Bayangan Berdarah Jilid 06

JILID 6

“Ehmm….” Chee Toa Nio mengangguk. “Menurut apa yang kuketahui anak murid keempat pujangga besar dari Bulim sudah pada berdatangan semua.”

“Aku sudah tahu” ia putar badan siap pergi dari sana.”

“Disamping itu masih ada lagi jago-jago lihay dari partai Go Bie serta partai Tjing Shia” teriak Chee Toa Nio menyambung. “Si Lam San Sin Ih atau sitabib sakti dari gunung Lam San yang tersohor banyak akalpun sudah datang semua kau tak bakal mampu menghadapi mereka.”

“Waaah kalau begitu suasana akan makin ramai jikalau cayhe beruntung bisa lolos dari mara bahaya ini hari pasti akan kudatangi mereka satu persatu mengucapkan terima kasih atas perhatian yang mereka berikan kepadaku.”

“Heee….heeee….Lam San Sin Ih angkat nama bersama2 Tok So Yok Ong sekalipun kepandaian silatmu lebih baguspun jangan harap bisa lolos dari cengkeramannya.”

“Ehmm ucapannya ini memang tidak salah” pikir Siauw Ling dalam hatinya. “Semisalnya secara diam2 ia lepaskan racun untuk melukai diriku siapa yang dapat menghindar?”

Terdengar Chee Toa Nio melanjutkan kembali kata2nya, “Melihat beberapa lembar jiwa kecil kalian hanya bisa bertahan sampai besok siang aku merasa sedikit kasihan terhadap kalian….aku takut untuk meloloskan diri dari hadangan nanti malampun kamu tak mampu.”

Walaupun dalam hati kecilnya Siauw Ling menjumpai berbagai persoalan yang meragukan hatinya tapi melihat sikapnya yang dingin dan kaku ia jadi malas banyak bertanya selesai nenek tua itu berbicara ia tertawa hambar.

“Terima kasih atas petunjuk yang popo berikan cayhe tentu bertindak lebih hati2.”

“Kurang ajar, tahukah kau mengapa aku beritahukan kesemuanya ini kepadamu?” tiba-tiba Chee Toa Nio marah2 tongkatnya diketukkan diatas tanah berulang kali.

Siauw Ling termangu2 dibikinnya.

“Cayhe kurang tahu”

“Dalam keadaan serta situasi macam begini hanya aku seorang diri yang bisa menolong keempat lembar jiwa kalian.”

“Apa? karena tidak mengerti maksud sinenek tua itu Siauw Ling berseru tertahan demi kami berempat apakah Loo popo rela bantu kami melawan para enghiong hoohan dari seluruh kolong langit?”

“Hmm asalkan kau suka menyanggupi suatu permintaanku aku akan berusaha menolong jiwa kalian berempat.”

“Urusan apa? mungkinkah dapat cayhe laksanakan?”

“Sudah tentu dapat kau kerjakan.”

Lama sekali Siauw Ling termenung putar otak tapi belum juga berhasil peroleh jawaban yang mengena akhirnya ia ulapkan tangannya.

“Mati hidup cayhe bukan terhitung suatu persoalan yang terlalu memusingkan kepala” katanya perlahan. “Tapi kedua orang nona yang sedang menderita sakit ini telah kehabisan daya kekuatan untuk melindungi diri sendiri jikalau mereka turun tangan secara demikian terus menerus dan dengan senjata rahasia mengancam keselamatan kami mungkin yang kena bencana bukan aku melainkan kedua orang nona ini terlebih dahulu….”

“Selama hidup aku tak pernah menaruh rasa iba hati atau rasa kasian kepada orang lain yang kuat menindas yang lemah hal iu adalah merupakan kejadian yang jamak.”

“Maksud cayhe….”

“Aku tahu bukankah maksudmu minta aku memandang wajah kedua nona yang terluka ini suka turun tangan secara suka rela” potong Chee Toa Nio cepat.

Selagi Siauw Ling siap berbicara kembali nenek tua itu berebut bicara terlebih dahulu.

“Selama hidupku aku belum pernah bekerja tanpa menerima imbalan yang berarti lebih baik kita bicarakan soal barter kita kali ini.”

“Jikalau demikian adanya persilahkan Loo popo ajukan syaratnya semisalnya cayhe sanggup melakukannya tentu akan kusanggupi bila tak dapat kuterima cayhepun tidak terlalu menyia2kan waktu Loo popo.”

Sinar mata Chee Toa Nio perlahan-lahan dialihkan ke atas wajah sang pemuda lalu ujarnya lambat2, “Sebenarnya kalau dibicarakan permintaanku bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu berat asal kau merelaka diri dipinjamkan selama tiga hari kepadaku syarat ini boleh dihitung telah terpenuhi.”

“Apa? pinjam aku selama tiga hari? seorang manusia hidup mana mungkin bisa dipinjam2kan kepada orang, belum pernah kudengar berita selucu dan seaneh ini.”

Tiba-tiba Chee Toa Nio tertawa terkekeh2.

“Heee….heee….kau jangan salah paham aku sudah lanjut usia sekalipun masih genit dan bernapsu birahi tidak mungkin kucari seorang bocah semuda kau untuk melampiaskan napsu birahi tersebut.”

Merah padam selembar wajah Siauw Ling sehabis mendengar ucapan itu.

“Ngaco belo….”

Kembali Chee Toa Nio tertawa terkekeh2.

“Yang kumaksud dengan meminjam adalah minta kau pergi menyaru sebagai seseorang kemudian bersama diriku menghadiri suatu perjamuan sehabis perjamuan itu selesai aku akan lepaskan dirimu kembali….”

“Kau suruh aku menyaru sebagai siapa?” sela sang pemuda.

Perlahan-lahan Chee Toa Nio menghela napas panjang.

“Menyaru sebagai seornag cucuku dengan usiaku yang telah begini tua rasanya masih pantas jadi nenekmu bukan?”

“Seorang lelaki sejati tidak akan berganti she tak akan berganti nama2 boleh aku Siauw Ling pergi menyaru sebagai anggota keluarga Chee kalian?”

“Siapa yang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dialah bila kau tidak sudi mengabulkam permintaanku aku takut kamu berempat susah meloloskan diri dari sore hari ini juga. Dari pada menderita kerugian besar mengapa tidak kau terima saja permintaanku ini pikirkan tiga kali sebelum mengambil keputusan.”

“Hmm! kalau mereka benar2 tidak mau lepas tangan aku Siauw Ling terpaksa akan unjuk gigi” seru sang pemuda dengan sepasang mata berkilat.

“Setelah memperoleh jalan selamat apa gunanya bersikeras mencari keonaran dan mara bahaya buat diri sendiri apalagi aku hanya pinjam dirimu selama tiga hari setelah lewat tiga hari kau adalah tetap bernama Siauw Ling.”

Siauw Ling makin tercengang dan keheranan dengan permintaan sinenek tua ini pikirnya dalam hati, “Sungguh aneh sekali belum pernah kutemui berita aneh macam begini….masih ada orang minta aku menyaru sebagai cucunya selama tiga hari.”

Terdengar Chee Toa Nio melanjutkan ucapannya.

“Apalagi daya kerja racun yang mengeram dalam tubuh kedua nona ini sudah berada diambang pintu kendati kepandaian silatmu sangat lihay belum tentu dapat kau lindungi keselamatan jiwa mereka. Eeeei bocah muda pikirlah masak2 bila kau suka bekerja sama kita beberapa orang sama2 memperoleh keuntungan kalau berpencar kedua belah pihak akan menderita luka.”

“Persoalan ganti nama aku Siauw Ling sudah pastikan diri tak mau melakukan tapi kalau pekerjaan ini dapat menghasilkan keuntungan kedua belah pihak mungkin bisa kupertimbangkan lagi tapi kau harus terangkan dulu apa alasanmu berbuat demikian setelah kupikir kembali baru keputusan bisa diambil.”

“Jika demikian urusan ini perlu dirundingkan kembali?”

“Walaupun semua jago Bulim yang ada dikolong langit menaruh kesalah pahaman terhadap aku orang she Siauw tapi seorang lelaki sejati lebih memikirkan kebajikan daripada keselamatan.” kata Siauw Ling dengan wajah serius. “Mereka mendesak aku hingga menemui jalan buntu hal itu merupakan urusan mereka sendiri pokoknya aku tak ingin melakukan perbuatan yang merugikan orang lain Loo popo kau baik2lah berpikir jikalau ingin membantu dirimu untuk melakukan pekerjaan mencelakai orang lain leih baik urusan tak perlu dirundingkan lebih lanjut.”

“Penawaran setinggi langit baik kalau dibayar kontan” seru Chee Toa Nio sambil tertawa. “Asalkan kau berniat begitu urusanpun lebih mudah untuk diselesaikan tempat ini tidak leluasa untuk bercakap2 bagaimana kalau kalian duduk sejenak dalam gubuk reyotku ini.”

“Baik silahkan popo membawa jalan.”

Chee Toa Nio tersenyum ia putar badan dan berlalu.

Siauw Ling mengikuti dari belakang mendadak dengan langkah lebar Kiem Lan mengejar kesisinya seraya berbisik, “Samya kau harus berhati2 aku lihat sinenek tua ini tidak mirip orang baik2.”

“Ehmmmm urusan ini memang rada kukoay kita harus bekerja mengikuti keadaan” sahut Siauw Ling seraya mengangguk.

Chee Toa Nio termasuk orang jagoan yang memiliki kepandaian silat sangat lihay pandangan mata serta pendengarannya amat tajam melebihi siapapun kendati suara pembicaraan kedua orang itu amat lirih tapi tak sepatah katapun yang berhasil lolos dari pendengarannya.

Tapi ia pura2 belagak pilon dan percepat langkahnya menuju kedepan.

Gubuk tempat tinggal sinenek tua ini berada beberapa li jauhnya dari tempat semula tidak selang beberapa saat orang itupun sudah tiba ditempat tujuan.

Sikap Chee Toa Nio yang semula dingin, sombong dan hambar kini berubah seratus delapan puluh derajat sembari putar badan ia menyambut kedatangan tetamunya dengan sikap hormat.

Dengan langkah lebar Siauw Ling berjalan masuk ke dalam hatinya saat ini merasa iba.

Tidak disangka olehnya satu dua jam berselang mereka masih bergerak dengan begitu sengit ternyata kini ia disambut oleh bekas lawannya dengan sikap hormat.

Perubahan yang terjadi boleh dibilang seratus delapan puluh derajat dari keadaan semula.

Tampak Chee Toa Nio turun tangan menghidangkan sendiri dua cawan air teh buat Siauw Ling serta Kiem Lan kemudian sambil tertawa ujarnya, “Air teh Song Cu Siang Swie Teh ini belum pernah kugunakan untuk menyambut kedatangan tetamu tapi lain halnya dengan kali ini. Silahkan kalian berdua mencicipi dahulu secawan air teh untuk segarkan dulu badan yang letih setelah itu kita baru bicarakan persoalan kita.”

Walaupun gubuk tersebut jelek reyot tapi cawan teko serta air tehnya merupakan barang berharga.

Setelah bergerak selama beberapa jam melawan para jago dunia persilatan saat ini Siauw Ling merasakan perutnya lapar mulutnya dahaga mendengar tawaran itu ia lantas ambil cawannya untuk diteguk.

Mendadak terdengar Kiem Lan mendehem berat Siauw Ling mengerti ia sedang memberi peringatan kepadanya jangan minum air teh tersebut terpaksa diletakkannya kembali cawan kumala tadi ke atas meja.

Melihat tindakan sang pemuda sambil tersenyum Chee Toa Nio berpaling sekejap ke arah Kiem Lan lalu angkat cawan yang berada dihadapannya dan sekali teguk menghabiskan isi cawan tersebut.

“Sam Cungcu tahukah kau mengapa aku bisa memilih tempat sesunyi dan terpencil macam begini untuk melanjutkan hidup?”

“Cayhe tidak tahu.”

“Tempat ini tiada syarat yang cukup untuk disebut menyenangkan memiliki pemandangan yang menarik hati siapapun tidak bakal suka memilih tempat tinggal segersang dan sesunyi ini.”

“Aku rasa Loo popo memilih tempat ini tentu ada alasan2 tertentu.”

“Sedikitpun tidak salah karena pohon tua berusia ribuan tahun inilah aku jadi kerasan untuk berdiam dalam gubuk sereyot dan sejelek ini selama hampir puluhan tahun lamanya.”

Agaknya ia mengerti akan dirinya salah bicara tidak menunggu Siauw Ling bertanya buru-buru ia mengubah nada suaranya, “Sewaktu aku berdiam ditempat ini ada seorang bocah berusia delapan tahun hidup bersama2 diriku siapa tahu mendadak dua tahun berselang cucuku itu lenyap tak berbekas sebetulnya aku hendak pergi mencari dirinya tetapi ada janji terlebih dahulu dengan seseorang dan suatu persoalan yang belum kuselesaikan maka tertangguhlah maksudku untuk pergi mencari dirinya.”

Mendadak sepasang matanya memerah dua titik air mata jatuh menetes membasahi pipinya.

Melihat sikap sang nenek yang begitu sedih karena kehilangan cucunya diam2 Siauw Ling ikut merasa beriba hati ia merasa tidak tega pikirnya, “Usia telah lanjut hidup sebatang kara ditempat ini keadaannya memang patut dikasihani dahulu ia tentu hidup berduaan dengan cucunya tapi sekarang sejak cucunya hilang ia jadi sengsara kesedihannya tentu tak terkendalikan lagi.”

Ingin sekali pemuda ini menghibur sinenek tersebut dengan beberapa patah kata tapi tak diketahui olehnya apa yang harus ia ucapkan akhirnya dengan sedih ia ikut menghela napas panjang.

Buru-buru Chee Toa Nio mengusap kering air mata yang membasahi wajahnya dengan paksakan diri perlihatkan wajah gembira sambungnya lebih lanjut, “Tapi aku telah menerima sepucuk surat dari seorang sahabat karibku yang mengundang aku serta cucuku yang lenyap untuk menghadiri suatu perjamuan tapi cucuku telah lenyap dua tahun lamanya hingga kini tiada kabar berita lagi sekrang aku suruh pergi kemanakah mencari balik dirinya?”

“Seharusnya secara terus terang kau beritahukan kepada orang itu apa yang sebenarnya telah terjadi apa gunanya kau minta aku untuk menyaru sebagai dirinya?”

“Watak sahabat karibku itu amat kukoay walaupun kami sudah bersahabat hampir mendekati puluhan tahun lamanya tapi sekali bentrok suatu pertarungan sengit tak akan terhindar kalau aku terus terang katakan cucuku lenyap ia pasti tak akan percaya sewaktu aku sedang murung dan kesal karena urusan inilah mendadak teringat kembali olehku akan diri Sam Cungcu usiamu hampir sama dengan usia cucuku yang hilang kalau kau suka bantu diriku selama tiga hari setelah kawanku tadi pergi kau tetap bernama Siauw Ling dan akupun tak akan minta bantuanmu dengan sia2 belaka dengan kerahkan segala kemampuan akan kubantu kalian lolos dari cegatan2 jago-jago lihay.”

“Sebetulnya urusan ini bukan merupakan suatu halangan yang besar dalam kerja sama kita” kata Siauw Ling sesudah termenung sebentar. “Yang belum cayhe pahami justru apa sebabnya kawan karibmu ingin sekali menjumpai cucumu tersebut?”

Bibir Chee Toa Nio tampak sedikit bergerak mau mengucapkan sesuatu tetapi segera dibatalkan kembali mengambil kesempatan berbatuk2 ujarnya, “Dahulu kita saling bermusuhan dan makin dendam ini makin pertebal tapi akhirnya karena cucuku itu urusan jadi beres permusuhan mereda disusul dengan suatu persahabatan. Kini apalagi aku tidak membawa serta cucuku untuk menghindari perjamuan tersebut pihaknya tentu menaruh curiga apabila cucuku ada apa2 justru aku tidak ingin terjadi bentrokan lagi pada saat itu.”

“Cayhe masih tidak paham….”

“Bagian mana yang tak kau pahami boleh kau tanyakan kepadaku.”

“Berapa besar usia Loo popo ini tahun?”

“Enam puluh enam tahun.”

“Loo popo sudah berusia enam puluh enam tahun umur kawan karibmu paling sedikit tentu sudah berada setengah abad ke atas.”

“Ia lebih tua beberapa tahun dariku tahun ini kawan karibmu tersebut sudah berusia tujuh puluh tahun.”

“Nah itulah dia kalian adalah manusia2 berusia enam puluh tahunan ke atas perpisahan kalianpun sudah ada sepuluh tahun lebih waktu itu cucumu paling tidak hanya berusia delapan sembilan tahun bagaimana mungkin kawan karibmu itu bisa memandang begitu penting seorang bocah yang sama sekali tak mengerti urusan?”

“Apa sebabnya ia bersikap demikian kalau dibicarakan kembali terlalu panjang Sam Cungcu jika kau tidak percaya nah lihatlah sendiri surat undangan ini.”

Dari dalam sakunya ia ambil keluar secarik surat undangan lalu diangsurkan kedepan.

Siauw Ling menerima surat undangan itu dan dibaca isinya.

“Dalam sekejap mata perpisahan kita telah berlalu sepuluh tahun setiap saat kupikirkan keadaanmu.”

“Besok siang ada sebuah tandu akan datang menjemput dirimu untuk datang berkunjung kemari harap kau suka bawa serta cucumu.”

Chee Toa Nio menghela napas panjang katanya, “Isi surat ini diluaran sepertinya lagi mengundang kedatanganku padahal yang ia pentingkan adalah ucapan yang terakhir setelah kupikir bolak balik akhirnya kurasa bahwa hanya Sam Cungcu seorang yang paling sesuai untuk membantu diriku karena itulah dengan memberanikan diri kuundang kedatangan Sam Cungcu datang kemari guna diajak berunding harap Sam Cungcu suka membantu diriku kali ini.”

“Persoalan ini sungguh merupakan suatu persoalan yang mengherankan cayhe harus berpikir dan menimbang dahulu sebelum ambil keputusan” kata Siauw Ling seraya mengembalikan surat undangan tersebut.

“Baik” Chee Toa Nio segera bangun berdiri. “Kalian berundinglah aku mohon diri terlebih dahulu.”

“Loo popo silahkan berlalu.”

Setelah menerima kembali surat undangan itu Chee Toa Nio mohon diri dan mengundurkan diri dari ruangan.

Menanti orang itu berlalu Siauw Ling baru memandang sekejap wajah Kiem Lan.

“Sudah kau dengar?”

“Sudah!”

“Urusan ini sedikit rada mengherankan membuat orang merasa ragu dan curiga tapi bila kudengar dari nada Chee Toa Nio yang begitu memohon tidak mungkin palsu.”

“Pikiran budak bagaikan terbang diawang2 saja” seru Kiem Lan pula setelah termenung sejenak. “Dalam dunia kangouw memang tidak sedikit jagoan lihay yang tidak melupakan kawan2 karibnya tapi apabila dikatakan seorang kakek tua yang berusia tujuh puluh tahun ternyata tidak melupakan seorang bocah berusia belasan hal ini membuat orang merasa kurang percaya….”

Mendadak ia memperendah nada suaranya.

“Dibalik kesemua ini tentu ada hal2 yang kukoay maksud budak jangan sekali2 kita sanggupi permintaannya.”

Sepasang alis Siauw Ling berkerut ia bungkam dengan otak berputar keras lama sekali baru katanya, “Aku Siauw Ling mana boleh menyanggupi permintaan nenek tua itu untuk ganti she ganti nama.”

Mendadak horden tampak bergoyang tahu2 Chee Toa Nio sudah muncul kembali dari ruang belakang.

“Selama hidup belum pernah kumohon bantuan orang lain” katanya penuh kesedihan. “Tidak kusangka setelah berusia begini tua ternyata harus mohon bantuan orang lain….”

Suaranya kedengaran begitu mengenaskan begitu merengek dan memohon membuat hati orang merasa tak tega apalagi wajah sinenek itupun kelihatan bertambah tua keriput diatas wajahnya makin bertambah banyak rasanya….

Dengan langkah yang berat selangkah demi selangkah ia berjalan menghampiri Siauw Ling ujarnya seraya mengangsurkan tangan kanannya kemuka.

“Kalau Sam Cungcu suka membantu diriku, aku rela menghadiahkan dua butir pil mujarab untuk memusnahkan luka racun yang diderita kedua orang nona tersebut.”

Siauw Ling menunduk memperlihatkan benda yang berada ditelapak tangannya sedikitpun tidak salah sebuah botol kumala kecil tampak sedang diangsurkan ke arahnya.”

Dengan cepat ia menggeleng dan tertawa.

“Maksud baik Loo popo biarlah cayhe terima dalam hati racun yang mengeram dalam tubuh kedua orang nona tersebut merupakan pil racun penyusut tulang itu dari perkampungan Pek Hoa San cung kecuali obat pemusnah yang mereka buat sendiri dikolong langit tak ada obat pemusnah lain yang manjur untuk menyembuhkan racun tersebut.”

“Sam Cungcu jangan terlalu pandang enteng kedua butir pil pemusnah racun ini jikalau hanya terkena racun keji bisa saja aku tak bakal suka mengeluarkan obat ini untuk kalian.”

Ia merandek untuk menghela napas panjang kemudian sambungnya lebih lanjut, “Pil ini sudah kusimpan hampir mendekati tiga puluh tahun lamanya ini merupakan barang peninggalan Kiem Hauw si raja racun yang pernah menggemparkan seluruh dunia persilatan enam puluh tahun berselang setelah mengarungi seluruh penjuru dunia akupun hanya berhasil mendapatkan dua butir saja perduli racun sedahsyat apapun asal menelan pil ini racun tersebut seketika akan punah sama sekali walaupun Kiem Hauw tempo dulu tidak membuka perguruan tapi menurut apa yang kuketahui dalam kolong langit saat ini jago-jago penggunaan racun yang ada kebanyakan merupakan ahli warisnya semua Siauw Thayhiap bila kau tak percaya bagaimana kalau kita coba?”

“Benda sedemikian berharganya kalau digunakan tidak pada tempatnya bukankah amat sayang?”

“Siauw Thayhiap boleh berlega hati jikalau aku tidak mempunyai pegangan sepuluh bagian mencapai sukses mana berani kunasehati dirimu untuk coba obat pemusnah itu.”

Teringat akan kesukaran2 yang dialaminya selama melakukan perjalanan barusan ditambah pula teringat akan penderitaan Giok Lan sewaktu racun tersebut itu mulai bekerja Siauw Ling merasa jantungnya berdebar keras ia bermaksud untuk menerima tawaran sinenek tua guna memusnakan racun yang mengeram ditubuh mereka sehingga dapat mengurangi beban sendiri disamping memberi bala bantuan kepadanya.

Ketika ia berpaling terlihatlah Kiem Lan dengan sepasang mata penuh rasa memohon sedang memandang ke arahnya jelas ia kena digerakan hatinya oleh ucapan Chee Toa Nio barusan.

Dalam sekejap mata pikirannya jadi bergolak teringat apabila ia terima pemberian obat pemusnah tersebut untuk memusnahkan racun yang mengeram dalam tubuh Giok Lan serta Tong Sam Kauw ini berarti iapun harus balas jasa baik tersebut dengan berganti nama menyaru sebagai cucu Chee Toa Nio.

Sekalipun tiga hari sangat cepat akan berlalu tapi rasa malu ini tak akan lenyap sepanjang masa.

Ketika ia sedang kebingungan mendadak terbayang kembali keadaan Giok Lan dan Tong Sam Kauw sewaktu menahan penderitaan mengerutnya tulang, hatinya mulai goyah.

Terdengar Chee Toa Nio berkata kembali, “Siauw Thayhiap kau boleh mencoba kemujarapan pil pemusnah tersebut apabila obat tadi tidak berhsil memusnahkan racun yang mengeram dalam tubuh kedua nona itu aku rela sepanjang masa berbakti sebagai budakmu dan menjalankan semua perintah yang kau berikan.”

“Loo popo terlalu merendah.”

Ia segera terima botol tersebut tapi dengan cepat diletakkan kembali.

“Kenapa?” seru Chee Toa Nio dengan air muka berubah hebat. “Apakah Siauw Cungcu curiga aku sedang gunakan siasat?”

“Aku sih tidak pernah punya pikiran demikian hanya ada beberapa patah kata hendak kuterangkan terlebih dahulu.”

“Silahkan!”

“Apabila obat pemusnah dari Loo popo ternyata mujarab dan berhasil memusnahkan racun mereka cayhepun tidak akan banyak bicara segera mengikuti popo untuk menghadiri perjamuan yang diadakan kawan karibmu itu.”

“Walaupun namanya tersohor diseluruh kolong langit semua orang menaruh rasa jeri kepadanya tapi ia tak akan mencelakai dirimu soal ini kau boleh berlega hati.”

“Setelah cayhe menyanggupi untuk pergi sekalipun naik kegunung menerobosi hutan pedang tak akan kutolak kembali hanya cayhe harus terangkan dulu aku boleh ikut popo menghadiri perjamuan tersebut tapi namaku tak akan kuganti.”

“Asal kau suka ikut menghadiri perjamuan itu dalam pandangan sudah tentu akan menganggap kau sebagai angkatan muda keluarga Chee kami.”

“Perduli bagaimanakah pendapatnya aku tak dapat mengaku secara terus terang dengan mulutku sendiri.”

“Baik” akhirnya Chee Toa Nio mengangguk menyetujui permintaan itu. “Sampai waktunya kau harus mendengar semua perkataanku sehingga jangan sampai rahasia konangan.”

“Baik.”

Diambilnya botol kumala berisi obat pemusnah itu membuka tutupnya dan mengeluarkan dua butir pil warna putih sebesar kacang kedelai kemudian seraya berpaling memandang sekejap wajah Chee Toa Nio katanya, “Loo popo harap kau perhatikan dengan cermat apakah pil ini tidak salah lagi?”

“Asal obat ini mengakibatkan celaka bagi kedua orang nona ini aku rela menggunakan selembar jiwaku untuk ditukar dengan kedua lembar jiwa mereka.”

Air muka Siauw Ling berubah serius secara berpisah ia masukkan kedua pil tadi ke dalam mulut Giok Lan serta Tong Sam Kauw.

Bersamaan dengan gerakan pemuda tersebut sepasang telapak Kiem Lan berbareng menotok bebas jalan darah Giok Lan yang tertotok.

Terdengar Giok Lan menjerit keras badannya roboh ke atas tanah dan sakit yang hebat.

Kiranya sejak racun dalam badannya mulai bekerja sebelum waktunya selama ini racun tersebut selalu kambuh dan tak pernah berhenti.

Tapi berhubung jalan darahnya tertotok sehingga ia jatuhkan tidak sadarkan diri sekalipun sakitnya luar biasa tak sepatah katapun bisa dijerit keluar.

Lain halnya setelah jalan darah itu dibebaskan rasa saking mengerutnya tulang mulai terasa dan tak kuasa lagi ia menjerit seperti babi disembelih.

Melihat keadaan dari gadis itu air muka Siauw Ling berubah hebat seraya melirik sekejap wajah Chee Toa Nio.

“Loo popo aku harap mulai sekarang hawa singkangmu disalurkan mengelilingi seluruh badan karena selamanya cayhe tak ingin turun tangan secara membokong apabila kedua orang nona ini salah menelan obat sehingga mencelakai jiwanya cayhe dengan sekuat tenaga akan berusaha membinasakan dirimu sebagai pembalasan dendam atas kematian mereka.”

Chee Toa Nio membungkam agaknya dia tidak mendengar ucapan dari Siauw Ling ini.

“Sungguh aneh sekali….sungguh aneh….” terdengar ia bergumam seorang diri. “Selamanya obat ini amat mujarab kenapa nona ini kelihatan begitu tersiksa?”

Sudah berapa tahun lamanya Kiem Lan hidup berdampingan bagaikan kakak beradik dengan Giok Lan sekarang melihat penderitaan Giok Lan yang begitu mengenaskan tak kuasa lagi air mata bercucuran membasahi bajunya.

Mendadak terpengar Tong Sam Kauw berseru tertahan badan yang semula duduk bersila kini roboh ke atas tanah wajah yang semula putih bersih bagaikan salju kini dilapisi dengan segulung hawa hitam dari mulut tiada hentinya muntahkan darah bercampur air hitam.

Siauw Ling mulau menegang hawa sinkang disalurkan ke dalam lengan kanan lalu perlahan-lahan diangkat siap mengirim sebuah serangan mematikan.

“Loo popo berhati2lah” serunya memperingatkan.

Selagi ia suap melancarkan serangan mendadak terdengar Chee Toa Nio menghela napas panjang.

“Sungguh dahsyat racun yang mengeram dalam tubuh gadis2 ini….”

Tiba-tiba badannya berkelebat kesisi Tong Sam Kauw lalu membimbing bangun dirinya.

Melihat perubahan yang terjadi didepan mata Siauw Ling turunkan kembali telapak tangannya.

Ketika ia berpaling kembali tampak olehnya Giok Lan tidak menjerit2 sembari bergelindingan lagi air mukanya seperti halnya dengan Tong Sam Kauw dilapisi segulung hawa hitam.

Air hitam yang kental tiada hentinya muncrat keluar dari mulut sedang napas mulai jadi teratur kembali.

Kiem Lan buru-buru berjongkok membangunkan badan Giok Lan yang masih gemetar keras tangan kanannya dihantamkan ke atas punggung Giok Lan.

Perubahan ini mengakibatkan baik atau buruk belum dapat diterka Siauw Ling pada saat seperti ini terpaksa ia duduk menanti perubahan selanjutnya.

Mendadak segulung bau busuk yang aneh dan saking menusuk hidung menyebar memenuhi angkasa bau itu hebat sekali membuat dada terasa mual mau muntah.

Siauw Ling segera mengerutkan alisnya.

“Apa yang telah terjadi?”

“Aaaaii sudah baik sudah baik” tiba-tiba Chee Toa Nio menghembuskan napas panjang ia memandang sekejap wajah Siauw Ling lalu tambahnya, “Setelah mereka muntah dan berak2 menandakan bahwa obat pemusnah itu sangat manjur silahkan keluar ruangan untuk sementara karena aku hendak gantikan pakaian yang ia kenakan.”

Siauw Ling mengerti bahwa kepandaian silat yang ia miliki sangat lihay jikalau sampai bergebrak Kiem Lan bukan tandingannya bila ia mengundurkan diri keluar ruangan dan ia turun tangan pada waktu itu.

Sekalipun hatinya ragu2 dan curiga terpaksa ia keluar juga dengan hati berat.

Kurang lebih sepertanak nasi kemudian dari dalam ruangan terdengar kembali suara Chee Toa Nio berseru, “Sam Cungcu silahkan masuk.”

Menanti Siauw Ling masuk kembali ke dalam ruangan pemandangan disana telah berubah seratus delapan puluh derajat tampak Tong Sang Kauw serta Giok Lan duduk berjajar diatas tanah sepasang mata mereka terpejam rapat hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh badan sedangkan hawa hitam yang meliputi wajahnya sudah jauh berkurang.

“Beruntung aku berhasil menolong jiwa mereka berdua sekarang kedua orang nona tersebut telah lolos dari mara bahaya hanya entah bagaimana dengan kesanggupan Sam Cungcu terhadap permintaanku tadi?” kata Chee Toa Nio sambil tertawa.

“Perkataan seorang lelaki sejati selamanya tak pernah diubah setelah aku Siauw Ling menyanggupi permintaanmu apakah sekarang aku bisa berubah pendapat lagi?”

Mendadak Tong Sam Kauw membuka sepasang matanya yang sayu tak bercahaya.

“Siauw heng terima kasih atas pertolonganmu” katanya sembari coba meronta bangun.

“Jangan bergerak….jangan bergerak….” teriak Chee Toa Nio sangat terperanjat melihat gadis itu coba meronta bangun. “Racun yang mengeram dala tubuh nona belum habis tersapu keluar semua dari badan kesehatanmu pulih dan kekuatan masih lemah cepat dengarkan nasehatku untuk tetap duduk tenang sambil salurkan tenaga murni mengelilingi badan.”

Wakti itu Tong Sam Kauw telah meronta bangun tapi kena ditangkap sepasang tangan Chee Toa Nio dan dipaksa duduk kembali ketempat semula.

Perlahan-lahan Siauw Ling menghela napas panjang.

“Nona bedua bisa memperoleh bantuan dari Thian sehingga racun yang mengeram dalam tubuh dapat lenyap dengan demikian cayhepun bisa mengurangi kemurungan hatiku lagi.”

“Hal ini mana bisa menyalahkan diri Samya” sambung Giok Lan dengan lemah.

“Lebih baik kalian berdua jangan terlalu banyak bicara” potong Chee Toa Nio dengan cepat. “Dalam empat jam kemudian sisa racun akan bersih dengan sendirinya ketika itu kendati ada selaksa patah kata hendak diutarakan boleh kalian ucapkan sepuas hati….”

“Perkataan Loo popo ini sedikitpun tidak salah” ujar Siauw Ling pula sembari tertawa hambar. “Sisa racun yang mengeram dalam tubuh kalian masih belum lenyap sekalipun telah menelan pil mujarab hadiahnya kamu semua harus atur pernapasan.”

“Menurut pendapatku” tiba-tiba Chee Toa Nio mengusulkan. “Lebih baik untuk sementara waktu Sam Cungcu menyingkir dahulu dengan demikian mungkin bisa dihindari dari banyak percakapan yang tak berguna.”

Siauw Ling menurut ia putar badan berjalan keluar dari gubuk menuju kesisi pohon tua berusia ribuan tahun itu.

Dari sana ia pandang pemandangan ditempat kejauhan teringat sepasang orang tuanya yang telah lama ditinggalkan hati terasa amat sedih dan susah ditahan.

“Entah bagaimana dengan ayah serta ibu saat ini sejak beberapa tahun berselang ia tinggalkan rumah tanpa pamit dan hingga kini tiada kabar berita tentang dirinya entah berapa banyak air mata yang sudah mereka cucurkan?”

Saking sedihnya tak terasa air mata mengucur keluar membasahi pipinya pandangan jadi buram.

Mendadak terdengar suara kibasan sayap burung berkumandang datang dan seekor burung merpati berwarna putih melayang turun dari atas dahan pohon yang rindang setelah terbang satu kalangan kemudian meluncur ke arah rumah gubuk tersebut.

Melihat hal itu Siauw Ling merasa hatinya sedikit bergerak pikirnya, “Chee Toa Nio mengasingkan disini ia jarang berhubungan dengan para jago Bulim lalu dari mana datangnya burung pos ini?”

Selagi dia merasa curiga Chee Toa Nio dengan langkah ringan telah muncul diambang pintu tangannya membawa secarik kertas putih wajahnya serius penuh ketegangan.

Burung pos berwarna putih yang kelihatan terbang mengitari rumah gubuk tadi kini berada diatas pundak kirinya.

“Agaknya apa yang dikatakan tidak pernah mengadakan hubungan dengan kawan2 Bulim hanya merupakan ucapan kosong belaka.”

Selagi ia berpikir Chee Toa Nio telah tiba disisinya sembari menyerahkan surat yang ada ditangannya kepada Siauw Ling.

Pemuda kita segera menerimanya dan membaca isi surat tersebut.

“Loocianpwee sudah lama mengasingkan diri dari keramaian Bulim kenapa karena orang lain rela mengikat permusuhan dengan kawan2 dunia persilatan setelah membaca surat ini kami harap pemberian muka kepada kami agar suka mengusir Siauw Ling sekalian berempat dari rumah Loocianpwee.”

“Sebelum sang surya lenyap disebelah barat kami harap permintaan itu sudah dilaksanakan bila membangkang walaupun boanpwee ada maksud membelai loocianpweepun tidak mampu berbuat banyak.”

Surat itu singkat sekali dan dibawahnya tercantum sebuah tulisan Hwie atau artinya terbang.

Sehabis membaca surat itu Siauw Ling mendongak menghela napas panjang.

“Kesalah pahaman kawan2 Bulim dikolong langit terhadap diriku ternyata sudah sedalam ini kelihatannya urusan bisa dibikin selesai dengan andalkan ucapan belaka.”

Sinar matanya dialihkan ke arah Chee Toa Nio lalu tambahnya, “Bagaimana menurut pandangan Loo popo?”

“Kalau aku tak bermaksud melindungi kalian, apa gunanya kuhadiahkan kedua butir pil mujarap tersebut buat nona berdua?”

“Loo popo berbuat demikian hanya karena ingin pinjam cayhe menyaru sebagai cucumu selama tiga hari nilai yang harus kau bayar tak terlalu besar.”

“Urusan telah jadi begini akupun tak ingin berpikir lebih banyak, sekalipun harus mengikat permusuhan dengan para jago Bulim yang ada dikolong langitpun merupakan hal yang apa boleh buat.”

“Kita tidak saling mengenal, pemberian obat mujarab cukup membuat cayhe sekalian merasa sangat berterima kasih menurut pendapat cayhe lebih baik Loo popo jangan ikut campur dalam air keruh kali ini, biarlah cayhe hadapi serangan mereka seorang diri. Bila beruntung aku tidak mati besok siang akan kutemani diri Loo popo untuk menghadiri perjamuan yang diadakan kawan karibmu itu.”

“Kalau tidak beruntung kau mati dalam pertarungan tersebut?”

“Ketika itu cayhepun sudah mati, sudah tentu tak dapat kupenuhi janjiku itu” sahut Siauw Ling setelah tertegun sejenak.

“Justru karena itulah aku tidak mengharapkan kau mati dalam pertarungan yang bakal terjadi sekalipun dikolong langit dapat kucari kembali orang yang suka menyaru sebagai cucuku tapi dalam waktu singkat kau diharuskan aku pergi kemana untuk menemukan kembali? demi perjamuan yang akan diadakan besok pagi mau tidak mau aku harus berusaha sekuat tenaga untuk melindungi keselatan.”

“Tentang hal ini aku lihat tidak usah” seru Siauw Ling cepat.

Chee Toa Nio berdiam diri tiba-tiba dia robek kertas tadi jadi dua bagian sebagian tetap dipegang sedang bagian yang lain dimasukkan ke dalam tabung tembaga yang terikat dibawah sayap burung merpati tersebut kemudian lepaskan burung tadi keangkasa.

Dengan sebat burung merpati tadi terbang keawang2 dalam sekejap mata telah lenyap dari pandangan.

Menanti burung merpati tadi lenyap dari pandangan Siauw Ling berpaling dan bertanya kepada diri Chee Toa Nio dengan suara lirih.

“Popo siapakah menulis surat barusan? agaknya ia sangat kenal dengan Loo popo.”

“Hal ini sudah tentu selamanya aku tidak suka bersurat2an dengan seorang manusia tanpa nama.”

Melihat nenek itu tak ingin mengutarakan asal usul dan kedudukan orang itu Siauw Lingpun tak bertanya lebih jauh ia mendongak memeriksa keadaan cuaca lalu katanya lagi, “Satu jam lagi sang surya aka lenyap diufuk barat saat2 inilah merupakan waktu yang paling tepat bagi pihak lawan untuk melakukan serangan Loo popo apakah kau mempunyai persiapan untuk mengatasi persoalan ini?”

Chee Toa Nio termenung beberapa waktu ia berpikir sebelum menjawab.

“Saat ini hanya ada dua jalan saja untuk mengatasi hal tersebut pertama jauh2 menyingkir agar mereka menubruk tempat kosong….”

“Waaah….waaah….cara ini tidak cocok” tukas sang pemuda dengan cepat. “Menurut dugaanku kalau tidak salah semua gerak gerik kita saat ini sudah berada dalam pengawasan mereka.”

“Kalau begitu kita harus lakukan dengan cara kedua yaitu bertarung mati2an melawan mereka tapi untuk mengambil jalan yang kedua ini kita perlu mengadakan persiapan2 sehingga kalau maju bisa menyerang dan kalau mundur bisa bertahan.”

“Mau bergebrak atau bertahan bagi cayhe itu urusan enteng tapi justru yang cayhe kuatirkan apakah sebelum sang surya lenyap disebelah barat luka racun yang diderita nona Tong Sam Kauw serta Giok Lan berdua bisa sembuh….”

“Sekalipun racun yang mengeram dalam tubuh mereka bisa diatasi” sela Chee Toa Nio. “Tapi kekuatan tubuh mereka belum pulih dalam dua belas jam mendatang mereka masih tidak berkekuatan untuk menghadapi serangan musuh.”

“Aaaai jika kita tinjau dari nada ucapan dalam surat tersebut musuh yang hendak menyerang nanti berjumlah tidak sedikit sedang pihak kita hanya tiga orang disamping harus bertahan masih pula harus memecah perhatian guna melindungi keselamatan kedua orang nona yang belum sembuh dari lukanya bila cara kita bertahan tidak sempurna aku takut kegagalan yang kita temui berakibatkan lebih fatal….”

“Memang hal itu perlu dikuatirkan tapi cukup kita berusaha untuk mempertahankan diri hingga besok siang bala bantuan segera akan tiba disini.”

“Maksud bala bantuan dari sahabat karibmu?”

“Tidak salah sekalipun ia turun tangan bukan karena aku demi keselamatanmu ia pasti memberi bantuannya.”

“Tapi kami tidak saling mengenal” seru Siauw Ling bimbang.

“Benar kau sebagai Siauw Ling tentu tidak kenal dengan dia tapi ia tak akan memandang kau sebagai manusia she Siauw ia akan menolong dirimu sebagai cucuku.”

Mendadak suara terompet yang serak dari tempat kejauhan suara itu mengalun memenuhi angkasa mendatangkan yang tidak sedap dalam hati.

“Bagus sekali” teriaknya. “Sebelum kita merundingkan siasat untuk menghadapi mereka pihak mereka sudah mulai bergerak.”

“Benar” seru Siauw Ling menyambung setelah melihat keadaan cuaca. “Batas2 waktu yang ditentukan masih panjang mengapa dia sudah mulai menyerang lebih pagian?”

“Aku rasa mereka mulai gusar karena melihat aku merobek2 surat yang mereka kirimkan sehingga serangan dipercepat.”

“Jikalau demikian adanya kita harus buru-buru menyusun rencana dalam menghadapi mereka. Menurut pendapat cayhe ada baiknya Loo popo bertanggung jawab atas keselamatan nona Tong berdua biar cayhe seorang yang menyambut kedatangan mereka.”

“Sudah, sudah cukup tak usah kau teruskan lagi ucapannmu itu caramu ini tak bisa jalan” potong Chee Toa Nio tidak menunggu pemuda tersebut menyelesaikan kata2nya.”Jumlah mereka sangat banyak mana mungkin kau bisa menghadapi serangan mereka dengan tenaga seorang? pepatah mengatakan mau pukul ular hajar dulu kepalanya mau tangkap bajingan tawan dulu pemimpinnya kita harus berusaha menangkap dulu sang pemimpin yang pegang kekuasaan tertinggi dalam gerakan kali ini.”

Ia merandek sejenak lalu sambungnya lagi, “Eeeeei bagaimana dengan kepandaian silat sibocah perempuan yang tidak keracunan itu?”

“Seharusnya boleh dihitung jago kelas dua.”

“Senjata rahasia keluarga Tong dari Su Tzuan sudah tersohor dalam Bulim sejak ratusan tahun berselang” ujar Chee Toa Nio sesudah termenung sebentar. “Kalau Tong Sam Kauw tidak terluka ia merupakan orang pembantu yang paling baik kini kita terpaksa harus mengandalkan kekuatan kita bertiga sama2 bertempur dengan membentuk sebuah barisan segitiga dengan pertahanan ini kita kangan memberi kesempatan kepada mereka untuk menerjang dekat rumah gubuk ini.”

“Tak bisa jadi!” tukas Siauw Ling tak setuju. “Sekalipun dengan turun tangan berbareng kekuatan kita makin bertambah dalam menghadapi segala perubahan tapi penjagaan terhadap keselamatan kedua orang nona yang masih lemah itu bukankah sangat kendor.”

“Justru karena soal inilah aku merasa serba susah kekuatan kita bertiga masih bisa bertahan satu hari satu malam dari serbuan mereka ke dalam rumah gubuk itu, aku bisa saja membawa mereka berdua bersembunyi diruang bawah tanah. Tapi yang kutakuti adalah kekuatan musuh terlalu besar hingga kita sendiripun tidak kuat bertahan dan harus mengundurkan diri pinjam cuaca gelap ditengah malam. Kalau sampai begitu kita tak bisa menjaga keselamatan kedua orang nona yang berada di dalam ruang bawah tanah itu lagi.”

“Bagaimana dengan ruangan rahasiamu itu cukup kuat untuk bertahan dari serbuan mereka.”

“Kuat sih kuat orang yang tidak mengerti cara membuka pintu rahasia itu jangan harap bisa menerjang ke dalam justru satu2nya kekurangan adalah ruangan rahasia itu tidak punya jalan rahasia lain yang menghubungkan tempat itu dengan tempat lain.”

“Menurut pendapat cayhe lebih baik kita hantar kedua orang nona ini bersembunyi di dalam ruangan rahasia dengan demikian pikiran kita tak usah dikacaukan dengan rasa kuatir atas keselamatan mereka lagi kita dapat pusatkan semua perhatian untuk menghadapi pihak lawan yang datang menyerang.”

“Kalau demikian adanya bukankah kita harus mempertahankan gubuk ini mati2an?” kata Chee Toa Nio seraua berpaling dan memandang sekejap gubuknya.

“Menurut pandangan cayhe hanya jalan ini yang paling sesuai.”

Akhirnya Chee Toa Nio mengambil keputusan dalam hatinya ia mengangguk.

“Baiklah kita berbuat begini saja dan kedua nona itu akan kuhantar dulu ke dalam ruangan rahasia.”

Kurang lebih seperminum teh Chee Toa Nio muncul kembali bersama2 Kiem Lan.

Nenek tua itu memandang sejenak keadaan ditempat kejauhan lalu memandang pula pohon tua yang berdaun rimbun ujarnya lirih, “Aaaai….semoga saja pohon tua yang telah berusia seribu tahun ini bisa lewati peristiwa ini dalam keadaan utuh.”

Tiba-tiba Kiem Lan bergeser kesisi Siauw Ling lalu berbisik lirih, “Kamar rahasia dari Tjhe Loocianpwee itu sangat kuat dan aman sekali sekalipun mereka lepaskan api membakar gubuk inipun tidak akan membahayakan keselamatan nona Tong serta enci Giok Lan.” 

Siauw Ling menghembuskan napas panjang sehabis mendengar perkataan dari gadis tersebut.

“Oooo justru yang paling kukuatirkan adalah mereka lepaskan api membakar gubuk ini tapi kalau memang demikian kenyataannya hatikupun bisa lega.”

“Samya dimana bisa mengampuni orang ampunilah mereka tindakanmu jangan terlalu telengas.”

“Soal itu susah dikatakan aku akan lihat dulu bagaimana tindakan mereka terhadap kita.”

“Samya kau sudah banyak bersabar dan kinipun Tjoe Koen San serta Poh Thian San telah menyanggupi untuk jelaskan duduknya persoalan Samya kepada jago-jago kalangan Bulim aku rasa tidak lama kemudian peristiwa ini bisa dibikin terang Samya kalau kau tak bisa menahan sabar lagi dan turun tangan melukai orang bukankah jasa2 baik mereka akan hancur berantakan?”

“Aaaai! perkataanmu sedikitpun tidak salah….” Siauw Ling mengangguk dan hela napas panjang.

Kiem Lan tertawa mesem sambungnya, “Racun keji yang bersarang ditubuh nona Tong serta enci Giok Lan menurut keadaan sebetulnya kecuali Djen Toa Cungcu dikolong langit tak ada orang yang bisa menolongnya lagi tapi justru mereka sudah berjumpa dengan Chee Loocianpwee dan berkata pemberian obat mujarabnya jiwa nona Tong serta enci Giok Lan bisa ditolong dari lembah maut ini membuktikan apalagi pepatah yang mengatakan orang budiman selalu mendapat berkah dari Thian bukan kosong belaka dan hal ini makin mempertebal maksud budak untuk banyak berbuat amal.”

Sreet! tiba-tiba sebatang anak panah bersuara meluncur datang menembusi angkasa.

Melihat datangnya anak panah bersuara itu Chee Toa Nio tertawa dingin tongkatnya segera digetarkan membabat jatuh datangnya serangan tersebut ujarnya, “Mereka sudah bersiap melakukan serbuannya coba kau lihat ada baiknya aku bantu kalian melawan mereka….” 

“Lebih baik Loo popo berdiri diluar kalangan” tukas Siauw Ling sebelum nenek itu menyelesaikan kata2nya.

Mendadak Chee Toa Nio gusar.

“Omong kosong bila aku tidak ingin membantu kalian sekalipun kamu berlutut mohon dan merengek2pun tak berguna tapi sekali aku tidak sekali aku sudah menyanggupi sekalipun kamu tidak setujupun tak bisa menahan niatku ini.”

“Baik, baiklah! loocianpwee jangan marah2 dulu” buru-buru Kiem Lan berseru sambil tersenyum manis. “Jikalau Chee Loocianpwee ada niat membantu kita sekuat tenaga sudah tentu akan kami sambut bantuan loocianpwee ini dengan senang hati silahkan kau orang tua segera ambil pucuk pimpinan dan mulai atur siasat.”

“Musuh yang datang menyerang berjumlah sangat banyak” kata Chee Toa Nio tidak sungkan2 lagi. “Dan pihak kita hanya tiga orang belaka hal ini sangat tidak menguntungkan kita kalau bergebrak saling berhadapan menurut pendapatku lebih baik kita masing-masing mempertahankan satu bagian tempat kedudukan dan bergebrak dengan saling bantu membantu.”

Sinar matanya dia alihkan ke arah Kiem Lan lalu sambungnya, “Nona dapatkah kau menggunakan senjata rahasia.”

“Bisa sih bisa hanya kurang sempurna.”

“Bagus sekali silahkan nona bertahan di dalam rumah gubuk itu sedang aku serta Siauw Cungcu akan menahan serangan musuh dikedua samping gubuk ini kita batasi sekeliling gubuk sebagai tempat pertahanan jangan kasih kesempatan kepada mereka untuk mendesak terlalu dekat!”

“Baik akan cayhe ikuti petunjuk dari Loo popo.” Siauw Ling pun akhirnya mengangguk.

Sejak Lam Ih Kong memberi wanti2 kepadanya untuk tidak menyebut semua jago Bulim yang ada dikolong langit dengan sebutan Loocianpwee tidak terkecuali pula dengan Chee Toa Nio kali ini ia hanya menyebutnya sebagai Loo popo.

ooooo0ooooo

“Loocianpwee!” kata Kiem Lan lirih. “Budak ada beberapa patak ucapan, entah dapatkah kuutarakan?”

“Kalau ada pertanyaan katakan saja secara blak2an.”

“Antara kira dengan para jago Bulim yang melakukan penyerangan tiada ikatan dendam ataupun sakit hati, rasanya tidak perlu buat kita untuk turun tangan keji terhadap mereka menurut pendapat budak kalau tidak terpaksa lebih baik jangan kita lukai orang.”

“Mereka datang menyerang dengan hati berlapis2 sikap mereka tidak lebih mirip bajingan2 tengik ini menandakan kalau mereka semua tidak pandang sebelah matapun terhadap aku sinenek tua kalau tidak kuberi sedikit pelajaran kepada mereka dikemudian hari aku sinenek tua mana punya muka untuk tancapkan kaki kembali di dalam dunia persilatan.”

Kembali Kiem Lan akan menasehati nenek itu dengan beberapa patah kata atau pada saat itu pula terdengar suara desiran tajam berkumandang datang sebatang anak panah dengan kecepatan laksana kilat kembali meluncur datang.

Kali ini Chee Toa Nio tidak menggerakkan tongkatnya untuk menyampok jatuh datangnya anak panah tersebut ia hanya menggetar miring datangnya anak panah tadi sehingga berganti arah dan menancap diatas pohon tua disisinya.

Sungguh hebat datangnya serangan barusan ternyata ujung anak panah terbenam sedalam enam tujuh coen diatas pohon tersebut bahkan ekor anak panah tadi bergetar tiada hentinya.

Melihat kelihayan anak panah tersebut Siauw Ling merasa amat terperanjat.

“Datangnya serangan anak panah barusan sangat ganas dan hebat ini menandakan tenaga kweekang yang dimiliki pihak lawan sangat mengejutkan hati” serunya terasa.

Air muka Chee Toa Nio pun ikut berubah hebat setelah melihat kehebatan serangan anak panah tersebut.

“Oooouw bagus, bagus sekali tidak kusangka diapun ikut hadir dalam serbuan ini” katanya dingin.

“Siapa?”

“Sin Cian Kan Koen atau panah sakti penyapu jagad Tong Yen Khie.”

“Ia bisa menggunakan gendewa keras yang berkekuatan begitu besar kepandaian silatnya pasti tidak lemah” seru Siauw Ling.

“Orang ini memiliki tenaga dalam yang maha sakti ia bisa merentangkan gendewa seberat seribu kali senjata yang digunakanpun mempunyai bobot mati yang mengerikan.”

“Oooo begitu? senjata apa yang ia gunakan?”

“Sebuah senjata palu berantai perak yang panjangnya ada satu tombak lebih dua depa.”

Nenek tua ini merandek sejenak untuk tukar napas lalu sambungnya lebih lanjut, “Kau harus bersikap sangat hati2 waktu berjumpa dengan dirinya janganlah menyampok datangnya serangan anak panah dengan gunakan senjatamu jangan terima serangan keras lawan keras dengan senjata tajamnya.”

“Terima kasih atas petunjukmu.”

“Samya kau harus berhati2″ seru Kiem Lan pula dengan suara berat. Sembari berseru gadis ini meloncat masuk ke dalam gubuk untuk menempati pos penjagaan.

Sepeninggalnya gadis Kiem Lan pemuda she Siauw ini berpaling ke arah Chee Toa Nio sembari berkata, “Loo popo bagaimana kalau kita bersembunyi dahulu diatas pohon tua ini disamping menyelidiki gerakan mereka?”

Tidak menunggu jawaban lagi ia mengempos napas dengan gerakan lurus melayang naik setinggi satu tombak tangan kiri menyambar batang pohon kemudian sekali ayun menyembunyikan badannya dibalik ranting serta dedaun yang lebat.

“Oooouw….sungguh indah ilmu meringankan tubuhnya” puji Chee Toa Nio lirih.

Iapun menutulkan tongkatnya ketanah sedang sang badan melayang keangkasa ikut bersembunyi dibalik dedaunan yang lebat.

Tidak lama kedua orang itu menyembunyikan diri dua sosok bayangan manusia dengan cepatnya telah muncul didepan mata.

Meminjam lubang2 diantara dedaunan Siauw Ling mengintip kebawah tertampak olehnya orang itu berusia kurang lebih tiga puluh tahunan badannya terbungkus oleh pakaian singsat dengan ditangan mencekal sebilah golok tunggal.

Agaknya kedua orang itu menaruh rasa jeri terhadap kelihayan Chee Toa Nio sewaktu tiba kurang lebih empat lima tombak didepan rumah gubuk tersebut mereka berhenti.

“Loo popo siapakah kedua orang ini?” bisik

Siauw Ling dengan ilmu menyampaikan suaranya.

“Tidak lebih dua orang prajurit tak bernama yang ditugaskan menyelidiki keadaan sini.”

“Perlu kita tangkap dulu kedua orang ini dan dikasih sedikit hajaran….”

“Apa bangganya menangkap prajurit2 tak bernama? biarkan saja mereka disana.”

“Ketika itu ada kembali empat sosok bayangan manusia melayang datang kedepan rumah gubuk itu.”

“Orang yang berada dipaling depan adalah seorang lelaki berjubah biru langit dengan perawakan yang tinggi kekar mata cemerlang hidung mancung dan mencekal sebuah kipas ditangan.”

“Dibelakang orang itu mengikuti tiga orang lelaki kekar yang masing-masing mencekal sebuah senjata toya terbuat dari perak kecuali orang yang ada disebelah kiri disamping membawa toya dipunggungnya tersoren pula sebilah pedang panjang….”

“Kenal kau dengan orang2 ini?” bisik Chee Toa Nio lirih.

“Tidak kenal mungkin Loo popo kenal dengan mereka.”

“Orang ini adalah salah seorang pendekar muda yang berwatak aneh dan menggetarkan seluruh dunia persilatan walaupun ia baru lima tahun terjunkan diri ke dalam dunia kangouw tapi semua jago Bulim yang ada di Ih Ouw Siang dan Kan empat keresidenan besar berhasil dikuasainya kini ia diangkat sebagai Cong Piauw Pacu dari keempat keresidenan tersebut” ujarnya Chee Toa Nio kasih keterangan.

Ia merandek sebentar untuk melirik sekejap ke arah Siauw Ling lalu sambungnya lebih jauh, “Sebetulnya sudah banyak tahun aku tidak mencampuri urusan dunia kangouw lagi terhadap bakat2 muda yang muncul dalam Bulim serta peristiwa2 yang terjadi dewasa ini tidak mau tahu tapi orang ini setelah berhasil menduduki kursi Cong Piauw Pacu dari empat keresidenan beberapa kali pernah datang menyambangi diriku bahkan minta aku muncul kembali kedunia persilatan guna membantu dirinya.”

“Disamping kesemuanya ini ia bercerita pula akan kacaunya Bulim saat ini dia berkata bahwa lima tahun kemudian dalam Bulim tentu akan terjadi suatu peristiwa penjagalan manusia yang belum pernah dijumpai selama ini menurut dia ia munculkan diri dalam Bulimpun karena ingin menolong bencana ini….”

“Hmm perkataan orang ini sangat menarik hati dan aku hampir2 saja aku tertarik oleh ucapannya sejak itu hari di dalam setengah tahun ia sudah datang sebanyak tiga kali dan tiga kali pula kena kutolak. Tidak sangkanya untuk keempat kalinya ia datang kemari pula aku terdesak dan akhirnya tutup pintu tidak menjumpai dirinya.”

“Ketika itu akupun bersembunyi diatas pohon sambil secara diam2 mengawasi gerak geriknya ternyata selama empat jam dengan sabar ditunggunya kemunculanku didepan pintu kesabaran yang ia miliki benar2 melebihi orang lain….”

Kembali nenek tua itu merandek untuk periksa keadaan disekitar pohon setelah itu tambahnya lebih lanjut, “Hitung2 imamku cukup kuat bertahan selama tiga empat jam diatas pohon ini. Mungkin ia menyadari juga akan keteguhan hatiku sehingga matikan niatnya untuk mengundang aku muncul kembali dalam dunia persilatan.”

Siauw Ling yang setengah harian lamanya mendengarkan cerita nenek ini tapi belum juga mengetahui nama si orang yang diceritakan kini tak bisa menahan sabar lagi.

“Loo popo tahukah kau siapa nama orang ini?” tanyanya.

“Sudah tentu aku tahu. Dia bernama Be Boen Hwie….”

Tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring berkumandang datang memutuskan ucapan sinenek itu.

“Loocianpwee adalah seorang jago yang bernama baik dalam dunia persilatan apa gunanya kau orang tua melindungi seorang bajungan tengik yang banyak melakukan kejahatan dan sepasang tangannya berpelepotan darah sehingga bentrok dengan jago-jago Bulim dari kolong langit.”

Terdengar orang itu merandek sejenak lalu menyambung kembali, “Selamanya boanpwee kagum dan menghormati watak2 kesatria loocianwpee sehingga selama ini berusaha melarang anak buah kami melanggar daerah loocianpwee sebatas pohon tua ini. Tapi keadaan ini hari jauh berbeda kecuali boanpwee masih ada lagi paderi2 sakti dari Siauw lim pay serta jago-jago Bulim lainnya dari seluruh kolong langit. Saat ini mereka sedang beristirahat disebuah hutan kurang lebih dua li dari tempat ini. Setelah banyak tenaga dan mengutarakan banyak kata akhirnya mereka memberi persetujuan agar boanpwee untuk terakhir kalinya menasehati diri Loocianpwee untuk jangan mencampuri urusan ini ucapan cayhehanya terbatas sampai disini saja mohon loocianpwee suka berpikir tiga kali sebelum bertindak.”

“Gerak gerik orang ini tidak jelek dikemudian hari ia pasti berhasil merebut suatu kedudukan terhormat dalam Bulim….” bisik Siauw Ling setelah memandang sekejap wajah Be Boen Hwie.

“Tidak usah dikemudian hari” tukas Chee Toa Nio. “Dengan posisinya saat ini sebagai Cong Piauw Pacu empat keresidenan besar kedudukannya tidak berada dibawah kedudukan seorang ciangbunjien perguruan besar….”

“Orang ini begitu susah dihadapi biarlah cayhe yang hadapi dirinya.”

“Untuk bergebrak melawan dirinya bukan saja kau harus mempunyai aneka ilmu silat yang ruwet untuk menghadapi segala perobahan bahkan jangan sekali2 tertarik oleh ucapannya yang menggerakkan hati.”

“Akan kuingat semua Loo popo harap berlega hati….”

Pemuda ini tidak memberi kesempatan pada Chee Toa Nio untuk melanjutkan kata2nya mendadak ia mengempos napas dan melayang turun dari balik dedaunan.

Sinar mata Be Boen Hwie berkilat sewaktu melihat gerakan Siauw Ling sewaktu turun melayani ke atas permukaan tanah bibirnya bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu tapi dibatalkan niatnya itu. Kipas yang ada ditangan kanan segera diangkat sejajar dada sedang tangan kiri disiapkan dari arah samping.

Silelaki kekar yang berada disebelah kiri diantara ketiga orang itupun dengan gerakan secepat kilat meloloskan pedang yang tersoren pada punggungnya.

Jelas mereka telah menyadari menghadapi musuh tangguh setelah melihat gerakan yang indah dan enteng dari Siauw Ling waktu melayang turun kepermukaan tanah barusan.

Sikap Siauw Ling sangat tenang ia melirik sekejap wajah Be Boen Hwie lalu melangkah kedepan lambat2 terhadap barisan yang telah mempersiapkan diri ia tidak ambil pusing bahkan memandang sekejappun tidak.

Ternyata Be Boen Hwie seorang jago yang berilmu tebal kipas yang semula berada ditangan kanan kini dipindahkan ketangan kiri dengan cepat sedang pedang yang berada ketangan kanan terhadap tindakan Siauw Ling yang mendekat sama sekali tidak mencegah maupun menegur.

Lain halnya dengan ketiga orang lelaki kekar yang berdiri dibelakang Be Boen Hwie mereka tidak bisa menahan sabar dan mulai menggerakkan toyanya menyerang dari kedua belah sayap kiri dan kanan sehingga posisi mereka saat ini berbentuk barisan segitiga yang kuat.

Mendadak Siauw Ling berhenti tangan kanannya secepat kilat meloloskan pedang panjang yang tersoren diatas punggung.

“Siapakah saudara?” terdengar Be Boen Hwie menegur sembari tertawa dingin tiada hentinya.

“Cayhe Siauw Ling.”

“Oooo….kiranya Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung selamat berjumpa selamat berjumpa.”

“Terima kasih saudara adalah Be Boen Hwie.”

“Benar cayhe bernama Be Boen Hwie.”

“Dan merupakan Cong Piauw cu dari Ih Ouw Sian Kan empat keresidenan besar” sambung sang pemuda lebih lanjut.

“Gerombolan liar Bulim tak bisa dibandingkan dengan kecermelangan nama perkampungan Pek Hoa San cung” tukas Be Boen Hwie dengan cepat.

Suasana untuk beberapa waktu jadi sunyi seperminum teh kemudian Siauw Ling kembali memecahkan kesunyian ujarnya, “Kita tidak saling kenal mengenal, apa sebabnya saudara memimpin jago-jago Bulim untuk memusuhi aku orang she Siauw?”

“Apa pula kesalahan orang2 Bulim dikolong langit sehingga Siauw Cungcu begitu tega turun tangan keji menjagali mereka apalagi diantara kesembilan korban kejahatanmu salah satu diantaranya merupakan pembantu setiaku. Jangan dikata aku harus menuntut balas buat sang korban yang menemui ajalnya ditanganmu cukup perbuatan Siauw Cungcu yang bikin keonaran didaerah kekuasaan cayhe sudah cukup memaksa aku Be Boen Hwie tak bisa berpeluk tangan lagi.”

“Heee….perkampungan Pek Hoa San cungpun didirikan diatas daerah kekuasaan sebagai Cong Piauw Pacu empat keresidenan besar mengapa perkampungan itu tidak kau urusi?” jengek Siauw Ling dingin. “Kalau kau Be Boen Hwie betul2 seorang Cong Piauw Pacu dari Ih Ouw Siang Kan empat keresidenan besar yang baik seharusnya kau pergi cari gara2 dengan mereka orang2 perkampungan Pek Hoa San cung.”

Merah padam selembar wajah Be Boen Hwie.

“Menurut pendapat cayhe saat inipun masih belum terlambat untuk melakukannya….” dia coba membela diri.

“Hmm kau tidak lebih karena jeri akan nama besar Djen Bok Hong dan tidak berani mencari gara2 dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung haaa….haaa….kalau saat ini yang kau hadapi bukan aku Siauw Ling melainkan Djen Bok Hong.”

“Kalau Djen Bok Hong lalu kenapa?” tukas Be Boen Hwie sangat gusar.

“Kalau yang kau hadapi saat ini adalah Djen Bok Hong aku berani bertaruh seratus persen kau Cong Piauw Pacu tak akan berani munculkan diri untuk melawan dirinya….”

Ia merandek dan mendongak tertawa terbahak2 sambungnya, “Pada saat ini bukan saja kau orang she Be seorang diri kendati semua jago yang berani mencari gara2 dengan aku Siauw Ling pada saat inipun tak seorang yang berani mencabut kumis harimau dengan mencari gara2 dengan Djen Bok Hong….”

Sekalipun beberapa patah kata ini diucapkan dengan nada menyindir tapi dalam kenyataan memanglah demikian.

Air muka Be Boen Hwie berubah sangat hebat sinar matanya berkilat alis mencuat ke atas dengan penuh kegusaran bentaknya, “Selama ini Djen Bok Hong bersembunyi dalam perkampungan Pek Hoa San cung tak berani berkutik peristiwa munculnya kembali orang itu ke dalam dunia persilatanpun baru terjadi beberapa bulan ini. Apakah kau anggap perkampungan Pek Hoa San cung betul2 sudah menjadi sarang tempat bersembunyi yang sangat kokoh? Hmmm kali ini kau sebagai orang she Be akan bereskan kau sebagai Sam Cungcu kemudian baru cari Djen Bok Hong untuk sekalian meringkusnya.”

“Oooouw bualanmu sungguh besar kau takut hanya aku Siauw Ling pun kau tak sanggup memenangkannya.”

“Haaa….haaa….haaa….sungguh indah ucapanmu Be Boen Hwie tertawa gelak untuk menyalur hawa gusar yang susah dikendalikan itu. “Sam Cungcu bisa melukai sembilan orang jago-jago Bulim secara beruntun ini membuktikan apabila kepandaian silat yang kau miliki sangat lihay aku orang she Be siap menanti petunjukmu.”

“Cong Piauw cu” tiba-tiba tiga orang laki2 bersenjatakan itu berkata secara serentak. “Untuk membunuh seekor ayam apa faedahnya menggunakan golok pembunuh kerbau tak usah Cong Piauw cu repot2 turun tangan sendiri biarlah cukup kami bertiga yang menghadapinya.”

Sembari berseru tiga batang tongkat perak dengan memancarkan cahaya berkilauan menyambar memenuhi angkasa dengan menerjang dari tiga arah yang berlawanan mereka gempur Siauw Ling habis2an.

Pedang panjang yang ada ditangan Siauw Ling segera bergerak dengan menggunakan jurus Thian Lie san hoa atau dewi langit menyebar bunga ditengah berkelebatnya cahaya keperak2an berkuntum2 bunga pedang menyebar memenuhi angkasa tubuhpun dengan cepat berhasil lolos keluar dari tengah gencetan ketiga buah serangan gabungan tersebut.

Melihat berlapis2nya kuntum bunga pedang yang menutupi seluruh angkasa dalam hati ketiga orang lelaki kekar itu merasa terperanjat pikirnya, “Nama besar perkampungan Pek Hoa San cung ternyata bukan nama kosong belaka kepandaian silat yang dimiliki orang ini sungguh aneh.”

Karena berpikir demikian toya perak yang dilancarkan kedepan mengikuti jalannya pikiran ditarik kembali untuk melindungi keselamatan sendiri.

Menggunakan kesempatan sewaktu ketiga orang itu mengubah posisinya dari kedudukan menyerang jadi kedudukan bertahan Siauw Ling meloncat keluar dari kepungan ketiga orang itu dan menerjang kehadapan Be Boen Hwie.

“Ingin melukai orang tanpa sebab lebih baik kuminta pelajaran dari ilmu silat Cong Piauw Pacu yang lihay.”

Be Boen Hwie yang melihat gerakan pemuda itu sangat cekatan dan di dalam beberapa kali kelebatan saja dengan mudah berhasil lolos dari kepungan ketiga orang itu hatinya jadi terkesiap pikirnya, “Tidak aneh orang ini bisa melukai sembilan orang jago Bulim secara beruntun kepandaian silat yang ia miliki ternyata sangat lihay.”

Terdengar tiga kali suara bentakan keras bergema memecahkan kesunyian ketiga orang lelaki kekar bersenjata toya perak itu sekali lagi menubruk kedepan senjata toya perak yang ada ditangan mereka dengan berpisah dari tiga arah yang berlawanan menotok badan Siauw Ling.

Ketika Siauw Ling berhasil meloloskan diri dari kepungan mereka bertiga lelaki2 kekar itu merasa kehilangan muka. Karena itu serangan gabungan mereka kali ini dilancarkan dengan sangat hebat kekuatan serangan toya mereka menggulung laksana amukan ombak. Arah yang ditujukan dada bagian yang sama.

“Oooouw….jumlah musuh lebih banyak dari padaku. Aku harus kacaukan dulu kedudukan mereka” pikir Siauw Ling dalam hati.

“Mereka bertiga bukan tandinganku” katanya cepat. “Cayhe tidak….”

Karena berpikiran demikian pedangnya didorong keluar dengan gerakan menggulung tenaga lunak berhawa Im yang dikumpulkan sekitar pedang segera menempel diatas toya perak yang datang dari sebelah kanan dan merosot kebawah mengikuti gerakan mereka setelah itu pedangnya bergerak lebih kedepan diimbangi majunya badan kesisi tubuh musuh.

Ujung pedang khusus mencari pergelangan kanan sang lelaki yang mencekal toya.

Dalam gerakannya ini bukan saja Siauw Ling berhasil menghindarkan diri dari datangnya serangan bahkan menghindarkan diri dari datangnya serangan bahkan mengirim pula pukulan balasan hebat ke arah lawannya. Serangan toya dari timur maupun utara sama2 menemui sasaran kosong.

Silelaki kekar yang ada disebelah barat waktu melihat Siauw Ling berani saling mengadu kekuatan dengan bentrokan pedangnya diatas toya, diam2 merasa girang pikirnya, “Salahmu sendiri cari penyakit dengan berbuat begini….”

Tenaga murninya dikerahkan semua dan mendorong keluar ia berharap bisa menggetar lepas pedang yang dicekal Siauw Ling.

Siapa nyana ketika pedang Siauw Ling bentrok dengan toya peraknya bukan saja ia tak berhasil pukul lepas senjata lawan malahan toya sendiri yang kena terhisap diatas pedang itu.

Kali ini dia baru terperanjat dalam pada itu Siauw Ling sudah menerjang lebih kedepan ujung pedangnya berkelebat mengancam pergelangan tangan kanan.

Gerakan ini dilakukan cepat bagaikan menyerang mendesak hampir2 dilakukan dalam waktu yang bersamaan.

Lelaki kekar tersebut tak bisa berkutik lagi tanpa pikir panjang ia kendorkan cekalan toyanya.

Tangan kiri Siauw Ling berkelebat ia tak membiarkan toya tersebut jatuh ketanah dan di dalam sekali sambaran dicekalnya senjata tersebut dalam genggaman.

Saat ini pedangnya masih mengandung sisa tenaga yang cukup kuat untuk melukai atau mencabut jiwa lelaki kekar tersebut asalkan ia mau dan getarkan pergelangan kanannya kedepan tapi pemuda she Siauw ini tidak ingin turun tangan keji dengan menggunakan kesempatan tersebut.

Mendadak kaki kirinya melancarkan sebuah tendangan kilat ke arah muka.

Tendangan ini muncul dengan kecepatan luar biasa bahkan jauh ada diluar dugaan siapapun jua.

Braaak! dengan telak tendangan tersebut bersarang pada tengkuk lelaki kekar itu.

Kontan badan orang itu mencelat ke belakang dan terpental empat lima depa dari tempat itu.

Serangan balasan Siauw Ling bukan saja dalam satu jurus berhasil menghancurkan kepungan tiga orang itu bahkan berhasil merebut senjata lawan dan menentang roboh diantaranya kehebatan ilmu silatnya segera mempesonakan hati semua orang.

Kedua orang yang berada disebelah timur dan utara berdiri termangu2 sedangkan Be Boen Hwie berada dalam keadaan melengak.

Tapi sebentar saja kedua orang lelaki itu telah tersadar kembali toya mereka diputar sedemikian rupa mengelilingi tubrukan mereka menghajar batok lawan.

Setelah mengetahui sampai dimanakah kekuatan lawan Siauw Ling masukkan kembali pedangnya kembali ke dalam sarung hawa kweekang disalurkan mengelilingi badan lengan yang kuat mendadak diputar kencang menyambut kedatangan serangan toya itu dengan keras lawan keras.

Traaaaaang suara bentrokan senjata tajam berkumandang memenuhi angkasa silelaki yang berada disebelah timur kehilangan senjata toyanya karena tergetar lepas dari cekalan sedang lelaki yang berada disebelah utara kendati senjatanya tidak sampai lepas sepasang lengannya tergetar kaku dan linu untuk beberapa waktu ia tak sanggup mengangkat senjatanya kembali.

Agaknya Siauw Ling sama sekali tidak menyangka ia memiliki tenaga kweekang sesempurna ini setelah melengak sejenak pemuda itu segera berpaling ke arah Be Boen Hwie.

“Cong Piauw Pacu silahkan memberi petunjuk” serunya.

Toya yang kena direbut lawan dengan cepat diputar dan membabat pinggang lawan dengan jurus Lek sauw ngo Ih atau tenaga sakti menyapu lima bukit.

Setelah mengetahui bagaimana dahsyatnya tenaga kweekang yang dimiliki lawan Be Boen Hwie tidak berani menyambut datangnya serangan tersebut dengan gerakan keras lawan keras sepasang pundak sedikit bergerak badannya sudah mundur delapan depa ke belakang.

Melihat pihak lawan mundur Siauw Ling putar toyanya sedemikian rupa seraya menerjang kedepan pada dasarnya dalam benak pemuda ini sudah hapal dengan berbagai ragam ilmu silat dari perguruan manapun kendati ia belum pernah menggunakan senjata toya tapi setelah menyerang semua jurusnya menggunakan ilmu toya dari perguruan kalangan lurus.

Haruslah diketahui Cung San Pek, Lam Ih Kong serta Liuw Sian cu bertiga bukan saja ahli dalam bidangnya masing-masing merekapun paham terhadap segala macam ilmu silat baik dari perguruan besar maupun dari partai2 yang ada dikolong langit.

Terutama sekali Cung San Pek sebagai seorang manusia yang gemar mempelajari berbagai macam ilmu apa yang ia ketahui dalam benaknya bukan saja ilmu silat dari pelbagai perguruan serta partai bahkan soal ilmu pertabiban serta ilmu perbintanganpun sangat liha.

Pada dasarnya Siauw Ling adalah seorang pemuda cerdik ditambah lagi berjumpa dengan guru pandai yang bersama2 mendidik dirinya walaupun hanya lima tahun ia belajar tapi kesempurnaan serta keberhasilannya melebihi orang lain yang belajar ilmu silat selama puluhan tahun.

Kecuali mempelajari ilmu pedang, ilmu telapak, ilmu meringankan tubuh serta ilmu menyambit senjata rahasia sebagai ilmu andalan ketiga orang gurunya ia hapal pula dengan pelbagai jurus aneh dari senjata macam apapun apalagi senjata toya merupakan salah sebuah senjata tajam yang umum diantara delapan belas macam senjata sudah tentu ia dapat mainkan pula dengan sempurna.

Be Boen Hwie terkenal sebagai seorang jago berkepandaian silat campuran delapan belas macam senjata dapat ia gunakan dengan sempurna kini setelah melihat ilmu toya yang digunakan Siauw Ling ternyata adalah jurus2 serangan paling sempurna dari ilmu Ceng Tiong Koen hoa yang lihay diam2 ia merasa gegetus.

Dalam sekejap mata Siauw Ling sudah melancarkan delapan buah serangan berantai toyanya dengan menimbulkan suara desiran tajam menyambar dan membabat memenuhi angkasa membuat debu pasir serta rerumputan yang ada didaerah sekelilingnya satu tombak beterbangan menyilaukan mata.

Sekalipun begitu dengan mudah dan mantap Be Boen Hwie berhasil menghindarkan diri dari kedelapan belas buah serangan tersebut.

Kendati Siauw Ling tidak buka suara diam2 dalam hati merasa kagum pikirnya, “Gerakan berkelit yang diperlihatkan orang ini amat sempurna sungguh jarang bisa ditemui jago semacam ini dalam Bulim.”

Menanti Siauw Ling telah menyelesaikan kedelapan belas jurus ilmu berantainya Be Boen Hwie baru menggerakkan pedang pada tangan kanannya untuk mengirim sebuah tusukan kedepan bersamaan itu pula kipas ditangan kirinya membabat kedepan mengirim segulung kebasan angin pukulan santar.

Pedang menusuk pergelangan kanan Siauw Ling mencekal toya sedang senjata kipasnya mencegat jalan mundur Siauw Ling dalam satu jurus ia menggunakan gerakan dan bertahan secara berbareng.

Oleh serangan balasan ini Siauw Ling terdesak dan mundur selangkah ke belakang.

Dalam hati kecilnya Be Boen Hwie mengerti asal ia memberi kesempatan bagi Siauw Ling untuk melanjutkan serangannya maka pihak lawan pasti akan mengeluarkan jurus ilmu toya yang lebih lihay untuk mengurung dirinya karena itu badannya segera mendesak kedepan mendekati sisi tubuh Siauw Ling tangan kiri mencekal kipas tangan kanan membawa pedang menyerang pemuda itu habis2an.

Walaupun Siauw Ling pandai dalam penggunaan berbagai macam senjata tajam tapi yang paling diandalkan pemuda ini adalah ilmu pedang serta ilmu telapak. Ditambah pula ia kekurangan pengalaman dalam menghadapi lawan setelah berbuat sedikit kesalahan ia terdesak dan kena terkurung dalam serangan2 gencar pihak lawan.

Sebaliknya Be Boen Hwie walaupun belum lama terjunkan diri dalam dunia kangouw tapi dia adalah seorang jagoan yang berpengalaman dalam menghadapi beratus2 kali pertarungan sengit dalam waktu hanya empat lima tahun ia berhasil menaklukkan para jago-jago dari Ih Ouw Siang serta Kan empat keresidenan besar sehingga diangkat sebagai Cong Piauw Pacu dari keempat keresidenan tersebut sudah tentu hal ini bukan suatu pekerjaan yang sangat mudah.

“Kecuali lihay dalam hal ilmu kepandaian silat kecerdasan otakmupun sangat luar biasa.”

Setelah diam2 memperhatikan beberapa buah jurus serangan Siauw Ling bukan saja ia mempunyai perasaan telah menjumpai musuh paling tangguh selama hidupnya bahkan iapun berpendapat baik ilmu silat maupun tenaga kweekang yang dimiliki lawan berada diatas kesempurnaan kepandaian silat sendiri kalau suruh ia bergebrak secara terang2an melawan pihak lawan dirinya pasti akan menderita kalah.

Karena itu mengambil kesimpulan untuk mengalahkan Siauw Ling ia harus menggunakan kelemahan lawan yang disadari oleh pemuda tersebut sudah tentu saja hal ini harus mengandalkan pengalamannya dalam menghadapi beratus2 kali pertarungan yang pernah mereka alami.

Sisa waktu sesaat setelah Siauw Ling menyelesaikan permainan toyanya hanya berkelebat sekejap mata mengambil kesempatan yang paling baik inilah Be Boen Hwie melancarkan serangan balasan mendesak kesisi tubuh Siauw Ling.

Dengan membawa senjata toya yang berat dan tidak terbiasa ditangan kena didesak oleh serangan gencar dari Be Boen Hwie ini jadi kerepotan dan tak sanggup mengatasi situasi ia terdesak hebat dan mundur tiada hentinya.

Tampak ujung pedang Be Boen Hwie berkelebat membentuk berkuntum2 bunga pedang yang selalu mengancam sepasang pergelangan Siauw Ling yang mencekal toya hal ini memaksa pemuda tersebut tak sanggup mengadakan perubahan untuk menolong situasi.

Ditambah lagi kipas ditangan kiri orang she Be itu sebentar membuka sebentar menutup selalu menotok serta membabat jalan darah penting dalam tubuhnya memaksa Siauw Ling mau tak mau harus mengutamakan berkelit dahulu daripada melancarkan serangan balasan.

Dalam sekejap mata Be Boen Hwie telah melancarkan tiga puluh enam buah serangan pedang serta dua puluh empat jurus serangan kipas.

Dalam jangka waktu selama ini Siauw Ling selalu tak sanggup mengirim sebuah serangan balasanpun ia kena terdesak mundur sejauh satu tombak lebih.

Ketika itulah Chee Toa nio yang bersembunyi diatas pohon tak dapat menahan sabar lagi ia berseru keras, “Kalau kau tidak mau membuang senjata toyamu lagi sekalipun harus bergebrak seratus jurus lagipun kau tak bakal bisa melancarkan sebuah jurus serangan balasanpun apa gunanya mencari susah dan kerepotan buat diri sendiri.”

Selama ini yang terpikir oleh Siauw Ling adalah ruang kosong diantara serangan2 Be Boen Hwie yang tiada hentinya itu untuk kemudian berusaha melancarkan serangan.

Menurut pendapatnya asalkan ia berhasil melancarkan sebuah serangan balasan maka posisinya yang terdesak hebat inipun bisa direbut dan diatasi kembali.

Justru karena pusatkan pikiran dalam merebut posisinya inilah ia jadi lupa untuk berpikir sampai disitu.

Kini setelah mendengar ucapan dari Chee Toa nio ia baru sadar kembali pikirnya, “Urusan segampang ini mengapa tak terpikir olehku? bila sejak tadi aku buang toya ini bukankah sepasang tanganku tak terlalu kerepotan dan terancam terus oleh pedang lawan? aku memang tolol bukankah lebih enak berkelahi dengan tangan kosong dari pada mencekal toya yang sama sekali tak berguna ini?”

Karena harus berpikir perhatianpun jadi bercabang dan reaksinya dalam menghadapi seranganpun rada terlambat.

Tidak ampun lagi pundak kirinya kena disapu oleh kipas Be Boen Hwie sehingga pakaiannya robek dan darah bercucuran membasahi badan.

Walaupun Be Boen Hwie berhasil melukai pundak kiri musuhnya tapi rasa kaget yang dialami dalam hatinya jauh melebihi rasa terkejut dalam hati Siauw Ling.

Di dalam dugaan serangan kipas yang ia lancarkan barusan pasti bisa membabat putus seluruh lengan kiri Siauw Ling atau paling sedikit menghancurkan tulang2nya kehilangan kemampuannya untuk bergebrak lagi.

Siapa sangka sewaktu kipasnya hampir membabat diatas pundak pemuda tersebut tiba-tiba ia merasa adanya segulung tenaga besar dan kuat menahan serangan itu beberapa senti diatas badan lawan
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar