Bayangan Berdarah Jilid 05

JILID 5

Sepatah demi sepatah kata dari Tjoe Koen San ini bagaikan godam yang berat memilu dalam hati Siauw Ling otaknya kontan jadi kacau sehingga tak sepatah katapun bisa diutarakan.

Suasana sesaat jadi sunyi senyap sehingga tak kedengaran sedikit suarapun.

Mendadak sihweesio pemabok melirik sekejap ke arah sipengemis kelaparan lalu ujarnya, “Eeeei….pengemis busuk kau saja yang bicara! orang lain merupakan jago-jago dari perguruan terkenal semua kitapun tidak seharusnya bergebrak dalam suatu pertempuran buta.”

Dari dalam sebuah kantung kain yang tergantung pada pinggangnya sipengemis kelaparan mencomot dulu segenggaman nasi lalu dimasukkan ke dalam mulut sembari mengunyah katanya, “Sin heng Tui Hong Khek atau sijagoan pengejar angin dengan kami sihweesio pemabok dan pengemis kelaparan disebut orang sebagai Hong Jen Sam yu sekarang kau hajar dia sampai kehilangan napasnya bila kami tidak balaskan dendam atas kematiannya bukankah orang lain akan mengatakan kami Hong Djen Sam yu jeri terhadap kalian orang2 dari perkampungan Pek Hoa San cung.”

Lima tahun berselang sipengemis kelaparan serta sihweesio pemabok pernah munculkan diri melindungi Siauw Ling demi Gak Siauw Tjha hanya saja Siauw Ling waktu itu amat kurus dan lemah keadaannya jauh berbeda dengan kegagahan serta ketampanannya saat ini.

Apalagi Lan Giok Tong yang menyaru dengan Siauw Ling telah menggemparkan seluruh dunia persilatan menggabungkan Siauw Ling ke dalam pihak perkampungan Pek Hoa San cung serta munculnya kembali Djen Bok Hong telah menggetarkan seluruh dunia persilatan oleh karena itu terhadap Siauw Ling waktu itu dan Siauw Ling sekarang siapapun tak bisa membedakan dengan jelas.

Poh Thian Seng mendehem perlahan ujarnya, “Nama keji Djen Bok Hong sudah tersohor diseluruh kolong langit dendam yang ia ikat sudah bertumpuk2 bagaikan bukit san selama hidup entah sudah menciptakan berapa banyak pembunuh2 keji. Sepuluh tahun berselang dibawah kerubutan para enghiong seluruh kolong langit ia berhasil dihajar sampai terluka parah semua orang waktu itu mengira ia sudah mati siapa nyana bajingan tua itu masih hidup segar bugar dalam dunia kangouw sepuluh tahun kemudian ia munculkan dirinya kembali dengan mendapat bantuan kau Siauw Ling.”

Siauw Ling hanya merasakan darah panas bergolak keras dalam rongga dadanya sehingga susah dikendalikan lagi.

“Tutup mulut” bentaknya keras. “Dengan andalkan apa kalian berani menuduh semua pembunuh itu aku orang she Siauw yang lakukan?”

“Orang2 itu mengejar kencang dibelakang kereta Sam Cungcu jikalau bukan kau yang melakukan mungkinkah ada orang lain yang mewakili dirimu?” jengek Poh Thian Seng sambil tertawa hambar.

“Ada orang yang melihat?”

“Aku….”

Seketika Siauw Ling merasakan otaknya tergetar seperti mau meledak.

“Kau melihat dengan mata kepala sendiri?” teriaknya setengah menjerit.

Air muka Poh Thian Seng berubah hebat ia ulapkan tangannya ketengah udara.

“Gotong kemari jenasah Jie ya.”

Dari balik hutan terdengar sahutan dua orang lelaki kekar dengan menggotong sesosok jenasah dengan langkah terburu-buru bergerak mendekat.

“Letakkan ke atas tanah.”

Kedua orang lelaki itu mengiakan dan meletakkan jenasah tadi ke atas tanah kemudian bersama megundurkan diri.

Siauw Ling segera alihkan sinar matanya ke atas jenasah tersebut.

Tampak olehnya orang itu dengan sepasang mata melotot bulat2 ujung bibirnya masih membekas darah kering wajahnya yang kaku menunjukkan kegusaran jelas kematiannya begitu tidak rela sehingga keadaannya kelihatan sangat menyeramkan.

“Sam Cungcu sudah kau lihat?” tegur Poh Thian Seng dingin.

“Sudah tapi dia bukan….”

“Adik angkatku ini berwatak paling mulia dan sangat berlawanan dengan watakku yang benci kejahatan sampai merasuk ketulang” potong Poh Thian Seng penuh kegusaran. “Tidak disangka manusia yang mulia dan baik hati macam dia harus mendapat akhir yang demikian mengenaskan tidak mendapat akhir yang demikian mengenaskan tidak aneh kalau kematiannya tidak meram.”

“Poh heng….” seru Siauw Ling sambil ulapkan tangannya.

Agaknya Poh Thian Seng sudah tak dpat menahan rasa sedih yang bergelora dalam dadanya lagi dengan keras kembali ia membentak, “Aku berada kurang lebih tiga empat tombak dibelakangnya sewaktu ia mendekati belakang keretamu mendadak badannya roboh binasa apa aku anggap yang kulihat ini adalah palsu belaka….”

“Secara bagaimana kau berani memastikan apabila orang yang ada dalam kereta hanya aku seorang….”

“Dalam kereta hanya kalian berempat” potong Poh Thian Seng dengan cepat “dan kini semuanya hadir disini kalau bukan kau siapa lagi yang bisa melakukan perbuatan sekeji ini.”

Jantung Siauw Ling berdebar keras sekalipun ia tak pernah berbuat tapi dalam keadaan begitu ada mulutpun susah mungkir saking cemasnya ia berteriak keras, “Walaupun mereka terbunuh sewaktu mengejar kereta itu tapi sang pembunuh bukan aku orang she Siauw.” 

“Bukti sudah berada didepan mata kau masih ingin mungkir?” teriak Poh Thian Seng semakin gusar. “Cuma sayang waktu itu aku merasa amat sedih karena kematian adik angkatku sehingga tidak mengejar ke dalam kereta menyeret kau keluar….”

Siauw Ling yang didesak terus menerus mulai naik pitam.

“Tanpa menyelidiki dahulu keadaan yang sebenarnya dan tanpa membedakan mana putih mana hitam kalian bersikeras menuduh aku yang bunuh orang2 itu bukankah ini sama artinya kalian hendak mendesak aku….”

“Samya!” timbrung Kiem Lan secara mendadak. “Emas murni tak takut api kau tak usah cemas perlahan-lahan terangkan kejadian yang sebenarnya kepada mereka.”

“Siapa kau?” bentak hweesio pemabok dingin sewaktu melihat Kiem Lan ikut menimbrung.

“Aku bernama Kiem Lan. Hmm! kalian mengaku sebagai jago-jago kangouw yang bersemangat jantan pendekar budiman tidak tahu semuanya hanya manusia2 tolol belaka.”

“Kau maki siapa tolol?” Coe Koen San meraung keras.

“Aku katakan kalian semua tolol sudah tentu termasuk pula dirimu.”

Coe Koen San mendengar suaranya tinggi melengking seperti suara perempuan tapi memakai baju lelaki badannya dengan cepat meloncat kedepan.

“Kau seorang lelaki atau perempuan?” bentaknya.

Telapak diayun diap melancarkan serangan.

“Perempuan! tapi aku lihat kalian orang2 laki walaupun kenyataan memiliki tenaga lebih besar dari perempuan tapi dalam melakukan pekerjaan tolol semua kalian tak dapat memadai ketelitian hati seorang perempuan.”

“Hmm! memandang dari luar sikap kalian begitu keren, buas dan menakutkan padahal yang benar mendatangkan rasa iba rasa kasihan dan menggelikan bagi hati orang lain.”

Telapak tangan Coe Koen San yang telah dipersiapkan perlahan-lahan ditarik kembali.

“Seorang lelaki baik tak akan bertempur melawan perempuan dengan kedudukan loohu tak bakal sudi menantang dirimu untuk bergebrak.”

Seraya putar badan ia meloncat mundur lagi sejauh satu tombak ke belakang.

Segera muncul dua orang lelaki kekar berbaju hitam menggotong pergi jenasah tersebut sedang ia sendiri mencabut keluar sebuah seruling perak yang tersoren pada punggungnya dengan suara dingin serunya, “Perduli kau menggunakan ilmu silat atau senjata rahasia apapun dapat melukai sembilan orang jagoan lihay secara beruntun hal ini membuktikan apabila kepandaianmu sangat lihay dan aku Poh Thian Seng harus minta sedikit petunjuk.”

“Samya….” teriak Kiem Lan keras2.

Tapi Siauw Ling telah meloloskan pedangnya sembari berkata dingin, “Persoalan ini tak dapat dijelaskan dengan bersilat lidah, lebih baik kita selesaikan dulu dalam ilmu silat kemudian baru dibicarakan lagi cepat kau mundur.”

Kiem Lan pun tahu benak Siauw Ling pada saat ini telah dipenuhi dengan kemurungan serta kesedihan. Jikalau tidak membiarkan ia salurkan keluar perasaan tersebut dari dalam hatinya maka ia tentu bersedih hati, apalagi orang2 ini begitu bersikeras menuduh dia adalah sang pembunuhnya hal tersebut tak mungkin bisa diselesaikan dengan kata2.

Akhirnya dengan sedih ia menghela napas panjang.

“Samya berhati2lah.”

Perlahan-lahan ia mengundurkan diri kebekalang.

Selama ini Poh Thian Seng yang menahan golakan hatinya sejak tadi sudah tidak sabaran lagi menanti pemuda tersebut menjelaskan kata2nya seruling perak yang ada ditangan segera digetarkan.

“Terimalah seranganku!” bentaknya keras.

Seruling berkelebat lewat dengan meninggalkan cahaya tajam menotok ketubuh lawan.

Siauw Ling balas menggerakkan pedangnya dengan jurus Kie hong Then Ciau atau membangunkan naga mengikat ular dengan memilih posisi bertahan ia punahkan datanganya serangan seruling perak dari Poh Thian Seng kemudian putar pergelangan balas membabat kedepan.

Poh Thian Seng buru-buru berkelit kesamping menghindar ia bersuit panjang serulingnya berkelebat balas menyerang.

Tampak cahaya keperak2kan menyambar memenuhi angkasa seketika itu juga sekeliling tempat itu telah tertutup oleh desiran angin tajam.

Saking sedih dan sakit hatinya dalam melancarkan ini ia telah menggunakan seluruh kekuatan yang ada.

Siauw Ling menggetarkan pedangnya menyambut datangnya serangan tersebut dengan cepat suatu pertarungan sengit segera berkobar.

Setelah Poh Thian Seng mengeluarkan ilmu serulingnya sejurus lebih hebat dari jurus berikutnya serangan meluncur tiada putusnya dan sedikitpun tak ada peluang yang memberi kesempatan kepada pihak lawan untuk mengubah posisi bertahan jadi posisi menyerang. 

Inilah suatu rangkaian ilmu seruling yang maha lihay orang biasa jarang bisa bertahan sebanyak tiga puluh jurus.

Cuma sayang dia telah berjumpa dengan Siauw Ling hal ini membuat kelihayan dari ilmu serulingnya berkurang banyak.

Ternyata ilmu pedang yang dipelajari Siauw Ling dari Cung San Pek mengandung sim hoat dari ilmu silat berbagai partai maupun perguruan yang ada dikolong langit dan paling tepat bila digunakan untuk menghadapi setipa perubahan lawan.

Sebentar ia mainkan ilmu pedang aliran Bu tong pay sebentar kemudian beralih dengan ilmu pedang aliran Cing Shia pay perubahan jurusnya luas dengan mengandung perubahan aneh yang banyak.

Bukan saja ilmu pedang tersebut dapat memusnahkan seluruh jurus ilmu seruling dari Poh Thian Seng bahkan membuat setiao jago yang hadir disekeliling kalangan merasakan hatinya tergetar keras.

Mereka tak menyangka dengan usia yang begitu muda Siauw Ling bisa menjelajahkan ilmu silatnya sedemikian luas.

Dalam sekejap mata masing-masing pihak telah bergerak sebanyak tiga puluh jurus lebih.

Mendadak Siauw Ling mengeluarkan jurus Coen Hong Hua Yu atau angin semi memusnahkan hujan menangkis miring datangnya serangan seruling ujarnya, “Cayhe telah minta petunjuk tentang ilmu seruling saudara yang begitu saja hati2 aku segera akan balas melancarkan serangan.”

Mengiringi selesainya ucapan tersebut permainan ilmu pedang berubah seratus delapan puluh derajat cahaya tajam tampak beterbangan menyilaukan mata hawa pedang berdesir menggidikkan hati tahu2 ia sudah melancarkan sebuah serangan balasan yang sangat hebat. 

Karena sedikit merandek Poh Thian Seng kehilangan posisi yang menguntungkan ia merasakan serangan pedang Siauw Ling bagaikan air bah menerjang tiada hentinya ke atas badannya membuat orang ini jadi terperanjat pikirnya, “Orang ini dapat membinasakan sembilan orang jago lihay secara beruntun dalam setengah hari ternyata kepandaian silat yang dimilikinya benar2 luar biasa.”

Sewaktu ia berpikir sampai disitu mendadak terasa hawa pedang menggulung datang dari empat penjuru tapi sebentar kemudian hawa tekanan tersebut lenyap dan lingkungan kepunganpun jadi kendor.

Merasakan hal tersebut ia jadi kegirangan seruling peraknya digetarkan siap melancarkan serangan balasan.

Siapa sangka ketika itulah cahaya tajam berkelebat lewat seluruh angkasa dipenuhi dengan hawa pedang serta berkuntum2 bunga pedang berwarna keperak2kan.

Pedang lawan tahu2 sudah mengancam didepan dadanya Poh Thian Seng jadi gugup seruling peraknya buru-buru diangkat lantas digetar dari bawah ke atas menangkis datangnya serangan pedang itu.

Traaaang sepasang senjata bentrok satu sama lainnya mendadak ia membentak keras segulung hawa pukulan yang hebat disalurkan keluar menggetar pergi pedang lawan.

Kiranya setelah ia bergebrak beberapa jurus melawan Siauw Ling dalam hati orang she Poh ini merasa bahwa dirinya tak bakal bisa menangkan pihak lawannya dalam perubahan jurus serangan satu2nya kesempatan bagi dia untuk mencari kemenangan adalah mengandalkan tenaga sinkang hasil latihan selama puluhan tahunnya menggetar lewat pedang pihak lawan.

Walau caranya berpikir tidak jelek tapi kenyataan berada diluar dugaa sewaktu tenaga sinkang disalurkan keluar pedang Siauw Ling sama sekali tidak terlepas sebaliknya menempel diatas seruling peraknya kencang2 bahkan mulai menekannya kebawah.

Inilah merupakan suatu bagian dari ilmu pedang tingkat atas yang disebut gerakan menempel pada mulanya pemuda she Siauw ini menggunakan tenaga Im yang lunak untuk menempel diatas senjata lawan kemudian meminjam tenaga getaran Poh Thian Seng yang mengalir datang ia tekan pedangnya kebawah mengancam pergelangan kanan orang she Poh yang mencekal senjata.

Dalam keadaan seperti ini apabila Poh Thian Seng tidak suka melepaskan senjata serulingnya maka pergelangan kanannya akan putus terbabat senjata lawan.

Dalam posisi yang kritis dan berbahaya Poh Thian Seng tak sempat berpikir panjang lagi, tangan kanannya mengendor dan tahu2 seruling peraknya sudah terlepas diatas tanah.

Siauw Ling mengundurkan diri ke belakang sembari ujarnya berulang kali, “Maaf, maaf, maaf….”

Air muka Poh Thian Seng pucat pasi bagaikan mayat dengan sedih ia tundukkan kepalanya rendah2.

“Ilmu pedang Sam Cungcu telah mencapai kesempurnaan cayhe mengaku bukan tandinganmu” katanya lirih.

Kiem Lan yang pada mulanya merasa kuatir Siauw Ling dalam keadaan terdesak dan gusar telah turun tangan melukai musuhnya kini melihat kenyataan yang terbentang didepan mata hatipun ikut jadi lega.

Setelah melihat kekalahan yang diderita Poh Thian Seng kini sipendekar pincang Tjiang Toa Hay sambil mengetok tongkatnya ke atas tanah berkata, “Menang kalah merupakan peristiwa jamak terhadi dalam dunia persilatan ini hari perguruan kita bukannya untuk berebut urutan nama sekalipun kalah apa perlunya merasa malu? Poh heng silahkan mundur untuk beristirahat biarlah siauwte minta petunjuk ilmu pedangnya.”

Diiringi suara bentakan keras badannya menuruk kedepan tongkat besinya dengan menimbulkan suara desiran tajam menggunakan jurus Heng Sauw Cian Kiem atau menyapu runtuh selaksa prajurit menyapu pinggang lawan.

Siauw Ling yang dapat mendengar suara desiran tajam diantara penyambarnya tongkat besi lawan tidak berani menyambut datangnya seragan tersebut dengan menggunakan pedangnya sang badan dengan cepat berkelit kesamping.

Melihat pihak lawan berkelit Tjiang Toa Hay mendadak lebih maju tongkat besinya bagaikan tiupan angin taupan dan curahan hujan deras terus menerus pihak lawannya.

Siauw Ling mengempos napas pedangnya dengan membentuk selapis bunga2 pedang khusus mencari ruang2 kosong untuk memaksa tongkat besinya tak dapat mendekati tubuh sendiri.

Tjiang Toa Hay sebagai seorang jagoan yang telah lama berkelana dalam dunia kangouw pengalamannya dalam menghadapi musuh amat luas.

Melihat Siauw Ling tak berani menangkis datangnya seranan tongkat besi yang ia lancarkan dengan cepat ia keluarkan semua kehebatan dari permainan toyanya.

Tongkat besi dengan membawa desiran angin tajam bagaikan tiupan angin taupan menyambar kesana menyambar kemari dengan dahsyatnya.

Dalam sekejap mata kedua orang itu sudah bergebrak sebanyak lima puluh jurusan.

Oleh serangan gencar yang meneter dirinya terus menerus Siauw Ling terdesak hebat badannya mundur tujuh delapan depa jauhnya ke belakang.

Walaupun Tjiang Toa Hay berhasil merebut posisi tapi dihati iapun paham apabila Siauw Ling hanya untuk sementara kena digertak oleh kedahsyatan ilmu toyanya sehingga tak berani menyambut serangan tersebut dengan pedangnya oleh karena itu ia terus menerus mundur menghindar.

Ia mengerti apabila membiarkan pihak lawan berhasil mendapat cara yang tepat dalam memecahkan serangan itu dengan mengeluarkan gerakan melawan serangan seruling Poh Thian Seng tadi tidak sukar baginya dari tamu menjadi tuan rumah dan merebut kembali posisinya yang terdesak.

Karena itu ia mengambil keputusan untuk melukai dahulu pihak lawannya sebelum pemuda tersebut menyadari akan hal tersebut.

Sekalipun ia dapat berpikir demikian hanya sayang pertahanan Siauw Ling amat kuat dan rapat kendati ia berada dalam keadaan terdesak.

Seluruh bagian tubuhnya dipertahankan sedemikian rupa sehingga bagi Tjiang Toa Hay sulit untuk mendapatkan kesempatan yang baik guna melaksanakan niatnya.

Tjiang Toa Hay yang bermaksud mencari kemenangan tapi lima puluh jurus kemudian belum berhasil juga mendapat peluang yang kosong dalam pertahanan ilmu pedang Siauw Ling hatinya mulai gelisah karena pikiran bercabang permainan tongkatpun jadi sedikit lambat.

Pada saat ia sedikit merandek itulah mendatangkan pikiran cerdik dalam benak Siauw Ling mendadak pedangnya mengeluarkan jurus Thian hoa Tau Kua atau sungai langit jatuh bergantungan. Ujung pedang gemetar keras menciptakan dua kuntum bunga2 pedang yang menyerang masuk ketengah putaran bayangan tongkat Tjiang Toa Hay sedang tangan kirinya bersamaan waktu melancarkan sebuah babatan gencar.

Angin pukulan yang dahsyat kontan berhasil menahan gerakan Tjiang Toa Hay menggunakan kesempatan itulah pedangnya dengan menggunakan jurus Hwee Hong Si Liuw atau angin berpusing menghembus Liuw menusuk kekiri dan kekanan.

Seketika itu juga pertahanan Tjiang Toa Hay terbuka lebar melihat ujung pedang lawan hampir menotok datang buru-buru tongkatnya ditarik seraya mundur ke belakang.

Sejak serangan telapak serta pedangnya berhasil merebut kembali posisi yang semula pikiran cerdik dalam benak Siauw Ling makin terbuka bagaikan bayangan setan ia menerjang maju lebih jauh.

Kini berbalik Tjiang Toa Hay yang keteter hebat badannya mundur terus sejauh tiga empat tombak melingkari kalangan tetapi tidak juga berhasil meloloskan diri dari ancaman pedang yang berada didepan dadanya melihat kejadian tersebut punahlah sudah semua harapan yang terkandung dalam benaknya ia menghela napas panjang dan berhenti.

Para jago yang ada disekeliling kalangan tidak tega melihat lebih lanjut mereka sama2 pejamkan matanya sedang dalam hati berpikir, “Aaaai! setelah orang she Siauw ini membinasakan kesembilan jago lihay Bulim dengan begitu keji kali ini serangan pedangnya pasti akan berhasil merobek perut sipendekar pincang Tjiang Toa Hay….”

Kedua orang lelaki serta pemuda yang mengiringi dibelakang Tjiang Toa Hay sewaktu melihat gurunya terancam mara bahaya mereka bersama2 membentak keras satu dari kiri yang lain dari kanan bersama2 menubruk kedepan.

Kedua orang ini merupakan murid kesayangan Tjiang Toa Hay sudah tentu hati mereka cemas dan sedih melihat suhu mereka sebentar lagi akan menemui ajalnya dibawah serangan pedang Siauw Ling serangan yang mereka lancarkan barusan telah menggunakan sepenuh tenaga yang dimilikinya dua bilah pedang dengan membentuk dua rentetan hawa pedang yang menggidikan bersama2 menyapu datang.

Tampak Siauw Ling menggerakkan pergelangan tangannya dimana pedang bergerak kekiri dan kekanan dengan menimbulkan suara gemerincingan yang nyaring kedua bilah pedang yang menyerang datang sudah berhasil dipukul mental, dia sendiri tetap berdiri ditempat semula dengan wajah seirus dan sepasang mata bercahaya.

Sewaktu semua jago mengalihkan sinar matanya tampak oleh mereka baju bagian dada yang dikenakan Tjiang Toa Hay telah robek sepanjang tiga coen sedangkan orangnya sama sekali tidak terluka.

Kedua orang lelaki tersebut jadi tertegun mereka bersama2 berpaling dan berseru, “Suhu.”

Sipendekar pincang Tjiang Toa Hay membuka matanya menghela napas sedih.

“Sudah, sudahlah….habis sudah diriku kami guru murid tidak punya muka untuk tancapkan kaki dalam Bulim lagi….” gumamnya.

Mendadak ia ayunkan tangannya menabok ubun2 sendiri.

Kedua orang lelaki yang berada disisi gurunya sama sekali tidak menyangka suhu mereka bisa mengambil tindakan seperti ini sekalipun melihat si orang tua itu ayunkan tangannya untuk bunuh diri mereka tak sanggup untuk turun tangan menolong.

Dalam keadaan terperanjat dan ngeri mendadak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat tangan kiri Siauw Ling laksana kilat telah diayun menotok urat nadi diatas tubuh Tjiang Toa Hay.

Tangan kiri yang digunakan Tjiang Toa Hay untuk bunuh diri kontan tidak mengikuti perintahnya lagi dengan lemas dan tak bertenaga tergantung kebawah.

Melihat gurunya selamat kedua orang lelaki muridnya berpaling memandang sekejap wajah Siauw Ling saat ini mereka tidak mengerti haruskah membenci dirinya ataukah berterima kasih.

Seraya menghela napas panjang ia tundukka kepalanya rendah2.

“Omitohud!” perlahan-lahan Ci Kuang Thaysu melangkah maju ketengah lapangan. “Memang kalah merupakan hal yang jamak dalam setiap pertarungan setiap jago yang sering berkelana dalam Bulim kadang kala mendapat kemenangan kadang kala menderita pula kekalahan Tjiang Toa Hay kau jangan terlalu mengikuti hawa napsu.”

“Menerima budi pertolongan dari pihak musuh kau suruh aku ini membalas budi dengan cara bagaimana dikemudian hari?”

Siauw Ling tertawa gwtir.

“Perduli tahun dan bulan apapun asalkan kau orang she Siauw masih hidup dikolong langit Tjiang Toa Hay boleh setiap saat datang menuntut balas atas kekalahan ini hari.”

“Hmmm, sekalipun aku Tjiang Toa Hay hendak menuntut balas atas kekalahanku ini haripun aku harus menolong dulu jiwamu satu kali” bentak sipendekar pincang gusar.

Tongkat besinya ditutul ke atas permukaan tanah sekali loncat ia telah berada satu tombak lebih jauhnya dan dengan langkah lebar berlalu dari sana.

Melihat suhunya berlalu kedua orang lelaki itupun menguntil dari belakang dengan cepat mereka guru murid bertiga lenyap dibalik hutan.

Memandang bayangan punggung mereka bertiga yang lenyap dari pandangan diam2 Siauw Ling menghela napas panjang.

“Orang ini sudah terlalu dalam menaruh kesalah pahaman terhadap diriku. Aaaai entah sampai kapan persoalan ini bisa dibikin jelas?” pikirnya dihati.

“Omitohud” terdengar Ci Kuang Thaysu berseru. “Ilmu pedang Sam Cungcu luar biasa dahsyatnya dengan perubahan yang banyak selama hidup belum pernah loolap menjumpai kepandaian macam begini tidak aneh setengah harian saja kau berhasil membinasakan sembilan jago lihay dari kalangan Bulim ini hari Loolap memberanikan diri ingin minta petunjuk dari Sam Cungcu.”

“Thaysu adalah seorang padri lihay kepandaian silatmu sudah mencapai taraf melebihi manusia biasa aku rasa cayhe bukan tandinganmu.”

“Aaaaakh Sam Cungcu terlalu merendah Loolap lah seharusnya yang menyadari bahwa mencari kemenangan bagiku hanya sia2 belaka. Nah Sam Cungcu silahkan mulai menyerang.”

oooooo0ooooooo

Di dalam hati Siauw Ling pun menyadari persoalan yang terjadi ini hari tak dapat dijelaskan dengan ucapan belaka tapi banyak sungkan lagi pedangnya dengan menggunakan jurus Thian Hong Ceng Mey atau angin langit menyingkap gaun dalam sekejap mata menciptakan cahaya tajam yang secara terpencar mengancam tiga buah jalan darah penting Ci Kuang Thaysu.

“Ilmu pedang yang sangat bagus” puji Ci Kuang Thaysu dengan suara berat.

Ujung jubahnya dikebut lantas menyapu keluar menangkis datanganya serangan pedang itu kemudian disusul dengan suatu gerakan membabat dada lawan.

Melihat datanganya serangan yang mengancam dada Siauw Ling segera getarkan pedangnya menangkis.

“Cayhe tunggu sebentar.”

“Entah Cungcu masih ada petunjuk apalagi.”

Sejak ia bisa mengalahkan Poh Thian Seng serta Ciang Toa Hay semua jago yang ada dikalangan tak ada yang berani memandang enteng dirinya lagi.

Perlahan-lahan Siauw Ling masukan kembali pedangnya ke dalam sarung kemudian merangkap tangannya menjura.

“Bilamana Thaysu tidak ingin menggerakkan senjata cayhepun lebih baik melayani dirimu dengan tangan kosong pula” ujarnya.

“Kepandaian Sam Cungcu amat lihay Loolappun tidak ingin menampik lagi mau gunakan senjata atau tangan kosong terserah dirimu sendiri.”

“Terima kasih atas pujian thaysu.”

Telapak tangannya diiringi dengan suatu desiran tajam segera didorong kedepan.

Ci Kuang Thaysu tidak berani berlaku gegabah diam2 hawa singkangnya disalurkan mengelilingi seluruh badan menyambut datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras.

Braaak….sepasang tapak berbentrok satu sama lain menimbulkan suara bentrokan yang keras seluruh tubuh Siauw Ling tergetar keras.

“Ooouw sungguh dahsyat tenaga pukulan Thaysu!” pujinya.

Dengan menggunakan ilmu pukulan berantai Lian Huan San Tiam Ciang Hoat ia berebut menyerang pihak lawannya.

Setelah Ci Kuang Thaysu menerima bentrokan kekerasan dengan Siauw Ling tadi iapun merasa terperanjat pikirnya, “Orang ini masih berusia sangat muda tapi tenaga sinkangnya telah berhasil mencapai kesempurnaan jikalau dibiarkan demikian terus lain kali mungkin susah dicari tandingannya….”

Selagi berpikir Siauw Ling telah mengirim enam belas buah serangan gencar kecepatan geraknya benar2 laksana sambaran petir yang membelah angkasa.

Oleh serangan yang demikian gencar dan cepatnya ini Ci Kuang Thaysu terdesak hebat badannya mundur empat langkah ke belakang dengan sempoyongan ia merasa bingung entah bagaimana seharusnya menerima tekanan tersebut.

Ilmu telapak Cap Pwee Loo Han Ciang dari kuil Siauw lim sie sudah tersohor dikolong langit siapapun tak ada yang tidak kenal dengan nama ilmu pukulan ini justru Ci Kuang Thaysu bisa tersohor dan menduduki posisi yang tinggi dalam kuil karena ia pernah mengalahkan sembilan saudara dari gunung Yen San dengan andalkan ilmu telapak Cap Pwee Loo han Ciang ini.

Ini hari ternyata ia kena didesak mundur oleh serangan berantai dari Siauw Ling hal ini membuat para jago yang ada dikalangan rata2 dibikin terperanjat dan tercengang.

“Eeeeei….sipengemis busuk” bisik sihweesio pemabok dengan suara yang lirih. “Kelihatannya bocah cilik ini benar2 berisi aku takut sihweesio tersebut bukan tandingannya.”

Sewaktu ia bercakap2 mendadak tampak olehnya Ci Kuang Thaysu dengan kumpulkan semua tenaga melancarkan serangan balasan.

Sreeet, sreeet dengan susah payah akhirnya berhasil juga ia mempertahankan posisinya.

“Pertarungan ini boleh dikata merupakan suatu pertarungan yang paling sengit dan susah dijumpai selama ini empat telapak saling menyambar menimbulkan angin berpusing mengancam daerah seluas beberapa tombak.

Ilmu telapak Siauw Ling mengutamakan kecepatan gerak serangan pertama baru saja dilancarkan serangan kedua telah menyusul dari belakang sepuluh jurus bagaikan dilancarkan bersamaan waktu. Hal ini membuat para jago yang menonton disamping kalangan merasakan pandangannya jadi kabur.

Sebaliknya ilmu telapak dari Ci Kuang Thaysu mengutamakan kekuatan tenaga pukulannya, pertahanan disekitar badan rapat dan kuat susah ditembusi perduli Siauw Ling telah melancarkan serangan dengan beribu2 perubahan sehingga menimbulkan gulungan angin puyuh pun tetap juga belum berhasil menjebolkan pertahanan dari Ci Kuang Thaysu.

Tidak selang beberapa saat kemudian masing-masing pihak sudah bergebrak sebanyak seratus jurus tetapi belum berhasil juga memastikan siapa menang siapa kalah diantara mereka berdua.

Di dalam seratus jurus pertarungan yang maha sengit ini Siauw Ling lebih banyak menyerang dari pada bertahan sebaliknya Ci Kuang Thaysu lebih banyak bertahan dari pada menyerang.

Agaknya sipengemis kelaparan tak dapat menahan sabar lagi sembari menepuk2kan besi besar ditangannya ia gelengkan kepala berulang kali.

“Eeeei hweesio pemabok aku lihat semangat bergebrak mereka berdua makin lama semakin baik.”

“Pertarungan ini mungkin akan berlangsung tidak sampai lima ratus jurus sudah menentukan siapa menang siapa kalah.”

“Pandangan aku sihweesio justru berbeda dengan pandanganmu di dalam seratus jurus ini Siauw Ling sudah memperoleh banyak kesempatan untuk memperoleh kemenangan tapi pengalamannya dalam menghadapi musuh masih terlalu cetek dan membuang kedua peluang bail itu dengan sia2 belaka sebaliknya Ci Kuang Thaysu walaupun mempunyai pertahanan yang kuat dan rapat tetapi ia lebih banyak bertahan dari pada menyerang hal ini sudah membuat ia kehilangan kesempatan untuk cari kemenangan jikalau pandangan aku sihweesio tidak salah dalam seratus jurus lagi diantara mereka berdua sudah dapat ditentukan siapa menang siapa kalah.”

Tiba-tiba terdengar Ci Kuang Thaysu memuji keagungan sang Buddha mendadak dari posisi bertahan ia berubah jadi kedudukan menyerang telapak kiri kepalan kanan secara bergantian mengirim pukulan2 gencar.

Melihat hal tersebut sipengemis kelaparan tertawa.

“Eeeei….hweesio pemabok, coba sudah kau lihat belum? Ci Kuang Thaysu telah mengeluarkan kepandaian silatnya yang disembunyikan didasar peti” jengeknya.

Kepalan serta telapaknya menerjang saling bergantian yang digunakan tentu tenaga yang berbeda pula.

“Sedikitpun tidak salah walaupun telapak kanannya masih menggunakan ilmu telapak Cap Pwee Loo han Ciang Hoat tetapi kepalan kirinya telah mengeluarkan Sian Thian Seng Kang Cian salah satu ilmu simpanan pihak Siauw lim yang kesemuanya berjumlah tujuh puluh dua macam dalam satu jurus yang sama ia menggunakan tenaga lemas serta keras secara bersamaan aku lihat bocah ini tak akan bertahan lebih lama lagi.”

“Belum tentu” kata sihweesio pemabok. “Cepat coba kau lihat permainan telapak bocah itu sangat aneh dan mirip2 dengan ilmu telapak perantai Lian huan San Tiam Ciang yang dikabarkan telah punah dari peredaran dunia persilatan tempo dulu Lam Ih Kong Lam Thay hiap pernah mengandalkan rangkaian ilmu telapaj ini menggegerkan enam puluh tiga keresidenan didaerah utara dan tujuh daerah keresidenan diselatan sehingga namanya tersohor.”

“Heeee….heee….heee….kau pernah menjumpai ilmu telapak Lian Huan San Tiam Ciang Hoat dari Lam Thay hiap!” seru sipengemis kelaparan sambil tertawa dingin.

“Walaupun aku sihweesio tidak berjodoh untuk menonton ilmu telapak kau pernah menjumpai ilmu telapak Lian Huan San Tiam Ciang Hoat dari Lam Ih Kong tapi kau pernah berjumpa dengan Lam Ih Kong pribadi tentang soal ini aku lihat diriku jauh lebih hebat dari kau sipengemis busuk” sahut sihweesio pemabok sambil tersenyum.

“Jikalau kau belum pernah menjumpai ilmu telapak kau pernah menjumpai ilmu telapak Lian Huan San Tiam Ciang Hoat tersebut kenapa kau katakan ilmu yang digunakan pemuda itu adalah ilmu pukulan dari Lam Ih Kong.”

“Sudah pernah kulihat ilmu pukulan maupun ilmu telapak yang ada diseluruh kolong langit tapi belum pernah kujumpai ilmu telapak yang mempunyai gerakan secepat ini Lam Ih Kong mengandalkan kecepatan ilmu telapaknya menggetarkan sungai telaga dan disebut orang sebagai jago pukulan tercepat dikolong langit mengandalkan hal inilah aku membuktikan apabila ilmu tersebut tentu ilmu kau pernah menjumpai ilmu telapak Lian Huan San Tiam Ciang Hoat dan hal ini membuktikan pula apabila pengetahuanku jauh lebih tinggi beberapa kali lipat dari kau sipengemis busuk.”

“Oooo….sungguh tidak malu bicara sendiri lalu memuji diri sendiri….” dengus sipengemis kelaparan.

Kedua orang manusia2 kasar ini walaupun sudah ada puluhan tahun bersahabat karib tapi setiap hari selalu saja cekcok dan ribut siapapun tak mau mengalah kepada yang lain.

Ketika dua orang itu sedang bercakap2 situasi dalam kalangan kembali terjadi perubahan setelah Tji Kuang Thaysu mengeluarkan ilmu simpanan perguruannya Sian thian Seng Kang Cian ia benar2 berhasil meredakan keadaannya yang terdesak dan berubah dari posisi bertahan menjadi kedudukan menyerang.

Dikarenakan dalam ilmu telapak dan kepalan hweesio ini menggunakan tenaga keras serta tenaga lunak yang berbeda maka ilmu telapak berantai yang digunakan Siauw Ling mendapat pukulan yang amat besar kecepatan gerakan jauh berkurang.

Suatu ilmu telapak tangan keistimewaannya terletak pada kecepatan geraknya setelah bermain agak terlambat kekuatanpun jauh berkurang hal ini membuat Tji Kuang Thaysu memperoleh kesempatan yang baik untuk berubah posisi dari bertahan menjadi kedudukan menyerang.

Kiem Lan yang menonton jalannya pertarungan dari samping kalangan mulai merasa kuatir pikirnya, “Jikalau Siauw Ling sampai menderita kalah ditangan hweesio tersebut dalam keadaan gusar para jago Bulim lainnya pasti tak akan mengampuni dirinya dengan demikian Samya jadi sial dan susah mencuci bersih noda2 busuk yang menimpa dirinya.”

Sewaktu ia sedang berpikir mendadak permainan telapak Siauw Ling pun berubah tangan kiri tetap menggunakan ilmu telapak berantai kau pernah menjumpai ilmu telapak Lian Huan San Tiam Ciang Hoat sedangkan tangan kanannya mengeluarkan ilmu sentilan Cap Jie Lan Hoa Hu Too.

Dalam tiga jurus saja ia telah berhasil menangkan posisinya yang terdesak.

Ilmu sentilan Cap Jie Lan Hoa Hu Hiat So bukan saja memiliki daya penyerangan yang gencar dan dahsyat bahkan gerakan maupun gayanya sangat indah menarik hati jari2 tangan bergerak bagaikan sarang laba2 yang selalu menempel disekeliling urat nadi serta jalan darah Tji Kuang Thaysu.

Sewaktu sipengemis kelaparan melihat Tji Kuang Thaysu berhasil merebut posisi menang tadi hatinya merasa sangat girang ia siap menyindir sihweesio pemabok dengan beberapa patah kata tajam.

Siapa nyana pada waktu itulah permainan ilmu telapak Siauw Ling berubah bukan saja dia berhasil merebut posisi yang semula terdesak hebat bahkan dapat pula menguasai diri Ci Kuang Thaysu sehingga banyak gerakan serangannya susah dikelkuarkan.

Tak kuasa air mukanya berubah hebat.

“Ternyata bangsat ini memiliki ilmu kepandaian yang amat lihay….” serunya tertahan.

“Haaa….haaa….nah! sekarang kau sudah tahu kelihayanku bukan sekalipun aku sihweesio sepanjang hari tidak pernah lepas dari arak tapi makin minum arak pikiranku semakin tajam….”

“Kau jangan keburu gembira dulu, tujuh puluh dua macam ilmu simpanan Siauw lim pay ada tujuh macam ilmu sakti yang berhasil dikuasai Ci Kuang Thaysu ilmu pukulan Sian Thian Seng Kang Ciang serta Loo Han Cap Pwee Ciang pun tidak lebih baru dua macam.”

Pada saat itulah pertarungan dalam kalangan telah menentukan siapa menang siapa kalah tampak dua sosok bayangan manusia bersama2 memencar dan mundur ke belakang.

“Kepandaian silat Sam Cungcu benar2 lihay Loolap mengaku bukan tandingan” kata Ci Kuang Thaysu sambil merangkak telapaknya didepan dada.

“Mana….mana….thaysu terlalu memuji.”

Melihat hasil kemenangan yang diperoleh sang pemuda air muka sipengemis kelaparan berubah hebat dengan cepat ia meloncat masuk ke dalam kalangan.

“Bangsat cilik tidak nyana kau memiliki kepandaian sedemikian dahsyatnya aku sipeminta2 ingin minta petunjukmu” teriaknya dingin.

Tanpa banyak cingcong kuali besar ditangannya dengan sejejar dada didorong kemuka.

“Cayhe sudah lama mendengar nama besar sihweesio pemabok serta sipengemis kelaparan….”

“Sudahlah kau tak usah pura2 lagi lebih baik kita selesaikan dulu persoalan ini diatas silat” potong sipengemis kelaparan cepat.

“Sungguh licik orang2 ini” diam2 Kiem Lan berpikir setelah mendengar tantangan sipengemis kelaparan terhadap diri Siauw Ling. “kendati ilmu silat yang dimiliki Samya amat lihaypun tidak mungkin bisa menangkan begitu banyak jago secara bergilir bilamana hal ini diteruskan maka akhirnya kekalahan akan jatuh ketangannya….”

Selagi ia membongkar rahasia tersebut agar Siauw Ling menyadari pada waktu itulah sang pemuda telah meloloskan pedang.

“Baik silahkan kau turun tangan….”

Setelah berturut2 Siauw Ling berhasil mengalahkan Poh Thian Seng sipendekar pincang Ciang Toa Hay dan Ci Kuang Thaysu dari Siauw lim pay sipengemis kelaparan tak berani lagi memandang musuhnya terlalu enteng. Kuali besinya dengan cepat digerakan menghantam batok kepala lawan.

Ia menggunakan kuali besi sebagai senjata tajam, jurus serta perubahanpun hasil ciptaan sendiri gerakannya sangat aneh.

Ketika Siauw Ling melihat kuali besi itu menekan ke arahnya pedang panjang segera digerakkan menotok keluar.

Siapa nyana sipengemis kelaparan sama sekali tak menghindarkan dari datangnya bentrokan pedang dengan senjata kuali mengambil kesempatan tersebut senjatanya dibabat ke arah pergelangan tangan Siauw Ling.

Kiranya kuali besi ini mempunyai kegunaan yang demikian lihaynya.

Buru-buru badannya mundur ke belakang. Pergelangan ditekan kebawah dengan kritis berhasil meloloskan diri dari datangnya serangan tersebut dengan cepat pedangnya diangkat menangkis serangan kuali besi itu.

“Haaa….haaa….bagaimana rasanya kuali besi dari aku sipengemis tua?” seru sipengemis kelaparan sambil tertawa terbahak2.

“Luar biasa hebatnya.”

Ditengah suara tertawa dan kata2 bergurau sipengemis kelapran telah menerjang kembali kedepan kuali besinya digerakkan menghajar kesana membabat kemari dengan sekenanya serangan yang digunakan pun sama sekali tidak mirip dengan sebuah jurus serangan lagi. 

Siauw Ling tidak berani berayal hawa murni segera disalurkan mengelilingi seluruh badan setiap babatannya tentu meninggalkan selapis hawa pedang yang dahsyat.

Hal ini memaksa sipengemis kelaparan walaupun menyerang dengan gerakan aneh tidak berhasil juga menangkan diri Siauw Ling.

Tidak selang beberapa saat kemudian masing-masing pihak telah saling menyerang sebanyak puluhan jurus.

Rasa kejut dan terperanjat yang semula memenuhi benak Siauw Ling perlahan-lahan meluncur pedangpun digerakkan dengan tenaga penuh melancarkan serangan balasan.

Kiem Lan yang melihat Siauw Ling mundur tiada hentinya ia menganggap pemuda itu sudah kehabisan tenaga hatinya jadi murung dan sedih.

Dengan cepat ia letakkan Giok Lan ke atas tanah selagi siap mencabut keluar pedangnya untuk bantu melancarkan serangan mendadak Siauw Ling tidak mundur lagi kini ia saling berebut menyerang dengan sipengemis kelaparan.

Sreeeet! dalam tiga, lima jurus dia berhasil memulihkan kembali posisinya yang terdesak.

Untuk menjaga nama baik sendiri sipengemis kelaparan mau tak mau harus berebut menyerang dengan sepenuh tenaga untuk menangkan pertarungan ini sebaliknya Siauw Ling demi melenyapkan tuduhan yang bukan2 dari mereka bertekad bulat pula menangkan pertarungan ini hari.

Tapi berhubung senjata yang digunakan sipengemis kelaparan sangat aneh untuk sesaat dia tidak berhasil menemukan titik kelemahan untuk kalahkan pihak lawan sedikitpun ia dapat merebut kembali posisinya yang terdesak.

Selama ini sihweesio pemabok menonton pertarungan sambil meneguk arak tiada hentinya setelah pertarungan mencapai seratus jurus mendadak ia mengendorkan teko arak ditangannya sepasang mata yang semula kelihatan mabok mendadak memancarkan cahaya tajam yang menggidikan memperhatikan kedua orang itu tak berkedip.

Pada waktu itu pertarungan antara sipengemis kelaparan dan Siauw Ling mencapai puncak kritis yang menentukan siapa menang siapa kalah mendadak tampak segulung bayangan hitam dengan membentuk serentetan cahaya putih beterbangan memenuhi angkasa.

Bayangan putih dan hitam itu hanya berkelebat sebentar saja kemudian memisah kembali.

Sambil melintangkan pedang didada Siauw Ling berdiri keren ditengah kalangan.

“Terima kasih atas bantuan saudara suka mengalah kepadaku” katanya seraya menjura.

Selama ini ia selalu mengingat budi luhur sihweesio pemabok serta sipengemis kelaparan tempo dulu yang pernah membantu dirinya oleh karena itu sikap terhadap mereka berdua amat menghormat.

Dengan termangu2 sipengemis kelaparan melototi diri Siauw Ling lama sekali dia baru berkata lambat2, “Kekalahanku kali ini adalah kekalahanku yang kedua selama aku dengan sipengemis tua berkelana dalam Bulim yang kalah tak akan banyak bicara lagi nah! selamat berpisah.”

Perlahan-lahan dia putar badan dan berjalan pergi wajahnya kelihatan amat sedih dan pilu.

“Eeeei sipengemis busuk jangan pergi dulu biar aku sihweesio pemabok akan rebut kembali kekalahan yang barusan kau derita” tiba-tiba sihweesio pemabok berteriak keras.

“Kaupun tak akan menangkan dirinya sudahlah tak usah pamerkan kejelekanmu dihadapan umum” sahut sipengemis kelaparan tanpa berpaling lagi.

Mendengar ucapan itu sihweesio pemabok jadi tertegun dia segera alihkan sinar matanya ke atas wajah Siauw Ling.

Tampak olehnya wajah pemuda tersebut tetap tenang sepasang matanya memancarkan cahaya berkilat sekalipun telah lama bertarung sedikitpun tidak menunjukkan keletihan.

Hatinya terperanjat diam2 pikirnya, “Sungguh luar biasa sempurnanya tenaga sinkang sibocah cilik ini bila kulihat wajahnya amat tampan dan halus berduri sedikitpun tidak menunjukkan hawa jahat mengapa ia bisa menggabungkan diri dengan pihak lawan perkampunga Pek Hoa San cung dan bantu Djen Bok Hong melakukan kejahatan….”

Terdengar sipengemis kelaparan kembali berkata, “Eeeei….sihweesio pemabok ayoh cepat kita berlalu dari sini selama hidup kita tak bakal ada kesempatan untuk menangkan dirinya lagi….”

“Omong kosong” potong sihweesio pemabok cepat. “Jikalau aku sihweesio pemabok tidak mencoba dulu kepandaiannya dalam hati benar2 merasa tidak rela….”

Seraya ulapkan tangannya ke arah Siauw Ling serunya, “Hati2lah! aku sihweesio akan minta petunjukmu.”

“Silahkan cayhe pasti akan mengiringi sekuat mungkin.”

Dengan langkah lebar sihweesio pemabok berjalan kedepan dan berhenti kurang lebih enam tujuh depa dihadapan Siauw Ling. Mendadak ia silangkan pedangnya didepan dada.

“Tetamu tak akan menekan tuan rumah silahkan kau turun tangan terlebih dahulu.”

“Terima kasih.”

Belum habis pemuda ini bicara mendadak sihweesio pemabok membentangkan mulutnya lebar2 serentetan air memancar keluar dengan dahsyatnya.

Ketika pancaran air berada beberapa depa ditengah kalangan segulung bau arak yang menusuk hidung segera berhembus memenuhi angkasa.

Siauw Ling segera salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh. Sepasang pergelangan bersama2 didorong keluar.

Segulung angin pukulan yang santar dengan cepat menggulung keluar menyahut datangnya siraman arak tersebut.

Terkena hadangan angin pukulan yang sangat kuat terjangan arak yang santar bagaikan anak panah itu jadi buyar dan muncrat keempat penjuru bagaikan hujan deras sekeliling beberapa depa terkurung dalam muncratan arak.

Walaupun arak tadi berhasil dihajar pencar oleh Siauw Ling ada pula beberapa tetes pancaran arak tetap menerjang ke arah pemuda itu.

Diam2 Siauw Ling salurkan tenaga sinkangnya membentuk tenaga khie kang melindungi seluruh badan oleh karena itu sekalipun sisa arak sempat mengancam tubuh Siauw Ling sehingga hampir mendekati setengah depa lebih tapi dengan cepat bersama2 rontok kembali ketanah bagaikan menjumpai selapis dinding baja yang rapat dan kuat.

Kali ini sihweesio pemabok tak dapat menahan rasa kejut dalam hatinya lagi ia berseru tertahan, “Aaaakh….ilmu khiekang pelindung badan.”

Tanpa banyak cingcong ia putar badan lari menyusul sipengemis kelaparan yang telah berlalu terlebih dahulu.

Kiranya kepandaian menyembur arak dri sihweesio pemabok ini merupakan suatu kepandaian silat yang mengandal hawa murni dia telan dulu arak tersebut ke dalam perut kemudian dengan tekanan hawa kweekang yang didorong dari dalam pusar menyambar keluar sekalipun akhirnya sambaran itu menemui rintangan tapi dengan secara arak memencar rintik2 air hujan meluncur lebih lanjut melukai lawannya.

Bahkan lingkungan serangan itupun dapat meluas mencapai beberapa depa setiap orang yang terkena serangan jangan harap bisa meloloskan diri.

Tetapi hawa khiekang pelindung badan dari Siauw Ling benar2 membuat sihweesio pemabok merasa terperanjat ia mengerti semburan araknya akan gagal setiap kali berjumpa dengan hawa khiekang pelindung badan macam begini.

Oleh karena itu walaupun diluaran ia tidak bicara dalam hati sudah mengaku kalah tidak aneh kalau sihweesio pemabok itu langsung putar badan menyusul kawannya sipengemis kelaparan yang telah berlalu terlebih dahulu.

Saat ini dalam kalangan kecuali Siauw Ling, Kiem Lan serta Giok Lan dan Tong Sam Kauw yang telah menelan pil racun penyusut tinggal Poh Thian Seng serta Coe Koen San dua orang.

Poh Thian Seng sudah menderita kekalahan ditangan Siauw Ling pertama kali tadi bagaimanapun juga tak mungkin baginya dengan tebalkan muka untuk menantang Siauw Ling bergebrak kembali.

Dengan demikian tinggal Coe Koen San seorang yang belum turun tangan.

Watak Coe Koen San walaupun konyol dan kekanak-2kan tapi ia tahu apabila nama besarnya dalam urutan nama masih belum sanggup menyaingi sihweesio pemabok bila dibicarakan dalam soal kepandaian silat susah mengungguli Tji Kuang Thaysu dan terbukti ketiga orang itu menderita kalah ditangan Siauw Ling tak usah dipikirpun jelas tertera apabila dirinya pasti menderita kalah jika diharuskan turun tangan dengan menantang pemuda ini.

Tapi dalam keadaan seperti ini ia tidak ingin mnegundurkan diri dengan begitu saja karena bila ia berbuat demikian maka nama besarnya akan lebih hancur dari pada menderita kekalahan.

Terpaksa sambil melepaskan sepasang roda bergeriginya membentuk selapis cahaya hijau ujarnya, “Dengan andalkan sepasang roda bergerigi ini loohu ingin minta petunjuk ilmu pedang dari Sam Cungcu.”

Bukannya mempersiapkan diri sebaliknya Siauw Ling malah merangkap tangannya menjura.

“Loocianpwee masih ingatkah dengan cayhe?” sapanya sambil tersenyum.

Waktu itu Coe Koen San telah pasang kuda2 siap melancarkan serangan dahsyat dalam hatinya bukan saja tiada maksud dan kepercayaan untuk merebut kemenangan ini bahkan ia tahu dirinya pasti menderita kekalahan.

Oleh karena itu setelah sepasang senjata roda bergeriginya mencekal ditangan seluruh perhatian dipusatkan menjadi satu untuk mempersiapkan diri melancarkan serangan terlebih dahulu.

Siapa nyana justru ketika itulah Siauw Ling mengungkap kembali persoalan tempo dulu.

Coe Koen San kelihatan tertegun perlahan-lahan ia menarik kembali sepasang senjata roda bergeriginya.

“Bukankah kau adalah Siauw Ling yang beberapa tahun ini menggemparkan seluruh dunia persilatan sudah lama Loohu mendengar nama besarmu beruntung ini hari kita bisa berjumpa.”

“Walaupun cayhe juga bernama Siauw Ling tapi bukankah Siauw Ling yang pernah menggegerkan dunia persilatan” kata Siauw Ling sambil menghela napas panjang.

Ia merasa urusan ini sangat ruwet dan untuk sesaat tidak berhasil menemukan kata2 yang cocok untuk memberi penerangan.

Tampak Coe Koen San kerutkan dahinya.

“Dikolong langit sebetulnya ada berapa orang yang bernama Siauw Ling? makin mendengar loohu semakin bingung.”

“Coba loocianpwee berpikir lebih teliti lagi kau pernah berjumpa berapa orang Siauw Ling.”

Mendadak serunya keras, “Aaaach! sekarang Loohu sudah ingat kurang lebih lima tahun berselang Loohu pernah berjumpa dengan seorang bocah kurus yang lemah dan berpenyakitan agaknya bocah itupun bernama Siauw Ling kemudian aku menghantar dirinya naik kegunung Bu tong san dan sejak itu jejaknya tidak kuketahui lagi.”

“Masih ingat bagaimana wajah si Siauw Ling itu?”

“Soal ini sih Loohu kurang begitu jelas secara lapat2 aku masih ingat badan bocah ini walaupun berpenyakitan tapi mulutnya tajam pandai bicara bahkan nyalinya sangat besar.”

“Loocianpwee inginkah kau orang tua berjumpa kembali dengan Siauw Ling yang pernah kau jumpai tempo dulu?”

Mendadak Coe Koen San menghela napas panjang.

“Aaaai bocah itu sangat cocok dengan diri loohu” katanya perlahan. “Hanya sayang badannya menderita penyakit aneh yang susah disembuhkan tubuhnya amat lemah ditambah pula kecil2 sudah terperosok ke dalam persoalan dunia persilatan dia benar2 tersiksa….aku dengar ia menemui ajalnya tercebur ke dalam sungai….”

Mendengar perhatian yang diberikan orang tua iini kepadanya begitu besar Siauw Lingpun menghela napas sedih katanya, “Terima kasih atas perhatian Loocianpwee cayhe bukan lain adalah Siauw Ling yang dahulu berbadan lemah dan berpenyakitan.”

Sepasang mata Coe Koen San kontan terbelalak lebar2 dengan tajam ia perhatikan Siauw Ling dari atas kebawah mendadak dengan gusar bentaknya, “Omong kosong loohu bukan manusia sembarangan jangan kau coba hendak menipu diriku.”

Siauw Ling mengerti orang ini pada dasarnya memang berwatak konyol ia tidak gusar oleh sikap yang kasar dari si orang tua tersebut sambil tersenyum jawabnya, “Lima tahun berselang sewaktu cayhe berjumpa dengan Loocianpwee diatas sebuah puncak gunung disana masih ada pula enci Gakku….”

“Maksudmu Gak Siauw Tjha” sela Coe Koen San.

“Tidak salah kemudian kita berjumpa pula dengan Tiong Cho Siang Ku….”

“Sedikitpun tidak salah” teriak Coe Koen San tersentak kaget. “Bagaimana kau bisa tahu dengan demikian jelas?”

Diam2 Siauw Ling merasa geli pikirnya, “Orang ini benar2 tolol dan otaknya bebal sudah kuterangkan begitu jelas masih tak mau percaya tapi disinilah letak bagian menarik sekali ia percayai ucapan seseorang selama hidup tak akan berubah kembali.”

Ia segera tersenyum ujarnya, “Cayhe bukan lain adalah Siauw Ling yang ikut hadir waktu itu sudah tentu semua persoalan dapat kuketahui dengan jelas.”

Sekali lagi dnegan teliti Coe Koen San memperhatikan tubuh Siauw Ling dari atas sampai kebawah tapi sebentar kemudian ia sudah menggeleng berulang kali.

“Tidak mirip, tidak mirip loohu tak akan berhasil kau tipu….”

“Secara bagaimana kau baru suka percaya?”

“Perduli kau ingin bicara sampai dunia ambruk samudra keringpun sekali tidak percaya aku tetap tidak percaya.”

Melihat keketusan si orang tua itu Siauw Ling termenung berpikir keras mendadak hatinya agak bergerak.

“Aaaach baiklah akan kuceritakan satu persoalan setelag mendengar kisah ini cianpwee pasti percaya dengan diriku” katanya seraya tertawa.

“Dalam kelopak mata loohu selamanya belum pernah kemasukan sebutir pasirpun coba kau katakan! akan kulihat apakah ucapanmu ini bisa membuat loohu jadi percaya atau tidak.”

“Aku masih ingat waktu itu cayhe pernah mengelus jenggot cianpwee yang panjang sembari memuji jenggotmu yang sangat bagus.”

Coe Koen San termenung berpikir sebentar pengalamannya tempo dulu mendadak ia tersentak kaget.

“Tidak salah memang pernah kejadian begitu.”

“Sekarang Loocianpwee percaya bukan.”

“Kau….kau sungguh2 dirinya?”

“Mengapa cayhe harus menipu diri Loocianpwee.”

Mendadak Coe Koen San membuang senjata roda bergeriginya ke atas tanah dan mencekal tangan Siauw Ling erat2.

“Ooouw Siauw Loote lima tahun tak berjumpa tak kusangka kau sudah sedemikian tingginya.”

Kendati nadanya agak bebal tapi setiap patah kata diutarakan dengan sejujur hati.

Sejak Siauw Ling meninggalkan perguruan dia selalu hidup dan bergelintingan ditengah suasana penuh mara bahaya serta kelicikan ia menganggap setiap manusia bermaksud jelek terhadap dirinya tapi kini menerima sambutan yang begitu hangat dan mesra dari si orang tua ini hatinya jadi terharu dua titik air mata jatuh berlinang.

Sembari goyangkan tangan Siauw Ling ujar Coe Koen San lebih lanjut, “Bocah baik agaknya dikolong langit benar2 terdapat obat mujarab yang bisa menggantikan semua tulang2mu dengan badanmu yang lemah dan berpenyakitan tempo dulu sekarang berubah jadi gagah dan ganteng sungguh bagaikan berganti dengan seorang yang lain jangan dikata loohu sekalipun Gak Siauw Tjha setelah berjumpa dengan dirimu belum tentu ia bisa mengenalimu kembali.”

“Pengalaman yang boanpwee alami susah diucapkan dengan sepatah dua patah kata lain kali boanpwee pasti akan menceritakan kesemuanya ini kepada diri Loocianpwee….”

Mendadak Coe Koen San melepaskan sepasang tangan Siauw Ling dan pungut kembali senjata roda bergerigi yang menggeletak diatas tanah.

“Apakah Djen Bok Hong yang mengubah badanmu yang lemah berpenyakitan itu menjadi gagah seperti sekarang dan dia pula yang mewariskan pelajaran ilmu silat sedahsyat ini kepadamu?”

“Bukan, kepandaian silat yang boanpwee dapatkan adalah hasil dari suatu pertemuan aneh bila dipikir bagaikan dalam impian belaka.”

“Manusia hidup dikolong langit harus dapat membedakan mana budi dan mana dendam” sela Coe Koen San dengan dingin. “Walaupun Djen Bok Hong sudah banyak melakukan kejahatan sehingga bila ditumpuk melebihi sebuah bukit sepasang tangannya telah berpelepotan darah tapi setelah ia melepaskan budi kepadamu sekalipun terhitung kau habis bantu dirinya melakukan perbuatan jahat hal inipun merupakan suatu keadaan yang apa boleh buat dikemudian hari loohu tentu akan bantu kau menjelaskan persoalan ini kepada seluruh jago Bulim.”

“Apa yang cayhe ucapkan benar2 merupakan kenyataan” ujar Siauw Ling sambil menghela napas panjang. “Kepandaian silat yang kumiliki saat ini sama sekali tiada sangkut pautnya dengan Djen Bok Hong….”

“Lalu apa sebabnya kau menggabungkan diri dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung?” timbrung Coe Koen San.

“Hal ini harus salahkan pengalamanku yang cetek tidak mengerti akan bahaya serta kelicikan Bulim dan untuk pertama kalinya terjunkan diri ke dalam dunia persilatan bila tidak begitu tak mungkin urusan bisa ribut macam begitu aaaai sekali salah melangkah selama hidup harus menanggung penyesalan justru tindakanku inilah membuat para jago dari seluruh dunia persilatan memandang rendah watak aku Siauw Ling.”

Perlahan-lahan Coe Koen San menghela napas panjang.

“Aaaai….orang mana tiada pengalaman hal ini tak dapat disalahkan dirimu setelah mengetahui salah jalan seharusnya cepat-cepatlah berpaling kejalan yang benar….”

Mendadak air mukanya berubah keren, dengan suara keras sambungnya lebih jauh, “Mengapa kau masih juga turun tangan keji dan secara beruntun membinasakan orang jago Bulim? terhadap jago lain mungkin loohu tidak mengenali watak tapi sinelayan tua dari keresidenan Sam Siang telah kukenal hampir puluhan tahun lamanya bagaimana watak serta perbuatannya loohu mengetahui sangat jelas ia jadi orang mulia penuh kebajikan selama ini belum pernah mempunyai musuh besar mengapa tanpa memilih putih atau biru kau lukai dirinya dengan senjata rahasia beracunmu sehingga menemui ajal?”

Sinar mata Siauw Ling berkilat.

“Tjoe Thayhiap pun percaya apabila kesembilan jago lihay Bulim itu mati ditangan aku Siauw Ling?” tanyanya serius.

“Suara orang banyak bagaikan emas murni orang2 mengatakan perbuatan ini kaulah yang melakukan apalagi Poh Thayhiap melihat dan mendengar dengan mata telinga sendiri bagaimana aku tidak dapat mempercayai berita tersebut.”

“Mereka mati ditangan Djen Bok Hong….” kata Siauw Ling sepatah demi sepatah.

“Djen Bok Hongpun telah datang?” seru Coe Koen San tertegun.

“Benar ia sudah datang” Siauw Ling mengangguk. “Tapi selama ini ia selalu bersembunyi ditempat kegelapan dan tak suka unjuk muka berturut2 ia melukai sembilan orang jago Bulim justru karena bermaksud hendak memfitnah diriku….”

Ia berpaling memandang sekajap wajah Kiem Lan kemudian menambahkan, “Jikalau bukan dia yang ceritakan persoalan ini kepadaku bahkan aku sendiripun tidak tahu kejadian tersebut.”

“Kau sungguh2 telah menjumpai dirinya?” sinar mata Coe Koen San dialihkan ke arah Kiem Lan senjata roda bergeriginya ditarik kembali dan tangan kanan mengelus jenggot.

“Semuanya aku lihat dan dengar dengan mata telingaku sendiri sepatah katapun tidak bohong.”

Mendengar suara Kiem Lan halus lagi merdu Coe Koen San kerutkan alisnya.

“Sebenarnya kau lelaki atau perempuan?”

“Budak Kiem Lan perempuan menyaru lelaki.”

“Oooo kiranya begitu coba kau ceritakan kisah tersebut agar akupun bisa bantu membersihkan Siauw Ling dari segala tuduhan.”

“Waktu itu Samya menderita luka parah karena kehabisan tenaga ia roboh tidak sadarkan diri mendadak Toa Cungcu munculkan dirinya disana dan langsung menotok jalan darah Samya dan membimbingnya ke dalam kereta sedang ia sendiri bersembunyi dalam kereta dimana secara beruntun melukai sembilan orang jagoan lihay yang melakukan pengejaran dari belakang.”

“Setelah itu ia melayang pergi dari kereta kisah ini kedengarannya sangat gampang tapi siapa yang mau percaya?”

Sembari mengelus jenggot Coe Koen San gelengkan kepalanya berulang kali.

“Loohu percaya inilah salah satu siasat dari ketiga puluh empat siasat bagus yang disebut mematahkan bunga disambung pada kayu hal ini tak perlu diherankan lagi.”

Orang ini benar2 konyol terhadap ucapan tersebut ia sama sekali tidak menaruh curiga.

Poh Thian Seng yang selama ini berdiri disamping tanpa mengucapkan sepatah katapun mendadak menimbrung dari samping.

“Sebetulnya panglima perang yang telah kalah bertempur tidak berhak banyak bicara tapi dalam hati cayhe ada beberapa persoalan yang tidak mengerti apabila tak kutanyakan rasanya tidak tahan….”

“Entah Poh heng ada urusan apa? siauwte pasti akan pentang telinga mendengarkan ucapanmu.”

“Dari kesembilan jagoan Bulim yang terluka ada delapan orang telah menemui ajalnya hanya Sin Tui Hong Khek dari Hong Jen Sam Yu yang masih hidup orang ini memiliki ilmu meringankan tubuh yang lihay tiada tandingan dikolong langit dialah orang pertama yang berhasil mengejar kereta tersebut dalam jarak yang dekat asalkan ia dapat bicara urusan ini tidak sulit untuk dibikin jelas….”

“Entah dimanakah sekarang dia berada?” tanya Siauw Ling dengan nada cemas. “Harap Poh heng suka membawa siauwte pergi kesana mungkin sekali cayhe dapat memberikan sedikit bantuan untuk menyembuhkan luka yang sedang ia derita.”

Poh Thian Seng termenung berpikir sejenak dia sendiripun tidak berani mengambil keputusan.

“Tentang hal tersebut aku harus minta persetujuan dari hweesio pemabok serta sipengemis kelaparan terlebih dahulu kemudian baru bisa memberi keputusan….” katanya.

Siauw Ling mengerti orang ini tentu masih menaruh curiga terhadap dirinya karena itu ia tidak banyak bicara lagi sembari berpaling memandang sekejap wajah Coe Koen San katanya, “Setelah Loocianpwee suka mempercayai ucapan cayhe harap kau orang tua mau bantu pula aku orang dalam menerangkan persoalan ini.”

Ia masih teringat akan pesan Lam Ih Kong yang mengharuskan dia berbicara dengan tingkatan yang sama terhadap siapapun juga tapi kini ia sebut Coe Koen San sebagai Loocianpwee hal tersebut disebabkan ia teringat sewaktu pertama kali berkenalan dengan dirinya ia baru berusia dua belas tiga belas tahunan sedang waktu itu jenggot putih Coe Koen San telah terurai sepanjang dada tidaklah aneh kalau ia sebut dia sebagai Loocianpwee.

“Setelah Loohu mempercayai ucapanmu sudah tentu akan bantu pula menjelaskan persoalan ini dihadapan para jagi Bulim.” Coe Koen San menyanggupi permintaan pemuda ini. “Tapi berhubung nama busuk Djen Bok Hong telah tersohor diseluruh kolong langit sedang kau pun telah menggabungkan diri dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung. Aku rasa persoalan ini tak dapat dibikin jelas dalam waktu singkat dikemudian hari aku harap kau masih suka sedikit bersabar.”

“Asalkan Loocianpwee suka mewakili diriku untuk menerangkan persoalan ini kepada para jago Bulim aku rasa lebih dari cukup sedangkan mengenai mereka mau percaya atau tidak tak seorangpun yang dapat memaksa pandangan mereka!”

“Saudara cilik asalkan kau dapat melepaskan diri dari belenggu perkampungan Pek Hoa San cung ini berarti dapat menghilangkan pula rasa curiga para jago Bulim terhadap dirimu….”

“Hingga detik ini masih susah untuk berbuat demikian” Siauw Ling menggeleng perlahan. “Hal tersebut baru dapat diputusi setelah berjumpa kembali dengan Djen Bok Hong.”

“Djen Bok Hong adalah manusia yang berhati licik berpendirian keji dan bertangan telengas” tukas Kiem Lan dari samping. “Setelah Samya terperosok ke dalam jebakan mereka untuk melepaskan diri seharusnya menantikan suatu saat yang beruntung baru bertindak….”

Ia berpaling dan memandang sekejap wajah Giok Lan serta Tong Sam Kauw lalu tambahnya, “Kalian berdua dapat melihat nona yang patut dikasihani ini?”

Mendengar ucapan tersebut sinar mata Coe Koen San serta Poh Thian Seng bersama2 dialihkan ke atas wajah Tong Sam Kauw serta Giok Lan.

“Entah siapakah mereka berbuat dan terkena bokongan yang bagaimana sehingga terluka?” tanya mereka berdua hampir berbareng.

“Yang seorang adalah sahabat karib budak dan merupakan kawan seiring senasib yang bersama2 melayani Samya sebagai dayang sedang yang lain adalah seorang jago lihay dari Bulim.”

“Siapa….” sela Poh Thian cepat.

“Nona Tong Sam Kauw. Orang2 yang sering melakukan perjalanan melalui jalan raya selatan maupun barat mungkin tidak kenal kalau nama Tong Sam Kauw tapi nama besar keluarga Tong dari Su Tzuan rasanya seluruh kolong langit mengenalinya bukan.”

“Ehmm….” Coe Koen San mengangguk. “Selama ratusan tahun keluarga Tong dari Su Tzuan selalu menggemparkan dunia persilatan mereka berdiri sebagai sebuah perguruan yang berdiri sendiri entah apakah kedudukan nona Tong Sam Kauw dari keluarga Tong tersebut?”

“Kedudukan serta asal usul nona Tong sangat berlainan dengan asal usul kami kakak adik berdua dia adalah cucu perempuan dari Tong Koo Thay.”

“Bagus sekali kiranya Djen Bok Hong begitu bernyali berani mencari gara2 dengan mereka semua orang dikolong langit mengerti apabila senjata rahasia keluarga Tong di Su Tzuan sangat beracun selama ratusan tahun selalu dianggap sebagai sumber dari segala macam senjata rahasia tidak nyana Djen Bok Hong berani tidak pandang sebelah matapun terhadap keluarga Tong.”

“Sinar mata kedua orang nona ini sayu air mukanya pucat agaknya ia sudah terkena racun obat pemabok yang sangat lihay” sela Poh Thian Seng tiba-tiba.

“Kalau terkena obat pemabok saja tidak suatu perbuatan yang keji dari Djen Bok Hong justru yang mengeram dalam tubuh mereka adalah racun penyusut tulang asalkan racun ini mulai bekerja maka penderitaan yang dirasakan sipenderita luar biasa dahsyatnya membuat orang tidak berani berpikir lebih lanjut….”

Ia berpaling memandang sekejap wajah Siauw Ling lalu sambungnya lebih lanjut, “Siauw Samya adalah seorang pendekar sejati yang mulia hatinya dan mengutamakan kebajikan kalau mau ia daoat melepaskan kami untuk melarikan diri sendiri tapi ia tidak tega meninggalkan kami akhirnya ia berbuat demikian ia harus menemui banyak kesulitan semacam ini hari ia dituduh sipembunuh jago-jago Bulim.”

Demi membersihkan nama baik Siauw Ling tanpa berpikir panjang bagaimanakah akibatnya gadis ini telah menceritakan semua kisah yang telah terjadi. Tetapi setelah ucapan tersebut meluncur keluar ia baru teringat kembali akan kekuatan pihak perkampungan Pek Hoa San cung dalam menjaga rahasia2nya siapa yang berani membocorkan rahasia ia bakal mendapat siksaan yang hebat minta mati tak dapat hiduppun menderita.

Teringat hal tersebut hatinya seketika tergetar keras keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.

“Aku rasa kalian berdua telah mengetahui keadaan yang sebenarnya bukan?” ujar Siauw Ling seraya menjura. “Semoga dihadapan para enghiong hoohan itu dari kolong langit kalian dapat membela aku Siauw Ling dengan beberapa patah kata sebelum itu cayhe ucapkan banyak terima kasih terlebih dahulu, gunung nan hijau air nan cerah selamanya tak akan berubah lain waktu kita berjumpa kembali.”

“Tunggu sebentar!” mendadak Coe Koen San membentak keras.

Waktu itu Siauw Ling sudah melangkah pergi mendengar teriakan tersebut ia segera berhenti dan berpaling.

“Entah Coe Thayhiap masih ada urusan apalagi?”

“Setelah kedua orang nona ini menelan pil racun penyusut tulang entah kapankah racun tersebut mulai bekerja?”

“Kurang lebih tujuh hari setelah menelan obat racun itu jikalau terlalu lelah atau menderita luka maka daya bekerja racun itu akan lebih parah lagi.”

“Semisalnya racun mereka mulai bekerja apa yang hendak kalian perbuat?”

“Djen Bok Hong pernah berjanji sebelum racun tersebut mulai bekerja ia akan hantar obat pemusnah buat kami.”

“Perkataan dari Djen Bok Hong mana boleh dipercaya? jikalau sampai waktunya ia tidak datang?”

“Terpaksa kita jalan setapak berpikir selangkah.”

Sembari mengelus jenggotnya Coe Koen San berjalan bolak balik tiada hentinya jelas ia sedang memikirkan suatu persoalan yang mengalutkan pikirannya.

Mendadak Kiem Lan menimbrung dari samping, “Selama tindakan Toa Tjungtju selalu keji tapi ia tak berani mencelakai Sam Tjungtju berhubung Sam Tjungtju mempunyai sangkut paut yang sangat besar dengan masa mendatang perkampungan Pek Hoa San cung karena inilah memaksa ia harus menempuh bahaya coba bersembunyi dibalik kereta sembari membinasakan sembilan orang jago lihay secara beruntung maksudnya dengan tindakan ini agar bisa mengundang datang musuh tangguh bagi Samya agar semua jago Bulim diseluruh kolong langit memandang Siauw Ling sebagai penjahat nomor wahid dan paksa ia tak dapat tempat untuk tancapkan kaki setelah terdesak dalam keadaan begitu mau tak mau Samya harus bergabung kembali ke dalam perkampungan Pek Hoa San cung dan rela berbakti dan jual nyawa buat Djen Toa Tjungtju.”

“Tidak salah, tidak salah” puji Coe Koen San sambil mengangguk. “Maksud Djen Bok Hong pasti begini.”

“Setelah Loocianpwee mengetahui keadaan yang sebenarnya ini berarti sepasang pundak kau orang tua mendapat beban seberat seribu kali.”

“Kenapa pundak Loohu memikul beban seberat seribu kali? apa maksudmu?” tanya Coe Koen San tertegun.

“Seluruh jago Bulim yang ada dikolong langit telah menganggap Samya sebagai seorang bajingan yang paling keparat seorang penjahat yang telah banyak melakukan kejahatan dan kini hanya Coe Thayhiap seorang yang mengetahui keadaan sebenarnya apabila Siauw Ling adalah seorang pendekar sejati yang suci bersih bila kau tidak memberi pandangan serta penjelasan maka seluruh jago Bulim dalam kolong langit dengan gusar akan memusuhi diri Samya jangan dikata Siauw Ling berbakat bagus sekalipun manusia terbuat dari tanah liatpun mempunyai sifat tanah liatnya dalam keadaan kepepet dan terdesak kemungkinan besar suatu pertarungan seru akan segera berkobar darah akan mengalir menjadi sebuah selokan kesalah pahaman makin pertebal setelah berada dalam keadaan begini para jagi dalam kolong langit semakin menuduh Siauw Ling sebagai pembantu setia Djen Bok Hong dalam melakukan kejahatan setelah begini satu2nya jalan bagi Samya untuk berlindung adalah baik dan menggabungkan diri kembali dengan perkampungan Pek Hoa San cung….”

“Pendapat yang tinggi pendapat yang tinggi loohu pasti akan berjalan mengelilingi kolong langit untuk menerangkan keadaan yang sebenarnya dari Siauw Ling” seru Coe Koen San sembari mengangguk.

Mendadak Poh Thian Seng maju dan menjura kepada diri Siauw Ling katanya, “Kiranya Siauw heng adalah seorang manusia bersih yang sama sekali tak bernoda tadi siauwte membuat kesalah pahaman harap kau jangan salahkan diriku.”

Buru-buru Siauw Ling balas memberi hormat.

“Hal ini hanya dapat menyalahkan usia Siauwte masih kecil dan urusan apapun tidak tahu sehingga terperosok dalam lumpur kehidupan hal ini bagaimana boleh disalahkan kepada Cuwi sekalian” katanya sembari tertawa getir. “Setelah kujumpai Djen Bok Hong tentu akan kuusahakan sekuat mungkin untuk menasehati dia cuci tangan dan mengundurkan diri dari dunia persilatan sehingga tidak mencelakai orang2 Bulim lagi.”

Poh Thian Seng yang mendengar ucapan pemuda ini bersemangat ia menghela napas ringan.

“Orang yang berhati bijak dan orang yang berhati jahat kebanyakan memiliki kepandaian silat yang lihay aku takut ucapan mulia dari Siauw heng hanya mendatangkan bencana buat dirimu sendiri.”

Ia merandek sejenak kemudian terusnya, “Setelah Siauwte selesai upacara penguburan adik angkatku pasti akan mengikuti disamping Coe Thayhiap untuk membikin bersih nama Siauw heng dalam Bulim.”

“Siauwte merasa sangat berterima kasih atas kemurahan hati kalian, terimalah satu penghormatan dulu dariku” sembari berkata dia menjura dalam2 kepada kedua orang itu.

“Siauw heng baik2lah berjaga diri siauwte mohon diri terlebih dahulu” kata Poh Thian Seng sembari balas memberi hormat ia segera putar badan dan berlalu dengan langkah lebar.

Coe Koen San pun menyimpan kembali sepasang senjata roda Cing Kang Jie Gwat Siang Loennya.

“Menurut apa yang loohu ketahui. Perbuatan yang mereka lakukan kali ini telah tersebar luas diseluruh dunia persilatan semua jago lihay dari kalangan Bulim telah berkumpul semua disini siap bersama2 mencegah terjadinya suatu peristiwa yang mengerikan.”

“Peristiwa yang mengerikan? peristiwa apakah itu?”

“Menurut kabar yang tersiar dalam Bulim katanya jago-jago lihay dari perkampungan Pek Hoa San cung dibawah pimpinan Siauw Ling telah bergerak sebagai barisan pelopor dengan ditunjangi Djen Bok Hong sebagai barisan muncul kembali dalam dunia persilatan, dia akan membasmi Bulim Su Toa Sian atau empat pujangga dari Bulim kemudian melenyapkan Lam Hay Ngio Siong atau lima manusia ganas dari Lam Hay setelah itu mencuci Go bie san dengan darah dan terakhir perguruan Cing Shia pay….”

“Siapa yang sebarkan berita ini?” seru Siauw Ling tercengang. “Cayhe tidak lebih hanya pulang kedusun untuk menengok orang tuaku.”

“Dari mana asalnya berita ini loohu sendiri juga tak tahu peristiwa ini telah tersebar luas diseluruh Bulim terutama didaerah selatan Sihweesio pemabok, sipengemis kelaparan, sipendekar pincang serta loohu tidak lebih hanya merupakan serombongan pertama yang tiba terlebih dahulu makin keselatan rintangan yang kau temui semakin banyak. Saudara cilik kau harus baik2 jaga diri.”

“Setelah loocianpwee mengetahui apabila Samya hanya kena fitnah belaka harap kau suka mewakili dirinya memberi keterangan kepada para jago lainnya” sambung Kiem Lan cepat.

“Hal ini sudah tentu cuma jago Bulim yang berkumpul ditempat ini terlalu banak jumlahnya hanya loohu seorang rasanya terlalu sulit untuk mengetahui kesemuanya ini sungguh sayang sihweesio pemabok serta sipengemis kelaparan lebih dahulu bila kedua orang inipun bisa memahami keadaan yang sebenarnya dan suka munculkan diri untuk meredakan kesalah pahaman ini kekalutanpun dengan cepat bisa diatasi.”

“Aaaai untuk menjatuhkan tuduhan kepada seseorang seharusnya punya bukti yang kuat” kata Siauw Ling sambil menghela napas panjang.

“Jikalau mereka masih bersikeras tanpa memandang mana putih mana hitam mencap diriku sebagai seorang bajingan yang banyak berbuat dosa hal inipun merupakan suatu kejadian yang tak bisa dihindari lagi.”

“Setelah urusan jadi begini kami berharap saudara cilik suka bersabar Loohu mohon pamit terlebih dahulu.”

Tanpa menanti jawaban dari Siauw Ling lagi buru-buru ia berjalan meninggalkan tempat itu.

Sembari memandang bayangan punggung Coe Koen San yang terburu-buru berlalu Siauw Ling duduk kembali ke atas tanah gumamnya seorang diri, “Semua jago Bulim yang ada dikolong langit menuduh aku Siauw Ling sebagai seorang pembunuh apakah aku harus menyerahkan tengkukku untuk mereka gantung?”

Melihat pemuda itu melamun Kiem Lan berjalan menghampirinya.

“Samya” ujarnya halus. “Emas murni tak takut dibakar api asalkan Samya bisa bersabar sedikit pada suatu saat urusan akan menjadi terang dengan sendirinya waktu itu seluruh jago lihay yang ada dikolong langit baru merasa malu dan menyesal terhadap diri Samya.”

Siauw Ling tertawa getir ia bangun kembali.

“Aaaai sekalipun perjalanan selanjutnya penuh dengan rintangan dan mara bahaya kitapun tak dapat duduk terpekur terus menerus disini ayoh berangkat.”

Kiem Lan tersenyum manis sedikit menghibur hati sang pemuda yang sedang risau katanya, “Walaupun keadaan kita sangat berbahaya nyanyian kemaian bergema dari empat penjuru tapi budak sama sekali tidak jeri dari pada berada dalam perkampungan Pek Hoa San cung aku rasa disini jauh lebih aman.”

Sebenarnya Siauw Ling yang melihat ia harus membokong Giok Lan sembari menggandeng pula Tong Sam Kauw keadaannya sangat mengenaskan tapi memandang wajahnya yang penuh dihiasi dengan senyuman semangat pemuda ini pun bangkit kembali pikirnya, “Kiem Lan tidak lebih hanya seorang gadis berusia belasan tahun tapi ia bisa dibikin gembira walaupun berada dalam keadaan bahaya aku Siauw Ling sebagai seorang lelaki sejati apakah tak mampu melebihi seorang perempuan pun?”

Berpikir sampai disitu tanpa terasa semangat jantannya berkobar kembali sembari busungkan dada dengan langkah lebar ia melanjutkan perjalanan kedepan.

Setelah keluar dari hutan dari tempat kejauhan tampak seorang nenek tua berambut putih bertongkat bambu berdiri menanti kedatangannya dibawah sebuah pohon besar wajahnya serius dengan sepasang mata memancarkan cahaya tajam sedang melototi diri Siauw Ling tak berkedip.

Melihat munculnya nenek tua itu Siauw Ling merasakan hatinya tergetar keras pikirnya, “Sepasang mata Chee Toa Nio memancarkan cahaya penuh napsu aku takut kedatangannya tidak bermaksud baik….”

“Heee….heee….bocah cilik. Kionghie….” terdengar Chee Toa Nio berseru dengan suara yang dingin dan hambar.

“Cayhe sedang murung dan kesal siapa yang perlu mendapat kionghiemu itu?”

“Kau dapat keluar dari hutan dalam keadaan hidup2 bukankah hal ini merupakan suatu kejadian yang patut diucapi kionghie?”

“Ooooouw….kiranya begitu terima kasih atas perhatianmu.”

“Cuma….heee….heee….heee….kaupun tak usah bergembira dahulu” sambung Chee Toa Nio lebih lanjut dengan suara dingin. “Para jago yang berkumpul disini makin lama makin hebat rombongan jago Bulim yang barusan kau temui tidak lebih merupakan dari suatu pertunjukkan pembukaan belaka kejadian yang bakal kau temui kemudian akan beratus2 kali lipat lebih mengerikan.”

“Entah apa maksudnya menakut2ti diriku dengan ucapan tersebut?” diam2 pikir Siauw Ling setelah mendengar ucapan sinenek tua itu.

Dengan cepat sahutnya, “Cayhe mengucapkan terima kasih banyak atas perhatian yang popo berikan kepadaku.”
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar