Bayangan Berdarah Jilid 07

JILID 7

Menemui kejadian macam ini otomatis pikirannya teringat akan ilmu khiekang yang sering tersiar kabarnya dalam dunia kangouw.

Ia tidak menyangka dengan usia Siauw Ling yang masih demikian muda sudah berhasil mempelajari ilmu khiekang yang merupakan ilmu tingkat paling tinggi.

Setelah pundak kirinya terluka, timbullah rasa gusar dalam hati Siauw Ling ia membentak keras sepasang kakinya melancarkan tendangan berantai mengarah tubuh musuh.

Inilah ilmu tendangan berantai Giok Poh Yen Yang Lian Huan Tui dari Boe Song sijago lihay dari Liang san tempo dulu. Untuk menciptakan tendangan berantai itu yang hampir lenyap dari permukaan bumi ini Cung San Pek pernah menggunakan waktu beberapa bulan untuk bermati2an dan akhirnya diturunkan ketangan Siauw Ling.

Pedang Be Boen Hwie berkelebat cepat ia mengeluarkan jurus pedang berantai Im Liong Sam sin atau naga sakti muncul diawan untuk menghadapi tendangan berantai lawan.

Tampak cahaya tajam berkelebat memenuhi angkasa hawa pedang berdesir menggidikkan hati menutup seluruh bagian tubuhnya.

Walaupun serangan tendangan berantai ini mencapai total tapi mengambil kesempatan yang sangat baik inilah Siauw Ling melancarkan serangan balasan.

Hawa murni disalurkan dari pusar mengelilingi seluruh badan laksana kilat ia melayang turun ke atas permukaan tanah kemudian tidak menanti Be Boen Hwie memulai dengan serangannya ia berebut mendesak kedepan toya peraknya dengan jurus Huan Liong Siauw Coe atau naga perkasa melingkari tonggak menyapu tubuh pihak lawan.

Be Boen Hwie yang harus berusaha keras menghindarkan diri dari datangnya tendangan berantai Giok Poh Yen Yang Huan Tui kini kehilangan posisi yang baik untuk menguasai seluruh keadaan melihat datangnya serangan toya sangat lihay ia tak berani menyambut dengan keras lawan keras sambil menarik napas panjang2 badannya buru-buru lima langkah ke belakang.

Bagaikan kehilangan belenggu yang mengikat sepasang tangannya saja Siauw Ling menghembuskan napas panjang ia segera membuka serangan balasannya dengan memutar toya sedemikian rupa memainkan jurus2 Sah Cap Lak Lok Seng Ci Pang yang lihay.

Be Boen Hwie adalah seorang jago lihay yang sangat berpegalaman dalam menghadapi pelbagai pertempuran walau berada dalam keadaan bahaya hatinya sama sekali tidak jadi kacau. Kendati begitu setelah melihat keruwetan serta kesempurnaan ilmu silat Siauw Ling hatinya terperanjat juga.

“Sungguh hebat kepandaian silat orang ini” diam2 pikirnya. “Bukan saja ilmu silatnya meliputi sincang dari kalangan Buddha serta agama Tobehkan ilmu tingkat tinggi yang sudah lama hilang dalam peredaranpun bisa ia mainkan kalau tidak dihabisin ini hari kau akan menjumpai banyak kesulitan untuk melenyapkan dikemudian hari.”

Karena berpikir, perhatian bercabang dan permainan pedangpun semakin mengendor.

Traaang suara bentrokan keras bergema memecahkan kesunyian pedang orang she Be itu kena disapu oleh toya Siauw Ling sehingga tersingkap kesamping dan badannya terbuka suatu kelemahan yang amat besar.

Lengan terasa kaku hampir saja pedangnya terpental lepas dari cekalan.

Siauw Ling membentak keras badannya mendesak maju kedepan toyanya diputar kemudian menghantam dada lawan dengan jurus Ci To Oie Liong atau naga kuning tegak memanggut.

Diam2 Be Boen Hwie gigit bibir badannya miring kesamping dengan nyaris melarikan diri dari datangnya serangan lawan.

Toya perak itu menyambar setengah coen diatas dadanya sedikit ia terlambat menghindar niscaya jalan darahnya kena tertotok.

Pengalaman orang ini sungguh luas sekali ia menyadari keadaan dirinya sudah terseret kelembah kekalahan kalau tidak coba merebut posisi dengan menempuh bahaya maka ia bakal dikalahkan oleh permainan toya Siauw Ling yang amat lihay itu.

Ketika Siauw Ling melihat serangan toya yang mengancam daya lawan menemui sasaran kosong dalam hatipun tahu bahwa tindakannya barusan merupakan suatu tindakan yang salah selagi pergelangannya ditarik ke belakang. Dengan kecepatan penuh Be Boen Hwie sudah melancarkan sebuah serangan balasan, kipas ditangan kirinya membabat pergelangan kanan Siauw Ling tajam2.

Siauw Ling yang pernah merasakan pahit getirnya serangan kipas lawan kali ini bersikap lebih hati2. Ia tahu kalau senjata toyanya tidak dibuang maka ia akan terjerumus kembali ke dalam posisi terdesak.

Tanpa ragu2 lagi sepasang lengannya mengendor melepaskan toya itu dari cekalan.

Be Boen Hwie sama sekali tidak menduga pihak lawan suka membuang senjata toya tersebut ia jadi tertegun.

Dalam menghadapi pertarungan jarak dekat seperti ini menggunakan senjata toya yang panjang dan berat merupakan suatu penghalang yang sangat merepotkan setelah membuang senjata tersebut gerakan pemuda she Siauw ini makin gesit dan lincah.

Pergelangan kanan ditekuk meloloskan diri dari serangan kipas lawan sedang telapak kiri dengan cepat laksana kilat mengirim sebuah pukulan ke arah depan.

Kiranya sejak bentrokan tadi lengan Be Boen Hwie yang mencekal pedang masih terasa linu susah diangkat sehingga pertarungan terpaksa dilakukan dengan andalkan senjata kipas yang ada ditangan kiri.

Serangan Siauw Ling begitu berhembus keluar tiada hentinya jurus demi jurus meluncur keluar bagaikan kilat dalam tujuh jurus saja Be Boen Hwie sudah terdesak hebat sehingga susah melancarkan serangan balasan lagi.

Para jago yang menonton jalannya pertarungan disisi kalangan kebanyakan merupakan anak buah Be Boen Hwie yang pada hari2 biasa sering menjumpai kehebatan serta kegagahan majikannya dalam menghadapi pihak lawan dalam pandangan mereka Cong Piauw Pacunya ini sudah dihormati bagaikan malaikat dan belum pernah menjumpai kejadian dimana keteter macam melawan Siauw Ling saat ini.

Ilmu telapak berantai Siauw Ling mengutamakan kecepatan untuk menguasai posisi semakin menyerang semakin dahsyat memaksa Be Boen Hwie kendati mencekal pedang serta kipas tak sanggup menggunakannya.

Sepasang mata Be Boen Hwie berkilat dan memancarkan napsu membunuh diam2 ia mulai meraba tombol rahasia yang terpasang pada gagang kipasnya.

Tapi bagaimananpun juga dia adalah seorang jago Bulim kenamaan dan merupakan pemimpin pula dari beberapa keresidenan suruh ia main bokong bagaimanapun juga dalam hati merasa malu dan ragu2 untuk turun tangan.

Pada saat hatinya sedang ragu2 mendadak Siauw Ling menarik kembali serangannya sambil melayang mundur lima depa ke belakang ujarnya, “Cong Piauw Pacu ilmu silatmu sangat lihay sekalipun kita harus bergebrak ratusan jurus lagipun susah untuk menentukan siapa menang siapa kalah lebih baik pertarungan ini dilanjutkan dikemudian hari saja….”

Seraya berkata ia meloncat ke belakang dan melayang ke arah rumah gubuk tersebut.

Diam2 Be Boen Hwie merasa malu ia tahu sekalipun ucapan Siauw Ling sungkan sekali tapi sesungguhnya ia tak bakal bisa bertahan sepuluh jurus lagi dari serangan2 Siauw Ling yang cepat dan berantai ini.

Ketika ia mendongak kembali terlihat olehnya didepan rumah gubuk tersebut bayangan manusia berkelebat tiada hentinya diiringi kelebatan senjata tajam yang menyilaukan mata suatu pertarungan sengit sedang berkobar dengan ramainya.

Sebatang toya Chee Toa Nio bagaikan naga sakti bermain air berputar menyodok dan membabat tiada hentinya melayani tujuh delapan orang yang sedang mengerubuti dirinya.

Bersamaan itu pula ada empat orang mengitari Chee Toa Nio lari memasuki rumah gubuk itu.

Melihat kejadian ini Siauw Ling jadi cemas ia mengepos napas dengan sekuat tenaga lari kedepan.

Bagaikan segulung asap ringan badannya berkelebat lewat melalui sisi Chee Toa Nio diiringi tangannya mengayun keluar melancarkan sebuah serangan ilmu totok Siuw loo sin ci menotok rubuh seorang lelaki diantaranya.

Melihat kelihayan pemuda itu Chee Toa Nio terperanjat pikirnya, “Sungguh cepat gerakan tubuhnya.”

Semangat segera berkobar kembali toyanya diputar melancarkan tiga jurus serangan berantai melukai seorang musuhnya.

Tujuh delapan orang jago Bulim yang sedang mengerubuti Chee Toa Nio waktu melihat Siauw Ling dengan sangat mudah berhasil melukai seorang rekannya hati kontan tergetar keras dan semangat bertempurnya runtuh berantakan.

Mengambil kesempatan itulah Chee Toa Nio memperlihatkan kelihayannya toya diputar semakin kencang memaksa para jago yang mengerubuti dirinya mundur terus ke belakang.

Siauw Ling dengan gerakan tubuh laksana kilat menerjang kedepan rumah gubuk tersebut bentaknya keras, “Berhenti, siapa yang berani bersikeras masuk kerumah gubuk itu akan kucabut nyawanya.”

Empat orang lelaki kekar sejak semula telah mendekati rumah gubuk itu tapi selama ini mereka kena ditahan oleh serangan2 senjata rahasia yang dilancarkan Kiem Lan kini dibentak oleh sang pemuda keempat orang itu segera berdiri tertegun.

Dua orang diantara keempat lelaki itu bersenjatakan golok tunggal yang ketiga mengandalkan senjata cambuk dan orang terakhir membawa senjata garpu besar wajah mereka rata2 keren dan gagah.

Saat ini mereka sama2 berpaling dan melototi wajah pemuda she Siauw Ling dengan sinar mata mendelong.

Siauw Ling dengan silangkan pedang didepan dada berdiri penuh wibawa sinar matanya berkilat menyapu sekejap wajah keempat orang itu lalu ujarnya dingin, “Cayhe tidak ingin melukai kalian hal ini bukan karena aku takut kepada kamu sekalian. Hmm asal cuwi ngotot hendak terjang masuk ke dalam gubuk ini jangan salahkan aku akan turun tangan keji terhadap kalian.”

“Siapa kau?” bentak silelaki bersenjata cambuk penuh rasa gusar. “Sungguh besar omonganmu….”

“Cayhe Siauw Ling kalau ada urusan silahkan cuwi katakan kepadaku aku orang she Siauw tetapi kalau kalian ngotot mau masuk ke dalam gubuk. Hmm itu namanya cari jalan kematian kalian sendiri.”

Agaknya silelaki bersenjata cambuk itu adalah pemimpin diantara empat orang tersebut mendengar ucapan itu dengan gusar ia segera membentak, “Oooouw….bisa terjadi peristiwa seperti itu? cayhe merasa kurang percaya.”

“Hmmmm kalau tidak percaya mengapa tidak kalian coba?”

Silelaki bersenjata cambuk itu segera ulapkan tangan kanannya dan berbisik kepada kedua orang lelaki yang bersenjatalan golok.

“Kalian berdua turun tangan berbareng untuk menghadapi bajingan yang banyak melakukan kejahatan ini tak perlu kita bicarakan soal peraturan Bulim serta keadilan.”

Dua orang lelaki bersenjata golok itu menyahut kemudian berdiri berjajar menghadang jalan pergi Siauw Ling.

Setelah memberi perintah kepada kedua orang itu silelaki bersenjata cambuk tadi berpaling ke arah silelaki bersenjata Trisula.

“Mari kita terjang ke dalam gubuk itu” serunya.

Melihat keketusan beberapa orang itu alis Siauw Ling berkerut sepasang mata memancarkan cahaya berkilat.

“Kalau cuwi tidak mau mendengarkan peringatan cayhe itu namanya mencari penyakit buat diri sendiri” bentaknya gusar.

Tadi sewaktu Siauw Ling berkelebat datang dengan gerakan yang cepat laksana kilat keempat orang itu tidak berpaling dan sedang pusatkan seluruh perhatiannya dalam menghadapi serangan2 senjata rahasia dari Kiem Lan.

Semisalnya mereka melihat dengan mata kepala sendiri niscaya pada saat itu lebih suka mendengarkan nasehat dari Siauw Ling.

Tampak silelaki bersenjata Trisula itu sembari menggetarkan senjatanya sehingga terdengar suara gemerincingan yang ramai menerjang masuk ke dalam gubuk.

Siauw Ling membentak gusar pedangnya digetarkan menciptakan selapis cahaya putih yang menyilaukan mata menerjang maju kemuka.

Melihat datangnya serangan pedang Siauw Ling yang sangat hebat kedua orang lelaki bersenjata golok yang menghadang jalan perginya jadi melengak belum habis pikiran itu berkelebat lewat dalam benak mereka Siauw Ling sudah menerobos dari sisi mereka.

Tampak cahaya putih berkelebat lewat hawa pedang mendesir menggidikkan hati sebelum golok mereka bergerak Siauw Ling sudah menerobos lewat.

Bluuuuuk….badan silelaki bersenjata trisula yang sedang menerjang ke dalam gubuk tiba-tiba terpental keluar dan jatuh terpelanting kurang lebih empat lima depa jauhnya dari tempat semula.

Sebaliknya Siauw Ling sambil mencekal pedang telah berdiri didepan pintu dengan wajah angker.

“Siapa lagi yang bernyali berani coba2 maju kemari?” tantangnya dingin.

Serangan yang dilancarkan cepat laksana sambaran petir ini membuat semua jago yang hadir dikalangan merasa hatinya berdesir keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh badannya.

Silelaki yang kena dilempar keluar menggeletak diatas tanah itu terlentang tak berkutik sepasang matanya bulat melotot mulut melongo tapi tak sepatah katapun bisa diutarakan.

Kiranya ia kena ditendang jalan darahnya oleh Siauw Ling sehingga waktu badannya terlempar keluar mulutnya membungkam dan tak berkutik.

“Mundur semua!” tiba-tiba terdengar suara teguran berat bergema datang. “Kalian semua bukan tandingannya ayo cepat mundur.”

Mendengar suara itu silelaki bersenjata cambuk dengan sangat hormat menundukkan kepalanya karena ia tahu siapakah yang telah datang.

“Hamba sekalian mendatangkan rasa malu buat Cong Piauw Pacu kami rela tunggu hukuman” katanya lirih.

“Orang yang barusan datang bukan lain adalah Be boen Hwie itu si Cong Piauw Pacu dari empat keresidenan besar Ih Cuw Lang serta Kan.”

Tampak ia buru-buru menghampiri silelaki bersenjata trisula yang menggeletak diatas tanah dan menendangnya satu kali.

Tampak lelaki bersenjata trisula yang kena ditendang menggelinding kesamping kemudian meloncat bangun secara mendadak ia menubruk kembali ke arah Siauw Ling sambil mengirim sebuah tusukan dengan senjatanya.

“kembali!” bentak Be Boen Hwie keras2.

Kena dibentak lelaki itu mengkerut dan tarik kembali serangannya sembari berpaling ke arah majikannya dengan wajah kurang puas.

“Cong Piauw Pacu mengapa kau larang aku turun tangan?” serunya.

Alis Be Boen Hwie berkerut.

“Sekalipun kalian berempat turun tangan berbarengpun bukan tandingan orang lain apalagi kau seorang? Hmm! kau ingin hantar nyawa dengan sia2.”

“Tadi hamba kurang hati2 sehingga kena ditendang satu kali olehnya bagaimana mungkin kejadian tersebut bisa dihitung suatu kekalahan.”

Kiranya orang ini membawa tiga bagian ketolol2an walaupun kena ditotok jalan darahnya oleh tendangan Siauw Ling tapi ia tetap beranggapan dalam hal adu kepandaian senjata dirinya belum kalah dan hatinya merasa sangat tidak puas.

Air muka Be Boen Hwie kontan berubah hebat.

“Ayo cepat mundur ke belakang” bentaknya.

Walaupun orang itu merasa tidak puas terhadap Siauw Ling tapi terhadap Be Boen Hwie sangat jeri kena dibentak buru-buru dia mengundurkan diri ke belakang.

Sinar mata Be Boen Hwie perlahan-lahan menyapu sekejap pertarungan yang sedang berlangsung antara Chee Toa Nio melawan anak buahnya.

Ketika itu sinenek tua tersebut berhasil menguasai keadaan ia lebih banyak menyerang daripada bertahan tak terasa dihati manusia she Be ini mulai berpikir, “Bila ditinjau dari situasi pertarungan saat ini dengan andalkan aku Be Boen Hwie serta beberapa orang pengikutku tak mungkin bisa menangkan pertarungan ini kali.”

Karena kuatir mendadak dia merogoh ke dalam saku mengambil keluar sebuah mercon dan dilemparkan ketengah udara.

Bluuum….! mercon tadi meledak ditengah udara memuntahkan bunga2 api yang sangat banyak.

“Be Boen Hwie kau sedang mengundang bala bantuan?” sindir Siauw Ling dengan nada dingin.

Merah padam selembar wajah orang she Be ini.

Sedikitpun tidak salah ia mengaku dengan nada jengah. “Orang yang hadir ini hari bukan cuma she Be seorang karena cayhe sangat menghormati watak Chee Loocianpwee maka aku menasehati kawan2 Bulim lainnya agar suka menanti sejenak sehabis cayhe bercakap2 dengan Chee Loocianpwee dan beliau suka memberi muka kepadaku barulah gerakan dimulai.”

“Sayang sekali ia tidak suka memberi muka buat kau Cong Piauw Pacu” tukas Siauw Ling.

“Maka itulah, setelah cayhe tidak berhasil meminta persetujuan dari Chee Loocianpwee maka keadaan yang sebenarnya terpaksa cayhe beberkan dihadapan para jago untuk mereka yang ambil keputusan mau bertempur atau damai bukan aku orang she Be yang bisa ambil keputusan.”

“Heeee….heeee….demi aku orang she Siauw seorang harus merepotkan para jago dari daratan Tionggoan serta Cong Piauw Pacu empat keresidenan biar hadir sendiri kemari seharusnya cayhe minta maaf kepada kalian” jengek pemuda she Siauw itu kembali sambil tertawa dingin.

Merah padam selembar wajah Be Boen Hwie ia mendehem beberapa kali.

“Pertempuran yang terjadi kali ini hari bukan pertempuran merebut nama dan kedudukan seperti yang sering terjadi dalam dunia persilatan. Peristiwa ini menyangkut soal pertumpahan darah yang bakal melanda dunia kangouw hal ini tak bisa dipengaruhi oleh kemenangan atau rasa malu seseorang.”

“Aaaai! ternyata Be heng belum kehilangan sifat lapang dada dan gagah perkasa yang mengagumkan” Siauw Ling menghela napas panjang, “Di dalam pertarungan tadi kau sama sekali belum menderita kalah kau tak perlu merendah lagi.”

“Kemungkinan sekali Sam Cungcu sudah memberi kesempatan hidup bagi diriku walaupun aku orang she Be tidak menderita kekalahan dalam pertarungan tadi tetapi cayhe tahu dan menyadari apabila pertempuran tersebut dilanjutkan lagi maka aku orang she Be pasti akan menderita kalah.”

Ia merandek dan menghela napas panjang kemudian sambungnya lebih lanjut, “Sudah lama cayhe mengagumi nama besar Siauw heng bahkan pernah memerintahkan anak buahku menunggang kuda tercepat selama tiga hari tiga malam melakukan perjalanan sejauh tiga ribu li untuk menjumpai siapa nyana kita tak ada jodoh untuk saling berjumpa tidak nyana lagi pertemuan kita yang pertama harus berdiri dalam posisi bermusuhan.”

Ketika mendengar ucapan itu secara samar2 Siauw Ling merasa Be Boen Hwie si Cong Piauw Pacu dari empat keresidenan ini mempunyai sikap sangat luar biasa diam2 ia merasa kagum.

Seraya menggeleng ia menghela napas panjang.

“Siauw Ling yang Be heng kejar tempo dulu kemungkinan besar bukan cayhe.”

“Aaaah” Be Boen Hwie tertegun. “Sebenarnya dikolong langit ada beberapa orang yang bernama Siauw Ling?”

“Dua.”

“Sungguh merupakan suatu berita yang aneh dan belum pernah terjadi dalam kolong langit” tukas Be Boen Hwie cepat. “Jangan dikata nama serta she kalian sama bahkan kedua2nya memiliki ilmu silat yang lihay sungguh aneh sekali kejadian ini.”

Sekalipun kecerdikannya melebihi orang jelas ia tidak percaya apa yang dikatakan Siauw Ling barusan.

“Aaaaai….tidak salah dikolong langit memang susah dijumpai peristiwa macam begini. Tapi asal salah seorang menyaru nama Siauw Ling maka urusan tak akan aneh lagi.”

“Betul diantara kedua orang Siauw Ling tentu ada salah seorang yang menyaru nama besar itu.”

“Memang demikian kenyataannya.”

“Maaf terpaksa cayhe akan menanyakan suatu pertanyaan yang tidak sesuai dengan nama Siauw Ling dari Sam Cungcu ini termasuk yang palsu atau yang asli?”

“Apa artinya palsu dan sungguh?”

“Kalau tidak manusia lewat tinggal nama burung lewat tinggal suara baik Siauw Ling yang palsu atau yang asli sama merupakan jago lihay yang berkepandaian silat tinggi mungkinkah kedua belah pihak akan sama2 membungkam dan hidup secara damai dalam dunia persilatan ini?”

Siauw Ling tidak menjawab ia mendongak dan mendadak serunya, “Be heng bala bantuanmu sudah tiba.”

“Mereka semua bukan bala bantuanku” jawab Be Boen Hwie tanpa berpaling lagi.

“Kalau bukan bala bantuan Be heng apalah mereka datang untuk membantu aku Siauw Ling?”

“Kedatangan mereka karena hendak mencari Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung mana mungkin mereka suka membantu aku orang she Be….”

Ia merandek dan hela napas panjang tambahnya, “Sebelum terjadinya peristiwa ini diantara kita sama sekali tiada janji untuk mengadakan suatu pertemuan mereka datang seorang demi seorang serombongan demi serombongan dengan sendirinya.”

“Aku Siauw Ling belum lama terjunkan diri dalam Bulim” seru Siauw Ling memotong. “Dosa dan kekalahan besar apakah yang telah kau lakukan sehingga memancing kuntilan serta kejaran demikian banyak jago-jago lihay Bulim?”

“Watak Siauw heng gagah perkasa tidak mirip manusia yang suka melakukan kejahatan hanya tindakanmu bergabung dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung telah mengubah kau sebagai musuh umum para jago Bulim.”

Waktu mereka sedang bercakap2 beberapa ekor kuda itu sudah menerjang datang.

Chee Toa nio memutar toyanya melancarkan tiga jurus serangan gencar memaksa orang2 yang mengepung dirinya tercerai berai ke belakang.

Ketika itulah badannya meloncat keluar dari kalangan dan melayang kedepan gubuk.

Be Boen Hwie sama sekali tidak menghadang badannya berkelit kesamping membuka jalan bagi nenek tersebut.

Dengan cepat Chee Toa nio melayang kesisi Siauw Ling dan berdiri berjajar katanya, “Jumlah lawan sangat banyak mari kita bersatu padu menghadapi mereka sehingga tidak sampai pihak kita keteter.”

Siauw Ling tidak bicara ia alihkan sinar matanya menatap rombongan jago Bulim yang sedang berlari mendatang jumlah mereka ada puluhan dengan perawakan tinggi kecil gemuk kurus campur aduk.

Orang yang berjalan dipaling depan adalah seorang lelaki berperawakan tinggi besar kurang lebih delapan depa tingginya dengan wajah merah padam ditangannya membawa sebuah senjata palu berantai dengan punggung tergantung gendewa dipinggang tersoren anak panah sikapnya sangat gagah mempesonakan.

“Silelaki berwajah merah yang berjalan didepan adalah sipanah sakti penyapu jagad Tong Yen Khie” bisik Chee Toa nio dengan suara lirih. “Orang ini memiliki tenaga dalam yang luar biasa jangan sekali2 kau mengadu tenaga dengan dirinya.”

“Ehmm!” Siauw Ling mengangguk. “Orang ini mempunyai sikap yang gagah perkasa.”

Belum selesai dia bicara Tong Yen Khie telah menerjang datang sembari gembar gembor keras.

“Siapakah diantara kalian yang bernama Siauw Ling dari perkampungan Pek Hoa San cung?”

Melihat cara orang itu amat keras alis Siauw Ling berkerut.

“Cayhe adalah Siauw Ling entah ada keperluan apa?”

“Bagus sekali rasakan sebuah gebukanku” tukas Tong Yen Khie dingin.

Tangan kanannya menggetar, bandulan palu berantainya dengan disertai desiran angin tajam menyapu ke arah dada Siauw Ling.

Senjata rantai yang ada ditangannya bisa digunakan pertarungan jarak jauh bisa pula untuk jarak dekat walaupun jarak kedua orang ini masih terpaut sembilan depa tapi ujung bandulan tersebut berhasil mencapai depan dada Siauw Ling.

Diam2 pemuda kita salurkan hawa murninya mengelilingi badan mendadak pedang ditangan kanannya menotok keluar sedang dalam hati berpikir, “Gerak gerik orang ini gagah perkasa tenaga gwakangpun luar biasa entah bagaimana dengan tenaga kweekangnya?”

“Jangan terima serangan bandulan berantainya dengan kekerasan” waktu itulah terdengar Chee Toa nio berteriak penuh kecemasan.

Sembari berteriak toyanya disapu ke arah depan.

Tetapi peringatan ini datangnya terlalu lambat ujung pedang Siauw Ling tahu2 sudah menempel diatas bandulan berantai Tong Yen Khie.

Pemuda ini segera merasakan datangnya sambaran itu sangat ketat dan mantap membuat lengannya jadi kaku kendati begitu serangan tersebutpun kena ditangkis oleh Siauw Ling sehingga miring kesamping.

Tong Yen Khie tertegun tapi sebentar kemudian ia sudah berterik kembali, “Bangsat cilik berani kau terima lagi sebuah seranganku?”

Pergelangan digetar bandulan berantai seklai lagi menyambar ke arah depan.

Tenaga sakti yang dimiliki orang ini sudah tersohor diseluruh kolong langit kebanyakan jago Bulim pada tahu kalau keistimewaan terletak pada soal tenaga kebanyakan orang yang bergebrak melawan dirinya tidak suka adu kekerasan dengan dirinya.

Sekalipun orang yang tidak tahu keistimewaannya ini cukup melihat perawakan badannya yang tinggi besar lagi kekar serta senjata bandulan berantai yang begitu berat tentu ia berani pula adu kekerasan dengannya.

Oleh sebab itu sepanjang hidup belum pernah ia menjumpai seorang lawanpun yang berani menerima serangan bandulan berantai tersebut.

Siapa sangka ini hari dengan begitu enteng dan mudah Siauw Ling bisa menyambut serangannya tidak aneh kalau ia kelihatan tertegun.

“Bagus akan kusambut kembali seranganmu ini” kata Siauw Ling dingin.

Hawa murni dipersiapkan melindungi badan pedang didorong kemuka menutul diatas tubuh bandulan berantai tersebut.

Kali ini dalam serangannya Tong Yen Khie telah menambahi tenaganya sampai beberapa bagian suara desiran tajampun semakin gencar kedengarannya pedang dan bandulannya dengan cepat berbentrokan kemudian berpisah kembali kali ini tidak kedengaran sedikit suara bahkan Siauw Ling tetap berdiri tak berkutik bagaikan batu karang.

“Sungguh luar biasa” teriak Tong Yen Khie termangu2.

Tadi sewaktu Chee Toa nio melihat Siauw Ling menyambut datangnya serangan bandulan dengan keras lawan keras karena takut pemuda ini tidak kuat ia persiapkan tongkatnya untuk menolong.

Siapa nyana dua kali berturut2 Siauw Ling berhasil menangkis datangnya serangan bandulan itu tanpa gemilang sedikitpun hatinya baru merasa kagum.

“Kesempurnaan tenaga kweekang yang dimiliki bocah ini benar2 sudah mencapai taraf kesempurnaan hebat2″ pikirnya dalam hati.

Perlahan-lahan ia tarik kembali serangannya dan mundur kesisi kalangan untuk menonton jalannya pertempuran2 tersebut.

Bakat Siauw Ling sangat bagus ditambah pula beribu2 batang jamur batu berusia ribuan tahun termakan olehnya tanpa sengaja membuat badan yang semula lemah menjadi kuat ditambah lagi Cung San Pek dengan gunakan ilmu saktinya menembus ketiga urat nadinya hal ini membuat tenaga kweekangnya makin sempurna.

Tidak aneh kalau air mukanya tetap tenang2 saja sekalipun harus dua kali menerima datangnya serangan Tong Yen Khie dengan keras lawan keras.

“Bagus sekali” teriak Tong Yen Khie gusar. “Berani kau menerima sebuah seranganku lagi?”

Bandulan berantainya diputar kencang lalu membabat batok kepala pemuda itu.

Dengan membawa suara desiran tajam laksana ambrukan gunung thaysan bandulan berantai tadi kembali menyambar datang.

Sekalipun watak Siauw Ling tinggi hati tapi setelah melihat datangnya serangan bandulan berantai dari Tong Yen Khie sangat dahsyat ia tak berani menerimanya dengan kekerasan.

Hawa murni segera disalurkan mengelilingi badan bukannya mundur ia malah maju kedepan mengancam dada lawan.

Ilmu meringankan tubuh Siauw Ling diperoleh dari hasil didikan Liuw Siauw Cu sebagai jago Ginkang nomor wahid dikolong langit gerakan serangannya ini cepat bagaikan kilat.

Dimana bayangan manusia berkelebat ia sudah mendesak kehadapan Tong Yen Khie tangan kiri dikebut membabat dada lawan sedang pedang ditangan kanannya menahan rantai lemas dari senjata bandulan orang she Tong itu.

Bila ditinjau cara menyerang macam begini amat berbahaya dan menempuh maut padahal yang nyata justru tindakan inilah merupakan tindakan yang paling tepat untuk menguasai serangan bandulan berantai Tong Yen Khie yang dahsyat.

Perawakan Tong Yen Khie tinggi besar dan kekar tapi gerak geriknya lincah sangat gesit sepasang pundak bergerak badannya buru-buru mundur lima enam depa ke belakang. Pergelangan menyentak ia tarik kembali senjata andalannya.

Setelah berhasil merebut posisi yang menguntungkan Siauw Ling tidak ingin mengendorkan serangannya lagi. Pedangnya dibabat keluar berulang kali.

Sreeet! sreeet! tiga babatan tajam mengimbangi telapak kirinya yang melancarkan empat buah serangan dahsyat.

Serangan berantai pedang berserta telapak tangan ini memaksa Tong Yen Khie mundur ke belakang berulang kali ia tidak berdaya melancarkan serangan balasan bahkan hampir terluka kena bacokan pedang Siauw Ling.

“Sam Cungcu cepat mundur ke belakang” tiba-tiba terdengar Chee Toa nio berteriak memberi peringatan.

Kiranya saking gembiranya Siauw Ling melancarkan serangan mendesak Tong Yen Khie tanpa sadari badannya sudah maju sejauh dua tombak lebih dari tempat semula.

Mendengar peringatan Siauw Ling berpaling dilihatnya Chee Toa nio sambil melintangkan tongkatnya menghadang didepan pintu gubuk jago-jago Bulim yang mengurung disekeliling tempat itupun telah meloloskan senjata tajam masing-masing situasi amat tegang dan sebentar lagi bakal meledak suatu pertarungan yang maha seru.

Siauw Ling menyentak pergelangan kanannya menarik kembali serangan pedang yang baru ia lancarkan dalam beberapa kali jumpalitan dia mundur kembali kedepan pintu gubuk.

Dalam jarak sejauh beberapa tombak dari depan gubuk, semisalnya para jago bermaksud menghadang jalan mundurnya kemungkinan besar akan berhasil memisahkan pemuda itu tapi tak seorangpun diantara mereka yang berkutik dari tempat masing-masing.

Terdengar Chee Toa nio berbisik kembali.

“Sitoojien yang berdiri disebelah kiri Be Boen Hwie adalah Ing Gwat Tootiang salah seorang jago pedang terlihay dari antara tiga jago pedang partai Cing Shia Pay ilmu pedang orang ini amat sempurna dan merupakan andalan dari partai Cing Shia Pay kau jangan memandang terlalu rendah dirinya!”

“Terima kasih atas petunjukmu.”

“Seorang berbaju serba merah yang ada disebelah kanan Be Boen wie merupakan jago lihay bermain api yang sudah tersohor dalam Bulim Sam Yang Sin Tan atau sipeluru sakti Lok Koei Ceng bersama2 Tok Hwie atau siapi beracun Cin Gak disebut sebagai Ceng Shia Jie Hwee atau sepasang manusia berapi dari kalangan lutus dan sesat kalau nanti kau bergebrak melawan dirinya teristimewa hati2 dengan peluru berapinya.”

Kembali Siauw Ling mengangguk sinar matanya perlahan-lahan beralih menyapu sekejap seluruh kalangan. Tampak olehnya kecuali Be Boen Hwie Ing Gwat Tootiang sipeluru sakti Lok Koei Ceng disekelilingnya masih berkumpul kurang lebih dua puluh orang jago-jago lihay yang berkepandaian tinggi.

Tak terasa dalam hati ia berpikir, “Belum lama Djen Bok Hong munculkan dirinya kembali dalam Bulim seluruh dunia persilatan sudah dibikin gempar agaknya baik jago dari sembilan partai besar maupun jago-jago dari kalangan lurus serta sesat sama2 mengikat tali permusuhan sedalam lautan dengan dirinya jelas Djen Bok Hong adalah seorang manusia yang sangat berbahaya.”

“Sam Cungcu” tiba-tiba lamunannya diputus oleh teriakan Be Boen Hwie yang keras. “Cayhe sudah mencoba bagaimana lihaynya kepandaian silatmu kau memang betul2 hebat.”

“Terima kasih, terima kasih Cong Piauw Pacu terlalu memuji.”

Be Boen Hwie tertawa hambar.

“Ing Gwat Tootiang adalah anak murid pertama dari ciangbujien partai Cing shia pay ia tersohor dalam Bulim sebagai seorang jago ilmu pedang sewaktu beliau mendengar siauwte mengagumi kepandaian silat Sam Cungcu hatinyapun ikut tertarik kini ingin sekali beliau minta petunjuk tentang ilmu pedang Siauw heng.”

Siauw Ling tidak menjawab sinar matanya menyapu sekejap suasana disekeliling sedang mulut membungkam dalam seribu bahasa.

Agaknya Be Boen Hwie dapat menangkap rasa keberatan dari Siauw Ling terdengar ia menyambung lebih lanjut, “Sebelum Siauw heng serta Ing Gwat Tootiang berhasil menentukan siapa yang menang siapa yang kalah kami tak akan maju setengah coen pun” ia merandek dan berpaling ke arah para jago yang hadir disekeliling tempat itu lalu tambahnya, “Cayhe berharap agar cuwi mundur satu tombak ke belakang menikmati pertarungan pedang antara Ing Gwat Tootiang melawan Siauw Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung.”

Nama Be Boen Hwie dalam dunia kangouw ternyata luar biasa walaupun para jago yang hadir disekeliling tempat itu bukan anak buahnya tapi mereka menurut dan mundur satu tombak ke belakang.

Melihat situasi telah berubah Siauw Ling segera berpaling ke arah Toa nio.

“Loo popo harap kau suka menjaga diri cayhe dari sisi kalangan.”

Bibir Chee Toa nio sedikit bergerak tapi ia batalkan niatnya untuk berbicara.

Siauw Lingpun tidak banyak cakap lagi dengan gagah ia melangkah maju lima depa kedepan pedang pusakanya disilangkan didepan dada menanti serangan.

“Sudah lama cayhe mendengar dan mengagumi nama jago pedang dari partai Ci shian pay” katanya sembari menjura. “Ini hari bisa berjumpa dengan Tootiang aku Siauw Ling merasa amat beruntung.”

Ing Gwat Tootiangpun segera meloloskan pedangnya yang tersoren diatas punggung.

“Siauw Thay hiap masih muda tapi gagah perkasa pintopun sudah lama merasa kagum.”

Pedangnya disilang didepan dada, kaki perlahan-lahan bergeser kedepan dan berhenti kurang lebih lima depa dihadapan Siauw Ling.

“siauw Thay hiap silahkan” katanya.

Siauw Ling mengangguk sedang dalam hati ia berpikir, “Agaknya diantara para jago yang hadir disekeliling tempat ini Be Boen Hwie Lok Koei Ceng tong Yen Khie serta Ing Gwat Tootiang merupakan jago-jago terlihay bila aku berhasil mengalahkan keempat orang ini sekaligus maka sisanya pasti akan mundur dengan sendirinya….”

Berpikir demikian ia lantas berseru, “Tootiang merupakan jago tersohor dari sebuah perguruan besar aku rasa kau tidak akan suka merebut kesempatan untuk menguasai lawan baiklah biar cayhe turun tangan terlebih dahulu.”

“Siauw Thay hiap silahkan.”

Tanpa sungkan2 lagi Siauw Ling menggetarkan pedangnya menusuk kedepan ujung pedang bergetar keras menciptakan tiga kuntum bunga2 pedang.

Serangan ini dinamakan Hong huang Sam Tiam Tauw atau burung Hong tiga kali mengangguk secara lapat2 mengandung maksud sungkan.

Ing Gwat Tootiang membabatkan pedangnya kedepan menciptakan selapis cahaya putih mengunci datangnya serangan Siauw Ling ini.

Serangan inipun merupakan suatu jurus pertahanan jelas pihak lawanpun masih merasa sungkan.

Siauw Ling segera membalik pedangnya menciptakan dua kuntum bunga pedang dan dengan tajam ditusuk kedepan.

Kali ini serangannya cepat dan hebat dimana ujung pedang menyambar lewat membawa suara desiran angin serangan tajam.

Dengan sikap yang tenang Ing Gwat Tootiang mengeluarkan jurus Huat Hun Im Yang atau Garis Pemisah Im dan Yang menangkis datangnya tusukan tersebut.

Setelah ia mendengar pujian Be Boen Hwie atas kesempurnaan tenaga kweekang serta jurus pedang Siauw Ling saat ini dia bermaksud menangkis datangnya serangan itu dengan keras lawan keras.

Siauw Ling dengan cepat memutar pedangnya sedemikian rupa mengeluarkan jurus Hwie Hong Suo Liuw atau angin berpusing pohon Liuw melambai sebelum Ing Gwat Tootiang melancarkan serangan balasan pedangnya kembali sudah membabat kedepan.

Ing Gwat Tootiang yang menangkis datangnya serangan tadi dengan keras lawan keras pergelangannya kontan terasa jadi kaku diam2 dia merasa terperanjat.

“Nama besar orang ini ternyata bukan kosong belaka” pikirnya dalam hati. “Aku harus berhati2 dalam menghadapi dirinya.”

Melihat pedang lawan kembali menyapu datang kali ini ia tidak berani datang menerimanya dengan keras lawan keras pergelangan menekuk ujung pedangnya ditusuk ke arah pergelangan kanan Siauw Ling yang mencekal pedang.

Buru-buru Siauw Ling menekan pergelangannya kebawah untuk menghindar. Mengambil kesempatan yang sangat baik inilah Ing Gwat Tootiang merebut posisi menyerang.

Pedangnya ditusuk kedepan berulang kali melacarkan lima buah babatan dahsyat.

Kelima buah serangan ini dilakukan cepat dan gencar memaksa Siauw Ling tak sanggup mengirim serangan balasan dan terdesak mundur sebanyak lima langkah.

Melihat kehebatan lawan diam2 Siauw Lingpun memuji pikirnya, “Partai Cing Shia disebut sebagai salah satu partai yang jago dalam ilmu pedang diantara empat partai besar lainnya permainan pedang toosu ini benar2 luar biasa….”

Setelah berturut2 melancarkan delapan buah serangan gerakan Ing Gwat Tootiang mulai mengendor mengambil kesempatan ini Siauw Ling segera melancarkan serangan balasan.

Sepasang pedang saling menyambar tiada hentinya suatu pertarungan sengitpun berkobar makin lama semakin seru.

Sang surya lenyap dibalik gunung meninggalkan sisa2 cahaya menyorot keluar dari balik pohon yang rindang dan memantulkan serentetan cahaya yang menyilaukan mata.

Tidak sampai beberapa saat dua orang sudah bertempur mencapai ratusan jurus lebih.

Sang surya makin tenggelam dan akhirnya lenyap dari pandangan magribpun menjelang datang.

Cuaca gelap mulai menutupi jagat diujung langit secara lapat2 mulai kelihatan beberapa butir bintang berkelip2 tiada hentinya.

Ditengah suasana yang remang2 cahaya pedang menyambar meninggalkan seberkas sinar panjang pertarungan kedua orang jago itu makin lama kian mendekati titik-titik penentuan.

Sinar mata Be Boen Hwie tajam melebihi jago lain apalagi ia berdiri paling dekat dengan kalangan ditengah lapat2nya cuaca dengan jelas ia dapat menemukan mengucur keluar peluh sebesar kacang kedelai membasahi jidat Ing Gwat Tootiang.

Sebaliknya makin bertempur Siauw Ling semakin perkasa jurus pedangpun makin menghebat bahkan boleh dikata Ing Gwat Tootiang sudah tak berkemampuan untuk melancarkan serangan balasan lagi.

Jelas menang kalah dalam sekejap mata segera akan terbentang.

Selagi orang she Be itu melamun mendadak permainan pedang Siauw Ling berubah hawa pedang gulung demi gulung melanda datang dan tiada berputusan.

Sepasang pedang dengan cepat terbentur satu sama lain menciptakan bunyi yang nyaring serta percikan bunga api hawa pedang kontan lenyap bayangan manusia saling berpisah.

Tampak Siauw Ling sambil silangkan pedangnya didepan dada berdiri dengan angker ditengah kalangan sebaliknya pedang Ing Gwat Tootiang sudah tersampok jatuh diatas tanah.

Perlahan-lahan Ing Gwat Tootiang mengangkat ujung bajunya menyeka keringat yang membasahi jidat.

“Sam Cungcu ilmu pedangmu sangat lihay cayhe merasa bukan tandinganmu” katanya sedih.

“Tootiang terlalu merendah terima kasih2.”

Ing Gwat Tootiang memungut kembali pedangnya kembali dari atas tanah dan dimasukkan ke dalam sarung lalu ujarnya kembali, “Walau pinto menderita kalah ditangan Sam Cungcu tapi dalam Bulim masih banyak jago lihay yang berdatangan mencari dirimu sekalipun Sam Cungcu berhasil menangkan pinto belum tentu bisa menangkan para enghiong hoohan dari seluruh kolong langit.”

Dengan sedih ia putar badan dan berlalu dari sana.

Dengan termangu2 Siauw Ling memandang punggung sitootiang dipartai Cing shia ini hingga lenyap dari pandangan tak terasa pemuda itu menghela napas panjang.

Mendadak silelaki yang berbaju serba merah itu berkelebat keluar sembari melepaskan senjata Hwie Liong Pangnya ia berseru, “Cayhe Lok Koei Ceng mohon petunjukmu silat Sam Cungcu yang lihay” nada suaranya dingin bagaikan es.

“Dengan senang hati akan cayhe iringi.”

“Hati2 dengan senjata yang dicekal serta permainan api yang tersembunyi disekeliling badannya” mendadak Chee Toa nio sembari peringatan.

“Hmm….tidak kusangka Chee Toa nio yang namanya tersohor didaratan tionggoan telah menggabungkan diri dengan perkampungan Pek Hoa San cung” sindir Lok Koei Ceng sambil tertawa dingin.

“Omong kosong” tukas sinenek tua itu dengan nada gusar. “Siapa yang bilang aku telah menggabungkan diri dengan perkampungan Pek Hoa San cung?”

“Dihadapan orang banyak kau jual nyawa buat orang perkampungan Pek Hoa San cung apakah dugaanku ini salah?”

“Aku membantu Siauw Ling dikarenakan ada ikatan perjanjian diantara kami berdua apa sangkut paut urusan ini dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung.”

“Siauw Ling adalah Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung rasanya Loocianpwee sudah tahu bukan” timbrung Be Boen Hwie tiba-tiba.

“Sudah tentu tahu.”

“Kini kau bantu Siauw Ling menghadapi kami bukankah ini berarti kau hendak memasuki para enghiong hoohan dari seluruh kolong langit? alasan ini sudah jelas bilamana Loocianpwee adalah anggota perkampungan Pek Hoa San cung hal ini masih boleh jadi bila bukan anggota perkampungan Pek Hoa San cung apa gunanya kau menangkap ikan diair keruh? setelah pertempuran ini hari perduli siapa yang menang siapa yang kalah kemungkinan sekali loocianpwee sukar mencuci bersih dosa2 ini” demikianlah Be Boen Hwie mengakhiri kata2nya.

“Urusan pribadi tak usah kau Cong Piauw Pacu turut campur.”

Terbentur batunya Be Boen Hwie sama sekali tidak jadi gusar ia hanya tertawa hambar dan membungkam.

Sebaliknya Lok Koei Ceng tertawa dingin tiada hentinya.

“Sudah lama cayhe mendengar nama besar Chee Toa nio sehabis membereskan Siauw Ling akan kuminta pula petunjukmu.”

“Kurang ajar” teriak Siauw Ling gusar. “Apa kau anggap dengan mengandalkan senjata Hwe Liong serta beberapa macam senjata rahasia berapimu sudah cukup untuk mengalahkan aku orang she Siauw.”

“Kalau Sam Cungcu tidak percaya bagaimana kalau kita coba dulu?”

Sembari berkata senjata Hwee Liong Pangnya dibabat ke arah batok kepala pemuda tersebut.

Teringat akan peringatan Chee Toa nio yang mengatakan dibalik senjata Hwee Liong Pang tersembunyi kekukoyan Siauw Ling tidak berani menangkis datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras.

Buru-buru badannya berkelit kesamping ujung pedang berkelebat lewat menusuk pergelangan kanan Lok Koei Ceng.

Sipeluru sakti she Lok ini segera menekan pergelangan kenawah meloloskan diri dari tusukan pedang lawan selagi senjata Hwee Liong Pang dipersiapkan untuk menyapu pinggang lawan mendadak cahaya pedang berkelebat lewat didepan mata secara berpisah pemuda itu menyapu sepasang pergelangan kiri dan kanannya.

Menghadapi kejadian seperti ini hati tergetar keras pikirnya, “Sungguh cepat serangan pedang orang ini….”

Buru-buru badannya mundur dua langkah ke belakang melancarkan serangan berbareng mengancam urat nadi disepasang pergelangan Lok Koei Ceng hal ini memaksa ia tak sanggup mengeluarkan serangan dengan andalkan senjata Hwee Liong Pangnya.

Serangan yang mengarah suatu bagian tertentu merupakan suatu perbuatan yang tidak mudah dilakukan tapi bagi Siauw Ling sangat mudah sekali bahkan tidak merasa canggung.

Melihat kawannya keteter mendadak sipanah sakti penyapu jagat Tong Yang Khie melepaskan gendewanya yang tergantung dipunggung dan memasang anak panah ke atas busur dengan mengarah sebuah luang kosong ditengah kalangan dibidiknya anah panah itu keras2.

Datangnya serangan panah ini amat dahsyat ditambah pula ia sudah memperhitungkan pergeseran tempat kedudukan Siauw Ling tidak aneh kalau anak panah tadi dengan tepat mengancam kehadapan tubuh pemuda tersebut.

Dalam keadaan gugup Siauw Ling tidak berpikir panjang lagi pedangnya dengan mengeluarkan jurus Im Yu Pit Jiet atau awan hujan menutupi sang surya menciptakan selapis hawa pedang melindungi seluruh anggota badan.

Traaaang….pedang serta anak panah terbentur satu sama lain menciptakan suara yang amat nyaring.

Kekuatan anah panah itu sungguh luar biasa tangkisan Siauw Ling hanya berhasil memukul miring anak panah itu beberapa senti saja kesamping.

Gerakan panah masih tetap kuat dan sambil membawa desiran angin tajam menyambar lewat dari sisi pundak pemuda tersebut dnegan sekalian menyambar pakaian yang ia kenakan.

Beberapa milimeter kesamping pundak Siauw Ling niscaya akan hancur tertembus anak panah tersebut.

Melihat kehebatan lawan Siauw Ling terperanjat.

“Sungguh dahsyat serangan panah ini” pikirnya.

Karena terperanjat dan pikirannya bercabang permainan pedangnya rada merandek.

Lok Koei Ceng tidak mau menyia2kan kesempatan bagus ini lagi senjata Hwee Liong Pan dengan membawa desiran tajam memaksa Siauw Ling mundur ke belakang.

“Bagus sekali” teriak Chee Toa Nio sambil mengobat ngabitkan tongkatnya. “Kalian semua menganggap diri sendiri sebagai jago-jago tersohor dari kolong langit tidak disangka perbuatan kalian amat rendah dan sangat memalukan mau coba main kerubut?”

Sebetulnya waktu itu sipanah sakti penyapu jagad Tong Yen Khie sudah mempersiapkan anak panah berikutnya mendengar sindiran dari Chee Toa Nio. Air mukanya berubah memerah dengan cepat ia simpan kembali panah yang telah dipersiapkan.

Setelah dibokong secara mendadak Siauw Ling pertinggi kewaspadaannya terhadap diri Tong Yen Khie tapi melihat orang tersebut secara mendadak menyimpan kembali anak panahnya rasa risaupun kontan lenyap tak berbekas.

Semangat berkobar kembali pedangnya berturut2 melancarkan serangan dahsyat memaksa Lok Koei Ceng sekali lagi terdesak dibawah angin.

Merasa dirinya keteter sipeluru sakti Lok Koei Ceng tertawa dingin.

“Sam Cungcu kepandaian silatmu sangat luar biasa hati2 aku segera akan mengeluarkan senjata rahasia berapiku.”

Bersama2 dengan siapi beracun Cin Gak dia disebut orang sebagai dua jago senjata berapi dari kalangan lurus dan sesat wataknya gagah dan jujur sebelum melancarkan senjata rahasianya dia selalu memberi peringatan terlebih dahulu.

Siauw Ling tarik napas panjang Kang Cing Khie kang disalurkan keseluruh badan menciptakan selapis hawa pertahanan yang kuat.

“Silahkan turun tangan!” serunya sambil tetap memperkencang permainan ilmu pedangnya.

Ia tahu senjata berapi milik Lok Koei Ceng tentu merupakan senjata rahasia yang sangat beracun dan bahaya kalau bisa memaksa ia hingga keteter dan tidak sanggup mengeluarkannya hal ini jauh lebih baik.

Mendadak terlihat Lok Koei Ceng meloncat mundur ke belakang sejauh delapan depa dan meloloskan diri dari lingkaran pedang Siauw Ling senjata Hwee Liong Pang yang dicekalnya segera diayun kedepan.

Serentetan lidah api dengan menimbulkan cahaya yang menyilaukan mata menyembur kedepan dengan dahsyat ditengah malam gelap.

Mengikuti arah tiupan angin, jilatan api tadi menyembur kedepan tubuh Siauw Ling kemudian mengembang makin luas dan berubah jadi sebuah kobaran api setinggi tiga depa.

Siauw Ling terkesiap pikirnya, “Sungguh lihay….”

Sembari mengempos napas segera mencelat ke atas.

Segulung gumpalan api dengan cepat menyembur lewat melalui bawah sepasang kakinya.

Agaknya serangan Lok Koei Ceng barusan sudah direncanakan matang dan iapun dapat menduga Siauw Ling pasti akan meloncat ketengah udara untuk menghindar.

Senjata Hwee Liong Pangnya dengan cepat diangkat dan tombol ditekan sekali lagi sebuah jilatan api menyembur ke atas.

Siauw Ling yang masih berada ditengah udara buru-buru menarik sepasang kakinya lebih ke atas mendadak ia bersalto beberapa kali dan melayang empat lima depa kesamping dengan nyaris ia berhasil lolos pula dari jilatan api tersebut.

Lok Koei Ceng benar2 terperanjat pikirnya, “Kehebatan orang ini tak boleh dipandang enteng aku harus berhati2 menghadapi dirinya.”

Senjata Hwee Liong Pangnya tidak berani melancarkan serangan gegabah lagi.

Kiranya di dalam senjata Hwee Liong Pang ini ramuannya tersembunyi tiga macam alat rahasia setiap api beracun sebanyak tiga kali.

Dan kini sudah ada dua alat rahasia yang ditekan olehnya tanpa membawa hasil dengan demikian tersisa sebuah tombol yang terakhir.

Bilamana jilatan api inipun sudah disemburkan keluar maka senjata Hwee Liong Pang akan berubah jadi sebuah senjata biasa ia harus buang banyak tenaga dan waktu lagi untuk membuat kembali obat berapi tersebut ke dalam senjatanya.

Siauw Ling yang dua kali berhasil meloloskan diri dari semburan api beracun walaupun tidak sampai terkena tapi teringat akan kecepatan serta kedahsyatan sebuah api itu dalam hati merasa terperanjat juga.

Diam2 ia putar otak untuk mencari jalan bagaimanakah caranya merusak dan menghancurkan senjata yang amat beracun ini.

Kedua orang itu sama2 punya pikiran sama2 menaruh rasa jeri dengan begitu siapapun tidak berani bergerak secara gegabah mereka berdiri saling berhadapan sambil diam2 mempersiapkan diri.

Mendadak Chee Toa nio tertawa dingin.

“Lok Koei Ceng sering aku dengar orang berkata bahwa senjata Hwee Liong Pang mu setiap kali menghadapi musuh hanya bisa menyemburkan api beracun sebanyak tiga kali entah benarkah berita itu?”

Jelas maksud sinenek ini berkata demikian adalah memberi kisikan kepada Siauw Ling bahwa senjata Hwee Liong Pang tersebut hanya tinggal sekali penggunaan setelah satu kali lagi maka habislah sudah kegunaannya.

“Sedikitpun tidak salah” kata Lok Koei Ceng dingin. “Senjata Hwee liong Pang ku masih bisa menyemburkan api beracun sekali lagi aku rasa berita ini bukan suatu kejadian yang aneh jago-jago Bulim yang terluka oleh serangan api beracunku dalam semburan ketigapun tidak sedikit jumlahnya Sam Cungcu kau harus berhati2.”

Terhadap senjata Hwee Liong Pang tersebut Siauw Lingpun menaruh rasa jeri pedangnya diselang didepan badan melindungi dada sedang badannya tidak berani berdiri terlalu dekat dengan pihak lawan.

“Orang Bulim paling mengutamakan kejujuran serta kelapangan dada” ujar Chee Toa Nio kembali. “Menggunakan senjata rahasia bukan tindakan seorang jujur apalagi senjata rahasia yang kau gunakan adalah senjata api beracun sekalipun namamu tersohor diseluruh kolong langit tapi kau tak bisa terhitung sebagai seorang enghiong hoohan.”

Sindiran ini membangkitkan rasa gusar dalam dada Lok Koei Ceng.

“Kurang ajar para enghiong dikolong langit siapa yang tidak tahu kalau aku Lok Koei Ceng ahli dalam penggunaan senjata berapi apa perlunya kau nenek pengemis banyak cingcong?”

Karena gusar susah ditahan tidak tanggung2 lagi ia maki nenek tua ini sebagai sinenek pengemis.

Watak Chee Toa Nio pada dasarnya memang berangasan kena dimaki meledaklah hawa gusar yang berkobar dalam dadanya.

“Orang lain mungkin takuti senjata berapimu itu tapi aku Chee Toa Nio tak akan takut” bentaknya gusar. “Sam Cungcu cepat mundur biar kuiringi dirinya sejenak.”

“Tak bisa jadi belum menentukan siapa yang menang siapa yang kalah bagaimana boleh disudahi sampai disini saja pertarungan ini.”

Mendadak badannya maju kedepan kakinya melangkah Tiong Kong menusuk ulu hati Lok Koei Ceng.

Lok Koei Ceng segera mengayunkan senjatanya Hwee Liong Pangnya kedepan segulung jilatan api laksana kilat menyambar keluar.

Senjata rahasia terakhir yang tersembunyi dibalik senjata Hwee liong Pangnya ini sangat luar biasa jilatan apinya melebihi jilatan api sebelumnya.

Siauw Ling mendesak kedepan justru ia bermaksud memancing orang itu melancarkan semburannya yang terakhir kini melihat jilatan api menyembur datang dengan amat dahsyat buru-buru ia jatuhkan diri ke atas tanah dengan punggung menempel tanah mendadak ia berputar satu lingkaran meloloskan dari semburan api kemudian meloncat bangun berdiri.

Lok Koei Ceng sudah banyak pengalaman dalam menghadapi musuh melihat Siauw Ling jatuhkan diri ke atas tanah sembari mengeluarkan jurus bahaya.

Untuk menghindari semburan api dalam hati segera menduga apabila pihak lawan telah mempersiapkan suatu rencana.

Tak terasa kewaspadaannya dipertinggi melihat Siauw Ling putar badan sambil menerjang kedepan senjata Hwee Liong Pangnya melancarkan serangan terlebih dahulu dengan jurus Kiem Ciam Teng Hay atau jarum emas menenangkan samudra.

Waktu Siauw Ling hendak bangun berdiri senjata Hwee Liong Pang telah tiba didepan dada dalam keadaan gugup pedangnya segera didorong kedepan dnegan jurus Pit Bun Tui Gwat atau menutup pintu mendorong rembulan menutup seluruh badan.

Pedang Hwee Liong Pang bentrokan jadi satu menimbulkan getaran keras mengambil tenaga getaran itulah Siauw Ling meloncat bangun.

Jurus serangan Lok Koei Ceng mendadak berubah secara beruntun ia melancarkan tiga buah serangan berantai.

Siauw Ling segera menggetarkan pedangnya melindungi badan dengan memilih posisi bertahan dengan keras lawan keras ia pukul ketiga jurus serangan tersebut.

Senjata Hwee Liong Pang yang berada ditangan kanan Lok Koei Ceng tiada hentinya melancarkan serangan gencar sedang tangan kiri merogoh saku mengambil dua butir api Sam Yang Lieh Hwee Tan.

Chee Toa Nio tahu bahwa jago ini pandai menggunakan senjata rahasia berapi melihat ia merogoh sakunya dengan cepat perempuan itu berteriak, “Sam Cungcu hati2 dengan senjata rahasia yang berada ditangan kirinya.”

Siauw Ling terkesiap pikirnya, “Kalau ia melancarkan senjata rahasia beracun dalam jarak sedemikian debatnya bagaimana aku bisa berkelit….”

Padahal bersama dengan berputarnya otak telapak kiripun sudah mengirim sebuah babatan dahsyat kedepan.

Segulung angin pukulan disertai dengan angin desiran tajam menggulung kedepan.

Baru saja Lok Koei Ceng meraba senjata rahasia Sam Yang Lieh Hwee Tan tenaga pukulan Siauw Ling telah datang membabat telapak tangan kiri orang she Lok itu.

Ketika itu Lok Koei Ceng sedang mencekal senjata rahasia ia tidak berani menyambut datangnya serangan telapak Siauw Ling dengan keras lawan keras.

Tak kuasa lagi tangannya mengendor peluru Lih Hwee Tan mencelat ketengah udara dan jatuh kurang lebih empat lima depa disamping kalangan.

Bluuum….bluuum dua ledakan bergema serasa membelah bumi dua gulung jilatan api warna hijau segera berkobar membakar seluruh permukaan tanah.

“Aaaai….sungguh hebat senjata rahasia berapi ini kalau sampai mengenai badan dan menimbulkan ledakan entah apa yang terjadi? senjata rahasia macam ini benar2 bahaya aku tak boleh memberi kesempatan lagi padanya untuk mengeluarkan senjata yang lain.”

Pedangnya segera bergetar melancarkan serangan gencar kedepan.

Setelah pikirannya terbuka Lok Koei Ceng tidak berkesempatan untuk banyak bertingkah lagi serangan pedang datangnya sambung menyambung bagaikan ombak disamudra seketika sipeluru sakti she Lok ini terkurung dalam bayangan pedang.

Para jago yang menonton jalannya pertempuran dari sisi kalangan diam2 merasa sangat terperanjat setelah dipanah sakti menyapu jagat Tong Yen Khie menderita kalah Ing Gwat Tootiang adalah seorang jago pedang dari Cing Shia Pay pun menderita kalah ditangan Siauw Ling.

Dan kini kendati sipeluru sakti Lok Koei Ceng belum sampai kalah bila ditinjau dari keadaannya sebentar lagi iapun bakal menyusul kawan2nya yang terdahulu.

Bila dibicarakan dari kepandaian silat yang mereka bertiga miliki, boleh terhitung sebagai jago kelas wahid dan kalau mereka bertiga sama2 dikalahkan maka satu2nya lawan Siauw Ling tinggal Be Boen Hwie saja.

Kita balik pada Chee Toa Nio yang melihat Siauw Ling makin bertempur semakin perkasa hatinya terasa tergetar keras ia merasa gembira juga cemburu.

Kembali Lok Koei Ceng mempertahankan diri sebanyak puluhan jurus dengan ngotot mendadak Siauw Ling membentak keras, “Lepas tangan.”

Lok Koei Ceng benar2 penurut, bersamaan dengan bentakan itu ia lepaskan senjata Hwee Liong Pang yang dicekalnya ditangan.

Pada dasarnya Siauw Ling sudah mendongkol akan kekejian senjata rahasianya pergelangan segera disentak ujung pedangnya ditempelkan ke atas dada Lok Koei Ceng.

Ternyata sipeluru sakti tidak malu disebut seorang enghiong hoohan walaupun jiwanya terancam ia sama sekali tidak kelihatan jeri.

“Cayhe mengakui kepandaian silatku tidak becus sekalipun mati juga tak perlu disesali Sam Cungcu silahkan turun tangan” katanya dingin.

Mendadak Siauw Ling menarik kembali pedangnya yang mengancam dada Lok Koei Ceng.

“Maaf….maaf….!”

“Kepandaian silat Sam Cungcu betul2 lihay” kembali Lok Koei Ceng berkata dengan kepala tertunduk.

“Saudara terlalu memuji” sinar matanya menyapu sekejap wajah seluruh jago kemudian tambahnya, “Siapa diantara kalian yang ingin bertanding lagi dengan diriku?”

Setelah melihat kelihayan ilmu silat Siauw Ling serta kesempurnaan jurus serangannya diantara para jago tak seorangpun yang berani unjukkan diri untuk menerima tantangan ini. Suasana sunyi senyap tak kedengaran suara sedikitpun.

Akhirnya Be Boen Hwie mendehem.

“Kepandaian silat Sam Cungcu betul2 luar biasa tidak aneh kalau kau bisa terpilih sebagai tangan kanan Djen Bok Hong….”

Siauw Ling kerutkan dahi. Sebelum dia menjawab Be Boen Hwie telah menyambung kembali, “Cuma pertarungan kita ini hari bukan suatu pertandingan perebutan nama seperti apa yang sering terjadi di dalam Bulim walaupun berturut2 Cungcu berhasil menangkan beberapa kali pertandingan kami hanya mengakui bahwa ilmu silat Sam Cungcu sangat lihay ini bukan berarti kami sudah kehilangan semangat serta niat untuk melenyapkan diri Sam Cungcu.”

“Cukup kalian tak usah banyak bicara lagi” tukas Chee Toa Nio dingin. “Kalau kalian ingin turun tangan berbareng ayolah cepat turun tangan.”

Setelah mendengar ucapan dari Chee Toa nio ini Siauw Ling baru tersadar kembali terhadap maksud ucapan Be Boen Hwie ia menghela napas panjang.

“Aaaai….betul saat ini aku Siauw Ling merupakan Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung tapi aku belum pernah melakukan perbuatan yang begitu jahat desakan cuwi yang demikian kencang dan bersikeras sungguh membuat aku punya mulut susah bicara. Senjata tajam tak bermata kalau cuwi ngotot hendak turun tangan berbareng aku takut peristiwa ini akan berakibat banjir darah….”

“Kami orang2 yang sering melakukan perjalanan dalam dunia kangouw tidak pernah pikirkan soal mati hidup diri sendiri harap Sam Cungcu tak usah merasa kuatir buat keselamatan kami” tukas Be Boen Hwie ketus.

Air muka Siauw Ling kontan berubah hebat.

“Jika Cuwi bersikeras ingin berkelahi cayhepun tak bisa berdiam diri saja” serunya.

Mendadak pedangnya disilang didepan dada sepasang mata dengan memancarkan cahaya tajam melototi wajah Be Boen Hwie tak berkedip.

Pengetahuan Be Boen Hwie sangat luas melihat sikap Siauw Ling dalam menghadapi lawannya ia segera tahu apabila gaya ini merupakan gerakan dari ilmu pedang terbang yang merupakan ilmu tingkat paling atas hatinya kontan bergidik.

Ia tahu kalau dirinya bersikeras turun tangan maka banyak jago akan menggeletak dengan darah berceceran.

Dengan cepat ia pencet tombol rahasia diatas kipasnya seraya membentak keras, “Harap kalian semua mundur ke belakang aku hendak bergebrak seorang lawan seorang dengan Sam Cungcu.”

Tindakan Be Boen Hwie walaupun mendatangkan rasa tercengang dihati para jago tapi ia mengerti kalau kepandaian silat sang Cong Piauw Pacu dari empat keresidenan ini sangat lihay tanpa membantah lagi orang2 itu mundur ke belakang.

Siauw Ling tak bergemilang dari posisi semula seluruh tenaga kweekangnya disalurkan ke atas pedangnya siap melancarkan serangan.

Sebaliknya Be Boen Hwie sambil mencekal kipasnya yang diarahkan kekaki Siauw Ling berdiri tak berkutik ia tidak berani turun tangan secara gegabah.

ooooooo0oooooooo

Jago she Be ini merasa gaya Siauw Ling di dalam pertahanannya ini mempunyai dua kemungkinan menyerang dan kemungkinan bertahan.

Walaupun ia sudah coba mengancam dari berbagai arah belum berhasil juga menemukan titik-titik lubang kelemahan yang bisa digunakan untuk melancarkan serangan.

Lama sekali ia berpikir tapi kesempatan untuk turun tangan tidak dijumpai juga.

Mendadak terlihat olehnya Siauw Ling menggoyangkan badan dan menghembuskan napas panjang pedang yang telah dipersiapkan diturunkan ke atas tanah.

“Be heng silahkan pulang” katanya sambil ulapkan tangan. “Hari esok masih panjang sekalipun kau bersikeras hendak membinasakan aku Siauw Ling rasanya tak perlu gelisah pada malam ini juga.”

Perlahan-lahan Be Boen Hwie tarik kembali kipasnya dan berbisik lirih, “Aku tak sanggup menerima seranganmu ini.”

“Aaaakh Be heng terlalu memuji.”

“Setelah siauwte tinjau beberapa lama aku merasa Siauw heng tidak mirip orang asal perkampungan Pek Hoa San cung?”

Siauw Ling segera tertawa hambar.

“Nyatanya aku adalah Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung” katanya.

“Aku duga dibalik kesemuanya ini pasti tersembunyi suatu rahasia aku orang she Be dengan senang hati mengajak Siauw heng untuk membicarakan persoalan ini secara blak2kan.”

Ia merandek dan menghela napas panjang sambungnya lebih jauh, “Siauwte sudah berkelana di dalam dunia kangouw dan menjelajahi pelbagai tempat berkenalan dengan banyak enghiong hoohan tapi baru kali ini kujumpai manusia berkepandaian serta kecerdikan macam Siauw heng dunia persilatan ini sedang diliputi napsu membunuh kaum iblis bermunculan dimana2.”

“Siauw heng sebagai seorang pendekar muda seharusnya membantu rakyat membasmi kaum iblis dan membuat banyak jasa untuk kesejahteraan kaum lurus mengapa kau malah berkawan dengan kaum iblis menciptakan keonaran bagi umat manusia.”

“Kesulitan Siauwte susah dibicarakan dengan sepatah dua patah kata” kata Siauw Ling seraya menjura. “Besok malam siauwte akan menanti kedatanganmu disini apabila Be heng ada waktu silahkan datang memenuhi janji.”

“Baik besok malam pada kentongan ketiga Siauwte akan datang memenuhi janji dan selama ini aku akan berusaha mencegah para enghiong untuk bikin keonaran disini.”

Sehabis berkata ia putar badan dan berlalu dengan membawa para jago lainnya.

Terdengar Chee Toa Nio sambil mendepakkan tongkatnya ke atas tanah berseru keras, “Menurut dugaanku malam ini banyak darah akan mengalir dibawah pohon tua ini banyak mayat akan kegelimpangan didepan gubukku siapa nyana pertarungan ini berakhir dengan keadaan yang aman.”

“Sikap Be Boen Hwie yang gagah perkasa benar2 luar biasa” puji Siauw Ling.

“Kalau dia tidak gagah perkasa dengan usianya yang masih muda mana bisa menduduki kursi kepemimpinan para jagi dari empat keresidenan besar.”

Siauw Ling mendongak memandang awan diangkasa dan menghembuskan napas panjang.

“Aaaai….semoga malam ini tak ada orang yang datang mencari gara2 lain.”

“Samya!” dari belakang terdengar Kiem Lan berseru manja. “Setelah kau mengalami tiga kali pertarungan sengit, seharusnya beristirahatlah sebentar.”

Ia terima pedang dari tangan pemuda itu dan bantu memasukkan ke dalam sarungnya.

“Bagaimana keadaan luka racun yang diderita Giok Lan serta nona Tong?”

“Setelah minum obat kesehatannya pulih kembali seperti sedia kala kini mereka sedang bersemedi dalam ruangan rahasia. Biarlah budak pergi periksa.”

Ia putar badan dan berjalan masuk ke dalam ruangan.

mendadak Chee Toa Nio tertawa tergelak.

“Sudah sepuluh tahun lamanya aku tidak pernah bergebrak melawan orang” katanya kegirangan. “Pertarungan ini hari sungguh memuaskan hatiku. Bocah kau lelah?”

“Keadaan cayhe masih baik. Aaaaai….Loo popo harus turun tangan sendiri menghadapi musuh dan mengikat permusuhan dengan orang lain cayhe merasa tidak enak hati.”

“Kau tidak bisa bicara demikian kita sedang saling bertukar syarat ini aku membantu kau dan besok kau membantu aku tak bisa dibicarakan enak hati atau tidak.”

“Loo popo sebenarnya besok kau akan memenuhi janji siapa bolehkah cayhe tahu?”

“Besok kau bakal tahu dengan sendirinya apa perlunya gelisah disatu saat?”

Ketika itu Kiem Lan, Giok Lan serta Tong Sam Kauw dengan beriring jalan keluar dari dalam ruangan.

Setelah mengalami siksaan selama beberapa waktu badan Tong Sam Kauw serta Giok Lan menjadi amat kurus wajahnya kucal dan matanya mendelong kedalam.

Mungkin Kiem lan telah menceritakan kisah bagaimana Siauw Ling menolong jiwa mereka berdua karena sewaktu mereka berdua menjumpai pemuda tersebut bersama2 menjura dan mengucapkan terima kasih atas pertolongannya.

Buru-buru Siauw Ling membalas hormat mereka.

“Obat pemusnah yang menolong jiwa kalian adalah pemberian Chee Loocianpwee tersebut seharusnya kalian mengucapkan terima kasih kepadanya.”

“Tidak perlu” potong Chee Toa Nio cepat dengan nadanya yang dingin bagaikan es. “Kita saling ada janji bertukar syarat diantara kita, mereka tak usah mengucapkan terima kasih kepada diriku lagi.”

Melihat kesemuanya ini Tong Sam Kauw jadi tertegun tiba-tiba bisiknya kepada sang pemuda, “Kau telah bertukar apa dengan dia untuk mendapatkan obat pemusnah tersebut?”

“Aaaai….tidak ada apa2″ sahut Siauw Ling tersenyum. “Aku hanya menyanggupi dirinya untuk memenuhi sebuah perjamuan. Nona luka racunmu baru saja sembuh, kesehatan badan masih belum pulih seperti sedia kala lagipula suasana disekeliling kita sangat bahaya musuh tangguh setiap saat bisa datang menyerang.”

Ia merandek sejenak sinar mata perlahan-lahan menyapu sekejap wajah Tong Sam Kauw serta Giok Lan lalu sambungnya, “Asal kalian berdua bisa cepat pulihkan sebagian tenaga murnimu ini berarti kalian mengurangi satu bagian mara bahaya yang mengancam keselamatan kalian.”

Mendadak Chee Toa Nio bangun berdiri dan memandang sekejap Kiem Lan bertiga katanya dengan suara yang dingin kaku, “Kalian bertiga jangan mengganggu dirinya lagi setelah mengalami beberapa kali pertarungan sengit saat ini ia membutuhkan waktu untuk baik2 beristirahat.”

Ketiga orang gadis itu ternyata sangat penurut mereka mengiakan dan bersama2 mengundurkan diri keruang belakang.

Siauw Lingpun mencari sebuah tempat yang bersih diruang tamu untuk duduk bersila dan mulihkan kembali tenaga murninya yang banyak hilang karena pertarungan sengit barusan.

Sedangkan Chee Toa Nio sendiripun mencari sebuah tempat di dalam ruangan tamu itu menemui Siauw Ling duduk menemani.

Menanti kentongan kelima sudah lewat haripun sudah terang tengah Siauw Ling baru selesai bersemedi dan bangun berdiri wajahnya segar dan semangatpun pulih seperti sedia kala.

“Sang surya sudah muncul diufuk sebelah timur” kata Chee Toa Nio sambil melongok keluar jendela. “Kau harus cuci muka dan ganti satu stel baju baru….”

“Loo popo tidak usah kuatir saat ini hari masih sangat pagi.”

Kerutan diatas wajah Chee Toa Nio yang tua kelihatan makin nyata sepasang alis berkerut penuh rasa murung tiada hentinya ia berjalan bolak balik dalam ruangan.

Waktu tengah hari dengan cepatnya berlalu pada saat itulah dari tempat kejauhan tampak munculnya sebuah tandu kecil warna hijau berlari mendekat.

“Bocah kau harus ingat sejak saat ini namamu adalah Chee Giok” bisik Chee Toa Nio dengan cepat setelah melihat munculnya tandu kecil tadi. “Sesudah kau menyanggupi perintahku sampai perjamuan selesai jangan sekali2 bocorkan rahasia ini.”

Ketika mereka sedang bercakap2 dua buah tandu kecil warna hijau itu sudah tiba didepan gubuk.

Chee Toa Nio segera menggandeng tangan kanan Siauw Ling keluar dari gubuk dan masing-masing naik kesebuah tandu.

Mengambil kesempatan itulah Siauw Ling melirik sekejap keempat orang penggorong tandu tampak olehnya air muka mereka pucat kehijau2an bagaikan seseorang yang sudah lama kedinginan didaerah yang bersalju sepasang mata memancarkan cahaya tajam dan sekali pandang siapapun tahu kalau mereka memiliki tenaga kweekang yang amat sempurna.

Baru saja kedua orang itu duduk dalam tandu keempat lelaki tadi sudah turunkan horden dan menggotong tandu itu lari kedepan.

Terasa tandu itu makin berlari makin cepat dan akhirnya cepat bagaikan larinya kuda jempolan tak terasa hati Siauw Ling rasa bergerak pikirnya, “Cukup ditinjau dari cara keempat orang penggotong tandu ini lari sudah membuktikan bila kepandaian silat yang mereka miliki tidak lemah.”

Kurang lebih satu jam kemudian mendadak tandu itu berhenti.

“Tidak kusangka pada suatu saat aku Siauw Ling bisa naik tandu” pikir pemuda itu kegelian.

Horden tampak disingkap dan Chee Toa Nio telah berdiri didepan pintu.

“Giok Jie mari turun.”

Siauw Ling memandang sekejap wajah Chee Toa Nio lalu perlahan-lahan turun dari tandu hatinya sangat tidak tenang pikirnya, “Orang lain menyaru namaku sehingga membuat dunia kangouw kacau balau tidak keruan tidak disangka ini hari aku Siauw Ling pun harus menyaru nama orang lain….”

Ketika ia mendongak terlihatlah sebuah ruangan dengan perabot yang mewah, indah dan antik terbentang didepan mata pintu terbuka lebar2 asap dupa mengepul menutupi pemandangan disekeliling sana.

kedua buah tandu kecil itu tepat berhenti didepan ruangan tersebut.

Keempat orang penggotong tandu tadi dengan sikap hormat dan serius berdiri disebelah samping keadaannya penuh kewibaan.

Siauw Ling mulai ragu2 tak tertahan lagi ia berbisik lirih, “Loo popo rumah siapakah ini?”

Sebuah halaman yang sangat luas dimanapun terdapat bangunan macam begini mungkin terletak diujung langit dan mungkin terletak dekat didepan mata, Siauw Ling tersenyum….

“Ehmmmm….terima kasih atas petunjukmu….”

“Saat ini kita sebagai nenek dan cucu kau jangan sebut diriku sembarangan menyebut diriku” seru Chee Toa Nio buru-buru.

Sudah tentu saja beberapa patah kata ini disampaikan dengan ilmu mengirim suara.

“Akan kuingat selalu….”

Belum selesai pemuda itu bicara mendadak dari balik ruangan yang lapat2 tertutup dupa wangi muncul serentetan suara yang nyaring dan bening.

“Hujien bagaimana keadaanmu sejak perpisahan apakah kau masih ingat dengan kawan lamamu dari Pak Hay?”

“Sejak perpisahan diistana es dalam sekejap mata sepuluh tahun sudah berlalu, selama ini kuingat selalu akan dirimu dan terima kasih atas undanganmu ini hari.”

“Haaa….haaa….pemuda itulah cucumu?”

“peristiwa yang terjadi diistana es tempo dulu sudah lama berlalu waktu itu usia cucuku masih amat muda mungkin ia sudah melupakannya.”

Kembali orang yang berada dalam ruangan tertawa terbahak2.

“Ia mungkin lupa tapi Siauw Ling tidak pernah melupakan hal ini setiap hari ia ribut saja kepada loohu agar bisa berjumpa kembali dengan cucumu walaupun dalam istana es di Pak Hay banyak terdapat barang aneh setiap hari ia murung dan gelisah tidak tenang lama kelamaan loohu tidak tega dan akhirnya membawa siauwli berangkat keselatan untuk meleyapkan rasa rindu dalam hati putriku.”

Melihat dirinya tidak dipersilahkan masuk dalam hati Siauw Ling segera berpikir, “Orang ini sungguh lucu setelah mengundang kami datang kemari mengapa tidak membiarkan kami masuk ke dalam ruangan untuk duduk.”

Belum habis ia berpikir tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat diantara tebalnya asap dupa wangi seorang kakek tua berjubah sutera dengan sulaman naga dan berjenggot putih sepasang dada telah muncul didepan pintu.

Peristiwa lima tahun berselang kembali berkelebat dalam benak Siauw Ling ia mengenali kembali si kakek tua ini sebagai Pak Thian Coencu atau sirasul sakti dari langit utara yang pernah dijumpai didepan kamar Boe Wie Tootiang dalam kuil Sam Yen Koan tempo dulu.

“Merepotkan coencu harus menyambut sendiri” buru-buru Chee Toa Nio menjura dan tertawa.

“Haaa….haaa….hujien terlalu sungkan kalian berdua silahkan masuk ke dalam ruangan” ujar Pak thian Cungcu sambil tertawa.

“Giok Jie kenapa kau tidak tahu adat” kata Chee Toa Nio sambil melirik sekejap diri Siauw Ling. “Setelah berjumpa dengan cianpwee kenapa tidak hunjuk hormat.”

Terpaksa Siauw Ling menyincing baju jatuhkan diri berlutut.

“Boanpwee Chee giok menghunjuk hormat buat loocianpwee.”

“Haaa….haaa….bagus2″ kata Pak Thian Coencu tertawa tergelak ia bimbing Siauw Ling untuk bangun. “Keponakan Chee silahkan bangun.” Dengan riang gembira dibimbingnya Siauw Ling masuk ke dalam ruangan.

Setelah masuk ke dalam ruangan tiba-tiba terasa hawa dingin menyerang datang saking dinginnya bagaikan memasuki sebuah gua alam yang penuh dilapisi salju.

Dalam hati Siauw Ling merasa keheranan sinar matanya dengan tajam menyapu sekejap sekeliling tempat itu.

Tampaklah olehnya dikedua belah samping ruangan berdiri enam belas buah gentong besar didinding belakang terdapat sebuah hioloo kumala asap dupa mengepul dari hioloo tersebut sedang hawa dingin muncul dari dalam keenam belas gentong raksaa tadi.

Dupa wangi dan hawa dingin bercampur di dalam ruangan menciptakan selapis kabut yang tebal.

Sambil menggandeng tangannya Pak Thian Tjoensu membawa pemuda itu masuk ke dalam ruangan dan mempersilahkan ia ambil duduk dimeja perjamuan.

“Keponakan Chee silahkan duduk” katanya sambil tertawa.

Tanpa sungkan2 lagi Siauw Ling mencari tempat dan duduk.

Setelah semua orang ambil tempat masing-masing barulah Pak Thian Coencu memandang sekejap diri Chee Toa Nio katanya, “Cucumu benar2 hebat wajahnya tampan tiada tandingannya Hujien bisa mempunyai cucu sebagus ini loohu patut memberi selamat kepadamu dan arwah Chee heng yang ada dialam bakapun tentu merasa tenang.”

“Dikemudian hari masih membutuhkan banyak bimbingan dari Coencu.”

“Hujien terlalu merendah.”

Ia merandek sejenak lalu sambungnya lagi, “Dari istana dilaut utara Loohu membawa datang beberapa macam hidangan yang susah didapatkan mari kita minum beberapa cawan.”

Sembari berkata si kakek tua itu bertepuk tangan beberapa kali.

Beberapa saat kemudian dari balik kabut dupa wangi muncul empat orang dara cantik berbaju putih ditangan masing-masing gadis membawa sebuah nampan kayu diatas nampan terdapat sebuah mangkok kumala.

Melihat hal itu kembali Siauw Ling berpikir di dalam hatinya, “Di dalam ruangan yang demikian dinginnya sehingga merasuk ketulang aku duga hidangannya tentu hidangan yang dingin semua….”

Dilihatnya pada nampan sang dara berbaju putih yang terakhir kecuali membawa sebuah mangkok kumala terdapat pula tiga pasang sumpit tiga cawan serta sebuah botol pualam.

“Chee Si heng bagaimana dengan takaran arakmu?” ujar Pak Thian Coencu sambil menyambut botol pualam itu dan membuka penutupnya.

“Boenpwee tidak gemar minum arak.”

“Bagus kalau begitu kau kurangi saja minum arak.”

Ia tuang isi botol pualam itu sebanyak tiga tetes ke dalam cawan Siauw Ling.

Melihat isi botol tadi paling banyak hanya enam kati arak Siauw Ling segera berpikir dalam hatinya, “Walaupun aku tidak doyan minum arak tapi kalau suruh minum arak satu botol itu rasanya tidak akan mabok orang ini benar2 tidak pandang sebelah matapun terhadap diriku masa aku hanya diberi tiga tetes arak saja….”

Tampak Pak Thian Coencu memenuhi cawan Chee Toa Nio dengan setengah cawan arak kemudian menuang setengah cawan pula dalam cawan sendiri.

Setelah itu sambil angkat cawan sendiri katanya, “Mari2 kita coba arak teratai salju mabok selaksa hari dari loohu ini.”

Siauw Ling angkat cawannya bermaksud sekali teguk menghabiskan isi cawannya tapi sewaktu melihat Pak Thian Coencu hanya meneguk setetes saja hatinya jadi bergerak.

“Arak ini disebut arak teratai salju mabok selaksa hari aku juga tentu termasuk sebangsa arak yang bersifat keras” pikirnya dihati. “Baiklah akupun akan mencicipi setetes dahulu.”

Setelah berpikir demikian iapun meniru cara sirasul dari langit utara meneguk setetes isi cawannya.

Begitu tadi arak itu masuk kemulut segera timbullah bau harum yang keras dan panas langsung menyerang ke dalam pusar.

“Keponakan Chee!” terdengar Pak Thian Cungcu menegur sambil tertawa. “Kalau kau tidak kuat dengan pengaruh arak jangan kau habiskan isi cawan tersebut nah cobalah bagaimana rasanya beberapa macam masakan itu!” 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar