tertawa.

“Sayang, sayang…. kalau tempo dulu aku sipengemis cilik sudah menjadi anak murid guruku maka ini hari aku tak dapat saling menyebut sebagai saudara dengan diri Siang-heng”

Nah! ini dia akhirnya ketemu batu juga. Seru Sang Pat bersorak. “Eeee pencuri tua, aku lihat kali ini kau sudah jatuh kecundang sipengemis cilik sudah memperoleh keuntungan buat dirinya sendiri”.

Siang Hwie pun tertawa.

“Aku tahu pengemis memang paling susah disakunya pun tidak membawa uang sangat banyak, sekalipun aku pencuri tua ingin bikin dia kheki pun rasanya tidak tega untuk turun tangan”.

Dalam pada itu Tu Kioe mendongak melihat cuaca, kemudian menimbrung, “Loo-toa, waktu sudah tidak pagi lagi kalau ingin memalsukan lencana tanda pengenal saat ini kita harus sudah mulai”.

Dari sakunya lambat lambat Sang Pat mengambil keluar sebuah lencana tanda pengenal terbuat dari perak dan disodorkan kedepan. katanya.

“Entah dari mana sipencuri tua ini berhasil mencopet sebuah lencana tanda pengenal ini”

Tu Kioe menerima tanda pengenal itu dan diperiksanya dengan teliti namun sebentar saja alisnya telah dikerutkan rapat2.

Kiranya ukiran diatas lencana tadi amat ruwet, rapat dan luar biasa indahnya tidak gampang untu kmemalsukan benda semacam itu.

“Tu Loo-jie!” Goda Siang Hwie sambil tersenyum. “Sudah lama aku sipencuri tua mendengar bahwa kau pandai memalsukan benda2 sulit coba kau lihat harus membutuhkan waktu berapa lama untuk memalsukan lencana tanda pengenal tersebut”

“Ukiran diatas lencana tanda pengenal ini amat lembut, ruwet dan rapat sekali sungguh berada diluar dugaan aku Tu Kioe, agaknya sehari semalam belum tentu bisa berhasil memalsukan sebuah lencana tanda pengenal yang amat persis dan cocok seperti aslinya”

“Waktu sehari semalam masih belum terhitung waktu untuk beristirahat, kalau dihitung mulai sekarang sedikit banyak harus membutuhkan dua hari lamanya?”

“Kurang lebih begitulah!”

“Kalau harus tunggu begitu lama sekalipun pertemuan para jago dalam perkampungan Pek Hoa ;san-cung belum berakhir, sedikit banyak sudah mendekati pada akhirnya, keramaian seperti ini kita gagal untuk menontonnya aku lihat lebih baik aku sipencuri tua memperlihatkan kepandaianku!”

“Toako, dua orang dayang, Loo-jie pengemis cilik, pencuri tua dan aku semuanya tujuh orang” diam2 Sang Pat memperhitungkan. “Dua oran gselembar lencana tanda pengenal, paling sedikit harus ada tiga buah”. segera ia berkata

“Pencuri tua, paling sedikit kau harus mendapatkan tiga buah lencana lagi.

“Tidak, dua sudah cukup! selah Siauw Ling.

“Apakah toako ada rencana bagus untuk memasuki perkampungan tersebut?”

“Kau sudah sanggupi Be Boen Hwie untuk ikut sertakan diriku sebagai pelayan untuk memasuki perkampungan itu, aku tak boleh mengingkari janji yang telah diucapkan!”

“Tindakan itu dilakukan karena dalam keadaan terpaksa, sekarang setelah kita memiliki lencana tanda pengenal mana boleh kami biarkan toako menyaru sebagai pembantu Be Boen Hwie sehingga merendahkan martabat toako?”

“Soal ini sih tidak mengapa, aku bisa berjalan ber-sama2 mereka gerak gerikku akan bertambah leluasa”

“Tidak salah” pikir Sang Pat dalam hatinya. “Perjalanan kita kali ini adalah menyelundup masuk ke dalam perkampungan lawan kemudian mencari kesempatan untuk menolong kedua orang tuanya, untuk mensukseskan tindakan ini dibutuhkan banyak pembantu seumpama tidak memperoleh bantuan dari para jago yang dipimpin Be Boen Hwie belum tentu urusan bisa diselesaikan dengan sukses….”

Karena berpikir demikian ia lantas bertawa dan mengangguk, kepada Siang Hwie katanya.

“Eeei pencuri tua, curilah dua batang lencana lagi sudah cukup, rasanya tak perlu mencari terlalu banyak”

“Dua atau tiga bukan suatu pekerjaan yang menyulitkan” Siang Hwie tersenyum, “Hanya saja aku pencuri tua harus membawa seorang pembantu sehingga seandainya aku gagal ada orang yang kirim laporan kepada kalian”

“Watak pencuri tua ini sangan kukoay entah ia sedang mempersiapkan permainan apa lagi?” pikir Sang Pat.

Dengan alis berkerut ia segera menawarkan diri.

“Bagaimana kalau siauwte yang mengiringi kepergianmu ini?”

“Perutmu terlalu gemuk lagi pula wajahmu tampang tauke kalau berjalan ber-sama2 aku sipencuri tua malah menurunkan pamorku, tidak bis jadi, tidak bisa jadi” buru-buru Siang Hwie geleng kepala.

Tu Kioe kuatir ia menyusahkan Siauw Ling buru-buru sambungnya.

“Bagaimana dengan siauw-te?”

“Tidak bisa jadi! wajahmu dingin dan sama sekali tidak berperasaan.

Orang2 yang melihat wajahmu sebelum tahu persoalan sudah timbul tiga bagian rasa benci”

“Bagaimana kalau sipengemis cilik?” kata Sang Pat.

“Dia semakin tak boleh jadi kalau aku sipencuri tua berjalan ber-sama2 sipengemis orang lain akan menaruh perhatian kepada kita”

“Lalu kau hendak membawa siapa?”

“Haa…. haa…. kalau aku sipencuri tua membawa seorang bocah cilik, maka perhatian semua akan tercurahkan pada bocah tersebut. nah kalau dalam keadaan seperti ini aku turun tangan, maka pekerjaan akan jauh lebih gampang dan leluasa.”

“Jadi kau hendak membawa Giok Lan?” seru Sang Pat sambil menghembuskan napas panjang, “Soal ini harus kau rundingkan secara pribadi dengan dirinya. orang lain adalah nona cantik berusia belasan, mau atau tidak melakukan perjalanan bersama2 kau sipencuri tua. hal ini susah dipastikan!”

Giok Lan segera tersenyum serunya.

“Budak suka mengiringinya, hanya saja….”

“Hanya saja kenapa?”

“Budak sejak kecil dibesarkan dalam perkampungan Pek Hoa San-cung, padahal disetiap peloksok kota Koei Tjhiu telah tersebuar mata2 dari pihak perkampungan….”

“Soal ini tidak mengapa” tukas siang Hwie cepat, “Aku pencuri tua bisa mengubah raut wajahnya. urusan tak boleh terlambat lagi, bagaimana kalau sekarang juga kita berangkat?”

Giok Lan secara jmenjura ke arah Siauw Ling katanya, “Siangkong, budak akan berangkat mengikuti Siang-ya. sebentar kemudian aku bisa kembali”

“Terlalu merepotkan dirimu”

Siang Hwie memeriksa keadaan cuaca lalu katanya, “Sebelum siang nanti, kita berjumpa muka dihutan sebelah depan, nah selamat tinggal”

Bersama Giok Lan ia segera berlalu dari sana.

Sepeninggalnya sang pencuri sakti serta Giok Lan, Sang Pat lantas berlalu berbisik kepada Siauw Ling, “Kepandaian mencuri dari sipencuri tua sangan lihay, dikolong langit tiada keduanya namun semangatnya jantan dan ia berjiwa pendekar, dua puluh tahun berselang, nama besarnya harum semerbak dalam dunia persilatan, setelah ia berani bicara sesumbar, aku rasa ia tentu mempunyai keyakinan besar”.

“Nama besar sipencuri sakti walaupun kurang sedap didengar, namun kalau dibandingkan dengan manusia2 berwajah halus dan suci namun kenyataannya manusia licik yang sangat berbahaya, ia jauh lebih menang satu tingkat….”

Ia menghela napas panjang, setelah berhenti sebentar terusnya, Kau sudah berjanji hendak bertemu muka dimana dengan Be Boen Hwie?”

“Apakah toako sudah mengambil keputusan. Pertama kita tak boleh mengingkari janji, kedua, urusan menyangkut suatu masalah yang amat besar, kalau tidak berhasil aku menolong orang tuaku, maka penjagaan disekitar perkampungan Pek Hoa Sancung akan semakin diperketat dengan watak Shen Bok Hong, kedua orang tuaku mungkin bisa disiksa dan dianiaya….”

Ia kerutkan dahinya, kemudian dengan nada tegas terusnya,

“Seumpama aku gagal menolong kedua orang tuaku, aku sudah ambil keputusan untuk bertempur sampai titik darah penghabisan dalam perkampungan Pek Hoa San-cung”

“Toako harap berlega hati” Sang Pat menanggapi dengan wajah serius. “Kita saling menyebut sebagai saudara, orang tua toako sama pula dengan orang tuaku, serta Tu Kioe. Kalau kedua orang tua itu tak bisa ditolong keluar dari perkampungan Pek Hoa San-cung kamipun bersumpah tidak akan keluar lagi dari perkampungan dalam keadaan hidup2.”

“Cinta kasih kalian berdua sungguh membuat ku merasa terharu entah sampai kalan budi ini baru bisa kubalas” kata Siauw Ling secara tibaw semakin menjura.

“Kita adalah saudara sendiri, toako kalau dmeikian sungkan terhadap kami bukankah sama halnya memandang asing terhadap kami?

“Selamanya beberapa hari ini hatiku selalu tersembunyi akan suatu persoalan rasanya sebelum kuutarakan keluar hatiku tidak tenteram”

“Silahkan toako utarakan secara terus terang mau terjun ke dalam air kami ikut terjun ke air, mau meloncat ke dalam api kami ikut ke api”

“Kau serta saudara Tu mengangkat diriku sebagai loo-toa diantara kalian untuk kesudian kalian aku sangat berterima kasih, namun karena peristiwa ini justru membuat hatiku merasa tidak tenteram, mengapa kita tidak angkat saudara menurut umur saja? siauw-te suka berada diurutan terakhir….”

“Tidak bisa jadi, tidak bisa jadi….” Buru-buru Sang Pat menukas sambil goyangkan tangannya berulang kali. “Di dalam dunia persilatan tiada urutan menurut usia, siapa yang lebih lihay dia lebih terhormat kedudukannya. Ilmu silat yang toako miliki jauh lebih lihay berkali kali lipat daripada kami, lagipula sejak aku serta saudara Tu berjumpa dengan toako, kami menyadari bahwa tingkah laku serta perbuatan kami pada masa yang lampau terlalu mementingkan diri sendiri, kami sudah ambil keputusan sejak kini mengikuti Toako untuk melakukan beberapa buah peristiwa yang menggemparkan agar dapat pula menebus dosa2 serta kesalahan-lahan yang pernah kami lakukan tempo dulu”.

Dengan wajah Sang Pat yang bulat, telinga besar, perut gemuk serta raut muka seorang tauke, sekilas pandang serasa amat ramah sekali, namun dalam mengucapkan beberapa kata diatas wajah yang ramah telah terlintas keseriusan dan penuh kegagahan yang me-nyala2 tidak malu ia disebut sebagai seorang pendekar sejati.

Siauw Ling lantas tersenyum, ujarnya, “Setelah kalian berdua menunjukkan betapa serius dan jujurnya maksud hati kalian, bilamana aku menampik lebih jauh aku rasa malah bakal mendatangkan perasaan antipatik di hati kalian. Dikemudian hari bilamana usaha kalian berhasil menguntungkan umat Bu-lim, aku pasti akan berusaha untuk mengumumkan kepada Bu-lim bahwa sana, Sepasang pedagang dari Tiong Tjhiu telah berubah gelar menjadi sepasang Dermawan dari Tiong Tjhiu”.

“Haa…. ha….” Sang Pat tertawa terbahak2. Asalkan sejak kini kita bisa berbuat banyak kebajikan sudah cukup untuk menenteramkan hati kami, soal nama kosong siauwte tidak memikirkannya di dalam hati.”

Ia merandek sejenak setelah tukar napas terusnya lebih jauh.

“Aku berjanji dengna Be Boen Hwie akan bertemu sewaktu sang surya telah berada ditengah awang2 kalau benar toako tidak ingin mengingkari janji siauwte pun tidak akan menasehati lebih jauh”

Siauw Ling memeriksa keadaan cuaca, lantas berkata.

“Mari kita menjumpai dahulu diri Be Boen Hwie, setelah itu kalian boleh pergi menjumpai si Pencuri Sakti Siang Hwie.”

“Selama ini Be Boen Hwie serta para jago dari daratan Tionggoan menaruh rasa was2 atas diri toako setelah perjumpaan nanti aku takut kita bakal memperoleh banyak sindiran serta olok2an pedas dari para jago….”

“Soal ini, siauw-heng percaya masih bisa bersabar diri.”

“Baik! kalau demikian adanya kita segera berangkat hanya saja kalau terlalu banyak orang rasanya kurang leluasa lebih baik siauw te seorang saja yang mengiringi toako berangkat kesana.”

Siauw Ling pun menyadari bahwa Be Boen Hwie serta para jago Tionggoan rata2 masih menaruh curiga yang sangat tebal terhadap dirinya perjalanan kali ini lebih mendekati dengan menempuh bahaya Be Boen Hwie sekalian para jago tentu akan berusaha membatasi lingkungan geraknya, namun teringat akan bantuan yang diharapkan dari pihak para jago dan mengerti dengan andalkan kekuatan Sang Pat sekalian susah menghadapi serangan para jago perkampunan Pek Hoa Sancung, sambil tertawa ia mengangguk.

“Baik! merepotkan saudara harus mengantar diri”

Kembali Sang Pat memesan wanti2 kepada Tu Kioe setelah membawa Siauw Ling berlalu dari sana.

Setelah berjalan kurang lebih enam tujuh li, sampailah mereka berdua ditepi sebuah sungai kecil. Dengan wajah serius dan bersungguh2 kata Sang Pat.

“Toako, walaupun Be Boen Hwie sangat mengagumi ilmu silatmu, hatinya masih amat mencurigai tingkah lakumu harap toako suka berhati2.”

“Sebelum urusan mencapai sukses aku akan berusaha menahan segala sindiran serta penghinaan saudara Sang tak usah kuatir.”

Selesai berbicara pemuda she Siauw ini segera pejam mata mengatur pernapasan.

Sinar sang surya mengusir kegelapan yang mencekam seluruh jagat. cahaya ke-emas2an menyinari seluruh permukaan bumi mengikuti aliran sungai. dari tempat kejauhan muncul sebuah sampan kecil yang lambat2 bergerak mendekati tempat dimana kedua orang itu berada.

Seorang pemuda gagah berpakaian ringkas warna hitam meloncat ke atas tepian, sementara sampan kecil semula putar haluan dan dengan cepatnya menghilang kembali dibalik tumbuhan gelaga.

Lambat2 Sang Pat bangun berdiri seraya menjura sapanya.

“Ketua Be ternyata betil2 pegang janji”

Sinar mata Be Boen Hwie berkelebat seraya balas memberi hormat katanya.

“Maaf kalian berdua harus menanti sangat lama”

“Persoalan yang kita rundingkan kemarin hari apakah dari pihak Be-heng menjumpai kesulitan?”

“Setelah siauw-te menyanggupi perduli bagaimana kesulitan yang akan tiba rasanya masih dapat kuatasi….” sinar matanya per-lahan-lahan dialihkan ke atas tubuh Siauw Ling dan terusnya, “Hanya saja harus menurunkan derajat Sam Cung-cu, siauw-te merasa hatiku tidak tentram”.

Siauw Ling merasakan sebutan “Sam Cung-cu” yang diucapkkan Be Boen Hwie amat menusuk telinga, namun ia tetap bersabar sembari menjura sahutnya, “Be-heng suka membantu usahaku siauw-te merasa sangat berterima kasih sekali”,

“Be-heng!” ujar Sang Pat kemudian, “Aku titipkan toako kami kepadamu, siauw-te akan mohon diri terlebih dulu”.

“Silahkan Sang-heng berlalu, maaf cayhe tidak mengantar”.

“Tidak berani merepotkan dirimu!” dalam beberapa kali loncatan saja si sie-poa emas ini sudah lenyap dari pandangan, Siauw Ling baru menjura sambil berkata, “Kapan cayhe harus mulai menyaru?”

Dari dalam jubah lebarnya Be Boen Hwie ambil keluar sebuah buntalan kain hijau dan diangsurkan kedepan katanya, “Di dalam buntalan ada satu stel pakaian serta sebungkus obat untuk menyaru silahkan Siauw heng berganti pakaian lebih dahulu kemudian baru mengubah wajahnya”.

Dengan perasaan hati tidak enak Siauw Ling menerima bungkusan itu kemudian berjalan masuk kebalik semak, setelah tukar pakaian menggunakan sedikit air telaga ia mulai mempolesi wajah sendiri dengan obat dalam bungkusan tersebut.

Seorang pemuda tampan yang mempesonakan hati perempuan dalam sekejap telah mengalami perubahan besar, Siauw Ling telah berubah jadi seorang pemuda berwajah kuning pucat serta mengerikan.

Menjumpai dandandan tersebut Be Boen Hwie tersenyum,

“Siauw heng, sore ini bersama2 siauwte kita akan masuk ke dalam perkampungan Seratus Bunga guna menghadiri perjamuan, lebih baik untuk sementara waktu namamu pun seharusnya diganti.”

Tidak salah, harap Be heng suka memberi sebuah nama untuk diriku!”

Be Boen Hwie termenung sejenak, ujarnya.

“Semoga Siauwheng berhasil mencapai tujuan dengan lancar, dan berhasil menolong ayah serta ibumu dari cengkeraman iblis…. bagaimana kalau nama samaranmu Be Seng?”

“Bagus sekali!!”

Kemudian Be Boen Hwie mendongak memeriksa keadaan cuaca, setelah itu katanya lagi.

“Mari kita masuk kota Koei-tjhin dulu untuk bersantap se-kenyang2nya setelah itu baru memasuki perkampungan Pek Hoa Sancung, entah bagaimana menurut pendapat Siauw-heng?”

“Siauw-te turuti kemauan saja!”

“Jikalau demikian adanya mari kita segera berangkat!”

“Siauw-te mulai detik ini adalah pelayan Be heng bilamana Be-heng ada urusan silahkan diperintah saja”

Be Boen Hwie segera tersenyum.

“Waah harus menyusahkan dirimu membuat hatiku kurang tenang! tapi kalau memang demikian kemauanmu sebagai usaha untuk menolong ayah dan ibumu, baiklah untuk sementara waktu aku akan menjadi majikanmu!”

Selesai bicara ia putar badan dan berlalu.

Siauw Ling pun tidak banyak bertanya lagi mengikuti dari belakang Be Boen Hwie iapun berlalu.

Setelah berada dikota Koei-tjhin mereka berdua dapat melihat banyak jago-jago Bu-lim yang menunggang kuda jempolan, menyoren senjata tajam berlalu lalang ditengah jalan raya.

Demikianlah Be Boen Hwie dengan membawa Siauw Ling berhenti didepan sebuah rumah makan bertingkat, setelah memperhatikan beberapa saat keadaan disekelilingnya lambat2 mereka naik ke atas loteng.

Diatas loteng penuh dengan jago-jago Bu-lim yang melepaska lelah sehingga kursi meja hampir boleh dikata tak ada yang kosong, kecuali meja yang menghadap jalan raya sebelah timur disana hanya duduk seorang lelaki setengah baya berbaju warna kuning, dua tempat duduknya masih kosong.

Be Boen Hwie segera melangkah mendekati meja tersebut dan duduk. Sementara Siauw Ling menyaru sebagai apa mirip apa iapun segera berdiri dibelakang manusia she-Be itu.

Melihat ada tamu lain duduk dihadapannya lelaki gagah bermantel kuning itu angkat muka memandang sekejap ke arah Be Boen Hwie bibirnya kelihatan bergerak seperti mau mengutarakan sesuatu namun akhirnya niat ini dibatalkan.

Dalam pada itu Be Boen Hwie merasa raut muka lelaki bermantel kuning itu serasa sangat dikenal hanya untuk beberapa saat lamanya tidak teringat siapakah nama sebenarnya.

Be Boen Hwie panggil pelayan untuk memesan sayur dan arak. setelah itu berpaling ke arah Siauw Ling sembari berkata.

“Ayoh, kaupun duduklah dan bersantap lebih dulu!”

Siauw Ling mengibakan, dengan sikap yang amat kaku dan kurang leluasa ia ambil tempat duduk disamping Be Boen Hwie.

Suasana dalam loteng rumah makan itu sangat ramai dan penuh dengan suara hiruk pikuk manusia yang keluar masuk tiada hentinya bagaikan aliran air sungai dan kebanyakan merupakan jago-jago dunia persilatan,

Melihat keadaan itu Siauw Ling lantas berpikir dalam hatinya.

“Sebenarnya berapa banyak jago Bulim yang diundang Shen Bok Hong? kepada begitu banyak orang2 dunia persilatan yang bermunbulan di dalam kota Kioe Tjhiu ini….?

Mereka buru-buru bersantap, setelah membayar rekening dan turun dari loteng, sengaja Be Boen Hwie keliling kota satu lingkaran dahulu sebelum meneruskan perjalanannya, menuju ke perkampungan Pek Hoa San-cung.

Setibanya disuatu tempat yang sunyi dan jauh dari keramaian, Be Boen Hwie memperlambat langkahnya dan berbisik kepada Siauw Ling dengan suara lirih, “Kita sudah keliling kota berberapa kali namun belum juga menjumpai jago-jago dari partai Sauwlim maupun partai Bu tong barang segelintir manusiapun, kalau benar Shen Bok Hong tiada maksud mengundang jago-jago dari kalangan lurus untuk menghadiri pertemuannya, mengapa ia memberi sebuah kartu undangan kepada aku Be Boen Hwie? …. kejadian ini sungguh mencurigakan sekali! Pepatah kuno mengatakan: Tiada perjamuan tang bermaksud baik, aku lihat dalam perjauman yang bakal berlangsung nanti, ada kemungkinan besar Shen Bok Hong akan memperlihatkan permainan setannya aku rasa setelah kita masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa San-cung, mungkin antara kau dengan aku tak bisa berada jadi satu terus menerus Siauw-heng! kalau sampai terjadi hal seperti ini, kau harus baik2 jaga diri”.

“Terima kasih atas perhatianmu, setelah berada di dalam perkampungan Pek Hoa San-cung, aku akan berusaha keras untuk selalu berada disampingmu….!”

“Apakah Sang Pat serta Tu Kioe pun akan menghadiri pertemuan ini?”

“Mereka memiliki tanda pengenal khusus dari perkampungan Pek Hoa San cung, tidak sulit untuk menyelundup masuk ke dalam kampung!”

“Kalau benar demikian bagus lagi, ilmu silat yang dimiliki Sepasang pedagang dari Tiong Tjhiu sangat lihay, seandainya merekapun berada di dalam perkampungan Pek Hoa San cung maka setiap saat kita bisa memperoleh bantuan yang amat berharga”.

“Cayhe tidak akan ambil keputusan secara gegabah, harap Be-heng berlega hati”.

Be Boen Hwie tersenyum, ia tidak bicara lagi dan meneruskan perjalanan menuju perkampungan seratus bunga.

Jalanan yang terbentang antara kota Koei-Tjhiu sampai perkampungan Pek Hoa San-cung boleh dikata sangat hapal bagi Siauw Ling, sekalipun ia diharuskan berjalan dengan mata merampun bisa sampai ditempat tujuan dengan selamat, sekalipun begitu ia mengikuti terus dibelakang Be Boen Hwie.

Beberapa saat kemudian sampailah kedua orang itu diperkampungan Pek Hoa San-cung.

Walaupun sudahlama Be Boen Hwie mendengar nama besar Perkampungan Pek Hoa San cung namun belum pernah ia kunjungi tempat ini.

Sekarang setibanya diperkampungan tersebut kepalanya segera didongakkan untuk memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu.

Tampak pohon dan bunga memenuhi sekeliling perkampungan setelah melewati sebuah halaman luas berdiri sebuah loteng yang tinggi menulang keangkasa, dengan ketajaman mata Be Boen Hwie serta Siauw Ling secara lapat2 mereka dapat melihat adanya bayangan manusia yang ber-gerak2 diatas loteng.

“Be-heng!” bisik Siauw Ling. “Dipandang sepintas lalu se-akan2 perkampungan Seratus bunga ini sama sekali tiada penjagaannya sangat ketat melebihi sebuah istana kaisar dibalik pepohonan serta bunga2 yang lebat tersembunyi bebarapa puluh orang jago lihay dari perkampungan mereka”

“Ehmm! terima kasih atas petunjuk Siauw heng” kata Be Boen Hwie sambil mengangguk.

Sementara mereka berbicara, mendadak dari balik pepohonan muncul dua orang lelaki berbaju hijau dengan langkah cepat menyambut kedatangan mereka, dari jauh mereka telah menjura sembari menegur, “Apakah kalian berdua datang untuk memenuhi undangan?”

“Tidak salah!” jawab Be Boen Hwie sambil balas menjura.

Mendadak kedua orang lelaki berbaju hijau itu menyingkir kekedua belah samping sambil bongkokkan badan memberi hormat.

“Silahkan kemari!”

Sebetulnya Be Boen Hwie hendak memeriksa dulu keadaan disekeliling perkampungan Pek Hoa San-cung, namun pada saat ini terpaksa ia harus berganti niat dan mengikuti kedua orang lelaki berbaju hijau itu maju kedepan.

Setelah mengelilingi hutan bambu, pemandangan berubah. Tampak sebuah loteng yang tinggi dan megah dikelilingi aneka bunga yang menyiarkan bau semerbak muncul didepan mata. Dua belas orang bocah berbaju biru berdiri disebelah kiri dan dua belas orang dayang cantik berbaju merah berdiri disebelah kanan. Beberapa meja lebar ber-deret2 didepan pintu besar.

Dengan demikian, jalan untuk lewat hanya seluas dua orang jalan berbareng belaka.

Tentu saja melewati pengawasan sedemikian ketatnya tidak gampang ada orang yang bisa menyelinap masuk tanpa ketahuan.

Dibelakang meja besar disamping pintu duduk dua orang kakek berjenggot yang memakai baju warna kuning, dibelakang mereka berdua berdiri pula dua orang lelaki kekar berpakaian singsat.

Dengan sepasang mata yang amat tajam dari Be Boen Hwie. dalam sekilas pandang ia dapat melihat bahwasanya kedua orang lelaki kekar yang berdiri dibelakang masing-masing kakek tua merupakan jago Bulim yang sempurna dalam Gweekang maupun lweekang.

Diam2 ia mengempos semangat, hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh badan bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan, kemudian selangkah demi selangkah maju kedepan.

Dengan kencang Siauw Ling menguntil dari belakang, jarak antara mereka berdua tidak lebih dari dua depa.

Ketika itu wajahnya sudah berubah karena obat penyaru yang sangat mujarab, dari seorang pemuda ganteng yang menggiurkan setiap gadis kini telah berubah jadi seorang lelaki berwajah kuning pucat. Sekalipun demikian dari sepasang matanya lapat2 memancarkan cahaya yang dingin dan menggidikkan hati.

Sementara itu Be Boen Hwie telah berjalan kesisi meja didepan pintu besar. Kedua orang kakek tua itu ber-sama2 berdiri kemudian menjura dengan sikap sangat menghormat.

“Tamu terhormat silahkan tinggalkan nama terlebih dahulu!” ujarnya perlahan.

“Ketua Liok-lim sekitar Propinsi Hoo-lam, Auw-pak, Auw-Lam serta Kiang-si Be Boen Hwie adanya!” jawab orang she Be sambil tertawa hambar.

“Oouw….! kiranya Be Toa-ya!” seru kakek yang ada disebelah kiri sambil menjura. “Dapatkah kau tinggalkan nama besarmu?”

Sembari berkata sepasang tangannya angsurkan sebuah pit kepadanya.

Be Boen Hwie tidak banyak bicara ia terima Pit tersebut kemudian mencantumkan namanya diatas sebuah kain sutera putih yang sudah dibentangkan diatas meja panjang.

Kemudian terdengar kakek yang ada disebelah kanan sambil tertawa berkata lagi.

“Harap toa-ya suka memaklumi dapatkah kau perlihatkan tanda pengenal Gien-pay….”

Tidak menanti pihak lawan menyelesaikan kata2nya. Be Boen Hwie merogoh ke dalam sakunya dan mengangsurkan tanda pengenal perak itu kedepan.

Setelah menerima tanda pengenal tadi dengan amat teliti sekali kakek tua itu memeriksa sekeliling benda tersebut kemudian diangsurkan kembali seraya berkata.

“Be-ya harap kau baik2 menyimpan benda ini”

Be Boen Hwie kontan mengerutkan sepasang alisnya setelah mendengar teguran ini, agaknya ia ada maksud mengumbar hawa amarahnya tetapi akhirnya berhasil juga menyabarkan diri dan menerima tanda pengenal itu untuk dimasukkan ke dalam saku.

Sinar mata kakek tua sebelah kiri sekarang dialihkan ke atas tubuh Siauw Ling dan memperhatikan dengan pandangan curiga, menanti Be Boen Hwie telah menyimpan kembali tanda pengenalnya ia baru berkata lambat2.

“Apa hubungan orang ini dengan Be Piauw Pacu?”

“Seorang pembantu pribadi” jawab Be Boen Hwie dingin. “Bukankah diatas kartu undangan sudah diterangkan amat jelas bahwa setiap lembar lencana Gien-pay berlaku untuk dua orang? apakah tindakan cayhe ini dianggap kesalahan besar?

“Be Cong Piauw Pacu jangan marah2 dulu!” seru kakek yang ada disebelah kiri sambil tertawa paksa. buru-buru ia menjura mohon maaf “Hamba hanya melakukan tugas atas perintah Cungcu kami, demi tanggung jawab yang berat atas keamanan perkampungan terpaksa kami harus menanyakan sampai jelas asal usulnya. dengan demikian kamipun bisa menyediakan pula tempat beristirahat bagi pelayan Be-ya ini….”

Sinar matanya segera dialihkan ke atas tubuh Siauw Ling dan bertanya lebih jauh, “Siauw-ko, siapakah namamu?”

“Be Seng!”

Sembari berkata ia melanjutkan langkahnya kedepan!

Terdengar kakek tua yang ada disebelah kanan segera berteriak lantang,

Tjong Piauw Pacu dari Propinsi Hoo-lan, Auw lam serta Kiang si Be Boen Hwie. Be Toa ya beserta pelayannya Be Seng tiba!

Seorang dayang cantik berbaju merah serta seorang kacung berbaju biru buru-buru berlari memberi hormat.

“Menyambut kedatangan Be ya” serunya berbareng.

“Hmm! sungguh banyak lagak mereka” pikir Be Boen Hwie dalam hati ia segera ulapkan tangannya.

“Sudahlan, tak usah banyak adat!” ia mencegah.

Dayang cantik berbaju merah itu tertawa.
“Budak akan membawa jalan buat Be-ya!” katanya, ia segera putar badan dan berjalan kedepan.

Be Boen Hwie tidak banyak bicara ia mengikuti dari belakang dayang tadi disusul Siauw Ling dan terskhir kacung baju biru itu berjalan dipaling buncit.

“Didepan ada yang bukakan jalan, dibelakang ada pengikut, sungguh suatu penjagaan yang amat ketat” pikir Be Boen Hwie dalam hatinya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar