Golok Bintang Tujuh Bab 04 : Si Gadis Pengemis Memberikan Pertolongannja

DIMALAM kedua…..

Tjoa Tay-kiong jang tidak bisa tertidur memikiri kedjadian aneh jang dialami tiba2 dapat mendengar gongongannja suara andjing beberapa kali. Gonggongan andjing2 ini sangat aneh sekali, seperti ada sesuatu apa jang membekap sadja, suara mereka dapat lenjap dengan mendadak pula.

Tjepat Tjoa Tay-kiong lompat bangun dari tidurnja dan membikin pemeriksaan.

Tiba diluar perkampungan, terlihat majat dari tiga andjing pendjaganja dengan kepala petjah bagaikan terkena pukulan tenaga dalam. Maka dan sini, Tjoa Tay- kiong sudah dapat memastikan kedatangan musuh tangguh lagi diperkampungan Sam-kiong San-tjhungnja.

Memeriksa daerah sekitarnya, Tjoa Tay-kiong tidak berhasil menemukan sesuatu jang mentjurigakan, mungkinkah mereka jang datang kembali? Pikirnja. Maka bila betul mereka yang datang kembali, sudah dipastikan kuburan wanita badju merah itulah jang akan didjadikan sasaran pertama, maka tjepat tjhungtju ini mengganti arah dan menudju kesana.

Betul sadja! Sebelum tiba ditempat tudjuan, samar2 Tjoa Tay-kiong sudah dapat melihat ada seseorang jang sedang melakukan penggalian kuburannja siwanita badju merah.

Didekatinya lagi dan ternjata orang ini adalah si Pintjang yang pernah membikin pengatjauan. Hatinya Tjoa Tay-kiong mendjadi marah dan membentak:

“Orang she Tui, perbuatanmu ini apa tidak memalukan?”

Tui Kie jang melihat dipergoki orang tidak mendjadi malu, malah dengan sikap dingin berakata:

“Tjoa tayhiap, wanita di dalam kuburan tidak mempunyai hubungan sesuatu apa denganmu, buat apa kau banjak rewel?”

Tjoa Tay-kiong jang sudah dibuat marah tidak memberikan djawaban, tapi goloknja dikeluarkan dan membatjok kearah tangan orang.

Tui Kie lompat menjingkir, dengan tongkat ia menangkis datangnja serangan golok.

'Trang' Golok dan tongkat beradu, mereka mempunjai kekuatan jang sama dan siapapun tidak ada jang unggul.

Pada saat itu, tiba2 terdengar satu suara siulan jang seperti djeritan setan. Dengan tidak terasa, Tui Kie dan Tjoa Tay-kiong sama2 lompat mundur dar kedudukannja masing2.

Suara aneh baru terdengar dari djauh, tapi sebentar sadja sudah datang dekat didaerah dua orang jang baru bertempur. Mengikuti arah suara ini, Tui Kie dan Tjoa Tay-kiong menolehkan kepala mereka ke sana dan helass...

Tidak djauh dari kuburannja si wanita badju merah terlihat seorang berbadan kaku bagaikan majat, wadjahnja orang ini menjerupai wadjah kuda, pandjang dan melurus kedepan. Dengan parasnja jang keputjat-putjatan sudah tjukup untuk menakutkan orang, apa lagi melihat matanja jang tidak dapat dibedakan putih dan hitam, sehingga sukar untuk membedakan keasliannja ia mendjadi satu manusia.

Kedatangannja orang ini membuat Tui Kie dan Tjoa Tay-kiong menghentikan pertempurannja dan menduga-duga siapakah orang berwadjah kuda bagaikan majat ini?

Orang berwadjah kuda melihat dua orang memandang dengan keheran-heranan, tiba2 membentak:

“Mengapa kalian berdua berhenti menggali?”

Namanja si Pintjang Tui Kie dan tjhungtju dari Sam-Kiong San-tjhung Tjoa Tay-kiong sudah terkenal lama maka belum pernah mereka dibentak seperti ini. Dengan rasa tidak puas mereka menanja:

“Siapa kau?”

Orang ini tidak memberikan djawaban, malah membentak lagi:

“Kalian disuruh menggali kuburan, mengerti? Bukan untuk menanjakan nama orang.”

Tui Kie semakin marah dan geramnja: “Djika aku tidak mau menggali, kau mau apa?”

Orang ini menggeram dan menubruk kearah si Pintjang, orang jang dituburukpun tidak mau mengalah dan mengajun tongkatnja.

Tapi, hanja terdengar suara jang seruh dan 'Bak', tiba2 Tui Kie sudah terdjatuh dari tengah udara dan numprah di tanah dengan tidak bergerak lagi. Tongkatnja terlihat sudah mendjadi bengkok bagaikan gelang dan bagaikan ular sadja melilit tuannja sendiri.

Kedjadian ini sungguh berada diluar dugaannja Tjoa Tay kiong, ia tidak menjangka dengan kekuatan Si Pintjang, di dalam segebrakan sadja sudah dapat ditundukkan orang.

Orang itu setelah mengalahkan Tui Kie mulai menghadapi Tjoa Tay-kiong lagi dan membentak: “Orang itu tidak menggali, kau seorang sadjalah jang menggalinja.”

Tjoa Tay-kiong sudah mengeluarkan Belati Hitamnja, ia siap mengadu djiwa dan berkata menantang:

“Wanita didalam kuburan, biarpun tidak mempunjai hubungan sesuatu apa dengan diriku, tapi karena orangnja telah mati dan dikubur, buat apa untuk menggalinja lagi? Aku tidak mau menggali.”

Orang itu jang melihat Belati Hitam dapat berada ditangannja Tjoa Tay-kiong tertawa dingin:

“Tiga pusaka Kun lun pay sudah ada satu jang kelihatan, lekas bawa kemari!” Badannja bergerak menubruk kearah mangsa jang kedua.

Tjoa Tay-kiong jang mengetahui masih bukan tandingan orang, tjepat lompat menjingkir dengan melintangkan Belati hitamnja.

Orang ini penasaran dan menubruk untuk kedua kalinja.

Dan di saat jang sangat berbahaja inilah, tiba2 terdengar satu suara orang ketiga:

“Hei, berhenti! Aku mempunjai utjapan jang mau disampaikan.”

Gerakannja orang aneh itu mendjadi lambat sedikit mendengar ada orang jang masih berani menghalang-halang niatannia dan kesempatan inilah digunakan baik oleh Tjoa Tay-kiong jang melompat pergi.

Tapi Tjoa Tay-kiong mendjadi kaget, karena orang jang baru datang ini ialah sigadis pengenmis jang pernah mendatang rumahnja. Ia takut gadis tjilik ini mendjadi korban keganasan orang, maka sambil menghadang ditengah djalan berkata kepadanja:

“Nona ketjil, lekas kau menjingkir dari sini.”

Tapi sigadis ketjil tidak mendengar budjukan ini, dipandangnja Tjoa Tay-kiong dengan pandangan mata mentjela sebentar, kemudian berkata lagi kepada orang jang bermuka kuda:

“Hei, djangan kau mengganggu Tjoa Tay-hiap!”

Orang itu mana dapat mendengar perintahnja seorang pengemis ketjil jang tidak ada namanja, maka tangannja sudah siap diulurkan menangkap Tjoa Tay-kiong lagi.

Si gadis mendelikan mata dan membentak:

“He,. aku sudah mengatakan tidak boleh mengganggu Tjoa Tay-hiap.”

Tjoa Tay-kiong jang melihat keberaniannja gadis tjilik ini memudji di dalam hati, tapi ia tetap menghadang dan takut siorang bermuka kuda itu menurunkan tangan djahatnja, maka ditariknja tangan kurus sigadis pengemis dan berkata: “Nona, minggirlah kau dari gangguannja dan tjepat melarikan diri dengan segera.”

Tapi sigadis berontak dari tjekelannja Tjoa Tay-kiong sambil mengeluarkan pandji ketjil jang berbentuk segi pandjang jang segera diperlihatkan kepada orang itu berkata:

“Dengan kekuasaan ini.”

Melihat pandji ketjil jang dibawa orang, tertawanja orang itu lenjap dengan segera, ia lompat mundur dan menanja:

“Masih ada permintaan lainnja?”

“Tidak ada.” Djawab jang ditanja singkat. “Hanja meminta kepadamu agar djangan mengganggu Tjoa Tay-hiap.”

Lalu ia membalikan badan dan pergi lagi.

Tjoa Tay-kiong jang melihat orang mau pergi malah menahannja: “Tunggu dulu.”

Tapi si gadis ketjil tidak memperdulikannja dan pergi terus sehingga lenjap didalam kegelapan.

Tjoa Tay kiong sedianja mau menjusul orang dan menanjakan asal usulnja, tapi dibelakangnja tiba2 terdengar orang itu berkata:

“Orang she Tjoa, lebih baik kau djangan menjusulnja.”

“Mengapa?” Tjoa Tay-kiong membalikkan badan menanja dengan heran.

Orang itu berkata dengan sikap dingin:

“Sampaipun aku sendiri djuga tidak berani menjentuhnja. Apa lagi kau?” Tjoa Tay-kiong heran dan menanja: “Kau siapa?”

Orang itu tidak memperdulikan partanjaannia Tjoa Tay-kiong, disepaknja si Pintjang jang masih meringkuk dan membentak:

“Hei, lekas kau gali kuburan itu.”

Si Pintjang Tui Kie jang pernah merasakan kelihayan orang tidak berani membantah, diteruskannja galian jang tadi tertunda karena kedatangannja Tjoa Tay-kiong. Maka sebentar sadja peti mati sudah terlihat dan muntjul diatas permukaan tanah.

Orang itu membongkar dengan paksa dan menggeledah tubuhnja majat siwanita badju merah, tapi apapun tidak didapatinja, maka dipandangnja Tjoa Tay-kiong berkata:

“Tolong kau kubur dia lagi.”

Lalu dengan tidak menoleh sama sekali, orang itu sudah berdjalan pergi dan lenjap pula.

Pada saat itu, mendengar suara ribut2, Tjoa Tay-hong dan Tjoa Tay-hiong sudah membawa beberapa orang mereka datang kesitu. Maka Tjoa Tay-kiong sudah menjuruh orang2nja mengubur kembali majatnja si wanita badju merah.

Si Pintjang jang melihat banjak orang datang, setjara diam2 sudah meninggalkannja dan ngelojor pergi.

Tjoa Tay-kiong djuga segera menuturkan kedjadian jang baru dialami kepada dua adiknja. Mendengar penuturan sang toako tentang orang bermuka kuda jang dapat menaklukan si Pintjang didalam segebrakan, Tjoa Tay-hong dan Tjoa Tay- hiong serentak berseru:

“Pek-kut Sin-kun!”

Ternjata orang jang bermuka kuda itu memang Pek-kut Sin-kun jang mendjadi salah satu dari 4 Manusia Imperialis jang ganas, maka dengan mudah ia dapat menaklukan si Pintjang Tui Kie jang hanja mempunjai deradjat sama dengan si Muka Hitam Hek Thian-tong jang mendjadi muridnja.

Selesai penguburan kembali dari majatnja si badju merah, tiba2 Tjoa Tay-kiong berkata:

“Didalam tubuhnja tidak kedapatan sesuatu apa, ini sudah dapat dibuktikan dengan geledahannja Pek-kut Sin-kun tadi, maka aku telah berkeputusan untuk turun kebawah lembah Patah Tulang untuk mentiari majatnia si anak ketjil!”

Tjoa Tay-hong jang mendengar sang toako mau turun kebawah lembah Patah Tulang jang tjuram mendjadi kaget, dengan tidak terasa mendjerit:

“Toako... “

Tapi, keputusannja Tjoa Tay-kiong tak dapat ditjegah, maka ia menjuruh orang2nja menjediakan semua tali jang ada untuk dikeesokan harinja turun kedasar lembah Patah Tulang.....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar